TERHADAP KUALITAS HIDUP LANJUT USIA DI PUSAT SANTUNAN KELUARGA (PUSAKA) KECAMATAN PANCORAN JAKARTA SELATAN
Skripsi
Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh
YUSNIA PRATIWI
NIM: 1111054100018
PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
i
ABSTRAK
YUSNIA PRATIWI, 1111054100018, PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL TERHADAP KUALITAS HIDUP LANJUT USIA DI PUSAT SANTUNAN KELUARGA (PUSAKA) KECAMATAN PANCORAN JAKARTA SELATAN, DI BAWAH BIMBINGAN NOOR BEKTI NEGORO, SE,M.SI.
Lanjut usia (lansia) adalah seseorang yang telah berusia 60 tahun ke atas. Lansia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan. Di usia lanjut seseorang banyak mengalami berbagai permasalahan hidup. Permasalahan yang dihadapinya akan saling berkaitan, seperti kondisi fisik dan psikis dapat mempengaruhi keadaan sosial ekonomi. Sehingga kecendrungan lansia tergantung pada orang lain menjadi cukup besar, mereka membutuhkan bantuan atau dukungan sosial dari orang-orang di sekitarnya. Dukungan sosial tersebut bertujuan untuk membantu lansia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Mereka yang berusia lanjut tentunya menginginkan kehidupan yang sejahtera dimana terpetuhinya kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Kesejahteraan sama dengan peningkatan kualitas hidup, yang mana kualitas hidup memiliki arti kepuasan hidup atau terpenuhinya kebutuhan hidup berdasarkan kondisi fisik, psikologis, dan konsisi sosial yang dirasakan seseorang. Penelitian ini dilakukan di Pusat Santunan Keluarga (PUSAKA) yang ada di Kecamatan Pancoran, PUSAKA merupakan organisasi kemanusian berbasis masyarakat. Keberadaan PUSAKA yang ada di DKI Jakarta mencapai 123 PUSAKA.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh dukungan sosial terhadap kualitas hidup lanjut usia. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jumlah sampel sabanyak 51 responden. Alat ukur yang digunakan untuk mengukur variabel dukungan sosial yaitu The Social Provisions Scale yang dikembangkan oleh Weiss. Kemudian Alat ukur untuk variabel kualitas hidup menggunakan World Health Organization Quality of Life (WHOQOL-OLD) yang lebih spesifik digunakan untuk mengukur kualitas hidup pada lansia. Serta teknik pengolaan dan analisis data yang digunakan dengan analisis statistik yang dilakaukan dengan bantuan software SPSS 20 for windows release.
Dari hasil penelitian ini diperoleh berdasarkan F-Test di dapatkan nilai signifikasinya sebesar 0,000 dimana angka tersebut lebih kecil dari 0,05 ini berarti variabel dukungan sosial memiliki pengaruh terhadap variabel kualitas hidup lanjut usia. Adapun berdasarkan hasil Adjusted R Square (R²) sebesar 42,8% artinya variabel dukungan sosial mempengaruhi variabel kualitas hidup lanjut usia sebesar 42,8% sedangkan sisanya sebesar 57,2% dipengaruhi atau dijelaskan oleh variabel lain di luar variabel penelitian. Hasil Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan yang positif bagi semua pihak agar dapat lebih memperhatikan kondisi lanjut usia serta dapat memberikan dukungan lebih kepada sesorang yang telah berusia lanjut.
ii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb
Segala Puji bagi Allah SWT Yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang
berjudul “Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kualitas Hidup Lanjut Usia di
Pusat Santunan Dalam Keluarga (PUSAKA) Kecamatan Pancoran”. Shalawat
serta salam senantiasa selalu tercurah kepada junjungan Nabi Muhammad SAW.
Skripsi ini merupakan tugas akhir yang harus diselesaikan sebagai syarat
guna meraih gelar sarjana sosoal jurusan kesejahteraan sosial. Penulis menyadari
banyak pihak yang telah membantu dalam proses penyelesain skripsi ini. Oleh
karena itu, dengan segala kerendahan hati penulisi ingin mengucapkan banyak
terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu hingga selesainnya
penyusunan skripsi ini baik secara langsung maupun tidak langsung.
1. Dr. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi. Suparto, M.Ed, Ph.D selaku Wakil Dekan Bidang Akademik.
Dr. Roudhonah, MA selaku Wakil Dekan bidang Administrasi Umum.
Dr. Suhaimi, M, SI selaku Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan.
2. Siti Napsiyah, MSW, selaku Ketua Program Studi Kesejahteraan Sosial,
Ahmad Zaky, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi, dan para dosen
Program Studi Kesejahteraan Sosial yang telah banyak memberikan ilmu
dan pengalamannya kepada penulis. Semoga ilmu yang diberikan
iii
3. Ir. Noor Bekti Negoro, SE,M.SI sebagai dosen pembimbing yang telah
banyak memberi nasihat dan bimbingan kepada penulis dalam penyusunan
skripsi ini.
4. Pengurus Pusat Santunan Keluarga (PUSAKA) yang ada di Kecamatan
Pancoran.
5. Trimakasih kepada kedua orangtuaku tercinta Ayahku Yusuf dan Ibuku
Marwiyah serta nenekku yang tak pernah hentinya memanjatkan doa dan
memberikan dukungannnya kepada penulis, sehingga penulis selalu
termotivasi dengan kasih sayang kalian yang begitu besar. Dan untuk
adikku Astri dan Lulu yang juga turut memberikan dukungan bagi
kelancaran penulisan skripsi ini.
6. Teman-teman Kesejahteraan Sosial Angkatan 2011, khususnya kepada
sahabat dan orang terdekatku Mayang, Tri, Nindi, Retno, Sonia, Alfi, Elis,
Asif, Ita dan Mira.
Jakarta, Juni 2015
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8
D. Tinjauan Pustaka ... 9
E. Sistematika Penulisan ... 10
BAB II KERANGKA TEORITIS ... 12
A. Lanjut Usia ... 12
1. Pengertian Lanjut Usia ... 12
2. Periode Lanjut Usia ... 13
3. Kebutuhan Lanjut Usia ... 14
4. Hak dan Kewajiban Lanjut Usia ... 16
B. Teori Lanjut Usia ... 18
1. Teori Kelekatan (Attachment Theory) ... 18
2. Teori Penarikan Diri (Disengagement Theory) ... 18
3. Teori Aktifitas (Activity Theory) ... 19
4. Teori Kontinuitas (Continuity Theory) ... 19
C. Dukungan Sosial ... 20
1. Pengertian Dukungan Sosial ... 20
v
3. Komponen Dukungan Sosial ... 22
4. Manfaat Dukungan Sosial ... 24
5. Sumber-Sumber Dukungan Sosial ... 25
6. Pengukuran Dukungan Sosial... 25
D. Kualitas Hidup Lanjut Usia... 26
1. Pengertian Kualitas Hidup ... 26
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup ... 27
3. Tujuan Peningkatan Kualitas Hidup Lanjut Usia ... 28
4. Domain Kualitas Hidup ... 28
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 34
A. Pendekatan dan Desain Penelitian ... 34
B. Ruang Lingkup Penelitian ... 34
1. Subjek dan Objek Penelitian ... 34
2. Tempat dan Waktu Penelitian ... 35
C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 36
1. Populasi ... 36
2. Sampel ... 36
D. Metode Pengumpulan Data ... 37
E. Variabel Penelitian... 38
F. Definisi Konseptual Variabel Penelitian ... 39
G. Definisi Oprasional Variabel Penelitian ... 40
H. Hipotesis Penelitian ... 49
I. Uji Instrument ... 49
1. Uji Validitas Data ... 49
2. Uji Reabilitas Data ... 50
vi
1. Uji Normalitas Kolmogrov-Smirnov ... 52
2. Uji Homogenitas ... 52
3. Uji Koefisien Korelasi ... 53
4. Uji Koefisien Determinasi ... 54
5. Uji F-test (Simultan) ... 55
6. Uji Regresi Linear Berganda ... 55
7. Uji T-test (Persial) ... 56
BAB IV GAMBARAN UMUM LEMBAGA ... 58
A. Visi, Misi dan Tugas Pokok ... 58
B. Tujuan dan Sasaran Lembaga ... 59
C. Jumlah Lanjut Usia ... 59
D. Struktur Organisasi ... 60
E. Metode dan Jenis Pelayanan ... 60
F. Sarana dan Prasarana ... 62
G. Sumberdaya Manusia dan Pendanaan ... 63
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 64
A. Gambaran Umum Responden ... 64
B. Uji Instrument ... 66
C. Analisis Data Penelitian ... 72
1. Uji Normalitas Kolmogrov-Smirnov ... 72
2. Uji Homogenitas ... 72
3. Uji Koefisien Korelasi ... 73
4. Uji Koefisien Determinasi ... 76
5. Uji F-test ... 76
6. Uji Linier Berganda ... 77
vii
D. Analisis Perspektif Pekerjaan Sosial ... 81
BAB VI PENUTUP ... 87
A. Kesimpulan... 87
B. Saran ... 88
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Variabel Penelitian ... 39
Tabel 3.2 Definisi Oprasional dan Indikator Penelitian... 41
Tabel 3.3 Blue Print Skala Dukungan Sosial (sebelum validitas instrument) ... 43
Tabel 3.4 Blue Print Skala Kualitas Hidup (sebelum validitas instrument) ... 44
Tabel 3.5 Blue Print Skala Dukungan Sosial (setelah validitas instrument) ... 46
Tabel 3.6 Blue Print Skala Kualitas Hidup (setelah validitas instrument) ... 47
Tabel 3.7 Skala Likert ... 51
Tabel 3.8 Interprestasi terhadap Koefisien Korelasi ... 54
Tabel 4.1 Data Lanjut Usia Berdasarkan Jenis Kelamin ... 59
Tabel 4.2 Data Lanjut Usia Berdasarkan Usia ... 59
Tabel 5.1 Jenis Kelamin Responden ... 64
Tabel 5.2 Usia Responden ... 65
Tabel 5.3 Uji Validitas Variabel Dukungan Sosial ... 66
Tabel 5.4 Uji Validitas Variabel Kualitas Hidup Lanjut Usia ... 68
Tabel 5.5 Reabilitas ... 71
Tabel 5.6 Hasil Uji Normalitas ... 72
Tabel 5.7 Hasil Uji Homogenitas ... 73
Tabel 5.8 Hasil Koefisien Korelasi ... 75
Tabel 5.9 Hasil Uji Koefisien Determinasi ... 76
Tabel 5.10 Hasil Uji F-test ... 77
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 - Surat Bimbingan Skripsi
Lampiran 2 - Surat Izin Penelitian
Lampiran 3 - Angket/Kuisioner
Lampiran 4 - Uji Validitas
Lampiran 5 - Uji Reliabilitas
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Penduduk yang memasuki usia lanjut semakin lama semakin signifikan
jumlahnya di banyak negara tidak terkecuali di Indonesia. Fenomena
meningkatnya pertumbuhan penduduk usia lanjut merupakan sebuah
kecenderungan yang terjadi sebagai dampak dari perubahan struktur usia dalam
beberapa waktu belakangan. Penurunan angka kelahiran dan peningkatan usia
harapan hidup menciptakan situasi dimana penduduk berusia 60 tahun atau lebih
menjadi segmen dengan pertumbuhan terpesat dari sebuah penduduk. Jumlah
anak menurun sedangkan proporsi penduduk berusia produktif 15-59 tahun
bertambah. Berdasarkan data Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk Indonesia
berusia lanjut di Indonesia mencapai 18,04 juta jiwa atau sekitar 7,6% dari total
penduduk Indonesia yang berjumlah 237,6 juta jiwa.1
Berdasarkan UU No. 13 tahun 1998, yang dimaksud lanjut usia adalah
seseorang yang telah berusia 60 tahun keatas.2 Lanjut usia merupakan tahap
perkembangan normal yang akan dialami oleh setiap individu yang mencapai usia
lanjut dan merupakan kenyataan yang tidak dapat dihindarkan. Lanjut usia adalah
kelompok orang yang sedang mengalami suatu proses perubahan yang bertahap
yang berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup serta penurunan
1
Dadang Hawari , Sejahtera di Usia Senja (Jakarta: FKUI, 2007), h. 6. 2
kepekaan secara individual. Lanjut usia merupakan istilah tahap akhir dari proses
penuaan.
Peningkatan usia harapan hidup mengakibatkan jumlah lanjut usia
mengalami peningkatan tiap tahun. Penduduk lanjut usia mengalami pertumbuhan
tercepat dibandingkan dengan kelompok usia lainnya. Indonesia termasuk Negara
berkembang dengan jumlah penduduk kurang lebih 237,6 juta jiwa pada tahun
2010 dan menempati peringkat empat dunia setelah Cina, India dan Jepang dalam
hal penduduk lansia terbanyak didunia. WHO memperkirakan tahun 2025 jumlah
lansia di seluruh dunia akan mencapai 1,2 miliar orang yang akan terus bertambah
hingga 2 miliar orang di tahun 2050. WHO juga memperkirakan 75% populasi
lansia di dunia pada tahun 2025 berada di negara berkembang.3
Berdasarkan Data Susenas BPS 2012 menunjukkan bahwa lanjut usia di
Indonesia sebanyak 7,56% dari total penduduk Indonesia. Menurut data tersebut
sebagian besar lanjut usia di Indonesia berjenis kelamin perempuan. Sementara itu
Bappenas memperkirakan pada tahun 2050 akan ada 80 juta lanjut usia di
Indonesia dengan komposisi usia 60-69 tahun berjumlah 35,8 juta, usia 70-79
tahun berjumlah 21,4 juta dan 80 tahun ke atas berjumlah 11,8 juta.4 Banyaknya
jumlah lanjut usia di Indonesia bisa dimaknai sebagai keberhasilan pembangunan
manusia dengan indikator bertambahnya usia harapan hidup. Di sisi lain hal itu
juga menghadirkan tantangan mengenai angka ketergantungan hidup yang akan
berkorelasi dengan beban ekonomi yang ditanggung penduduk usia produktif
untuk membiayai penduduk lanjut usia. Apalagi permasalahan lanjut usia tidak
3Badan Pusat Statistik, “Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi,” artikel diakses pada 22 September 2014 dari http://www.bps.go.id/download_file/IP_Februari_2014.pdf
hanya sebatas produktivitas tapi juga menyangkut hal lain seperti pendidikan dan
kesehatan.
Menurut Komisi Nasional Lanjut Usia yang dikutip dari tesis Ayu Diah,
bahwa ada beberapa permasalahan yang umum dijumpai pada masa tua antara lain
masalah hubungan keluarga, hubungan sosial yang cenderung mengisolasi diri
dan kurang melakukan sosialisasi, menurunnya daya tahan tubuh sehingga
penyembuhan penyakit lebih lama, akses transportasi yang belum ramah lansia
dan terlalu jauh dari rumah serta pekerjaan rumah tangga yang harus dilakukan
sendiri dan tidak jarang melakukan pekerjaan untuk anggota keluarga yang lain
seperti menjaga rumah, pekerjaan rumah, mengasuh cucu dan lain-lain.
Permasalahan-permasalahan yang dihadapi para lanjut usia tersebut akan saling
berkaitan, seperti kondisi fisik dan psikis dapat mempengaruhi keadaan sosial
ekonomi, sehingga kecenderungan lanjut usia menjadi tergantung pada orang lain
menjadi cukup besar.5
Meningkatnya jumlah populasi lanjut usia yang diiringi dengan
meningkatnya permasalahan yang dihadapi lanjut usia juga berdampak terhadap
penurunan kualitas hidup lansia, seperti penurunan kapasitas mental, perubahan
peran sosial, kepikunan, serta depresi.6 Dalam jurnal psikologi yang ditulis oleh
Dewinta menunjukan bahwa hasil survei awal terhadap 10 lansia didapatkan
bahwa 7 orang lansia atau 70% mengalami penurunan kualitas hidup terutama
dalam rasa kesepian dan kurangnya perhatian dari anggota keluarga lain.
5Ayu Diah, “Evaluasi Proses Pelaksanaan Program Elderly Day Care Services Tahun
2012 di Panti Sosial Tresna Werdha Budhi Dharma Bekasi Timur,” (Tesis S2 Fakultas Ilmu Sosial
dan Politik, Universitas Indonesia, 2012), h. 20.
6Dewianita, dkk., “Fungsi keluarga, dukungan sosial dan kualitas hidup lansia di wilayah
kerja Puskesmas III Denpasar Selatan,” artikel diakses pada 1 Maret 2015 dari
Rendahnya kualitas hidup lansia sering dihubungkan dengan fungsi keluarga dan
dukungan sosial, baik dukungan sosial dari pasangan, keluarga ataupun
masyarakat.
World Health Organization Quality of Life (WHOQOL) mendefinisikan
kualitas hidup sebagai persepsi individu terhadap kehidupannya di masyarakat
dalam konteks budaya dan sistem nilai yang ada yang terkait dengan tujuan,
harapan, standar, dan perhatian. Kualitas hidup merupakan suatu konsep yang
sangat luas yang dipengarui kondisi fisik individu, psikologis, tingkat
kemandirian, serta hubungan individu dengan lingkungan.7
Kualitas hidup erat kaitannya dengan kesejahteraan lanjut usia dimana
dalam hal ini kesejahteraan lanjut usia menurut undang-undang nomor 13 tahun
1998 yaitu adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial, baik material
maupun spiritual yang diliputi rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketenteraman
lahir dan batin yang memungkinkan setiap lanjut usia untuk mengadakan
pemenuhan kebutuhan jasmani, rohani dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri,
keluarga serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak dan kewajiban asasi
manusia.8 Jadi dalam hal ini kesejahteraan lanjut usia dapat dikaitkan dengan
peningkatan kualitas hidup, dimana indikator kesejahteraan lanjut usia dan
kualitas hidup secara berama-sama dapat dilihat dari kondisi fisik, kondisi
psikologis, serta hubungan sosial seseorang.
7
Amalia Yuliati, dkk., “Perbedaan Kualitas Hidup Lansia yang Tinggal di Komunitas dengan di Pelayanan Sosial Lanjut Usia (The Different of Quality of Life Among the Elderly who Living at Community and Social Services),” Jurnal Pustaka Kesehatan, vol. 2 (Januari 2014): h. 88.
8
Banyaknya permasalahan yang dihadapi yang dapat mempengaruhi
kualitas hidup lanjut usia, tentunya membutuhkan dukungan dari orang-orang
disekitarnya mengingat keterbatasan yang dimiliki oleh lanjut usia. Dukungan
tersebut berupa dukangan sosial yang bisa di terima dari keluarga, pasangan hidup
atau kelompok masyarakat. Dukungan sosial merupakan bantuan yang diberikan
berupa kasih sayang, kepedulian, perhatian dan bantuan kepada individu. Menurut
Wills dan Filler dukungan sosial membantu lansia mengatasi persoalan yang
dihadapinya lebih efektif.9 Menurut Cutrona dukungan sosial meruapakan suatu
proses hubungan yang terbentuk dari individu dengan persepsi bahwa seseorang
dicintai dan dihargai, disayangi untuk memberikan bantuan kepada individu yang
mengalami tekanan-tekanan dalam kehidupan.
Bila merujuk pada Al-Quran lanjut usia bisa dimaknai sebagai orang tua
yang sudah tua usianya. Dan Allah SWT memerintahkan untuk merawat orang tua
yang telah lanjut usia hal ini merupakan salah satu bentuk dukungan sosial,
sebagaimana yang dijelaskan dalam surah al-Isra/17: 23 berikut:10
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia (berbuat syirik) dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali
9Arianti Kusumawardani, “Hubungan antara Dukungan Sosial dan
Kualitas Hidup pada
Lansia Penderita Hipertensi,” artikel diakses pada 20 Februari 2015 dari
http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2014/08/Hubungan-antara-Dukungan-Sosial-dan Kualitas-Hidup-pada-Lansia-Penderita-Hipertensi.pdf
10
janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.”
Disebutkan dalam surat tersebut untuk merawat orang tua yang sudah
berusia lanjut bahkan diperintahkan untuk memuliakan orang tua yang sudah
lanjut usia. Dalam merawat orang tua tersebut bisa dimaknai dengan memberikan
kasih sayang, perhatian dan kepedulian yang merupakan bentuk dari dukungan
sosial.
Oleh karena itu untuk melihat apakah ada pengaruh antara dukungan sosial
terhadap kualitas hidup lanjut usia, maka dalam penelitian ini peneliti akan
meneliti kualitas hidup lanjut usia di PUSAT SANTUNAN KELUARGA
(PUSAKA). PUSAKA merupakan salah satu organisasi kemanusiaan yang
memiliki pola pelayanan sosial lanjut usia berbasis masyarakat yang membantu
program pemerintah dalam mensejahterakan lansia. PUSAKA melakukan
pengorganisasian kelompok kerja yang mendorong pengembangan home care di
berbagai wilayah di Jakarta, penggerak kegiatan ini ada di tingkat kelurahan dan
kecamatan.11 Karakterisik pelayanan ini adalah pelayanan luar panti dengan
menyediakan pelayanan sosial kepada lanjut usia dalam keluarga. Di PUSAKA
para lanjut usia tidak hanya mendapatkan dukungan sosial dari keluarga tetapi
juga dari masyarakat, lembaga dan juga pemerintah.
PUSAKA diperkenalkan pertama kali pada tahun 1987, pola pelayanan ini
ditumbuhkan untuk mempertajam peran home care yang pernah diinisiasi oleh
Badan Koordinasi Panti Werdha DKI Jakarta pada tahun 1970. Berdasarkan data
yang tercatat di BKKKS DKI Jakarta, jumlah PUSAKA di DKI Jakarta sampai
11
dengan tahun 2011 ini mencapai 123 PUSAKA atau 50% dari kelurahan yang ada
di Jakarta yang mencapai 256 kelurahan. Sedangkan jangkauan sasaran mencapai
7.036 lanjut usia pertahun atau rata-rata 57 lansia di setiap PUSAKA.12
Salah satu Pusat Santunan Keluarga (PUSAKA) yang sudah mampu
berperan aktif dalam menjalankan model pelayanan sosial bagi lanjut usia yaitu
PUSAKA yang ada di Kecamatan Pancoran yaitu PUSAKA 48 dan 79 yang sudah
berdiri sejak tahun 1992 dan 1995. PUSAKA 48 dan 79 telah memiliki banyak
prestasi dibanding dengan PUSAKA lainnya, selain itu jumlah binaan yang ada
juga lebih banyak di bandingkan dengan PUSAKA yang ada di Kecamatan
lainnya.
Berdasarkan uraian di atas, maka menarik untuk dilakukan penelitian
mengenai pengaruh dukungan sosial terhadap kualitas hidup lanjut usia yang
dilakukan di pusat santunan keluarga (PUSAKA). Karena sebagai mana namanya PUSAKA telah memberikan dukungan, santunan dan juga pelayanan dalam usaha
untuk mensejahterkan dan juga meningkatkan kualitas hidup lansia. Lansia juga
masuk dalam salah satu katagori penyandang masalah kesejahteraan sosial
(PMKS). Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan
judul “PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL TERHADAP KUALITAS
HIDUP LANJUT USIA DI PUSAT SANTUNAN KELUARGA (PUSAKA) KECAMATAN PANCORAN JAKARTA SELATAN”.
12
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah
1. Pembatasan masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis hanya akan melakukan
penelitian mengenai pengaruh dukungan sosial terhadap kualitas hidup
lanjut usia yang dilakukan di Pusat Santunan Keluarga (PUSAKA) yang
hanya berada di kecamatan pancoran. Dimana terdapat 2 Pusat santunan
keluarga yaitu PUSAKA 48 dan PUSAKA 79. Serta untuk mengetahui
apakah ada hubungan antara dukungan sosial terhadap kualitas hidup
lanjut usia di pusat santunan keluarga (PUSAKA).
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas maka perumusan masalah
penelitian ini:
a. Adakah hubungan antara dukungan sosial dengan kualitas hidup lanjut
usia di pusat santunan keluarga (PUSAKA)?
b. Adakah pengaruh dukungan sosial terhadap kualitas hidup lansia di
pusat santunan keluarga (PUSAKA) ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan:
a. Mengetahui hubungan antara dukungan sosial dengan kualitas hidup
lanjut usia di pusat santunan keluarga (PUSAKA).
b. Mengetahui pengaruh dukungan sosial terhadap kualitas hidup lansia
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat akademis
1) Menambah wawasan keilmuan bagi mahasiswa kesejahteraan
sosial.
2) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya literatur bagi
pengembangan penelitian serupa dimasa yang akan datang.
b. Manfaat Praktis
1) Sebagai bahan masukan bagi masyarakat dan pelaksana program
pelayanan bagi lansia agar dapat meningkatkan kesejahteraan dan
kualitas hidup lanjut usia, serta dapat mengembangkan model
pelayanan sosial lanjut usia dalam bentuk yang lebih baik.
2) Memberikan gambaran mengenai pengaruh dukungan sosial
terhadap kualitas hidup lanjut usia.
D. Tinjauan Pustaka
Dalam penelitian ini, penulis melakukan tinjauan pustaka pada:
1. Skripsi yang berjudul “HUBUNGAN KEGIATAN SOSIAL LANJUT
USIA DENGAN KUALITAS HIDUP LANJUT USIA DI
PUSKESMAS CIPUTAT” yang disusun oleh Rika Yunita, mahasiswa
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Melakukan
tinjauan pustaka pada skripsi tersebut merupakan ketertarikan penulis
yang penulis lakukan yaitu antara kegiatan sosial dengan dukungan
sosial.
2. Skripsi yang berjudul “PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL
TERHADAP BURNOUT GURU SEKOLAH LUAR BIASA” yang
disusun oleh Dyni Rafiah, mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Melakukan tinjauan pustaka pada skripsi tersebut
merupakan ketertarikan penulis dalam meneliti dukungan sosial,
perbedaan dengan penelitian yang penulis lakukan adalah mengenai
objek yang diteliti.
E. Sistematika Penulisan
Sistematika Penulisan ini terdiri dari lima bab, yang terdiri sebagai
berikut:
1. BAB IPendahuluan; terdiri dari latar belakang masalah, pembatasan masalah, dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,
tinjauan pustaka, serta sistematika penulisan.
2. BAB II Landasan Teori; terdiri dari pengertian lanjut usia (lansia), dukungan sosial, dan kualitas hidup.
3. BAB III Metodelogi Penelitian; terdiri dari pendekatan dan desain penelitian, ruang lingkup penelitian, populasi dan sampel, metode
pengumpulan data, variabel penelitian, definisi konseptual variabel
penelitian, definisi oprasional variabel penelitian, hipotesis penelitian,
4. BAB IV Gambaran Umum Lembaga; terdiri dari visi dan misi, tugas pokok dan fungsi, tujuan dan sasaran lembagaan, jumlah lanjut
usai, struktur organisasi, metode dan jenis pelayanan, sarana dan
prasarana, sumberdaya manusia dan pendanaan.
5. BAB V Hasil Penelitian dan Pembahasan; Pada bab ini akan dijelaskan dan dijabarkan data hasil penelitian yang telah didapatkan
berikut analisis data berdasarkan statistik.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Lanjut Usia
1. Pengertian Lanjut Usia
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 dikatakkan bahwa
lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas.13
Lanjut Usia adalah seseorang baik wanita maupun laki-laki yang telah berusia
60 tahun ke atas, dimana lanjut Usia secara fisik dapat dibedakan atas dua
yaitu lanjut usia potensial maupun lanjut usia tidak potensial. 14
Menurut kamus besar bahasa Indonesia lanjut usia adalah tahap masa
tua dalam perkembangan individu dengan batas usia 60 tahun ke atas.15
Menurut Nugroho Wahyudi proses menua merupakan proses yang terus
menerus (berlanjut) secara alamiah dimulai sejak lahir dan umumnya dialami
pada semua makhluk hidup.16
Lanjut usia digolongkan menjadi dua yaitu lanjut usia potensial dan
juga lanjut usia tidak potensial. Lanjut usia potensial adalah lanjut usia yang
masih mampu melakukan pekerjaan dan atau kegiatan yang dapat
menghasilkan barang dan atau jasa. Kemudian lanjut usia tidak potensial
adalah lanjut usia yang tidak berdaya mencari nafkah sehingga hidupnya
13
Soekidjo Notoatmodjo, Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), h. 275.
14Direktorat Jendral Rehabilitasi Sosial, “ Lanjut Usia,” artikel diakses pada 17 Februari 2015 dari http://rehsos.kemsos.go.id/modules.php?name=Content&pa=showpage&pid=6
15
Notoatmodjo, Kesehatan Masyarakat (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), h. 280.
bergantung pada bantuan orang lain.17 Jadi dapat disimpulkan bahwa lanjut
usia adalah seseorang yang telah berusia 60 tahun ke atas.
2. Periode lanjut usia
Menurut Burnside dkk yang dikutip oleh Endah Puspita membagi
periode lanjut usia ke dalam 4 tahapan:18
a. Young Old (60-69 tahun)
Pada periode ini orang lanjut usia harus menyesuaikan diri dengan
struktur peran yang baru agar dapat mengatasi masalah-masalahnya
yang berkaitan dengan berkurangnya penghasilan, kehilangan
teman-teman serta orang-orang yang dicintai. Selain itu, adanya penurunan
kekuatan fisik dapat menjadi masalah bagi para pekerja di sektor
industri. Namun demikian banyak pula orang berusia 60-an yang
memiliki kelebihan tenaga sehingga lalu mencari aktivitas baru dan
berbeda. Beberapa orang lanjut usia ada yang menjadi tenaga sukarela
pada suatu perusahaan kecil, pengunjung rumah sakit atau sebagai
kakek nenek angkat.
b. Middle age old (70-79 tahun)
Usia 70-an ditandai dengan timbulnya penyakit serta mengalami
banyak kehilangan, dimana jumlah teman dan keluarga yang
meninggal meningkat. Kondisi kesehatan orang lanjut usia semakin
menurun dan sering merasa gelisah serta mudah marah. Aktivitas
17
Undang- Undang Online, “Undang-undang Kesejahteraan Lansia nomor 13 tahun 1998,” artikel diakses pada 17 Februari 2015 dari file:///C:/Users/Acer/Downloads/Undang-Undang-tahun-1998-13-98%20(3).pdf
18Endah Puspita Sari, “Penerimaan Diri pada Lanjut Usia Ditinjau Dari Kematangan
seksual pada pria dan wanita juga menurun dan pada beberapa orang
disebabkan karena pasangannya sudah meninggal. Orang lanjut usia
pun harus menyesuaikan diri dengan menurunnya partisipasi dalam
organisasi formal yang diikiutinya.
c. Old-Old (80-89 tahun)
Orang berusia 80-an semakin sulit menyesuaikan diri serta melakukan
interaksi dengan lingkungan di sekitarnya. Pada periode ini orang
lanjut usia membutuhkan bantuan agar tetap dapat mempertahankan
kontak dengan lingkungan sosial budayanya.
d. Very old-old (90-99 tahun)
Pada periode usia ini masalah kesehatan semakin parah. Orang berusia
90-an ini membutuhkan kegiatan yang tidak ada unsur persaingannya
dan hendaknya di bebasakan dari tekanan dan tanggung jawab dalam
pekerjaan. Apabila orang lanjut usia ini dapat mengatasi masalahnya
secara memuaskan, maka mereka dapat hidup tentram dan bahagia.
3. Kebutuhan Lanjut Usia
Lanjut usia memiliki kebutuhan sebagaimana manusia pada umumnya
yaitu kebutuhan biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Dalam pemenuhan
kebutuhannya, lanjut usia menggunakan kemampuan diri sendiri atau dengan
bantuan dan dukungan keluarga atau lingkungan lainnya. Dikutip dari Ayu
Diah bahwa kebutuhan dasar manusia seperti yang dikemukakan oleh
Maslow terdiri dari kebutuhan yang bersifat fisik, kebutuhan sosial,
diantaranya adalah:19
a. Kebutuhan biologis, merupakan kebutuhan yang mutlak diperlukan oleh
manusia untuk dapat memperkuat daya tahan fisik seseorang sehingga
dapat mempertahankan hidupnya. Kebutuhan ini mencakup : kebutuhan
pelayanan kesehatan, makanan yang bergizi, seksual atau intimasi,
pakaian dan tempat tinggal.
b. Kebutuhan Psikologis, merupakan kebutuhan yang berkaitan dengan
hal-hal yang bersifat psikis (emosi, perasaan) antara lain berupa : kasih
sayang, menyayangi, mendapat tanggapan dari orang lain, perasaan
tentram, merasa berguna dan memiliki jati diri serta status yang jelas.
c. Kebutuhan Sosial, merupakan kebutuhan yang berkaitan dengan relasi
dan interaksi dengan sesama manusia antara lain berupa: berinteraksi
dengan keluarga lansia, melakukan aktivitas dengan teman sebaya,
melakukan aktivitas dengan masyarakat di lingkungannya, menjadi
anggota suatu organisasi, melaksanakan aktivitas dibidang ekonomi,
melakukan aktivitas di bidang pendidikan, kebutuhan rekreasi dan
kebutuhan Informasi.
d. Kebutuhan Spiritual, merupakan kebutuhan multidimensi yaitu
mencakup dimensi eksistensial dan dimensi agama. Dimensi
eksistensial berfokus pada tujuan dan arti kehidupan, sedangkan
dimensi agama lebih berfokus pada hubungan seseorang dengan Tuhan
Yang Maha Kuasa. Spiritual sebagai konsep juga mengandung dua
19
Ayu Diah, “Evaluasi Proses Pelaksanaan Program Elderly Day Care Services Tahun 2012 di Panti Sosial Tresna Werdha Budhi Dharma Bekasi Timur,” (Tesis S2 Fakultas Ilmu Sosial
dimensi yaitu dimensi vertikal sebagai bentuk hubungan manusia
dengan Tuhan Yang Maha Kuasa yang menuntun kehidupan seseorang,
sedangkan dimensi horizontal adalah hubungan dengan diri sendiri,
hubungan dengan orang lain dan hubungan dengan lingkungan.
Kebutuhan ini antara lain berupa: melaksanakan ibadah, memperdalam
keimanan, melaksanakan kegiatan kerohanian, menerima keadaan
dirinya, menerima hakikat hidup dan puas akan kehidupannya dan
optimis terhadap masa depan.
4. Hak dan Kewajiban Lansia
Lanjut usia merupkan warga negara yang memiliki hak yang sama
dengan warga negara lainnya. Disebutkan dalam undang-undang nomor 13
tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia bahwa lanjut usia mempunyai
hak yang sama dalam kehidupan bemasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Dan juga disebutkan dalam undang-undang tersebut sebagai
penghormatan dan penghargaan kepada lanjut usia diberikan hak untuk
meningkatkan kesejahteraan sosial yang meliputi :20
a. Pelayanan keagamaan dan mental spiritual.
b. Pelayanan kesehatan.
c. Pelayanan kesempatan kerja.
d. Pelayanan pendidikan dan pelatihan.
20
e. Kemudahan dalam penggunaan fasilitas, sarana, dan prasarana
umum.
f. Kemudahan dalam layanan dan bantuan hukum.
g. Perlindungan sosial.
h. Bantuan sosial.
Selain hak lanjut usia juga memiliki kewajiban yang telah disebutkan
dalam undang-undang nomor 13 tahun 1998 dimana lanjut usia mempunyai
kewajiban yang sama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Sesuai dengan peran dan fungsinya, lanjut usia berkewajiban
untuk:
a. Membimbing dan memberi nasihat secara arif dan bijaksana
berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya, terutama di
lingkungan keluarganya dalam rangka menjaga martabat dan
meningkatkan kesejahteraannya.
b. Mengamalkan dan mentransformasikan ilmu pengetahuan,
keahlian, keterampilan, kemampuan, dan pengalaman yang
dimilikinya kepada generasi penerus.
c. Memberikan keteladanan dalam segala aspek kehidupan kepada
B. Teori Lanjut Usia
1. Teori Kelekatan (Attachment Theory)
Menurut Howe teori kelekatan adalah pengalaman kelekatan masa kecil
mempengaruhi tingkat kenyamanan dan keamanan seseorang. Pengalaman ini
menjadi dasar bagi anak untuk mengembangkan kapasitas dan kompetensi
sosial dimasa tuanya. 21 Kelekatan juga bisa dimaknai sebagai ikatan
emosional yang erat antara dua orang.22
Manusia membentuk indentitas diri mereka dalam hubungan sosial
melalui proses pembelajarannya tentang bagaimana berhubungan dengan
orang lain. Teori kelekatan memang erat kaitannya dengan perkembangan
seorang anak, namun teori ini juga dapat digunakan dalam memberikan
kelekatan kepada lansia. Berupa kelekatan emosional yang diberikan oleh
orang-orang sekitar maupun pengasuh sehingga lansia merasa nyaman dan
aman. Kelekatan yang diterimanya dapat membantu lansia dalam
mengembangkan kapasitas diri lansia.
2. Teori Penarikan diri (Disengagement Theory)
Menurut Cumming teori penarikan diri yaitu seseorang yang berusia
lanjut hanya meninggalkan posisi mereka ketika mereka meninggal atau
menjadi tidak kompeten.23 Pensiun menjadi pilihan untuk membujuk lansia
agar menyerahkan posisi mereka kepada orang yang lebih muda. Dengan
21
Siti Napsiyah Ariefuzzaman dan Lisma Diawati Fuaida, Belajar Teori Pekerjaan Sosial
(Jakarta: UIN, 2011), h. 33. 22
John W Santrock, Perkembangan Anak (Jakarta: Erlangga, 2007), h. 49. 23
demikin pensiun atau penarikan diri merupakan suatu kesepakatan yang
saling menguntungkan antar generasi masyarakat.
Jadi teori penarikan diri merupakan persetujuan antara lansia dan
masyarakat bahwa individu akan menarik diri dari masyarakat akibat menjadi
tua, dimana hal ini menjadikan keseimbangan sosial.
3. Teori Aktifitas (Activity Theory)
Teori aktivitas melihat bahwa semakin banyak kegiatan yang dilakukan
orang usia lanjut, maka semakin memuaskan hidup mereka.24 Kondisi yang
tetap aktif membuat lansia tetap merasa muda dan semangat menjalani hidup
dan tidak menarik diri dari masyarakat karena usia. Jadi aktivitas sebagai
sebuah keharusan untuk mempertahankan kepuasaan hidup seseorang dan
konsep diri yang positif.
4. Teori Kontinuitas (Continuity Theory)
Teori Kontinuitas merupakan cara seseorang menyesuaikan diri pada
perubahan dengan melanjutkan beberapa aspek dalam kehidupan mereka
seperti peran yang telah mereka jalani.25
Jadi dalam teori ini mengusulkan bahwa seseorang di sepanjang
hidupnya adalah bagaimana orang tersebut melanjutkan sisa hidupnya. Usia
lanjut tidak dipandang sebagai bagian akhir hidup terlepas dari sisa
kehidupan.
24
James M Henslin, Sosiologi Dengan Pendekatan Membumi (Jakarta: Erlangga, 2006), h.73.
25
C. Dukungan Sosial
1. Pengertian Dukungan Sosial
Menurut Cohen dan Syme dukungan sosial dipahami sebagai bentuk
hubungan sosial yang bersifat menolong dengan melibatkan aspek emosi,
informasi, bantuan instrumental dan penghargaan.26
Menurut Gottlieb dalam dukungan sosial sebagai informasi verbal dan
non-verbal berupa saran atau nasihat, bantuan yang nyata atau tingkah laku
yang diberikan oleh suatu jaringan yang akrab dengan subyek di dalam
lingkungan sosialnya atau yang berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat
memberikan keuntungan emosional atau berpengaruh pada tingkah laku
penerimanya.27
Dukungan sosial biasanya didefinisikan sebagai keberadaan atau
adanya seseorang yang dapat dipercaya, yang memahami, memperhatikan,
dan mencintai kita.28 Menurut Cutrona dukungan sosial meruapakan suatu
proses hubungan yang terbentuk dari individu dengan persepsi bahwa
seseorang dicintai dan dihargai, disayangi untuk memberikan bantuan kepada
individu yang mengalami tekanan-tekanan dalam kehidupan.29
Sarason, Lerin dan Basham mendefinisikan dukungan sosial sebagai
suatu keadaan yang bermanfaat bagi individu yang diperoleh dari orang lain
26
Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS), Teknologi Pengembangan Masyarakat
(Bandung: STKS, 2008), h. 62.
27Kamalia Najah, “Pengaruh Dukungan Sosial dan Spiritual Terhadap Simton
Depresi
Pada Santri di Pesantrean,” (Skripsi S1 Fakultas Psikologi, Universitas Islam Negeri Jakarta,
2013), h. 42. 28
Surbakti, Menata Kehidupan Pada Usia Lanjut (Jakarta: Pranita Aksara, 2013), h. 111. 29
Dyni Raafiah, “Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Burnout Guru Sekolah Luar
yang dapat dipercaya. Dengan demikian individu mengetahui bahwa orang
lain memperhatikan, menghargai dan mencintai.30
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa dukungan
sosial merupakan perhatian, perasaan nyaman dan bantuan yang didapat
individu dari orang lain atau kelompok sehingga menimbulkan perasaan
bahwa seseorang merasa diperhatikan, dihargai dan dicintai.
2. Jenis-Jenis Dukungan Sosial
Dalam menjelaskan konsep dukungan sosial, kebanyakan peneliti
sependapat untuk membedakan jenis-jenis yang berlainan. House
membedakan empat jenis dukungan sosial, yaitu:31
a. Dukungan emosional
Dukungan emosional mencakup ungkapan empati, kepedulian dan
perhatian terhadap orang yang bersangkutan.
b. Dukungan penghargaan
Dukungan penghargaan terjadi lewat ungkapan hormat (penghargaan)
positif untuk orang tersebut, dorongan maju atau persetujuan terhadap
gagasan atau perasaan individu dan perbandingan positiforang itu
dengan orang-orang lain
c. Dukungan instrumental
30
Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS), Teknologi Pengembangan Masyarakat
(Bandung: STKS, 2008), h. 63. 31
Dukungan instrumental mencakup bantuan langsung contohnya
seperti memeberikan pinjaman uang kepada orang atau menolong
dengan pekerjaan.
d. Dukungan informasi
Dukungan informasi mencakup pemeberian nasehat,
petunjuk-petunjuk, saran-saran dan umpan balik.
3. Komponen Dukungan Sosial
Para ahli berpendapat bahwa dukungan sosial dapat dibagi ke dalam
berbagai komponen yang berbeda-beda. Weiss mengemukakan adanya 6
(enam) komponen dukungan sosial yang disebut sebagai The Social Provision
Scale dimana masing-masing komponen dapat berdiri sendiri-sendiri, namun
satu sama lain saling berhubungan dan digunakan sebagai pengukuran pada
dukungan sosial. Adapun komponen-komponen tersebut adalah:32
a. Kerekatan emosional (emostional attachment). Jenis dukungan sosial
semacam ini memungkinkan seseorang untuk memperoleh kerekatan
(kedekatan) emosional sehingga menimbulkan rasa aman bagi yang
menerima. Orang yang menerima dukungan sosial semacam ini merasa
tentram, aman dan damai yang ditunjukkan dengan sikap tenang dan
bahagia. Sumber dukungan sosial semacam ini yang paling sering dan
umum adalah diperoleh dari pasangan hidup, namun juga diperoleh
melalui hubungan yang akrab dengan kerabat.
32
b. Integrasi sosial (social integration) jenis dukungan sosial semacam ini
memungkinkan seseorang untuk memperoleh perasaan memiliki di
dalam kelompoknya yang memungkinkan untuk membagi minat,
perhatian serta melakukan kegiatan yang sifatnya rekreatif secara
bersama-sama. Sumber dukungan semacam ini memungkinkan
seseorang mendapatkan rasa aman, nyaman serta merasa memiliki dan
dimiliki dalam kelompok.
c. Penghargaan atau pengakuan (reassurance of worth) pada dukungan
sosial jenis ini seseorang akan mendapatkan pengakuan atas
kemampuan dan keahlian serta mendapat penghargaan dari orang lain
atau lembaga terhadap kompetensi, keterampilan dan nilai yang
dimiliki seseorang. Sumber dukungan sosial semacam ini dapat berasal
dari keluarga atau instansi dimana ia bekerja.
d. Hubungan yang dapat diandalkan untuk mendapatkan bantuan yang
nyata (reliable aliance), yaitu dalam dukungan sosial jenis ini agar
mendapat dukungan sosial berupa jaminan bahwa ada orang yang
dapat diandalkan bantuannya ketika individu membutuhkan bantuan
tersebut. Jenis dukungan sosial ini bersumber pada umumnya
diberikan oleh anggota keluarga.
e. Saran atau informasi (guidance), yaitu dukungan sosial janis ini adalah
memungkinkan mendapatkan informasi, saran atau nasihat yang
diperlukan dalam memenuhi kebutuhan dan mengatasi permasalahan
yang dihadapai. Jenis dukungan sosial ini bersumber dari guru, mentor,
f. Kemungkinan membantu (Opportunity for naturance), yaitu suatu
aspek penting dalam hubungan interpersonal adalah perasaan
dibutuhkan orang lain.
4. Manfaat Dukungan Sosial
Menurut Brownell dan Schumaker ada tiga pengaruh atau manfaat
dasar dari dukungan sosial diantaranya, pengaruh langsung, tidak langsung
dan interaktif.33
a. Pengaruh langsung
Yaitu terciptanya hubungan interpersonal dan hubungan yang bersifat
menolong dan hubungan tersebut dapat memfasilitasi terbentuknya
prilaku yang lebih sehat.
b. Pengaruh tidak langsung
Yaitu membantu individu mengahdapi dan mengatasi stressor yang
datang dengan cara membantu individu mengatasi stress yang datang,
dengan mencoba membantu individu mempelajari cara pemecahan
masalah dan mengontrol masalah-masalah kecil sebelum menjadi
masalah besar.
c. Pengaruh interaktif
Berupa dampak yang diinterprestasikan untuk meredam atau
memperbaiki dampak-dampak yang merugikan dengan mempengaruhi
kualitas dan kuantitas terhadap sumber-sumber coping.
33
Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS), Teknologi Pengembangan Masyarakat
5. Sumber-Sumber Dukungan Sosial
Sumber-sumber dukungan sosial menurut Gottlieb terdapat tiga yaitu:34
a. Orang-orang sekitar individu yang termasuk kalangan non-profesional,
Seperti: keluarga, teman dekat, atau rekan kerja. Hubungan dengan
non-profesional merupakan hubungan yang menempati bagian terbesar
dari kehidupan seseorang individu dan menjadi sumber dukungan
sosial yang sangat potensial karena lebih mudah diperoleh, bebas dari
biaya finansial dan berakar pada kekerabatan yang cukup lama.
b. Profesional, seperti: psikolog, dokter, pekerja sosial dan perawat.
c. Kelompok-kelompok dukungan sosial (social support groups). Sumber
dukungan lain yang juga bermanfaat bagi individu adalah
kelompok-kelompok dukungan sosial. Kelompok dukungan (support group)
merupakan suatu kelompok kecil yang melibatkan interaksi langsung
dari para anggotanya, menekankan pada partisipasi individu yang hadir
secara sukarela yang bertujuan untuk secara bersama-sama
mendapatkan pemecahan masalah dalam menolong serta menyediakan
dukungan emosi kepada para anggotanya.
6. Pengukuran Dukungan Sosial
Untuk mengukur dukungan sosial dalam penelitian ini digunakan
alat pengukur dukungan sosial yang dikembangkan oleh Weiss, berbentuk
34
Aamalia Kusuma Putri, “Pengaruh Dukungan Sosial dan Prestasi Belajar Terhadap
Kepercayaan Diri Remaja,” (Skripsi S1 Fakultas Psikologi, Universitas Islam Negeri Jakarta,
skala yang bernama The Social Provisions Scale. Skala ini mempunyai
tujuan untuk menguji sejauh mana hubungan sosial responden.35 Instrumen
dalam skala ini mempunyai enam aspek. Adapun komponen-komponen
menurut Weiss dapat berdiri sendiri, namun satu sama lain saling
berhubungan. Weiss membaginya dalam enam komponen dukungan sosial
yaitu kerekatan emosional (emostional attachment), Integrasi sosial (social
integration), penghargaan atau pengakuan (reassurance of worth),
hubungan yang dapat diandalkan (reliable aliance), saran (guidance), dan
kemungkinan membantu (Opportunity for naturance).
D. Kualitas Hidup Lanjut Usia 1. Pengertian Kualitas Hidup
World Health Organization Quality of Life (WHOQOL) mendefinisikan
kualitas hidup sebagai persepsi individu terhadap kehidupannya di
masyarakat dalam konteks budaya dan sistemnilai yang ada yang terkait
dengan tujuan, harapan, standar, dan perhatian. Kualitas hidup merupakan
suatu konsep yang sangat luas yang dipengarui kondisi fisik individu,
psikologis, tingkat kemandirian, serta hubungan individu dengan
lingkungan.36
Menurut Kazdagli kualitas hidup yaitu istilah deskriptif dan memiliki
arti yang luas, mengacu pada kesehatan emosional, sosial dan fisik individu,
35Dyni Raafiah, “Pengaruh Dukungan S
osial Terhadap Brunout Guru Sekolah Luar Biasa,” (Skripsi S1 Fakultas Psikologi, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2012), h. 29.
36Amalia Yuliati, dkk “Perbedaan Kualitas Hidup Lansia yang Tinggal di Komunitas dengan di Pelayanan Sosial Lanjut Usia (The Different of Quality of Life Among the Elderly who
serta kemampuan untuk dapat berfungsi dalam tugas kehidupan biasa. Sadli
menyebutkan bahwa kualitas hidup terdiri dari penelian subjektif seseorang
mengenai sejauh mana berbagai dimensi, seperti lingkungan, kondisi fisik,
ikatan sosial dan kondisi psikologis dirasakan memenuhi kebutuhannya.
Kualitas Hidup merupakan konsep yang kompleks, yang terkait dengan
kepuasan individu terhadap seluruh aspek hidupnya mulai dari fisik hingga
sosial dan psikologi. Banyak hal dapat mempengaruhi kualitas hidup,
termasuk penghasilan, lingkungan sosial dan fisik, hubungan antar pribadi,
dan kesehatan.37
Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut maka pengertian kualitas
hidup bisa diartikan dengan kepuasan hidup yang dapat dilihat dari kondisi
fisik, psikologis, dan kondisi sosial yang dirasakan oleh individu tersebut.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup
Kualitas hidup lanjut usia seseorang dipengaruhi oleh faktor-faktor
berikut ini, yaitu:38
a. Hubungan sosial yang baik dengan keluarga, teman dan tetangga.
b. Standar harapan dalam hidup
c. Keterlibatan dalam kegiatan sosial dan kegiatan amal
d. Kegiatan hobi dan kesukaan
e. Kesehatan yang baik dan kemampuan fungsional
f. Rumah dan lingkungan yang baik serta perasaan aman
g. Kepercayaan atau nilai diri positif
37
Penney Upton, Psikologi Perkembangan (Jakarta: Erlangga, 2012), h. 260. 38
h. Kesejahteraan psikologis dan emosional
i. Pendapatan yang cukup
j. Akses yang mudah dalam transportasi dan pelayanan sosial
k. Perasaan dihargai dan dihormati oleh orang lain
3. Tujuan Peningkatan Kualitas Hidup Lanjut Usia
Peningkatan kualitas hidup bagi lanjut usia bertujuan untuk:39
a. Memberikan kesempatan bagi para lanjut usia yang potensial untuk
meningkatkan pengetahuan dan keterampuilan, baik untuk berkarya
lebih lanjut ataupun untuk pengembangan hobi mereka melalui
lembaga-lembaga pendidikan dan pelatihan formal maupun
non-formal.
b. Memberikan kesempatan dengan memberdayakan para lanjut usia
yang potensial dan produktif untuk berkarya sesuai dengan
kemampuan, pengetahuan, dan pengalamannya.
c. Meningkatkan dan memantapkan iman dan ketakwaan para lansia
sesuai agamanya atau kepercayaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa
serta memandu pelaksanaannya dalam kehidupan sehari-hari.
4. Domain Kualitas Hidup
Penelitian ini menggunakan instrument World Health Organization
Quality of Life (WHOQOL-OLD) yang lebih spesifik digunakan pada lansia.
39
Berdasarkan WHOQOL-OLD, kualitas hidup lansia terdiri dari 6 domain
(WHOQOL-OLD):40
a. Kemampuan sensori (sensory abilities)
Penting untuk memahami setiap perubahan yang terjadi pada sensori
visual dan audiotori seiring dengan proses penuaan karena perubahan
ini akan berdampak serius pada kemanan yang lebih lanjut akan
mempengaruhi interaksi lansia dengan lingkungan sekitar. Pada mata
terjadi perubahan struktural dan fungsional seiring dengan penuaan.
Kelompok mata manjadi kurang elastis dan melengkung, bulu mata
menjadi lebih pendek dan tipis bahkan tidak ada sama sekali. Kabut
keabuan pada tepi kornea, arcus senilis, terbentuk seiring dengan
penuaan dan terutama terjadi pada lansia dengan ras kulit berwarna.
Begitupula dengan produksi air mata yang menurun pada lansia akibat
penurunan volume cairan tubuh dan penurunan sekresi.
Sama halnya pada mata, telinga lansia juga mengalami perubahan.
Membran timpani menipis dan otot kecil yang menyokong membran
menunjukkan tanda-tanda atropi dengan pertambahan usia. Perubahan
arthritis mempengaruhi persendian antara tulang telinga tengah dan sel
rambut di telinga dalam seringkali menurun.
Domain kemampuan sensori dalam WHOQOL-OLD meliputi:
kemunduran panca indera, penilaian terhadap fungsi sensori,
kamampuan melakukan aktifitas dan kemampuan berinteraksi.
40
Rika Yunita, “Hubungan Kegiatan Sosial Lanjut Usia dengan Kualitas Hidup Lanjut Usia di Puskesmas Ciputat,” (Skripsi S1 Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas
b. Otonomi (autonomy)
Otonomi individu terkait dengan persepsi diri dan harga diri yang
dimiliki. Seseorang yang memiliki nilai diri yang kuat akan percaya
bahwa ia memiliki kemampuan untuk mengontrol hidupnya. Individu
tersebut akan memiliki pengalaman hidup yang positif dan mendapat
umpan balik yang positif dari orang-orang di sekitarnya.
Hal tersebut juga berlaku pada lansia. Lansia yang masih memiliki
kepercayaan diri yang tinggi, nilai diri yang positif akan memiliki
kebebasan untuk membuat keputusan bagi dirinya sendiri. Akan tetapi
masalah sering timbul akibat stereotip bahwa lansia secara fisik dan
mental tidak mampu, non produktif dan ketergantungan. Hal inilah
terkadang yang membuat keluarga tidak memberikan kebebasan bagi
lansia untuk menentukan dan mengontrol hidupnya sendiri.
Domain otonomi dalam WHOQOL-OLD meliputi: kebebasan
mengambil keputasan, menentukan masa depan, melakukan hal-hal
yang dikehendaki, dihargai kebebasannya.
c. Aktifitas masa lalu, saat ini dan masa yang akan datang (past, present,
and future activities)
Lansia dapat merasakan kebahagian dari harapan-harapan yang telah
ditanamkan semenjak muda dengan melakukan kegiatan yang dapat
mendukung harapan-harapan tersebut tercapai. Sebaliknya apabila
harapan dan target yang ditetapkan tidak dapat tercapai lansia menajdi
Domain aktivita masa lalu, saat ini dan masa yang akan datang dalam
WHOQOL-OLD meliputi: hal-hal yang diharapkan, pencapain
keberhasilan, penghargaan yang diterima, pencapaian dalam
kehidupan.
d. Partisipasi sosial (sosial participation)
Partisipasi sosial lansia terkait dengan kemampuan fisik yang
dimilikinya. Lansia yang seringkali mengalami penurunan fisik,
memiliki energy yang kurang untuk melakukan interaksi sosial.
Frekuensi berkemih dan inkontinensia membuat lansia enggan untuk
terlibat dalam kegiatan sosialnya. Sama halnya dengan kekakuan, nyeri
sendi dan ketidaknyamanan lainnya. Perubahan dalam penampilan
juga dapat merubah konsep diri individu dan mengganggu motivasi
diri dalam hal kualitas interaksi sosial.
Domain partisipasi sosial dalam WHOQOL-OLD meliputi:
penggunaan waktu, tingkat aktivitas, kegiatan setiap hari, pertisipasi
pada kegiatan masyarakat.
e. Kematian dan kondisi terminal (death and dying)
Kepercayaan, sikap dan nilai terhadap pengalaman kematian dan
perawatan pada akhir kehidupan sangat bervariasi. Respon seseorang
dipengaruhi oleh usia, gener, budaya, latar belakang keagamaan dan
pengalaman hidup. Lansia menginginkan kematian yang nyaman
dengan kehadiran orang-orang yang dicintainya. Banyak pula lansia
yang menyatakan tidak takut terhadap kematian begitu pula dengan
Sebagian besar orang tidak nyaman untuk membicarakan kematian.
Anggota keluarga, perawat, dan pemberi asuhan lainnya harus
mengatasi ketidak nyamanan ini sehingga mereka dapat menyediakan
asuhan yang baik bagi lansia yang mendekati akhir hidupnya.
Idealnya, diskusi mengenai asuhan akhir hidup dan rencana kematian
dilakukan sebelum krisis kesehatan muncul. Sering kali keputusan
penting mengenai asuhan menjelang kematian dihindari atau ditunda
akibat penyangkalan pikiran akan kematian. Hal ini setingkali menjadi
hambatan bagi keluarga untuk bersiap terhadap kematian yang
semakin mendekat dari orang yang dicintai.
Domain kematian dan kondisi terminal dalam WHOQOL-OLD
meliputi: jalannya atau carannya meninggal, mengontrol akhir hidup,
takut akan akhir hidup, merasakan sakit pada akhir hidup.
f. Persahabatan dan cinta kasih (intimacy)
Walaupun terjadi penurunan kemampuan fisik dan fungsional, lansia
tetap dapat memperoleh dukungan emosional dari orang yang dicintai
atau orang terdekat, karena kehilangan dukungan emosional akan
memiliki dampak lebih buruk terhadap nilai diri lansia dibandingkan
dengan kehilangan kemampuan fisik dan fungsional. Teman-teman,
orang tercinta akan membuat hidup lansia merasa dicintai dan merasa
lebih bernilai. Cinta kasih yang diberikan oleh orang-orang terdekat
akan menjadi alasan bagi lansia untuk tetap bertahan hidup sehingga
Domain persahabatan dan cinta kasih dalam WHOQOL-OLD
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Pendekatan dan Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yaitu penelitian yang
berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi
atau sample tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian,
analisis data bersifat kuantitatif atau statistika, dengan tujuan untuk menguji
hipotesis yang telah ditetapkan. 41 Jadi dalam pendekatan penelitian ini
menghasilkan data berupa angka-angka dan kemudian dianalisis dengan statistik.
Sedangkan desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
Inferensial. Statistik inferensial adalah teknik ststistik yang digunakan untuk
menganalisi data sampel dan hasilnya diberlakukan untuk populasi.42
B. Ruang Lingkup Penelitian 1. Subjek dan Objek Penelitian
Yang menjadi subjek dalam penelitian ini yaitu para binaan Pusat
Santunan Keluarga (PUSAKA) yang ada di kecamatan pancoran. Sedangkan
objek dalam penelitian ini adalah “Pengaruh dukungan sosiat terhadap
kualitas hidup lanjut usia”.
41
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2011), h. 8.
42
2. Tempat dan Waktu Penelitian a. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Pusat Santunan Keluarga (PUSAKA)
yang berada di kecamatan Pancoran yaitu PUSAKA 79 dan juga
PUSAKA 48. Alasan peneliti memilih organisasi sosial ini dan juga
lokasi tersebut didasari pertimbangan-pertimbangan berikut ini:
1) Lanjut Usia yang berada di Pusat Santunan Keluarga (PUSAKA)
tidak hanya mendapatkan dukungan sosial dari keluarga tetapi
juga lembaga dan masyarakat.
2)Ketertarikan peneliti terhadap model pelayanan sosial lanjut usia
berbasis masyarakat.
3)Pusat Santunan Keluarga (PUSAKA) yang ada di Pancoran sudah
berdiri sejak lama dan sudah memiliki banyak prestasi, serta
PUSAKA yang ada di Kecamatan Pancoran memiliki binaan
yang lebih banyak dari pada Kecamatan lainnya.
b. Waktu Penelitian
Adapun waktu penelitiannya dilakukan mulai bulan Februari 2015
C. Populasi dan Sampel 1. Populasi
Populasi penelitian merupakan keseluruhan (universum) dari objek
penelitian.43 Sedangkan menurut Sugiyono mengartikan populasi sebagai
wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai
kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan.44 Jadi populasi dalam penelitian
ini yaitu lanjut usia binaan Pusat Santunan Keluarga (PUSAKA) yang ada di
Kecamatan Pancoran, yaitu sebanyak 104 lanjut usia binaan.
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut.45 Dalam penelitian ini teknik pengambilan semple yang
digunakan yaitu purposive sampling yaitu penarikan sample yang ditetapkan
berdasarkan karakteristik atas elemen populasi dan target yang disesuaikan
dengan tujuan masalah penelitian.46 Atau teknik penetuan sample dengan
pertimbangan tertentu.47
Dan untuk menentukan banyak sampel minimal yang perlu diambil
dalam melakukan penelitian dapat digunakan rumus slovin sebagai berikut:48
43
Syofian Siregar, Statistika Deskriptif untuk Penelitian (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2014), h. 144.
44
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2011), h. 80.
45
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, h. 81. 46
Masri Mansoer dan Elin Driana, Statistik Sosial, h. 35. 47
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, h. 85. 48
n = N N.d2 + 1
Keterangan:
n = Jumlah sampel N = Jumlah Populasi
d² = Presisi (perkiraan tingkat kesalahan)
Dengan jumlah lanjut usia binaan Pusat Santunan Keluarga (PUSAKA)
yang ada di kecamatan Pancoran sebanyak 104 orang. Maka berdasarkan
rumus di atas, jumlah sample yang diperoleh untuk penelitian ini dengan nilai
presisi yang ditetapkan sebesar 10% , maka diperoleh jumlah sampel minimal
adalah sebagai berikut:
n = N = 104 = 50,98 (dibulatkan menjadi 51) N.d2 + 1 104 x (10%)2 + 1
Maka jumlah sampel yang dibulatkan adalah menjadi 51 orang. Sampel
yang akan diambil dari populasi menggunakan tekhnik purposive sampling,
yaitu penetapan responden untuk dijadikan sample berdasarkan pada
kriteria-kriteria tertentu.49 Sample dipilih berdasarkan kriteria bahwa responden lanjut
usia masih mampu untuk diajak berkomunikasi.
D. Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini terdapat dua jenis data yang digunakan, yakni data
primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang dikumpulkan sendiri oleh
49
peneliti langsung dari sumber pertama atau tempat objek penelitian dilakukan.
Sedangkan data skunder adalah data yang diterbitkan atau digunakan oleh
organisasi yang bukan pengolahannya.50
Data primer dalam penelitian ini berupa informasi yang diperoleh dengan
melakukan penelitian langsung, data ini didapatkan dari interview, observasi
lembaga dan penyebaran angket atau kuesioner kepada para lanjut usia binaan
Pusat Santunan Keluarga (PUSAKA) yang ada di Kecamatan Pancoran
sehubungan dengan informasi yang diperlukan untuk penelitian ini.
Adapun data skunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah riset
Kepustakaan. Riset kepustakaan (Library Research) adalah penelitian yang
datanya diambil terutama atau seluruhnya dari kepustakaan yaitu buku, dokumen,
artikel, jurnal, internet, dan lain sebagainya.
E. Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti mengidentifikasi dua variabel yang nantinya
akan dicari korelasi antara keduanya. Menurut Arikunto, variable objek penelitian
atau apa yang menjadi titik perhatian saat penelitian.51 Dalam penelitian ini
terdapat dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat.
Variabel bebas (variable independent) adalah variabel yang menjadi sebab
atau berubah mempengaruhi suatu variabel lain (variable dependent). Juga sering
disebut variabel bebas, prediktor, stimulus, eksogen atau atencendent. Jadi
variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi. Sedangkan variabel terikat
50
Siregar, Statistika Deskriptif untuk Penelitian, h. 128. 51
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. (Jakarta: Rineka Cipta. 2010), h. 213.
51
(variable dependet) merupakan variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat
karena adanya variabel lain (variable independent). Variabel ini juga sering
disebut variabel terikat, variabel respons, dan variabel endogen.52 Adapun variable
penelitian ini adalah :
1. Dukungan Sosial sebagai variable independent (X)
2. Kualitas hidup lanjut usia sebagai variable dependent (Y)
Tabel 3.1 Variabel Penelitian
Variable Independet Variable Dependent
F. Definisi Konseptual Variabel Penelitian
Definisi konseptual adalah suatu definisi konstrak yang diberikan kepada
suatu konstrak dengan menggunakan konstrak yang lain. definisi konseptual dari
varabel-variable dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
1. Dukungan sosial adalah kenyamanan, perhatian, penghargaan, ataupun
bantuan yang diterima individu dari orang lain.53
2. Kualitas hidup adalah persepsi individu terhadap kehidupannya di
masyarakat dalam konteks budaya dan sistemnilai yang ada yang terkait
dengan tujuan, harapan, standar, dan perhatian. Kualitas hidup merupakan
suatu konsep yang sangat luas yang dipengarui kondisi fisik individu,
52
Siregar, Statistik Deskriptif untuk Penelitian, h. 110. 53
Surbakti, Menata Kehidupan Pada Usia Lanjut (Jakarta: Pranita Aksara, 2013), h. 111.
Kualitas Hidup Lanjut Usia
( Variabel Y ) Dukungan Sosial