• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Alih Fungsi Lahan Sawah di Kabupaten Langkat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Alih Fungsi Lahan Sawah di Kabupaten Langkat"

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS ALIH FUNGSI LAHAN SAWAH

DI KABUPATEN LANGKAT

SKRIPSI

Oleh :

SABRINA IRSALINA

060304009

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

(2)

ANALISIS ALIH FUNGSI LAHAN SAWAH

DI KABUPATEN LANGKAT

SKRIPSI

Oleh :

SABRINA IRSALINA

060304009/AGRIBISNIS

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk dapat meraih gelar sarjana di fakultas pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

Disetujui Oleh :

Komisi Pembimbing

Ketua

Anggota

(DR. Ir. Tavi Supriana, MS) (DR. Ir. Salmiah, MS)

NIP.196411021989032001 NIP.195702171986032001

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

ABSTRAK

SABRINA IRSALINA: Analisis Alih Fungsi Lahan Sawah di

Kabupaten Langkat, dibimbing oleh DR. Ir. Tavi Supriana, MS dan

DR. Ir. Salmiah, MS

Penguasaan dan penggunaan lahan khususnya lahan sawah mulai terusik seiring pertumbuhan populasi dan perkembangan peradaban manusia yang diikuti pula dengan pertambahan jumlah penduduk sehingga menimbulkan permasalahan yang kompleks. Lahan sawah yang semula berfungsi sebagai media bercocok tanam, berangsur-angsur beralih fungsi menjadi penggunaan non komoditi padi maupun ke penggunaan non pertanian. Untuk itu penelitian ini telah dilakukan di Kabupaten Langkat pada tahun 2009 yang bertujuan menganalisis laju alih fungsi lahan sawah dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir (1998-2007), mengetahui motivasi petani tetap mempertahankan lahannya maupun mengalihfungsikan lahan serta memproyeksikan kondisi lahan sawah sepuluh tahun kedepan (2017) apabila alih fungsi lahan sawah tidak diatasi.

(4)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 16 Juni 19988 dari ayah

Almarhum dr. H. Syahrun Siregar dan ibu Almarhumah Sarita Rosalina

Tambunan. Penulis merupakan putri keempat dari empat bersaudara.

Tahun 2006 penulis lulus SMU Sutomo 1, Medan dan pada

tahun yang sama masuk Fakultas Pertanian USU melalui jalur ujian tertulis

Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru. Penulis memilih program studi Agribisnis

Departemen Sosial Ekonomi Pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Ikatan

Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian (IMASEP), sebagai Sie Dokumentasi

FSMM SEP.

Penulis melaksanakan penelitian Skripsi di Kabupaten Langkat

Kecamatan Stabat, Hinai, Padang Tualang dan Babalan pada bulan Desember

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang

Maha Kuasa, atas segala rahmat dan karuania-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Alih Fungsi Lahan di Kabupaten

Langkat”

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang

sebesar-besarnya kepada DR. Ir. Tavi Supriana, MS dan DR. Ir. Salmiah, MS

selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan

meberikan masukan berharga kepada penulis dari mulai menetapkan judul,

melakukan penelitian sampai pada ujian akhir. Penulis juga mengucapkan

terimakasih kepada Bapak Tunjang, Abdul Shaliq, Redid dan Baharuddin selaku

kordinator penyuluh di daerah penelitian yang telah membantu selama penuli

mengumpulkan data, serta penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Ir.

Luhut Sihombing MP, selaku Ketua Departemen Sosial Ekonomi Pertanian

beserta semua staff dan pegawai yang telah membantu hingga penulisan skripsi ini

selesai.

Disamping itu penulis juga ingin mengucapkan terimakasih kepada :

1. Teristimewa kepada keluarga penulis yakni ayahanda Alm. dr. H. Syahrun

Siregar dan ibunda Almarhumah Sarita Rosalina Tambunan, para saudara

Doly Maradona, SH, Fitria Silvia Mustika, Amd dan Fakhrul Arif, SH,

nenek Ratna Sari Siregar serta tante dan om, Jamila Hanum Tambunan, SH,

(6)

Tambunan dan Syarifuddin Zuhri Tambunan, SE yang telah memberi

dukungan, semangat dan do’a dalam penulisan skripsi ini.

2. Terimakasih banyak khususnya kepada kakak asisten dosen pembimbing

ketua Riantri Barus, Sp atas bimbingan dan segala bantuan yang diberikan

kepada penulis dan para sahabat Meilinda Adizty, Citranty Akriana, Meina

Safitri, Indra Pratama, Abdul Khaliq, Feby Oktarina, Rusdiana Septia, Yuri

Fauzy Rangkuti, Rini Triwandani, Dian Permana, Iqbal Johan, Ayudia

Melasari dan seluruh teman-teman Departemen SEP 2006 atas segala bantuan,

dukungan, dan semangat yang diberikan selama proses penulisan skripsi

sampai dengan selesai.

Penulis menyadari masih banyak kelemahan dan kekurangan dalam

penyususun skripsi ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan

kritik yang sifatnya, membangun demi kesempurnaan skripsi ini kedepan.

Akhirnya kata penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Terimakasih.

Medan, September 2010

(7)

DAFTAR ISI

Hal.

ABSTRAK ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Identifikasi Masalah ... 5

Tujuan ... 5

Kegunaan ... 6

TINJAUAN PUSTAKA Manfaat Lahan Sawah ... 7

Defenisi Alih Fungsi... 7

Fakta Alih Fungsi ... 8

Faktor-Faktor Terjadinya Alih Fungsi... 10

Dampak Alih Fungsi Lahan Sawah ... 12

Aspek Kebijakan Dalam Alih Fungsi Lahan ... 14

Teori Lokasi ... 16

Proyeksi Alih Fungsi Lahan dengan Analisis Tren ... 19

Kerangka Pemikiran ... 21

Hipotesa Penelitian ... 23

METODOLOGI PENELITIAN Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 24

Metode Pengambilan Sampel Penelitian ... 25

Metode Pengumpulan Data ... 25

Metode Analisis Data ... 26

Defenisi dan Batasan Operasional Defenisi ... 30

(8)

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN

Deskripsi Wilayah ... 32

Kondisi Lahan Sawah di Kabupaten Langkat ... 32

Keadaaan Penduduk ... 34

Karakteristik Responden Penelitian a. Umur ... 36

b. Pendidikan ... 36

c. Luas Lahan ... 37

HASIL DAN PEMBAHASAN Laju Alih Fungsi Lahan di Kabupaten Langkat ... 38

Motivasi Petani Mempertahankan Maupun Mengalihfungsikan lahannya ... 41

a. Petani Mempertahankan Lahan Sawah ... 44

b. Petani Mengganti Komoditi Padi Sawah dengan Komo- diti Lain ... 46

c. Petani Menjual Lahannya ... 48

d. Pengetahuan Petani Mengenai Manfaat Langsung, Tidak Langsung, Bawaan maupun Fungsi Negatif Lahan Sawah ... 50

e. Proyeksi Luas Lahan Sawah dan Produksi Padi di Kab- Upaten Langkat dalam Sepuluh Tahun Kedepan ... 55

c. Proyeksi Luas lahan Sawah di kabupaten Langkat tahun 2017 ... 57

d. Proyeksi Produksi Beras Kabupaten Langkat tahun 2017 ... 59

Dampak Alih Fungsi Lahan Sawah Terhadap Kecukupan Pangan di Kabupaten Langkat Sepuluh Tahun Mendatang. ... 60

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 66

Saran ... 67

DAFTAR PUSTAKA ... 68

(9)

DAFTAR TABEL

No. ... Hal

1. Jenis – jenis data yang diperlukan dan sumber data diperoleh ... 26

2. Luas lahan sawah di kabupaten Langkat tahun 1998 – 2007 ... 33

3. Luas lahan sawah versi BPS dan Peta Citra ... 33

4. Luas lahan sawah kondisi actual dan versi BPS berdasarkan Kecama- tan Stabat, Padang Tualang, Hnai dan Babalan di kabupaten Langkat tahun 2008 ... 34

5. Distribusi penduduk berdasarkan jenis kelamin tahun 2007 ... 35

6. Distribusi penduduk pencari kerja berdasarkan tingkat pendidikan ... 35

7. Distribusi responden berdasarkan kelompok umur... 36

8. Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan ... 36

9. Distribusi responden berdasarkan luas lahan sawah, luas lahan yang berganti komoditidan luas lahan yang dijual ... 37

10.Laju alih fungsi lahan lahan sawah di Kabupaten Langkat tahun 1998 – 2007 ... 38

11.Luas lahan dan produksi padi sawah Kabupaten Langkat tahun 1998-2007 ... 55

12. Luas lahan sawah dan produksi padi Kabupaten Langkat tahun 1998-2006 ... 57

13. Jumlah penduduk, kebutuhan dan perimbangan beras Kabupaten Langkat tahun 1998 – 2007 ... 61

14.Jumlah penduduk Kabupaten Langkat tahun 1998-2006 ... 62

15.Proyeksi jumlah penduduk dan kebutuhan beras Kabupaten Langkat sepuluh tahun mendatang ... 63

(10)

DAFTAR GAMBAR

No. ... Hal

1. Luas lahan sawah Kabupaten Langkat tahun 1998-2007 ... 4

2. Diagram cincin dan perbedaan kurva sewa tanah dari Von Thunen ... 17

3. Skema kerangka pemikiran ... 23

4. Luas lahan sawah di Kabupaten Langkat per kecamatan tahun 1998-2007 24 5. Scatter diagram jumlah peduduk Kabupaten Langkat tahun 1998-2007 ... 29

6. Petani yang mempertahankan dan mengalihfungsikan lahan sawah di Kabupaten Langkat ... 42

7. Faktor – faktor yang menyebabkan petani mempertahankan lahan sawahnya ... 44

8. Faktor-faktor yang menyebabkan petani mengganti komoditi ... 46

9. Faktor-faktor yang menyebabkan petani menjual lahannya ... 48

10. Pengetahuan petani mengenai manfaat langsung lahan sawah ... 51

11. Pengetahuan petani mengenai manfaat tidak langsung lahan sawah ... 52

12. Pengetahuan petani mengenai manfaat bawaan lahan sawah ... 53

13. Pengetahuan petani mengenai fungsi negative lahan sawah ... 54

14. Proyeksi luas lahan sawah sepuluh tahun mendatang ... 58

15. Proyeksi produksi beras sepuluh tahun mendatang ... 60

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No. ... Hal

1. Data luas lahan sawah per kecamatan di Kabupaten Langkat tahun 1998-2007 ... 71 2. Data luas lahan sawah Kabupaten Langkat tahun 1998 – 2007 dan

perubahannya ... 73 3. Karakteristik responden ... 74 4. Kondisi kepemilikan lahan dan faktor - faktor petani mempertahankan

maupun mengalihfungsikan lahannya ... 76 5. Tabulasi data faktor – faktor petani mempertahankan lahan maupun

mengalihfungsikannya ... 78 6. Manfaat Langsung, Tidak Langsung, Bawaan Maupun Fungsi Negatif

Lahan Sawah ... 81 7. Tabulasi data pengetahuan petani mengenai manfaat langsung, bawaan,

tidak langsung dan manfaat negatif sawah ... 83 8. Data produksi padi Kabupaten Langkat tahun 1998 – 2007 ... 89 9. Formulasi proyeksi luas lahan sawah di Kabupaten Langkat sepuluh tahun

mendatang ... 90 10. Proyeksi luas lahan sawah dan produksi padi sawah Kabupaten Langkat

sepuluh tahun mendatang ... 93 11. Jumlah penduduk, kebutuhan dan perimbangan beras Kabupaten Langkat

tahun 1998 – 2007 ... 94 12. Formulasi proyeksi jumlah penduduk Kaupaten Langkat sepuluh tahun

mendatang ... 95 13. Proyeksi jumlah penduduk dan kebutuhan beras Kabupaten Langkat

sepuluh tahun mendatang ... 98 14. Gambar lahan sawah yang belum beralih fungsi ke penggunaan lain ... 99 15. Gambar lahan sawah yang beralih fungsi ke komoditi lain seperti

kelapa sawit, karet dan rambutan ... 100 16. Gambar lahan sawah yang beralih fungsi ke penggunaan lain

(12)

ABSTRAK

SABRINA IRSALINA: Analisis Alih Fungsi Lahan Sawah di

Kabupaten Langkat, dibimbing oleh DR. Ir. Tavi Supriana, MS dan

DR. Ir. Salmiah, MS

Penguasaan dan penggunaan lahan khususnya lahan sawah mulai terusik seiring pertumbuhan populasi dan perkembangan peradaban manusia yang diikuti pula dengan pertambahan jumlah penduduk sehingga menimbulkan permasalahan yang kompleks. Lahan sawah yang semula berfungsi sebagai media bercocok tanam, berangsur-angsur beralih fungsi menjadi penggunaan non komoditi padi maupun ke penggunaan non pertanian. Untuk itu penelitian ini telah dilakukan di Kabupaten Langkat pada tahun 2009 yang bertujuan menganalisis laju alih fungsi lahan sawah dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir (1998-2007), mengetahui motivasi petani tetap mempertahankan lahannya maupun mengalihfungsikan lahan serta memproyeksikan kondisi lahan sawah sepuluh tahun kedepan (2017) apabila alih fungsi lahan sawah tidak diatasi.

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang

kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi. Lahan

berfungsi sebagai tempat manusia beraktivitas untuk mempertahankan eksistensi.

Aktivitas yang pertama kali dilakukan adalah pemanfaatan lahan untuk bercocok

tanam.

Penguasaan dan penggunaan lahan mulai beralihfungsi seiring

pertumbuhan populasi dan perkembangan peradaban manusia. Hal ini akhirnya

menimbulkan permasalahan kompleks akibat pertambahan jumlah penduduk,

penemuan dan pemanfaatan teknologi, serta dinamika pembangunan. Lahan yang

semula berfungsi sebagai media bercocok tanam, berangsur-angsur berubah

menjadi multifungsi pemanfaatan. Perubahan spesifik dari penggunaan untuk

pertanian ke pemanfaatan bagi nonpertanian yang kemudian dikenal dengan

istilah alih fungsi lahan. Fenomena ini tentunya dapat mendatangkan

permasalahan yang serius. Implikasi alih fungsi lahan pertanian yang tidak

terkendali dapat mengancam kapasitas penyediaan pangan, dan bahkan dalam

jangka panjang dapat menimbulkan kerugian sosial (Iqbal dan Sumaryanto, 2007).

Dampak alih fungsi lahan sawah ke penggunaan nonpertanian menyangkut

dimensi yang sangat luas. Hal itu terkait dengan aspek-aspek perubahan orientasi

ekonomi, sosial, budaya, dan politik masyarakat. Arah perubahan ini secara

(14)

ekonomi, tata ruang pertanian, serta prioritas-prioritas pembangunan pertanian

wilayah dan nasional (Winoto, 1995; Nasoetion dan Winoto, 1996).

Perubahan penggunaan lahan dapat dapat terjadi karena adanya perubahan

rencana tata ruang wilayah, adanya kebijaksanaan arah pembangunan dan karena

mekanisme pasar. Dua hal terakhir terjadi lebih sering pada masa lampau karena

kurangnya pengertian masyarakat maupun aparat pemerintah mengenai tata ruang

wilayah. Alih fungsi dari pertanian ke nonpertanian terjadi secara meluas sejalan

dengan kebijaksanaan pembangunan yang menekankan kepada aspek

pertumbuhan melalui kemudahan fasilitas investasi, baik kepada investor lokal

maupun luar negeri dalam penyediaan tanah (Widjanarko, dkk, 2006).

Pertumbuhan penduduk yang cepat diikuti dengan kebutuhan perumahan

menjadikan lahan-lahan pertanian berkurang di berbagai daerah. Lahan yang

semakin sempit semakin terfragmentasi akibat kebutuhan perumahan dan lahan

industri. Petani lebih memilih bekerja di sektor informal dari pada bertahan di

sektor pertanian. Daya tarik sektor pertanian yang terus menurun juga menjadikan

petani cenderung melepas kepemilikan lahannya. Pelepasan kepemilikan lahan

cenderung diikuti dengan alih fungsi lahan (Gunanto, 2007).

Pertumbuhan perekonomian menuntut pembangunan infrastruktur

baik berupa jalan, bangunan industri dan pemukiman. Kondisi demikian

mencerminkan adanya peningkatan permintaan terhadap lahan untuk penggunaan

nonpertanian yang mengakibatkan banyak lahan sawah, terutama di sekitar

perkotaan, mengalami alih fungsi. Alih fungsi lahan juga dapat terjadi oleh

karena kurangnya insentif pada usahatani lahan sawah yang diduga akan

(15)

Permasalahan tersebut diperkirakan akan mengancam kesinambungan produksi

beras nasional. Isu alih fungsi lahan sawah perlu mendapat perhatian karena beras

merupakan bahan pangan utama. Ketergantungan pada impor beras akan semakin

meningkat apabila isu alih fungsi lahan sawah diabaikan. Pasar beras internasional

bersifat thin market, artinya ketergantungan terhadap impor sifatnya tidak stabil

dan akan menimbulkan kerawanan pangan yang pada gilirannya akan mengancam

kestabilan nasional (Ilham, dkk, 2003).

Pemilik lahan mengalihfungsikan lahan pertaniannya untuk kepentingan

nonpertanian oleh karena mengharapkan keuntungan lebih. Secara ekonomis,

lahan pertanian, terutama sawah, harga jualnya tinggi karena biasanya berada

dilokasi yang berkembang. Namun, bagi petani penggarap dan buruh tani, alih

fungsi lahan menjadi bencana karena mereka tidak bisa beralih pekerjaan. Para

petani semakin terjebak dengan semakin sempitnya kesempatan kerja sehingga

akan menimbulkan masalah sosial yang pelik.

Masalah alih fungsi lahan dapat diatasi bila pemerintah daerah sangat ketat

dalam hal penataan ruang. Pemerintah harus tegas dalam melarang pembangunan

perumahan dan industri yang hendak menggunakan lahan di kawasan pertanian.

Alih fungsi lahan dapat dicegah dengan menjadikan sektor pertanian sebagai

lapangan usaha yang menarik dan bergengsi secara alami. Alih fungsi lahan yang

terjadi tanpa kendali dapat menimbulkan persoalan ketahanan pangan, lingkungan

dan ketenagakerjaan (Syahyuti, 2007).

Kabupaten Langkat adalah salah satu Kabupaten yang dalam sepuluh

tahun terakhir terus mengalami alih fungsi lahan, khususnya lahan pertanian. Alih

(16)

padi sawah cenderung mengalami penurunan. Lahan yang paling banyak

mengalami alih fungsi adalah jenis lahan sawah menjadi lahan kering dan lahan

non pertanian, seperti digunakan untuk bangunan, dan hal-hal lain sebagainya.

Menururt data BPS, pada tahun 2006 terjadi penurunan jumlah luas lahan

sawah di Kabupaten Langkat dari 80.167 Ha menjadi 79.573 Ha tahun 2007.

Terlihat bahwa ada penurunan dalam kurun waktu satu tahun sebesar 594 Ha yang

mengindikasikan adanya gejala alih fungsi lahan sawah di Kabupaten Langkat.

Luas lahan pertanian yang semakin berkurang khususnya lahan sawah di

Kabupaten Langkat, sudah tentu akan ikut mempengaruhi produksi padi di

kabupaten tersebut. Melihat pada tingkat pertumbuhan penduduk yang pada

umumnya semakin bertambah dari tahun ke tahun maka dikhawatirkan akan

timbul masalah-masalah yang mengancam ketahanan pangan di daerah tersebut.

Selengkapnya penurunan luas lahan sawah di Kabupaten Langkat dalam kurun

waktu sepuluh tahun ditunjukkan Gambar 1.

Sumber : Langkat dalam angka berbagai tahun terbit

Gambar 1. Luas lahan sawah Kabupaten Langkat tahun 1998 - 2007 65000

70000 75000 80000 85000 90000 95000

1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007

Tahun

L

u

a

s

(

H

a

(17)

Oleh karena itu, selain untuk melihat laju alih fungsi lahan penelitian ini

juga bertujuan untuk melihat proyeksi luas lahan sawah sepuluh tahun mendatang

dan dampaknya terhadap kecukupan pangan serta apa saja yang menjadi motivasi

atau faktor yang mendorong masyarakat mengalihfungsikan lahan.

Identifikasi Masalah

Permasalahan yang dapat dirumuskan untuk diidentifikasi berdasarkan

uraian latar belakang diatas, yaitu:

1. Bagaimana laju alih fungsi lahan sawah dalam sepuluh tahun

terakhir di daerah penelitian ?

2. Bagaimana motivasi petani dalam mempertahankan maupun

mengalihfungsikan lahannya di daerah penelitian ?

3. Bagaimana proyeksi luas lahan sawah dan produksi padi sepuluh tahun

mendatangdi daerah penelitian ?

4. Bagaimana dampak alih fungsi lahan sawah terhadap kecukupan pangan

sepuluh tahun mendatang di daerah penelitan?

Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk menganalisis laju alih fungsi lahan sawah dalam sepuluh tahun

terakhir di daerah penelitian.

2. Untuk mengetahui motivasi petani dalam mempertahankan lahannya ataupun

(18)

3. Untuk menganalisis proyeksi luas lahan sawah dan produksi padi di daerah

penelitian sepuluh tahun kedepan.

4. Untuk menganalisis dampak alih fungsi lahan sawah terhadap kecukupan

pangan sepuluh tahun mendatang di daerah penelitan.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini berguna untuk mendapatkan data penyusunan skripsi sebagai

salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pertanian di Fakultas Pertanian,

Universitas Sumatera Utara, Medan dan diharapkan pula dapat berguna untuk

(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Manfaat Lahan Sawah

Lahan sawah dapat dianggap sebagai barang publik, karena selain

memberikan manfaat yang bersifat individual bagi pemiliknya, juga memberikan

manfaat yang bersifat sosial. Lahan sawah memiliki fungsi yang sangat

luas yang terkait dengan manfaat langsung, manfaat tidak langsung, dan manfaat

bawaan. Manfaat langsung berhubungan dengan perihal penyediaan pangan,

penyediaan kesempatan kerja, penyediaan sumber pendapatan bagi masyarakat

dan daerah, sarana penumbuhan rasa kebersamaan (gotong royong), sarana

pelestarian kebudayaan tradisional, sarana pencegahan urbanisasi, serta sarana

pariwisata. Manfaat tidak langsung terkait dengan fungsinya sebagai salah satu

wahana pelestari lingkungan. Manfaat bawaan terkait dengan fungsinya sebagai

sarana pendidikan, dan sarana untuk mempertahankan keragaman hayati

(Rahmanto, dkk, 2002).

Defenisi Alih Fungsi

Lestari (2009) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut

sebagai konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan

lahan dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang

menjadi dampak negatif (masalah) terhadap lingkungan dan potensi lahan itu

sendiri. Alih fungsi lahan juga dapat diartikan sebagai perubahan untuk

(20)

keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin bertambah

jumlahnya dan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik.

Fakta Alih Fungsi Lahan

Kebutuhan lahan untuk kegiatan nonpertanian cenderung terus meningkat

seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan perkembangan struktur

perekonomian. Alih fungsi lahan pertanian sulit dihindari akibat kecenderungan

tersebut. Beberapa kasus menunjukkan jika di suatu lokasi terjadi alih fungsi

lahan, maka dalam waktu yang tidak lama lahan di sekitarnya juga beralih fungsi

secara progresif. Menurut Irawan (2005), hal tersebut disebabkan oleh dua faktor.

Pertama, sejalan dengan pembangunan kawasan perumahan atau industri di suatu

lokasi alih fungsi lahan, maka aksesibilitas di lokasi tersebut menjadi semakin

kondusif untuk pengembangan industri dan pemukiman yang akhirnya mendorong

meningkatnya permintaan lahan oleh investor lain atau spekulan tanah sehingga

harga lahan di sekitarnya meningkat. Kedua, peningkatan harga lahan selanjutnya

dapat merangsang petani lain di sekitarnya untuk menjual lahan. Wibowo (1996)

menambahkan bahwa pelaku pembelian tanah biasanya bukan penduduk

setempat, sehingga mengakibatkan terbentuknya lahan-lahan guntai yang secara

umum rentan terhadap proses alih fungsi lahan.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Widjanarko, dkk (2006) secara

nasional, luas lahan sawah kurang lebih 7,8 juta Ha, dimana 4,2 juta Ha berupa

sawah irigasi dan sisanya 3,6 juta Ha berupa sawah nonirigasi. Selama Pelita VI

(21)

nonpertanian. Luas lahan sawah tersebut telah beralih fungsi menjadi perumahan

(30%), industri (65%), dan sisanya (5%) beralih fungsi penggunaan tanah lain.

Penelitian yang dilakukan Irawan (2005) menunjukkan bahwa laju alih

fungsi lahan di luar Jawa (132 ribu Ha per tahun) ternyata jauh lebih tinggi

dibandingkan dengan di Pulau Jawa (56 ribu ha per tahun). Sebesar 58,68 persen

alih fungsi lahan sawah tersebut ditujukan untuk kegiatan nonpertanian dan

sisanya untuk kegiatan bukan sawah. Alih fungsi lahan sebagian besar untuk

kegiatan pembangunan perumahan dan sarana publik.

Winoto (2005) mengemukakan bahwa lahan pertanian yang paling rentan

terhadap alih fungsi adalah sawah. Hal tersebut disebabkan oleh :

1. Kepadatan penduduk di pedesaan yang mempunyai agroekosistem dominan

sawah pada umumnya jauh lebih tinggi dibandingkan agroekosistem lahan

kering, sehingga tekanan penduduk atas lahan juga lebih inggi.

2. Daerah persawahan banyak yang lokasinya berdekatan dengan daerah

perkotaan.

3. Akibat pola pembangunan di masa sebelumnya. Infrastruktur wilayah

persawahan pada umumnya lebih baik dari pada wilayah lahan kering

4. Pembangunan prasarana dan sarana pemukiman, kawasan industri, dan

sebagainya cenderung berlangsung cepat di wilayah bertopografi datar,

dimana pada wilayah dengan topografi seperti itu (terutama di Pulau Jawa)

ekosistem pertaniannya dominan areal persawahan.

Fenomena alih fungsi lahan pertanian sudah menjadi perhatian semua

pihak. Penelitian yang dilakukan Winoto (2005) menunjukkan bahwa sekitar

(22)

Pulau Jawa. Hasil penelitian tersebut juga menunjukkan total lahan sawah

beririgasi seluas 7,3 juta Ha dan hanya sekitar 4,2 juta Ha (57,6%) yang dapat

dipertahankan fungsinya sedang sisanya sekitar 3,01 juta HA (42,4%) terancam

beralih fungsi ke penggunaan lain.

Faktor-Faktor Terjadinya Alih Fungsi Lahan

Menurut Lestari (2009) proses alih fungsi lahan pertanian ke penggunaan

nonpertanian yang terjadi disebabkan oleh beberapa faktor. Ada tiga faktor

penting yang menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan sawah yaitu:

1. Faktor Eksternal.

Merupakan faktor yang disebabkan oleh adanya dinamika pertumbuhan

perkotaan, demografi maupun ekonomi.

2. Faktor Internal.

Faktor ini lebih melihat sisi yang disebabkan oleh kondisi sosial-ekonomi

rumah tangga pertanian pengguna lahan.

3. Faktor Kebijakan.

Yaitu aspek regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat

maupun daerah yang berkaitan dengan perubahan fungsi lahan pertanian.

Kelemahan pada aspekregulasi atau peraturan itu sendiri terutama terkait

dengan masalah kekuatan hukum, sanksi pelanggaran, dan akurasi objek lahan

yang dilarang dikonversi.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ilham, dkk (2003) diketahui

faktor penyebab alih fungsi dari sisi eksternal dan internal petani, yakni tekanan

(23)

menjual asetnya berupa sawah untuk memenuhi kebutuhan hidup yang berdampak

meningkatkan alih fungsi lahan sawah dan makin meningkatkan penguasaan lahan

pada pihak-pihak pemilik modal. Sawah tadah hujan paling banyak mengalami

alih fungsi (319 ribu Ha) secara nasional. Lahan sawah di Jawa dengan berbagai

jenis irigasi mengalami alih fungsi, masing-masing sawah tadah hujan 310 ribu

Ha, sawah irigasi teknis 234 ribu Ha, sawah irigasi semi teknis 194 ribu Ha dan

sawah irigasi sederhana 167 ribu Ha. Sementara itu di Luar Jawa alih fungsi

hanya terjadi pada sawah beririgasi sederhana dan tadah hujan. Tingginya alih

fungsi lahan sawah beririgasi di Jawa makin menguatkan indikasi bahwa

kebijakan pengendalian alih fungsi lahan sawah yang ada tidak efektif.

Menurut Wicaksono (2007), faktor lain penyebab alih fungsi lahan

pertanian terutama ditentukan oleh :

1. Rendahnya nilai sewa tanah (land rent); lahan sawah yang berada disekitar

pusat pembangunan dibandingkan dengan nilai sewa tanah untuk pemukiman

dan industri.

2. Lemahnya fungsi kontrol dan pemberlakuan peraturan oleh lembaga terkait.

3. Semakin menonjolnya tujuan jangka pendek yaitu memperbesar pendapatan

asli daerah (PAD) tanpa mempertimbangkan kelestarian (sustainability)

sumberdaya alam di era otonomi.

Produksi padi secara nasional terus meningkat setiap tahun, tetapi dengan

laju pertumbuhan yang cenderung semakin menurun. Alih fungsi lahan pertanian

menjadi lahan nonpertanian karena pesatnya pembangunan dianggap sebagai

salah satu penyebab utama melandainya pertumbuhan produksi padi

(24)

Dampak Alih Fungsi Lahan Sawah

Alih fungsi lahan sawah ke penggunaan nonpertanian dapat berdampak

terhadap turunnya produksi pertanian, serta akan berdampak pada dimensi yang

lebih luas dimana berkaitan dengan aspek-aspek perubahan orientasi ekonomi,

sosial, budaya, dan politik masyarakat.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rahmanto, dkk (2002),

ditinjau dari aspek produksi, kerugian akibat alih fungsi lahan sawah di Jawa

selama kurun waktu 18 tahun (1981-1998) diperkirakan telah menyebabkan

hilangnya produksi beras sekitar 1,7 juta ton/tahun atau sebanding dengan jumlah

impor beras tahun 1984-1997 yang berkisar antara 1,5- 2,5 juta ton/tahun.

Alih fungsi lahan sawah juga menyebabkan hilangnya kesempatan

petani memperoleh pendapatan dari usahataninya. Dalam penelitian

Rahmanto, dkk (2002) juga menyebutkan, hilangnya pendapatan dari usahatani

sawah di Jawa Barat dan Jawa Timur mencapai Rp 1,5 - Rp 2 juta/Ha/tahun

dan kehilangan kesempatan kerja mencapai kisaran 300 - 480 HOK/Ha/tahun.

Perolehan pendapatan pengusaha traktor dan penggilingan padi juga

ikut berkurang, masing-masing sebesar Rp 46 - Rp 91 ribu dan Rp 45 - Rp 114

ribu/Ha/tahun akibat terjadinya alih fungsi lahan.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Widjanarko, dkk (2006)

terkonsentrasinya pembangunan perumahan dan industri di Pulau Jawa, di satu

sisi menambah terbukanya lapangan kerja di sektor nonpertanian seperti jasa

konstruksi, dan industri, akan tetapi juga menimbulkan dampak negatif yang

(25)

1. Berkurangnya luas sawah yang mengakibatkan turunnya produksi padi, yang

mengganggu tercapainya swasembada pangan dan timbulnya kerawanan

pangan serta mengakibatkan bergesernya lapangan kerja dari sektor pertanian

ke nonpertanian. Apabila tenaga kerja tidak terserap seluruhnya akan

meningkatkan angka pengangguran.

2. Investasi pemerintah dalam pengadaan prasarana dan sarana pengairan

menjadi tidak optimal pemanfaatannya.

3. Kegagalan investor dalam melaksanakan pembangunan perumahan maupun

industri, sebagai dampak krisis ekonomi, atau karena kesalahan perhitungan

mengakibatkan tidak termanfaatkannya tanah yang telah diperoleh, sehingga

meningkatkan luas tanah tidur yang pada gilirannya juga menimbulkan

konflik sosial seperti penjarahan tanah.

4. Berkurangnya ekosistem sawah terutama di jalur pantai utara Pulau Jawa

sedangkan pencetakan sawah baru yang sangat besar biayanya di luar Pulau

Jawa seperti di Kalimantan Tengah, tidak menunjukkan dampak positif.

Menurut Sudirja (2008) alih fungsi lahan pertanian bukan hanya sekedar

memberi dampak negatif seperti mengurangi produksi beras, akan tetapi dapat

pula membawa dampak positif terhadap ketersediaan lapangan kerja baru bagi

sejumlah petani terutama buruh tani yang terkena oleh alih fungsi tersebut serta

meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Menurut Irawan dan Friyatno (2005) proses alih fungsi lahan pertanian

pada tingkat mikro dapat dilakukan oleh petani sendiri atau dilakukan pihak lain.

Alih fungsi lahan yang dilakukan oleh pihak lain secara umum memiliki dampak

(26)

fungsi lahan tersebut biasanya mencakup hamparan lahan yang cukup luas,

terutama ditujukan untuk pembangunan kawasan perumahan. Alih fungsi lahan

yang dilakukan oleh pihak lain tersebut biasanya berlangsung melalui pelepasan

hak pemilikan lahan petani kepada pihak lain yang kemudian diikuti dengan,

pemanfaatan lahan tersebut untuk kegiatan non pertanian. Dampak alih fungsi

lahan pertanian terhadap masalah pengadaan pangan pada dasarnya terjadi pada

tahap kedua. Namun tahap kedua tersebut secara umum tidak akan terjadi tanpa

melalui tahap pertama karena sebagian besar lahan pertanian dimiliki oleh petani.

Oleh karena itu pengendalian pemanfaatan lahan untuk kepentingan pengadaan

pangan pada dasarnya dapat ditempuh melalui dua pendekatan yaitu:

1. Mengendalikan pelepasan hak pemilikan lahan petani kepada pihak lain, dan

2. Mengendalikan dampak alih fungsi lahan tanaman pangan tersebut terhadap

keseimbangan pengadaan pangan.

Aspek Kebijakan Dalam Alih Fungsi Lahan

Berbagai kebijakan yang berkaitan dengan masalah pengendalian alih

fungsi lahan sawah sudah banyak dibuat. Akan tetapi, hingga kini

implementasinya belum berhasil diwujudkan secara optimal. Menurut Iqbal dan

Sumaryanto (2007) hal ini antara lain karena kurangnya dukungan data dan

minimnya sikap proaktif yang memadai ke arah pengendalian alih fungsi lahan

sawah tersebut. Terdapat tiga kendala mendasar yang menjadi alasan mengapa

peraturan pengendalian alih fungsi lahan sulit terlaksana, yaitu :

1. Kendala Koordinasi Kebijakan. Di satu sisi pemerintah berupaya melarang

(27)

fungsi lahan tersebut melalui kebijakan pertumbuhan industri/manufaktur dan

sektor nonpertanian lainnya yang dalam kenyataannya menggunakan tanah

pertanian.

2. Kendala Pelaksanaan Kebijakan. Peraturan-peraturan pengendaliah alih fungsi

lahan baru menyebutkan ketentuan yang dikenakan terhadap

perusahaan-perusahaan atau badan hukum yang akan menggunakan lahan dan atau akan

merubah lahan pertanian ke nonpertanian. Oleh karena itu, perubahan

penggunaan lahan sawah ke nonpertanian yang dilakukan secara

individual/perorangan belum tersentuh oleh peraturan-peraturan tersebut,

dimana perubahan lahan yang dilakukan secara individual diperkirakan sangat

luas.

3. Kendala Konsistensi Perencanaan. RTRW yang kemudian dilanjutkan dengan

mekanisme pemberian izin lokasi, merupakan instrumen utama dalam

pengendalian untuk mencegah terjadinya alih fungsi lahan sawah beririgasi

teknis. Namun dalam kenyataannya, banyak RTRW yang justru merencanakan

untuk mengalih fungsikan lahan sawah beririgasi teknis menjadi nonpertanian.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Widjanarko, dkk (2006) dalam

konteks pembangunan di Pulau Jawa, jumlah keluarga atau rumah tangga yang

hidup dari sektor nonpertanian mencapai 100%. Beberapa faktor penting yang

berpengaruh pada perubahan pola pemanfaatan lahan pertanian di Pulau Jawa

yaitu faktor privatisasi pembangunan kawasan industri, pembangunan pemukiman

skala besar dan kota baru, serta deregulasi investasi dan kemudahan perizinan.

Tiga kebijakan nasional yang berpengaruh langsung terhadap alih fungsi lahan

(28)

1. Kebijakan privatisasi pembangunan kawasan industri sesuai Keputusan

Presiden Nomor 53 tahun 1989 yang telah memberikan keleluasaan kepada

pihak swasta untuk melakukan investasi dalam pembangunan kawasan

industri dan memilih lokasinya sesuai dengan mekanisme pasar. Dampak

kebijakan ini sangat berpengaruh pada peningkatan kebutuhan lahan sejak

tahun 1989, yang telah berorientasi pada lokasi subur dan menguntungkan dari

ketersediaan infrastruktur ekonomi.

2. Kebijakan pemerintah lainnya yang sangat berpengaruh terhadap perubahan

fungsi lahan pertanian ialah kebijakan pembangunan permukiman skala besar

dan kota baru. Akibat ikutan dari penerapan kebijakan ini ialah munculnya

spekulan yang mendorong minat para petani menjual lahannya.

Sehingga terlihat bahwa sering sekali terjadi ketidakserasian antar kebijakan

yang dikeluarkan pemerintah untuk mengatasi alih fungsi yang justru sering sekali

justru meningkatkan laju alih fungsi lahan terutama lahan sawah.

Teori Lokasi

Mekanisme perubahan penggunaan lahan melibatkan kekuatan-kekuatan

pasar, sistem administratif yang dikembangkan pemerintah, dan kepentingan

politik. Pemerintah di sebagian besar negara di dunia pada kenyataannya

memegang peran kunci dalam alokasi lahan seperti pajak, zonasi (zoning),

maupun kebijakan langsung seperti kepemilikan lahan misalnya hutan, daerah

lahan tambang, dan sebagainya (Prayudho, 2009).

Model klasik dari alokasi lahan adalah model Ricardo (Ricardian Rent).

(29)

menghasilkan surplus ekonomi (land rent) yang lebih tinggi, yang tergantung

pada derajat kualitas lahan yang ditentukan oleh kesuburannya serta kelangkaan

lahan. Menurut pendekatan von Thunen nilai land rent bukan hanya ditentukan

oleh kesuburannya tetapi merupakan fungsi dari lokasinya. Pendekatan ini

mengibaratkan pusat perekonomian adalah suatu kota yang dikelilingi oleh lahan

yang kualitasnya homogen. Tataguna lahan yang dihasilkan dapat dipresentasikan

sebagi cincin-cincin lingkaran yang bentuknya konsentris yang mengelilingi kota

tersebut. Pendekatan von Thunen mencoba untuk menerangkan berbagai jenis

pertanian dalam arti luas yang berkembang disekeliling daerah perkotaan yang

merupakan pasar komoditi pertanian tersebut (Prayudho, 2009).

Cincin A merepresentasikan aktivitas penggunaan lahan untuk jasa

komersial (pusat kota). Land rent pada wilayah ini mencapai nilai tertinggi.

Cincin-cincin B, C, dan D masing-masing merepresentasikan penggunaan lahan A B C D

Land rent

Jarak dari pasar Keterangan :

A : Pusat Pasar B : Industri C : Perumahan

Kurva A

Kurva B

Kurva C

Kurva D

Sumber : Tarigan, 2006

(30)

untuk industri, perumahan, dan pertanian. Meningkatnya land rent secara relatif

akan meningkatkan nilai tukar (term of trade) jasa-jasa komersial sehingga

menggeser kurva land rent A ke kanan dan sebagian dari area cincin B (kawasan

industri) terkonversi menjadi A. Demikian seterusnya, sehingga konversi lahan

pertanian (cincin D) ke peruntukan pemukiman (cincin C) juga terjadi. Dalam

sistem pasar, alih fungsi lahan berlangsung dari aktivitas yang menghasilkan land

rent lebih rendah ke aktivitas yang menghasilkan land rent lebih

tinggi (Tarigan, 2006).

Alih fungsi lahan sawah tidak terlepas dari situasi ekonomi secara

keseluruhan. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi menyebabkan beberapa sektor

ekonomi tumbuh dengan cepat sehingga sektor tersebut membutuhkan lahan yang

lebih luas. Lahan sawah yang terletak dekat dengan sumber ekonomi akan

mengalami pergeseran penggunaan kebentuk lain seperti pemukiman, industri

manufaktur dan fasilitas infrastruktur. Hal ini terjadi karena land rent persatuan

luas yang diperoleh dari aktivitas baru lebih tinggi daripada yang dihasilkan

sawah (Prayudho, 2009).

Hubungan antara nilai land rent dan alokasi sumber daya lahan diantara

berbagai kompetisi penggunaan sektor komersial dan strategis, mempunyai

hubungan yang erat. Sektor tersebut berada pada kawasan strategis dengan

land rent yang tinggi, sebaliknya sektor yang kurang mempunyai nilai komersial

nilai rentnya semakin kecil. Economic rent sama dengan surplus ekonomi yang

merupakan kelebihan nilai produksi total diatas biaya total. Suatu lahan

(31)

1. Ricardian rent, menyangkut fungsi kualitas dan kelangkaan lahan.

2. Locational rent, menyangkut fungsi eksesibilitas lahan.

3. Ecological rent, menyangkut fungsi ekologi lahan.

4. Sosiological rent, menyangkut fungsi sosial dari lahan.

Umumnya land rent yang mencerminkan mekanisme pasar hanya

mencakup ricardian rent dan locational rent. Ecological rent dan sosiological

rent tidak sepenuhnya terjangkau mekanisme pasar (Prayudho, 2009).

Alih fungsi lahan sawah yang terjadi ditentukan juga oleh pertumbuhan

sektor tanaman pangan, dalam hal ini mengenai nilai hasil sawah. Nilai inilah

yang menjadi dasar individu mengalihfungsikan lahannya. Menurut teori

oportunitas yang menjadi dasar asumsi Wiliamson bahwa oportunisme merupakan

tindakan mengutamakan kepentingan diri dengan menggunakan akal untuk berusaha

mengeksploitasi situasi demi keuntungan (Priyadi, 2009). Hal tersebut sesuai dengan

teori lokasi neo klasik yang menyatakan bahwa substitusi diantara berbagai

penggunaan faktor produksi dimungkinkan agar dicapai keuntungan maksimum.

Artinya alih fungsi lahan sawah terjadi akibat penggantian faktor produksi

sedemikian rupa semata-mata untuk memperoleh keuntungan maksimum

(Prayudho, 2009).

Proyeksi Alih Fungsi Lahan dengan Analisis Tren

Pembangunan ekonomi di Indonesia yang terus berkembang telah

mengakibatkan tingginya permintaan akan lahan. Lahan merupakan sumberdaya

yang terbatas sehingga alih fungsi lahan, terutama dari pertanian ke non pertanian

(32)

lahan sawah dalam periode 1999 – 2001, mengalami penurunan sebesar 63.686

Ha untuk padi sawah, sebesar 231.973 Ha untuk padi ladang, sementara hutan

rakyat berkurang sebanyak 24.033 Ha yang menunjukkan betapa lahan menjadi

suatu sumberdaya yang semakin langka.

Hasil penelitian Sudirja (2008) menunjukkan pula bahwa sampai tahun

2020 diperkirakan akan terjadi alih fungsi lahan sawah seluas 807.500 Ha yakni

680.000 Ha di Jawa, 30.000 Ha di Bali, 62.500 Ha di Sumatera dan 35.000 Ha di

Sulawesi. Proyeksi tersebut di teliti melalui suatu metode proyeksi dengan analisis

tren.

Tren adalah salah satu peralatan statistik yang dapat digunakan untuk

memperkiraan keadaan dimasa yang akan datang berdasarkan pada data

masa lalu. Tren juga merupakan gerakan dan data deret berkala selama

beberapa tahun dan cenderung menuju pada suatu arah, dimana arah tersebut bisa

naik, turun maupun mendatar (Ibrahim, 2009).

Perhitungan tren linear menggunakan analisis regresi linier sederhana

dengan metode kuadrat terkecil (least square method), yang dapat dinyatakan

dalam bentuk : Y = a + b (x). Proyeksi ini menjelaskan hubungan antara satu

variabel dengan variabel lainnya. Tren linear dilihat melalui garis lurus pada

grafik tren yang dibentuk berdasarkan data proyeksi. Penyimpangan tren

menunjukkan besarnya kesalahan nilai proyeksi dengan data yang aktual

(Pasaribu, 1981).

Analisis tren memperlihatkan kecendrungan ketersediaan lahan dalam hal

ini yaitu usahatani padi dan kecenderungan alih fungsi lahan sawah serta

(33)

ini dapat memperkirakan kebutuhan pangan masyarakat serta kebutuhan lain yang

berbasis pada penggunaan lahan. Melalui proyeksi ini dapat diperkirakan apa yang

akan terjadi di masa akan datang apabila tidak ada intervensi terhadap

kecenderungan yang ada saat ini (Ibrahim, 2009).

Kerangka Pemikiran

Tanah merupakan sumberdaya strategis yang memiliki nilai ekonomis.

Luasan tanah pertanian tiap tahunnya terus mengalami penurunan. Berkurangnya

jumlah lahan pertanian ini merupakan akibat dari adanya peningkatan jumlah dan

aktivitas penduduk serta aktivitas pembangunan. Hal tersebut mengakibatkan

permintaan akan lahan pun meningkat sehingga timbul alih fungsi lahan pertanian

ke non pertanian seperti perumahan, industri, infrastruktur dan lain sebagainya

untuk memenuhi permintaan yang ada. Alih fungsi lahan yang terjadi tidak lepas

dari kepentingan berbagai pihak seperti pemerintah, swasta dan komunitas

(masyarakat). Alih fungsi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh

kawasan lahan dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi

lain yang membawa dampak negatif terhadap lingkungan dan potensi lahan itu

sendiri.

Masalah alih fungsi lahan pertanian terus meningkat dan sulit

dikendalikan, terutama di wilayah-wilayah dengan tingkat intensitas kegiatan

ekonomi tinggi. Laju alih fungsi lahan yang tinggi pada daerah pusat

perekonomian ataupun yang berada disekitar pusat perekonomian menyebabkan

tekanan terhadap lahan pertanian pada penggunaan nonpertanian. Tekanan

(34)

penguasaan lahan oleh petani. Keadaan tersebut jelas tidak kondusif bagi

keberlangsungan pertanian dan perwujudan kebijakan pangan nasional dalam

jangka panjang. Pembukaan areal baru yang sangat terbatas dan tidak sebanding

dengan peningkatan jumlah penduduk yang terus meningkat juga menjadi faktor

pendorong semakin meningkatnya laju alih fungsi lahan selain petani sendiri

kurang memiliki motivasi atau keinginan yang cukup kuat untuk mempertahankan

lahan sawahnya. Kondisi atau dorongan ekonomi bisa menjadi motivasi atau

faktor pendorong petani untuk mengalihfungsikan lahnnya.

Kabupaten Langkat adalah salah satu Kabupaten yang dalam 10 (sepuluh)

tahun terakhir terus mengalami alih fungsi lahan yang mengakibatkan luas lahan

pertanian di Kabupaten Langkat cenderung mengalami penurunan. Lahan yang

paling banyak beralih fungsi adalah jenis lahan sawah, yang beralih fungsi

menjadi lahan kering serta lahan non pertanian. Laju alih fungsi dilihat

berdasarkan data luas lahan sawah di Kabupaten Langkat yang diperoleh dari BPS

serta berdasarkan motivasi petani dalam mempertahankan maupun mengalih

fungsikan lahannya. Proyeksi luas lahan sawah dan produksi padi akan dianilis

trennya melalui kecenderungan laju alih fungsi secara regresi linier sederhana.

Hasil proyeksi ini nantinya akan menjadi alat analisis untuk melihat dampak

alihfungsi terhadap kecukupan pangan di Kabupaten Langkat sepuluh tahun yang

akan datang dengan kondisi alih fungsi lahan sawah sekarang.

Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, lebih jelasnya dapat dilihat pada

(35)

Hipotesa Penelitian

Proyeksi tren linier dengan metode analisis regresi membuat asumsi

bahwa kondisi yang terjadi dimasa lampau akan terus berlanjut ke masa yang akan

datang (Tarigan, 2006). Oleh karena itu dapat ditarik hipotesa 1, diproyeksi luas

lahan sawah dan produksi beras sepuluh tahun mendatang di Kabupaten Langkat

cenderung menurun dan hipotesa 2, diproyeksikan pula bahwa dampak alih fungsi

lahan sawah terhadap kecukupan pangan sepuluh tahun mendatang akan

menyebabkan defisit kebutuhan beras di Kabupaten Langkat. Keterangan :

[image:35.595.121.483.86.288.2]

: menunjukkan pengaruh

Gambar 3. Skema kerangka pemikiran Proyeksi Luas Lahan dan

Produksi Padi Luas Lahan Sawah

Kab. Langkat

Laju Alih Fungsi Lahan Motivasi Petani

Dampak Alih Fungsi Lahan Sawah

(36)

METODOLOGI PENELITIAN

Metode Penentuan Daerah Penelitan

Penentuan daerah penelitian dilakukan secara purposive, yaitu secara

sengaja, dengan memilih Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara.

Kabupaten Langkat dipilih dengan alasan bahwa kabupaten ini adalah salah satu

kabupaten yang banyak mengalami alih fungsi lahan khususnya lahan pertanian

produktif.

Lokasi yang menjadi daerah sampel penelitian adalah Kecamatan Stabat,

Hinai, Padang Tualang dan Babalan di Kabupaten Langkat. Daerah sampel

penelitian dipilih dengan alasan bahwa daerah ini mengalami penurunan luas

lahan sawah yang cukup tajam di Kabupaten Langkat serta mempertimbangkan

faktor waktu, biaya dan jangkauan peneliti (Notohadiprawiro, 2006).

[image:36.595.116.510.442.691.2]

Sumber : Kabupaten Langkat berbagai tahun terbit, data diolah dari lampiran 1

Gambar 4. Luas lahan sawah di Kabupaten Langkat per Kecamatan tahun 1998 - 2007

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000

1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Binjai Stabat Wampu *) Batang Serangan *) Sawit Sebrang*) 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 10000

1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007

Bahorok Salapian Sei. Bingei Kuala Selesai 0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000

1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007

Padang Tualang Hinai Secanggang Tanjung Pura Gebang 0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000

(37)

Metode Pengambilan Sampel Penelitian

Sampel dalam penelitian ini adalah petani padi di Kecamatan Stabat,

Hinai, Padang Tualang dan Babalan Kabupaten Langkat.

Sampel yang akan diteliti sebanyak 30 orang petani padi, diambil secara

acak dengan metode penelusuran (Accidental Sampling). Accidental sampling

yaitu metode pengambilan sampel dari siapa saja yang kebetulan ada, misalnya

menanyakan siapa saja yang dijumpai di tengah jalan untuk meminta pendapat

mereka tentang sesuatu (Mustafa, 2000). Hal tersebut dikarenakan semua populasi

mempunyai kemungkinan yang sama untuk menjadi sampel penelitian, disamping

menghemat waktu, biaya dan tenaga (Notohadiprawiro, 2006). Menurut Gay

untuk penelitian yang menggunakan analisis deskriptif, ukuran sampel paling

minimum dan efektif adalah 30 (Umar, 1996).

Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data sekunder dan

data primer. Data primer diperoleh dari hasil wawancara langsung kepada petani

dengan menggunakan kuisioner. Data sekunder diperoleh dari instansi-instansi

terkait seperti BPS-SUMUT, BPS Kabupaten Langkat, dan Kantor Camat

Kecamatan Stabat, Hinai, Padang Tualang dan Babalan. Tabel 1 menunjukkan

(38)

Tabel 1. Jenis-jenis data yang diperlukan dan sumber data diperoleh

Jenis Data Sumber Data

1. Data Primer :

Kuesioner

Petani padi di Kecamatan Stabat, Hinai, Padang Tualang dan Babalan

Kabupaten Langkat 2. Data Sekunder :

Data duas lahan, produksi dan produktivitas padi di Kabupaten Langkat tahun 1998-2007

BPS

Metode Analisis Data

Identifikasi masalah 1 dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif

dengan melihat persentase perubahan luas lahan sawah di Kabupaten Langkat

dalam kurun waktu sepuluh tahun.

Identifikasi masalah 2 dianalisis menggunakan metode analisis deskriptif

untuk melihat motivasi/dorongan petani dalam mempertahankan lahannya,

berganti komoditi maupun mengalih fungsikan lahannya dengan mentabulasi

setiap alasan-alasan yang diungkapkan.

Identifikasi masalah 3 dianalisis dengan metode proyeksi (trend) dengan

menggunakan analisa regresi linear sederhana dengan metode kuadrat terkecil

(least square method). Dalam Pasaribu (1981) persamaan garis tren linier dapat

dibentuk sebagai berikut :

bx

a

y

=

+

Keterangan : y : Luas lahan sawah (Ha) dan Produksi padi (Kg)

(39)

a : Koefisien intercept

b : Koefisien regresi dari x

dimana nilai a dan b dapat dihitung dengan menggunakan rumus - rumus sebagai

berikut :

∑ ∑

− −

= 2 2

) ( x x n y) x)( ( xy n

b dan

∑ ∑ ∑ ∑

− −

= 2 2 2

) ( x x n xy x y x a

Dimana

(

x=−4,−3,−2,−1,0,1,2,3,4⇒

x=0

)

, maka :

= 2

x xy

b dan a y

x n

y x

a= ⇒ =

2 2

Menurut Pasribu (1981) setelah persamaan garis tren yang linier tersusun,

kemudian dapat diramalkan garis tren linier untuk masa mendatang dengan

persamaan berikut :

* *

bx

a

y

=

+

Keterangan : y* = Luas lahan dan produksi untuk tahun yang diramalkan

a = Koefisien intercept

b = Koefien regresi dari x

x* = Tahun yang diramalkan, yang dinotasikan dengan angka

Menurut Ibrahim (2009) melalui proyeksi dengan analisis tren dapat

diperkirakan apa yang akan terjadi di masa akan datang apabila tidak ada

intervensi terhadap kecenderungan yang ada saat ini.

Proyeksi produksi beras diperoleh dengan mengalikan luas lahan sawah

terhadap produktivitas rata-ratanya di Kabupaten Langkat sejak tahun 1998

hingga 2007 dengan asumsi bahwa sepuluh tahun mendatang produktivitasnya

(40)

Data Tanaman Pangan oleh BPS dan Deptan Kabupaten Langkat (2007)

perhitungan konversi berat padi ke beras adalah sebagai berikut :

• Produksi Gabah Kering Panen: Luas lahan (Ha) x Produktivitas (Ton/Ha)

• Produksi Gabah Kering Giling : 86,59% x GKP (Ton)

• Produksi beras : 63,20% x GKG (Ton)

Identifikasi masalah 4 akan dianalisis dengan melihat kecukupan pangan

dari selisisih antara proyeksi produksi beras (supply) sepuluh tahun mendatang

dengan proyeksi kebutuhan beras (demand) sepuluh tahun mendatang di daerah

penelitian.

Proyeksi produksi beras sepuluh tahun mendatang diperoleh dari hasil

identifikasi masalah 3.

Proyeksi kebutuhan beras sepuluh tahun mendatang diperoleh dengan

mengalikan tingkat konsumsi perkapita beras rata-rata dengan proyeksi jumlah

penduduk sepuluh tahun mendatang. Jumlah penduduk akan diproyeksikan

dengan menggunakan metode regresi linier sederhana. Menurut Tarigan (2006)

metode peramalan pertumbuhan penduduk dengan menggunakan analisis regresi

linier sederhana dapat digunakan dengan asumsi bahwa pertumbuhan penduduk di

masa lalu akan terus berkelanjutan ke masa yang akan datang. Tarigan (2006) juga

mengemukakan bahwa pemilihan metode analisis regresi linier sederhana dapat

dilakukan dengan pendekatan melalui pembuatan scatter diagram, yaitu dengan

menggambarkan titik-titik berupa jumlah penduduk pada masa lalu pada bidang

kordinat. Dari tebaran titik tersebut dapat diduga bentuk kurva mana yang paling

mendekati dari keseluruhan titik tersebut. Gambar 5 memperlihatkan scatter

(41)

Sehingga melalui pendekatan tersebut maka digunakan analisis regresi

linier sederhana untuk memproyeksikan jumlah penduduk Kabupaten Langkat

sepuluh tahun mendatang dengan persamaan berikut :

bx

a

y

=

+

Keterangan : y : Jumlah penduduk (jiwa)

x : Tahun (dinotasikan dengan angka)

a : Koefisien intercept

b : Koefisien regresi dari x

dimana nilai a dan b dapat dihitung dengan menggunakan rumus - rumus sebagai

berikut :

∑ ∑

− −

= 2 2

) ( x x n y) x)( ( xy n

b dan

∑ ∑ ∑ ∑

− −

= 2 2

2 ) ( x x n xy x y x a

Dimana

(

x=−4,−3,−2,−1,0,1,2,3,4⇒

x=0

)

, maka :

= 2

x xy

b dan a y

x n

y x

a= ⇒ =

2 2

Menurut Pasribu (1981) setelah persamaan garis tren yang linier tersusun,

kemudian dapat diramalkan garis tren linier untuk masa mendatang dengan

[image:41.595.208.426.83.204.2]

Sumber : Data diolah dari lampiran 11

Gambar 5. Scatter diagram jumlah penduduk Kabupaten Langkat tahun 1998-2007 850000 870000 890000 910000 930000 950000 970000 990000 1010000 1030000 1050000

1996 1998 2000 2002 2004 2006 2008

(42)

* *

bx

a

y

=

+

Keterangan : y* = Jumlah penduduk untuk tahun yang diramalkan

a = Koefisien intercept

b = Koefien regresi dari x

x* = Tahun yang diramalkan, yang dinotasikan dengan angka

Menurut Ibrahim (2009) melalui proyeksi dengan analisis tren dapat

diperkirakan apa yang akan terjadi di masa akan datang apabila tidak ada

intervensi terhadap kecenderungan yang ada saat ini.

Maka dapat diproyeksikan dampak alihfungsi lahan terhadap kecukupan

pangan melalui selisih produksi beras (supply) terhadap kebutuhan beras

(demand) Kabupaten Langkat.

Defenisi dan Batasan Operasional

Defenisi

1. Alih fungsi lahan sawah adalah peralihan fungsi lahan produktif dari sektor

pertanian menjadi non pertanian.

2. Produksi padi adalah total produksi padi di daerah penelitian yang dihitung

dalam Ton.

3. Luas lahan sawah adalah luas lahan yang digunakan untuk komoditi padi

dimana yang dihitung dalam satuan Ha.

4. Petani adalah orang yang mempertahankan usaha taninya, orang yang

mengganti usaha taninya dengan komoditi lain dan orang yang mengalih

fungsikan lahannya.

(43)

6. Motivasi Petani adalah dorongan petani untuk mempertahankan lahannya,

mengganti komoditi maupun mengalih fungsikan lahannya.

7. Kecukupan pangan dilihat dari selisih supply (proyeksi produksi beras)

terhadap demand (proyeksi kebutuhan beras) di Kabupaten Langkat.

Batasan Operasional

1. Daerah penelitian adalah Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara.

2. Waktu penelitian adalah tahun 2009.

3. Pemanfaatan lahan, luas lahan pertanian dan produksi padi menggunakan data

sekunder selama 10 tahun mulai dari tahun 1998 sampai 2007.

(44)

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN

Deskripsi wilayah

Daerah penelitian yaitu Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara.

Secara geografis Kabupaten Langkat terletak pada 3° 14΄ - 4° 13΄ Lintang Utara,

97° 52΄ - 98° 45΄ Bujur Timur dan 4 – 105 mdpl. Kabupaten Langkat memiliki

batas – batas wilayah sebagai berikut:

Sebelah Utara berbatasan dengan : Kabupaten Aceh Tamiang dan Selat Malaka.

Sebelah Timus berbatasan dengan : Kabupaten Deli Derdang.

Sebelah Selatan berbatasana dengan : Kabupaten karo.

Sebelah Barat berbatasan dengan : Kabupaten Aceh Tenggara / Tanah Atas.

Kabupaten Langkat menempati areal seluas ± 6.263, 29 Km2 (626.329 Ha)

yang terdiri dari 20 kecamatan, 240 desa dan 37 kelurahan. Kabupaten Langkat

merupakan daerah beriklim tropis sehingga memiliki dua musim yakni musim

kemarau dan musim hujan.

Kondisi Lahan Sawah di Kabupaten Langkat

Kabupaten Langkat terdiri dari 20 kecamatan yang menempati area seluas

± 6.263, 29 Km2 dengan luas areal sawah seluas 79.573 Ha pada tahun 2007. Pada

tahun 2000 luas areal persawahan mengalami penurunan dibandingkan tahun

1999. Penurunan luas lahan sawah ini terus terjadi hingga tahun 2002. Tahun

2003 terjadi peningkatan areal persawahan namun kembali turun hingga tahun

2005 hingga luas lahan sawah menjadi 69.177 Ha. Kondisi penurunan luas lahan

(45)

sawah ke sektor pertanian lain maupun non pertanian. Penggunaan lahan sawah di

[image:45.595.109.509.161.338.2]

Kabupaten Langkat dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Luas lahan sawah di Kabupaten Langkat tahun 1998 - 2007

Tahun Luas Lahan Sawah (Ha)

1998 89.857

1999 92.884

2000 82.086

2001 80.840

2002 67.186

2003 74.964

2004 68.982

2005 69.177

2006 80.167

2007 79.573

Sumber : BPS – SUMUT berbagai tahun terbit

Dapat dilihat bahwa luas lahan sawah di Kabupaten Langkat pada tahun

2007 tercatat seluas 79.573 Ha versi data yang diterbitkan oleh

Badan Pusat Statistik. Peta Citra Satelit yang diterbitkan oleh Dinas Kehutanan

mencatat luas lahan sawah seluas 12.843,72 Ha pada tahun 2007. Dapat dilihat

bahwa ada ketidaksesuaian data versi BPS dan Peta Citra Satelit. Tabel 11

[image:45.595.110.518.547.611.2]

menunjukkan luas lahan sawah versi BPS dan Peta Citra.

Tabel 3. Luas lahan sawah versi BPS dan Peta Citra

No. Versi Terbitan Tahun Luas (Ha)

1 Badan Pusat Statistik 2007 79.573

2 Peta Citra Satelit 2007 12.843,72

Selisish 66.729,28

Sumber : Peta Citra dan BPS – Kabupaten Langkat dalam angka tahun 2008

Tabel 3 memperlihatkan adanyat selisih luas lahan sawah sebesar

66.729,28 Ha pada tahun yang sama di Kabupaten Langkat. Dapat dilihat bahwa

ada ketidak sesuaian data luas lahan sawah Kabupaten Langkat versi BPS dan

(46)

Secara aktual diperoleh data luas lahan sawah dari BPP Kecamatan Stabat,

Hinai, Padang Tualang dan Babalan yang merupakan daerah

sampel penelitian untuk disesuaikan terhadap data BPS. Tabel 12 akan

menunjukkan luas lahan sawah aktual dan versi BPS berdasarkan kecamatan

di Kabupaten Langkat tahun 2008.

Tabel 4. Luas lahan sawah kondisi aktual dan versi BPS berdasarkan Kecamatan Stabat, Padang Tualang, Hinai dan Babalan di Kabupaten Langkat tahun 2008

No Kecamatan Luas Lahan (Ha)

Aktual BPS

1 Stabat 1.662 3.309

2 Padang Tualang 2.885.35 2.979

3 Hinai 3.185 1.410

4 Babalan 4.225 8.257

Total 11.957.35 15.955

Sumber : BPS – Langkat dalam angka 2009 dan BPP (Balai Pusat Penyuluh)

Dapat dilihat bahwa ada ketidaksesuaian data antara BPS dan kondisi

aktual yang diperoleh dari Balai Pusat Penyuluh Kabupaten Langkat.

Berdasarkan kondisi tersebut maka diputuskan menggunakan data yang

diperoleh dari BPS dengan mempertimbangkan BPS sebagai lembaga

penghimpun data yang lebih dapat dipercaya.

Keadaan Penduduk

Penduduk Kabupaten Langkat berjumlah 902.986 jiwa dengan kepadatan

penduduk dengan kepadatan penduduk sebesar 144,17 jiwa per Km2. Jumlah

penduduk terbanyak terdapat di Kecamatan Stabat yaitu sebanyak 83.223 jiwa

dengan kepadatan penduduk 976,25 jiwa per Km2 sedangkan penduduk paling sedikit terdapat di Kecamatan Pematang Jaya sebesar 14.779 jiwa. Kecamatan

(47)

yaitu 976,25 jiwa per Km2 dan Kecamatan Batang Serangan merupakan

Kecamatan dengan kepadatan penduduk paling rendah yaitu 39,11 jiwa per Km2. Jumlah penduduk perjenis kelamin lebih besar penduduk laki-laki

dibandingkan penduduk perempuan. Pada tahun 2008 jumlah penduduk laki-laki

sebesar 521.484 jiwa, sedangkan penduduk perempuan sebanyak 521.039 jiwa.

[image:47.595.111.514.263.347.2]

Tabel 5 menunjukkan distribusi penduduk berdasarkan jenis kelamin.

Tabel 5. Distribusi penduduk berdasarkan jenis kelamin tahun 2007

No Jenis kelamin Jumlah (jiwa) Persentase (%)

1 Laki-laki 521.484 50,02

2 Perempuan 521.039 49,97

Jumlah 1.042.523 100

Sumber : BPS – Langkat dalam angka 2008

Jumlah pencari kerja yang terdaftar di Kabupaten Langkat pada tahun

2007 sebanyak 3.899 orang, yang terdiri dari 1.533 tenaga kerja laki-laki dan

2.366 perempuan. Pencari kerja yang terdaftar tersebut paling banyak mempunyai

tingkat pendidikan tamat SLTA umum/kejuruan/lainnya yaitu 775 atau 19,87 %,

SLTP umum/sederajat 322 Orang atau 8,25 % dan sisanya tamat DII/DIII 652

orang atau 16,72 % dan tamat SD 145 orang atau 3,72 %.

[image:47.595.112.517.589.721.2]

Tabel 6 menunjukkan distribusi penduduk pencari kerja berdasarkan tingkat pendidikan.

Tabel 6. Distribusi penduduk pencari kerja berdasarkan tingkat pendidikan No Tingkat pendidikan (tamat) Jumlah (jiwa) Persentase (%)

1 2 3 4

DII / DIII

SLTA kejuruan/umum/lainnya SLTP SD 652 775 322 145 16,72 19,87 8,25 3,72

Total 1.894 48,56

(48)

Dapat dilihat bahwa hanya sekitar 48,56 % penduduk pencari kerja yang

berpendidikan dari 3.899 jiwa penduduk.

Karakteristik Responden Penelitian

Responden dalam penelitian ini adalah petani padi sawah. Karakteristik

petani dalam penelitian ini terdiri dari umur, pendidikan dan luas lahan (Ha).

a. Umur

Keadaan umur responden dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 7.

Tabel 7. Distribusi responden berdasarkan kelompok umur

No Kelompok Umur (tahun) Jumlah (jiwa) Persentase (%)

1 0 – 9 0 0

2 10 – 39 3 10

3 40 – 60 24 80

4 > 60 3 10

Jumlah 30 100

Sumber : Data diolah dari lampiran 3

Tabel 7 menunjukkan bahwa range umur petani responden terbesar berada

pada kelompok umur 40 – 60 tahun dengan persentase 80 % sebanyak 24 jiwa.

Sedangkan yang terkecil pada kelompok umur 10 - 39 dan > 60 dengan persentase

10 % sebanyak masing-masing 3 jiwa.

b. Pendidikan

[image:48.595.112.517.613.737.2]

Keadaan pendidikan responden dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 8.

Tabel 8. Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan

No Tingkat Pendidikan (tahun) Jumlah (jiwa) Persentase (%)

1 Tidak bersekolah/buta huruf 2 6,67

2 SD / SR 17 56,7

3 SMP 2 6,67

4 SMA/SPMA/STM 7 23,3

5 Sarjana/sederajat 2 6,67

Jumlah 30 100

(49)

Tabel 8 memperlihatlan bahwa pendidikan petani pada umumnya adalah

SD/SR yaitu sebanyak 17 jiwa atau 56,7 %. Sedangkan petani dengan tingkat

pendidikan sarjana dan buta huruf menempati angka terendah yakni sebanyak

masing-masing 2 orang atau 6,67 % dari keseluruhan responden.

c. Luas Lahan

Keadaan Luas lahan sawah responden dalam penelitian ini dapat dilihat

pada tabel 9.

Tabel 9. Distribusi responden berdasarkan luas lahan sawah, luas lahan yang berganti komoditi dan luas lahan yang dijual

No. Luas Lahan (Ha) Lahan sawah Lahan ganti komoditi Lahan yang dijual Jumlah (org) Jumlah (org) Jumlah (org)

1 < 0,1 1 0 3

2 0,10 - 0,24 2 0 2

3 0,25 - 0,49 3 1 3

4 0,50 - 0.99 5 3 1

5 1,00 - 1,99 1 4 1

6 2,00 - 2,99 0 2 0

7 ≥ 3,00 0 2 0

Jumlah 12 11 10

Sumber : Data diolah dari lampiran 3

Pada tabel 9 dapat dilihat bahwa sebagian besar petani responden yang

mempertahankan lahan sawahnya memiliki luas lahan antara 0,50 – 0,99 Ha yakni

sebanyak 5 orang. Petani responden yang mengganti komoditi padi dengan

komoditi lainnya sebagian besar memiliki luas lahan komoditi lainnya antara

1,00 – 1,99 Ha sebanyak 4 orang. Petani responden yang menjual lahannya

sebagian besar menjual lahan dengan luas lahan antara 0,25 - 0,49 Ha dan kurang

[image:49.595.110.517.305.467.2]
(50)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Laju Alih Fungsi Lahan di Kabupaten Langkat

Laju alih fungsi lahan sawah di Kabupaten Langkat dalam kurun waktu

sepuluh tahun dilihat dari persentase perubahan luas lahan sawah per tahun.

Tabel 10 menunjukkan luas lahan sawah dalam kurun waktu sepuluh tahun.

Tabel 10. Laju alih fungsi lahan sawah per tahun di Kabupaten Langkat tahun 1998 – 2007

Tahun Luas Lahan Sawah (Ha) Perubahan (Ha) Persentase Perubahan (%)

1998 89.857 0 0

1999 92.884 3.027 3,30

2000 82.086 -10.798 -11,63

2001 80.840 -1.246 -1,52

2002 67.186 -13.654 -16,89

2003 74.964 7.778 11,58

2004 68.982 -5.982 -7,98

2005 69.177 195 0,28

2006 80.167 10.990 15,87

2007 79.573 -594 -0,74

Sumber : BPS – Kabupaten Langkat berbagai tahun terbit

Pada Tabel 10 dapat dilihat bahwa sejak tahun 1998 terjadi penurunan luas

lahan sawah. Tahun 1999 terjadi sedikit kenaikan luas lahan sawah namun

kembali menurun drastis hingga tahun 2002. Peningkatan luas lahan sawah

sedikit terjadi di tahun 2003 dan kemudian kembali menurun. Peningkatan lahan

sawah terjadi pada tahun 2003, 2005 dan 2006 namun peningkatan ini belum

mampu mengimbangi penurunan luas lahan yang terjadi sejak tahun 1999.

Pada Tabel 10 dapat dilihat pula bahwa laju alih fungsi lahan sawah

tertinggi terjadi pada tahun 2002 yaitu sebesar 16,89 % atau terjadi penunurunan

luas lahan sawah sebesar 13.654 Ha. Peningkatan luas lahan sawah terbesar yakni

[image:50.595.108.513.273.464.2]
(51)

keseluruhan, dari tahun 1998 sampai 2007 telah terjadi alih fungsi lahan sawah

sebesar 10.284 Ha atau sekitar 11.44 %.

Laju alih fungsi lahan sawah ke sektor non pertanian maupun komoditi

selain padi sawah tentu akan dapat mengancam ketahanan pangan yang

berdampak terhadap turunnya produksi pertanian. Berdasarkan penelitian yang

dilakukan oleh Rahmanto, dkk (2002), ditinjau dari aspek produksi, kerugian

akibat alih fungsi lahan sawah di Jawa selama kurun waktu 18 tahun (1981-1998)

diperkirakan telah menyebabkan hilangnya produksi beras sekitar 1,7 juta

ton/tahun atau sebanding dengan jumlah impor beras tahun 1984-1997 yang

berkisar antara 1,5 - 2,5 juta ton/tahun. Hal tersebut mempertegas kenyataan

bahwa laju alih fungsi lahan yang terus terjadi ke sektor non pertanian maupun

komoditi selain padi sawah akan mengancam ketahanan pangan dimasa

mendatang. Berdasarkan tabel 8 dapat dilihat bahwa dalam kurun waktu sepuluh

tahun terjadi laju alih fungsi lahan sebesar 10.284 Ha atau sekitar 11.44 %.

Meskipun jika dibandingkan dengan laju alih fungsi di pulau jawa seperti

penelitian Irawan (2005) yakni sebesar 58,68% laju alih fungsi lahan di

Kabupaten Langkat masih terbilang rendah namun indikasi alih fungsi lahan

tersebut apabila tidak diatasi maka tentu akan mengancam kecukupan pangan di

masa mendatang. Oleh karena itu, perlu ada aspek regulasi pemerintah yang

berperan dalam menghambat laju alih fungsi lahan pertanian pangan ke bentuk

non pertanian.

Gambar

Gambar 3. Skema kerangka pemikiran
Gambar 4. Luas  lahan   sawah  di  Kabupaten   Langkat   per Kecamatan tahun        1998 - 2007
Gambar 5. Scatter diagram jumlah penduduk Kabupaten Langkat tahun     1998-2007
Tabel 2. Luas lahan sawah di Kabupaten Langkat tahun 1998 - 2007
+7

Referensi

Dokumen terkait

Fungsi-fungsi tersebut yang akan bekerja untuk dapat menampilkan hasil penetuan dari algoritma Generate and Test dan algoritma Hill Climbing dalam menentukan hasil

As shown in following screenshot, the node displays all the available passes, render layers and scenes present in the current rendered file.. Multiple Render Layers nodes can

The goal of CLOSE-SEARCH is to integrate in a helicopter-type unmanned aerial vehicle, a thermal imaging sensor and a multi-sensor navigation system (based on the use of a

Pada saat pelaksanaan tindakan Siklus I, penelitian diobservasikan oleh guru kelas VIII 1 .Observasi dilakukan untuk melihat aktivitas siswa diperoses belajar

KAJIAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING DALAMPENYULUHAN PERTANIAN MELALUI PROGRAM “PA’TANI” DI DESA RANCABANGO KECAMATAN PATOKBEUSI KABUPATEN SUBANG. Universitas Pendidikan Indonesia |

Alat ukur yang digunakan untuk melihat hubungan social support dengan emotional Intelligence pada mahasiswa atlet UKM sepak bola adalah skala social support dan

Pelaksanaan tindakan penelitian dilakukan dua siklus masing masing siklus terdiri dari empat kali pertemuan dengan penerapan model kooperatif tipe TGT untuk

Hasil penelitian menujukan bahwa tidak semua dalam pemanfaatan sistem informasi manajemen memiliki peran terhadap pengambilan keputusan.Alasanya pertama penggunaan SIM