• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kedudukan Para Pihak Dalam Kerjasama Operasional Antara PT. Adhi Karya (PERSERO) Tbk Dengan PT. Duta Graha Indah Tbk Terhadap Pekerjaan Taxiway Pembangunan Bandar Udara Internasional - Kuala Namu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kedudukan Para Pihak Dalam Kerjasama Operasional Antara PT. Adhi Karya (PERSERO) Tbk Dengan PT. Duta Graha Indah Tbk Terhadap Pekerjaan Taxiway Pembangunan Bandar Udara Internasional - Kuala Namu"

Copied!
139
0
0

Teks penuh

(1)

KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM KERJASAMA OPERASIONAL ANTARA PT. ADHI KARYA (PERSERO) TBK DENGAN PT. DUTA

GRAHA INDAH TBK TERHADAP PEKERJAAN TAXIWAY PEMBANGUNAN BANDAR UDARA

INTERNASIONAL - KUALA NAMU

TESIS

Oleh

DODY SAFNUL

097011145/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM KERJASAMA OPERASIONAL ANTARA PT. ADHI KARYA (PERSERO) TBK DENGAN PT. DUTA

GRAHA INDAH TBK TERHADAP PEKERJAAN TAXIWAY PEMBANGUNAN BANDAR UDARA

INTERNASIONAL - KUALA NAMU

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

DODY SAFNUL

097011145/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Judul Tesis : KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM KERJASAMA OPERASIONAL ANTARA PT. ADHI KARYA (PERSERO) TBK DENGAN PT.

DUTA GRAHA INDAH TBK TERHADAP

PEKERJAAN TAXIWAY PEMBANGUNAN

BANDAR UDARA INTERNASIONAL - KUALA NAMU

Nama Mahasiswa : Dody Safnul Nomor Pokok : 097011145 Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) Ketua

(Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum) (Chairani Bustami, SH, SpN, MKn) Anggota Anggota

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof.Dr.Muhammad Yamin, SH,MS,CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)

(4)

Telah diuji pada Tanggal : 05 Juli 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN Anggota : 1. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum

(5)

ABSTRAK

Kota Medan sebagai Ibu Kota Propinsi Sumatera Utara dengan populasi penduduk pada tahun 2010 mencapai sekitar 2.400.000 (dua juta empat ratus ribu jiwa) saat ini tengah berkembang dan diarahkan menuju kota Metropolitan. Untuk memenuhi syarat sebagai Kota Metropolitan maka pembangunan sarana dan prasarana umum kota harus dilaksanakan dengan baik, teratur, dan lengkap sesuai ketentuan perundang-undangan yang telah ditetapkan pemerintah dari segi tata ruang, tata lingkungan, dan tata bangunan. Salah satu sarana dan prasarana umum kota Medan yang sekarang ini tengah dilaksanakan pembangunannya dan telah hampir rampung adalah pembangunan Bandar Udara Kuala Namu, yang nantinya akan menggantikan Bandar Udara Polonia yang dipandang sudah tidak lagi memenuhi syarat. Pembangunan Bandar Udara Kuala Namu tersebut melibatkan berbagai usaha jasa konstruksi yang lazim disebut dengan istilah kontraktor dan juga melibatkan suplier dan konsultan yang berperan sebagai pendukung pelaksanaan pembangunan Bandar Udara Kuala Namu tersebut. Nama perusahaan kontraktor yang berhasil memenangkan proyek pekerjaan pembangunan Taxiway Bandar Udara Kuala Namu adalah PT. Adhi Karya (Persero) Tbk dan PT. Duta Graha Indah Tbk yang diaplikasikan dalam bentuk Kerjasama Operasional (KSO) yang disebut juga dengan istilah Joint Operation.

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif, yaitu penelitian yang mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat pada peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai pijakan normatif, yang berawal dari premis umum dan berakhir pada suatu kesimpulan khusus. Pengumpulan data diperoleh dari bahan hukum primer yang terdiri dari norma atau kaidah dasar, peraturan dasar, peraturan perundang-undangan terkait dengan jasa konstruksi, pengadaan proyek bagi pemerintah dan juga arbitrase. Bahan hukum sekunder yang terdiri dari hasil-hasil penelitian dan laporan, serta artikel-artikel yang relevan dengan penelitian ini. Bahan hukum tersier terdiri dari kamus umum, kamus hukum, majalah/jurnal ilmiah yang terkait dengan penelitian ini. Sebagai data penunjang dalam penelitian ini juga didukung dengan penelitian lapangan (field research) yang berupa wawancara langsung dengab Wakil Ketua Komite Manajemen, Manajer Proyek dan Bendahara Proyek, yang dalam penelitian ini memiliki kapasitas sebagai informan dan narasumber.

Hasil penelitian ini menujukkan bahwa kedudukan para pihak dalam pelaksanaan pengerjaan pembangunan Taxiway Bandar Udara Kuala Namu Medan yang tergabung dalam Kerjasama Operasional (KSO) antara PT. Adhi Karya (Persero) Tbk dan PT.Duta Graha Indah Tbk adalah sesuai dengan besarnya modal disetor dalam perjanjian Kerjasama Operasional (KSO) tersebut. PT. Adhi Karya (Persero) Tbk memasukkan modalnya sebesar 65% (enam puluh lima persen) sedangkan PT.Duta Graha Indah Tbk memasukkan modalnya sebesar 35 % (tiga puluh lima persen) dari modal kerja seluruhnya. Apabila terjadi wanprestasi diantara para pihak sebagai anggota KSO maka akan diselesaikan dengan cara musyawarah mufakat. Namun apabila jalan musyawarah mufakat tidak berhasil menyelesaikan masalah maka kedua belah pihak sepakat menyelesaikannya melalui jalur arbitrase (sistem juri/wasit).

(6)

ABSTRACT

Medan as the capital of North Sumatera Province with the population of 2,400,000 (two million four hundred thousand) in 2010 is now developed and led to be a Metropolitan City. In order to fulfill the requirement of being a Metropolitan City, the development of public utilities and infrastructure should be implemented properly, orderly, and completely according to the regulations stipulated by the government concerning layout, environment, and architecture. One of the public utilities and infrastructures which is being constructed and almost completed is Kuala Namu Airport. This new airport will replace Polonia Airport involves various construction services which are usually called contractors, suppliers, and consultants as the supporters of the implementation of the construction. The construction companies which have won the tender for contructing the taxiway of this new airport are KPT. Adhi Karya (incorporated) Tbk and PT. Duta Graha Indah Tbk; both merge in Joint Operation.

The type of the research was descriptive analytic, using judicial normative approach-the research wich was referred to legal norms foundin the legal provisions as the normative based, starting from public premises and ending with specific conclusion. The data were collected from the primary data which consisted of basic norms or principles, basic regulations, legal provisions concerning construction services, project provision for the government, and arbitration. The secondary data consisted of the results of researches and reports and some article which were relevant to this research. The tertiary data consisted of dictionaries, dictionaries of law, and scientific magazines/journals which dealt with this research. The supporting data for this research was field research by conducting interviews with the Vice Chairperson of the Management Committee, the Project Manager, and the Project Treasurer; all of them had the capacity as the informants and the source persons.

The result of this research showed that the position of both parties, PT. Adhi Karya (Incorporated) Tbk and PT. Duta Graha Indah Tbk, in their joint operation in constructing the taxiway of Kuala Namu Airport, was in accordance with the amount of the capital paid up as stated in the joint operation agreement. PT. Adhi Karya (Incorporated) Tbk paid up 65% (sixty five percent) and PT. Duta Graha Indah paid up 35% (thirty five percent) from the whole capital. Any default of the joint operation members would be settled by mutual agreement. If this mutual agreement failed, both parties settle it by arbitration.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya dengan rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini tepat pada waktunya. Adapun judul tesis ini adalah “Kedudukan Para Pihak dalam Kerjasama Operasional Antara PT. Adhi Karya (Persero) Tbk dengan PT. Duta Graha Indah Tbk Terhadap Pekerjaan Taxiway Pembangunan Bandar Udara Internasional-Kuala Namu”. Penulisan tesis ini merupakan suatu persyaratan yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Magister dalam bidang Ilmu Kenotariatan (M.Kn) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan dan dorongan baik berupa masukan maupun saran, sehingga penulisan tesis dapat

diselesaikan tepat pada waktunya. Oleh sebab itu, ucapan terima kasih yang mendalam penulis sampaikan secara khusus kepada yang terhormat dan amat terpelajar Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, selaku Pembimbing

utama penulis, Ibu Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN MHum, selaku Pembimbing II penulis, Ibu Chairani Bustami, SH, SpN, MKn selaku Pembimbing III penulis yang telah dengan tulus ikhlas memberikan bimbingan dan arahan untuk kesempurnaan penulisan tesis ini.

Kemudian juga, kepada Dosen Penguji yang terhormat dan amat terpelajar Bapak Dr. Dedy Harianto, SH, MHum dan Bapak Dr. Jelly Leviza, SH, MHum, yang telah berkenan memberi masukan dan arahan yang konstruktif dalam penulisan tesis ini sejak tahap kolokium, seminar hasil sampai pada tahap ujian tertutup sehingga penulisan tesis ini menjadi lebih sempurna dan terarah.

(8)

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM & H, MSc (CTM), Sp.A (K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Tesis ini. 2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, MHum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara, yang telah memberi kesempatan dan fasilitas kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Tesis ini.

3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, selaku Ketua Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sekaligus pembimbing yang telah memberikan bimbingan serta saran yang membangun kepada penulis Tesis ini.

4. Bapak dan Ibu Guru Besar juga Dosen Pengajar pada Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik dan membimbing penulis sampai kepada tingkat Magister Kenotariatan.

5. Para pegawai/karyawan pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang selalu membantu kelancaran dalam hal manajemen administrasi yang dibutuhkan.

Sungguh rasanya suatu kebanggaan tersendiri dalam kesempatan ini penulis juga turut menghaturkan sembah sujud dan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada Ayahanda Bapak H. Zainul Pelly, SH dan Ibunda Almarhumah Hj. Helmy, yang telah melahirkan, mengasuh, mendidik dan membesarkan penulis, Ayah dan Ibu mertua, Bapak Drg. H. Sorimuda Harahap, SpBM, dan Ibu Drg. Hj. Ratna Sari Lubis, yang telah memberikan bimbingan, perhatian dan doa yang cukup besar selama ini, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi pada Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

(9)

Asmansah Harahap, SE/ Effi Sartika, SE, Drg. Fitryani Harahap/ Hary Zulfahri, ST,

Fenty Handayani Harahap, SE/ Denni Walladi Utama, ST, Fenny Asmianti Harahap,

SpSi/ Dicky, ST. kepada Pimpinan dan Staff PT. Adhi Karya (Persero) Tbk, Direktur Utama Bapak Ir. Bambang Triwibowo, Direktur Utama PT. Duta Graha Indah (Persero) Tbk Bapak Ir. Dudung Purwadi, Kepala Divisi Konstruksi III Bapak Ir. Ipuk Nimpuno, Manager Pemasaran Bapak Ir. Wahyu Utama Putra, Manager Keuangan Bapak Aji Lukmanto, SE. kepada teman-teman penulis, Zulkarnain Lubis, SH, Agung, Fahrozi, Arif, Dadang, dan yang lainnya yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu. Juga kepada Staf bagian Pendidikan Magister Kenotariatan USU, Sari Linda, Bu Fatimah, Lisa, Afni, Bang Iken, Bang Aldy dan Bang Rizal, yang selama ini telah memberikan semangat dan doa restu serta kesempatan untuk menimba ilmu di Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Penulis berharap semoga semua bantuan dan kebaikan yang telah diberikan kepada penulis mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT, agar selalu dilimpahkan kebaikan, kesehatan dan rezeki yang melimpah kepada kita semua.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, namun tak ada salahnya jika penulis berharap kiranya tesis ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak.

Medan, Juli 2011 Penulis,

(10)

RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS PRIBADI

Nama Lengkap : Dody Safnul, SH, SpN Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 11 September 1974

Status : Menikah

Pekerjaan : - Notaris/PPAT Kabupaten Mandailing Natal (Tahun 2003 s/d 2006),

- Notaris/PPAT Kota Medan (Tahun 2006 s/d sekarang)

Alamat : Jl Prof. Dr. Sofyan No. 56 Kampus USU Medan. II. KELUARGA

Nama Isteri : dr. Feby Yanti Harahap

Pekerjaan : Dosen Fakultas Kedokteran USU Nama anak Kandung : 1. Farhan Bariq Safnul

2. Fairuz Balqis Safnul III. PENDIDIKAN

- SD : SD Negeri Sei Petani Medan (Tahun 1981 s/d 1987) - SMP : SMP Negeri 6 Medan (Tahun 1987 s/d 1990)

- SMA : SMA Negeri 1 Medan (Tahun 1990 s/d 1993) - S1 : Fakultas Hukum USU (Tahun 1993 s/d 1997) - SpN : Program Pendidikan Spesialis Notaris Fakultas

Hukum USU Medan (Tahun 1999 s/d 2001)

(11)

DAFTAR ISI

BAB II KEDUDUKAN PT. ADHI KARYA (PERSERO) Tbk DENGAN PT DUTA GRAHA INDAH Tbk SEBAGAI PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN KERJASAMA OPERASIONAL (KSO) PEKERJAAN TAXI WAY PEMBANGUNAN BANDARA INTERNASIONAL KUALA NAMU... 24

A. Hakikat Keadilan dalam Perjanjian Kerjasama Operasional (KSO) ... 24

(12)

C. Akta Otentik Perjanjian Kerjasama Operasional (KSO) Sebagai Dasar Hukum Perikatan Antara PT. Adhi Karya (Persero) Tbk

dan PT. Duta Graha Indah Tbk ... 37

D. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Pelaksanaan Perjanjian KSO... 41

BAB III AKIBAT HUKUM YANG TERJADI KEPADA ANGGOTA KERJASAMA OPERASIONAL (KSO) DAN JUGA KEPADA PIHAK KETIGA (PEMBERI PEKERJAAN) BILA TERJADI WANPRESTASI YANG DILAKUKAN OLEH SALAH SATU PIHAK ANGGOTA KERJASAMA OPERASIONAL (KSO) ... 52

A. Pengertian Prestasi dan Wanprestasi dalam Hukum Perjanjian.. 52

B. Penyebab Timbulnya Wanprestasi dalam Perjanjian KSO antara PT. ADHI KARYA (Persero) Tbk Dengan PT. Duta Graha Indah (Tbk)... 58

C. Tanggung Jawab Anggota KSO kepada Pihak Ketiga (Pemberi Pekerjaan)/Pemerintah dalam Kaitannya dengan pelaksanaan Pekerjaan Taxi Way... 68

BAB IV PROSEDUR HUKUM PENYELESAIAN MASALAH DALAM PERJANJIANKERJASAMA OPERSIONAL (KSO)ANTARA PIHAK BILA TERJADI WANPRESTASI ... 82

A. Pengertian dan Sejarah Arbitrase/Pengadilan Wasit di Indonesia 82 B. Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) ... 87

C. Proses Pemeriksaan Perkara oleh Pihak arbiter menurut undang- undang No. 30 Tahun 1999... 101

D. Pelaksanaan Putusan Arbitrase Nasional Secara Sukarela Dan Tindakan Mendeponir Putusan ... 111

E. Pelaksanaan Putusan Arbitrase Nasional Secara Paksa ... 113

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 118

A. Kesimpulan ... 118

B. Saran... 119

(13)

ABSTRAK

Kota Medan sebagai Ibu Kota Propinsi Sumatera Utara dengan populasi penduduk pada tahun 2010 mencapai sekitar 2.400.000 (dua juta empat ratus ribu jiwa) saat ini tengah berkembang dan diarahkan menuju kota Metropolitan. Untuk memenuhi syarat sebagai Kota Metropolitan maka pembangunan sarana dan prasarana umum kota harus dilaksanakan dengan baik, teratur, dan lengkap sesuai ketentuan perundang-undangan yang telah ditetapkan pemerintah dari segi tata ruang, tata lingkungan, dan tata bangunan. Salah satu sarana dan prasarana umum kota Medan yang sekarang ini tengah dilaksanakan pembangunannya dan telah hampir rampung adalah pembangunan Bandar Udara Kuala Namu, yang nantinya akan menggantikan Bandar Udara Polonia yang dipandang sudah tidak lagi memenuhi syarat. Pembangunan Bandar Udara Kuala Namu tersebut melibatkan berbagai usaha jasa konstruksi yang lazim disebut dengan istilah kontraktor dan juga melibatkan suplier dan konsultan yang berperan sebagai pendukung pelaksanaan pembangunan Bandar Udara Kuala Namu tersebut. Nama perusahaan kontraktor yang berhasil memenangkan proyek pekerjaan pembangunan Taxiway Bandar Udara Kuala Namu adalah PT. Adhi Karya (Persero) Tbk dan PT. Duta Graha Indah Tbk yang diaplikasikan dalam bentuk Kerjasama Operasional (KSO) yang disebut juga dengan istilah Joint Operation.

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif, yaitu penelitian yang mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat pada peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai pijakan normatif, yang berawal dari premis umum dan berakhir pada suatu kesimpulan khusus. Pengumpulan data diperoleh dari bahan hukum primer yang terdiri dari norma atau kaidah dasar, peraturan dasar, peraturan perundang-undangan terkait dengan jasa konstruksi, pengadaan proyek bagi pemerintah dan juga arbitrase. Bahan hukum sekunder yang terdiri dari hasil-hasil penelitian dan laporan, serta artikel-artikel yang relevan dengan penelitian ini. Bahan hukum tersier terdiri dari kamus umum, kamus hukum, majalah/jurnal ilmiah yang terkait dengan penelitian ini. Sebagai data penunjang dalam penelitian ini juga didukung dengan penelitian lapangan (field research) yang berupa wawancara langsung dengab Wakil Ketua Komite Manajemen, Manajer Proyek dan Bendahara Proyek, yang dalam penelitian ini memiliki kapasitas sebagai informan dan narasumber.

Hasil penelitian ini menujukkan bahwa kedudukan para pihak dalam pelaksanaan pengerjaan pembangunan Taxiway Bandar Udara Kuala Namu Medan yang tergabung dalam Kerjasama Operasional (KSO) antara PT. Adhi Karya (Persero) Tbk dan PT.Duta Graha Indah Tbk adalah sesuai dengan besarnya modal disetor dalam perjanjian Kerjasama Operasional (KSO) tersebut. PT. Adhi Karya (Persero) Tbk memasukkan modalnya sebesar 65% (enam puluh lima persen) sedangkan PT.Duta Graha Indah Tbk memasukkan modalnya sebesar 35 % (tiga puluh lima persen) dari modal kerja seluruhnya. Apabila terjadi wanprestasi diantara para pihak sebagai anggota KSO maka akan diselesaikan dengan cara musyawarah mufakat. Namun apabila jalan musyawarah mufakat tidak berhasil menyelesaikan masalah maka kedua belah pihak sepakat menyelesaikannya melalui jalur arbitrase (sistem juri/wasit).

(14)

ABSTRACT

Medan as the capital of North Sumatera Province with the population of 2,400,000 (two million four hundred thousand) in 2010 is now developed and led to be a Metropolitan City. In order to fulfill the requirement of being a Metropolitan City, the development of public utilities and infrastructure should be implemented properly, orderly, and completely according to the regulations stipulated by the government concerning layout, environment, and architecture. One of the public utilities and infrastructures which is being constructed and almost completed is Kuala Namu Airport. This new airport will replace Polonia Airport involves various construction services which are usually called contractors, suppliers, and consultants as the supporters of the implementation of the construction. The construction companies which have won the tender for contructing the taxiway of this new airport are KPT. Adhi Karya (incorporated) Tbk and PT. Duta Graha Indah Tbk; both merge in Joint Operation.

The type of the research was descriptive analytic, using judicial normative approach-the research wich was referred to legal norms foundin the legal provisions as the normative based, starting from public premises and ending with specific conclusion. The data were collected from the primary data which consisted of basic norms or principles, basic regulations, legal provisions concerning construction services, project provision for the government, and arbitration. The secondary data consisted of the results of researches and reports and some article which were relevant to this research. The tertiary data consisted of dictionaries, dictionaries of law, and scientific magazines/journals which dealt with this research. The supporting data for this research was field research by conducting interviews with the Vice Chairperson of the Management Committee, the Project Manager, and the Project Treasurer; all of them had the capacity as the informants and the source persons.

The result of this research showed that the position of both parties, PT. Adhi Karya (Incorporated) Tbk and PT. Duta Graha Indah Tbk, in their joint operation in constructing the taxiway of Kuala Namu Airport, was in accordance with the amount of the capital paid up as stated in the joint operation agreement. PT. Adhi Karya (Incorporated) Tbk paid up 65% (sixty five percent) and PT. Duta Graha Indah paid up 35% (thirty five percent) from the whole capital. Any default of the joint operation members would be settled by mutual agreement. If this mutual agreement failed, both parties settle it by arbitration.

(15)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tujuan Negara Republik Indonesia adalah untuk mencapai masyarakat adil dan makmur sebagaimana yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945, untuk mencapai hal tersebut pemerintah melaksanakan pembangunan di segala bidang baik berupa bangunan ataupun bentuk fisik lainnya, baik yang berupa prasarana maupun sarana yang berfungsi mendukung pertumbuhan dan perkembangan berbagai bidang, terutama bidang ekonomi, sosial dan budaya.

Negara Indonesia merupakan Negara kepulauan di dunia yang mempunyai 13.670 (tiga belas ribu enam ratus tujuh puluh) pulau dengan 6.000 (enam ribu) pulau berpenduduk, terbentang dari barat ke timur sejauh 5.100 (lima ribu seratus) kilometer dari utara ke selatan sejauh 1.900 (seribu sembilan ratus) kilometer.1 Dengan keadan geografis tersebut, transportasi udara menjadi salah satu faktor penting dalam meningkatkan integrasi nasional, aktifitas ekonomi dan keseimbangan ekonomi daerah.

Medan merupakan ibukota Propinsi Sumatera Utara yang mempunyai populasi penduduk ± 2.400.000 (dua juta empat ratus ribu jiwa) berdasarkan sensus penduduk pada tahun 2010. Kota terletak di pulau Sumatera sejauh 30 km dari laut

1

Departemen Perhubungan, Pembangunan Badar Udara Baru Medan, New Medan Airport,

(16)

Indonesia dan 50 (lima puluh) km dari Gunung Sibayak.2 Bandar udara Polonia Medan terletak di tengah-kota Medan sebagai pintu masuk utama Propinsi Sumatera Utara. Bandara Polonia Medan tersebut tidak mampu lagi untuk menampung peningkatan jumlah penumpang dan lalu lintas pesawat udara saat ini. Keterbatasan operasional ini dapat menyebabkan akibat yang serius pada rute penerbangan utama dari atau ke Jakarta, Batam, Palembang, Padang dan Banda Aceh maupun rute penerbangan internasional

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka pada saat ini sedang dibangun Bandara Udara Kuala Namu oleh Pemerintah di Propinsi Sumatera Utara. Bandara Kuala Namu ini sangat diminati oleh para investor baik asing maupun lokal. "Ada sejumlah investor yang tertarik yaitu dari Malaysia, Cina, Eropa, serta investor lokal yang melakukan kerjasama dengan Cina”3

Penilaian pembangunan Bandara Kuala Namu sebagai bandara pengganti Bandara Polonia Medan dilakukan oleh Kementerian Keuangan Indonesia dan selanjutnya akan disetujui Menteri Negara BUMN.4

Pemindahan bandara ke Kuala Namu telah direncanakan sejak tahun 1991. Persiapan pembangunan diawali pada tahun 1997, namun krisis moneter yang dimulai pada tahun yang sama kemudian memaksa rencana pembangunan ditunda. Sejak saat itu kabar mengenai bandara ini jarang terdengar lagi, hingga muncul momentum baru saat terjadi kecelakaan pesawat Mandala Airlines pada September 2005 yang jatuh sesaat setelah lepas landas dari Polonia. Kecelakaan yang merenggut nyawa Gubernur Sumatera Utara Tengku Rizal Nurdin tersebut juga menyebabkan beberapa warga yang tinggal

2

Ibid

3

Khairul Ikhwan, Bandara Kuala Namu 'Dikerubuti' Investor Asing dan Lokal, dipublikasikan tanggal 27/02/2006, diakses tanggal 28 Nopember 2010

(17)

di sekitar wilayah bandara meninggal dunia akibat letak bandara yang terlalu dekat dengan pemukiman. Hal ini menyebabkan munculnya kembali seruan agar bandara udara di Medan segera dipindahkan ke tempat yang lebih sesuai. Selain itu, kapasitas Polonia yang telah lebih batasnya juga merupakan faktor direncanakannya pemindahan bandara.5

Untuk melaksanakan pembangunan yang bersifat fisik, pemerintah melibatkan berbagai usaha jasa konstruksi yang lazim disebut kontraktor selain itu juga melibatkan supplier dan konsultan yang berperan sebagai pendukung dari pelaksanaan proyek-proyek pembangunan.

Pemerintah cenderung menyerahkan sebagian urusan wewenangnya kepada badan-badan seperti Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) atau swasta baik perorangan maupun badan hukum perdata, pertimbangannya tidak lain untuk efesiensi dan menggerakkan bisnis swasta.6

Demikian juga dengan pelaksanan pembangunan Bandara Kuala Namu ini, tender proyek pembangunanya juga diikuti oleh beberapa perusahaan seperti PT. Duta Graha Indah Tbk (DGI), PT. Adhi Karya (Persero) Tbk, PT. Waskita (Persero) Tbk.7

Dewasa ini hampir tidak ada satu orangpun yang bisa melakukan usahanya dengan hanya mengandalkan dirinya sendiri, apalagi jika usaha itu sudah tergolong skala besar. Ada banyak faktor yang menjadi penyebabnya, antara lain karena

5 Bandar Udara Internasional Kuala Namu

http://id.wikipedia.org/wiki/Bandar_Udara_Internasional_Kuala_Namu, , diakses tanggal 30 Nopember 2010

6

Philipus M. Hadjon, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 2002, hal. 202

7

(18)

keterbatasan modal, keterbatasan skill, ataupun karena tuntutan perkembangan usahanya yang semakin maju. Untuk mengatasi kesulitan tersebut maka berkembanglah apa yang dinamakan kerjasama. Sebagai dasar dari kerjasama tersebut dibutuhkan apa yang disebut dengan Perjanjian Kerjasama.

Perjanjian kerjasama pada prinsipnya dibedakan dalam 3 pola yaitu Usaha Bersama (Joint Venture), Kerjasama Operasional (Joint Operational), dan Operasional Sepihak (Single Operational).8

1. Usaha Bersama (Joint Venture)

Joint Venture adalah merupakan bentuk kerjasama umum, dapat dilakukan pada semua bidang usaha, dimana para pihak masing-masing menyerahkan model untuk membentuk badan usaha yang mengelola usaha bersama. Contohnya, para pihak bersepakat untuk mendirikan pabrik garment. Untuk mendirikan usaha tersebut masing- masing pihak menyerahkan sejumlah modal yang telah disepakati bersama, lalu mendirikan suatu pabrik.

2. Kerjasama Operasional (Joint Operational)

Joint Operational adalah bentuk kerjasama khusus, di mana bidang usaha yang dilaksanakan merupakan bidang usaha yang merupakan hak/kewenangan salah satu pihak. Bidang usaha itu sebelurnnya sudah ada dan sudah beroperasional, dimana pihak investor memberikan dana untuk melanjutkan/mengembangkan usaha yang

8

(19)

semula merupakan hak/wewenang pihak lain, dengan membentuk badan usaha baru sebagai pelaksana kegiatan usaha.

3. Operasional Sepihak (Single Operational)

Single Operational merupakan bentuk kerjasama khusus di mana bidang usahanya berupa "bangunan komersial". Salah satu pihak dalam kerjasama ini adalah pemilik yang menguasai tanah, sedangkan pihak lain, investor, diijinkan untuk membangun suatu bangunan komersial diatas tanah milik yang dikuasai pihak lain, diberi hak untuk mengoperasionalkan bangunan komersial tersebut untuk jangka waktu tertentu dengan pemberian fee tertentu selama jangka waktu operasional dan setelah jangka waktu operasional berakhir investor wajib mengembalikan tanah banguan komersial di atasnya kepada pihak pemilik/yang menguasai tanah.

Dalam pembangunan Bandara Udara Kuala Namu ini Kementerian Perhubungan Republik Indonesia menunjuk PT. Adhi Karya (Persero) Tbk untuk melaksanakan proyek pembangunan Bandar Udara Kuala Namu yaitu pekerjaan Taxiway senilai Rp 420 (empat ratus dua puluh) miliar. Pekerjaan ini dikerjakan oleh ADHI dengan skema Joint Operation bersama PT. Duta Graha Indah (DGI) Tbk dengan porsi 65% (enam puluh lima persen) untuk PT. Adhi Karya (Persero) Tbk dan sisanya dikerjakan PT. Duta Graha Indah (DGI) 35% (tiga puluh lima persen).9

9

Adhi Kerjakan Taxiway Bandara Kuala Namu Medan

(20)

Bertitik tolak dari latar belakang tersebut, menarik untuk diketahui dan diteliti lebih jauh mengenai kedudukan para pihak dari perjanjian Kerjasama Operasional (KSO) antara PT.Adhi Karya (Persero) Tbk dan PT.Duta Graha Indah Tbk, yang akan dituangkan dalam tesis yang berjudul : "Kedudukan para pihak dalam Kerjasama Operasional (KSO) antara PT.Adhi Karya (Persero) Tbk dengan PT. Duta Graha Indah Tbk terhadap pekerjaan Taxiway pembangunan Bandar Udara Internasional - Kuala Namu”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang perlu dibahas adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana kedudukan para pihak dalam Kerjasama Operasional (KSO) antara PT. Adhi Karya (Persero) Tbk dengan PT. Duta Graha Indah Tbk terhadap pekerjaan Taxiway pembangunan Bandar Udara Internasional - Kuala Namu ?

2. Bagaimana akibat hukum yang terjadi kepada anggota Kerjasama Opersional (KSO) dan juga kepada pihak ketiga (pemberi pekerjaan) bila terjadi wanprestasi yang dilakukan oleh salah satu pihak anggota Kerjasama Operasional (KSO)? 3. Upaya hukum apakah yang dapat ditempuh para pihak dalam penyelesaian

(21)

C. Tujuan Penelitian

Mengacu pada judul dan permasalahan dalam penelitian ini maka dapat dikemukakan bahwa tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui kedudukan para pihak dalam Kerjasama Operasional (KSO) antara PT. Adhi Karya (Persero) Tbk dengan PT. Duta Graha Indah Tbk terhadap pekerjaan Taxiway pembangunan Bandar Udara Internasional - Kuala Namu. 2. Untuk mengetahui penyelesaian wanprestasi dalam Kerjasama Opersional (KSO)

PT. Adhi Karya (Persero) Tbk dengan PT. Duta Graha Indah Tbk.

3. Untuk mengetahui upaya hukum yang dapat ditempuh para pihak dalam penyelesaian sengketa.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang didapat dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:

(22)

2. Secara praktis, Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada masyarakat, khususnya kepada masyarakat, agar lebih mengetahui tentang kedudukan para pihak dalam dalam Kerjasama Operasional (KSO) antara PT. Adhi Karya (Persero) Tbk dengan PT. Duta Graha Indah Tbk terhadap pekerjaan Taxiway pembangunan Bandar Udara Internasional - Kuala Namu.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil penelusuran sementara dan pemeriksaan yang telah penulis lakukan baik di kepustakaan penulisan karya ilmiah Magister Hukum, maupun di Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara (USU) Medan, dan sejauh yang diketahui tidak ditemukan judul yang sama.

Oleh karena itu, penelitian ini adalah asli adanya. Artinya secara akademik penelitian ini dapat dipertanggung jawabkan kemurniannya, karena belum ada yang melakukan penelitian yang sama dengan judul penelitian ini.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, thesis mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi dasar perbandingan, pegangan teoritis.10 Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan pedoman/petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang diamati. 11

10

(23)

Menurut teori konvensional, tujuan hukum adalah mewujudkan keadilan (rechtgerechtigheid), kemanfaatan (rechtsulititeit) dan kepastian hukum (rechtszekerheid).12 Dalam bukunya “inleiding tot de studie van het nederlandse recht”, Apeldoorn menyatakan bahwa tujuan hukum adalah mengatur tata tertib dalam masyarakat secara damai dan adil. Untuk mencapai kedamaian hukum harus diciptakan masyarakat yang adil dengan mengadakan perimbangan antara kepentingan yang bertentangan satu sama lain, dan setiap orang harus memperoleh (sedapat mungkin) apa yang menjadi haknya.13 Dalam hal mewujudkan keadilan, menurut W. Friedman suatu Undang-Undang haruslah memberikan keadilan yang sama kepada semua walaupun terdapat perbedaan-perbedaan diantara pribadi-pribadi tersebut.14

Prinsip keadilan menurut Jhon Rawls dapat dirinci sebagai berikut :

1. Memaksimalkan kemerdekaan. Pembatasan terhadap kemerdekaan ini hanya untuk kepentingan kemerdekaan itu sendiri,

2. Kesetaraan bagi semua orang, baik kesetaraan dalam kehidupan sosial maupun kesetaraan dalam bentuk pemanfaatan kekayaan alam (“social goods”). Pembatasan dalam hal ini hanya dapat dizinkan bila ada kemungkinan keuntungan yang lebih besar.

11

Bandingkan Snelbecker dalam Lexy J. Moloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1993, hal. 35.

12

Achmad Ali, Menguak Takbir Hukum (Suatu Kajian Filosofis Dan Sosiologis), Gunung Agung, Jakarta, 2002, hal. 85.

13

R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hal. 57

14

W.Friedman, Teori dan Filsafat Hukum Dalam Buku Telaah Krisis Atas Teori-Teori

Hukum, diterjemahkan dari buku aslinya Legal Theory oleh Muhammad Arifin, Raja Grasindo

(24)

3. Kesetaraan kesempatan untuk kejujuran, dan penghapusan terhadap ketidaksetaraan berdasarkan kelahiran dan kekayaan.15

Rawls berpendapat jika terjadi benturan (konflik), maka: Equal liberty principle harus diprioritaskan dari pada prinsip-prinsip yang lainnya. Dan, Equal opportunity principle harus diprioritaskan dari pada differences principle.16

Hukum kontrak/perjanjian diatur dalam Buku III KUHPerdata (selanjutnya disingkat dengan KUHPer) yang terdiri atas 18 Bab dan 631 Pasal, dimulai dari Pasal 1233 sampai dengan Pasal 1864 KUHPer. Secara garis besar, perjanjian yang diatur/dikenal di dalam KUHPer adalah sebagai berikut: Perjanjian jual beli, tukar-menukar, sewa-menyewa, kerja, persekutuan perdata, perkumpulan, hibah, penitipan barang, pinjam pakai, bunga tetap dan abadi, untung-untungan, pemberian kuasa, penanggung utang dan perdamaian. Dalam teori ilmu hukum, perjanjian-perjanjian diatas disebut dengan perjanjian nominaat. Di luar KUHPer dikenal pula perjanjian lainnya, seperti kontrak joint venture, kontrak production sharing, leasing, franchise, kontrak karya, beli sewa, dan lain sebaginya. Perjanjian jenis ini disebut perjanjian innominaat, yakni perjanjian yang timbul, tumbuh, hidup, dan berkembang dalam praktik kehidupan masyarakat. Keberadaan perjanjian baik nominaat maupun innominaat tidak terlepas dari adanya sistem yang berlaku dalam hukum perjanjian itu sendiri.

15

Teori Keadilan John Rawls Pemahaman Sederhana Buku A Theory Of Justice

http://ilhamendra.wordpress.com/2010/10/19/teori-keadilan-john-rawls-pemahaman-sederhana-buku-a-theory-of-justice/ , diakses tanggal 28 Nopember 2010

(25)

“Suatu perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, yang berkewajiban memenuhi tuntutan itu”.17 Pihak yang berhak menuntut sesuatu tadi, dinamakan kreditor atau siberpiutang, sedangkan pihak yang berkewajiban memenuhi tuntutan dinamakan debitor atau siberutang.

Dalam ketentuan Pasal 1313 KUH Perdata, perjanjian didefenisikan sebagai: “Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”. Dari isi pasal tersebut ditegaskan bahwa perjanjian mengakibatkan seseorang mengikatkan dirinya terhadap orang lain. Hal ini berarti dari suatu perjanjian lahirlah kewajiban atau prestasi dari satu atau lebih orang (pihak) kepada satu atau lebih orang (pihak) lainnya, yang berhak atas prestasi tersebut.

“Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal”.18 Dari peristiwa ini ditimbulkan suatu perhubungan antara dua orang itu yang dinamakan "perikatan" tadi. Perjanjian tersebut menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis

17Ibid

, hal. 1

18

(26)

Dengan demikian maka hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah, bahwa perjanjian itu menerbitkan perikatan. Perjanjian adalah sumber perikatan, di samping sumber-sumber lain. Suatu perjanjian juga dinamakan "persetujuan", karena dua pihak itu bersetuju untuk melakukan sesuatu. Dapat dikatakan bahwa dua perkataan (perjanjian dan persetujuan) itu adalah sama artinya. Perkataan "kontrak" adalah lebih sempit karena ditujukan kepada perjanjian atau persetujuan yang tertulis.

Sistem pengaturan hukum kontrak adalah sistem terbuka (open system), yang mengandung maksud bahwa setiap orang bebas untuk mengadakan perjanjian, baik yang sudah diatur maupun yang belum diatur di dalam undang-undang.

Dalam pasal 1338 ayat (1) secara tegas menegaskan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Jika dianalisa lebih lanjut maka ketentuan pasal tersebut memberikan kebebasan kepada para pihak untuk:

1. membuat atau tidak membuat perjanjian; 2. mengadakan perjanjian dengan siapa pun;

3. menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya, serta 4. menentukan bentuk perjanjiannya apakah tertulis atau lisan.

(27)

pelanggaran terhadap kewajiban-kewajiban yang ditentukan dalam kontrak, murni menjadi urusan pihak-pihak yang berkontrak.19

Kontrak, dalam bentuk yang paling klasik, dipandang sebagai ekspresi kebebasan manusia untuk memilih dan mengadakan perjanjian. Kontrak merupakan wujud dari kebebasan (freedom of contract) dan kehendak bebas untuk memilih (freedom of choice).20

Dalam suatu kontrak terdapat 5 (lima) asas yang dikenal menurut ilmu hukum perdata. Kelima asas itu antara lain adalah: asas kebebasan berkontrak (freedom of contract), asas konsensualisme (concsensualism), asas kepastian hukum (pacta sunt servanda), asas itikad baik (good faith) dan asas kepribadian (personality).21

1. asas kebebasan berkontrak (freedom of contract)

Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUHPer, yang berbunyi: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Asas kebebasan berkontrak yang dianut dalam Pasal 1338 alinea ke satu KUH Perdata para pihak yang sepakat melakukan perjanjian dianggap mempunyai kedudukan yang seimbang serta berada dalam situasi dan kondisi yang bebas menentukan kehendaknya untuk melakukan perjanjian. Pasal tersebut seolah-olah membuat suatu pernyataan bahwa kita diperbolehkan membuat perjanjian apa saja dan itu

19

Atiyah, “The Law of Contract,” Clarendon Press, London, 1983, hal 1.

20

Ibid, hal. 5

21

S. Imran, Asas-Asas Dalam Berkontrak: Suatu Tinjauan Historis Yuridis Pada Hukum

Perjanjian, http://www.legalitas.org/node/202, dipublikasikan tanggal 8 Juni 2007, diakses tanggal 28

(28)

akan mengikat kita sebagaimana mengikatnya undang-undang.22 Kebebasan berkontrak juga ditegaskan dalam Pasal 1321 KUH Perdata yang mana menyatakan bahwa suatu kesepakatan itu dibuat harus bersifat bebas. Kesepakatan tidaklah sah apabila diberikan berdasarkan kekhilafan, atau diperolehnya dengan penipuan atau paksaan.

2. asas konsensualisme (concsensualism)

Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat (1) KUHPer. Pada pasal tersebut ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah adanya kata kesepakatan antara kedua belah pihak. Asas ini merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal, melainkan cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak. Kesepakatan adalah persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak. Asas konsensualisme yang dikenal dalam KUHPer adalah berkaitan dengan bentuk perjanjian.

3. asas kepastian hukum (pacta sunt servanda)

Asas kepastian hukum atau disebut juga dengan asas pacta sunt servanda merupakan asas yang berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas pacta sunt servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang. Mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi

22

Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, PT.

(29)

kontrak yang dibuat oleh para pihak. Asas pacta sunt servanda dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPer.

4. asas itikad baik (good faith)

Asas itikad baik tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPer yang berbunyi: “Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.” Asas ini merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh maupun kemauan baik dari para pihak. Asas itikad baik terbagi menjadi dua macam, yakni itikad baik nisbi dan itikad baik mutlak. Pada itikad yang pertama, seseorang memperhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata dari subjek. Pada itikad yang kedua, penilaian terletak pada akal sehat dan keadilan serta dibuat ukuran yang obyektif untuk menilai keadaan (penilaian tidak memihak) menurut norma-norma yang objektif.

5. asas kepribadian (personality)

(30)

perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya.

Suatu perjanjian dianggap lahir pada waktu tercapainya kesepakatan antara kedua belah pihak. Pihak yang hendak membuat perjanjian harus menyatakan kehendaknya dan kesediaannya untuk mengikatkan dirinya. Pernyataan kedua belah pihak ini lah yang disebut kesepakatan (consensus).23

Menurut Subekti sebagaimana dikutip oleh Felix O. Subagjo bahwa :

Tuntutan akan adanya sungguh-sungguh suatu perjumpaan kehendak, memang tidak dapat dipertahankan lagi dalam zaman modern ini. Pernyataan yang menjadi dasar sepakat adalah pernyataan yang secara objektif dapat dipercaya. Adanya perjumpaan kehendak (consensus) sudah tepat jika diukur dengan pernyataan yang bertimbal balik yang telah dikeluarkan. Hakim dapat mengkonstruksikan adanya sepakat dari perjanjian dengan adanya pernyataan bertimbal balik.24

Dalam Pasal 1338 KUHPer dinyatakan bahwa “segala perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang untuk mereka yang membuatnya”. Pasal ini mengandung pengertian bahwa suatu perjanjian yang dibuat secara sah tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, dan mengikat kedua belah pihak.25

Perjanjian/kontrak tersebut umumnya tidak dapat ditarik kembali kecuali dengan persetujuan kedua belas pihak atau berdasarkan alasan-alasan yang ditetapkan oleh undang-undang. Dalam Pasal 1338 KUHPer juga ditetapkan bahwa semua

Pembinaan Hukum Nasional, Jakarta 1994, hal. 57

25

(31)

perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Maksudnya bahwa cara menjalankan suatu perjanjian tidak boleh bertentangan dengan kepatutan dan keadilan.

Teori-teori hukum common law tertentu membolehkan untuk membatalkan perjanjian atau kontrak-kontrak yang bersifat menindas atau adanya unsur ketidakadilan sebagai bentuk adanya pembatasan kebebasan berkontrak. Di dalam Pasal 1338 alinea ke tiga KUH Perdata, hakim diberi kekuasaan untuk mengawasi pelaksanaan suatu perjanjian, agar pelaksanaan perjanjan yang dibuat sesuai dengan itikad baik dan agar jangan sampai perjanjian itu melanggar "kepatutan dan keadilan". Ini berarti hakim berkuasa menindak penyimpangan dari isi perjanjian, manakala pelaksanaan perjanjian menurut klausula yang dicantumkan oleh para pihak bertentangan dengan itikad baik sebagai suatu tuntutan keadilan sesuai dengan ketentuan Pasal 1337 KUH Perdata, yang menyatakan bahwa suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum.

Hakim semestinya harus memperhatikan terlebih dahulu apa yang diperjanjikan oleh para pihak yang berkontrak, baru kemudian jika sesuatu hal tidak diatur dalam surat perjanjian dan dalam undang-undang tidak terdapat suatu ketetapan mengenai hal itu, hakim harus menyelidiki bagaimanakah biasanya hal yang semacam itu diaturnya di dalam praktek. Jika ini juga tidak diketahuinya, karena mungkin hal itu belum banyak terjadi, hakim harus menetapkannya menurut "perasaan keadilan".26

Adam Smith, mengagungkan laissez faire (persaingan bebas)."

26

(32)

Antara paham ekonomi klasik dan dan persaingan bebas saling mendukung dan berakar pada paham hukum alam. Kedua paham tersebut melihat individu mengetahui kepentingan mereka yang paling baik dan cara mencapainya, disebabkan karena manusia sebagai individu mempergunakan akalnya. Menurut hukum alam individu-individu diberi kebebasan untuk menetapkan langkahnya dengan sekuat akal dan tenaganya untuk mencapai kesejahteraan yang optimal. Berhasilnya individu mencapai kesejahteraan maka masyarakat yang merupakan kumpulan dari individu-individu tersebut akan menjadi sejahtera pula, oleh karena itu untuk mencapai kesejahteraannya individu harus mempunyai kebebasan bersaing dan negara tidak boleh ikut campur tangan. Seiring dengan asas laissez faire tersebut, freedom of contract merupakan pula prinsip umum dalam mendukung berlangsungnya persaingan bebas tersebut.27 Berkenaan dengan paham ekonomi klasik yang mengagungkan paham laissez faire tersebut, para pengusaha bebas mencantumkan berbagai klausula yang memperkecil resiko dan tanggungjawabnya dari segala kerugian atau kerusakan yang mungkin ditimbulkannya, dan membebankannya kepada pihak yang lebih lemah. Ketidakadilan seperti ini dalam sejarah awalnya ditemukan dalam kontrak-kontrak perburuhan.28

Pitlo, sebagaimana dikutip oleh Mariam Darus Badrulzaman, menyatakan bahwa latarbelakang tumbuhnya perjanjian baku dan klausula eksonerasi yaitu keadaan sosial dan ekonomi. Perusahaan besar, perusahaan semi pemerintah mengadakan kerjasama dalam suatu organisasi dan untuk kepentingan mereka menentukan syarat-syarat tertentu secara sepihak. "Pihak lawan (wederparrij) yang pada umumnya mempunyai kedudukan (ekonomi) lemah, baik karena posisinya maupun karena ketidaktahuannya hanya menerima apa yang disodorkan itu".29

Kedudukan para pihak yang tidak seimbang dalam suatu perjanjian, maka pihak yang lemah biasanya tidak berada dalam keadaan yang betul-betul bebas untuk

Sunaryati Hartono, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional, Alumni, Bandung, 1991, hal. 119

29

(33)

menentukan apa yang benar-benar diinginkan dalam perjanjian yang dibuatnya. Keadaan tersebut menyebabkan pihak yang memiliki posisi kuat biasanya menggunakan kesempatan tersebut untuk menentukan klausula-klausula tertentu dalam perjanjian, sehingga perjanjian yang seharusnya dirancang dan dibuat oleh kedua belah pihak yang terlibat dalam perjanjian tersebut menjadi lebih berdasarkan kehendak salah satu pihak yang mempunyai posisi yang lebih kuat saja. Perjanjian yang dibuat lebih berdasarkan kehendak pihak yang mempunyai posisi yang lebih kuat, maka dapat dipastikan klausula-klausula yang tercantum dalam perjanjian yang dibuat akan menguntungkan bagi pihaknya, ataupun meringankan, dan bahkan menghapuskan beban atau kewajiban tertentu yang seharusnya menjadi tanggungjawabnya.

2. Konsepsi

Konsep merupakan alat yang dipakai oleh hukum di samping yang lain-lain, seperti asas dan standar. Oleh karena itu kebutuhan untuk membentuk konsep merupakan salah satu dari hal-hal yang dirasakan pentingnya dalam hukum. Konsep adalah suatu konstruksi mental, yaitu sesuatu yang dihasilkan oleh suatu proses yang berjalan dalam pikiran penelitian untuk keperluan analitis.30 Kerangka konsepsional mengungkapkan beberapa konsepsi atau pengertian yang akan dipergunakan sebagai dasar penelitian hukum.31

Konsep merupakan salah satu bagian penting dari sebuah teori. Dalam suatu penelitian konsepsi dapat diartikan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak

30

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996, hal. 397

31

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Sesuatu Tinjauan

(34)

menjadi suatu yang konkret, yang disebut definisi operational (operational definition).32 Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai. Oleh karena itu, dalam penelitian ini dirumuskan kerangka konsepsi sebagai berikut : 1. Pihak adalah satu dari golongan (partai, orang).

2. Kerjasama Operasional (KSO) adalah bentuk kerjasama khusus, dimana bidang usaha yang dilaksanakan merupakan bidang usaha yang merupakan hak/kewenangan salah satu pihak.33

3. Pekerjaan adalah pencaharian; yang dijadikan pokok penghidupan; sesuatu yg dilakukan untuk mendapat nafkah.

4. Taxiway adalah jalan penghubung antara landas pacu dengan pelataran pesawat (apron), kandang pesawat (hangar), terminal, atau fasilitas lainnya di sebuah bandar udara.34

5. Pembangunan adalah proses, cara, perbuatan membangun.

6. Bandar udara adalah fasilitas tempat pesawat terbang dapat lepas landas dan mendarat.35

7. Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu pihak atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.36

32

Sutan Remy Sjahdeni, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang Bagi Para

Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Institute Bankir Indonesia, Jakarta, 1983, hal. 10

33

Raimond Flora Lamandasa, Loc cit

34

Jalan Taksi, http://id.wikipedia.org/wiki/Jalan_taksi, diakses tanggal 30 opember 2010

35Bandara Udara,

http://id.wikipedia.org/wiki/Bandara, dikutip tanggal 30 Nopember 2010

36

Pasal 1313 KUH Perdata

36

(35)

8. Wanprestasi adalah suatu keadaan yang dikarenakan kelalaian atau kesalahannya, debitur tidak dapat memenuhi prestasi seperti yang telah ditentukan dalam perjanjian dan bukan dalam keadaan memaksa.37

G. Metode Penelitian

1. Sifat dan Jenis Penelitian

Jenis Penelitian ini adalah penelitian yang berbasis kepada ilmu hukum normatif, dimana pendekatan terhadap permasalahan dilakukan dengan mengkaji berbagai aspek hukum, dari segi ketentuan perundang-undangan yang berlaku mengenai perjanjian dan bahan hukum lainnya.

Sifat dari penelitian ini adalah deskriptif analisis. Bersifat deskriptif maksudnya dari penelitian ini diharapkan diperoleh gambaran secara rinci dan sistematis tentang permasalahan yang akan diteliti. Analisis dimaksudkan berdasarkan gambaran, fakta yang diperoleh akan dilakukan analisis secara cermat bagaimana menjawab permasalahan.

2. Sumber Data

Data dalam penelitian ini diperoleh dengan mengumpulan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan para informan yaitu kontraktor dan sub kontraktor dalam pelaksanaan pembangunan Bandara Udara Kuala Namu. Sedangkan data sekunder yaitu data yang dikumpulkan melalui studi dokumen terhadap bahan kepustakaan yang terdiri dari :

(36)

a. Bahan Hukum Primer.

Bahan hukum primer adalah hukum yang mengikat dari sudut norma dasar, peraturan dasar dan peraturan perundang-undangan. Dalam penelitian ini bahan hukum primernya yaitu Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder adalah bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer yang berupa buku, hasil-hasil penelitian dan atau karya ilmiah dari kalangan hukum tentang hukum perjanjian.

c. Bahan Hukum Tertier

Bahan hukum tertier adalah bahan yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus hukum, ensiklopedia dan sebagainya.

3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini, dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan (library research) dan studi lapangan (field research). Studi Lapangan (Field Research) yaitu menghimpun data dengan melakukan wawancara langsung dengan Wakil Ketua Komite Manajemen, Manajer Proyek dan Bendahara Proyek yang dalam penelitian ini memiliki kapasitas sebagai informan dan narasumber.

(37)

membaca, mempelajari, meneliti, mengidentifikasi dan menganalisa data sekunder yang berkaitan dengan penelitian, studi dokumen yang dimaksud dalam penelitian ini.

4. Analisis Data

Analisis data merupakan suatu proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan suatu hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.38 Di dalam penelitian hukum normatif, maka analisis data pada hakekatnya berarti kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis. Sistematisasi berarti, membuat klasifikasi terhadap bahan-bahan hukum terlulis tersebut, untuk memudahkan pekerjaan analisis dan konstruksi.39

Sebelum analisis dilakukan, terlebih dahulu diadakan pemeriksaan dan evaluasi terhadap semua data yang telah dikumpulkan (primer, sekunder maupun tersier), untuk mengetahui validitasnya. Setelah itu keseluruhan data tersebut akan disistematisasikan sehingga menghasilkan klasifikasi yang selaras dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini dengan tujuan untuk memperoleh jawaban yang baik pula.40

38

Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung , 2002, hal. 101.

39

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986, hal. 25 1

40

(38)

BAB II

KEDUDUKAN PT. ADHI KARYA (PERSERO) Tbk DENGAN PT. DUTA GRAHA INDAH Tbk SEBAGAI PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN

KERJASAMA OPERASIONAL (KSO) PEKERJAAN TAXIWAY

PEMBANGUNAN BANDARA INTERNASIONAL KUALA NAMU

A. Hakikat Keadilan dalam Perjanjian Kerjasama Operasional (KSO)

Hubungan perjanjian Kerjasama Operasional (KSO) para pihak dalam pekerjaan taxiway pembangunan Bandara Internasional Kuala Namu antara PT. Adhi Karya (Persero) Tbk dengan PT. Duta Graha Indah Tbk pada hakikatnya tidak dapat dilepaskan dalam hubungannya dengan masalah keadilan. Perjanjian Kerjasama Operasional (KSO) sebagai wadah yang mempertemukan kepentingan satu pihak dengan pihak lain menuntut bentuk pertukaran kepentingan yang adil. Oleh karena itu dalam Kerjasama Operasional (KSO) tersebut haruslah termuat hak dan kewajiban para pihak secara seimbang dan proporsional. Hubungan bisnis yang terjalin diantara para pihak dalam perjanjian Kerjasama Operasional (KSO) pada umumnya bertujuan untuk saling bertukar kepentingan rosco & pound memberikan definisi kepentingan atau interest adalah “a demand or desire which human beings, either individualty or through groups or associations an relations seek to satisty” (kepentingan sebagai suatu tuntutan atau hasrat yang ingin dipuaskan manusia, baik secara individu ataupun kelompok asosiasi)41 Kerangka dasar yang digunakan Pound adalah kepentingan-kepentingan sosial yang lebih luas yang merupakan keinginan manusia

41

Johanes Ibrahim dan Lindawaty Sewu, Hukum Bisnis dalam Presepsi Manusia Modern,

(39)

untuk memenuhinya baik secara pribadi, hubungan antara pribadi maupun kelompok. Atas dasar itu Pound membedakan berbagai kepentingan yang harus dilindungi oleh hukum, yaitu kepentingan pribadi, kepentingan umum dan kepentingan sosial atau masyarakat.

(40)

proporsi, sebanding, berimbang.42 Pasal 1320 KUH Perdata menyatakan bahwa untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat :

1. Sepakat mereka mengikatkan dirinya 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan 3. Suatu hal tertentu

4. Suatu sebab yang halal

Kesepakatan yang dimaksud Pasal 1320 KUH Perdata tersebut di atas erat kaitannya dengan keserasian dan keseimbangan hak dan kewajiban masing-masing pihak yang mengikatkan dirinya dalam perjanjian tersebut. Pengaturan hak dan kewajiban tersebut dalam perjanjian komersial harus benar-benar proporsional antara pihak yang satu dengan pihak yang lainnya. Dengan asumsi dasar bahwa karakter perjanjian Kerjasama Operasional (KSO) sebagai suatu perjanjian komersial yang menempatkan posisi para pihak yang mengikatkan diri pada kesetaraan hak dan kewajiban yang proporsional. Dengan demikian tujuan dari para pihak yang berorientasi pada keuntungan bisnis dapat terwujud43. Asas proporsionalitas tidak dilihat dari konteks keseimbangan matematis, tetapi pada proses dan mekanisme pertukaran hak dan kewajiban yang berlangsung secara fair.

42

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Balai Pustaka, Jakarta, 1995, hlm. 573 dan 790.

43

(41)

Pada dasarnya Perjanjian Kerjasama Operasional (KSO) merupakan perjanjian equitability dengan unsur justice serta fairness44.Makna equitability menunjukkan suatu hubungan kesetaraan, tidak berat sebelah dan adil antara hak dan kewajiban. Dalam perjanjian Kerjasama Operasional (KSO) terdapat pertukaran hak dan kewajiban para pihak sesuai proporsi atau bagiannya. Untuk itu dalam kajian perjanjian Kerjasama Operasional (KSO) yang terjadi antara PT. Adhi Karya (Persero) Tbk dengan PT. Duta Graha Indah Tbk dimuat suatu kriteria yang dapat dijadikan pedoman untuk menemukan asas proporsionalitas dalam perjanjian Kerjasama Operasional (KSO) tersebut sebagai berikut45 :

1. Perjanjian Kerjasama Operasional (KSO) yang bersubstansi asas proporsionalitas adalah perjanjian yang memberikan pengakuan terhadap hak, peluang dan kesempatan yang sama kepada para pihak yang menentukan pertukaran yang adil bagi mereka. Kesamaan bukan dalam arti kesamaan hasil melainkan pada posisi para pihak yang mengandaikan kesetaraan kedudukan dan hak (equitability) atau prinsip kesamaan dan kesetaraan hak.

2. Berlandaskan pada kesamaan/kesetaraan hak tersebut, maka perjanjian Kerjasama Operasional (KSO) yang bersubstansi asas proporsional adalah perjanjian yang dilandasi oleh kebebasan para pihak untuk menentukan substansi apa yang adil dan apa yang tidak adil bagi mereka (prinsip kebebasan).

44

Peter Mahmud Marzuki, Asas-asas Kebebasan Berkontrak, Yuridika, Volume 18 Nomor 31 Mei Tahun 2003, hlm. 195.

45

(42)

3. Perjanjian Kerjasama Operasional (KSO) yang bersubstansi asas proporsionalitas adalah perjanjian yang mampu menjamin pelaksanaan hak dan sekaligus mendistribusikan kewajiban secara proporsional bagi para pihak. Perlu digaris bawahi bahwa keadilan tidak selalu berarti para pihak harus selalu memperoleh sesuatu dalam jumlah yang sama. Dalam perjanjian Kerjasama Operasional (KSO) dimungkinkan adanya hasil akhir yang berbeda. Dalam hal ini maka prinsip distribusi proporsional terhadap hak dan kewajiban para pihak harus mengacu pada pertukaran yang fair (prinsip distribusi proporsional). Dengan demikian Kerjasama Operasional (KSO) sebagai proses mata rantai hubungan para pihak harus dibangun berdasarkan pemahaman keadilan yang dilandasi atas pengakuan hak para pihak yang terlibat dalam perjanjian Kerjasama Operasional (KSO). Pengakuan terhadap eksistensi hak para pihak tersebut memanifestasi dalam pemberian peluang dan kesempatan yang sama dalam pertukaran kepentingan (hak dan kewajiban). Namun demikian pengakuan terhadap hak, kebebasan dan kesamaan dalam pertukaran kepentingan (hak dan kewajiban) tersebut tetap harus dalam bingkai aturan main yang mempertimbangkan prinsip distribusi yang proporsional.

B. Peran Notaris dalam Pembuatan Akta Perjanjian Kerjasama Operasional (KSO)

(43)

lain. Dalam negosiasi inilah proses tawar-menawar berlangsung. Selama negosiasi berlangsung hanya informasi penting yang perlu dicatat atau didokumentasikan.

Tahapan berikutnya pembuatan memorandum of under standing (MOU). MOU merupakan pencatatan atau pendokumentasian hasil negosiasi awal tersebut dalam bentuk tertulis (MOU) walaupun belum dalam bentuk akta perjanjian notaris, hal ini penting sebagai pegangan untuk digunakan lebih lanjut di dalam negosiasi lanjutan atau sebagai dasar untuk melakukan studi kelayakan atau pembuatan perjanjian dalam akta notaris.46

Setelah pihak-pihak memperoleh MOU sebagai pegangan atau pedoman sementara, baru dilanjutkan dengan tahapan studi kelayakan (Feasibility Study, duedillgent) untuk melihat tingkat kelayakan dan prospek transaksi bisnis tersebut dari berbagai sudut pandang yang diperlukan (misalnya ekonomi, keuangan, pemasaran, tehnik, lingkungan, sosial budaya dan hukum). Hasil studi kelayakan ini diperlukan dalam menilai apakah perlu atau tidaknya melanjutkan transaksi atau negosiasi lanjutan. Apabila diperlukan, akan diadakan negosiasi lanjutan dan hasilnya dituangkan dalam perjanjian. Oleh karena itu para pelaku bisnis merasa apa yang mereka sepakati tersebut perlu dituangkan ke dalam suatu perjanjian tertulis atau perjanjian yang dirasa lebih memberikan kepastian hukum. Untuk itu dibutuhkan jasa notaris sebagai satu-satunya pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik dalam hal perjanjian bisnis tersebut. Peranan notaris dalam pembuatan akta otentik

46

Herlien Budiono, Asas Keseimbangan Bagi Hukum Perjanjian Indonesia, Hukum

(44)

Perjanjian Kerjasama Operasional (KSO) tersebut sangat besar sekali. Notaris berperan untuk dapat menerjemahkan transaksi bisnis yang hendak dilakukan oleh para pihak dan mengakomodasi hal-hal yang telah disepakati oleh para pihak pada pembicaraan awal dalam rancangan perjanjian bisnis Kerjasama Operasional (KSO) yang hendak ditandatangani.47

Dalam suatu perjanjian bisnis tidak selamanya konsep/rancangan pembuatan perjanjian bisnis dibuat oleh notaris, tetapi dapat juga oleh para pihak ataupun konsultan hukum (legal officer) dari perusahaan yang bersangkutan. Jika suatu perjanjian bisnis tidak dibuat konsep atau rancangannya oleh para pihak melalui kuasa hukumnya maka disinilah peran seorang notaris sangat dibutuhkan oleh para pihak untuk pembuatan perjanjian.48

Notaris mengakomodasikan kepentingan para pihak sehingga memberikan jaminan atau kepastian secara hukum sampai dengan terealisasinya perjanjian bisnis

secara definitif. Maksudnya adalah bahwa kehendak para pihak yang dituangkan ke dalam suatu akta notaril benar-benar merupakan suatu perwujudan dari suatu akta

yang berkekuatan hukum dan dapat dijadikan sebagai alat bukti bagi para pihak dan pihak ketiga, atau merupakan suatu alat bukti yang terkuat bagi para pihak dan pihak ketiga di pengadilan bila terjadi perselisihan atas perjanjian bisnis tersebut.

47

Yudha A Hernoko, Dasar-dasar Hukum Kontrak, Materi Perkuliahan Tehnik Perancangan

Kontrak, Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya, 2005,

hlm. 46.

48

(45)

Intinya tugas notaris adalah mengatur secara tertulis data otentik hubungan-hubungan hukum antara para pihak yang secara mufakat meminta jasa notaris. Fungsi notaris sebagai pejabat umum yang tidak memihak (on partijdig) dan mandiri (onafhan kelijk) sangat berperan dalam pembuatan akta dalam transaksi bisnis KSO tersebut. Apabila diperhatikan ketentuan dalam Pasal 1 Peraturan Jabatan Notaris dan ketentuan-ketentuan dalam peraturan perundang-undangan lainnya yang berhubungan dengan jabatan notaris, maka dapat dilihat dengan jelas ada dua macam motif dari pembuat undang-undang bagi penugasan notaris ini yakni di satu pihak pembuat undang-undang meletakkan tugas kepada notaris yang merupakan tugas eksekutif atau dengan perkataan lain notaris sebagai pejabat umum (openbaar ambtenaar) menjalankan sebagian dari tugas penguasa dan dalam pihak pembuat undang-undang mengharuskan notaris untuk memberikan bantuan hukumnya dalam hal perbuatan-perbuatan tertentu, oleh karena perbuatan-perbuatan-perbuatan-perbuatan itu dianggap begitu penting, sehingga baik bagi kepentingan kepastian hukum maupun kepentingan orang-orang yang bersangkutan perlu mendapat perlindungan dari suatu organ khusus untuk keperluan mana ditunjuk notaris. Jika pembuatan akta dilakukan oleh para pihak tanpa melalui notaris, maka akta yang dibuat oleh para pihak tersebut bukanlah merupakan akta otentik, melainkan akta bawah tangan, selain membuat akta otentik notaris juga bertugas membuat suatu legalisasi dan waarmerking terhadap perjanjian bisnis yang dibuat di bawah tangan.

(46)

perjanjian bisnis ke dalam suatu akta perjanjian notariil yaitu pembuatan (drafting) dan penelaahan (reviewing) suatu rancangan perjanjian Kerjasama (KSO) tidak dilakukan secara tiba-tiba tanpa ada tindakan sebelumnya yang mendasarinya. Pembuatan perjanjian Kerjasama Operasional (KSO) biasanya diikuti pula dengan tindakan-tindakan selanjutnya. Dalam pengertian yang demikian pembuatan perjanjian Kerjasama Operasional (KSO) merupakan salah satu tahapan dari sekian rangkaian tahapan. Tahapan yang dimaksud dimulai dengan suatu kesepakatan para pihak untuk melakukan suatu transaksi bisnis tertentu. Untuk menyusun suatu perjanjian bisnis jenis Kerjasama Operasional (KSO) diperlukan adanya persiapan dan perencanaan terlebih dahulu, idealnya sejak negosiasi bisnis persiapan tersebut sudah dimulai. Penyusunan perjanjian Kerjasama Operasional (KSO) secara terburu-buru, tanpa menelusuri berbagai informasi sejak awal sampai berakhirnya negosiasi, tanpa mengetahui keinginan atau kepentingan yang sesungguhnya dari pihak-pihak tidak akan melahirkan suatu perjanjian yang seimbang.49

Dalam penyusunan naskah perjanjian Kerjasama Operasional (KSO), di samping diperlukan kejelian dalam menangkap berbagai keinginan pihak-pihak, juga memahami aspek hukum dan bahasa perjanjian. Penyusunan perjanjian Kerjasama Operasional (KSO) perlu menggunakan bahasa yang baik dan benar dengan mempergunakan bahasa yang baik dan benar dengan berpegangan pada peraturan tata bahasa yang berlaku. Penggunaan bahasa, baik bahasa Indonesia maupun bahasa

49

Referensi

Dokumen terkait

Kebanyakan ibu mengatakan bahwasanya sedikit dari mereka yang didampingi suami saat proses persalinan dikarenakan suami merasa takut dan cemas serta merasa kasihan

Pada hari yang ketiga bangkit pula dari antara orang mati, naik ke sorga, duduk disebelah kanan Allah, Bapa yang Mahakuasa, dan dari sana Ia akan datang untuk

DM pada lansia di sebabkan oleh faktor genetik, usia, obesitas dan aktifitas fisik kemudian dengan berjalannya usia yang semakin meningkatan secara bertahap

Hasil pengujian sensor kristal fotonik satu dimensi yang sudah diproduksi, dengan cahaya polikromatik dan monokromatik sebagai sumber cahaya, menunjukkan intensitas cahaya

Pada peta jarak dari garis pantai, kelas yang sangat rentan itu mempunyai jarak dari garis pantai yang sangat dekat yaitu kurang dari 500 meter, itu

Based on the First Tobler heorem, which states that “everything is related to everything else, but near thing are more related than distant things” in Miller (2004), irstly

Manfaat dari penelitian ini adalah menambah pengetahuan dan wawasan yang berkaitan dengan pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan siswa SMP di lingkungan sekolah,

Berdasarkan jenis data menurut sumbernya data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder, yaitu data primer berupa pendapatan keluarga yang