BAB II
KAJIAN KRIMINOLOGI TERHADAP FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN TIMBULNYA KEJAHATAN DENGAN
MENGGUNAKAN SENJATA API
A. Faktor-faktor Penyebab Timbulnya Kejahatan dalam Teori Kriminologi 1. Lingkungan Keluarga
Dalam khasanah kriminologi, orang-orang tidak akan pernah melupakan
seorang sarjana yang bernama Cesare Lambrosso, yang juga mendapatkan julukan
Bapak Kriminologi Modern. Jasanya bukan karena Teori Born Criminal–nya yang terkenal, tetapi karena Lambrosso merupakan orang yang pertama yang
meletakkan metode ilmiah (rational-scientist thinking and experimental) dalam mencari penjelasan tentang sebab-sebab kejahatan serta melihatnya dari banyak
faktor.38
Teori Lambrosso tentang Born Criminal (Penjahat yang dilahirkan) menyatakan bahwa para penjahat adalah suatu bentuk yang lebih rendah dalam
kehidupan, lebih mendekati nenek moyang mereka yang mirip kera dalam sifat
bawaan dan watak dibandingkan mereka yang bukan penjahat. Lambrosso juga
menambahkan 2 (dua) kategori lainnya yaitu Insane Criminal dan Criminoloids,
dimana Insane Criminal bukanlah penjahat sejak lahir, melainkan mereka menjadi penjahat sebagai hasil dari beberapa perubahan dalam otak mereka yang
menggangu kemampuan mereka untuk membedakan antara benar dan salah.
Criminoloids mencakup suatu kelompok ambiguous termasuk penjahat kambuhan (habitual kriminal), penjahat karena nafsu dan berbagai tipe.39
38
Topo Santoso, Op. cit, Hal. 23.
39
Keluarga merupakan permulaan dari kehidupan baru. Seorang bayi
dilahirkan, belum ada yang mampu meramalkan apakah bayi itu kelak akan
menjadi seorang yang sukses atau seorang pesuruh, atau mungkin kelak menjadi
seorang yang berkuasa ataukah seorang pencuri ataupun perampok, dan mungkin
pula menjadi seorang pengemis. Tidak ada yang mampu memberi ramalan yang
pasti apakah seorang anak tersebut seperti ini profesinya apabila besar nanti. 40
Tetapi bila hendak diramalkan bahwa seorang anak pedagang pada suatu waktu
akan menjadi pedagang, kemungkinannya akan lebih besar daripada pernyataan
pertama tadi. Namun sulit pula untuk dipastikan bahwa seorang anak pembunuh
pada suatu waktu akan menjadi seorang pembunuh juga, atau anak seorang
pemain piano pada suatu waktu akan menjadi pencipta lagu.
Kata-kata yang sering dikemukakan adalah bahwa sesuatu akan tergantung
pada situasi dan kondisi. Istilah situasi dan kondisi itu atau lebih tepat daripada
istilah tersebut adalah tergantung pada keadaan.41
Berbicara tentang situasi dan kondisi ialah istilah dua patah kata yang memiliki
arti luas dan dalam. Lingkungan keluarga sebagai faktor yang akan menentukan
kearah mana pertumbuhan pribadi si kecil tadi, memiliki kondisi-kondisi tertentu
yang berbeda-beda dalam corak, sifat keluarga tertentu dengan keluarga lain.
Salah satu ciri yang menjadi yang menjadi perhatian didalam menelaah dari suatu
kejahatan adalah The Broken Home.
Broken Home dapat dikatakan sebagai lingkungan keluarga yang ditimpa kemalangan dan dapat terdiri dari beberapa jenis, misalnya salah seorang
40
G.W.Bawengan, Masalah Kejahatan dengan Sebab dan Akibat, (Jakarta: Pradya Paramitha, 1977), Hal. 89.
41
ayah/ibu telah meninggal dunia, bercerai terpisah jauh, sehubungan dengan delikuensi dan kejahatan.42
Sutherland menyebutkan bahwa broken home itu sebagai unsur yang dipandang sangat beralasan untuk mendorong kearah kejahatan. Kurangnya waktu
orang tua untuk memperhatikan kebutuhan-kebutuhan anak merupakan penyebab
terjadinya penyimpangan yang mengakibatkan anak melibatkan diri kearah
kejahatan yang tidak diinginkan. Bahkan seringkali orang tua itu hampir-hampir
tidak mempunyai waktu untuk membantu anak menyelesaikan
persoalan-persoalan yang harus dia kerjakan sendiri, mungkin persoalan-persoalan pelajaran atau
mungkin persoalan kehidupan praktis dari teman anak tersebut. Kesibukan dapat
pula membuat orang tua acuh tak acuh terhadap pertanyaan anak yang ingin
mengetahui sesuatu, atau mungkin pula ayah memberikan jawaban yang
menimbulkan kejengkelan anak. Dengan demikian memupuk kecemasan pada
tunas yang mulai tumbuh itu. Oleh sebab itulah disini betul-betul perlu
diperhatikan mengenai pentingnya peranan kedua orangtua didalam mendidik
anaknya dalam lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakatnya.43
2. Pengaruh Sosial
Lingkungan sosial juga merupakan salah satu latar belakang yang
memberikan pengaruh pada tingkah laku kriminalitas dari setiap
individu-individu. Dalam Teori-teori Strain yang merupakan hasil karya dari Emile
Durkheim, satu cara dalam mempelajari suatu masyarakat adalah dengan melihat
pada bagian-bagian komponennya dalam usaha mengetahui bagaimana
masing-masing berhubungan satu sama lain. Dengan kata lain, kita melihat kepada
42
Ibid, Hal. 90.
43
struktur dari masyarakat guna melihat bagaimana ia berfungsi. Jika masyarakat itu
stabil, bagian-bagiannya beroperasi dengan lancar, susunan sosial berfungsi.
Masyarakat seperti itu ditandai oleh kepaduan, kerjasama, dan kesepakatan.
Namun, jika bagian-bagiannya tertata dalam suatu keadaan yang membahayakan
keteraturan/ketertiban sosial, susunan masyarakat itu disebut dysfunctional (tidak berfungsi).44
Setelah lingkungan keluarga, maka terdapat pula lembaga-lembaga sosial
yang sangat penting fungsinya sehubungan dengan tingkah laku anggota
masyarakat itu, misalnya sekolah. Sekolah memegang peranan penting dalam
melatih anak-anak untuk kehidupan selanjutnya.45 Dalam hal itu guru merupakan
teman yang dekat hubungannya dengan anak didiknya selain orangtua.
Dalam hal ini sekolah dipandang sebagai lembaga yang memiliki bagian
besar terhadap anak dalam rangka pembentukan watak manusia, karena disanalah
semua anak diseleksi dan dikembangkan bakatnya. Dari segi pembinaan bangsa,
sekolah merupakan wadah untuk memupuk manusia yang kelak akan berguna
bagi pembangunan dan kesejahteraan bangsanya dan dari segi kriminologinya
sekolahpun berfungsi sebagai lembaga yang mampu untuk mencegah kejahatan.
Ada tiga unsur yang perlu dipergunakan sebagai bekal untuk berhasilnya
seorang guru adalah:46
a. Bahwa guru harus memiliki pengetahuan mengenai alam pribadi anak
didik,
b. Penguasaan mengenai subjek yang diajarkan,
44
Topo Santoso, Op. cit, Hal. 58.
45
Edwin H. Sutherland, Op. cit, Hal. 274.
46
c. Kemahiran serta teknik mengajarnya.
Agama tidak dapat disangkal lagi sebagai wadah yang tertinggi nilainya
dalam usaha memerangi kejahatan. Sebab agama bertujuan untuk mencapai
kesempurnaan pengikutnya dan dengan sendirinya kesempurnaan itu hanya dapat
dicapai dengan cara menghindari kejahatan yang merupakan larangan dari setiap
agama dimuka bumi ini.
Lunturnya norma-norma keagamaan membuat mereka melalaikan
keharusan-keharusan agama dan melebarkan jalan kearah petualangan yang
bertentangan dengan ajaran agamanya. Menurut E. H. Sutherland dengan tegas
menyatakan bahwa kekurangan latihan keagamaan adalah dasar penyebab
kejahatan. Hal ini berdasarkan dengan adanya orang-orang yang melakukan
kejahatan, akan tetapi mereka tidak dapat menerangkan dengan sesungguhnya
mengapa mereka berbuat demikian.47 Terjadinya kejahatan ditengah-tengah
masyarakat beragama adalah menunjukkan kegagalan para pengajar agama, dan
dinyatakan pula bahwa berkurangnya perhatian terhadap agama merupakan
penyebab utama berkembangnya kejahatan.
Berkenaan dengan itu diperlukan juga peranan dari para guru agama dan
pimpinan keagamaan pada satu pihak yang merupakan suatu petunjuk untuk
kehidupan bahagia di akhirat nanti dan pihak lain merupakan suatu rel kehidupan
dalam masyarakat, jika faktor keluarga, sekolah, dan agama tidak memberikan
pengaruh dan kecil pengaruhnya terhadap tingkah laku manusia.
3. Faktor Ekonomi
47
Seperti halnya Durkheim, Robert Merton juga mengaitkan masalah
kejahatan dengan anomie. Menurut Merton, didalam masyarakat yang berorientasi kelas, kesempatan untuk menjadi yang teratas tidaklah dibagikan secara merata.
Sangat sedikit anggota kelas bawah mencapainya. Kesempatan untuk meningkat
dalam jenjang sosial tadi memang ada, tetapi tidak tersebar secara merata.
Seorang anak yang lahir dari sebuag keluarga miskin dan tidak berpendidikan,
misalnya hampir tidak memiliki peluang untuk meraih posisi bisnis atau
profesional sebagaimana dimiliki anak yang lahir dari sebuah keluarga kaya dan
berpendidikan.48
Latar belakang masalah ekonomi ini merupakan salah satu faktor
penyebab timbulnya suatu kejahatan adalah kejahatan-kejahatan yang menyangkut
harta benda, kekayaan, dan perniagaan atau hal-hal yang sejenisnya.
Kejahatan-kejahatan ini terjadi karena adanya tekanan ekonomi dimana rakyatnya berada
dalam kemiskinan, yang serba kekurangan di bidang pangan, apalagi sandang dan
perumahan. Salah satu contoh yaitu pencurian yang terjadi dimana-mana.
Walaupun mungkin kejahatan tersebut terjadi pada seorang remaja yang
melakukan pencurian sebuah cincin dengan maksud untuk menghadiahkan kepada
pacarnya, namun perkara pencurian atau penipuan dan penggelapan lebih banyak
dipengaruhi oleh gejala-gejala ekonomi. Kondisi-kondisi seperti kemiskinan atau
pengangguran, secara relatif dapat melengkapi rangsangan-rangsangan untuk
melakukan pencurian, perampokan, penggelapan, penipuan, atau
penyelundupan.49
48
Topo Santoso, Op. cit, Hal. 61.
49
Didalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana dapat dijumpai mengenai
masalah kejahatan harta benda tersebut, misalnya pencurian, penipuan,
pemerasan, dan lain-lainnya. Hal ini harus kita bedakan dengan kejahatan
ekonomi, oleh karena itu di Indonesia telah dikenal adanya tindak pidana ekonomi
yang diikuti dengan pembentukan badan-badan peradilan ekonomi walaupun
perkara-perkara pencurian, penipuan, dan pemerasan banyak melatarbelakangi
keadaan ekonomi, tetapi delik-delik ini merupakan bagian dari Kitab
Undang-undang Hukum Pidana dan oleh karena itu bukanlah suatu delik ekonomi.
Delik-delik ekonomi dapat kita jumpai dalam undang-undang yang mengatur khusus
mengenai tindak pidana ekonomi tersebut.50
4. Dampak Urbanisasi dan Industrial
Kejahatan juga dapat ditimbulkan oleh urbanisasi dan industrialisasi.
Indonesia sebagai suatu negara berkembang sebenarnya menghadapi suatu
dilemma. Pada satu pihak merupakan suatu keharusan untuk melaksanakan
pembangunan, dan pada pihak lain pengakuan yang bertambah kuat, bahwa harga
diri pembangunan itu, adalah peningkatan yang menyolok dari kejahatan. Luasnya
problema yang timbul karena banyaknya perpindahan, dan peningkatan fasilitas
kehidupan, bisanya dinyatakan sebagai urbanisasi yang berlebihan
(overurbanization) dari suatu negara. Keadaan-keadaan tersebut menimbulkan peningkatan kejahatan yang tambah lama tambah kejam diluar kemanusiaan.
5. Pengaruh Media Komunikasi dan Informasi
50
Demikian juga media komunikasi massa tidak ketinggalan, karena media
komunikasi massa ikut serta memberikan rangsangan terhadap jalan pemikiran
dan sepak terjang dalam kehidupan bermasyarakat.
Media yang dimaksudkan itu adalah misalnya melalui bacaan-bacaan,
seperti surat kabar, majalah, buku-buku bahkan melalui internet. Menurut Elmer
H. Johnson dalam bukunya Crime Correction and Society mengemukakan beberapa argumentasi mengenai pengaruh televisi, film, surat-surat kabar,
komik-komik serta internet pada jaman sekarang ini dapat menimbulkan rangsangan
kearah kejahatan. Argumentasi tersebut adalah:51
a. Bahwa media tersebut gagal untuk membangkitkan respek terhadap
hukum serta peraturan-peraturan lainnya. Para penjahat sering
disodorkan sebagai pahlawan atau ditunjuk sebagai korban penuntutan,
sedangkan perwira-perwira penegak hukumnya ditonjolkan sebagai aktor
yang kasar dan berlindung dibalik seragamnya.
b. Bahwa media itu telah membangkitkan kerakusan akan usaha untuk
memperoleh uang secara mudah sehingga akibat dan dampak yang
timbul sangat berpengaruh bagi yang menyaksikan media tersebut.
c. Bahwa didalam media-media itu sering ditimbulkan masalah-masalah
abnormal dalam bidang seks, serangan, dan kekejaman serta penipuan.
d. Bahwa cara-cara untuk melakukan kejahatan serta menghindari
pengusutan oleh yang berwajib dapat dipelajari dari bacaan-bacaan fiksi
atau nonfiksi, sehingga banyak sekali anak-anak yang biasanya
melakukan perbuatan-perbuatan meniru kekejaman dan kejahatan yang
51
pernah mereka baca atau lihat dari dalam televisi ataupun melalui
internet.
e. Bahwa media massa telah dipersalahkan karena mengutamakan
pemberitaan kejahatan, sehingga masalah kejahatan dipandang sebagai
hal yang biasa saja misalnya acara-acara di televisi menempatkan
pertunjukan kejahatan pada waktu dimana penonton berjumlah maksimal
dan berita-berita mengenai kejahatan diberikan tempat-tempat yang
mencolok didalam surat kabar.
f. Media massa nampaknya merupakan penghalang kemajuan intelektual
dan mendorong orang untuk mengejar sensasi dan
ketegangan-ketegangan daripada membentuk manusia-manusia yang
bertanggungjawab serta berguna bagi kehidupan.
g. Bahwa media massa pernah dibandingkan dengan dongeng dan
dipandang bahwa dongeng atau kisah-kisah demikian itu lebih bermutu.
Beberapa argumentasi yang dikemukakan oleh Elmer H. Johnson dalam
bukunya yang telah disebutkan diatas tadi. Begitu pula ada beberapa kontra
mengenai argument Johnson tadi yang tentunya merupakan tangkisan dari pihak
petugas media massa adalah sebagai berikut:52
a. Bahwa komunikator sering mengemukakan pertanyaan, apakah yang
cocok untuk dicetak atau untuk dipertunjukkan mereka berpendapat,
bahwa keuntungan financial dapat diperoleh dengan cara melengkapi
adegan pendidikan dengan sesuatu yang menarik penonton dari pembaca.
52
b. Bahwa kisah-kisah mengenai kekerasan dianggap menyegarkan jiwa dan
membebaskan sikap agresif dari pembacanya.
c. Bahwa acara-acara televisi telah dipandang membangkitkan perhatian
anak-anak untuk perkembangannya.
d. Bahwa berita dan fiksi mengenai kejahatan, mengingatkan kepada
masyarakat mengenai kegiatan-kegiatan penjahat dan membangkitkan
jaminan mengenai peranan polisi dan peradilan.
e. Berita-berita mengenai penghukuman penjahat dapat merupakan
penghalang bagi perkembangan kejahatan.
f. Bahwa berita mengenai kejahatan memaparkan bahaya dan kekejian
untuk membangkitkan semangat masyarakat untuk memerangi kejahatan.
g. Bahwa menyembunyikan berita-berita kejahatan dapat membangkitkan
perasaan ingin tahu, oleh sebab itulah anak-anak harus diperkenalkan
dengan apa yang baik dan apa yang buruk jika mereka hendak kita
hadapkan pada kenyataan hidup.
Dapatlah dikemukakan bahwa pengaruh media massa adalah berbeda-beda
sehubungan dengan kualitas individu dengan kondisi lingkungannya.
B. Contoh-Contoh Kasus dengan Menggunakan Senjata Api Baik yang Dilakukan oleh Warga Sipil maupun Aparat Kepolisian atau TNI
1. Kasus pencurian dengan kekerasan (Curas) di Madina Sumut terhadap
korban Sugianto (40 Tahun) yang dilakukan oleh 2 (dua) Orang tidak
dikenal. Kronologis kejadian : Ketika korban hendak pulang kerumah
bersama istrinya dengan mengendarai mobil truck Coft Diesel dari
Panyabungan menuju Batahan, sesampainya di Tempat Kejadian Perkara,
RX King sambil menodongkan senjata api kopada korban dan istri,
kemudian pelaku langsung mengambil perhiasan emas, 4 Unit HP dan
sejumlah uang. Akibat peristiwa tersebut korban menderita kerugian
materiil sebesar Rp 325.000.000. Kasus ini ditangani oleh Polda
Sumatera Utara.
2. Kasus perampokan di Kantor PT Perkebunan Sumatera Utara Deli
Serdang. Kronologis kejadian : terjadi perampokan di PT Perkebunan
Sumatera Utara Deli serdang. Berdasarkan keterangan ketiga satpam
perusahaan yang sempat disandera para pelaku, menyatakan bahwa
terdapat enam pelaku dalam kejadian ini. Terungkap kalau keenam
pelaku yang disebut-sebut menggunakan atribut loreng itu cukup
mengenali seluk-beluk ruangan kantor perkebunan itu. Sejumlah saksi
yang dimintai keterangan diarahkan untuk mengungkap dugaan
keterlibatan orang dalam. Saksi menyebutkan perampokan itu dilakukan
enam pelaku yang dilengkapi senjata tajam dan sejenis senjata api.
Keenam pelaku membobol dua unit brankas dari ruang kasir yang berisi
uang tunai Rp 5 juta.
3. Pada tanggal 12 Maret 2006 pukul 15.00 Wib telah terjadi pencurian
dengan kekerasan (curas) dengan menggunakan senjata api. Kronologis
kejadian : kejahatan tersebut dilakukan oleh 4 (empat) prang laki-laki
dengan mengendarai sepeda motor RX King dan sepeda motor Suzuki
Satria mengejar dan membuntuti dari belakang mobil Datsun BB 8136
NG yang dikendarai oleh Lembang Harahap, seorang supir warga
pelaku menghadang dari depan dan menodongkan senjata api jenis pistol
serta melakukan penembakan ke udara sebanyak 1 (satu) kali sehingga
korban berhenti, namun para pelaku tidak berhasil mengambil
barang-barang milik korban, kemudian pelaku ditangkap.
4. Tindak pidana karena lalainya menyebabkan meninggalnya orang yang
dilakukan oleh Seorang Aparat Penegak Hukum. Kronologis kejadian :
pada hari Senin tanggal 15 Juni 2009 seorang BRIPTU Hendro Kuswoyo
sedang melakukan pengejaran terhadap pelaku atau tersangka
penjambretan. Selanjutnya melakukan pengejaran tersebut dan kemudian
pada saat berada di Jalan Keadilan Simpang Medan, Hendro Kuswoyo
melakukan penembakan terhadap tersangka/pelaku penjambretan tadi,
namun tembakan mengenai seorang yang lain, yang menyebabkan luka
dan meninggal dunia.
5. Kasus pemerkosaan yang dilakukan oleh 4 (empat) orang pria pada
seorang gadis. Kronologis kejadian : Jumat 21 Agustus 2009, ketika Ima
Suci Purnamasari (pelapor) bersama temannya Yosefa dan Julianto
sedang berada di Live Music Retro, maka oleh Julianto mengenalkan
kepada Ima Suci Purnamasari ke beberapa orang teman laki-lakinya
(terlapor), Arbi Albar, dkk. Setelah gabung sebentar dan bercerita
ditempat itu, maka oleh si terlapor mengajak pelapor dan temannya
Yosefa untuk gabung sambil minum-minum di warkop Elisabeth. Atas
ajakan tersebut, pelapor dan temannya, Yosefa setuju dan naik ke mobil
terlapor. Dan selanjutnya pelapor dibawa oleh si terlapor ke Hotel Sehati,
dibawah ancaman senjata api, dan selanjutnya didalam kamar tersebut
maka oleh si terlapor dan teman-temannya memperkosa pelapor secara
bergiliran. Atas kejadian tersebut pelapor merasa keberatan dan
melaporkan hal tersebut ke kepolisian sekitarnya.
6. Kasus penjualan senjata api rakitan secara illegal. Lima pria ditangkap
aparat Kepolisian Daerah Sumatra Utara, Selasa 24 Juni 2009 karena
kepergok menjual senjata api rakitan. Kronologis kejadian : ketika
seorang anggota Brigade Mobil Polda Sumut berpura-pura membeli
senjata ke Ponirin dan Fery. Pria itu bermaksud membeli pistol rakitan
beserta dua butir peluru jenis SS-1. Harga yang disepakati Rp 250 ribu.
Mereka pun bersepakat bertransaksi di sebuah tempat di Medan.
Beberapa saat setelah jual beli tercapai, pria itu lantas membekuk Ponirin
dan Fery. Kedua tersangka tak pernah menyangka pria itu adalah polisi
yang tengah menyamar. Berdasarkan pengakuan keduanya, polisi
kemudian meringkus Roni yang disebut pemilik pistol tersebut.
Tersangka ketiga ini bernyanyi dan mengatakan, barang ilegal ini titipan
Adi Chandra asal Deli Serdang. Setelah ditangkap, Adi pun mengikuti
jurus rekannya dan menyebut Ardiansyah sebagai pemiliknya. Polisi
belum mengetahui apakah Ardiansyah itu tokoh karangan Adi. Kelima
tersangka mengaku membantu menjualkan pistol itu untuk mendapat
komisi. Uangnya digunakan untuk membeli rokok.
7. Pada tanggal 11 April 2007 pukul 20.30 Wib di Jalan Khairil Anwar
belakang SD Negri Nomor 050660 Kel. Kuala Binjai Kec. Stabat
Kronologis kejadian : kejahatan tersebut dilakukan oleh 2 (dua) orang
tidak dikenal dengan menggunakan sepeda motor GL Pro (plat kendaraan
tidak diketahui) berhenti tidak jauh dari korban lalu pelaku mendekati
korban berpura-pura bertanya pada korban lalu salah satu pelaku
mengeluarkan dan menodongkan kearah korban, sedangkan seorang lagi
mengeluarkan pisau dan menodongkan kearah pacar korban. Lalu pelaku
meminta handphone kepada korban dan kemudian korban melakukan
perlawanan terhadap dua orang pelaku sehingga korban mengalami luka
tusuk pada dada sebelah kiri dan tidak berdaya lalu pelaku mengambil
handphone milik korban dan satu unit sepeda motor Supra Fit BK 5762
PR milik korban, kemudian pelaku melarikan diri, sedangkan korban
meninggal dunia ditempat.
8. Pada tanggal 20 November 2008 pukul 20.00 Wib di Jalan SM Raja
depan Bahsorma Kel. Nagahuta Kec. Siantar telah terjadi Pencurian
Dengan Kekerasan yang disertai dengan Senjata Api terhadap diri korban
Berman Simanjuntak, 42 tahun, wiraswasta, Jalan Samosir 2 Nomor 17
Pematang Siantar yang dilakukan oleh 4 (empat) orang tersangka (dalam
Lidik) dengan cara sewaktu korban berhenti di TKP lalu tersangka
mengambil tas dari samping tempat duduk dalam mobil korban lalu
antara tersangka dan korban terjadi tarik menarik tas dan menembak
pinggang kiri korban, lalu mengambil tas yang berisikan uang Rp
7.000.000,- sesuai dengan LP/425/X/2008/STR tanggal 23 November
9. Pada tanggal 7 Mei 2008 pukul 02.00 Wib di Jalinsum Ds. Aek Loba
Kec. Aek Kuasan Kab. Asahan telah terjadi kasus Pencurian dengan
kekerasan dengan menggunakan senjata api. Kronologis Kejadian : kasus
ini terjadi terhadap korban Palit Nasution 40 Tahun, Ds. Mampang Kec.
Kota Pinang yang dilakukan oleh 5 (lima) orang laki-laki yang tidak
dikenal dengan cara menyetop/menghadang sewaktu korban sedang
mngendarai mobil truk BK 8430 CC bermuatan sebanyak 7,835 ton, lalu
pelaku mengancam korban dengan senjata api dan pelaku membawa
kabur mobil truk tersebut, dan dapat ditangkap para pelaku pencurian ini
diantaranya bernama Fauzi Aruan, Muamar Khadafi Munte, Mangatas
Tanjung, Bangkit Ritonga, dan Zainal Abidin Nasution sesuai dengan
LP/70/V/2008/Asahan Raja tanggal 7 Mei 2008 (sidik Polres Asahan).
10. Pada tanggal 8 Mei 2009 pukul 16.30 Wib di Jalinsum Medan Kisaran
Dsn. III Ds. Sei Deras Kec. Sei Suka Kab. Batu Bara telah terjadi Kasus
Pencurian dengan kekerasan dengan menggunakan Senjata api.
Kronologis kejadian : kejahatan ini terjadi pada diri korban Firdaus yang
telah meninggal dunia, seorang satpam, Komplek Perumahan Tg. Gading
Blok S. 36-02 Kel. Perk. Sipare-pare Kec. Sei Suka Kab. Batu bara, dan
Andi Prima, seorang supir Komplek Perumahan Tg. Gading Blok T. 20
Kel. Perk. Sipare-pare Kec. Sei Suka Kab. Batu bara yang dilakukan 6
(enam) orang laki-laki yang tidak dikenal dengan 3 unit mengendarai
Sepeda Motor Yamaha RX King dan Jupiter MX tanpa plat. Kronologis
kejadian : para pelaku menghadang/menyerempet mobil kijang BK 1933
Tanjung, lalu pelaku menembakkan supir dan satpam dan mengambil
uang Rp 120.000.000,- yang ada didalam mobil, kemudian pelaku
melarikan diri sesuai dengan LP/54/V/2009/Asahan Puran, tanggal 8 Mei
2009 lidik Polres Asahan/Polsek Indra Pura.53
C. Faktor-Faktor Penyebab Timbulnya Kejahatan dengan Menggunakan Senjata Api di Wilayah Kepolisian Sumatera Utara dan Sekitarnya
Sekarang ini kejahatan-kejahatan yang sering terjadi ditengah-tengah
masyarakat sangatlah beraneka ragam bentuknya, misalnya pencurian, penipuan,
penganiayaan, penculikan, serta kasus kejahatan biasa lainnya sampai kejahatan
yang menimbulkan rasa takut dan cemas terhadap masyarakat, seperti kasus
dengan menggunakan senjata api, senjata tajam, pembunuhan dengan berbagai
motif, kejahatan narkotika dan psikotropika, perdagangan wanita dan anak
dibawah umur, serta kasus-kasus lainnya. Dengan begitu banyaknya terjadi
kejahatan-kejahatan tersebut tidak diragukan lagi bahwa akan menimbulkan
dampak yang sangat mengkhawatirkan terhadap masyarakat.
Meningkatnya jumlah kasus-kasus kriminalitas di kota-kota besar
merupakan suatu tempat dimana bertumpuknya segala macam
persoalan-persoalan yang dihadapi oleh komunitas masyarakat di kota-kota besar, terutama
bagi aparat kepolisian, dimana mereka mempunyai tugas yang sangat berat dalam
menghadapi berbagai macam jenis tindak pidana kejahatan yang ada di kota-kota
besar.
Memang masih ada sisa-sisa kenyamanan dan keamanan diberbagai
sudut kota, di rumah kediaman, kantor atau kampus, pusat-pusat perbelanjaan, dan
53
tempat-tempat hiburan. Tetapi kondisinya tetap saja menakutkan dan
menyeramkan, karena adanya tindak kejahatan seperti pencopetan, pemerasan,
penodongan, dan pencurian yang sewaktu-waktu bisa saja terjadi atas diri
siapapun dan dimanapun kita berada.
Tingginya tingkat kriminalitas yang terjadi di kota-kota besar biasanya
disebabkan oleh faktor perekonomian seseorang. Hal ini dapat kita lihat dari
banyaknya pemberitaan mengenai kejahatan-kejahatan yang terjadi di kota-kota
besar melalui media informasi yang ada. Kurangnya tingkat perekonomian yang
berupa lapangan pekerjaan untuk golongan kelas menengah kebawah dapat
menimbulkan banyaknya jumlah pengangguran, serta meningkatnya harga-harga
kebutuhan hidup yang juga dapat mengurangi pendapatan masyarakat. Sehingga
dari kondisi yang seperti ini dapat menimbulkan suatu tekanan-tekanan kebutuhan
yang sangat besar, sehingga bagi mereka yang imannya lemah akan lebih mudah
tergiur untuk melakukan tindakan-tindakan kriminalitas.
Begitu juga dengan faktor sosial atau faktor lingkungan, kurangnya rasa
solidaritas sosial dikalangan masyarakat dapat menimbulkan rasa sentiment dan
kesenjangan sosial, dan pada keadaan-keadaan tertentu ada beberapa kalangan
masyarakat cenderung bergaya hidup mewah dan mencolok ditengah lingkungan
masyarakat yang tidak kondusif, sehingga dapat menyebabkan terjadinya tindak
pidana. Hal inilah yang memunculkan kecemburuan sosial serta hilangnya
komitmen moral masyarakat demi melakukan pengejaran terhadap keuntungan
pribadinya.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Kepolisian Sumatera
Kompol Kasmin Ginting, Kepala Bagian Analisis, mengenai faktor-faktor
timbulnya suatu kejahatan di wilayah Hukum Kepolisian Sumatera Utara,
sekarang ini biasanya lebih banyak disebabkan oleh beberapa faktor dibawah ini,
yaitu:54
1. Faktor Lingkungan,
2. Faktor ekonomi,
3. Faktor Industrial atau Lapangan pekerjaan.
Sampai saat ini ketiga faktor inilah yang menyebabkan timbulnya
masalah-masalah tentang kejahatan dengan menggunakan senjata api yang
semakin meningkat di Sumatera Utara.
Seperti yang tertuang dalam Teori-teori Strain yang merupakan hasil
karya dari Emile Durkheim, yang juga menyatakan bahwa untuk dapat
mempelajari seseorang dalam hubungannya terhadap suatu masyarakat adalah
dengan melihat pada bagian-bagian komponennya dalam usaha mengetahui
bagaimana masing-masing berhubungan seorang dengan yang lainnya. Kita dapat
melihat kepada struktur dari masyarakat guna melihat bagaimana ia berfungsi.
Jika seseorang yang dalam suatu masyarakat itu stabil, bagian-bagiannya
beroperasi dengan lancar, susunan sosial berfungsi. Orang yang seperti itu
ditandai oleh kepaduan, kerjasama, dan kesepakatan. Namun, jika
bagian-bagiannya tertata dalam suatu keadaan yang membahayakan
keteraturan/ketertiban sosial, susunan masyarakat itu tidak berfungsi. Dengan kata
54
lain disini dapat kita lihat bahwa lingkungan sekitar sangat mempengaruhi
seseorang berniat melakukan kejahatan atau tidak.55
Begitu juga akan perkembangan suatu negara. Semakin berkembangnya
suatu negara, semakin besar juga tekanan ekonomi terhadap seseorang akan
kebutuhan hidupnya. Hal tersebut dapat mendorong seseorang untuk melakukan
kejahatan agar dia dapat memenuhi tuntutan kebutuhan hidupnya.
Disamping ketiga faktor tersebut diatas, ada lagi satu faktor penyebab
meningkatnya tindak kejahatan dan kekerasan dengan menggunakan senjata api,
dimana sekarang ini banyak sekali kita lihat sindikat penjualan senjata api secara
illegal atau tanpa izin dari Kepolisian yang masuk ke wilayah Indonesia.
Sekarang ini banyak sekali senjata api illegal yang masuk ke Indonesia,
mulai dari jenis senjata api rakitan atau dibuat sendiri (home made) sampai senjata api otomatis atau canggih (senjata api modern) yang sampai saat ini masih belum
jelas darimana senjata api tersebut dapat dengan mudah masuk ke wilayah
Indonesia. Kurangnya keamanan dan pengawasan dalam mengantisipasi
masuknya senjata api illegal ke wilayah Indonesia sehingga menyebabkan para
pelaku penyelundupan senjata api dapat dengan mudah menjual bebas senjata api
tersebut.56
Selain mengenai masuknya berbagai jenis senjata api ke wilayah
Indonesia, mengenai undang-undang kepemilikan senjata api juga merupakan
salah satu pemicu meningkatnya tindak kejahatan. Undang-undang
memperbolehkan warga sipil untuk dapat memiliki senjata api untuk perlindungan
55
Topo Santoso, Op.cit, Hal. 58.
56
diri. Undang-undang yang mengatur tentang diperbolehkannya warga sipil untuk
memiliki senjata api adalah Undang-Undang Nomor 8 tahun 1948 tentang
Pendaftaran dan Pemberian Izin Dalam Pemakaian Senjata Api, Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 1960 tentang Kewenangan Perizinan yang diberikan menurut
perundang-undangan mengenai senjata api dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia.
Izin kepemilikan senjata api yang sudah dijelaskan dalam berbagai
macam undang-undang diatas memang memperbolehkan masyarakat umum untuk
memiliki senjata api. Menurut Kepala Laboratorium Forensik Kepolisian
Sumatera Utara, Drs. CH. Syafrian S. Warga tertentu yang karena tugas dan
jabatannya masyarakat umum dapat memperoleh izin untuk memiliki senjata api.
Maksudnya adalah izin kepemilikan diberikan kepada warga sipil tertentu karena
tugas dan jabatannya serta dalam rangka untuk membela diri, seperti satuan
pengamanan atau satpam (security), polisi khusus (polsus), aparat keamanan pada lokasi perkebunan tertentu, para pejabat pemerintahan seperti hakim dan jaksa,
pengusaha, anggota dewan, pengusaha, yang karena tugasnya sehari-hari yang
determinatif (yang menentukan hidup manusia).
Untuk izin kepemilikan senjata api yang diberikan kepada seseorang
karena permintaannya sendiri, izin tersebut haruslah diberikan oleh Kepolisian
Republik Indonesia secara selektif dan dengan prosedur yang cukup ketat. Izin
tersebut juga diberikan kepada seseorang yang ingin memiliki senjata api apabila
telah melakukan beberapa tes, yang diantaranya tes psikologi, tes kesehatan, tes
kecakapan, serta ujian menembak. Hal tersebut dilakukan agar seseorang yang
perbuatannya, agar tidak sewenang-wenang atau secara sembarangan
mempergunakan senjata api tersebut. Tidak hanya kepada masyarakat umum saja
izin kepemilikan senjata api dilakukan secara selektif dan dengan prosedur yang
ketat, tetapi kepada aparat kepolisian juga dilakukan evaluasi terhadap izin
kepemilikan senjata api tersebut.57
Dapat kita lihat dari contoh-contoh kasus kriminalitas diatas bahwa pada
saat ini memang banyak sekali kesulitan dan hambatan yang dihadapi oleh aparat
kepolisian, terutama mengenai banyaknya kasus-kasus kejahatan dengan
menggunakan senjata api. Aparat kepolisian yang dalam melakukan usaha
penyidikan terhadap kasus-kasus kejahatan dengan senjata api seringkali
menghadapi kesulitan-kesulitan seperti tidak ditemukannya barang bukti yang
benar-benar menunjang untuk dijadikan bahan penyelidikan lebih lanjut.
Meningkatnya kejahatan dengan menggunakan senjata api memang
dirasakan cukup meresahkan masyarakat. Kejahatan dengan menggunakan senjata
api ini tidak hanya dilakukan dengan menggunakan senjata api illegal atau rakitan
saja, tetapi juga dilakukan oleh orang yang telah memiliki izin dalam
menggunakan senjata api. Seperti yang telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya,
bahwa izin kepemilikan senjata api legal ini telah melalui prosedur perizinan
dimana mereka seharusnya dapat menahan dan mengendalikan emosi mereka
apabila terlibat dalam suatu masalah, sehingga tidak menimbulkan suatu tindak
pidana.
Kejahatan dengan menggunakan senjata api tidak hanya dilakukan oleh
masyarakat umum saja, tetapi aparat kepolisian juga ada yang menyalahgunakan
57
kegunaan daripada senjata api yang dimilikinya tersebut. Pada Tahun 2007 terjadi
peristiwa yang menjadi perbincangan masyarakat khususnya kota Medan akibat
terjadinya penembakan yang dilakukan oleh seorang aparat yaitu alm. Iptu Oloan
Hutasoit menembak sepasang pengantin baru di Syariah Fair Komplek IAIN
Sumatera Utara, karena sakit hati. Aksi yang berujung dengan penembakan bunuh
diri ini terjadi pada hari Rabu 24 Januari 2007.
Pada peristiwa tersebut, Iptu Oloan Hutasoit menembak pasangan suami
istri Ahrul Fahmi dan Nanda Syafrina Simangunsong warga kompleks IAIN
Medan. Oloan Hutasoit juga melakukan penembakan terhadap dirinya sendiri
pada bagian kepalanya. Kejadian tersebut terjadi karena persoalan percintaan
dimana Nanda Syafrina Simangunsong merupakan mantan kekasih Iptu Oloan
Hutasoit.
Peristiwa ini cukup mencoreng kreadibilitas Kepolisian dimata
masyarakat. Mantan Kepala Polisi Daerah Sumatera Utara Irjen Pol Nurudin
Usman mengatakan berjanji akan lebih memperketat lagi pemberian senjata
kepada aparat keamanan dan lebih selektif lagi mempersenjatai anggota di
lapangan.
Irjen Pol Nurudin Usman juga menegaskan pihaknya sudah melakukan
sejumlah rencana. Diantaranya yaitu berupa pengetatan terhadap registrasi yang
selama ini secara rutinitas dilakukan setiap enam bulan sekali kepada personel
khusus yang memegang senjata api. Nurudin juga berencana akan menerapkan tes
psikologi bagi anggota yang memegang senjata api. Ini dilakukan agar kejadian
itu tidak terulang kembali. Menyangkut penarikan senjata api bagi personel di
non-operasional seperti ajudan dan penyidik, penarikannya akan dipertimbangkan,
sedangkan personel operasional sepertinya tidak mungkin dilakukan.58
Tindak pidana dengan menggunakan senjata api yang dilakukan oleh
aparat kepolisian ataupun TNI hingga sekarang ini masih saja ada terjadi. Tindak
pidana karena lalainya menyebabkan meninggalnya orang yang dilakukan oleh
Seorang Aparat Penegak Hukum juga terjadi pada hari Senin tanggal 15 Juni 2009
seorang BRIPTU Hendro Kuswoyo sedang melakukan pengejaran terhadap
pelaku atau tersangka penjambretan. Selanjutnya melakukan pengejaran tersebut
dan kemudian pada saat berada di Jalan Keadilan Simpang Medan, Hendro
Kuswoyo melakukan penembakan terhadap tersangka/pelaku penjambretan tadi,
namun tembakan mengenai seorang yang lain, yang menyebabkan luka dan
meninggal dunia.
Kasus perampokan yang juga menyebabkan matinya orang oleh aparat
Kepolisian, dimana 2 (dua) tersangka jambret yang mengakibatkan tewasnya
seorang anggota TNI, Sertu Yudha Nugraha, disebabkan tertembak anggota
Polsekta Helvetia Briptu Hendro Kuswoyo, terpaksa dikenakan Undang-Undang
Darurat No.12 Tahun 1951 tentang kepemilikan senjata api (senpi). Kasat
Reskrim Poltabes Medan mengatakan kedua jambret itu adalah Indra Syaputra
(26) dan Yudi Sasmita (25) keduanya warga Mabar Hilir. Pada tanggal 15 Juni
2009 Pelaku perampokan diamuk massa karena tertangkap tangan saat beraksi.
Kemudian Sertu Yudha datang melerai agar tidak main hakim sendiri dan
menyarankan untuk menyerahkan kedua tersangka ke polisi. Tidak berselang lama
anggota Polsekta Helvetia, Briptu Hendro Kuswoyo datang dan mencoba
58
membantu Sertu Yudha Nugraha untuk membawa kedua pelaku. Tiba-tiba,
seorang dari tersangka mencoba untuk kabur. Melihat hal itu, Briptu Hendro
Kusmoyo spontan menarik senjatanya dari pinggang dengan niat memberikan
tembakan peringatan ke arah atas. Namun naas, belum lagi mengarahkan senjata
ke atas, senjatanya memuntahkan peluru sehingga mengenai tengkorak kepala
bagian bawah Sertu Yudha Nugraha. Akibatnya, Yudha bersimbah darah dan
terkapar. Sertu Yudha langsung dilarikan ke Rumah Sakit untuk mendapatkan
perawatan medis. Tapi nyawa Sertu Yudha tak tertolong hingga akhirnya ia
meninggal dunia.59
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Kepolisian Sumatera
Utara, kasus-kasus kejahatan dengan menggunakan senjata api lebih banyak
terjadi pada kasus-kasus perampokan dan pencurian dengan kekerasan ataupun
ancaman dengan menggunakan senjata api, seperti dijelaskan dalam tabel dibawah
ini.
Tabel : Data Kasus Pencurian, Perampokan, Penculikan, Pembunuhan dengan menggunakan kekerasan ataupun ancaman senjata api di Wilayah Hukum Kepolisian Sumatera Utara dan Sekitarnya Tahun 2005-2009.
Tahun Jumlah Kasus Alat yang sering Digunakan
2005 56 Kasus
2006 66 Kasus
Senjata api yang sering
digunakan pelaku kejahatan
59
2007 78 Kasus
2008 50 Kasus
2009 48 Kasus
adalah Senjata api rakitan
berlaras pendek atau sejenis
pistol, dan beberapa diantaranya
ada juga yang menggunakan
senjata api berlaras panjang.
Sumber : Kepolisian Sumatera Utara, data diolah.
Dari data-data tersebut diatas, dapat kita lihat bahwa kejahatan dengan
menggunakan senjata api di tahun 2005 hingga tahun 2007 terus meningkat.
Banyaknya kasus-kasus perampokan dan pencurian dengan menggunakan senjata
api terjadi setiap Tahunnya. Kejahatan tersebut banyak merugikan masyarakat
umum, para nasabah bank, pengusaha hingga ratusan juta rupiah. Bahkan para
pelaku tidak sungkan-sungkan melakukan kekerasan bahkan membuat tewasnya
korban ataupun orang-orang sekitarnya ditempat kejadian perkara demi
memperlancar aksi kejahatannya tersebut.
Belum lagi terhadap senjata-senjata api yang tidak dilengkapi dengan
surat-surat kepemilikan yang sah ataupun senjata api yang dibuat sendiri oleh
orang-orang teknisi yang mengetahui teknik-teknik cara pembuatan senjata api.
Senjata-senjata api tersebut digunakan untuk melakukan kejahatan-kejahatan yang
dapat meresahkan masyarakat umum. Oleh sebab itu diperlukan peningkatan
peranan dari aparat kepolisian untuk lebih meningkatkan lagi pengamanan dan
penindakan tegas bagi para pelaku kejahatan.
Banyaknya insiden tindak pidana dengan menggunakan senjata api yang
terjadi baik yang dilakukan oleh aparat kepolisian dan TNI maupun kepada
kasus-kasus penyalahgunaan senjata api oleh aparat ataupun masyarakat. Sebagai
jawaban dari keresahan masyarakat akan meningkatnya kejahatan dengan
menggunakan senjata api, maka Kepolisian Republik Indonesia akan menarik
seluruh senjata api dari warga sipil dan berencana akan melarang kepemilikan
senjata api oleh warga sipil. Penarikan senjata api tersebut diharapkan dapat
mengurangi penyalahgunaan senjata api oleh warga sipil.
Pada Tahun 2007 Kepolisian Negara Republik Indonesia secara intensif
akan terus menarik senjata api yang beredar di masyarakat umum secara bertahap
dan akan digudangkan. Selain diperketatnya izin kepemilikan senjata api, bahkan
kepemilikan senjata api bagi warga sipil pun akan dilarang.
Semakin diperketatnya izin kepemilikan senjata api di Sumatera Utara
baik kepada anggota kepolisian dan TNI bahkan dilarangnya kepemilikan senjata
api lagi bagi masyarakat umum, merupakan salah satu cara sehingga dapat
membuat tindak pidana dengan menggunakan senjata api di Sumatera Utara
semakin menurun. Hal ini dapat kita lihat dari tabel diatas. Menurunnya angka
kriminalitas dengan menggunakan senjata api di Sumatera Utara pada tahun 2008
hingga 2009. Lebih selektifnya kepolisian dalam memberikan izin kepemilikan
senjata api membuat angka kejahatan tersebut menurun.
Langkah-langkah yang telah dilakukan oleh Kepolisian tersebut membuat
tindak pidana dengan menggunakan senjata api di Sumatera Utara semakin
menurun. Lebih selektifnya kepolisian dalam memberikan izin kepemilikan