PENGARUH PEKERJAAN WANITA
TERHADAP JUMLAH ANAK
(Studi Eksplanatif pada wanita yang bekerja sebagai PNS dan petani di Kel. Batang Ayumi Julu, Kec. Padangsidimpuan Utara)
DISUSUN OLEH ANITA SUSANTY SIREGAR
040901057
DEPARTEMEN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAKSI
Jumlah penduduk di Indonesia pada umumnya mengalami peningkatan tiap tahun yang di dominasi oleh tingginya angka fertilitas (kelahiran). Fertilitas ini pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh tindakan pilihan rasional aktor dalam masyarakat yang beradaptasi dengan nilai budaya serta lingkungan sekitarnya. Pameo “ banyak anak banyak rezeki” kini telah mulai bergeser menjadi “banyak anak banyak beban”. Pergeseran ini diakibatkan oleh meningkatnya pendidikan masyarakat sehingga mempunyai pemahaman yang luas akan arti keluarga khususnya yang berkaitan dengan anak. Peningkatan pendidikan ini merupakan tuntutan bagi masyarakat karena adanya suatu perubahan budaya yang semakin materialistis yang dibarengi diferensiasi dalam segala hal, misalnya pekerjaan; adanya sektor kerja informal dan formal. Seperti halnnya bagi wanita yang kini tidak hanya bekerja di sektor informal saja akan tetapi sektor formal sudak dimasukinya. Kedua sektor yang dilakoni oleh masing-masing aktor tentunya mempunyai latar belakang yang berbeda, khususnya pendidikan. Karena tingkat pendidikan pada umumnya akan berimplikasi terhadap pekerjaan yang akan digelutinya. Kemudian terdapat suatu hipotesis yang menyatakan bahwa kemandirian ekonomi dan pendidikan mempengaruhi wanita untuk menunda pernikahan atau tidak sehingga hal ini akan berimplikasi terhadap jumlah anak yang dimiliki oleh wanita tersebut.
Penelitian ini menggunakan penelitian eksplanatif dengan pendekatan kuantitatif terhadap 30 responden. Masing-masing 15 responden wanita yang bekerja sebagai PNS dan 15 responden wanita yang bekerja sebagai petani. Penarikan sample menggunakan sistem judgement sample. Pengumpulan data dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner kepada responden dan dokumenter.
Berdasarkan analisa data diketahui bahwa terdapat prefernasi jenis kelamin antara wanita yang bekerja sebagai PNS dengan wanita yang bekerja sebagai petani dimana 24 orang (80%) yang menyatakan iya untuk konsep laki-laki dan perempuan adalah sama saja”, sedangkan 6 orang (20%) menyatakan tidak. Preferensi jenis kelamin anak ini lebih kuat untuk kelompok responden petani, yakni sebanyak 5 orang (33,3%), sedangkan untuk kelompok responden PNS hanya 1 orang (6,7%)
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul
“Pengaruh Pekerjaan Wanita Terhadap Jumlah Anak ( Studi eksplanatif
pada wanita yang bekerja sebagai PNS dan petani di Kel. Batang Ayumi Julu, Kec. Padangsidimpuan Utara)” guna memenuhi syarat untuk memperoleh gelar sarjana dari Departemen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Universitas Sumatera Utara. Serta tidak lupa solawat beriring salam kepada
junjungan Nabi Besar Muhammad SAW yang safa’atnya sangat diharapkan di
hari kelak.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak menghadapi hambatan,
hal ini disebabkan oleh keterbatasan wawasan peneliti, kurangnya pengalaman,
serta sedikitnya wacana yang menyangkut bahan penelitian yang ditemukan oleh
peneliti. Akan tetapi, berkatNya semua hambatan tersebut dapat dilalui, sehingga
penulisan skripsi ini selesai. Hal ini tak luput dari teman-teman yang selalu
memberikan motivasi dan dorongan serta do’a. Oleh karena itu penulis
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang turut serta membantu dalam
penulisan skripsi ini. Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih
kepada:
1. Bapak Prof. DR. Arif Nasution, MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara
2. Bapak DR. Badaruddin, M.Si, selaku Ketua Departemen Sosiologi,
3. Ibu Dra. Rosmiani, MA, selaku Sekretaris Departemen Sosiologi, Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara
4. Ibu Dra. Hadriana Marhaeni Munthe, M.Si selaku dosen pembimbing yang
telah meluangkan waktu kepada penulis untuk membimbing dalam
penulisan skripsi ini
5. Ibu Dra. Harmona Daulay, M.Si selaku dosen wali penulis yang telah
membimbing penulis semenjak semester pertama sampai akhir dengan
selalu mengkoreksi penulis setiap semester berganti dan selalu memberi
masukan jika ada masalah
6. Teristimewa buat kedua orang tua penulis, Ayahanda (alm) M. Siregar dan
Ibunda L. Harahap yang selalu mendidik dan mengajari penulis dengan
kasih sayang semenjak kecil, dan selalu memberikan do’a-do’a yang tiada
bandingannya dengan apapun, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini
7. Buat saudara-saudaraku tercinta, K’ Odang, K’ Ris yang selalu kirim
pulsa, B’ Asan yang sibuk dengan angan-angannya tapi tetap selalu
mendo’akan dan memotivasi penulis serta Adikku satu-satunya Hendra
serta keponakan-keponakan yang selalu menanti “ujing”, 4R (Rofi,
Rayhan, Rifa’i dan Ri’dah) terima kasih atas dukungan dan do’a-do’anya
8. Buat seseorang yang jauh di sana, terima kasih atas cinta dan kasih
sayangnya serta perhatiannya selama ini dan selalu memotivasi untuk tetap
semangat dalam penulisan skripsi ini
9. Buat teman-teman stambuk ’04 yang selalu kompak. Jeni yang selalu
Imey, Devi, Wenny, Alex, Maypa, Tuit, Faisal, Idris, Dhini manis, Diana,
Rabanta, Herna, Tika, Flo, Rey, Solin, Yanti, Rosma, Ferika dan lain-lain,
terima kasih atas dukungan dan semua kenangan yang telah ada.
10.Buat senior Sos ‘3, Sos ’02, terima kasih telah mengajari dunia kampus,
serta junior Sos ’05 dan Sos ‘6, terima kasih atas segala dukungannya.
11.Buat responden, terima kasih telah meluangkan waktunya untuk menjawab
kuesioner yang diberikan oleh penulis.
12.Semua pihak yang turut membantu yang tidak bisa disebutkan satu
persatu.
Penulis telah berusaha semaksimal mungkin dalam penulisan skripsi ini.
Akan tetapi penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan demi
kesempurnaan skripsi ini.
Penulis
DAFTAR ISI
3.3. Populasi dan Tehnik Penarikan Sampel ... 28
3.4. Teknik pengumpulan Data ... 28
4.1.1 Sejarah Lahirnya Kel. Batang Ayumi Julu ... 33
4.1.2. Potensi Sumber Daya Alam ... 37
4.1.3. Sosial Ekonomi dan Budaya ... 39
4.2. Tabel Tunggal ... 43
4.2.1. Identifikasi Responden ... 43
5.2. Saran ... 78 Daftar Pustaka
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1. Persentase Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Selama Seminggu Menurut Jenis Kelamin
dan Lapangan Usaha di Kota Padangsidimpuan ... 5
Tabel 1.2. Persentase Penduduk 15 tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja Seminggu, dan Jenis Kelamin di Kota Padangsidimpuan ... 7
Tabel 1.3. Jumlah Rumah Tangga ( RT ), penduduk dan rata-rata anggota rumah tangga (ART) per rumah tangga menurut desa/kel. Tahun 2005 ... 8
Tabel 4.1. Orbitasi daerah ... 37
Tabel 4.2. Sumber air minum ... 38
Tabel 4.3. Kualitas air minum ... 38
Tabel 4.4. Kualitas udara ... 39
Tabel 4.5.Tingkat pendidikan ... 39
Tabel 4.6. Jenis mata pencaharian ... 40
Tabel 4.7. Agama ... 40
Tabel 4.8. Etnis di Kel. Batang Ayumi Julu ... 41
Tabel 4.9. Tingkat kesejahteraan keluarga ... 42
Tabel 4.10. Kepemilikan aset rumah ... 42
Tabel 4.11. Distribusi responden berdasarkan agama ... 43
Tabel 4.12. Distribusi responden berdasarkan suku bangsa... 43
Tabel 4.13. Distribusi responden berdasarkan pendidikan ... 44
Tabel 4.14. Distribusi responden berdasarkan umur ... 44
Tabel 4.15. Distribusi responden berdasarkan jenis pekerjaan suami ... 45
Tabel 4.16. Distribusi responden berdasarkan usia menikah ... 45 Tabel 4.17. Frekuensi responden berdasarkan waktu mulai bekerja ... 47 Tabel 4.18 Frekuensi responden berdasarkan alasan bekerja... 48
Tabel 4.19. Frekuensi responden berdasarkan tetap mengerjakan pekerjaan rumah... 48
Tabel 4.20. Frekuensi responden berdasarkan kepemilikan pembantu ... 49
Tabel 4.21. Frekuensi suami responden berdasarkan ikut berperan dalam pekerjaan rumah... 50
Tabel 4.22 Frekuensi responden berdasarkan waktu bekerja setiap hari ... 50
Tabel 4.23. Frekuensi responden berdasarkan penghasilan setiap bulan ... 51
Tabel 4.24. Frekuensi responden berdasarkan tingkat penghasilan dengan suami ... 52
Tabel 4.25. Frekuensi responden berdasarkan jumlah anak (dalam keadaan hidup) ... 52
Tabel 4.26. Frekuensi responden berdasarkan keinginan menambah anak .... 53
Tabel 4.27. frekuensi responden berdasarkan jumlah anak yang ideal... 54
menentukan jumlah anak dalam keluarga ... 55 Tabel 4.30. Frekuensi responden berdasarkan kesetujuan untuk
pernyataan “ anak laki-laki dan perempuan sama saja” ... 56 Tabel 4.31. Frekuensi responden berdasarkan keharusan
mempunyai anak laki-laki ... 57 Tabel 4.32. Frekuensi responden berdasarkan keharusan
mempunyai anak perempuan ... 57 Tabel 4.33. Frekuensi responden berdasarkan sikap jika sudah mempunyai
anak seperti yang diinginkan, akan tetapi ternyata mengandung ... 58 Tabel 4.34. Frekuensi responden berdasarkan penggunaan alat
kontrasepsi untuk mencegah kehamilan ... 59 Tabel 4.35. Pengaruh besarnya gaji dengan
siapa yang menentukan jumlah anak ... 60 Tabel 4.36. Pengaruh frekuensi jam kerja dengan frekuensi
jumlah anak sekarang ... 61 Tabel 4.37. Pengaruh pendidikan terhadap jumlah anak ... 62
Tabel 4.38. Hubungan pekerjaan terhadap jumlah anak ... 66 Tabel 4.39. Hubungan usia menikah dengan jumlah anak... 67 Tabel 4.40. Hubungan pekerjaan dengan usia menikah... 68 Tabel 4.41. hubungan variabel antara (usia menikah)
DAFTAR BAGAN
Struktur Organisasi Lembaga Pemberdayaan Masyarakat(LPM)
ABSTRAKSI
Jumlah penduduk di Indonesia pada umumnya mengalami peningkatan tiap tahun yang di dominasi oleh tingginya angka fertilitas (kelahiran). Fertilitas ini pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh tindakan pilihan rasional aktor dalam masyarakat yang beradaptasi dengan nilai budaya serta lingkungan sekitarnya. Pameo “ banyak anak banyak rezeki” kini telah mulai bergeser menjadi “banyak anak banyak beban”. Pergeseran ini diakibatkan oleh meningkatnya pendidikan masyarakat sehingga mempunyai pemahaman yang luas akan arti keluarga khususnya yang berkaitan dengan anak. Peningkatan pendidikan ini merupakan tuntutan bagi masyarakat karena adanya suatu perubahan budaya yang semakin materialistis yang dibarengi diferensiasi dalam segala hal, misalnya pekerjaan; adanya sektor kerja informal dan formal. Seperti halnnya bagi wanita yang kini tidak hanya bekerja di sektor informal saja akan tetapi sektor formal sudak dimasukinya. Kedua sektor yang dilakoni oleh masing-masing aktor tentunya mempunyai latar belakang yang berbeda, khususnya pendidikan. Karena tingkat pendidikan pada umumnya akan berimplikasi terhadap pekerjaan yang akan digelutinya. Kemudian terdapat suatu hipotesis yang menyatakan bahwa kemandirian ekonomi dan pendidikan mempengaruhi wanita untuk menunda pernikahan atau tidak sehingga hal ini akan berimplikasi terhadap jumlah anak yang dimiliki oleh wanita tersebut.
Penelitian ini menggunakan penelitian eksplanatif dengan pendekatan kuantitatif terhadap 30 responden. Masing-masing 15 responden wanita yang bekerja sebagai PNS dan 15 responden wanita yang bekerja sebagai petani. Penarikan sample menggunakan sistem judgement sample. Pengumpulan data dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner kepada responden dan dokumenter.
Berdasarkan analisa data diketahui bahwa terdapat prefernasi jenis kelamin antara wanita yang bekerja sebagai PNS dengan wanita yang bekerja sebagai petani dimana 24 orang (80%) yang menyatakan iya untuk konsep laki-laki dan perempuan adalah sama saja”, sedangkan 6 orang (20%) menyatakan tidak. Preferensi jenis kelamin anak ini lebih kuat untuk kelompok responden petani, yakni sebanyak 5 orang (33,3%), sedangkan untuk kelompok responden PNS hanya 1 orang (6,7%)
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Masalah kependudukan merupakan salah satu masalah pokok bagi
negara berkembang, termasuk Indonesia. Salah satu variabel dari masalah
kependudukan ini adalah jumlah anak yang lahir dalam keadan hidup (fertilitas).
Untuk itu pemerintah banyak mengambil tindakan dengan berbagai programnya
dalam upaya penurunan angka kelahiran. Mulai dari program KB dimana
pemerintah membentuk khusus satu Badan Koordinasi Keluarga Berencana
Nasional yang dikenal dengan sebutan BKKBN (Sugihen, 1996:90) sampai
dengan pengikutsertaan perempuan dalam pembangunan.
Berbicara tentang fertilitas tidak terlepas dari masalah wanita karena
wanita berperan mengandung, melahirkan dan mengasuh anak dalam keluarga.
Akan tetapi, meningkatnya kebutuhan hidup akibat pengaruh modernisasi dan
persaingan hidup, mengharuskan wanita untuk ikut serta berperan dalam sektor
publik, baik itu keinginan dalam diri individu itu sendiri atau merupakan suatu
keharusan bagi wanita tersebut guna pemenuhan kebutuhan keluarga. Seperti kita
ketahui bahwa keluarga menurut Kamanto ( 2000 ) mempunyai fungsi: Pertama ,
menyalurkan dorongan seks. Kedua, reproduksi berupa pengembangan keturunan.
Ketiga, mensosialisasikan anggota keluarga baru. Keempat, fungsi afeksi. Kelima,
memberikan status pada anak. Keenam, memberikan perlindungan kepada
fungsi-fungsi tersebut pada masa sekarang ini, fungsi-fungsi ekonomi dan fungsi-fungsi reproduksi
terkait dengan peran wanita dalam keluarga.
Hanna (dalam Ihromi, 1990:1) mengatakan bahwa suatu keluarga
akan berusaha meningkatkan kedudukannya dalam masyarakat, hal ini dicapai
dengan memberikan pendidikan pada anak, menanamkan nilai budaya,
menyekolahkan anak yang pada akhirnya berharap memperoleh pekerjaan dan
mendapat kedudukan yang baik dalam masyarakat. Untuk itu partisipasi
perempuan atau istri dalam perekonomian ini sangat dibutuhkan baik keinginan
atau tidak oleh istri .
Lisa Cameron mengatakan
“women were sheltered somewhat the full crisis impact due to their under representatition in the formal sector economy. Women did, however suffer increase in unemployment ( and underemployment ) – although to a lesser extent then men. Possibly the main way in which women were affected by the crisis was indirectly- through its effect on labour market oppurtinities for the men in their families. In response to high male unemployment and under employment, women increased their participation in the labour market ( Robinson, 2002:155)
Dari pernyatan di atas kita dapat ketahui keterlibatan perempuan
dalam sektor kerja diawali dengan munculnya krisis ekonomi yang mengharuskan
mereka untuk kerja di sektro publik. Warto (dalam Abdullah 1997:165)
mengatakan masuknya teknologi pertanian baru, selain sebagai upaya
mengintensifikasikan hasil pertanian juga dilihat sebagai perpanjangan tangan
sistem ekonomi yang kapitalis dengan ideologi patriaki, dan mendesak posisi
wanita kepinggiran dalam memperebutkan kesempatan ekonomi. Akibatnya
terdapat dua respon yang dilakukan wanita untuk menghadapi pergeseran
memasuki wilayah domestik karena kesempatan di sektor publik makin sulit di
raih. Kedua berusaha memperoleh kesempatan kerja di luar desa.
Kesempatan wanita di sektor publik tidak terlepas juga dengan
adanya perlindungan pekerja wanita itu sendiri yang sudah dilindungi dalam UU
tenaga Kerja No 12tahun 1848 (junto UU No 1 tahun 1951). UU no 89 tahun 1957
yang meratifikasi Konvensi ILO No 100 dan PP No 81 tahun 1981, juga UU no
14 tahun 1969, UU no 7 tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Penghapusan
segala bentuk diskriminasi terhadap wanita. Serta adanya Inpres No 9 tahun 2000
tentang pengarusutamaan gender (PUG) yang telah disyahkan oleh pemerintah
memberikan peranan yang besar terhadap keikutsertaan wanita di sektor publik.
Salah satu instrumen yang kemudian dikembangkan PUG untuk melihat apakah
gender menjadi arus utama dari suatu organisasi atau institusi adalah scan yang
berfungsi:
1. Menjadikan kesetaraan gender sebagai misi organisasi
2. Menerjemahkan misi tersebut ke dalam tujuan dan sasaran yang
operasional, dan mengaplikasikan tujuan tersebut ke dalam
program organsiasi atau program-program sosial yang sensistif
gender
3. Mengembangkan pola kepemimpinan yang sensiti gender
4. Mengembangkan pola hubungan antar individu di organsasi dan
dengan individu di luar organiasi
5. Mencegah penggunaan bahasa joke, atau atribut yang bias gender
dalam komunikasi organsasi
7. Menciptakan atauran-aturan yang melindungi anggota organisasi
dari praktek-praktek diskriminasi, kekerasan, atau pelecehan
yang berlatar belakang perbedan gender
8. Mendayakan sumber daya organisasi untuk mendukung
perbedaan gender
9. Menciptakan jaringan dan kolaborasi dengan lingkungan luar,
sehingga upaya kesetaraan gender di masyaarakat dapat
berlangsung secara lebih integratif
Keterlibatan perempuan dalam sektor kerja publik ini dilihat dapat
membawa pengaruh besar dalam struktur keluarga dan mengalami perubahan,
seperti posisi tawar wanita tersebut dalam keluarga misalnya dalam memutuskan
jumlah anak yang diinginkan. Jumlah jam kerja seorang wanita akan
mempengaruhi keterlibatannya dalam keluarga dan akan menjadi salah satu
variable penting dalan menjelaskan relasi gender dalam keluarga antara suami dan
istri. Perubahan dalam nilai anak pun dapat berubah, dimana terdapat banyak
anggapan-anggapan yang berhubungan dengan utility anak tersebut, misalnya
pada masyarakat pedesaan yang mata pencahariannya pada umumnya adalah
bertani mempunyai anggapan bahwa banyak anak banyak rezeki, hal ini masuk
logika, karena mereka beranggappan dengan banyak anak maka jumlah tenaga
kerja untuk mengolah lahanpun semakin banyak, sehingga secara otomatis nilai
produksi yang dihasilkan pun bertambah. Ada suatu anggapan yang menyatakan
bahwa anak juga akan dapat menghambat karir seseorang seperti yang tercakup
untuk mempunyai anak karena pekerjaan (http/nagasundari blogsome.come
/2005/03/08 perempuan dan kehidupan actual).
Peranan wanita dalam sector ekonomi, baik dalam sektor publik
maupun domestik banyak terlihat pada daerah yang mengalami masa transisi ke
arah industrialisasi terutama di daerah perkotaan. Masyarakat perkotaan yang
semakin kompleks menuntut masyarakatnya untuk aktif dalam perekonomian
untuk memenuhi kebutuhan hidup. Salah satu masyarakat perkotaan itu adalah
masyarakat kota Padangsidimpuan yaitu salah satu kotamadya di provinsi
Sumatera Utara yang juga merupakan literature kecil gambaran masyarakat
perkotaan di Indonesia yang sedang mengalami masa transisi untuk menjadi
masyarakat industri. Pada masyarakat ini juga terlihat bagaimana kontribusi
pekerja wanita semakin meningkat di sektor –sektor penting, dan untuk jelasnya
perhatikan tabel di bawah ini.
Tabel 1.1.
Persentase Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Selama Seminggu
Menurut Jenis Kelamin dan Lapangan Usaha di Kota Padangsidempuan
Lapangan Usaha Persentase
Laki-laki Perempuan Jumlah
Dari data di atas kita ketahui bahwa perempuan mempunyai peranan
yang besar dalam sektor ekonomi. Dimana menurut BPS Padangsidimpuan yang
termuat dalam Profil Kota Padangsidimpuan Berbasis Statistical Capacity
Building, untuk menganalisa perekonomian tersebut, maka lapangan usaha yang
terdiri dari sembilan sektor dibagi menjadi 3 kelompok besar yaitu sektor primer
(A), sekunder (M) dan tersier (S), dengan klasifikasi sebagai berikut:
1. Sektor A (Pertanian)
2. Sektor M (Pertambangan/penggalian, industri, listrik, gas, air,
serta bangunan)
3. Sektor S ( angkutan, perdagangan, keuangan, dan jasa)
Maka yang lebih dominan menyerap tenaga kerja adalah sektor S,
dimana dalam tahun 2004, sektor ini menyerap 67, 92 % penduduk usia 15 tahun
ke atas yang bekerja sedang sisanya dalam sektor A 18,73 persen dan sektor M
13,35 persen.
Bila dibedakan menurut jenis kelamin, terlihat bahwa pada tahun 2004
mayoritas penduduk perempuan lebih banyak bergerak di sektor jasa,
perdagangan, dan pertanian di banding laki-laki. Sedangkan untuk jam kerja,
berdasarkan Susenas 2004, rata-rata jam kerja pekerja di Kota Padangsidimpuan
cukup tinggi dibandingkan jam normal, yaitu 44,48 jam seminggu. Untuk lebih
Tabel 1.2.
Persentase Penduduk 15 tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja Seminggu, dan Jenis Kelamin di Kota Padangsidimpuan
Jumlah jam kerja Persentase
Laki-laki perempuan Jumlah
(1) (2) (3) (4)
Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa perempuan juga mempunyai
jam kerja yang tinggi yaini 40,82 jam per minggu. Jumlah jam kerja ini berada di
atas rata-rata yaitu 35 jam per minggu. Jam kerja wanita akan berpengaruh
terhadap pergeseran struktur pola-pola tanggung jawab terhadap keluarga serta
nilai dari fungsi keluarga itu sendiri. Salah satu pengaruhnya adalah reproduksi,
yang pada akhirnya akan berimplikasi terhadap fertilitas. Sedikit banyaknya
waktu wanita yang bekerja tergantung terhadap bentuk pekerjaan yang
digelutinya
Keinginan untuk bekerja oleh perempuan terkadang bukan untuk
pemenuhan kebutuhan pokok, khususnya pada golongan menengah akan tetapi
lebih mengaktualkan diri dan lebih kepada proses pengembangan keterampilan
yang telah diperolehnya di dunia pendidikan. Hal ini juga akan mempengaruhi
terhadap penurunan nilai ekonomis anak sehingga konsekuensi yang diambil
adalah dengan penurunan jumlah anak yang diinginkan. Begitu juga sebaliknya,
dengan hanya mengandalkan tenaga saja, dan kebanyakan mereka hanya bergelut
di bidang pertanian, misalnya hanya sebagai petani Untuk itu dalam penelitian ini,
peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana pengaruh pekerjaan wanita terhadap
jumlah anak dengan melihat uji perbedaan diantara keduanya.
Adapun lokasi penelitian yang diambil adalah Kel. Batang Ayumi
Julu, Kec. Padangsidempuan Utara. Jika kita lihat tabel di bawah ini yang
diperoleh pada saat pra observasi terlihat bahwa rata-rata ART per rumah tangga
di Kel. Batang Ayumi Julu, Kec. Padangsidempuan Utara lebih sedikit.
Tabel 1.3.
Jumlah Rumah Tangga ( RT ), penduduk dan rata-rata anggota rumah tangga (ART) per rumah tangga menurut desa/kel. Tahun 2005
Kelurahan Rumah Tangga Penduduk Rata-rata ART
(1) (2) (3) (4)
X= masih bergabung dengan desa/kelurahan induk
Hal ini sangat menarik minat peneliti untuk lebih mengeksprolasi ada apa
yang terjadi di dalam masyarakat tersebut, mengingat bahwa banyak wanita yang
petani, dibandingkan dengan daerah lain yang cenderung wanitanya lebih banyak
bekerja di sektor pertanian atau sebagai petani.
Akan tetapi akibat keterbatasan waktu, peneliti tidak akan
membandingkan jumlah anak berdasarkan wilayah atau daerah akan tetapi peneliti
akan melihat berdasarkan pekerjaan wanita tersebut, yang dalam hal ini adalah
wanita yang bekerja sebagai petani dan PNS. Adapun lokasi penelitian, seperti
yang telah diungkapkan di atas peneliti mengambil lokasi di Kel. Batang Ayumi
Julu, Kec. Padangsidempuan Utara.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas penulis tertarik untuk melakukan
penelitian eksplanatif terhadap masalah tersebut, yang menjadi perumusan
masalah dalam penelitian ini adalah
1. Bagaimana perbedaan jumlah anak pada wanita yang bekerja
sebagai PNS dengan wanita yang bekerja sebagai petani
2. Bagaimana pengaruh pekerjaan wanita yang bekerja sebagai PNS
dan petani terhadap jumlah anak
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian adalah
1. Untuk mengetahui bagaimana perbedaan jumlah anak pada
wanita yang bekerja sebagai PNS dengan wanita yang bekerja
2. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh pekerjaan wanita yang
bekerja sebagai PNS dengan petani terhadap jumlah anak.
1.4. Manfaat Penelitian
Setelah melakukan penelitian ini diharapkan manfaat penelitian ini
berupa:
1.4.1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi sumbangan bagi khasanah
kepustakaan yang bernilai dan bermutu khususnya mengenai sosiologi gender.
1.4.2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini menjadi kajian yang akurat dan memberi sumbangan
pemikiran baik kalangan akademis maupun pemerintah khusunya kota
Padangsidempuan dalam mengambil kebijakan untuk pembangunan perempuan
yang terkait dengan peranya dalam sector ekonomi dan reproduksi
1.4.3. Bagi Penulis
Dapat meningkatkan pengetahuan si peneliti dan menambah wawasan
mengenai masalah yang terkait dan merupakan wadah dalam pembentukan pola
pikir ilmiah serta rasional dalam menghadapi persoalan social yang ada dalam
masyarakat.
1.5. Kerangka Teori 1.5.1. Feminis Marxis
a Hak kepemilikan pribadi manusia sebagai kelembagaan yang menghancurkan
keadilan dan kesamaan kesempatan
a. Kapitalisme adalah tatanan social dimana pemilik modal mengunguli kaum
buruh dan laki-laki mengungguli perempuan
b. Sumber opresi perempuan adalah kapitalisme.
Analisis ini menunjukkan bahwa perempuan akan memperoleh
kesamaan dan kesempatan seperti laki-laki jika perempuan tersebut mampu
menyamai kedudukannya dalam hal ekonomi dengan laki-laki, sehingga struktur
kekuasaan lama akan terbongkar melalui perjuangan kelas (Suseno, 2001:149).
Analisis gender dari Feminisme Marx beranggapan bahwa penyebab
dasar penindasan terhadap perempuan bersifat struktural (akumulasi modal dan
pembagian kerja). Teori Marxis tentang materailistis determinasi yang
mengatakan bahwa budaya masyarakat berakar dari atau mempunyai basis
material atau ekonomi. Marx mengatakan bahwa basis kehidupan masyarakat
berdasarkan pola relasi material dan ekonomi yang selalu menimbulkan konflik.
Paham materialisme Marx telah menentukan nilai eksistensi seseorang dimana
kepemilikan modal dapat memberikan kekuatan kepada seseorang. Pekerjaan
domestik yang dilakukan oleh perempuan memang tidak menghasilkan uang,
oleh karena itu perempuan dianggap inferior dan tidak mempunyai kekuatan
apa-apa.
Pada dasarnya kedudukan dan status wanita sangat berpengaruh oleh
perputaran nilai capital, dan hal ini disebabkan oleh 3 faktor (Abdullah
1. Secara ekonomis keterlibatan perempuan di pasar kerja
menguntungkan kelompok-kelompok kapitalis karena biaya
tenaga kerja perempuan lebih murah
2. Perubahan-perubahan mendasar yang terjadi dalam sistem sosial,
pada hakikatnya merupakan fungsi dari proses ekonomi dimana
capital memegang peranan penting
3. Pemanfaatan angkatan kerja dalam proses produksi merupakan
strategi memperkuat hegemoni gender berdasarkan konsep
-konsep kapitalis
Jika perempuan tersebut telah berpartisipasi dalam hal ekonomi
keluarga, maka hal ini akan berpengaruh terhadap posisi tawar perempuan
tersebut dalam pengambilan keputusan dalam keluarga khususnya dalam
penetapan jumlah anak yang diinginkan. “Pengaruh” dapat menggambarkan
kekuasaan atau dominasi seseorang terhadap sesuatu. Khususnya tentang
kekuasaan dalam keluarga Cromwell dan Olson mengemukakan 3 bidang dalam
keluarga, yaitu:
1. Sumber/ dasar kekuasaan ( bases of family power)
2. Proses kekuasaan dalam keluarga ( family power processes)
3. Hasil kekuasaan dalam keluarga ( family power outcomes)
Karl Marx mengatakan bahwa ekonomi merupakan dasar kekuasaan.
Wanita yang mempunyai distribusi ekonomi berupa materi akan mampu atau
dapat memberi suatu keputusan dalan keluarga. Selain itu ada beberapa faktor
yang dianggap mempengaruhi peranan wanita dalam mengambil keputusan
1 Proses sosialisasi
2 Pendidikan
3 Latar Belakang Perkawinan
4 Kedudukan dalam masyarakat
5 Pengaruh luar lainnya.
Pengaruh ekonomi ini juga akan berpengaruh terhadap kebijakan seorang
wanita untuk menunda perkawinan. Pernyataan ini tampak jelas dengan adanya
suatu hipotesis yang menyatakan bahwa kemandirian ekonomi dan pendidikan
mempengaruhi wanita untuk menunda pernikahan atau tidak
(http//bebas.vlsm.org/kuliah/seminar-MIS/2005/91/91-b-b-J 11-19.pdf),
1.5.2. Teori Pilihan Rasionalitas
Masuknya wanita ke sektor publik merupakan proses pembebasan
wanita dari penindasan dalam keluarga. Partisipasi wanita dalam sektor publik
dapat membuat wanita produktif, sehingga konsep pekerjaan domestik wanita
tidak ada lagi, dengan mempunyai uang atau materi maka wanita memasuki dunia
kerja, dan dengan adanya kecenderungan wanita memasuki dunia kerja, R.O.
Blood dan D.M. Wolfe ( 1977:261) menganggap bahwa status pekerjaan dan jam
kerja berpengaruh terhadap kegiatan keluarga, misalnya keinginan wanita
tersebut terhadap jumlah anak yang diinginkannya. Status pekerjaan dapat
dibedakan dalam sektor formal maupun informal, yang dalam penelitian ini
adalah PNS dan petani
Kedua sektor pekerjaan ini masing-masing mempunyai latar belakang
anggapan terhadap nilai anak dan lain-lain. Pendidikan berkaitan dengan
pekerjaan dan jumlah anak yang diinginkan dengan asumsi seorang wanita yang
mempunyai pendidikan yang tinggi cenderung memperoleh pekerjaan yang lebih
tinggi derajatnya di masyarakat begitu juga dalam jumlah anak, wanita yang
bekerja tersebut tidak akan begitu saja menerima hal-hal yang baru. Wanita
tersebut akan mempertimbangkan segi positip dan negative bagi diri maupun
keluarga. Kemampuan menganalisa keadaan maupun permasalahan dengan baik,
akan berpengaruh terhadap keputusan yang diambil. Begitu juga dalam
menentukan jumlah anak dengan mempertimbangkan segi positif dan negatif
maka seorang wanita tersebut dapat menggambarkan keinginan atau jumlah anak
yang sesungguhnya sesuai dengan kondisinya sebagai wanita yang berperan ganda
dan berpendidikan tinggi.
Parson mengatakan bahwa manusia adalah makhluk yang kreatif, aktif
dan evaluatif dalam memilih diantara alternative tindakan dalam mencapai
tujuannya ( Ritzer, 2004:71). Begitu juga dalam menentukan jumlah anak atau
pengambilan keputusan untuk bekerja karena anak, suatu pasangan atau individu
akan berpikiran secara rasional dengan melalui pertimbangan-pertimbangan.
Karena pada dasarnya keikutsertaan wanita untuk bekerja menimbulkan peran
ganda wanita tersebut dalam keluarga, dimana satu pihak perannya dituntut dalam
pembangunan dan memberikan sumbangan kepada masyarakat, di pihak lain
wanita dituntut untuk menjalankan tugasnya dalam urusan keluarga
(http/artikel.us/agunhharsiwi6-04-2.html)
Weber menggunakan konsep rasionalitas dalam klasifikasinya mengenai
pertimbangan yang sadar dan pilihan bahwa tindakan itu dinyatakan. Weber
membagi rasionalitas tindakan ini ke dalam empat macam, yaitu: rasionalitas
instrumental, rasionalitas yang berorientasi nilai, tindakan tradisional, dan
tindakan afektif. Rasionalitas instrumental sangat menekankan tujuan tindakan
dan alat yang dipergunakan dengan adanya pertimbangan dan pilihan yang sadar
dalam melakukan tindakan sosial. Dibandingkan dengan rasionalitas instrumental,
sifat rasionalitas yang berorientasi nilai yang penting adalah bahwa alat-alat hanya
merupakan pertimbangan dan perhitungan yangs sadar, tujuan-tujuannya sudah
ada dalam hubungannya dengan nilai-nilai individu yang bersifat absolut atau
nilai akhir baginya
_iiindonesia/sosiologi-profetik.htl).Masalah fertilitas ini terkait dengan rasionalitas tindakan berdasarkan
nilai, yaitu nilai anak.
Pada masyarkat yang mengalami masa transisi telah mulai terjadi
pergeseran nilai anak dimana dahulu sebagian besar masyarakat, menilai anak
sebagai sumber rezeki dengan pameo “ banyak anak banyak rezeki”, pameo ini
sangat melekat pada masyarakat tradisional, akan tetapi untuk masyarakat modern
maka pameo berubah menjadi “ banyak anak banyak beban”. Keuntungan
finansial (materi) dan kebahagiaan yang diperoleh oleh orang tua apabila
mempunyai tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan dalam membesarkan
anak. Jika jumlah anak dalam keluarga itu besar, maka biaya dan waktu alokasi
untuk anak akan besar pula dan hal tersebut dapat membebani orang tuanya. Dari
beberapa hasil penelitian tentang fertilitas, dilihat dari segi ekonomi yang menjadi
sebab utama tinggi rendahnya fertilitas adalah beban ekonomi keluarga. Dalam
beranggapan bahwa dengan mempunyai jumlah anak yang banyak dapat
meringankan beban ekonomi yang harus ditanggung orang tua. Di sini anak
dianggap dapat membantu (meringankan) beban ekonomi orang tua bila mereka
sudah bekerja. Pandangan kedua, yang dapat dikatakan pandangan yang agak
maju, beranggapan bahwa anak banyak bila tidak berkualitas justru menambah
dan bahkan akan memperberat beban orangtua kelak. Dengan anggapan seperti
ini, mereka menginginkan (mengharapkan) jumlah anak sedikit, tetapi berkualitas.
Persepsi terhadap nilai anak akan mempengaruhi jumlah anak yang diinginkan
atau dimiliki(www.danandiri.or. id/file/ rahmawatiun hasbab .p df.).
1.6. Hipotesis
Adapun hipotesis yang mau dilihat dalam penelitian ini adalah
1.6.1.Uji perbedaan
Ho: tidak ada perbedaan jumlah anak pada wanita yang bekerja sebagai PNS
dengan wanita yang bekerja sebagai petani
Ha : ada perbedaan jumlah anak pada wanita yang bekerja sebagai PNS dengan
wanita yang bekerja sebagai petani
1.6.2. uji korelasi
Ho : tidak ada pengaruh pekerjaan wanita sebagai PNS dan petani terhadap
jumlah anak
Ha : Terdapat pengaruh pekerjaan wanita sebagai PNS dan petani terhadap
1.7. Defenisi Konsep
Konsep merupakan unsur penting dalam penelitian. Konsep adalah
defenisi, suatu abstraksi mengenai gejala atau realita atau suatu pengertian yang
kemudian menjelaskan suatu gejala.
Untuk mengetahui pengertian konsep-konsep yang digunakan maka
penulis membatasi konsep yaitu sebagai berikut:
a. Pekerjaan adalah suatu usaha yang dilakukan baik secara individu ( mandiri)
atau ikut dengan orang lain dengan tujuan mendapatkan upah atau bayaran
berupa uang. Adapun pekerjaan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
PNS dan petani
b. Wanita adalah sesuai dengan penelitian ini wanita yang dimaksud adalah
wanita yang sudah menikah, dengan batas umur 40 tahun, umur 40 tahun
merupakan batasan akhir wanita untuk melahirkan dan sudah sangat rawan
sekali untuk melahirkan
c. Jumlah Anak adalah kuantitas atau jumlah anak dalam keadaan hidup.
1.8. Operasionalisasi Variabel
Defenisi operasional merupakan gambaran teliti mengenai prosedur yang
diperlukan untuk memasukkan unit-unit dalam kategori tertentu dari tiap-tiap
variabel. Variabel adalah konsep yang secara empiris dapat diukur dan dinilai.
Dalam penelitian ini terdapat tiga variable yaitu:
Variable bebas, yakni pekerjaan wanita, pekerjaan wanita yang akan dibagi sesuai
dengan jenis pekerjaan yang ingin diteliti yaitu petani dan PNS, adapun indicator
a. jam kerja
b. gaji yang diterima / bulan
Variabel terikat, yakni jumlah anak dalam keadaan hidup, adapun indikator dari
variabel ini menyangkut:
a. sedikit, yakni jumlah anak satu sampai dua orang.
b. banyak, yakni jumlah anak sama dengan tiga atau lebih
Variable antara, yakni usia menikah
Hubungan antara variabel
Variabel bebas
Pekerjaan
Variabel Antara
Usia menikah
Variabel terikat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Analisis Gender
Konsep gender dan jenis kelamin itu berbeda sekali. Konsep jenis
kelamin lebih berorientasi kepada struktur biologis, yaitu jenis kelamin laki-laki
dan jenis kelamin perempuan sedangkan konsep gender adalah suatu sifat yang
melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksikan secara
social maupun cultural (Fakih, 2004:8). Perbedaan-perbedaan gender disebabkan
oleh banyak hal diantaranya dibentuk, disosialisasikan, diperkuat, bahkan
dikonstruksikan secara social atau cultural melalui ajaran keagamaan maupun
negara dan lambat laun hal ini dianggap sebagai ketentuan Tuhan yang tidak
dapat diganggu gugat lagi. Misalnya anggapan bahwa laki-laki itu kuat, perkasa,
rasional dan lain-lain sedangkan wanita dianggap emosional, lemah lembut dan
lain-lain. Perbedaan gender ini pada hakikatnya tidak merupakan suatu masalah
sepanjang tidak terjadi ketidakadilan. Adapun bentuk-bentuk ketidakadilan itu
adalah:
- Marginalisasi Perempuan
Marginalisasi terhadap perempuan sudah terjadi sejak di rumah tangga
dalam bentuk diskriminasi atas angota keluarga yang laki-laki dan perempuan.
Tidak ikutnya wanita berpartisipasi dalam dunia pendidikan, ternyata
memiskinkan mereka (perempuan), karena mereka terhambat dalam mencari
- Subordinasi
Pandangan gender bisa menimbulkan subordinasi terhadap perempuan.
Anggapan bahwa perempuan itu irrasional, emosional sehingga perempuan tidak
bisa tampil memimpin, berakibat munculnya sikap yang menempatkan perempuan
pada posisi yang tidak penting
- Stereotipe
Steorotipe adalah pelabelan atau penandaan tehadap suatu kelompok
tertentu. Dan pelabelan ini menimbulkan ketidakadilan bagi kelompok yang
disteorotipkan. Misalnya pada perempuan, steorotipe bahwa wanita yang keluar
malam dilabelkan sebagai wanita yang tidak “baik-baik”.
- Kekerasan
kekerasan (violence) adalah serangan atau invasi terhadap fisik maupun integritas
mental psikologis seseorang. Kekerasan terhadap salah satu jenis kelamin tertentu
diakibatkan oleh anggapan gender dan ini disebut dengan gender-related violence.
Peran Ganda Perempuan
Pembagian kerja secara seksual yang mulai aktif diberlakukan
pascarevolusi industri ketika modernisasi di Eropa mulai menyebar bibit dan
menyentuh segala aspek kehidupan sosial. Jejak-jejak pembagian kerja ini antara
lain dapat diselusuri lewat kajian Smelser tentang Diferensiasi Struktural yang
menjadi salah satu ciri modernisasi. Setiap fungsi yang bekerja dalam suatu
hierarki struktural membutuhkan pembedaan tugas yang jelas. Upaya
memodernkan diri sejadi-jadinya ini ternyata menuntutdiferensiasi yang berlaku
Pembagian kerja secara seksual bermuara pada tujuan efektivitas dan
efisiensi sehingga setiap tindakan sosial dapat terukur dengan
parameter-parameter yang jelas. Pengukuran parameter-parameter-parameter-parameter tersebut ternyata
mengerucut pada pembentukan sistem nilai baru. Modernisasi yang menempatkan
kapital sebagai panglima akhirnya meletakkan sektor publik sebagai fungsi yang
bernilai lebih dibanding sektor domestik, karena sektor publik memang lebih
produktif menghasilkan kapital. Subordinasi atas perempuan akhirnya terjadi dan
menimbulkan bias gender. Bias gender sering mengakibatkan beban kerja. Hal ini
disebabkan adanya pandangan atau keyakinan di masyarakat bahwa suatu
pekerjaan merupakan pekerjaan suatu jenis kelamin tertentu. Misalnya pekerjaan
rumah tangga atau sering disebut dengan pekerjaan domestik dianggap merupakan
tanggungjawab atau beban perempuan. Peran wanita yang bekerja di sektor
publik akan secara langsung mengkondisikan dirinya dalam peran ganda
perempuan.
Peran ganda yang dilakoni wanita tersebut pasti akan berpengaruh
terhadap fungsinya dalam keluarga, khususnya yang berkaitan dengan fungsi
reproduksinya baik secara langsung maupun tidak langsung. Easterlin dan
Fredman ( dalam Wirosuhardjo 1986:108) dalam kerangka analisa fertilitas
(jumlah anakyang lahir dalam keadaan hidup) mengemukakan bahwa
factor-faktor social ekonomi, budaya tidak mempunyai hubungan langsung dengan
fertilitas. Begitu juga menurut Davis dan Blake (dalam Singarimbun, 1996:5)
terdapat beberapa variable antara melalui factor-faktor social dan budaya dalam
pekerjaan dengan jumlah anak maka kita harus melihat dan menjelaskan variable
antaranya.
Adapun di lokasi penelitian ini, masyarakatnya pada umumnnya
berlaku sistem patriarki. Pada masyarakat patriarki , peran reproduksi wanita
sering tidak diakui, misalnya dalam hal jumlah anak yang diiginkan, sering wanita
hanya bersifat “ nrimo”. Hal ini diakibatkan oleh sistem patrairki tersebut yang
berkarakteristik :
1. Dominasi laki-laki atas perempuan
2. Dominasi laki-laki yang tua terhadap laki-laki muda
3. Penghargaan tinggi terhadap peran, aktivitas, dan hasil karya laki-laki
4. Laki-laki dipandang lebih berbudaya, perempuan dekat dengan alam
5. Laki-laki pemilik, perempuan sebagai perawat
6. Laki-laki menjadi tolak ukur dan norma universal
7. Hubungan reproduksi terikat dalam keluarga
8. Perlindungan dan Pengatasnamaan laki-laki terhadap perempuan
9. Perbedaan kesempatan untuk berpartisipasi dan akses terhadap sumber
hidup
10.Streotip social.
Karakteristik di atas memang sudah banyak mengalami pergeseran, seiring
dengan waktu ditambah lagi dengan berbagai program pemerintah dalam
mengikut sertakan wanita dalam pembangunan. Ketelibatan wanita tersebut
dalam sector public tidak bisa dihindari lagi disamping peran domestiknya dalam
Banyak penelitian tentang keluarga dimana perempuan mempunyai
peran ganda dalam keluarga yaitu perannya sebagai ibu rumah tangga yang
mengurus pekerjaan domestic seperti mengasuh anak, membersihkan rumah,
memasak dan lain lain. Sementara di satu sisi lagi perempuan berperan dalam hal
perekonomian yaitu pencari nafkah yang terkadang hanya dianggap sebagai
penghasil tambahan. Wanita yang bekerja ternyata mengalami dilemma antara
karir yaitu tingkat upah dan keluarga yang tetap menghadapi kehadirannya.
(http/library.usu.ac.id/download/fisip/sosiologi-hadriana2.pdf)
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sukanti ( Ihromi, 1990:165)
alasan wanita untuk bekerja adalah:
-ingin punya penghasilan sendiri
- memanfaatkan ilmu
-mewujudkan cita-cita
-hanya sebagai hobby
Moore dan Sinclair mengidentifikasikan 2 macam segregasi jenis
kelamin dalam angkatan kerja: segragasi vertical dan segregasi horizontal,
segregasi vertical mengacu pada konsentrasinya pekerja perempuan pada jenjang
rendah dalam organisasi seperti jabatan pramuniaga, tenaga kebersihan dan
lain-lain. Segregasi horizontal di pihak lain mengacu pada kenyataan bahwa pekerjaan
perempuan sering terkonsentrasi di jenis pekerjaan yang berbeda dengna jenis
pekerjaan yang dilakukan pekerja laki-laki
Basow (1992) mengutarakan mitos wanita yang bekerja:
- wanita bekerja hanya untuk “pin money”
- wanita kurang dapat dipercaya daripada laki-laki dalam hal absen
- wanita mempunyai rating pergantian pekerjaan lebih tinggi dari laki-laki
- wanita mempunyai bakat yang berbeda dengan laki-laki
- wanita mengambil pekerjaan laki-laki
- mencampurkan sex dalam lingkungan pekerjaan merusak konsentrasi
- wanita tidak dapat menghendaki posisi kekuatan
Penelitian tentang pekerjaan wanita mempengaruhi jumlah anak pernah
dilakukan pada wanita yang bekerja di pabrikan ( Abdullah, 1997:168), dalam
penelitian tersebut diketahui bahwa wanita mempunyai peranan dalam
pengambilan keputusan berapa jumlah anak yang diinginkannya dan suaminya
tidak dapat memaksa lagi. Tidak seperti dahulu dimana apabila wanita tidak dapat
melahirkan anak seperti yang diingnkan oleh suami, misalnya menghendaki anak
laki-laki, wantia itu akan dicemooh sebagai wanita bodoh diakibatkan tidak dapat
memenuhi keinginan suami. Wanita pun menjadi sasaran kesalahan, meskipun
hal itu sudah di luar kemampuan manusia.
2.3.Nilai (Utility) Anak
Banyak penelitian tentang wanita bekerja, dan kesimpulan diantaranya
adalah bahwa wanita yang bekerja cenderung mempunyai anak yang lebih
sedikit, atau sebaliknya jumlah anak yang banyak dapat mendorong wanita untuk
bekerja agar dapat memenuhi kebutuhan keluarga. Kebanyakan yang menjadi
alasan utama terhadap jumlah anak adalah ekonomi. jenis pekerjaan yang
yang diharapkan dari anak akibatnya jumlah anak yang diinginkan akan
berkurang atau sebaliknya bertambah.
Menurut Pelkman ( dalam Soekanto, 1983:162-164), nilai-nilai
mengandung tiga aspek, yaitu kognitif, afektif dan aspek konatif.
1. Aspek kognitif
Yaitu aspek yang mencakup: 1, aspek deskriptif yaitu merupakan
penggambaran dari hal-hal yang ideal, yang dianut secara nyata atau tidak nyata,
oleh pribadi atau kelompok yang menganut niai tertentu. Hal yang ideal tersebut
tidak perlu direalisasikan secara praktis. Yang penting adalah bahwa aspek
deskriptif tersebut akan memberikan pengarahan bagi pribadi atau kelompok.
Fungsinya adalah sebaai patokan. 2, aspek legitimasi yaitu merupakan jawaban
terhadap pertanyaan mengapa pribadi atau kelompok menghargai sesuatu.
Jawabannya biasanya mengarah pada suatu nilai atau nilai-nilai lainnya.
2. Aspek afektif
Aspek afektif merupakan aspek yang mencakup komponen-komponen
emosional. Aspek ini berhubungan dengan tingkat harapan-harapan yang
tersimpul di dalam nilai-nilai yang sifatnya potensial.
3. Aspek konatif
Yaitu merupakan perilaku yang mau dilakukan oleh pribadi atau kelompok
untuk mencapai tujuan-tujuan, yang berasal dari nilai-nilai tertentu.Yang dalam
penelitian ini juga, nilai anak tidak terlepas dari bagaimana perilaku individu
tersebut untuk menetapkan jumlah anak. Walau dalam kenyataannya, sering
terjadi karena pihak-pihak lain yang mungkin mempunyai kekuasaan yang lebih
besar
Fawcett mengemukakan bahwa ada enam nilai anak bagi orang
t
(1) perekat cinta kasih
Anak sebagai perekat cinta kasih diartikan sebagai bahwa anak bisa
dijadikan alasan bagi orang tua untuk tetap menjaga keutuhan keluarga
(2) sumber tenaga kerja,
Anak merupakan sumber tenaga kerja yang mampu memberikan
kontribusi ekonomi bagi keluarga
(3) asuransi di hari tua,
Anak adalah asuaransi di hari tua, yang berarti bahwa anak dijadikan
sandaran hidup kelak orangtuanya sudah tua dan tidak mampu menukupi diri
sendiri
(4) pelangsung keturunan
Anak dijadikan sebagai penerus keturunan
(5) sumber rezeki,
BAB III
METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksplanatif dengan
pendekatan kuantitatif, yaitu penelitian yang dilakukan untuk menemukan
penjelasan tentang mengapa suatu kejadian atau gejala terjadi. Tujuan dari
penelitian eksplanatif ini adalah (Prasetyo, 2005:188):
1. Menghubungkan pola-pola yang berbeda namun memiliki keterkaitan
2. Menghasilkan pola hubungan sebab akibat
Dalam hal penelitian ini, peneliti ingin melihat apakah ada perbedaan
jumlah anak pada wanita yang bekerja sebagai petani dengan jumlah anak wanita
yang bekerja sebagai PNS, dengan melihat variabel pekerjaan wanita tersebut
dengan jumlah anak.
3.2. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Kel. Batang Ayumi Julu, Kec. Padangsidempuan
Utara. Adapun alasan pemilihan lokasi penelitian adalah:
1. Di lokasi penelitian mayoritas suku Batak, dimana masyarakatnya
memakai sistem patriarki
2. Mayoritas di lokasi penelitian mempunyai ART paling rendah
dibanding kelurahan lainnya
3. Wanita di lokasi tersebut mempunyai kontribusi besar dalam sekor
4. Lokasi penelitian merupakan tempat peneliti berdomisili sehingga
memudahkan dalam mengakses data yang diperlukan
3.3. Populasi dan Tehnik Penarikan Sampel 3.3.1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan gejala/ satuan yang ingin diteliti ( Prasetyo,
2005:119). Populasi yang diambil dalam penelitian ini adalah wanita yang bekerja
sebagai petani dan PNS yang berjumlah 299 orang (data dari lurah), dimana petani
berjumlah 149 sedangkan PNS berjumlah 150.
3.3.2. Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti dan dianggap
dapat menggambarkan populasinya. Adapun sampel yang diambil dalam
penelitian ini adalah mengingat penelitian yang dilakukan adalah penelitian untuk
melihat perbedaan sekaligus uji korelasi antar variabel, maka peneliti akan
mengambil jumlah sample yang sama untuk masing-masing kelompok sehingga
penarikan sampel ini disebut judgement sample (Nazir, 1983: 326). Penarikan
sampel ini dilakukan akibat pertimbangan-pertimbangan peneliti. Penarikan
sampel ini juga diambil 10 % dari jumlah populasi. Peneliti akan menetapkan
sebanyak 30 sampel, yaitu 15 sampel untuk wanita yang bekerja sebagai petani
dan 15 sampel untuk wanita yang bekerja sebagai PNS.
3.4. Teknik pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang diperlukan, peneliti menggunakan
Field Research
Tehnik pengumpulan data dengan cara turun langsung ke lapangan untuk
mencari data-data yang diperlukan dengan cara:
-Kuesioner
Metode pengumpulan data yang merupakan serangkaian atau daftar
pertanyaan yang disusun secara sistematis
- Documenter
Metode pengumpulan data yang diperoleh dari suatu dokumentasi
dalam penelitian ini, yakni berupa data-data dari lembaga pemerintahan.
3.6. Analisa Data
Adapun analisa yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah setelah
data terkumpul maka akan dilakukan pengkodeaan data yang kemudian diteruskan
dengan mengolah data, mengedit dan menganalisa (Singarimbun 1989),. Peneliti
menggunakan tabulasi tunggal untuk melihat frekwensi pilihan jawaban oleh
responden, kemudian dilanjutkan dengan tabulasi silang untuk melihat bagaimana
hubungan dari pertanyaan satu dengan yang lain.
Sedangkan untuk menguji hipotesis uji perbedaan dipergunakan uji
U-Mann Whitney. Pengujian ini digunakan untuk variable yang berskala nominal
atau ordinal dengan dua kelompok yang saling tidak berhubungan (independent).
Rumus
U2 = n1.n2 + n2 (n2+1) - ∑ R1
Dimana:
U = rata –rata yang paling kecil antara U1 dengan U2
R1 = jumlah rank untuk sample 1 ( jumlah anak pada wanita yang
bekerja sebagai PNS)
R2 = jumlah rank untuk sample 2 (jumlah anak pada wanita yang
bekerja sebagai petani)
Sedangkan untuk melihat korelasi antar variabel peneliti menggunakan
rumus Yulis’Q untuk pengujian tiga variabel. Teknik Yulis’Q tiga veriabel
menghasilkan analisis lebih mendalam, sebab analisis ini akan menjelaskan
apakah zero Order (korelasi X dan Y ) benar-benar penting dan murni,ataukah ada
variabel ketiga yang mempengaruhi, ataupun justru variabel ketiga ini yang
menentukan perubahan variabel Y (Bungin, 2001:278). Adapun rumus Yulis’Q
tiga variabel adalah:
{(BTxCT)}+ {(BTxCT)}-{(ATxDT)}+{(ATxDT)}
Q xy Tied T =
3.8. Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan dalam penelitian ini disebabkan oleh terbatasnya
kemampuan dan pangalaman yang dimiliki oleh peneliti untuk melakukan
kegiatan penelitian ilmiah. Data statistik dari kelurahan sebagai sumber data yang
paling relevan pada saat penelitian dilakukan juga sangat sederhana sehingga
peneliti juga harus menganalisis kembali.
Kendala yang dihadapi adalah terbatasnya pengetahuan responden
khususnya responden wanita yang bekerja sebagai petani untuk menjawab
pertanyaan yang diberikan, sehingga terkadang jawaban yang satu dan yang lain
tidak sejalan atau saling tumpah tindih. Sehingga tak jarang peneliti menanya
ulang kembali pertanyaan tersebut. Pengurusan surat izin juga menjadi kendala
bagi peneliti. Lamanya pihak birokrasi mengeluarkan surat izin membuat peneliti
BAB IV
HASIL DAN ANALISA PENELITIAN
4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
4.1.1 Sejarah Lahirnya Kel. Batang Ayumi Julu
Hukum dasar tertulis yang mengatur pelaksanaan otonomi daerah
tercermin dalam amanat pasal 18 UU Dasar 1945 yaitu “ pembagian daerah
Indonesia atas dasar besar dan kecil dengan bentuk susunan pemerintah ditetapkan
dengan UU”. Untuk melaksanakan ketentuan tersebut, penyelanggaraan
pemerintahan daerah sejauh ini telah melahirkan beberapa UU yang mengatur
tentang hal itu. Salah satunya adalah UU No 5 / tentang pokok pemerintahan
daerah.
Kota Padangsidimpuan adalah kota di provinsi Sumatera Utara dengan
luas wilayh 114,65 Km2 , dengan jumlah populasi 178.818. dahulunya kota
Padangsidempuan merupakan bagian dari Tapanuli Selatan yang berstatus kota
Administrasi dipawah Bupati. Namun sejak 21 Juni 2001, kota ini berdiri sebagai
Kota Daerah TK II Padangsidimpuan. “salumpat saindege” adalah selogan dari
kota ini yang berarti selangkah seirama atau seiya sekata.
Padangsidempuan dibagi menjadi 6 Kecamatan, yaitu sebagai berikut
1. Padangsidimpuan utara
2. Padangsidimpuan Batunadua
3. Padangsidimpuan Tenggara
4. Padangsidimpuan Selatan
6. Padangsidimpuan Angkola Julu
Adapun lokasi penelitian yang diteliti adalah di Kelurahan Batang
Ayumi Julu, Kecamatan Padangsidimpuan Utara yaitu pusat pemerintahan dan
pusat lokasi pasar.
Pada awalnya kel. Batang Ayumi Julu terdiri dari 4 lingkungan yaitu:
1. Lingkungan Tanggal
2. lingkungan kampung melayu
3. Lingkungan Sitataring
4. Lingkungan Gang raya
Adapun penetapan lingkungan berdasarkan aliran sungai Batang Ayumi
Julu. Akan tetapi, akibat adanya pemekaran kelurahan dan alasan untuk pelayanan
public, maka lingkungan Kel. Batang Ayumi Julu ini dipersempit menjadi 3
lingkungan, yaitu:
1. Lingkungan kampung Melayu
2. Lingkungan Sitataring
3. Lingkungan Gang Raya
Pejabat pemerintah yang pernah menjadi kepala desa/kampung/ lurah di
Batang Ayumi Julu, yaitu:
1. Karim Harahap yang menjadi kepala kampung pertama
pada tahun 1946 s/d 1958
2. Mgr. Linggoman Hrp, yang menjadi kepala kampung
pada tahun 1958 s/d 1986, akan tetapi pada tahun 1981
terjadi perubahan status, dari status kampung menjadi
3. Rachmatsyah Harahap, yang menduduki jabatan mulai
tanggal 1 September 1986 s/d 24 Desember 1991
4. Linen Siregar, yang menduduki jabatan Kepala Lurah,
dari tanggal 24 Desember 1991 s/d 12 januari 2003
5. Syafri Siregar, yang menduduki jabatan kepala lurah
dari 12 Januari 2003, s/d 31 Desember 2003
6. Abdul Najid Harahap, menduduki jabatan Kepala Lurah
Struktur Organisasi Pemerintahan Berdasarkan UU no 5 tahun 1976 Struktur Organisasi Lembaga Pemberdayaan Masyarakat
(LPM) Kelurahan Batang Ayumi Julu Kec. Padangsidempuan Utara
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Ket:
1. Seksi Agama Budaya Adat
2. seksi Pendidikan
3. seksi NNB Organisasi
4. Seksi PKK
Lurah Ketua
Naga Sakti
Bendahara
Abd. Hadi Hsb Wakil Ketua
Drs. Mara Tunggal Srg
Sekretaris
5. Seksi UEKK
6. Seksi K3B
7. Seksi Pertanian
8. Seksi LH PSDA TTG
9. Seksi Kamtibmas
4.1.2. Potensi Sumber Daya Alam 4.1.2.1. Luas Kelurahan
Luas Pemukiman = 4,5 Km2
Luas Kuburan = 1,5 Km2
Luas Pekarangan = 2 Km2
Luas Taman = -
Luas Perkantoran = 90 m2
Luas Prasarana Umum Lainnya = 5 Km2
Lain-lain = 4 Km2
4.1.2.2. Orbitasi
Tabel 4.1. Orbitasi daerah
Orbitasi Keterangan
Bantara Sungai -
Rawan Banjir -
Bebas Banjir √
Jika kita lihat dari orbitasi yang ada Kel. Batang Ayumi Julu ini
merupakan daerah yang bebas banjir, hal ini diakibatkan oleh tatanan perumahan
yang baik dengan aliran pembuangan air yang cukup. Wilayah Kel. Batang
4.1.2.3. Sumber Daya Air 4.1.2.3.1 Air Minum
Tabel 4.2. Sumber air minum
Keterangan Jumlah (unit) Pengguna (KK)
Mata Air - -
Untuk melihat tingkat kesehatan masyarkat dapat dilihat dari
konsumsi air, dari keterangan di atas dapat diketahui bahwa mayoritas
masyarakat masih menggunakan air sumur gali. Akan tetapi kualitas air sumur ini
masih tergolong sehat, hal ini disebabkan oleh kondisi geografis dimana wilayah
ini dialiri oleh sungai Batang Ayumi Julu yang pencemaran airnya masih sedikit.
Kualitas air ini dapat kita lihat sebagai berikut.
4.1.2.3.2. Kualitas air minum
Tabel 4.3. Kualitas air minum
Keterangan Berbau Berwarna Berasa Baik
4.1.2.4 Udara
Walaupun terdapat dua industri di daerah ini, udara disekitar daerah ini
masih tergolong sehat, karena produksi industri yang dihasilkan bukan berupa
produksi berat, akan tetapi hanya berupa minuman ringan dan industi kerajinan
perabot.
4.1.3. Sosial Ekonomi dan Budaya 4.1.3.1. Pendidikan
Tabel 4.5. Tingkat pendidikan
Jenjang Pendidikan Jumlah (orang)
Belum Sekolah 534
Usia 7-45 tahun tidak pernah sekolah - Pernah sekolah SD tetapi tidak tamat 30
Tamat SD/sederajat 1820
Tamat SLTP/sederajat 600
Tamat SLTA/sederajat 560
Tamat D-1 25
Dari tingkat pendidikan terlihat bahwa masyarakat di daerah ini
termasuk yang melek huruf, bahkan ada yang mencapai S2. Pendidikan sangat
dengan pendidikan mampu membuka wawasan seseorang untuk lebih maju dan
merupakan salah satu ciri-ciri manusia modern.
4.1.3.2.Mata Pencaharian Pokok
Tabel 4.6. Jenis mata pencaharian
Jenis Pekerjaan Jumlah
(orang)
Buruh/ swasta 53
Pegawai Negeri 95
Pedagang 55
Dan lain-lain 268
Jenis pekerjaan yang banyak digeluti oleh masyarakat Kel. Batang Ayumi Julu
adalah Pegawai Negeri, pedagang, kemudian disusul dengan buruh/swasta,
sedangkan lain-lain ini terbagi atas petani, tukang batu, otomotif, tukang beca dan
lain-lain. Akan tetapi untuk pekerjaan yang sering digeluti oleh wanita khususnya
yang sudah menikah adalah PNS dan petani.
4.1.3.3.Agama
Tabel 4.7. Agama
Jenis Agama Jumlah (orang)
Islam 3015
Kristen 510
Katholik 34
Hindu -
Budha 12
Mayoritas agama pada masyarakat ini adalah Islam disusul dengan agama Kristen,
4.1.3.4.Etnis
Tabel 4.8.
Etnis di Kel. Batang Ayumi Julu Etnis Jumlah
Salah satu keunikan masyarakat Indonesia adalah beragamnya agama,
adat istiadat, etnik dan lain-lain. Begitu juga di kel Batang Ayumi Julu terdapat
keragaman, baik dalam segi agama, adat bahkan etnik.
Seperti yang kita lihat pada table di atas bahwa mayoritas pemeluk
agama di kelurahan ini adalah agama Islam, dengan etnik Batak. Perlu dicatat
bahwa etnik Batak ini masih mempunyai sub-sub bagian lagi, salah satunya
adalah Batak Angkola. Batak Angkola inilah yang mendominasi di daerah ini.
Dalam ilmu sosiologi dikenal konsep interseksi (persilangan). Dimana
keanggotaan yang merupakan keanggotaan yang lain. Misalnya anggota
kelompok ras tertentu juga menjadi anggota kelompok suku bangsa, dan anggota
kelompok suku bangsa juga menjadi anggota kelompok agama. Bagitu juga dalam
penelitian ini, suku bangsa tertentu merupakan kelompok agama tertentu, seperti
etnik Batak, yaitu angkola merupakan kelompok agama Islam, 100 % suku batak
Angkola beragama Islam untuk daerah ini.
4.1.3.5. Produk Domestik Kelurahan
Sektor Industri pabrik Lemon = 1
4.1.3.5.Kemiskinan
Tabel 4.9
Tingkat kesejahteraan keluarga
Keterangan Jumlah (keluarga)
Jumlah Kepala keluarga 90
Jumlah Keluarga Prasejahtera 4
Jumlah keluarga sejahtera 1 4
Jumlah keluarga sejahtera 2 -
Jumlah keluarga sejahtera 3 -
Jumlah keluarga sejahtera 3 plus -
4.1.3.6.Penguasaan Aset Ekonomi Oleh Keluarga Tabel 4.10 Kepemilikan aset rumah
Aset Rumah Jumlah (RT)
Tidak memiliki rumah / ngontrak 125 Memiliki rumah sendiri 730
Dalam kepemilikan aset rumah terlihat bahwa mayoritas masyarakat
4.2. Tabel Tunggal
4.2.1. Identifikasi Responden
Tabel 4.11.
Distribusi responden berdasarkan agama
Agama PNS Petani Total
Sumber: data penelitian lapangan, Agustus 2007
Dari tabel 1 di atas menunjukkan bahwa agama responden seluruhnya
adalah Islam, yakni sebanyak 30 responden (100%)
Tabel 4.12.
Distribusi responden berdasarkan suku bangsa
Suku
Sumber: data penelitian lapangan, Agustus 2007
Tabel 2 menunjukkan bahwa mayoritas suku responden adalah suku batak, untuk
lebih spesifiknya adalah Batak Angkola dan Mandailing sebanyak 27 orang
(90%), sedangkan untuk Jawa hanya 3 orang (10 %). Hal ini diakibatkan bahwa
jika kita perhatikan masyarakat dilingkungan ini masing –masing suku umumnya
mendominasi suatu pekerjaan tertentu, seperti untuk suku minang lebih cenderung
berdagang, begitu juga dengan Cina, sementara untuk suku Nias mereka
Tabel 4.13.
Distribusi responden berdasarkan pendidikan Tingkat
Sumber: data penelitian lapangan, Agustus 2007
Dari tabel 3 diketahui bahwa PNS mempunyai tingkat pendidikan yang lebih
tinggi dibandingkan dengan petani. Dan untuk rata-rata tingkat pendidikan
keseluruhan responden adalah sarjana 8 orang (26,6%), disusul SMA sebanyak 7
orang (23,3%), kemudian SD 7 orang (23,3%), dilanjutkan dengan tingkat SMP 6
orang (20). Dan yang paling sedikit adalah D3 yang hanya 2 orang (6,7)
Tabel 4.14.
Distribusi responden berdasarkan umur
Sumber: data penelitian lapangan, Agustus 2007
Jika dilihat dari tabel ini, mayoritas responden berumur 37-42 sebanyak
14 orang responden (46,7%). Ini mengartikan bahwa responden yang diambil
sangat tepat. Usia 37-42 tahun adalah usia rawan untuk melahirkan sehingga
kemungkinan untuk melahirkan kembali sangat minim sekali dan jumlah anak
yang sekarang besar kemungkinan merupakan jumlah anak akhir. Setelah itu
diikuti kelompok usia 31-36 tahun sebanyak 11 responden (36,7%) sedangkan
yang berumur 25-30 tahun hanya 5 responden saja (16,6%)
Tabel 4.15.
Distribusi responden berdasarkan jenis pekerjaan suami
Sumber: data penelitian lapangan, Agustus 2007
Tabel 5 menunjukkan bahwa suami para responden lebih banyak
pedagang, akan tetapi jika diperhatikan berdasarkan kelompok responden terlihat
bahwa wanita yang bekerja sebagai PNS mempunyai suami yang bekerja sebagai
PNS juga yaitu 11 orang (73,3%), pedagang hanya 4 orang (26,7). Sementara
untuk wanita yang bekerja sebagai petani cenderung suaminya bekerja sebagai
pedagang yakni 12 orang (80%), sementara untuk jenis pekerjaan petani, PNS dan
pekerjaan tak tetap masing-masing 1 orang (6,7%).
Tabel 4.16.
Distribusi responden berdasarkan usia menikah
Usia PNS Petani Jumlah
Sumber: data penelitian lapangan, Agustus 2007
Dari tabel diketahui bahwa wanita yang bekerja sebagai PNS cenderung
dianalisa umur 23-24 adalah umur wanita yang telah selesai di perguruan tinggi
dan diperkirakan telah mendapatkan pekerjaan. Dimana, wanita yang bekerja
sebagai PNS menikah di umur 20 tahun sebanyak 1 orang (6,6%), di umur 21
tahun sebanyak 1 orang (6,6%), di umur 22 tahun seebanyak 3 orang (20%), di
umur 23 dan 24 tahun masing-masing 4 orang (26,7%), sedangkan di umur 25 dan
26 tahun masing-masing 1 orang (6,6%). Sementara untuk wanita yang bekerja
sebagai petani cenderung cepat menikah, hal ini diakibatkan wanita tersebut tidak
melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi dan akhirnya memutuskan untuk
cepat menikah, hal ini diketahui dari tabel bahwa wanita yang bekerja sebagai
petani menikah di umur 18 tahun sebanyak 4 orang (26,7%), di umur 19 tahun
sebanyak 5 orang (33,3%), di umur 20 tahun sebanyak 4 orang (26,7%), dan di
4.2.2. Pekerjaan wanita
4.2.2.1. Sejak kapan responden mulai bekerja Tabel 4.17.
Frekuensi responden berdasarkan waktu mulai bekerja
Sumber: data penelitian lapangan, Agustus 2007
Dari tabel di atas diketahui bahwa wanita yang bekerja sebagai PNS telah
bekerja sebelum menikah yakni sebanyak 13 orang (86,7%), setelah menikah
sebanyak 1 orang (6,7%) dan setelah mempunyai anak 1 orang (6,7%) sedangkan
wanita yang bekerja sebagai petani melakoni pekerjaannya setelah menikah yakni
12 orang (80%), sebelum menikah 1 orang (6,7) dan setelah mempunyai anak 2
orang (13,3). Dari sini diketahui bahwa pekerjaan sebagai petani merupakan hal
yang harus dilakoni untuk mencukupi kebutuhan hidup.
Waktu PNS Petani Total
F % F % F %
Sebelum menikah 13 86,7 1 6,7 14 46,7
Setelah menikah 1 6,7 12 80 13 43,3
Setelah mempunyai anak 1 6,7 2 13,3 3 -
4.2.2.2. Alasan responden bekerja
Tabel 4.18.
Frekuensi responden berdasarkan alasan untuk bekerja
Sumber: data penelitian lapangan, Agustus 2007
Tabel diatas dapat menunjukkan bahwa alasan wanita untuk bekerja untuk
kelompok wanita yang bekerja sebagai PNS adalah merupakan pengaktualisan diri
sebanyak 4 orang (26,7%), menambah penghasilan keluarga sebanyak 3 orang
(20%), mencari uang saku sendiri sebanyak 8 (53,3%). Sedangkan untuk
kelompok wanita yang bekerja sebagai petani adalah untuk menambah
penghasilan keluarga sebanyak 15 orang (100%).
4.2.2.3. Keteribatan responden dalam pekerjaan domestik Tabel 4.19.
Frekuensi responden berdasarkan tetap mengerjakan pekerjaan rumah
Sumber: data penelitian lapangan, Agustus 2007
Wanita yang sudah berkeluarga cenderung mempunyai peran ganda, yaitu bekerja
di domestic dan public, dalam penelitian ini sesuai tabel di atas bahwa wanita
yang sudah bekerja tetap bertanggung jawab sepenuhnya kepada pekerjaan rumah
tangga sebanyak 28 orang (93,3%), sedangkan yang tidak hanya 2 orang (6,7%),
dan 2 orang tersebut berasal dari kelompok responden petani, padahal jika kita
perhatikan, jumlah jam kerja untuk petani lebih tinggi dibanding dengan PNS.
4.2.2.4. Kepemilikan pembantu dalam rumah tangga Tabel 4.20.
Frekuensi responden berdasarkan kepemilikan pembantu
Sumber: data penelitian lapangan, Agustus 2007
Sesuai tabel di atas 5 orang (33,3%) untuk kelompok responden PNS
mempekerjakan pembantu untuk membantu pekerjaan rumah, akan tetapi mereka
masih mengambil alih dalam hal-hal yang bersifat internal, seperti pemilihan
menu makanan. Dan 10 orang (66,7%) memilih untuk tetap bertanggung jawab
sepenuhnya kepada keluarga, karena pada dasarnya mereka mempunyai waktu
luang untuk itu. Sementara untuk kelompok petani tidak ada yang memakai
pembantu untuk mengurusi kebutuhan keluarga.
Pernyataan PNS Petani Total
F % F % F %
Ya 5 33,3 - - 5 16,7
Tidak 10 66,7 15 100 25 83,3