• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pemasaran Dan Prospek Industri Tapioka Dan Opak (Studi Kasus : Kabupaten Deli Serdang Dan Serdang Bedagai)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Pemasaran Dan Prospek Industri Tapioka Dan Opak (Studi Kasus : Kabupaten Deli Serdang Dan Serdang Bedagai)"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PEMASARAN DAN PROSPEK INDUSTRI TAPIOKA DAN OPAK

(Studi Kasus : Kabupaten Deli Serdang Dan Serdang Bedagai)

SKRIPSI

OLEH :

KRISMAN SARAGIH 060304010

DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ANALISIS PEMASARAN DAN PROSPEK INDUSTRI TAPIOKA DAN OPAK

(Studi Kasus : Kabupaten Deli Serdang Dan Serdang Bedagai)

SKRIPSI

Oleh :

KRISMAN SARAGIH 060304010/AGRIBISNIS

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

(Prof. Hiras Lumban Tobing, Ir, Phd) (Ir. Iskandarini, MM) Ketua Anggota

DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

ABSTRAK

KRISMAN SARAGIH: ”Analisis Pemasaran dan Prospek Industri Tapioka dan Opak (studi kasus:Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai) dibimbing oleh Prof. Hiras Lumban Tobing, Ir, Phd dan Ir. Iskandarini, MM

Kualitas produk tapioka dan opak akan meningkatkan pendapatan pengusaha dengan semakin efisiennya saluran pemasaran. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui saluran pemasaran, fungsi pemasaran yang dilakukan, biaya dan marjin pemasaran, price spread serta share margin tiap saluran dan efisiensinya dan juga melihat pengaruh terhadap serapan tenaga kerja, modal, peralatan dan bahan baku. Penentuan lokasi penelitian ditentukan secara purposive sesuai data yang ada dan teknik pengambilan sampel dengan metode sensus dengan populasi unit usaha untuk tepung tapioka sebanyak 5 unit usaha dan untuk opak sebanyak 26 unit usaha. Data dianalisis secara deskriptif tabulasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 2 saluran pemasaran tepung tapioka di daerah penelitian. Biaya pemasaran tepung tapioka tertinggi terdapat pada saluran pemasaran II sebesar Rp 61/kg sedangkan biaya pemasaran terendah terdapat pada saluran pemasaran I sebesar Rp 48/kg. Marjin pemasaran tertinggi terdapat pada saluran pemasaran II Rp 1300/kg sedangkan marjin pemasaran terendah terdapat pada saluran pemasaran I sebesar Rp 500/kg. Saluran pemasaran yang paling efisien adalah saluran I dengan Ep sebesar 25,61%, karena pada saluran ini terjadi biaya pemasaran lebih kecil, dan merupakan saluran terpendek diantara kedua saluran pemasaran yang ada.Kebutuhan bahan baku di usaha pengolahan tepung tapioka dapat dipenuhi oleh bahan baku yang tersedia. Tenaga Kerja untuk usaha pengolahan tepung tapioka selalu tersedia. Usaha pengolahan tepung tapioka tidak mempunyai masalah dalam hal modal. Usaha pengolahan tepung tapioka tidak mempunyai masalah dalam hal peralatan.

(4)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 25 Desember 1988 dari ayah St. Drs. Juperdi Saragih dan ibu Dra. Mahda Frida Purba. Penulis merupakan putra kedua dari empat bersaudara.

Tahun 2006 penulis lulus dari SMU NEGRI 12 Medan dan pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur ujian tertulis seleksi penerimaan mahasiswa baru. Penulis memilih program studi Agribisnis, Departemen Sosial Ekonomi Pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Ikatan Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian. Selain itu penulis aktif dalam organisasi ekstrauniversitas seperti organisasi muda-mudi gereja.

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat dan karuniaNYa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ” Analisis Pemasaran dan Prospek Industri Tapioka dan Opak Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai.”

Pada kesempatan ini penulis menghanturkan pernyataan terima kasih sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis yang telah membesarkan, memelihara dan mendidik penulis selama ini. Penulis menyampaikan ucapan

terima kasih kepada Bapak Prof. Hiras Lumban Tobing,Ir,Phd dan Ibu Ir. Iskandarini, MM selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah

membimbing dan memberikan berbagai masukan berharga kepada penulis dari mulai menetapkan judul, melakukan penelitian, sampai pada ujian akhir. Khusus untuk Bapak Amrin dan Ali dan kepada Ruth Carolina Panjaitan, Smash 6525 HT, penulis menyampaikan banyak terima kasih atas bantuannya selama penulis mengumpulkan data.

(6)

DAFTAR ISI

Hal.

ABSTRAK...ii

RIWAYAT HIDUP...iii

KATA PENGANTAR………iv

DAFTAR TABEL………v

DAFTAR GAMBAR………..vi

DAFTAR LAMPIRAN………..vii

PENDAHULUAN Latar Belakang ...1

Identifikasi Masalah ...5

Tujuan Penelitian...5

Kegunaan Penelitian...6

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Ubi Kayu ...7

Jenis-jenis Ubi Kayu ...9

Jenis Produk Olahan Ubi Kayu ...10

Landasan Teori………...12

Kerangka Pemikiran...19

Hipotesis Penelitian...25

(7)

Metode Penentuan Sampel...26

Proses Pengolahan Tepung Tapioka ...27

Proses Pengolahan Opak...27

Pedagang Sampel ...30

Metode Pengumpulan Data...30

Metode Analisis Data...32

Defenisi dan Batasan Operasional...33

Defenisi...33

Batasan Operasional...34

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK SAMPEL Deskripsi Daerah Penelitian...35

Letak dan geografis...35

Tata Guna lahan...36

Keadaan penduduk...36

Sosial Ekonomi...37

Sarana dan prasarana...38

Karakteristik Sampel Opak...39

Karakteristik Sampel Tapioka... 40

Karakteristik pedagang perantara opak...44

Karakteristik pedagang perantara tapioka...46

HASIL DAN PEMBAHASAN Saluran Pemasaran Opak...46

(8)

Saluran pemasaran I...50

Saluran pemasaran II...51

Efisiensi Pemasaran...53

Saluran Pemasaran Tapioka...55

Biaya Pemasaran, Profit Margin, Price Spread dan Share Margin yang Dikeluarkan oleh Setiap Lembaga Pemasaran Tapioka...58

Saluran pemasaran I...58

Saluran pemasaran II...60

Efisiensi Pemasaran...62

KETERSEDIAAN BAHAN BAKU, TENAGA KERJA, MODAL DAN TEKNOLOGI Bahan Baku ...63

Tenaga Kerja ...64

Modal ...66

Teknologi ...67

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan...69

Saran...71

DAFTAR PUSTAKA...72

(9)

DAFTAR TABEL

No. Hal.

1. Produksi tanaman ubi kayu menurut kabupaten kota provinsi sumatera utara

tahun 2004 - 2008 ...3

2. Data usaha pengolahan ubi kayu/tepung tapioca di kecamatan sei rampah ...26

3. Data mengenai luas lahan dan penggunaan lahan desa tuntungan I...36

4. Distribusi penduduk menurut kelompok umur ...36

5. Distribusi penduduk berdasarkan mata pencaharian...37

6. Distribusi penduduk berdasarkan mata pencaharian...37

7. Fasilitas sarana dan prasarana di kecamatan sei rampah...38

8. Fasilitas sarana dan prasarana di desa tuntungan I...38

9. Krakteristik pengusaha opak...39

10. Krakteristik pengusaha tapioka...41

11. Karakteristik pedagang sampel opak...43

12. Karakteristik pedagang sampel tapioka...44

13. Biaya pemasaran dan profit margin pemasaran saluran I...50

14. Price spread dan share margin saluran I...51

15. Biaya pemasaran dan profit margin pemasaran saluran II. ...51

16. Price spread dan share margin saluran II...53

17. Rekapitulasi share margin setiap saluran pemasaran opak ...53

18. Nilai Ep pada setiap saluran pemasaran...54

19. Biaya pemasaran dan profit margin pemasaran saluran I...58

20. Price spread dan share margin saluran I...59

21. Biaya pemasaran dan profit margin pemasaran saluran II. ...60

22. Price spread dan share margin saluran II...61

23. Rekapitulasi share margin setiap saluran pemasaran tapioka ...61

(10)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal.

1. Skema kerangka pemikiran...24

2. Skema proses pengolahan tepung tapioca dan opak ...29

3. Skema saluran pemasaran opak...47

4. Skema pemasaran saluran I...47

5. Skema pemasaran saluran II...48

6. Skema saluran pemasaran Tepung Tapioka...55

7. Skema pemasaran saluran I...56

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal.

1. Karakteristik pengusaha sampel opak...72

2. Karakteristik pengusaha sampel tepung tapioka...73

3. Karakteristik sampel pedagang pengumpul desa opak kg per minggu...74

4. Karakteristik sampel pedagang pengumpul kota opak kg per minggu...74

5. Karakteristik sampel pedagang pengumpul luar kota opak kg per minggu...74

6. Biaya pemasaran pada saluran pemasaran I opak...75

7. Biaya pemasaran pada saluran pemasaran II opak...75

8. Karakteristik sampel pedagang pengumpul desa tapioka kg per hari...76

9. Karakteristik sampel pedagang pengumpul kota tapioka kg per hari...76

10. Karakteristik sampel pedagang pengumpul luar kota tapioka kg per hari...76

11. Biaya pemasaran pada saluran pemasaran I tapioka...77

12. Biaya pemasaran pada saluran pemasaran II tapioka...77

13. Perhitungan nilai efisiensi pemasaran untuk masing-masing saluran pemasaran opak ...78

(12)

ABSTRAK

KRISMAN SARAGIH: ”Analisis Pemasaran dan Prospek Industri Tapioka dan Opak (studi kasus:Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai) dibimbing oleh Prof. Hiras Lumban Tobing, Ir, Phd dan Ir. Iskandarini, MM

Kualitas produk tapioka dan opak akan meningkatkan pendapatan pengusaha dengan semakin efisiennya saluran pemasaran. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui saluran pemasaran, fungsi pemasaran yang dilakukan, biaya dan marjin pemasaran, price spread serta share margin tiap saluran dan efisiensinya dan juga melihat pengaruh terhadap serapan tenaga kerja, modal, peralatan dan bahan baku. Penentuan lokasi penelitian ditentukan secara purposive sesuai data yang ada dan teknik pengambilan sampel dengan metode sensus dengan populasi unit usaha untuk tepung tapioka sebanyak 5 unit usaha dan untuk opak sebanyak 26 unit usaha. Data dianalisis secara deskriptif tabulasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 2 saluran pemasaran tepung tapioka di daerah penelitian. Biaya pemasaran tepung tapioka tertinggi terdapat pada saluran pemasaran II sebesar Rp 61/kg sedangkan biaya pemasaran terendah terdapat pada saluran pemasaran I sebesar Rp 48/kg. Marjin pemasaran tertinggi terdapat pada saluran pemasaran II Rp 1300/kg sedangkan marjin pemasaran terendah terdapat pada saluran pemasaran I sebesar Rp 500/kg. Saluran pemasaran yang paling efisien adalah saluran I dengan Ep sebesar 25,61%, karena pada saluran ini terjadi biaya pemasaran lebih kecil, dan merupakan saluran terpendek diantara kedua saluran pemasaran yang ada.Kebutuhan bahan baku di usaha pengolahan tepung tapioka dapat dipenuhi oleh bahan baku yang tersedia. Tenaga Kerja untuk usaha pengolahan tepung tapioka selalu tersedia. Usaha pengolahan tepung tapioka tidak mempunyai masalah dalam hal modal. Usaha pengolahan tepung tapioka tidak mempunyai masalah dalam hal peralatan.

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi suatu negara, terutama negara berkembang. Kekurangan pangan yang terjadi secara meluas di suatu negara akan menyebabkan kerawanan ekonomi, sosial dan politik yang dapat menggoyahkan stabilitas negara tersebut. Sampai saat ini, baik secara psikologis maupun politis, kebijakan pangan di Indonesia masih merupakan isu yang sangat penting yang akan berpengaruh terhadap berbagai aspek kehidupan, salah satu komoditas pangan adalah Ubi Kayu (Suryana, 2002).

Aktivitas ekonomi yang terdiri dari produksi, konsumsi, dan distribusi akan menciptakan nilai ekonomi. Nilai ekonomi akan menentukan harga barang dan jasa kepada individu – individu yang mengembangkan usaha mereka. Untuk menciptakan nilai ekonomi ada 3 (tiga) faktor yang penting dan saling berkaitan erat yaitu: kegiatan produksi, pemasaran dan konsumsi. Produksi dan Pemasaran diarahkan kepada konsumen. Tanpa adanya pemasaran, tidak akan tercipta hubungan antara kedua fungsi ekonomi tersebut (Swastha, 1982).

(14)

memadukan keputusan-keputusan pemasarannya dengan fungsi pemasaran yang lain. Biasanya bagian pemasaran mengkoordinasikan tugas-tugas pada bagian dalam perusahaan secara informal. Hal ini menyebabkan semakin pentingnya bagian pemasaran bagi perusahaan (Winardi, 1980).

Prospek industri pangan di Indonesia cukup cerah karena tersedianya sumberdaya alam yang melimpah. Pengembangan industry sebaiknya memanfaatkan bahan baku dalam negri dan menghasilkan produk – produk yang memiliki nilai tambah tinggi terutama produk siap saji, praktis dan memperhatikan masalah mutu (Lukminto, 1997).

Khususnya di bidang pembangunan pertanian tanaman pangan dan hortikultura sebagai bagian integral dari pembangunan nasional ditujukan untuk mewujudkan pertanian maju efisien dan tangguh yang mampu meningkatkan produksi dan penganekaragaman hasil, guna memenuhi kebutuhan pangan, perbaikan gizi, penyediaan bahan baku industri dan memperluas kesempatan kerja (Siregar, 1999).

Tanaman ubi-ubian penghasil cadangan makanan dalam bentuk modifikasi batang dan akar, penting dalam peningkatan dan pemerataan pendapatan melalaui kesempatan kerja, perbaikan gizi masyarakat serta keterjaminan pangan. Peran ubi-ubian sebagai bahan pangan masih sangat penting karena sifatnya sebagai tambahan dan pengganti beras maka permintaan akan ubi kayu lebih peka terhadap perubahan harga beras itu sendiri. Prospek ubi-ubian sebagai bahan

(15)

Sumatera Utara merupakan salah satu daerah potensial untuk menghasilkan ubi kayu. Dari tabel di bawah dapat dilihat sentra produksi ubi kayu di Sumatera Utara berada di Kabupaten Deli Serdang kemudian diikuti oleh Kabupaten Simalungun, Kabupaten Serdang Bedagai, Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Tapanuli Selatan. Untuk mengetahui produksi ubi kayu di Sumatera Utara mulai tahun 2001 – 2005 dapat di lihat dari tabel berikut ini.

Tabel 1. Produksi Tanaman Ubi Kayu menurut Kabupaten Kota Propinsi Sumatera Utara Tahun 2001 – 2005 (Ton).

Kabupaten/Kota TAHUN

Sumber : BPS Provinsi Sumatera Utara, 2006

(16)

Kabupaten Deli Serdang mencapai 75.497 ton dan Kabupaten Serdang Bedagai mencapai 155.389 ton. Dari produksi yang begitu tinggi, maka dibutuhkan jalur pemasaran yang jelas agar hasil pertanian yang begitu tinggi dapat sampai ke tangan konsumen melalui saluran pemasaran.

Masalah utama yang sangat penting adalah pemasaran hasil pertanian. Jika pemasaran hasil pertanian tidak berhasil, maka semua usahanyang dilakukan akan sia-sia, dengan kata lain biaya produksi tidak tercukupi. Masalah inilah yang sering dihadapi petani di mana harga hasil pertanian mereka sangat rendah bahkan ditolak di pasar (Daniel, 2002 ).

Sebagai pihak yang memproduksi ubi kayu dalam jumlah yang cukup besar, wajar saja bila petani mengharapkan harga jual yang tinggi. Kenyataannya, penghasilan dari bertanam ubi kayu tidak menentu. Harga yang diterima petani gampang sekali berfluktuasi dan kecenderungan menurun. Bahkan disaat panen raya harga jual ubi kayu bisa mencapai di bawah harga produksi petani (Nazaruddin, 1993).

(17)

Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana saluran pemasaran produk hasil olahan ubi kayu yang terdapat di daerah penelitian.

2. Berapa besar share margin, price spread (sebaran harga) dan marketing margin (biaya pemasaran ) pada setiap saluran pemasaran.

3. Bagaimana tingkat efisiensi pemasaran dari Industri pengolahan ubi kayu pada saluran pemasaran produk hasil olahan ubi kayu.

4. Bagaimana input-input yang digunakan dalam proses pengolahan ubi kayu apakah cukup tersedia.

5. Apakah usaha pengolahan ubi kayu dapat menyerap tenaga kerja.

Tujuan Penelitian

1. Untuk mengidentifikasi jenis saluran pemasaran produk hasil olahan ubi kayu yang terdapat di daerah penelitian.

2. Untuk menentukan besarnya share margin, price spread (pengelompokan harga) dan marketing margin(biaya pemasaran), pasar setiap saluran pemasaran.

3. Untuk mengetahui tingkat efisiensi pemasaran ubi kayu pada saluran pemasaran ubi kayu.

4. Untuk mengidentifikasi ketersediaan input yang digunakan dalam proses pengolahan ubi kayu menjadi beberapa produk olahan.

(18)

Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah:

1. Sebagai bahan informasi bagi pengusaha pengolahan ubi kayu dalam mengembangkan usahanya.

2. Sebagai bahan pertimbangan bagi para pengambil keputusan atau kebijaksanaan dalam rangka pengembangan produk pertanian khususnya ubi kayu.

(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Deskripsi Ubi Kayu

Ubi kayu (Mannihot esculenza Crantz) termasuk tumbuhan berbatang lunak atau getas (mudah patah). Ubi kayu berbatang bulat dan bergerigi yang terjadi pada bekas pangkal tangkai daun, bagian tengahnya bergabus dan termasuk tumbuhan yang tinggi. Ubi kayu dapat tumbuh subur di daerah yang berketinggian 1200 meter di atas permukaan laut. Daun ubi kayu memiliki tangkai panjang dan helaian daunnya menyerupai telapak tangan dan tiap tangkai mempunyai daun sekitar 3-8 lembar. Tangkai daun tersebut berwarna kuning, hijau atau merah (Widianta dan Widi, 2008).

Secara sistematika (taksonomi) tanaman yang berasal dari negara Brasil ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermathophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dycotiledonae Ordo : Eupphorbiales Famili : Euphorbiaceae Genus : Manihot

(20)

Ubi kayu mempunyai komposisi kandungan kimia (per 100 gram) antara lain: kalori 146 kal, protein 1,2 gram, lemak 0,3 gram, hidrat arang 34,7 gram, kalsium 33 mg, fosfor 40 mg dan zat besi 0,7 mg.

1. Buah

Ubi yang terbentuk merupakan akar yang berubah bentuk dan fungsinya sebagai tempat penyimapanan makanan cadangan. Bentuk ubi biasanya bulat memanjang, daging ubi mengandung zat pati, berwarna putih gelap dan tiap tanaman menghasilkan 5-10 ubi. Buah ubi kayu mengandung (per 100 gram): Vitamin B1 0,06 mg, Vitamin C 30 mg dan 75 % bagian buah yang dapat dimakan.

2. Daun

Daun ubi kayu mempunyai susunan berurat menjari dengan canggap 5-9 helai. Daun biasanya mengandung racun asam sianida atau asam biru, terutama daun yang masih muda. Daun ubi kayu mengandung (per 100 gram): Vitamin A 11000 SI, Vitamin C 275 mg, Vitamin B1 0,12 mg, Kalsium 165 mg, Kalori 73 kal, Fosfor 54 mg, Protein 6,8 mg, Lemak 1,2 gram, Hidrat arang 13 gram, zat besi 2 mg dan 87 % bagian daun dapat dimakan.

3. Batang

(21)

gabus. Kulit batangnya mengandung tanin, enzim peroksidase, glikosida dan kalsium oksalat (Widianta dan Widi, 2008).

Jenis – Jenis Ubi Kayu

Ubi kayu mengandung asam sianida berkadar rendah sampai tinggi. Berdasarkan kandungan asam sianida, maka ubi kayu dapat dibedakan atas empat kelompok jenis ubi kayu yaitu:

1. Jenis ubi kayu yang tidak berbahaya, ditandai dengan kandungan HCN kurang dari 50 mg – 80 mg / kg ubi yang diparut.

2. Jenis ubi kayu yang sedikit beracun, ditandai dengan kandungan HCN berkadar 50 – 80 mg / kg ubi yang diparut.

3. Jenis ubi kayu yang beracun, ditandai dengan kandungan HCN berkadar 80 – 100 mg / kg ubi yang diparut.

4. Jenis ubi kayu yang amat beracun, ditandai dengan kandungan HCN yang berkadar lebih dari 100 mg / kg ubi yang diparut

(Rahmat Rukmana, 1997).

Ubi kayu yang berkadar sianida tinggi ditandai dengan rasa pahit, dan bila ubi dipotong-potong warnanya berubah menjadi biru. Ubi kayu berkadar racun tinggi sebaiknya dibuat menjadi tepung tapioca. Metoda yang paling ampuh untuk mengurangi kadar HCN sampai 85% adalah menumbuk kemudian mengeringkan ubi kayu tersebut (Rahmat Rukmana, 1997).

Ada beberapa varietas ubi kayu yang dikenal di Indonesia yang dibedakan antara lain:

(22)

1. Valencia; berbentuk sedang sampai gemuk dan bertangkai, berkadar HCN 30 mg/kg ubi kupas, kadar tepung 34,4%.

2. Mangi; berbentuk panjang dan bertangkai, kadar HCN tidak lebih dari 30 mg/kg ubi kupas, kadar tepung 34,4%.

3. Betawi; berbentuk gemuk dan tidak bertangkai sedang, kadar HCN 32 mg/kg ubi yang dikupas, kadar tepung 26%.

4. Mentega; berbentuk lonjong, bertangkai sedang, kadar HCN 32 mg/kg ubi yang dikupas, kadar tepung 26%.

5. Adira 1 & 2; warna bagian dalamnya kuning dan kadar HCN 27,5 mg/kg ubi yang dikupas, kadar tepung 45%.

b. Berdasarkan dekripsi varietas ubi kayu, maka penggolongan jenisnya dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu :

1. Jenis ubi kayu manis, yaitu jenis ubi kayu yang dapat dikonsumsi langsung.

2. Jenis ubi kayu pahit yaitu jenis ubi kayu untuk diolah atatu proses.

Jenis Produk Olahan Ubi Kayu.

Peluang untuk mengembangkan industry pengolahan hasil ubi kayu cukup luas, terutama industri makanan. Produk antara (intermediate product), seperti gaplek, tepung tapioka dan gaplek chips, amat memungkinkan ditumbuhkembangkan di daerah-daerah sentra produksi. Disamping itu ubi kayu dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan seperti keripik, enyek-enyek, opak yang diproduksi dalam industry rumah tangga.

(23)

yang biasanya diolah menjadi gaplek dan tepung tapioca. Gaplek adalah ubi kayu yang dikeringkan berkadar air kira-kira 14%. Tepung tapioca adalah tepung yang diperoleh dari parutan ubi kayu, disaring dan kemudian endapannya dikeringkan.

Pada industri tepung tapioka teknologi yang digunakan dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: 1). tradisional yaitu industri pengolahan tapioka yang masih mengandalkan sinar matahari dan produksinya sangat tergantung pada musim, 2). semi modern yaitu industri pengolahan tapioka yang menggunakan mesin pengering (oven) dalam melakukan proses pengeringan dan 3). full otomate yaitu industri pengolahan tapioka yang menggunakan mesin dari proses awal sampai produk jadi. Industri tapioka yang menggunakan peralatan full otomate ini memiliki efisiensi tinggi karena proses produksi memerlukan tenaga kerja yang sedikit, waktu lebih pendek dan menghasilkan tapioka berkualitas (SIPUK Bank Indonesia, 2008).

Selain menghasilkan tepung, pengolahan tapioka juga menghasilkan limbah, baik limbah padat maupun limbah cair. Limbah padat seperti kulit singkong dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak dan pupuk, sedangkan onggok (ampas) dapat digunakan sebagai sebagai bahan baku pada industri pembuatan saus, campuran kerupuk, obat nyamuk bakar dan pakan ternak. Limbah cair dapat dimanfaatkan untuk pengairan sawah dan ladang, selain itu limbah cair pengolahan tapioka dapat diolah menjadi minuman nata de cassava (SIPUK Bank Indonesia, 2008).

(24)

Sektor industri diharapkan mampu menghasilkan sendiri berbagai macam sarana produksi yang diperlukan oleh industri pengolah pertanian meliputi: usaha yang mengolah bahan baku menjadi komoditi yang secara ekonomi menambah nilainya (Karmadi, 2003).

Teknologi bertujuan untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi, memperluas spectrum pemanfaatan nilai tambah yang pada akhirnya bertujuan untuk meningkatkan daya saing suatu komoditi di pasar. Oleh karena, itu teknologi akan terus berkembang dalam memasuki era industrialisasi, perkembangan tersebut tidak dapat diabaikan (A. M. Safari, 1989).

Langkah yang ditempuh untuk peningkatan produksi dan produktivitas ubi kayu nasional adalah menumbuhkembangkan pola agribisnis di daerah-daerah sentra produksi. Disamping itu untuk memacu penganekaragaman produk dan stabilitas harga (pasar) perlu ditumbuhkembangkan industri pengolahan hasil yang berwawasan agroindustri berbahan baku ubi kayu (R. Rukmana, 1997). Pengembangan yang terjadi dalam perusahaan – perusahaan yang lebih besar atau kurang padat karya mempunyai implikasi bagi kesempatan kerja dan pembagian pendapatan (Falcon W P, 1986).

Dengan berkembangnya usaha pengolahan ubi kayu, maka selain terjadi peningkatan pendapatan masyarakat juga memperluas kesempatan kerja. Hal ini akan menyebabkan berkembangnya usaha dari faktor-faktor pendukung usaha pengolahan ubi kayu ini.

Landasan Teori

(25)

sampai kepada konsumen akhir yang disertai penambahan guna bentuk melalui proses pengolahan, guna tempat melalui proses pengangkutan dan guna waktu melalui proses penyimpanan (Sudiyono, 2004).

Dalam pemasaran terdapat empat prinsip dasar yang terdiri 4P, yaitu : • Product (produk)

Price (harga) Place (tempat)

Promotion (promosi)

Metode ini dikenal dengan Bauran Pemasaran (Marketing Mix). Produk merupakan segala sesuatu yang dapat ditawarkan produsen untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan pasar. Dua hal penting dari sebuah produk adalah manfaat produk dan atribut produk (merek, kemasan, penampilan fisik). Harga merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi permintaan pasar. Harga memberikan hasil pada perusahaan dengan menciptakan sejumlah pendapatan dan keuntungan. Tempat berhubungan dengan aktivitas perusahaan untuk menyediakan produknya di pasar pada waktu yang tepat. Promosi merupakan salah satu aktivitas pemasaran yang memungkinkan perusahaan untuk berkomunikasi dan membujuk pelanggan untuk membeli produknya.

(26)

Istilah tataniaga diartikan sama dengan pemasaran atau distribusi yaitu kegiatan ekonomi yang berfungsi membawa atau menyampaikan barang dari produsen ke konsumen. Tataniaga atau pemasaran tidak dapat diterima bila hanya diartikan secara sempit. Pada dasarnya terdapat tiga tipe fungsi pemasaran, yaitu 1) Fungsi pertukaran; 2) Fungsi fisik dan 3) Fungsi penyediaan fasilitas (Sudiyono, 2004).

Fungsi Pertukaran adalah semua tindakan untuk memperlihatkan

pemindahan hak milik atas barang dan jasa. Fungsi ini dibagi atas dua bagian : a). fungsi penjualan,yaitu alat pemasaran bagi produsen dan b). fungsi pembelian, yaitu usaha memilih barang yang dibeli tersebut untuk dijual lagi atau digunakan sendiri. Fungsi Fisik adalah semua tindakan atau perlakuan terhadap barang, sehingga memperoleh kegunaan waktu dan tempat. Funsi ini terbagi atas dua bagian : 1). fungsi penyimpanan, yaitu menciptakan faedah-faedah waktu karena melakukan penyesuaian antara penawaran dan permintaan, 2). fungsi pengangkutan, yaitu pemindahan barang dari tempat barang dihasilkan ke tempat konsumsi. Fungsi Fasilitas adalah semua tindakan yang menunjang kelancaran pelaksanaan fungsi pertukaran dan fisik. Fungsi ini dapat dibagi atas empat bagian, yaitu 1) .fungsi standarisasi dan grading, 2). fungsi penanggung resiko, 3). fungsi pembiayaan dan 4). fungsi informasi pasar. Salah satu masalah dalam pemasaran hasil pertanian bagi petani adalah kecilnya persentase harga yang diterima oleh petani dari harga yang dibayar oleh konsumen (Ginting, 2006).

(27)

antara harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima petani. Kondisi tak seimbangnya harga ubi kayu di tingkat petani dengan di pasaran, umumnya disebabkan terlalu banyak mata rantai dalam perdagangan komoditas pertanian. Akibatnya, terjadi saling tekan harga antar lini. Idealnya, rantai perdagangan komoditas ubi kayu tidak begitu banyak. Namun pada sisi lain, petani pun harus mempunyai kemampuan mengamati pasar (Anonimus, 2004).

Fungsi pemasaran yang diperankan oleh para pedagang adalah fungsi beli, jual, sortasi, packing, penyimpanan, transport dan marketing loss. Semakin banyak fungsi pemasaran yang dilakukan oleh pedagang perantara maka semakin besar biaya yang dikeluarkannya dan hal ini menuntut balas jasa yang semakin besar pula (Rahman, 2002).

(28)

Biaya pemasaran adalah biaya yang terdiri dari semua jenis pengeluaran yang dikorbankan oleh setiap middleman (perantara) dan lembaga-lembaga pemasaran yang berperan secara langsung dan tidak langsung dalam proses perpindahan barang, dan keuntungan (profit margin) yang diambil oleh middleman / lembaga tataniaga atas jasa modalnya dan jasa tenaganya dan

menjalankan aktifitas pemasaran tersebut. Biaya pemasaran terjadi sebagai konsekuensi logis dari fungsi-fungsi pemasaran. Biaya pemasaran ini menjadi bagian tambahan harga pada barang-barang yang harus ditanggung oleh konsumen. Oleh sebab itu biaya pemasaran yang tinggi akan membawa efek kepada harga beli konsumen. Disamping itu, biaya tataniaga yang tinggi juga akan membuat sistem pemasaran kurang/tidak efisien (Gultom, 1996).

Semakin banyak lembaga tataniaga yang terlibat, semakin panjang rantai tata niaga dan semakin besar biaya pemasaran komoditi tersebut. Secara teknis dapat dikatakan bahwa semakin pendek rantai tata niaga suatu barang hasil pertanian, maka:

a. biaya tata niaga semakin rendah, b. margin tata niaga juga semakin rendah,

c. harga yang harus dibayarkan konsumen semakin rendah, d. harga yang diterima produsen semakin tinggi (Daniel, 2002).

(29)

individu lainnya. Pedagang/agen dikenal sebagai middleman (perantara) dan jalan yang ditempuh barang-barang dari produsen hingga sampai ke konsumen dikenal sebagai channel of marketing atau mata rantai saluran tataniaga. Pengertian jarak dalam perjalanan barang itu dinyatakan dengan banyaknya middleman yang terdapat di sepanjang mata rantai saluran tataniaga. Semakin panjang rantai saluran pemasaran maka semakin besar biaya pemasaran sehingga marjin pemasaran pun semakin tinggi yang mengakibatkan harga yang diterima petani (farmer’s share) semakin kecil. Terdapat beberapa perantara dalam pemasaran

yaitu :

1. Pedagang pengumpul kota (merchant wholesalers) atau grosir memberi merek pada barang yang mereka jual dan terutama menjualnya ke penjual lain (pengecer), pelanggan industri, dan pelanggan omesial lain, daripada ke konsumen individu.

2. Perantara agen (agen middleman), seperti wakil pabrikan, juga menjual ke penjual ulang (reseller) lain dan pelanggan industri atau komersial, tapi tidak memberi merek pada barang yang mereka jual. Biasanya berspesialisasi dalam fungsi penjualan dan bertindak sebagai klien pabrikan atas dasar komisi.

3. Pengecer (retailers) menjual barang dan jasa secara langsung e konsumen akir untu penggunaan kegiatan nonbisnis mereka.

(30)

Marjin pemasaran merupakan perbedaan harga yang dibayarkan oleh konsumen dengan harga yang diterima oleh produsen. Perhitungan marjin pemasaran digunakan untuk melihat setiap saluran pemasaran aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh lembaga pemasaran dalam menjalankan fungsi-fungsi pemasaran yang mengakibatkan adanya perbedaan harga ditingkat produsen dan di tingkat konsumen. Komponen marjin pemasaran terdiri dari biaya-biaya yang diperlukan lembaga-lembaga pemasaran untuk melakukan fungsi-fungsi pemasaran yang disebut dengan biaya pemasaran atau biaya fungsional dan keuntungan lembaga pemasaran (Sudiyono, 2004).

Tujuan analisis marjin pemasaran untuk melihat efisiensi pemasaran yang diindikasikan oleh besarnya keuntungan yang diterima oleh masing-masing pelaku pemasaran. Semakin tinggi harga yang diterima produsen, semakin efisien sistem pemasaran tersebut. Besarnya keuntungan yang diterima oleh masing-masing pelaku pemasaran relatif terhadap harga yang dibayar konsumen dan atau relatif terhadap biaya pemasaran terkait dengan peran yang dilakukan oleh masing-masing pelaku.

Marjin pemasaran yang dikelompokan menurut jenis biaya yang sama disebut juga price spread atau absolut margin. Jika angka-angka price spread dipersenkan terhadap harga beli konsumen, maka diperoleh share margin (Gultom, 1996).

(31)

pemasaran. Menurut Mubyarto (1986) efisiensi pemasaran untuk komodias pertanian dalam suatu sistem pemasaran dianggap efisien apabila :

a. mampu menyampaikan hasil-hasil dari petani produsen kepada konsumen dengan biaya yang semurah-murahnya

b. mampu mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayar konsumen akhir kepada semua pihak yang ikut serta di dalam kegiatan produksi dan pemasaran.

Suatu perubahan yang dapat memperkecil biaya pemasaran tanpa mengurangi kepuasan konsumen, menunjukan adanya perbaikan dalam efisiensi pemasaran. Semakin tinggi marjin pemasaran suatu komoditi semakin rendah tingkat efisiensi sistem pemasaran. Pada umumnya suatu sistem pemasaran untuk sebagian produk hasil pertanian dapat dikatakan sudah efisien bila share margin petani berada di atas 50 % (Gultom, 1996).

Salah satu kegunaan dari perhitungan marketing margin dan share margin ialah untuk mengetahui tingkat efisiensi tataniaga. Secara umum dapat dikatakan bahwa makin tinggi margin suatu komoditi semakin rendah tingkat efisiensi tingkat tataniaga.

Kerangka Pemikiran

(32)

maupun bahan jadi bagi industri pakan ternak nasional. Industri pengolahan ubi kayu adalah usaha yang umumnya menghasilkan produk yaitu tepung tapioca, opak . Industri pengolahan ubi kayu merupakan usaha yang bergantung pada ketersediaan produksi ubi kayu di sekitar lokasi usaha, maupun produksi ubi kayu yang berasal dari luar lokasi usaha.

Opak dan Tepung Tapioka merupakan salah satu usaha perindustrian yang memiliki prospek yang cukup cerah untuk dikembangkan karena selain semua bagian dari tanaman opak dapat diolah juga dapat membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat Indonesia.

Panjang pendeknya saluran pemasaran suatu barang ditandai oleh berapa banyaknya pedagang perantara yang dilalui oleh barang tersebut sejak dari produsen hingga konsumen akhir. Umumnya pengusaha ataupun produsen opak dan tepung tapioca tidak menjual langsung hasil industrinya kepada konsumen.

(33)

pembelian dan harga penjualan dalam batas-batas tertentu sehingga menghasilkan sejumlah keuntungan yang diinginkan.

Pengusaha Tepung Tapioka menjual hasil produksi terlebh dahulu ke Pedagang Pengumpul Desa. Pedagang Pengumpul Desa kemudian menjualnya ke pedagang pengumpul kota yang akan menjualnya langsung kepada konsumen seperti industry pengolahan lainnya . Pengusaha ada juga yang menjual langsung ke pedagang pengumpul di desa kemudian pedagang pengumpul menjual ke pedagang pengumpul luar kota. Pedagang pengumpul luar kota menjual ke konsumen. Selama proses itu, masing-masing lembaga melakukan fungsi-fungsi pemasaran, misalnya pembelian, penjualan, sortasi, transportasi, penyimpanan dan lain-lain. Pedagang pengumpul mempunyai posisi yang kuat dalam pemasaran opak. Mereka memiliki modal yang besar dan mampu menentukan harga pembelian dan harga penjualan dalam batas-batas tertentu sehingga menghasilkan sejumlah keuntungan yang diinginkan.

(34)

Dalam memasarkan hasil produksi opak dan tepung tapioka sampai kepada konsumen akhir, seringkali produk yang dipasarkan telah melalui beberapa lembaga pemasaran yang ada. Hal ini dikarenakan adanya keterbatasan produsen dalam menjalankan fungsi pemasaran. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa produsen memasarkan opak dan tepung tapioka langsung kepada konsumen akhir.

Dalam memasarkan hasil produksi opak dan tepung tapioka diperlukan juga biaya pemasaran. Biaya pemasaran komoditi pertanian biasanya diukur secara kasar dengan share margin dan price spread. Biaya pemasaran ini diperlukan oleh lembaga-lembaga pemasaran untuk melakukan fungsi-fungsi pemasaran mulai dari produsen hingga ke konsumen akhir.

Dalam arti sempit biaya pemasaran seringkali dibatasi artinya sebagai baiaya penjualan yaitu biaya-biaya yang dikeluarkan untuk menjual barang ke pasar. Baiaya pemasaran yang tinggi dapat membuat sistem pemasaran kurang efisien. Dalam arti luas biaya pemasaran tidak hanya meliputi biaya penjualan saja, tetapi didalamnya biaya penyimpanan, pengepakan, transportasi, pengolahan dan biaya promosi.

Usaha pengolahan ubi kayudipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat ditinjau secara internal. Secara internal usaha pengolahan ubi kayu dipengaruhi oleh input yang terdiri dari bahan baku, modal kerja, proses (metode) yang terdiri dari teknologi dan skala usaha.

(35)

produksi, dalam penelitian seperti pisau,ember, meja dan lain-lain. Manusia sebagai faktor produksi juga sangat menentukan keberhasilan suatu usaha. Manusia sebagai tenaga kerja membutuhkan keterampilan sebagai motor penggerak bagi keberlangsungan usaha. Untuk menunjang faktor input ini secara keseluruhan dibutuhkan modal kerja.

Proses(metode) yang digunakan dalam usaha pengolahan ubi kayu tidak terlepas dari teknologi yang digunakan. Teknologi bertujuan untuk efisiensi tenaga kerja dan peningkatan nilai tambah yang pada akhirnya bertujuan untuk meningkatkan daya saing suatu komoditi dalam pasaran. Proses (metode) juga tidak terlepas dari besar kecilnya unit skala usaha. Besarnya unit skala usaha dalam hal ini dilihat berdasarkan jumlah tenaga kerja yang digunakan dalam usaha tersebut.

Usaha pengolahan ubi kayu memberikan pengaruh positif terhadap serapan tenaga kerja karena dengan adanya usaha pengolahan ini, akan dibutuhkan tenaga kerja bagi masyarakat sebagai tenaga kerja maupun bagi pengusaha pengolahan ubi kayu.

(36)

Keterangan :

PPD : Pedagang Pengumpul Desa

PPK : Pedagang Pengumpul Kota

PPLK : Pedagang Pengumpul Luar Kota

: Menyatakan Pengaruh : Menyatakan hubungan

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran

(37)

Hipotesis Penelitian

1. Terdapat beberapa saluran pemasaran produk hasil olahan ubi kayu di daerah penelitian.

2. Terdapat perbedaan share margin, price spread (pengelompokan harga) dan marketing margin(biaya pemasaran), pasar setiap saluran pemasaran di daerah penelitian.

3. Terdapat tingkat efisiensi yang berbeda-beda pada saluran pemasaran produk hasil olahan ubi kayu di daerah penelitian.

(38)

METODE PENELITIAN

Penentuan Daerah Penelitian

Secara teritorial, pengamatan/penelitian ini akan mempunyai 2 lingkup

cakupan wilayah penelitian yakni Industri Tapioka berada Kecamatan Sei Rampah, Kabupaten Serdang Bedagai. Sedangkan Daerah penelitian yang

dipilih untuk Industri Opak di Desa Tuntungan I, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang. Daerah penelitian dipilih secara purposive (sengaja) berdasarkan pertimbangan bahwa kedua daerah tersebut merupakan daerah sentra industri pengolahan ubi kayu dan kedua daerah tersebut dapat dijangkau oleh peneliti.

Pengambilan Sample

Metode pengambilan sampel dilakukan dengan metode sensus. Menurut Supranto (2003), metode sensus adalah pencatatan yang menyeluruh terhadap elemen-elemen yang menjadi objek penelitian. Ini dilakukan terhadap populasi dengan jumlah yang sedikit.

Dalam penelitian ini populasi dijadikan sampel, sehingga metode yang digunakan adalah metode sensus. Jumlah sampel dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 2. Data Usaha Pengolahan Ubi Kayu/Tepung Tapioka di Kecamatan Sei Rampah

No. Desa Populasi Unit Usaha Sampel

1. Pergulaan 1 1

2. Simpang Empat 2 2

3. Cempedak Lobang 1 1

4. Firdaus 1 1

TOTAL 5 5

(39)

Untuk industri opak berada di Desa Tuntungan 1, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang. Jumlah industri opak yang terdapat di Desa Tuntungan 1 sebanyak 26 pabrik opak. Jadi sampel yang diambil sebanyak 26 sampel.

Proses Pengolahan Tepung Tapioka

Proses pengolahan tepung tapioka adalah sebagai berikut:

1. Ubi kayu jenis mentega sebagai bahan baku pertama dikupas untuk memisahkan kelit dengan daging ubi kayu.

2. Setelah di kupas selanjutnya di cuci untuk membersihkan kotoran yang ada pada ubi kayu tesebut sebanyak 2 kali.

3. Setelah dari tempat pencucian ubi kayu disalurkan ke dalam mesin penggilingan sampai halus.

4. Selanjutnya hasil gilingan ubi kayu tersebut dimasukkan ke dalam bak pengendapan selam 1 malam untuk memisahkan ampas dengan santan.

5. Setelah diperoleh getah inti (getah santan) yang kental maka selanjutnya dikemas ke dalam goni.

6. Setelah dimasukkan ke dalam goni la dilakukan penjemuran kurang lebih selam 3 jam di bawah sinar matahari.

7. Setelah itu dilakukan penghalusan dengan alat yang sudah ada. 8. Setelah selesai lalu dipacking untuk dijual.

Proses PengolahanOpak

Proses pengolahan opak adalah sebagai berikut :

(40)

2. Setelah dikupas, kemudian ubi kayu tersebut ditimbang lalu dimasukkan ke dalam bak pencucian untuk menghilangkan kotoran yang masih ada.

3. Setelah selesai dicuci lalu ubi-ubi tersebut direbus kira-kira 2,5 jam lamanya atau sampai matang.

4. Selanjutnya ubi yang telah matang dimasukkan ke bak pemecah dan ditunggu sampai dingin lalu dipecahkan.

5. Ubi yang telah pecah tersebut dimasukkan ke mesin penggiling sedikit demi sedikit kemudian dipress sampai tipis.

6. Setelah itu dimasukkan ke dalam cetakan kemudian dijemur. 7. Setelah kering, maka opak ini siap untuk dikemas dan dipasarkan.

(41)

Proses Pengolahan Tepung Tapioka Proses Pengolahan Opak

Gambar 2. Skema proses pengolahan Tepung Tapioka dan Opak

Ubi segar di kupas

Pengemasan Di masukkan ke

dalam goni

Penjemuran Pengendapan

Pencucian I

Penggilingan Pencucian II

Penghalusan

Penggilingan Pendinginan Perebusan Dimasukkan ke dalam

bak pencucian Ditimbang Ubi segar di kupas

Pengepresan

Pencetakan

Penjemuran

(42)

Pedagang Sampel

Populasi sampel dalam penelitian ini adalah pedagang opak dan tepung tapioka yang menjual opak dan tepung tapioka dalam bentuk mentah untuk pedagang pengumpul desa, pedagang pengumpul kota, maupun pedagang pengumpul luar kota. Untuk pengambilan sampel pedagang ditentukan dengan metode snowball sampling, yaitu dengan bantuan informan dan dari key-informan inilah akan berkembang sesuai petunjuknya. Dalam hal ini peneliti

hanya mengungkapkan kriteria sebagai persyaratan untuk dapat dijadikan sampel (Subagyo, 1997).

Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari pengusaha ubi kayu dengan metode wawancara dan menggunakan kuesioner yang telah dipersiapkan terlebih dahulu. Data yang diambil meliputi idenditas pengusaha, jumlah bahan baku yang digunakan/hari/minggu/bulan, jumlah tenaga kerja, system penjualan, biaya pengolahan, hasil penjualan dari hasil olahan, keuntungan dari hasil olahan, kendala-kendala yang dihadapi, penggunaan teknologi dan lain – lain yang dianggap berhubungan dengan hipotesis yang akan diteliti.

(43)

Metode Analisis Data

Data yang diperoleh dari lapangan terlebih dahulu ditabulasi secara sederhana dan selanjutnya dianalisis dengan metode analisis yang sesuai.

a. Untuk hipotesis 1 digunakan analisis deskriptif (dengan cara menggambarkan dan menjelaskan) berdasarkan survei yang dilakukan di daerah penelitian. b. Untuk hipotesis 2 dan 3 digunakan tabulasi sederhana dengan menghitung

biaya pemasaran, price spread, share margin serta keuntungan yang diterima produsen dan masing-masing lembaga pemasaran dan dapat diukur efisiensi pemasaran pada setiap saluran pemasaran.

Untuk menghitung margin pemasaran digunakan rumus : Mji = Psi – Pbi…...(1)

Mji = Bti - µi………(2) µ i = Mji – Bti…….(3)

maka akan diperoleh margin pemasaran total adalah :

Mj = ∑Mji…………(4)

Dimana :

Mji = Margin pada lembaga pemasaran ke-i

Psi = harga penjualan pada lembaga pemasaran ke-i Bti = biaya pemasaran lembaga pemasaran ke-i µ i = keuntungan pada lembaga pemasaran ke-i Mj = margin pemasaran total

i = 1,2,3,…n

Untuk menghitung share margin digunakan rumus: Pp

Pk

(44)

Di mana : Sm = Share margin dihitung dalam %

Pp = Harga yang diterima pengusaha ubi kayu Pk = Harga yang di bayar oleh konsumen terakhir

Untuk menghitung tingkat efisiensi pada hipotesis 3 mengunakan rumus : Biaya Pemasaran

Dalam hal ini pemasaran akan semakin efisien apabila Ep semakin kecil (Soekartawi,2002). Oleh karena itu efisiensi pemasaran akan terjadi apabila : 1. Biaya pemasaran dapat ditekan sehingga keuntungan pemasaran dapat lebih

tinggi.

2. Persentase perbedaan harga yang dibayarkan konsumen dan produsen tidak terlalu tinggi.

3. Tersedianya fasilitas fisik pemasaran 4. Adanya kompetisi pasar yang sehat

Untuk hipotesis 5 diolah dengan menggunakan metode analisis deskriptif, Adapun yang dianalisis adalah :

1. Ketersediaan Bahan Baku untuk pengolahan 2. Jumlah tenaga kerja yang digunakan

3. Sumber modal yang digunakan industry pengolahan

4. Jenis dan ketersediaan teknologi yang dipergunakan untuk pengolahan.

Defenisi dan Batasan Operasional

Adapun defenisi dan batasan operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

× 1OO% Nilai Produk yang dipasarkan

(45)

Defenisi Operasional

1. Petani adalah petani yang mengusahakan lahan dengan komoditi ubi kayu di daerah penelitian.

2. Industri pengolahan adalah industry yang mengolah ubi kayu segar menjadi produk olahan seperti tepung tapioka dan opak. Industri pengolahan yang dimaksud adalah industri yang mengolah produk olahan

1

/2 jadi.

3. Pedagang pengumpul desa adalah pedagang yang membeli produk hasil olahan ubi kayu dari pengusaha opak dan tepung tapioka dan menjualnya kembali kepada pedagang pengumpul kota dan juga pedagang pengumpul luar kota.

4. Share margin adalah persentase price spread terhadap harga beli konsumen.

5. Price spread adalah kelompok harga beli dan harga jual atau biaya-biaya pemasaran menurut fungsi pemasaran yang dilakukan dan margin keuntungan dari setiap lembaga pemasaran.

6. Efisiensi pemasaran adalah suatu keadaan dimana diperoleh bagian yang adil bagi semua lembaga yang terkait dalam pemasaran.

(46)

Batasan Operasional

1. Waktu penelitian dilaksanakan pada tahun 2010

2. Tempat penelitian adalah Desa Tuntungan I, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang, Propinsi Sumatera Utara dan Kecamatan Sei Rampah, Kabupaten Serdang Bedagai, Propinsi Sumatera Utara.

3. Sampel adalah pengusaha industri pengolahan ubi kayu yaitu Industri Tapioka dan Opak.

(47)

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK SAMPEL

Deskripsi Daerah Penelitian

Daerah penelitian terdiri dari dua daerah penelitian yakni untuk Industri Tapioka berada di Kecamatan Sei Rampah, Kabupaten Serdang Bedagai, dan untuk Industri Opak berada di Desa Tuntungan I Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang.

Luas Daerah dan Letak Geografis.

Kecamatan Sei Rampah berada di Kabupaten Serdang Bedagai. Secara administratif batas-batas Kecamatan Sei Rampah adalah :

- Sebelah Utara : Kecamatan Teluk Mengkudu - Sebelah Selatan : Kecamatan Sei Bamban - Sebelah Timur : Kecamatan Dolok Masihul - Sebelah Selatan : Kecamatan Tanjung Beringin

Kecamatan Sei Rampah memiliki 17 desa dan 105 dusun dengan ketinggian 7-13 m di atas permukaan laut dengan temperatur udara maksimal 230C. Luas kecamatan ± 210,22 Ha.

Desa Tuntungan I berada di Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang. Secara administratif batas-batas Desa Tuntungan I adalah

(48)

Tata Guna Lahan

Tabel 3. Data mengenai luas lahan dan penggunaan lahan Desa Tuntungan I

No Uraian Luas (Ha) Persentase (%)

Sumber : Kantor Kepala Desa Tuntungan I Tahun 2009

Penggunaan lahan terbesar adalah untuk pertanian yaitu sebesar 180,75 Ha dengan persenatase 68,1 %.

Keadaan Penduduk

Jumlah penduduk Kecamatan Sei Rampah adalah sebanyak 61.929 jiwa, meliputi 33.034 jiwa laki-laki dan 32.713 jiwa perempuan. Dengan jumlah rumah tangga sebanyak 15.710 Rumah Tangga. Kepadatan Penduduk sebesar 300.35. Mayoritas penduduk memeluk agama Islam yakni sebesar 53.995 jiwa, Kristen Katolik 538 jiwa, Kristen Protestan 50 jiwa, Budha 2.376 jiwa dan Hindu 6 jiwa.

Jumlah Penduduk Desa Tuntungan I sebanyak 3245 jiwa, meliputi 1623 jiwa laki-laki dan 1622 jiwa perempuan.

Tabel 4. Jumlah Penduduk berdasarkan golongan umur

No. Golongan Umur (Tahun) Jumlah (Jiwa)

1. 0 – 4 73

(49)

Gambaran umum yang didapat peneliti mengenai daerah ini adalah bahwa penduduknya sangat ramah dan sangat akrab dimana penduduknya saling mengenal satu sama lain. Bahasa yang digunakan di dalam berkomunikasi sehari-hari adalah bahasa Jawa. Mayoritas penduduk memeluk agama Islam yakni 2774 jiwa, Kristen Protestan 64 jiwa, Kristen Katolik 57 jiwa, dan Hindu sebanyak 10 jiwa.

Sosial Ekonomi

Mata pencaharian penduduk di Kecamatan Sei Rampah yang utama adalah bertani. Selain itu ada juga penduduk yang bekerja sebagai pedagang dan pegawai negri atau swasta.

Tabel 5. Distribusi jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian

Sumber : BPS Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2009

Mata pencaharian penduduk di Desa Tuntungan I yang utama adalah bertani. Selain itu ada juga penduduk yang bekerja sebagai pedagang dan pegawai negri atau swasta.

Tabel 6. Distribusi jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian

No. Mata Pencaharian Jumlah Persentase (%)

1. Petani 128 14,7

Sumber : Kantor Kepala Desa Tuntungan I Tahun 2009

No. Mata Pencaharian Jumlah Persentase (%)

(50)

Sarana dan Prasarana

Sarana transportasi yang dipergunakan untuk mencapai Kecamatan Sei Rampah adalah kendaraan bermotor. Prasarana yang ada sudah cukup mendukung arus mobilitas penduduk Kecamatan Sei Rampah, hal ini ditambahi dengan ruas jalan yang sudah diaspal.

Tabel 7. Sarana dan Prasarana yang ada di Kecamatan Sei Rampah

No. Sarana dan Prasarana Jumlah

1. Pendidikan

Sumber : BPS Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2009

Saat ini sarana pendidikan yang ada di Kecamatan Sei Rampah adalah sekolah dasar 10 unit, 8 unit untuk sekolah lanjutan tingkat pertama dan sekolah menengah atas sebanyak 7 unit.

Sarana transportasi yang dipergunakan untuk mencapai Desa Tuntungan I adalah kendaraan bermotor. Prasarana yang ada sudah cukup mendukung arus mobilitas penduduk Desa Tuntungan I, hal ini ditambahi dengan ruas jalan yang sudah diaspal. Sarana dan Prasarana yang ada di Desa Tuntungan I dapat dilihat pada Tabel 8 di bawah ini :

Tabel 8. Sarana dan Prasarana yang ada di Desa Tuntungan I

No. Sarana dan Prasarana Jumlah

1. Pendidikan:

(51)

Saat ini sarana pendidikan yang ada di Kecamatan Sei Rampah adalah sekolah dasar 3 unit, 1 unit untuk sekolah lanjutan tingkat pertama dan sekolah menengah atas ada di ibukota Kecamatan.

Karakteristik Sampel Opak

Pengusaha Opak adalah pengusaha yang memiliki mata pencaharian mengolah ubi kayu menjadi industri opak dan pada umumnya para pengusaha industri opak menjadikan industri ubi kayu menjadi mata pencaharian utama para mereka . Pendapatan yang diperoleh dari usaha industri opak ini lebih besar dan sudah merupakan usaha keluarga yang sudah turun temurun dari orang tua mereka. Hal ini dapat dilihat pada hasil produksi, dimana untuk sekali proses produksi opak dapat menghasilkan 600 kg opak setiap hari. Sehingga dalam seminggu para pengusaha opak dapat menghasilkan 3,6 ton opak siap jual. Pengusaha opak di Desa Tuntungan I masih menggunakan teknologi yang masih semi modern dilihat dari mesin yang digunakan. Di samping sebagai pengusaha opak para pengusaha juga memelihara ternak sapi dan lembu. Menurut data yang diperoleh di lapangan populasi pengusaha opak di Desa Tuntunngan I sebesar 26 kk.

Tabel 9. Karakteristik dari pengusaha opak

No. Karakteristik Pengusaha Opak Pengusaha

Rataan Range

1. Umur Pengusaha (Tahun) 41.04 33 - 54

2. Pengalaman Usaha (Tahun) 18.27 6 - 38

3. Bahan Baku (Kg) 2219.23 1700 - 3000

4. Jumlah Tenaga Kerja 17.12 10 - 22

5. Produksi (Kg) 665.77 510 - 900

(52)

Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa :

1. Umur rata-rata pengusaha opak di Desa Tuntungan I adalah 41.04 tahun. Ini berarti pengusaha opak di Desa Tuntungan Imasih dalam kategori produktif sehingga dari segi fisik masih mampu untuk mengelola usaha opaknya.

2. Segi pengalaman berusaha dapat dilihat bahwa rata-rata pengalaman berusaha pengusaha opak adalah 18.27 tahun, ini merupakan pengalaman yang cukup lama jika dilihat dari dimulainya industri opak di Tuntungan I yang dimulai pada tahun 70an.

3. Rata-rata jumlah bahan baku ubi kayu yang digunakan di Desa Tuntungan I sebesar 2219.23 kg. Hal ini berpengaruh pada jumlah produksi opak yang dihasilkan setiap pengusaha dalam satu kali proses produksi opak. 4. Jumlah tenaga kerja yang digunakan dalam usaha opak di Desa Tuntngan I

rata-rata 17.12 tenaga kerja dengan rentang sebesar 10 sampai 22 tenaga kerja. Hal ini menunjukkan bahwa industri opak banyak menyerap tenaga kerja.

5. Produksi opak rata-rata 665.77 kg di Desa Tuntungan I dengan rentang produksi 510 sampai 900 kg opak.

Karakteristik Sampel Tapioka

(53)

keluarga yang sudah turun temurun dari orang tua para pengusaha. Hal ini dapat dilihat pada hasil produksi, dimana untuk industri tapioka dapat menghasilkan 2 ton tepung tapioka setiap hari. Sehingga dalam seminggu pengusaha tapioka dapat mendapatkan hasil sebessar 12 ton tepung tapioka. Pengusaha tapioka di Kecamatan Sei Rampah masih menggunakan teknologi yang masih semi modern dilihat dari mesin yang digunakan. Di samping sebagai pengusaha tepung tapioka selain mengusahakan industri tepung tapioka para pengusaha juga menanam kelapa sawit. Menurut data yang diperoleh di lapangan populasi pengusaha tepung tapioka di Kecamatan Sei Rampah sebesar 5 kk.

Tabel 10. Karakteristik dari pengusaha tepung tapioka

No. Karakteristik Pengusaha Tapioka Pengusaha

Rataan Range

1. Umur Pengusaha (Tahun) 26.58 32 - 45

2. Pengalaman Usaha (Tahun) 12 7 - 20

3. Bahan Baku (Kg) 5280 5000 - 5600

4. Jumlah Tenaga Kerja 13 12 - 14

5. Produksi (Kg) 2020 1850 - 2500

Sumber : Data primer diolah, Lampiran 1

Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa :

1. Umur rata-rata pengusaha Tapioka di Kecamatan Sei Rampah adalah 26.58 tahun. Ini berarti pengusaha Tapioka di Kecamatan Sei Rampah masih dalam kategori produktif sehingga dari segi fisik masih mampu untuk mengelola usaha Tepung Tapioka.

(54)

3. Rata-rata jumlah bahan baku ubi kayu yang digunakan untuk industri Tapioka di Kecamatan Sei Rampah sebesar 5280 kg. Hal ini berpengaruh pada jumlah produksi tepung tapioka yang dihasilkan setiap pengusaha dalam satu kali proses produksi tapioka.

4. Jumlah tenaga kerja yang digunakan dalam usaha Tepung Tapioka di Kecamatan Sei Rampah rata-rata 13 tenaga kerja dengan rentang sebesar 12 sampai 14 tenaga kerja. Hal ini menunjukkan bahwa industri tepung tapioka banyak menyerap tenaga kerja.

5. Produksi tepung tapioka rata-rata 2020 kg di Kecamatan Sei Rampah dengan rentang produksi 1850 sampai 2500 kg tepung tapioka.

Pedagang Perantara Opak

(55)

Tabel 11. Krakteristik pedagang sampel

No Karakteristik Pedagang

PPD P.Pengumpul Kota PPLK

Rata-

Sumber : Data primer diolah, Lampiran , 3, 4 dan 5

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa :

1. Rata-rata umur pedagang pengumpul desa yaitu 38.75 tahun, pedagang pengumpul kota 34 tahun dan pedagang pengumpul luar kota 45 tahun. Semuanya masih merupakan kelompok umur produktif.

2. Rata-rata pengalaman usaha untuk masing-masing pedagang sampel 19.25 tahun untuk pedagang pengumpul desa, 8 tahun untuk pedagang pengumpul kota dan 45 tahun untuk pedagang pengumpul luar kota.

3. Rata-rata volume penjualan dari tiap pedagang selama per minggunya sebanyak 5750Kg opak untuk pedagang pengumpul desa, 16500 kg opak untuk pedagang pengumpul kota dan 6500 kg opak yang dapat dijual pedagang pengumpul luar kota tiap minggunya.

4. Rata-rata harga beli pedagang pengumpul desa Rp 5500/kg, untuk pedagang pengumpul kota Rp 5700/kg dan pedagang pengumpul luar kota rata-rata harga belinya Rp 5700/ kg opak.

(56)

Pedagang Perantara Tepung Tapioka

Penentuan pedagang perantara sample dilakukan dengan penelusuran dengan cara bertanya kepada pengusaha tapioka kepada siapa mereka menjual tepung tapioka. Untuk pedagang pengumpul kota diperoleh dengan menanyakan kepada pedagang pengumpul desa kemudian untuk pedagang pengecer diperoleh dari pedagang pengumpul kota. Dengan cara tersebut diperoleh jenis pedagang mulai dari agen sampai ke pedagang pengecer. Karakteristik pedagang sampel dapat dilihat pada Tabel 12 berikut ini.

Tabel 12. Krakteristik pedagang sampel

No Karakteristik Pedagang

PPD P.Pengumpul Kota PPLK

Rata-

Sumber : Data primer diolah, Lampiran 8,9 dan 10.

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa :

1. Rata-rata umur pedagang untuk kategori sampel pedagang pengumpul desa yaitu 40 tahun, pedagang pengumpul kota 42 tahun dan pedagang pengumpul luar kota 49 tahun. Semuanya masih merupakan kelompok umur produktif. 2. Rata-rata pengalaman usaha untuk masing-masing pedagang sampel 17 tahun

untuk pedagang pengumpul desa, 16 tahun untuk pedagng pengumpul kota dan 15 tahun untuk pedagang pengumpul luar kota.

(57)

minggu untuk pedagang pengumpul kota dan 6,5 ton tepung tapioca dijual pedagang pengumpul luar kota.

4. Rata-rata harga beli pedagang pengumpul desa Rp 4500/kg, untuk pedagang pengumpul kota Rp 5500/kg dan pedagang pengumpul luar kota rata-rata harga belinya Rp 5500/kg tepung tapioka.

(58)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Saluran Pemasaran Opak

Dari hasil penelitian dapat digambarkan dengan ringkas skema saluran pemasaran opak di daerah penelitian. Saluran pemasaran opak di daerah penelitian melibatkan beberapa lembaga pemasaran. Penelusuran yang dilakukan mulai dari pengusaha industry opak dan menemukan beberapa lembaga pemasaran seperti pedagang pengumpul desa, pedagang pengumpul kota dan pedagang pedagang pengumpul luar kota. Pengusaha yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah pengusaha yang menjual opak mentah berukuran gopek.

Ada dua kriteria dalam transaksi jual beli opak yaitu kriteria besar, dan kecil. Dimana untuk opak kriteria besar yaitu sebesar uang gopek(uang logam lima ratus rupiah), kriteri kecil yaitu sebesar uang 100 logam rupiah dengan harga sama per kilogramnya. Terdapat dua jenis saluran pemasaran opak di daerah penelitian. Pedagang Pengumpul Desa mengumpulkan opak dari para pengusaha di daerah penelitian lalu kemudian menjual ke pedagang besar yaitu industri makanan ringan yang bisa mengolah opak menjadi keripik opak dengan berbagai macam varietas rasa. Pedagang Pengumpul Desa yang mendatangi desa untuk membeli opak dari para pengusaha yang merupakan langganan tetap.

(59)

Gambar 3. Skema Saluran Pemasaran Opak Di Desa Tuntungan I

Dari skema di atas diketahui bahwa terdapat dua saluran pemasaran Opak di Desa Tuntungan I. Untuk lebih rinci, saluran pemasaran dapat dilihat pada bahasan berikut :

1. Saluran Pemasaran Pertama (I) :

Gambar 4. Skema pemasaran saluran I

Saluran pemasaran pertama berawal dari Pedagang Pengumpul Desa membeli opak dari pengusaha dengan volume penjualan 16.5 ton (71.73%) dengan harga Rp 5500/kg. Selanjutnya volume penjualan yang disalurkan kepada pedagang pengumpul desa kemudian akan lanjutkan ke pedagang pengumpul kota dengan volume penjualan 16.5 ton (71.73%) dengan harga Rp 5500/kg.

Medan Psr.Sambu Pengusaha Opak Desa Tuntungan I

(60)

Selanjutnya akan dilanjutkan kepada konsumen yang berada di Medan dengan volume penjualan sebesar 3.5 ton (21.21%) dengan harga Rp.6000/kg, di Binjai dengan volume penjualan sebesar 6.5 ton (39.4%) dengan harga Rp.6000/kg, lalu yang terakhir ke Diski dengan volume penjualan sebesar 6.5 ton (39.4%) dengan harga Rp.6000/kg. Konsumen dalam pemasaran opak adalah Industri – industri keripik yang mengolah opak mentah menjadi keripik opak yang beraneka rasa. Lalu dari Industri penggorengan tersebut memasarkan sendiri produk – produk keripik opak mereka. Para konsumen tersebut membeli langsung dari Agen yang memasok bahan baku opak mereka. Mereka memasarkan langsung atau menjual ke toko-toko tempat oleh-oleh untuk bisa langsung dibeli oleh konsumen.

Konsumen tersebut menjual dengan harga yang bervariasi sesuai dengan produk akhir dari opak yang sudah diolah tersebut.Melihat dari gambar diatas dapat diambil kesimpulan bahwa saluran pemasaran opak di Desa Tuntungan I ini juga termasuk pendek atau sederhana. Karena di daerah penelitian tersebut hanya ada satu lembaga yang berperan yaitu agen, yang memegang peranan utama dalam pengumpulan opak dari pengusaha.

2. Saluran Pemasaran Kedua (II) :

Gambar 5. Skema saluran pemasaran II

Saluran pemasaran pertama berawal dari Pedagang Pengumpul Desa yang langsung membeli opak dari pengusaha dengan volume pembelian 6.5 ton (28.26%) dengan harga Rp 5500/kg. Selanjutnya disalurkan kepada Pedagang Pengumpul Luar Kota dengan volume penjualan sebesar 6.5 ton (28.26%) dengan harga Rp 5800/kg selanjutnya akan disalurkan kepada industri penggorengan yang

(61)

ada di Padang dengan volume penjualan sebesar 6.5 ton (28.26%) dengan harga Rp 6000/kg, konsumen yang di maksud adalah industri keripik opak yang berskala besar. Industri penggorengan ini mengolah lagi opak-opak mentah yang berasal dari pengusaha opak menjadi keripik yang mempunyai nilai jual yang lebih tinggi karena sudah dilakukan pengolahan. Industri Penggorengen keripik opak ini memasarkan keripik opak yang sudah jadi tersebut biasanya membuka toko sendiri dan ada juga yang mendistribusikan ke toko-toko lain yang ada di Padang.

Biaya Pemasaran, Profit Margin, Price Spread dan Share Margin yang Dikeluarkan oleh Setiap Lembaga Pemasaran Opak

Untuk menganalisa efisiensi pemasaran opak perlu dihitung biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran yang berperan dalam proses pemasaran. Dalam proses pemasaran opak, pengusaha opak tidak menangung biaya pemasaran, karena pada umumnya para pedagang yaitu agen langsung mendatangi pengusaha untuk membeli langsung opak dan menangung semua biaya seperti pengangkutan, upah muat + bongkar, retribusi dan marketing lost.

a. Saluran pemasaran I

Tabel 13. Biaya pemasaran dan profit margin pemasaran saluran I

No Uraian Rp/Kg

1 Harga Jual Pengusaha 5,500

2 Harga Beli Pedagang Pengumpul Desa 5,500

(62)

Marjin pemasaran 305

4 Harga Beli Konsumen 6,024

Sumber: Data primer diolah, Lampiran 6

Biaya pemasaran tertinggi terdapat pada tingkat Pedagang Pengumpul Desa yaitu sebesar Rp 87 / kg dan biaya pemasaran terendah terdapat pada tingkat Pedagang Pengumpul Kota sebesar Rp 51 / kg. Tingginya biaya pemasaran pada tingkat Pedagang Pengumpul Desa disebabkan karena Pedagang Pengumpul Desa menjual opak ke Medan dimana biaya pemasaran terbesar di biaya upah muat + bongkar. Biaya pemasaran di tingkat Pedagang Pengumpul Kota terendah karena Pedagang Pengumpul Kota hanya menunggu opak dari Pedagang Pengumpul Desa yang hanya di kenakan biaya Marketing Lost saja.

Profit margin tertinngi terdapat di tingkat pedagang pengumpul kota

sebesar Rp 254/kg dan profit margin terendah di tingkat pedagang pengumpul desa sebesar Rp 137/kg. Marjin pemasaran yang tinggi terdapat pada tingkat pedagang pengumpul kota sebesar Rp 305/kg dan marjin pemasaran terendah pada tingkat pedagang pengumpul desa sebesar Rp 224/kg. Marketing lost yang merupakan penurunan nilai kuantitatif atau nilai kualitatif barang dalam perhitungan biaya pemasaran opak ini diambil marketing lost sebesar nol koma delapan persen yang diperoleh dengan perkalian harga beli beli per kg opak . Tabel 14. Price spread dan share margin saluran I

No Komponen Biaya Price spread ( Rp/kg) Share Margin (%)

3 Profit Margin Pedagang Pengumpul Desa 137 2.27 4 Profit Margin Pedagang Pengumpul Kota 254 4.21

5 Harga Beli Konsumen 6,024 100.00

(63)

Dari tabel dapat dilihat bahwa share margin tertinggi terdapat pada harga jual pengusaha sebesar 91.3% dan share margin terendah terdapat pada pada tingkat pedagang pengumpul desa sebesar 2.27%. Share margin harga jual pengusaha sebesar 91.3%, dari angka tersebut seakan-akan penerimaan pengusaha cukup besar padahal pengusaha harus mengeluarkan biaya produksi dan biaya pengolahan pasca panen.

b. Saluran pemasaran II

Tabel 15. Biaya pemasaran dan profit margin pemasaran saluran II

No Uraian Rp/Kg

1 Harga Jual Petani 5,500

2 Harga Beli Pedagang Pengumpul Desa 5,500

Transportasi 65

Upah muat+bongkar 44

Retribusi 5

Total Biaya Pemasaran 114

Profit Margin 187

Marjin pemasaran 301

3 Harga Beli Pedagang Pengumpul Luar Kota 5,700

Transportasi 5

Upah muat+bongkar 23

Merketing Lost (0.8%) 46

Total Biaya Pemasaran 74

Profit Margin 226

Marjin pemasaran 300

5 Harga Beli Konsumen 6,101

Sumber: Data primer diolah, Lampiran 7

(64)

masing-masing langganan yang mana lebih akan menambah biaya pemasaran terutama di transportasi dan retribusi.

Profit margin tertinggi terdapat di tingkat pedagang pengumpul luar kota

sebesar Rp 226/kg dan profit margin terendah di tingkat pedagang pengumpul desa sebesar Rp 187/kg. Marjin pemasaran yang tinggi terdapat pada tingkat pedagang pengumpul desa sebesar Rp 301/kg dan marjin pemasaran terendah pada tingkat pedagang pengumpul luar kota sebesar Rp 300/kg yang mana tidak terlalu jauh berbeda dengan saluran pemasaran pertama. Semakin tinggi biaya pemasaran semakin tinggi marjin pemasaran atau selisih harga yang dibayarkan oleh konsumen dengan harga jual pengusaha semakin tinggi juga.

Tabel 16. Price spread dan share margin saluran II

No Komponen Biaya Price Spread (Rp/Kg) Share Margin (%)

1 Harga Jual Pengusaha 5,500 90.14

2 Biaya Pemasaran

Transportasi 70 1.14

Sumber: Data primer diolah, 2010

(65)

Tabel 17. Rekapitulasi share margin setiap saluran pemasaran

No Uraian Saluran Pemasaran

I II

1 Share margin Pengusaha(%) 91.3 90.14

2 Share margin Pedagang Pengumpul Desa (%) 2.27 3.06 3 Share margin Pedagang Pengumpul Kota (%) 4.21 - 4 Share margin Pedagang Pengumpul Luar Kota (%) - 3.7 Sumber: Data primer diolah, 2010

Efisiensi Pemasaran

Pada umumnya suatu sistem pemasaran produk dapat dikatakan efisien bila share margin pengusaha lebih besar dari 50%. Berdasarkan kriteria tersebut di atas, sistem pemasaran kelapa di daerah penelitian sudah efisien, hal ini dapt dilihat pada pada price spread dan share margin masing-masing saluran.

Namun demikian, kriteria tersebut belum dapat digunakan secara mutlak untuk menentukan tingkat efisiensi pemasaran. Ada beberapa kriteria tambahan yang harus digunakan untuk menetukan tingkat efisiensi pemasaran, salah satunya dengan Ep. Pada tabel berikut ini dapat dilihat tingkat efisiensi setiap saluran pemasaran kelapa di daerah penelitian.

Tabel 18. Nilai Ep pada setiap saluran pemasaran

Jenis Saluran Pemasaran Ep (%)

I 8,78

II 10,01

Sumber: Data primer diolah, Lampiran 9

(66)

nilai efisiensi pemasaran untuk saluran II sama dengan 10,01% dan juga besarnya biaya pemasaran pada salauran tersebut yang dipengaruhi jauhnya pemasaran yang harus dilalui dari pengusaha hingga ke tangan konsumen, karena fungsi pemasaran yang dilakukan juga akan bertambah.

Tingginya biaya pemasaran pada kedua karena besarnya biaya transportasi di tingkat pedagang pengumpul desa pada saat mengumpulkan opak dari masing-masing pengusaha. Dan juga buruknya prasarana jalan, sangat menghambat kelancaran pemasaran opak di daerah penelitian yang membuat bertambahnya marketing lost produk karena buruknya prasarana jalan aspal di daerah penelitian.

Efisiensi pemasaran dapat ditingkatkan dengan cara memperkecil biaya pemasaran dan hal ini akan terjadi bila para pelaku pasar dapat mengorganisir biaya pemasaran dengan baik. Jika biaya pemasaran dapat ditekan tentunya profit yang di dapat juga semakin besar sehingga tingkat efisiensi pemasaran akan bertambah dan keuntungan juga dapat terbagi merata antar pelaku pasar.

Channel of marketing yang harus dilalui saluran kedua lebih banyak dari

saluran pemasaran pertama yang menyebabkan bertambahnya fungsi pemasaran yang harus dilakukan dan semakin besar biaya pemasaran yang ditanggung pada saluran ini.

Saluran Pemasaran Tapioka

(67)

pemasaran seperti pedagang pengumpul desa, pedagang pengumpul kota dan pedagang pengumpul luar kota.

Gambar 6. Skema Saluran Pemasaran Tepung Tapioka

Dari skema di atas diketahui bahwa terdapat dua saluran pemasaran Tepung Tapioka di Kecamatan Sei Rampah. Untuk lebih rinci, saluran pemasaran dapat dilihat pada bahasan berikut :

1. Saluran Pemasaran Pertama (I) :

Gambar 7. Skema saluran pemasaran I

Saluran pemasaran pertama berawal dari Pedagang Pengumpul Desa membeli tepung tapioka dari pengusaha dengan volume penjualan 18.5 ton (100%) dengan harga Rp 4500/kg. Selanjutnya volume penjualan yang disalurkan kepada pedagang pengumpul desa kemudian akan lanjutkan ke pedagang

Gambar

Tabel 1. Produksi Tanaman Ubi Kayu menurut Kabupaten Kota Propinsi Sumatera Utara Tahun 2001 – 2005 (Ton)
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran
Tabel 2. Data Usaha Pengolahan Ubi Kayu/Tepung Tapioka di Kecamatan Sei Rampah
Gambar 2. Skema proses pengolahan Tepung Tapioka dan Opak
+7

Referensi

Dokumen terkait

Gedung H, Kampus Sekaran-Gunungpati, Semarang 50229 Telepon: (024)

yang tercurahkan kepada seluruh makhluk yag telah Ia ciptakan, sepantasnya kita untuk lebih banyak bersyukur serta selalu meningat akan kuasa Allah yang begitu luas

menggunakan tempat yang kosong pada naskah soal ini dan jangan pernah menggunakan lembar jawaban karena akan mengakibatkan jawaban Anda.. tidak

Masyarakat di Kelurahan Sukorejo termasuk masyarakat yang heterogen. Berasal dari tempat dan tradisi ynag berbeda kemudian disatukan dalam satu tempat dengan

Tahapan penelitian pada Gambar 6, dapat dijelaskan sebagai berikut. Tahap identifikasi masalah merupakan tahapan dimana dilakukan analisis terhadap permasalahan yang ada

perilaku prokrastinasi akademik pada mahasiswa Maluku di Universitas Kristen

Call Block terjadi pada daerah Pademangan Barat, dapat dilihat bahwa level daya terima dan kualitas sinyal di lokasi ini pada kondisi yang baik ditandai dengan nilai Ec/No -15 dB

Bertanggung jawab mutlak terhadap pemanfaatan dana bantuan yang telah diterima dari PIHAK PERTAMA sesuai dengan peraturan keuangan yang berlaku serta ketentuan