Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh:
Jayanti Puspita Dewi
1110013000029
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
ii
Cipondoh, Tangerang.” Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta. Pembimbing Dr. Nuryani, M.A.
Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan manusia untuk berinteraksi dengan sesamanya. Manusia sangat membutuhkan bahasa sebagai alat untuk menyampaikan pikiran dan ide-idenya dengan maksud ingin mengutarakannya kepada pihak lain. Komunikasi yang dilakukan manusia tidak hanya lewat ucapan namun juga dapat lewat tulisan. Pada saat berkomunikasi, manusia harus memperhatikan bahasa yang digunakan, seperti dalam kegiatan menulis sebuah karangan dalam pembelajaran bahasa Indonesia harus diperhatikan penggunaan bahasanya. Namun, kenyataannya ketika menulis, penulis mencampuradukkan bahasa-bahasa yang mereka kuasai. Masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana wujud dan jenis campur kode dalam karangan narasi siswa kelas X MA Jabal Nur Cipondoh, Tangerang. Tujuan penelitian ini, yaitu untuk mengkaji wujud dan jenis campur kode dalam karangan narasi siswa kelas X MA Jabal Nur Cipondoh, Tangerang.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik tugas dan catat. Teknik penganalisisan data dibuat dengan menggolongkan campur kode tersebut sesuai dengan wujud dan jenis campur kode dari masing-masing karangan siswa. Sumber data dari penelitian ini adalah karangan siswa kelas X MA Jabal Nur Cipondoh, Tangerang berjumlah dua puluh empat karangan.
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan wujud campur kode berupa kata, frasa, klausa, kalimat, singkatan, dan istilah . Sementara itu, untuk jenis campur kode keluar, yakni campur kode bahasa Indonesia dengan bahasa Inggris dan bahasa Arab.
iii ABSTRACT
Jayanti Puspita Dewi, 1110013000029, 2014, “The Use of Code-Mixing in Writing Bahasa Indonesia Narration Text Class X MA Jabal Nur, Cipondoh, Tangerang.” Indonesia Language and Literature Education Department, Faculty of Tarbiyah and Teacher Training, Syarif Hidayatullah State Islamic University, Jakarta. Advisor Dr. Nuryani, M.A.
Language is a mean of communication used by human being to interact each other. Human really need language in order to express their feeling and ideas to the others. Communication done by human is not only from an oral process, but also from written text. When communicate, human need to understand the language they use, for example in writing a text when in Bahasa Indonesia class the use of the appropriate language become necessary. The problem, in the reality, some writers keep mix the languages they have mastered in their text. The problem that become the focus in this study is the form and kind of code-mixing in class X students’ narration text in MA Jabal Nur, Cipondoh, Tangerang. The purpose of this research is to know the form and kind of code-mixing by the class X students’ narration text in MA Jabal Nur, Cipondoh, Tangerang.
The method of the research is descriptive qualitative. The tecnique use task and writing technique. The analyzing method is made by categorized the code-mixing in students text into their form and kinds. The data source of this study are narration texts of class ten students of MA Jabal Nur Cipondoh, Tangerang, with total 24 texts.
Based on the result of the study found the form of code mixing in words, phrase. Clause, sentences, abbreviation, and technical term. For the kind of code mixing are out code mixing bahasa Indonesia with English and Arabic.
iv
dengan waktu yang telah direncanakan. Selawat dan salam tercurah kepada
junjungan Nabi Muhammad swa, para keluarga, dan para pengikutnya hingga
akhir zaman.
Skripsi berjudul “Campur Kode pada Penggunaan Bahasa Indonesia dalam
Karangan Narasi Siswa Kelas X MA Jabal Nur Cipondoh, Tangerang”, disusun
untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Jurusan Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi, penulis membutuhkan
bimbingan, dukungan, dan doa dari berbagai pihak. Sebagai ungkapan rasa
hormat, penulis sampaikan ucapan terima kasih kepada
1. Dra. Nurlena Rifa’i, M.A., Ph.D. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dra. Mahmudah Fitriyah ZA., M.Pd. Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa
dan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang selalu
memberikan semangat dan saran-saran.
3. Dra. Hindun, M.Pd. Sekretaris Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang selalu memberikan
saran-saran, semangat dan meluangkan waktunya membantu penulis
selama perkuliahan berlangsung.
4. Dr. Nuryani, M.A. sebagai dosen pembimbing yang telah meluangkan
waktunya untuk memberikan bimbingan, arahan, motivasi, dan saran-saran
saat penyusunan skripsi ini.
5. Teristimewa untuk orangtua penulis, yaitu Bapak Sutiman dan Ibu Linda
yang telah memberikan doa, motivasi, dan mengorbankan segala hal untuk
v
6. Keluarga besar Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
khususnya kelas A angkatan 2010 yang selalu membantu penulis.
7. Saudara kandung penulis, yaitu Irma Sri Wulan Dari Maya Astuti dan
Rizki Julianti yang selalu memberikan dukungan lahir batin dan doa.
8. Sahabat terbaik Putri Mawardani, Nur Okti, Bella Yunita,yang siaga
memberikan pertolongan lahir batin dan selalu memotivasi penulis.
9. Umi Churin in Nabila yang telah memberikan jalan dalam penelitian dan
membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.
10.Mohamad Syafri yang meluangkan waktunya untuk membantu dan
memberikan saran demi kelancaran penulisan skripsi serta selalu
memberikan semangat selama penulis mengerjakan skripsi ini.
11.Keluarga besar MA Jabal Nur Cipondoh, Tangerang khususnya
siswa-siswi kelas X yang membantu mengumpulkan karangan narasi.
12.Semua orang yang telah berjasa dalam pembuatan skripsi ini yang tidak
bisa disebutkan satu persatu.
Penulis berdoa dan berharap semoga semua pihak yang telah membantu
mendapatkan balasan yang lebih baik dari Allah swt. Demikianlah yang dapat
penulis sampaikan, penulis memohon maaf atas kekurangan yang terdapat
dalam skripsi ini dan penulis menerima kritik dan saran yang membangun
skripsi ini. Semoga kehadiran skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan
pembaca.
Jakarta, 14 Juli 2014
vi
SURAT PERNYATAAN ... i
ABSTRAK ... ii
ABSTRACT ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 5
C. Pembatasan Masalah ... 5
D. Rumusan Masalah ... 6
E. Tujuan Penelitian ... 6
F. Manfaat Penelitian ... 6
BAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN 8
A. Sosiolingustik ... ... 8
B. Kedwibahasaan ... 10
C. Campur Kode ... 12
D.
Karangan ... ... 19E.
Karangan Narasi ... .. 21F.
Penelitian yang Relevan ... ... 23BAB III METODE PENELITIAN ... 25
A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 25
B. Metode Penelitian... 25
C. Subjek Penelitian ... 28
D. Fokus Penelitian ... 28
vii
F. Teknik Pengumpulan Data ... 29
G. Teknik Analisis Data ... 29
BAB IV PEMBAHASAN ... 31
A. Profil Madrasah ... 31
B. Klasifikasi Wujud dan Jenis Campur Kode ... 34
C. Analisis Data ... 44
BAB V PENUTUP ... 73
A. Simpulan ... 73
B. Saran ... 73
DAFTAR PUSTAKA ... 75
UJI REFERENSI
viii
Tabel 2 : Wujud dan Jenis Campur Kode pada Karangan Narasi “Kisah 7 Sekawan”
Tabel 3 : Wujud dan Jenis Campur Kode pada Karangan Narasi “My Interesting Holiday”
Tabel 4 : Wujud dan Jenis Campur Kode pada Karangan Narasi “Kerinduan yang Mendalam”
Tabel 5 : Wujud dan Jenis Campur Kode pada Karangan Narasi “Sesuatu yang Berbeda Merubah Segalanya”
Tabel 6 : Wujud dan Jenis Campur Kode pada Karangan Narasi “Darah
Keinsyafanku UntukMu”
Tabel 7 : Wujud dan Jenis Campur Kode pada Karangan Narasi “Karena Allah Masih Mencintaiku”
Tabel 8 : Wujud dan Jenis Campur Kode pada Karangan Narasi “Cintaku Tak Dapat Ditebak”
Tabel 9 : Wujud dan Jenis Campur Kode pada Karangan Narasi “Budhe, I
Miss You”
Tabel 10 : Wujud dan Jenis Campur Kode pada Karangan Narasi “Ketika Cinta Bersemi Indah”
Tabel 11 : Wujud dan Jenis Campur Kode pada Karangan Narasi “Dimana Budaya Ku yang Dulu”
ix
Tabel 13 : Wujud dan Jenis Campur Kode pada Karangan Narasi “Semua untuk Ayah”
Tabel 14 : Wujud dan Jenis Campur Kode pada Karangan Narasi “Syira”
Tabel 15 : Klasifikasi Wujud Campur Kode Karangan Narasi Siswa Kelas X
MA Jabal Nur Cipondoh, Tangerang
Tabel 16 : Klasifikasi Jenis Campur Kode Karangan Narasi Siswa Kelas X
x
Lampiran 2 : Karangan Narasi Siti Nurinayah “Kerinduan yang Mendalam”
Lampiran 3 : Karangan Narasi Rara K. Azzahru “Darah Keinsyafan Ku”
Lampiran 4 : Karangan Narasi Amalia Indah Sari “Karena Allah Nasih Mencintaiku”
Lampiran 5 : Karangan Narasi Aulia Salam “Cintaku Tak Dapat Ditebak”
Lampiran 6 : Karangan Narasi Fathya Rizqiah “Budhe I Miss You”
Lampiran 7 : Karangan Narasi Pudiawati “Ketika Cinta Bersemi Indah”
Lampiran 8 : Karangan Narasi Ramadhanti Surya Maesa Putri “Dimana Budaya Ku yang Dulu”
Lampiran 9 : Karangan Narasi Dinda Islami “Syira”
Lampiran 10 : Karangan Narasi Iva Nur Afifah “Semua untuk Ayah”
Lampiran 11 : Karangan Narasi Himmatul Ulya “Kisah 7 Sekawan”
Lampiran 12 : Karangan Narasi Nur Fani Fdilah “My Interesting Holiday”
Lampiran 13 : Surat Penelitian
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan manusia untuk
berinteraksi dengan sesamanya. Manusia sangat membutuhkan bahasa sebagai
alat untuk menyampaikan pikiran dan ide-idenya dengan maksud ingin
mengutarakannya kepada pihak lain. Kajian mengenai bahasa menjadi suatu
kajian yang tidak pernah habis untuk dibicarakan. Sebagai alat komunikasi dan
interaksi yang hanya dimiliki oleh manusia, bahasa dapat dikaji secara internal
maupun secara eksternal. Secara internal artinya pengkajian tersebut dilakukan
terhadap unsur internal bahasa saja seperti, struktur fonologis, morfologis,
sintaksis, dan semantiknya saja. Sedangkan kajian secara eksternal berarti kajian
tersebut dilakukan terhadap hal-hal atau faktor-faktor di luar bahasa, tetapi
berkaitan dengan pemakai bahasa itu sendiri, masyarakat tutur ataupun
lingkungannya. Pengkajian bahasa secara eksternal juga mengkaji bagaimana
pembauran berbagai bahasa dalam suatu wilayah dan penguasaan bahasa kedua,
ketiga bahkan selanjutnya oleh penutur atau pengguna bahasa.
Belajar bahasa Indonesia sama dengan belajar sejarah budaya Indonesia.
Selain belajar menggunakan bahasa Indonesia siswa juga belajar berkomunikasi
dengan santun sesuai dengan budaya Indonesia. Melalui pembelajaran bahasa,
secara tidak langsung ditumbuhkan rasa bangga menggunakan bahasa Indonesia
sehingga tumbuh penghargaan akan pentingnya nilai-nilai yang terkandung dalam
bahasa Indonesia.
Pada arus globalisasi seperti sekarang ini tentu saja akan mempengaruhi
seluruh aspek kehidupan. Pengaruh itu akan terlihat pada bidang pendidikan dan
kebudayaan, salah satu yang akan dihadapi dunia pendidikan adalah masalah
identitas bangsa. Kalau kita membicarakan identitas bangsa tentunya kita
persoalan bahasa. Pengaruh arus globalisasi dapat terlihat dari sikap yang lebih
mengutamakan bahasa asing ketimbang bahasa Indonesia.
Seseorang yang menguasai dua bahasa biasa disebut bilingual (dalam bahasa Indonesia disebut juga dwibahasawan) sedangkan kemampuan untuk
menggunakan dua bahasa disebut bilingualitas (dalam bahasa Indonesia disebut kedwibahasawanan). Sebagai seorang yang terlibat dengan penggunaan dua
bahasa dan juga dengan dua budaya, seorang dwibahasawan tentu tidak terlepas
dari akibat penggunaan dua bahasa. Salah satu akibatnya adalah tumpang tindih
antara dua sistem bahasa yang dipakai atau digunakannya dari unsur bahasa yang
satu ke bahasa yang lain. Ini dapat terjadi karena kurang penguasaan bahasa kedua
oleh penutur atau bahkan karena kebiasaan.
Seperti pada MA (Madrasah Aliyah) Jabal Nur Cipondoh, Tangerang
termasuk dapat dikatakan madrasah yang berada disebuah kota yang mayoritas
penduduknya bersuku Betawi. Namun, ada sebagian bersuku Sunda dan lainnya.
Sekolah tersebut mengharuskan siswanya dalam menggunakan bahasa asing di
dalam asrama dan tidak menutup kemungkinan memberikan dampak pada bahasa
yang digunakan siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia baik secara formal
maupun nonformal baik lisan maupun tulisan. Khususnya pada bahasa tulis untuk
mata pelajaran Bahasa Indonesia dapat memberikan pengaruh pada siswa yang
biasanya menggunakan lebih dari satu bahasa dalam kehidupannya sehari-hari.
Dengan seperti ini siswa telah mengcampur antar bahasa satu dengan bahasa yang
lain, sedangkan kita tahu dalam pembelajaran bahasa Indonesia bahasa yang kita
gunakan, yakni bahasa Indonesia bukan bahasa asing, tetapi tidak hanya bahasa
asing yang memberikan pengaruh dalam pembelajaran bahasa Indonesia di
sekolah. Pada MA Jabal Nur Cipondoh, Tangerang, yang mayoritas siswanya
bersuku Jawa dan ada beberapa suku lainnya penggunaan bahasa daerah mereka
pun dapat berpengaruh dalam pembelajaran bahasa Indonesia.
Latar belakang hidup di dalam masyarakat bilingual atau multilingual
3
Mereka dapat menggunakan paling tidak bahasa daerahnya (yang biasanya
merupakan bahasa ibu) terlihat jelas dalam paparan di atas seperti era globalisasi
ini pun kemurnian bahasa Indonesia mulai pudar tidak hanya terpengaruh pada
bahasa daerah namun teralihkan juga oleh bahasa asing. Banyak penutur bahasa
Indonesia yang lebih suka menggunakan bahasa asing dalam penulisan untuk
mata pelajaran bahasa Indonesia daripada bahasa bangsanya sendiri yaitu bahasa
Indonesia. Keadaan ini disebabkan oleh banyak motif diantaranya, motif
kegengsian, motif kebebasan dan motif keperluan. Banyak siswa yang
menganggap bahwa dengan menggunakan bahasa asing tingkat kegengsiannya
lebih tinggi, terutama di kalangan siswa masa kini. Mereka menganggap
Fenomena yang terjadi di masyarakat bilingual Indonesia ini karena adanya kontak bahasa antara bahasa Indonesia, bahasa daerah dengan bahasa asing.
Di dalam kontak bahasa ada empat jenis pilihan bahasa, yaitu alih kode,
campur kode, peminjaman kata, dan interferensi. Tapi di sini hanya difokuskan
mengenai masalah campur kode (code mixing). Pada dasarnya campur kode berkaitan dengan situasi sosial penutur. Situasi itu bisa berdasarkan tempat
dimana tuturan itu dituturkan, berdasarkan kesamaan budaya dan berdasarkan
tingkat edukasi penutur.
Pencampuradukan bahasa ini misalnya terjadi dalam karangan siswa.
Karangan merupakan sebuah karya atau karya tulis dari kegiatan seseorang untuk
menyampaikan gagasan atau pengetahuan kepada orang lain melalui tulisan.
Karangan tersebut bisa karangan narasi, deskriptif, persuasif, atau argumentasi.
Biasa dalam sebuah karangan terdapat pencampur kode yang dilakukan siswa
secara tidak sengaja ataupun secara sengaja baik dalam bahasa asing maupun
dalam bahasa daerah. Ini terjadi dikarenakan kurangnya penguasaan bahasa
Indonesia siswa atau karena gengsi serta faktor keterbiasaan.
Pencampuran unsur bahasa ini dapat disebut campur kode (code mixing). Campur kode (code mixing) merupakan penggunaan dua bahasa atau lebih namun yang digunakan hanya serpihan-serpihan kata, karena semakin berbaurnya budaya
maupun dalam sebuah wacana tulis (Narasi, Cerpen, artikel, dan lain-lain).
Fenomena ini seringdialami sendiri ketika masih ditingkat SMA/MA, baik dalam
kondisi lisan maupun tulisan. Peneliti merasa hal seperti ini masih banyak terjadi
di sekolah-sekolah yang dilakukan siswa. Campur kode terjadi tidak hanya pada
siswa disekolah saja namun dalam wacana, dalam novel, maupun cerpen sering
terjadi campur kode. Di sini peneliti melakukan penelitian dalam lingkungan
siswa di sekolah.
Karena banyaknya campur kode yang terdapat dalam wacana, maka peneliti
melakukan sebuah analisis terhadap “Karangan Narasi” pada siswa SMA/MA.
Peneliti melakukan penelitian pada siswa MA (Madrasah Aliyah) kelas X. Materi
menulis karangan terdapat pada siswa kelas X semester 2. Karangan yang peneliti
teliti yaitu karangan narasi, karangan yang peristiwanya bersifat fiksi dan
bertujuan menceritakan peristiwa yang mengandung konflik. Karena siswa kerap
kali melakukan kesalahan dalam mengarang bahasa Indonesia serta karena
banyaknya campur kode yang terdapat dalam wacana maka peneliti melakukan
sebuah penelitian terhadap karangan narasi dengan judul “CAMPUR KODE
PADA PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA DALAM KARANGAN
NARASI SISWA KELAS X MA (MADRASAH ALIYAH) JABAL NUR
5
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat diidentifikasi
permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut.
1. Pengaruh arus globalisasi yang lebih mengutamakan bahasa asing ketimbang
bahasa Indonesia terhadap siswa kelas X MA (Madrasah Aliyah) Jabal Nur
Cipondoh, Tangerang;
2. Penggunaan dua bahasa atau lebih memberikan dampak pada bahasa yang
digunakan siswa kelas X MA (Madrasah Aliyah) Jabal Nur Cipondoh,
Tangerang dalam pembelajaran Bahasa Indonesia;
3. Kesukaan menggunakan bahasa asing dan penulisan bahasa Indonesia yang
disebabkan oleh banyak motif pada siswa kelas X MA (Madrasah Aliyah)
Jabal Nur Cipondoh, Tangerang;
4. Kurangnya penguasaan bahasa Indonesia siswa kelas X MA (Madrasah
Aliyah) Jabal Nur Cipondoh, Tangerang;
5. Banyaknya campur kode yang terdapat dalam wacara yang ditulis siswa kelas
X MA (Madrasah Aliyah) Jabal Nur Cipondoh, Tangerang;
6. Ditemukan penggunaan bahasa asing dan daerah dalam karangan siswa kelas
X MA (Madrasah Aliyah) Jabal Nur Cipondoh, Tangerang.
C. Pembatasan Masalah
Dalam penelitian ini akan dibatasi pada masalah-masalah berikut ini.
1. Wujud campur kode dalam karangan narasi berupa cerpen siswa kelas X MA
(Madrasah Aliyah) Jabal Nur Cipondoh, Tangerang;
2. Jenis campur kode dalam karangan narasi berupa cerpen siswa kelas X MA
D. Rumusan Masalah
Sehubungan dengan pernyataan di atas, peneliti dapat merumuskan pokok
dari permasalahan tersebut. Pokok pemasalahan dalam penelitian ini dapat
dirumuskan sebagai berikut.
1. Bagaimana wujud campur kode dalam karangan narasi yang berupa
cerpensiswa kelas X MA (Madrasah Aliyah) Jabal Nur Cipondoh,
Tangerang?
2. Bagaimana jenis campur kode dalam karangan narasi yang berupa
cerpensiswa kelas X MA (Madrasah Aliyah) Jabal Nur Cipondoh,
Tangerang?
E. Tujuan Penelitian
Dalam melihat rumusan masalah maka tujuan penelitian ini adalah sebagai
berikut.
1. Menganalisis wujud campur kode dalam karangan narasi berupa cerpensiswa
kelas X MA (Madrasah Aliyah) Jabal Nur Cipondoh, Tangerang;
2. Menganalisis jenis campur kode dalam karangan narasi berupa cerpensiswa
kelas X MA (Madrasah Aliyah) Jabal Nur Cipondoh, Tangerang.
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak
di bawah ini.
1. Manfaat Teoretis
Secara teoretis, penelitian ini bermanfaat untuk:
a. Peneliti, sebagaimana peneliti memperoleh ilmu baru;
b. Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan ragam bahasa
yang digunakan. Sejalan dengan perkembangan zaman, bahasa selalu
7
akan memunculkan variasi bahasa. Diharapkan penelitian ini bermanfaat
untuk guru dan mahasiswa lain.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi guru hasil penelitian ini dapat menambah wawasan mengenai hal-hal
yang berkaitan dengan campur kode;
b. Bagi sekolah penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan refleksi dan
memperkaya informasi dalam pembelajaran bahasa Indonesia dalam
mengarang;
c. Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai referensi
penelitian lebih lanjut yang berhubungan dengan campur kode;
d. Hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan dalam penggunaan media
yang tepat dalam pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah untuk
8
Karangan NarasiSiswa Kelas XMA Jabal Nur Cipondoh, Tangerang.”Dari judul
tersebut sesuai dengan bidang kajiannnya, campur kode merupakan bagian dari
ilmu sosiolinguistik yang mengkaji bahasa dengan melibatkan hubungan antara
bahasa dengan masyarakat. Campur kode merupakan aspek dari saling
ketergantungan bahasa dalam masyarakat multilingual. Untuk lebih jelasnya
mengenai campur kode, penulis akan menjelaskannya.
A. Sosiolinguistik
DEPDIKNAS menyatakan:
Sosiolinguistik adalah ilmu yang interdisipliner. Istilahnya sendiri menunjukkan bahwa ia terdiri atas bidang sosiologi dan linguistik. Dalam istilah linguistik-sosial (sosiolinguistik) kata sosio adalah aspek utama dalam penelitian dan merupakan ciri umum bidang ilmu tersebut, sedangkan linguistik dalam hal itu juga berciri sosial sebab bahasa pun berciri sosial, yaitu bahasa dan strukturnya hanya dapat berkembang dalam masyarakat.1
Sosiolinguistik yang merupakan gabungan dua bidang ilmu seperti yang
dijelaskan di atas merupakan gabungan dari sosiologi dan linguistik. Sosiologi
sendiri adalah cabang ilmu yang mempelajari struktur kemasyarakatannya.
Sosiologi menitikberatkan masyarakat sebagai makhluk sosial yang melibatkan
segala perwujudan alam yang bersifat sosial baik gejala, sifat maupun ciri dari
masyarakatnya. Bicara makhluk sosial yang tidak dapat lepas dari yang namanya
bahasa, yang bahasa sendiri merupakan syarat utama untuk berkomunikasi guna
memperoleh ilmu pengetahuan, sedangkan linguistik adalah ilmu yang melibatkan
dirinya dengan struktur bahasa seperti fonologi, morfologi, sintaksis, dan
1
9
semantik. Mengkaji sosiolinguistik tidak dapat terlepas dari ilmu linguistik yang
membahas struktur bahasa dan sosiologi yang membahasa konteks sosial.
Appel (dalam Aslinda dan Leni) menyatakan:
Sosiolinguistik memandang bahasa sebagai sistem sosial dan sistem komunikasi serta merupakan bagian dari masyarakat dan kebudayaan tertentu, sedangkan yang dimaksud dengan pemakaian bahasa adalah bentuk interaksi sosial yang terjadi dalam situasi kongkret. Dengan demikian, dalam sosiolinguistik, bahasa tidak dilihat secara internal, tetapi dilihat sebagai sarana interaksi atau komunikasi di dalam masyarakat.2
Chaer dan Leonie menyatakan, sosiolinguistik adalah cabang ilmu linguistik
bersifat interdisipliner dengan ilmu sosiologi, dengan objek penelitian hubungan
antara bahasa dengan faktor-faktor sosial di dalam suatu masyarakat tutur.3Putu Wijaya dan Rohmadi menyatakan, sosiolinguistik sebagai cabang linguistik
memandang atau menempatkan kedudukan bahasa dalam hubungannya dengan
pemakaian bahasa di dalam masyarakat, karena dalam kehidupan bermasyarakat
manusia tidak lagi sebagai individu, akan tetapi sebagai masyarakat sosial.4 Artinya, setiap yang tuturan yang keluar dari mulut manusia dipengaruhi oleh
keadaan sekitar baik situasi maupun kondisinya.
Sementara itu, Nababan menyatakan:
Kita mengetahui arti linggustik, yaitu ilmu yang mempelajari atau membicarakan bahasa, khusunya unsur-unsur bahasa (fonem, morfem, kata, kalimat) dan hubungan antara unsur-unsur itu (struktur), termasuk hakekat dan pembentukan unsur-unsur itu. Unsur sosio- adalah seakar dengan sosial, yaitu yang berhubungan dengan masyarakat, kelompok-kelompok masyarakat, dan fungsi-fungsi kemasyarakatan.5
Namun, Hudson menyatakan bahwa, sosiolinguistik adalah [the study of language in relation to society]6, maksdunya sosiolinguistik merupakan ilmu yang
2
Aslinda dan Leni Syafyahya, Pengantar Sosiolinguistik, (Bandung: PT Reflika Aditama, 2007), h. 6
3
Abdul Chaer dan Leonie Agustina, Sosiolinguistik Perkenalan Awal, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1995), h. 5
4
Dewa Putu Wijana dan Muhammad Rohmadi, Sosiolinguistik Kajian Teori dan Analisis, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), h. 7
5
P.W.J. Nababan, Sociolinguistik Suatu Pengantar, (Jakarta: PT Gramedia, 1993), h. 2
6
mempelajari dalam hubungannya dengan kehidupan sosial. Berbeda dengan
Hudson, Made Iwan menyatakan, [sociolingustics ias a branch of linguistics that takes language as an object of study, in a way that is usually distinguished from how syntax, semantics, morphology, and phpnology handle it. It is a field that analyzes language as part of social property].7 Maksudnya sosiolinguistik adalah cabang ilmu linguistik yang mengambil bahasa sebagai objek studi. Bidang ilmu
ini menganalisis bahasa sebagai bagian yang properti sosial. Dapat dilihat dari
pemaparan di atas mengenai sosiolinguistikdapat disimpulkan, sosiolinguistik
adalah ilmu yang terbagi dari dua disiplin ilmu linguistik dan ilmu sosiologi.
Linguistik merupakan kajian yang mempelajari struktur bahasa, sedangkan
sosiologi merupakan kajian yang mempelajari ilmu sosial dalam masyarakat.
Penelitian sosiolinguistik sendiri terdiri dari struktur bahasa dan faktor-faktor
sosial. Jadi, sosiolinguistik adalah ilmu yang mempelajari dan membahas aspek
kemasyarakatan bahasa, seperti perbedaan variasi bahasa yang berkaitan dengan
faktor-faktor kemasyarakatan dan dapat dimanfaatkan untuk berkomunikasi dan
berinteraksi dengan masyarakat.
B. Kedwibahasaan
Indonesia memiliki beraneka ragam bahasa daerah disamping bahasa nasional
negara Indonesia, yaitu bahasa Indonesia. Oleh sebab itu, tidak heran setiap orang
menguasai lebih dari satu bahasa dalam berkomunikasi di dalam masyarakat. Hal
yang seperti ini sering kita dengar dengan sebutan dwibahasaan.Menurut Wojowasito, dwibahasaan atau bilingualisme adalah seseorang berbahasa dua atau lebih sejak ia dapat menyatakan diri dalam dua bahasa dan memahami apa yang
dikatakan atau ditulis dalam bahasa-bahasa tersebut.8Haugen (dalam Suwito) menyatakan, kedwibahasaan sebagai tahu dua bahasa (knowledge of two languages). Seseorang dwibahasawan tidak harus menguasai dua bahasa secara
7
Made Iwan Indrawan Jendra, Sociolinguistics: The Study of Societies’ Languages,
(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), h. 9
8
11
aktif, cukuplah apabila ia mengetahui secara pasif dua bahasa.9Nababan menyatakan, kalau kita melihat orang memakai dua bahasa dalam pergaulannya
dengan orang lain, dia berdwibahasa dalam arti dia melaksanakan kedwibahasaan
yang kita akan sebut bilingualisme. Jadi bilingualisme ialah kebiasaan menggunakan dua bahasa dalam interaksi dengan orang lain.10 Jika kedwibahasaan merupakan biasaan menggunakan dua bahasa atau lebih lain
halnya dengan kemampuan menggunakan dua bahasa atau lebih yang biasa
disebut kedwibahasawanan atau dapat disebut bilingualitas. Chaer dan Leonie mengatakan, untuk dapat menggunakan dua bahasa tentunya seseorang harus
mengguasai kedua bahasa itu. Pertama, bahasa ibunya sendiri atau bahasa
pertamanya (disingkat B1), dan yang kedua adalah bahasa lain yang menjadi
bahasa keduanya (disingkat B2). Orang dapat menggunanakan kedua bahasa itu
disebut orang bilingual (dalam bahasa Indonesia disebut juga dwibahasawan).11 Pemaparan di atas menyebutkan istilah bilingualitas. Bilingualitas adalah tingkat
penguasaan setiap bahasa, dan jenis keterampilan yang dikuasai seperti berbicara,
menyimak, menulis, atau membaca.12
Aslida dan Leni menyatakan:
Kedwibahasaan artinya kemampuan atau kebiasaan yang dimiliki oleh penutur dalam menggunakan bahasa. Banyak aspek yang berhubungan dengan kajian kedwibahasaan, antara lain aspek sosial, individu, pedagogis, dan psikologi. Di sisi lain, kata kedwibahasaan ini mengandung dua konsep, yaitu kemampuan menggunakan dua bahasa atau bilingualitas dan kebiasaan menggunakan dua bahasa atau bilingualism.13
Sementara itu, Lesley and Matthew menyatakan, [bilinguals are often unable to remember which language was used in any particular exchange]14, maksunya seperti bilingual punya kecenderungan untuk tidak mampu mengingat bahasa
yang mereka gunakan saat melakukan pertukaran bahasa. Lain halnya dengan
9
Suwito, Sosiolinguistik Pengantar Awal, ( Surakarta: Henary Offset Solo, 1985), h. 43
10
Nababan, op. Cit., h. 27
11
Abdul Chaer dan Leonie Agustina., op. Cit, h. 112
12
Nababan, op. Cit., h. 6
13
Aslinda dan Leni, op. Cit., h. 8
14
Pride yang menyatakan, [one should note that a community whose members prossess one ‘mother tongue’ (or pre-school language) and many of whom go on to learn and use another language can be referred to as ‘monolingual’ or ‘bilingual’]15, maksudnya bilingual dapat siasosiasikan dalam kelompok yang salah satu anggotanya menguasai bahasa ibu dan kemudian belajar dan
menggunakan bahasa lain. Para ahli telah memberikan pengertiannya
masing-masing dengan apa yang dimaksud dengan kedwibahasaan. Dapat disimpulkan
yang dimaksud dengan kedwibahasaan, yakni penggunaan dua bahasa atau lebih
dalam melakukan komunikasi dan interaksi dengan dipengaruhi banyak aspek
sosial, seperti individu, pedagogis, dan psikologi.
C. Campur Kode
Manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan interaksi dengan
sesamanya dengan menggunakan bahasa. Setiap negara tidak hanya memiliki satu
bahasa saja karena selain bahasa nasional yang telah ditetapkan suatu negara
pastinya sebuah negara memiliki bahasa lain yang mereka gunakan. Seperti
negara Indonesia yang bahasa nasionalnya adalah bahasa Indonesia namun, tidak
semua masyarakat Indonesia hanya menggunakan bahasa Indonesia saja. Mereka
juga mempunyai bahasa pertama atau bahasa ibu atau bahasa daerah dari
masing-masing daerah yang mereka pergunakan juga untuk berkomunikasi dan
berinteraksi. Selain itu banyaknya budaya di Indonesia mempengaruhi juga
banyaknya bahasa yang digunakan. Sebelum berbicara jauh mengenai apa itu
campur kode, alangkah baiknya menjelaskan apa itu kode.Pateda menyatakan:
seseorang yang melakukan pembicaraan sebenarnya mengirimkan kode-kode kepada lawan bicaranya. Pengkodean ini melalui suatu proses yang terjadi baik pada pembicara, hampa suara, dan pada lawan bicara. Kode-kode itu harus dimengerti oleh kedua belah pihak. Kalau yang sepihak memahami apa yang dikodekan oleh lawan bicaranya, maka ia pasti akan mengambil keputusan dan bertindak sesuai dengan apa yang seharusnya dilakukan.
15
13
Tindakan itu, misalnya memutuskan pembicaraan atau mengulangi lagi pernyataan.16
Sementara itu, Poedjosoedarmo (dalam Kunjana) mengatakan, kode dapat
didefinisikan sebagai suatu sistem tutur yang penerapan unsur bahasanya
mempunyai ciri khas sesuai dengan latar belakang, penutur, relasi penutur dengan
lawan bicara dan situasi tutur yang ada. Kode biasanya berbentuk variasi bahasa
yang secara nyata dipakai berkomunikasi anggota suatu masyarakat bahasa.17 Menurut Suwito,istilah kodedimaksudkan untuk menyebut salah satu varian di dalam hierarkhi kebahasaan.18Dari pemaparan pengertian mengenai kode, dapat disimpulkan, kode adalah sebuah tanda untuk menandakan sesuatu yang telah
disepakati bersama untuk dapat dipakai berkomunikasi dengan masyarakat
sekitar.
Manusia tidak hanya menguasai satu bahasa saja, mereka dapat menguasai
dua bahasa atau bahkan lebih dari dua bahasa. Kemampuan seseorang dalam
menggunakan dua bahasa atau lebih di sebut multilingual. Suwito menyatakan,
apabila dua bahasa atau lebih dipergunakan secara bergantian oleh penutur yang
sama, maka dapat dikatakan bahwa bahasa-bahasa tersebut dalam keadaan saling kontak. Oleh karena itu, kontak bahasa dapat mengakibatkan terjadinya perubahan bahasa. Perubahannya dapat berupa unsur bahasa satu dengan bahasa lainnya yang
salah satunya perubahan itu adalah campur kode.
Dalam keadaan kedwibahasaan, banyak orang mencampuradukan dua bahasa
atau lebih tanpa ada sesuatu yang menuntut untuk mencampuradukan. Membahas
campur kode, Aslinda dan Leni menyatakan, campur kode terjadi apabila seorang
penutur bahasa, misalnya bahasa Indonesia memasukkan unsur-unsur bahasa
daerahnya ke dalam pembicaraan bahasa Indonesia.19 Nababan menyatakan, suatu keadaan berbahasa lain ialah bilamana orang mencampur dua (atau lebih) bahasa
atau ragam bahasa dalam suatu tindak bahasa (speech act discourse) tanpa ada
16
Mansoer Pateda,Sosiolinguistik, (Bandung: Angkasa, 1987), h. 83
17
Kunjana Rahardi, Kajian Sosiolinguistik, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), h. 25.
18
Suwito, op. Cit., h. 67
19
sesuatu dalam situasi berbahasa itu yang menuntut pencampuran bahasa itu.
Dalam keadaan demikian, hanya kesantaian penutur dan/atau kebiasaannya yang
dituruti. Tindak bahasa yang demikian kita sebut campur kode.20 Campur kode sering sekali terjadi dalam keadaan informal atau dalam keadaan santai, seperti
bincang-bincang bahasa Indonesia dan bahasa daerah. Campur kode jarang terjadi
dalam keadaan formal, kalaupun terjadi itu karena tidak ada ungkapan atau kata
yang dapat digunakan dalam bahasa yang dipakai. Dalam kalangan terpelajar,
biasanya campur kode terjadi antara bahasa Indonesia dengan bahasa asing
(Inggris atau Belanda atau yang lainnya). Campur kode juga terjadi lantara
biasanya hanya karena sifat kegengsiannya yang tinggi sehingga berkeinginan
memamerkan kemampuannya.
Subyakto (dalam Sarwiji) mengatakan, campur kode ialah penggunaan dua
bahasa atau lebih atau ragam bahasa secara santai antara orang-orang yang kita
kenal dengan akrab. Dalam situasi berbahasa yang informal ini, kita dapat dengan
bebas mencampur kode (bahasa atau ragam bahasa) kita; khususnya apabila ada
istilah-istilah yang tidak dapat diungkapkan dalam bahasa lain.21 Sementara itu, lain halnya dengan apa yang dinyatakan Bell (dalam Arsil), [„language mixture’
far from making communication for bilinguals with substantially shared repertoires more difficult, actually facilitates it]22, maksudnya campur bahasa tidaklah membuat komunikasi yang pada dasarnya saling berbagi informasi lebih
sulit, pada dasarnya hal itu memudahkan komunikasi. Namun, Suwito (dalam
Wijana) menyatakan, campur kode adalah suatu keadaan berbahasa bilamana
orang mencampur dua atau lebih bahasa dengan saling memasukkan unsur-unsur
bahasa yang satu ke dalam bahasa yang lain, unsur-unsur yang menyisip tersebut
tidak lagi mempunyai fungsi sendiri. pada unsur tersebut dapat disisipi kata, kata
ulang, kelompok kata, idiom maupun klausa.23 Sementara itu, Suwito menyatakan di dalam campur kode ciri-ciri ketergantungan ditandai oleh adanya hubungan
20
Nababan, op. Cit., h. 32
21
Sarwiji Suwandi, Serbalinguistik Mengupas Pelbagai Praktik Bahasa, (Surakarta: UNS Press, 2008), h. 87
22
Arsil Marjohan, An Introdution to Sociolingustics, (Jakarta: Depdikbud, 1988), h. 51`
23
15
timbal balik antara peranan dan fungsi kebahasaan. Peranan maksudnya siapa
yang menggunakan bahasa itu; sedangkan fungsi kebahasaan berarti apa yang hendak dicapai oleh penutur dengan tuturannya.24 Seseorang bercampur kode harus dilihat dulu siapakah dia, seperti latar belakang sosial, tingkat pendidikan,
rasa keagamaan dan sebagainya. Fungsi kebahasaan mempengaruhi sejauh mana
seseorang bercampur kode. Seseorang yang mempunyai kemampuan dalam
berbahasa lebih dari satu bahasa akan mempunyai kesempatan yang lebih besar
dalam melakukan campur kode. Namun, tidak semua orang yang menguasai lebih
dari satu bahasa dapat bercampur kode karena dilihat juga dari apa yang hendak
dicapai oleh seorang penutur. Menurut Suwito:
Dalam kondisi yang maksimal campur kode merupakan konvergensi kebahasaan (lingustic convergence) yang unsur-unsurnya berasal dari beberapa bahasa yang masing-masing telah menanggalkan fungsinya dan mendukung fungsi bahasa yang disisipinya. Unsur-unsur demikian dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu yang bersumber dari bahasa asli dengan variasi-variasinya (campur kode ke dalam) dan bersumber dari bahasa asing (campur kode ke luar).25
Seorang penutur menggunakan bahasa Indonesia yang disisipi dengan bahasa
daerah seperti bahasa Jawa disebut campur kode ke dalam. Hal ini dapat dikatakan
bahwa seorang penutur adalah orang yang cukup kuat rasa kedaerahannya.
Peristiwa semacam ini dapat dikatakan bahasa Indonesia yang kedaerah-daerahan.
Sementara itu, seorang penutur yang berbicara bahasa Indonesia yang disisipi
bahasa asing disebut campur kode ke luar. Campur kode dengan penyisipan
bahasa asing dapat menunjukkan bahwa penutur adalah orang yang berpendidikan
tinggi. Latar belakang terjadinya campur kode pada dasarnya dapat dikategorikan
menjadi dua tipe yaitu, tipe yang berlatar belakang pada sikap (attitudinal type) dan tipe yang berlatar belakang kebahasaan (linguistic type).26 Tipe latar belakang sikap maksudnya sikap seorang penutur ketika berbicara dengan situasi yang
pendengarnya memiliki kemampuan bahasa yang lebih. Sementara itu, tipe latar
belakang kebahasaan maksudnya seseorang yang melakukan campur kode karena
24
Suwito, op. Cit., h. 75
25
Suwito, op. Cit., h. 75-76
26
faktor memiliki kemampuan dua bahasa atau lebih yang sangat baik. Dari banyak
pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa, campur kode adalah penggunaan
dua bahasa atau lebih dalam sebuah percakapan maupun dalam wacana yang
dilakukan hanya sebatas serpihan-serpihan kata. Berikut penjelasan mengenai
beberapa wujud campur kode berupa kata, frasa, dan klausa, kalimat, singkatan,
dan istilah:
1. Kata
Dalam kajian morfologi, kata adalah satuan terbesar yang bermakna.27 Sementara, dalam sintaksis, kata adalah satuan terkecil, yaitu dalam
hubungannya dengan unsur-unsur pembentuk satuan sintaksis yang lebih besar, yaitu frase, klausa, dan kalimat. Sebagai satuan terkecil dalam sintaksis, kata berperan sebagai pengisi fungsi sintaksis, sebagai penanda kategori sintaksis, dan sebagai perangkai dalam penyatuan satuan-satuan atau bagian-bagian dari satuan sintaksis.28
Chaer menyatakan, sebagai satuan terkecil dalam sintaksis kata, khususnyayang
termasuk kelas terbuka (nomina, verba, dan ajektifa) dapat mengisi fungsi-fungsi
sintaksis. Sedangkan kata-kata dari kelas tertutup (numeralia, preposisi, dan
konjungsi).29 Kata nomina contohnya seperti meja, kursi, kuda, dan lain sebagainya. Sedangkan, kata kerja seperti tidur, makan, nyapu, nyuci, dan lain
sebagainya. Kata sifat seperti cantik, baik, sabar, dan lain sebagainya. Kata
keterangan contohnya kemarin, hari ini, lusa, dan lain-lain. Selanjutnya kata
bilangan seperti satu, seribu, ketiga, dan lain-lain. Berbeda dengan Chaer, Hasan
Alwi, dkk menyatakan:
Dalam bahasa Indonesia kita memiliki empat kategori sintaksis utama verba atau kata kerja, nomina atau kata kerja, adjektiva atau kata sifat, adverbia atau kata keterangan. Disamping itu, ada satu kelompok lain yang dinamakan kata tugas yang terdiri atas beberapa subkelompok yang lebih kecil, misalnya preposisi atau kata depan, konjungtor atau kata sambung, dan partikel.30
27
Masnur Muslich, Tata Bentuk Bahasa Indonesia: Kajian ke Arah Tatabahasa Deskritif, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h. 5
28
Abdul Chaer, Linguistik Umum, ( Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2007), h. 219
29
Abdul Chaer, Sintaksis Bahasa Indonesia (Pendekatan Proses), (Jakarta: PT. Rineka
Cipta, 2009), h. 38
30
17
2. Frasa
Frasa atau frase lazim didefinisikan sebagai satuan gramatikal yang
berupa gabungan kata yang bersifat nonpredikatif, atau lazim juga disebut
gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat.31 Ramlan (dalam Sukini) menyatakan, frasa adalah satuan gramatik yang terdiri
atas dua kata atau lebih yang tidak melampaui batas fungsi unsur klausa.
Maksudnya gabungan dua kata atau lebih tidak melampaui fungsi S (subjek),
atau fungsi P (predikat).32 Berdasarkan kelas katanya frasa terbagi menjadi: a. Frasa nominal
Frasa nominal adalah frasa yang memiliki distribusi yang sama
dengan nomina/kata benda kesamaan distribusi itu terlihat dengan jelas
dari jajarannya.33 Contohnya, pabrik kopi, buku tulis, jilbab bermotif, dan lain sebagainya.
b. Frasa Verba
Frasa verba adalah frasa yang memiliki distribusi yang sama dengan
verba.34 Contohnya, sedang menari, sudah datang, berdiri lagi, dan sebgainya.
c. Frasa adjektival
Frasa adjektival adalah frasa yang memiliki distribusi yang sama
dengan adjektif.35 Contohnya, sangat malas, hitam manis, senang gembira, dan sebagainya.
d. Frasa adverbia
Frasa adverbia adalah rasa yang distribusinya sama dengan kata
keterangan. Biasanya inti frasa keterangan juga berupa kata keterangan
dan dalam kalimat sering menduduki fungsi sebagai keterangan.36
31
Abdul Chaer, op. Cit., h. 222
32
Sukini, Sintaksis: Sebuah Panduan Praktis, (Surakarta: Yuma Pustaka, 2010), h. 20
33
Ibid., h. 30
34
Ibid.
35
Ibid., h. 31
36
Joni Endratmo, Definisi dan Jenis-Jenis Frasa, pada
e. Frasa numeral
Frasa numeral adalah frasa yang memiliki distribusi yang sama
dengan kata bilangan.37 Contohnya, dua ribu, tujuh lapis, lima piring, dan sebagainya.
f. Frasa preposisional
Frasa preposisional adalah frasa yang terdiri atas kata depan sebagai
perangkai, diikuti oleh kata atau frasa sebagai
aksis/sumbunya.38Contohnya, di dalam rumah, kepada masyarakat, dan sebaginya.
3. Klausa
Klausa adalah tataran sintaksis yang berada di atas frasa dan di bawah
kalimat. Chaermenyatakan:
Klausa adalah satuan sintaksis berupa runtunan kata-kata berkontruksi predikatif. Artinya, di dalam kontruksi itu ada komponen, berupa kata atau frase, yang berfungsi sebagai predikat; dan yang lainnya sebagai subjek, sebagai objek, dan sebagai keterangan. Selain fungsi predikat yang harus ada dalam kontruksi klausa ini, fungsi subjek boleh dikatakan wajib, sedangkan yang lainnya tidak wajib.39
Sebagai contohnya meja makan dan adik makan dapat kita bandingkan. Meja makan bukanlah sebuah klausa karena kata meja dan kata makan tidak bersifat predikatif. Sedangkan adik makan adalah sebuah klausa karena kata
adik dan kata makan terdapat sifat predikatif. Adik adalah pengisi subjek dan
makan adalah pengisi predikat.
4. Kalimat
Sukini menyatakan, kalimat adalah kontruksi sintaksis yang berupa
klausa, dapat berdiri sendiri atau bebas, dan mempunyai pola intonasi final.40 Namun, Alwi: kridalaksana (dalam Ida Bagus) menyatakan, dalam wujud
37
Ibid.
38
Ibid., h. 32
39
Abdul Chaer, op. Cit., Linguistik Umum, h. 231
40
19
tulisan, kalimat dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik,
tanda tanya, atau tanda seru.41
5. Singkatan
Ramlan dan Mahmudah menyatakan, singkatan ialah kependekan yang
berupa huruf atau gabungan huruf baik dilafalkan huruf demi huruf seperti
DPR, LSM maupun yang tidak seperti dll. dan dsb.42 Semenatara itu, Niknik menyatakan, singkatan adalah bentuk singkat yang terdiri atas satu huruf atau
lebih.43
6. Istilah
Dalam kamus Linguistik Kridalaksana, istilah adalah kata atau gabungan
kata yang dengan cermat mengungkapkan konsep, proses, keadaan, atau sifat
yang khas dalam bidang tertentu.44
D. Karangan
Menulis adalah salah satu kegiatan pembelajaran di sekolah. Contoh dari
kegiatan menulis di sekolah adalah menulis sebuah karangan. Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI), karangan merupakan 1. hasil mengarang; cerita;
buah pena; 2. Ciptaan; gubahan (lagu, musik, nyayian); 3. Cerita mengada-ada
(yang dibuat-buat); 4. Hasil rangkaian (susunan) – bunga.45Finoza menyatakan, karangan adalah penjabaran suatu gagasan secara resmi dan teratur tentang suatu
topik atau pokok bahasan. Mengarang sendiri adalah perkerjaan merangkai atau
menyusun kata, frasa, kalimat, dan alinea yang dipadukan dengan topik dan tema
41
Ida Bagus Putrayasa, Analisis Kalimat: Fungsi, Kategori, dan Peran, (Bandung: Refika Aditama, 2007), h. 20
42
Ramlan dan Mahmudah, Disiplin Berbahasa Indonesia, (Jakarta: FITK PRESS, 2010), h. 35
43
Niknik M. Kuntarto, Cermat dalam Berbahasa Teliti dalam Berfikir: Panduan Pembelajaran Bahasa Indonesia sebagai Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian Berbasis Kompetensi di Perguruan Tinggi, (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2011), h. 76
44
Harimurti Kridalaksana, Kamus Linguistik Edisi Keempat, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 97
45
tertentu untuk memperoleh hasil akhir berupa karangan.46 Berdasarkan cara penyajian pokok bahasannya, tipe karangan ada lima, yaitu
1. Karangan deskripsi (pelukisan)
Deskripsi merupakan bentuk tulisan yang berusaha memberi perincian
dari objek yang sedang dibicarakan.47 Seorang guru anatomi menerangkan bagian-bagian tubuh manusia kepada murid-muridnya sehingga dalam benak
muridnya bagian tubuh iti divisualisasikan seperti keadaan yang sebenarnya
adalah salah satu contoh deskripsi.48 2. Karangan narasi (pengisahan)
Karangan narasi adalah karangan yang menceritakan satu atau beberapa
kejadian dan bagaimana berlangsungnya peristiwa-peristiwa tersebut.
Rangkaian kejadian atau peristiwa ini biasanya disusun menurut urutan waktu
(secara kronologis).49
3. Karangan eksposisi (pemaparan)
Karangan eksposisi merupakan wahana yang bertujuan untuk memberi
tahu, mengupas, menguraikan, atau menerangkan sesuatu. Dalam karangan
eksposisi, masalah yang dikomunikasikan terutama adalah pemberitahuan
atau informasi. Informasi seperti ini dapat kita baca sehari-hari di dalam
media massa, berita di expose atau dipaparkan kepada pembaca dengan tujuan memperluas pandangan atau pengetahuan pembaca.50
4. Karangan argumentasi (pembahasan)
Menulis argumentasi berarti mengemukakan masalah dengan mengambil
sikap yang pasti untuk mengungkapkan segala persoalan dengan segala
kesungguhan intelektualnya, bukan sekadar mana suka atau pendekatan
emosional.51
46
Lamuddin Finoza, Komposisi Bahasa Indonesia: Untuk Mahasiswa Nonjurusan Bahasa, (Jakarta: Diksi Insan Mulia, 2001), h. 189
47
Minto Rahayu, Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi: Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian, (Jakarta: PT Grasindo, 2007), h. 158
48
Lamuddin Finoza, op. Cit., h. 192
49
Djoko Widagdho, Bahasa Indonesia: Pengantar Kemahiran Berbahasa di Perguruan Tinggi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1994), h. 106
50
Lamuddin Finoza, op. Cit., h. 197
51
21
5. Karangan persuasi
Karangan persuasi adalah karangan yang bertujuan membuat pembaca
percaya, yakin, terbujuk akan hal-hal yang dikomunikasikan yang mungkin
berupa fakta, suatu pendirian umum, suatu pendapat/gagasan ataupun
perasaan seseorang. Dalam karangan persuasi, fakta-fakta yang relevan dan
jelas harus diuraikan sedemikian rupa, sehingga kesimpulannya dapat
diterima secara meyakinkan.52
Dapat disimpulkan, karangan adalah hasil (tulisan) dalam bentuk cerita, baik
cerita fiksi maupun nonfiksi. Karangan terbagi menjadi lima jenis, yaitu karangan
deskripsi, karangan narasi, karangan eksposisi, karangan argumentasi, dan
karangan persuasi.
E. Karangan Narasi
Narasi (dalam KBBI), 1. Pengisahan suatu kisah atau kejadian; 2. Sas cerita
atau deskripsi suatu kejadian atau peristiwa; kisahan; 3. Tema suatu karya seni; --
menyajikan sebuah kejadian yang disusun berdasarkan urutan waktu.53 Sementara itu, Atarmenyatakan, narasi merupakan bentuk percakapan atau tulisan
yang bertujuan menyampaikan atau menceritakan rangkaian peristiwa atau
pengalaman manusia berdasarkan perkembangan dari waktu ke waktu.54 Namun, Keraf menyatakan, narasi merupakan suatu bentuk wacana yang berusaha
mengisahkan suatu kejadian atau peristiwa sehingga tampak seolah-olah pembaca
melihat atau mengalami sendiri peristiwa itu.55Isi karangan narasi boleh tentang fakta yang benar-benar terjadi boleh juga tentang sesuatu yang khayali.
Otobiografi atau boigrafi seorang tokoh terkenal sering dapat digolongkan dalam
jenis karangan narasi, dan karangan ini benar-benar nyata atau berdasarkan
sejarah yang tidak dibuat-buat. Tetapi cerpen, novel, hikayat, drama dongeng
seringkali hanyalah hasil kreasi daya khayal seorang pengarang, yang sebenarnya
52
Lamuddin Finoza, op. Cit., h. 200
53
DEPDIKNAS, Op. Cit., 952
54
Atar, op. Cit., h. 30
55
cerita itu sendiri tak pernah terjadi. Namun, karangan ini juga termasuk dalam
jenis karangan narasi.56Narasi mempunyai ciri penanda sebagai berikut:
1. Berupa cerita tentang peristiwa atau pengalaman manusia;
2. Kejadian atau peristiwa yang disampaikan dapat berupa peristiwa atau
kejadian yang benar-benar terjadi, dapat berupa semata-mata imajinasi, atau
gabungan keduanya;
3. Berdasarkan konflik. Karena tanpa konflik narasi tidak menarik;
4. Memiliki nilai estetika karena isi dan cara penyampaiannya bersifat sastra,
khususnya narasi yang berbentuk fiksi;
5. Menekankan susunan kronologis;
6. Biasanya memiliki dialog.57
Narasi terbagi menjadi dua, yaitu:
1. Narasi ekspositoris
Narasi menyampaikan informasi mengenai berlangsungnya suatu
peristiwa. Narasi ekspositoris mempersoalkan tahap-tahap kejadian,
rangkaian-rangkaian perbuatan kepada para pembaca atau pendengar. Narasi
ekspositoris yang bersifat generalisasi adalah narasi yang menyampaikan suatu proses umum, yang dapat dilakukan siapa saja, dan dapat dilakukan
secara berulang-ulang, seperti contoh wacana naratif yang menceritakan
bagaimana seseorang menyiapkan nasi goreng. Narasi yang bersifat khusus
adalah narasi yang berusaha menceritakan suatu peristiwa yang khas yang
hanya terjadi satu kali seperti, cerita masuk perguruan tinggi.58 2. Narasi sugestif
Narasi sugestif merupakan suatu rangkaian peristiwa yang disajikan
sekian macam sehingga merangsang daya khayal para pembaca. Sebuah
novel, roman, dan cerpen sudah mengandung semua ciri narasi sugestif.59
56
Djoko Widagdho, op. Cit., h. 106-107
57
Atar, op. Cit., h. 32
58
Gorys Keraf, op. Cit., h. 136-137
59
23
Dapat disimpulkan bahwa,karangan narasi adalah sebuah karangan atau
tulisan yang bertujuan untuk menyampaikan cerita berdasarkan urutan waktu yang
didalamnya terdapat sebuah peristiwa.
F. Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan adalah penelitian yang hampir sama dengan
penelitian yang pernah kita buat. Penelitian yang relevan yang berkaitan dengan
skripsi ini adalah:
1. Penelitian mengenai campur kode telah dilakukan oleh beberapa mahasiswi.
Pertama penelitian yang telah dilakukan oleh Izah Azizah mahasiswa
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni,
Universitas Negeri Jakarta dengan judul “Campur Kode pada Penggunaan
Bahasa Indonesia dalam Acara Bukan Empat Mata dan Implikasinya pada Pembelajaran Berbicara siswa kelas IX SMPN”. Skripsi yang menganalisis peristiwa campur kode dalam Acara Bukan Empat Mata menguraikan bahwa
ketika berbincang pembawa acara menggunakan berbagai macam bahasa
sehingga suasana terlihat segar dan tidak monoton, itu terlihat dari adanya
peristiwa campur kode bahasa asing dan bahasa daerah. Persamaan dengan
skripsi ini, yaitu sama-sama menganalisi campur kode. Namun, perbedaannya
yaitu Azizah menganalisis campur kode dalam Acara Bukan Empat Mata
sementara dalam skripsi ini menganalisis campur kode dalam karangan
narasi siswa.60
2. Masih dalam ranah campur kode yang dilakukan oleh Nuzlya Rahmadhany
Gintings mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas
Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Jakarta. Penelitian ini merupakan sebuah
penelitian untuk skripsi yang berjudul “Bentuk dan Makna Campur Kode
Bahasa Inggris Politikus Di dalam Majalah Tempo.” Skripsi yang menganalisis campur kode bahasa Inggris politikus dalam Majalah Tempo
60
menguraikan bahwa campur kode bahasa Inggris yang dilakukan politikus
sebagai narasumber memiliki makna yang bervariasi. Makna yang terkandung
dalam campur kode bahasa Inggris tersebut ada yang bermakna konseptual,
konotatif, stilistik, afektif, reflektif, kolokatof, dan tematik. Namun, makna
campur kode bahasa Inggris yang paling dominan adalah makna konseptual.
Persamaan dengan skripsi ini adalah sama-sama menganalisis campur kode
dalam sebuah tulisan. namun, perbedaannya adalah Nuzlya dalah sebuah
Majalah Tempo sedangkan skripsi ini dalam sebuah karangan narasi.61
3. Dilakukan oleh Retno Setyorini. Mahasiswa Pendidikan Banahasa dan Sastra
Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Jakarta. Penelitian
ini merupakan sebuah skripsi tahun 2008 dengan judul “Alih Kode dan Campur Kode pada Cerita Bersambung Di Tabloid Nova.” Skripsi yang menganalisis alih mode dan campur kode pada cerita bersambung di Tabloid
Nova menguraikan bahwa hasil penelitian mengenai alih kode dan campur
kode pada cerita bersambung di Tabloid Nova ini dapat dapat diimplikasikan
kepada penulis cerita atau siapapun yang akan membuat sebuah narasi atau
cerita yang di dalamnya terdapat bentuk-bentuk alih kode dan campur kode,
agar memperhatikan penggunaan kata-kata asing, kata-kata dari bahasa
daerah, maupun kata-kata dari bahasa sehari-hari, sesuai dengan keperluan
dengan tetap memperhatikan bahwa tidak semua pembaca mempunyai tingkat
pendidikan dan penguasaan yang sama, agar tidak menimbulkan ambiguitas
dan salah paham. Persamaan dengan skripsi ini adalah sama-sama
menganalisis sebuah cerita atau karangan narasi. Namun, perbedaannya
adalah Retno juga menganalisis alih kode sedangkan skripsi ini hanya campur
kode saja.62
61
Nuzlya Ramadhany Gintings, Bentuk dan Makna Campur Kode Bahasa Inggris Politikus Di dalam Majalah Tempo, (Skripsi S1 Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Jakarta, 2008), h. 109
62
25
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Dalam bab ini akan diuraikan tempat dan waktu penelitian, metode penelitian,
subjek penelitian, fokus penelitian, instrumen penelitian, teknik pengumpulan
data, dan teknik analisis data.
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di MA Jabal Nur Cipondoh, Tangerang. Waktu
penelitian dilakasanakan semester genap tahun pelajaran 2013/2014.
B. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskripsi dengan teknik analisis
data yang menggunakan metode observasi dan metode dokumentasi.
1. Metode
Husaini dan Purnomo menyatakan:
Metode ialah suatu prosedur atau cara untuk mengetahui sesuatu yang mempunyai langkah-langkah sistematik. Sedangkan metodelogi ialah suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan-peraturan suatu metode. Jadi, metode penelitian ialah suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan-peraturan yang terdapat dalam penelitian. Ditinjau dari filsafat, metodelogi penelitian merupakan epistemologi penelitian. Yaitu yang menyangkut bagaimana kita mengadakan penelitian.1
Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan, metode adalah suatu cara yang
digunakan untuk mencapai tujuan belajar mengajar sesuai dengan yang
dikehendaki. Metode penelitian adalah pengkajian dalam mempelajari peraturan
dalam penelitian.
1
2. Penelitian Kualitatif
Nuraida dan Halid Alkaf mengatakan, penelitian kualitatif adalah prosedur
penelitian yang bertujuan meneliti suatu masalah dengan cara merumuskan
permasalahan lalu meneliti dengan cara mendalam, yaitu pengamatan, pencatatan,
wawancara, dan terlibat dalam proses penelitian guna menemukan penjelasan
berupa pola-pola, deskripsi, dan menyusun indikator.2 Sementara itu, S. Margono menyatakan:
Penelitian kualitatif perhatian lebih banyak ditujukan pada pembentukan teori substantif berdasarkan dari konsep-konsep yang timbul dari data empiris. Dalam penelitian kualitatif, penelitian merasa “ tidak tahu mengenal apa yang tidak diketahuinya”, sehingga desain penelitian yang dikembangkan selalu merupakan kemungkinan yang terbuka akan berbagai perubahan yang diperlukan dan lentur terhadap kondisi yang ada di lapangan pengamatannya.3
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan langkah-langkah metode analisis
data model mengalir (Miles dan Huberman, 1992: 15), menggunakan teknik
pengumpulan data observasi dan dokumentasi. Metode analisis data model
mengalir (Miles dan Huberman, 1992: 15) yaitu, 1. Pengumpulan data, 2. Reduksi
data, 3. Penyajian data, 4. Penarikan kesimpulan.4 S. Nasution mengatakan:
Observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan. Para ilmuwan hanya dapat bekerja berdasarkan data, yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang diperoleh melalui observasi. Data itu dikumpulkan dengan berbagai alat, diantaranya alat yang canggih, sehingga dapat diobservasi benda yang sekecil-kecilnya atau yang sejauh-jauhnya di jagat raya. Namun, betapapun canggihnya alat yang digunakan, tujuannya hanya satu, yakni mengumpulkan data melalui observasi.5
Observasi dilakukan dengan pengamatan langsung ke lapangan dan peneliti
terlibat langsung dalam proses penelitian dalam sehari-hari. Sementara itu,
2
Nuraida dan Halid Alkaf, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Ciputat: Islamic Research, 2009), h. 35
3
S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), h. 35
4
Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Pedoman Penulisan Skripsi, ( Jakarta: Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013), h. 70-71
5
27
Husaini dan Purnomo mengatakan, observasi ialah pengamatan dan pencatatan
yang sistematis terhadap gejala-gejala yang diteliti.6 Sugiyono mengatakan, dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.7 Dokumen terdiri dari beberapa macam seperti, dokumen tulis, gambar, dan juga dokumen suara.
Dokumen tulis itu sendiri seperti, cerita, baik cerita pribadi maupun cerita sejarah.
Dokumen yang peneliti ambil, yaitu dokumen pribadi. Dokumen pribadi adalah
catatan atau karangan seseorang secara tertulis tentang tindakan, pengalaman, dan
kepercayaan.8 Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan, penelitian kualitatif ialah penelitian yang dilakukan dengan cara mencari permasalahan, merumuskan,
dan lalu diteliti secara mendalam. Dalam penelitian kualitatif data yang diperoleh
dengan observasi, yaitu metode yang peneliti terjun langsung ke lapangan dengan
melakukan pengamatan. Metode dokumentasi, yaitu metode dengan
mengumpulkan catatan peristiwa seperti cerita dalam sebuah tulisan. penelitain
skripsi memfokuskan pada campur kode karangan narasi berupa cerpen siswa
kelas X MA (Madrasah Aliyah) Jabal Nur Cipondo, Tangerang.
Penelitian yang digunakan penelitian kualitatif deskriptif teknik analisis data.
Deskriptif itu sendiri seperti data yang dikummpulkan adalah berupa kata-kata,
gambar, dan bukan angka-angka. Hal itu disebabkan oleh adanya penerapan
metode kualitatif. Data tersebut mungkin berasal dari naskah wawancara, catatan
lapangan, dokumen pribadi, domen resmi lainnya. Pada penulisan laporan yang
demikian, peneliti menganalisis data yang sangat kaya tersebut dan sejauh
mungkin dalam bentuk aslinya.9 Penelitian ini berpusat pada penggunaan bahasa pada karangan narasi siswa berupa cerpan. Penelitian ini sebelumnya melakukan
observasi sekolah dan keadaan lingkuan sekitar dan menggunakan metode
dokumentasi hasil karangan narasi siswa berupa cerpen.
6
Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, op. Cit., h. 52-55
7
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2013), h. 329
8
Lexy J. Moleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif: Edisi Revisi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), h. 217
9
C. Subjek Penelitian
Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah siswa kelas X MA Jabal Nur
Cipondoh, Tangerang. Adapun jumlah siswa kelas X MA (Madrasah Aliyah)
Jabal Nur Cipondoh, Tangerang sebanyak 24 siswa.
D. Fokus Penelitian
Fokus penelitian ini adalah campur kode yang meliputi wujud dan jenis
campur kodeyang terdapat pada hasil karangan narasi siswa berupa cerpen kelas X
MA (Madrasah Aliyah) Jabal Nur Cipondoh, Tangerang.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah peneliti sendiri karena dalam penelitian ini
penulis mengerjakan penelitian dengan teknik observasi dan dokumentasi serta
[image:41.595.108.520.226.574.2]dibantu dengan tabel kerja.
Gambar tabel kerja
Klasifikasi Wujud dan Jenis Campur Kode Per-Karangan
No Data Wujud Campur Kode Jenis Campur Kode
Klasifikasi Wujud Campur Kode Karangan Narasi Siswa Kelas X MA (Madrasah Aliyah)Jabal Nur Cipondoh, Tangerang
No Data Wujud Campur Kode
29
Klasifikasi Jenis Campur Kode Karangan Narasi Siswa Kelas X MA (Madrasah Aliyah)Jabal Nur Cipondoh, Tangerang
No Data Jenis Campur Kode Keluar
Bahasa Inggris Bahasa Arab
F. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:
1. Meminta siswa untuk membuat karangan narasi;
2. Membaca secara intensif, membaca secara berulang-ulang karangan narasi
siswa. Membaca secara kritis, menemukan bagian-bagian yang menunjukkan
campur kode. Bagian-bagian tersebut ditandai atau digaris bawahi;
3. Memasukkan semua data yang relevan, bagian-bagian di dalam karangan
narasi yang menunjukkan gejala campur kode (yang sudah ditandai)
dikumpulkan;
4. Mengidentifikasi data, data yang diidentifikasi yaitu daftar peristiwa campur
kode berdasarkan kata, frasa, klausa, kalimat, singkatan dan istilah.
G. Teknik Analisis Data
1) Pengumpulan data, pengumpulan data, peneliti membuat catatan data yang
dikumpulkan melalui observasi, wawancara, studi dokumentasi yang
merupakan catatan lapangan yang terkait dengan pertanyaan dan atau tujuan
penelitian
2) Mereduksi data, membaca ulang keseluruhan cerita, memilih bagian yang
memperlihatkan gejala campur kode pada karangan narasi, yaitu tampak pada
kutipan langsung di dalam teks, lalu memasukkannya ke dalam tabel kerja.
3) Penyajian data, penyajian data, setelah melalui reduksi data, langkah
selanjutnya dalam analisis data adalah penyajian data atau sekumpulan
informasi yang memungkinkan peneliti melakukan penarikan kesimpulan;
4) Menarik kesimpulan/verifikasi tentang hasil analisis, yaitu terdiri atas
31
BAB IV PEMBAHASAN
A. Profil Pondok Pesantren Modern Terpadu Jabal Nur I. Sejarah Singkat Madrasah
Pondok Pesantren Modern Terpadu Jabal Nur berada di bawah
naungan Yayasan Jam‟iyah Nahdiyah Lilummah (JN Universal) berawal
dari hasil pemikiran tentang bagaimana membantu dan memberikan
kesempatan kepada para yatim dan duafa khususnya lulusan SD/MI untuk
dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Maka untuk
ide tersebut pada bulan Maret 2006 tepatnya pada tanggal 15 Maret 2006
didirikan Pondok Pesantren yang pada mulanya bernama “Pondok
Pesantren Keterampilan Yatim Jabal Nur”.
Pada perkembangan berikutnya nama tersebut dianggap kurang tepat
sehingga diubah menjadi Pondok Pesantren Modern Terpadu Jabal Nur.
Perubahan ini didasarkan alasan sebagai berikut :
1. Secara psikologis pencantuman kata ”yatim” pada nama pesantren
dikhawatirkan berdampak ”minder” terhadap kejiwaan anak sehingga
mereka bukan merasa dihargai tetapi justru merasa menjadi bahan
eksploitasi.
2. Pada perjalanan b