• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak Self-monitoring Terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Dampak Self-monitoring Terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB)"

Copied!
142
0
0

Teks penuh

(1)

DAMPAK SELF MONITORING TERHADAP

ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR

SKRIPSI

Diajukan Untuk memenuhi Persyaratan

Ujian Sarjana Psikologi

Oleh : Mufidah Rangkuti

071301010

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan

sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul:

Dampak Self-monitoring Terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB)

adalah hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh

gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini saya kutip

dari hasil karya orang lain yang telah dituliskan sumbernya secara jelas

sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam

skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas

Sumatera Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, Juli 2012

Mufidah Rangkuti

(3)

Dampak Self-monitoring Terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB)

Mufidah Rangkuti & Vivi G. Pohan

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah ada pengaruh self-monitoring terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB). Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala self-monitoring dan skala OCB. Skala self-mnitoring disusun oleh peneliti berdasarkan komponen-komponen yang dikemukakan oleh Briggs & Cheek (dalam Synder & Gangestad, 1986) yaitu expressive self control, social stage presence, dan other directed self present. Sedangkan skala OCB berdasarkan dimensi-dimensi yang diadaptasi oleh Podsakoff et.al (2000) yaitu perilaku menolong, kepatuhan terhadap organisasi, sportmanship, loyalitas terhadap organsasi, inisiatif individual, kualitas sosial, dan perkembangan diri. Jumlah responden yang dilibatkan dalam penelitian ini adalah sebanyak 60 orang. Pengambilan sampel menggunakan menggunakan keseluruhan populasi.

Hasil penelitian dengan menggunakan analisa regresi linear sederhana menunjukkan ada pengaruh antara self-monitoring dengan OCB.

(4)

Impact of Self-monitoring On Organizational Citizenship Behavior (OCB)

Mufidah Rangkuti & Vivi G. Pohan

ABSTRACT

The aim of this research is to determine impact of self-monitoring on organizational citizenship behavior (OCB). The measurement tool was used in this research were self-monitoring scale and OCB scale. self-monitoring scale arranged by researcher according to self-monitoring scale components proposed by Briggs & Cheek (on Synder & Gangestad, 1986), which are the expressive self control, social stage presence, dan other directed self present. Where as OCB scale arranged by researcher according to OCB components which was adapted from Podsakoff et.al (2000), which are that helping behavior, adherence to organization, sportsmanship, loyalty to the organization, individual initiative, the quality of social, and development of self. The number of respondent were 60 people. The sample use whole population

Using linear regression analyses, the result of this study indicated that there is impact of self-monitoring on OCB.

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan anugerah-Nya yang

senantiasa diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan

skripsi ini. Penyusunan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi persyaratan untuk

memperoleh gelar sarjana jenjang strata satu di Fakultas Psikologi Universitas Sumetera

Utara.

Peneliti menyadari bahwa penelitian yang berjudul “Dampak self-monitoring

terhadap Organizational Citizhenship Behavior” ini tidak dapat terwujud tanpa bantuan

dari orang tua dan berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima

kasih yang sebesar-besarnya kepada ibu Lailam Nasution dan ayah Mukhlis Rangkuti.

atas segala dukungan baik moril dan materil, cinta, kasih sayang, pengertian, perhatian,

doa dan segala hal yang tidak pernah berhenti sejak penulis lahir sampai sekarang ini.

Terima kasih mama dan papa atas semua yang udah kalian lakukan untuk penulis. Kalian

orang tua paling sempurna yang penulis miliki. Semoga Allah SWT membalas semua

kebaikan ibu dan ayah, karena tanpa mereka berdua penulis tidak akan bisa seperti

sekarang ini.

Selain itu, penulis juga ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada :

1. Ibu Prof. Dr. Irmawati selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas

Sumatera Utara.

2. Kak Vivi Gusrini Pohan, MA.M.Sc.,Psikolog, selaku dosen pembimbing

yang telah banyak memberikan masukan, bimbingan, arahan waktu yang

(6)

sehingga penulis dapat memahami proses dan makna sebuah penelitian

sehingga penulis bisa menyelesaikan penelitian ini.

3. Rika Eliana, M.Psi.,Psikolog, selaku dosen pembimbing akademik yang

telah memberikan semangat, motivasi, kasih sayang, perhatian dan saran

kepada penulis selama ini sehingga penulis dapat menyelesaikan kuliah

dan skripsi ini.

4. Seluruh dosen Departmen Psikologi Industri dan Organisasi atas dukungan

dan kesempatan untuk menyelesaikan proposal penelitian ini.

5. Seluruh Dosen dan Staf Pegawai Fakultas Psikologi USU, yang telah

banyak membantu penulis sepanjang menjadi mahasiswa.

6. Abang, kakak dan adik-adikku tersayang (bg jun, bg yok, kk dilah, kk

inun, adik rani, adik midi). terima kasih atas doa, bantuan, dukungan moril

dan materil, canda tawa, gangguan-gangguannya serta kebahagian yang

selalu diberikan kepada penulis selama ini.

7. Kepada soulmate (jeng aina, jeng leli). Terimakasih atas dukungan dan

canda tawa yang membuat hati ini tetap semangat apapun rintangan dan

tantangan yang dihadapi.

8. Kepada teman-teman Fakultas Psikologi (imel, tari, yani, putri, juned,

septri, irma, nisa, nuzul). Terima kasih atas dukungan dan bantuannya

dalam proses penelitian skripsi peneliti).

9. Kepada Pimpinan Cabang Bank Sumut Panyabungan, Bapak Ahmad Yani

Nasution, terima kasih pak dalam bimbingan sekaligus kemudahan dalam

(7)

10. Semua pihak yang terlibat dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat

penulis sebutkan, peneliti menyampaikan banyak terima kasih atas

bantuan dan dukungan yang telah diberikan.

Penulis berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan

saudara-saudara semua. Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih banyak

kekurangan. Penulis sangat mengharapkan masukan dan saran yang membangun dari

semua pihak guna menyempurnakan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi

banyak pihak..

Medan, Juni 2012

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH ... 1

B. RUMUSAN MASALAH ... 9

C. TUJUAN PENELITIAN... 9

D. MANFAAT PENELITIAN ... 9

1. Manfaat Teoritis ... 9

2. Manfaat Praktis ... 10

E. SISTEMATIKA PENULISAN ... 10

BAB II LANDASAN TEORI ... 12

A. Organizational Citizenship Behavior (OCB) ... ... 12

(9)

3. Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi OCB ... ... 19

4. Manfaat-Manfaat OCB dalam Perusahaan ... ... 23

B. Self Monitoring ... ... 27

1. Pengertian Self Monitoring ... ... 27

2. Komponen- komponen Self-Monitoring ... .... 30

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan SM ... .... 33

C. Pengaruh Self monitoring terhadap OCB ... .... 35

D. Hipotesa Penelitian ... 37

BAB III METODE PENELITIAN... .... 40

A. Identifikasi Variabel Penelitan ... .... 40

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... .... 40

C. Populasi, Jumlah Subjek dan Metode Pengumpulan Data ... .... 42

1. Populasi ... .... 42

2. Jumlah Subjekl Penelitian ... .... 43

D. Metode Pengumpulan Data ... .... 43

1. Skala self-monitoring ... .... 44

2. Skala OCB ... .... 45

E. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... .... 46

1. Uji Validitas ... .... 46

2. Uji daya Beda Aitem ... .... 47

2. Reliabilitas ... .... 48

F. Hasil Uji Coba ... .... 49

(10)

2. Hasil Uji Coba OCB ... .... 50

G. Metode Analisa Data ... .... 48

1. Analisa regresi Linear ... .... 48

a. Uji Normalitas ... .... 48

b. Uji Linearitas ... .... 49

H. Prosedur Penelitian ... .... 51

1. Persiapan penelitian ... ...51

2. Tahap Pengolahan Data... ...52

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... ....53

A. GAMBARAN SUBJEK PENELITIAN ... .... 53

A.1. Gambaran Subjek Penelitian berdasarkan lama kerja ... .... 53

A.2. Gambaran Subjek Penelitian berdasarkan Tingkat Pendidikan ... ... 54

A.3. Gambaran Subjek Penelitian Jenis Kelamin ... ... 55

A.4. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia ... ... 56

B. Hasil Penelitian ... ... 58

1. Uji Asumsi ... ... 57

a. Uji Normalitas Sebaran ... ... 57

b. Uji Linearitas ... ... 58

2. Hasil Analisa Data ... ... 59

(11)

C. Pembahasan ... ... 66

BABV. KESIMPULAN DAN SARAN ... ... 67

A. KESIMPULAN ... ... 67

B. SARAN ... ... 68

DAFTAR PUSTAKA

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 BluePrint skala self-monitoring sbelum Uji cob ... 44

Tabel 2 Blue Print OCB sebelum Uji coba ... 45

Tabel 3. Blue Print skala self-monitoring setelah Uji coba ... 49

Tabel 4. Blue Print OCB setelah Uji coba ... 50

Tabel 5. Gambaran Subjek Penelitian berdasarkan Lama bekerja ... 53

Tabel 6. Gambaran Subjek Penelitian berdasarkan Pendidikan ... 54

Tabel 7. Gambaran Subjek Penelitian berdasarkan Jenis Kelamin ... 55

Tabel 8. Gambaran Subjek Penelitian berdasarkan Usia ... 56

Tabel 9. Hasil Uji Normalitas One-Sample Kolmogrov- Smirnov Test ... 57

Tabel 10. Uji Linearitas Variabel Self-monitoring dan OCB ... 59

Tabel 11. Korelasi antara self-monitoring dengan OCB ... 60

Tabel 12. Hasil Analisa Regresi ... 61

Tabel 13. Koefisien a dan b ... 61

Tabel 14. Nilai Empirik dan Nilai Hipotetik Self- monitoring ... 63

Tabel 15. Kategorisasi self-monitoring berdasarkan Mean Hipotetik ... 64

Tabel 16. Nilai Empirik dan Nilai Hipotetik OCB ... 65

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A. Uji Coba dan Hasil Uji Coba

LAMPIRAN B. Penelitian dan Hasil Penelitian

LAMPIRAN C. Kategorisasi Subjek Penelitian

(14)

Dampak Self-monitoring Terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB)

Mufidah Rangkuti & Vivi G. Pohan

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah ada pengaruh self-monitoring terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB). Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala self-monitoring dan skala OCB. Skala self-mnitoring disusun oleh peneliti berdasarkan komponen-komponen yang dikemukakan oleh Briggs & Cheek (dalam Synder & Gangestad, 1986) yaitu expressive self control, social stage presence, dan other directed self present. Sedangkan skala OCB berdasarkan dimensi-dimensi yang diadaptasi oleh Podsakoff et.al (2000) yaitu perilaku menolong, kepatuhan terhadap organisasi, sportmanship, loyalitas terhadap organsasi, inisiatif individual, kualitas sosial, dan perkembangan diri. Jumlah responden yang dilibatkan dalam penelitian ini adalah sebanyak 60 orang. Pengambilan sampel menggunakan menggunakan keseluruhan populasi.

Hasil penelitian dengan menggunakan analisa regresi linear sederhana menunjukkan ada pengaruh antara self-monitoring dengan OCB.

(15)

Impact of Self-monitoring On Organizational Citizenship Behavior (OCB)

Mufidah Rangkuti & Vivi G. Pohan

ABSTRACT

The aim of this research is to determine impact of self-monitoring on organizational citizenship behavior (OCB). The measurement tool was used in this research were self-monitoring scale and OCB scale. self-monitoring scale arranged by researcher according to self-monitoring scale components proposed by Briggs & Cheek (on Synder & Gangestad, 1986), which are the expressive self control, social stage presence, dan other directed self present. Where as OCB scale arranged by researcher according to OCB components which was adapted from Podsakoff et.al (2000), which are that helping behavior, adherence to organization, sportsmanship, loyalty to the organization, individual initiative, the quality of social, and development of self. The number of respondent were 60 people. The sample use whole population

Using linear regression analyses, the result of this study indicated that there is impact of self-monitoring on OCB.

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Setiap organisasi memiliki berbagai tujuan. Untuk mencapai tujuannya,

organisasi biasanya berusaha meningkatkan produktifitas, kemampuan berinovasi,

dan kemampuan bertahan dalam persaingan. Agar tujuan organisasi dapat tercapai

secara efektif, dibutuhkan perilaku kerja yang positif seperti kinerja tinggi dari

tiap individu sumber daya manusia dalam organisasi tersebut. Penilaian kinerja

memang merupakan salah satu aktivitas pengelolaan sumber daya manusia yang

dilakukan mengevaluasi perilaku kerja individu. Semakin tinggi kinerja individu

dan jika seluruh individu dalam organisasi berkinerja tinggi, maka akan membawa

pada efektivitas organisasi. Secara tradisional penilaian kinerja didasarkan pada

ukuran dan standar kinerja. Ukuran dan standar ini dibuat mengacu pada deskripsi

kerja (Wulani, 2005).

Idealnya setiap anggota organisasi bekerja sama untuk kebaikan organisasi,

dan bersatu untuk mensukseskan target organisasi, serta berperan mengatasi

hambatan yang muncul. Karyawan tidak hanya melakukan tugasnya dengan baik,

melainkan turut mendukung kesuksesan organisasi dengan melakukan berbagai

hal diluar tugas formalnya. Dengan demikian karyawan tidak hanya puas dengan

selesainya tugas, bisa juga turut mendukung kesuksesan sesama organisasi,

(17)

Kemauan karyawan untuk berpartisipasi dalam organisasi, biasanya

tergantung pada tujuan dari apa yang ingin di raih dengan bergabungnya dalam

organisasi bersangkutan. Kontribusi karyawan terhadap organisasi akan semakin

tinggi bila organisasi dapat memberikan apa yang menjadi keinginan karyawan.

Kemauan karyawan untuk memberikan sumbangan kepada tempat kerjanya

sangat dipengaruhi oleh kemampuan organisasi dalam memenuhi tujuan dan

harapan-harapan karyawannya (Novliadi, 2007).

Terdapat sejumlah fakta yang menunjukkan bahwa organisasi yang sukses

adalah organisasi yang terlebih dahulu memperhatikan kondisi karyawannya.

Kemudian menambahkan bahwa organisasi yang mengutamakan karyawan

memiliki angkatan kerja yang berdedikasi dan berkomitmen pada perusahaan

sehingga mampu menciptakan produktifitas dan kepuasan karyawan yang lebih

tinggi. Banyak peneliti mengatakan bahwa produktivitas karyawan dipengaruhi

oleh sikap dan kinerja karyawan dalam organisasi tersebut. Pada dasarnya kinerja

karyawan telah ditetapkan dengan perilaku intra-role. Perilaku intra-role adalah perilaku karyawan yang telah terdiskripsi secara formal yang harus dikerjakan

dalam suatu organisasi (Hardaningtyas, 2004).

Perilaku atau peranan yang dilakukan oleh karyawan sangat penting bagi

suatu perusahaan. Berbagai pendapat yang mengemukakan tentang pentingnya

perilaku karyawan yang mau bekerja melebihi deskripsi jabatan yang ada antara

lain seperti yang dikemukakan oleh Robbins (2001) yang menyatakan bahwa

organisasi yang sukses membutuhkan karyawan yang akan melakukan lebih dari

(18)

biasa disebut dengan perilaku extra-role. Dalam dunia kerja yang dinamis seperti saat ini, di mana tugas makin sering dikerjakan dalam tim, fleksibilitas sangatlah

penting. Organisasi menginginkan karyawan yang bersedia melakukan tugas yang

tidak tercantum dalam deskripsi pekerjaan mereka. Menurut Robbins dan Judge

(2008), fakta menunjukkan bahwa organisasi yang mempunyai karyawan yang

memiliki organizational citizenhip behavior yang baik, akan memiliki kinerja yang lebih baik dari organisasi lain. Dalam tulisan ini selanjutnya organizational citizenhip behavior di singkat dengan sebutan OCB.

OCB dapat didefinisikan sebagai suatu perilaku kerja karyawan di dalam organisasi, yang dilakukan atas suka rela di luar deskripsi kerja yang telah

ditetapkan, dengan tujuan untuk meningkatkan kemajuan kinerja organisasi.

Organ (1988) menjelaskan OCB sebagai perilaku individual atau kelompok yang dilakukan dengan inisiatif sendiri, tidak secara langsung diatur dalam rincian

pekerjaan yang formal, yang akan meningkatkan kinerja dan efektifitas

perusahaan.

Menurut Podsakoff, Mackenzie, Paine, and Bacrarch, (2000),

mendefinisikan OCB sebagai perilaku individual yang bersifat bebas (discretionary), yang tidak secara langsung dan eksplisit mendapat pengharapan dari sistem imbalan formal, dan yang secara keseluruhan mendorong keefektifan

fungsi-fungsi organisasi. Bersifat bebas dan sukarela, karena perilaku tersebut

tidak diharuskan oleh persyaratan peran atau deskripsi jabatan yang secara jelas

(19)

OCB sangat penting artinya untuk menunjang efektivitas fungsi-fungsi organisasi, terutama dalam jangka panjang. Podsakoff et al., (2000), OCB

mempengaruhi efektivitas organisasi karena beberapa alasan. Pertama, OCB dapat membantu meningkatkan produktivitas rekan kerja. Kedua, OCB dapat membantu meningkatkan produktivitas manajerial. Ketiga, OCB dapat membantu mengurangi penggunaan sumber daya organisasional untuk tujuan-tujuan

produktif. Keempat, OCB dapat menurunkan tingkat kebutuhan akan penyediaan sumber daya organisasi secara umum untuk tujuan-tujuan pemeliharaan

karyawan. Kelima, OCB dapat dijadikan sebagai dasar yang efektif untuk aktivitas-aktivitas koordinasi antara anggota-anggota tim dan antar

kelompok-kelompok kerja. Keenam, OCB dapat meningkatkan kemampuan organisasi untuk mendapatkan dan mempertahankan SDM-SDM handal dengan memberikan kesan

bahwa organisasi merupakan tempat bekerja yang lebih menarik. Ketujuh, OCB

dapat meningkatkan stabilitas kinerja organisasi. Kedelapan, OCB dapat meningkatkan kemampuan organisasi untuk beradaptasi terhadap perubahan

perubahan lingkungannya.

Kemudian Riggio, (1990) juga menambahkan manfaat-manfaat OCB bahwa karyawan secara bebas dan sukarela membina hubungan dengan rekan kerja dan

meningkatkan komunikasi organisasi. OCB mengarahkan ke lingkungan yang positif, sehingga membantu proses perekrutan dan membuat karyawan dengan

kualifikasi baik ingin tetap berada dalam organisasi. Karyawan akan membantu

(20)

Penelitian yang dilakukan oleh Djati (2009) menyatakan bahwa terdapat

pengaruh yang positif dan signifikan antara OCB dari staff administrasi tata usaha jurusan terhadap tingkat layanan jasa yang diberikan. Semakin tinggi OCB maka semakin tinggi pula layanan jasa yang diberikan dan demikian pula sebaliknya.

Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan pentingnya penanaman dan

peningkatan OCB dari karyawan untuk dapat memberikan kualitas layanan yang terbaik bagi konsumen.

Kemudian Podsakoff dan MacKenzie (dalam Riggio, 1990) menyatakan

bahwa OCB berhubungan dengan efektifitas organisasi seperti karyawan lama membantu karyawan baru dalam masa orientasi dan proses sosialisasi, sehingga

mereka lebih cepat menjadi karyawan produktif. Karyawan yang saling membantu

hanya membutuhkan pengawasan, sehingga membuat manajer dapat

berkonsentrasi pada tugas yang lebih penting. Karyawan yang bersikap positif

dapat saling bekerja sama dan menghindari konflik dengan karyawan. Selain hal

tersebut, karyawan juga bersedia memperlajari teknologi dan sistem kerja yang

baru (Riggio, 1990).

Begitu pentingnya kedudukan OCB sebagai salah satu bentuk kinerja extra-role, telah menarik perhatian dan perdebatan panjang di kalangan praktisi organisasi, peneliti maupun akademisi. Podsakoff et al. (2000) mencatat lebih dari

150 artikel yang diterbitkan di jurnal-jurnal ilmiah dalam kurun waktu 1997

hingga 1998. Kebanyakan penelitian-penelitian empiris di bidang ini lebih

(21)

dengan hal tersebut, operasionalisasi dimensi-dimensi OCB di kalangan peneliti menjadi sangat beragam. Podsakoff et al. (2000) misalnya, mengajukan 7 dimensi

OCB, yaitu perilaku menolong, kepatuhan terhadap organisasi, sportsmanship,

loyalitas terhadap organisasi, inisiatif individual, kualitas sosial, perkembangan diri. Sementara Graham (dalam Ahdiayana, 2009), mengkonseptualisasikan 3

dimensi OCB yang diadopsi dari literatur-literatur politik klasik dan modern, yaitu

obedience, loyalty, dan participation.

Chien (2004) termasuk salah satu pendukung konseptualisasi lima faktor

OCB yang dikemukakan oleh Organ tersebut. Menurut Chien (2004), setiap dimensi OCB menawarkan alasan-alasan yang berbeda dalam hubungan ini.

Altruism, membantu rekan kerja, akan membuat sistem kerja menjadi lebih produktif karena seorang pekerja dapat memanfaatkan waktu luangnya untuk

membantu karyawan lainnya dalam sebuah tugas yang lebih mendesak.

Memerankan civic virtue termasuk menawarkan saran-saran tentang penurunan biaya atau ide-ide tentang penghematan sumberdaya lainnya, yang secara

langsung dapat mempengaruhi tingkat efisiensi organisasi. Karyawan yang

berhati-hati (conscientious), serta karyawan yang tidak menguntungkan diri sendiri atau perilaku-perilaku negatif lainnya, menunjukkan penerimaan terhadap

kebijakan perusahaan dan memelihara kestabilan, jadwal kerja yang konsisten,

meningkatkan reliabilitas pelayanan. Begitu reliabilitas meningkat, biaya

pengerjaan kembali dapat diturunkan, menjadikan unit-unit kerja organisasi lebih

(22)

Perilaku seorang karyawan dalam suatu organisasi tidak dapat terlepas dari

atribut kepribadian yang melekat dalam diri karyawan. Atribut kepribadian adalah salah

satu bagian dari kepribadian yang merupakan variabel individu yang mempengaruhi

perilaku organisasi. Atribut kepribadian tersebut meliputi locus of control,

machiavellianism, self esteem, self monitoring, risk taking, type a/b personality (Robbins

& Judge, 2008).

Dengan rujukan hasil penelitian dari Blakely, Andrews, dan Fuller, (2003)

menunjukkan self-monitoring berhubungan signifikan dengan OCB, yang paling menonjol dalam dimensi OCB salah satunya perilaku menolong dalam lingkungan

organisasi. Dan kemudian ditambahkan manajer lebih tertarik pada karyawan yang

mempunyai self-monitoringtinggi karena penting dalam peningkatan karakteristik organisasi.

Menurut Snyder (1986), self-monitoring ini merupakan kecakapan individu dalam membaca situasi diri dan lingkungannya serta kemampuannya untuk mengontrol

diri dan mengelola faktor-faktor perilaku sesuai dengan situasi dan kondisi untuk

menampilkan diri dalam situasi sosial. Self-monitoringdiperlukan oleh seorang individu agar individu yang bersangkutan dapat menunjukkan performance yang sesuai dengan

lingkungan di sekitarnya, termasuk di lingkungan kerja (Snyder dalam Baron & Byrne,

2000).

Self-monitoring ada dan dimiliki oleh setiap individu, tidak terkecuali seorang karyawan, baik itu self-monitoring yang tinggi maupun yang rendah. Karyawan yang memiliki self monitoring tinggi akan menunjukkan kemampuan yang cukup besar dalam

(23)

memiliki self-monitoring tinggi mudah sekali terpengaruh oleh petunjuk-petunjuk di luar dirinya (Snyder & DeBono dalam Hendrayanti, 2006 ).

Self-monitoring berhubungan positif dengan melayani diri sendiri dalam pengelolaan kesan. Pengelolaan emosi melibatkan pengaturan perilaku

diungkapkan sehingga sosial yang sesuai. Self-monitoring adalah dasar dari dorongan internal untuk seorang pemimpin untuk menunjukkan OCB. Perhatian

untuk citra umum seseorang kemungkinan untuk meningkatkan frekuensi orang

menunjukkan OCB ( Krishnan & Arora, 2008).

Merujuk pada hasil penelitian Blakely, Andrews, dan Fuller bahwa ada

hubungan self-monitoring terhadap OCB. Jadi peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “Pengaruh self-monitoring terhadap organizational citizenship behavior”.

B. Rumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini “Apakah self-monitoring

mempunyai pengaruh terhadap OCB”.

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang diatas, maka penelitian ini bertujuan

untuk melihat pengaruh self-monitoring terhadap OCB pada karyawan di PT. X. D. Manfaat Penelitian

Peneliti pasti mengharapkan hasil penelitiannya mempunyai manfaat

tertentu bagi dirinya sendiri pada khususnya dan bagi orang lain pada umumnya.

Manfaat penelitian ini meliputi manfaat teoritis dan manfaat praktis adapun

(24)

1. Manfaat Teoritis

a. Menambah wawasan pengetahuan, memperkuat penelitian dan juga

membuktikan bahwa self-monitoring mempunyai pengaruh terhadap OCB.

b. Penelitian ini dapat menjadi bahan acuan bagi penelitian serupa tentang

self-monitoring dan OCB di masa yang akan datang.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi peneliti, memberi pengalaman yang bermanfaat dalam bidang

penelitian.

b. Bagi perusahaan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan di dalam organisasi untuk mengetahui pengaruh self monitoring terhadap

OCB.

c. Bagi manager, dapat mengenali atribut kepribadian karyawan yang

mempengaruhi OCB, sehingga dapat melakukan penguatan yang baik untuk kemajuan organisasi.

d. Dapat digunakan sebagai acuan dalam pengambilan keputusan terutama

yang berkaitan dengan penarikan karyawan.

D. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai

(25)

Berisikan mengenai latar belakang masalah yang hendak dibahas, tujuan

penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II : Landasan Teori

Berisikan mengenai tinjauan kritis yang menjadi acuan dalam pembahasan

permasalahan. Teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori

tentang self-monitoringdan OCB.

Bab III: Metode Penelitian

Berisikan mengenai metode-metode dasar dalam penelitian yaitu identifikasi

variabel, definisi operasional, subjek penelitian, instrumen dan alat ukur yang

digunakan, populasi dan metode analisis data.

Bab IV: Hasil dan Pembahasan

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai laporan hasil penelitian yang

meliputi hasil uji asumsi yaitu uji normalitas dan linearitas, hasil utama penelitian

dan selanjutnya kategorisasi data penelitian.

Bab V: Kesimpulan dan Saran

Bab ini memuat mengenai kesimpulan dari hasil penelitian dari hasil

penelitian yang telah dijelaskan sebelumnya. Selain itu, bab ini juga memuat saran

(26)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Organizational Citizenship Behavior (OCB)

1. Pengertian Organizational Citizenhip Behavior (OCB)

Organizational Citizenship Behavior (OCB) merupakan bagian dari ilmu perilaku organisasi, OCB merupakan bentuk perilaku kerja yang biasanya tidak terlihat atau diperhitungkan. Terdapat dua pendekatan terhadap konsep OCB yaitu

OCB merupakan kinerja extra role yang terpisah dari kinerja in-role atau kinerja yang sesuai deskripsi kerja. Pendekatan kedua adalah memandang OCB dari prinsip atau filosofi politik. Pendekatan ini mengidentifikasi perilaku anggota

organisasi dengan perilaku kewarganegaraan. Keberadaan OCB merupakan dampak dari keyakinan dan persepsi individu dalam organisasi terhadap

pemenuhan hubungan perjanjian dan kontrak psikologis. Perilaku ini muncul

karena perasaan individu sebagai anggota organisasi yang memiliki rasa puas

apabila dapat melakukan sesuatu yang lebih dari organisasi (Wulani, 2005).

Sejalan dengan di atas, OCB merupakan istilah yang digunakan untuk mengidentifikasikan perilaku karyawan. OCB ini mengacu pada konstruk dari

extra-role behavior”, di definisikan sebagai perilaku yang menguntungkan organisasi atau berniat untuk menguntungkan organisasi, yang langsung dan

(27)

OCB pertama kali di populerkan oleh Organ kemudian dikembangkan oleh tokoh-tokoh lain. OCB dapat didefinisikan sebagai suatu perilaku kerja karyawan di dalam organisasi, yang dilakukan atas suka rela di luar deskripsi kerja yang

telah ditetapkan, dengan tujuan untuk meningkatkan kemajuan kinerja organisasi.

Podsakoff et al., 2000, mendefenisikan OCB sebagai perilaku individual yang

bersifat bebas (discretionary), yang tidak secara langsung dan eksplisit mendapat pengharapan dari sistem imbalan formal, dan yang secara keseluruhan mendorong

keefektifan fungsi-fungsi organisasi. Bersifat bebas dan sukarela, karena perilaku

tersebut tidak diharuskan oleh persyaratan peran atau deskripsi jabatan yang

secara jelas dituntut berdasarkan kontrak dengan organisasi; melainkan sebagai

pilihan personal.

Tokoh lain seperti Smith (1983) juga menyebutkan OCB adalah kontribusi

pekerja “di atas dan lebih dari” deskripsi kerja formal. OCB melibatkan beberapa perilaku, meliputi perilaku menolong orang lain, menjadi volunteer untuk tugas-tugas ekstra, patuh terhadap aturan-aturan dan prosedur-prosedur di tempat kerja.

Perilaku-perilaku ini menggambarkan “nilai tambah karyawan” dan merupakan salah satu bentuk perilaku prososial, yaitu perilaku sosial yang positif, konstruktif

dan bermakna membantu (dalam Novliadi, 2007). Organ (1988) mendefinisikan

OCB sebagai perilaku yang merupakan pilihan dan inisiatif individual, tidak berkaitan dengan sistem reward formal organisasi tetapi secara agregat

meningkatkan efektivitas organisasi. Hal ini berarti perilaku tersebut tidak

termasuk ke dalam persyaratan kerja atau deskripsi kerja karyawan sehingga jika

(28)

Perilaku atau peranan yang dilakukan oleh karyawan sangat penting bagi

suatu perusahaan. Berbagai pendapat yang mengemukakan tentang pentingnya

perilaku karyawan yang mau bekerja melebihi deskripsi jabatan yang ada antara

lain seperti yang dikemukakan oleh Robbins (2001) yang menyatakan bahwa

organisasi yang sukses membutuhkan karyawan yang akan melakukan lebih dari

sekedar tugas formal mereka dan mau memberikan kinerja yang melebihi harapan.

Dalam dunia kerja yang dinamis seperti saat ini, di mana tugas makin sering

dikerjakan dalam tim, fleksibilitas sangatlah penting. Organisasi menginginkan

karyawan yang bersedia melakukan tugas yang tidak tercantum dalam deskripsi

pekerjaan mereka (Robbins, 2001). Menurut Robbins dan Judge (2008), fakta

menunjukkan bahwa organisasi yang mempunyai karyawan yang memiliki OCB

yang baik, akan memiliki kinerja yang lebih baik dari organisasi lain.

Dari beberapa defenisi tokoh di atas dapat menyimpulkan bahwa OCB

merupakan perilaku yang bersifat suka rela, bukan merupakan tindakan yang

terpaksa terhadap hal- hal yang mengedepankan kepentingan organisasi. Perilaku

individu sebagai wujud dari kepuasan berdasarkan performance, tidak diperintahkan secara formal

2. Dimensi Organizational Citizenship Behavior

Podsakoff et al. (2000) membagi OCB menjadi tujuh dimensi:

1. Perilaku membantu

(29)

merupakan komponen utama dari OCB. Organ (1988) menggambarkan dimensi ini sebagai perilaku altruism, pembuat/ penjaga ketenangan dan

menyemangati teman kerja. Dimensi ini serupa dengan konsep fasilitas

interpersonal, perilaku membantu interpersonal, OCB terhadap individu (OCB-I) dan perilaku membantu orang lain.

2. Kepatuhan terhadap organisasi

Yaitu perilaku yang melakukan prosedur dan kebijakan perusahaan

melebihi harapan minimum perusahaan. Karyawan yang

menginternalisasikan peraturan perusahaan secara sadar akan

mengikutinya meskipun pada saat sedang diawasi. Dimensi ini serupa

dengan konsep kepatuhan umum dan menaati peraturan perusahaan. 3. Sportsmanship

Yaitu tidak melakukan complain mengenai ketidaknyamanan bekerja, mempertahankan sikap positif ketika tidak dapat memenuhi keinginan

pribadi, mengizinkan seseorang untuk mengambil tindakan demi kebaikan

kelompok (Organ, 1990). Dimensi ini serupa dengan konsep mengahargai

perusahaan dan tidak mengeluh.

4. Loyalitas terhadap organisasi

Didefinisikan sebagai loyalitas terhadap organisasi, meletakkan

perusahaan diatas diri sendiri, mencegah dan menjaga perusahaan dari

ancaman eksternal, serta mempromosikan reputasi organisasi (Van Dyne,

et al., 1994).

(30)

Sama dengan apa yang disebut Organ, (1988) sebagai kesadaran

(conscientiousness), merupakan derajat antusiasme dan komitmen ekstra pada kinerja melebihi kinerja maksimal dan yang diharapkan. Dimensi ini

serupa dengan konsep kerja pribadi dan sukarela mengerjakan tugas.

6. Kualitas sosial

Dijelaskan sebagai tindakan keterlibatan yang bertanggung jawab dan

konstruktif dalam proses politik organisasi, bukan hanya mengekspresikan

pendapat mengenai suatu pemberian, tetapi mengikuti rapat, dan tetap

mengetahui isu yang melibatkan organisasi ( Organ, 1988).

7. Perkembangan diri

Meliputi keterlibatan dalam aktivitas untuk meningkatkan kemampuan dan

pengalaman seseorang sebagai keuntungan bagi organisasi.

Dimensi yang paling sering digunakan untuk mengkonseptualisasi OCB

adalah dimensi-dimensi yang dikembangkan oleh Organ (dalam Baron & Byrne,

2002). Menurut Organ (1988), OCB dibangun dari lima dimensi yang masing-masing bersifat unik, yaitu:

1. Altruism yaitu membantu orang lain untuk melakukan pekerjaan mereka.

2. Concientiousness yaitu berisi tentang kinerja dari prasyarat peran yang melebihi standar minimum, misalnya tidak absen di hari kerja.

(31)

4. Sportmansip adalah menunjukkan kesediaan untuk mentolerir kondisi tidak menguntungkan tanpa mengeluh.

5. Courtesy yaitu perilaku bersifat sopan dan sesuai aturan sehingga mencegah timbulnya konflik interpersonal.

Sedangkan menurut Graham (dalam Ahdiyana, 2009) mengemukakan tiga

bentuk OCB yaitu:

1. Obedience; yang menggambarkan kemauan karyawan untuk menerima dan mematuhi peraturan dan prosedur organisasi.

2. Loyalty; yang menggambarkan kemauan karyawan untuk menempatkan kepentingan pribadi mereka untuk keuntungan dan kelangsungan organisasi.

3. Participation; yang menggambarkan kemauan karyawan untuk secara aktif mengembangkan seluruh aspek kehidupan organisasi. Partisipasi terdiri dari:

a. Partisipasi sosial yang menggambarkan keterlibatan karyawan dalam

urusan-urusan organisasi dan dalam aktivitas sosial organisasi. Misalnya:

selalu menaruh perhatian pada isu-isu aktual organisasi atau menghadiri

pertemuan-pertemuan tidak resmi.

b. Partisipasi advokasi, yang menggambarkan kemauan karyawan untuk

mengembangkan organisasi dengan memberikan dukungan dan pemikiran

inovatif. Misalnya: memberi masukan pada organisasi dan memberi

dorongan pada karyawan lain untuk turut memberikan sumbangan

pemikiran bagi pengembangan organisasi.

c. Partisipasi fungsional, yang menggambarkan kontribusi karyawan yang

(32)

melaksanakan tugas ekstra, bekerja lembur untuk menyelesaikan proyek

penting, atau mengikuti pelatihan tambahan yang berguna bagi

pengembangan organisasi.

Berdasarkan uraian diatas, dimensi yang digunakan pada penelitian ini

adalah dimensi menurut Podsakoff yaitu perilaku menolong, kepatuhan terhadap organisasi, sportsmanship, loyalitas terhadap organisasi, inisiatif individual, kualitas sosial, perkembangan diri.

3. Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi OCB

Faktor- faktor yang mempengaruhi timbulnya OCB cukup kompleks dan saling terkait satu sama lain. Diantara faktor-faktor tersebut yang akan dibahas

antara lain adalah budaya dan iklim organisasi, kepribadian dan suasana hati

(mood), persepsi terhadap dukungan organisasional, persepsi terhadap kualitas interaksi atasan- bawahan, masa kerja dan jenis.

a. Budaya dan iklim organisasi

Menurut Organ (2006), terdapat bukti-bukti yang mengemukakan bahwa

organisasi merupakan sesuatu kondisi awal yang utama yang memicu terjadinya

OCB.

Sloat (dalam Novliadi, 2007) berpendapat bahwa karyawan cenderung

melakukan tindakan yang melampaui tanggung jawab kerja mereka apabila

(33)

1. Merasa puas dengan pekerjaannya.

2. Menerima perlakuan yang sportif dan penuh perhatian dari pengawas.

3. Percaya bahwa mereka diperlakukan adil oleh organisasi.

Iklim organisasi dan budaya organisasi dapat menjadi penyebab kualitas

berkembangnya OCB dalam suau organisasi. Di dalam iklim organisasi yang positif, karyawan merasa lebih ingin melakukan pekerjaannya melebihi apa yang

telah disyaratkan dalam uraian pekerjaan, dan akan selalu mendukung tujuan

organisasi jika mereka diperlakukan oleh para atasan dengan sportif dan dengan

penuh kesadaran sera percaya bahwa mereka diperlakukan secara adil oleh

organisasinya.

Konovsky dan Pugh (dalam Novliadi, 2007) menggunakan teori pertukaran

sosial ( social exchange theory) untuk berpendapat bahwa ketika karyawan telah puas terhadap pekerjaannya, mereka akan membalasnya. Pembalasan dari

karyawan tersebut termasuk perasaan memiliki (sense of belonging) yang kuat terhadap organisasi dan perilaku seperti organizational citizhenship.

b. Kepribadian dan suasana hati

Kepribadian dan suasana hati mempunyai pengaruh terhadap timbulnya

OCB secara individual maupun kelompok. George (dalam Novliadi, 2007) berpendapat bahwa kemauan seseorang untuk membantu orang lain juga

dipengaruhi suasana hati. Kepribadian merupakan suatu karakteristik yang secara

(34)

yang dapat berubah-ubah. Sebuah suasana hati yang positif akan meningkatkan

peluang seseorang untuk membantu orang lain.

Meskipun suasana hati dipengaruhi (sebagian) oleh kepribadian, ia juga

dipengaruhi oleh situasi, misalnya iklim kelompok kerja dan faktor-faktor

keorganisasian. Jadi, jika organisasi menghargai karyawannya dan

memperlakukan mereka secara adil serta iklim kelompok kerja berjalan positif

maka karyawan cenderung bearada dalam suasana hati yang bagus.

Konsekuensinya, mereka akan secara sukarela memberikan bantuan kepeada

orang lain (Sloat, 1999).

Perilaku karyawan tidak terlepas dari atribut kepribadian, seperti yang di

jelaskan oleh Robbins & judge (2008) atribut kepribadiannya adalah self-monitoring. Hasil penelitian dari Blakely, Andrews, dan Fuller, (2003) menunjukkan self-monitoring berhubungan signifikan dengan OCB, yang paling menonjol dalam dimensi OCB salah satunya perilaku menolong dalam lingkungan

organisasi. Dan kemudian ditambahkan manajer lebih tertarik pada karyawan yang

mempunyai self-monitoringtinggi karena penting dalam peningkatan karakteristik organisasi.

c. Persepsi terhadap dukungan organisasional

Studi Shore dan Wayne (dalam Novliadi, 2007) menemukan bahwa persepsi

(35)

menurunkan ketidakseimbangan dalam hubungan tersebut dengan terlibat dalam

perilaku citizenship.

d. Persepsi terhadap kualias interkasi atasan- bawahan

Kualitas interaksi atasan-bawahan juga diyakini sebagai faktor unuk

memprediksi OCB. Miner (dalam Novliadi, 2007) mengemukakan bahwa ineraksi atasan- bawahan yang berkualias tinggi akan memberikan dampak seperti

meningkatkan kepuasan kerja, produktifitas, dan kinerja karyawan. Riggio (1990)

menyatakan bahwa apabila interaksi atasan-bawahan berkualias tinggi maka

seseorang atasan akan berpandangan positif terhadap bawahannya sehingga

bawahannya akan merasakan bahwa atasannya banyak memberikan dukungan dan

motivasi. Hal ini meningkatkan rasa percaya dan hormat bawahan pada atasannya

sehingga mereka termotivasi untuk melakukan “lebih dari” yang diharapkan oleh atasan mereka.

e. Masa kerja

Greenberg dan Baron (2000) mengemukakan bahwa karakteristik personal

seperti masa kerja dan jenis kelamin berpengaruh pada OCB.

f. Jenis kelamin

Komrad (dalam Novliadi, 2007) mengemukakan bahwa perilaku perilaku

kerja seperti menolong orang lain, bersahabat dan bekerja sama dengan orang lain

lebih menonjol dilakukan oleh wanita dari pada pria. Beberapa penelitian juga

(36)

dari pada pria (Gabriel dan Gardner, 1999 dalam Novliandi, 2007) dan lebih

menunjukkan perilaku menolong dari pada pria. Temuana-temuan tersebut

menunjukkan bahwa ada perbedaan yang cukup mencolok antara pria dan wanita

dalam perilaku menolong dan interaksi sosial di tempat mereka bekerja.

Morrison (1994) (dalam Novliadi, 2007) juga membuktikan bahwa ada

perbedaan persepsi terhadap OCB antara pria dan wanita, dimana wanita mengganggap OCB merupakan bagian dari perilaku in-role mereka dibanding pria. Bukti-bukti tersebut menunjukkan bahwa wanita cenderung

menginternalisasi harapan-harapan kelompok, rasa kebersamaan dan

aktivitas-aktivias menolong sebagai dari pekerjaan mereka (Diefendorf e al, 2002 dalam

Novliadi, 2007).

Dari beberpa tokoh penelitian diatas, maka tidak semua faktor-faktor yang

mempengaruhi OCB tersebut diatas akan disertakan sebagai variabel-variabel dalam penelitian ini. Berdasarkan pada relevansi dengan permasalahan yang ada

dan ketertarikan penulis sendiri untuk mendalami teori kepribadian yang salah

satu atributnya self-monitoring.

4. Manfaat-manfaat OCB dalam Perusahaan

Dari hasil penelitian- penelitian mengenai pengaruh OCB terhadap kinerja organisasi (diadaptasi dari Podsakoff dalam hardaningtyas, 2004 ) dapat di

simpulkan hasil sebagai berikut:

(37)

a. Karyawan yang menolong rekan kerja lain akan mempercepat

penyelesaian tugas rekan kerjanya, dan pada gilirannya meningkatkan

produktivitas rekan tersebut.

b. Seiring dengan berjalannya waktu, perilaku membantu yang ditunjukkan

karyawan akan membantu menyebarkan best practice ke seluruh unit kerja atau kelompok.

2. OCB meningkatkan produkivitas manajer

a. Karyawan yang menampilkan perilaku civic virtue akan membantu manajer mendapatkan saran dan atau umpan balik yang berharga dari

karyawan tersebut untuk meningkatkan efektivitas unit kerja.

b. Karyawan yang sopan, yang menghindari terjadinya konflik dengan

rekan kerja, akan menolong manajer terhindar dari krisis manajemen

3. OCB menghemat sumber daya yang dimiliki manajemen dan organisasi secara keseluruhan

a. Jika karyawan saling tolong menolong dalam menyelesaikan masalah

dalam suatu pekerjaan sehingga tidak perlu melibatkan manajer.

Konsekuensinya manajer dapat memakai waktunya untuk melakuakan

tugas lain. Seperti membuat perencanaan.

b. Karyawan yang menampilkan conscentiousness yang tinggi hanya membutuhkan pengawasan minimal dari manajer sehingga manajer

(38)

mereka, ini berarti lebih banyak waktu yang diperoleh manajer untuk

melakukan tugas yang lebih penting.

c. Karyawan lama yang membantu karyawan baru dalam pelatihan dan

melakukan orientasi kerja akan membantu organisasi mengurangi

biaya untuk keperluan tersebut.

d. Karyawan yang menampilkan perilaku sportmanship akan sangat menolong manajer tidak menghabiskan waktu terlalu banyak untuk

berurusan dengan dengan keluhan-keluhan kecil karyawan

4. OCB membantu menghemat energi sumber daya yang langka untuk memelihara fungsi kelompok

a. Keuntungan dari perilaku menolong adalah meningkatkan semangat, moril

(morale), dan kerekatan (cohesiveness) kelompok, sehingga anggota kelompok (atau manajer) tidak perlu menghabiskan energi dan waku untuk

pemeliharaan fungsional kelompok

b. Karyawan yang menampilkan perilaku courtesy terhadap rekan kerja akan mengurangi konflik dalam dalam kelompok, sehingga waktu yang

dihabiskan untuk menyelesaikan konflik mangemen berkurang

(39)

koordinasi diantara anggota kelompok. Yang akhirnya secara potensial

meningkatkan efektivitas dan efisiensi kelompok

6. OCB meningkatkan kemampuan organisasi untuk menarik dan mempertahankan karyawan terbaik

a. Perilaku menolong dapat meningkatkan moril dan kerekatan serta

perasaan saling memilki diantara anggota kelompok. Sehingga akan

meningkatkan kinerja organisasi dan membantu organisasi menarik

dan memperahankan karyawan yang baik.

b. Memberi contoh pada karyawan lain dengan menampilkan perilaku

sportmanship (misalnya tidak mengeluh karena permasalahan-permasalahan kecil) akan menumbuhkan loyalitas dan komitmen pada

organisasi.

7. Organisasi meningkatkan stabilitas kinerja organisasi

a. Membantu tugas karyawan yang tidak hadir di tempat kerja atau yang

mempunyai beban kerja berat akan meningkatkan stabilias (dengan cara

mengurangi variabilitas) dari kinerja unit kerja.

b. Karyawan yang conscientious cenderung memperhatikan tingkat kinerja yang tinggi secara konsisten, sehingga mengurangi variabelitas pada

kinerja unit kerja.

(40)

a. Karyawan yang mempunyai hubungan yang dekat dengan pasar dengan

sukarela memberi informasi tentang perubahan yang terjadi di lingkungan

dan memberi saran tentang bagaimana merespon perubahan tersebut,

sehingga organisasi dapat beradaptasi dengan cepat

b. Karyawan yang secara aktif hadir dan beradaptasi pada

pertemuan-pertemuan di organisasi akan membantu menyebarkan informasi yang

penting dan harus diketahui oleh organisasi.

c. Karyawan yang menampilkan perilaku conscientiousness (misalnya kesediaan untuk memikul tanggung jawab baru dan mempelajari keahlian

baru) akan meningkatkan kemampuan organisasi beradaptasi dengan

perubahan yang terjadi di lingkungannya.

B. SELF MONITORING

1. Pengertian Self Monitoring

Self-monitoring adalah karakteristik kepribadian yang membuat individu tersebut memberikan perhatian penuh pada situasi sosial. Jadi, mereka dapat

mengubah perilakunya untuk sesuaikan dengan situasi yang datang/muncul.

Koestner, Bernieri, & Zuckerman (dalam sebayang, 2003) menyatakan self-monitoring sebagai pengaturan perilaku seseorang seseorang berdasarkan situasi eksternal dan reaksi orang lain atau berdasarkan faktor internal seperti keyakinan

(41)

Konsep self-monitoringpertama kali dikemukakan oleh Synder pada tahun 1972 dalam disertasinya di Universitas Stanford. Teori ini merupakan bagian dari

teori peran dan masih berhubungan erat dengan Imppression Management Theory

dan Integration Theory. Synder (dalam Shaw & Costanzo, 1988), menyatakan salah satu fakor individual yang mampu mengendalikan perilaku seseorang pada

situasi sosial ataupun interaksi sosial adalah self-monitoring yang ada pada dirinya. Menurutnya, self- monitoring yang ada pada diri seseorang, individu akan memberi respon yang berbeda terhadap situasi sosial yang dihadapi (Snyder,

dalam Shaw & Constanzo, 1988).

Self-monitoring pertama kali di nyatakan oleh Synder. Self-monitoring

adalah kemampuan seseorang untuk memantau dirinya untuk berperilaku sesuai

dengan situasi (Synder, 1979 dalam Sebayang 2003). Synder juga menyatakan

bahwa self-monitoring merupakan suatu kemampuan atau kesadaran diri menampilkan dirinya baik perilaku, ekspresi non verbal serta mengendalikan

penampilan emosi sesuai dengan situasi yang dihadapinya. Dimana self-monitoring bukanlah suatu usulan, tetapi merupakan suatu tingkatan yaitu suatu hal yang secara relatif tinggi dan rendah kaitannya dengan pola ekspresi diri.

Synder (dalam Friedman & Schunstack, 2006) mengemukakan self-monitoring berhubungan dengan observasi diri dan kontrol diri yang di terima secara sosial. Seseorang yang tinggi dalam monitoring diri akan mau dan mampu

tampil ke depan dan dapat melakukan apa yang diharapkan oleh lingkungan

sosial. Mantan Presiden Amerika Serikat (yang juga seorang aktor), Renold

(42)

kenyataannya ia dikenal sebagai komunikator handal, sebaliknya orang yang

rendah dalam self-monitoring sering tidak sadar akan ekspektasi sosial, atau tidak mau dan tidak mampu bertindak sesuai ekspektasi sosial dan mereka mungkin

lebih melihat kedalam diri dan cenderung reflektif; ada kecenderungan untuk

memilki orientasi disposisional pada individu dengan monitoring diri yang rendah di sisi lain, ada kecenderungan untuk memiliki orientasi situasional pada individu dengan monitoring diri yang tinggi.

Oleh karena itu, Synder (1987) dan ahli teori modern lainnnya beralih ke

pendekatan fungsionalis dalam menjelaskan kepribadian, mempertanyakan “Apa yang orang-orang inginkan, 2) mengapa mereka menginginkan hal tersebut, dan

3) bagaimana cara mereka meraih atau mencapainya, karena hal tersebut, penting

untuk menjelaskan siapa orang itu. (dalam Friedman & Schunstack, 2006).

Self-monitoring tinggi sensitif terhadap persyaratan situasi tertentu dan mudah dapat menyesuaikan perilaku mereka sendiri untuk memenuhi situasi

(Snyder, 1987). Self-monitoring tinggi cenderung bergantung lebih banyak di situasional verbal dan non-verbal isyarat dari perasaan internal dan sikap untuk

menentukan kelayakan perilaku mereka sendiri. Self-monitoring tinggi aktif memantau dan mengatur perilaku mereka sendiri di hadapan para orang lain.

sebaliknya, Self-monitoring rendah kurang sensitif terhadap dan kurang peduli dengan dampaknya pada orang lain dan lebih dipandu oleh perasaan internal

(43)

Berdasarkan berbagai pendapat yang telah dikemukakan oleh para ahli di

atas maka dapat disimpulkan bahwa self-monitoring merupakan kemampuan individu dalam menampilkan dirinya terhadap orang lain dengan menggunakan

petunjuk-petunjuk yang ada pada dirinya maupun petunjuk-petunjuk yang ada di

sekitarnya, guna mendapatkan informasi yang diperlukan untuk bertingkah laku

yang sesuai dengan kondisi dan situasi yang dihadapi dalam lingkungan sosialnya.

2. Komponen- komponen Self-Monitoring

Baron & Greenberg (2000) menyatakan bahwa self-monitoring mempunyai tiga komponen, yaitu:

a. Kesediaan untuk menjadi pusat perhatian. Hal ini berhubungan dengan

kemampuan sosial dalam mengekspresikan emosional individu.

b. Kecenderungan yang menggambarkan kepekaan individu dalam reaksinya

terhadap orang lain.

c. Kemampuan dan kesediaan individu untuk menyesuaikan perilaku sehingga

menimbulkan reaksi yang positif terhadap orang lain.

Synder (dalam Shaw & Constanzo, 1982) menyatakan bahwa self-monitoring

mempunyai lima komponen yang terdapat dalam diri individu:

a. Peduli terhadap apa yang secara sosial dibutuhkan untuk penampilan diri

seseorang.

b. Perhatian pada perbandingan informasi sosial sebagai isyarat yang secara

(44)

c. Kemampuan untuk mengontrol dan memodifikasi penampilan dirinya (self -presentation) dan ekspresi perilakunya.

d. Mampu menggunakan kemampuan tersebut sesuai dengan situasi.

e. Peka terhadap kegunaan atau memfaat kemampuan ini dalam situasi-situasi

tertentu.

Kemudian ada pengembangan self-monitoring dengan 3 komponen. Ketiga komponen tersebut dikemukakan Briggs & Cheek (Synder & Gangestad, 1986)

sebagai berikut:

1. Expressive self control. Berhubungan dengan kemampuan untuk secara aktif mengontrol tingkah lakunya. Individu yang mempunyai self-monitoring tinggi suka mengontol tingkah laku nya agar mendapatkan terlihat baik. Adapun ciri-cirinya adalah:

Acting, termasuk didalamnya kemampuan untuk bersandiwara, berpura-pura, dan melakukan kontrol ekspresi baik secara verbal

maupun non verbal serta kontrol emosi.

Entertaining, yaitu menjadi penyegar suasana. Berbicara didepan umum secara spontan.

2. Social stage presence, kemampuan untuk bertingkah laku yang sesuai dengan situasi yang dihadapi, kemampuan untuk mengubah-ubah tingkah

laku dan kemampuan untuk menarik perhatian sosial. Ciri-ciri nya adalah

(45)

Suka melucu.

3. Other directed of self-representation, kemampuan untuk memainkan peran seperti apa yang diharapkan orang lain dalam situasi sosial, kemampuan

untuk menyenangkan orang lain dan kemampuan untuk tanggap terhadap

situasi yang dihadapi. Adapun ciri-cirinya adalah:

Berusaha menyenangkan orang lain.

Bersikap sama dengan situasi sosial.

Suka menggunkan “topeng” untuk menutupi perasaannya.

Kemampuan individu dalam menampilkan dirinya sesuai dengan tuntutan

dari lingkungan sosialnya dan sejauhmana individu mementingkan faktor-faktor

eksternal maupun internal dalam berperilaku dapat dilihat melalui self-monitoring. Komponen- komponen yang dikemukakan oleh Synder yang digunakan dalam

penelitian ini adalah expressive self control, social stage presence, dan other directed self present.

6. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Self-Monitoring

a) Pendidikan

Synder (dalam Panjaitan, 2006) menyatakan dalam tugas yang melibatkan

(46)

kognitif akan berjalan dengan baik sesuai dengan pendidikan yang diperoleh oleh

individu. Dari pendidikan akan terbentuk kepribadian yang mempengaruhi baik

secara formal maupun non formal. Secara formal oleh guru dan non formal dari

lingkungan keluarga dan sosialnya secara langsung akan mempengaruhi

pemebentukan kepribadian seseorang. Self monitoring adalah salah satu aspek kepribadian,dan ini berarti pendidikan ikut mempengaruhi self monitoring (synder dalam Panjaitan, 2006).

b) Latihan

Kapasitas untuk mengobservasi serta mengimitasi mempengaruhi self monitoring seseorang. Kemampuan mengobservasi serta mengimitasi ini akan berkembang lebih baik bila dilatih secara baik (Ferrari, 1996 dalam Panjaitan,

2006). Oleh sebab itu faktor latihan akan membantu perkembangan atau self monitoring seseorang (Ferrari. Dkk, 1991 dalam Panjaitan, 2006) Kepekaan seseorang terhadap situasi yang dihadapi dan apa yang secara sosial dibutuhkan

untuk menghadapi situasi dapat berkembang lebik baik bila individu melatih

dirinya.

Selain hal ditas, ada beberapa faktor lain yang mempengaruhi self-monitoring. Koestner, Bernieri, & Zuckerman (dalam Panjaitan, 2006), mengatakan bahwa self- monitoring terjadi karena adanya faktor internal dan faktor external.

(47)

1. Keyakinan sikap individu

Dalam suatu situasi seseorang individu melihat apakah sesuatu hal yang

dilakukannya akan dapat berpengaruh ataupun tidak dalam merespon sesuatu hal

yang datang terhadap dirinya.

2. Nilai

Seberapa besar suatu hal tingkah laku yang akan ditampilkan akan memilki

sesuatu yang bernilai dalam merespon terhadap lingkungan situasi yang dihadapi.

b. Faktor External

1. Kehadiran orang lain

Dalam menghadapi suatu situasi seseorang individu akan berusaha

menampilkan sesuatu yang dapat diterima orang lain dalam berkomunikasi baik

dengan secara verbal maupun dengan non verbal.

2. Kondisi situasi

Suatu situasi yang menekan membuat seseorang individu akan berusaha

menampilkan dirinya yang terbaik dalam situasi kondisi. Krauss, Geller. & Olson

(dalam Panjaitan, 2006), mengatakan seorang akan menggunakan kemampuan

self-presentation dalam praktek wawancara tatap muka.

(48)

faktor-faktor yang mempengaruhi self-monitoring sebagai penguat penelitian tentang pengaruh self -monitoring dengan OCB.

C. Pengaruh Self-monitoring terhadap OCB

Menurut Robbins dan Judge (2008), fakta menunjukkan bahwa organisasi

yang mempunyai karyawan yang memiliki OCB yang baik, akan memiliki kinerja

yang lebih baik dari organisasi lain.

Podsakoff et al., (2000), OCB yaitu perilaku yang dimunculkan bersifat

bebas dan suka rela yang dilakukan di luar dekskripsi kerja dengan tujuan untuk

efektifitas organisasi. Menurut Podsakoff et al. (2000), OCB terdiri dari tujuh

dimensi, yaitu perilaku menolong, kepatuhan terhadap organisasi, sportmanship,

loyalitas terhadap organisasi, inisiatif individual, kualitas sosial, dan

perkembangan diri.

Perilaku menolong merupakan perilaku membantu teman kerja secara suka

rela. Kepatuhan terhadap organisasi merupakan perilaku yang melakukan

prosedur dan kebijakan perusahaan. Sportmanship yaitu tidak melakukan komplain mengenai ketidaknyamanan bekerja. Loyalitas terhadap organisasi

sebagai loyalitas terhadap organisasi, mencegah dan menjaga perusahaan dari

ancaman eksternal, serta mempromosikan reputasi organisasi. Inisiatif individual

merupakan derajat antusiasme dan komitmen ekstra pada kinerja melebihi kinerja

maksimal dan yang diharapkan. Kualitas sosial merupakan sebagai tindakan

(49)

meningkatkan kemampuan dan pengalaman seseorang sebagai keuntungan bagi

organisasi.

Dengan rujukan hasil penelitian dari Blakely, Andrews, dan Fuller (2003)

menunjukkan self monitoring berhubungan signifikan dengan OCB, yang paling menonjol

dalam dimensi OCB salah satunya perilaku menolong dalam lingkungan organisasi.

Selanjutnya Niehoff & Noorman, (1993) menyatakan dalam penelitiannya

bahwa ada hubungan positif antara metode monitoring pimpinan terhadap OCB.

Yang pertama, dilihat hubungan positif yang ditemukan antara manager memulai

diskusi dan altruisme. Yang kedua, metode pemimpin pengawasan dan keadilan

terbaik tercermin pada hubungan positif antara pengamatan keadilan dari semua

tiga dimensi (seperti observasi, informal discussion, formal meeting).

Menurut Snyder & Gangestad (1986) self-monitoring ini merupakan kecakapan individu dalam membaca situasi diri dan lingkungannya serta kemampuannya untuk

mengontrol diri dan mengelola faktor-faktor perilaku sesuai dengan situasi dan kondisi

untuk menampilkan diri dalam situasi sosial.

Briggs & Cheek (Synder & Gangestad, 1986) menyebutkan 3 komponen

(50)

sosial, kemampuan untuk menyenangkan orang lain dan kemampuan untuk

tanggap terhadap situasi yang dihadapi.

Self-monitoring berhubungan positif dengan melayani diri sendiri dalam pengelolaan kesan. Pengelolaan emosi melibatkan pengaturan perilaku

diungkapkan sehingga sosial yang sesuai. Self-monitoring merupakan dasar dari dorongan internal untuk seorang pemimpin untuk menunjukkan OCB. Perhatian

untuk citra umum seseorang kemungkinan untuk meningkatkan frekuensi orang

menunjukkan OCB ( Krishnan & Arora, 2008).

D. Hipotesa Penelitian

Berdasarkan uraian teoritis di atas maka hipotesa yang diajukan dalam

(51)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Identifikasi Variabel Penelitian

Adapun variabel- variabel yang terdapat didalam penelitian ini antara lain:

1. Variabel bebas: Self-monitoring

2. Variabel tergantung: OCB

B. Definisi operasional variabel Penelitian 1. Self-monitoring

Self-monitoring adalah kemampuan individu untuk menyesuaikan perilaku dengan situasi disekitarnya, baik yang ada dilingkungan maupun yang ada

didalam dirinya. Self-monitoring diukur dengan skala pengukuran self-monitoring

berdasarkan idenifikasi Briggs & Cheek (Synder & Gangestad, 1986) terhadap

tiga aspek self-monitoring, yakni expressive self-control, sosial stage presence, dan other-directed social-presentation.

Semakin tinggi skor yang diperoleh dalam skala self-monitoring individu maka semakin tinggi self-monitoring individu dan sebaliknya semakin rendah skor yang diperoleh individu maka akan semakin rendah pula self-monitoring

(52)

2. OCB

OCB dapat didefinisikan sebagai suatu perilaku kerja karyawan di dalam organisasi, yang dilakukan atas suka rela di luar deskripsi kerja yang telah

ditetapkan, dengan tujuan untuk meningkatkan kemajuan kinerja organisasi.

Podsakoff et al., 2000, mendefinisikan OCB sebagai perilaku individual yang

bersifat bebas (discretionary), yang tidak secara langsung dan eksplisit mendapat pengharapan dari sistem imbalan formal, dan yang secara keseluruhan mendorong

keefektifan fungsi-fungsi organisasi. Bersifat bebas dan sukarela, karena perilaku

tersebut tidak diharuskan oleh persyaratan peran atau deskripsi jabatan yang

secara jelas dituntut berdasarkan kontrak dengan organisasi; melainkan sebagai

pilihan personal. Dimensi OCB menurut Podsakoff yaitu perilaku menolong,

kepatuhan terhadap organisasi, sportsmanship, loyalitas terhadap organisasi,

inisiatif individual, kualitas sosial, perkembangan diri. Dengan tujuan untuk

memantapkan penelitian-penelitian sebelumnya.

Semakin tinggi skor yang diperoleh dalam skala OCB individu maka semakin tinggi OCB individu dan sebaliknya semakin rendah skor yang diperoleh individu maka akan semakin rendah pula OCB yang dimilikinya.

C. Populasi, Jumlah Subjek dan Metode Pengumpulan Data

1. Populasi

Masalah populasi dan sampel yang dipakai dalam penelitian merupakan

salah satu faktor penting yang harus diperhatikan. Populasi adalah objek, gejala

(53)

kenyataan-kenyataan yang diperoleh dari sampel penelitian itu hendak digeneralisasikan

(Hadi, 2000).

Menurut Hadi (2000), populasi adalah sejumlah penduduk atau individu yang

paling sedikit mempunyai sifat yang sama. Populasi yang dipergunakan dalam

penelitian ini seluruh karyawan PT. Bank Sumut Panyabungan yang berjumlah 60

orang karyawan.

2. Jumlah Subjek Penelitian

Jumlah subjek untuk tahap uji coba berjumlah 69 orang di dua cabang PT.

Bank Sumut Medan. Sedang kan untuk penelitian berjumlah 60 orang di PT. Bank

Sumut Panyabungan

3. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

dengan menggunakan skala psikologi yang berbentuk skala likert dengan beberapa pilihan, yaitu dengan cara menyebarkan skala yang berisi daftar

pertanyaan yang telah disiapkan dan disusun sedemikian rupa sehingga subjek

penelitian dapat mengisi dengan mudah (Azwar, 2006).

Hadi (2000) mengemukakan bahwa skala psikologis mendasarkan diri

pada laporan-laporan pribadi (self report). Selain itu skala psikologis memiliki kelebihan dengan asumsi sebagai berikut :

1. Subjek adalah orang yang paling tahu tentang dirinya.

2. Apa yang dikatakan oleh subjek kepada peneliti adalah benar dan dapat

(54)

3. Interpretasi subjek tentang pertanyaan-pertanyaan yang diajukan sama dengan

apa yang dimaksud peneliti.

Penelitian ini menggunakan dua buah skala psikologi yaitu skala self-monitoring dan skala OCB.

a. Skala Self-monitoring

Skala disusun mengacu pada komponen self-monitoring yang dikemukakan oleh Synder (sebayang, 2003) adalah Expressive self control, Social Stage Presence, dan Other directed self present.

Tabel 1.

Blue print Skala Self-monitoring sebelum Uji Coba

No Komponen Self-1. Komponen Expressive self

control

1,6,13,10,24 3,4,7,16,17 10

2. Komponen Social Stage Presence

12,18,19,30,29 5,11,20,21,22 10

3. Komponen Other directed self present

9,25,23,14,15 2,8,28,26,27 10

Total 30

Skala self-monitoring menggunakan model skala likert yang berjumlah 30 aitem yang terdiri dari aitem favorable dan unfavorable, dengan menggunakan empat pilihan jawaban yaitu : Sangat sesuai (SS), Sesuai (S), Netral (N), Tidak

Sesuai (TS) dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Pemberian skor untuk skala ini

bergerak dari 5 sampai 1 untuk item favorable, sedangkan untuk item unfavorable

bergerak dari 1 sampai 5.

Gambar

Tabel 2. Blue print Skala OCB sebelum Uji Coba
Tabel 3.
Tabel 4. Blue print Skala OCB setelah Uji Coba
Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan  Pendidikan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Analisis Pengaruh Organizational Justice (Keadilan Organisasi) terhadap Komitmen Organisasi dan Organizational

Hal ini juga mengindikasikan bahwa Komitmen Organisasi berpengaruh positif terhadap Organizational Citizenship Behavior yang berarti semakin baik Komitmen Organisasi

Organizational citizenship behavior (OCB) memiliki peran dalam perspektif keefektifan penilaian kinerja karyawan,terutama dalam pengembangan perusahaan, bahwa

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh pentingnya peranan karyawan sebagai sumber daya manusia yang memiliki perilaku Organizational Citizenship Behavior (OCB) disebuah

Hasil yang di dapat memiliki arti bahwa semakin tinggi kepuasan kerja maka semakin tinggi juga organizational citizenship behavior (OCB). Berdasarkan pembahasan

Artinya bahwa pegawai yang memiliki komitmen yang tinggi baik pada pekerjaan maupun pada organisasi, akan menunjukkan perilaku-perilaku positif, seperti perilaku

Jika karyawan merasa bahwa dukungan organisasi yang diterimanya baik , maka akan muncul reciprocity norm, yang mana karyawan yang diperlakukan dengan baik akan

Organizational citizenship behavior berpengaruh terhadap kinerja karyawan Bank Jatim Kantor Cabang Madiun Organizational citizenship behavior OCB dengan kinerja karyawan dan