• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Rendahnya Cakupan ASI Eksklusif di Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Rendahnya Cakupan ASI Eksklusif di Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah"

Copied!
120
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RENDAHNYA

CAKUPAN ASI EKSKLUSIF DI KECAMATAN SARUDIK

KABUPATEN TAPANULI TENGAH TAHUN 2013

SKRIPSI

Oleh

RHENY PUSPITA MARPAUNG

121121085

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)
(3)
(4)

PRAKATA

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmatNYA penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penyusunan skripsi ini dilakukan untuk memenuhi tugas akhir untuk mencapai gelar Sarjana Keperawatan. Penulis menyadari bahwa tanpa dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak, sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan rasa terima kasih yang setulus-tulusnya kepada:

1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Ibu Erniyati, S.Kp., MNS selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan.

3. Bapak Iwan Rusdi, S.Kp., MNS selaku dosen pembimbing akademik 4. Ibu Nur Asiah, S.Kep., Ns selaku dosen pembimbing yang telah banyak

memberikan masukan yang berharga, menyediakan waktu, tenaga, pikiran dan kesabaran untuk membimbing penulis dalam penyelesaian skripsi ini. 5. Ibu Nur Afi Darti, S. Kp, M. Kep selaku dosen penguji I dan Ibu Diah

Arruum, S. Kep, Ns., M. Kep selaku dosen penguji II yang memberikan masukan untuk kesempurnaan skripsi ini.

(5)

7. Kedua orang tuaku A. Marpaung dan D. Lumbantobing dan saudara-

saudaraku ( Wendy M, Wempy M, dan Dewi M ) yang tidak pernah putus memberikan kasih sayang, doa, dukungan moral dan materil serta semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

8. Teman-teman terbaikku (Lilis Andriani, Nora Royekha S dan Sri Pratiwi), dan teman satu bimbingan (Yenny dan Jupiter) yang selalu memberi semangat satu sama lain. Semoga kita sukses dalam segala cita-cita kita. Amin.

9. Teman-teman seperjuangan FKep USU Ekstensi angkatan 2012 yang selalu memberi semangat satu sama lain. Semoga kita semua sukses dan mendapatkan hasil yang terbaik . Amin.

10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang turut membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis berharap Tuhan Yang Maha Esa membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu penyusunan dan penyelesaian skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan dari segi isi dan penulisan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk skripsi ini. Akhir kata penulis ucapkan terimakasih.

Medan, 28 Januari 2014

(6)

DAFTAR ISI

Daftar Tabel……….… viii

Daftar Skema ……….. ix

2.1.5. Manfaat Pemberian ASI eksklusif ……….... 14

2.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya cakupan ASI eksklusif ……… 17

(7)

4.3. Lokasi dan Waktu Penelitian ……… 33

4.4. Pertimbangan Etik ………. 33

4.5. Instrumen Penelitian ……….. 34

4.6. Uji Validitas - Reliabilitas ………. 36

4.7. Rencana Pengumpulan Data ………..….. 37

4.8. Analisa Data ……….… 39

BAB 5. Hasil dan Pembahasan ………..…… 45

5.1. Hasil Penelitian ………..…… 45

5.1.1. Karateristik Responden ………...… 45

5.1.2. Faktor-Faktor Internal ……… 46

5.1.3. Faktor-Faktor Eksternal ……….…… 48

5.2. Pembahasan ……….……. 50

5.2.1. Faktor- Faktor Internal ……… 50

5.2.2. Faktor-Faktor Eksternal ………..… 54

BAB 6. Penutup ………..…… 59

6.1. Kesimpulan ………..…. 59

6.2. Saran ………..…… 59

6.2.1. Pelayanan Kesehatan ……… 59

6.2.2. Penelitian Keperawatan ………..…… 60

6.2.3. Pendidikan Keperawatan ………..….. 60 Daftar Pustaka

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Komposisi ASI, ASI transisi, dan ASI matur ……….. 12 Tabel 2.2. Perbandingan komposisi gizi dalam kolostrum

ASI dan susu sapi ……….. 13 Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden ……… 46 Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Responden

Berdasarkan Faktor Internal ... 47 Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Responden

(9)

DAFTAR SKEMA

Skema 3.1. Kerangka konsep faktor- faktor yang mempengaruhi rendahnya cakupan ASI Eksklusif di Kecamatan

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Penjelasan kepada Responden Penelitian

Lampiran 2 Lembar Persetujuan menjadi Responden Penelitian

Lampiran 3 Instrumen Penelitian

Lampiran 4 Surat Survey Awal dari Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

Lampiran 5 Surat Izin Survey Awal Penelitian dari Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah

Lampiran 6 Surat Persetujuan Etik Penelitian dari Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

Lampiran 7 Surat Ethical Clearence dari Komite Etik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Lampiran 8 Surat Izin Pengambilan Data dari Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

Lampiran 9 Surat Pengambilan Data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah

(11)

Lampiran 11 Hasil SPSS Uji Reliabel dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Rendahnya Cakupan ASI Eksklusif

Lampiran 12 Distribusi Frekuensi dari Setiap Pertanyaan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Rendahnya Cakupan ASI Eksklusif

Lampiran 13 Hasil SPSS dari Setiap Pertanyaan Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Rendahnya Cakupan ASI Eksklusif

Lampiran 14 Hasil Uji Reliabel dari Setiap Pertanyaan Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Rendahnya Cakupan ASI Eksklusif

(12)

Judul : Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Rendahnya Cakupan ASI Eksklusif di Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah

Nama Mahasiswa : Rheny Puspita Marpaung NIM : 121121085

Program : Sarjana Keperawatan (S. Kep) Tahun : 2014

Abstrak

ASI merupakan makanan pertama, utama, dan terbaik bagi bayi yang bersifat alamiah. Pemberian ASI secara Eksklusif secara enam bulan pertama kelahiran akan berdampak sangat positif bagi tumbuh kembang bayi baik secara fisik maupun emosional. Namun, cakupan pemberian ASI Eksklusif di beberapa daerah di Indonesia masih dibawah target Pemerintah Indonesia sebesar 80 %. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya cakupan ASI Eksklusif di Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif pada 98 ibu yang memiliki bayi berusia 6-24 bulan. Hasil penelitian menunjukkan cakupan ASI Eksklusif rendah di pengaruhi oleh beberapa faktor meliputi faktor internal dan faktor eksternal. Hasil faktor internal, sebanyak 38,8 % memiliki pengetahuan baik, 51 % memiliki persepsi negatif dan kondisi kesehatan sebesar 52 % baik dan hasil faktor eksternal, 94,9 % petugas kesehatan mendukung, 62,2 % terpajan promosi susu formula, 37,8 % tidak terpajan, 87,7 % mendapat dukungan dari orang terdekat, dan 82,7 % memberikan minuman/makanan tambahan karena tradisi. Faktor yang paling mempengaruhi adalah faktor budaya dengan persentase sebesar 82,7 %. Penelitian ini merekomendasikan agar petugas kesehatan lebih meningkatkan edukasi terkait pemberian ASI Eksklusif.

(13)
(14)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Program peningkatan penggunaan ASI menjadi prioritas karena dampaknya yang luas terhadap status gizi dan kesehatan balita, dengan demikian kesehatan anak sangat tergantung pada kesehatan ibu terutama masa kehamilan, persalinan dan masa menyusui (Zainuddin, 2008 dalam Jafar, 2011).

Resolusi World Health Assembly (WHA) tahun 2001 menegaskan bahwa tumbuh kembang anak secara optimal merupakan salah satu hak asasi anak. Modal dasar pembentukan manusia berkualitas dimulai sejak bayi dalam kandungan dilanjutkan dengan pemberian air susu ibu (ASI) (Prawirohardjo, 2009). Salah satu hak asasi anak yang berkaitan dengan pemberian ASI adalah hak untuk hidup dan mendapat makanan, bayi berhak mendapat makanan yang berstandar emas dimana dimulai dari Inisiasi Menyusu Dini (IMD), pemberian ASI Eksklusif, MP-ASI setelah bayi 6 bulan, dan ASI sampai bayi berusia 2 tahun (Maryunani, 2012).

(15)

maka diperlukan adanya salah satu program yaitu program ASI Eksklusif (Sari, 2013).

Sebelum tahun 2001, World Health Organization (WHO) merekomendasikan untuk memberikan ASI Eksklusif selama 4-6 bulan. Namun pada tahun 2001, setelah melakukan telaah artikel penelitian secara sistematik dan berkonsultasi dengan para pakar, WHO merevisi rekomendasi ASI Eksklusif tersebut dari 4-6 bulan menjadi 6 bulan. Hasil telaah artikel tersebut menyimpulkan bahwa bayi yang disusui secara Eksklusif sampai 6 bulan umumnya lebih sedikit menderita penyakit gastrointestinal, dan lebih sedikit mengalami gangguan pertumbuhan (Fikawati & Syafiq, 2010).

Perkembangan terbaru tentang ASI Eksklusif terdapat di dalam Undang-Undang Kesehatan RI No 36 tahun 2009 bahwa, setiap bayi berhak mendapatkan ASI Eksklusif selama 6 (enam) bulan baik di tempat kerja maupun di sarana umum. Setiap orang yang dengan sengaja menghalangi program pemberian ASI Eksklusif, akan mendapat sanksi hukuman denda atau kurungan penjara (Depkes, 2012).

(16)

mencakup hampir 200 unsur zat makanan. Unsur ini mencakup hidrat arang, lemak, protein, vitamin, dan mineral dalam jumlah yang proporsional (Purwanti, 2004).

Pemberian ASI secara Ekslusif adalah pemberian ASI tanpa makanan ataupun minuman tambahan lain pada bayi berumur nol sampai enam bulan. Makanan atau minuman lain yang dimaksud misalnya seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, ataupun makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi dan tim. Bahkan air putih pun tidak diberikan dalam tahap ASI Eksklusif ini (Kodrat,2010). Setiap tahunnya lebih dari 25.000 bayi Indonesia dan 1,3 juta bayi di seluruh dunia dapat diselamatkan dengan pemberian ASI Eksklusif (Amiruddin, 2011).

(17)

The United Children’s of Found (UNICEF) menyatakan, terdapat 30.000 kematian bayi di Indonesia dari 10 juta kematian anak balita di dunia setiap tahunnya. UNICEF menyebutkan bukti ilmiah terbaru, yang juga dikeluarkan

Journal Paediatrics, bahwa bayi yang diberikan susu formula memiliki kemungkinan untuk meninggal dunia pada bulan pertama kelahiran dan peluang itu 25 kali lebih tinggi dibandingakan bayi yang disusui oleh ibunya secara eklsklusif (Firmansjah, 2008 dalam Arasta, 2010).

Menurut UNICEF seorang anak yang diberikan ASI memiliki kesempatan untuk bertahan hidup tiga kali lebih besar dibanding temannya yang tidak mendapatkan ASI. Baru-baru ini sebuah analisa memperkirakan bahwa sebuah intervensi, yaitu pemberian ASI selama 6 bulan dapat menyelamatkan 1,3 juta jiwa di seluruh dunia termasuk 22% nyawa yang melayang setelah kelahiran (Bunga, 2008).

Berdasarkan data Susenas tahun 2004-2008 cakupan pemberian ASI Ekslusif di Indonesia berfluktuasi dan cenderung mengalami penurunan. Cakupan pemberian ASI Eksklusif pada bayi 0-6 bulan turun dari 62,2% (2007) menjadi 56,2% tahun 2008, sedangkan pada bayi sampai 6 bulan turun dari 28,6% (2007) menjadi 24,3% (2008) (Minarto, 2011). Data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 1997-2007 memperlihatkan terjadinya penurunan prevalensi ASI Eksklusif dari 40,2% pada tahun 1997 menjadi 39,5% dan 32% pada tahun 2003 dan 2007 (Fikawati & Syafiq, 2010).

(18)

yang mempengaruhi kegagalan ASI adalah (32%) disebabkan kurangnya pengetahuan ibu tentang ASI Eksklusif, ibu-ibu menghentikan pemberian ASI karena produksi ASI kurang. Sebenarnya hal ini tidak disebabkan karena ibu tidak memproduksi ASI yang cukup melainkan karena kurangnya pengetahuan ibu; (28%) disebabkan oleh ibu bekerja sehingga ibu-ibu menghentikan pemberian ASI Eksklusif karena harus kembali bekerja; (16%) disebabkan oleh gencarnya promosi susu formula, dimana ibu-ibu menghentikan pemberian ASI karena pengaruh iklan susu formula. Sedangkan lainnya (24%) disebabkan oleh faktor sosial budaya yang meliputi nilai-nilai dan kebiasaan masyarakat yang menghambat keberhasilan ibu dalam pemberian ASI Eksklusif, faktor dukungan dari petugas kesehatan dimana kegagalan pemberian ASI Eksklusif disebabkan kurangnya dukungan dari petugas kesehatan yang dianggap paling bertanggung jawab dalam keberhasilan keberhasilan penggalakan ASI dan faktor dari keluarga dimana banyak ibu yang gagal memberikan ASI Eksklusif karena orang tua, nenek atau ibu mertua mendesak ibu untuk memberikan susu tambahan formula. Hal ini juga didukung oleh pernyataan UNICEF yang menyebutkan bahwa ketidaktahuan ibu tentang pentingnya ASI, cara menyusui dengan benar, serta pemasaran yang dilancarkan secara agresif oleh para produsen susu formula, merupakan faktor penghambat bagi terbentuknya kesadaran orang tua didalam memberikan ASI Eksklusif (Aprillia, 2010)

(19)

edukasi, sosialisasi, advokasi, dan kampanye terkait pemberian ASI; masih kurangnya ketersediaan sarana dan prasarana KIEASI (Komunikasi Indikasi Edukatif Air Susu Ibu); kebiasaan pemberian makanan tambahan; dan belum optimalnya membina kelompok pendukung ASI.

Berdasarkan survey awal yang dilakukan peneliti di Kecamatan Sarudik didapat data bahwa rata-rata pendidikan ibu-ibu di Kecamatan Sarudik berpendidikan SMU, budaya yang ada di Kecamatan Sarudik masih seringnya bayi yang baru lahir langsung diberi madu, air gula dan susu formula karena alasan biar tidak susah mengurus bayi pada saat ditinggalkan ketika ibu sudah mulai bekerja dan peran petugas kesehatan yang kurang dimana baru saat ini petugas lebih aktif memberikan informasi tentang ASI Eksklusif pada ibu yang baru melahirkan.

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah bahwa cakupan ASI Eksklusif tahun 2012 sekitar 20,5 %, sedangkan salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Tapanuli Tengah yaitu Kecamatan Sarudik, dengan cakupan ASI Eksklusif tahun 2012 hanya berkisar 0,6 %. Data ini masih jauh dari yang ditargetkan oleh Dinas kesehatan Propinsi Sumatera Utara yang menargetkan cakupan ASI Eksklusif sebesar 60 % dan Pemerintah Indonesia yang menargetkan Cakupan ASI Eksklusif sebesar 80 %.

(20)

1.2. Pertanyaan Penelitian

Adapun pertanyaan penelitian dari masalah di atas adalah apa saja faktor- faktor yang mempengaruhi rendahnya cakupan ASI Eksklusif di Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah.

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor- faktor yang mempengaruhi rendahnya cakupan ASI Eksklusif di Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah.

1.2.2. Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi faktor internal yang mempengaruhi rendahnya cakupan ASI Eksklusif di Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah.

2. Mengidentifikasi faktor eksternal yang mempengaruhi rendahnya cakupan ASI Eksklusif di Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah.

3. Mengidentifikasi faktor yang paling mempengaruhi rendahnya cakupan ASI Eksklusif di Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah.

(21)

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Bagi Pelayanan Keperawatan

Sebagai informasi dan masukan bagi Dinas Kesehatan dan juga petugas kesehatan agar melakukan sosialisasi dan promosi tentang pentingnya pemberian ASI Eksklusif pada bayi selama enam bulan dan dapat menetapkan strategi yang tepat untuk meningkatkan pemberian ASI Eksklusif berdasarkan faktor- faktor yang diteliti.

1.4.2. Bagi Pendidikan Keperawatan

Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan informasi dan wawasan sehingga nantinya bisa mengaplikasikan teori dengan praktek di lapangan tentang pemberian ASI Eksklusif.

1.4.3. Bagi Peneliti Keperawatan

(22)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Air Susu Ibu (ASI) & ASI Eksklusif

Air Susu Ibu (ASI) adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan garam-garam organik yang disekresikan oleh kedua belah kelenjar payudara ibu, dan berguna sebagai makanan bayi (Kristiyansari, 2009).

ASI adalah sebuah cairan tanpa tanding ciptaan Allah untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi dan melindunginya dalam melawan kemungkinan serangan penyakit. Keseimbangan zat-zat gizi dalam air susu ibu berada pada tingkat terbaik dan air susunya memiliki bentuk paling baik bagi tubuh bayi yang masih muda. Pada saat yang sama, ASI juga sangat kaya akan sari-sari makanan yang mempercepat pertumbuhan sel-sel otak dan perkembangan sistem saraf. Makanan- makanan tiruan untuk bayi yang diramu menggunakan teknologi masa kini tidak mampu menandingi keunggulan makanan ajaib ini (Yahya, 2005 dalam Maryunani, 2012).

ASI Eksklusif adalah pemberian ASI tanpa makanan dan minuman pendamping (termasuk air jeruk, madu, air gula), yang dimulai sejak bayi baru lahir sampai dengan usia enam bulan (Sulistyawati, 2009).

(23)

bayi berumur enam bulan. Makanan tambahan yang dimaksud yaitu susu formula, air matang, jus buah, air gula, dan madu. Vitamin, mineral, maupun obat dalam bentuk tetes atau sirup tidak termasuk dalam makanan tambahan (Dee, 2007; Pearl et all, 2004 dalam Pertiwi, 2012).

2.1.1. Klasifikasi ASI

ASI dibedakan dalam tiga stadium yaitu: kolostrum, air susu transisi, dan air susu matur. Komposisi ASI hari 1-4 (kolostrum) berbeda dengan ASI hari 5-10 (transisi) dan ASI matur (Maryunani, 2012).

1. Kolostrum

(24)

2. ASI Transisi

ASI transisi diproduksi mulai dari berhentinya produksi kolostrum sampai kurang lebih dua minggu setelah melahirkan. Kandungan protein dalam ASI transisi semakin menurun, namun kandungan lemak, laktosa, vitamin larut air, dan semakin meningkat. Volume ASI transisi semakin meningkat seiring dengan lamanya menyusui dan kemudian digantikan oleh ASI matang (Olds et all, 2000; Roesli, 2003 dalam Pertiwi, 2012).

3. ASI Matur/ matang

ASI matang mengandung dua komponen berbeda berdasarkan waktu pemberian yaitu foremilk dan hindmilk. Foremilk merupakan ASI yang keluar pada awal bayi menyusu, sedangkan hindmilk keluar setelah permulaan let-down. Foremilk mengandung vitamin, protein, dan tinggi akan air. Hindmilk mengandung lemak empat sampai lima kali lebih banyak dari foremilk (Olds et all, 2000; Roesli, 2003 dalam Pertiwi, 2012).

Kandungan

Kolostrum Transisi ASI Matur

Energi (Kgkal)

57,0 63,0 65,0

Laktosa (gr/100ml)

6,5 6,7 7,0

Protein (gr/100ml)

2,9 3,6 3,8

Mineral (gr/100ml)

(25)

Immunoglubin:

Ig A (mg/100 ml)

335,9 - 119,6

Ig G (mg/100 ml)

5,9 - 2,9

Ig M (mg/100 ml)

17,1 - 2,9

Lisosin (mg/100 ml)

14,2-16,4 - 24,3-27,5 Laktoferin

420-520 - 250-270

Tabel 2.1. Komposisi ASI, ASI transisi dan ASI matur

2.1.2. Kandungan ASI

ASI adalah makanan untuk bayi. Kandungan gizi dari ASI sangat khusus dan sempurna serta sesuai dengan kebutuhan umbuh kembang bayi. ASI mudah dicerna, karena selain mengandung zat gizi yang sesuai, juga mengandung enzim-enzim untuk mencernakan zat-zat gizi yang terdapat dalam ASI tersebut. ASI mengandung vitamin yang lengkap yang dapat mencukupi kebutuhan bayi sampai 6 bulan kecuali vitamin K, karena bayi baru lahir ususnya belum mampu membentuk vitamin K. Maka setelah lahir biasanya bayi diberikan tambahan vitamin K dari luar (Maryunani, 2012).

Zat gizi per 100 ml Satuan Kolostrum ASI ( > 30 hari) Susu Sapi

Energi Kka 58 70 65

Protein Gr 2.3 1.1 3.3

(26)

Alpha- lactalbumin Mg 140 187

Laktoferin Mg 330 167

Secretory IgA Mg 364 162

Lemak G 2.9 2.9 3.8

Laktosa G 5.3 5.3 4.7

Kalsium Mg 28 28 120

Vitamin A Mg retinol 151 151 40

Tabel 2.2.Perbandingan komposisi gizi dalam kolostrum, ASI, dan susu sapi

(Sumber: Program Manajemen Laktasi- Perinasia, 2006)

2.1.3. Tujuan pemberian ASI Eksklusif

Tujuan pemberian ASI Eksklusif selama enam bulan berperan dalam pencapaian tujuan Millenium Development Goals (MDGs) tahun 2015 dalam Roesli (2012). Tujuan dari MDGs tersebut adalah:

a. Membantu mengurangi kemiskinan

Jika seluruh bayi yang lahir di Indonesia disusui ASI secara Eksklusif 6 bulan maka akan mengurangi pengeluaran biaya akibat pembelian susu formula:

b. Membantu mengurangi kelaparan

(27)

c. Membantu mengurangi angka kematian anak balita

Berdasarkan penelitian WHO (2000) di enam Negara berkembang, resiko kematian bayi antara usia 9-12 bulan meningkat 40% jika bayi tersebut tidak disusui.

2.1.4. Cara mencapai ASI Eksklusif

Langkah- langkah untuk mencapai ASI Eksklusif berdasarkan rekomendasi WHO dan UNICEF Tahun 2006 dalam Maryunani (2012) adalah: menyusui dalam satu jam setelah kelahiran; menyusui secara Eksklusif hanya ASI, artinya tidak ditambah makanan atau minuman lain bahkan air putih sekalipun; menyusui kapanpun bayi meminta (on- demand), sesering yang bayi mau, siang dan malam; tidak menggunakan botol susu maupun empeng; mengeluarkan ASI dengan memompa atau memerah dengan tangan, disaat tidak bersama anak; mengendalikan emosi dan pikiran agar tenang..

2.1.5. Manfaat Pemberian ASI

Pemberian Air Susu Ibu (ASI) pada bayi baru lahir segera sampai berumur sedikitnya dua tahun akan memberikan banyak manfaat, baik untuk bayi, ibu, maupun masyarakat pada umumnya.

1. Bagi Bayi

Bayi mendapatkan kolostrum yang mengandung zat kekebalan terutama

(28)

terutama diare, membantu pengeluaran meconium (Hegar, Suradi, Hendarto, & Partiwi, 2008); kandungan gizi paling sempurna untuk pertumbuhan bayi dan perkembangan kecerdasannya; pertumbuhan sel otak secara optimal terutama kandungan protein khusus, yaitu taurin, selain mengandung laktosa dan asam lemak ikatan panjang lebih banyak susu sapi/kaleng; mudah dicerna, penyerapan lebih sempurna, terdapat kandungan berbagai enzim untuk penyerapan makanan, komposisi selalu menyesuaikan diri dengan kebutuhan bayi; protein ASI adalah spesifik species sehingga jarang menyebabkan alergi untuk manusia; membantu pertumbuhan gigi; mengandung zat antibodi mencegah infeksi, merangsang pertumbuhan sistem kekebalan tubuh; mempererat ikatan batin antara ibu dan bayi. Ini akan menjadi dasar si kecil percaya pada orang lain, lalu diri sendiri, dan akhirnya berpotensi untuk mengasihi orang lain; bayi tumbuh optimal dan sehat tidak kegemukan atau terlalu kurus (Rukiyah, Yulianti, Liana, 2011); mengurangi resiko terkena penyakit kencing manis, kanker pada anak dan mengurangi kemungkinan menderita penyakit jantung; menunjang perkembangan motorik (WHO, 2010; Roesli (2000) dalam Haniarti, 2011).

2. Bagi Ibu

(29)

sehingga perdarahan akan segera berhenti; mencegah kehamilan karena kadar prolaktin yang tinggi menekan hormon FSH dan ovulasi, bisa mencapai 99 %, apabila ASI diberikan secara terus-menerus tanpa tambahan selain ASI; meningkatkan rasa kasih sayang dan membuat rasa lebih nyaman; mengurangi penyakit kanker, mekanisme belum diketahui secara pasti ibu yang memberikan ASI Eksklusif memiliki resiko kanker ovarium lebih kecil dibanding yang tidak menyusui secara Eksklusif (Rukiyah, Yulianti, Liana, 2011); membantu ibu menurunkan berat badan setelah melahirkan, menurunkan risiko DM Tipe 2 ( WHO, 2010; Aprilia, 2009 dalam Jafar, 2011).

3. Bagi Keluarga

Tidak perlu menghabiskan banyak uang untuk membeli susu formula, botol susu, serta kayu bakar atau minyak tanah untuk merebus air, susu, dan peralatannya; jika bayi sehat berarti keluarga mengeluarkan lebih sedikit biaya guna perawatan kesehatan; penjarangan kelahiran lantaran efek kontrasepsi LAM (The Lactation Amenorrhea Methods) dari ASI; jika bayi sehat berarti menghemat waktu keluarga; menghemat tenaga keluarga karena ASI selalu siap tersedia dan keluarga tidak perlu repot membawa botol susu, air panas dan lain sebagainya ketika berpergian (Prasetyono, 2012).

4. Bagi Masyarakat

(30)

penghematan pada sektor kesehatan karena jumlah bayi yang sakit hanya sedikit; memperbaiki kelangsungan hidup anak dengan menurunkan angka kematian; melindungi lingkungan lantaran tidak ada pohon yang digunakan sebagai kayu bakar untuk merebus air, susu dan peralatannya dan ASI merupakan sumber daya yang terus-menerus diproduksi (Prasetyono, 2012).

2.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya cakupan ASI Eksklusif

Aktivitas menyusui bayi ternyata tak semudah yang dibayangkan. Saat menyusui ibu sering kali menemui berbagai kendala. Sebenarnya, kendala tersebut mungkin tidak terjadi apabila ibu memperoleh informasi yang memadai. Beragam faktor yang menjadi kendala ketika menyusui dibedakan menjadi dua yakni faktor internal dan eksternal ( Prasetyono, 2012).

2.2.1. Faktor Internal

Faktor internal sangat mempengaruhi keberhasilan menyusui bayi. Di antaranya ialah kurangnya pengetahuan yang terkait penyusuan. Karena tidak mempunyai pengetahuan yang memadai ibu tidak mengerti tentang cara menyusui bayi yang tepat, manfaat ASI, berbagai dampak yang akan ditemui bila ibu tidak menyusui bayinya, dan lain sebagainya (Prasetyono, 2012).

1. Pengetahuan

(31)

atau informasi baru dan dapat diingat kembali. Selain itu pengetahuan juga diperoleh dari pengalaman hidup yang dapat mempengaruhi perilaku seseorang dalam mempelajari informasi yang penting (Potter & Perry, 2005).

Pengetahuan adalah kesan di dalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan pancainderanya. Yang berbeda sekali dengan kepercayaan (beliefes), takhayul (superstition) dan penerangan- penerangan yang keliru (misinformation) (Soekanto, 2003:8). Pengetahuan adalah merupakan hasil mengingat suatu hal termasuk mengingat kembali kejadian yang pernah dialami baik secara sengaja maupun tidak disengaja dan ini terjadi setelah orang melakukan kontak atau pengamatan terhadap suatu objek tertentu (Mubarak, Chayatin, Rozikin, Supriadi, 2007).

(32)

Ketidakpahaman ibu mengenai kolostrum yakni ASI yang keluar pada hari pertama hingga kelima atau ketujuh. Kolostrum merupakan cairan jernih kekuningan yang mengandung zat putih telur atau protein dengan kadar tinggi serta zat anti infeksi atau zat daya tahan tubuh (immunoglobulin) dalam kadar yang lebih tinggi ketimbang ASI mature

yaitu ASI yang berumur lebih dari tiga hari. Kebiasaan membuang kolostrum karena ada anggapan bahwa kolostrum merupakan susu basi lalu menggantinya dengan susu formula atau makanan lainnya (Prasetyono, 2012).

2. Kondisi Kesehatan

Model kontiniu sehat-sakit Neuman (1990) dalam Potter & Perry (2005) mendefenisikan sehat sebagai sebuah keadaan dinamis yang berubah secara terus-menerus sesuai dengan adaptasi seseorang terhadap berbagai perubahan yang ada di lingkungan internal dan eksternalnya. Adaptasi penting dilakukan untuk menghindari terjadinya perubahan dan penurunan disbanding kondisi sebelumnya. Adaptasi terjadi untuk mempertahankan kondisi fisik, emosional, intelektual, sosial, perkembangan dan spiritual yang sehat (Pertiwi, 2012).

(33)

menjadi glukosa dan akan berpengaruh pada perkembangan bayi (Kosim, Yunanto, Dewi, Sarosa, Usman, 2010).

Kondisi kesehatan bayi juga dapat mempengaruhi pemberian ASI Eksklusif. Ada berbagai kondisi bayi yang membuatnya sulit menyusu kepada ibunya antara lain bayi yang lahir prematur, kelainan pada bibir bayi dan penyakit kuning pada bayi yang baru lahir (Prasetyono, 2012). Bayi diare tiap kali mendapat ASI, misalnya jika ia menderita penyakit bawaan tidak dapat menerima laktosa, gula yang terdapat dalam jumlah besar pada ASI (Pudjiadi, 2001). Faktor psikologis dimana bayi menjadi rewel atau sering menangis baik sebelum maupun sesudah menyusui juga mempengaruhi pemberian ASI Eksklusif (Harahap, 2010).

3. Persepsi

Persepsi negatif yang sering ditemukan pada ibu, menurut Siregar (2004) yaitu sindroma ASI kurang. Pada kasus sindroma ASI kurang ibu merasa ASI yang dia produksi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan bayinyas. Ibu sering merasa payudara sudah tidak memproduksi ASI karena ketegangannya berkurang.

Menurut Prasetyono (2009) menyebutkan bahwa 98 ribu dari 100 ribu ibu yang menyatakan bahwa produksi ASI- nya kurang, sebenarnya mempunyai cukup ASI tetapi kurang mendapatkan informasi tentang manajemen laktasi yang benar, dan posisi menyusui yang tepat.

(34)

AFASS yaitu cocok (acceptable), mudah dikerjakan (feasible), mampu (affordable), digunakan terus-menerus (sustainable), dan aman (safe). Sayangnya didaerah yang miskin susu formula yang memenuhi syarat AFASS belum tentu disediakan (Kosim, Yunanto, Dewi, Sarosa, Usman, 2010).

Kondisi emosional juga perlu dipertahankan agar ibu tidak mengalami perubahan perilaku dalam memberikan ASI Eksklusif. Salah satu masalah emosi yang paling umum dialami oleh ibu adalah stress. Wagner (2012) menyatakan stress dapat terjadi pada ibu menyusui akibat bayi cepat marah dan sering mencari susu ibu. Dia juga mengatakan stress memiliki pengaruh terhadap produksi ASI (Pertiwi, 2012).

Rukiyah (2011) mengatakan bahwa ibu yang dalam keadaan stress maka akan memiliki kemungkinan untuk mengalami kegagalan dalam pemberian ASI, karena keadaan stress bisa menyebabkan terjadinya suatu

blockade dari refleks let down. Karena refleks let down yang tidak sempurna maka bayi yang haus tidak akan puas.

4. Usia

(35)

pemberian ASI eksklusif,sedangkan umur yang kurang dari 20 tahun dianggap masih belum matang secara fisik, mental, dan psikologi dalam menghadapi kehamilan, persalinan,serta pemberian ASI. Umur lebih dari 35 tahun dianggap berbahaya, sebab baik alat reproduksi maupun fisik ibu sudah jauh berkurang dan menurun, selain itu bisa terjadi risiko bawaan pada bayinya dan juga dapat meningkatkan kesulitan pada kehamilan, persalinan dan nifas (Arini, 2012 dalam Yanti, 2012). Namun, Suratmadja (1997) dan Novita (2008) mengatakan produksi ASI berubah seiring dengan perubahan usia. Ibu yang berusia 19-23 tahun umumnya memiliki produksi ASI yang lebih dibanding ibu yang berusia lebih tua. Hal ini terjadi karena adanya pembesaran payudara setiap siklus ovulasi mulai awal terjadinya menstruasi sampai usia 30 tahun, namun terjadi degenerasi payudara dan kelenjar penghasil ASI (alveoli) secara keseluruhan setelah usia 30 tahun (Pertiwi, 2012).

(36)

dalam menghadapi kehamilan, persalinan, nifas, dan merawat bayinya nanti (Yanti, 2012).

2.2.2. Faktor Eksternal

Faktor eksternal terkait segala sesuatu yang tidak akan terjadi bila faktor internal dapat dipenuhi oleh ibu. Faktor eksternal yang mempengaruhi pemberian ASI Eksklusif dibagi menjadi:

1. Pendidikan

(37)

2. Dukungan Petugas Kesehatan

Dukungan Petugas Kesehatan sangat penting dalam mendukung ibu memberikan ASI Eksklusif pada bayinya. Dimana WHO/ UNICEF (1989), dimana isinya telah dikembangkan oleh Depkes RI/ BK-PP-ASI (Badan koordinasi- Peningkatan Penggunaan ASI) telah mengeluarkan pedoman bagi fasilitas kesehatan yang merawat ibu dan bayi untuk meningkatkan penggunaan ASI yang disebut The ten sreps to successful breastfeeding (sepuluh langkah menuju keberhasilan menyusui/ LMKM) yang salah satu isinya bahwa setiap fasilitas yang menyediakan pelayanan persalinan dan perawatan bayi baru lahir hendaknya membuat kebijakan tertulis mengenai pemberian ASI yang secara rutin dikomunikasikan kepada semua petugas kesehatan, membantu para ibu mengawali pemberian ASI dalam setengah jam pertama setelah melahirkan (Inisiasi Menyusui Dini) (Maryunani, 2012).

Berdasarkan penelitian Pinem (2010) menyebutkan faktor petugas kesehatan sangat berpengaruh terhadap pemberian ASI Eksklusif. Sebanyak 60% responden mengatakan tidak pernah mendapat informasi tentang ASI Eksklusif dari petugas kesehatan.

3. Dukungan Orang Terdekat

(38)

positif yang akan meningkatkan produksi hormon oksitosin sehingga produksi ASI pun lancar (Prasetyono, 2012).

Menurut Roesli (2000) mengemukakan suami dan keluarga berperan dalam mendorong ibu untuk memberikan ASI kepada bayinya. Dukungan tersebut dapat memperlancar refleks pengeluaran ASI karena ibu mendapat dukungan secara psikologis dan emosi (Pertiwi, 2012).

5. Promosi Susu Formula

Negara-negara di kawasan barat merupakan tempat berdirinya usaha pemerahan susu. Susu sapi dimodifikasi dan diproses menjadi susu formula yang menjadi asupan untuk bayi. Secara kuantitas, susu hewan mungkin bernilai sama dengan susu manusia, namun secara kualitas keduanya berbeda. Perbedaan antara kuantitas dan kualitas antara ASI dan susu sapi sebelumnya telah ditampilkan dalam Tabel 2.2. Berdasarkan perbedaan komposisi tersebut, bayi yang mengkonsumsi ASI dinilai memiliki komposisi tubuh yang berbeda dengan bayi yang mengkonsumsi susu formula (Coad & Dunstall, 2005 dalam Pertiwi, 2012).

(39)

ibu dibujuk agar mempercayai ucapan mereka dan mulai menggunakan susu formula sebagai pengganti ASI. Bagi para ibu menggunakan susu formula dianggap lebih mendatangkan semacam kelonggaran karena mereka tidak perlu selalu siap sedia memberikan ASI kepada anak (Prasetyono, 2012).

6. Budaya

Budaya sebagai hal yang dianut secara turun-temurun dalam suatu masyarakat memiliki pengaruh pada perilaku menyusui secara Eksklusif. Sebagian besar hasil studi yang dilakukan di beberapa daerah di Indonesia menunjukkan praktik pemberian ASI Eksklusif di Indonesia masih jarang dilakukan karena pengaruh budaya yang dianut. Biasanya hal yang menghambat keberhasilan ASI Eksklusif adalah praktik pemberian makan yang seharusnya belum dilakukan pada bayi di bawah enam bulan. Swasono (1998) dalam bukunya membahas pengaruh budaya terhadap pemberian ASI dan makanan tambahan di beberapa wilayah di Indonesia seperti pada masyarakat Bandainera, To Bunggu, Lombok dan Betawi (Pertiwi, 2012).

(40)

7. Status Pekerjaan

Bekerja merupakan kegiatan ekonomi yang dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh pendapatan. Saat ini bekerja tidak hanya dilakukan oleh laki-laki tetapi juga perempuan tidak terkecuali ibu menyusui. Jumlah partisipasi ibu menyusui yang bekerja menyebabkan turunnya angka dan lama menyusui (Siregar, 2004).

Menurut Prasetyono (2012) faktor yang mempengaruhi pemberian ASI Eksklusif adalah karena ibu bekerja di luar rumah sehingga tidak dapat memberikan ASI Eksklusif selama enam bulan kepada bayinya.

(41)

BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL

3.1. Kerangka Konsep

Faktor internal meliputi pengetahuan yang terdiri dari definisi, cara pemberian dan manfaat, kondisi kesehatan, usia dan persepsi serta faktor emosional. Selanjutnya faktor eksternal yang akan diteliti meliputi pendidikan, pekerjaan, dukungan petugas kesehatan, budaya dan dukungan orang terdekat.

Skema 3.1. Kerangka konsep faktor- faktor yang mempengaruhi rendahnya cakupan ASI Eksklusif di Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah.

 Faktor Internal:

 Pengetahuan meliputi

definisi, cara pemberian, dan

manfaat

 Kondisi kesehatan meliputi

kesehatan ibu dan bayi  Persepsi

 Usia

Faktor Eksternal:

 Pendidikan

 Dukungan petugas

kesehatan

 Dukungan orang terdekat  Promosi susu formula  Budaya

 Pekerjaan

(42)

3.2. Defenisi Operasional

No Variabel Defenisi Operasional Alat Ukur Skala & Hasil Ukur Faktor Internal

1 Pengetahuan Apa saja yang diketahui ibu-ibu di Kecamatan Sarudik tentang pemberian ASI Eksklusif baik pengertian, cara pemberian, dan manfaat

Kuesioner B no 1-6

Keadaan fisik dan emosional ibu dan bayi di kecamatan

Sarudik yang berpengaruh terhadap

pemberian ASI Eksklusif

Kuesioner B no 10,11,14,15,16,

2. Kurang/ tidak baik

3 Persepsi Hal-hal yang dirasakan atau yang dipercayai oleh ibu di

Kuesioner B no 7,8,9,12,13 Kuesioner

(43)

Kecamatan Sarudik pada saat penelitian dilaksanakan dalam

5 Pendidikan Jenjang pendidikan tertinggi yang pernah dicapai oleh ibu di Kecamatan Sarudik di pendidikan formal

(44)

6 Pekerjaan Usaha atau kegiatan yang dilakukan ibu di luar rumah saat menyusui untuk

2. Tidak bekerja

7 Dukungan petugas kesehatan

Bantuan yang diberikan petugas kesehatan kepada ibu di Kecamatan Sarudik terkait pemberian ASI Eksklusif

Kuesioner C no 1 dan 2 yang didapat ibu baik dari suami, orang tua, mertua, saudara kandung ataupun siapa

saja yang dekat dengan ibu di kecamatan Sarudik mengenai pemberian ASI Eksklusif

Kuesioner C no 9,10, dan 11 didapat ibu di Kecamatan Sarudik selama menyusui tentang susu formula

(45)

(TS), Sangat tidak setuju (STS)

10 Budaya Adat atau kebiasaan yang mempengaruhi ibu di Kecamatan Sarudik dalam memberikan ASI dan

makanan tambahan

Kuesioner C no 7&8

Kuesioner menggunakan skala Likert. Sangat setuju (SS), Setuju (S), Tidak setuju (TS), Sangat tidak setuju (STS)

Nominal Hasil:

1. Memberi makanan tambahan karena kebiasaan keluarga 2. Memberi ASI

(46)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain deskriptif yaitu metode penelitian yang bertujuan membuat gambaran suatu keadaan secara objektif dalam hal ini untuk mengetahui faktor- faktor yang mempengaruhi rendahnya cakupan ASI Eksklusif di Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2013 (Notoatmodjo, 2010).

4.2. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling

Populasi adalah keseluruhan unit analisis yang karakteristiknya akan diduga (Hastono, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu di Kecamatan Sarudik yang memiliki bayi berusia 6-24 bulan yang berjumlah 975 orang. Karena jumlah populasi lebih dari 100 maka besar sampel yang digunakan dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus 10-15 % atau 20-25 % dari populasi (Arikunto, 2006). Dalam hal ini besar sampel yang digunakan adalah 10% dari 975 sebanyak 98 orang.

Kriteria Inklusi sampel adalah:

- Ibu yang sedang menyusui anak terakhir berusia 6-24 bulan dimana saat

bayi berusia ≤ 6 bulan diberi minuman dan makanan tambahan - Ibu yang tidak menderita suatu penyakit

(47)

Kriteria eksklusi sampel adalah:

- Ibu yang memberikan minuman dan makanan tambahan pada bayi usia 0-6 bulan

- Tidak bersedia menjadi responden

Tehnik Sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah tehnik

Proportional Random Sampling. Tehnik Proportional Random Sampling

(pengambilan sampel secara proporsi) merupakan tehnik pengumpulan data dimana sampel diambil secara proporsi atau imbangan. Ada kalanya banyaknya sampel yang terdapat disuatu wilayah tidak sama sehingga pengambilan sampel diambil dari setiap wilayah dan ditentukan seimbang dengan banyaknya sampel dalam masing- masing wilayah tersebut (Arikunto, 2006). Dalam hal ini sampel penelitian diambil pada saat kegiatan posyandu yang dilakukan oleh Puskesmas Sarudik.

4.3. Lokasi dan Waktu penelitian

Penelitian dilakukan di Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah. Waktu pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Agustus-September Tahun 2013.

4.4. Pertimbangan Etik

(48)

Ethical Clearence di Fakultas Kedokteran. Setelah pengurusan Ethical Clearence

selesai, peneliti melakukan penelitian setelah mendapat persetujuan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kepala Puskesmas Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah. Kemudian peneliti menjumpai responden dan menjelaskan maksud dan tujuan dari penelitian. Apabila responden bersedia secara sukarela, bebas dari tekanan dan paksaan, maka responden diberi lembar informasi (informed consent) yang berisi penjelasan dan tujuan serta manfaat penelitian untuk ditandatangani. Tetapi jika responden tidak bersedia maka berhak untuk menolak dan mengundurkan diri. Peneliti memberikan kesempatan kepada responden untuk bertanya tentang hal-hal yang tidak dimengerti sehubungan dengan penelitian ini. Penelitian ini tidak menimbulkan resiko bagi responden baik itu resiko fisik maupun psikis. Kemudian peneliti menjamin kerahasiaan identitas responden (anonimity) dengan tidak memberikan nama dan hanya menuliskan kode pada lembar kuesioner dan hasil penelitian yang disajikan. Peneliti memberikan jaminan kerahasiaan (confidentiality) semua informasi yang telah dikumpulkan dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian.

4.5. Instrumen Penelitian

(49)

menjelaskan cara pengisian kuesioner terhadap ibu yang memenuhi kriteria sampel.

Pertanyaan yang diajukan dibagi menjadi tiga bagian dengan total pertanyaan sebanyak 37 butir, yaitu: (a) bagian pertama merupakan karateristik responden meliputi usia, pendidikan terakhir, pekerjaan, tempat bersalin, usia bayi, jenis minuman/makanan tambahan yang diberikan pada bayi berusia 0-6 bulan, dan awal pemberian minuman/makanan tambahan (b) bagian kedua merupakan variabel yang termasuk dalam faktor internal meliputi tingkat pengetahuan, persepsi, dan kondisi kesehatan ibu dan bayi (c) bagian ketiga merupakan variabel yang termasuk dalam faktor eksternal yang mencakup fasilitas kesehatan, dukungan petugas kesehatan, dukungan orang terdekat, promosi susu formula, dan budaya.

(50)

untuk pernyataan negatif dan pernyataan no 17 untuk pernyataan positif. Variabel persepsi diukur melalui kuesioner B no 12 dan 13 untuk pernyataan positif dan 7 sampai 9 untuk pernyataan negatif. Variabel dukungan petugas kesehatan diukur melalui kuesioner C no 1dan 2 yang merupakan pernyataan positif. Variabel susu formula diukur melalui kuesioner C no 3 sampai 6 yang merupakan pernyataan negatif. Variabel budaya diukur melalui kuesioner C no 7 yang merupakan pernyatan positif dan 8 untuk pernyataan negatif. Variabel dukungan keluarga diukur melalui kuesioner C no 9 sampai 11 yang merupakan pernyataan pilihan.

Penilaian masing-masing pilihan jawaban dilakukan secara berbeda untuk pertanyaan positif dan negatif. Sangat setuju= 4, setuju= 3, tidak setuju= 2, dan sangat tidak setuju= 1 merupakan penilaian untuk pertanyaan positif, sedangkan untuk pertanyaan negatif diberi nilai sangat setuju= 1, setuju= 2, tidak setuju= 3, dan sangat tidak setuju= 4 (Hidayat, 2008).

Data yang digunakan adalah data primer (data yang diperoleh peneliti berdasarkan pengisian kuesioner oleh responden) untuk mengetahui faktor- faktor yang mempengaruhi rendahnya cakupan ASI Eksklusif dan data sekunder (data yang didapat peneliti dari laporan di Puskesmas Sarudik dan Dinas Kesehatan setempat) untuk mengetahui jumlah ibu yang memiliki bayi berusia 6-24 bulan.

4.6. Uji Validitas dan Reliabilitas

(51)

Tapanuli Tengah yang sudah mendapat pelatihan ASI Eksklusif dan hasil dari uji validitas dinyatakan bahwa kuesioner yang telah dibuat oleh peneliti sudah valid dan dapat digunakan untuk instrumen penelitian.

(52)

4.7. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan setelah mendapat surat Ethical Clearence dari Komite Etik Fakultas Kedokteran dan peneliti telah mendapat surat izin penelitian dari Fakultas Keperawatan untuk melakukan penelitian di Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah. Kemudian peneliti akan memberikan surat penelitian tersebut kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah dan kepada Kepala Puskesmas Sarudik. Setelah surat izin tersebut di setujui peneliti mendatangi lokasi penelitian yaitu langsung di Kecamatan Sarudik. Peneliti mencari responden yang mendatangi kegiatan posyandu yang ada di setiap Kelurahan dan Desa yang ada di Kecamatan Sarudik yaitu Kelurahan Sarudik, Kelurahan Pondok Batu, Kelurahan Sibuluan Nalambok, Kelurahan Pasir Bidang dan Desa Sipan, kemudian peneliti meminta izin kepada responden untuk memberikan sedikit waktunya untuk mengikuti penelitian, lalu peneliti menjelaskan tentang tujuan, manfaat, dan cara mengisi kuesioner. Kemudian peneliti menanyakan kesediaan responden untuk mengikuti penelitian, jika setuju responden diharapkan untuk menandatangani informed consent.

(53)

setiap responden berhak untuk menolak/tidak mengikuti penelitian ini. Proses pengisian kuesioner oleh responden berlangsung kurang lebih 15-20 menit untuk setiap responden dan peneliti tetap berada disamping responden selama pengisian kuesioner serta memberikan kesempatan kepada responden untuk bertanya bila ada pertanyaan yang tidak dimengerti sehingga semua pertanyaan dapat terjawab.

4.8. Analisa Data

Pengolahan data merupakan salah satu langkah penting dalam penelitian karena data yang diperoleh langsung dari penelitian masih mentah belum memberikan informasi apa- apa dan belum siap untuk disajikan. Pengolahan data yang dilakukan membuat data mentah berubah menjadi informasi dan kesimpulan dari hasil penelitian. Agar penelitian menghasilkan informasi yang benar ada empat tahapan dalam pengolahan data yang harus dilakukan (Notoatmodjo, 2010). 4.8.1. Editing

Editing merupakan kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan isian formulir atau kuesioner yang diberikan pada responden. Peneliti memeriksa kelengkapan isi pertanyaan, kejelasan tulisan, relevansi jawaban dengan pertanyaan dan konsistensi jawaban dengan jawaban lainnya.

4.8.2. Coding

Hasil Editing yang telah didapat selanjutnya dilakukan pengkodean atau

(54)

kode pada kuesioner sebagai pengganti identitas responden. Selanjutnya peneliti memberikan kode pada masing-masing variabel dalam kuesioner sebagai berikut.

1. Nama diberi kode 01,02, dan seterusnya.

2. Usia: < 20 tahun diberi kode”1” , 20-35 tahun diberi kode “2”, dan > 35 tahun diberi kode “3”.

3. Pendidikan: tidak sekolah diberi kode “1”, SD diberi kode “2”, SMP diberi kode “3”, SMA diberi kode “4”, dan Akademi/PT diberi kode “5”

4. Pekerjaan: PNS, Wiraswasta, pedagang, dan lain-lain diberi kode “1” dan diberi label bekerja, tidak bekerja dan IRT diberi kode “2” dan diberi label tidak bekerja.

5. Tempat bersalin: RS umum/swasta diberi kode “1”, Puskesmas diberi kode “2”, Rumah Bersalin/Praktek bidan diberi kode “3”, Dukun beranak diberi kode “4”, dan Lain-lain diberi kode “5”.

6. Usia bayi: usia 6-12 bulan diberi kode “1”, dan usia 13-24 bulan diberi kode “2”.

7. Jenis minuman/makanan tambahan: Bubur tim diberi kode “1”, Pisang diberi kode “2”, Susu formula diberi kode “3”, Air putih diberi kode “4”, dan Lain-lain diberi kode “5”.

(55)

9. Variabel tingkat pengetahuan tentang ASI Eksklusif diukur

menggunakan kuesioner B no 1-6. Setiap jawaban benar diberi nilai “2”, jawaban salah diberi nilai “1”, dan jawaban tidak tahu diberi nilai “0”. Total skor tertinggi yang diperoleh adalah 12 dan skor terendah adalah 0. Semakin tinggi skor yang diperoleh oleh responden, maka semakin baik pengetahuan ibu. Pengetahuan dinilai melalui rumus:

Rentang P =

Banyak Kelas

P merupakan panjang kelas dengan 12 rentang kelas dan 3 kategori kelas untuk menilai pengetahuan ibu terkait ASI Eksklusif. Maka didapatlah panjang kelasnya adalah 4. Menggunakan nilai P= 4 dengan nilai terendah adalah 0, maka pengetahuan ibu dapat dikategorikan dengan interval sebagai berikut:

- Pengetahuan baik, apabila skornya 8 – 12 dari 6 pertanyaan.

- Pengetahuan cukup, apabila skornya 4 – 7 dari 6 pertanyaan - Pengetahuan kurang, apabila skornya 0 – 3 dari 6

pertanyaan

(56)

10. Variabel kondisi kesehatan terdiri dari kondisi kesehatan ibu dan bayi

diukur melalui kuesioner B yang terdiri dari 8 pertanyaan. Pada pernyataan 10, 11, 14, 15,16, 18 dan 19 diberi kode “1” jika sangat setuju, kode “2” jika setuju, kode “3” jika tidak setuju, dan kode “4” jika sangat tidak setuju dan untuk pernyataan no 17 diberi kode “1” jika sangat tidak setuju, kode “2” jika tidak setuju, kode “3” jika setuju dan kode “4” jika sangat setuju. Hasil pengukuran variabel kondisi kesehatan dikelompokkan dalam dua kelompok yakni baik diberi kode “1” dan tidak baik diberi kode “2”. Variabel persepsi diukur melalui kuesioner B terdiri dari 5 pertanyaan. Pada pernyataan 12 dan 13 diberi kode “1” jika sangat tidak setuju , kode “2” jika tidak setuju, kode “3” jika setuju, dan kode “4” jika sangat setuju. Pertanyaan 7-9 diberi kode “1” jika sangat setuju, kode “2” jika setuju, kode “3” jika tidak setuju, dan kode “4” jika sangat tidak setuju. Hasil pengukuran persepsi dikelompokkan menjadi dua yakni persepsi positif diberi kode “1” dan persepsi negatif diberi kode “2”.

(57)

12. Variabel dukungan orang terdekat diukur melalui kuesioner C no 9-11.

Diberi kode “1” jika didukung suami, kode “2” jika didukung orang tua, kode “3” jika didukung mertua, kode “4” jika didukung saudara kandung, kode “5” jika didukung teman, kode “6” jika didukung tetangga, dan “7” jika didukung lain-lain.

13. Variabel promosi susu formula diukur melalui kuesioner C terdiri dari

empat pertanyaan. Pertanyaan 3-6 diberi kode “1” jika sangat setuju, kode “2” jika setuju, kode ‘3” jika tidak setuju, dan “4” jika sangat tidak setuju. Hasil dari pengukuran variabel promosi susu formula dikelompokkan menjadi dua yakni terpajan diberi kode “1” dan tidak terpajan diberi kode “2”.

14. Variabel budaya diukur melalui kuesioner C terdiri dari dua pertanyaan. Pernyataan 7 dan 8 diberi kode “1” jika sangat tidak setuju, kode “2” jika tidak setuju, kode “3” jika setuju, dan “4” jika sangat setuju. Hasil pengukuran variabel budaya dikelompokkan menjadi dua yakni memberi makanan tambahan karena kebiasaan keluarga diberi kode “1” dan memberi ASI karena kebiasaan keluarga diberi kode “2”.

4.8.3. Processing

(58)

4.8.4. Cleaning

Hal yang dilakukan tahap ini adalah pengecekan kembali data yang sudah dimasukkan ke paket komputer. Peneliti melihat kembali kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan kode, ketidaklengkapan, dan lain-lain. Dari data yang telah dimasukkan sebelumnya tidak ada missing (data yang hilang).

(59)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

Pada bab ini akan memaparkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada tanggal Agustus – September 2013. Pengambilan data dilakukan dengan cara pengisian kuesioner oleh responden yang masuk dalam kriteria inklusi, yaitu ibu yang memiliki bayi berusia 6-24 bulan sebanyak 98 orang. Hasil penelitian ini berupa distribusi responden berdasarkan variabel yang diteliti yang akan dibagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama berisi data karakteristik responden. Bagian kedua dan ketiga menampilkan faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya cakupan ASI Eksklusif di Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah.

5.1.1. Karateristik Responden di Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah

Dari hasil penelitian yang dilakukan pada 98 orang responden di Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah maka didapatkan data demografi responden penelitian yang terdiri dari usia bayi, tempat bersalin, jenis minuman/makanan tambahan yang diberikan pada bayi saat usia 0-6 bulan, dan awal pemberian minuman/makanan tambahan.

(60)

minuman/makanan tambahan yang diberikan responden pada saat bayi berusia 0-6 bulan bervariasi dan mayoritas responden 46,9 % memberikan bubur tim kepada bayinya selain ASI, dan dari hasil penelitian didapat sebanyak 44,9 % responden memberikan minuman/makanan tambahan pada usia bayi 3-4 bulan. Secara rinci, distribusi karakteristik responden ditampilkan dalam tabel 5.1.

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden di Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah (n=98 orang)

(61)

Dan lain-lain

Awal pemberian minuman/makanan

tambahan 0-2 bulan 3-4 bulan 5-6 bulan

29 44 25

29,6 44,9 25,5

5.1.2. Faktor-faktor Internal yang Mempengaruhi Rendahnya Cakupan

ASI Eksklusif di Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah

(62)

Gambaran persepsi responden diukur dengan mengajukan pertanyaan terkait hal-hal yang responden rasakan dalam memberikan ASI. Hasilnya menunjukkan mayoritas responden 51% tergolong dalam persepsi negatif. Secara rinci, distribusi frekuensi responden dapat dilihat dalam tabel 5.2.

Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Faktor Internal di Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah (n=98)

Variabel Jumlah Persentase

(63)

5.1.3. Faktor-faktor Eksternal yang Mempengaruhi Rendahnya Cakupan

ASI Eksklusif di Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah

Hasil penelitian faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya cakupan ASI Eksklusif di Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah terhadap 98 orang responden meliputi faktor eksternal yaitu pendidikan terakhir dimana mayoritas responden adalah SMA sebanyak 44,9 %, pekerjaan responden mayoritas 74,5 % tidak bekerja/IRT. Variabel dukungan petugas kesehatan diukur dengan ada tidaknya dukungan/bantuan dan informasi yang diberikan petugas kesehatan. Hasilnya sebanyak 94,9 % tergolong dalam kategori mendukung. Variabel promosi susu formula diukur dengan melihat informasi yang didapat responden terhadap promosi susu formula. Hasilnya sebagian besar responden 62,2 % terpajan promosi susu formula.

(64)

didukung selama enam bulan atau lebih. Secara rinci, distribusi frekuensi responden tersaji dalam tabel 5.3.

Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Faktor Eksternal di Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah (n=98)

(65)
(66)

Bentuk dukungan

6 bulan atau lebih

50

5.2.1. Faktor- Faktor Internal yang Mempengaruhi Rendahnya Cakupan

ASI Eksklusif

(67)
(68)

Gambaran kondisi kesehatan ibu dan bayi diukur dengan melihat pengaruh kondisi fisik dan emosional ibu dalam memberikan ASI dan juga kesehatan bayi. Hasil penelitian pada variabel kondisi kesehatan dikategorikan menjadi baik/tidak menghambat dan tidak baik/menghambat. Hasil penelitian menunjukkan sebagian 52 % untuk kategori tidak menghambat. Hai ini terlihat dari hasil jawaban dari responden terkait kondisi kesehatan dimana 52 % tidak setuju jika bayi menderita kelainan mulut sehingga tidak memberikan ASI secara Eksklusif. Hasil ini tidak sesuai dengan penelitian Harahap (2010) yang mengatakan bahwa kondisi kesehatan baik itu kondisi kesehatan ibu 36,7 % dan bayi 50 % mempengaruhi pemberian ASI Eksklusif.

(69)

ribu dari 100 ribu ibu yang menyatakan bahwa produksi ASI-nya kurang, sebenarnya mempunyai cukup ASI tetapi kurang mendapatkan informasi tentang manajemen laktasi yang benar dan posisi menyusui yang tepat.

Usia ibu dikelompokkan menjadi tiga yakni usia < 20 tahun, 20-35 tahun, dan >35 tahun. Hasil penelitian ini menunjukkanhampir seluruh responden berada pada usia reproduksi sehat yakni usia 20-35 tahun. Hasil ini didukung dengan data dari BPS Kabupaten Tapanuli Tengah yaitu jumlah wanita usia 20 sampai 29 tahun lebih banyak dari jumlah wanita usia 35 sampai 49 tahun (Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2011). Ibu yang berusia 19-23 tahun umumnya memiliki produksi ASI yang lebih dibanding ibu yang berusia lebih tua. Hal ini sesuai dengan yang dikemukan Novita (2008 dalam Pertiwi, 2012) bahwa terjadi pembesaran payudara setiap siklus ovulasi mulai awal terjadinya menstruasi sampai usia 30 tahun, namun terjadi degenarasi payudara dan kelenjar penghasil ASI (alveoli) secara keseluruhan setelah usia 30 tahun. Namun demikian, meskipun hampir seluruh responden berada pada usia reproduksi sehat dan merupakan usia efektif dalam memproduksi ASI yakni usia ≤ 30 tahun ( Suraatmadja, 1997 dalam Pertiwi, 2012) tetapi cakupan ASI

(70)

mendapat dukungan dari petugas kesehatan 94,9 % tetapi jika tidak memiliki persepsi yang baik belum tentu cakupan pemberian ASI Eksklusif tinggi. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan pendapat Arini (2012 dalam Yanti, 2012) mengatakan bahwa semakin meningkatnya umur dan tingkat kematangan maka kekuatan seseorang dalam berpikir dan bekerja juga akan lebih matang.

5.2.2. Faktor Eksternal yang Mempengaruhi Rendahnya Cakupan ASI

Eksklusif

Pendidikan terakhir ibu dikelompokkan menjadi Tidak sekolah, SD, SMP, SMA, dan Akademi/PT. Kebanyakan responden yaitu 44,9 % memiliki tingkat pendidikan SMA. Tingkat pendidikan ibu kebanyakan SMA dan cakupan ASI Eksklusif dalam penelitian ini masih rendah. Hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu pengalaman ibu, persepsi dan juga kebiasaan dalam keluarga, dimana dari hasil penelitian didapat persepsi ibu masih rendah yaitu 51 %. Dari hasil penelitian yang didapat oleh peneliti dimana 54,1 % setuju memberikan minuman/makanan tambahan karena bayi sering menangis, sehingga disimpulkan bahwa meskipun pendidikan responden mayoritas SMA, pengetahuan baik tetapi jika tidak didukung dengan persepsi yang positif terkait ASI belum tentu cakupan ASI Eksklusif tinggi. Hal ini sesuai dengan penelitian Saleh (2011) yang mengatakan bahwa tingkat pendidikan berpengaruh terhadap pemberian ASI Eksklusif.

(71)

berkaitan dengan tingkat pendidikan ibu, yaitu sebagian besar ibu memiliki tingkat pendidikan SMA sehingga banyak ibu yang tidak bekerja/ibu rumah tangga. Ibu yang tidak bekerja/ibu rumah tangga memiliki kemungkinan besar untuk memberikan ASI secara Eksklusif, namun pada penelitian ini angka pemberian ASI secara Eksklusif masih rendah. Banyak faktor yang bisa mempengaruhi rendahnya cakupan ASI Eksklusif. Dari hasil penelitian didapat faktor persepsi 51 % persepsi negatif, gencarnya promosi susu formula 62,2 %, dan budaya 82,7 % mempengaruhi pemberian ASI secara Eksklusif pada ibu-ibu yang tidak bekerja. Hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Subrata (2004 dalam Pertiwi, 2012) yang menemukan proporsi ibu bekerja memiliki peluang 7,9 kali lebih besar untuk tidak menyusui bayinya. Pernyataan serupa juga dikemukakan oleh Prasetyono (2012) dalam bukunya mengatakan bahwa faktor yang mempengaruhi pemberian ASI Eksklusif adalah karena ibu bekerja di luar rumah sehingga tidak dapat memberikan ASI Eksklusif selama enam bulan kepada bayinya.

(72)

% terpajan dengan promosi susu formula. Hal ini terlihat dari jawaban yang didapat peneliti, dimana 53,1 % responden setuju bahwa ibu merasa susu formula memiliki nutrisi yang penting bagi bayi. Sehingga dapat diambil kesimpulan meskipun dukungan petugas kesehatan sudah tinggi tetapi penyuluhan dan pemberian pendidikan kesehatan kepada ibu harus lebih ditingkatkan lagi terkait pemberian ASI Eksklusif. Hal ini tidak sesuai dengan pernyataan Nuchsan (2009 dalam Harahap, 2010), bahwa berhasil atau tidaknya penyusuan dini di tempat pelayanan ibu bersalin, rumah sakit sangat tergantung pada petugas kesehatan yaitu perawat, bidan atau dokter. Mereka yang pertama-tama akan membantu ibu bersalin melakukan penyusuan dini.  Hal ini juga tidak sesuai dengan hasil penelitian Pinem (2010) menyebutkan faktor petugas kesehatan sangat berpengaruh terhadap pemberian ASI Eksklusif. sebanyak 60 % responden mengatakan tidak pernah mendapat informasi tentang ASI Eksklusif dari petugas kesehatan.

(73)

dalam Pertiwi, 2012) mengemukakan suami dan keluarga berperan dalam mendorong ibu untuk memberikan ASI kepada bayinya. Dukungan tersebut dapat memperlancar reflek pengeluaran ASI karena ibu mendapat dukungan secara psikologis dan emosi.

Variabel susu formula diukur dengan menggunakan empat item pernyataan, salah satunya yaitu sebagian ibu 46,5 % setuju bahwa iklan susu formula membantu ibu dalam memilih nutrisi tambahan untuk bayi. Setelah dikategorikan, hasilnya terdapat 62,2 % terpajan dengan susu formula dan 37,8 % tidak terpajan susu formula. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Pinem (2010) menunjukkan bahwa faktor iklan susu formula merupakan faktor yang paling dominan terkait pemberian ASI Eksklusif dengan nilai koefisien (B) 3,090 dan penelitian Josefa (2011) yang mengatakan promosi susu formula merupakan faktor yang mempengaruhi ibu dalam memberikan ASI secara Eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Manyaran Kecamatan Semarang Barat. Prasetyono (2012) dalam bukunya menyebutkan bahwa promosi susu formula merupakan salah satu faktor yang membuat sebagian ibu tidak menyusui anaknya.

(74)
(75)

BAB 6 PENUTUP

6.1. Kesimpulan

Penelitian ini dilakukan pada 98 ibu yang memiliki bayi berusia 6-24 bulan di Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya cakupan ASI Eksklusif di Kecamatan Sarudik meliputi 51 % memiliki persepsi negatif berdasarkan faktor internal dimana 52,5 % ibu setuju memberikan minuman/makanan selain ASI karena bayi sering menangis sedangkan berdasarkan faktor eksternal, 62,2 % terpajan promosi susu formula, dan 82,7 % memberikan minuman/makanan tambahan karena kebiasaan keluarga. Faktor yang paling mempengaruhi rendahnya cakupan ASI Eksklusif di Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah berdasarkan hasil penelitian adalah faktor budaya memiliki proporsi yang lebih besar yaitu 82,7 %.

6.2. Saran

6.2.1. Pelayanan Kesehatan

(76)

6.2.2. Penelitian Keperawatan

Buat penelitian selanjutnya diharapkan dapat menggunakan desain penelitian yang berbeda dengan jumlah sampel yang lebih besar, sehingga hasilnya dapat digenaralisasi dan diharapkan dapat melanjutkan penelitian ini dengan menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya cakupan ASI Eksklusif yang diteliti.

6.2.3. Pendidikan Keperawatan

(77)

DAFTAR PUSTAKA

Afifah, D. N. (2007). Faktor yang berperan dalam kegagalan praktik pemberian ASI Eksklusif (studi kualitatif di Kecamatan Tembalang, Kota Semarang.

Diambil tanggal 11 April 2013 dari http://eprints.undip.ac.id/1034/1/ARTIKEL_ASI.pdf.

Aprillia, Y. (2009). Analisis sosialisasi program inisiasi menyusu dini dan ASI Eksklusif kepada bidan di Kabupaten Klaten. Diambil tanggal 11 Mei 2013 dari http://eprints.undip.ac.id/23747/1/Yesie_Aprillia.pdf.

Arasta, L. D. (2010). Hubungan pelaksanaan rawat gabung dengan perilaku ibu dalam memberikan ASI Eksklusif di polindes Harapan Bunda desa Kaligading Kecamatan Boja Kabupaten Kendal. Diambil tanggal 11 April 2013 dari http://e-journal.akbid-purworejo.ac.id/index.php/jkk4/article/view/64/62.

Arikunto, S. (2006). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktek, Jakarta: Rineka Cipta.

Fikawati, S & Syafiq, A. (2010). Kajian implementasi dan kebijakan ASI Eksklusif dan IMD di Indonesia. Diambil tanggal 11 April 2013 dari http://journal.ui.ac.id/index.php/health/article/viewFile/642/627.

Gupte, M.D, Suraj. (2004). Panduan perawatan anak, Jakarta: Pustaka Populer Obor.

Harahap, N. (2010). Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakberhasilan pemberian ASI Eksklusif pada suku Mandailing di wilayah kerja Puskesmas Bantan Kelurahan Medan Tembung. Diambil tanggal 11 Juli

2013 dari http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26924/4/Chapter%20II.pd

f.

(78)

Hegar, B., Suradi, R., Hendarto, A., Partiwi, I Gst Ayu. (2008). Bedah ASI. IDAI Cabang DKI Jakarta: Jakarta.

Hidayat, A. (2008). Metode penelitian keperawatan dan tehnik analisis data, Jakarta: Salemba Medika.

Jafar, N. (2011). ASI Eksklusif. Diambil tanggal 15 April 2013 dari http://repository.unhas.ac.id/.../ASI%20EKSKLUSIF.docx?. 

   

Josefa, KG. (2011). Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku pemberian ASI Eksklusif pada ibu (Studi kasus di wilayah kerja Puskesmas Manyaran, Kecamatan Semarang Barat. Diambil tanggal 19 November 2013 dari http://eprints.undip.ac.id/33391/.

Kartika Sari, DN. (2012). Motivasi bidan desa dalam pelaksanaan program ASI Eksklusif di Puskesmas Bergas Kabupaten Semarang. Diambil tanggal 11 April 2013 dari http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm/article/view/975/990.

Kosin, M. S., Yunanto, A., Dewi, R., Sarosa, Gatot I., & Usman, A. (2010). Buku ajar neonatologi, Jakarta: Badan penerbit IDAI.

Kristiyansari, W. (2009). ASI, menyusui & sadari. Nuha Medika: Yogjakarta.

Maryunani, A. (2012). Inisiasi menyusu dini, ASI Eksklusif & manajemen laktasi, Jakarta: Penerbit Trans Info Media.

(79)

Mubarak, W.I., Chayatin, N., Rozikin, K., Supriadi. (2007). Promosi kesehatan sebuah pengantar proses belajar mengajar dalam pendidikan. Yogjakarta: penerbit Graha Ilmu.

Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi penelitian kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta.

(2010). Ilmu perilaku kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

(2007). Kesehatan masyarakat, ilmu dan seni. Jakarta: Rineka Cipta.

Nurlely, I. A. (2012). Perbedaan faktor-faktor pemberian ASI Eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Poncol dan Puskesmas Candilama Kota Semarang. Diambil tanggal 11 April 2013 dari http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm/article/view/1114/1137.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33. (2012). Pemberian ASI

Eksklusif. Diambil tanggal 16 mei 2013 dari

http://www.depkes.go.id/downloads/PP%20ASI.pdf#page=1&zoom=auto, 0,842.

Pertiwi, P. (2012). Gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian ASI Eksklusif di Kelurahan Kunciran Indah Tangerang. Diambil tanggal 13

April 2013 dari http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&

ved=0CC0QFjAA&url=http%3A%2F%2Flontar.ui.ac.id%2Ffile%3Ffile%

3Ddigital%2F20312381-S%252043138-Gambaran%2520faktor-full%2520text.pdf&ei=V6qTUdmdHsH4rQfP3IGADw&usg=AFQjCNGe GD2xhUiNnMfv1fisqulboxtTLw&bvm=bv.46471029,d.bmk.

Pinem, S. ES. (2010). Faktor-Faktor Penghambat Ibu Dalam Pemberian ASI Eksklusif Di Kelurahan Tanjung Selamat Kecamatan Medan Tuntungan.

Diambil tanggal 15 mei 2013 dari http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/20264.

(80)

Prasetyono, S. D. (2012). Buku pintar ASI Eksklusif, Yogjakarta: Diva Pres.

Prawirohardjo, S. (2009). Ilmu kebidanan, Jakarta: P.T. Bina Pustaka Sarwono PrawiroHardjo.

Purwanti, H. S. (2004). Konsep penerapan ASI Eksklusif buku saku untuk bidan, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC).

Riduwan. (2005). Metode & teknik menyusun tesis, Bandung: Penerbit Alfabeta.

Roesli, U. (2012). Panduan inisiasi menyusu dini plus ASI Eksklusif, Jakarta: Pustaka Bunda.

Rukiyah, A., Yulianti, L., Liana, M. (2011). Asuhan kebidanan III nifas, Jakarta: Penerbit Trans Info Media.

Saleh, A. LO. (2011). Faktor-faktor yang menghambat praktik ASI Eksklusif pada

bayi 0-6 bulan. Diambil tanggal 11 mei 2013 dari

http://eprints.undip.ac.id/35946/1/424_La_Ode_Amal_Saleh_G2C309009. pdf.

Sari, Y.S. (2013). Analisis implementasi program pemberian ASI Eksklusif di Puskesmas Brangsong 02 Kabupaten Kendal. Diambil tanggal 14 April 2013 dari http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm/article/view/1542/1541.

Siregar, A. (2004). Pemberian ASI Eksklusif dan faktor yang mempengaruhinya.

Diambil tanggal 15 April 2013 dari http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-arifin.pdf.

Sulistyawati, A. (2009). Buku ajar asuhan kebidanan pada ibu nifas, Yogjakarta: Penerbit Andi.

Sulistinah. (2010). Pengaruh faktor sosial dan ekonomi terhadap rendahnya pemberian ASI Eksklusif pada bayi di Kecamatan Peterongan Kabupaten

(81)

http://geo.fis.unesa.ac.id/web/index.php/en/kosmografi/12-artikel/224-sulistinah.

Susanti, N. (2011). Peran ibu menyusui yang bekerja dalam pemberian ASI Eksklusif pada bayinya. Diambil tanggal 11 Mei 2013 dari http://ejournal.uin-malang.ac.id/index.php/egalita/article/view/2122.

Suyanto. (2011). Metodelogi Dan Aplikasi Penelitian Keperawatan, Yogyakarta: Nuha Medika.

Yanti, W. (2012). Hubungan umur dan tingkat pendidikan ibu terhadap pemberian ASI Eksklusif di Desa Gunung Selan Wilayah Kerja Puskesmas Arga Makmur Kecamatan Kota Arga Makmur Kabupaten Bengkulu Utara

Tahun 2012. Diambil tanggal 28 Januari 2014 dari

Gambar

Tabel 2.2. Perbandingan komposisi gizi dalam kolostrum, ASI, dan susu sapi
Tabel 5.1.   Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden di Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah (n=98 orang)
Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Faktor Internal di Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah  (n=98)
Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Faktor Eksternal di Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah  (n=98)

Referensi

Dokumen terkait

ketidakmampuan atau kesalahan dalam prosedur tindakan yang dilakukan, maka perikatan yang terjadi antara rumah sakit dengan pasien adalah perikatan yang sifatnya

Hal ini menunjukkan bahwa jenis dekomposer M-Dec belum mampu menurunkan rasio C/N dalam masa dekomposisi selama 3 bulan.Hasil analisis sidik ragam rendemen TKKS

Dan untuk variabel Motivasi belajar PAI Angkat uji coba dilakukakan pada tanggal 30 November sampai dengan 2 desember dikarenakan ada 2 macam angket yang

Program Pembelajaran Kecakapan Hidup Bagi Anak Usia 5- 6 Tahun Berbasis Daerah Maritim.. PAUD Inklusif (AUD

Dengan demikian pembagian harta bersama menurut Pasal 128 KUHPerdata bahwa setelah bubarnya harta bersama, kekayaan bersama dibagi dua antara suami dan isteri, tetapi dapat

Demikian atas perhatian Bapak/Ibu dan kerjasama yang baik kami mengucapkan terima kasih. Ketua,

The present study aims to demonstrate the usefulness of GIS to support archive searches and historical studies ( e.g. related to industrial archaeology), in the