• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kebijakan Penanggulangan Tindak Pidana Perjudian di Wilayah Hukum Kepolisian Daerah Sumatera Utara Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kebijakan Penanggulangan Tindak Pidana Perjudian di Wilayah Hukum Kepolisian Daerah Sumatera Utara Chapter III V"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

KEBIJAKAN PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PERJUDIAN DI

WILAYAH HUKUM KEPOLISIAN DAERAH SUMATERA UTARA

A. Kebijakan Hukum Pidana (Penal Policy)

Memperhatikan berbagai macam modus operandi dan kuantitas kejahatan seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi canggih, maka sangat perlu diadakan reformasi hukum pidana dari yang bersifat konvensional ke arah yang lebih bersifat modern,120 yang dalam bahasa lain disebut kebijakan hukum pidana. Ada dua upaya dalam rangka menanggulangi kejahatan (kebijakan hukum pidana) yaitu upaya melalui kebijakan penal (penal policy) dan non penal (non penal policy). Berbicara mengenai kedua upaya ini tidak terlepas dari kebijakan kriminal (criminal policy) yang dikemukakan oleh G. Peter Hoefnagels mengatakan sebagai “criminal policy is the rational organization of the social reaction to crime”.121

Kebijakan hukum pidana merupakan kebijakan yang tidak terpisahkan dengan penanggulangan kejahatan (criminal policy) sebagai bagian dari kebijakan penegakan hukum (law enforcement policy).

Kebijakan kriminal merupakan usaha yang rasional dari masyarakat untuk mencegah kejahatan dan mengadakan reaksi terhadap kejahatan itu sendiri.

122

120

Fransiska Novita Eleanora, Loc. cit. 121

G. Peter Hoefnagels, The Other Side of Criminology, An Inversion of The Concept of Crime, (Holland: Kluwer Deventer, 1973), hal. 57.

122

Pranggi Siagian, Alvi Syahrin, Mahmud Mulyadi, dan Marlina, “Penjatuhan Sanksi Pidana Terhadap Anak Pelaku Kejahatan”, USU Law Journal, Vol. 3, No. 2, Tahun 2015, hal. 171.

(2)

level/tingkatan masing-masing elemen. Menurut G. Peter Hoefnagels ketiga elemen itu harus disejajarkan, sedangkan menurut Barda Nawawi Arief elemen kedua (prevention without punishment) dan elemen ketiga (influencing view of society on crime and punishment) harus dimasukkan dalam kebijakan non penal. Sedangkan prevention without punishment inilah yang diartikan sebagai kebijakan non penal.

Pencegahan menurut G. Peter Hofnagel sebagai bagian tolok ukur mengemukakan pencegahan itu merupakan upaya yang rasional dalam memanggulangi kejahatan dengan mempergunakan sarana penal dan non penal.123 Penanggulangan kejahatan secara non penal lebih mampu melakukan penangan terhadap faktor-faktor penyebab, mencegah terjadinya kejahatan yang berpusat pada masalah-masalah atau kondisi-kondisi sosial yang secara langsung atau tidak langsung dapat menumbuhkan dan menyuburkan.124 Upaya non penal dapat dilakukan sebelum terjadinya kejahatan (pencegahan kejahatan atau cirme prevention), dan juga dapat dilakukan setelah kejahatan itu terjadi misalnya melakukan upaya perlindungan sosial (social defence), reintegrasi, rehabilitasi sosial, dan lain-lain.125

Hukum pidana mempunyai keterbatasan. Bukti keterbatasan hukum pidana dalam menanggulangi kejahatan

126

123

Rina Melati Sitompul, dkk., Op. cit., hal. 197. 124

Muhammad Natsir, KoesnoAdi, PrijaDjatmika, dan Rodliyah, Op. cit., hal. 3. 125

Rina Melati Sitompul, dkk., Op. cit., hal. 191. 126

E.Z. Leasa, “Penerapan Sanksi Pidana dan Sanksi Tindakan (Double Track System) Dalam Kebijakan Legislasi”, Jurnal Sasi, Vol. 16, No. 4, Tahun 2010, hal. 51.

(3)

meningkatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sering dengan perkembangan teknologi menimbulkan kuantitas kejahatan konvensional dengan modus operandi yang semakin canggih dan berteknologi tinggi.127 Perlunya kebijakan kriminal diperluas hingga meliputi upaya non penal sebagaimana dimaksud oleh Barda Nawawi Areif karena kebijakan penanggulangan kejahatan dengan sarana penal (penal policy) mempunyai keterbatasan.128

Keterbatasan hukum pidana harus pula diimbangi dengan kebijakan lain di luar hukum pidana. Hal itu sejalan dengan doktrin kebijakan pananggulangan kejahatan melalui politik kriminal yang dikemukakan oleh G. Peter Hoefnagels meliputi ruang lingkup yang cukup luas. Sebagaimana G. Peter Hoefnagels mendiferensialkan ruang lingkup “criminal policy” itu meliput i:

129

1. Penerapan hukum pidana (criminal law application);

2. Pencegahan tanpa pidana (prevention without punishment); dan

3. Mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan lewat media massa (influencing view of society on crime and punishment). Kebijakan penanggulangan kejahatan (criminal policy) menurut Hoefnagels dapat memadukan upaya criminal law aplication, upaya prevention without punishment, dan upaya influencing views of society on crime and punishment mass

127

Krisnawati., Bunga Rampai Hukum Pidana Khusus, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2006), hal. 3.

128

Barda Nawawi Arief (II), Kapita Selekta Hukum Pidana, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2010), hal. 174.

129

(4)

media.130

Kondisi-kondisi sosial seperti masalah kejahatan, masalah perselisihan antar suku, agama, dan ras (sara), serta konflik lainnya sulit dipecahkan jika hanya mengandalkan pendekatan kebijakan penal semata dengan cara refresif.

Salah satu pendekatan dalam menanggulangi kejahatan yang dikemukakan dalam teori G. Peter Hoefnagels adalah prevention without punishment yaitu pencegahan kejahatan tanpa menggunakan pidana. Kebijakan selain hukum pidana berarti tidak hanya meliputi kebijakan sosial, akan tetapi juga mencakup kebijakan hukum yaitu hukum perdata, dan hukum administrasi negara. Dari lingkup prevention without punishment inilah dapat ditarik suatu istilah yaitu kebijakan non penal (kebijakan selain hukum pidana).

131

Akan tetapi penanggulangannya harus diperlukan pendekatan lain yakni berupa pendekatan non penal.132

Alternatif pada aspek prevention without punishment ini ditafsirkan oleh para pakar sebagai kebijakan non penal yang lingkupnya sangat luas.

Pendekatan secara non penal berupaya melibatkan kebijakan-kebijakan sosial dan juga di luar kebijakan sosial dalam pencegahan kejahatan berbasis pada masyarakat (social) sebagai objek kajian, termasuk kebijakan selain hukum pidana.

133

130

Ibid. 131

M. Risya Mustario, Peran Babinkamtibnas Dalam Penanganan Konflik Sosial Khususnya di Wilayah Kepolisian Resor Serdang Bedagai, (Medan: Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara 2014), hal. 23.

132

Ibid., hal. 2, hal. 24, hal. 63, dan hal. 147. 133

Nanda Ivan Natsir, Op. cit., hal. 20-21.

(5)

tetapi juga menyangkut penerapan hukum selain hukum pidana, misalnya menerapkan hukum perdata dan hukum administrasi negara dalam menanggulangi kejahatan korupsi.

Ternyata dalam rangka meminimalisir kuantitas kejahatan bukan saja hanya dapat dilakukan melalui penerapan hukum pidana, maupum melalui kebijakan sosial, akan tetapi selain hukum pidana dan selain kebijakan sosial juga dapat dilakukan melalui pendekatan lain yaitu pendekatan pada aspek hukum perdata dan hukum administrasi negara. Argumentasi ini diperoleh dari doktrin-doktrin para ahli sebagaimana di atas yang telah memperluas makna kebijakan kriminal tersebut meliputi penal dan non penal.

Lebih lanjut menurut G. Peter Hoefnagels, model pendekatan kebijakan non penal dapat berupa perencanaan kesehatan mental masyarakat (community planning mental health), termasuk kesehatan mental masyarakat secara nasional (national mental health), kesejahteraan anak dan pekerja sosial (social worker and child welafare), dan penggunaan hukum civil dan hukum administrasi (administration and civil law).134

Aspek ketiga dari lingkup yang disebut G. Peter Hoefnagels di atas adalah influencing view of society on crime and punishment, berupaya sedapat mungkin mempengaruhi pandangan-pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan lewat media massa. Upaya untuk mempengaruhi pandangan-pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan melalui media massa pada

134

(6)

prinsipnya bukan merupakan hakikat hukum pidana namun sebagai bentuk perluasan dan pergeseran paradigma kebijakan sosial ke arah yang lebih rasional dan responsif dalam rangka menggulangi kejahatan secara terintegral.

Hukum pidana pada hakikatnya adalah bersifat refresif (repressive) yang diwujudkan dalam bentuk penindakan, pemberantasan, atau penumpasan sesudah kejahatan itu terjadi, sedangkan upaya untuk mempengaruhi pandangan-pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan melalui media massa dilakukan sebelum terjadinya kejahatan, tujuannya adalah agar masyarakat mengetahui dan mewaspadai serta mencegah dirinya sendiri secara dini jangan sampai terjerumus ke dalam kejahatan sehingga timbullah kesadaran hukum bagi masyarakat itu sendiri.

Kontribusi media massa dalam rangka kebijakan kriminal dalam teori Hoefnagels disejajarkannya dengan upaya-upaya kebijakan kriminal yang lain yaitu criminal law application (practical criminology), dan prevention without punishment.135 Hal itu juga tergambar dalam buku Barda Nawawi Arief berjudul “Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana Perkembangan Penyusunan Konsep KUHP Baru.136

135

Budiyono, “Pemanfaatan Media Massa oleh Penegak Hukum Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Korupsi”, Jurnal Perspektif, Volume XVIII No. 1 Tahun 2013, Edisi Januari, hal. 2. Pentingnya media massa dimanfaatkan dalam upaya penanggulangan tindak pidana korupsi karena media massa atau pers mempunyai fungsi yang cukup strategis dalam politik kriminal, seperti dikemukakan oleh G. Peter Hoefnagels bahwa media massa atau mass media ini sebagai salah satu unsur dari politik kriminal atau criminal policy (G. Peter Hoefnagels, 1969:56). Fungsi media massa dalam kerangka politik kriminal menurut Hoefnagels ditujukan untuk mempengaruhi pandangan-pandangan masyarakat tentang tindak pidana dan pemidanaan atau influencing view of society on crime and punishment.

136

Barda Nawawi Arief (I), Loc. cit.

(7)

masing-masing elemen. Menurut G. Peter Hoefnagels ketiga elemen itu harus disejajarkan, sedangkan menurut Barda Nawawi Arief elemen kedua dan elemen ketiga harus dimasukkan dalam kebijakan non penal.137

Apapun perbedaan level/tingkatan masing-masing dari elemen itu tidak perlu dipersoalkan dalam kerangka ini, namun yang menjadi fokus adalah titik sentral kebijakan kriminal tidak hanya dapat dilakukan melalui upaya penal saja tetapi dapat pula dilakukan upaya-upaya lain di luar dari hukum pidana. Singkatnya Barda Nawawi Arief membagi kebijakan kriminal itu secara garis besar menjadi dua kelompok yaitu upaya penal dan non penal. Jalur penal berarti mengupayakan hukum pidana sedangkan jalur non penal yaitu mengupayakan selain hukum pidana atau di luar hukum pidana.

138

B. Kebijakan Penanggulangan Kejahatan Tanpa Menggunakan Hukum Pidana

Menurut Mahmud Mulyadi kebijakan penanggulangan kejahatan melalui pendekatan non penal lebih bersifat pada tindakan (matregel) yaitu pencegahan sebelum terjadinya kejahatan.139

137

Ibid. 138

Ibid. 139

Mahmud Mulyadi, Criminal Policy….Op. cit., hal. 55.

(8)

kedudukan yang strategis dan memegang peranan kunci yang harus diintensifkan dan diefektifkan.140

Sebagaimana diketahui bahwa kebijakan non penal merupakan kebijakan selain menerapkan hukum pidana, oleh karena itu upaya-upaya apa saja yang dilakukan di luar jalur hukum pidana adalah termasuk kebijakan non penal. Misalnya

Kebijakan penanggulangan kejahatan perjudian baik penal maupun non penal dari dulu hingga kini atau dari sejak berlakunya KUH Pidana, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 maupun UUITE tidak juga dapat meminimalisir praktik-praktik perjudian di Indonesia khususnya di wilayah Polda Sumut. Faktor ini menjadi lebih rumit karena kurangnya dukungan kebijakan karena Polda Sumut cenderung menggunakan kebijakan hukum pidana dalam penanggulangan judi selama ini di wilayah Sumut lebih banyak dilakukan penindakan (refresif) dan tidak didukung dengan upaya-upaya non penal secara terintegrasi melalui upaya preemtif dan preventif, bilapun ada tetapi tidak dijalankan secara maksimal dan tidak serius.

Kebijakan penanggulangan kejahatan perjudian dapat dicontohkan dari sisi non penal adalah membangun kembali dua hal yang harus menjadi sorotan dan perlu diperhatikan bersama, yaitu pertama, perlu diupayakan dan dikembangkan program Perpolisian Masyarakat (Perpolmas) yang saat ini wujudnya ”hidup segan mati tak mau” dan kedua, perlu keseriusan dan kejujuran dari para petinggi-petinggi aparatur penegak hukum khususnya para petinggi Polri dalam memberantas perjudian.

140

(9)

salah satu contoh upaya untuk menghidupkan Perpolmas atau Bintara Pembina Ketertiban Masyarakat (Babinkamtibmas) di Polsek-Polsek di seluruh wilayah Polda Sumut merupakan salah satu upaya non penal dan upaya alternatif yang paling diharapkan dalam penyelesaian konflik-konflik sosial termasuk dalam penyelesaian perkara-perkara ringan dan deteksi dini terhadap kriminogen kejahatan dalam lingkungan masyarakat.141

Krisis kepercayaan terhadap Polri membuat masyarakat tidak takut melanggar peraturan dan warga menganggap kewibawaan Polri hanya ada karena senjata dan wewenang formalnya. Pandangan masyarakat yang banyak uang menganggap polisi tidak ada wibawa karena dapat dikendalikan dengan uang, sementara di era kebebasan pers penyelewengan oknum Polri semakin terbuka yang membuat citra Polri semakin terpuruk.142

Sutanto mengeluarkan kebijakan pada bulan Oktober 2005 tentang Polmas yang mencakup sebuah penilaian terhadap kekurangan-kekurangan Polri. Kebijakan ini ini terkait dengan kecenderungan polisi melihat dirinya semata-mata sebagai pemegang otoritas, dan institusi kepolisian dipandang semata-mata sebagai alat

141

Wawancara dengan Herman, Kepala Unit Penyidikan (Panit Sidik) Polda Sumut, Tanggal 25 Januari 2016.

142

(10)

negara sehingga pendekatan kekuasaan bahkan tindakan represif seringkali mewarnai pelaksanaan tugas dan wewenang kepolisian.143

Polmas menjadi prioritas kedua langsung setelah penegakan keadilan masyarakat yang diuraikan dalam Grand Strategi Polri 2005. Melalui kerjasama Pemerintah Jepang dan Indonesia, Jepang telah membantu pembangunan beberapa pos polisi yang disebut Balai Kemitraan Polisi dan Masyarakat (BKPM) yang diadopsi dari Koban di Jepang, sementara di sisi lain, kepolisian Indonesia juga membangun sendiri Balai Polmas juga diadopsi dari Chuzaisho di Jepang, itulah Babinkamtibmas.144

Puncaknya ditandai dengan keluarnya strategi Polri untuk dua puluh tahun ke depan yaitu ditetapkan pada bulan Juni 2005 oleh Kapolri saat itu, Jenderal Sutanto. Kebijakan ini disebut “Grand Strategi Polri 2005” yang menekankan perlunya memfokuskan lima tahun pertama (2005-2010) pada upaya membangun kepercayaan

Polri terus berbenah dan berupaya menjadi polisi yang profesional dan mandiri. Reformasi yang dilakukan adalah pada pengembangan pemolisian masyarakat (community policing) atau lebih sering disebut dengan Polmas yang menekankan pada kemitraan dengan masyarakat untuk penyelesaian masalah, dalam upaya pencegahan terhadap ancaman keamanan dan ketertiban di masyarakat.

143

Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kebijakan dan Strategi Penerapan Model Perpolisian Masyarakat Dalam Penyelenggaran Tugas Polri, Kepolisian Negara Republik Indonesia, Oktober 2005, Pasal II ayat (1) huruf (b), hal. 4.

144

(11)

masyarakat pada Polri. Salah satu dari strategi kebijakan itu adalam optimalisasi Polmas yang tersebut di dalam:

1. Surat Keputusan Kapolri Nomor Pol.: 737 Tahun 2005 tanggal 13 Oktober 2005 tentang Kebijakan dan Strategi Penerapan Model Perpolisian Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Tugas Polri.

2. Surat Keputusan Kapolri Nomor Pol.: Skep/431/VII/2006 tanggal 1 Juli 2006 tentang Pedoman Pembinaan Personel Pengemban Fungsi Polmas.

3. Surat Keputusan Kapolri Nomor Pol.: Skep/432/VII/2006 tanggal 1 Juli 2006 tentang panduan Pelaksanaan Fungsi Operasional Polri dengan Pendekatan Polmas.

4. Surat Keputusan Kapolri Nomor Pol.: Skep/433/VII/2006 tanggal 1 Juli 2006 tentang Pembentukan dan Operasionalisasi Polmas.

Muatan dalam surat keputusan Kapolri tersebut di atas menyangkut upaya optimalisasi Polmas. Kapolri juga mengeluarkan Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor Pol.: 9 Tahun 2007 Tentang Rencana Strategis Kepolisian Negara Republik Indonesia 2005-2009 (perubahannya) yang kemudian diikuti dengan Kebijakan dan Strategi Kapolri yang dikeluarkan pada tanggal 8 Desember 2007 tentang Percepatan dan Pemantapan Implementasi Polmas.

(12)

antara polisi dengan masyarakat lokal, dalam menyelesaikan dan mengatasi setiap permasalahan sosial, pelanggaran, dan kejahatan yang mengancam keamanan dan ketertiban, guna meningkatkan kualitas hidup warga masyarakat.

Orientasinya berupaya memberdayakan masyarakat sehingga masyarakat tidak lagi semata-mata sebagai obyek dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi kepolisian, melainkan sebagai subyek yang turut menentukan dalam mengelola sendiri upaya penciptaan lingkungan yang aman dan tertib yang difasilitasi oleh petugas Polmas dari Kepolisian. Warga dan polisi berusaha menemukan, mengidentifikasi, menganalisis dan mencari jalan keluar atas masalah gangguan keamanan dan ketertiban.

Polmas merupakan model perpolisian yang menekankan hubungan yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan sekaligus sebagai falsafah Polmas dengan menampilkan sikap santun dan saling menghargai antara polisi dan warga. Polmas mengandung prinsip-prinsip yang sangat sejalan dengan semangat yang selalu kumandangkan oleh organisasi masyarakat sipil, seperti prinsip transparansi, prinsip partisipasi, prinsip kesetaraan, prinsip penugasan permanen dan personalisai, prinsip desentralisasi.

(13)

menuju pendekatan yang proaktif agar mendapat dukungan publik dengan mengedepankan kemitraan.

Penyelenggaraan tugas-tugas kepolisian selama ini, baik dalam pemeliharaan keamanan dan ketertiban maupun penegakan hukum, Polisi cenderung melihat dirinya sebagai pemegang otoritas tunggal, sebagai alat negara sehingga pendekatan kekuasaan dan tindakan represif seringkali mewarnai pelanggaran dan penyelewenangn dalam menjalankan tugas-tugasnya. Tugas melayani dan melindungi (to serve and to protect) harus dilakukan dengan pendekatan yang birokratis, sentralistik, dan bersama-sama mewarnai pelaksanaan perlindungan, pengayoman, pelayanan.

Pelaksanaan tugas kepolisian sehari-hari lebih mengedepankan penegakan hukum yang utamanya untuk menindak terhadap pelaku kriminal. Model Polmas justru mendorong polisi untuk lebih dekat dengan masyarakat melalui pendekatan masyarakat setempat (lokal). Polri melakukan pendekatan yang cerdas (smart), santun (civilian), kemanusiaan (humanistic), bermartabat (civilized), adaptif, dan beradab (civilization). Paradigma baru harus mengedepankan kemitraan dalam memecahkan masalah karena citra Polri sebelum direformasi cenderung sebagai alat penguasa.145

Sesuai UU Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian, dalam hal memelihara kamtibmas, penegak hukum, pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat, Polri

145

(14)

tidak hanya berorentasi pada hukum dan perundang-undangan dalam pelaksanaan perannya, tetapi juga tunduk kepada prinsip-prinsip universal yang berlaku secara internasional dalam masyarakat madani polri yang menekankan HAM dalam bingkai supremasi hukum.146

Polri menetapkan sebuah strategi perpolisian melalui penerapan Polmas tidak hanya merupakan suatu program, melainkan suatu falsafah yang menggeser paradigma konvensional menjadi suatu model perpolisian baru dalam masyarakat

Hal ini sesuai pula dengan muatan dalam TAP MPR Nomor II/MPR/1993 Tentang Garis Besar Haluan Negara dimana Polri dibebani pula tugas melakukan pembinaan Kamtibmas yang diperankan oleh Babinkamtibmas sebagai ujung tombak terdepan.

Upaya tradisional selama ini telah dilakukan oleh Polri dalam rangka mewadahi partisipasi masyarakat, melalui program Bimbingan Masyarakat (Bimmas), Sistem Keamanan Swakarsa (Siskamswakarsa), dan Sistem Keamanan Lingkungan (Siskamling), namun upaya ini belum dirasa cukup, karena masih menempatkan Polisi pada poisisi yang belum sejajar dengan warga masyarakat. Warga ditempatkan sebagai pihak yang dibina dan polisi selalu menempatkan dirinya sebagai pembina. Masyarakat hanya sebagai obyek dan polisi sebagai subjek yang serba lebih sehingga dianggap figur yang mampu menangani dan menyelesaikan semua permasalahan Kamtibmas yang dihadapi masyarakat. Aroma kekuasaan dan kekuatan Polri masih berada di atas masyarakat, dirasa masih sangat kental dan menyebabkan masih terdapatnya jarak pemisah antara warga dan polisi.

146

(15)

madani. Model ini pada hakikatnya menempatkan masyarakat bukan semata-mata sebagai obyek tetapi mitra kepolisian dalam pemecahan masalah-masalah sosial (konflik sosial).

Harapan yang ingin dicapai dari penerapan strategi kebijakan Polmas adalah terwujudnya Polri yang dipercaya dan mendapatkan dukungan penuh oleh masyarakat melalui kemitraan sejajar antara polisi dan masyarkat dalam rangka pencegahan ancaman keamanan dan ketertiban. Polri menyadari akan kesejahteraan masyarakat bisa terwujud dengan salah satunya adalah menciptakan rasa aman di lingkungan masyarakat.

Bagi Polri akan selalu menempatkan masyarakat sebagai pemangku kepentingan (stakeholders) yang utama dan harus mendapatkan layanan yang bermutu dari Kepolisian. Tantangan yang berat bagi Polri dalam Polmas terutama untuk membangun pemahaman terhadap komunitas dalam penciptaan situasi aman dan tertib sekaligus merupakan tanggung jawab bersama di mana keduanya cenderung beda persepsi antar warga dan polisi.

(16)

Dasar aturan tugas-tugas Babinkamtibmas telah ada diatur secara tersirat di dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia, dan tersurat di dalam Perkapolri Nomor 7 Tahun 2008 tentang Pedoman Dasar Strategi dan Implementasi Pemolisian Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Tugas Polri. Norma secara tersirat terkandung di dalam UU Kepolisian tersebut memuat tugas-tugas Kepolisian Republik Indonesia untuk melakukan upaya-upaya preemtif dan preventif serta refresif.

Konsep refresif ini lahir dari hukum yang otonom atau hukum yang kaku. Upaya refresif menyangkut segala upaya Polri dalam melakukan penindakan terhadap semua peristiwa pidana dengan menerapkan hukum pidana. Penerapan refresif demikian tentunya akan menimbulkan penderitaan dan terkadang ketidakadilan. Pidana kadang-kadang dirasakan sebagai suatu penderitaan yang bersifat khusus dijatuhkan oleh kekuasaan yang berwenang bagi pelanggar semata-mata karena orang tersebut melanggar suatu peraturan hukum yang harus ditegakkan oleh negara.147

Sedangkan upaya preemtif dan preventif menyangkut segala upaya Polri dalam rangka pencegahan dan deteksi dini terhadap faktor-faktor kondusif yang menyebabkan munculnya pelanggaran dan kejahatan.148

147

P.A.F. Lamintang, Hukum Penitensir Indonesia, (Bandung: Armico, 1984), hal. 34. 148

Mahmud Mulyadi, Loc. Cit.

(17)

dari berbagai aspek, misalnya pendekatan budaya, sosial, pendidikan, lingkungan, ekonomi, dan lain-lain.

Konsep preemtif dan preventif sebagai konsep yang ditawarkan dalam paradigma hukum yang responsif, atau hukum sebagai fasilitator dari sejumlah respon terhadap aspirasi kebutuhan sosial hukum yang berkembang di masyarakat, sedangkan hukum refresif sebagai abdi kekuasaan, hukum otonom sebagai institusi yang mampu mengolah refresif dan melindungi integritasnya sendiri.149

Ada juga beberapa keberhasilan dari hukum refresif, tetapi hanya mampu memproses penjahat kelas kecil seperti orang-orang miskin yang tidak punya akses pembelaan di sidang pengadilan. Bahkan umumnya orang-orang yang memenuhi rumah tahanan dan lembaga pemasyarakatan merupakan produk hukum yang dihasilkan menjadi sangat refresif.150

149

Sabian Utsman, Menuju Penegakan Hukum yang Responsif, Konsep Philippe Nonet & Philip Selznick, Perbandingan Civil Law System & Common Law System, Spiral Kekerasan & Penegakan Hukum, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hal. 39.

150

Philippe Nonet dan Philip Selznick, Hukum Responsif, (Bandung: Nusa Media, 2010), hal. 49-51.

(18)

UU Kepolisian mengatur didalamnya menyangkut tugas Babinkamtibmas. Fungsi Polri dalam Pasal 2 UU Kepolisian adalah untuk menegakkan hukum, memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Dalam norma ini terkandung fungsi khusus dari Babinkamtibmas yaitu memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, serta perlindungan, pengayoman, dan pelayanan bagi warga masyarakat, sekaligus untuk mencapai tujuan Polri sebagaimana dalam Pasal 4 UU Kepolisian dan menjunjung tinggi HAM.

UU Kepolisian tidak mengatur secara tersurat mengenai tugas dan wewenang khusus dari Babinkamtibmas, melainkan hanya ditentukan tugas-tugas Polri secara umum saja, tetapi jika ditafsirkan normanya, misalnya norma yang terkandung di dalam Pasal 13 UU Kepolisian tersebut, maka dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, serta perlindungan, pengayoman, dan pelayanan bagi warga masyarakat, merupakan tugas dan wewenang yang paling dekat dengan Babinkamtibmas, termasuk tugas-tugas Polri yang disebutkan dalam Pasal 14 ayat (1) UU Kepolisian.151

151

Lebih rinci dalam Pasal 14 ayat (1) UU Kepolisian terdapat beberapa hal yang menjadi tugas Polri yaitu:

a. Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan dan ketertiban;

b. Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan;

c. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;

d. Melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa;

(19)

Tugas-tugas yang terdapat dalam Pasal 13 dan Pasal 14 ayat (1) UU Kepolisian tersebut pada intinya melaksanakan kebijakan non penal atau melaksanakan hukum tanpa menggunakan sarana hukum pidana melalui pendekatan-pendekatan kemitraan. Tugas-tugas tersebut dilaksanakan sebagai upaya antisipatif terhadap kemungkinan munculnya pelanggaran dan kejahatan.

Pendekatan kebijakan secara non penal sebagai upaya untuk menanggulangi kejahatan dengan menggunakan sarana lain selain hukum pidana (penal). Pendekatan lain yang dapat dilakukan adalah melalui penyuluhan kesadaran hukum masyarakat, pendidikan, budaya, pengajian, kerohaniaan, dan lain-lain yang inti sebenarnya adalah bertujuan untuk mencegah kriminal. Upaya penanggulangan kejahatan melalui penal lebih menitikberatkan pada sifat pemberantasan (refresif), sedangkan non penal lebih menitikberatkan pencegahan atau penangkalan (preemtif dan preventif).

Upaya penanggulangan atau pencegahan kejahatan dengan cara non penal merupakan penanggulangan yang bersifat mendasar. Karena pencegahan atau penanggulangan terhadap kejahatan tidak menyelesaikan akar permasalahan jika tanpa diiringi dengan tindakan menghilangkan hal-hal yang menjadi faktor-faktor penyebab yang menimbulkan kriminalitas tersebut.

Kemudian jika diperhatikan norma yang terkandung di dalam Pasal 15 ayat (1) UU Kepolisian, juga mengandung tugas-tugas Babinkamtibmas. Tugas-tugas

f. Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang;

(20)

tersebut menyangkut upaya-upaya yang dapat dilakukan selain menggunakan sarana hukum pidana.152

Tugas-tugas lain menyangkut upaya-upaya pencegahan yang dapat dilakukan oleh Babinkamtibmas yaitu mencegah tumbuhnya penyakit masyarakat seperti mencuri, narkotika, perjudian, dan lain-lain. Babinkamtibmas memberikan arahan-arahan terhadap bahaya dari penggunaan narkotika, dampak dari perbuatan judi, pelacuran, bahaya anarkisme, dan seterusnya. Babinkamtibmas juga dapat melakukan

Babinkamtibmas juga dapat menerima laporan dan atau pengaduan atas tindakan kriminal untuk sementara waktu sebelum dilakukan penanganannya oleh penyidik. Melalui Babinkamtibmas laporan atau pengaduan dapat diserahkan kepada penyidik. Dalam hal membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban umum, Babinkamtibmas dapat melakukan mediasi, bertindak sebagai mediator di antara kedua belah pihak yang berkonflik agar tidak sampai menimbulkan gangguan sistemik terhadap ketertiban umum.

152

Tugas-tugas dalam Pasal 15 ayat (1) UU Kepolisian tersebut antara lain: a. Menerima laporan dan/atau pengaduan;

b. Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban umum;

c. Mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat;

d. Mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa;

e. Mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan administratif kepolisian; f. Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian dalam rangka

pencegahan;

g. Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian;

h. Mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang; i. Mencari keterangan dan barang bukti;

j. Menyelenggarakan pusat informasi kriminal nasional;

k. Mengeluarkan surat izin dan/atau surat keterangan yang diperlukan dalam rangka pelayanan masyarakat;

(21)

tugasnya dalam hal mengawasi aliran-aliran kepercayaan radikal yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.

Pimpinan dapat pula mengeluarkan peraturan misalnya mengeluarkan peraturan menyangkut kegiatan di malam hari, memberlakukan jam ronda di malam hari. Bagi warga yang tidak memiliki urusan penting dan mendesak dilarang berkeliaran di malam hari khususnya anak-anak. Mengeluarkan aturan bagi setiap orang khususnya orang lain (asing) yang masuk ke daerah pemukiman warga masyarakat atau desa-desa tertentu.

Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan pencegahaan dengan melakukan pemeriksaaan tentang data kependudukan warga misalnya setiap dua kali setahun untuk mengantisipasi orang lain yang bermaksud jahat atau maksud lain di dalam atau di luar pemukiman warga. Penempatan Babinkamtibmas yang berada di setiap kelurahan maupun di kota-kota dan di desa-desa untuk melakukan pendataan terhadap warga masyarakat berkaitan dengan penduduk yang menetap dan pendatang. Babinkamtibmas juga bertindak dini terhadap kemungkinan bersembunyinya pelaku kejahatan di tengah-tengah pemukiman warga.

(22)

didirikan itu mempermudah reaksi cepat dalam hal penanganan pertama terhadap kemungkinan peristiwa yang mengganggu ketertiban dan kenyamanan warga.

Polmas sebagai salah satu rencana dalam Grand Strategi Polri 2005 ditindaklanjuti dengan Perkapolri dengan mengeluarkan Perkapolri Nomor 7 Tahun 2008 Tentang Pedoman Dasar Strategi dan Implementasi Pemolisian Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Tugas Polri. Perkapolri ini menentukan strategi Polmas adalah implementasi pemolisian proaktif yang menekankan kemitraan sejajar antara polisi dan masyarakat dalam upaya pencegahan dan penangkalan kejahatan, pemecahan masalah sosial yang berpotensi menimbulkan gangguan Kamtibmas dalam rangka meningkatkan kepatuhan hukum dan kualitas hidup masyarakat.153

Tugas utama Babinkamtibmas adalah melakukan pembinaan terhadap masyarakat, mengadakan kemitraan dengan masyarakat, melakukan pemecahan masalah (konflik) dengan masyarakat, dan melakukan upaya deteksi dini terhadap faktor-faktor kondusif munculnya kriminalitas dalam masyarakat. Jika dirinci dari Sasaran Strategi Polmas maka tugas Babinkamtibmas meliputi:154

1. Berupaya menumbuhkan kesadaran dan kepedulian masyarakat komunitas terhadap potensi gangguan keamanan, ketertiban dan ketentraman di lingkungannya.

2. Berupaya meningkatnya kemampuan masyarakat bersama dengan polisi untuk mengidentifikasi akar permasalahan yang terjadi di lingkungannya, melakukan analisis dan memecahkan masalahnya.

3. Berupaya mengatasi permasalahan yang ada secara bersama-sama antara Polisi dan masyarakat dengan cara yang tidak melanggar hukum.

153

Pasal 1 angka 8 Perkapolri Nomor 7 Tahun 2008 tentang Pedoman Dasar Strategi dan Implementasi Pemolisian Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Tugas Polri.

154

(23)

4. Berupaya meningkatkan kesadaran hukum masyarakat.

5. Berupaya meningkatkan partisipasi masyarakat dalam menciptakan Kamtibmas di lingkungannya masing-masing.

6. Berupaya meminimalisir peristiwa yang mengganggu keamanan, ketertiban dan ketentraman masyarakat/komunitas.

Metode yang dilakukan oleh Babinkamtibmas didasari pada prinsip kesetaraan guna membangun kepercayaan warga masyarakat terhadap Polri sehingga terwujud kebersamaan dalam rangka memahami masalah kamtibmas dan masalah sosial, menganalisis masalah, mengusulkan alternatif-alternatif solusi yang tepat dalam rangka menciptakan rasa aman, tenteram dan ketertiban (tidak hanya berdasarkan pada hukum pidana dan penangkapan), melakukan evaluasi serta evaluasi ulang terhadap efektifitas solusi yang dipilih. Pola operasional Polmas adalah:155

1. Memecahkan masalah gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat lebih mengutamakan proses mengidentifikasi akar permasalahan, menganalisa, menetapkan prioritas tindakan, mengevaluasi efektivitas tindakan bersama dengan masyarakat, sehingga bukan hanya sekedar mencakup penanganan masalah yang bersifat sesaat.

2. Pelayanan dan perlindungan kepada masyarakat menuju terwujudnya tujuh dimensi pelayanan masyarakat yang mencakup komunikasi berbasis kepedulian, tanggap, cepat dan tepat, kemudahan pemberian informasi, prosedur yang efisien dan efektif, biaya yang formal dan wajar, kemudahan penyelesaian urusan, lingkungan fisik tempat kerja yang kondusif.

3. Menegakkan hukum lebih diutamakan kepada sasaran peningkatan kesadaran hukum daripada peningkatan hukum.

4. Penindakan hukum merupakan alternatif terakhir bila cara-cara pemulihan masalah atau cara-cara pemecahan masalah yang bersifat persuasif tidak berhasil.

155

(24)

Babinkamtibmas dalam melaksanakan Polmas tidak hanya melakukan tugas untuk memecahkan masalah (konflik sosial) namun sesuai Pasal 12 Perkapolri Nomor 7 Tahun 2008 tersebut diharapkan kepada Babinkamtibmas dapat melaksanakan upaya penegakan hukum sebagai alternatif terakhir bila cara-cara pemulihan masalah atau cara-cara pemecahan masalah secara persuasif tidak berhasil. Misalnya menyelesaikan perkara-perkara pelanggaran ringan atau tindak pidana ringan. Bentuk-bentuk kegiatan dalam penerapan Polmas antara lain:156

1. Kegiatan pelayanan dan perlindungan warga masyarakat, meliputi: a. Intensifikasi kegiatan pembinaan masyarakat;

b. Intensifikasi patroli dan tatap muka petugas Polri dengan warga; 2. Komunikasi intensif petugas Polri dengan warga masyarakat, meliputi:

a. Intensifikasi kontak person antara petugas dengan warga secara langsung/tatap muka, atau melalui sarana komunikasi;

b. Pemanfaatan sarana media pers cetak maupun elektronik; c. Penyelenggaraan forum komunikasi Polri dan masyarakat;

3. Pemanfaatan FKPM untuk pemecahan masalah, eliminasi akar permasalahan dan pengendalian masalah sosial, meliputi:

d. Pemanfaatan tempat, balai pertemuan untuk forum komunikasi masyarakat;

e. Pemanfaatan forum pertemuan yang dilaksanakan warga masyarakat secara rutin, periodik, atau insidentil;

f. Pendekatan dan komunikasi intensif dengan tokoh-tokoh formal dan informal (adat, agama, pemuda, tokoh perempuan/ibu-ibu, pengusaha, profesi, dan sebagainya) dalam rangka mengeliminasi akar permasalahan dan pemecahan masalah keamanan/ketertiban.

4. Pemberdayaan pranata sosial untuk pengendalian sosial, eliminasi akar masalah dan pemecahan masalah social.

5. Penerapan konsep pola penyelesaian masalah sosial melalui jalur alternative yang lebih efektif berupa upaya menetralisir masalah selain melalui proses hukum atau non litigasi (alternative dispute resolution), misalnya melalui upaya perdamaian.

6. Pendidikan/pelatihan keterampilan penanggulangan gangguan Kamtibmas.

156

(25)

7. Koordinasi dan kerjasama dengan kelompok formal ataupun informal dalam rangka pemecahan masalah Kamtibmas.

Bentuk operasional Polmas mencakup kegiatan perorangan oleh petugas pengemban Polmas di lapangan, kegiatan oleh supervisor/pengendali petugas Polmas, dan kegiatan oleh manajemen.157 Kegiatan perorangan Babinkamtibmas di lapangan dapat dilakukan berupa:158

1. Memfasilitasi siskamling di lingkungan tempat tinggalnya.

2. Memanfaatkan kesempatan arisan ibu-ibu dan pertemuan-pertemuan rutin di wilayahnya untuk mendiskusikan soal-soal Kamtibmas yang menjadi kepedulian warga.

3. Memanfaatkan pos pasar untuk menjalin komunikasi dengan para pedagang dan pembeli, dan memberi informasi mengenai masalah pencurian dan pencopetan.

4. Menggunakan penyelenggaraan kegiatan masyarakat seperti pertandingan sepakbola, konser musik, dan sebagainya untuk menjalin komunikasi intensif dengan warga yang terlibat untuk mengantisipasi masalah yang dapat terjadi dan melakukan perencanaan bersama dengan warga secara proaktif untuk menghindari masalah Kamtibmas.

5. Melakukan tatap muka dengan berbagai kelompok warga, termasuk tokoh masyarakat, agama formal dan informal, kelompok pemuda-pemudi, kelompok perempuan atau kaum ibu-ibu, siswa, mahasiswa ,serta segmen warga rentan yang sering tak terangkat suaranya untuk mengajak partisipasi aktif untuk memelihara rasa aman, tertib dan tenteram dilingkungannya.

Bentuk kegiatan Babinkamtibmas yang dilaksanakan oleh pengendali (supervisor) Polmas antara lain:159

1. Menyelenggarakan tatap muka dengan komunitas tertentu menggunakan fasilitas yang ada (misalnya Balai Desa atau Kecamatan atau ruang rapat sekolah).

157

Pasal 20 Perkapolri Nomor 7 Tahun 2008 Tentang Pedoman Dasar Strategi dan Implementasi Pemolisian Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Tugas Polri.

158

Pasal 21 Perkapolri Nomor 7 Tahun 2008 Tentang Pedoman Dasar Strategi dan Implementasi Pemolisian Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Tugas Polri.

159

(26)

2. Memberdayakan dan mengendalikan peran pranata sosial sebagai wadah untuk penyelesaian masalah sosial, agar dapat berfungsi positif bagi pemecahan masalah sosial dan tidak menyimpang atau bertentangan dengan hukum yang berlaku.

3. Memfasilitasi kegiatan umum (pertandingan olahraga, pementasan seni dan budaya, pertemuan ilmiah, pertemuan sosial) untuk sarana membangun kemitraan Polri dengan warga masyarakat.

4. Koordinasi dengan penyelenggara pertandingan olahraga, pertunjukan seni dan budaya untuk menata pola pengamanan guna mencegah terjadinya gangguan ketertiban dan keamanan, misalnya: pembatasan jumlah pengunjung agar tidak melebihi kapasitas lokasi, pembagian/penugasan koordinator penonton/supporter di lapangan, dan sebagainya.

5. Menghadiri atau memfasilitasi forum diskusi/pertemuan yang dilakukan oleh kelompok masyarakat dan memanfaatkannya untuk membangun kemitraan anatara Polri dengan masyarakat dalam rangka mencegah dan menanggulangi gangguan Kamtibmas.

6. Memfasilitasi penyelenggaraan lomba-lomba keterampilan yang berkaitan dengan masalah Kamtibmas.

Bentuk kegiatan Babinkamtibmas pada tingkat manajemen adalah berkoordinasi dan komunikasi dengan pejabat formal dalam rangka pengembangan sistem penanggulangan Kamtibmas. Konsultasi dan diskusi dalam pembuatan aturan, perijinan, pengaturan, pembangunan dalam rangka pencegahan dan penanggulangan bencana alam. Koordinasi dengan Pemda atau instansi terkait dalam rangka menggalakkan pranata sosial yang masih dapat berfungsi sebagai pengendalian sosial dan tidak bertentangan dengan hukum positif. Penentuan sasaran, metode, dan prioritas penerapan program di wilayah dan dalam batas kewenangan jabatannya.160

Bentuk-bentuk kegiatan Babinkamtibmas pada tempat atau di desa tertentu tidak sama dengan bentuk kegiatan yang dilaksanakan di desa lain. Bentuk-bentuk kegiatannya disesuaikan dengan kondisi dan situasi warga masyarakat serta

160

(27)

kebutuhan daerah setempat. Penugasan kepada Babinkamtibmas ditetapkan oleh pejabat yang berwenang dengan memperhatikan dan mempertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut:161

1. Bentuk kegiatan disesuaikan dengan karakteristik wilayah dan masyarakat di wilayah penugasan.

2. Perbandingan antara kualitas/kapasitas warga masyarakat yang menjadi sasaran kegiatan dengan kualitas pengemban tugas.

3. Perimbangan antara bobot materi untuk kegiatan dibandingkan dengan kualitas, kapasitas dan kemampuan pelaksanaan.

Tugas-tugas Babinkamtibmas pada intinya adalah melakukan pembinaan terhadap masyarakat, mengadakan kemitraan dengan masyarakat, melakukan pemecahan masalah (konflik) dengan masyarakat, dan melakukan upaya deteksi dini terhadap faktor-faktor kondusif munculnya kriminalitas dalam lingkungan masyarakat. Pembinaan dimaksud untuk menumbuhkan dan mengembangkan serta mengoptimalkan potensi masyarakat dalam hubungan kemitraan yang sejajar.162

Pembinaan masyarakat menyangkut segala upaya yang meliputi komunikasi, konsultasi, penyuluhan, penerangan, pembinaan, pengembangan dan berbagai kegiatan lainnya dalam rangka untuk memberdayakan segenap potensi masyarakat guna menunjang keberhasilan tujuan terwujudnya keamanan, ketertiban dan ketentraman masyarakat. Kemitraan menyangkut segala upaya membangun sinergi dengan potensi masyarakat yang meliputi komunikasi berbasis kepedulian,

161

Pasal 26 Perkapolri Nomor 7 Tahun 2008 Tentang Pedoman Dasar Strategi dan Implementasi Pemolisian Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Tugas Polri.

162

(28)

konsultasi, pemberian informasi dan berbagai kegiatan lainnya demi tercapainya tujuan masyarakat yang aman, tertib dan tenteram.

Tugas-tugas Babinkamtibmas merupakan penolakan terhadap pengutamaan hukum refresif. Sekali lagi dikatakan bahwa tidak bisa diandalkan dengan menyerahkan sepenuhnya kepada hukum refresif untuk mewujudkan keberhasilan hukum. Penolakan terhadap hukum refresif telah diagung-agungkan oleh Satjipto Rahardjo yang menawarkan alternatif baru dari penolakan itu yakni menawarkan model hukum progresif dan responsif. Hukum progresif menurutnya menolak pengutamaan ilmu hukum yang bekerja secara analitis dengan mengedepankan peraturan dan logika.163

Cara kerja yang bertumpu pada ranah hukum positif tidak akan banyak menolong penegakan hukum untuk membawa keberhasilan di Indonesia agar keluar dari keterpurukannya. Hukum progresif lebih mengunggulkan aliran realisme hukum dan pendekatan sosiologis dalam menjalankan hukum di tengah-tengah masyarakat. Hukum progresif tidak melihat hukum sebagai produk yang final melainkan secara terus-menerus harus dibangun.164

163

Satjipto Rahardjo, Hukum Progresif Sebuah Sintesa Hukum Indonesia, (Yogyakarta: Genta Publishing, 2009), hal. 21.

164

Ibid.

(29)

memilih konsep perubahan karena dipicu oleh keprihatinan terhadap keterpurukan hukum di Indonesia.165

Hukum hendaknya membuat bahagia, menjalankan hukum dengan kecerdasan spritual,

166

mendambakan dan memposisikan hukum yang ideal di masa yang akan datang.167

Satjipto tidak sependapat dengan adanya kepastian hukum, karena kepastian hukum dianggapnya suatu yang berlebihan dan menyesatkan sebab menjadi ideologi dalam hukum.

Jika model ini diterapkan terkait dengan peran Babinkamtibmas maka eksistensi Polri menjadi dambaan rakyat dan tidak ada lagi garis pemisah perseteruan antara Polri dan masyarakat. Kepastian hukum perlu juga sekali-kali dipertanyakan bila untuk menuju keadilan.

168

Kepastian hukum disebutnya menimbulkan tindakan refresif, keadaan refresif, cara berhukum lebih didasarkan pada penggunaan kekerasan dan paksaan, bisa berubah dan bukan lagi kekuatan fisik yang diandalkan, melainkan kekuatan dari bekerjanya hukum itu sendiri yang sudah semakin menjadi otonom, sehingga kepastian hukum itu harus bisa dibebaskan sesuai pada yang seharusnya dan sepatutnya.169

Sampailah pada kesimpulan bahwa tugas-tugas Babinkamtibmas sesungguhnya merupakan alternatif lain dari kekecewaan masyarakat terhadap

165

Ibid., hal. 11-12. 166

Satjipto Rahadjo, Membedah Hukum Progresif, (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2007), hal. 3, 9, 16.

167

Ibid., hal. 73. 168

Satjipto Rahardjo, Biarkan Hukum Mengalir, (Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2007), hal. 77.

169

(30)

upaya penegakan hukum terhadap pelanggaran dan kejahatan secara refresif semata. Menindak di hulu jauh lebih buruk daripada mencegah di hilir, atau sebaliknya pencegahan faktor-faktor kriminogen dilakukan di hilir untuk meminimalisir angka kejahatan sehingga upaya penindakan di hulu menjadi lebih sedikit.

C. Kondisi Perkembangan Tindak Pidana Judi di Sumatera Utara

Subdit III Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Polda Sumut) adalah unit khusus yang menangani kriminal umum termasuk diantaranya adalah mengangi kasus-kasus perjudian. Berdasarkan hasil-hasil operasi yang dilakukan oleh Subdit III Ditreskrimum Polda Sumut ini dapat diperoleh kondisi perkembangan tindak pidana judi di Sumut yang dapat dideskripsikan dari perkembangan penanganan kasus-kasus judi di lapangan.

(31)

pemain judi togel, kim, kartu, bola dan jackpot. Sementara perannya mulai dari penulis, pemain hingga bandar.170

Operasi Pekat Toba Tahun 2015 yang digelar oleh Polda Sumut pada periode Tanggal 5-11 November 2015 tahun lalu menangkap 493 orang tersangka kejahatan dari 264 kasus kriminal umum. Kabid Humas Polda Sumut, Helfi Assegaf dalam keterangannya merincikan, 23 kasus target operasi dengan 38 tersangka dan 241 kasus non target operasi dengan 455 tersangka. Secara terperinci dari 7 daerah prioritas operasi, dirincikan pada Ditreskrimum diungkap 5 kasus, Polresta Medan 159 kasus, Polres P. Belawan 21 kasus, Polres Deli Serdang 19 kasus, Polres Langkat 36 kasus, Polres Dairi 2 kasus, dan Polres Taput 3 kasus. Sementara di daerah lain seperti Polres Padang Sidimpuan terdapat 2 kasus, Polres Batu Bara 3 kasus, Polres Tebing Tinggi 3 kasus, dan Polres Binjai 5 kasus.171

Ditreskrimum Polda Sumut berhasil pula menangkap 32 orang tersangka kasus judi dari berbagai daerah di Sumatera Utara dalam Operasi Pekat Toba 2015 tersebut. Para tersangka yang ditangkap mulai dari kasus judi jenis toto gelap (togel), judi bola dan jackpot. Keseluruhannya merupakan hasil tangkapan Tim Satgas Perjudian yang digelar dalam Operasi Pekat Toba 2015 tersebut. Kasus-kasus perjudian terselubung ini merupakan penangkapan dari beberapa daerah. Sejumlah 18

170

http://www.beritasumut.com/view/Hukum---Kriminal/13563/Polda-Sumut-Amankan-101-Tersangka-Judi.html, diakses tanggal 25 Januari 2016, Berita dipublikasikan berjudul: “Polda Sumut Amankan 101 Tersangka Judi”, Website: Beritasumut.com, Tanggal 20 Januari 2014.

171

(32)

kasus perjudian berasal dari wilayah Medan, Deli Serdang, dan Labuhan Selatan dan semuanya masih dalam proses sidik. Jika dibandingkan dengan yang lainnya, untuk daerah-daerah tertentu yang paling besar kasus perjudian menurut Ditreskrimum Polda Sumut adalah Kota Medan.172

Sejumlah lokasi yang berpotensi dijadikan sebagai tempat-tempat perjudian di Sumut antara lain, antara lain: judi dadu di Kompleks Plaza Milenium, Spa Bros lantai dua (Kapten Muslim, Kecamatan Medan Helvetia), judi dadu tenda biru di kawasan Mabar, Tanjung Mulia, (jaringan dari Jalan Kayu Putih), Kecamatan Medan Deli, Kabupaten Deli Serdang. Kemudian lokasi judi dadu di Selayang atau di belakang Rumah Sakit Umum (RSU) Adam Malik, Medan, Kecamatan Medan Selayang. Selanjutnya, judi kopiok tenda biru di kompleks Daparel, Desa Durin Tonggal, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deliserdang dan Judi Samkwan di Kota Bangun, Ocean Pacifik, Kecamatan Medan Belawan.173

Petugas Polda Sumut dan Polres KBPPP Belawan meskipun telah melakukan razia lokasi judi samkwan di kawasan Kota Bangun dan menangkap para pelaku berikut bandarnya, namun perjudian itu tetap saja ada. Diduga para bandarnya sepertinya kebal hukum, sebab ketika bandar itu ditanyai, ternyata bandarnya telah melakukan koordinasi dengan oknum aparat penegak hukum, sehingga para bandar

172

http://www.okebung.com/polda-sumut-amankan-32-pemain-judi/, diakses tanggal 25 Januari 2016, Berita dipublikasikan berjudul: “Polda Sumut Amankan 32 Pemain Judi”, Website Okebung.com, Tanggal 12 Juni 2015.

173

(33)

itu berani membuka lokasi judi Samkwan. Akuang disebut-sebut oleh masyarakat setempat sebagai salah satu bandar judi samkwan di Kota Bangun.174

Penangkapan pelaku judi terus dilakukan oleh Polda Sumut. Ditreskrimum Polda Sumut melakukan penangkapan para pelaku judi di lokasi permainan mesin judi ikan dan hoki game di Jalan Sisingamangaraja, Tebing Tinggi, dan di Medan pada tanggal 19 Desember 2015 dan menangkap 8 (delapan) orang tersangka. Judi ikan ini berpenghasilan Rp.10.000.000,- sampai Rp.20.000.000,- per hari. Penyelidikan sebelumnya dilakukan atas kerjasama Polda Sumut dengan masyarakat setempat diresahkan dengan adanya perjudian tersebut.

175

Polda Sumut kembali menangkap 9 (sembilan) pengelola judi di tempat yang terpisah di Kota Tebing Tinggi dan Simalungun. Para pelaku yang tertangkap terdiri dari dua orang bandar, tiga agen, satu penjemput uang dari agen ke bandar, dan tiga juru tulis pemasangan nomor. Penangkapan berawal ketika pihak kepolisian mengamankan penulis judi togel di Kecamatan Gunung Malela, Kabupaten Simalungun yang kemudian dikembangkan sehingga dilakukan penangkapan pelaku lainnya di Tebing Tinggi, di Kabupaten Batubara, Padang Lawas Utara, dan di Medan.176

174

Ibid. 175

http://news.metrotvnews.com/read/2015/12/21/203573/polda-sumut-gerebek-judi-beromzet-puluhan-juta-per-hari, diakses tanggal 26 Januari 2016, Berita dipublikasikan oleh: Budi Warsito, berjudul “Polda Sumut Gerebek Judi Beromzet Puluhan Juta per Hari”, Website: Metronews.com, Tanggal 21 Desember 2015.

176

(34)

Penangkapan dilakukan Ditreskrimum Polda Sumut di tempat perjudian dan narkoba di Jalan Mangkubumi, Kota Medan. Polisi menangkap 80 (delapan puluh) mesin judi jackpot, satu unit senapan angin, sabu-sabu, serta menahan 17 (tujuh belas) orang warga yang diduga pemain judi. Beberapa warga yang diamankan oleh polisi mencoba kabur, namun berhasil ditangkap kembali.177 Jalan Mangkubumi, Kelurahan Aur, Medan Maimun dikenal sebagai lokasi peredaran gelap narkotika dan perjudian di Medan. Penangkapan ini dipimpin langsung Kepala Sub Direktorat III Kejahatan dan Kekerasan (Jatanras) Reserse Kriminal Umum Polda Sumut, Faisal Florentinus Napitupulu.178

Tim Khusus Anti Bandit (Tekab) Ditreskrimum Polda Sumut juga menangkap 39 (tiga puluh sembilan) orang tersangka judi. Penangkapan dilakukan di enam wilayah di Sumatera Utara. Dari penangkapan diperoleh barang bukti diantaranya uang tunai Rp.14.055.000,-, mesin judi jackpot 53 unit, mesin game tembak gambar dan ikan 4 unit, hanpone 11 unit serta mesin menghitung koin 1 unit. Penangkapan ini merupakan hasil operasi Polda Sumut selama 1 bulan di awal bulan Januari 2016.179

177

http://siantarnews.com/headline/lokasi-judi-di-digerebek-belasan-warga-coba-kabur/, diakses tanggal 25 Januari 2016, Berita dipublikasikan di Website: Antaranews, berjudul “Lokasi Judi di Digerebek, Belasan Warga Coba Kabur”, Tanggal 26 Januari 2016.

178

http://www.tribunnews.com/regional/2015/12/29/kawasan-narkoba-dan-judi-mangkubumi-digerebek-polda-sumut, diakses tanggal 25 Januari 2016, Berita dipublikasikan berjudul: “Kawasan Narkoba dan Judi Mangkubumi Digerebek Polda Sumut”, di Website: Tribunnews.com, Tanggal 29 Desember 2015.

179

http://www.metropolitan.id/2016/01/sebulan-operasi-wilayah-marak-judi%E2%80%8E-tekab-polda-sumut-tangkap-39-tersangka/, diakses tanggal 26 Januari 2016, Berita berudul: “Sebulan Operasi Wilayah Marak Judi‎, Tekab Polda Sumut Tangkap 39 Tersangka”, Dipublikasikan di Website: Metropolitan.id, Tanggal 26 Januari 2016.

(35)

Jenis-jenis perjudian yang disangkakan pada 39 orang tersebut antara lain jenis togel, jenis mesin game tembak gambar dan ikan serta jenis mesin jackpot. Juga menangkap tersangka penipuan dan penggelapan, pencurian dengan kekerasan, penadah, pengancaman dan penjualan orang. Untuk pencurian dengan kekerasan ada 6 tersangka, untuk kasus traficking ada 2 tersangka, untuk pengancaman melalui sms 2 orang tersangka dan untuk penadahan ada 1 tersangka.180

Tempat-tempat penangkapan para pelaku tersebut adalah untuk 6 lokasi yaitu Kelurahan Bandar Sono Kecamatan Padang Hulu, Tebing Tinggi, Desa Sei Rampah Kecamatan Sei Rampah, Serdang Bedagai, Kelurahan Teladan dan Kelurahan Siumbut-umbut Kecamatan Kisaran Timur serta Desa Sukaraja Pekan Kecamatan Simpang Empat, Asahan, Desa Lidah Tanah dan Desa Binjai Baru Kecamatan Talawi serta Desa Sei Balai Kecamatan Sei Balai, Batubara, Desa Patane Kecamatan Porsea, Tobasa serta Kelurahan Aur Kecamatan Medan Maimun, Medan.

181

Unit Cyber Crime Polda Sumut juga melakukan penggeledahan terhadap satu unit rumah yang diduga menjadi lokasi judi online sindikat Internasional yang dilakukan beberapa warga negara asing, di Blok E Nomor 81 Komplek Taman Setia Budi (Tasbi), Jalan Setia Budi Medan, Kecamatan Medan Sunggal. Dalam penggeledahan tersebut, petugas Polda Sumut menangkap 11 warga negara Taiwan

180

Ibid. 181

(36)

dan 20 warga negara Tiongkok. Dari 31 warga asing tersebut, di antaranya 14 perempuan yang berkulit putih.182

Petugas Subdit III Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Sumut juga melakukan penggeledahan di lokasi perjudian dengan modus mesin ketangkasan ikan, Planet Fun Zone, di kawasan komplek rumah toko (ruko) Sei Rampah, Serdang Bedagai, Sumut. Penggeledahan permainan judi ini berawal dari adanya informasi dan pengaduan masyarakat yang resah dengan kehadiran jenis perjudian berkedok mesin ketangkasan tersebut.

183

Polda Sumut menindaklanjuti informasi tersebut melakukan penyelidikan, dan ternyata apa ditemukan dari hasil penggeledahan antara lain berhasil ditangkap 19 orang, terdiri dari 9 orang karyawan, 5 orang pemain dan 5 orang yang mengaku sebagai penonton. Berikut nama para tersangka yaitu Cindy Putri, Ani dan Dewi (keempatnya kasir), Sandy (teknisi mesin game), Rudi alias Asui karyawan penukar voucher ke uang. edangkan Suhemi Yusuf alias Fani dan Muhammad Fadli Pohan diketahui berperan sebagai karyawan perantara penukaran uang.184

Polda Sumut juga menangkap 5 orang pelaku judi yaitu Ilham, Fauzy Daulay, Azmi Lubis, Wiwin Herawaty Lubis dan Eric Sianturi, termasuk 5 orang yang mengaku sebagai penonton masing-masing Agustinus Simanjuntak, Idriansyah,

182

http://waspada.co.id/medan/polda-sumut-gerebek-sindikat-judi-online-internasional/, diakses tanggal 26 Januari 2016, Berita dipublikasikan oleh: Sastroy Bangun, berjudul: “Polda Sumut Gerebek Sindikat Judi Online Internasional”, Website: Waspada.co.id, Tanggal 27 Juli 2015.

183

http://bareskrim.com/2015/12/22/judi-berkedok-ketangkasan-di-sergai-dibongkar-polda-sumut/, diakses tanggal 26 Januari 2016, Berita dipublikasikan berjudul: “Judi Berkedok Ketangkasan di Sergai Dibongkar Polda Sumut”, Website: Bareskrim.com, Tanggal 22 Desember 2015.

184

(37)

Elman Sihombing, Elfin Afandi dan Agus Supriadi. Selain menangkap 19 orang, turut disita barang bukti dua unit mesin game ikan, kursi, koin, voucher, dan uang, hadiah game.185

Kondisi penanganan kasus-kasus perjudian dapat pula dilihat dari proses penegakan hukum dalam sidang pengadilan, misalnya dalam perkara judi mesin ketangkasan sebagai hasil penangkapan anggota Polda Sumut disidangkan di Pengadilan Negeri Medan pada tanggal 30 April 2014, saat itu Ketua majelis hakim, Saor Sitindaon mempertanyakan kepada saksi dari aparat Poldasu yang menangkap para pelaku judi, karena pemilik ruko sekaligus pemilik usaha Fantasy Game tidak ikut ditangkap dan diajukan ke sidang pengadilan.186

Jawaban dari anggota Poldasu: “Dari 42 orang termasuk 12 perempuan yang ditangkap dari Ruko tersebut terindikasi melakukan perjudian dengan mesin, sementara pemilik Ruko saat penggerebekan tidak ada sehingga luput dari

Ketua majelis heran dan mempertanyakan berungkali kepada anggota polisi dari Polda Sumut saat menjadi saksi dalam sidang perkara judi tersebut. Seperti ini petikan pertanyaannya “Apa semuanya orang di Ruko itu harus ditangkap? Penyedia tempat itu di mana? Kok malah tokenya nggak ikut ditangkap. Justru dia yang layak dijadikan terdakwa, malah tidak ditangkap?”.

185

Ibid. 186

(38)

penangkapan dan dia (pemilik Ruko) masih DPO. Lagi pula, saat ditangkap, mereka (para terdakwa) tidak mau memberitahukan siapa pemiliknya”.

Hakim merasa tidak puas jawaban dari anggota Poldasu tersebut karena menurutnya, sudah tugas polisi untuk mencari dan menangkap pemilik usaha Fantasy Game tersebut, “Itu kan bukan alasan, polisi harusnya mencari dan menangkapnya”. Saksi anggota Poldasu tersebt kemudian menjawabnya dengan nada tinggi hanya karena menjalankan perintah atasannya untuk menggerebek Ruko yang menyelenggarakan permainan judi mesin dan menangkap semua orang yang berada di sana, “Memang itu tugas polisi, tapi, saya hanya menjalankan perintah atasan saya”.

Hakim pengadilan Negeri Medan mengakhiri pertanyaannya dengan mengatakan, “Ya sudah, bilanglah karena menjalankan perintah atasan”, sekaligus mengakhiri perdebatan. Berdasarkan hal itu, ada hal yang menarik dalam perhatian yakni selama ini kecenderungan anggota polisi yang secara langsung melakukan penangkapan pelaku khususnya jugi dilakukan didasarkan pada perintah atasannya. Ini artinya sekalipun judi sudah di depan mata bila tidak ada perintah atasan, tidak ditangkap.

(39)

jarang dijumpai dimana bila ada anggota polisi yang kritis dan tegas memberantas judi kemudian dimutasi.

Pelaksanaan tugas bagi hakim-hakim yang menyidangkan perkara-perkara judi di Sumut juga patut dipertanyakan, karena telah membebaskan 18 (delapan belas) orang tersangka judi dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Medan. Subdit III/Umum Direktorat Reserse Kriminal Umum (Dit Reskrimum) Polda Sumut menyikapi putusan hakim yang membebaskan 18 orang terkait judi ketangkasan elektronik sangat tidak dapat diterima karena mekanisme penangkapan telah dilakukan sesuai prosedur, sementara Happy Zone telah memiliki izin dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Dibudpar) Kota Medan, hanya saja izin tersebut disalahgunakan oleh pihak pengelola untuk lokasi judi dengan modus game ketangkasan.187

Berdasarkan perkembangan situasi penanganan perjudian sebagaimana yang dideskripsikan tersebut di atas, dapat digambarkan pula kondisi perkembangan perjudian sesuai data yang dimiliki oleh Subdit III Krimum Polda Sumut terkait dengan Jumlah Tindak Pidana (JTP) atau Crime Total (CT) dan Jumlah Penyelesaian Tindak Pidana (JPTP) atau Crime Clearing (CC) dalam lingkup data sejajaran di seluruh Polsek, Polres serta di Polda Sumut.

187

(40)

diagram 1

Jumlah Tindak Pidana (CT) dan Penyelesaian Tindak Pidana (CC) Perjudian

Untuk Semua Polsek, Polres, dan Polda Sumut Tahun 2010 s/d 2015

No Jenis

Kasus

2010 2011 2012 2013 2014 2015

CT CC CT CC CT CC CT CC CT CC CT CC

1. Curas 1001 416 837 302 1123 398 1231 517 448 233 987 413

2. Curat 7324 2966 7638 2863 7612 3209 7789 3215 2857 852 6541 3478 3. Curanmor 4999 326 6474 383 7481 647 7098 907 2057 313 4691 437 4. Anirat 4217 2198 3675 1857 3770 1812 3655 2153 1148 763 3797 2276

5. Judi 4051 3697 3963 3963 2374 2415 1850 1774 650 671 1293 1154

6. Peras/

Ancam 379 222 383 190 356 192 596 254 152 69 346 197

Sumber: Data Direktorat Kriminal Umum Polda Sumut 2016

Berdasarkan data tabel 1 tersebut untuk beberapa kejahatan konvensional menunjukkan kejahatan pencurian berat (Curat), pencurian kendaraan bermotor (Curanmor), dan penganiayaan berat (Anirat) lebih mendominasi atau lebih tinggi jumlahnya dibandingkan dengan kasus judi. Sedangkan jumlah kasus pencurian dengan kekerasan (Curas) dan pemerasan atau ancaman (Peras/Ancam) berada di bawah kasus judi.

Tindak pidana judi khususnya di wilayah hukum Polda Sumut sesuai tabel 1 di atas termasuk sebagai tindak pidana yang menonjol di antara tindak pidana lainnya. Peningkatan kasus-kasus judi bahkan lebih menonjol bila dibandingkan dengan kejahatan konvensional lainnya antara lain: pencurian dengan kekerasan (Curas), pencurian berat (Curat), pencurian kendaraan bermotor (Curanmor), penganiayaan berat (Anirat), pemerasan dan ancaman (Peras/Ancam).

(41)

Sumatera Utara (Polda Sumut) Tahun 2010 s/d 2015, khusus perkara kejahatan yang ditangani oleh Polda Sumut ditunjukkan pada tabel 2 berikut ini.

Tabel 2

Jumlah Tindak Pidana (CT) dan Penyelesaian Tindak Pidana (CC) Perjudian

di Polda Sumut Tahun 2010 s/d 2015

No Jenis Kasus 2010 2011 2012 2013 2014 2015

CT CC CT CC CT CC CT CC CT CC CT CC

1. Curas 1 4 7 14 7 14 7 12 3 11 6 10

2. Curat 4 7 27 15 36 30 34 25 28 20 60 50

3. Curanmor 4 2 3 1 4 3 9 10 1 1 3 1

4. Anirat 1 - 1 - 2 2 1 - - - 5 3

5. Judi 102 136 153 158 131 150 177 185 49 74 123 106

6. Peras/Ancam 1 - 10 5 12 12 3 4 3 1 19 11

Sumber: Data Direktorat Kriminal Umum Polda Sumut Tahun 2016

Data yang ditunjukkan pada tabel 2 tersebut menunjukkan peningkatan jumlah kasus judi sangat signifikan dibandingkan dengan kejahatan konvensional lainnya. Berdasarkan peningkatan jumlah kasus judi di Polda Sumut, menggambarkan pula bahwa kejahatan ini sulit diberantas. Faktor ini juga sebagai ekses dari kelemahan substantif pengaturan judi di dalam perundang-undangan (KUH Pidana) sekaligus menimbulkan kendala dari sisi aparat penegak hukum dalam penanganan kasus-kasus perjudian.

(42)

Diagram 1

Jumlah Tindak Pidana (JTP) Judi di Wilayah Hukum Polda Sumut Periode 2010 s/d 2015

0 50 100 150 200

2010 2011 2012 2013 2014 2015

Jumlah Kasus Perjudian

Sumber: Data Direktorat Kriminal Umum Polda Sumut Tahun 2016

Berdasarkan diagram 1 di atas menunjukkan bahwa jumlah kasus judi di tahun 2014 mengalami penurunan secara signifikan. Faktor ini berkaitan erat dengan dikeluarkannya kebijakan penanggulangan kejahatan yang dikenal dengan istilah Grand Strategy Polri 2005-2025 yang duwujudkan dengan Renstra Polri 2010-2014 dan didasarkan pada Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2010 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kepolisian Negara Republik Indonesia.

(43)

manfaatnya oleh masyarakat dalam rangka meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap Polri. Adapun kesepuluh program prioritas tersebut meliputi:

1. Pengungkapan dan penyelesaian kasus-kasus menonjol;

2. Meningkatkan pemberantasan preman, kejahatan jalanan, perjudian, narkoba, illegal logging, illegal fishing, illegal mining, human trafficking dan korupsi; 3. Penguatan kemampuan Densus 88 Anti Teror, melalui peningkatan kerjasama

dengan satuan anti teror TNI dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT);

4. Pembenahan kinerja reserse dengan program “keroyok reserse” melalui peningkatan kompetensi penyidik;

5. Implementasi struktur organisasi Polri yang baru;

6. Membangun kerjasama melalui sinergi polisional yang proaktif dalam rangka penegakan hukum dan HAM;

7. Memacu perubahan mind set dan culture set Polri;

8. Menggelar Sentra Pelayanan Kepolisian (SPK) di berbagai sentra kegiatan publik;

9. Mengembangkan Layanan Pengadaan Sistem Elektronik (LPSE);

10.Membangun dan mengembangkan sistem informasi terpadu serta persiapan pengamanan pemilu 2014.

Tujuan agar pelaksanaan 10 (sepuluh) program prioritas berjalan dengan efektif dan mencapai sasaran yang diinginkan, maka pelaksanaannya dibagi ke dalam tahapan kurun waktu tahun 2010 sampai dengan tahun 2013. Tahapan tersebut sesuai dengan tingkat prioritas berdasarkan tingkatan manfaat dan perhatian masyarakat. Tahapan dalam 10 (sepuluh) program prioritas tersebut dibagi dalam 4 (empat) periode waktu secara berlanjut dan berkesinambungan dengan rincian sebagai berikut:

1. Tahap kesatu, 100 hari pertama (November 2010 s/d Januari 2011) meliputi: pengungkapan dan penyelesaian kasus-kasus menonjol, serta meningkatkan pemberantasan terhadap kejahatan yang meresahkan masyarakat, yaitu preman, kejahatan jalanan, perjudian dan narkoba, serta kejahatan yang merugikan kekayaan negara yaitu illegal logging, illegal fishing, illegal mining, human trafficking dan korupsi.

(44)

a. Penguatan kemampuan densus 88 anti teror melalui peningkatan kerja sama dengan satuan anti teror tni dan bnpt;

b. Pembenahan reserse melalui program “keroyok reserse”; c. Implementasi struktur organisasi Polri yg baru;

d. Membangun kerja sama melalui sinergi polisional yang proaktif dalam rangka penegakan hukum & HAM.

3. Tahap ketiga, Januari-Desember 2012, meliputi: a. Memacu perubahan mind set dan culture set Polri; b. Menggelar SPK di berbagai sentra kegiatan publik; c. Layanan Pengadaan Sistem Elektronik (LPSE).

4. Tahap keempat, Januari-Desember 2013, yaitu: membangun dan mengembangkan sistem informasi terpadu persiapan pengamanan pemilu 2014.

Berdasarkan 10 (sepuluh) program prioritas di atas, seluruh program kerja Polri baik di Polsek, Polres, maupun Polda yang ada di seluruh Indonesia akan mengacu pada program prioritas tersebut. Program kerja Polri akan berfokus pada pengungkapan dan penyelesaian kasus-kasus menonjol, meningkatkan pemberantasan terhadap kejahatan yang meresahkan masyarakat, yaitu preman, kejahatan jalanan, perjudian dan narkoba, serta kejahatan yang merugikan kekayaan negara yaitu illegal logging, illegal fishing, illegal mining, human trafficking dan korupsi.

(45)

Diagram 2

Jumlah Penyelesaian Tindak Pidana (JPTP) Judi di Wilayah Hukum Polda Sumut Periode 2010 s/d 2015

0 50 100 150 200

2010 2011 2012 2013 2014 2015

Jumlah Penyelesaian Kasus Judi

Sumber: Data Direktorat Kriminal Umum Polda Sumut Tahun 2016

Berdasarkan digaram 1 dan diagram 2 di atas jelas kelihatan JTP dan JPTP kasus-kasus judi di Polda Sumut menunjukkan informasi yang menggembirakan, namun di tahun 2015 (setahun yang lalu) kinerja Polda Sumut kembali mengecewakan sebab jumlah kasus judi kembali naik dari tahun 2014 ke tahun 2015. Faktor ini juga tidak bisa dilepaskan dari seberapa jauh program Kapolda pada masa itu (2014-2015), yang kurang memprioritaskan terhadap penanganan judi di Sumut. Menurut Kapolda Sumut yang baru dalam sambutannya di awal tahun 2016, prioritas terhadap program penanganan judi merupakan salah satu yang harus diutamakan. Ini menjadi harapan masyarakat Sumatera Utara pada khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya.

(46)

hingga kini belum dapat dituntaskan secara menyeluruh. Sebahagian besar masyarakat di Sumut terkait dengan pelaku kriminal atau cenderung terlibat dalam praktik perjudian. Penonjolan kasus judi ini sekaligus menimbulkan persoalan dalam penegakan hukum terhadap tindak pidana perjudian di wilayah hukum Polda Sumut karena tidak dilaksanakan secara maksimal atau tergantung pada siapa Kapoldanya, bukan pada kepentingan masyarakat luas. Selain itu juga disebabkan karena kelemahan substantif perundang-undangan itu sendiri yang menjadi faktor penyebabnya dan lain-lain, karena banyak kelemahan aturan dalam KUH Pidana sebagaimana telah dijelaskan pada bab sebelumnya.

D. Kebijakan Penanggulangan Perjudian di Wilayah Hukum Kepolisian Daerah Sumatera Utara

(47)

1. Pendekatan Penal

Kebijakan penanggulangan kejahatan dengan pendekatan penal dilakukan dalam dua tahap, tahap pertama yaitu pada tahap pembuatan regulasi dan taha kedua yaitu pada tahap penerapannya (tahap aplikatif) yakni penerapan undang-undang. Tahap yang pertama mencakup pembenaran atau melegalisasi asas-asas, norma-norma, sanksi, dan ketentuan-ketentuan di dalam undang-undang yang akan dibuat, sedangkan pada tahap aplikatif yaitu meliputi penerapan asas-asas, norma-norma, dan ketentuan-ketentuan, sanksi-sanksi di dalam undang-undang terhadap perkara-perkara terkait dengan tindak pidana.

Kebijakan penanggulangan kejahatan melalui pendekatan penal dimaksud di sini adalah mengoptimalkan hukum pidana yaitu KUH Pidana, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 maupun UUITE maupun hukum acaranya seperti KUHAP. Mengoptimalkan hukum pidana baik hukum materiil maupun hukum formil dimaksud dengan tujuan untuk melakukan pemberantasan atau penindakan (refresif) terhadap segala macam praktik-praktik perjudian di wilayah Polda Sumut bilamana tindak pidana perjudian itu sudah terjadi dengan melakukan serangkaian tindakan mulai dari penyelidikan, penangkapan, penyitaan, penggeledahan, penyidikan, hingga menyusun berita acara pemeriksaan untuk segera diserahkan ke penuntut umum dan disidangkan di pengadilan.

(48)

Pasal 303 KUH dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau pidana denda paling banyak Rp.25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah). Selain itu menggunakan Pasal 303 bis KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak Rp.10.000.000,- (sepuluh juta rupiah). Ancaman pidana maksimal yang terdapat dalam KUH Pidana maksimal 10 (sepuluh) tahun penjara bagi setiap orang yang menawarkan atau memberi kesempatan untuk bemain judi, tetapi ancaman pidana maksimal selama 4 (empat) tahun penjara bagi setiap orang yang menggunakan kesempatan itu.

Sebelum munculnya Pasal 303 bis KUH Pidana atas diundangkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 Tentang Penertiban Perjudian dan UUITE, penanganan perkara judi oleh Polri sering kali mengalami kegagalan dalam persidangan. Hal ini disebabkan karena pasal yang mengatur tentang judi hanya diatur dalam satu pasal saja yaitu hanya ada dalam Pasal 303 KUH Pidana terkait dengan penyedia sarana perjudian. Apabila pelaku yang disangkakan sesuai hasil penyidikan adalah pelaku judi yang hanya sebagai pemain atau menggunakan sarana perjudian, maka kecenderunganya tidak dapat dijerat oleh hukum.

Gambar

Tabel 2

Referensi

Dokumen terkait

Online addressbook ini sangat praktis karena selain dapat menyimpan berbagai macam dataseperti daftar nama, alamat, tempat dan tanggal lahir, e-mail, serta no telephone, addressbook

Berdasarkan aturan dalam Pelelangan Umum dengan pasca kualifikasi, maka Pokja Pengadaan Barang diharuskan melakukan pembuktian kualifikasi terhadap data-data kualifikasi

Walaupun masuk dalam kategori baik yang menjadi catatan adalah sistem memberikan langkah-langkah dalam menyelesaikan masalah belum sepenuhnya dimengerti oleh beberapa guru,

BAP-S/M mengumumkan kepada sekolah/ madrasah untuk mendaftar akreditasi melalui Disdik Prov/Kab/Kota dan Kanwil/Kankemenag2. Disdik Prov/Kab/Kota dan Kanwil/Kankemenag meng-

Kebanyakan guru masih menggunakan pola tes konvesional (paper based test) yang berdampak pada peserta didik cenderung mengeluh dan merasa bosan serta kehilangan

Pencemaran dapat menyebabkan perubahan kualitas air sungai yang berdampak negatif terhadap biota sungai.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian

Penulis menyelesaikan tugas akhirnya untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Manajemen Sumberdaya Perikanan, dengan melakukan penelitian yang

penelitkin ini tidak a h clapat diselesakm sebjgaimana yang diharapkan dan m o g a kerjasama yang baik ini akan lebih baik lagi di masa yang rrken datgng.. HETODE