• Tidak ada hasil yang ditemukan

Campur Kode pada Penggunaan Bahasa Indonesia dalam Karangan Narasi Siswa Kelas X MA Jabal Nur Cipondoh, Tangerang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Campur Kode pada Penggunaan Bahasa Indonesia dalam Karangan Narasi Siswa Kelas X MA Jabal Nur Cipondoh, Tangerang"

Copied!
152
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh:

Jayanti Puspita Dewi

1110013000029

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

ii

Cipondoh, Tangerang.” Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta. Pembimbing Dr. Nuryani, M.A.

Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan manusia untuk berinteraksi dengan sesamanya. Manusia sangat membutuhkan bahasa sebagai alat untuk menyampaikan pikiran dan ide-idenya dengan maksud ingin mengutarakannya kepada pihak lain. Komunikasi yang dilakukan manusia tidak hanya lewat ucapan namun juga dapat lewat tulisan. Pada saat berkomunikasi, manusia harus memperhatikan bahasa yang digunakan, seperti dalam kegiatan menulis sebuah karangan dalam pembelajaran bahasa Indonesia harus diperhatikan penggunaan bahasanya. Namun, kenyataannya ketika menulis, penulis mencampuradukkan bahasa-bahasa yang mereka kuasai. Masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana wujud dan jenis campur kode dalam karangan narasi siswa kelas X MA Jabal Nur Cipondoh, Tangerang. Tujuan penelitian ini, yaitu untuk mengkaji wujud dan jenis campur kode dalam karangan narasi siswa kelas X MA Jabal Nur Cipondoh, Tangerang.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik tugas dan catat. Teknik penganalisisan data dibuat dengan menggolongkan campur kode tersebut sesuai dengan wujud dan jenis campur kode dari masing-masing karangan siswa. Sumber data dari penelitian ini adalah karangan siswa kelas X MA Jabal Nur Cipondoh, Tangerang berjumlah dua puluh empat karangan.

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan wujud campur kode berupa kata, frasa, klausa, kalimat, singkatan, dan istilah . Sementara itu, untuk jenis campur kode keluar, yakni campur kode bahasa Indonesia dengan bahasa Inggris dan bahasa Arab.

(6)

iii ABSTRACT

Jayanti Puspita Dewi, 1110013000029, 2014, “The Use of Code-Mixing in Writing Bahasa Indonesia Narration Text Class X MA Jabal Nur, Cipondoh, Tangerang.” Indonesia Language and Literature Education Department, Faculty of Tarbiyah and Teacher Training, Syarif Hidayatullah State Islamic University, Jakarta. Advisor Dr. Nuryani, M.A.

Language is a mean of communication used by human being to interact each other. Human really need language in order to express their feeling and ideas to the others. Communication done by human is not only from an oral process, but also from written text. When communicate, human need to understand the language they use, for example in writing a text when in Bahasa Indonesia class the use of the appropriate language become necessary. The problem, in the reality, some writers keep mix the languages they have mastered in their text. The problem that become the focus in this study is the form and kind of code-mixing in class X students’ narration text in MA Jabal Nur, Cipondoh, Tangerang. The purpose of this research is to know the form and kind of code-mixing by the class X students’ narration text in MA Jabal Nur, Cipondoh, Tangerang.

The method of the research is descriptive qualitative. The tecnique use task and writing technique. The analyzing method is made by categorized the code-mixing in students text into their form and kinds. The data source of this study are narration texts of class ten students of MA Jabal Nur Cipondoh, Tangerang, with total 24 texts.

Based on the result of the study found the form of code mixing in words, phrase. Clause, sentences, abbreviation, and technical term. For the kind of code mixing are out code mixing bahasa Indonesia with English and Arabic.

(7)

iv

dengan waktu yang telah direncanakan. Selawat dan salam tercurah kepada

junjungan Nabi Muhammad swa, para keluarga, dan para pengikutnya hingga

akhir zaman.

Skripsi berjudul “Campur Kode pada Penggunaan Bahasa Indonesia dalam

Karangan Narasi Siswa Kelas X MA Jabal Nur Cipondoh, Tangerang”, disusun

untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Jurusan Pendidikan Bahasa dan

Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi, penulis membutuhkan

bimbingan, dukungan, dan doa dari berbagai pihak. Sebagai ungkapan rasa

hormat, penulis sampaikan ucapan terima kasih kepada

1. Dra. Nurlena Rifa’i, M.A., Ph.D. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dra. Mahmudah Fitriyah ZA., M.Pd. Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa

dan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang selalu

memberikan semangat dan saran-saran.

3. Dra. Hindun, M.Pd. Sekretaris Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra

Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang selalu memberikan

saran-saran, semangat dan meluangkan waktunya membantu penulis

selama perkuliahan berlangsung.

4. Dr. Nuryani, M.A. sebagai dosen pembimbing yang telah meluangkan

waktunya untuk memberikan bimbingan, arahan, motivasi, dan saran-saran

saat penyusunan skripsi ini.

5. Teristimewa untuk orangtua penulis, yaitu Bapak Sutiman dan Ibu Linda

yang telah memberikan doa, motivasi, dan mengorbankan segala hal untuk

(8)

v

6. Keluarga besar Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

khususnya kelas A angkatan 2010 yang selalu membantu penulis.

7. Saudara kandung penulis, yaitu Irma Sri Wulan Dari Maya Astuti dan

Rizki Julianti yang selalu memberikan dukungan lahir batin dan doa.

8. Sahabat terbaik Putri Mawardani, Nur Okti, Bella Yunita,yang siaga

memberikan pertolongan lahir batin dan selalu memotivasi penulis.

9. Umi Churin in Nabila yang telah memberikan jalan dalam penelitian dan

membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.

10.Mohamad Syafri yang meluangkan waktunya untuk membantu dan

memberikan saran demi kelancaran penulisan skripsi serta selalu

memberikan semangat selama penulis mengerjakan skripsi ini.

11.Keluarga besar MA Jabal Nur Cipondoh, Tangerang khususnya

siswa-siswi kelas X yang membantu mengumpulkan karangan narasi.

12.Semua orang yang telah berjasa dalam pembuatan skripsi ini yang tidak

bisa disebutkan satu persatu.

Penulis berdoa dan berharap semoga semua pihak yang telah membantu

mendapatkan balasan yang lebih baik dari Allah swt. Demikianlah yang dapat

penulis sampaikan, penulis memohon maaf atas kekurangan yang terdapat

dalam skripsi ini dan penulis menerima kritik dan saran yang membangun

skripsi ini. Semoga kehadiran skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan

pembaca.

Jakarta, 14 Juli 2014

(9)

vi

SURAT PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pembatasan Masalah ... 5

D. Rumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN 8

A. Sosiolingustik ... ... 8

B. Kedwibahasaan ... 10

C. Campur Kode ... 12

D.

Karangan ... ... 19

E.

Karangan Narasi ... .. 21

F.

Penelitian yang Relevan ... ... 23

BAB III METODE PENELITIAN ... 25

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 25

B. Metode Penelitian... 25

C. Subjek Penelitian ... 28

D. Fokus Penelitian ... 28

(10)

vii

F. Teknik Pengumpulan Data ... 29

G. Teknik Analisis Data ... 29

BAB IV PEMBAHASAN ... 31

A. Profil Madrasah ... 31

B. Klasifikasi Wujud dan Jenis Campur Kode ... 34

C. Analisis Data ... 44

BAB V PENUTUP ... 73

A. Simpulan ... 73

B. Saran ... 73

DAFTAR PUSTAKA ... 75

UJI REFERENSI

(11)

viii

Tabel 2 : Wujud dan Jenis Campur Kode pada Karangan Narasi “Kisah 7 Sekawan”

Tabel 3 : Wujud dan Jenis Campur Kode pada Karangan Narasi “My Interesting Holiday

Tabel 4 : Wujud dan Jenis Campur Kode pada Karangan Narasi “Kerinduan yang Mendalam”

Tabel 5 : Wujud dan Jenis Campur Kode pada Karangan Narasi “Sesuatu yang Berbeda Merubah Segalanya”

Tabel 6 : Wujud dan Jenis Campur Kode pada Karangan Narasi “Darah

Keinsyafanku UntukMu”

Tabel 7 : Wujud dan Jenis Campur Kode pada Karangan Narasi “Karena Allah Masih Mencintaiku”

Tabel 8 : Wujud dan Jenis Campur Kode pada Karangan Narasi “Cintaku Tak Dapat Ditebak”

Tabel 9 : Wujud dan Jenis Campur Kode pada Karangan Narasi “Budhe, I

Miss You”

Tabel 10 : Wujud dan Jenis Campur Kode pada Karangan Narasi “Ketika Cinta Bersemi Indah”

Tabel 11 : Wujud dan Jenis Campur Kode pada Karangan Narasi “Dimana Budaya Ku yang Dulu”

(12)

ix

Tabel 13 : Wujud dan Jenis Campur Kode pada Karangan Narasi “Semua untuk Ayah”

Tabel 14 : Wujud dan Jenis Campur Kode pada Karangan Narasi “Syira”

Tabel 15 : Klasifikasi Wujud Campur Kode Karangan Narasi Siswa Kelas X

MA Jabal Nur Cipondoh, Tangerang

Tabel 16 : Klasifikasi Jenis Campur Kode Karangan Narasi Siswa Kelas X

(13)

x

Lampiran 2 : Karangan Narasi Siti Nurinayah “Kerinduan yang Mendalam”

Lampiran 3 : Karangan Narasi Rara K. Azzahru “Darah Keinsyafan Ku”

Lampiran 4 : Karangan Narasi Amalia Indah Sari “Karena Allah Nasih Mencintaiku”

Lampiran 5 : Karangan Narasi Aulia Salam “Cintaku Tak Dapat Ditebak”

Lampiran 6 : Karangan Narasi Fathya Rizqiah “Budhe I Miss You”

Lampiran 7 : Karangan Narasi Pudiawati “Ketika Cinta Bersemi Indah”

Lampiran 8 : Karangan Narasi Ramadhanti Surya Maesa Putri “Dimana Budaya Ku yang Dulu”

Lampiran 9 : Karangan Narasi Dinda Islami “Syira”

Lampiran 10 : Karangan Narasi Iva Nur Afifah “Semua untuk Ayah”

Lampiran 11 : Karangan Narasi Himmatul Ulya “Kisah 7 Sekawan”

Lampiran 12 : Karangan Narasi Nur Fani Fdilah “My Interesting Holiday”

Lampiran 13 : Surat Penelitian

(14)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan manusia untuk

berinteraksi dengan sesamanya. Manusia sangat membutuhkan bahasa sebagai

alat untuk menyampaikan pikiran dan ide-idenya dengan maksud ingin

mengutarakannya kepada pihak lain. Kajian mengenai bahasa menjadi suatu

kajian yang tidak pernah habis untuk dibicarakan. Sebagai alat komunikasi dan

interaksi yang hanya dimiliki oleh manusia, bahasa dapat dikaji secara internal

maupun secara eksternal. Secara internal artinya pengkajian tersebut dilakukan

terhadap unsur internal bahasa saja seperti, struktur fonologis, morfologis,

sintaksis, dan semantiknya saja. Sedangkan kajian secara eksternal berarti kajian

tersebut dilakukan terhadap hal-hal atau faktor-faktor di luar bahasa, tetapi

berkaitan dengan pemakai bahasa itu sendiri, masyarakat tutur ataupun

lingkungannya. Pengkajian bahasa secara eksternal juga mengkaji bagaimana

pembauran berbagai bahasa dalam suatu wilayah dan penguasaan bahasa kedua,

ketiga bahkan selanjutnya oleh penutur atau pengguna bahasa.

Belajar bahasa Indonesia sama dengan belajar sejarah budaya Indonesia.

Selain belajar menggunakan bahasa Indonesia siswa juga belajar berkomunikasi

dengan santun sesuai dengan budaya Indonesia. Melalui pembelajaran bahasa,

secara tidak langsung ditumbuhkan rasa bangga menggunakan bahasa Indonesia

sehingga tumbuh penghargaan akan pentingnya nilai-nilai yang terkandung dalam

bahasa Indonesia.

Pada arus globalisasi seperti sekarang ini tentu saja akan mempengaruhi

seluruh aspek kehidupan. Pengaruh itu akan terlihat pada bidang pendidikan dan

kebudayaan, salah satu yang akan dihadapi dunia pendidikan adalah masalah

identitas bangsa. Kalau kita membicarakan identitas bangsa tentunya kita

(15)

persoalan bahasa. Pengaruh arus globalisasi dapat terlihat dari sikap yang lebih

mengutamakan bahasa asing ketimbang bahasa Indonesia.

Seseorang yang menguasai dua bahasa biasa disebut bilingual (dalam bahasa Indonesia disebut juga dwibahasawan) sedangkan kemampuan untuk

menggunakan dua bahasa disebut bilingualitas (dalam bahasa Indonesia disebut kedwibahasawanan). Sebagai seorang yang terlibat dengan penggunaan dua

bahasa dan juga dengan dua budaya, seorang dwibahasawan tentu tidak terlepas

dari akibat penggunaan dua bahasa. Salah satu akibatnya adalah tumpang tindih

antara dua sistem bahasa yang dipakai atau digunakannya dari unsur bahasa yang

satu ke bahasa yang lain. Ini dapat terjadi karena kurang penguasaan bahasa kedua

oleh penutur atau bahkan karena kebiasaan.

Seperti pada MA (Madrasah Aliyah) Jabal Nur Cipondoh, Tangerang

termasuk dapat dikatakan madrasah yang berada disebuah kota yang mayoritas

penduduknya bersuku Betawi. Namun, ada sebagian bersuku Sunda dan lainnya.

Sekolah tersebut mengharuskan siswanya dalam menggunakan bahasa asing di

dalam asrama dan tidak menutup kemungkinan memberikan dampak pada bahasa

yang digunakan siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia baik secara formal

maupun nonformal baik lisan maupun tulisan. Khususnya pada bahasa tulis untuk

mata pelajaran Bahasa Indonesia dapat memberikan pengaruh pada siswa yang

biasanya menggunakan lebih dari satu bahasa dalam kehidupannya sehari-hari.

Dengan seperti ini siswa telah mengcampur antar bahasa satu dengan bahasa yang

lain, sedangkan kita tahu dalam pembelajaran bahasa Indonesia bahasa yang kita

gunakan, yakni bahasa Indonesia bukan bahasa asing, tetapi tidak hanya bahasa

asing yang memberikan pengaruh dalam pembelajaran bahasa Indonesia di

sekolah. Pada MA Jabal Nur Cipondoh, Tangerang, yang mayoritas siswanya

bersuku Jawa dan ada beberapa suku lainnya penggunaan bahasa daerah mereka

pun dapat berpengaruh dalam pembelajaran bahasa Indonesia.

Latar belakang hidup di dalam masyarakat bilingual atau multilingual

(16)

3

Mereka dapat menggunakan paling tidak bahasa daerahnya (yang biasanya

merupakan bahasa ibu) terlihat jelas dalam paparan di atas seperti era globalisasi

ini pun kemurnian bahasa Indonesia mulai pudar tidak hanya terpengaruh pada

bahasa daerah namun teralihkan juga oleh bahasa asing. Banyak penutur bahasa

Indonesia yang lebih suka menggunakan bahasa asing dalam penulisan untuk

mata pelajaran bahasa Indonesia daripada bahasa bangsanya sendiri yaitu bahasa

Indonesia. Keadaan ini disebabkan oleh banyak motif diantaranya, motif

kegengsian, motif kebebasan dan motif keperluan. Banyak siswa yang

menganggap bahwa dengan menggunakan bahasa asing tingkat kegengsiannya

lebih tinggi, terutama di kalangan siswa masa kini. Mereka menganggap

Fenomena yang terjadi di masyarakat bilingual Indonesia ini karena adanya kontak bahasa antara bahasa Indonesia, bahasa daerah dengan bahasa asing.

Di dalam kontak bahasa ada empat jenis pilihan bahasa, yaitu alih kode,

campur kode, peminjaman kata, dan interferensi. Tapi di sini hanya difokuskan

mengenai masalah campur kode (code mixing). Pada dasarnya campur kode berkaitan dengan situasi sosial penutur. Situasi itu bisa berdasarkan tempat

dimana tuturan itu dituturkan, berdasarkan kesamaan budaya dan berdasarkan

tingkat edukasi penutur.

Pencampuradukan bahasa ini misalnya terjadi dalam karangan siswa.

Karangan merupakan sebuah karya atau karya tulis dari kegiatan seseorang untuk

menyampaikan gagasan atau pengetahuan kepada orang lain melalui tulisan.

Karangan tersebut bisa karangan narasi, deskriptif, persuasif, atau argumentasi.

Biasa dalam sebuah karangan terdapat pencampur kode yang dilakukan siswa

secara tidak sengaja ataupun secara sengaja baik dalam bahasa asing maupun

dalam bahasa daerah. Ini terjadi dikarenakan kurangnya penguasaan bahasa

Indonesia siswa atau karena gengsi serta faktor keterbiasaan.

Pencampuran unsur bahasa ini dapat disebut campur kode (code mixing). Campur kode (code mixing) merupakan penggunaan dua bahasa atau lebih namun yang digunakan hanya serpihan-serpihan kata, karena semakin berbaurnya budaya

(17)

maupun dalam sebuah wacana tulis (Narasi, Cerpen, artikel, dan lain-lain).

Fenomena ini seringdialami sendiri ketika masih ditingkat SMA/MA, baik dalam

kondisi lisan maupun tulisan. Peneliti merasa hal seperti ini masih banyak terjadi

di sekolah-sekolah yang dilakukan siswa. Campur kode terjadi tidak hanya pada

siswa disekolah saja namun dalam wacana, dalam novel, maupun cerpen sering

terjadi campur kode. Di sini peneliti melakukan penelitian dalam lingkungan

siswa di sekolah.

Karena banyaknya campur kode yang terdapat dalam wacana, maka peneliti

melakukan sebuah analisis terhadap “Karangan Narasi” pada siswa SMA/MA.

Peneliti melakukan penelitian pada siswa MA (Madrasah Aliyah) kelas X. Materi

menulis karangan terdapat pada siswa kelas X semester 2. Karangan yang peneliti

teliti yaitu karangan narasi, karangan yang peristiwanya bersifat fiksi dan

bertujuan menceritakan peristiwa yang mengandung konflik. Karena siswa kerap

kali melakukan kesalahan dalam mengarang bahasa Indonesia serta karena

banyaknya campur kode yang terdapat dalam wacana maka peneliti melakukan

sebuah penelitian terhadap karangan narasi dengan judul “CAMPUR KODE

PADA PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA DALAM KARANGAN

NARASI SISWA KELAS X MA (MADRASAH ALIYAH) JABAL NUR

(18)

5

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat diidentifikasi

permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut.

1. Pengaruh arus globalisasi yang lebih mengutamakan bahasa asing ketimbang

bahasa Indonesia terhadap siswa kelas X MA (Madrasah Aliyah) Jabal Nur

Cipondoh, Tangerang;

2. Penggunaan dua bahasa atau lebih memberikan dampak pada bahasa yang

digunakan siswa kelas X MA (Madrasah Aliyah) Jabal Nur Cipondoh,

Tangerang dalam pembelajaran Bahasa Indonesia;

3. Kesukaan menggunakan bahasa asing dan penulisan bahasa Indonesia yang

disebabkan oleh banyak motif pada siswa kelas X MA (Madrasah Aliyah)

Jabal Nur Cipondoh, Tangerang;

4. Kurangnya penguasaan bahasa Indonesia siswa kelas X MA (Madrasah

Aliyah) Jabal Nur Cipondoh, Tangerang;

5. Banyaknya campur kode yang terdapat dalam wacara yang ditulis siswa kelas

X MA (Madrasah Aliyah) Jabal Nur Cipondoh, Tangerang;

6. Ditemukan penggunaan bahasa asing dan daerah dalam karangan siswa kelas

X MA (Madrasah Aliyah) Jabal Nur Cipondoh, Tangerang.

C. Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini akan dibatasi pada masalah-masalah berikut ini.

1. Wujud campur kode dalam karangan narasi berupa cerpen siswa kelas X MA

(Madrasah Aliyah) Jabal Nur Cipondoh, Tangerang;

2. Jenis campur kode dalam karangan narasi berupa cerpen siswa kelas X MA

(19)

D. Rumusan Masalah

Sehubungan dengan pernyataan di atas, peneliti dapat merumuskan pokok

dari permasalahan tersebut. Pokok pemasalahan dalam penelitian ini dapat

dirumuskan sebagai berikut.

1. Bagaimana wujud campur kode dalam karangan narasi yang berupa

cerpensiswa kelas X MA (Madrasah Aliyah) Jabal Nur Cipondoh,

Tangerang?

2. Bagaimana jenis campur kode dalam karangan narasi yang berupa

cerpensiswa kelas X MA (Madrasah Aliyah) Jabal Nur Cipondoh,

Tangerang?

E. Tujuan Penelitian

Dalam melihat rumusan masalah maka tujuan penelitian ini adalah sebagai

berikut.

1. Menganalisis wujud campur kode dalam karangan narasi berupa cerpensiswa

kelas X MA (Madrasah Aliyah) Jabal Nur Cipondoh, Tangerang;

2. Menganalisis jenis campur kode dalam karangan narasi berupa cerpensiswa

kelas X MA (Madrasah Aliyah) Jabal Nur Cipondoh, Tangerang.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak

di bawah ini.

1. Manfaat Teoretis

Secara teoretis, penelitian ini bermanfaat untuk:

a. Peneliti, sebagaimana peneliti memperoleh ilmu baru;

b. Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan ragam bahasa

yang digunakan. Sejalan dengan perkembangan zaman, bahasa selalu

(20)

7

akan memunculkan variasi bahasa. Diharapkan penelitian ini bermanfaat

untuk guru dan mahasiswa lain.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi guru hasil penelitian ini dapat menambah wawasan mengenai hal-hal

yang berkaitan dengan campur kode;

b. Bagi sekolah penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan refleksi dan

memperkaya informasi dalam pembelajaran bahasa Indonesia dalam

mengarang;

c. Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai referensi

penelitian lebih lanjut yang berhubungan dengan campur kode;

d. Hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan dalam penggunaan media

yang tepat dalam pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah untuk

(21)

8

Karangan NarasiSiswa Kelas XMA Jabal Nur Cipondoh, Tangerang.”Dari judul

tersebut sesuai dengan bidang kajiannnya, campur kode merupakan bagian dari

ilmu sosiolinguistik yang mengkaji bahasa dengan melibatkan hubungan antara

bahasa dengan masyarakat. Campur kode merupakan aspek dari saling

ketergantungan bahasa dalam masyarakat multilingual. Untuk lebih jelasnya

mengenai campur kode, penulis akan menjelaskannya.

A. Sosiolinguistik

DEPDIKNAS menyatakan:

Sosiolinguistik adalah ilmu yang interdisipliner. Istilahnya sendiri menunjukkan bahwa ia terdiri atas bidang sosiologi dan linguistik. Dalam istilah linguistik-sosial (sosiolinguistik) kata sosio adalah aspek utama dalam penelitian dan merupakan ciri umum bidang ilmu tersebut, sedangkan linguistik dalam hal itu juga berciri sosial sebab bahasa pun berciri sosial, yaitu bahasa dan strukturnya hanya dapat berkembang dalam masyarakat.1

Sosiolinguistik yang merupakan gabungan dua bidang ilmu seperti yang

dijelaskan di atas merupakan gabungan dari sosiologi dan linguistik. Sosiologi

sendiri adalah cabang ilmu yang mempelajari struktur kemasyarakatannya.

Sosiologi menitikberatkan masyarakat sebagai makhluk sosial yang melibatkan

segala perwujudan alam yang bersifat sosial baik gejala, sifat maupun ciri dari

masyarakatnya. Bicara makhluk sosial yang tidak dapat lepas dari yang namanya

bahasa, yang bahasa sendiri merupakan syarat utama untuk berkomunikasi guna

memperoleh ilmu pengetahuan, sedangkan linguistik adalah ilmu yang melibatkan

dirinya dengan struktur bahasa seperti fonologi, morfologi, sintaksis, dan

1

(22)

9

semantik. Mengkaji sosiolinguistik tidak dapat terlepas dari ilmu linguistik yang

membahas struktur bahasa dan sosiologi yang membahasa konteks sosial.

Appel (dalam Aslinda dan Leni) menyatakan:

Sosiolinguistik memandang bahasa sebagai sistem sosial dan sistem komunikasi serta merupakan bagian dari masyarakat dan kebudayaan tertentu, sedangkan yang dimaksud dengan pemakaian bahasa adalah bentuk interaksi sosial yang terjadi dalam situasi kongkret. Dengan demikian, dalam sosiolinguistik, bahasa tidak dilihat secara internal, tetapi dilihat sebagai sarana interaksi atau komunikasi di dalam masyarakat.2

Chaer dan Leonie menyatakan, sosiolinguistik adalah cabang ilmu linguistik

bersifat interdisipliner dengan ilmu sosiologi, dengan objek penelitian hubungan

antara bahasa dengan faktor-faktor sosial di dalam suatu masyarakat tutur.3Putu Wijaya dan Rohmadi menyatakan, sosiolinguistik sebagai cabang linguistik

memandang atau menempatkan kedudukan bahasa dalam hubungannya dengan

pemakaian bahasa di dalam masyarakat, karena dalam kehidupan bermasyarakat

manusia tidak lagi sebagai individu, akan tetapi sebagai masyarakat sosial.4 Artinya, setiap yang tuturan yang keluar dari mulut manusia dipengaruhi oleh

keadaan sekitar baik situasi maupun kondisinya.

Sementara itu, Nababan menyatakan:

Kita mengetahui arti linggustik, yaitu ilmu yang mempelajari atau membicarakan bahasa, khusunya unsur-unsur bahasa (fonem, morfem, kata, kalimat) dan hubungan antara unsur-unsur itu (struktur), termasuk hakekat dan pembentukan unsur-unsur itu. Unsur sosio- adalah seakar dengan sosial, yaitu yang berhubungan dengan masyarakat, kelompok-kelompok masyarakat, dan fungsi-fungsi kemasyarakatan.5

Namun, Hudson menyatakan bahwa, sosiolinguistik adalah [the study of language in relation to society]6, maksdunya sosiolinguistik merupakan ilmu yang

2

Aslinda dan Leni Syafyahya, Pengantar Sosiolinguistik, (Bandung: PT Reflika Aditama, 2007), h. 6

3

Abdul Chaer dan Leonie Agustina, Sosiolinguistik Perkenalan Awal, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1995), h. 5

4

Dewa Putu Wijana dan Muhammad Rohmadi, Sosiolinguistik Kajian Teori dan Analisis, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), h. 7

5

P.W.J. Nababan, Sociolinguistik Suatu Pengantar, (Jakarta: PT Gramedia, 1993), h. 2

6

(23)

mempelajari dalam hubungannya dengan kehidupan sosial. Berbeda dengan

Hudson, Made Iwan menyatakan, [sociolingustics ias a branch of linguistics that takes language as an object of study, in a way that is usually distinguished from how syntax, semantics, morphology, and phpnology handle it. It is a field that analyzes language as part of social property].7 Maksudnya sosiolinguistik adalah cabang ilmu linguistik yang mengambil bahasa sebagai objek studi. Bidang ilmu

ini menganalisis bahasa sebagai bagian yang properti sosial. Dapat dilihat dari

pemaparan di atas mengenai sosiolinguistikdapat disimpulkan, sosiolinguistik

adalah ilmu yang terbagi dari dua disiplin ilmu linguistik dan ilmu sosiologi.

Linguistik merupakan kajian yang mempelajari struktur bahasa, sedangkan

sosiologi merupakan kajian yang mempelajari ilmu sosial dalam masyarakat.

Penelitian sosiolinguistik sendiri terdiri dari struktur bahasa dan faktor-faktor

sosial. Jadi, sosiolinguistik adalah ilmu yang mempelajari dan membahas aspek

kemasyarakatan bahasa, seperti perbedaan variasi bahasa yang berkaitan dengan

faktor-faktor kemasyarakatan dan dapat dimanfaatkan untuk berkomunikasi dan

berinteraksi dengan masyarakat.

B. Kedwibahasaan

Indonesia memiliki beraneka ragam bahasa daerah disamping bahasa nasional

negara Indonesia, yaitu bahasa Indonesia. Oleh sebab itu, tidak heran setiap orang

menguasai lebih dari satu bahasa dalam berkomunikasi di dalam masyarakat. Hal

yang seperti ini sering kita dengar dengan sebutan dwibahasaan.Menurut Wojowasito, dwibahasaan atau bilingualisme adalah seseorang berbahasa dua atau lebih sejak ia dapat menyatakan diri dalam dua bahasa dan memahami apa yang

dikatakan atau ditulis dalam bahasa-bahasa tersebut.8Haugen (dalam Suwito) menyatakan, kedwibahasaan sebagai tahu dua bahasa (knowledge of two languages). Seseorang dwibahasawan tidak harus menguasai dua bahasa secara

7

Made Iwan Indrawan Jendra, Sociolinguistics: The Study of Societies’ Languages,

(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), h. 9

8

(24)

11

aktif, cukuplah apabila ia mengetahui secara pasif dua bahasa.9Nababan menyatakan, kalau kita melihat orang memakai dua bahasa dalam pergaulannya

dengan orang lain, dia berdwibahasa dalam arti dia melaksanakan kedwibahasaan

yang kita akan sebut bilingualisme. Jadi bilingualisme ialah kebiasaan menggunakan dua bahasa dalam interaksi dengan orang lain.10 Jika kedwibahasaan merupakan biasaan menggunakan dua bahasa atau lebih lain

halnya dengan kemampuan menggunakan dua bahasa atau lebih yang biasa

disebut kedwibahasawanan atau dapat disebut bilingualitas. Chaer dan Leonie mengatakan, untuk dapat menggunakan dua bahasa tentunya seseorang harus

mengguasai kedua bahasa itu. Pertama, bahasa ibunya sendiri atau bahasa

pertamanya (disingkat B1), dan yang kedua adalah bahasa lain yang menjadi

bahasa keduanya (disingkat B2). Orang dapat menggunanakan kedua bahasa itu

disebut orang bilingual (dalam bahasa Indonesia disebut juga dwibahasawan).11 Pemaparan di atas menyebutkan istilah bilingualitas. Bilingualitas adalah tingkat

penguasaan setiap bahasa, dan jenis keterampilan yang dikuasai seperti berbicara,

menyimak, menulis, atau membaca.12

Aslida dan Leni menyatakan:

Kedwibahasaan artinya kemampuan atau kebiasaan yang dimiliki oleh penutur dalam menggunakan bahasa. Banyak aspek yang berhubungan dengan kajian kedwibahasaan, antara lain aspek sosial, individu, pedagogis, dan psikologi. Di sisi lain, kata kedwibahasaan ini mengandung dua konsep, yaitu kemampuan menggunakan dua bahasa atau bilingualitas dan kebiasaan menggunakan dua bahasa atau bilingualism.13

Sementara itu, Lesley and Matthew menyatakan, [bilinguals are often unable to remember which language was used in any particular exchange]14, maksunya seperti bilingual punya kecenderungan untuk tidak mampu mengingat bahasa

yang mereka gunakan saat melakukan pertukaran bahasa. Lain halnya dengan

9

Suwito, Sosiolinguistik Pengantar Awal, ( Surakarta: Henary Offset Solo, 1985), h. 43

10

Nababan, op. Cit., h. 27

11

Abdul Chaer dan Leonie Agustina., op. Cit, h. 112

12

Nababan, op. Cit., h. 6

13

Aslinda dan Leni, op. Cit., h. 8

14

(25)

Pride yang menyatakan, [one should note that a community whose members prossess one ‘mother tongue’ (or pre-school language) and many of whom go on to learn and use another language can be referred to as ‘monolingual’ or ‘bilingual’]15, maksudnya bilingual dapat siasosiasikan dalam kelompok yang salah satu anggotanya menguasai bahasa ibu dan kemudian belajar dan

menggunakan bahasa lain. Para ahli telah memberikan pengertiannya

masing-masing dengan apa yang dimaksud dengan kedwibahasaan. Dapat disimpulkan

yang dimaksud dengan kedwibahasaan, yakni penggunaan dua bahasa atau lebih

dalam melakukan komunikasi dan interaksi dengan dipengaruhi banyak aspek

sosial, seperti individu, pedagogis, dan psikologi.

C. Campur Kode

Manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan interaksi dengan

sesamanya dengan menggunakan bahasa. Setiap negara tidak hanya memiliki satu

bahasa saja karena selain bahasa nasional yang telah ditetapkan suatu negara

pastinya sebuah negara memiliki bahasa lain yang mereka gunakan. Seperti

negara Indonesia yang bahasa nasionalnya adalah bahasa Indonesia namun, tidak

semua masyarakat Indonesia hanya menggunakan bahasa Indonesia saja. Mereka

juga mempunyai bahasa pertama atau bahasa ibu atau bahasa daerah dari

masing-masing daerah yang mereka pergunakan juga untuk berkomunikasi dan

berinteraksi. Selain itu banyaknya budaya di Indonesia mempengaruhi juga

banyaknya bahasa yang digunakan. Sebelum berbicara jauh mengenai apa itu

campur kode, alangkah baiknya menjelaskan apa itu kode.Pateda menyatakan:

seseorang yang melakukan pembicaraan sebenarnya mengirimkan kode-kode kepada lawan bicaranya. Pengkodean ini melalui suatu proses yang terjadi baik pada pembicara, hampa suara, dan pada lawan bicara. Kode-kode itu harus dimengerti oleh kedua belah pihak. Kalau yang sepihak memahami apa yang dikodekan oleh lawan bicaranya, maka ia pasti akan mengambil keputusan dan bertindak sesuai dengan apa yang seharusnya dilakukan.

15

(26)

13

Tindakan itu, misalnya memutuskan pembicaraan atau mengulangi lagi pernyataan.16

Sementara itu, Poedjosoedarmo (dalam Kunjana) mengatakan, kode dapat

didefinisikan sebagai suatu sistem tutur yang penerapan unsur bahasanya

mempunyai ciri khas sesuai dengan latar belakang, penutur, relasi penutur dengan

lawan bicara dan situasi tutur yang ada. Kode biasanya berbentuk variasi bahasa

yang secara nyata dipakai berkomunikasi anggota suatu masyarakat bahasa.17 Menurut Suwito,istilah kodedimaksudkan untuk menyebut salah satu varian di dalam hierarkhi kebahasaan.18Dari pemaparan pengertian mengenai kode, dapat disimpulkan, kode adalah sebuah tanda untuk menandakan sesuatu yang telah

disepakati bersama untuk dapat dipakai berkomunikasi dengan masyarakat

sekitar.

Manusia tidak hanya menguasai satu bahasa saja, mereka dapat menguasai

dua bahasa atau bahkan lebih dari dua bahasa. Kemampuan seseorang dalam

menggunakan dua bahasa atau lebih di sebut multilingual. Suwito menyatakan,

apabila dua bahasa atau lebih dipergunakan secara bergantian oleh penutur yang

sama, maka dapat dikatakan bahwa bahasa-bahasa tersebut dalam keadaan saling kontak. Oleh karena itu, kontak bahasa dapat mengakibatkan terjadinya perubahan bahasa. Perubahannya dapat berupa unsur bahasa satu dengan bahasa lainnya yang

salah satunya perubahan itu adalah campur kode.

Dalam keadaan kedwibahasaan, banyak orang mencampuradukan dua bahasa

atau lebih tanpa ada sesuatu yang menuntut untuk mencampuradukan. Membahas

campur kode, Aslinda dan Leni menyatakan, campur kode terjadi apabila seorang

penutur bahasa, misalnya bahasa Indonesia memasukkan unsur-unsur bahasa

daerahnya ke dalam pembicaraan bahasa Indonesia.19 Nababan menyatakan, suatu keadaan berbahasa lain ialah bilamana orang mencampur dua (atau lebih) bahasa

atau ragam bahasa dalam suatu tindak bahasa (speech act discourse) tanpa ada

16

Mansoer Pateda,Sosiolinguistik, (Bandung: Angkasa, 1987), h. 83

17

Kunjana Rahardi, Kajian Sosiolinguistik, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), h. 25.

18

Suwito, op. Cit., h. 67

19

(27)

sesuatu dalam situasi berbahasa itu yang menuntut pencampuran bahasa itu.

Dalam keadaan demikian, hanya kesantaian penutur dan/atau kebiasaannya yang

dituruti. Tindak bahasa yang demikian kita sebut campur kode.20 Campur kode sering sekali terjadi dalam keadaan informal atau dalam keadaan santai, seperti

bincang-bincang bahasa Indonesia dan bahasa daerah. Campur kode jarang terjadi

dalam keadaan formal, kalaupun terjadi itu karena tidak ada ungkapan atau kata

yang dapat digunakan dalam bahasa yang dipakai. Dalam kalangan terpelajar,

biasanya campur kode terjadi antara bahasa Indonesia dengan bahasa asing

(Inggris atau Belanda atau yang lainnya). Campur kode juga terjadi lantara

biasanya hanya karena sifat kegengsiannya yang tinggi sehingga berkeinginan

memamerkan kemampuannya.

Subyakto (dalam Sarwiji) mengatakan, campur kode ialah penggunaan dua

bahasa atau lebih atau ragam bahasa secara santai antara orang-orang yang kita

kenal dengan akrab. Dalam situasi berbahasa yang informal ini, kita dapat dengan

bebas mencampur kode (bahasa atau ragam bahasa) kita; khususnya apabila ada

istilah-istilah yang tidak dapat diungkapkan dalam bahasa lain.21 Sementara itu, lain halnya dengan apa yang dinyatakan Bell (dalam Arsil), [„language mixture’

far from making communication for bilinguals with substantially shared repertoires more difficult, actually facilitates it]22, maksudnya campur bahasa tidaklah membuat komunikasi yang pada dasarnya saling berbagi informasi lebih

sulit, pada dasarnya hal itu memudahkan komunikasi. Namun, Suwito (dalam

Wijana) menyatakan, campur kode adalah suatu keadaan berbahasa bilamana

orang mencampur dua atau lebih bahasa dengan saling memasukkan unsur-unsur

bahasa yang satu ke dalam bahasa yang lain, unsur-unsur yang menyisip tersebut

tidak lagi mempunyai fungsi sendiri. pada unsur tersebut dapat disisipi kata, kata

ulang, kelompok kata, idiom maupun klausa.23 Sementara itu, Suwito menyatakan di dalam campur kode ciri-ciri ketergantungan ditandai oleh adanya hubungan

20

Nababan, op. Cit., h. 32

21

Sarwiji Suwandi, Serbalinguistik Mengupas Pelbagai Praktik Bahasa, (Surakarta: UNS Press, 2008), h. 87

22

Arsil Marjohan, An Introdution to Sociolingustics, (Jakarta: Depdikbud, 1988), h. 51`

23

(28)

15

timbal balik antara peranan dan fungsi kebahasaan. Peranan maksudnya siapa

yang menggunakan bahasa itu; sedangkan fungsi kebahasaan berarti apa yang hendak dicapai oleh penutur dengan tuturannya.24 Seseorang bercampur kode harus dilihat dulu siapakah dia, seperti latar belakang sosial, tingkat pendidikan,

rasa keagamaan dan sebagainya. Fungsi kebahasaan mempengaruhi sejauh mana

seseorang bercampur kode. Seseorang yang mempunyai kemampuan dalam

berbahasa lebih dari satu bahasa akan mempunyai kesempatan yang lebih besar

dalam melakukan campur kode. Namun, tidak semua orang yang menguasai lebih

dari satu bahasa dapat bercampur kode karena dilihat juga dari apa yang hendak

dicapai oleh seorang penutur. Menurut Suwito:

Dalam kondisi yang maksimal campur kode merupakan konvergensi kebahasaan (lingustic convergence) yang unsur-unsurnya berasal dari beberapa bahasa yang masing-masing telah menanggalkan fungsinya dan mendukung fungsi bahasa yang disisipinya. Unsur-unsur demikian dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu yang bersumber dari bahasa asli dengan variasi-variasinya (campur kode ke dalam) dan bersumber dari bahasa asing (campur kode ke luar).25

Seorang penutur menggunakan bahasa Indonesia yang disisipi dengan bahasa

daerah seperti bahasa Jawa disebut campur kode ke dalam. Hal ini dapat dikatakan

bahwa seorang penutur adalah orang yang cukup kuat rasa kedaerahannya.

Peristiwa semacam ini dapat dikatakan bahasa Indonesia yang kedaerah-daerahan.

Sementara itu, seorang penutur yang berbicara bahasa Indonesia yang disisipi

bahasa asing disebut campur kode ke luar. Campur kode dengan penyisipan

bahasa asing dapat menunjukkan bahwa penutur adalah orang yang berpendidikan

tinggi. Latar belakang terjadinya campur kode pada dasarnya dapat dikategorikan

menjadi dua tipe yaitu, tipe yang berlatar belakang pada sikap (attitudinal type) dan tipe yang berlatar belakang kebahasaan (linguistic type).26 Tipe latar belakang sikap maksudnya sikap seorang penutur ketika berbicara dengan situasi yang

pendengarnya memiliki kemampuan bahasa yang lebih. Sementara itu, tipe latar

belakang kebahasaan maksudnya seseorang yang melakukan campur kode karena

24

Suwito, op. Cit., h. 75

25

Suwito, op. Cit., h. 75-76

26

(29)

faktor memiliki kemampuan dua bahasa atau lebih yang sangat baik. Dari banyak

pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa, campur kode adalah penggunaan

dua bahasa atau lebih dalam sebuah percakapan maupun dalam wacana yang

dilakukan hanya sebatas serpihan-serpihan kata. Berikut penjelasan mengenai

beberapa wujud campur kode berupa kata, frasa, dan klausa, kalimat, singkatan,

dan istilah:

1. Kata

Dalam kajian morfologi, kata adalah satuan terbesar yang bermakna.27 Sementara, dalam sintaksis, kata adalah satuan terkecil, yaitu dalam

hubungannya dengan unsur-unsur pembentuk satuan sintaksis yang lebih besar, yaitu frase, klausa, dan kalimat. Sebagai satuan terkecil dalam sintaksis, kata berperan sebagai pengisi fungsi sintaksis, sebagai penanda kategori sintaksis, dan sebagai perangkai dalam penyatuan satuan-satuan atau bagian-bagian dari satuan sintaksis.28

Chaer menyatakan, sebagai satuan terkecil dalam sintaksis kata, khususnyayang

termasuk kelas terbuka (nomina, verba, dan ajektifa) dapat mengisi fungsi-fungsi

sintaksis. Sedangkan kata-kata dari kelas tertutup (numeralia, preposisi, dan

konjungsi).29 Kata nomina contohnya seperti meja, kursi, kuda, dan lain sebagainya. Sedangkan, kata kerja seperti tidur, makan, nyapu, nyuci, dan lain

sebagainya. Kata sifat seperti cantik, baik, sabar, dan lain sebagainya. Kata

keterangan contohnya kemarin, hari ini, lusa, dan lain-lain. Selanjutnya kata

bilangan seperti satu, seribu, ketiga, dan lain-lain. Berbeda dengan Chaer, Hasan

Alwi, dkk menyatakan:

Dalam bahasa Indonesia kita memiliki empat kategori sintaksis utama verba atau kata kerja, nomina atau kata kerja, adjektiva atau kata sifat, adverbia atau kata keterangan. Disamping itu, ada satu kelompok lain yang dinamakan kata tugas yang terdiri atas beberapa subkelompok yang lebih kecil, misalnya preposisi atau kata depan, konjungtor atau kata sambung, dan partikel.30

27

Masnur Muslich, Tata Bentuk Bahasa Indonesia: Kajian ke Arah Tatabahasa Deskritif, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h. 5

28

Abdul Chaer, Linguistik Umum, ( Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2007), h. 219

29

Abdul Chaer, Sintaksis Bahasa Indonesia (Pendekatan Proses), (Jakarta: PT. Rineka

Cipta, 2009), h. 38

30

(30)

17

2. Frasa

Frasa atau frase lazim didefinisikan sebagai satuan gramatikal yang

berupa gabungan kata yang bersifat nonpredikatif, atau lazim juga disebut

gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat.31 Ramlan (dalam Sukini) menyatakan, frasa adalah satuan gramatik yang terdiri

atas dua kata atau lebih yang tidak melampaui batas fungsi unsur klausa.

Maksudnya gabungan dua kata atau lebih tidak melampaui fungsi S (subjek),

atau fungsi P (predikat).32 Berdasarkan kelas katanya frasa terbagi menjadi: a. Frasa nominal

Frasa nominal adalah frasa yang memiliki distribusi yang sama

dengan nomina/kata benda kesamaan distribusi itu terlihat dengan jelas

dari jajarannya.33 Contohnya, pabrik kopi, buku tulis, jilbab bermotif, dan lain sebagainya.

b. Frasa Verba

Frasa verba adalah frasa yang memiliki distribusi yang sama dengan

verba.34 Contohnya, sedang menari, sudah datang, berdiri lagi, dan sebgainya.

c. Frasa adjektival

Frasa adjektival adalah frasa yang memiliki distribusi yang sama

dengan adjektif.35 Contohnya, sangat malas, hitam manis, senang gembira, dan sebagainya.

d. Frasa adverbia

Frasa adverbia adalah rasa yang distribusinya sama dengan kata

keterangan. Biasanya inti frasa keterangan juga berupa kata keterangan

dan dalam kalimat sering menduduki fungsi sebagai keterangan.36

31

Abdul Chaer, op. Cit., h. 222

32

Sukini, Sintaksis: Sebuah Panduan Praktis, (Surakarta: Yuma Pustaka, 2010), h. 20

33

Ibid., h. 30

34

Ibid.

35

Ibid., h. 31

36

Joni Endratmo, Definisi dan Jenis-Jenis Frasa, pada

(31)

e. Frasa numeral

Frasa numeral adalah frasa yang memiliki distribusi yang sama

dengan kata bilangan.37 Contohnya, dua ribu, tujuh lapis, lima piring, dan sebagainya.

f. Frasa preposisional

Frasa preposisional adalah frasa yang terdiri atas kata depan sebagai

perangkai, diikuti oleh kata atau frasa sebagai

aksis/sumbunya.38Contohnya, di dalam rumah, kepada masyarakat, dan sebaginya.

3. Klausa

Klausa adalah tataran sintaksis yang berada di atas frasa dan di bawah

kalimat. Chaermenyatakan:

Klausa adalah satuan sintaksis berupa runtunan kata-kata berkontruksi predikatif. Artinya, di dalam kontruksi itu ada komponen, berupa kata atau frase, yang berfungsi sebagai predikat; dan yang lainnya sebagai subjek, sebagai objek, dan sebagai keterangan. Selain fungsi predikat yang harus ada dalam kontruksi klausa ini, fungsi subjek boleh dikatakan wajib, sedangkan yang lainnya tidak wajib.39

Sebagai contohnya meja makan dan adik makan dapat kita bandingkan. Meja makan bukanlah sebuah klausa karena kata meja dan kata makan tidak bersifat predikatif. Sedangkan adik makan adalah sebuah klausa karena kata

adik dan kata makan terdapat sifat predikatif. Adik adalah pengisi subjek dan

makan adalah pengisi predikat.

4. Kalimat

Sukini menyatakan, kalimat adalah kontruksi sintaksis yang berupa

klausa, dapat berdiri sendiri atau bebas, dan mempunyai pola intonasi final.40 Namun, Alwi: kridalaksana (dalam Ida Bagus) menyatakan, dalam wujud

37

Ibid.

38

Ibid., h. 32

39

Abdul Chaer, op. Cit., Linguistik Umum, h. 231

40

(32)

19

tulisan, kalimat dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik,

tanda tanya, atau tanda seru.41

5. Singkatan

Ramlan dan Mahmudah menyatakan, singkatan ialah kependekan yang

berupa huruf atau gabungan huruf baik dilafalkan huruf demi huruf seperti

DPR, LSM maupun yang tidak seperti dll. dan dsb.42 Semenatara itu, Niknik menyatakan, singkatan adalah bentuk singkat yang terdiri atas satu huruf atau

lebih.43

6. Istilah

Dalam kamus Linguistik Kridalaksana, istilah adalah kata atau gabungan

kata yang dengan cermat mengungkapkan konsep, proses, keadaan, atau sifat

yang khas dalam bidang tertentu.44

D. Karangan

Menulis adalah salah satu kegiatan pembelajaran di sekolah. Contoh dari

kegiatan menulis di sekolah adalah menulis sebuah karangan. Dalam Kamus

Besar Bahasa Indonesia (KBBI), karangan merupakan 1. hasil mengarang; cerita;

buah pena; 2. Ciptaan; gubahan (lagu, musik, nyayian); 3. Cerita mengada-ada

(yang dibuat-buat); 4. Hasil rangkaian (susunan) – bunga.45Finoza menyatakan, karangan adalah penjabaran suatu gagasan secara resmi dan teratur tentang suatu

topik atau pokok bahasan. Mengarang sendiri adalah perkerjaan merangkai atau

menyusun kata, frasa, kalimat, dan alinea yang dipadukan dengan topik dan tema

41

Ida Bagus Putrayasa, Analisis Kalimat: Fungsi, Kategori, dan Peran, (Bandung: Refika Aditama, 2007), h. 20

42

Ramlan dan Mahmudah, Disiplin Berbahasa Indonesia, (Jakarta: FITK PRESS, 2010), h. 35

43

Niknik M. Kuntarto, Cermat dalam Berbahasa Teliti dalam Berfikir: Panduan Pembelajaran Bahasa Indonesia sebagai Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian Berbasis Kompetensi di Perguruan Tinggi, (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2011), h. 76

44

Harimurti Kridalaksana, Kamus Linguistik Edisi Keempat, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 97

45

(33)

tertentu untuk memperoleh hasil akhir berupa karangan.46 Berdasarkan cara penyajian pokok bahasannya, tipe karangan ada lima, yaitu

1. Karangan deskripsi (pelukisan)

Deskripsi merupakan bentuk tulisan yang berusaha memberi perincian

dari objek yang sedang dibicarakan.47 Seorang guru anatomi menerangkan bagian-bagian tubuh manusia kepada murid-muridnya sehingga dalam benak

muridnya bagian tubuh iti divisualisasikan seperti keadaan yang sebenarnya

adalah salah satu contoh deskripsi.48 2. Karangan narasi (pengisahan)

Karangan narasi adalah karangan yang menceritakan satu atau beberapa

kejadian dan bagaimana berlangsungnya peristiwa-peristiwa tersebut.

Rangkaian kejadian atau peristiwa ini biasanya disusun menurut urutan waktu

(secara kronologis).49

3. Karangan eksposisi (pemaparan)

Karangan eksposisi merupakan wahana yang bertujuan untuk memberi

tahu, mengupas, menguraikan, atau menerangkan sesuatu. Dalam karangan

eksposisi, masalah yang dikomunikasikan terutama adalah pemberitahuan

atau informasi. Informasi seperti ini dapat kita baca sehari-hari di dalam

media massa, berita di expose atau dipaparkan kepada pembaca dengan tujuan memperluas pandangan atau pengetahuan pembaca.50

4. Karangan argumentasi (pembahasan)

Menulis argumentasi berarti mengemukakan masalah dengan mengambil

sikap yang pasti untuk mengungkapkan segala persoalan dengan segala

kesungguhan intelektualnya, bukan sekadar mana suka atau pendekatan

emosional.51

46

Lamuddin Finoza, Komposisi Bahasa Indonesia: Untuk Mahasiswa Nonjurusan Bahasa, (Jakarta: Diksi Insan Mulia, 2001), h. 189

47

Minto Rahayu, Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi: Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian, (Jakarta: PT Grasindo, 2007), h. 158

48

Lamuddin Finoza, op. Cit., h. 192

49

Djoko Widagdho, Bahasa Indonesia: Pengantar Kemahiran Berbahasa di Perguruan Tinggi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1994), h. 106

50

Lamuddin Finoza, op. Cit., h. 197

51

(34)

21

5. Karangan persuasi

Karangan persuasi adalah karangan yang bertujuan membuat pembaca

percaya, yakin, terbujuk akan hal-hal yang dikomunikasikan yang mungkin

berupa fakta, suatu pendirian umum, suatu pendapat/gagasan ataupun

perasaan seseorang. Dalam karangan persuasi, fakta-fakta yang relevan dan

jelas harus diuraikan sedemikian rupa, sehingga kesimpulannya dapat

diterima secara meyakinkan.52

Dapat disimpulkan, karangan adalah hasil (tulisan) dalam bentuk cerita, baik

cerita fiksi maupun nonfiksi. Karangan terbagi menjadi lima jenis, yaitu karangan

deskripsi, karangan narasi, karangan eksposisi, karangan argumentasi, dan

karangan persuasi.

E. Karangan Narasi

Narasi (dalam KBBI), 1. Pengisahan suatu kisah atau kejadian; 2. Sas cerita

atau deskripsi suatu kejadian atau peristiwa; kisahan; 3. Tema suatu karya seni; --

menyajikan sebuah kejadian yang disusun berdasarkan urutan waktu.53 Sementara itu, Atarmenyatakan, narasi merupakan bentuk percakapan atau tulisan

yang bertujuan menyampaikan atau menceritakan rangkaian peristiwa atau

pengalaman manusia berdasarkan perkembangan dari waktu ke waktu.54 Namun, Keraf menyatakan, narasi merupakan suatu bentuk wacana yang berusaha

mengisahkan suatu kejadian atau peristiwa sehingga tampak seolah-olah pembaca

melihat atau mengalami sendiri peristiwa itu.55Isi karangan narasi boleh tentang fakta yang benar-benar terjadi boleh juga tentang sesuatu yang khayali.

Otobiografi atau boigrafi seorang tokoh terkenal sering dapat digolongkan dalam

jenis karangan narasi, dan karangan ini benar-benar nyata atau berdasarkan

sejarah yang tidak dibuat-buat. Tetapi cerpen, novel, hikayat, drama dongeng

seringkali hanyalah hasil kreasi daya khayal seorang pengarang, yang sebenarnya

52

Lamuddin Finoza, op. Cit., h. 200

53

DEPDIKNAS, Op. Cit., 952

54

Atar, op. Cit., h. 30

55

(35)

cerita itu sendiri tak pernah terjadi. Namun, karangan ini juga termasuk dalam

jenis karangan narasi.56Narasi mempunyai ciri penanda sebagai berikut:

1. Berupa cerita tentang peristiwa atau pengalaman manusia;

2. Kejadian atau peristiwa yang disampaikan dapat berupa peristiwa atau

kejadian yang benar-benar terjadi, dapat berupa semata-mata imajinasi, atau

gabungan keduanya;

3. Berdasarkan konflik. Karena tanpa konflik narasi tidak menarik;

4. Memiliki nilai estetika karena isi dan cara penyampaiannya bersifat sastra,

khususnya narasi yang berbentuk fiksi;

5. Menekankan susunan kronologis;

6. Biasanya memiliki dialog.57

Narasi terbagi menjadi dua, yaitu:

1. Narasi ekspositoris

Narasi menyampaikan informasi mengenai berlangsungnya suatu

peristiwa. Narasi ekspositoris mempersoalkan tahap-tahap kejadian,

rangkaian-rangkaian perbuatan kepada para pembaca atau pendengar. Narasi

ekspositoris yang bersifat generalisasi adalah narasi yang menyampaikan suatu proses umum, yang dapat dilakukan siapa saja, dan dapat dilakukan

secara berulang-ulang, seperti contoh wacana naratif yang menceritakan

bagaimana seseorang menyiapkan nasi goreng. Narasi yang bersifat khusus

adalah narasi yang berusaha menceritakan suatu peristiwa yang khas yang

hanya terjadi satu kali seperti, cerita masuk perguruan tinggi.58 2. Narasi sugestif

Narasi sugestif merupakan suatu rangkaian peristiwa yang disajikan

sekian macam sehingga merangsang daya khayal para pembaca. Sebuah

novel, roman, dan cerpen sudah mengandung semua ciri narasi sugestif.59

56

Djoko Widagdho, op. Cit., h. 106-107

57

Atar, op. Cit., h. 32

58

Gorys Keraf, op. Cit., h. 136-137

59

(36)

23

Dapat disimpulkan bahwa,karangan narasi adalah sebuah karangan atau

tulisan yang bertujuan untuk menyampaikan cerita berdasarkan urutan waktu yang

didalamnya terdapat sebuah peristiwa.

F. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan adalah penelitian yang hampir sama dengan

penelitian yang pernah kita buat. Penelitian yang relevan yang berkaitan dengan

skripsi ini adalah:

1. Penelitian mengenai campur kode telah dilakukan oleh beberapa mahasiswi.

Pertama penelitian yang telah dilakukan oleh Izah Azizah mahasiswa

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni,

Universitas Negeri Jakarta dengan judul “Campur Kode pada Penggunaan

Bahasa Indonesia dalam Acara Bukan Empat Mata dan Implikasinya pada Pembelajaran Berbicara siswa kelas IX SMPN”. Skripsi yang menganalisis peristiwa campur kode dalam Acara Bukan Empat Mata menguraikan bahwa

ketika berbincang pembawa acara menggunakan berbagai macam bahasa

sehingga suasana terlihat segar dan tidak monoton, itu terlihat dari adanya

peristiwa campur kode bahasa asing dan bahasa daerah. Persamaan dengan

skripsi ini, yaitu sama-sama menganalisi campur kode. Namun, perbedaannya

yaitu Azizah menganalisis campur kode dalam Acara Bukan Empat Mata

sementara dalam skripsi ini menganalisis campur kode dalam karangan

narasi siswa.60

2. Masih dalam ranah campur kode yang dilakukan oleh Nuzlya Rahmadhany

Gintings mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas

Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Jakarta. Penelitian ini merupakan sebuah

penelitian untuk skripsi yang berjudul “Bentuk dan Makna Campur Kode

Bahasa Inggris Politikus Di dalam Majalah Tempo.” Skripsi yang menganalisis campur kode bahasa Inggris politikus dalam Majalah Tempo

60

(37)

menguraikan bahwa campur kode bahasa Inggris yang dilakukan politikus

sebagai narasumber memiliki makna yang bervariasi. Makna yang terkandung

dalam campur kode bahasa Inggris tersebut ada yang bermakna konseptual,

konotatif, stilistik, afektif, reflektif, kolokatof, dan tematik. Namun, makna

campur kode bahasa Inggris yang paling dominan adalah makna konseptual.

Persamaan dengan skripsi ini adalah sama-sama menganalisis campur kode

dalam sebuah tulisan. namun, perbedaannya adalah Nuzlya dalah sebuah

Majalah Tempo sedangkan skripsi ini dalam sebuah karangan narasi.61

3. Dilakukan oleh Retno Setyorini. Mahasiswa Pendidikan Banahasa dan Sastra

Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Jakarta. Penelitian

ini merupakan sebuah skripsi tahun 2008 dengan judul “Alih Kode dan Campur Kode pada Cerita Bersambung Di Tabloid Nova.” Skripsi yang menganalisis alih mode dan campur kode pada cerita bersambung di Tabloid

Nova menguraikan bahwa hasil penelitian mengenai alih kode dan campur

kode pada cerita bersambung di Tabloid Nova ini dapat dapat diimplikasikan

kepada penulis cerita atau siapapun yang akan membuat sebuah narasi atau

cerita yang di dalamnya terdapat bentuk-bentuk alih kode dan campur kode,

agar memperhatikan penggunaan kata-kata asing, kata-kata dari bahasa

daerah, maupun kata-kata dari bahasa sehari-hari, sesuai dengan keperluan

dengan tetap memperhatikan bahwa tidak semua pembaca mempunyai tingkat

pendidikan dan penguasaan yang sama, agar tidak menimbulkan ambiguitas

dan salah paham. Persamaan dengan skripsi ini adalah sama-sama

menganalisis sebuah cerita atau karangan narasi. Namun, perbedaannya

adalah Retno juga menganalisis alih kode sedangkan skripsi ini hanya campur

kode saja.62

61

Nuzlya Ramadhany Gintings, Bentuk dan Makna Campur Kode Bahasa Inggris Politikus Di dalam Majalah Tempo, (Skripsi S1 Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Jakarta, 2008), h. 109

62

(38)

25

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Dalam bab ini akan diuraikan tempat dan waktu penelitian, metode penelitian,

subjek penelitian, fokus penelitian, instrumen penelitian, teknik pengumpulan

data, dan teknik analisis data.

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di MA Jabal Nur Cipondoh, Tangerang. Waktu

penelitian dilakasanakan semester genap tahun pelajaran 2013/2014.

B. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskripsi dengan teknik analisis

data yang menggunakan metode observasi dan metode dokumentasi.

1. Metode

Husaini dan Purnomo menyatakan:

Metode ialah suatu prosedur atau cara untuk mengetahui sesuatu yang mempunyai langkah-langkah sistematik. Sedangkan metodelogi ialah suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan-peraturan suatu metode. Jadi, metode penelitian ialah suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan-peraturan yang terdapat dalam penelitian. Ditinjau dari filsafat, metodelogi penelitian merupakan epistemologi penelitian. Yaitu yang menyangkut bagaimana kita mengadakan penelitian.1

Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan, metode adalah suatu cara yang

digunakan untuk mencapai tujuan belajar mengajar sesuai dengan yang

dikehendaki. Metode penelitian adalah pengkajian dalam mempelajari peraturan

dalam penelitian.

1

(39)

2. Penelitian Kualitatif

Nuraida dan Halid Alkaf mengatakan, penelitian kualitatif adalah prosedur

penelitian yang bertujuan meneliti suatu masalah dengan cara merumuskan

permasalahan lalu meneliti dengan cara mendalam, yaitu pengamatan, pencatatan,

wawancara, dan terlibat dalam proses penelitian guna menemukan penjelasan

berupa pola-pola, deskripsi, dan menyusun indikator.2 Sementara itu, S. Margono menyatakan:

Penelitian kualitatif perhatian lebih banyak ditujukan pada pembentukan teori substantif berdasarkan dari konsep-konsep yang timbul dari data empiris. Dalam penelitian kualitatif, penelitian merasa “ tidak tahu mengenal apa yang tidak diketahuinya”, sehingga desain penelitian yang dikembangkan selalu merupakan kemungkinan yang terbuka akan berbagai perubahan yang diperlukan dan lentur terhadap kondisi yang ada di lapangan pengamatannya.3

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan langkah-langkah metode analisis

data model mengalir (Miles dan Huberman, 1992: 15), menggunakan teknik

pengumpulan data observasi dan dokumentasi. Metode analisis data model

mengalir (Miles dan Huberman, 1992: 15) yaitu, 1. Pengumpulan data, 2. Reduksi

data, 3. Penyajian data, 4. Penarikan kesimpulan.4 S. Nasution mengatakan:

Observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan. Para ilmuwan hanya dapat bekerja berdasarkan data, yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang diperoleh melalui observasi. Data itu dikumpulkan dengan berbagai alat, diantaranya alat yang canggih, sehingga dapat diobservasi benda yang sekecil-kecilnya atau yang sejauh-jauhnya di jagat raya. Namun, betapapun canggihnya alat yang digunakan, tujuannya hanya satu, yakni mengumpulkan data melalui observasi.5

Observasi dilakukan dengan pengamatan langsung ke lapangan dan peneliti

terlibat langsung dalam proses penelitian dalam sehari-hari. Sementara itu,

2

Nuraida dan Halid Alkaf, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Ciputat: Islamic Research, 2009), h. 35

3

S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), h. 35

4

Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Pedoman Penulisan Skripsi, ( Jakarta: Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013), h. 70-71

5

(40)

27

Husaini dan Purnomo mengatakan, observasi ialah pengamatan dan pencatatan

yang sistematis terhadap gejala-gejala yang diteliti.6 Sugiyono mengatakan, dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.7 Dokumen terdiri dari beberapa macam seperti, dokumen tulis, gambar, dan juga dokumen suara.

Dokumen tulis itu sendiri seperti, cerita, baik cerita pribadi maupun cerita sejarah.

Dokumen yang peneliti ambil, yaitu dokumen pribadi. Dokumen pribadi adalah

catatan atau karangan seseorang secara tertulis tentang tindakan, pengalaman, dan

kepercayaan.8 Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan, penelitian kualitatif ialah penelitian yang dilakukan dengan cara mencari permasalahan, merumuskan,

dan lalu diteliti secara mendalam. Dalam penelitian kualitatif data yang diperoleh

dengan observasi, yaitu metode yang peneliti terjun langsung ke lapangan dengan

melakukan pengamatan. Metode dokumentasi, yaitu metode dengan

mengumpulkan catatan peristiwa seperti cerita dalam sebuah tulisan. penelitain

skripsi memfokuskan pada campur kode karangan narasi berupa cerpen siswa

kelas X MA (Madrasah Aliyah) Jabal Nur Cipondo, Tangerang.

Penelitian yang digunakan penelitian kualitatif deskriptif teknik analisis data.

Deskriptif itu sendiri seperti data yang dikummpulkan adalah berupa kata-kata,

gambar, dan bukan angka-angka. Hal itu disebabkan oleh adanya penerapan

metode kualitatif. Data tersebut mungkin berasal dari naskah wawancara, catatan

lapangan, dokumen pribadi, domen resmi lainnya. Pada penulisan laporan yang

demikian, peneliti menganalisis data yang sangat kaya tersebut dan sejauh

mungkin dalam bentuk aslinya.9 Penelitian ini berpusat pada penggunaan bahasa pada karangan narasi siswa berupa cerpan. Penelitian ini sebelumnya melakukan

observasi sekolah dan keadaan lingkuan sekitar dan menggunakan metode

dokumentasi hasil karangan narasi siswa berupa cerpen.

6

Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, op. Cit., h. 52-55

7

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2013), h. 329

8

Lexy J. Moleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif: Edisi Revisi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), h. 217

9

(41)

C. Subjek Penelitian

Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah siswa kelas X MA Jabal Nur

Cipondoh, Tangerang. Adapun jumlah siswa kelas X MA (Madrasah Aliyah)

Jabal Nur Cipondoh, Tangerang sebanyak 24 siswa.

D. Fokus Penelitian

Fokus penelitian ini adalah campur kode yang meliputi wujud dan jenis

campur kodeyang terdapat pada hasil karangan narasi siswa berupa cerpen kelas X

MA (Madrasah Aliyah) Jabal Nur Cipondoh, Tangerang.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah peneliti sendiri karena dalam penelitian ini

penulis mengerjakan penelitian dengan teknik observasi dan dokumentasi serta

[image:41.595.108.520.226.574.2]

dibantu dengan tabel kerja.

Gambar tabel kerja

Klasifikasi Wujud dan Jenis Campur Kode Per-Karangan

No Data Wujud Campur Kode Jenis Campur Kode

Klasifikasi Wujud Campur Kode Karangan Narasi Siswa Kelas X MA (Madrasah Aliyah)Jabal Nur Cipondoh, Tangerang

No Data Wujud Campur Kode

(42)

29

Klasifikasi Jenis Campur Kode Karangan Narasi Siswa Kelas X MA (Madrasah Aliyah)Jabal Nur Cipondoh, Tangerang

No Data Jenis Campur Kode Keluar

Bahasa Inggris Bahasa Arab

F. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:

1. Meminta siswa untuk membuat karangan narasi;

2. Membaca secara intensif, membaca secara berulang-ulang karangan narasi

siswa. Membaca secara kritis, menemukan bagian-bagian yang menunjukkan

campur kode. Bagian-bagian tersebut ditandai atau digaris bawahi;

3. Memasukkan semua data yang relevan, bagian-bagian di dalam karangan

narasi yang menunjukkan gejala campur kode (yang sudah ditandai)

dikumpulkan;

4. Mengidentifikasi data, data yang diidentifikasi yaitu daftar peristiwa campur

kode berdasarkan kata, frasa, klausa, kalimat, singkatan dan istilah.

G. Teknik Analisis Data

1) Pengumpulan data, pengumpulan data, peneliti membuat catatan data yang

dikumpulkan melalui observasi, wawancara, studi dokumentasi yang

merupakan catatan lapangan yang terkait dengan pertanyaan dan atau tujuan

penelitian

2) Mereduksi data, membaca ulang keseluruhan cerita, memilih bagian yang

memperlihatkan gejala campur kode pada karangan narasi, yaitu tampak pada

kutipan langsung di dalam teks, lalu memasukkannya ke dalam tabel kerja.

(43)

3) Penyajian data, penyajian data, setelah melalui reduksi data, langkah

selanjutnya dalam analisis data adalah penyajian data atau sekumpulan

informasi yang memungkinkan peneliti melakukan penarikan kesimpulan;

4) Menarik kesimpulan/verifikasi tentang hasil analisis, yaitu terdiri atas

(44)

31

BAB IV PEMBAHASAN

A. Profil Pondok Pesantren Modern Terpadu Jabal Nur I. Sejarah Singkat Madrasah

Pondok Pesantren Modern Terpadu Jabal Nur berada di bawah

naungan Yayasan Jam‟iyah Nahdiyah Lilummah (JN Universal) berawal

dari hasil pemikiran tentang bagaimana membantu dan memberikan

kesempatan kepada para yatim dan duafa khususnya lulusan SD/MI untuk

dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Maka untuk

ide tersebut pada bulan Maret 2006 tepatnya pada tanggal 15 Maret 2006

didirikan Pondok Pesantren yang pada mulanya bernama “Pondok

Pesantren Keterampilan Yatim Jabal Nur”.

Pada perkembangan berikutnya nama tersebut dianggap kurang tepat

sehingga diubah menjadi Pondok Pesantren Modern Terpadu Jabal Nur.

Perubahan ini didasarkan alasan sebagai berikut :

1. Secara psikologis pencantuman kata ”yatim” pada nama pesantren

dikhawatirkan berdampak ”minder” terhadap kejiwaan anak sehingga

mereka bukan merasa dihargai tetapi justru merasa menjadi bahan

eksploitasi.

2. Pada perjalanan b

Gambar

Tabel 12 : Wujud dan Jenis Campur Kode pada Karangan Narasi “Kebaikan
Tabel 13 : Wujud dan Jenis Campur Kode pada Karangan Narasi “Semua untuk Ayah”
Gambar tabel kerja
Wujud dan Jenis Campur Kode pada Karangan Narasi “Kisah 7 Sekawan”Tabel 4.1
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kepada seluruh peserta Pengadaan Jasa Konsultansi yang merasa keberatan atas ditetapkannya pemenang tersebut di atas, dapat mengajukan sanggahan kepada Pokja I

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a clan huruf b tersebut di atas, perlu menetapkan Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara

Aslronomy Demystified Audio Demystified Biology Demystified Biotechnology Demystified Business Calculus Demystified Business Math Demystified Business Si at is tics Demystified

Mandub atau sunnah yaitu sesuatu yang dituntut dari seorang mukallaf supaya dia melakukannya, tetapi tuntutan itu bukan tuntutan yang pasti, atau dengan kata

Edwin D.P, Franova Herdiyanto, dan sahabat-sahabat saya yang lain yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan Tugas Akhir (TA) ini... Teman-teman Fakultas Ilmu Komputer

Dengan beratnya dan mulianya tugas dosen tersebut maka diperlukan suatu sistem yang dapat mengukur kinerja dosen yang nantinya dapat digunakan untuk bahan

Total ongkos inventori yang dikeluarkan Divisi Logistik bagian Pengadaan 1 PT Industri Telekomunikasi Indonesia (Persero) untuk Drop Cable Aerial 1CSM G.657 2SC/UPC 35M dengan

Hasil penelitian ini berjudul “Dampak Pariwisata Terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat (studi pada Daerah Wisata Tuktuk Siadong, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir).. Pada