• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Kriminologi Terhadap Penanggulangan Kejahatan Dengan Senjata Api Di Wilayah Hukum Kepolisian Sumatera Utara Dan Sekitarnya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kajian Kriminologi Terhadap Penanggulangan Kejahatan Dengan Senjata Api Di Wilayah Hukum Kepolisian Sumatera Utara Dan Sekitarnya"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA Buku-buku:

Abdussalam, H. R, 2007, Kriminologi, Restu Agung, Jakarta.

Arrasjid, Chainur, 1998, Suatu Pemikiran tentang Psikologi Kriminal, Kelompok Studi Hukum dan Masyarakat Fakultas Hukum USU, Medan.

Atmasasmita, Romli, 2007, Teori dan Kapita Selekta Kriminologi, PT Refika Aditama, Bandung.

Baldwin, Robert dan Kinsey, Richard, 2002, Kewenangan Polisi dan Politik, Cipta Manunggal, Jakarta.

Bawengan, G. W, 1977, Masalah Kejahatan dengan Sebab dan Akibat, Pradya Paramitha, Jakarta.

Gumilang, A, 1993, Kriminalistik, Angkasa, Bandung.

Marpaung, Leden, 2002, Tindak Pidana terhadap Nyawa dan Tubuh, Sinar Grafika, Jakarta.

Prasetyo, Eko dan Marzuki, Suparman, Laporan Evaluasi Proyek Perpolisian

Masyarakat.

Santoso, Topo, 2003, Kriminologi, Rajawali Pers, Jakarta.

Soedjono. D,S.H., Ilmu Jiwa Kejahatan dalam Studi Kejahatan, (Bandung: Karya Nusantara, 1977).

Soekanto, Soerjono, 2002, Sosiologi Suatu Pengantar, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

________________, 1984, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta.

Widiyanti, Ninik dan Anoraga, Panji, 1987, Perkembangan Kejahatan dan

(2)

Makalah-Makalah/Artikel-Artikel/Jurnal;

Makalah Metode Penelitian Hukum : Mahmul Siregar. Makalah Hukum Acara Pidana : Rafiqoh Lubis. Peraturan Perundang-undangan:

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1948 tentang Pendaftaran, Izin, dan Pemberian

Izin Pemakaian Senjata Api.

Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang Hukuman Istimewa

Sementara.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian

Negara Republik Indonesia.

Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam

Rumah Tangga.

Undang-Undang Nomor 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Internet:

http://rixco.multiply.com/journal/item/9/CARA_MEMPEROLEH_IZIN_SENJAT A_API diterbitkan pada tanggal 31 Jan 2010.

Digitized by USU digital library, 2003

www.kamushukum.com, Definisi Kamus Hukum Online.

http://gilangkurnia.blogspot.com/2009/04/tugas-makalah-kriminologi.html ditampilkan pada tanggal 11 Feb 2010.

(3)

 

 

www.pindad.com

http://www.pindad.com/prodgul800.php?bahasa=2&varkdnews=JTREVO http://www.pindad.com/prodgul800.php?bahasa=2&varkdnews=JTP301

http://bramantyo03.blogspot.com/2009/03/aturan-hukum-tentang-senjata-api.html ditampilkan pada tanggal 20 Des 2009

http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=8&dn=20070316050637,

”Kepolisian Perketat Pengawasan Senjata Api Anggotanya” 21 Jan 2010.

(4)

BAB III

KETENTUAN HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN SENJATA API

A. Bentuk-bentuk Tindak Pidana dengan Menggunakan Senjata Api Seperti yang sudah diterangkan sebelumnya, mengenai apa yang dimaksud dengan kejahatan adalah suatu perbuatan manusia yang melanggar atau bertentangan dengan apa yang telah ditentukan dalam kaidah hukum atau lebih tegasnya lagi bahwa perbuatan-perbuatan yang telah melanggar aturan-aturan yang sudah ditetapkan dalam kaidah hukum. Setelah diberikan suatu penjelasan mengenai apa yang dimaksud dengan kejahatan, maka disini akan dijelaskan pula mengenai apa itu kekerasan. Didalam kehidupan masyarakat, kejahatan terhadap harta benda banyak sekali terjadi. Bahkan masalah-masalah yang terbesar adalah mengenai jenis-jenis kejahatan terhadap kepentingan seseorang, misalnya saja: Pencurian (Bab XXII KUHP), Pemerasan dan Pengancaman (Bab XXIII KUHP), Penggelapan (Bab XXIV KUHP), Penipuaan (Bab XXV KUHP), Perbuatan Merugikan Penagih Utang atau Orang yang Berhak (Bab XXVI KUHP), Menghancurkan atau Merusakan Barang (Bab XXVII KUHP).

Didalam Buku II Kitab Undang-undang Hukum Pidana bagian khusus mengenai kekerasan dapat diartikan sebagai suatu perbuatan yang mempergunakan tenaga badan dengan kekuasaan fisik si pelaku kejahatan, penggunaan kekerasan itu dapat diwujudkan dengan memukul, menyekap, mengikat, menahan, dengan senjata api dan sebagainya.

(5)

“Bahwa senjata api yang dimaksud dalam undang-undang ini adalah senjata api dan bagian-bagiannya, alat penyembur api dan bagian-bagiannya, mesiu dan bagian-bagiannya seperti patoonhulsen, slaghoeajes, dan lain-lainnya, bahan peledak, termasuk juga benda-benda yang mengandung bahan peledak seperti granat tangan, bom dan lain-lainnya” 60

Jadi dapatlah diartikan bahwa senjata api adalah suatu alat dan bagian-bagiannya yang dapat mengeluarkan atau menyemburkan api.

Badan atau lembaga yang berwenang dalam hal pemberian izin untuk memiliki senjata api ini adalah Kepolisian Negara Republik Indonesia, seperti diatur dalam Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indionesia yang menyatakan: “Kepolisian Negara Republik Indonesia memberikan izin dan melakukan pengawasan senjata api, bahan peledak dan senjata tajam”.

Begitu juga mengenai sanksi yang diberikan kepada seseorang yang melanggar ketentuan tentang senjata api, dimana senjata api yang dimiliki tersebut tidak memiliki surat izin dan digunakan untuk melakukan suatu tindak kejahatan, maka akan diberikan sanksi berdasarkan Pasal (1) Butir Pertama Undang-Undang Darurat Hukuman Istimewa Sementara, yang menyatakan sebagai berikut:

”Barang siapa, tanpa hak memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba, memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, mempergunakan atau mengeluarkan dari Indonesia suatu senjata api, amunisi, atau suatu bahan peledak dihukum dengan hukuman mati atau hukuman penjara setinggi-tingginya dua puluh Tahun” 61

Kepemilikan senjata api senjata api tanpa hak atau illegal dengan alasan apapun termasuk alasan membela diri serta menjaga keamanan diri adalah perbuatan yang

      

60

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1948 tentang Pendaftaran dan pemberian Izin Pemakaian Senjata Api, Pasal 1.

61

Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 Tentang Hukuman Istimewa

(6)

dikategorikan sebagai kejahatan, karena kepemilikan senjata api harus mendapatkan izin dari Kepolisian. Hal tersebut ditempuh agar kepemilikan senjata api dapat dikontrol untuk memudahkan aparat Kepolisian memantau kepemilikan senjata api mengingat bertambahnya kejahatan dengan menggunakan senjata dari tahun ke tahun.

Seseorang yang melakukan aktivitas kejahatan terutama terhadap korban, si pelaku seringkali menganiaya korban. Tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pelaku kejahatan dapat menyebabkan luka-luka, maka perbuatan demikian dapat dikatakan sebagai suatu perbuatan yang dinamakan kekerasan.

Kekerasan yang dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana adalah penggunaan kekuatan fisik oleh pelaku, yaitu dengan memukul, mengikat, menyekap, menahan, bahkan menembak korban. Perwujudan dari kekerasan dengan senjata api dapat berupa tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pelaku yang dapat menyebabkan korban luka-luka. Penganiayaan dengan senjata api dapat diwujudkan dengan memukul menggunakan gagang atau popor senjata api dan menembak untuk melumpuhkan korban, sedangkan dalam penculikan dengan senjata api dapat diwujudkan dengan menahan, menyekap atau mengikat korban dibawah ancaman senjata api. Pengancaman atau perampokan dengan senjata api dapat diwujudkan dengan menodongkan senjata api atau menembakkan senjata api ke udara. Berbeda dengan yang lainnya, dalam pembunuhan dengan menggunakan senjata api dapat diwujudkan dengan menembakkan senjata api pada korban yang mengakibatkan hilangnya nyawa korban.

(7)

1. Penganiayaan

Undang-Undang tidak memberikan ketentuan mengenai apakah yang dimaksud dengan penganiayaan. Menurut yurisprudensi yang dimaksud dengan penganiayaan adalah sengaja menyebabkan perasaan tidak enak (penderitaan), rasa sakit (pijn), atau luka. Didalam KUHP, penganiayaan diatur dalam Pasal 351, 352, 353, 354, dan 355.

Berdasarkan Pasal 351 terdapat 3 (tiga) jenis penganiayaan yaitu:

a. Penganiayaan yang tidak mengakibatkan luka berat atau matinya orang b. Penganiayaan yang mengakibatkan luka berat.

c. Penganiayaan yang mengakibatkan matinya orang. 2. Pencurian

Diatur dalam Pasal 362 KUHP yang menyatakan diantaranya bahwa: “Barang siapa mengambil sesuatu barang, yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang lain, dengan maksud akan memiliki barang itu dengan melawan hak, dihukum karena pencurian ...”.

3. Pemerasan

Diatur dalam Pasal 368 ayat (1) KUHP, yang dinamakan dengan pemerasan dengan kekerasan. Pasal 368 ayat (1) menyatakan bahwa:

“Barang siapa dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak, memaksa orang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, supaya orang itu memberikan barang, yang sama sekali atau sebagiannya termasuk kepunyaan orang itu sendiri, kepunyaan orang lain atau supaya orang lain itu membuat utang atau menghapuskan piutang ... “. 4. Pembunuhan

Diatur dalam Pasal 338 KUHP yang bunyinya sebagai berikut:

(8)

Berdasarkan bunyi Pasal 338 KUHP, maka unsur-unsur pembunuhan adalah:62

a. Barang siapa

Hal ini Berarti ada orang tertentu yang melakukannya. b. Dengan sengaja

Dalam ilmu hukum pidana, dikenal 3 (tiga) jenis bentuk sengaja (dolus) yakni:

1. Sengaja sebagai maksud,

2. Sengaja dengan keinsyafan pasti,

3. Sengaja dengan keinsyafan kemungkinan/dolus eventualis, c. Menghilangkan nyawa orang lain.

5. Kelalaian yang menyebabkan kematian

Diatur dalam Pasal 359 KUHP, yang menyatakan bahwa:

“Barang siapa karena kesalahannya menyebabkan orang mati, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun”.

Rumusan karena salahnya adalah unsur kelalaian atau culpa yang menurut ilmu hukum pidana terdiri dari:63

a. Culpa dengan kesadaran, b. Culpa tanpa kesadaran.

B. Jenis-jenis Senjata Api yang Digunakan

      

62

Leden Marpaung, Tindak Pidana terhadap Nyawa dan Tubuh, (Jakarta:Sinar Grafika, 2002), Hal. 22.

63

(9)

Menurut pendapat Kepala Laboratorium Forensik Kepolisian Sumatera Utara, Drs. CH. Syafrian S. menyatakan bahwa senjata api itu terdiri atas 2 (dua), yaitu senjata api legal dan senjata api illegal.64

Senjata api legal merupakan senjata api yang dimiliki atau digunakan oleh pemegang atau pemilik senjata tersebut harus memiliki surat izin penggunaan atau kepemilikan terlebih dahulu. Senjata api legal ini juga terdiri dari 2 (dua) bagian, yaitu senjata api organik dan senjata api non-organik. Senjata api organik itu merupakan senjata api yang diberikan izin kepemilikan kepada aparat penegak hukum, seperti TNI, Polisi, Militer, Petugas Lapas, serta petugas-petugas keamanan lainnya, sedangkan senjata api non-organik merupakan senjata api yang diberikan izin kepemilikan kepada masyarakat umum dalam rangka untuk membela diri, seperti para pejabat pemerintahan, pengusaha, anggota dewan, serta anggota Perbakin yang digunakan untuk olahraga menembak. Perbedaan antara senjata api organik dan senjata api non-organik adalah terdapat pada klasifikasi kalibernya serta jenis senjata apinya. Untuk klasifikasi kaliber serta jenis senjata api pada senjata api organik, aparat penegak hukum akan diberikan senjata api genggam, yaitu hanya kaliber 22 dan kaliber 33 yang bisa dikeluarkan izinnya. Sedangkan untuk senjata bahu (laras panjang) hanya dengan kaliber 12 GA dan kaliber 22. Jenis senjata yang diberikan adalah non standar ABRI (TNI dan Polri), dengan jumlah maksimum dua pucuk per orang. Selain itu ada juga senjata api berpeluru karet atau gas. Jenis senjata api itu antara lain adalah Revolver, kaliber 22/25/32, dan Senjata bahu Shortgun kaliber 12mm. Sedangkan untuk klasifikasi kaliber dan jenis senjata api pada senjata api non-organik, seseorang hanya boleh

      

64

(10)

memiliki senjata api genggam jenis revolver dengan kaliber 32/25/22, atau senjata api bahu jenis Shotgun kaliber 12 mm dan untuk senjata api klasifikasi adalah jenis yakni Hunter 006 dan Hunter 007. Senjata genggam semi otomatis seharga Rp. 60-70 juta ini memiliki self loading gas berkaliber 9 mm.65

Sedangkan Senjata api illegal merupakan senjata api yang dimiliki atau digunakan oleh pemegang atau pemilik senjata tanpa adanya surat izin kepemilikan, dimana senjata api tersebut bisa bersumber dari dalam negeri maupun luar negeri. Senjata api dari dalam negeri biasanya disebut dengan senjata api rakitan (home made), karena senjata api tersebut dibuat oleh orang-orang tertentu yang bisa membuat atau mengetahui mengenai teknik-teknik sistem mekanik pembuatan senjata api. Senjata api dari luar negeri merupakan senjata api selundupan dari luar negeri yang masuk ke Indonesia.66

Di Indonesia senjata api yang sering digunakan oleh para penjahat dalam melakukan kejahatan adalah senjata api genggam (shortgun). Contoh-contoh jenis senjata api yang sering digunakan oleh para pelaku kejahatan dengan senjata api adalah:67

Jenis Revolver68

      

65

http://rixco.multiply.com/journal/item/9/CARA_MEMPEROLEH_IZIN_SENJATA_API _. Gambar ini adalah jepretan laman seperti yang ditampilkan pada tanggal 31 Jan 2010.

66

Hasil wawancara di Kepolisian Sumatera Utara bagian Laboratorium Forensik pada tanggal 12 Februari 2010.

67

www.pindad.com.

68

(11)

R1-V1 Long Barrel Revolver

R1-V2 Short Barrel Revolver 

Spesifikasi R 1-V 1

N S N Hitam

Kaliber 1005-45-000-1721 Panjang Keseluruhan 38 Spc

Kapasitas 235 mm

Berat 6 Rounds

Sight 0.970 kg

Akhir Penembakan Tertentu R 1-V 2

N S N Hitan

Kaliber 1005-45-000-1722 Panjang Keseluruhan 38 Spc

Panjang Laras 181 mm

Kapasitas 2"

Berat 6 Rounds

Fixed 0.88 kg

(12)

Pistol/Senjata Genggam69

Pistol P1 Spesifikasi

Catridge 7.65 x 17 mm, .32 ACP

Panjang Laras 102 mm

Panjang Keseluruhan 177 mm

Pistol P2

Pistol P3

Spesifikasi P 2

      

69

(13)

NSN - Kaliber 9 x 19 mm Parabellum

Panjang Laras 100 mm

Panjang Keseluruhan 177 mm

Kapasitas 15 Rounds

Berat 0.8 kg

Sight 3 Dot Fixed

Tipe penembakan Tunggal, Aman

Locking Intercept Notch & Hammer Block

Finishing Hitam/Abu-abu P 3

NSN 1005-45-000-1723 Kaliber 7.65 x 17 mm (1.32 ACP)

Panjang Laras 100 mm

Panjang Keseluruhan 177 mm

Kapasitas 12 Rounds

Berat 0.794 kg

Sight 3 Dot fixed

Tipe Penembakan Tunggal, Aman

Locking Intercept Notch & Hammer Block

C. Ketentuan Hukum yang Berkaitan dengan Senjata Api

Di Indonesia ketentuan hukum mengenai senjata api dan bahan peledak diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1948 tentang Pendaftaran dan Pemberian Idzin Pemakaian Senjata Api, pada bagian I mengenai aturan umum dalam Pasal (1) dijelaskan:

“Bahwa senjata api yang dimaksud dalam undang-undang ini adalah senjata api dengan bagian-bagiannya, alat penyembur api dan bagian-bagiannya, mesiu dan bagian-bagiannya seperti patroonhulsen, slaghoeajes dan lain-lainnya, bahan peledak, termasuk juga benda-benda yang mengandung bahan peledak seperti granat tangan, bom, dan lain-lainnya”

(14)

“Barangsiapa, yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata api, munisi atau sesuatu bahan peledak, dihukum dengan hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau hukuman penjara sementara setinggi-tingginya dua puluh tahun”70

Bagi mereka yang mampu, memang tidak terlalu sulit memperoleh izin kepemilikan senjata api. Namun, sebelum memperoleh izin, mereka harus mengikuti aturan yang telah ditetapkan Kepolisian Republik Indonesia. Untuk kepentingan bela diri misalnya.

Berdasarkan Surat Keputusan Kepala Kepolisian Republik Indonesia, seorang pemohon izin harus memiliki keterampilan menembak minimal III artinya seseorang harus mampu menembak tepat sasaran. Diatasnya lebih mahir lagi adalah tingkat II dan tingkat I. Kemampuan ini harus yang dibuktikan dengan sertifikat yang dikeluarkan oleh Institusi Pelatihan Menembak yang sudah mendapat izin Kepolisian Republik Indonesia. Sertifikat itu pun harus disahkan oleh pejabat Kepolisian Republik Indonesia yang ditunjuk. Tentu saja ia pun harus berkelakuan baik dan belum pernah terlibat dalam suatu kasus tindak pidana yang dibuktikan dengan SKKB. Untuk soal usia, sang pemohon harus sudah dewasa namun tidak melebihi usia 65 tahun.

Dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1948 mengenai Pendaftaran dan Pemberian Izin Kepemilikan Senjata Api ini menyatakan:

      

70

Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 Tentang Hukuman Istimewa

(15)

“Bahwa setiap orang yang bukan anggota tentara atau polisi yang memakai dan memiliki senjata api harus harus mempunyai izin pemakaian senjata api menurut contoh yang ditetapkan oleh kepala kepolisian Negara”

Dengan dasar itu, setiap Izin yang keluar untuk Kepemilikan atau pemakaian Senjata Api (IKSA) harus ditanda tangani langsung oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia dan tidak bisa didelegasikan kepada pejabat lain seperti Kepala Kepolisian Daerah. Dalam hal kepengawasan terhadap senjata api tersebut, Kepolisian Republik Indonesia harus mendasarkan sikapnya pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1960 tentang Kewenangan Perizinan menurut undang-undang senjata api. Menurut undang-undang ini ada persyaratan-persyaratan utama yang harus dilalui oleh pejabat baik secara perseorangan maupun swasta untuk bisa memiliki dan menggunakan senjata api. Pemberian izin itu pun hanya dikeluarkan untuk kepentingan yang dianggap layak. Misalnya untuk olahraga, izin hanya diberikan kepada anggota Perbakin yang sudah memenuhi syarat-syarat kesehatan jasmani dan rohani dan memilki kemahiran penembak serta mengetahui secara baik peraturan dan perundang-undangan mengenai penggunaan senjata api.

(16)

Adapun untuk jajaran TNI/Polri mereka yang diperbolehkan memiliki hanyalah perwira tinggi dan perwira menengah dengan pangkat serendah-rendahnya Kolonel namun memiliki tugas khusus. Demikian pula untuk purnawirawan. Yang diperbolehkan hanyalah perwira tinggi dan perwira menengah dengan pangkat terakhir Kolonel yang memiliki jabatan penting di Pemerintahan/Swasta.

(17)

pulang, anggota Perbakin juga harus mengajukan surat izin menyimpan senjata api. Surat izin ini diajukan pada pihak Polda71.

Tindak pidana dengan menggunakan senjata api juga diberlakukan ketentuan dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana, ketentuan umum yang mengatur tentang gabungan tindak pidana (samenloop) sebagaimana diatur dalam Pasal 63 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang menyatakan:

“Jika suatu perbuatan masuk dalam lebih dari satu aturan pidana, maka yang dikenakan hanya salah satu aturan pidana, maka yang dikenakan hanya salah satu diantara aturan-aturan itu, jika berbeda-beda, yang dikenakan yang memuat ancaman pidana pokok yang paling berat”

Sedangkan dalam ketentuan ayat (2) dinyatakan:

“Jika suatu perbuatan masuk dalam suatu aturan pidana yang umum, diatur pula dalam aturan pidana yang khusus, maka hanya yang khusus itulah yang diterapkan”

D. Sanksi Pidana terhadap Kejahatan dengan Menggunakan Senjata Api Didalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak asasi Manusia tidak ada diatur tentang ketentuan/sanksi pidana terhadap tindakan pelanggaran Hak Asasi Manusia. Begitu juga resolusi 34/168 tentang Prinsip Dasar Penggunaan Kekerasan dan Senjata Api tidak ada diatur tentang ketentuan/sanksi pidana dari penggunaan senjata api yang tidak sesuai dengan prosedur. Didalam resolusi ini hanya diatur bahwa pengguna senjata api yang tidak sesuai dengan prosedur merupakan pelanggaran pidana dan harus diproses di Peradilan Umum.

Setiap tindakan yang dilakukan oleh aparat kepolisian maupun yang dilakukan oleh masyarakat umum, dimana perbuatan-perbuatan yang dilakukan

      

71

(18)

tersebut melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yang ada, maka perbuatan-perbuatan tersebut dapat ditindak dan diberikan sanksi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 butir (1) Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang Hukuman Istimewa Sementara, warga sipil atau masyarakat umum yang menyalahgunakan senjata api dapat dikenakan sanksi sebagaimana tertulis dalam undang-undang ini:

“Barang siapa, yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia membuat, menerima, mencoba memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan, atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata api, amunisi atau sesuatu bahan peledak, dihukum dengan hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau hukuman penjara sementara setinggi-tingginya dua puluh tahun”.

Apabila warga sipil yang telah memiliki izin kepemilikan senjata api ini tetapi lalai mengenai kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhinya untuk memiliki senjata api tersebut, maka ia akan dikenakan sanksi sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1948 tentang Pendaftaran, Izin dan Pemberian Idzin Pemakaian Senjata Api, dalam Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2) yaitu:

“Barang siapa dengan sengaja :

a. Tidak memenuhi kewajiban yang ditentukan dalam Pasal 2 tentang senjata api yang dimiliki harus didaftarkan dalam waktu selambat-lambatnya 30 hari, atau

(19)

c. Melarang larangan tersebut dalam pasal 3 atau pasal 4 mengenai pemindahan senjata api ke tangan oranglain tanpa adanya izin dari kepolisian, maka akan dihukum penjara selama 4 (empat) tahun atau denda sebanyak-banyaknya lima belas ribu rupiah dan senjata api dirampas.”

Dalam pasal 12 mengenai Pendaftaran, Izin dan Pemberian Izin Pemakaian Senjata Api, Barang siapa tidak memenuhi kewajiban yang ditentukan maka akan dihukum kurungan selama 3 (tiga) bulan atau denda sebanyak sembilan ratus rupiah dan senjata api dirampas. Perbuatan yang termuat dalam ayat (1) dianggap sebagai Kejahatan, dan perbuatan yang termuat dalam ayat (2) dianggap sebagai pelanggaran. Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa di Indonesia penggunaan senjata api merupakan pelanggaran Hak Asasi Manusia diproses sesuai dengan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Oleh karena itu, sebelum sanksi pidana ditentukan/dijatuhkan, harus terlebih dahulu dilihat, apakah kejahatan yang ditimbulkan oleh penggunaan senjata api tersebut sehingga dapat diketahui sanksi pidananya. Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa kejahatan dengan menggunakan senjata api antara lain adalah:

1. Penganiayaan

(20)

tersebut mengakibatkan matinya orang, ancaman pidananya adalah pidana penjara selama-lamanya 7 (tujuh) tahun, sebagaimana diatur dalam Pasal 351 ayat (3) KUHP.

2. Pemerasan

Ancaman pidananya adalah pidana penjara selama-lamanya 9 (sembilan) tahun, sebagaimana diatur dalam Pasal 368 ayat (1) KUHP.

3. Pencurian

Ancaman pidananya adalah pidana penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun dan pidana denda sebanyak-banyaknya Rp. 900 (sembilan ratus rupiah), sebagaimana diatur dalam Pasal 362 KUHP.

4. Pembunuhan

(21)

BAB IV

KEJAHATAN DENGAN MENGGUNAKAN SENJATA API DI WILAYAH HUKUM KEPOLISIAN SUMATERA UTARA DAN SEKITARNYA

SERTA UPAYA PENANGGULANGANNYA

A. Kendala-kendala yang dihadapi oleh Kepolisian Sumatera Utara dalam menanggulangi Kejahatan dengan Senjata Api

Masalah kriminalitas adalah suatu masalah manusia yang merupakan suatu kenyataan sosial, yang sebab-musabab hakikatnya kerap kali kurang dipahami, karena tidak melihat masalah menurut proporsi yang sebenarnya secara dimensional. Perkembangan peningkatan dan penurunan kualitas maupun kuantitas kriminalitas, baik yang ada di daerah perkotaan maupun pedesaan adalah relative dan interaktif sebab-musababnya. Perkembangan didalam dan diluar manusia tertentu mempengaruhi kecenderungan dan kemampuannya untuk melakukan perilaku yang kriminal. Selanjutnya manusia tersebut mempengaruhi lebih lanjut manusia disekelilingnya serta lingkungannya dalam usaha memenuhi keperluan fisik, mental, dan sosial, baik secara positif maupun negatif. Yang utama adalah mencegah tidak adanya kemungkinan dan kesempatan untuk memenuhi keperluan hidup seseorang secara legal dan wajar. Jalannya antara lain mengusahakan bersama, dengan penuh rasa tanggung jawab terhadap sesama kita manusia.72

Masalah keterkaitan tugas dan tanggung jawab ini terkait antara polisi dan masyarakat. Kepolisian Republik Indonesia sering sekali mengatakan bahwa “Kepolisian tidak akan berhasil dalam menanggulangi kejahatan tanpa bantuan dan partisipasi masyarakat”, ucapan-ucapan tersebut sepertinya merupakan hanya

      

72

(22)

sebuah slogan dalam kehidupan masyarakat yang tidak pernah diikuti ataupun diwujudkan secara konsisten, baik oleh pihak kepolisian sendiri maupun oleh masyarakat.73 Banyaknya masyarakat yang enggan dan takut untuk melaporkan atau memberitahukan informasi tentang adanya tindak pidana yang akan atau sedang ataupun telah terjadi suatu tindak pidana dalam suatu daerah dan lebih menghindar sebisa mungkin untuk berurusan dengan pihak yang berwajib atau polisi terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh masyarakat umum maupun aparat kepolisian tersebut.

Selain daripada itu, Menurut Kepala Bagian Analisis Reserse Kriminal Kepolisian Sumatera Utara Bapak Kompol. Kasmin Ginting mengatakan bahwa kepolisian juga memiliki kendala dalam menanggulangi kejahatan dengan menggunakan senjata api. Banyaknya gejala-gejala yang muncul dari pola interaksi yang mempengaruhi kepolisian dalam menanggulangi kejahatan-kejahatan tersebut yaitu :74

1. Kebutuhan anggaran dana kepolisian yang belum sesuai dengan standard kebutuhan patroli. Kurangnya anggaran dana yang dibutuhkan kepolisian dalam melakukan fungsi patroli untuk menanggulangi tindak pidana yang terjadi pada masyarakat membuat terhambatnya penanggulangan tersebut.

2. Terbatasnya jumlah personil kepolisian dalam melaksanakan fungsi patroli kepolisian, hal ini juga merupakan hambatan yang dialami oleh kepolisian dalam menanggulangi kejahatan-kejahatan dengan

      

73

H. Romli Atmasasmita, Teori dan Kapita Selekta Kriminologi, (Bandung: PT Refika Aditama, 2007), Hal. 118.

74

(23)

menggunakan ancaman kekerasan maupun senjata api. Secara bergantiannya kepolisian melakukan patroli di pos-pos tertentu didaerah yang rawan akan kejahatan membuat terhambatnya kepolisian dalam mengusut secara tuntas kasus-kasus tindak pidana yang terjadi, bahkan tidak jarang kasus tersebut tidak terselesaikan secara tuntas.

3. Kurangnya perhatian masyarakat terhadap lingkungan sekitarnya. Salah satu perwujudan masyarakat terhadap lingkungan sekitarnya adalah dengan adanya pelaksanaan siskamling (sistem keamanan lingkungan) secara bergantian. Pelaksanaan siskamling ini telah sangat banyak memberikan bantuan positif bagi keberhasilan kepolisian, namun pelaksanaan siskamling ini pun masih terbatas dan hanya terlaksana didaerah-daerah tertentu saja. Biasanya di lingkungan perumahan bahkan di lingkungan perumahan mewah/real estate hampir tidak pernah ada keikutsertaan masyarakat secara langsung, kecuali satpam (satuan pengamanan) yang digaji karena tugas-tugas pengamanan.

(24)

Kondisi demikianlah yang dihadapi oleh kepolisian dalam menanggulangi kejahatan-kejahatan yang terjadi pada suatu daerah, sehingga membuat tidak tuntasnya suatu kasus itu terselesaikan.

Meningkatnya kasus-kasus dengan menggunakan senjata api memang sangat meresahkan masyarakat. Seperti telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya, terjadinya kejahatan-kejahatan dengan menggunakan senjata api sangat signifikan. Untuk itu, agar dapat menanggulangi kejahatan dengan menggunakan senjata api tersebut, diperlukan suatu kebijakan, pengawasan, dan penanganan terhadap penggunaan senjata api yang dilaksanakan lebih ketat dan lebih selektif lagi.

B. Upaya Penanggulangan yang Dilakukan Kepolisian Sumatera Utara dalam Menanggulangi Kejahatan dengan Senjata Api

Sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Perubahan Kedua, Ketetapan MPR RI No. VI/MPR/2000 dan Ketetapan MPR RI No. VII/MPR/2000, keamanan dalam negeri dirumuskan sebagai format tujuan Kepolisian Negara Republik Indonesia dan secara konsisten dinyatakan dalam perincian tugas pokok yaitu memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat. Namun, dalam penyelenggaraan fungsi kepolisian, Kepolisian Negara Republik Indonesia secara fungsional dibantu oleh kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa melalui pengembangan asas subsidiaritas dan asas partisipasi.75

      

75

(25)

Asas legalitas sebagai aktualisasi paradigma supremasi hukum, dalam Undang-Undang ini secara tegas dinyatakan dalam perincian kewenangan Kepolisian Negara Republik Indonesia, yaitu melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya. Tindakan pencegahan dilakukan melalui pengembangan asas preventif dan asas kewajiban umum kepolisian, yaitu memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat. Dalam hal ini setiap pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia memiliki kewenangan diskresi, yaitu kewenangan untuk bertindak demi kepentingan umum berdasarkan penilaian sendiri.76

Dalam Pasal 1 butir (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia, Kepolisian adalah segala hal-ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Polisi diberikan tugas untuk menyelidiki dan menyidik suatu tindak pidana yang terjadi dalam masyarakat.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), pada Pasal 1 butir 5 (lima) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menjelaskan bahwa:

“Penyelidikan merupakan serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini”.

Untuk mengetahui adanya dugaan telah terjadi suatu peristiwa tindak pidana adalah melalui:77

      

76

Ibid.

77

(26)

1. Laporan (Pasal 1 butir 24 KUHAP) 2. Pengaduan (Pasal 1 butir 25 KUHAP) 3. Tertangkap tangan (Pasal 1 butir 19) 4. Media Massa

Dalam melaksanakan penyelidikan, penyelidik memiliki kewajiban dan kewenangan, antara lain sebagai berikut (Pasal 5 KUHAP):

1. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana,

2. Mencari keterangan dan barang bukti,

3. Menyuruh berhenti seseorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal,

4. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggungjawab. Semua tindakan yang dilakukan oleh aparat kepolisian dalam menangani semua tindakan-tindakan kriminalitas, harus bersandar pada undang-undang.

Sedangkan Penyidikan pada butir 2 (dua) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menjelaskan bahwa;

“Penyidikan merupakan serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.”

Yang termasuk sebagai Penyidik (Pasal 6 KUHAP) yaitu, 1. Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia,

2. Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang.

(27)

1. Pejabat polisi Republik Indonesia tertentu yang sekurang-kurangnya berpangkat Pembantu Letnan II Polisi (sekarang AIPDA),

2. Pejabat Pegawai Negri Sipil (PNS) tertentu yang sekurang-kurangnya Pengatur Muda Tingkat I golongan IIB atau yang disamakan dengan itu. Wewenang Penyidik sebagaimana diatur dalam Pasal 7 KUHAP adalah sebagai berikut:78

1. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana,

2. Melakukan tindakan pertama pada saat ditempat kejadian,

3. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka,

4. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan, 5. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat,

6. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang,

7. Memanggil seseorang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau sebagai saksi,

8. Mendatangkan seorang ahli yang diperlukan dalam hubungan pemeriksaan perkara,

9. Mengadakan penghentian penyidikan,

10. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab. Mengenai tugas-tugas yang disebut diatas, aparat kepolisian wajib menjunjung tinggi hukum yang berlaku.

      

78

(28)

Dalam menanggulangi suatu kejahatan, aparat kepolisian harus menekankan strategi yang berbasis masyarakat. Strategi yang berbasis masyarakat itu mencakup:79

1. Membangun komitmen antara kepolisian dengan warga masyarakat, 2. Yang taat hukum,

3. Menerapkan kebijakan dan rencana aksi tentang hubungan masyarakat, 4. Merekrut anggota dari semua golongan masyarakat,

5. Melatih polisi untuk menangani keanekaragaman kejahatan, 6. Menciptakan program pemberian informasi kepada masyarakat,

7. Mengadakan hubungan secara teratur dengan semua golongan masyarakat,

8. Membangun kontak masyarakat melalui kegiatan penegakan non hukum, 9. Menugaskan anggota secara tetap dalam lingkungan masyarakat,

10. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam kegiatan perpolisian dan program-program keselamatan masyarakat,

11. Menerapkan pendekatan kreatif dalam memecahkan masalah masyarakat yang spesifik, termasuk juga taktik dan cara-cara non tradisional,

12. Mengkoordinasi kebijakan-kebijakan, strategi, dan kegiatan-kegiatan dengan instansi pemrintah lainnya maupun lembaga swadaya masyarakat.

Menurut Kepala Bagian Analisis Reserse Kriminal, Kompol Kasmin Ginting, menyatakan bahwa secara umum tugas daripada Kepolisian terbagi atas 2 (dua) yaitu:80

      

79

(29)

1. Tugas Preventif 2. Tugas Represif

Seperti yang tertulis dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 mengenai Kepolisian Republik Indonesia Pasal 4 yang menyatakan:

“Kepolisian Negara Republik Indonesia bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya ketentraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia”.

Berdasarkan tujuan daripada Kepolisian Negara Republik Indonesia tersebut diatas, maka langkah-langkah yang dilakukan kepolisian agar terwujudnya tujuan tersebut adalah dengan dilakukannya tugas-tugas daripada tugas preventif dan represif. Tugas Preventif merupakan suatu tindakan yang dilakukan aparat kepolisian dalam memelihara dan menjamin keamanan umum, serta mencegah timbulnya suatu kejahatan. Tugas preventif ini lebih bersifat menjauhkan masyarakat dari pelanggaran hukum. Tugas ini dilakukan agar tidak bertemunya unsur niat jahat seseorang dan unsur kesempatan sehingga tidak terjadinya suatu tindak pidana.81 Sedangkan dalam tugas represif itu merupakan tugas dalam penegakannya, yaitu tugas yang dimulai dari tahap pengumpulan barang bukti, dari tahap penyelidikan hingga tahap penyidikan atau memperkarakan pelaku bila terbukti melakukan kejahatan hingga terjadinya suatu tindak pidana. Tugas represif merupakan suatu tindakan setelah terjadinya tindak pidana atau pemberantasan kejahatan, bagaimana tindakan dari aparat kepolisian

       

80

Hasil wawancara di Kepolisian Sumatera Utara bagian Reserse Kriminal pada tanggal 24 Maret 2010.

81

(30)

untuk menindak lanjuti suatu kejahatan agar kejahatan tersebut tidak terulang kembali.82

Banyaknya kasus-kasus kriminalitas yang terjadi sekarang ini merupakan suatu tugas yang berat bagi aparat kepolisian dalam menanganinya, terutama terhadap kasus-kasus kejahatan dan kekerasan dengan menggunakan senjata api. Bentuk-bentuk tugas daripada preventif itu dapat berupa penyuluhan, bimbingan maupun pembinaan yang dilakukan kepolisian terhadap masyarakat mengenai suatu tindak pidana.83

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan kepolisian untuk mengurangi kejahatan-kejahatan tersebut, dapat dilakukan dengan memberikan pengarahan-pengarahan seperti mengadakan pertemuan-pertemuan antara aparat kepolisian dengan beberapa elemen masyarakat yang ada seperti kecamatan, kelurahan, organisasi para pemuda dan pemudi maupun elemen-elemen lainnya. Dalam pertemuan ini aparat kepolisian dapat memberikan suatu bimbingan, penyuluhan, dan pembinaan terhadap masyarakat tentang suatu tindak pidana, agar masyarakat dapat mengantisipasi segala tindak kejahatan yang ada di lingkungannya, sehingga tercipta suatu keamanan di lingkungan masyarakat tersebut.

Sekarang ini para pelaku kejahatan bisa saja berasal dari lingkungan masyarakat itu sendiri. Tidak adanya hal-hal yang mencurigakan dari si pelaku kejahatan membuat masyarakat di suatu daerah tidak mengetahui akan tindak pidana tersebut. Atau dengan datangnya seseorang ke lingkungan masyarakat yang baru yang juga tanpa indikasi yang mencurigakan. Hal-hal tersebut haruslah diwaspadai karena akan dapat membawa dampak yang tidak baik bagi masyarakat

      

82

Ibid

83

(31)

sekitar. Dengan adanya penyuluhan, bimbingan, dan pembinaan dari kepolisian, maka wawasan masyarakat juga akan dapat lebih terbuka terhadap suatu tindakan kejahatan.

Dalam kasus kejahatan dengan kekerasan dengan menggunakan senjata api, aparat kepolisian juga dapat memberikan batasan-batasan kepada masyarakat umum, yang memiliki senjata api tanpa suatu alasan yang dibenarkan dalam undang-undang yang mengaturnya. Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1948 tentang Pendaftaran, Izin dan Pemberian Izin Pemakaian Senjata api, dijelaskan bahwa warga sipil diperbolehkan untuk memakai senjata api, tetapi haruslah memiliki surat izin atas kepemilikan senjata api tersebut dari aparat kepolisian. Sebetulnya kepemilikan senjata api itu hanya diizinkan untuk keperluan olahraga, bela diri, dan koleksi.

Kepolisian harus mengetahui alasan warga sipil dalam memiliki senjata api tersebut. Mengenai tahap-tahap kepemilikan senjata api tersebut, warga sipil harus mengikuti beberapa test agar dapat mempoleh izin kepemilikan senjata api tersebut, yaitu:

1. Seseorang tersebut haruslah mengajukan surat permohonan kepada Badan Intelegen Keamanan, karena lembaga inilah yang bertugas dan berwenang untuk mengawasi setiap kepemilikan senjata api, dan lembaga ini akan mempelajari surat permohonan tersebut, untuk apa dan apa alasan seseorang memiliki senjata api tersebut, apakah benar senjata api tersebut diperlukan karena tugas dan jabatannya.

(32)

tersebut hingga mahir menggunakan, merawat, dan mengerti mengenai senjata api tersebut.

3. Setelah melewati proses tersebut maka surat izin kepemilikan senjata api akan dikeluarkan oleh Badan Intelegen Keamanan.

Dalam hal ini aparat kepolisian juga berperan aktif dalam memberikan bimbingan-bimbingan pelatihan, penyuluhan, dan pembinaan kepada masyarakat yang sudah mendapatkan izin kepemilikan senjata api, agar tidak digunakan terhadap hal-hal yang bertentangan dengan undang-undang apalagi digunakan untuk tindak kejahatan.

Dalam tugas preventif ini bertujuan untunk mencegah suatu kejahatan dapat terjadi, karena apabila adanya unsur niat dalam diri seseorang dan adanya kesempatan-kesempatan yang membuat si pelaku kejahatan melakukan tindakan kejahatannya tersebut. Niat yang dimaksud dalam hal ini adalah sebagai suatu kehendak atau dorongan dalam diri seseorang untuk melakukan suatu kejahatan, sedangkan kesempatan merupakan suatu keadaan yang dapat menimbulkan niat, kehendak atau dorongan seseorang untuk melakukan kejahatan.

(33)

kepolisiannya untuk bertindak tegas terhadap para pelaku kejahatan yang sudah tertangkap tangan oleh kepolisian melakukan tindak pidana.84

Dalam menindak lanjuti kasus-kasus dengan menggunakan senjata api bagi mereka yang tidak memiliki izin kepemilikan senjata api ini, kepolisian juga melakukan suatu langkah antisipasi beredarnya senjata api di masyarakat. Penindakan secara langsung oleh aparat kepolisian dilakukan dengan melakukan razia selektif ataupun pemeriksaan ditempat-tempat yang padat penduduknya seperti seperti melakukan razia di jalan raya, di setiap lampu merah, bahkan ditempat-tempat hiburan sekalipun dilakukan pemeriksaan. Untuk tempat-tempat hiburan biasanya pemeriksaan ataupun razia dilakukan oleh petugas keamanan atau satpam yang telah bertugas disana. Hal ini merupakan suatu bentuk langkah yang juga dapat membantu kepolisian dalam menanggulangi kejahatan.

Upaya yang dilakukan kepolisian dalam menanggulangi kejahatan-kejahatan dengan senjata api ini juga dilakukan dengan peningkatan penjagaan dan observasi. Biasanya kegiatan ini dilakukan dengan aparat kepolisian berpakaian preman, dapat dilakukan dengan berpakaian diruas daerah-daerah yang dianggap rawan kejahatan. Upaya yang dilakukan adalah patroli kepolisian yang dilaksanakan secara terarah dengan daerah operasi yang telah ditentukan.

Hal yang terpenting dalam upaya penanggulangan terhadap kejahatan-kejahatan dengan menggunakan senjata api ini adalah sangat dituntut peran daripada masyarakat dalam menanggulangi tindak pidana menggunakan senjata api. Bapak Kompol. Kasmin Ginting juga menegaskan bahwa dengan adanya bantuan daripada masyarakat baik itu berupa laporan ataupun pengaduan kepada

      

84

(34)

kepolisian setempat, akan sangat membantu aparat keamanan kita dalam mengurangi kejahatan-kejahatan tersebut. Untuk itu beliau menghimbau agar setiap masyarakat agar mau memberitahukan ataupun melaporkan kepada pihak yang berwenang ataupun aparat kepolisian setempat, apabila melihat ataupun mengetahui seorang atau lebih warga sipil yang memiliki senjata api tanpa izin kepemilikan. Dilihat dari keadaan sekarang ini, masih banyak masyarakat yang takut untuk memberikan laporan ataupun pengaduan terhadap kepemilikan senjata api illegal kepada aparat kepolisian setempat. Tidak hanya takut untuk memberikan laporan atau pengaduan terhadap kepemilikan senjata api illegal tersebut, bahkan para saksi-saksi yang benar-benar melihat kejadian di tempat perkara tersebut pun masih kurang berani untuk memberikan kesaksian yang jelas mengenai kejadian yang terjadi di tempat perkara. Kesulitan inilah yang sering sekali dihadapi oleh aparat kepolisian dalam melakukan usaha penyidikan terhadap kasus-kasus kejahatan dengan senjata api, selain tidak ditemukannya barang bukti yang untuk dijadikan bahan penyelidikan lebih lanjut.85

Harus dipahami bahwa upaya-upaya yang dilakukan oleh kepolisian ini adalah bertujuan untuk mencapai suatu pencegahan terhadap kejahatan. Segala upaya akan dilakukan oleh kepolisian untuk mencapai tujuan besar itu. Oleh karena itu, mewujudkan keamanan jiwa dan harta serta memelihara keberadaan polisi akan jauh lebih baik daripada melakukan deteksi dan penghukuman atas kejahatan setelah penjahat-penjahat tersebut berhasil melakukan kejahatannya.86

      

85

Ibid

86

(35)
(36)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis terhadap permasalahan yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya, sehingga dapat disimpulkan bahwa:

1. Berbagai faktor seperti kesulitan perekonomian, pengaruh lingkungan sekitar dan kurangnya lapangan industrial ataupun lapangan pekerjaan merupakan beberapa penyebab terjadinya kejahatan dengan menggunakan senjata api yang sangat meresahkan masyarakat. Terhadap ketiga faktor penyebab terjadinya kejahatan, tidak hanya mendasari kejahatan-kejahatan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok masyarakat saja, tetapi ketiga faktor tersebut juga mempengaruhi seluruh lapisan masyarakat, baik warga sipil maupun aparat kepolisian dan TNI. Faktor lain penyebab timbulnya kejahatan dengan menggunakan senjata api adalah perdagangan senjata api illegal. Tidak hanya itu mampunya seseorang dalam merakit atau membuat senjata api rakitan juga dapat meningkatkan angka kejahatan dengan menggunakan senjata api.

(37)

3. Adapun upaya-upaya yang dilakukan oleh kepolisian dalam menanggulangi faktor-faktor penyebab terjadinya kejahatan dengan senjata api adalah tugas preventif dan tugas represif. Aparat Kepolisian telah mengambil langkah yang tepat sesuai dengan tugas dan wewenangnya sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia dalam menanggulangi kejahatan dengan senjata api tersebut dengan cara:

a. Melakukan tindakan Preventif yaitu dengan melakukan kegiatan-kegitan sebagai berikut:

1. Tugas yang bersifat penyuluhan, bimbingan, dan pembinaan

2. Tugas yang bertujuan untuk mencegah terjadinya pertemuan antara unsur niat dan unsur kesempatan sehingga tidak terjadi suatu tindak pidana.

b. Melakukan tindakan Represif yaitu suatu tindakan pemberantasan terhadap suatu kejahatan yang dilakukan dengan cara mengumpul semua barang bukti yang ada, dari tahap penyelidikan hingga tahap penyidikan bila terjadi suatu tindak pidana.

B. Saran

Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya serta kesimpulan diatas dapat disampaikan bahwa saran-saran sebagai berikut:

(38)

2. Menindak tegas para pemilik senjata api illegal sesuai dengan peraturan yang berlaku sebagai efek jera sehingga keberadaan peraturan senjata api dapat efektif berlaku,

3. Meniadakan hak kepemilikan senjata api bagi warga sipil dikarenakan pengawasan terhadap kepemilikan senjata api oleh warga sipil membutuhkan lebih banyak perhatian, mengingat akan meningkatnya masyarakat sipil mengajukan surat permohonan izin kepemilikan senjata api dan meningkatnya kejahatan senjata api yang illegal.

(39)

BAB II

KAJIAN KRIMINOLOGI TERHADAP FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN TIMBULNYA KEJAHATAN DENGAN

MENGGUNAKAN SENJATA API

A. Faktor-faktor Penyebab Timbulnya Kejahatan dalam Teori Kriminologi 1. Lingkungan Keluarga

Dalam khasanah kriminologi, orang-orang tidak akan pernah melupakan seorang sarjana yang bernama Cesare Lambrosso, yang juga mendapatkan julukan Bapak Kriminologi Modern. Jasanya bukan karena Teori Born Criminal–nya yang terkenal, tetapi karena Lambrosso merupakan orang yang pertama yang meletakkan metode ilmiah (rational-scientist thinking and experimental) dalam mencari penjelasan tentang sebab-sebab kejahatan serta melihatnya dari banyak faktor.38

Teori Lambrosso tentang Born Criminal (Penjahat yang dilahirkan) menyatakan bahwa para penjahat adalah suatu bentuk yang lebih rendah dalam kehidupan, lebih mendekati nenek moyang mereka yang mirip kera dalam sifat bawaan dan watak dibandingkan mereka yang bukan penjahat. Lambrosso juga menambahkan 2 (dua) kategori lainnya yaitu Insane Criminal dan Criminoloids, dimana Insane Criminal bukanlah penjahat sejak lahir, melainkan mereka menjadi penjahat sebagai hasil dari beberapa perubahan dalam otak mereka yang menggangu kemampuan mereka untuk membedakan antara benar dan salah.

Criminoloids mencakup suatu kelompok ambiguous termasuk penjahat kambuhan

(habitual kriminal), penjahat karena nafsu dan berbagai tipe.39

      

38

Topo Santoso, Op. cit, Hal. 23.

39

(40)

Keluarga merupakan permulaan dari kehidupan baru. Seorang bayi dilahirkan, belum ada yang mampu meramalkan apakah bayi itu kelak akan menjadi seorang yang sukses atau seorang pesuruh, atau mungkin kelak menjadi seorang yang berkuasa ataukah seorang pencuri ataupun perampok, dan mungkin pula menjadi seorang pengemis. Tidak ada yang mampu memberi ramalan yang pasti apakah seorang anak tersebut seperti ini profesinya apabila besar nanti. 40 Tetapi bila hendak diramalkan bahwa seorang anak pedagang pada suatu waktu akan menjadi pedagang, kemungkinannya akan lebih besar daripada pernyataan pertama tadi. Namun sulit pula untuk dipastikan bahwa seorang anak pembunuh pada suatu waktu akan menjadi seorang pembunuh juga, atau anak seorang pemain piano pada suatu waktu akan menjadi pencipta lagu.

Kata-kata yang sering dikemukakan adalah bahwa sesuatu akan tergantung pada situasi dan kondisi. Istilah situasi dan kondisi itu atau lebih tepat daripada istilah tersebut adalah tergantung pada keadaan.41

Berbicara tentang situasi dan kondisi ialah istilah dua patah kata yang memiliki arti luas dan dalam. Lingkungan keluarga sebagai faktor yang akan menentukan kearah mana pertumbuhan pribadi si kecil tadi, memiliki kondisi-kondisi tertentu yang berbeda-beda dalam corak, sifat keluarga tertentu dengan keluarga lain. Salah satu ciri yang menjadi yang menjadi perhatian didalam menelaah dari suatu kejahatan adalah The Broken Home.

Broken Home dapat dikatakan sebagai lingkungan keluarga yang ditimpa

kemalangan dan dapat terdiri dari beberapa jenis, misalnya salah seorang

      

40

G.W.Bawengan, Masalah Kejahatan dengan Sebab dan Akibat, (Jakarta: Pradya Paramitha, 1977), Hal. 89.

41

(41)

ayah/ibu telah meninggal dunia, bercerai terpisah jauh, sehubungan dengan

delikuensi dan kejahatan.42

Sutherland menyebutkan bahwa broken home itu sebagai unsur yang dipandang sangat beralasan untuk mendorong kearah kejahatan. Kurangnya waktu orang tua untuk memperhatikan kebutuhan-kebutuhan anak merupakan penyebab terjadinya penyimpangan yang mengakibatkan anak melibatkan diri kearah kejahatan yang tidak diinginkan. Bahkan seringkali orang tua itu hampir-hampir tidak mempunyai waktu untuk membantu anak menyelesaikan persoalan-persoalan yang harus dia kerjakan sendiri, mungkin persoalan-persoalan pelajaran atau mungkin persoalan kehidupan praktis dari teman anak tersebut. Kesibukan dapat pula membuat orang tua acuh tak acuh terhadap pertanyaan anak yang ingin mengetahui sesuatu, atau mungkin pula ayah memberikan jawaban yang menimbulkan kejengkelan anak. Dengan demikian memupuk kecemasan pada tunas yang mulai tumbuh itu. Oleh sebab itulah disini betul-betul perlu diperhatikan mengenai pentingnya peranan kedua orangtua didalam mendidik anaknya dalam lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakatnya.43

2. Pengaruh Sosial

Lingkungan sosial juga merupakan salah satu latar belakang yang memberikan pengaruh pada tingkah laku kriminalitas dari setiap individu-individu. Dalam Teori-teori Strain yang merupakan hasil karya dari Emile Durkheim, satu cara dalam mempelajari suatu masyarakat adalah dengan melihat pada bagian-bagian komponennya dalam usaha mengetahui bagaimana masing-masing berhubungan satu sama lain. Dengan kata lain, kita melihat kepada

      

42

Ibid, Hal. 90.

43

(42)

struktur dari masyarakat guna melihat bagaimana ia berfungsi. Jika masyarakat itu stabil, bagian-bagiannya beroperasi dengan lancar, susunan sosial berfungsi. Masyarakat seperti itu ditandai oleh kepaduan, kerjasama, dan kesepakatan. Namun, jika bagian-bagiannya tertata dalam suatu keadaan yang membahayakan keteraturan/ketertiban sosial, susunan masyarakat itu disebut dysfunctional (tidak berfungsi).44

Setelah lingkungan keluarga, maka terdapat pula lembaga-lembaga sosial yang sangat penting fungsinya sehubungan dengan tingkah laku anggota masyarakat itu, misalnya sekolah. Sekolah memegang peranan penting dalam melatih anak-anak untuk kehidupan selanjutnya.45 Dalam hal itu guru merupakan teman yang dekat hubungannya dengan anak didiknya selain orangtua.

Dalam hal ini sekolah dipandang sebagai lembaga yang memiliki bagian besar terhadap anak dalam rangka pembentukan watak manusia, karena disanalah semua anak diseleksi dan dikembangkan bakatnya. Dari segi pembinaan bangsa, sekolah merupakan wadah untuk memupuk manusia yang kelak akan berguna bagi pembangunan dan kesejahteraan bangsanya dan dari segi kriminologinya sekolahpun berfungsi sebagai lembaga yang mampu untuk mencegah kejahatan.

Ada tiga unsur yang perlu dipergunakan sebagai bekal untuk berhasilnya seorang guru adalah:46

a. Bahwa guru harus memiliki pengetahuan mengenai alam pribadi anak didik,

b. Penguasaan mengenai subjek yang diajarkan,

      

44

Topo Santoso, Op. cit, Hal. 58.

45

Edwin H. Sutherland, Op. cit, Hal. 274.

46

(43)

c. Kemahiran serta teknik mengajarnya.

Agama tidak dapat disangkal lagi sebagai wadah yang tertinggi nilainya dalam usaha memerangi kejahatan. Sebab agama bertujuan untuk mencapai kesempurnaan pengikutnya dan dengan sendirinya kesempurnaan itu hanya dapat dicapai dengan cara menghindari kejahatan yang merupakan larangan dari setiap agama dimuka bumi ini.

Lunturnya norma-norma keagamaan membuat mereka melalaikan keharusan-keharusan agama dan melebarkan jalan kearah petualangan yang bertentangan dengan ajaran agamanya. Menurut E. H. Sutherland dengan tegas menyatakan bahwa kekurangan latihan keagamaan adalah dasar penyebab kejahatan. Hal ini berdasarkan dengan adanya orang-orang yang melakukan kejahatan, akan tetapi mereka tidak dapat menerangkan dengan sesungguhnya mengapa mereka berbuat demikian.47 Terjadinya kejahatan ditengah-tengah masyarakat beragama adalah menunjukkan kegagalan para pengajar agama, dan dinyatakan pula bahwa berkurangnya perhatian terhadap agama merupakan penyebab utama berkembangnya kejahatan.

Berkenaan dengan itu diperlukan juga peranan dari para guru agama dan pimpinan keagamaan pada satu pihak yang merupakan suatu petunjuk untuk kehidupan bahagia di akhirat nanti dan pihak lain merupakan suatu rel kehidupan dalam masyarakat, jika faktor keluarga, sekolah, dan agama tidak memberikan pengaruh dan kecil pengaruhnya terhadap tingkah laku manusia.

3. Faktor Ekonomi

      

47

(44)

Seperti halnya Durkheim, Robert Merton juga mengaitkan masalah kejahatan dengan anomie. Menurut Merton, didalam masyarakat yang berorientasi kelas, kesempatan untuk menjadi yang teratas tidaklah dibagikan secara merata. Sangat sedikit anggota kelas bawah mencapainya. Kesempatan untuk meningkat dalam jenjang sosial tadi memang ada, tetapi tidak tersebar secara merata. Seorang anak yang lahir dari sebuag keluarga miskin dan tidak berpendidikan, misalnya hampir tidak memiliki peluang untuk meraih posisi bisnis atau profesional sebagaimana dimiliki anak yang lahir dari sebuah keluarga kaya dan berpendidikan.48

Latar belakang masalah ekonomi ini merupakan salah satu faktor penyebab timbulnya suatu kejahatan adalah kejahatan-kejahatan yang menyangkut harta benda, kekayaan, dan perniagaan atau hal-hal yang sejenisnya. Kejahatan-kejahatan ini terjadi karena adanya tekanan ekonomi dimana rakyatnya berada dalam kemiskinan, yang serba kekurangan di bidang pangan, apalagi sandang dan perumahan. Salah satu contoh yaitu pencurian yang terjadi dimana-mana. Walaupun mungkin kejahatan tersebut terjadi pada seorang remaja yang melakukan pencurian sebuah cincin dengan maksud untuk menghadiahkan kepada pacarnya, namun perkara pencurian atau penipuan dan penggelapan lebih banyak dipengaruhi oleh gejala-gejala ekonomi. Kondisi-kondisi seperti kemiskinan atau pengangguran, secara relatif dapat melengkapi rangsangan-rangsangan untuk melakukan pencurian, perampokan, penggelapan, penipuan, atau penyelundupan.49

      

48

Topo Santoso, Op. cit, Hal. 61.

49

(45)

Didalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana dapat dijumpai mengenai masalah kejahatan harta benda tersebut, misalnya pencurian, penipuan, pemerasan, dan lain-lainnya. Hal ini harus kita bedakan dengan kejahatan ekonomi, oleh karena itu di Indonesia telah dikenal adanya tindak pidana ekonomi yang diikuti dengan pembentukan badan-badan peradilan ekonomi walaupun perkara-perkara pencurian, penipuan, dan pemerasan banyak melatarbelakangi keadaan ekonomi, tetapi delik-delik ini merupakan bagian dari Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan oleh karena itu bukanlah suatu delik ekonomi. Delik-delik ekonomi dapat kita jumpai dalam undang-undang yang mengatur khusus mengenai tindak pidana ekonomi tersebut.50

4. Dampak Urbanisasi dan Industrial

Kejahatan juga dapat ditimbulkan oleh urbanisasi dan industrialisasi. Indonesia sebagai suatu negara berkembang sebenarnya menghadapi suatu dilemma. Pada satu pihak merupakan suatu keharusan untuk melaksanakan pembangunan, dan pada pihak lain pengakuan yang bertambah kuat, bahwa harga diri pembangunan itu, adalah peningkatan yang menyolok dari kejahatan. Luasnya problema yang timbul karena banyaknya perpindahan, dan peningkatan fasilitas kehidupan, bisanya dinyatakan sebagai urbanisasi yang berlebihan

(overurbanization) dari suatu negara. Keadaan-keadaan tersebut menimbulkan

peningkatan kejahatan yang tambah lama tambah kejam diluar kemanusiaan. 5. Pengaruh Media Komunikasi dan Informasi

      

50

(46)

Demikian juga media komunikasi massa tidak ketinggalan, karena media komunikasi massa ikut serta memberikan rangsangan terhadap jalan pemikiran dan sepak terjang dalam kehidupan bermasyarakat.

Media yang dimaksudkan itu adalah misalnya melalui bacaan-bacaan, seperti surat kabar, majalah, buku-buku bahkan melalui internet. Menurut Elmer H. Johnson dalam bukunya Crime Correction and Society mengemukakan beberapa argumentasi mengenai pengaruh televisi, film, surat-surat kabar, komik-komik serta internet pada jaman sekarang ini dapat menimbulkan rangsangan kearah kejahatan. Argumentasi tersebut adalah:51

a. Bahwa media tersebut gagal untuk membangkitkan respek terhadap hukum serta peraturan-peraturan lainnya. Para penjahat sering disodorkan sebagai pahlawan atau ditunjuk sebagai korban penuntutan, sedangkan perwira-perwira penegak hukumnya ditonjolkan sebagai aktor yang kasar dan berlindung dibalik seragamnya.

b. Bahwa media itu telah membangkitkan kerakusan akan usaha untuk memperoleh uang secara mudah sehingga akibat dan dampak yang timbul sangat berpengaruh bagi yang menyaksikan media tersebut.

c. Bahwa didalam media-media itu sering ditimbulkan masalah-masalah abnormal dalam bidang seks, serangan, dan kekejaman serta penipuan. d. Bahwa cara-cara untuk melakukan kejahatan serta menghindari

pengusutan oleh yang berwajib dapat dipelajari dari bacaan-bacaan fiksi atau nonfiksi, sehingga banyak sekali anak-anak yang biasanya melakukan perbuatan-perbuatan meniru kekejaman dan kejahatan yang

      

51

(47)

pernah mereka baca atau lihat dari dalam televisi ataupun melalui internet.

e. Bahwa media massa telah dipersalahkan karena mengutamakan pemberitaan kejahatan, sehingga masalah kejahatan dipandang sebagai hal yang biasa saja misalnya acara-acara di televisi menempatkan pertunjukan kejahatan pada waktu dimana penonton berjumlah maksimal dan berita-berita mengenai kejahatan diberikan tempat-tempat yang mencolok didalam surat kabar.

f. Media massa nampaknya merupakan penghalang kemajuan intelektual dan mendorong orang untuk mengejar sensasi dan ketegangan-ketegangan daripada membentuk manusia-manusia yang bertanggungjawab serta berguna bagi kehidupan.

g. Bahwa media massa pernah dibandingkan dengan dongeng dan dipandang bahwa dongeng atau kisah-kisah demikian itu lebih bermutu. Beberapa argumentasi yang dikemukakan oleh Elmer H. Johnson dalam bukunya yang telah disebutkan diatas tadi. Begitu pula ada beberapa kontra mengenai argument Johnson tadi yang tentunya merupakan tangkisan dari pihak petugas media massa adalah sebagai berikut:52

a. Bahwa komunikator sering mengemukakan pertanyaan, apakah yang cocok untuk dicetak atau untuk dipertunjukkan mereka berpendapat, bahwa keuntungan financial dapat diperoleh dengan cara melengkapi adegan pendidikan dengan sesuatu yang menarik penonton dari pembaca.

      

52

(48)

b. Bahwa kisah-kisah mengenai kekerasan dianggap menyegarkan jiwa dan membebaskan sikap agresif dari pembacanya.

c. Bahwa acara-acara televisi telah dipandang membangkitkan perhatian anak-anak untuk perkembangannya.

d. Bahwa berita dan fiksi mengenai kejahatan, mengingatkan kepada masyarakat mengenai kegiatan-kegiatan penjahat dan membangkitkan jaminan mengenai peranan polisi dan peradilan.

e. Berita-berita mengenai penghukuman penjahat dapat merupakan penghalang bagi perkembangan kejahatan.

f. Bahwa berita mengenai kejahatan memaparkan bahaya dan kekejian untuk membangkitkan semangat masyarakat untuk memerangi kejahatan. g. Bahwa menyembunyikan berita-berita kejahatan dapat membangkitkan

perasaan ingin tahu, oleh sebab itulah anak-anak harus diperkenalkan dengan apa yang baik dan apa yang buruk jika mereka hendak kita hadapkan pada kenyataan hidup.

Dapatlah dikemukakan bahwa pengaruh media massa adalah berbeda-beda sehubungan dengan kualitas individu dengan kondisi lingkungannya.

B. Contoh-Contoh Kasus dengan Menggunakan Senjata Api Baik yang Dilakukan oleh Warga Sipil maupun Aparat Kepolisian atau TNI

(49)

RX King sambil menodongkan senjata api kopada korban dan istri, kemudian pelaku langsung mengambil perhiasan emas, 4 Unit HP dan sejumlah uang. Akibat peristiwa tersebut korban menderita kerugian materiil sebesar Rp 325.000.000. Kasus ini ditangani oleh Polda Sumatera Utara.

2. Kasus perampokan di Kantor PT Perkebunan Sumatera Utara Deli Serdang. Kronologis kejadian : terjadi perampokan di PT Perkebunan Sumatera Utara Deli serdang. Berdasarkan keterangan ketiga satpam perusahaan yang sempat disandera para pelaku, menyatakan bahwa terdapat enam pelaku dalam kejadian ini. Terungkap kalau keenam pelaku yang disebut-sebut menggunakan atribut loreng itu cukup mengenali seluk-beluk ruangan kantor perkebunan itu. Sejumlah saksi yang dimintai keterangan diarahkan untuk mengungkap dugaan keterlibatan orang dalam. Saksi menyebutkan perampokan itu dilakukan enam pelaku yang dilengkapi senjata tajam dan sejenis senjata api. Keenam pelaku membobol dua unit brankas dari ruang kasir yang berisi uang tunai Rp 5 juta.

(50)

pelaku menghadang dari depan dan menodongkan senjata api jenis pistol serta melakukan penembakan ke udara sebanyak 1 (satu) kali sehingga korban berhenti, namun para pelaku tidak berhasil mengambil barang-barang milik korban, kemudian pelaku ditangkap.

4. Tindak pidana karena lalainya menyebabkan meninggalnya orang yang dilakukan oleh Seorang Aparat Penegak Hukum. Kronologis kejadian : pada hari Senin tanggal 15 Juni 2009 seorang BRIPTU Hendro Kuswoyo sedang melakukan pengejaran terhadap pelaku atau tersangka penjambretan. Selanjutnya melakukan pengejaran tersebut dan kemudian pada saat berada di Jalan Keadilan Simpang Medan, Hendro Kuswoyo melakukan penembakan terhadap tersangka/pelaku penjambretan tadi, namun tembakan mengenai seorang yang lain, yang menyebabkan luka dan meninggal dunia.

(51)

dibawah ancaman senjata api, dan selanjutnya didalam kamar tersebut maka oleh si terlapor dan teman-temannya memperkosa pelapor secara bergiliran. Atas kejadian tersebut pelapor merasa keberatan dan melaporkan hal tersebut ke kepolisian sekitarnya.

6. Kasus penjualan senjata api rakitan secara illegal. Lima pria ditangkap aparat Kepolisian Daerah Sumatra Utara, Selasa 24 Juni 2009 karena kepergok menjual senjata api rakitan. Kronologis kejadian : ketika seorang anggota Brigade Mobil Polda Sumut berpura-pura membeli senjata ke Ponirin dan Fery. Pria itu bermaksud membeli pistol rakitan beserta dua butir peluru jenis SS-1. Harga yang disepakati Rp 250 ribu. Mereka pun bersepakat bertransaksi di sebuah tempat di Medan. Beberapa saat setelah jual beli tercapai, pria itu lantas membekuk Ponirin dan Fery. Kedua tersangka tak pernah menyangka pria itu adalah polisi yang tengah menyamar. Berdasarkan pengakuan keduanya, polisi kemudian meringkus Roni yang disebut pemilik pistol tersebut. Tersangka ketiga ini bernyanyi dan mengatakan, barang ilegal ini titipan Adi Chandra asal Deli Serdang. Setelah ditangkap, Adi pun mengikuti jurus rekannya dan menyebut Ardiansyah sebagai pemiliknya. Polisi belum mengetahui apakah Ardiansyah itu tokoh karangan Adi. Kelima tersangka mengaku membantu menjualkan pistol itu untuk mendapat komisi. Uangnya digunakan untuk membeli rokok.

(52)

Kronologis kejadian : kejahatan tersebut dilakukan oleh 2 (dua) orang tidak dikenal dengan menggunakan sepeda motor GL Pro (plat kendaraan tidak diketahui) berhenti tidak jauh dari korban lalu pelaku mendekati korban berpura-pura bertanya pada korban lalu salah satu pelaku mengeluarkan dan menodongkan kearah korban, sedangkan seorang lagi mengeluarkan pisau dan menodongkan kearah pacar korban. Lalu pelaku meminta handphone kepada korban dan kemudian korban melakukan perlawanan terhadap dua orang pelaku sehingga korban mengalami luka tusuk pada dada sebelah kiri dan tidak berdaya lalu pelaku mengambil handphone milik korban dan satu unit sepeda motor Supra Fit BK 5762 PR milik korban, kemudian pelaku melarikan diri, sedangkan korban meninggal dunia ditempat.

(53)

9. Pada tanggal 7 Mei 2008 pukul 02.00 Wib di Jalinsum Ds. Aek Loba Kec. Aek Kuasan Kab. Asahan telah terjadi kasus Pencurian dengan kekerasan dengan menggunakan senjata api. Kronologis Kejadian : kasus ini terjadi terhadap korban Palit Nasution 40 Tahun, Ds. Mampang Kec. Kota Pinang yang dilakukan oleh 5 (lima) orang laki-laki yang tidak dikenal dengan cara menyetop/menghadang sewaktu korban sedang mngendarai mobil truk BK 8430 CC bermuatan sebanyak 7,835 ton, lalu pelaku mengancam korban dengan senjata api dan pelaku membawa kabur mobil truk tersebut, dan dapat ditangkap para pelaku pencurian ini diantaranya bernama Fauzi Aruan, Muamar Khadafi Munte, Mangatas Tanjung, Bangkit Ritonga, dan Zainal Abidin Nasution sesuai dengan LP/70/V/2008/Asahan Raja tanggal 7 Mei 2008 (sidik Polres Asahan). 10. Pada tanggal 8 Mei 2009 pukul 16.30 Wib di Jalinsum Medan Kisaran

(54)

Tanjung, lalu pelaku menembakkan supir dan satpam dan mengambil uang Rp 120.000.000,- yang ada didalam mobil, kemudian pelaku melarikan diri sesuai dengan LP/54/V/2009/Asahan Puran, tanggal 8 Mei 2009 lidik Polres Asahan/Polsek Indra Pura.53

C. Faktor-Faktor Penyebab Timbulnya Kejahatan dengan Menggunakan Senjata Api di Wilayah Kepolisian Sumatera Utara dan Sekitarnya

Sekarang ini kejahatan-kejahatan yang sering terjadi ditengah-tengah masyarakat sangatlah beraneka ragam bentuknya, misalnya pencurian, penipuan, penganiayaan, penculikan, serta kasus kejahatan biasa lainnya sampai kejahatan yang menimbulkan rasa takut dan cemas terhadap masyarakat, seperti kasus dengan menggunakan senjata api, senjata tajam, pembunuhan dengan berbagai motif, kejahatan narkotika dan psikotropika, perdagangan wanita dan anak dibawah umur, serta kasus-kasus lainnya. Dengan begitu banyaknya terjadi kejahatan-kejahatan tersebut tidak diragukan lagi bahwa akan menimbulkan dampak yang sangat mengkhawatirkan terhadap masyarakat.

Meningkatnya jumlah kasus-kasus kriminalitas di kota-kota besar merupakan suatu tempat dimana bertumpuknya segala macam persoalan-persoalan yang dihadapi oleh komunitas masyarakat di kota-kota besar, terutama bagi aparat kepolisian, dimana mereka mempunyai tugas yang sangat berat dalam menghadapi berbagai macam jenis tindak pidana kejahatan yang ada di kota-kota besar.

Memang masih ada sisa-sisa kenyamanan dan keamanan diberbagai sudut kota, di rumah kediaman, kantor atau kampus, pusat-pusat perbelanjaan, dan

      

53

(55)

tempat-tempat hiburan. Tetapi kondisinya tetap saja menakutkan dan menyeramkan, karena adanya tindak kejahatan seperti pencopetan, pemerasan, penodongan, dan pencurian yang sewaktu-waktu bisa saja terjadi atas diri siapapun dan dimanapun kita berada.

Tingginya tingkat kriminalitas yang terjadi di kota-kota besar biasanya disebabkan oleh faktor perekonomian seseorang. Hal ini dapat kita lihat dari banyaknya pemberitaan mengenai kejahatan-kejahatan yang terjadi di kota-kota besar melalui media informasi yang ada. Kurangnya tingkat perekonomian yang berupa lapangan pekerjaan untuk golongan kelas menengah kebawah dapat menimbulkan banyaknya jumlah pengangguran, serta meningkatnya harga-harga kebutuhan hidup yang juga dapat mengurangi pendapatan masyarakat. Sehingga dari kondisi yang seperti ini dapat menimbulkan suatu tekanan-tekanan kebutuhan yang sangat besar, sehingga bagi mereka yang imannya lemah akan lebih mudah tergiur untuk melakukan tindakan-tindakan kriminalitas.

Begitu juga dengan faktor sosial atau faktor lingkungan, kurangnya rasa solidaritas sosial dikalangan masyarakat dapat menimbulkan rasa sentiment dan kesenjangan sosial, dan pada keadaan-keadaan tertentu ada beberapa kalangan masyarakat cenderung bergaya hidup mewah dan mencolok ditengah lingkungan masyarakat yang tidak kondusif, sehingga dapat menyebabkan terjadinya tindak pidana. Hal inilah yang memunculkan kecemburuan sosial serta hilangnya komitmen moral masyarakat demi melakukan pengejaran terhadap keuntungan pribadinya.

(56)

Kompol Kasmin Ginting, Kepala Bagian Analisis, mengenai faktor-faktor timbulnya suatu kejahatan di wilayah Hukum Kepolisian Sumatera Utara, sekarang ini biasanya lebih banyak disebabkan oleh beberapa faktor dibawah ini, yaitu:54

1. Faktor Lingkungan, 2. Faktor ekonomi,

3. Faktor Industrial atau Lapangan pekerjaan.

Sampai saat ini ketiga faktor inilah yang menyebabkan timbulnya masalah-masalah tentang kejahatan dengan menggunakan senjata api yang semakin meningkat di Sumatera Utara.

Seperti yang tertuang dalam Teori-teori Strain yang merupakan hasil karya dari Emile Durkheim, yang juga menyatakan bahwa untuk dapat mempelajari seseorang dalam hubungannya terhadap suatu masyarakat adalah dengan melihat pada bagian-bagian komponennya dalam usaha mengetahui bagaimana masing-masing berhubungan seorang dengan yang lainnya. Kita dapat melihat kepada struktur dari masyarakat guna melihat bagaimana ia berfungsi. Jika seseorang yang dalam suatu masyarakat itu stabil, bagian-bagiannya beroperasi dengan lancar, susunan sosial berfungsi. Orang yang seperti itu ditandai oleh kepaduan, kerjasama, dan kesepakatan. Namun, jika bagian-bagiannya tertata dalam suatu keadaan yang membahayakan keteraturan/ketertiban sosial, susunan masyarakat itu tidak berfungsi. Dengan kata

      

54

Gambar

Tabel : Data Kasus Pencurian, Perampokan, Penculikan, Pembunuhan

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Poldasu) bahwa Tingkat kesadaran masyarakat umum untuk penegakan hukum sangat kurang karena kebanyakan