• Tidak ada hasil yang ditemukan

Infeksi Parasit Pada Paru

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Infeksi Parasit Pada Paru"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

REFERAT

INFEKSI PARASIT PADA PARU

OLEH

dr. M ARON PASE

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA/

RSUP. H. ADAM MALIK

(2)

KATA PENGANTAR

Infeksi parasit paru lebih sering muncul di negara tropis, hal ini dilaporkan

semakin meningkat di beberapa negara akibat globalisasi dan perjalanan antar benua.

Hal ini diakibatkan juga munculnya infeksi HIV/AIDS, keseringan penggunaan obat

imunosupresif pada berbagai penyakit dan bertambahnya jumlah transplantasi organ.

Makalah ini secara umum membahas mengenai definisi, penyebab, patofisiolgi,

manifestasi klinik, diagnosis serta penatalaksanaan infeksi parasit yang bermanifestasi

ke paru. Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu kewajiban dalam pendidikan di

Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK-USU. Kritikan dan koreksi bersifat membangun

demi kesempurnaan tulisan ini sangat kami harapkan.

Puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT, dan penulis mengucapkan

terima kasih kepada Dr. EN. Keliat, SpPD,KP, selaku pembimbing, atas pengarahan

dan bimbingan yang diberikan dalam penulisan makalah ini. Semoga tulisan ini

bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Hormat Saya,

(3)

DAFTAR ISI

I.

PENDAHULUAN

1

II.

PATOGENESIS DAN IMUNOLOGI

1

II.1. Cacing

2

II.2. Protozoa

2

III.

PENDEKATAN PASIEN DENGAN PENYAKIT INFEKSI PADA

PARU

3

IV.

PENYAKIT PARASIT PARU DAN KLASIFIKASINYA

3

IV.1 . Parasit Protozoa Paru

4

IV.2. Parasit Cacing Paru

8

V.

KESIMPULAN

17

(4)

INFEKSI PARASIT PADA PARU

M Aron Pase

I. PENDAHULUAN

Infeksi parasit paru lebih sering muncul di Negara tropis, hal ini dilaporkan semakin meningkat di beberapa negara akibat globalisasi dan perjalanan antar benua. Hal ini diakibatkan juga munculnya infeksi HIV/AIDS, keseringan penggunaan obat imunosupresiv pada berbagai penyakit dan bertambahnya jumlah transplantasi organ.

Infeksi parasit baik disebabkan protozoa dan cacing (heminth/worm) umum terjadi didaerah tropis dengan sanitasi yang buruk.

(1,2)

(3)

Infeksi parasit paru umumnya akan menginduksi darah dan jaringan eosinofil. Sedangkan infeksi protozoa umumnya tidak menyebabkan eosinofilia.

Masyarakat yang terkena infeksi parasit paru juga akan mencari pengobatan karena satu dari lebih gejala umum paru berupa batuk, nyeri dada dan sesak napas. Mungkin juga tidak dapat dijelaskan dari abnormalitas laboratorium, termasuk eosinofilia dan nodul paru.

(1)

Pada reading ini akan dijelaskan penyakit parasit yang penting dan umum menyebabkan infeksi ke paru mulai dari pathogenesis, gambaran klinis dan radiologis (foto thoraks dan CT scan dada), diagnosis dan manajemen pengobatan baik yang disebabkan oleh protozoa (Entamoeba, Plasmodium, Leishmania, Toxoplasma, Babesia) dan cacing (Cestoda, Treamatoda, Nematoda).

(2,3)

II. PATOGENESIS DAN IMUNOLOGI

II.1. Cacing (Helminthes)

Cacing merupakan organisme multiselular yang mempunyai variasi ukuran, dari ukuran yang sangat kecil (mm) sampai beberapa meter (m). Cacing umumnya dilindungi oleh selaput

tegument yang menjaga mereka dari lingkungan sekitarnya. Siklus hidup organisme ini meliputi

bentuk telur, larva dan dewasa. Infeksi pada manusia akibat tertelan oleh telur atau larva, penetrasi ke kulit oleh larva atau tranmisi serangga oleh larva. Manusia dapat menjadi penjamu satu-satunya, penjamu sementara, intermediate (reproduksi aseksual) dan penjamu defenitip (dengan reproduksi seksual di tubuh).(2,4)

(5)

menginduksi diferensiasi pada sumsum tulang (SST) atau sel progenitor ke eosinofil matur. Produksi eosinofil tampak dipengaruhi oleh IL-3, GM-CSF dan IL-5. Hanya IL-5 yang merupakan spesipik untuk maturasi eosinofil dan basofil. Yang selanjutnya sitokin akan berinteraksi dengan eosinofil melalui permukaan sel reseptor spesipik (a cell surface-specific

receptor). Yang selanjutnya peran eosinofil dalam proses imun seluler (antibodi atau

komplemen) dapat membunuh bentuk larva dari cacing (in vitro).

Terinfeksinya paru manusia oleh cacing diakibatkan oleh berbagai faktor. Adapun siklus hidup cacing yang dapat menyebabkan infeksi, diantaranya yaitu larva nematoda, telur schistosoma, dan bentuk dewasa paragonimiasis dan cestoda. Respon imun penjamu sering menjadi gambaran mencolok dari infeksi patologik di paru. Pada hewan percobaan, tingkat kerusakan jaringan dan respon imun penjamu ditunjukkan oleh regulasi dari antibodi, imun seluler dan respon sitokin.

(2,6)

Pada manusia, cacing dapat menyebabkan berbagai panyakit parenkim dan vaskular paru, lihat tabel 1.

(2,4)

(6)

II.2. Protozoa

Protozoa adalah hewan bersel satu yang hidup sendiri atau dalam bentuk koloni (proto=pertama, zoon=hewan). Sebagian besar protozoa hidup bebas di alam, tetapi beberapa jenis hidup sebagai parasit pada manusia dan binatang. Protozoa terdiri atas (satu atau lebih) inti dan sitoplasma. Sedangkan reproduksi protozoa berlangsung secara asksual dan seksual.

Penularan melalui parasit stadium infeksi ketika berpindah dari hospes ke hospes lain secara langsung atau melalui makanan dan air (E. histolitica, Trichomonas), atau penularan parasit melalui vector (misalnya plasmodium ditularkan oleh nyamuk Anopheles dan vector Trypanosoma adalah lalat Glossina). Suhu dan kelembaban yang mempengaruhi pertumbuhan vector dan perkembangan parasit dalam tubuh vector, merupakan faktor penting dalam penularan penyakit parasit oleh vector.

(4)

Diagnosis harus ditetapkan melalui pemeriksaan laboratorium untuk menemukan parasit dalam bahan saluran cerna (amoebiasis), darah dan jaringan (malaria). Pemeriksaan dapat dilakukan dengan cara sediaan apus langsung, pembiakan, tes serologi sampai PCR

(polymerase chain reaction) untuk deteksi DNA atau RNA parasit.

(4)

III. PENDEKATAN PASIEN DENGAN PENYAKIT INFEKSI PARU (1,2,4)

Walaupun secara umum infeksi parasit terjadi pada temperatur dan area yang panas (tropis), beberapa mengalami transmisi ke Amerika Serikat, beberapa daerah yang dingin dan negara maju. Mengetahui riwayat tinggal atau perjalanan pasien ke daerah tropik penting untuk diketahui kemungkinan mendapatkan infeksi parasit ini.

Ditemukan eosinofilia di darah tepi, sputum dan jaringan paru merupakan petunjuk penting untuk membantu klinisi mengarahkan diagnosis selanjutnya. Walaupun meningkatnya eosinofil juga dapat terjadi pada penyebab kelainan paru lain, eosinofilia mempunyai hubungan dekat dengan migrasi infeksi parasit, khususnya akibat infeksi cacing.

(2)

Diagnosa defenitip dari infeksi parasit paru didapatkan isolasi dan identifikasi dari tingkatan diagnostik dalam siklus hidup parasit pada pemeriksaan rutin. Tes serologi secara khusus berguna pada area non endemik.

(2)

IV. PENYAKIT PARASIT PARU DAN KLASIFIKASINYA (1,2)

IV.1. Parasit Protozoa Paru

Parasit protozoa yang menyebabkan penyakit paru adalah Entamoeba histolytica,

Leishmania donovani, parasit malaria (Plasmodium vivax, P. falciparum, P. malariae dan P.

(7)

IV.1. 1. Amoebiasis Paru

Agen penyebab amoebiasis adalah parasit protozoa Entamoeba histolytica. Amoebiasis paru terjadi karena ekstensi dari penyakit amoebik hati. Penyakit ini merupakan penyebab ketiga kematian akibat infeksi parasit setelah malaria dan schistosomiasis. Diperkirakan 1 % dari populasi dunia terinfeksi, dengan 40.000-110.000 berhubungan dnegan kematian dilaporkan setiap tahunnya. Infeksi didapat dengan masuknya kista ke saluran cerna dalam bentuk tropozoit ke usus besar dan menyerang dinding usus. Selanjutknaya siklus hidup

Entamoeba histolytica dapat dilihat pada figur 1. Manifestasi klinis berupa demam, nyeri

kuadran kanan atas, nyeri dada, dan batuk adalah gambaran pleura paru amoebiasis. Sebagian pasien tampak dengan penapasan distress dan syok. Batuk darah dan sputum pus “anchovy souce-like” menunjukkan amoebiasis. (1,2,3)

Tabel 2. Penyakit Paru Parasit karena Protozoa (disadur referensi 1)

(8)

Diagnosis dari amoebiasis paru diduga dengan penemuan elevasi diapragma, hepatomegali, efusi pleura dan pneumonia basal. Tropozoit aktiv dari Entamoeba histolytica

dapat ditemukan pada sputum dan pus pleura. Efusi pleura merupakan tanda yang sering ditemukan dari proses amubik. Gambaran radiologi dapat berupa konsolidasi udara bebas dan kavitasi. Pernhal dilaporkan pasien (laki-laki, 43 tahun) dengan infeksi Entamoeba histolytica

mengalami empiema dan pneumonia, selanjutnya dapat dilihat pada gambar 1.

Pemeriksan tunggal dengan PCR telah berkembang secara akurat, cepat dan efektiv, untuk deteksi diagnostik dan membedakan ke tiga jenis spesies Entamoeba. Tes diagnostik meliputi kultur E. histolitica dan serologi [indirect haemagglutination test (IHA), enzyme linked immunosorbent assay (ELISA) dan indirect fluorescent antibody test (IFAT)]. Kombinasi dari tes serologi dengan deteksi parasit dengan deteksi antigen atau PCR adalah pendekatan dignostik yang terbaik.(2,3)

Metronidazole merupakan pilihan yang utama. Diberikan dosis 750 mg tiga kali sehari selama 10 hari. Agen luminal : Iodoquinol, Diloksanid furoat dan Paramomicin (humatin®) digunakan untuk eradikasi amoebiasis di saluran cerna.(1,4)

IV.1. 2. Leishmaniasis Paru

Leishmaniasis viseral disebabkan oleh Leishmania donovani dan infeksi ditransmisi oleh berbagai sepsis dari Phlebotomus, lalat (agas). Penyakit ini disebut juga penyakit kala azar atau

tropical splenomegaly atau dum-dum fever. Endemik penyakit ini sangat luas, yaitu berbagai

Negara di Asia (India), Afrika, Eropa (sekitar Laut Tengah), Amerika Tengah dan Selatan. Di Indonesia penyakit ini belum pernah ditemukan. Anjing merupakan hospes reservoir. Dilaporkan pasien HIV/AIDS didapatkan pneumonitis, efusi pleura dan adenopati mediastinal. Leishmania amastigotes dapat ditemukan di alveoli, septa dari paru, cairan broncoalveolar (BAL).(1)

a. b. c. Gambar 1. Gambaran radiologi dada akibat E. histoliticadisadur dari referensi 3

(9)

Penderita memerlukan istirahat total dan memerlukan makanan yang mengandung kadar protein tinggi dan vitamin. Adapun pengobatan termasuk pentevalen antimonia, amphotericin B dan pentamidin. Obat oral yang tersedia sekarang, miltefosine.

IV.1. 3. Malaria Paru

(1)

Empat jenis malaria yang menyerang manusia (Plasmodium vivax, P. falciparum, P.

malaria dan P. ovale). Parasit ditransmisi oleh nyamuk Anopheles sebagai vector. Merozoit

berkembang dari skizon dengan eritrosit yang telah terinfeksi dan keluar karena proses hemolisis dengan perbedaan interval waktu tergantung dari spesis yang bersangkutan.(1,2)

Daur hidup keempat spesis Plasmodium pada manusia umumnya sama. Proses tersebut terdiri dari fase seksual eksogen (sporogoni) dalam badan nayamuk Anopheles dan fase seksual (skizogoni) dalam badan hospes. Fase akeksual mempunya 2 daur, yaitu daur eritrosit dalam darah (skizogoni eritrosit) dan daur dalam sel parenkim hati (skizogoni eksoeritrosit). Kemudian merozoit dikeluarkan dari hati dan menyerang eritrosit dan komplikasi berat dapat menyerang ke patu, lebih lanjut dapat dilihat pada figure 2.(3,4)

Gejala paru seperti batuk dengan atau tanpa sputum, sesak napas sampai dengan

acute lung injury (ALI) dan acute respiratory distress syndrome (ARDS). Penemuan radiologi

ditemukan pada M. palcifarum yang berat yaitu konsolidasi lobar, intertisial difus oedem, oedem paru dan efusi pleura. Pasien laki-laki, 31 tahun pernah dilaporkan mengalami ARDS akibat komplikasi berat dari P falcifarum pada gambar 2.(2,3,5)

Acute lung injury (ALI) dan Acute respiratory distress syndrome (ARDS) merupakan

komplikasi berat dari malaria palcifarum. ALI dan ARDS ditegakkan berdasarkan konsensus

The American-European Consensus Conference : Acute lung injury (ALI) jika didapatkan

PaO2/FIO2 ≤ 300, SpO2/FIO2 ≤ 315, bilateral infiltrate pada bagian depan radiografi dada, PCWP ≤ 18 mmHg, atau tidak ada eviden klinik dari hipertensi atrial kiri; Acute respiratory distress syndrome (ARDS) jika didapatkan PaO2/FIO2 ≤ 200, SpO2/FIO2 ≤ 235, bilateral infiltrate pada bagian depan radiografi dada, PCWP ≤ 18 mmHg, atau tidak ada eviden klinik dari hipertensi atrial kiri.(5)

Figur 2. Diagram siklus hidup Plasmodium spesis(disadur referensi 3)

Gambar 2. ARDS, laki-laku tua, 31 tahun dengan P falcfarum, gambaran

(10)

Patogenesis terjadinya ARDS tidak begitu jelas, tetapi diduga karena sequestrasi dan destruksi eritrosit, sehingga parasit keluar dan material eritrosit ke sirkulasi. Dan diduga parasit malaria mengandung toksin yang akan menyebabkan aktivasi sitokin (seperti TNF-α, IL-1, makrofag dan monosit) dan menginduksi IL-6 dan IL-8 sehingga menyebabkan lisis vaskular. Sedangkan prevalensi ARDS yang dilaporkan studi M Alladi dkk dari studi di India yang menduga bahwa 20-30% pasien dengan malaria falcifarum berat memerlukan perawatan ICU dengan ARDS, dapat dilihat pada tabel 3.(1,5)

Diagnosa pasti infeksi malaria dilakukan dengan menemukan parasit dalam darah (hapusan tipis dan tebal) yang di periksa dengan miskroskop. PCR pada P. palcifarum pada sampel urin dan saliva pernah dilaporkan. Rapid test telah dicoba diberbagai daerah endemis malaria berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Tes ini sederhana dan cepat karena hasilnya dapat dibaca 15 menit. Secara umum rapid test mempunyai nilai sensitivitas dan spesifisitas lebih dari 90%.

Pengobatan yang diberikan untuk malaria berat kuinin dihidroklorida, quinidin glukonat dan injeksi derivate artemisinin. Artemisin yang didasari dengan terapi kombinasi (artemether + lumefantrin, artesunate + amodioquine, artesunate + mefloquine or artesunate + sulfadoxine-pyrimethamine) merupakan obat anti malaria terbaik. Pasien dengan gagal napas memerlukan ventilator mekanik. Satu vaksin (RTS, S/ASO2) telah menunjukkan hasil yang menjanjikan untuk area endemik.

IV.1. 4. Toxoplasmosis Paru

Toxoplasmosis disebabkan oleh Toxoplasma gondii. Kucing merupakan hospes defenitip. Manusia terkena infeksi ketika termakan kista parasit dari kulit atau daging mentah, kerang matang (sate) atau produk susu.

(11)

Gejala dari toxoplasmosis paru seperti sindrom flu, pembengkakan kalenjar limph atau mialgia. Toxoplasmosis paru sering meningkat kejadiannya pada pasien dengan infeksi HIV/AIDS dengan gambaran paru berupa pneumonia interstitial, kerusakan difus alveolar, konsolidasi dan efusi pleura.

Diagnosis toxoplasmosis didasari dengan ditemukannya protozoa pada jaringan. Pemeriksaan PCR pada BAL pernah dilaporkan positip pada pasien HIV. Toksoplasmosis dapat diobati dengan kombinasi pyrimethamin dan sulfadiazine.

(2,3)

IV.1. 5. Babesiosis Paru

(1,4)

Babesiosis paru disebabkan oleh parasit hemoprotozoa, Babesia microti dan Babesia divergens. Manusia mendapat infeksi dari gigitan kutu yang terinfeksi, Ixodes scapularis tetapi dapat juga dari kontaminasi tranfusi darah. Parasit juga dapat menyerang sel darah merah dan dapat terjadi misdiagnosis sebagai plasmodium.

Gejala yang terkadi demam, keringat basah, kelelahan, kehilangan napsu makan, mialgia dan sakit kepala. ARDS terjadi beberapa hari setelah inisiasi terapi, hal ini merupakan hal penting dari manifestasi paru.

(1)

Diagnosis spesipik didapat dari pemeriksaan pewarnaan Giemsa dari hapusan darah tipis, amplifikasi DNA dengan penggunaan PCR atau deteksi Antibodi spesipik.

(1,3)

Pengobatan dengan kombinasi dari Klindamisin (600 mg setiap 6 jam) dan kuinin (650 mg setiap 8 jam) atau Atovaquone (750 mg setiap 12 jam) dan azithromicin (500-600 mg pada hari pertama dan 250-600 mg pada hari berikutnya) selama 7-10 hari.

(1)

IV.2. Parasit Cacing Paru

(1)

Parasit cacing terdiri dari tiga kelas (Cestoda, Trematoda dan Nematoda) yang dapat menyebabkan infeksi paru-paru pada manusia.(1)

Penyakit paru akibat infeksi cacing dapat dilihat pada tabel 4.

(12)

IV.2. 1. Cestoda

Penyakit paru hydatid pada manusia disebabkan oleh Cestoda, Echinococcus granulosus dan Echinococcus multilocularis.

IV.2. 1. 1. Penyakit Paru Hydatid

Kista hydatid terutama terbentuk di hati dan paru-paru. Echinococcosis paru alveolar disebabkan oleh penyebaran secara hematogen dari lesi di hati.

Gejala paru meliputi batuk, demam, sesak dan nyeri dada. Ruptur dari kista di bronkus dapat menyebabkan hemoptisis dan ekspektorasi dari cairan kista yang mengandung membrane parasit dan dapat menyebabkan syok anafilaktik, distress pernapasan, seperti gejala asma, pneumonia persisten dan sepsis. Ruptur di ruang pleura dapat terjadi pneumotoraks, efusi pleura dan empiema. Eosinofilia dan meningkatnya level IgE ketika terjadi ruptur kista hydatid.

Radiografi dada menunjukkan gambaran opaq soliter atau multiple, seperti tumor paru. Dapat juga dijumpai gambaran crescent sign, cumbo’s sign (onion peel sign), water-lily sign dan

air-fluid level pada radiografi dada dan CTscan dada. Tanda crescent sign, signet ring sign and

serpent sign adalah gambaran khas CT scan dari kista hidatid paru, lebih jelanya dapat dilihat

pada gambar 3 (1,2,3)

(3,4)

Tes imuno-diagnostik menggunakan purifikasi antigen E. multicularis merupakan diagnostik dengan sensitivitas, spesipitas yang baik dari penyakit hydatid paru.

Pengobatan dari kista hydatid adalah pembedahan. Bedah radikal meliputi pneumonektomi, lobektomi. Farmakoterapi dengan albendazole atau mebendazole pernah dilaporkan berguna khususnya dalam kasus kambuh dan kista multipel. Pada kasus yang tidak

(1,4)

Figur 3. Diagram siklus hidup Echinococcus sepsis (disadur referensi 3)

a. b. Gambar 3. Gambaran radiologi Echinococcus granulosus

(a) tampak kista besar pada kanan bawah paru

(13)

dapat dilakukan operasi, farmakoterapi dengan mebendazole, albendazole atau praziquantel dapat diberikan terus menerus selama beberapa tahun. (1,3,4)

IV.2. 2. Trematoda

Schistosomiasis paru dan paragonomiasis disebabkan oleh parasit trematoda.

IV.2. 2. 1. Schistosomiasis Paru

Schistosomiasis dikenal juga dengan Billharziasis dapat menyerang manusia

disebabkan oleh S. haematobium, S. mansoni dan S. japonicum. Cacing yang endemic di Asia Selatan, Timur tengah, sub sahara Afrika, Carriben dan Amerika Selatan.

Telur dari shistosoma melalui urin (S. haematobium) melalui feces (S. mansoni dan S.

japonicum). Infeksi didapat ketika terpaparnya kulit dengan air yang terkontaminasi dengan

cercaria yang dikeluarkan oleh siput, dimana mempunyai kemampuan penetrasi ke kulit atau

dinding usus, kemudian migrasi ke paru dan hati, dapat dilihat pada figur 4. (4)

Schistosomiasis paru dapat bermanifestasi secara klinis dalam bentuk akut dan kronik. Manifestasi paru meliputi sesak napas, wheezing, dan batuk kering. Nodul kecil pada paru dalam CT scan menggambarkan schistosomiasis akut. Pasien dengan schistosomiasis kronik menampakkan hipertensi pulmonal dan kor pulmonal. Di Egypt 7,5 % dari pasien dengan schistosomiasis hepar yang dirawat mendapatkan kor pulmonal. Di Brazil 23 % memiliki hipertensi paru.

(3,4,9)

(3)

Figur 4. Diagram siklus hidup

schistosomiasisspesis

(disadur referensi 3)

(14)

Diagnosis dari Schistosomiasis kronik didasari dengan didapatkannya telur pada kotoran atau kencing dengan pemeriksaan miskroskop langsung atau biopsi rectum/kandung kemih. Eosinofilia darah tepi dengan leukositosis ringan, abnormal dari fungsi hati dan peningkatan level IgE. Schistosomiasis akut dapat diobati dengan kortikosteroid diikuti dengan Praziquantel (20-30 mg/kgBB secara oral dalam 2 dosis setiap 12 jam). Sedangkan Schistosomiasis kronis dapat diberikan dengan Praziquantel dengan dosis yang sama.

IV.2. 2. 2. Paragonimiasis Paru

(1,4)

Paragonimiasis yang dapat menginfeksi manusia disebabkan oleh trematoda

Paragonimus wastermani. Area endemik utama di Asia Timur, Asia Selatan, Amerika Latin

(terutama Peru), dan Afrika (terutama Nigeria). Pernah dilaporkan di Amerika kebanyakan yang terkena imigran Indi-China dan Amerika Latin. Diperkirakan 20,7 juta terinfeksi di area endemik.

Infeksi terjadi melalui makanan seperti ketam yang kurang dimasak atau udang yang terinfeksi dengan metacercaria. Parasit masuk ke usus dan berkembang serta melewati beberapa organ dan jaringan untuk mencapai ke sirkulasi paru, dapat dilihat pada figure 5. Manifestasi peradangan paru berupa demam, nyeri dada, batuk kronis dan batuk darah. Eosinofilia darah tepid an peninggian serum level IgE sering terlhat pada 80 % pasien. Foto dada mungkin menunjukkan infiltrate, nodular dan bayangan kavitas. Efusi pleura dan pneumotoraks merupakan penemuan penting pada paronomiasis. Dilaporkan laki-laki, 35 tahun pada gambaran CT scan mungkin menunjukkan nodul tunggal atau multiple di parenkim atau pleura, seperi terlihat pada gambar 5.

(1,2)

(1,3,4)

Figur 5. Diagram siklus hidup

(15)

Diagnosis dibuat dengan ditemukannya telur dalam sputum, cairan BAL dan jaringan biops paru yang terdiri protease sitein dan immunoglobulin. Imunoglobulia G4 (IgG4) yang merupakan produk sisa dari paragonomiassis memiliki akurasi, sensitivity, spesipiti, positive dan negatip nilai prediksi sebasar 97.6%, 100%, 96.9%, 90% dan 100%, secara berurutan.

Paragonomiasis dapat diobati dengan Praziquantel (75 mg/kgBB/hari selama 3 hari), bithionol (30-40 mg/kgBB dalam 10 hari), niclofolan (2 mg/kgBB sebagai dosis tunggal) atau triclabendazole (20 mg/kgBB dalam 2 dosis terbagi).

(1,2,4,9)

IV.2. 3. Nematoda

(1,4)

Penyakit paru yang disebabkan oleh parasit nematoda adalah ascariasis paru, ankilostomiasis paru, strongyloidiasis paru, eosinofilia paru tropik , dirofilariasis paru, visceral larva, migrans dan trichinellosis paru.(1)

IV.2. 3. 1. Ascariasis Paru

Ascaris lumbricoides merupakan infeksi parasit usus yang paling umum. Migrasi parasit

secara hematogen dan limfatik usus kecil ke sirkulasi paru, selanjtnya dapat dilihat figure 6. Di paru larva menghasilkan reaksi hipersensitivitas (kemotaksis dari neutrofil dan eosinofil) dan bronkospasme.(1,2,,4,7)

Gambar 5. Paragonomiasis paru pada laki-laki usia 35 tahun.(a) Radiografi dada menunjukkan area alveolar dengan peningkatan opasiti, terutama paru kiri. (b) CT scan menunjukkan gambaran konsolidasi dengan batas yang jelas. Terlur dari P westermani ditemukan pada cairan BAL. (disadur referensi 3)

Figur 6. Diagram siklus hidup

(16)

Gejala penyakit paru dapat timbul mulai batuk yang ringan sampai “Sindrom Loffler’s”. Sindrom ini merupakan kumpulan tanda dan gejala berupa batuk, demam dan eosinofilia paru dan biasanya akan sembuh sendiri dalam 3 minggu.

Gambar dada dapat ditemukan unilateral atau bilateral, transien, opaq non segmental dengan berbagai variasi.

(3,4)

Diagnosis dapat ditegakkan di area endemik dengan klinis sesak, batuk kering, demam dan eosinofilia. Sputum dapat menunjukkan Kristal “Chachot Leyden” dan gambaran radiologi menunjukkan area ground-glass alveolar dengan peningkatan opasiti pada paru kanan bawah dan tengah, dapat dilihat pada gambar 6 dibawah ini. Pemeriksaan serologi dengan spesifik ascaris IgG4 mungkin dapat membantu diagnosis.

(3)

(1,4,9)

Penyakit ini dapat sembuh dengan sendirinya. Untuk eradikasi A. lumbricoides di saluran cerna dapat diberikan anti helmintik yang spesipik. Mebendazol dan Albendazol. Mebendazol dapat diberi dengan dosis 100 mg dengan 2 kali sehari selama 3 hari, atau 500 mg dosis tunggal. Albendazol 400 mg dosis tunggal. Pirantel Pamoat dosis tunggal (ii mg/kgBB, dosis maksimum 1 gram). Dan Piperazin Citrat (50-75 mg/kgBB/selama 2 hari).

IV.2. 3. 2. Strongyloidosis Paru

(1,4)

Penyakit strongyloidosis paru disebabkan S. Stercoralis, umumnya di Amerika Utara, Asia Selatan dan sub sahara Afrika. Di Indonesia prevalensi sekitar 30-50%, dijumpai lebih tinggi di daerah perkebunan seperti Sukabumi, Jawa barat (93,1%) dan kopi Jawa Timur (80,09%).

Larva yang infektif menyerang paru dan saluran cerna melalui penetrasi kulit. Gambaran klinis dapat menunjukkan 15-30 % dengan asimptomatik dari keluhan ringan s/d berat dari gastrointestinal (diare, hipoalbumin). Tanda dan gejala paru meliputi batuk, sesak napas,

wheezing dan hemoptisis, selanjutnya dapat dilihat pada siklus hidupS. stercoralis di figure 7. (4)

Gambar 6. Ascariasisis paru pada laki-laki usia 35 tahun. (a) Radiografi dada menunjukkan area ground-glass alveolar dengan peningkatan opasiti pada paru kanan bawah dan tengah.

(b) CT-scan menunjukkan gambaran yang sama dengan a.

Larva dan telur dari A lumbricoides ditemukan pada cairan BAL dan pewarnaan feces

(17)

Diagnosis defenitip strongyloidosis paru jika diidentifikasi larva pada sputum. Tes serologi yang digunakan oleh Centers for Disease Control (CDC) berupa enzyme immunoassay

(EIA) untuk deteksi antibody S. stercoralis menunjukkan sensitivity 94,6 %.(1,4,8) Pada

strongyloidosis diseminata dapat terjadi ARDS dan septikemia. Gambaran radiologis menunjukkan konsolidasi patchy area bilateral, seperti pada gambar 7.

Pengobatan. Ivermectin, tiabendazol atau albendazol. Ivermectin diberikan 200 ug/kg/ oral untuk satu atau dua hari. Tiabendazol diberikan 25 mg/kgBB 2 kali sehari selama dua hari. Dosis Tiabendazol dapat dinaikkan ganda dalam beberapa minggu jika pada Strongyloidiasis disseminataAlbendazol 400 mg dua kali sehari selama 5 hari.(1,4,7)

Figur 7. Diagram siklus hidup

S. stercoralis

(disadur referensi 3)

Gambar 7. Strongyloidiasis pada umur 18 tahun dengan hemoptisis. (a) Radiografi dada menunjukkan ektensiv konsolidasi patchy area bilateral

(18)

IV.2. 3. 3. Ankilostomiosis Paru

Askilostomiosis paru disebakan oleh infeksi dari cacing tambang (Hookworn). Yang menginfeksi manusia adalah A. duodenale dan N, americanus. Manusia merupakan hospes parasit. Prevalensi di Indonesia cukup tinggi, terutama di daerah pedesaan sekitar 40 %.

Cacing dewasa hidup di rongga usus halus, dengan mulut yang besar melekat pada mukosa dinding usus. Cacing betina N. americanus tiap hari bertelur sebanyak 5000-10.000 butir, sedangkan A. duodenale kira-kira 10.000-25.000 butir. Telur dikeluarkan dengan tinja dan setelah menetas dalam waktu 1-1,5 hari, keluarlah larva rhaditiform. Dalam waktu ± 3 hari larva rhaditiform tumbuh menjadi larva filariform (bentuk infeksius) yang dapat menembus kulit, memasuki kapiler darah, jantung kanan dan menuju paru. Infeksi A. duodenale dapat juga terjadi dengan menelan larva filariform.

(1)

Selama migrasi larva di paru pasien akan mengalam demam, batuk. Gambaran radiologi menunjukkan infiltrate. Karakteristik lain berupa anemi difisiensi besi akibat hilang darah yang kronis. Pada anemi berat dapat muncul kelelahan yang hebat, sesak akibat aktivitas, konsentrasi rendah dan bising jantung. Selama infeksi masiv dari cacing ini berupa nausea, muntah, batuk, sesak dan disebut juga penyakit Wakana (Wakana disease).

(1,3,4,6)

Diagnosis ditegakkan dengan menemukan telur dalam tinja segar. Eosinofilia darah tepi merupakan penemuan penting. Untuk membedakan spesies A. duodenale dan N. americanus

dapat dilakukan dengan biakan misalnya dengan cara Haeada-Mori. Pemeriksaan PCR untuk membedakan kedua spesies lagi dalam perkembangan.

(4,6)

Pengobatan dengan Mebendazol dan Albendazol. Mebendazol diberikan 100 mg dua kali sehari selama 3 hari. Albendazol diberikan dosis tunggal 400 mg. Sedangkan Pirantel pamoat dosis 11 mg/kgBB oral (maksimum 1 gr) dalam dosis tunggal. Untuk pengobatan anemia dapat diberikan sufas ferosus.

(2,3,4)

IV.2. 3. 4. Eosinofil Tropik Paru (Tropical Pulmonary Eosiphilia/TPE)

(1,4)

Eosinofil Tropik Paru disebabkan oleh Wuchereria bancrofti dan Brugia malayi. Parasit ini ditularkan oleh nyamuk Culex quinque fasciatus di daerah perkotaan. Di pedesaan, vektornya berupa nyamuk Anopheles atau nyamuk Aedes. Mikrofilaria bersifat priodisitas nocturnal, artinya microfilaria hanya terdapat dalam darah tepi di malam hari.

Karateristik penyakit ini ditandai dengan batuk, sesak napas wheezing malam hari, infiltrat diffuse reticulo-nodular pada radiografi dada dan adanya eosinofilia darah tepi. Gejala klinis filariasis limfatik disebabkan oleh mikrofilaria dan cacing dewasa baik yang hidup maupun yang mati. Gejala yang disebabkan oleh cacing dewasa menimbulkan limfadenitis dan limfangitis retrograde, disusul dengan obtruktif menahun 10 sampai 15 tahun kemudian. Secara umum perjalanan penyakit ini dibagi atas tiga stadium yang saling tumpang tindih: stadium mikrofilamen tanpa gejala klinis, stadium akut dan stadium menahun.

(1,2,3)

Diagnosis ditegakkan dengan deteksi parasit yaitu menemukan microfilaria di dalam darah, cairan hidrokel pada pemeriksaan darah tebal. Pengambilan dilakukan pada malam hari

(19)

(setelah pukul 20.00 wib) karena priodisitas microfilaria dimalam hari. Ada beberapa kriteria diagnostik infeksi eosinofil tropik paru : (a) ada riwayat terpapar (gigitan nyamuk) di daerah endemic filarial, (b) riwayat batuk paroksismal dimalam hari, (c) didapati infiltrate pada radiografi dada, (d) leukositosis di darah, (e) eosinofilia darah tepi, (f) peningkatan serum IgE, (g) peningkatan serum antibody antifilaria (IgG dan atau IgE) dan (h) respon klinis baik dengan diethylcarbamazine (DEC).

Diethylcarbamazine (DEC) merupakan obat pilihan utama sejak 40 tahun. DEC bersifat membunuh microfilaria dan juga cacing dewasa pada pengobatan jangka panjang. Pengobatan ditujukan untuk membunuh parasit, mencegah kesakitan dan mencegah transmisi. Dosis yang dianjurkan adalah 6 mg/kgBB/hari selama 21-28 hari. Dosis harian dapat diberikan dalam tiga kali pemberian sesudah makan.

(2,4)

IV.2. 3. 5. Dirofilariasis Paru (1,4)

Dirofilariasis disebabkan oleh Dirofilaria immitis. Infeksi ditanmisi oleh nayamuk dari anjing ke manusia. Siklus hidup Dirofilaria immitis dapat dilihat pada figur 8.

Manifestasi paru dari batuk, nyeri dada, hemoptisis dan eosinofilia. Tampak gambaran

coin lesion setelah cacing menetap dia a. pulmonalis pada radiografi dada. Seperti yang

ditunjukkan pada gambar 7. Defenitif diagnosis didapatkan cacing dari pemeriksaan mikroskop dari potongan nodul.(3)

Figur 8. Diagram siklus hidup Dirofilariasis

(disadur referensi 3)

Gambar 7. Dirofilariasis dengan asimptomatik pada wanita 14 tahun dengan nodul soliter (a) Radiografi dada menunjukkan gambaran opasiti nodul pada paru atas kanan

(20)

IV.2. 3. 6. Viceral Larva Migran (VLM) / Toxocariasis Paru

VLM, dikenal juga dengan toxocariasis, yang disebakan oleh larva yang migrasi dari

Toxocara cati dan Toxocara cani. Larva menetas dari telur dan migrasi melalui paru dan organ

lainnya.

Paru terlibat sekitar 20-80 % kasus dengan VLM. Keluhan paru, seperti batuk dan wheezing, dan infltrat paru, dapat bilateral. Eosinofilia lazim ditemukan dan akan mentap selama beberapa tahun.

(1,2)

Diagnosis ditegakkan jika ada dugaan riwayat geografi dengan eosinofilia persisten dan ELISA positip untuk Toxocara.

(2,9)

Beberapa ilmuwan merekomendasikan mebendazol, tiabendazol, dan dietilcarbamazin. Kortikosteroid mungkin berguna untuk mengurangi angka kesakitan.

Untuk membedakan antara Loffler’s syndrome, Tropic Pulmonary Eosinofilia dengan Viceral Larva Migrans dapat dilihat pada tabel 5.

(1,7)

V. KESIMPULAN

Infeksi parasit terdistribusi ke seluruh dunia dan memiliki efek terhadap jutaan penduduk dunia, yang menyebabkan kesakitan dan kematian. Spectrum dari infeksi parasit dapat

termanifestasi dengan penemuan abnormalitas dari pemeriksaan toraks.

Dengan pemeriksaan yang benar, meliputi epidemiologi, klinis dan psikopatologik diagnosis infeksi parasit pada paru dapat ditegakkan.

(21)

DAFTAR PUSTAKA

1. Vijayan V.K. Tropical Parasitic Lung Disease. Indian J Chest Dis Allied Sci 2008; 50:49-66.

2. Fishman Jay A et all. Fishman’s Pulmonary Diseases and Disoeder: Helminthic Disease of the Lungs.Vol 1 dan 2, 17th

3. Martinez S, MD et all. Thoracic Manifestations of Tropical Parasitic Infections: A Pictorial Review. Radiographics 2005; 25: 135-155.

edition 2008: 2413-2425.

4. Sutanto I dkk (editor), Buku Ajar Parasitologi Kedokteran.Edisi Keempat, Balai Penerbit FK-UI, Jakarta, 2008

5. Mohan A et all. Acute lung injury and acute respiratoty distress syndrome in malaria. J Vector Borne dis 2008; 45: 179-193.

6. Hotez Peter J, MD et all. Hookworm Infection (current concept). New Eng Med Journal 2004;351:799-805.

7. Chitkara Rajinder K et all. Parasitic Pulmonary Eosinophilia. Seminars in Respiratory and Critical Care Medicine 2006; 27: 171-184.

8. Woodring John H et all. Pulmonary Strongyloidiasis: Clinical and Imaging Features. AJR 1994; 162:537-542.

9. Sharma O.P (editor). Tropical Lung Disease: Lung Disease in the Tropics,, 17th edition 2006: 182-241.

Gambar

Tabel 1. Penyakit Parenkim dan Vaskular Paru akibat infeksi Cacing (disadur referensi 2)
Tabel 2. Penyakit Paru Parasit karena Protozoa (disadur referensi 1)
Gambar 1. Gambaran radiologi dada akibat kavitasi (laki-laki, 53 tahun dengan abses hatiinfiltrat basal alveolar paru kanan.(a)   E
Gambar 2. ARDS, laki-laku tua, 31
+7

Referensi

Dokumen terkait

KORELASI ANTARA JUMLAH TROMBOSIT DENGAN KEPADATAN PARASIT PADA ANAK DENGAN INFEKSI MALARIA.. SURYANI MARGONO

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik pasien, gejala klinis, hasil pemeriksaaan sputum BTA, gambaran foto thoraks, dan hasil laboratorium pasien

Output tabel dari Lavene’s Test (Uji homogenitas ragam) pada uji ini terdapat hipotesis Ho : jumlah parasit dan derajat infeksi parasit per ikan Kerapu Macan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa, Ada perbedaan rentan infeksi cacing parasit ( Fasciola hepatica ) pada hati sapi antara daerah

“ Hubungan Kadar Gula Darah Sewaktu dengan Perluasan Infeksi Tuberkulosis Paru (Pemeriksaan Rontgen Paru) pada Pasien Diabetes Melitus dengan Tuberkulosis Paru ”.

Penggunaan metode chain code dan operasi morfologi dalam segmentasi tepi citra CT scan paru-paru mendapatkan hasil dengan visual deteksi tepi yang halus dan tidak

Berdasarkan hasil pengamatan tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa kambing Kacang diduga lebih resisten terhadap infeksi parasit saluran pencernaan jika dibandingkan dengan

PEMERIKSAAN RADIOLOGI • Bila klinis ditemukan gejala tuberkulosis paru, hampir selalu ditemukan kelainan pada foto rontgen • Bila klinis ada dugaan terhadap penyakit tuberkulosis