• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Asap Cair Limbah Tempurung Kelapa Sebagai Alternatif Koagulan Lateks

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pemanfaatan Asap Cair Limbah Tempurung Kelapa Sebagai Alternatif Koagulan Lateks"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN ASAP CAIR LIMBAH TEMPURUNG

KELAPA SEBAGAI ALTERNATIF KOAGULAN

LATEKS

SKRIPSI

Oleh: JOHANSYAH

060308005

PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

PEMANFAATAN ASAP CAIR LIMBAH TEMPURUNG

KELAPA SEBAGAI ALTERNATIF KOAGULAN

LATEKS

SKRIPSI

Oleh: JOHANSYAH

060308005/TEKNIK PERTANIAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

(3)

Judul Skripsi : Pemanfaatan Asap Cair Limbah Tempurung Kelapa Sebagai Alternatif Koagulan Lateks

Nama : Johansyah

NIM : 060308005

Program Studi : Keteknikan Pertanian

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Ainun Rohanah, STP, M.Si Ir. Saipul Bahri Daulay, M.Si

Ketua Anggota

Mengetahui,

Ir. Edi Susanto, M.Si

(4)
(5)

ABSTRAK

JOHANSYAH: Pemanfaatan Asap Cair Limbah Tempurung Kelapa sebagai Alternatif Koagulan Lateks, dibimbing oleh AINUN ROHANAH dan SAIPUL BAHRI DAULAY.

Asap cair merupakan suatu hasil hasil pembakaran secara langsung maupun tidak langsung dari bahan-bahan yang banyak mengandung Asap cair mengandung fenol dan asam sehingga dapat digunakan sebagai koagulan lateks. Penelitian ini bertujuan untuk menguji asap cair limbah tempurung kelapa sebagai alternatif koagulan lateks dengan menggunakan rancangan acak lengkap non-faktorial dengan parameter: waktu lateks menggumpal, dan kadar abu.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian asap cair sebagai koagulan lateks dengan konsentrasi yang berbeda memberi pangaruh sangat nyata terhadap waktu lateks menggumpal, berpengaruh tidak nyata terhadap terhadap kadar abu. Hasil menunjukkan bahwa asap cair dapat sebagai koagulan lateks dengan Standar Indonesian Rubber (SIR) 20.

Kata kunci: Asap cair, koagulan, lateks, waktu lateks menggumpal, kadar abu.

ABSTRAK

JOHANSYAH : Utilization of Coconut Shell Waste Liquid Smoke as an Alternative Latex Coagulant supervised by AINUN ROHANAH and SAIPUL BAHRI DAULAY.

Liquid smoke is a product of condensation of directly or indirectly burning of materials that mostly contains lignin, cellulose, hemicellulose and other carbon compound. Liquid smoke contains phenol and acid which can be used as latex coagulant. This research was aim at testing coconut shell waste liquid smoke as an alternative of latex coagulant. The non factorial completely randomized design was used with the parameters : latex coagulation time, and ash content.

The results showed that different concentration of liquid smoke had highly significant effect on latex coagulation time, had no significant effect on ash content. The results showed that the liquid smoke can be used as latex coagulant for Standart Indonesian Rubber (SIR) 20.

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kerasaan pada tanggal 10 September 1987 dari (Alm) ayah Asmin dan ibu Tuginem. Penulis merupakan anak ketiga dari lima bersaudara.

Tahun 2006 penulis lulus dari MAN Pematang Bandar dan pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur Panduan Minat dan Prestasi (PMP). Penulis memilih program studi Teknik Pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Ikatan Mahasiswa Teknik Pertanian (IMATETA), organisasi ekstra Badan Kenajiran Musholah (BKM) Al-Mukhlishin dan sebagai asisten di Laboratorium Teknik Pertanian.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penelitian ini berjudul Pemanfaatan Asap Cair Limbah Tempurung Kelapa Sebagai Alternatif Koagulan Lateks yang merupakan salah satu syarat untuk dapat menyelesaikan studi di Program Studi Teknik Pertanian Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua yang telah banyak memberi dukungan moril dan materil yang tidak terhingga serta Ibu Ainun Rohanah, STP, M.Si selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Ir. Saiful Bahri, M.Si selaku anggota komisi pembimbing yang telah membimbing penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

Semoga penelitian ini dapat diterima dan mendapat masukan yang membangun demi penyempurnaan dalam melaksanakan penelitian nantinya.

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

Medan, Juni 2011

(8)

DAFTAR ISI

Pengarangan (Pirolisa) ... 11

Karet ... 12

Bahan Olah Karet ... 13

Lateks ... 13

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Lateks ... 14

Pengolahan Slab ... 15

Penggumpalan lateks ... 16

Struktur Kimia Karet... 18

METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ... 19

Bahan dan Alat Penelitian ... 19

Metodologi Penelitian ... 20

Prosedur Penelitian ... 20

Parameter yang diamati ... 21

Waktu Lateks Menggumpal ... 21

Kadar Abu ... 21

HASIL DAN PEMBAHASAN Waktu Lateks Menggumpal ... 24

(9)

DAFTAR TABEL

No. Hal.

1. Komposisi buah kelapa ... 6

2. Potensi energi biomassa di Indonesia ... 7

3. Komposisi kimia tempurung kelapa ... 7

4. Standar Indonesian Rubber (SIR) ... 17

5. Pengaruh konsentrasi asap cair terhadap parameter yang diamati ... 23

(10)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal.

1. Penampang membujur buah kelapa... 6

2. Hubungan pH dengan muatan listrik ... 16

3. Sruktur Kimia Karet ... 18

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal.

1. Flowchart (Bagan Alir) Penelitian ... 30

2. Data Pengamatan Waktu Lateks Menggumpal (Menit) ... 31

3. Data Pengamatan Kadar Abu (%) ... 32

4. Gambar Alat Penelitian ... 33

5. Gambar Tempurung Kelapa ... 36

6. Gambar Asap Cair ... 37

(12)

ABSTRAK

JOHANSYAH: Pemanfaatan Asap Cair Limbah Tempurung Kelapa sebagai Alternatif Koagulan Lateks, dibimbing oleh AINUN ROHANAH dan SAIPUL BAHRI DAULAY.

Asap cair merupakan suatu hasil hasil pembakaran secara langsung maupun tidak langsung dari bahan-bahan yang banyak mengandung Asap cair mengandung fenol dan asam sehingga dapat digunakan sebagai koagulan lateks. Penelitian ini bertujuan untuk menguji asap cair limbah tempurung kelapa sebagai alternatif koagulan lateks dengan menggunakan rancangan acak lengkap non-faktorial dengan parameter: waktu lateks menggumpal, dan kadar abu.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian asap cair sebagai koagulan lateks dengan konsentrasi yang berbeda memberi pangaruh sangat nyata terhadap waktu lateks menggumpal, berpengaruh tidak nyata terhadap terhadap kadar abu. Hasil menunjukkan bahwa asap cair dapat sebagai koagulan lateks dengan Standar Indonesian Rubber (SIR) 20.

Kata kunci: Asap cair, koagulan, lateks, waktu lateks menggumpal, kadar abu.

ABSTRAK

JOHANSYAH : Utilization of Coconut Shell Waste Liquid Smoke as an Alternative Latex Coagulant supervised by AINUN ROHANAH and SAIPUL BAHRI DAULAY.

Liquid smoke is a product of condensation of directly or indirectly burning of materials that mostly contains lignin, cellulose, hemicellulose and other carbon compound. Liquid smoke contains phenol and acid which can be used as latex coagulant. This research was aim at testing coconut shell waste liquid smoke as an alternative of latex coagulant. The non factorial completely randomized design was used with the parameters : latex coagulation time, and ash content.

The results showed that different concentration of liquid smoke had highly significant effect on latex coagulation time, had no significant effect on ash content. The results showed that the liquid smoke can be used as latex coagulant for Standart Indonesian Rubber (SIR) 20.

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kelapa merupakan tanaman palm yang sudah tidak asing untuk kita. Jika kita berjalan-jalan ke pulau Sumatera, pasti kita akan sering menjumpai pohon kelapa. Pada tahun 2004 luas areal perkebunan kelapa adalah 3.334.000 Ha (Kompas, Juni 2007). Sejak tahun 1988 Indonesia menduduki urutan pertama sebagai negara yang memiliki areal kebun kelapa terluas di Dunia. Dari seluruh luas areal perkebunan kelapa, sekitar 97,4 % dikelola oleh perkebunan rakyat. Sisanya sebanyak 2,1 % dikelola perkebunan besar swasta dan 0,5% dikelola perkebunan besar negara (Palungkun, 2001). Tanaman kelapa juga merupakan tanaman serbaguna atau tanaman yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Seluruh bagian pohon kelapa seperti daun, buah, batang, dan akarnya dapat dimanfaatkan untuk kepentingan manusia.

Sebagai contoh tempurung kelapa, di daerah pedesaan oleh penduduk yang memiliki kebun karet memanfaatkan tempurung sebagai mangkuk latek. Sementara di kota tempurung kelapa dimanfaatkan sebagai karbon aktif atau arang untuk membakar beberapa jenis makanan dan berbagai kerajinan tangan. Dalam pembuatan karbon aktif, ada perlakuan yang dapat manambah nilai ekonomi sebelum kita mendapatkan arang yaitu asap cair yang diperoleh dengan cara pirolisis. Sehingga didapat dua keuntungan yaitu selain mendapat karbon aktif juga mendapatkan asap cair.

(14)

dan lain-lain. Karena asap cair memiliki komponen-komponen penyusun seperti senyawa-senyawa fenol, senyawa-senyawa karbonil, senyawa-senyawa asam, senyawa hidrokarbon polisiklis aromatis, dan senyawa benzo.

Total perkebunan karet di Indonesia hingga saat ini berkisar 3 juta hektar lebih, diperingkat kedua sebagai negara produsen karet alam terbesar di dunia. Peringkat pertama ditempati Thailand, sedangkan Malaysia diposisi ketiga. Dari segi areal perkebunannya, Indonesia boleh berbangga diri karena memiliki hamparan kebun karet terluas di dunia. Menurut catatan Ditjen Perkebunan, Departemen Pertanian, sampai tahun 2008 lalu luas areal perkebunan karet Indonesia mencapai sekitar 3,47 juta Ha dengan total produksi karet alam sebanyak 2.921.872 ton. Sayangnya, pengolahan karet di Indonesia tidak diimbangi dengan pengolahan yang memadai. Hanya beberapa perkebunan besar milik negara dan beberapa perkebunan swasta saja yang pengolahannya sudah lumayan. Sementara kebanyakan perkebunan karet dimiliki oleh rakyat berkisar 85% dikelolah seadanya. Akibatnya produktivitas dan mutu karet Indonesia menjadi rendah. Rendahnya mutu membuat harga jual karet alam di pasaran luar negri menjadi rendah.

(15)

harga jual. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk memperbaiki mutu bokar dengan memanfaatkan limbah tempurung kelapa.

Dari uraian di atas penulis melakukan penelitian dengan judul “pemanfaatan asap cair limbah tempurung kelapa sebagai alternatif koagulan lateks”. Sehingga diharapkan asap cair yang diperoleh dari proses pirolisis limbah tempurung kelapa dapat digunakan sebagai alternatif koagulan lateks pada pengolahan slab yang memiliki kelebihan dibandingkan asam semut.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menghitung waktu lateks menggumpal, menghitung kadar abu lateks yang digumpalkan dengan asap cair pada konsentrasi asap cair 10%, 20%, dan 30%.

Kegunaan Penelitian

- Sebagai bahan penulisan skripsi yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Limbah

Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki karena tidak memiliki nilai ekonomis (Nisandi, 2007).

Limbah yang tidak memiliki nilai ekonomis bila dimanfaatkan kembali dengan prosedur yang benar dan baik akan menambah nilai tambah baik bagi produk hasil limbah, lingkungan maupun kepada orang yang mengelolanya. Berdasarkan asalnya, sampah padat dapat digolongkan menjadi 2 yaitu sebagai berikut :

1. Sampah Organik

Sampah organik adalah sampah yang dihasilkan dari bahan-bahan hayati yang dapat didegradasi oleh mikroba atau bersifat

biodegradable. Sampah ini dengan mudah dapat diuraikan melalui proses alami, misalnya sampah dari dapur, sisa-sisa makanan, pembungkus (selain kertas, karet dan plastik), tepung, sayuran, kulit buah (seperti tempurung kelapa), daun dan ranting.

2. Sampah Anorganik

(17)

sampah anorganik tidak dapat diurai oleh alam/mikroorganisme secara keseluruhan (unbiodegaradable).

(Basrianta, 2007)

Salah satu penanganan sampah oleh penduduk adalah dibakar percuma tanpa perlakuan khusus dengan pembakaran pirolisis. Jika sampah organik dipilah-pilah dan dibakar dengan pembakaran pirolisis, maka proses ini akan menghasilkan padatan berupa abu, arang dan berupa cairan (asap cair). Arang dapat diproses lanjut menjadi briket bio arang dan dijadikan energi alternatif selain ikut memberikan kontribusi dalam mengurangi jumlah sampah yang ada. Sementara asap cair dimanfaatkan sebagai pengawet, seperti pengawetan kayu, lateks, dan makanan (Nisandi, 2007).

Kelapa

Pohon kelapa termasuk jenis palmae yang berumah satu (monokotil). Batang tanaman tumbuh lurus ke atas dan tidak bercabang. Pohon kelapa sering juga disebut pohon kehidupan karena hampir semua bagian dari tanaman kelapa memberikan manfaat bagi manusia. Beberapa jenis produk kelapa antara lain santan, gula, air kelapa segar (kelapa muda), lidi, janur, daging kelapa, arang aktif, sabut kelapa dan bahan bangunan (Rindengan dkk, 2004).

Dalam taksonomi tumbuh-tumbuhan, tanaman kelapa (Cocos nucifera) dimasukkan ke dalam klasifikasi sebagai berikut.

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

(18)

Ordo : Palmales

melindungidrupa) yang memiliki

kulit buah terdiri atas tiga lapisan kulit yaitu kulit luar (epicarpium), kulit tengah (mesocarppium), dan kulit dalam (endocarpium) atau yang disebut dengan tempurung (Tjitrosoepomo, 2007).

Adapun komposisi buah kelapa disajikan pada Tabel 1. berikut. Tabel 1. Komposisi buah kelapa

Bagian buah Jumlah berat (%)

Sabut 35 3. Tempurung (endocarp) 4. Daging buah (endosperm) 5. Air kelapa

(19)

Industri pengolahan buah kelapa umumnya masih terfokus kepada pengolahan hasil daging buah sebagai hasil utama, sedangkan industri yang mengolah hasil samping buah (by-product) seperti; air, sabut, dan tempurung kelapa masih secara tradisional dan bersekala kecil. Pemamfaatan limbah tempurung kelapa memiliki potensi yang sangat besar. Hal ini dapat dilihat dari Tabel 2. Selain itu sifatnya organik dan terbarukan sehingga merupakan suatu produksi yang tiap tahun dapat diperoleh (Kadir, 1995).

Tabel 2. Potensi energi biomassa di Indonesia Sumber Energi (10Produksi 6

ton/th)

Tempurung kelapa terletak di sebelah dalam sabut dan ketebalan tempurung adalah antara 3-5 mm. Tempurung beratnya antara 12-19% berat buah kelapa. Komposisi kimia tempurung kelapa adalah sebagai berikut:

Table 3. Komposisi kimia tempurung kelapa

Komponen Persentase (%)

Sellulose 26,60

Pentosan 27,70

Lignin 29,40

Abu 0,60

Solvent akstraktif 4,20

Uronat anhydrad 3,50

Nitrogen 0,11

Air 8,00

(20)

Pada umumnya tempurung digunakan untuk bahan bakar, baik dalam bentuk basah maupun kering atau arang tempurung (arang aktif). Pembuatan arang aktif umumnya dengan pirolisis yaitu dengan sedikit oksigen atau tanpa oksigen. Dengan demikian akan timbul masalah baru yaitu terjadinya pencemaran udara karena adanya penguraian senyawa-senyawa kimia dari tempurung kelapa pada proses pirolisis. Senyawa-senyawa kimia tersebut apabila diproses dengan sistem destilasi maka akan berubah menjadi cair yang disebut dengan asap cair (liquid smoke) (Suhardiyono, 1988).

Asap Cair (liquid smoke)

(21)

Jenis Asap Cair

Asap cair dibagi atas 3 grade. Pembagian ini berdasarkan kriteria warna dan kemurniannya. Sehingga dari grade itu dapat ditentukan dari fungsi masing-masing.

1. Asap cair grade 1 (grade A)

Grade 1 adalah pemprosesan dengan destilasi berulang-ulang sehingga menghilangkan kadar karbon dalam asap yang telah terkondensasi. Hasilnya lebih jernih berwarna kuning. Fungsinya sebagai pengawet makanan seperti : Bakso, Mie.

2. Asap cair grade 2 (grade B)

Grade 2 adalah pemprosesan dengan destilasi berulang-ulang sehingga menghilangkan kadar karbon jenuh dalam asap yang telah terkondensasi. Hasilnya berwarna merah fungsinya sebagai pengganti formalin dengan bahan alami / herbal.

3. Asap cair grade 3

Grade 3 adalah pemprosesan dengan sedikit destilasi sehingga menghilangkan kadar karbon dalam asap yang telah terkondensasi. fungsinya pengawet kayu, koagulan karet dan Penghilang bau.

(Buckingham, 2010).

Komposisi Asap Cair

Menurut Girard (1992), senyawa-senyawa penyusun asap cair meliputi: 1. Senyawa-senyawa fenol merupakan senyawa yang berperan sebagai

(22)

pirolisis kayu. Kuantitas fenol pada kayu sangat bervariasi yaitu antara 10-200 mg/kg. Beberapa jenis fenol yang biasanya terdapat dalam produk asapan adalah guaiakol, dan siringol.

2. Senyawa-senyawa karbonil merupakan senyawa yang berperan pada pewarnaan dan citarasa produk asapan. Golongan senyawa ini mepunyai aroma seperti aroma karamel yang unik. Jenis senyawa karbonil yang terdapat dalam asap cair antara lain adalah vanilin dan siringaldehida.

3. Senyawa-senyawa asam merupakan senyawa yang berperanan sebagai antibakteri dan membentuk cita rasa produk asapan. Senyawa asam ini antara lain adalah asam asetat, propionat, butirat dan valerat.

4. Senyawa hidrokarbon polisiklis aromatis merupakan senyawa yang dapat terbentuk pada proses pirolisis kayu. Senyawa hidrokarbon aromatik seperti benzo(a)pirena merupakan senyawa yang memiliki pengaruh buruk karena bersifat karsinogen.

5. Senyawa benzo(a)pirena merupakan senyawa yang mempunyai titik didih 310 0C dan dapat menyebabkan kanker kulit jika dioleskan langsung pada permukaan kulit. Akan tetapi proses yang terjadi memerlukan waktu yang lama.

Manfaat Asap Cair

Asap cair memiliki banyak manfaat dan telah digunakan pada berbagai industri, antara lain :

1. Industri pangan

(23)

antioksidannya. Dengan tersedianya asap cair maka proses pengasapan tradisional dengan menggunakan asap secara langsung yang mengandung banyak kelemahan seperti pencemaran lingkungan, proses tidak dapat dikendalikan, kualitas yang tidak konsisten serta timbulnya bahaya kebakaran, yang semuanya tersebut dapat dihindari.

2. Industri perkebunan

Asap cair dapat digunakan sebagai koagulan lateks dengan sifat fungsional asap cair seperti antijamur, antibakteri dan antioksidan tersebut dapat memperbaiki kualitas produk karet yang dihasilkan.

3. Industri kayu

Kayu yang diolesi dengan asap cair mempunyai ketahanan terhadap serangan rayap daripada kayu yang tanpa diolesi asap cair.

(Darmadji, 1999).

Pengarangan (Pirolisa)

Proses pengarangan (Pirolisa) adalah suatu proses dekomposisi tempurung

kelapa dengan panas pada ruang tertutup (klin). Pada proses pirolisa, kandungan

oksigen dan hidrogen akan berkurang sehingga diperoleh kandungan karbon (fixed

carbon) yang relatif lebih tinggi. Proses pengarangan biasanya menggunakan

temperatur di atas 4500C. Asap yang terbentuk selama proses ini umumnya

berwarna putih dan cukup pekat dan terjadi pelepasan zat-zat organik hasil

hidrolisa (dalam bentuk senyawa metanol, asam asetat, tar). Asap yang terbentuk

dari proses pirolisa dengan suhu tinggi kemudian diproses dalam suatu wadah

(24)

Destilasi merupakan proses pemisahan termal untuk memisahkan

campuran (larutan) dalam jumlah yang besar. Dalam hal ini uap yang terbentuk

ditangkap dalam suatu bejana dan terjadi proses perubahan wujud dari uap ke

wujud cair yang disebabkan oleh perbedaan suhu (Bernasconi dkk, 1995).

Karet

Tanaman karet memiliki peranan yang besar dalam kehidupan

perekonomian Indonesia. Banyak penduduk yang mengandalkan komoditas

penghasil getah ini bahkan bergantung pada mata pencarian perkebunan karet.

Karena 85% dari jumlah luas perkebunan karet di Indonesia merupakan

perkebunan rakyat. Tanaman karet tergolong mudah diusahakan apalagi di

Indonesia yang beriklim tropis. Tanaman karet dimasukkan kedalam klasifikasi

sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Subdivisi : Angiospermae

(25)

Bahan Olah Karet

Bahan olah karet adalah latek kebun serta gumpalan lateks kebun yang diperoleh dari pohon karet. Menurut pengolahannya bahan olah karet dibagi menjadi 4 macam, yaitu lateks kebun, sheet angin, slab tipis, dan lump segar.

a. Lateks kebun

Lateks kebun adalah cairan getah yang didapat dari bidang sadap pohon karet. Cairan getah ini belum mengalami penggumpalan.

b. Sheet angin

Sheet angin adalah bahan olah karet yang dibuat dari lateks yang sudah disaring dan digumpalkan dengan bahan penggumpal.

c. Slab tipis

Slab tipis adalah bahan olah karet yang terbuat dari lateks yang sudah digumpalkan dengan bahan penggumpal.

d. Lump segar

Lump segar adalah bahan olah karet yang bukan berasal dari gumpalan lateks kebun yang terjadi secara alamiah dalam mangkuk penampung. (Tim Penulis PS, 2008).

Lateks

(26)

(1,0%-2,0%), protein (1,0%-1,5%), lipid dan terpen (1,0%-1,5%), senyawa organic (0,1%-0,5%) dan air (60%-75%).

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Lateks 1. Iklim

Musim hujan akan mendorong terjadinya prokogulasi, sedangkan musim kemarau akan menyebabkan keadaan lateks tidak stabil.

2. Alat-alat yang digunakan untuk penyadapan, pengumpulan, dan pengangkutan. Peralatan yang digunakan harus bersih untuk menjaga kualitas lateks.

3. Pengaruh pH

Pengaruh pH dapat terjadi karena adanya penambahan asam, basa ataupun elektrolit sehingga membuat lateks tidak stabil dan menggumpal.

4. Pengaruh jasad renik

Jasad renik yang berasal dari udara maupun dari peralatan yang digunakan akan menyerang karbohidrat terutama gula yang terdapat dalam serum lateks yang menghasilkan asam sehingga membuat lateks menggumpal.

5. Pengaruh mekanis

Pengaruh mekanis ini dapat disebabkan oleh proses pengangkutan yang menyebabkan guncangan-guncangan sehingga partikel akan bertubrukan satu sama lain yang dapat menyebabkan terpecahnya lapisan pelindung, dan mengakibatkan penggumpalan (koagulan).

(27)

Pengolahan Slab

Agar dapat dihasilkan slab yang baik, cara pengolahan yang dilakukan adalah: a) Lump segar harian hasil penyadapan ditata berjajar satu lapis dengan rapi

dalam kotak kayu atau bak pembeku lain tebal tidak lebih dari 50 mm. b) Lateks kebun langsung ditambahkan larutan asam semut 1% sebanyak

100-110 ml per liter lateks. Penggunaan bahan penggumpal lain mengikuti aturan yang direkomendasikan oleh instansi yang berwenang.

c) Larutan lateks yang telah dibubuhi asam semut kemudian segera dituangkan secara merata ke dalam bak pembeku yang berisi lump segar, sehingga lapisan lump segar tersebut terbungkus oleh lapisan lateks.

d) Koagulan yang diperoleh berbentuk slab tipis dengan tebal ± 30 mm, slab ini selanjutnya dapat dipipihkan dengan tangan atau pemukul kayu di atas alas yang bersih.

e) Slab ditiriskan dan dianginkan di atas rak atau digantung seperti menggantungkan sit angin di udara terbuka selama 1-2 minggu dan tidak boleh terkena sinar matahari langsung.

f) Slab yang telah dianginkan disimpan di dalam bangsal penyimpanan. Selain cara pengolahan seperti tersebut di atas, untuk memeperoleh slab dapat juga diperoleh dengan cara pengolahan sebagai berikut.

a) Lump segar harian hasil penyadapan selanjutnya dipipihkan dengan tangan atau pemukul kayu di atas alas yang bersih.

(28)

c) Gumpalan tipis yang dihasilkan ditiriskan dan dianginkan di atas rak atau digantung seperti menggantungkan sit angin udara terbuka selama 1-2 minggu dan tidak boleh terkena sinar matahari langsung.

(Badan Standart Nasional Bahan Olah Karet, 2002).

Penggumpalan Lateks

Penggumpalan lateks merupakan peristiwa perubahan sol menjadi gel. Proses penggumpalan lateks dapat terjadi dengan sendirinya dan dapat pula karena pengaruh dari luar seperti gaya mekanis (gesekan), listrik panas, enzim, asam, maupun zat penarik air. Penggumpalan lateks dari luar atau disengaja untuk mempercepat proses penggumpalan dan untuk memperoleh koagulum karet dengan mutu yang lebih baik dengan cara yang lebih efisien dan lebih murah. Penambahan asam pada lateks berarti menurunkan pH lateks (pH lateks 6,9). Dengan demikian pH penggumpalan diusahakan disekitar titik isoelektrik lateks yakni pH 4,4 – 5,3 agar didapat penggumpalan yang baik.

Penggumpalan lateks dilaksanakan 3-4 jam setelah penyadapan dilakukan. Untuk memperoleh hasil karet yang bermutu tinggi, penggumpalan lateks hasil penyadapan di kebun dan kebersihan harus diperhatikan. Beberapa cara penggumpalan lateks dari luar antara lain:

1. Penurunan pH lateks

(29)

Daerah Stabil Titik isoelektrik (+)

2 4 6 8 10 Daerah Stabil ( - ) Daerah Pembekuan

Gambar 2. Hubungan pH dengan muatan listrik

2. Penambahan larutan elektrolit

Penambahan larutan elektrolit yang mengandung logam seperti Ca2+, Mg2+, Ba2+, K+, Al3+ kedalam lateks menyebabkan penurunan potensial listrik partikel karet dan mengakibatkan lateks menggumpal.

3. Penambahan senyawa penarik air

Penggumpalan lateks dengan cara menarik air (dehidrasi) dilakukan dengan menambahkan senyawa alkohol dan aseton yang dapat mengganggu lapisan molekul air di dalam lateks. Penggumpalan dengan cara ini jarang dilakukan karena karet yang dihasilkan memiliki mutu yang kurang baik.

(30)

Standar mutu karet bongkah Indonesia tercantum dalam SIR (standar Indonesian Rubber) seperti tertera dalam Tabel 4.

Tabel 4. Standar Indonesian Rubber (SIR)

Uraian SIR 5 L SIR 5 SIR 10 SIR 20 SIR 50

Limit warna (skala lovibond)

maksimum 60 − − − −

Kode warna Hijau Hijau Merah Kuning

Sumber : Thio Goan loo, 1980

Struktur Kimia Karet

Semua karet yang berasal dari alam dibentuk dari unit dasar yang sama yaitu C5H8 berupa senyawa hidrokarbon. Bentuk utama dari karet alam terdiri dari

97% cis-1,4-poliisoprena yang dikenal sebagai Havea Rubber. Hampir semua karet alam yang diperoleh dari lateks terdiri dari 32-35% karet dan sekitar 5% senyawa lain, termasuk lemak, gula, protein, sterol, ester dan garam (Stevens,2001).

H3C H

C = C

H2C CH2

n

(31)

BAHAN DAN METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Bukit Damar Kecamatan Simpang Kanan Rokan Hilir sedangkan pengujian parameter di Laboratorium Pabrik Karet PT HADI BARU Jl. Medan Binjai KM 16,75 Diski Medan, pada bulan Maret sampai bulan April 2011.

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tempurung kelapa, lateks, air dan bahan bakar.

(32)

Metodologi Penelitian

Penelitian dilakukan dengan pengambilan sampel secara non probabilitas dengan cara sembarang. Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) non Faktorial yang terdiri-dari satu faktor yaitu : Konsentrasi asap cair (K) terdiri dari 3 taraf :

K1 = 10%

K2 = 20%

K3 = 30%

Sebagai kontrol digunakan zat koagulan asam semut 1%.

Penelitian ini menggunakan 6 ulangan, hal ini dapat ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Tc (n – 1) ≥ 15

1. Disiapkan lateks hasil penyadapan menjadi 4 bagian dan asap cair.

2. Disiapkan koagulan asam semut 1%, asap cair masing 10%, 20%, dan 30%. 3. Dicampurkan masing-masing lateks kebun dengan koagulan dengan

perbandingan 100 ml koagulan untuk 1000 ml lateks.

(33)

6. Lateks yang sudah menggumpal digiling kemudian diangin-anginkan selama 2 minggu dan tidak terkena sinar matahari langsung.

7. Pengamatan parameter.

Parameter yang Diamati

Waktu yang dibutuhkan untuk menggumpalkan lateks

Waktu yang dibutuhkan sampai lateks menggumpal dihitung dengan alat penghitung waktu setelah lateks diberi asap cair. Langkah pengujiannya adalah :

- Lateks kebun digumpalkan dengan menambahkan asap cair sesuai dengan konsentrasi 10%, 20%, 30%, dan asam semut sebagai control 1%, diaduk kemudian dibiarkan beberapa saat sehingga lateks menggumpal dan serumnya jernih.

- Dicatat waktu lateks mulai dari pemberian asap cair sampai lateks menggumpal dan serumnya jernih.

Kadar abu

- Ditimbang masing-masing 5 gram sampel karet yang telah diseragamkan. - Dimasukkan kedalam cawan platina yang telah di keringkan dan telah

diketahui beratnya

- Masing-masing cawan yang berisi karet dibakar dalam muffle sampai tidak keluar asap.

(34)

- Ditimbang dan dihitung kadar abu dengan rumus:

Keterangan :

(35)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diolah secara statistik, secara umum dapat dikatakan bahwa pemberian asap cair sebagai koagulan lateks dengan konsentrasi yang berbeda memberi pangaruh terhadap waktu lateks menggumpal dan kadar abu dari lateks yang dihasilkan.

Pengaruh konsentrasi asap cair terhadap parameter yang diamati dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Pengaruh konsentrasi asap cair terhadap parameter yang diamati

Perlakuan PRI (%) Kadar Abu (%)

K0 = 1% 42,50 0,71

K1 = 10% 43,17 0,75

K2 = 20% 41,50 0,72

K3 = 30% 45,67 0,71

(36)

Analisa tingkat perbedaan masing-masing parameter dari perbedaan konsentrasi asap cair terhadap mutu karet dilakukan uji statistik dengan hasil sebagai berikut.

Pengaruh Konsentrasi Asap Cair Waktu Lateks Menggumpal

Dari daftar sidik ragam (Lampiran 2), dapat dilihat bahwa perbedaan konsentrasi yang diberikan pada lateks yang diteliti memberi pengaruh yang sangat nyata terhadap waktu lateks menggumpal. Hasil uji LSR (Least Significant Range) pengaruh konsentrasi asap cair terhadap waktu lateks menggumpal untuk tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Uji LSR Efek Utama Konsentrasi Asap Cair terhadap Waktu Lateks menggumpal (Menit)

Jarak LSR

Perlakuan Rataan Notasi

p 0,05 0,01 0,05 0,01

- - - K3 10,73 a A

2 0,213 0,294 K2 40,42 b B

3 0,223 0,306 K1 91,89 c C

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5% dan berbeda sangat nyata pada taraf 1%.

(37)

Pengaruh konsentrasi asap cair terhadap waktu lateks menggumpal mengikuti garis regresi linier pada Gambar 4.

Gambar 4. Pengaruh konsentrasi asap cair terhadap waktu lateks menggumpal

Dari Gambar 4. dapat dilihat bahwa semakin tinggi konsentrasi asap cair yang diberikan pada perlakuan lateks, maka semakin cepat waktu lateks menggumpal. Menurut Ompusunggu (1987) penurunan pH lateks dapat dilakukan dengan penambahan larutan asam. Pada proses ini, pH lateks diusahakan disekitar titik isoelektrik lateks yaitu 4,4-5,3 dimana muatan positif protein seimbang dengan muatan negatif sehingga elektrokinetis potensial sama dengan nol. Dengan demikian, pemberian asap cair dengan konsentrasi yang tinggi akan mempercepat lateks pada titik isoelektrik sehingga lateks cepat menggumpal.

(38)

Komposisi kimia lateks sangat cocok dan baik sebagai media tumbuh mikroorganisme, sehingga apabila tidak dilakukan pengolahan yang baik setelah penyadapan maka akan dicemari berbagai mikroba dan kotoran yang berakibat pada penurunan kualitas mutu lateks. Pemberian asam seperti asap cair akan mempercepat proses koagulasi dan memperbaiki mutu karet karena kandungan senyawa asam, karbonil dan fenol yang dapat sebagai antibakteri dan antioksidan. Hal ini sesuai dengan yang dilaporkan Darmadji, dkk (1999) yang menyatakan bahwa pirolisis tempurung kelapa menghasilkan asap cair dengan kandungan senyawa fenol sebesar 4,13 %, karbonil 11,3 % dan asam 10,2 %. Aplikasi asap cair dalam pengolahan RSS dengan skala pabrik dapat berfungsi sebagai pembeku dan pengawet dalam pengolahan RSS.

Kadar Abu

(39)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Waktu lateks menggumpal pada perlakuan K0, K1, K2, K3 masing-masing adalah 16,75 menit, 91,89 menit, 40,42 menit, 10,73 menit.

2. Kadar abu pada perlakuan K0, K1, K2, K3 masing-masing adalah 0,71%, 0,75%, 0,72%, 0,71%.

3. Pengaruh konsentrasi asap cair memberi pengaruh yang sangat nyata terhadap waktu lateks menggumpal, dan berpengaruh tidak nyata terhadap kadar abu.

4. Semakin tinggi konsentrasi asap cair yang diberikan pada lateks, maka semakin cepat lateks menggumpal.

5. Perlakuan yang baik adalah pada K3 dimana didapat hasil waktu lateks menggumpal 10,73 menit dan kadar abu 0,71%.

Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pemanfaatan tepat guna asap cair.

(40)

DAFTAR PUSTAKA

Basrianta. 2007. Memanen Sampah. Kanisius, Yogyakarta.

Bernasconi, G., H. Gerster, H. Hauser, H. stauble dan E. Scheiter. 1995.Teknologi Kimia 2. Penerjemah Lienda Handojo, Pradnya Paramita, Jakarta.

Buckingham, 2010. Asap Cair dan Etanol. Google.

Darmadji, P. 1999. Sifat Antioksidatif Asap Cair Hasil Redistilasi Selama Penyimpanan. Prosiding Seminar Nasional Pangan, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi UGM, Yogyakarta.

Darmadji, P. 2002. Optimasi Pemurnian Asap Cair dengan Metoda Redistilasi. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, Yogyakarta.

Girrard, J.P. 1992. Technology of Meat and Meat Products, Ellis Horwood, New York.

Goan Loo, Thio. 1980. Tuntunan Praktis Mengelola Karet Alam. PT Kinta, Jakarta.

Ibnusantoso, G. 2001. Prospek dan potensi kelapa rakyat dalam meningkatkan ekonomi petani Indonesia. Dirjen Industri Agro dan Hasil Hutan. Dept. Perindag.

Kadir, A. 1995. Energi : Sumberdaya, Inovasi, Tenaga Listrk, Potensi Ekonomi. UI Press, Jakarta.

Ritonga, M. 2008. Pengaruh Kadar Kotoran Terhadap Kualitas Karet Remah. Karya ilmiah Jurusan Kimia. FMIPA USU.

Nisandi. 2007.Pengolahan dan Pemanfaatan Sampah Organik Menjadi Briket Arang dan Asap Cair. Seminar Nasional Teknologi. Yogyakarta.

Ompusunggu, M. 1987. Pengetahuan Mengenai Lateks Havea. Balai Penelitian Perkebunan. Sungai Putih.

Palungkun, R. 2001. Aneka Produk Olahan Kelapa, Cetakan ke Sembilan, Penebar Swadaya, Jakarta.

(41)

Safitri, K. 2009. Pengaruh Ekstrak Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) Sebagai Penggumpal Lateks Terhadap Mutu Karet. Skripsi Jurusan Kimia. FMIPA USU.

Standart Nasional Indonesia, SNI 06-2047-2002. Badan Standart Nasional Bahan Olah Karet.

Steenis Van.C.G.G.J, dkk. 2005. Flora. Pradya Paramita, Jakarta.

Suhardiman, P. 1999. Bertanam Kelapa Hibrida. Penebar Swadaya. Jakarta.

Suhardiyono, L. 1988. Tanaman Kelapa, Budidaya dan Pemanfaatannya, Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Sukandarrumidi. 2006. Batubara dan Pemanfaatannya. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Tim penulis PS. 2008. Panduan Lengkap Karet. Penebar Swadaya, Jakarta.

Tjitrosoepomo, G. 2007. Morfologi Tumbuhan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

(42)

Lampiran 1. Flowchart (Bagan Alir) Penelitian

Mulai

Pencampuran lateks Sesuai Perlakuan Pengumpulan Lateks

Pencetakan

Selesai

Asap Cair, Asam semut

Pengamatan Parameter 1. Waktu lateks menggumpal 2. Kadar Abu

Penggilingan

Diangin-anginkan Dicatat Waktu Lateks

(43)

Lampiran 2. Data Pengamatan Waktu Lateks Menggumpal (Menit)

Perlakuan Ulangan Rataan Total

I II III IV V VI

K1 92,20 90,45 90,70 94,22 92,28 91,50 91,89 551,35 K2 43,17 40,02 39,27 40,10 39,68 40,28 40,42 242,52 K3 12,22 10,07 9,92 11,82 10,25 10,10 10,73 64,38 Rataan 49,20 46,85 46,63 48,71 47,40 47,293 47,68

Total 147,59 140,54 139,89 146,14 142,21 141,880 858,25

Daftar Analisis Sidik Ragam Waktu Lateks Menggumpal

SK db JK KT Fhit F0,05 F0,01

Perlakuan 2 20236,09 10118,04 6281,72 ** 3,6823 6,3589

Galat 15 24,16 1,61

Total 17 20260,25

FK 40921,8

Keterangan tn = tidak nyata

(44)

Lampiran 3. Data Pengamatan Kadar Abu (%)

Perlakuan

Ulangan

Rataan Total

I II III IV V VI

K1 0,76 0,93 0,81 0,66 0,69 0,67 0,75 4,52 K2 0,67 0,63 0,61 0,75 0,80 0,87 0,72 4,33 K3 0,73 0,75 0,80 0,68 0,65 0,66 0,71 4,27 Rataan 0,72 0,77 0,74 0,70 0,71 0,733 0,73

Total 2,16 2,31 2,22 2,09 2,14 2,200 13,12

Daftar Analisis Sidik Ragam Kadar Abu

SK db JK KT Fhit F0,05 F0,01

Perlakuan 2 0,01 0,00 0,34 tn 3,6823 6,3589

Galat 15 0,12 0,01

Total 17 0,13

FK 9,6

(45)

Lampiran 4. Gambar Alat Penelitian

Gambar alat tampak depan

(46)

Mill

(47)
(48)

Lampiran 5. Gambar Tempurung Kelapa

Tempurung kelapa sebelum pirolisis

(49)

Lampiran 6. Gambar Asap Cair

(50)

Lampiran 7. Gambar Latek

Pohon karet

(51)

Lateks yang diangin-anginkan

Gambar

Tabel 1. Komposisi buah kelapa
Table 3. Komposisi kimia tempurung kelapa
Gambar 2. Hubungan pH dengan muatan listrik
Tabel 4. Standar Indonesian Rubber (SIR)
+5

Referensi

Dokumen terkait

tingginya kejadian diare pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Medan. Kelurahan Sei Sekambing C II Kecamatan Medan Helvetia

Apa hasil yang dapat diperoleh dari metode Kromatografi Lapis..

Bagi perusahaan konstruksi bangunan, maka sumber utama penghasilannya adalah pelaksanaan pekerjaan bangunan yang didapatkan dari kemenangan tender. Adapun cara-cara

M ETODOLOGI PENELI TI AN.. HASI L PENELI

Perusahaan harus memberi perhatian lebih terhadap likuiditas dan perusahaan harus membuat strategi yang bermanfaat, untuk mengoptimalisasikan dan mengelola aktiva lancar

Kemudian secara spesifik yaitu sebuah kata, frase atau yang ditandai dengan tagar (#) yang dilepaskan dengan kecepatan lebih tinggi serta unggul dalam jumlah

Maka kesimpulan yang di dapat dari tulisan ilmiah ini yaitu penunjuk waktu digital jam, menit dan detik yang dapat diatur dan dikendalikan pada mikrokontroler AT89S52 yang

Berdasarkan permasalahan dan tujuan penelitian serta kajian yang telah diuraiakan sebelumnya, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan