• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI IMPLEMENTASI MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN DI SMK NEGERI 1 CIMAHI.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EVALUASI IMPLEMENTASI MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN DI SMK NEGERI 1 CIMAHI."

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... ... v

UCAPAN TERIMAKASIH ... vi

DAFTAR ISI...viii

DAFTAR GAMBAR ...xi

DAFTAR TABEL ...xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 1

C. Pembatasan Masalah ...12

D. Perumusan Masalah... 12

E. Tujuan Penelitian ... ..13

F. Manfaat Penelitian ... 13

G. Anggapan Dasar ... 14

H. Definisi Operasional ………...15

I. Paradigma Penelitian ………...16

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... ...18

A. Konsep Manajemen ... 18

B. Konsep Manajemen Berbasis Sekolah ... 23

(2)

3. Prinsip Umum Manajemen Berbasis Sekolah...33

4. Efektifitas Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah...34

5. Karakteristik Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah...37

C. Konsep Mutu Pendidikan ... 39

1. Pengertian Mutu...……...………39

2. Pengertian Mutu Pendidikan...40

3. Pengertian Peningkatan Mutu Pendidikan Berbasis Sekolah...44

D. Konsep Evaluasi Program ... 48

1. Pengertian Evaluasi Program ...……...………48

2. Kategori pendekatan dalam Evaluasi Program...49

3. Penilaian untuk pengambilan keputusan...53

4. Penilaian bagian program...56

5. Penilaian jenis data dari kegiatan evaluasi...57

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 59

A. Metode Penelitian ... 59

B. Objek dan Subjek Penelitian...60

C. Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data ... 61

D. Pelaksanaan Pengumpulan Data... 64

E. Pengolahan Data ... 65

F. Tingkat Kepercayaan Hasil Penelitian ... 66

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 69

A. Deskripsi Objek Penelitian ... 69

B. Hasil Penelitian………...74

1. Implementasi manajemen berbasis sekolah di SMK Negeri 1 Cimahi...74

a. Manajemen Kurikulum dan Program Pembelajaran...74

(3)

c. Manajemen Kesiswaan...87

d. Manajemen Keuangan...92

e. Manajemen Sarana dan Prasarana Pendidikan...95

f. Manajemen Hubungan Sekolah dan Masyarakat...99

g. Manajemen Pelayanan Khusus...100

2. Mutu Pendidikan di SMK Negeri 1 Cimahi...101

3. Faktor yang mempengaruhi implementasi manajemen berbasis sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan di SMK Negeri 1 Cimahi...121

C. Pembahasan ... 129

1. Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah di SMK Negeri 1 Cimahi………129

2. Mutu Pendidikan di SMK Negeri 1 Cimahi ………. 141

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi manajemen berbasis sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan di SMK Negeri 1 Cimahi……….146

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 148

A. Kesimpulan ... 148

B. Saran-Saran... 150

DAFTAR PUSTAKA ... 1

Kisi-kisi Penelitian...155

Pedoman Wawancara...156

Pedoman Observasi...161

Pedoman Studi Dokumentasi...162

(4)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Setelah diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah serta Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2000 tentang Pembagian Kewenangan antara Pusat dan Daerah, maka produk hukum tersebut memungkinkan terjadinya perubahan-perubahan mekanisme, prosedur, bentuk dan pola-pola yang telah ada sebelumnya. Demikian pula dalam kewenangan bidang pendidikan telah terjadi pergeseran dalam pengelolaannya.

Perubahan dari sentralistik ke desentralisasi pemerintahan terjadi pula dalam pengelolaan pendidikan, artinya hal ini telah membuat adanya pelimpahan wewenang dalam pengelolaan pendidikan dari pemerintah pusat ke daerah otonom, yang menempatkan kabupaten/kota sebagai sentra desentralisasi. Pergeseran kewenangan ini berkaitan erat dengan konsentrasi perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan. Dalam pengelolaan pendidikan di sekolah, ini berarti adanya pelimpahan wewenang kepada masyarakat atau pihak-pihak yang berkepentingan dengan pendidikan (stakeholder pendidikan) untuk ikutserta bertanggungjawab dalam memajukan sekolah.

(5)

karena hal ini merupakan sesuatu yang dianggap baru oleh semua lapisan di negeri ini, jauh berbeda dengan manajemen persekolahan sebelumnya yang sudah terbiasa digeluti dan dipahami semua orang. Dianggap penting untuk memahami Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) karena implementasi MBS ini tidak sekedar membawa perubahan dalam kewenangan akademik sekolah dan tatanan pengelolaan sekolah saja, akan tetapi akan membawa perubahan pula dalam pola kebijakan dan orientasi partisipasi orangtua dan masyarakat dalam menangani dan mengelola sekolah.

Manajemen Berbasis Sekolah (School Based Management) merupakan suatu bentuk alternatif pengelolaan sekolah yang ditandai dengan partisipasi masyarakat dan profesionalisme yang tinggi yang dilaksanakan dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional, sebagaimana dinyatakan oleh Tim Teknis BAPPENAS (1999 : 10), yaitu:

“School-based Management” (SBM) merupakan suatu bentuk alternatif sekolah dalam program desentralisasi bidang pendidikan, yang ditandai adanya otonomi luas di tingkat sekolah, partisipasi masyarakat yang tinggi, dan dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional.

Otonomi yang luas di tingkat sekolah memungkinkan sekolah mengelola sumber daya yang tersedia sesuai dengan prioritas kebutuhan masyarakat setempat. Selanjutnya dalam Pedoman Implementasi MBS Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat (2001 : 4) dinyatakan bahwa:

(6)

Kajian tentang MBS merupakan upaya pengembangan gagasan guna menyambut kebijakan pemerintah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi yang menempatkan sekolah sebagai suatu institusi pendidikan yang mandiri. Pemahaman tentang MBS diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan dan wawasan kepada para pengelola pendidikan dalam upaya memahami pembudayaan dan peningkatan mutu serta pengendalian sekolah.

Manajemen Berbasis Sekolah disajikan melalui kacamata suatu model keterlibatan dan partisipasi local stakeholders dalam memperbaiki dan meningkatkan kinerja sekolah. Dan ternyata model MBS dapat membawa dampak terhadap peningkatan kualitas belajar mengajar (Pedoman Implementasi MBS Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat, 2001). Hal tersebut disebabkan oleh adanya mekanisme yang lebih efektif, yaitu pengambilan keputusan dapat dilakukan dengan cepat, sekaligus memberikan dorongan semangat kerja baru sebagai motivasi berprestasi kepada kepala sekolah dalam melakukan tugasnya sebagai manajer sekolah.

(7)

desentralisasi perlu dipahami strategi dan pengelolaan yang berazas kemandirian melalui MBS.

Manajemen Berbasis Sekolah bertujuan agar partisipasi masyarakat atau local stakeholders mempunyai keterlibatan yang tinggi (high involvement model).

Keterlibatan yang tinggi dari masyarakat dapat menjadi kerangka dasar bagi setiap unsur agar dapat berperan dalam meningkatkan mutu, efisiensi dan pemerataan kesempatan pendidikan, terutama bila unsur-unsur yang terlibat dapat memahami dan berkontribusi terhadap keberhasilan sekolah. Dengan adanya MBS akan dapat memberikan peluang kepada kepala sekolah untuk mengelola sekolah menjadi lebih efektif karena adanya partisipasi dan rasa kepemilikan serta keterlibatan yang tinggi dalam membuat keputusan. Dengan demikian, MBS menawarkan kebebasan dan kekuasaan yang besar pada sekolah namun tetap disertai seperangkat tanggung jawab yang harus dipikul, yaitu sikap accountability dengan intensitas yang tinggi dalam menjamin partisipasi sebagai unsur yang berkepentingan dengan sekolah.

(8)

Pendidikan Nasional, fungsi dan tujuan pendidikan nasional dirumuskan sebagai berikut :

Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.

Kemudian Depdiknas (2001: 2 – 3) menetapkan visi dan misi pendidikan nasional yang harus dicapai, yaitu:

1. Visi

Visi pendidikan nasional adalah terbentuknya sistem dan iklim pendidikan nasional yang demokratis dan bermutu guna memperteguh akhlak mulia, kreatif, inovatif, berwawasan kebangsaan, cerdas, sehat, berdisiplin dan bertanggung jawab, berketerampilan serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rangka mengembangkan kualitas manusia Indonesia.

2. Misi

Untuk mewujudkan visi pendidikan nasional, ditetapkan misi yang menjadi sasaran pembangunan pendidikan, yaitu :

a. Mewujudkan sistem dan iklim pendidikan nasional yang demokratis dan berkualitas guna mewujudkan bangsa yang berakhlak mulia, kreatif, inovatif, berwawasan kebangsaan, cerdas, sehat, disiplin, bertanggung jawab, terampil serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.

b. Mewujudkan kehidupan sosial budaya yang berkepribadian, dinamis, kreatif dan berdaya saing terhadap globalisasi.

c. Meningkatkan pengalaman ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari untuk mewujudkan kualitas keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam kehidupan dan mantapnya persaudaraan antarumat beragama yang berakhlak mulia, toleran, rukun dan damai.

(9)

Upaya untuk mencapai visi, misi, dan tujuan pendidikan sebagaimana dinyatakan di atas, membutuhkan berbagai perangkat yang dapat menghantarkan terciptanya kualitas manusia Indonesia yang diharapkan. Salah satu perangkatnya adalah sekolah. Tuntutan akan jaminan mutu merupakan gejala yang wajar dan memang selayaknya, karena penyelenggaraan pendidikan yang bermutu merupakan bagian dari akuntabilitas publik. Setiap komponen pihak-pihak yang berkepentingan terhadap pendidikan, baik orang tua, masyarakat, dunia kerja maupun pemerintah, dalam peranan dan kapasitasnya masing-masing memiliki kepentingan terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermutu. Dari sudut pandang para pembuat produk dan penyedia jasa (producer/service provider), mutu dipandang sebagai derajat pencapai spesifikasi rancangan yang telah ditetapkan. Sedangkan dari sudut pandang pemakai, mutu diukur dari kinerja produk, yaitu suatu kemampuan produk untuk memuaskan kebutuhan para pelanggan/pemakai. Dari sudut pandang yang lain, yaitu : “kelompok customer yang rasional, derajat mutu dilihat dari perbandingan kegunaan sebuah produk dengan harga yang harus dibayar oleh pemakai tersebut“ (Wiyono : 1998). Semua

analisis tersebut pada akhirnya ditujukan untuk memenuhi kepuasaan customer. Di sinilah titik temu proses transaksional antara pembuat produk/penyedia jasa dan pemakainya, antara kelembagaan pendidikan/sekolah dengan stakeholder-nya.

(10)

pendidikan nasional terletak pada mutu sekolah, dan kunci mutu sekolah terletak pada mutu kegiatan belajar mengajar yang terjadi di kelas. Mutu kegiatan belajar mengajar pada akhirnya diukur dari mutu hasil belajar yang dicapai oleh siswa.

Tetapi pada kenyataannya upaya pemerintah tersebut belum cukup berarti dalam meningkatkan kuailtas pendidikan. Salah satu indikator kekurangberhasilan ini ditunjukkan antara lain dengan NEM siswa untuk berbagai bidang studi pada jenjang SMP dan SMK yang tidak memperlihatkan kenaikan yang berarti bahkan boleh dikatakan konstan dari tahun ke tahun, kecuali pada beberapa sekolah dengan jumlah yang relatif sangat kecil.

Ada dua faktor yang dapat menjelaskan mengapa upaya perbaikan mutu pendidikan selama ini kurang atau tidak berhasil. Pertama strategi pembangunan pendidikan selama ini lebih bersifat input oriented. Strategi yang demikian lebih bersandar kepada asumsi bahwa bilamana semua input pendidikan telah dipenuhi, seperti penyediaan buku-buku (materi ajar) dan alat belajar lainnya, penyediaan sarana pendidikan, pelatihan guru dan tenaga kependidikan lainnya, maka secara otomatis lembaga pendidikan (sekolah) akan dapat menghasilkan output (keluaran) yang bermutu sebagai mana yang diharapkan. Ternyata strategi input-output yang diperkenalkan oleh teori education production function (Hanushek,

1979,1981) tidak berfungsi sepenuhnya di lembaga pendidikan (sekolah), melainkan hanya terjadi dalam institusi ekonomi dan industri.

(11)

sebagaimana mestinya di tingkat mikro (sekolah). Atau dengan singkat dapat dikatakan bahwa kompleksitasnya cakupan permasalahan pendidikan, seringkali tidak dapat terpikirkan secara utuh dan akurat oleh birokrasi pusat.

Diskusi tersebut memberikan pemahaman kepada kita bahwa pembangunan pendidikan bukan hanya terfokus pada penyediaan faktor input pendidikan tetapi juga harus lebih memperhatikan faktor proses pendidikan. Input pendidikan merupakan hal yang mutlak harus ada dalam batas-batas tertentu tetapi tidak menjadi jaminan dapat secara otomatis meningkatkan mutu pendidikan (school resources are necessary but not sufficient condition to improve student achievement). Di samping itu mengingat sekolah sebagai unit pelaksana

pendidikan formal terdepan dengan berbagai keragaman potensi anak didik yang memerlukan layanan pendidikan yang beragam, kondisi lingkungan yang berbeda satu dengan lainnya, maka sekolah harus dinamis dan kreatif dalam melaksanakan perannya untuk mengupayakan peningkatan kualitas/mutu pendidikan. Hal ini akan dapat dilaksanakan jika sekolah dengan berbagai keragamannya itu, diberikan kepercayaan untuk mengatur dan mengurus dirinya sendiri sesuai dengan kondisi lingkungan dan kebutuhan anak didiknya. Walaupun demikian, agar mutu tetap terjaga dan agar proses peningkatan mutu tetap terkontrol, maka harus ada standar yang diatur dan disepakati secara nasional untuk dijadikan indikator evaluasi keberhasilan peningkatan mutu tersebut (adanya benchmarking). Pemikiran ini telah mendorong munculnya pendekatan baru,

(12)

Konsep yang menawarkan kerjasama yang erat antara sekolah, masyarakat dan pemerintah dengan tanggung jawabnya masing-masing, berkembang didasarkan kepada suatu keinginan meningkatkan kemandirian kepada sekolah, untuk berperan secara aktif dan dinamis dalam proses peningkatan kualitas pendidikan melalui pengelolaan sumber daya sekolah yang ada. Sekolah harus mampu menterjemahkan dan menangkap esensi kebijakan makro pendidikan serta memahami kondisi lingkungannya (kelebihan dan kekurangannya) untuk kemudian melaui proses perencanaan, sekolah harus memformulasikannya ke dalam kebijakan mikro dalam bentuk program-program prioritas yang harus dilaksanakan dan dievaluasi oleh sekolah yang bersangkutan sesuai dengan visi dan misinya masing-masing. Sekolah harus menentukan target mutu untuk tahun berikutnya. Dengan demikian sekolah secara mendiri tetapi masih dalam kerangka acuan kebijakan nasional dan ditunjang dengan penyediaan input yang memadai, memiliki tanggung jawab terhadap pengembangan sumber

daya yang dimilikinya sesuai dengan kebutuhan belajar siswa dan masyarakat. Beranjak dari permasalahan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang ditujukan pada kegiatan evaluasi implementasi manajemen berbasis sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan di SMK Negeri 1 Cimahi.

B. Identifikasi Masalah

(13)

layanan pendidikan secara proporsional berlandaskan rasa keadilan, didukung kolaborasi yang kokoh dari semua stakeholder untuk memberdayakan potensi-potensi lokal secara optimal, dalam rangka menampilkan program unggulan di sekolahnya. Apabila infrastruktur desentralisasi sudah disiapkan, serta potensi sumber daya sudah dimanfaatkan secara optimal, maka pada gilirannya nanti dapat mendorong terwujudnya satuan pendidikan yang mandiri, profesional, dan kompetitif.

(14)

Kepala sekolah memiliki peran strategis dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah, kepala sekolah merupakan pusat penggerak organisasi, yang dituntut mampu mengarahkan seluruh sumber daya yang tersedia agar dapat mewujudkan tujuan sekolah secara efektif dan efisien. Berkembangnya semangat kerja, kerjasama yang harmonis, minat terhadap perkembangan kualitas profesional guru banyak ditentukan oleh pelaksanaan tugas kepala sekolah. Kepala sekolah bertanggung jawab atas penyelenggaraan kegiatan pendidikan, administrasi sekolah, pembinaan tenaga kependidikan lainnya dan pendayagunaan serta pemeliharaan sarana serta prasarana. Betapapun sempurnanya atau baiknya kurikulum, tersedianya fasilitas pengajaran yang memadai, tetapi jika kepala sekolah tidak mampu mengelola dengan baik, maka keberhasilan peningkatan mutu pendidikan pada level sekolah akan sulit untuk terwujud. Upaya untuk menjalankan fungsinya secara maksimal, tentunya kepala sekolah harus memiliki keterampilan manajerial yang memadai, sehingga potensi yang dimiliki sekolah dapat diberdayakan ke arah efektivitas implementasi MBS.

(15)

C. Pembatasan Masalah

Masalahnya sejauhmana sekolah SMK Negeri 1 Cimahi mampu mempersiapkan infrastruktur dalam menghadapi konteks desentralisasi pendidikan, serta apakah sekama ini sudah optimal pemanfaatan potensi sumber daya sekolah yang pada gilirannya nanti dapat diketahui kapasitas kemampuannya dalam mewujudkan satuan pendidikan yang mandiri, profesional, dan kompetitif. Apakah SMK Negeri 1 Cimahi sebagai unit pelaksana pendidikan formal terdepan dengan berbagai keragaman potensi anak didik yang memerlukan layanan pendidikan yang beragam, kondisi lingkungan yang berbeda satu dengan lainnya, sudah mampu secara dinamis dan kreatif dalam melaksanakan perannya untuk mengupayakan peningkatan kualitas/mutu pendidikan. Secara empirik pelaksanaan implementasi manajemen berbasis sekolah pada tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Atas di Kota Cimahi berdasarkan kajian Dinas Pendidikan Kota Cimahi menunjukkan kenyataan yang belum optimal, hal tersebut diindikasikan karena salah satunya adalah masih lemahnya manajemen sekolah yang berbasis kemandirian. Uraian tersebut memposisikan pokok permasalahan yang ditetapkan dalam penelitian, yaitu evaluasi implementasi manajemen berbasis sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan di SMK Negeri I Cimahi.

D. Rumusan Masalah

(16)

1. Bagaimana implementasi manajemen berbasis sekolah di SMK Negeri 1 Cimahi ?

2. Bagaimana mutu pendidikan di SMK Negeri 1 Cimahi ?

3. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi implementasi manajemen berbasis sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan di SMK Negeri 1 Cimahi ? E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang:

1. Implementasi manajemen berbasis sekolah di SMK Negeri 1 Cimahi. 2. Mutu pendidikan di SMK Negeri 1 Cimahi.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi manajemen berbasis sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan di SMK Negeri 1 Cimahi.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat dirasakan dari penelitian ini yaitu: 1. Segi Teoritis

Dilihat dari aspek teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya beberapa konsep/teori yang sudah ada dan berusaha menemukan konsep dan metode yang efektif untuk memperkecil kesenjangan yang terjadi antara implementasi manajemen berbasis sekolah dengan peningkatan mutu pendidikan yang terjadi di lapangan.

2. Segi Praktis

(17)

a. Bagi kepala sekolah, hasil penelitian dapat dijadikan landasan untuk melakukan perbaikan terhadap implementasi manajemen berbasis sekolah dan mutu pendidikan.

b. Bagi Dinas Pendidikan Kota Cimahi, hasil penelitian dapat dijadikan informasi dan masukan untuk mengetahui sejauhmana keberhasilan implementasi manajemen berbasis sekolah dan mutu pendidikan.

G. Anggapan Dasar

1. Salah satu program dalam desentralisasi pendidikan adalah implementasi Manajemen Berbasis Sekolah sebagai alternatif dalam pengelolaan sekolah (Nanang Fattah, 2000).

2. Manajemen Berbasis Sekolah dilaksanakan dengan memberikan otonomi atau kemandirian kepada sekolah dalam mendorong pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan secara langsung seluruh warga sekolah sesuai dengan standar pelayanan yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat, Propinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota (Tim Pokja School Based Management Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat, 2000).

3. Dalam implementasi MBS tidak luput dari konflik yang menuntut tindak pemecahan secara cepat dan tepat agar implementasi MBS dapat berjalan efektif (Tim Penyusun Modul Manajemen Berbasis Sekolah Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat, 2002).

(18)

sesungguhnya adalah bertolak dari ciri perilaku ahli, semangat dan loyalitas pelayanan profesi untuk mencapai kualitas (Sutrisno dan Koswana dalam Fattah, 2000).

5. Mutu pendidikan dapat ditingkatkan melalui pengoptimalan strategi pengelolaan.

H. Definisi Operasional

1. Evaluasi

Evaluasi yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan suatu proses sistematis dalam mengumpulkan, menganalisis, dan menginterpretasikan informasi untuk mengetahui implementasi manajemen berbasis sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan di SMK Negeri 1 Cimahi.

2. Manajemen Berbasis Sekolah

Para ahli banyak yang mengemukakan tentang pengertian Manjemen Berbasis Sekolah, salah satunya adalah Tim Teknis BAPPENAS (1999 : 10), yaitu:

“School-based Management” (SBM) merupakan bentuk alternatif sekolah dalam program desentralisasi bidang pendidikan, yang ditandai adanya otonomi luas di tingkat sekolah, partisipasi masyarakat yang tinggi, dan dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional.

(19)

3. Mutu Pendidikan

Mutu pendidikan diartikan sebagai suatu nilai yang ditunjukkan sekolah setelah mengimplementasikan MBS dalam mencapai tujuan pendidikan, yang ditunjukkan dari aspek kemandirian, profesionalisme, akuntabilitas, pemberdayaan / partisipasi, dan transparansi.

I. Paradigma Penelitian

Penelitian adalah terjemahan dari kata research, yang artinya mencari kembali. Secara lebih luas, penelitian dapat diartikan sebagai metode studi yang dilakukan oleh seseorang untuk menyelidiki secara hati-hati dan sempurna terhadap sesuatu masalah untuk mencapai tujuan tertentu. Tujuan itu dapat dikelompokkan menjadi tiga hal utama, yaitu menemukan, membuktikan dan mengembangkan pengetahuan tertentu. Dengan demikian, maka implikasi dari hasil penelitian ini dapat digunakan untuk memahami, memecahkan dan mengantisipasi masalah. Gambar di bawah ini adalah landasan berfikir peneliti dalam melakukan penelitian sebagai upaya dalam menemukan pemecahan masalah.

(20)
[image:20.595.44.564.177.614.2]

pengembangan sumber daya pendidikan. Realisasi dari strategi yang ditetapkan diwujudkan melalui rangkaian program yang direncanakan dan selanjutnya dapat dilaksanakan secara optimal.

Gambar 1.1 Paradigma Penelitian

Kesejalanan strategi sekolah dengan aplikasi manajemen merupakan kunci keberhasilan dalam merealisasikan implementasi manajemen berbasis sekolah. Komitmen sekolah dalam mengoptimalkan manajemen merupakan tuntutan mutlak guna terwujudnya mutu layanan pendidikan yang berkualitas.

Desentralisasi Pendidikan

Visi dan Misi Sekolah

Analisis Internal

Strategi Manajemen Berbasis Sekolah

Analisis Eksternal

Mutu Pendidikan Tenaga

Kependidikan Kurikulum dan

Program Pembelajaran

Kesiswaan Keuangan

Sarana dan Prasarana Pendidikan

Pengelolaan Humas

(21)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Penelitian ini diarahkan untuk mengevaluasi implementasi manajemen berbasis sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan di SMK Negeri I Cimahi. Maka penelitian ini diharapkan mampu mendeskripsikan dan menganalisis data yang ditemukan mengenai implementasi manajemen berbasis sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan di SMK Negeri I Cimahi.

Penelitian merupakan upaya-upaya yang dilakukan secara terarah, sistematis dan terencana dalam melakukan analisis terhadap permasalahan penelitian. Penelitian merupakan suatu upaya yang sistematis dalam menemukan, menganalisis dan menafsirkan bukti-bukti empirik untuk memahami gejala-gejala atau untuk menemukan jawaban terhadap suatu permasalahan yang terkait dengan gejala itu.

(22)

terjadi pada masa sekarang. Lebih rinci, Moleong (1994:4-8) mengemukakan ciri-ciri penelitian kualitatif, yaitu:

(1) Berlangsung dalam latar belakang alamiah, (2) Manusia atau peneliti berfungsi sebagai alat, (3) Metode kualitatif, (4) Analisis data secara induktif, (5) Teori dan dasar, (6) Deskriptif, (7) Lebih menekankan pada proses daripada hasil, (8) Terdapatnya batas yang ditentukan oleh fokus, (9) Adanya suatu kriteria khusus untuk keabsahan data, (10) Desain yang bersifat sementara, dan (11) Hasil penelitian dirundingkan untuk kemudian disepakati bersama.

Ungkapan ciri-ciri penelitian kualitatif di atas menjadi pegangan peneliti dalam melaksanakan penelitian sehingga penggunaan metode ini tetap atau konsisten sampai berakhirnya proses penelitian yang ditandai dengan penyusunan laporan hasil penelitian.

B. Objek dan Subjek Penelitian

1. Objek Penelitian

Objek penelitian merupakan tempat sasaran yang digunakan dalam penelitian. Objek penelitian ini adalah para pelaksana manajemen berbasis sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan di SMK Negeri I Cimahi, meliputi: kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru dan koimite sekolah SMK Negeri I Cimahi.

2. Subjek Penelitian

(23)

C. Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data

1. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan alat yang digunakan dalam melakukan penelitian, dalam menggali data yang diperlukan. Penelitian kualitatif lebih menekankan keaktifan peneliti, artinya dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen penelitian adalah peneliti sendiri. Hal tersebut senada dengan ungkapan Moleong (1994:121), yang beranggapan bahwa: “Kedudukan peneliti dalam penelitian kualitatif cukup rumit, ia sekaligus merupakan perencana, pelaksana pengumpul data, penganalisis, penafsir, dan pada akhirnya sebagai pelapor penelitian yang dilakukannya”. Jadi jelas bahwa peneliti memegang peranan penting dalam proses penelitian karena peneliti sangat relevan dalam menggali data dan tidak dapat digantikan oleh pihak manapun.

Peneliti sebagai instrumen utama membutuhkan kepribadian yang cakap dan mantap, seperti sabar, toleran, manusiawi, terbuka, jujur, objektif dan berpenampilan menarik. Hal tersebut dilakukan agar memudahkan dalam proses penelitian, khususnya dalam pengumpulan data, karena bagaimanapun juga subjek penelitian akan terlebih dahulu melihat penampilan luar dari si peneliti.

2. Teknik Pengumpulan Data

(24)

teknik observasi, wawancara, studi dokumentasi dan gabungan ketiganya yang dilakukan dalam kurun waktu yang bersamaan.

a. Observasi

Menurut Latunussa (1988:107), observasi adalah: “Pengamatan terhadap objek penelitian dengan memakai alat indera, terutama mata, dan membuat catatan hasil pengamatan tersebut”. Peneliti dalam hal ini mengamati

kegiatan yang sedang dilakukan berhubungan dengan permasalahan penelitian. Sebagai observer, peneliti tidak mengganggu berbagai aktivitas yang dilakukan oleh subjek penelitian. Peneliti mencatat dan melihat subjek penelitian melakukan aktivitas yang berkenaan dengan fokus penelitian sehingga peneliti mampu menghayati aspek-aspek kegiatan subjek, sekecil apapun. Peneliti dengan demikian bisa mencatat dan merekam secara menyeluruh kejadian.perilaku yang sedang dilakukan. Aspek-aspek yang menjadi sasaran observasi mencakup: pengelolaan kesiswaan, pengelolaan keuangan, pengelolaan sarana prasarana, pengelolaan tenaga kependidikan, pengelolaan humas, pengelolaan kurikulum dan program pembelajaran, dan pengelolaan pelayanan khusus di SMKN I Cimahi. b. Wawancara

(25)

pedoman wawancara untuk memandu agar pembicaraan tidak menyimpang dari masalah yang sedang dibahas sehingga data/informasi yang diperlukan mudah untuk digali karena pembicaraan sudah sesuai dengan fokus masalah dalam penelitian. Aspek-aspek yang akan ditanyakan dalam wawancara mencakup: (1) aspek terkait Implementasi manajemen berbasis sekolah di SMK Negeri I Cimahi meliputi pengelolaan kesiswaan, pengelolaan keuangan, pengelolaan sarana prasarana, pengelolaan tenaga kependidikan, pengelolaan humas, pengelolaan kurikulum dan program pembelajaran, pengelolaan pelayanan khusus; (2) aspek terkait Mutu pendidikan di SMK Negeri I Cimahi.meliputi kemandirian, profesionalisme, akuntabilitas, pemberdayaan / partisipasi, dan transparansi. c. Dokumentasi

(26)

D. Pelaksanaan Pengumpulan Data

Pelaksanaan pengumpulan data mengikuti tahapan yang dikemukakan oleh S. Nasution (1988 : 33-34) yang menyatakan bahwa: “Tahap dalam pengumpulan data adalah tahap orientasi, eksplorasi, dan member-check”.

1. Tahap Orientasi

Tahap orientasi terdiri dari langkah-langkah: (a) menjajaki dan menilai kondisi lapangan, setelah peneliti terlebih dahulu membaca tentang situasi dan kondisi lapangan yang berhubungan dengan permasalahan penelitian; (b) memilih dan menggunakan informasi yaitu memanfaatkan orang-orang yang layak dipilih dan dipercaya memberikan informasi mengenai masalah penelitian yaitu kepala sekolah; (c) menyiapkan perlengkapan penelitian yaitu jauh sebelumnya dipersiapkan seperti misalnya pedoman wawancara dan observasi; (d) melakukan adaptasi atau penyesuaian dengan situasi lapangan, dan peneliti menjadi bagian dari organisasi untuk memperoleh gambaran situasi sebenarnya.

2. Tahap Eksplorasi

(27)

penelitian dengan teknik pengumpulan data sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya.

3. Tahap Member-Check

Tahap memberchek meliputi kegiatan : (a) melakukan konfirmasi terhadap data yang diperoleh dengan mengecek kebenaran data bersama pihak informal dengan memberikan tanggapan-tanggapan terhadap data yang merupakan re-chek kebenaran data; (b) melakukan kegiatan yang sifatnya triangulasi yakni menuntaskan kebenaran data meminta tanggapan mengenai data yang diperoleh dengan pihak ketiga yang relevan dan diyakini dapat memberikan informasi mengenai permasalahan penelitian; (c) menyajikan data dan mempresentasikan pada dosen pembina.

E. Pengolahan Data

Data dalam penelitian kualitatif berbentuk deskriptif, yaitu data yang berbentuk uraian yang menuntut peneliti untuk menafsirkan lebih jauh untuk mendapatkan makna yang terkandung di dalamnya. Nasution (1988:126) mengemukakan bahwa:

Analisis data kualitatif adalah proses menyusun data yang berarti menggolongkannya ke dalam pola, thema, atau kategori agar dapat ditafsirkan. Tafsiran ini memberikan makna pada analisis, menjelaskan pola atau kategori dan mencari hubungan antar konsep.

(28)

1. Menentukan fokus masalah.

2. Menggolongkan data sesuai fokus masalah.

3. Membuang data yang tidak sesuai dengan fokus masalah. 4. Memberi penafsiran terhadap data yang telah digolongkan.

5. Memberikan saran atas apa yang ditemui di lapangan yang merupakan hasil penelitian.

Beberapa langkah tersebut yang dilakukan untuk mencari makna di balik data yang dikumpulkan.

F. Tingkat Kepercayaan Hasil Penelitian

Nasution (1992:105) menjelaskan mengenai validitas penelitian antara lain dengan menyatakan:

Keabsahan data merupakan konsep penting dari konsep kesahihan (validitas) dan keandalan (realiabilitas) menurut versi “positivisme”. Validitas membuktikan apa yang sesungguhnya ada dan terjadi dalam dunia kenyataan, dan apakah penjelasan yang diberikan tentang dunia nyata memang sesuai dengan yang sebenarnya ada atau terjadi.

Penelitian ilmiah membedakan dua macam validitas yaitu: (a) Validitas internal berhubungan dengan instrumentasi dalam penelitian kualitatif berarti adanya kesesuaian konsep peneliti dengan konsep dari responden; (b) Validitas eksternal mengenai generalisasi dan untuk kecocokan (fittingnes) dari instrumen kegiatan penelitian diaplikasikan peneliti lain dalam situasi dan konteks yang dihadapi, adakalanya mengadakan adaptasi sebelumnya. Nilai transfer tergantung pada si pemakai, menggunakan hasil penelitian dalam konteks dan situasi tertentu.

(29)

kredibilitas (validitas internal), b) transferabilitas (validitas eksternal), c) dependabilitas (reliabilitas) dan konfirmabilitas (objekitivitas).

1. Kredibilitas (Validitas Internal)

Kredibilitas (Validitas Internal) disebut juga validitas internal, yaitu sejauhmana hasil penelitian dapat sesuai dengan apa yang sesungguhnya terjadi dalam dunia kenyataan, atau penjelasan yang diberikan dalam proses penelitian memang demikian adanya. Untuk mencapai hal yang demikian maka dilakukan hal-hal berikut ini, seperti yang dikemukakan oleh S. Nasution (1988:114-117) yaitu: “(1) Memperpanjang masa observasi, (2) Pengamatan yang terus menerus, (3) Triangulasi, (4) Membicarakannya dengan orang lain, (5) Menganalisis kasus negatif, (6) Menggunakan bahan referensi, dan (7) Mengadakan member-check.” Hal-hal di atas dapat dilakukan oleh peneliti untuk mengurangi kesenjangan antara apa yang diuraikan dengan peristiwa atau kejadian yang sesungguhnya terjadi.

2. Transferabilitas (validitas eksternal)

Transferabilitas (validitas eksternal) berkaitan dengan kegunaan penelitian di lapangan. Dengan kata lain, hingga manakah hasil penelitian dapat digunakan dalam situasi-situasi yang lain di lapangan. Peneliti dalam hal ini tidak bisa menjamin penerapan hasil penelitian ini karena sepenuhnya tergantung pada pihak yang berwenang di lapangan.

3. Dependabilitas dan Konfirmabilitas

(30)

dapat diulangi kembali dengan hasil yang sama ataukah tidak. Sedangkan konfirmabilitas berhubungan dengan objektivitas hasil penelitian. Untuk memenuhi kriteria di atas, maka peneliti melakukan hal-hal berikut :

a. Menyediakan data mentah, seperti catatan lapangan dan dokumen hasil penelitian.

b. Menyimpan dan meneliti hasil penelitian berupa catatan lapangan dan dokumen.

c. Merumuskan pandangan atau tafsiran d. Menyusun kesimpulan

e. Melaporkan seluruh proses penelitian

(31)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

(32)

SMK Negeri 1 Cimahi adalah lembaga penyelenggara jasa pendidikan, dengan demikian tidak semua ketentuan atau persyaratan yang berlaku dalam ISO 9001 : 2000 dapat diterapkan sepenuhnya.

2. Mutu pendidikan di SMK Negeri I Cimahi menunjukkan kualifikasi baik. Hal tersebut secara kasat mata bisa dilihat dari hasil ujian nasional yang berada di atas rata-rata 7,00 yang merupakan target yang ditetapkan sekolah, daya serap lulusan ke industri dan perguruan tinggi mencapai 78%, dan peminat konsumen terhadap sekolah sangat tinggi dari tahun ke tahunnya.

(33)

menjadi penentu keberhasilan. (4) Profesionalisme. Faktor ini sangat strategis dalam upaya menentukan mutu dan kinerja sekolah. Tanpa profesionalisme kepala sekolah, guru dan pengawas, akan sulit dicapai proses belajar mengajar dan prestasi siswa yang bermutu tinggi.

B. SARAN-SARAN

Berdasarkan kajian makalah yang telah dikemukakan, maka beberapa saran yang dapat penulis kemukakan kepada pihak yang kepentingan adalah sebagai berikut :

1. Terkait dengan aspek implementasi manajemen berbasis sekolah di SMK Negeri I Cimahi maka sekolah hendaknya selalu meningkatkan kemampuan dalam mengkaji permasalahan yang dirasakan serta pencapaian yang belum optimal sehingga mampu menetapkan strategi yang relevan dengan kebutuhan yang sebenarnya dirasakan oleh sekolah. Peneliti memandang bahwa pada masa transisi manajemen berbasis sekolah ini akan ditentukan oleh sejauhmana pihak sekolah mampu menarik partisipasi masyarakat dalam program sekolah. Oleh karena itu, Maka hendaknya pihak sekolah lebih mengoptimalkan penarikan partisipasi masyarakat dalam kegiatan sekolah. 2. Kepada sekolah hendaknya lebih mandiri dalam mengatur dirinya sendiri

(34)

mensosialisasikan program ini kepada guru-guru dan pihak dewan sekolah agar program ini berjalan dengan baik dengan dukungan semua pihak.

(35)

DAFTAR PUSTAKA

Akdon. (2007). Stategic Management For Educational Management. Bandung: Alfabeta.

Ametembun, N. A. (1996). Scool-based Management (Pengelolaan

Sekolah-sekolah “Mandiri”, Apa, Mengapa dan Bagaimana). Bandung: Suri.

Arikunto, Suharsimi. (2008). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Bendell, Tony, Boulter, Louise, and Kelly, John. (1993). Benchmarking for Competitive Advantage. Pitman Publishing, London: United Kingdom.

Brown, Daniel (1990). Decentralization and School-Based Management. London: Falmer Press.

Chapman, Judith (ed), (1990). School-Based Decision-Making and Management. Hampshire, United Kingdom: The Falmer Press.

Dikmenum, (1999). Peningkatan Mutu Pendidikan Berbasis Sekolah: Suatu Konsepsi Otonomi Sekolah (paper kerja). Jakarta: Depdikbud.

Dimmock Clive A J. School-based Management and School Effectifness. Hampshire, United Kingdom: The Palmer Press

Fattah, N. (2000). Manajemen Berbasis Sekolah : Strategi Pemberdayaan Sekolah dalam rangka Peningkatan Mutu dan Kemandirian Sekolah. Bandung : CV Andira.

Fattah, N. (2004). Konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dan Dewan Sekolah. Bandung : CV Andira.

Farida, Y.T, (2004). Evaluasi Program, Jakarta, Rineka Cipta

Jalal, F. & Supriadi, D. (2001). Reformasi Pendidikan dalam Konteks Otonomi Daerah. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa.

Karlof, Bengt, Ostblom, Svante. (1994). Benchmarking : A signpost to Excellence in Quality and Productivity. New York, USA: John Wiley and Soons

(36)

Miles, M. & M. Huberman. (1984). Qualitative Data Analysis. Baverly Hills, California: SAGE.

Nasution, S. (2003). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito. Nurkolis. (2003). Manajemen Berbasis Sekolah: Teori, Model dan Aplikasi.

Jakarta: Grasindo.

Pascoe, Susan, Robert. (1998). Education Reform in Australia: 1992-97 (a Case Study), The Education Reform and Management Series, Australia: Education World Bank,

Roger, Everett M. (1995). Diffusion of Innovations, New New York, USA: The Free Press.

Rohiat. (2008). Manajemen Sekolah : Teori Dasar dan Praktik. Bandung: PT.Refika Aditama.

Sallis, Edward. (1993). Total Quality Management in Education. London: Kogan Page Educational Management Series.

Satori, Djam’an, Komariah, Aan.(2009). Metodologi Penelitian Kualitatif.

Bandung: Alfabeta.

Semiawan, Conny R., Soedijarto. (1991). Mencari Strategi Pengembangan Pendidikan Nasional Menjelang Abad XXI, Jakarta: PT. Grasindo.

Suseno, Muchlas. (1998). Percepatan Pembelajaran Menjelang Abad 21 (makalah hasil analisis dari Accelerated Learning for 21st Century oleh Colin Rose and Malcolm J. Nicholl). Jakarta: Pasca Sarjana IKIP Jakarta.

Syafaruddin. (2002). Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

Syaodih, Nana. (2006). Metodologi Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. (1994). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Tim Pokja School Based Management Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat. (2001). Pedoman Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) di Jawa Barat. Bandung: Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat.

(37)

Tim Redaksi Majalah Bhinneka Karya Winaya. (2000). Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.

Victorian's Departement of Education. (1997). Developing School Charter: Quality Assurance in Victorian Schools, Melbourne, Australia: Education Victoria,

Widrajat. (2003). Model Manajemen Mutu Layanan Pendidikan untuk Kepuasan Peserta Didik. Disertasi Adpend PPS UPI. Bandung: Tidak Diterbitkan.

--- (1998). How Good is Our School: School Performance for School Councillors, Melbourne, Australia: Education Victoria

Gambar

Gambar 1.1 Paradigma Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Proses pendidikan yang berkualitas dan kesempatan untuk dapat menikmati pendidikan seluas - luasnya bagi masyarakat miskin dan tidak mampu dapat memberikan harapan

Pertumbuhan karang keras di perairan Teluk Manado cukup baik dan beranekaragam jenis dengan nilai rerata persentase tutupan diperkirakan sekitar 45-50% berdasarkan hasil visual

Penggunaan media animasi biologi di kelas eksperimen tetap didampingi penjelasan guru karena animasi seharusnya dijelaskan bukan hanya ditunjukkan (Eilks et al.,

Mohon maaf sebelumnya,kalau boleh tahu berapa unit semua barang yang akan ditenderkan ini,apa betul seperti yang didalam dokumen semua dikalikan 2,kalau memang

[r]

[r]

rahmat dan hidayah-Nya skripsi yang berjudul PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS PARAGRAF EKSPOSISI BERBAHASA JAWA MELALUI METODE PEMBELAJARAN MIND MAPPING DAN

Untuk tujuan itulah, para pemimpin nasional Indonesia menempatkan pengakuan kemerdekaan sebagai tujuan utama per- juangan, seperti disampaikan oleh Presi- den Soekarno dalam