• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model Persediaan Terintegrasi Berdasarkan Perbandingan Biaya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Model Persediaan Terintegrasi Berdasarkan Perbandingan Biaya"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

MODEL PERSEDIAAN TERINTEGRASI BERDASARKAN PERBANDINGAN BIAYA

SKRIPSI

JOHANNES ANDRE SIBARANI

050803017

DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

MODEL PERSEDIAAN TERINTEGRASI BERDASARKAN PERBANDINGAN BIAYA

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

JOHANNES ANDRE SIBARANI

050803017

DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

PERSETUJUAN

Judul : MODEL PERSEDIAAN TERINTEGRASI

BERDASARKAN PERBANDINGAN BIAYA

Kategori : SKRIPSI

Nama : JOHANNES ANDRE SIBARANI

Nomor Induk Mahasiswa : 050803017

Program Studi : SARJANA (S1) MATEMATIKA

Departemen : MATEMATIKA

Falkultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Diluluskan di Medan, Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Drs. Marihat Situmorang, M.Kom Dra. Normalina Napitupulu, M.Sc NIP. 19632141 198903 1 001 NIP. 19631106 198902 2 001

Diketahui Oleh :

Departemen Matematika FMIPA USU Ketua,

Prof. Dr. Tulus, M.Si

(4)

PERNYATAAN

MODEL PERSEDIAAN TERINTEGRASI BERDASARKAN PERBANDINGAN BIAYA

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan,

(5)

PENGHARGAAN

Dengan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat dan rahmat- Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi. Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis banyak sekali menerima bantuan dan masukan dari berbagai pihak.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ibu Dra. Normalina Napitupulu, M.Sc, selaku dosen pembimbing I, Drs. Marihat Situmorang, M.Kom selaku dosen pembimbing II, Drs. Liling Perangin-angin, M.Si dan Dra. Mardiningsih, M.Si yang telah memberi dukungan moral, motivasi dan ilmu pengetahuan bagi penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. Bapak Dr. Sutarman, M.Sc, selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara. Bapak Prof. Dr. Tulus, M.Si, selaku Ketua Departemen Matematika, Fakultas Matematikan dan Ilmu Pengetahuan Alam. Seluruh Staf Pengajar Departemen Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara. Ayahanda (Alm) L.Sibarani dan Ibunda tercinta E.Pasaribu, abangda tercinta David Sibarani, ST ,tante El ,Opunk yang selalu memberikan dukungan moril dan material serta doa yang tiada henti kepada penulis.

Terima kasih buatnya sahabat GG’05 selama menimba ilmu di USU (doni, paul, nicolas, jonaga, meilinda, ester, dkk) serta deni, kerabat adek stambuk . Sahabat VYouth, B’DaveRing, B’Dona, B’Gom, B’Doni, Roy,Jont . Tidak lupa buat komunitas DJ.MTR, GSM, nightrider Wow ampm, kaskuser dan rekan kerja B’lase, Om’nahan serta Nito . Kepada guru-guru dan kawan-kawan sewaktu duduk di bangku SD, SMP, dan SMA, juga tidak lupa kiranya penulis mengucapkan terimakasih atas didikan dan persahabatan selama ini.

(6)

ABSTRAK

(7)

ABSTRACK

(8)

DAFTAR ISI

1.2Perumusan Masalah 2

1.3Tinjauan Pustaka 2

1.4Tujuan Penelitian 6

1.5Kontribusi Penelitian 6

1.6Metode Penelitian 6

Bab 2. Landasan Teori

2.1 Iventory(Persediaan) 7

2.1.1 Pengertian dan Peranan Pengendalian Persediaan 7

2.1.2 Jenis-Jenis Persediaan 9

2.1.3 Tujuan Persediaan 10

2.1.4 Fungsi Persediaan 10

2.1.5 Komponen-Komponen Biaya Persediaan 13

2.1.6 Model-Model Persediaan 17

2.2 Model Persediaan Terintegrasi 19

2.2.1 IDQ (Identical Delivery Quantity ) 19 2.2.2 DWP ( Delivery What Produced ) 20 2.2.3 Rasio Perbandingan Biaya antara Model

Matematis IDQ dan DWP 20

2.3 Manajemen Distribusi 21

2.3.1 Tujuan Sistem Distribusi 22

2.3.2 Fungsi Manajemen Distribusi 22

2.3.3 Lokasi Distribusi 24

2.4 Hubungan Tingkat Persediaan dan Biaya Total 25 Bab 3. Pembahasan

(9)

3.1.1 Asumsi-Asumsi 28

3.1.2 Model MAtematik 28

3.2 Pembahasan Contoh Numerik 33

3.3 Pengolahan Data

3.3.1 Biaya Persediaan Perusahaan ( ) 35 3.3.2 Biaya Persediaan Pada Distributor ( ) 35 3.3.3 Perbandingan Biaya Pesan dan Biaya Set up ( ) 35 3.3.4 Perbandingan Biaya Penyimpanan Persediaan ( ) 35 3.3.5 Identical Delivery Quantity ( ) 36

3.3.6 Delivery What Produced ( ) 38

3.3.7 Rasio Perbandingan Biaya Model IDQ dan DWP 41 Bab 4. Kesimpulan dan Saran

4.1 Kesimpulan 42

4.2 Saran 42

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Data Penjualan 33

Tabel 3.2 Data Permintaan 33

Tabel 3.3 Data Permintaan Perminggu 33

Tabel 3.4 Data Penjualan Perminggu (Data Pengiriman) 34

Tabel 3.5 Production Run IDQ 36

Tabel 3.6 Biaya Total Gabungan IDQ bulan Januari-Desember 37

Tabel 3.7 Production Run DWP 38

Tabel 3.8 Biaya Total Gabungan Model DWP 39

(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Model-Model Persediaan 17

Gambar 2.2 Hubungan antara Tingkat Persediaan dan Biaya Total 25 Gambar 3.1 Grafik Hubungan Antara Permintaan dan

(12)

ABSTRAK

(13)

ABSTRACK

(14)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Setiap perusahaan, seperti perusahaan perdagangan, industri atau jasa selalu mengadakan persediaan. Kebutuhan akan sistem pengendalian persediaan pada dasarnya muncul karena adanya permasalahan yang mungkin dihadapi oleh perusahaan berupa terjadinya kelebihan atau kekurangan persediaan. Jika perusahaan mengalami kelebihan persediaan maka dapat merugikan, karena menyebabkan terhentinya perputaran uang atau modal dan munculnya biaya-biaya tambahan yang tidak diperlukan. Jika perusahaan kekurangan persediaan, maka perusahaan tidak dapat memenuhi permintaan dalam jumlah besar, sehingga untuk dapat memenuhi permintaan konsumen, perusahaan harus memesan barang setiap saat, yang berarti akan meningkatkan biaya pemesanan. Terkait dengan uraian diatas, pada umumnya setiap perusahaan selalu mempunyai persediaan bahan baku dalam keadaan dan jumlah yang berbeda-beda untuk mendukung kelancaran proses produksinya.

Adapun perencanaan yang baik, dilakukan dengan membuat perusahaan dapat menentukan kuantitas pemesanan bahan baku yang akan dibeli sesuai jadwal produksi dan penumpukan persediaan pun tidak terjadi. Biaya total persediaan dapat dikurangi karena pesanan terpenuhi dalam jumlah dan waktu yang tepat dengan periode pesan serta kuantitas pemesanan yang optimal. Perencanaan demikian mengendalikan persediaan dan pengelolaannya juga terlaksana dengan baik. Selain itu, perusahaan juga memperoleh keuntungan sesuai dengan yang diinginkan

(15)

pihak tersebut, tujuannya adalah meminimumkan total biaya gabungan antara perusahaan dan distributornya, yang dalam hal ini terdiri dari biaya persiapan untuk menjalankan proses produksi pada perusahaan, biaya pemesanan pada distributor serta biaya penyimpanan persediaan pada perusahaan dan distributornya. Untuk menghitung total biaya gabungan tersebut akan didekati dengan dua buah model matematis. Kedua model ini didasarkan atas dua strategi yaitu:

1. Jumlah pengiriman kepada distributor adalah sama pada setiap pengiriman. Kebijakan ini disebut sebagai strategi IDQ (Identical Delivery Quantity). 2. Jumlah pengiriman kepada distributor adalah tidak sama pada setiap

pengiriman. Pada setiap pengiriman, semua persediaan yang tersedia pada perusahaan dikirim langsung ke distributor. Kebijakan ini disebut sebagai strategi DWP (Delivery What is Produced).

Secara umum, kedua model mengasumsikan bahwa data-data permintaan, rata-rata produksi dan biaya setup pada perusahaan serta biaya order pada distributor diketahui dan konstan. Sedangkan, biaya kekurangan persediaan tidak diperhitungkan.

1.2Perumusan Masalah

Permasalahan yang akan dibahas adalah kebijakan apa yang diambil pihak perusahaan berdasarkan strategi IDQ atau DWP sehingga total biaya persediaan minimum

1.3 Tinjauan Pustaka

(16)

atau pelengkap, dan komponen-komponen lain yang menjadi bagian keluaran produk perusahaan.

Persediaan adalah sumber daya mengganggur (idle resources) yang menunggu proses lebih lanjut. Yang dimaksud dengan proses lebih lanjut tersebut adalah berupa kegiatan produksi pada sistem manufaktur, kegiatan pemasaran pada sistem distribusi ataupun kegiatan konsumsi pangan pada sistem rumah tangga. (Nasution, 1999).

Siagian (1987, hal 17), menyatakan bahwa pada dasarnya analisis persediaan berkenaan dengan perancangan teknik memperoleh tingkat persediaan optimal dengan menjaga keseimbangan antara biaya karena persediaan yang terlalu sedikit. Terdapat banyak faktor yang harus diperhatikan dalam membentuk model persediaan, tetapi ternyata faktor biaya merupakan faktor yang sangat dominan dalam pembentukan model. Meskipun analisis biaya cukup sukar dilakukan karena kadang-kadang biaya ini sulit diperinci.

Assauri (1998, hal: 177), menyatakan bahwa tujuan pengendalian persediaan adalah sebagai usaha untuk menjaga jangan sampai terjadi kehabisan persediaan, menjaga agar penentuan persediaan oleh perusahaan tidak terlalu besar sehingga biaya yang timbul tidak terlalu besar, serta menghindari pembelian secara kecil-kecilan karena akan berakibat biaya pemesanan menjadi besar. Dengan kata lain, tujuan pengendalian persediaan adalah untuk memperoleh kualitas dan jumlah yang tepat dari barang yang tersedia pada waktu dibutuhkan dengan biaya yang minimum untuk keuntungan atau kepentingan perusahaan.

Berikut adalah notasi-notasi dan definisi-definisi yang digunakan dalam perumusan model matematis persediaan terintegrasi:

Z = Total biaya gabungan per tahun

r = Perkiraan biaya penyimpanan dari modal yang ditanamkan dalam persentase (unit per tahun)

Cv = Biaya manufakturing pada perusahaan per unit (Rp/unit)

(17)

Hv = Biaya penyimpanan persediaan per unit produk pada perusahaan per tahun

(Rp/unit)

Hb = Biaya penyimpanan persediaan per unit produk pada distributor per tahun

(Rp/unit)

S = Biaya produksi pada perusahaan per setup (Rp/setup)

A = Biaya pesanan pada distributor untuk setiap pengiriman (Rp/pesan) P = Rata-rata produksi pada perusahaan per tahun (unit)

D = Jumlah permintaan dari distributor per tahun (unit)

 = D/P : Perbandingan antara permintaan dan rata-rata produksi n = 1/ = P/D : Perbandingan antara rata-rata produksi dan permintaan  = A/S : Perbandingan antara biaya pesan dan biaya setup

 = Hb/Hv : Perbandingan biaya penyimpanan persediaan 1 = Jumlah pengiriman dari perusahaan ke distributor

Q = Jumlah produksi pada perusahaan per produksi (unit)

= 2 (�+ )

− + 1 +

T = Q/D : Interval waktu antara produksi (tahun)

k = Jumlah pengiriman dari distributor dalam sekali produksi.

1. Model matematis IDQ (Identical Delivery Quantity)

Biaya tahunan yang diadakan oleh perusahaan dapat dirumuskan sebagai:

1 = +

Sedangkan biaya tahunan yang diadakan oleh distributor dapat dirumuskan sebagai:

2 = � �

+1

2 �

(18)

2 = ��

+1

2 �

Sehingga total biaya gabungan yang diadakan oleh perusahaan dan distributor, untuk suatu nilai T dan k tertentu merupakan gabungan antara 1 dan 2 :

Selanjutnya akan ditentukan nilai optimal dari total biaya gabungan untuk strategi IDQ yakni sebesar ∗

2. Model matematis DWP (Delivery What is Produced)

Total jumlah prodksi uang dikirimkan dari perusahaan ke distributor dapat dirumuskan sebagai berikut:

= 1

1

−1

Selanjutnya, total biaya gabungan untuk suatu nilai 1 dan � tertentu adalah:

� = ��+ + 1

Selanjutnya akan ditentukan nilai optimal dari total biaya gabungan untuk strategi DWP yakni sebesar ∗ � .

Untuk dapat menentukan strategi mana yang lebih baik antara model IDQ dan DWP, maka dilakukan perhitungan rasio biaya yang didapat dari model IDQ dengan model DWP, dirumuskan sebagai:

= ∗

(19)

Apabila nilai lebih besar dari 100%, maka kebijakan persediaan terintegrasi yang dimodelkan dengan model DWP merupakan strategi yang lebih baik. Tetapi sebaliknya, apabila nilai kurang dari 100%, maka kebijakan yang dimodelkan dengan IDQ merupakan strategi yang lebih baik.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh total biaya gabungan minimum antara perusahaan dengan distributor dan rasio perbandingan biaya sehingga dapat ditentukan strategi yang tepat antara model IDQ dan DWP

1.5 Kontribusi Penelitian

Dari penelitian ini diharapkan dapat membatu perusahaan dan para distributornya untuk mengetahui biaya total persediaan gabungan yang optimal ( ∗) dan mengetahui model yang lebih optimal antara model IDQ atau model DWP.

1.6 Metode Penelitian

Penelitian ini bersifat literatur dan disusun berdasarkan rujukan pustaka, dengan pendekatan sebagai berikut:

a. Menjelaskan perencanaan dan pengendalian persediaan b. Menjelaskan model persediaan terintegrasi

c. Menjelaskan persediaan terintegrasi model IDQ (Identical Delivery Quantity)

d. Menjelaskan persediaan terintegrasi model DWP (Delivery What is Produced)

(20)

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Inventory (Persediaan)

2.1.1 Pengertian dan Peranan Pengendalian Persediaan

Handoko (1984, hal: 333) menyatakan bahwa pengendalian persediaan merupakan fungsi manajerial yang sangat penting. Karena persediaan phisik, banyak perusahaan melibatkan investasi rupiah terbesar dalam pos aktiva lancar. Bila perusahaan menanamkan terlalu banyak dananya dalam persediaan, menyebabkan biaya penyimpanan yang berlebihan dan mungkin mempunyai “opportunity cost” (dana dapat ditanamkan dalam investasi yang lebih menguntungkan). Demikian pula, bila perusahaan tidak mempunyai persediaan yang mencukupi dapat mengakibatkan pembelian meningkat dari terjadinya kekurangan bahan.

Persediaan merupakan suatu model yang umum digunakan untuk menyelesaikan masalah yang terkait dengan usaha pengendaliaan bahan baku maupun barang jadi dalam suatu aktifitas perusahaan. Secara teknis, inventory atau persediaan adalah suatu teknik yang berkaitan dengan penetapan terhadap besarnya persediaan bahan yang harus diadakan untuk menjamin kelancaran dalam kegiatan operasi produksi,

serta menetapkan jadwal pengadaan dan jumlah pemesanan barang yang seharusnya

dilakukan oleh perusahaan. Ciri khas dari model persediaan sendiri adalah solusi

optimalnya selalu difokuskan untuk menjamin persediaan dengan harga serendah

rendahnya. Masalah yang dianalisa oleh sistem persediaan meliputi dua hal berikut:

1. Berapa banyak suatu item yang dipesan.

2. Kapan pesanan (produksi) dari suatu item harus dilakukan.

Adapun beberapa pengertian persediaan menurut para ahli adalah sebagai

berikut :

a. Persediaan adalah suatu kegiatan untuk menentukan tingkat dan komposisi dari

(21)

dapat melindungi kelancaran produksi dan penjualan serta kebutuhan

pembelanjaan perusahaan dengan efektif dan efisien.

b. Persediaan adalah serangkaian kebijakan dengan sistem pengendalian yang

memonitor tingkat persediaan yang harus dijaga kapan persediaan harus diisi dan

berapa pesanan yang harus dilakukan.

Ada beberapa terminologi di dalam sistem persediaan :

1. Permintaan (demand) keputusan dalam persediaan mengenai jumlah pesanan

dapat bersifat deterministik maupun probabilistik.

2. Waktu antara pemesanan (lead time) dilakukan dengan saat kedatangan

pemesanan.

3. Tingkat penambahan (repleshinment) atau tingkat pengantian persediaan.

4. Tingkat persediaan saat pemesanan (reorder level) harus dilakukan untuk

menggantikan persediaan yang berkurang. Artinya persediaan saat pemesanan

sering disebut fungsi dari permintaan dan waktu antara pemesanan.

5. Keamanan persediaan (safety stock) yang harus ditinggalkan dalam gudang

untuk mengantisipasi fluktuasi permintaan.

(22)

2.1.2 Jenis-Jenis Persediaan

Handoko (1984) menjelaskan bahwa setiap jenis persediaan mempunyai karakteristik khusus tersendiri dan cara pengelolaan yang berbeda. Menurut jenisnya, persediaan dapat dibedakan atas:

a. Persediaan bahan mentah (raw materials), yaitu persediaan barang-barang berwujud seperti baja, kayu, dan komponen-komponen lainnya yang digunakan dalam proses produksi. Bahan mentah dapat diperoleh dari sumber-sumber alam atau dibeli dari supplier atau dibuat sendiri oleh perusahaan untuk digunakan dalam proses produksi selanjutnya.

b. Persediaan komponen-komponen rakitan (purchased parts/components), yaitu persediaan barang-barang yang terdiri dari komponen-komponen yang diperoleh dari perusahaan lain, dimana secara langsung dapat dirakit menjadi suatu produk.

c. Persediaan bahan pembantu atau penolong (supplies), yaitu persediaan barang-barang yang diperlukan dalam proses produksi, tetapi tidak merupakan bagian atau komponen barang jadi.

d. Persediaan barang dalam proses (work in process), yaitu persediaan barang-barang yang merupakan keluaran dari tiap-tiap bagian dalam proses produksi atau yang telah diolah menjadi suatu bentuk, tetapi masih perlu diproses lebih lanjut menjadi barang jadi.

(23)

2.1.3 Tujuan Persediaan

Pengendalian persediaan sangatlah penting karena yang menentukan kelancaran produksi. Pengendalian persediaan yang dijalankan memiliki tujuan-tujuan tertentu, yaitu untuk menjaga tingkat persediaan pada tingkat yang optimal sehingga diperoleh penghematan-penghematan untuk persediaan tersebut. Pengelolaan persediaan adalah kegiatan dalam memperkirakan jumlah persediaan (bahan baku/penolong) yang tepat, dengan jumlah yang tidak terlalu besar dan tidak pula kurang atau sedikit dibandingkan dengan kebutuhan atau permintaan. Tujuan dari pengelolaan persediaan yaitu

1. Untuk dapat memenuhi kebutuhan atau permintaan konsumen dengan cepat.

2. Untuk menjaga kontinuitas produksi atau menjaga agar perusahaan tidak mengalami kehabisan persediaan yang mengakibatkan terhentinya proses produksi.

3. Untuk mempertahankan dan bila mungkin meningkatkan penjualan dan laba perusahaan.

4. Menjaga agar pembeli secara kecil-kecilan dapat dihindari, karena dapat mengakibatkan ongkos menjadi besar.

5. Menjaga supaya penyimpanan dalam emplacement tidak besar-besaran, karena akan mengakibatkan biaya menjadi besar.

2.1.4 Fungsi Persediaan

Manajemen persediaan pada hakekatnya mencakup dua fungsi yang berhubungan dengan erat sekali yaitu perencanaan persediaan dan pengawasan persediaan (P.Siagian,1987). Secara khususnya persediaan dapat dikategorikan berdasarkan fungsinya ke dalam empat jenis sebagai berikut (Herjanto, 2004):

1. Fluctuation stock

(24)

penyimpangan dalam prakiraan penjualan, waktu produksi, atau pengiriman barang.

2. Anticipation stock

Merupakan jenis persediaan untuk menghadapi permintaan yang dapat diramalkan, seperti pada musim permintaan tinggi tetapi kapasitas produksi pada saat itu tidak mampu memenuhi permintaan. Persediaan ini juga dimaksudkan untuk menjaga kemungkinan sukarnya diperoleh bahan baku sehingga tidak mengakibatkan terhentinya produksi. Baroto (2002), menjelaskan bahwa seringkali perusahaan mengalami kenaikan permintaan dilakukan program promosi. Untuk memenuhi hal itu, maka diperlukan sediaan produk jadi agar tak terjadi stockout. Keadaan yang lain adalah bila suatu ketika diperkirakan pasokan bahan baku akan terjadi kekurangan. Jadi, tindakan menimbun persediaan bahan baku terlebih dahulu adalah merupakan tindakan rasioanal. Disamping itu, Handoko (1984) menyatakan bahwa perusahaan juga sering menghadapi ketidakpastian jangka waktu pengiriman dan permintaan akan barang-barang selama periode pemesanan kembali sehingga memerlukan kuantitas persediaan ekstra atau safety inventories.

3. Lot-size inventory

Merupakan persediaan yang diadakan dalam jumlah yang lebih besar daripada kebutuhan pada saat itu. Cara ini dilakukan untuk mendapatkan keuntungan dari harga barang (potongan harga) karena pembelian dalam jumlah (lot-size) yang besar atau untuk mendapatkan penghematan dari biaya pengangkutan per unit yang lebih rendah.

4. Pipeline inventory

Merupakan persediaan yang sedang dalam proses pengiriman dari tempat asal ke tempat dimana barang itu digunakan. Misalnya: barang yang dikirim dari pabrik menuju tempat penjualan yang dapat memakan waktu beberapa hari atau beberapa minggu.

(25)

permintaan dengan penyediaan bahan baku dan waktu proses diperlukan adanya sistem persediaan. Oleh karena itu terdapat empat faktor yang dijadikan sebagai fungsi persediaan (Zulian Yamit, 1999),yaitu :

1. Faktor waktu

Menyangkut lamanya proses produksi dan distribusi sebelum barang jadi sampai ketangan konsumen. Waktu diperlukan untuk membuat jadwal produksi, memotong bahan baku, pengiriman bahan baku, dan pengiriman barang jadi ke konsumen. Persediaan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan selama waktu tunggu (lead time).

2. Faktor ketidakpastian waktu

Datang dari suplier menyebabkan perusahaan memerlukan persediaan, agar tidak menghambat proses produksi maupun keterlambatan pengiriman terhadap konsumen. Ketidakpastian waktu datang mengharuskan perusahaan membuat jadwal operasi lebih teliti pada setiap level.

3. Faktor ketidakpastian pengguna

Berasal dari dalam perusahaan disebabkan oleh kesalahaan dalam peramalan permintaan, kerusakan mesin, keterlambatan operasi, bahan cacat dan berbagai kondisi lain.

4. Faktor Ekonomis

(26)

2.1.5 Komponen-Komponen Biaya Persediaan

Secara umum dapat dikatakan bahwa biaya sistem persediaan adalah semua pengeluaran dan kerugian yang timbul sebagai akibat adanya persediaan. Tanpa memperhatikan bagaimana sifat kebutuhan, waktu tenggang dan lain-lain, umumnya terdapat empat komponen biaya persediaan. Adapun komponen-komponen biaya persediaan adalah sebagai berikut (Nasution et al, 2008):

1. Biaya Pembelian (Purchasing Cost)

Biaya pembelian adalah biaya yang dikeluarkan membeli barang. Besarnya biaya pembelian ini tergantung pada jumlah barang yang dibeli dan harga satuan barang. Biaya pembelian menjadi faktor penting ketika harga barang yang dibeli tergantung pada ukuran pembelian. Situasi ini akan diistilahkan sebagai quantity discount atau price break dimana harga barang per unit akan turun bila jumlah barang yang dibeli meningkat. Dalam kebanyakan teori persediaan, komponen biaya pembelian tidak dimasukkan ke dalam biaya total sistem persediaan karena diasumsikan bahwa harga barang per unit tidak dipengaruhi oleh jumlah barang yang dibeli sehingga komponen biaya pembelian untuk periode waktu tertentu (misalnya satu tahun) konstan dan hal ini tidak akan mempengaruhi jawaban optimal tentang berapa banyak barang yang harus dipesan.

2. Biaya Pengadaaan (Procurement Cost)

Biaya pengadaan dibedakan atas 2 jenis sesuai sumber barang, yaitu biaya pemesanan (Ordering Cost) bila barang yang diperlukan diperoleh dari pihak luar (supplier) dan biaya pembuatan (Setup Cost) bila barang yang diperoleh dengan memproduksi sendiri.

a. Biaya Pemesanan (Ordering Cost)

(27)

menentukan pemasok (supplier), pengiriman pesanan, biaya pengangkutan, biaya penerimaan dan seterusnya. Biaya ini diasumsikan konstan untuk setiap kali pesan.

b. Biaya Pembuatan (Setup Cost)

Biaya pembuatan adalah semua pengeluaran yang ditimbulkan dalam mempersiapkan produksi suatu barang. Biaya ini timbul di dalam pabrik yang meliputi biaya menyusun peralatan produksi, menyetel mesin, mempersiapkan gambar kerja dan seterusnya Karena kedua biaya tersebut mempunyai peran yang sama, yaitu pengadaan barang, maka kedua biaya tersebut disebut sebagai biaya pengadaan (procurement cost).

3. Biaya Penyimpanan (Holding Cost/ Carrying Cost)

Biaya penyimpanan terdiri atas biaya-biaya yang bervariasi secara langsung dengan kuantitas persediaan. Biasanya biaya ini sebanding dengan jumlah persediaan di dalam stok. Biaya penyimpanan per periode akan semakin besar apabila kuantitas bahan yang dipesan semakin banyak atau rata-rata persediaan semakin tinggi. Biaya simpan adalah semua pengeluaran yang timbul akibat menyimpan barang. Biaya-biaya ini meliputi:

a. Biaya Memiliki Persediaan (Biaya Modal)

Penumpukan barang di gudang berarti penumpukan modal, dimana modal perusahaan mempunyai ongkos (expense) yang dapat di ukur dengan suku bunga bank. Oleh karena itu, biaya yang ditimbulkan karena memiliki persediaan harus diperhitungkan dalam biaya sistem persediaan. Biaya memiliki persediaan diukur sebagai persentase nilai persediaan untuk periode waktu tertentu.

b. Biaya Gudang

(28)

biaya gudangnya merupakan biaya sewa sedangkan bila perusahaan mempunyai gudang sendiri, maka biaya gudang merupakan biaya depresiasi.

c. Biaya Kerusakan dan Penyusutan

Barang yang disimpan dapat mengalami kerusakan dan penyusutan karena beratnya berkurang atau jumlahnya berkurang karena hilang. Biaya kerusakan dan penyusutan biasanya diukur dari pengalaman sesuai dengan persentasenya.

d. Biaya Kadaluarsa (Absolence)

Barang yang disimpan akan mengalami penurunan nilai karena perubahan teknologi dan model seperti barang-barang elektronik. Biaya kadaluarsa biasanya diukur dengan besarnya penurunan nilai jual dari barang tersebut.

e. Biaya Asuransi

Barang yang disimpan diasuransikan untuk menjaga dari hal-hal yang tidak diinginkan seperti kebakaran. Biaya asuransi tergantung pada jenis barang yang diasuransikan dan perjanjian dengan perusahaan asuransi.

f. Biaya Administrasi dan Pemindahan

Biaya ini dikeluarkan untuk mengadministrasi persediaan barang yang ada, baik pada saat pemesanan, penerimaan barang maupun penyimpanannya dan biaya untuk memindahkan barang dari, ke, dan di dalam tempat penyimpanan, termasuk upah buruh dan peralatan handling.

4. Biaya Kekurangan Persediaan (Shortage Cost)

(29)

bukan biaya nyata (riil), melainkan berupa biaya kehilangan kesempatan, dimana jika terjadi kehabisan barang pada saat ada permintaan, maka akan menimbulkan kerugian karena proses produksi akan terganggu, tertundanya kesempatan mendapatkan keuntungan, serta kehilangan konsumen karena kecewa sehingga beralih ke tempat lain. Biaya kekurangan persediaan dapat diukur dari:

a. Kuantitas yang tidak dapat dipenuhi

Biasanya diukur dari keuntungan yang hilang karena tidak dapat memenuhi permintaan atau dari kerugian akibat terhentinya proses produksi. Kondisi ini diistilahkan sebagai biaya penalti (p) atau hukuman kerugian bagi perusahaan dengan satuan, misalnya: Rp/unit.

b. Waktu Pemenuhan

Lamanya gudang kosong berarti lamanya proses produksi terhenti atau lamanya perusahaan tidak mendapatkan keuntungan, sehingga waktu yang menganggur tersebut dapat diartikan sebagai uang yang hilang. Biaya waktu pemenuhan diukur berdasarkan waktu yang diperlukan untuk memenuhi gudang dengan satuan, misalnya: Rp/satuan waktu.

c. Biaya pengadaan darurat

Agar konsumen tidak kecewa maka dapat dilakukan pengadaan darurat yang biasanya menimbulkan biaya yang lebih besar dari pengadaan normal. Kelebihan biaya dibandingkan pengadaan normal ini dapat dijadikan ukuran untuk menentukan biaya kekurangan persediaan dengan satuan, misalnya: Rp/setiap kali kekurangan.

(30)

bersifat fixed seperti biaya pembelian tidak akan mempengaruhi hasil optimal yang diperoleh sehngga tidak perlu diperhitungkan.

2.1.6 Model-Model Persediaan

Model persediaan akan sangat tergantung kepada sifat bahan atau barang, apakah barang tersebut bersifat permintaan bebas (independent) atau sebagai permintaan terikat (dependent).

Permintaan independen atas produk atau barang merupakan permintaan yang bebas, dengan pengertian tidak ada keharusan untuk membelinya sebagai kepentingan proses konversi. Sebagai contoh orang yang akan membeli mobil adalah bebas untuk membeli atau tidak, sama dengan orang akan membeli sepeda motor. Permintaan dependen adalah permintaan terikat, disebabkan jika bahan atau barang tersebut tidak ada, maka proses konversi suatu perusahaan tidak akan dapat berjalan. Sebagai contoh, manufaktur mobil membeli plat besi dan komponen untuk merakit mobil, apabila plat besi atau komponen tidak ada, maka proses konversi tidak dapat dilaksanakan sehingga dikatakan plat besi dan komponen merupakan permintaan dependen dari manufaktur mobil.

Model persediaan dibagi menjadi dua macam, yaitu model persediaan deterministik dan model persediaan probabilistik (Taha, 1982)

Gambar 2.1 Model-Model Persediaan Permintaan

Deterministik

Probabilistik

Statis Dinamis

Stasioner

(31)

1. Model Persediaan Deterministik

Model persediaan deterministik ditandai oleh karakteristik permintaan dan periode kedatangan pesanan yang dapat diketahui secara pasti sebelumnya. Model ini terdiri atas dua, yaitu:

a. Deterministik Statis

Pada model ini tingkat permintaan setiap unit barang untuk tiap periode diketahui secara pasti dan bersifat konstan.

b. Deterministik Dinamik

Pada model ini tingkat permintaan setiap unit barang untuk tiap periode diketahui secara pasti, tetapi bervariasi satu periode ke periode lainnya.

Perkembangan model-model persediaan deterministik diawali dengan pengembangan model EOQ (Economic Order Quantity). Model ini dapat menentukan jumlah pesanan yang ekonomis, yaitu jumlah pesanan yang memenuhi biaya total persediaan minimum dengan mempertimbangkan biaya pemesanan dan biaya penyimpanan, sehingga diharapkan tidak akan ada kekurangan persediaan. Demikian halnya dengan model IDQ dan DWP termasuk pada jenis model persediaan deterministik yang berasumsi pada data permintaan, rata-rata produksi serta biaya setup pada perusahaan juga biaya order pada distributor diketahui secara pasti dan konstan.

2. Model Persediaan Probabilistik

(32)

a. Probabilistik Stationary

Pada model ini tingkat permintaan bersifat random, dimana probability density function dari permintaan tidak di pengaruhi oleh

waktu setiap periode.

b. Probabilistik Nonstationary

Pada model ini tingkat permintaan bersifat random, dimana probability density function dari permintaan bervariasi dari satu

periode ke periode lainnya

2.2Model Persediaan Terintegrasi

2.2.1 IDQ ( Identical Delivery Quantity)

Model atau strategi IDQ adalah dimana jumlah produk sama pada setiap pengirimannya. Asumsi penting dalam mengembangkan model ini adalah perusahaan harus mengetahui jumlah permintaan dalam suatu periode tertentu, serta biaya pesan dan biaya simpan dari distributor. Model dari nilai optimal total biaya gabungan untuk strategi IDQ adalah :

= 2 . . (.+ 1) 1 + 2 −1 +

Keterangan :

D : Jumlah permintaan dari distributor pertahun.

S : Biaya produksi pada perusahaan per set up (Rp/unit).

: Biaya penyimpanan persediaan per unit produk pada perusahaan per tahun (Rp/unit).

(33)

2.2.2 DWP (Delivery What Produced)

Strategi DWP adalah dimana jumlah pengiriman kepada distributor adalah tidak sama pada setiap pengiriman. Pada setiap pengiriman, semua persediaan yang tersedia pada perusahaan dikirim langsung ke distributor. ( Nyoman Pujawan,2005).

Model dari nilai optimal dari total biaya gabungan untuk strategi DWP sebagai berikut ;

= 2 . . + 1− 1 + �2 (1 +�2 ) 1 + (1− �2)

Keterangan :

D : Jumlah permintaan dari distributor pertahun.

S : Biaya produksi pada perusahaan per set up (Rp/unit).

: Biaya penyimpanan persediaan per unit produk pada perusahaan per tahun (Rp/unit).

α : Perbandingan antara permintaan dan rata-rata produksi. k : Jumlah pengiriman dari distributor dalam sekali produks. β : Perbandingan biaya penyimpanan persediaan.

γ : Perbandingan antara permintaan dan rata-rata produksi.

2.2.3 Rasio Perbandingan Biaya antara Model Matematis IDQ dan DWP

Untuk dapat menentukan strategi mana yang terbaik maka dilakukan perhitungan rasio biaya yang dirumuskan sebaggai berikut:

=

( )

( )× 100%

(34)

2.3Manajemen Distribusi

Distribusi barang sering dikenal dengan istilah logistik. Dalam kamus APICS, logistik didefisinikan sebagai ilmu dan seni dari perolehan produksi dan distribusi material dan produk dalam kuantitas dan tempat yang tepat. Jaringan distribusi ini memungkinkan produk pindah dari perusahaan ke konsumen yang terpisah oleh jarak yang jauh. Distribusi dari barang mengacu pada hubungan yang ada di antara titik produksi dan pelanggan akhir, yang sering terdiri dari beberapa inventory yang harus dikelola. Tujuan utama dari manajemen distribusi inventory adalah memperoleh inventory tempat yang tepat, pada waktu yang tepat, spesifikasi kualitas yang tepat serta pada ongkos yang memadai. Tujuan ini untuk mencapai tingkat pelayanan pelanggan (customer service level) yang diingkan pada atau dibawah tingkat ongkos yang telah ditetapkan (Gaspersz,2005).

Secara tradisional, jaringan distribusi diaanggap sebagai serangkaian fasilitas fisik seperti gudang dan fasilitas pengangkutan dan operasi masing-masing fasilitas ini cenderung terpisah antara satu dengan yang lainnya. Dengan adanya kemajuan-kemajuan dan terdapat kenaikan kebutuhan pelanggan serta kompetisi yang makin ketat maka perusahaan-perusahaan saat ini telah melakukan perbaikan-perbaikan dalam sistem distribusi. Saat ini jaringan distribusi tidak hanya dipandang sebagai serangkaian fasilitas yang mengerjakan fungsi-fungsi fisik yaitu pengangkutan dan penyimpanan, tetapi merupakan bagian integral dari kegiatan supply chain dan memiliki peran strategis sebagai titik penyalur produk maupun informasi dan juga sebagai wahana untuk menciptakan nilai tambah. (Nyoman Pujawan,2005)

Perkembangan teknologi dalam sistem distribusi saat ini telah berkembang pesat sesuai dengan kemajuan teknologi. Dengan adanya perkembangan teknologi ini memungkinkan perusahaan dalam mengirimkan barang lebih tepat waktu dan efisien. Teknologi yang mempermudah dalam sistem pendistribusian yang digunakan saat ini diantaranya teknologi penyimpanan, barcoding, ASRS (automatic storage and retrieval system) dan RFID (radio frequency identification). Sedangkan untuk

(35)

2.3.1 Tujuan Sistem Distribusi

Adapun tujuan sistem distribusi menurut Gaspersz (2005), adalah sebagai berikut: 1. Pelayanan Pelanggan

- Waktu tunggu penyerahaan menjadi tepat (timely delivery lead time) - Pengamanan terhadap ketidakpastian permintaan

- Memberikan bermacam barang yang diperlukan

2. Efisiensi

- Ongkos transportasi minimum

- Tingkat produksi dari pengisisan pesanan - Ukuran dan lokasi penyimpanan

- Akurasi data inventory

3. Investasi inventory minimum

- Stok pengaman yang diperlukan minimum

- Kuantitas pesanan untuk mengendalikan cycle stock menjadi optimum

2.3.2 Fungsi Manajemen Distribusi

Manajemen dari distribusi dan transportasi mencakup aktivitas baik yang secara fisik yang dapat dilihat oleh mata seperti menyimpan dan mengirim produk maupun fungsi non-fisik yang berupa aktivitas pengolahan informasi dan pelayanan pelanggan. Fungsi dasar yang dilakukan manajemen distribusi dan transportasi pada umunya sebagai berikut :

1. Melakukan segmentasi dan menentukan target service level.

(36)

2. Menentukan mode transportasi yang akan digunakan.

Tiap mode transportasi memiliki karekteristik yang berbeda dan mempunyai keunggulan serta kelemahan berbeda juga. Manajemen transportasi harus bisa menentukan mode apa yang akan digunakan dalam mengirimkan atau mendistribusikan produk mereka ke pelanggan. Kombinasi dua atau lebih mode transportasi tentu bisa atau bahkan harus dilakukan tergantung situasi yang dihadapi.

3. Melakukan konsolidasi informasi dan pengiriman.

Tekanan untuk melakukan pengiriman cepat namun murah menjadi pendorong utama perlunya melakukan konsolidasi informasi dan pengiriman. Salah satu contoh konsolidasi informasi adalah konsolidasi data permintaan dari berbagai regional distribution center oleh central gudang untuk keperluan pembuatan jadwal pengiriman. Sedangkan contoh ; konsolidasi pengiriman adalah dengan menyatukan toko atau ritel yang berbeda dalam sebuah truk.

4. Melakukan penjadwalan dan penetuan rute pengiriman.

Salah satu kegiatan operasional yang dilakukan oleh gudang atau distributor adalah menentukan kapan sebuah truk harus berangkat dan rute mana yang harus dilalui untuk memenuhi permintaan dari sejumlah pelanggan.

5. Memberikan pelayanan nilai tambah

(37)

6. Menyimpan persediaan

Jaringan distribusi selalu melibatkan proses penympanan produk baik di suatu gudang pusat atau gudang regional maupun toko dimana produk tersebut dipajang untuk dijual. Oleh karena itu manajemen distribusi tidak bisa dilepaskan dari manajmen pergudangan.

7. Menanggani pengembalian (return)

Manajemen distribusi juga punya tanggung jawab untuk melaksanakan kegiatan pengembalian produk dari hilir ke hulu dalam supply chain. Pengembalian ini dapat berupa karena produk rusak atau tidak terjual sampai batas waktu penjualan habis. Kegiatan pengembalian juga dapat berupa pengembalian kemasan. Proses pengembalian produk atau kemasan ini sering disebut dengan sebutan reverse logistic.

2.3.3 Lokasi Distribusi

Lokasi dari berbagai tingkat distribusi di kelompokkan menjadi : 1. Titik distribusi paling rendah (tingkat pengecer)

Biasanya mengambil lokasi yang dekat dengan pelanggan, karena lokasi itu memberikan ongkos transportasi yang memadai dan tingkat pelayanan pelanggan (customer service level) yang tinggi.

2. Titik distribusi area (area distribution plant)

Grosir (wholesalers) atau distributor area (area distributors) secara langsung memasok titik distribusi paling rendah (pengecer). Lokasi yang dipilih mungkin pada area yang kurang memiliki akses seperti pada tingkat pengecr tetapi fasilitas transportasi menjadi factor penting untuk dipertimbangkan.

3. Titik distribusi regional (regional diatribution points)

(38)

2.4 Hubungan antara Tingkat Persediaan dan Biaya Total

Pada pengendalian persediaan, persoalan utama yang ingin dicapai adalah meminimumkan biaya total operasi perusahaan. Hal ini berkaitan dengan berapa jumlah barang yang harus dipesan dan kapan pemesanan itu harus dilakukan.

Keputusan mengenai besarnya jumlah persediaan menyangkut dua kepentingan yaitu kepentingan pihak yang menyimpan dengan pihak yang memerlukan barang. Keputusan itu bisa dikategorikan menjadi dua yaitu:

a. Jumlah barang yang dipesan harus ditentukan dan waktu pada saat pemesanan barang masuk konstan.

b. Jumlah barang yang dipesan dan waktu pesanan harus ditentukan.

Sebagai ilustrasi, gambar 2.3 dapat memperlihatkan hubungan antara tingkat persediaan dan biaya total (Siagian, 1987).

Biaya (Rp) Total Cost

Total Biaya Holding Cost

Minimum

Tingkat Persediaan

Gambar 2.3 Hubungan antara Tingkat Persediaan dan Biaya Total

Pada gambar 2.3 terlihat bahwa jika semakin besar, berarti pemesanan biaya pemesanan (ordering cost) akan semakin kecil. Sebaliknya jika semakin kecil, berarti pemesanan akan semakin sering dilakukan, sehingga biaya pemesanan

Pesanan Optimum

(39)

yang dikeluarkan akan semakin besar. Akibatnya jika semakin besar (bergeser ke kanan), maka kurva ordering cost semakin menurun.

Biaya penyimpanan (holding cost) digambarkan sebagai sebuah garis lurus yang dimulai pada tingkat persediaan nol = 0 . Hal ini disebabkan karena komponen biaya ini secara langsung tergantung pada tingkat persediaan rata-rata. Semakin besar jumlah barang yang dipesan akan mengakibatkan semakin besar tingkat persediaan rata-rata, sehingga biaya penyimpanan akan semakin besar, yang mengakibatkan kurva holding cost semakin meningkat.

Dari gambar 2.3 terlihat bahwa antara holding cost dan ordering cost berhubungan terbalik dimana jumlah keduanya akan menghasilkan kurva total inventory cost yang convex (Mulyono, 2004). Jadi tinggi (jarak) kurva total inventory

(40)

BAB 3

PEMBAHASAN

3.1 Formulasi Model

Berikut adalah notasi-notasi dan definisi-definisi yang digunakan dalam perumusan model matematis persediaan terintegrasi:

= Total biaya gabungan per tahun

= Perkiraan biaya penyimpanan dari modal yang ditanamkan dalam persentase (unit per tahun)

= Biaya manufakturing pada perusahaan per unit (Rp/unit) = Harga pembelian pada distributor per unit produk (Rp/unit)

= Biaya penyimpanan persediaan per unit produk pada perusahaan per tahun (Rp/unit)

= Biaya penyimpanan persediaan per unit produk pada distributor per tahun (Rp/unit)

= Biaya produksi pada perusahaan per setup (Rp/setup)

� = Biaya pesanan pada distributor untuk setiap pengiriman (Rp/pesan) = Rata-rata produksi pada perusahaan per tahun (unit)

= Jumlah permintaan dari distributor per tahun (unit)

= D/P : Perbandingan antara permintaan dan rata-rata produksi = 1/ = P/D : Perbandingan antara rata-rata produksi dan permintaan

∝ = A/S : Perbandingan antara biaya pesan dan biaya setup = Hb/Hv : Perbandingan biaya penyimpanan persediaan 1 = Jumlah pengiriman dari perusahaan ke distributor

= Jumlah produksi pada perusahaan per produksi (unit)

= 2 (�+ )

(41)

= Q/D : Interval waktu antara produksi (tahun)

� = Jumlah pengiriman dari distributor dalam sekali produksi.

3.1.1 Asumsi-asumsi

Asumsi – asumsi yang digunakan pada model IDQ ( Identical Delivery Quantity) dan DWP (Delivery What Produced) adalah

1. Mengetahui jumlah permintaan dalam suatu periode.

2. Mengetahui biaya simpan, biaya pesan pada perusahaan dan dari distributor.

3. Data-data permintaan, rata-rata produksi dan biaya setup pada perusahaan serta biaya order pada distributor diketahui dan konstan

4. Biaya kekurangan persediaan tidak diperhitungkan.

3..1.2 Model Matematika

a. Model matematis IDQ ( Identical Delivery Quantity) Biaya tahunan yang diadakan oleh perusahaan, dirumuskan

1 = +

(42)

Sehingga total biaya gabungan yang diadakan oleh perusahaan dan distributor, untuk

Jadi, untuk nilai tertentu � , nilai optimum dari dapat diturunkan sebagai berikut :

,� = ��+ +1

2 1− + 1

Dimana seperti pada persamaan (1). Dengan demikian nilai optimal adalah :

(43)

Nilai optimum �, katakana sebagai �1, dapat ditemukan dengan meminimumkan

Setelah mengabaikan variabel-variabel dan konstanta-konstanta yang bebas dari � masalah minimasi ini dapat disederhanakan menjadi :

2 � ≈∝ � 1+ 2 −1 +

Dengan mengsubsitusi persamaan (4) dan (5) ke persamaan (3), naka didapatkan :

�1 �1−1

Gabungkan persamaan (6) dan (7) akan didapat :

�1 �1−1

2 −1 +

1− ∝ �1 �1+ 1

Maka nilai optimal total biaya gabungan untuk strategi IDQ adalah

= 2 . . (.+ 1) 1 + 2 −1 +

(44)

b. Model matematis DWP (Delivery What Produced)

Total jumlah produksi yang dikirimkan dari perusahaan ke distributor dapat dirumuskan sebagai berikut:

= 1

1

−1

Selanjutnya , total biaya gabungan untuk suatu nilai 1 dan � tertentu adalah :

� = (��+ )+ 1

(Syarat Z optimal jika ditinjau terhadap 1)

− �.�+ −1

Yang akhirnya setelah disederhanakan didapatkan

1 =

2 ��+ 21

2� −1 +

(8)

(45)

Dimana 1seperti pada persamaan (8) , dengan demikian nilai dari � dapat dinyatakan

Dari persamaan (9), bila terlebih dahulu dikuadratkan, maka akan didapat bentuk yang lebih

sederhana, yaitu :

Persamaan ini disederhanakan dan dicari akarnya , didapatkan :

� = 2 + 1− 1 +

1 +

1 + 1− �

Akhirnya, nilai optimal dari total biaya gabungan untuk strategi DWP dapat dinyatakan dengan :

(46)

3.2 Pembahasan Contoh Numerik

Berikut adalah sebuah contoh numeris penentuan strategi untuk meminimalkan biaya total gabungan persediaan antara sebuah perusahaan yang memproduksi air mineral dan sebuah distributor penjualannya. Berikut data penjualan produk selama kurun waktu enam bulan disajikan pada tabel 3.1.

Tabel 3.1 Data Penjualan

(47)

3 2011 3 2611

4 1948 4 1879

Tabel 3.4 Data Penjualan Perminggu (Data Pengiriman )

Bulan Minggu Jumlah Bulan Minggu Jumlah

1. Harga beli produk : Rp 42.000/unit

2. Biaya penyimpanan terdiri dari biaya penyimpanan di gudang dan biaya  Biaya tenaga kerja : Rp.600.000  Biaya listrik : Rp.200.000

 Total Biaya : Rp.850.000/bulan = Rp.10.200.000/tahun

(48)

6,5% x Rp.42.000 = Rp.2.730 Biaya Simpan = 10200000

25000 � + 2730 = Rp.3.138 unt/tahun

Perkiraan biaya penyimpanan dari modal= 3138

42000 = 0.07unit/tahun

3. Biaya produksi perusahaan per set up : Rp.35.000/set up 4. Biaya Manufakturing pada perusahaan : Rp. 28.000/unit

5. Biaya pesan pada distributor untuk setiap pengiriman : Rp.25.000/pesan 6. Rata-rata produksi : 25.000 unit/hari = 7.500.000unit/tahun

3.3 Pengolahan Data

3.3.1 Biaya Persediaan Perusahaan ()

Jumlah biaya persediaan per unit produk yang dikeluarkan perusahaan per tahun adalah

= Perkitaan penyimpanan biaya dari modal ( ) × biaya manufacturing ( ) = 0,07 unit/tahun × Rp.28.000

= Rp.1.960 unit/tahun

3.3.2 Biaya Persediaan Pada Distributor ()

Jumlah biaya persediaan per unit produk yang dikeluarkan distributor per tahun adalah

= perkiraaan penyimpanan biaya dari modal ( ) × harga pembelian ( ) = 0,07 unit/tahun × Rp.42.000

= Rp.2.940 unit/tahun

3.3.3 Perbandingan Biaya Pesan dan Biaya Set up ()

Perbandingan antara biaya pesan dan biaya set up adalah sebagai berikut:

= � � (A) � � (S) =

Rp .25.000 Rp .35.000

= 0.714

3.3.4 Perbandingan Biaya Penyimpanan Persediaan ( )

(49)

= � � � � � (Hb)

Strategi IDQ adalah kebijakan dimana jumlah produk sama pada setiap pengirimannya.Model IDQ yang digunakan sebagai berikut:

= 2 . . (.+ 1) 1 + 2 −1 +

Adapun perhitungan biaya total gabungan dengan model IDQ adalah sebagai berikut :

a. Production Run ( )

Rumus atau model untuk menghitung production run sebagai berikut :

= 2 (�+ )

− + 1 +

production run pada bulan Januari :

= 2(7680)(25000 + 35000) 245−163,33 + 163,3 1 +75000007680

= 1938,83 unit

Berikut pada table 3.4 jumlah produksi pada perusahaan per production run untuk perhitungan model IDQ

(50)

b. Biaya Total Gabungan Model IDQ

Perhitungan biaya total gabungan perhitungan model IDQ pada bulan Januari adalah :

= 2 × 7680 × 35000 × 163.33 ×

0.714 × 4 + 1 1−0.0069 + 2 × 0.00069−1 + 1.5 4

= Rp.617.033,23

Berikut pada tabel 3.6 diperlihatkan biaya total gabungan perhitungan model IDQdari bulan Januari-Juni

tabel 3. 6 biaya total gabungan perhitungan model IDQ

BULAN D N Q T K ∗( )

Januari 7680 0,0010 972,56 1938,44 0.25 4 Rp.617.033,2 Februari 7000 0.00069 1071.31 1851,06 0.26 5 Rp.634.125,01

Maret 7080 0.00069 1071.31 1861,60 0.26 4 Rp.592.450,38 April 6870 0.00091 1071.70 1833,80 0.26 4 Rp.583.601,93 Mei 6080 0.00081 1233.55 1725,21 0.28 5 Rp.591.006,41 Juni 8700 0.00011 862.06 2063,47 0.23 4 Rp.656.711,19

3.3.6 Delivery What Produced (�� )

Model atau strategi DWP adalah kebijakan dimana jumlah produk tidak sama pada setiap pengirimannya Semua persediaan yang tersedia dikirim langsung ke distributor. Model DWP yang digunakan sebagai berikut:

(51)

a. Production Run (Q)

= 2 (�+ )

− + 1 +

Production Run pada bulan januari minggu pertama :

= 2 1660 (25000 + 35000)

245−163.33 + 1633,33 1 +75000001660

= 901,63 unit

Berikut pada table 3.7 jumlah produksi pada perusahaan per production run untuk perhitungan model DWP

(52)

b. Biaya total gabungan model DWP

Perhitungan Biaya total gabungan untuk model DWP pada bulan Januari minggu pertama adalah :

Tabel 3.8 Biaya Total Gabungan Model DWP

Bulan D N � � Q �∗ �∗min

Februari 7000 0.000693 1071,31

(53)

Mei 6080 0.000968 1233,55

Berikut ini adalah hubungan antara permintaan (D) dengan Total Biaya Gabungan yang dihasilkan :

Gambar 3.1 Grafik Hubungan Antara Permintaan dan Total Biaya Gabungan

3.3.7 Rasio Perbandingan Biaya Model IDQ dan DWP

Dari biaya didapat dari masing-masing model akan dibandingkan untuk mengetahui strategi terbaik, perhitungan rasio dirumuskan sebagai berikut :

=

7680 7000 7080 6870 6080 8700

(54)

Apabila nilai R lebih besar dari 100% maka kebijakan persediaan terintegrasi

yang dimodelkan dengan model DWP adalah strategi yang lebih baik. Sebaliknya, apabila

nilai R kurang dari 100% maka kebijakan yang dimodelkan dengan IDQ merupakan

strategi yang lebih baik.

= 617033,2

475293,57 100%

= 129,82 %

Berikut pada tabel 3.9, Hasil perbandingan selengkapnya dari kedua model sebagai berikut :

Tabel 3.9 Rasio perbandingan IDQ dan DWP

Bulan D IDQ DWP R(%)

(55)

BAB 4

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Dari penelitian ini dapat disimpulkan beberapa hal mengenai kebijakan apa yang diambil pihak perusahaan berdasarkan strategi IDQ atau DWP sehingga total biaya persediaan dapat disimpulkan sebagai berikut:

Hasil total biaya gabungan yang didapat berbeda-beda untuk setiap model. Dilihat

berdasarkan hasil yang didapat total biaya gabungan dengan model DWP (Delivery What

Produced ) lebih kecil sehingga kemungkinan model ini yang lebih tepat terlihat juga

pada grafik hubungan antara permintaan dengan total biaya gabungan. Untuk

membutikannya maka dilakukan perbandingan hasil total biaya gabungan kedua model

tersebut pada table 4.2.

Dari hasil perhitungan rasio kedua model pada tabel 4.2 dan berdasarkan ketentuan yang telah ada terlihat bahwa nilai rasio atau R lebih dari 100%, maka dapat dikatakan penggunaan model Delivery What Produced (DWP) adalah lebih tepat untuk meminimasi total biaya gabungan kedua belah pihak (perusahaan dan distributor) daripada mengunakan model Identical Delivery Quantity (IDQ).

Sehingga kebijakan yang tepat diambil oleh sesuai dengan metode DWP (Delivery What Produced ) yaitu jumlah pengiriman tidaklah sama akan tetapi disesuaikan jumlah persediaan yang ada di gudang.

4.2 Saran

Penelitian ini hanya sebatas membahas permasalahan pada persediaan untuk single item dengan terintegrasi pada perbandingan biaya, yaitu Strategi atau model IDQ

dengan DWP dalam penentuan biaya total persediaan minimum. Penulis berharap pembaca dapat melanjutkan pembahasan persediaan multi item apabila adanya all unit discount ,waktu kadaluarsa, lead time tidak pasti, dan biaya stockout pada kondisi

(56)

DAFTAR PUSTAKA

Assauri, Sofjan. 1998. Manajemen Produksi dan Operasi. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Baroto, Teguh. 2002. Perencanaan dan Pengendalian Produksi. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Djunaidi, M., Nandiroh, S., Marzuki, I.O. 2005. “Pengaruh perencanaan pembelian bahan baku dengan model EOQ untuk multi item dengan all unit discount ”. Jurnal Teknik Industri. 4(2): hal. 86-94.

Ginting, Rosnani. 2007. Sistem Produksi. Edisi Pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu. Handoko, T.H. 1984. Dasar-dasar Manajemen Produksi dan Operasi. Edisi Pertama.

Yogyakarta: BPFE.

Herjanto, Eddy. 2004. Manajemen Produksi dan Operasi. Edisi kedua. Jakarta: Grasindo.

Mulyono, Sri. 2004. Riset Operasi. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Nasution, A.H., dan Prasetyawan, Y. 2008. Perencanaan dan Pengendalian Produksi.

Edisi pertama. Surabaya: Graha Ilmu.

Ristono, Agus. 2009. Manajemen Persediaan. Yogyakarta: Graha Ilmu. Siagian, P. 1987. Penelitian Operasional Teori dan Praktek. Jakarta: UI Press.

Subagyo, Pangestu, Marwan Asri, dan Hani Handoko. 2000. Dasar-Dasar Operations Research. Edisi kedua. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.

Taha, Hamdy A. 1982. Operations Research. Third Edition. New York: Macmillan. Zipkin, Paul.H.2000.Foundations of Iventory Management. Singapore: McGraw-Hill

Gambar

Gambar 2.1 Model-Model Persediaan
Gambar 2.3 Hubungan antara Tingkat Persediaan dan Biaya Total
Tabel 3.4 Data Penjualan  Perminggu (Data Pengiriman )
Tabel 3.5 Production Run IDQ
+4

Referensi

Dokumen terkait

Untuk dosis 5 mg/kg BB juga memiliki kemampuan menurunkan edema tetapi belum maksimal dan lebih rendah kemampuannya dibanding kontrol positif, sedangkan dosis 500

Perbedaan lain dengan anova adalah uji beda rerata hanya membandingkan dua Perbedaan lain dengan anova adalah uji beda rerata hanya membandingkan dua rerata populasi yang

Salah satu cara untuk mengoptimalkan kandungan astaxanthin dalam sel yaitu dengan cara memodifikasi kultur dengan penambahan kalium nitrat dan kalium dihidrogen fosfat

Kewirausahaan ( entrepreneurship) merupakan persoalan penting di dalam perekonomian suatu bangsa yang sedang berkembang. Kemajuan atau kemunduran ekonomi suatu

Beberapa tulisan mereka kerap mengkritik dengan pedas praktek-praktek sekte Hosso yang cenderung mempunyai hubungan dengan politik, dan mereka juga mengkritik

Tindakan odontektomi secara bersamaan pada kedua gigi impaksi ini dapat menghilangkan rasa sakit kepala pasien, terlihat dari kontrol pertama pada hari ketujuh

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara RepubIik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

Atas perhatian dan partisipasi ibu saya ucapkan terimakasih.. Penelitian tentang tentang “Hubungan dukungan sosial dan sikap ibu terhadap keberhasilan pemberian ASI