• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Job Insecurity Terhadap Work-Family Conflict Pada Karyawan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Job Insecurity Terhadap Work-Family Conflict Pada Karyawan"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

LAMPIRAN A

Reliabilitas dan Daya Beda Aitem Work-Family Conflict dan Job

(2)

1. Reliabilitas dan Daya Beda Aitem Skala Job Insecurity

(3)
(4)
(5)

VAR00032 31,61 37,956 ,565 ,794

VAR00034 31,61 39,634 ,350 ,808

2. Reliabilitas dan Daya Beda Aitem Skala Work-Family Conflict

Reliabilitas (Pengolahan I)

(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)

1 2 2 4 2 4 2 2 1 2 2 2 4 4

2. Data Mentah Subjek Penelitian Pada Skala Work-Family Conflict

(12)
(13)
(14)
(15)
(16)

1. Uji Normalitas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

WFC JI

N 124 124

Normal Parametersa,,b Mean 44.40 33.94

Std. Deviation 7.119 5.932

Most Extreme Differences Absolute .067 .072

Positive .064 .072

Deviation from Linearity 608,523 18 33,807 1,207 ,294

Within Groups 1316,048 47 28,001

(17)
(18)
(19)

No :

SKALA

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(20)

Dengan hormat,

Sehubungan

dengan

persyaratan

untuk

menyelesaikan

pendidikan sarjana di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara,

saya bermaksud mengadakan penelitian di bidang Psikologi Industri

dan Organisasi. Untuk itu saya memerlukan sejumlah data yang hanya

akan saya peroleh dengan adanya kerjasama dan kesediaan Anda

dalam mengisi skala ini. Skala ini terdiri dari dua bagian, yakni skala I

yang berisi 35 pernyataan dan skala II yang berisi 35 pernyataan.

Dalam mengisi kuisioner ini tidak ada jawaban benar atau salah.

Setiap orang dapat mempunyai jawaban yang berbeda, karena itu

pilihlah jawaban yang paling sesuai dengan diri Anda. Semua

jawaban akan dijaga kerahasiaannya dan hanya digunakan untuk

keperluan penelitian ini saja.

Cara menjawab pernyataan-pernyataan tersebut akan dijelaskan

dalam petunjuk pengisian. Untuk itu saya mengharapkan agar Anda

memperhatikan petunjuk pengisian dengan baik. Jika telah selesai

dikerjakan, periksalah kembali jawaban Anda, karena saya

mengharapkan tidak ada pernyataan yang terlewati.

Bantuan dan partisipasi Anda dalam menjawab pernyataan dalam

skala ini adalah bantuan yang sangat besar artinya bagi keberhasilan

penelitian ini. Untuk itu saya mengucapkan terima kasih.

Hormat saya,

(21)

IDENTITAS DIRI

Nama/Inisial :

Usia : Tahun

Jenis Kelamin* : Laki-laki Perempuan Status Pekerjaan* : Karyawan Tetap

Karyawan Kontrak Lama Bekerja : Tahun

Jumlah Anak* : 1 Orang Usia: Tahun 2 Orang Usia: Tahun

Tahun 3 Orang Usia: Tahun

Tahun Tahun

Lainnya (Tuliskan jumlah anak dan usia)

Tingkat Pendidikan :

(22)

PETUNJUK PENGISIAN

Berikut ini ada sejumlah pernyataan. Baca dan pahami baik-baik setiap pernyataan. Anda diminta untuk memilih salah satu pilihan yang tersedia di sebelah kanan pernyataan. Perlu diketahui bahwa ini bukanlah suatu tes atau ujian sehingga tidak ada jawaban yang benar atau salah. Pilihlah jawaban yang sesuai dengan keadaan diri Anda. Berilah tanda silang (X) pada salah satu pilihan Anda. Pilihan jawaban yang tersedia terdiri dari 5 pilihan, yaitu:

SS : bila Anda merasa Sangat Sesuai dengan pernyataan tersebut.

S : bila Anda merasa Sesuai dengan pernyataan tersebut.

N : bila Anda merasa Ragu-ragu dengan pernyataan tersebut.

TS : bila Anda merasa Tidak Sesuai dengan pernyataan tersebut.

STS : bila Anda merasa Sangat Tidak Sesuai dengan pernyataan

(23)

SKALA I

NO PERNYATAAN PILIHAN JAWABAN

1. Stress memikirkan persoalan pekerjaan membuat

tanggung jawab saya di rumah terabaikan SS S N TS STS

2. Saya merasa bahwa perilaku saya saat berada di rumah berbeda dengan perilaku saya saat berada di tempat kerja

SS S N TS STS

3. Saya kesulitan untuk memperhatikan perkembangan keluarga karena waktu saya banyak tersita untuk pekerjaan

SS S N TS STS

4. Tekanan yang berasal dari pekerjaan membuat saya

sulit untuk memenuhi kewajiban di keluarga SS S N TS STS

5. Saya merasa kesulitan dalam menyesuaikan perilaku yang tepat antara di tempat kerja dan di rumah

SS S N TS STS

6. Saya jarang mengikuti acara khusus yang diadakan

keluarga karena sibuk mengurusi pekerjaan SS S N TS STS

7. Walaupun saya bekerja setiap hari, saya memiliki

waktu yang cukup untuk mengurus keluarga SS S N TS STS

8. Saya dapat berkonsentrasi dengan baik dalam menyelesaikan pekerjaan saya di kantor maupun di rumah

SS S N TS STS

9. Peran yang berbeda membuat saya tidak kesulitan

dalam berperilaku SS S N TS STS

10. Masalah di tempat kerja tidak menghalangi saya

untuk melakukan kewajiban di rumah SS S N TS STS

11. Saya dapat membagi rata antara waktu untuk

pekerjaan dan keluarga SS S N TS STS

(24)

banyaknya kewajiban yang harus saya selesaikan di kantor

13. Masalah yang terjadi dalam rumah tangga

menyebabkan saya tidak dapat bekerja dengan baik SS S N TS STS 14. Saya bersikap ramah baik di rumah maupun di

tempat kerja SS S N TS STS

15. Pekerjaan di kantor dapat saya selesaikan tepat waktu meskipun saya harus menyelesaikan

tanggung jawab keluarga terlebih dahulu SS S N TS STS

16. Saya sering merasa cemas saat berada di rumah

karena masalah pekerjaan yang belum terselesaikan SS S N TS STS 17. Banyaknya waktu yang saya habiskan di kantor

membuat saya sulit untuk memenuhi tanggung

jawab keluarga SS S N TS STS

19. Saya dapat membedakan peran saya di tempat kerja

dengan peran saya di keluarga SS S N TS STS

20. Jadwal pekerjaan yang padat tidak menghalangi saya untuk tetap memperhatikan kebutuhan keluarga

SS S N TS STS

21. Kewajiban mengurus keluarga mengganggu saya untuk melakukan tanggung jawab saya terhadap pekerjaan

(25)

SKALA II

NO PERNYATAAN PILIHAN JAWABAN

1. Saya merasa gelisah karena adanya kemungkinan

kehilangan pekerjaan dalam waktu yang dekat SS S N TS STS 2. Saya merasa bahwa perlahan-lahan perusahaan

mulai memotong jumlah waktu kerja saya SS S N TS STS

3. Saya merasa sulit untuk mengalami kemajuan di

perusahaan ini SS S N TS STS

4. Saya khawatir jika seandainya saya mendapatkan

kebijakan dari perusahaan untuk pensiun dini SS S N TS STS

5. Saya merasa stress apabila terjadi hal-hal negatif

pada pekerjaan SS S N TS STS

6. Saya kurang bersedia untuk ditempatkan di lokasi

kerja yang jauh dari tempat tinggal saya SS S N TS STS

7. Saat ini saya tidak dapat berbuat apa-apa untuk

kemajuan perusahaan SS S N TS STS

8. Saya tidak akan kecewa jika saya tidak

mendapatkan kesempatan untuk dipromosikan SS S N TS STS

9. Saya selalu berpartisipasi dalam setiap kegiatan

yang diadakan oleh perusahaan SS S N TS STS

10. Dengan adanya karyawan baru, saya takut nantinya

dia akan menggantikan posisi saya SS S N TS STS

11. Saya takut wewenang saya selama bekerja

dikurangi SS S N TS STS

12. Akhir-akhir ini, saya sering merasa stress dengan

(26)

13. Saya merasa mampu untuk untuk mencegah terjadinya hal-hal negatif yang muncul di lingkungan kerja

SS S N TS STS

14. Saya takut dipecat apabila terjadi perubahan

kebijakan perusahaan SS S N TS STS

Periksa kembali jawaban Anda.

Pastikan tidak ada jawaban yang terlewatkan.

(27)

55

DAFTAR PUSTAKA

Abbott, J., Cieri, H. D., & Iverson, R. D. (1998). Costing turnover: Implication of work/family conflict at management level. Asia Pasific Journal of Human

Resources, 36(1), 25-43.

Ahmad, A. (2008). Job, family and individual factors as predictors of work-family conflict. The Journal of Human Resource and Adult Learning, 4(1), 57-65. Allen, T. D., Herst, D. E. L., Bruck, C. S., & Sutton, M. (2000). Consequences associated with work-to-family conflict: A review and agenda for future research. Journal of Occupational Health Psychology, 5(2), 278-308. Anastasi, A., & Urbina, S. (2006). Psychological testing. New Jersey:

Prentice-Hall Inc.

Anoraga, P. (2009). Psikologi kerja. Jakarta : Rineka Cipta

Ashford, S. J., Lee, C., & Bobko, P. (1989). Content, causes and consequences of job insecurity: a theory-based measure and substantive test. Academy of

Management Journal, 32, 803-829.

Azwar, S. (2010). Metode penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Baldwin, J. N. (1987). Public versus private: Not that different, not that consequential. Public Personnel Management, 16, 181-93.

Barling, J., & Kelloway, E. K. (1996). Job insecurity and health: The moderating role of workplace control. Stress Medicine, 12, 253-259.

Batt, R., & Valcour, P. M. (2003). Human resource practices as predictors of work-family outcomes and employee turnover. Industrial Relations, 42, 189-220.

Behson, S. J. (2002a). Coping with family-to-work conflict: The role of informal work accomodations to family. Journal of Occupational Health Psychology,

7, 324-341.

Bellavia, G., & Frone, M. (2005). Work-family conflict. In J. Barling, E. K. Kelloway, & M. Frone (Eds.), Handbook of Work Stress, (pp. 113-147). Sage Publications: Thousand Oaks.

Bernas, K. H., & Major, D. A. (2000). Contributors to stress resistance: Testing a model of women’s work-family conflict. Psychology of Women Quarterly,

24, 170-178.

(28)

56

organizational attitudes: The role of security expectations. International

Journal of Human Resource Management, 22, 1866-1886.

Berntson, E., Näswall, K., & Sverke, M. (2010). The moderating role of employability in the association between job insecurity and exit, voice, loyalty and neglect. Economic and Industrial Democracy, 31, 215-230. Broman, C. L., Hamilton, V. L., & Hoffman, W. S. (1990). Unemployment and its

effects on families: Evidence from a plant closing study. American Journal

of Community Psychology, 18, 643-659.

Burke, R. J., & El-Kot, E. G. (2010). Correlates of work-family conflict among managers in egypt. International Journal of Islamic and Middle Eastern

Finance and Management, 3(2), 113-131.

Butchell, B. J., Day, D., Hudson, M., Ladipo, D., Mankelow, R.., Nolan, J. P., Reed, H., Wichert, I. C., & Wilkinson, F. (1999). Job insecurity and work

intensification: Flexibility and the changing boundaries of work. New York:

YPS/JRF.

Carlson, D. S., & Kacmar, K. M. (2000). Work-family conflict in the organization: Do life and role values make a difference? Journal of

Management, 16, 1031-1054.

Carlson, D. S., Derr, C. B., & Wadsworth, L. L. (2003). The effects of internal career orientation on multiple dimensions of work-family conflict. Journal

of Family and Economic Issues, 24(1), 99–116.

Cheng, Y., Chen, C. W., Chen, C. J., & Chiang, T. L. (2005). Job insecurity and its association with health among employees in the taiwanese general population. Social Science and Medicine, 61(1), 41–52.

Cheng, G. H.-L., & Chan, D. (2008). Who suffers more from job insecurity? A meta-analytic review. Applied Psychology: An International Review, 57, 272–303.

Cheng, T. (2013). Revisiting the buffers of job insecurity. Jyväskylä: University of Jyväskylä.

Crowley, M. S. (1998). Men’s self-perceived adequacy as the family breadwinner: Implications for their psychological, marital, and work-family well-being.

Journal of Family and Economic Issues, 19, 7–23.

Dachapalli, L. A. P., & Parumasur, S. B. (2012). Employee susceptibility to experiencing job insecurity. South African Journal of Economic and

(29)

57

Davy, J. A., Kinicki, A. J., & Scheck, C. L. (1997). A test of job insecurity’s direct and mediated effects on withdrawal cognitions. Journal of

Organizational Behavior, 18, 323-349.

Dawson, C. (2002). Practical research methods: A user-friendly giude master to

mastering research. Oxford: How To Books.

Day, A. L., & Chamberlain, T. (2006). Committing to your work, spouse, and children: Implications for work-family conflict. Journal of Vocational

Behavior, 68(1), 116-130.

De Witte, H. (1999). Job insecurity and psychological well-being: Review of the literature and exploration of some unresolved issues. European Journal of

Work and Organizational Psychology, 8, 155-177.

De Witte, H. (2005). Job insecurity: Review of the international literature on definitions, prevalence, antecedents and consequences. South African

Journal of Industrial Psychology, 31(4), 1–6.

Dolcos, S. M., & Daley, D. (2009). Work pressure, workplace social resources, and work-family conflict: The tale of two sectors. International Journal of

Stress Management, 16(4), 291-311.

Erlinghagen, M. (2008). Self-perceived job insecurity and social context: A multi-level analysis of 17 European countries. European Sociological Review, 24, 183-97.

Fischer, F. M., Oliveira, D. C., Nagai, R., Teixeira, L. R., Júnior M. L., & Latorre. (2005). Job control, job demands, social support at work and health among adolescent workers. Revista de Saúde Pública, 39(2), 245–253.

Forthofer, M. S., Markman, H. J., Cox, M., Stanley, S., & Kessler, R. C. (1996). Associations between marital distress and work loss in a national sample.

Journal of Marriage and the Family, 58, 597–605.

Fox, M. L., & Dwyer, D. J. (1999). An investigation of th effects of time and involvement in the relationship between stressors and work-family conflict.

Journal of Occupational Health Psychology, 4, 164-174.

Frone, M. R., Russell, M., & Cooper, M. L. (1992). Prevalence of work-family conflict: Are work and family boundaries asymmetrically permeable?

Journal of Organizational Behavior, 13 (7), 723-729.

Frone, M. R., Yardley, J. K., & Markel, K. S. (1997). Developing and testing an integrative model of the work-family interface. Journal of Vocational

(30)

58

Frone, M. R. (2003). Work-Family Balance. In Handbook of Occupational Health

Psychology. Eds. J. C. Quick and L. E. Tetrick. Washington, DC: American

Psychological Association.

Fu, C.K., & Shaffer, M. A. (2001). The tug of work and family. Personnel

Review, 30, 502-522.

Gallie, D., Dieckhoff, M., Russell, H., Steiber, N., & Tahlin, M. (2011). Work,

family and well-Being: The implications of economic recession. London:

University London.

Grandey, A. A., Cordeiro, B. L., & Crouter, A. C. (2005). A longitudinal and multi-source test of the work-family conflict and job satisfaction relationship. Journal of Occupational and Organizational Psychology, 78, 305-323.

Greenhalgh, L., & Rosenblatt, Z. (1984). Job insecurity: Toward conceptual clarity. Academy of Management Review, 9, 438-448.

Greenhalgh, L. & Rosenblatt, Z. (2010). Evolution of research on job insecurity.

International Studies of Management and Organization, 40(1), 6-19.

Greenhaus, J. H., & Beutell, N. J. (1985). Sources of conflict between work and family roles. Academy of Management Review, 10, 76-88.

Greenhaus, J. H., Tammy, D.A., & Spector, P.E. (2006). Health consequences of work-family: The dark side of the work-family interface. Research in

Occupational Stress and Well-Being, 5, 61-98.

Grönlund, A. (2007). More control, less conflict? Job demand-control, gender and work-family conflict. Gender, Work & Organization, 14(5), 476–497.

Grzywacz, J. G., & Marks, N. F. (2000). Reconceptualizing the work-family interface: An ecological perspective on the correlates of positive and negative spillover between work and family. Journal of Occupational

Health Psychology, 5, 111-126.

Hadi, S. (2000). Metodologi research. Jilid I. Yogyakarta: Andi.

Hartley, J., Jacobson, D., Klandermans, B., & Van Vuuren, T. (1991). Job

insecurity: Coping with jobs at risk. London: Sage.

Heaney, C., Israel, B., & House, J. (1994). Chronic job insecurity among automobileworkers: Effects on job satisfaction and health. Social Science

and Medicine, 38(10), 1431-1437.

Hellgren, J., Sverke, M., & Isaksson, K. (1999). A two dimensional approach to job insecurity: Consequences for employee attitudes and well-being.

(31)

59

Hellgren, J., & Sverke, M. (2003). Does job insecurity lead to impaired well-being or vice versa? Estimation of cross-lagged effects using latent variable modeling. Journal of Organizational Behavior, 24, 215-236.

Howard, J. L. (2008). Balancing conflicts of interest when employing spouses.

Employee Responsibility Rights Journal, 20, 29-43.

Hughes, D., & Galinsky, E. (1994). Work experiences and marital interactions: Elaborating the complexity of work. Journal of Organizational Behavior,

15, 423-438.

Lam, J., Fan, W., & Moen, P. (2015). Bringing home the bacon: Does job

insecurity predict work-family conflict among U.S workers? Washington

DC: University of Minnesota.

Larson, J. H., Wilson, S. M., & Beley, R. (1994). The impact of job insecurity on marital and family relationship. Family Relations, 43, 138-143.

Lewis, S., Smithson, J., & Brannen, J. (1998). Futures on hold: Young Europeans

talk about combining work and family. London: Work–Life Research Centre.

Jacobson, D. (1991). The conceptual approach to job insecurity. In J. Hartley, D. Jacobsson, B. Klandermans, & T. Van Vuuren, Job insecurity: Coping with

jobs at risk (pp. 23-39). London: Sage Publications.

Jahoda, M. (1982). Employment and unemployment: A social psychological

analysis. Cambridge and New York: Cambridge University Press.

Joelson, L. & Wahlquist, L. (1987). The psychological meaning of job insecurity and job loss: results of a longitudinal study. Social Science and Medicine,

25, 179-182.

Karatepe O. M., & Tekinkus, M. (2006) The effects of work-family conflict, emotional exhaustion, and intrinsic motivation on job outcomes of front-line employees. International Journal of Bank Marketing, 24(3), 173-193. Scahdeva, G., & Narwal, M. (2015). A comparative study of work-family conflict

among employees in relation to demographic factors, personal factors, and work-related factors. American International Journal of Research in

Humanities, Arts, and Social Science, 81-89.

Siswanto, B. (2003). Manajemen tenaga kerja indonesia. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Stoner, A.F., & Charles, R. (1990). Work-Home role conflict in female owners of small business: An exploratory study. Journal of small business

(32)

60

Stoeva, A. Z., Chiu, R. K., & Greenhaus, J. H. (2002). Negative affectivity, role stress, and work-family conflict. Journal of Vocational Behavior, 60, 1-16. Sugiyono. (2010). Statistika untuk penelitian. Bandung: Alfabeta.

Sverke, M., Hellgren, J., & Näswall, K. (2002). No security: A meta-analysis and review of job insecurity and its consequences. Journal of Occupational

Health Psychology, 7, 242-264.

Sverke, M., Hellgren, J., & Näswall, K. (2006). Job insecurity. A literature

review. (Report 1) Stockholm: National Institute For Working Life.

Sverke, M., De Witte, H., Näswall, K. & Hellgren, J. (2010). European perspectives on job insecurity: Editorial introduction. Economic and

Industrial Democracy, 31(2), 175–178.

Van Vuuren, T., Klandermans, B., Jacobson D., & Hartley, J. (1991). Predicting employee's perceptions of job insecurity, in J. Hartley, D. Jacobson, B. Klandermans & T. Van Vuuren (Eds.) Job insecurity: Coping with jobs at

risk (pp. 65-78). London: SAGE.

Voydanoff, P. (2004). The effects of work demands and resources on work-to-family conflict and facilitation. Journal of Marriage and Family, 66, 398-412.

(33)

22

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif korelasional. Metode tersebut bertujuan untuk mendeteksi sejauh manakah variasi-variasi pada suatu faktor berkaitan dengan variasi-variasi pada satu atau lebih faktor lain berdasarkan pada koefisien korelasi. Dengan menggunakan penelitian korelasional, maka peneliti dapat mencapai tujuan penelitian, yakni untuk mengetahui pengaruh job

insecurity terhadap work-family conflict.

A. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN

Variabel-variabel yang terlibat di dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Variabel terikat (dependent variable) : Work-family conflict

2. Variabel bebas (independent variable) : Job insecurity

B. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL PENELITIAN

1. Work-Family Conflict

Work-family conflict didefinisikan sebagai konflik yang dialami

pekerja sebagai akibat tekanan peran di pekerjaan bertentangan dengan peran di keluarga. Work-family conflict diukur dengan menggunakan skala yang disusun berdasarkan konsep yang dikemukakan oleh Greenhaus & Beutell (1985) yaitu time based, strain based, dan behavior

(34)

23

Tinggi rendahnya work-family conflict dapat dilihat dari skor yang diperoleh seseorang dari skala tersebut. Semakin tinggi skor skala work

family conflict seseorang maka semakin tinggi work-family conflict.

Demikian sebaliknya, semakin rendah skor skala work-family conflict maka semakin rendah work-family conflict seseorang.

2. Job Insecurity

Job insecurity didefinisikan sebagai perasaan tidak aman, terancam

dan tidak berdaya yang dirasakan pekerja terhadap pekerjaannya. Job

insecurity dapat diukur dengan menggunakan skala yang terdiri dari tiga

aspek yang disusun berdasarkan teori dari Ashford, Lee, & Bobko (1989) yaitu perasaan terancam pada pekerjaan, perasaan terancam terhadap tampilan kerja dan powerlessness.

Skor total pada skala merupakan petunjuk tinggi rendahnya job

insecurity. Semakin tinggi skor yang dicapai seseorang maka semakin

tinggi tingkat perasaan ketidakamanan terhadap pekerjaannya. Sebaliknya, semakin rendah skor yang dicapai seseorang maka semakin rendah tingkat perasaan ketidakamanan terhadap pekerjaannya.

C. POPULASI DAN METODE PENGAMBILAN SAMPEL

1. Populasi dan Sampel Penelitian

(35)

24

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan yang bekerja pada suatu perusahaan swasta yang bergerak di bidang farmasi di kota Medan. Mengingat besarnya jumlah populasi dan keterbatasan peneliti, maka subjek penelitian yang dipilih adalah sebagian dari keseluruhan populasi yang disebut dengan sampel. Adapun karakteristik sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Pria maupun wanita yang bekerja pada suatu perusahaan swasta b. Sudah menikah

2. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik sampling yang akan digunakan pada penelitian ini adalah

non-probability sampling, yaitu teknik sampling yang digunakan apabila

tidak semua anggota di dalam populasi memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi subjek penelitian. Salah satu teknik non-probability

sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling,

(36)

25

D. METODE DAN ALAT PENGUMPULAN DATA

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode skala. Menurut Azwar (2010), penggunaan skala merupakan metode untuk mendapatkan jawaban subjektif dari subjek dengan menempatkan respon pada titik-titik yang kontinum, sedangkan stimulus diberikan dalam bentuk pernyataan-pernyataan. Skala yang akan diberikan di dalam penelitian ini merupakan skala Likert yang menyediakan respon yang kontinum dari respon negatif sampai dengan respon positif.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dua skala psikologi, yaitu skala job insecurity dan skala work-family conflict.

1. Skala Job Insecurity

Penyusunan skala job insecurity yang digunakan dalam penelitian disusun berdasarkan perluasan aspek-aspek job insecurity yang dikemukakan Ashford, Lee, & Bobko (1989) yaitu: perasaan terancam pada total pekerjaan, perasaan terancam terhadap tampilan kerja dan

powerlessness.

Skala ini menyediakan lima rentang respon, yaitu SS (Sangat Setuju, S (Setuju), N (Netral), TS (Tidak Setuju), dan STS (Sangat Tidak Setuju). Skala disajikan dalam bentuk pernyataan favourable (mendukung) atau unfavourable (tidak mendukung). Nilai setiap pilihan bergerak dari 1 sampai 5. Bobot penilaian untuk pernyataan

(37)

26

Sedangkan bobot penilaian untuk pernyataan unfavourable adalah SS =1, S = 2, N= 3, TS = 4, dan STS = 5.

Adapun blue print untuk skala job insecurity dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 1. Blue Print Skala Job Insecurity

No. Aspek

3. Powerlessness 5,7,10,23,26,32 22,27,28,30,34 11

Total 35

2. Skala Work-Family Conflict

Penyusunan skala work-family conflict dalam penelitian ini disusun berdasarkan berdasarkan konsep Greenhaus & Beutell (1985) yaitu time based, strain based, dan behavior based. Skala ini menyediakan lima rentang respon, yaitu SS (Sangat Setuju), S (Setuju), N (Netral), TS (Tidak Setuju), dan STS (Sangat Tidak Setuju).

Skala disajikan dalam bentuk pernyataan favourable

(38)

27

pilihan bergerak dari 1 sampai 5. Bobot penilaian untuk pernyataan

favourable adalah SS = 5, S = 4, N=3, TS = 2, dan STS = 1.

Sedangkan bobot penilaian untuk pernyataan unfavourable adalah SS =1, S = 2, N= 3, TS = 4, dan STS = 5.

Berikut ini merupakan tabel blue print dari skala work-family

conflict:

Tabel 2. Blue Print Skala Work-Family Conflict

No. Aspek

Aitem

Jumlah Favorable Unfavorable

1. Time-based conflict 3,6,9,12,15,18 7,11,17,23,30,35 12 2. Strain-based conflict 1,4,14,20,27,33 10,16,21,25,31,34 12 3. Behavior-based conflict 2,5,8,22,26,32 13,19,24,28,29 11

Total 35

E. VALIDITAS DAN RELIABILITAS ALAT UKUR

1. Validitas Alat Ukur

(39)

28

dilakukannya pengukuran tersebut. Menurut Anastasi dan Urbina (2006), validitas tes berhubungan dengan apa yang diukur oleh suatu tes dan seberapa baik tes tersebut dapat mengukur atribut.

Jenis validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi (content validity), yang pada dasarnya berhubungan dengan pengujian yang sistematis terhadap isi dari tes untuk mengetahui apakah tes tersebut secara representatif telah mencakup konsep yang ingin diukur (Anastasi & Urbina, 2006). Validitas isi alat ukur ditentukan melalui pendapat dari para ahli (professional

judgement), yaitu dosen yang ahli dalam bidangnya untuk memberikan

pendapat atas isi tes.

2. Uji Daya Beda Aitem

Uji daya beda aitem digunakan untuk melihat sejauh mana aitem mampu membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki dan yang tidak memiliki atribut yang diukur (Azwar, 2010). Pengujian daya beda aitem ini dilakukan dengan komputasi koefisien korelasi antara distribusi skor pada setiap aitem dengan suatu kriteria yang relevan, yang akan menghasilkan koefisien korelasi aitem total yang dapat dilakukan dengan menggunakan koefisien korelasi Pearson

Product Moment. Menurut Azwar (2010), semua aitem yang mencapai

(40)

29

korelasi aitem kurang dari 0,30 dapat diinterpretasikan sebagai aitem yang memiliki daya beda rendah (Azwar, 2010). Pengujian daya beda aitem ini menggunakan program SPSS 17 for Windows.

3. Reliabilitas Alat Ukur

Reliabilitas alat ukur merupakan konsep sejauh mana alat ukur dapat dipercaya dan konsisten (Azwar, 2010). Menurut Dawson (2002), reliabilitas mengacu pada pengukuran yang stabil dan konsisten, rendahnya eror dan bias, baik yang berasal dari responden maupun dari peneliti.

Pada penelitian ini, pengujian reliabilitas dilakukan dengan menggunakan pendekatan konsistensi internal berupa koefisien

cronbach alpha. Metode ini menguji konsistensi tes antaraitem atau

antarbagian. Sebuah tes dikatakan reliabel apabila konsistensi di antara komponen-komponen yang membentuk tes tinggi. Azwar (2010), menyatakan reliabilitas dianggap memuaskan apabila koefisien konsistensinya mencapai 0,9. Dalam penelitian ini, perhitungan koefisien reliabilitas akan dilakukan dengan metode komputasi.

F. PROSEDUR PELAKSANAAN PENELITIAN

(41)

30

1. Tahap Persiapan Penelitian

Pada tahap ini, peneliti akan membuat konstruksi alat ukur berupa skala untuk mengukur job insecurity dan work-family conflict. Penyusunan skala ini dimulai dengan membuat blue-print aitem-aitem yang ingin diberikan. Skala akan dicetak pada kertas berukuran A4 dan berbentuk booklet.

Setelah perancangan skala selesai, peneliti akan melakukan uji coba alat ukur kepada 57 orang subjek. Uji coba ini bertujuan untuk memperoleh nilai reliabilitas dan validitas dari alat ukur. Setelah try

out selesai, peneliti akan merevisi alat ukur dengan cara memilih

aitem-aitem yang sudah teruji reliabilitas dan validitasnya.

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Pada tahap ini, peneliti akan mengambil data penelitian yang sesungguhnya di perusahaan atau organisasi yang ditetapkan. Skala yang menjadi alat ukur diberikan kepada karyawan dengan menjelaskan terlebih dahulu tujuan dari pengambilan data tersebut.

3. Tahap Pengolahan Data

Setelah memperoleh data dari subjek, peneliti akan melakukan pengolahan data dengan komputasi dan dibantu oleh program SPSS 17

(42)

31

G. METODE ANALISIS DATA

Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh job insecurity terhadap work-family conflict, maka metode analisis data yang digunakan adalah analisis regresi sederhana dengan menggunakan bantuan program aplikasi komputer SPSS 17 for Windows.

Sebelum dilakukan analisis data terlebih dahulu dilakukan uji asumsi, yaitu:

1. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan Test of Normality pada program SPSS untuk melihat apakah sampel yang digunakan berasal dari populasi yang terdistribusi normal. Pengujian normalitas akan menggunakan Kolmogorow Smirnov. Sampel dianggap berasal dari populasi yang terdistribusi normal apabila signifikansinya lebih besar dari 0,05.

2. Uji Linearitas

(43)

32

H. HASIL UJI COBA ALAT UKUR

Setelah alat ukur selesai disusun, maka yang dilakukan selanjutnya adalah melakukan uji coba pada alat ukur. Uji coba alat ukur dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan skor jawaban responden, yang mana melalui analisis kuantitatif terhadap skor tersebut akan ditemukan aitem yang memenuhi persyaratan psikometrik untuk disertakan sebagai bagian dari skala (Azwar, 2013). Uji coba alat ukur dalam penelitian ini dilakukan pada subjek sebanyak 57 orang yang memiliki kesamaan karakteristik dengan subjek yang diinginkan.

1. Hasil Uji Coba Skala Job Insecurity

Jumlah aitem yang diujicobakan di dalam skala job insecurity terdiri dari 35 aitem. Berdasarkan hasil analisis aitem maka diperoleh 14 aitem yang memiliki nilai diskriminasi aitem di atas 0,3 dan 21 aitem yang gugur. Melalui analisis statatistik ditemukan nilai

diskriminasi aitem bergerak dari 0,332 hingga 0,565 dan α = 0,814.

Distribusi aitem skala ini dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Distribusi Aitem Skala Job Insecurity Setelah Uji Coba

(44)

33

terhadap tampilan kerja

3. Powerlessness 5,7,12 9,13 5 35,71%

Total 14 100%

2. Hasil Uji Coba Skala Work-Family Conflict

Jumlah aitem yang diujicobakan di dalam skala work-family

conflict terdiri dari 35 aitem. Berdasarkan hasil analisis aitem maka

diperoleh 21 aitem yang memiliki nilai diskriminasi aitem di atas 0,3 dan 14 aitem yang gugur. Melalui analisis statatistik ditemukan nilai

diskriminasi aitem bergerak dari 0,335 hingga 0,700 dan α = 0,888.

Distribusi aitem skala ini dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Distribusi Aitem Skala Work-Family Conflict Setelah Uji Coba

No. Aspek

Aitem

Jumlah Bobot Favorable Unfavorable

1. Time-based conflict 3,6,12,17 7,11,15,20 8 38,10% 2. Strain-based conflict 1,4,13,16,18,21 8,10 8 38,10% 3. Behavior-based

conflict

2,5 9,14,19 5 23,80%

(45)

34

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan diuraikan mengenai hasil penelitian yang terdiri dari gambaran umum subjek penelitian, analisis, interpretasi, serta pembahasan dari hasil penelitian yang didapatkan.

A. Gambaran Umum Subjek Penelitian

Penelitian ini secara keseluruhan melibatkan 124 orang subjek yang merupakan karyawan di suatu perusahaan swasta yang bergerak di bidang farmasi di kota Medan. Pada awalnya peneliti menyebar 130 skala, akan tetapi peneliti hanya mengolah data dari 124 responden karena sebanyak 6 responden tidak mengembalikan skala. Berikut ini merupakan deskripsi dari subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin, usia, jumlah anak, lamanya masa bekerja, status pekerjaan dan tingkat pendidikan.

1. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin

Gambaran subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 5. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah (N) Persentase

Laki-laki 105 84.7%

Perempuan 19 15.3%

(46)

35

Tabel di atas menunjukkan bahwa subjek penelitian terbanyak berjenis kelamin laki-laki sebanyak 105 orang (84,7%), sedangkan perempuan hanya 19 orang (15,3%).

2. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia

Penyebaran subjek penelitian berdasarkan rentang usia menurut Hurlock (2002).

Tabel 6. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia

Usia Kategori Jumlah (N) Persentase

18-40 Tahun Dewasa dini 87 70.2 %

40-60 Tahun Dewasa madya 37 29.8 %

Total 124 100%

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa dari segi usia, subjek yang berada pada masa dewasa dini merupakan subjek terbanyak dengan jumlah 87 responden (70,2%), dan subjek yang berada pada masa dewasa madya berjumlah 37 responden (29,8%).

3. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jumlah Anak

(47)

36

Tabel 7. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jumlah Anak

Jumlah Anak Jumlah (N) Persentase

0 9 7.3%

1 34 27.4%

2 48 38.7%

3 32 25.8%

4 1 0.8%

Total 124 100%

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa subjek dalam penelitian ini paling banyak memiliki jumlah anak sebanyak 2 orang yaitu 48 responden (38.7%). Sebanyak 34 responden (27.4%) memiliki 1 orang anak, 32 responden (25.8%) memiliki 3 orang anak, 9 responden (7.3%) belum memiliki anak dan hanya 1 responden (0.8%) yang memiliki 4 orang anak.

4. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Masa Kerja

(48)

37

Tabel 8. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Masa Kerja

Masa Kerja Jumlah (N) Persentase

< 2 Tahun 4 3.2%

2 - 10 Tahun 64 51.6%

>10 Tahun 56 45.2%

Total 124 100%

Menurut teori perkembangan karir oleh Morrow dan McElroy (1986), subjek penelitian terbagi ke dalam tiga tahapan perkembangan karir. Pertama, tahap perkembangan dimana masa kerja di bawah 2 tahun pertama. Kedua, tahap lanjutan dimana masa kerja di antara rentang 2 - 10 tahun. Ketiga, tahap pemeliharaan dimana masa kerja karyawan di atas 10 tahun. Dari tabel 7 dapat dilihat berdasarkan lamanya masa kerja, subjek dengan masa kerja di bawah 2 tahun pertama (tahap perkembangan) sebanyak 4 orang (3.2%). Subjek dengan masa kerja di antara rentang 2 - 10 tahun (tahap lanjutan) berjumlah sebanyak 64 orang (51.6%). Dan yang terakhir subjek yang memiliki masa kerja terlama dengan masa kerja di atas 10 tahun (tahap pemeliharaan) berjumlah sebanyak 56 orang (45.2%).

5. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Status Pekerjaan

(49)

38

Tabel 9. Gambaran Subjek Berdasarkan Status Pekerjaan

Status Pekerjaan Jumlah (N) Persentase

Karyawan Tetap 124 100%

Karyawan Kontrak 0 0%

Total 124 100%

Tabel di atas menunjukkan bahwa seluruh subjek penelitian memiliki status pekerjaan sebagai karyawan tetap.

6. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Gambaran subjek penelitian berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 10. Gambaran Subjek Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tingkat Pendidikan Jumlah (N) Persentase

SMU 68 54.8%

DIPLOMA 27 21.8%

S1 29 23.4

Total 124 100%

(50)

39

pendidikan S1, dan 27 responden (21.8%) memiliki tingkat pendidikan Diploma.

B. Hasil Penelitian

1. Hasil Uji Asumsi

a. Uji Normalitas

Uji asumsi normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data tersebar secara normal. Uji normalitas pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 11. Uji Normalitas Variabel WFC dan Job Insecurity

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

WFC JI

N 124 124

Normal Parametersa,,b Mean 44.40 33.94

Std. Deviation 7.119 5.932

Most Extreme Differences Absolute .067 .072

Positive .064 .072

Negative -.067 -.061

Kolmogorov-Smirnov Z .743 .801

Asymp. Sig. (2-tailed) .639 .542

a. Test distribution is Normal.

(51)

40

Tabel 10 menunjukkan bahwa nilai data di atas 0.05, maka distribusi data dinyatakan memenuhi asumsi normalitas.

b. Uji Linearitas

Uji linearitas dilakukan untuk melihat apakah dua variabel penelitian ini, yaitu variabel work-family conflict dan job insecurity memiliki hubungan yang linear secara signifikan. Hasil dari pengujian linearitas dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 12. Uji Linearitas Variabel WFC dan Job Insecurity

ANOVA Table

Sum of Squares df

Mean

Square F Sig.

WFC * JI

Between Groups (Combined) 1158,997 19 61,000 2,178 ,016

Linearity 550,474 1 550,474 19,659 ,000

Deviation from Linearity 608,523 18 33,807 1,207 ,294

Within Groups 1316,048 47 28,001

Total 2475,045 66

(52)

41

2. Hasil Utama Penelitian

a. Pengaruh Job Insecurity terhadap Work-Family Conflict pada

Karyawan

Berikut ini akan dijelaskan mengenai hasil pengolahan data mengenai pengaruh job insecurity terhadap work-family conflict yang diperoleh dengan teknik analisis regresi sederhana dengan menggunakan bantuan aplikasi SPSS versi 17 for windows. Hasil pengolahan data dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 13. Hasil Analisis Regresi Sederhana

ANOVAa

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 1739,187 1 1739,187 47,210 ,000b

Residual 4494,450 122 36,840

Total 6233,637 123

a. Dependent Variable: WorkFamilyConflict b. Predictors: (Constant), JobInsecurity

(53)

42 dan taraf signifikansi 0,05 maka diperoleh t tabel = 1.65. Selanjutnya, nilai signifikansi yang ditunjukkan pada tabel di atas adalah 0.000. Karena t hitung (6.871) lebih besar dari t tabel (1.65), dan nilai signifikansi (0.000) lebih kecil dari 0,05, maka Ho ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh positif job insecurity terhadap

work-family conflict. Arah koefisien regresi positif berarti bahwa job insecurity memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap family conflict. Artinya job insecurity dapat meningkatkan work-family conflict.

b. Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel-variabel bebas memiliki pengaruh terhadap variabel terikatnya. Nilai koefisien determinasi ditentukan dengan nilai R

(54)

43

Tabel 15. Koefisien Determinasi

Berdasarkan hasil perhitungan regresi dapat diketahui bahwa koefisien determinasi (R square) yang diperoleh sebesar 0,279 atau 27.9%. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh job insecurity terhadap work-family

conflict sebesar 27.9 %. Artinya job insecurity memberikan

sumbangan sebesar 27.9 % dalam meningkatkan work-family conflict pada karyawan.

c. Nilai Empirik dan Nilai Hipotetik

1. Nilai Empirik dan Hipotetik Job Insecurity

Jumlah aitem yang digunakan untuk mengungkap variabel

job insecurity adalah sebanyak 14 aitem yang diformat dengan

(55)

44

untuk skala job insecurity adalah 14, sedangkan nilai maksimum yang dapat diperoleh adalah 70.

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh bahwa nilai minimum dari subjek-subjek penelitian untuk skala job insecurity adalah 23 dan nilai maksimal adalah 47. Hasil perhitungan nilai empirik dan hipotetik untuk job insecurity dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 16. Perbandingan Mean Hipotetik dan Mean Empirik

Job Insecurity

Variabel

Empirik Hipotetik

Min Max Mean SD Min Max Mean SD

Job Insecurity 20 54 33.94 5.932 14 70 42 9.33 Berdasarkan tabel di atas maka diperoleh mean empirik (X) sebesar 33.94 dengan SD empirik (s) sebesar 5.932 sedangkan

mean hipotetik (μ) sebesar 42 dengan SD hipotetik (σ) sebesar

9.33. Perbandingan mean empirik (X) dan mean hipotetik (μ) dari

(56)

45

2. Nilai Empirik dan Hipotetik Work-Family Conflict

Jumlah aitem yang digunakan untuk mengungkap variabel

work-family conflict adalah sebanyak 21 aitem yang diformat

dengan skala Likert. Respon yang diberikan terdiri dari 5 buah rentang (sangat tidak setuju, tidak setuju, netral, setuju, dan sangat setuju). Nilai untuk respon sangat tidak setuju adalah 1, nilai untuk respon tidak setuju adalah 2, nilai untuk respon netral adalah 3, nilai untuk respon setuju adalah 4, dan nilai untuk respon sangat setuju adalah 5. Dengan demikian, skor minimum yang dapat diperoleh untuk skala job insecurity adalah 21, sedangkan nilai maksimum yang dapat diperoleh adalah 105.

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh bahwa nilai minimum dari subjek-subjek penelitian untuk skala work-family conflict adalah 31 dan nilai maksimal adalah 58. Hasil perhitungan nilai empirik dan hipotetik untuk work-family conflict dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 17. Perbandingan Mean Hipotetik dan Mean

Empirik Work-Family Conflict

Variabel

Empirik Hipotetik

Min Max Mean SD Min Max Mean SD

Work-Family Conflict

(57)

46

Berdasarkan tabel di atas maka diperoleh mean empirik (X) sebesar 44.40 dengan SD empirik (s) sebesar 7.119 sedangkan

mean hipotetik (μ) sebesar 63 dengan SD hipotetik (σ) sebesar 14.

Perbandingan mean empirik (X) dan mean hipotetik (μ) dari

variabel work-family conflict menunjukkan X (44.40) lebih kecil

dari μ (63), maka dapat disimpulkan bahwa tingkat work-family

conflict subjek dalam penelitian ini lebih rendah dari populasi

pada umumnya.

d. Kategorisasi Data Penelitian

1. Kategorisasi Job Insecurity

Norma kategorisasi yang digunakan pada job insecurity adalah sebagai berikut.

Tabel 18. Norma Kategorisasi Data Penelitian

Rentang Nilai Kategori

X ≤ (μ - 1.0 SD) Rendah

(μ - 1.0 SD) <X ≤ (μ + 1.0 SD) Sedang

X > (μ + 1.0 SD) Tinggi

(58)

47

Tabel 19. Norma Kategorisasi Job Insecurity

Rentang Nilai Kategori Jumlah (N) Persentase

X ≤ 33 Rendah 61 49.2%

33 <X ≤ 51 Sedang 62 50%

X > 51 Tinggi 1 0.8%

Total 124 100%

Berdasarkan kategorisasi pada tabel di atas menunjukkan bahwa sebagian besar subjek penelitian memiliki tingkat job insecurity dalam kategori sedang yakni sebesar 50%, sedangkan 49.2% tergolong ke dalam kategori rendah dan ada 1 subjek (0.8%) yang tergolong ke dalam kategori tinggi.

2. Kategorisasi Work-Family Conflict

Norma kategorisasi yang digunakan pada work-family conflict adalah sebagai berikut.

Tabel 20. Norma Kategorisasi Data Penelitian

Rentang Nilai Kategori

X ≤ (μ - 1.0 SD) Rendah

(μ - 1.0 SD) <X ≤ (μ + 1.0 SD) Sedang

(59)

48

Besar nilai rata-rata hipotetik work-family conflict adalah 63 dengan standar deviasi 14 sehingga kategorisasi yang diperoleh adalah sebagai berikut:

Tabel 21. Norma Kategorisasi Work-Family Conflict

Rentang Nilai Kategori Jumlah (N) Persentase

X ≤ 49 Rendah 97 78.2%

49 <X ≤ 77 Sedang 27 21.8%

X > 77 Tinggi 0 0%

Total 124 100%

Berdasarkan tabel 19, dapat diketahui bahwa sebagian besar subjek penelitian memiliki tingkat work-family conflict dalam kategori rendah yakni sebesar 78.2%, sedangkan 21.8% memiliki tingkat work-family conflict dalam kategori sedang dan tidak ada subjek penelitian yang memiliki tingkat work-family conflict tinggi.

C. Pembahasan Hasil Penelitian

(60)

49

semakin tinggi tingkat job insecurity yang dialami maka semakin tinggi pula

work-family conflict, demikian sebaliknya, semakin rendah tingkat job insecurity yang dialami maka semakin rendah pula work-family conflict.

Hasil yang didapatkan ini sejalan dan mendukung penelitian yang dilakukan oleh Batt & Valcour (2003) yang menemukan bahwa karyawan yang mengalami job insecurity dihubungkan dengan tingkat work-family

conflict yang tinggi. Begitu pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Lam,

Fan, & Moen (2015) yang menemukan bahwa job insecurity berhubungan positif dengan work-family conflict. Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Larson, Wilson, & Beley (1994) menunjukkan bahwa job insecurity berpengaruh terhadap pernikahan dan kehidupan keluarga karena karyawan yang mengalami kecemasan dan depresi di tempat kerja cenderung memiliki kesulitan yang besar dalam memenuhi peran mereka sebagai pasangan atau orang tua di dalam keluarga.

Ada beberapa alasan yang dapat menjelaskan pengaruh positif job

insecurity terhadap work-family conflict pada karyawan. Pertama, individu

(61)

50

Kedua, dari perspektif teoritis, job insecurity melibatkan ancaman terhadap sumber daya berharga seperti gaji, status sosial serta jaringan sosial di tempat kerja (Jahoda, 1982). Apabila hal itu terjadi maka perencanaan untuk masa depan akan terancam serta masa depan ekonomi keluarga juga tidak lagi aman. Selain itu, karyawan juga mungkin takut bahwa status mereka saat ini serta peran mereka dalam keluarga dapat berubah jika mereka tidak bisa lagi memberikan kehidupan yang layak bagi keluarga mereka (De Witte, 1999; Kinnunen et al, 2003; Voydanoff, 2004). Hal inilah yang dapat menciptakan konflik antara pekerjaan dan keluarga (Lewis et al, 1998; Sennett, 1998).

(62)

51

Dalam penelitian ini juga ditemukan bahwa nilai rata-rata empirik job

insecurity lebih kecil dari nilai hipotetiknya (33,94<42) dengan selisih nilai

sebanyak 8,06 dan nilai rata-rata empirik job insecurity yang didapatkan ini termasuk ke dalam kategorisasi nilai job insecurity yang sedang. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat job insecurity yang dimiliki oleh subjek penelitian tergolong sedang. Sedangkan untuk work-family conflict, nilai rata-rata empirik work-family conflict lebih kecil dari nilai hipotetiknya (44,40<63) dengan selisih nilai sebanyak 18,6 dan nilai rata-rata empirik

work-family conflict yang didapatkan ini termasuk ke dalam kategorisasi nilai family conflict yang rendah. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat work-family conflict yang dimiliki oleh subjek penelitian tergolong rendah.

Jika dilihat dari gambaran umum subjek penelitian terlihat bahwa berdasarkan jenis kelamin, subjek penelitian lebih banyak berjenis kelamin laki-laki. Dengan jumlah subjek berjenis kelamin laki-laki yang lebih banyak, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh job insecurity terhadap work-family conflict. Hal ini sesuai dengan pernyataan Richter, Näswall, & Sverke (2010) yang menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara job insecurity dengan work-family conflict pada laki-laki.

(63)

52

berusia 18-40 tahun yang termasuk ke dalam kategori dewasa dini, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat job insecurity yang dimiliki oleh subjek penelitian tergolong sedang. Hal ini sejalan dengan pernyataan Mauno, Kinnunen, Mäkikangas, & Nätti (2005) yang menyatakan bahwa berdasarkan usia, orang-orang dengan usia muda cenderung lebih rentan mengalami job insecurity daripada orang-orang dengan usia yang lebih tua.

Berdasarkan hasil penelitian pada job insecurity, terdapat 62 orang (50%) berada dalam kategori sedang dan 61 orang (49.2%) berada dalam kategori rendah. Sebagian besar subjek berada dalam kategori sedang karena subjek penelitian bekerja sebagai karyawan swasta yang memiliki jenis pekerjaan yang kurang stabil daripada pekerjaan lainnya, dimana kemungkinan untuk diberhentikan lebih mudah dan bergantung pada kondisi organisasi atau perusahaan tempatnya bekerja. Hal ini didukung oleh pernyataan Baldwin (1987) yang menyatakan bahwa karyawan yang bekerja di sektor swasta cenderung mengalami job insecurity dibandingkan karyawan yang bekerja di sektor publik atau pemerintah.

Sedangkan berdasarkan hasil penelitian pada work-family conflict, terdapat 97 orang (78.2%) yang mengalami work-family conflict dalam kategori rendah dan 27 orang (21,8%) yang mengalami work-family conflict dalam kategori sedang. Sebagian besar subjek mengalami work-family

conflict dalam kategori rendah dan hal ini membuktikan bahwa subjek dapat

(64)

53

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini akan duraikan kesimpulan dari hasil penelitian ini, serta saran baik secara metodologis maupun praktis yang sesuai dengan penelitian ini.

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Ada pengaruh positif antara job insecurity dengan work-family conflict pada karyawan. Hal ini menunjukkan bahwa job insecurity dapat meningkatkan work-family conflict.

2. Pada penelitian ini, sebagian besar karyawan memiliki tingkat job

insecurity sedang. Ini berarti bahwa sebagian besar karyawan mengalami job insecurity namun masih dalam kategori sedang.

3. Pada penelitian ini, sebagian besar karyawan memiliki tingkat

work-family conflict rendah.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, peneliti memberikan saran sebagai berikut: 1. Saran Metodologis

(65)

54

membuktikan bahwa job insecurity hanyalah salah satu dari beberapa faktor yang dapat mempengaruhi work-family conflict, artinya ada faktor lain yang harus diteliti yang mempengaruhi

work-family conflict. Oleh karena itu, bagi peneliti selanjutnya hendaknya

memperhatikan faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi

work-family conflict yang dialami oleh karyawan.

b. Untuk peneliti selanjutnya yang ingin meneliti lebih lanjut tentang

job insecurity, maka peneliti menyarankan untuk meneliti pada

karyawan yang berstatus sebagai karyawan kontrak. Ini dikarenakan penelitian yang dilakukan oleh Cheng & Chan (2008) menemukan bahwa efek job insecurity lebih kuat dirasakan oleh orang-orang dengan masa kerja singkat atau temporer.

2. Saran Praktis

(66)

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.Work-Family Conflict

1. Definisi Work-Family Conflict

Secara umum, work-family conflict didefinisikan sebagai suatu bentuk

inter-role conflict dimana tekanan peran dari pekerjaan dan keluarga saling

bertentangan dalam beberapa hal (Greenhaus & Beutell, 1985; Nart & Batur, 2013). Frone, Rusell & Cooper (1992) mendefinisikan work-family conflict sebagai konflik peran yang terjadi pada karyawan, dimana di satu sisi ia harus melakukan pekerjaan di kantor dan di sisi lain harus memperhatikan keluarga secara utuh. Menurut Netemeyer, Boles &, McMurrian (1996), work-family

conlict merupakan bentuk konflik antar-peran di mana tuntutan, waktu, dan

ketegangan yang diciptakan oleh pekerjaan berpengaruh dalam melakukan tanggung jawab keluarga.

Work-family conflict terjadi ketika ekspektasi yang berhubungan

(67)

10

dengan peran lainnya (inter-role conflict) dimana terdapat tekanan yang berbeda antara peran di keluarga dan di pekerjaan.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa work-family

conflict merupakan suatu bentuk konflik antar-peran (inter-role conflict) yang

terjadi ketika individu mencoba untuk memenuhi atau menyeimbangkan tuntutan dari dua peran yang berbeda (pekerjaan dan keluarga).

2. Dimensi Work-Family Conflict

Menurut Greenhaus & Beutell (1985), work-family conflict dibagi menjadi 3 dimensi, yaitu:

a. Time-based conflict

Time-based conflict merupakan konflik yang terjadi ketika waktu yang

digunakan untuk menjalankan salah satu peran di pekerjaan (keluarga) tidak dapat digunakan untuk menjalankan peran di keluarga (pekerjaan). Ini berarti bahwa pada saat yang bersamaan, seorang yang mengalami work-family conflict tidak akan bisa melakukan dua atau lebih peran sekaligus. Misalnya, kerjaan yang lembur sering menyebabkan waktu bersama keluarga menjadi terbatas. Jadi dapat dikatakan bahwa konflik akan muncul apabila tuntutan peran tidak dapat terpenuhi karena keterbatasan waktu (Crowley,1998).

b. Strain-based conflict

Strain-based conflict merupakan konflik yang terjadi karena

(68)

11

membuat seseorang sulit untuk memenuhi tuntutan peran yang lain. Ketegangan peran bisa termasuk stres, tekanan darah meningkat, kecemasan, dan sakit kepala. Misalnya, gejolak dalam perkawinan kadang-kadang berhubungan dengan menurunnya produktivitas di tempat kerja (Forthofer, Markman, Cox, Stanley, & Kessler, 1996). Dan sebaliknya, ketegangan di tempat kerja dapat mengganggu kehidupan keluarga.

c. Behavior-based conflict

Behavior-based conflict merupakan konflik yang muncul ketika

perilaku tertentu yang diwajibkan oleh salah satu peran bertentangan dengan norma-norma perilaku peran lain. Misalnya, seorang ayah atau ibu yang berprofesi sebagai manager diharapkan untuk menunjukkan perilaku agresif dan logis di tempat kerja, tetapi saat bersama keluarga diharapkan untuk menunjukkan kasih sayang (Carlson, Derr, & Wadsworth, 2003).

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Work-Family Conflict

Bellavia & Frone (2005) membagi faktor-faktor yang mempengaruhi

work-family conflict menjadi tiga faktor, yaitu:

a. Dalam Diri Individu (General Intra-Individual Predictors)

(69)

12

Sejumlah studi telah memasukkan ciri demografis sebagai prediktor work-family conflict. Seperti: jenis kelamin, status keluarga, usia anak terkecil dan jenis pekerjaan.

ii. Personality characteristics

Karakteristik kepribadian dapat menjadi faktor risiko terjadinya

work-family conflict atau faktor protektif terhadap work-family conflict. Contoh karakteristik kepribadian yang dapat menjadi

faktor risiko terjadinya work-family conflict adalah trait negative

affectivity dan gaya kelekatan pre-occupied. Sedangkan contoh

karakteristik kepribadian yang dapat menjadi faktor protektif terhadap work-family conflict adalah hardiness dan

conscientiousness.

b. Peran Keluarga (Family Role Environment Predictors)

i. Time involvement

Menghabiskan lebih banyak waktu pada pekerjaan keluarga seperti mengasuh anak dan tugas rumah tangga telah dihubungkan dengan tingkat work-family conflict yang lebih tinggi.

ii. Family stressor

(70)

13

peran keluarga (Carlson & Kacmar, 2000) dihubungkan dengan tingkat work-family conflict yang lebih tinggi.

iii. Relationships with specific family members

Misalnya, ketegangan dalam pernikahan telah terbukti menyebabkan work-family conflict.

iv. Having children

Faktor-faktor yang meningkatkan tanggung jawab orang tua, seperti memiliki anak kecil, memiliki banyak anak, dan hidup dengan anak-anak dapat meningkatkan work-family conflict (Behson, 2002a; Fu & Shaffer, 2001; Madsen, 2003; Rotondo et al. 2003; Stoeva et al, 2002). Selain itu, masalah-masalah tertentu yang harus dilakukan dengan anak-anak, seperti tidak tersedianya tempat penitipan anak (Fox & Dwyer, 1999) dan merasa terbebani dengan tugas sebagai orang tua (Frone, Yardley, et al., 1997) juga dihubungkan dengan tingkat work-family conflict yang lebih tinggi.

c. Peran Pekerjaan (Work Role Environment Predictors)

i. Amount of time

Jumlah jam kerja yang melewati batas dapat memprediksi tingkat

work-family conflict yang lebih tinggi. ii. Work stressors

Work stressors, seperti tuntutan pekerjaan, konflik-peran

(71)

14

bekerja dihubungkan dengan tingginya tingkat work-family

conflict. iii. Job type

Karyawan di posisi manajerial dan profesional melaporkan tingkat work-family conflict yang lebih tinggi dibandingkan mereka yang bekerja di posisi manajerial dan non-profesional.

iv. Job security

Tingkat job security yang rendah dihubungkan dengan tingkat

work-family conflict yang lebih tinggi.

B.Job Insecurity

1. Definisi Job Insecurity

Fenomena tentang job insecurity dimuat pertama kali dalam artikel yang ditulis oleh Greenhalgh dan Rosenblatt pada tahun 1984. Mereka mendefinisikan job insecurity sebagai ketidakberdayaan yang dirasakan untuk mempertahankan kesinambungan yang diinginkan dalam situasi pekerjaan yang terancam. Joelson dan Wahlquist (1987) menganggap job insecurity sebagai persepsi individu dari ancaman kemungkinan diskontinuitas pada pekerjaan saat ini.

(72)

15

tersebut. Job insecurity yang dirasakan tidak hanya disebabkan oleh ancaman terhadap kehilangan pekerjaan, tetapi juga kehilangan bagian pekerjaan. Hal ini menyebabkan job insecurity sering diinterpretasikan sebagai stresor pekerjaan dengan konsekuensi yang tidak diinginkan oleh karyawan (Jacobson, 1991; Cheng, Chen, Chen & Chiang, 2005).

Heaney, Israel, & House (1994) mendefinisikan job insecurity sebagai persepsi ancaman potensial terhadap kelangsungan pekerjaan saat ini. Selanjutnya, job insecurity juga dapat diartikan sebagai antisipasi yang dialami secara subjektif dari kejadian yang tidak diinginkan seperti kehilangan pekerjaan (Sverke, Hellgren, & Näswall, 2002). Job insecurity dapat terjadi ketika ada kesenjangan antara tingkat security yang dialami seseorang dengan tingkat security yang diinginkannya (Hartley, Jacobson, Klandermans, & Van Vuuren, 1991).

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa job insecurity merupakan persepsi atau penilaian subjektif karyawan terhadap suatu keadaan dimana mereka merasa terancam dan tidak berdaya untuk mempertahankan kesinambungan pekerjaan mereka saat ini.

2. Aspek-Aspek Job Insecurity

(73)

16

fitur kerja bagi individu, dan powerlessness (Greenhalgh dan Rosenblatt, 1984 ; Ashford, Lee & Bobko, 1989).

Selanjutnya Ashford, Lee & Bobko (1989) menggabungkan aspek pertama dan kedua, lalu menggabungkan aspek ketiga dengan keempat sehingga menjadi tiga aspek, yaitu:

a. Perasaan terancam pada total pekerjaan seseorang

Yaitu kehilangan keseluruhan atau banyaknya pekerjaan yang dimiliki. Kehilangan pekerjaan mungkin dapat terjadi secara permanen atau seseorang mungkin dipecat atau dipaksa pensiun terlalu awal.

b. Perasaan terancam terhadap tampilan kerja (job features)

Yaitu kehilangan bagian-bagian dari pekerjaan. Misalnya: perubahan organisasional mungkin menyebabkan seseorang kesulitan mengalami kemajuan dalam organisasi, mempertahankan gaji ataupun meningkatkan pendapatan.

c. Powerlessness

Yaitu perasaan tidak berdaya yang mungkin berperan dalam perasaan seseorang terhadap kurangnya kontrol atau ketidakmampuan untuk mengendalikan kejadian-kejadian di lingkungan kerjanya.

3. Dampak Job Insecurity

Sverke, Hellgren, & Näswall (2002) menjelaskan bahwa ada 2 dampak

(74)

17

1) Bagi Individu

Job insecurity diketahui memiliki dampak jangka pendek dan jangka

panjang pada individu. Dampak jangka pendek yang dirasakan oleh individu yang mengalami job insecurity adalah menurunnya tingkat keterlibatan saat bekerja (job involvement) dan berkurangnya kepuasan kerja. Sedangkan dampak jangka panjang yang dirasakan berkaitan dengan kondisi kesehatan individu tersebut. Dari studi meta-analisa pada hubungan negatif job insecurity dan kesehatan mental, ditemukan bahwa job insecurity telah dihubungkan dengan kecemasan, keluhan psikosomatis, kelelahan fisik dan emosi, burnout, dan depresi (Barling & Kelloway, 1996; De Witte, 1999; Hellgren et al., 1999; Kuhnert et al., 1989; Mak & Mueller, 2000; Mohr, 2000; Noer, 1993; Orpen, 1993; Roskies, Louis-Guerin, & Fournier, 1993; Rothmann & Joubert, 2007; van Vuuren, Klandermans, Jacobson, & Hartley, 1991).

2) Bagi Organisasi

Job insecurity juga diketahui memiliki dampak jangka pendek dan

Gambar

Tabel 1. Blue Print Skala Job Insecurity
Tabel 2. Blue Print Skala Work-Family Conflict
Tabel 3. Distribusi Aitem Skala Job Insecurity Setelah Uji Coba
Tabel 4. Distribusi Aitem Skala Work-Family Conflict Setelah Uji Coba
+7

Referensi

Dokumen terkait

Mereka—Sartono, Masri, dan Mubyarto, meski berangkat dari latar belakang keilmuan yang berbeda, pada akhirnya telah bertemu pada sebuah persoalan yang—meski dalam porsi

Beberapa peran yang diharapkan dapat dimainkan oleh aparat pemerintah dalam menata dan memantapkan pelaksanaan pendidikan berbasis masyarakat menurut Sihombing (2001)

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan pasal 13 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, pasal 150

Biaya organisasi sebagai pelaksanaan statuta dalam peraturan ini, yang tidak sesuai dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0192/O/1995 tentang Organisasi dan

(1) Unimal memiliki lambang dan bendera, yang terdiri atas lambang Unimal, bendera Unimal, dan bendera fakultas. elemen dasar kubah masjid melambangkan syariat/adat budaya

 Pada bab ini perum usan program dan kegiat an belum t erdapat pagu, indikat or dan t erget sert a form at yang disajikan belum sesuai dengan lam piran IV perm endagri

(3) Dana yang diperoleh dari masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f pengelolaannya dilakukan oleh Direktur dengan persetujuan Senat dan sesuai dengan

 RPJPD Kabupaten Lingga 2005 – 2025. memiliki maksud dan tujuan