ABSTRACT
OPTIMIZATION OF TAX REVENUE INCOME IN ORDER TO INCREASE
ENTERTAINMENT ORIGINAL AREAS
(STUDIES IN THE CITY OF BANDAR LAMPUNG IN 2011)
BY
ARI UTOMO
Local tax is one of the Area's original acceptance Of Bandar Lampung is the
largest. So relatively large contributions in the financing of development in the
region. Entertainment tax is one component of the local tax. During the five years
from 2007-2012 the number of its realization has always exceeded the targets set,
though it required an effort in knowing the size of the potential that exists. By
knowing the magnitude of the potential that exists, then the number of targets will
be adjusted to the existing potential and further adapted to the abilities of the poll
based on factors that can support extracting the potential Entertainment Tax that
can be done to increase it's discretion. The right adjustment between existing
potential with the establishment of the target as well as the ability to gather it
increasing the income of the original area (PAD) of the sector of the entertainment
Tax. This research is a descriptive quantitative approach. The focus of the
research focuses on potential Tax Entertainment by performing the calculation
multiply the Tax Percentage of Entertainment based on the entertainment venues,
the average tax burden rate of each the number of entertainment outlets and
entertainment venues of their respective groups. This research takes place in the
city of Bandar Lampung Dispenda Office and places of entertainment in the city
of Bandar Lampung. The Data used are the primary and secondary data.
Based on the results of the research, it can be noted that the potential of the
entertainment Tax in 2011 in the city of Bandar Lampung amounting to Rp.
3.317.578.148. The effectiveness of the Entertainment tax potential excavation in
the city of Bandar Lampung amounted 91,89%, so can be categorized based on
the effective Index Coverage Ratio (CR). The difference between the actual
acceptance of the existing potential of Rp. 268.743.964 means that there is still a
potential that has yet to be optimized by the local government in this Dispenda
city of Bandar Lampung. Excavation tax Entertainment has a number of potential
constituents is the taxpayers, tax authorities and tax rules and factors and factors
ABSTRAK
OPTIMALISASI PENERIMAAN PAJAK HIBURAN
DALAM RANGKA MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (STUDI PADA PEMERINTAH KOTA BANDAR LAMPUNG
TAHUN 2011)
OLEH
ARI UTOMO
Pajak daerah merupakan salah satu sumber Penerimaan Asli Daerah Kota
Bandar Lampung yang terbesar. Sehingga kontribusinya relatif besar dalam
pembiayaan pembangunan di daerah. Pajak Hiburan adalah salah satu komponen
pajak daerah. Selama kurun waktu lima tahun dari tahun 2007-2011 jumlah
realisasinya selalu melebihi target yang ditetapkan, meskipun demikian kiranya
diperlukan suatu upaya dalam mengetahui besarnya potensi yang ada. Dengan
mengetahui besaran potensi yang ada, maka jumlah target akan disesuaikan
dengan potensi yang ada dan selanjutnya disesuaikan dengan kemampuan
pemungutan berdasarkan faktor-faktor yang dapat mendukung penggalian potensi
Pajak Hiburan sehingga dapat dilakukan kebijaksanaan yang tepat untuk
dapat meningkat pada tahun selanjutnya
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui seberapa besar peran
Pemerintah dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor Pajak
Hiburan. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Fokus
penelitian menitikberatkan pada potensi Pajak Hiburan dengan melakukan
perhitungan yaitu mengalikan antara Persentase Pajak Hiburan berdasarkan
golongan tempat Hiburan, Rata-rata tarif beban Pajak dari masing-masing
golongan tempat hiburan dan Jumlah tempat hiburan yang ada dari
masing-masing golongan tempat hiburan. Penelitian ini berlangsung di Kantor Dispenda
Kota Bandar Lampung dan tempat-tempat Hiburan yang ada di Kota Bandar
Lampung. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder.
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat diketahui bahwa Potensi Pajak
Hiburan pada tahun 2011 di Kota Bandar Lampung sebesar Rp. Rp.
3.317.578.148,00. Tingkat efektivitas penggalian potensi pajak Hiburan di Kota
Bandar Lampung adalah sebesar 91,89%, sehingga dapat dikategorikan efektif
berdasarkan Indeks Coverage Ratio (CR). Adanya selisih antara realisasi
penerimaan dengan potensi yang ada sebesar Rp. 268.743.964 artinya bahwa
masih terdapat sejumlah potensi yang belum bisa dioptimalkan oleh pemerintah
daerah dalam hal ini Dispenda Kota Bandar Lampung. Penggalian potensi pajak
Hiburan memiliki sejumlah faktor pendukung yaitu faktor wajib pajak, faktor
aparat pajak serta faktor ketentuan peraturan pajak dan faktor pengawasan yang
DAFTAR ISI
A. Tinjauan Tentang Optimalisasi ... 12
B. Tinjauan Pajak Secara Umum ... 13
2. Pengukuran/Penilaian Pendapatan Asli Daerah (PAD) ... 25
2. Usia Responden ... 59
3. Tingkat Pendidikan Responden ... 60
4. Jenis Tempat Hiburan ... 60
5. Lama Tempat Usaha ... 61
C. Hasil Penghitungan dan Pembahasan Potensi Pajak Hiburan Di Kota Bandar Lampung ... 62
D. Hasil Pembahasan Jawaban Wawancara dan Kuisioner Tentang Optimalisasi Pemerimaan Pajak Hiburan Di Kota Bandar Lampung ... 72
1. Faktor Peraturan Pajak ... 72
2. Faktor Wajib Pajak ... 79
3. Faktor Kualitas Aparat Pajak ... 81
4. Faktor Pengawasan Yang Efektif ... 86
E. Uji Validitas dan Reabilitas Data ... 94
A. Uji Validitas ... 94
B. Uji Reabilitas ... 96
BAB VI SARAN DAN KESIMPULAN ... 98
A. Kesimpulan ... 98
B. Saran ... 99
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Peneriman Pajak Hiburan Bandar Lampung Tahun 2007- 2011 ... 6
Tabel 2 Data Sumbangan Penerimaan Pajak Hiburan Terhadap Pendapatan AsliDaerah Kota Bandar Lampung 2007 s/d 2011 ... 7
Tabel 3 Data Wajib Pajak Berdasarkan Jenis Golongan Tempat Hiburan ... 8
Tabel 4. Operasional Variabel Penelitian... 38
Tabel 5 Jumlah Penduduk Kota Bandar Lampung Kecamatan dan Jenis Kelamin Tahun 2011 ... 51
Tabel 6. Identitas responden menurut JenisKelamin ... 58
Tabel 7. Identitas responden berdasarkan Usia... .... 59
Tabel 8. Identitas responden berdasarkan Tingkat Pendidikan. ... 60
Tabel 9. Identitas responden berdasarkan kategori Jenis Tempat Hiburan ... 61
Tabel 10. Identitas responden berdasarkan Lama Usaha Wajib Pajak ... 62
Tabel. 13 kondisi faktual kejelasan dan kepastian objek pajak ... 74
Tabel. 14 kondisi faktual kejelasan dan kepastian subjek pajak ... 74
Tabel. 15 kondisi faktual kejelasan dan kepastian penetapan tarif pajak ... 75
Tabel. 16 kondisi faktual tata cara pembayaran pajak ... 76
Tabel. 17 kondisi faktual Kesederhanaan Undang-Undang ... 80
Tabel. 18 kondisi faktual Persepsi Masyarakat ... 81
Tabel. 19 kondisi faktual faktor kompetensi aparat pajak ... 82
Tabel. 20 kondisi faktual faktor kedisiplinan aparat pajak ... 82
Tabel. 21 kondisi faktual faktor Tanggung Jawab aparat pajak ... 83
Tabel. 22 kondisi faktual faktor kualitas aparat pajak ... 83
Tabel. 23 kondisi faktual faktor moral aparat pajak ... 84
Tabel. 24 kondisi faktual faktor kesesuaian rencana yang ditetapkan ... 86
Tabel. 25 kondisi faktual faktor Interupsi yang diperintahkan ... 87
Tabel 26 distribusi kategori jawaban mengenai Optimalisasi Pajak Hiburan... 92
Tabel 29 Item-Total Statistics ... 96
Tabel 30 Daftar Interprestasi Koefisien r ... 97
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah, mengidikasikan perubahan sistem pemerintahan kearah yang lebih
desentralisasi, dimana penyelenggaraan pemerintahan di daerah lebih diserahkan
kepada pemerintah lokal (otonomi daerah). Inti dari pelaksanaan otonomi daerah
adalah terdapatnya keleluasan pemerintah daerah untuk menyelenggarakan
pemerintahan sendiri atas dasar prakarsa, kreativitas dan peran serta aktif
masyarakat dalam rangka mengembangkan dan memajukan daerahnya.
Salah satu aspek penting untuk mengetahui kemampuan daerah dalam mengatur
dan mengurus rumah tangganya adalah kemampuan self suporting dalam bidang
keuangan. Setiap daerah harus mampu memenuhi kebutuhan daerah dengan
kapasitas fiskal atau kemamapuan keuangan daerah yang dimilikinya. Oleh
karenanya, daerah dituntut untuk memiliki sumber-sumber keuangan yang
memadai untuk membiayai kegiatan pemerintahan di daerahnya.
Pentingnya keuangan daerah yang diwujudkan dalam berbagai sumber
penerimaan daerah, baik dari pemerintah pusat maupun pendapatan asli daerah
oleh Kaho (1997: 59) bahwa keuangan daerah merupakan salah satu kriteria yang
digunakan untuk mengukur sejauh mana kemampuan daerah mampu mengurus
rumah tangganya sendiri. Dengan kata lain, bahwa kemampuan keuangan daerah
merupakan gambaran mengenai kondisi penyelenggaraan otonomi daerah yang
ditinjau dari segi kemadirian dalam mengelola sumber-sumber keuangan daerah.
oleh karenanya, setiap daerah otonom dituntut untuk memiliki sumber keuangan
sendiri, karena tanpa kemampuan keuangan daerah yang memadai, maka
keberhasilan otonomi daerah tidak akan tercapai.
Salah satu sumber keuangan daerah sebagai instrumen untuk memaksimalkan
kemampuan keuangan daerah berdasarkan UU Nomor 33 Tahun 2004 pasal 5
tentang Sumber-Sumber Penerimaan Daerah adalah pendapatan asli daerah.
pendapatan asli daerah merupakan sumber keuangan daerah yang digali dari
dalam wilayah daerah yang bersangkutan. Sumber-sumber pendapatan dari daerah
sendiri adalah sumber pendapatan yang dikumpulkan secara langsung dari
masyarakat yang bersangkutan berdasarkan peraturan daerah dan
perundang-udangan yang berlaku.
Pendapatan Asli Daerah sebagai salah satu sumber penerimaan daerah mempunyai
peranan penting dalam pembangunan. Hal ini dapat dilihat dalam pelaksanaan
Otonomi Daerah dimana peranan PAD diharapkan dan diupayakan dapat menjadi
penyangga utama dalam membiayai kegiatan pembangunan di daerah. Oleh
karena itu pemerintah daerah harus dapat mengupayakan peningkatan penerimaan
keuangan daerah yang dapat digunakan untuk berbagai kegiatan pembangunan
yang bersifat mandiri serta dalam menyelenggarakan pemerintahandan kegiatan
pembangunan yang setiap tahun meningkat sehingga kemandirian otonomi daerah
yang luas, nyata dan bertanggung jawab dapat dilaksanakan (Nurlan, 2007)
Kota Bandar Lampung sebagai ibukota Propinsi Lampung tentunya memerlukan
dana yang cukup besar dalam menyelenggarakan kegiatan pembangunan daerah di
berbagai sektor. Dana pembangunan tersebut diusahakan sepenuhnya oleh
pemerintah daerah dan bersumber dari penerimaan pemerintah daerah Kota
Bandar Lampung sendiri. Sumber pembiayaan kebutuhan pemerintah yang mana
biasa dikenal dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) berasal dari pengolahan
sumber daya yang dimiliki daerah di samping penerimaan dari pemerintah
propinsi, pemerintah pusat serta penerimaan daerah lainnya. Sejalan dengan upaya
untuk mengingkatkan serta menggali sumber-sumber penerimaan daerah, maka
Pemerintah Kota Bandar Lampung harus berusaha secara aktif untuk
meningkatkan serta menggali sumber-sumber penerimaan daerah terutama
penerimaan yang berasal dari daerah sendiri. Hal ini perlu dilakukan untuk
mengurangi ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat dalam
pembiayaan pembangunan daerah.
Upaya untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) tentunya tidak
terlepas dari peranan masing-masing komponen Pendapatan Asli Daerah, yang
salah satunya yaitu melalui penerimaan pajak daerah. Pajak daerah sebagai salah
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah, untuk meningkatkan
dan memeratakan kesejahteraan masyarakat. Dilihat dari aspek pemungutanya
pajak mempunyai dua fungsi, pertama fungsi budgeter yaitu suatu alat yang
digunakan untuk memasukan uang kedalam kas negara/daerah sesuai dengan
waktunya dalam rangka membiayai pengeluaran pusat/daerah, kedua fungsi
pengaturan merupakan fungsi yang dipergunakan oleh pemerintah pusat/daerah
untuk mencapai tujuan tertentu yang berada diluar sektor keuangan negara/daerah.
Dengan demikian daerah mampu melaksanakan otonomi yaitu mampu mengatur
dan mengurus rumah tangganya sendiri.
Misi pembangunan meningkatkan prasarana dan sarana perkotaan yang menuju
kota Bandar Lampung yang lebih baik memberikan peranan kepada Pemerintah
Kota Bandar Lampung bekerja sama dengan pihak swasta dalam memenuhi
ketersediaan sarana dan prasarana kota yang memadai dan mutlak diperlukan.
Adapun salah satu bagian dari prasarana dan sarana yang harus tersedia adalah
Tempat Hiburan. Tempat Hiburan sebagai Aset dan Investasi yang dimiliki setiap
daerah. Pemerintah daerah perlu mempromosikan potensi daerah yang dimiliki
agar para investor berminat menanamkan modalnya di kota bandarlampung. Pajak
Daerah besarnya kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah setelah Retribusi
Daerah. Oleh karena itu sumbangan pajak daerah cukup berperan terhadap
Pendapatan Asli Daerah yang salah satu jenis pajak daerah tersebut adalah Pajak
Adapun pengenaan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000, salah
satu jenis Pajak Kabupaten/Kota adalah Pajak Hiburan. Yang dimaksudkan
Hiburan adalah semua jenis pertunjukan, permainan, permainan ketangkasan, dan
atau keramaian dengan nama dan bentuk apapun, yang ditonton atau dinikmati
oleh setiap orang dengan dipungut bayaran, seperti tontonan film, kesenian,
pagelaran musik dan tari, diskotik, klab malam, permainan bilyard, permainan
ketangkasan, panti pijat, mandi uap, dan pertandingan olah raga. Subjek pajak
daerah adalah orang pribadi atau badan yang dapat dikenai pajak daerah.
Berkaitan dengan pajak Hiburan maka Subjek Pajak Hiburan adalah orang atau
pribadi atau badan yang menikmati hiburan.
Yang dimaksud dengan wajib pajak Hiburan menurut Undang-undang Pajak
Daerah no.28 Tahun 2009 adalah orang atau badan yang bertindak baik untuk dan
atas namanya sendiri dan atas nama pihak lain yang menjadi tanggunganya yang
menyelenggarakan hiburan. Pemerintah Daerah Bandar Lapung melalui Dinas
Pengelolaan Keuangan, Pendapatan dan Aset Daerah Kota Bandar Lampung
melakukan usaha-usaha peningkatan pendapatan pajak hiburan secara optimal
untuk mengisi kas daerah yang membiayai pembangunan.
Di Bandar Lampung pajak Hiburan diatur dalam Peraturan Daerah Kota Bandar
Lampung Nomor 01 Tahun 2011 tentang Pajak Hiburan. Perijinan, pengelolaan
dan mengatur pelaksanaan pemungutan pajak Hiburan diatur oleh Dinas
Pendapatan Daerah Bandar Lampung. Di Bandar Lampung penerimaan pajak
Hiburan dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang cukup berarti, hal ini
Tabel 1 Peneriman Pajak Hiburan Bandar Lampung Tahun 2007- 2011
Sumber : Dinas Pengelolaan Keuangan, Pendapatan dan Aset Daerah Kota Bandar Lampung 2012*.
Tabel 1 di atas menunjukkan bahwa nilai rencana dan realisasi penerimaan pajak,
cendrung mengalami peningkatan sejak Tahun Anggaran 2007 sampai dengan
2011, bahkan nilai realisasi penerimaan pajak justru lebih besar dari yang
direncanakan sebelumnya dari target yang ditentukan, walaupun pada Tahun
Anggaran 2008 nilai realisasi dari target direncanakan tidak tercapai, namun pada
tahun anggaran 2007, 2009, 2010, dan 2009 mengalami kenaikan dari rencana
penerimaan. dapat diketahui penerimaan pajak Hiburan Tahun anggaran 2007
sebesar Rp. 1.486.131.507 dengan tingkat pencapaian sebesar 103,59 %, pada
Tahun Anggaran 2008 sebesar Rp1.678.220.739 dengan tingkat pencapaian 93,23
%, pada Tahun Angaran 2009 sebesar Rp2.278.296.365 dengan tingkat
pencapaian 111,13 %, pada Tahun Anggaran 2010 sebesar Rp2.607.935.632
dengan tingkat pencapaian 110,97 %, pada Tahun Angaran 2011 sebesar Rp
3.048.834.184 dengan tingkat pencapaian 101,62%
Menurut Drs. Nurlan Darise (2009;62) dasar pengenaan Pajak Hiburan berasal
dari jumlah pembayaran dan atau yang seharusnya dibayar termasuk pemberian
potongan harga dan tiket Cuma-Cuma untuk menonton dan atau menikmati
Tahun Target Realisasi Tingkat Pencapaian %
2007 1.434.593.750,00 1.486.131.507,00 103%
2008 1.800.000.000,00 1.481.301.042,00 93,23%
2009 2.050.000.000,00 2.278.296.365,00 111,13%
2010 2.350.000.000,00 2.607.935.632,00 110,97%
hiburan. Tarif pengenaan pajak Hiburan paling tinggi sebesar 35%, hiburan
berupa kesenian tradisional dikenakan tarif yang lebih rendah dari hiburan lainya.
Besarnya pokok Pajak Hiburan yang terutang dihitung dengan dasar pengenaan
pajak. pajak hiburan yang terutang dipungut di wilayah daerah tempat hiburan
diselnggarakan.
Tabel 2 Data Sumbangan Penerimaan Pajak Hiburan Terhadap Pendapatan AsliDaerah Kota Bandar Lampung 2007 s/d 2011 (dalam rupiah)
Tahun Pajak Daerah Pajak Hiburan Sumbangan %
2007 30.432.581.831,81 1.486.131.507,00 4,88%
2008 39.265.916.881,00 1.481.301.042,00 3,77%
2009 47.035.295.283,00 2.278.296.365,00 4,84%
2010 56.627.114.786,48 2.607.935.632,00 4,60%
2011 112.602.140.715,00 3.048.834.184,00 2,70%
Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan, Pendapatan dan Aset Daerah Kota Bandar Lampung 2012*.
Dari tabel 2 dapat dilihat bahwa sumbangan pajak Hiburan Tahun Anggaran 2007
sampai dengan tahun 2011. Pada tahun 2007 pajak Hiburan sebesar Rp.
1.486.131.507,00 dengan sumbangan 4,88% dari penerimaan Pajak Daerah
sebesar Rp. 30.432.581.831,81 dan pada tahun 2008 sebesar Rp. 1.481.301.042,00
dengan sumbangan 3,77% dari penerimaan Pajak Daerah sebesar Rp.
39.265.916.881,00.
Pajak hiburan mengalami kenaikan pada tahun 2009 sebesar Rp.
2.278.296.365,00. dengan sumbangan 4,48% dari penerimaan Pajak Daerah
sebesar Rp. 47.035.295.283,00 dan tahun 2010 sebesar Rp. 2.607.935.632,00
dengan sumbangan 4,60% daari penerimaan Pajak Daerah sebesar Rp
3.048.834.184,00 dengan sumbangan 2,70% dari penerimaan Pajak Daerah
sebesar Rp 12.602.140.715,00. Maka rata-rata sumbangan pajak Hiburan terhadap
pendapatan Asli Daerah tahun anggaran 2007-2011 adalah 4,16 %.
Adapun jumlah Wajib Pajak Hiburan yang terdaftar di Dinas Pendapatan Kota
Bandar Lampung periode april tahun 2012 adalah sebagai berikut :
Tabel 3 Data Wajib Pajak Berdasarkan Jenis Golongan Tempat Hiburan
1. Panti Pijat : 9 Wajib Pajak
2. Bioskop : 1 Wajib Pajak
3. Bilyard : 8 Wajib Pajak
4. Arena Sport : 2 Wajib Pajak
5. Karaoke : 19 Wajib Pajak
6. Game Centernet : 3 Wajib Pajak
7. Video Games : 7 Wajib Pajak
8. Diskotik : 1 Wajib Pajak
9. Rekreasi : 3 Wajib Pajak
10.Salon/Spa : 7 Wajib Pajak
11.Water Park : 3 Wajib Pajak
12.Insidentil : 3 Wajib Pajak
Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan, Pendapatan dan Aset Daerah Kota Bandar Lampung 2012*.
Dari hasil pengamatan diatas kontribusi yang diberikan pajak Hiburan cukup
besar terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Bandar Lampung, hal tersebut di
Bandar Lampung. Sejalan dengan meningkatnya Perekonomian penduduk di
Daerah Bandar Lampung jumlahnya terus meningkat. Pertumbuhan penduduk
yang terus meningkat memberikan suatu dorongan kepada pemerintah untuk
memikirkan tingkat kesejahteraan rakyatnya. Dengan meningkatnya
Perekonomian penduduk dapat diartikan bahwa pendapatan perkapita penduduk
juga meningkat. Maksud dari optimasi penerimaan pajak Hiburan disini adalah
kenaikan HTM (harga tiket masuk) dalam penyelengaraan tempat-tempat hiburan
juga harus diikuti dengan peningkatan penerimaan pajak Hiburan itu sendiri
sehingga berpengaruh pada sumbangan yang diberikan oleh sector pajak hiburan
terhadap Pendapatan Asli Daerah Lampung. Namun ada beberapa hal yang tidak
terlihat data sebagai faktor penghambat dari pertumbuhan penerimaan dari sector
pajak ini, Salah satunya adalah tempat hiburan liar yang ada. Tentunya pemerintah
perlu menindak lanjut masalah tempat hiburan liar tersebut karena dari tempat
hiburan liar ini apabila di data, penerimaan yang diperoleh dari tempat hiburan liar
ini di kenakan biaya hasil yang masuk ke kas pemerintah daerah cukup besar.
Berdasarkan uraian diatas, maka penyusunan Penelitian ini memilih judul
Optimalisasi Pajak Hiburan dalam Rangka Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah
Kota Bandar Lampung Tahun 2011.
Adapun alasan-alasan yang mendukung penyusunan penelitian dengan judul
tersebut diatas adalah:
1. Peranan aparatur pemerintah sangat penting untuk meningkatkan
sumber-sumber pendapatan daerah dari sektor pajak Hiburan dalam pembiayaan
2. Potensi tempat Hiburan di daerah Bandar Lampung dipandang sangat
besar, mengingat potensi yang semakin meningkat.
3. Pajak Hiburan mempunyai peranan penting dalam pembiayaan
penyelenggaraan pemerintah di daerah Bandar Lampung.
B. Perumusan Masalah
Dari pertumbuhan usaha tempat hiburan di Kota Bandar Lampung periode waktu
2007 sampai dengan periode 2011 sumbangan pajak Hiburan terhadap Pajak
Daerah masih relative kecil dengan angka rata-rata hanya mencapai 4,16 %.
Berdasarkan beberapa hal sebagaimana yang telah diuraikan dalam alasan
pemilihan judul, maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Apakah pemerintah daerah bandarlampung sudah optimal dalam
meningkatkan pendapatan dari sektor pajak hiburan?
2. Apa saja Faktor pendukung yang dimiliki oleh Pemerintah Kota Bandar
Lampung dalam meningkatkan pendapatan dari sektor Pajak Hiburan?
C. Tujuan Penelitian
Sebagaimana permasalahan yang penulis kemukakan di atas, maka penelitian ini
bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis tentang:
1. Untuk mengetahui Optimalisasi penerimaan Pendapatan Asli Daerah
2. Mengetahui Faktor pendukung apa saja yang dimiliki oleh Pemerintah
Daerah dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah dari sektor Pajak
Hiburan.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dengan adanya penelitian ini adalah :
1. Secara teoritis diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan dan
wawasan bagi kajian-kajian Administrasi Perpajakan dan Retribusi Daerah.
2. Secara praktis diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan bagi
pihak yang berkepentingan sebagai bahan pertimbangan terkait potensi
Pajak Hiburan, sehingga dengan diketahuinya besarnya potensi pajak
Hiburan dapat dilakukan kebijaksanaan yang tepat untuk meningkatkan
penerimaan Pajak Hiburan sebagai salah satu Pendapatan Asli Daerah pada
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Optimalisasi
Dalam beberapa literatur manajemen, tidak dijelaskan secara tegas pengertian
optimalisasi, namun dalam Kamus Bahasa Indonesia, W.J.S. poerdwadarminta (
1997 :753 ) dikemukakna bahwa : “Optimalisasi adalah hasil yang dicapai sesuai
dengan keinginan, jadi optimalisasi merupakan pencapaian hasil sesuai harapan
secara efektif dan efisien”. Optimalisai banyak juga diartikan sebagai ukuran
dimana semua kebutuhan dapat dipenuhi dari kegiatan-kegiatan yang
dilaksanakan. Menurut Winardi (1999 : 363) Optimaslisai adalah ukuran yang
menyebabkan tercapainya tujuan sedangkan jika dipandang dari sudut usaha,
Optimalisasi adalah usaha memaksimalkan kegiatan sehingga mewujudkan
keuntungan yang diinginkan atau dikehendaki.Dari uraian tersebut diketahui
bahwa optimalisasi hanya dapat diwujudkan apabila dalam pewujudannya secara
efektif dan efisien. Dalam penyelenggaraan organisasi, senantiasa tujuan
B. Tinjauan Tentang Pajak
1. Pengertian Pajak
Apabila membahas pengertian pajak maka banyak sekali pakar yang memberikan
batasan pengertian pajak, diantaranya seperti yang dikemukakan oleh Adriani
(Waluyo dan Wirawan, 1999:2) yang mengemukakan bahwa :
“pajak adalah iuran kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang tertuang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan”.
Salah satu pakar lainya Prof. Dr. Rochmat Soemitro (2005;41) mengemukakan
bahwa :
“pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara (perlihan kekayaan dari sektor
partikulir ke sektor pemerintah) berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (tegen prestasi), yang langsung dapat ditunjukan dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum.”
Kemudian menurut Dr. Soeparman Soemahamidjaja (2005;6) menyatakan bahwa
“pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang yang dipungut oleh
penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum” menyatakan bahawa
Mr. Dr. NJ. Friedmann (terjemahan) (2005;5) menyatakan bahwa :
“Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada pengusaha (menurut norma-norma yang ditetapkan secara umum), tanpa adanya kontra prestasi dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran umum.”
Prof. Dr. MJH. Smeeth (2005;6) menyatakan bahwa :
“Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma
yang dapat ditunjukan dalam hal yang individual, dimaksudkan untuk membiayai pengeluaran pemerintah”.
Terdapat banyak ditemukan pengertian-pengertian tentang pajak yang
dikemukakan oleh para pakar. Namun dari beberapa pengertian di atas terdapat
kesamaan arti. Sehingga dapat ditelusuri beberapa ciri-ciri dari pajak menurut
Waluyo dan Wirawan (2005:3) sebagaimana berikut :
1) Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaannya
yang sifatnya dapat dipaksakan.
2) Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi
individual oleh pemerintah
3) Pajak dipungut oleh Negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah
4) Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila
dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk
membiayai public investment.
5) Pajak dapat pula mempunyai tujuan selain budgeter, yaitu mengatur.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa pajak adalah
suatu bentuk pemungutan resmi yang bersifat memaksa dari pemerintah kepada
para wajib pajak baik perseorangan atau badan hokum dimana para wajib pajak
tersebut tidak mendapatkan jasa timbal balik secara langsung dari pemerintah,
dimana dana yang dikumpulkan pemerintah tersebut bertujuan untuk
melaksanakan pembangunan dan sebagai biaya operasional dalam menjalankan
2. Fungsi Pajak
Menurut Rochmat Soemitro (2009;49) dalam bukunya Pengelolaan Keuangan
Daerah fungsi pajak adalah :
a. Fungsi budgeter
Fungsi terletak dan lazim dilakukan pada sektor publik dan pajak disani
merupakan suatu alat yang dapat dipergunakan untuk memasukan uang
kedalam kas negara/daerah sesuai dengan waktunya dalam rangka
membiayai pengeluaran pemerintah pusat/daerah.
b. Fungsi Pengaturan
Merupakan fungsi yang diperlukan oleh pemerintah pusat/daerah untuk
mencapai tujuan tertentu yang berada diluar sektor keuangan negar/daerah,
konsep ini paling sering dipergunakan pada sektor swasta.
3. Asas-Asas Pemungutan Pajak
Asas-asas pemungutan pajak sebagaimana dikemukakan oleh Adam Smith dalam
buku An inquiri into the Nature and cause of the Wealth of Nations (Waluyo dan
Wirawan, 2003:14) menyatakan bahwa pemungutan pajak hendaknya didasarkan
pada:
1) Equality (keadilan), artinya pemungutan pajak harus bersifat adil dan
merata, yaitu pajak dikenakan kepada orang pribadi yang harus sebanding
dengan kemampuan membayar pajak atau ability to pay dan sesuai dengan
menyumbangkan uang untuk pengeluaran pemerintah sebanding dengan
kepentingan dan manfaat yang diminta.
2) Certainty (kepastian), artinya pajak dijalankan secara jelas, tegas dan pasti.
3) Convenience (kelayakan), artinya adanya unsur kesenangan dan kerelaan
dari wajib pajak untuk membayar pajak, bukan malah menekan wajib
pajak.
4) Economy (ekonomis), artinya bahwa biaya pemungutan pajak tidak lebih
besar dari penerimaan pajak.
4. Tarif Pajak
Tarif Pajak (Waluyo dan Wirawan, 2003:19)dapat dibagi menjadi:
a. Tarif Pajak Proporsional
Tarif berupa persentase yang tetap, terhadap berapapun besarnya dasar
pengenaan pajak sehingga besarnya pajak yang terutang proporsional
terhadap besarnya nilai yang dikenai pajak.
b. Tarif Pajak Progresif
Tarif pajak yang persentasenya menjadi lebih besar apabila jumlah yang
menjadi dasar pengenaannya semakin besar.
c. Tarif Pajak Degresif
Persentase tarif pajak yang semakin menurun apabila jumlah yang menjadi
d. Tarif Pajak Tetap
Tarif berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap berapapun besarnya
jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang tetap.
5. Sistem Pemungutan Pajak
Sistem pemungutan pajak (Waluyo dan Wirawan, 2005:17) dapat dibagi menjadi:
1) Official Assessment System
Sistem pemungutan pajak yang memberikan kewenangan penuh kepada
pemerintah (fiskus) untuk menghitung besarnya pajak terutang.
2) Self Assessment System
Sistem pemungutan pajak yang memberikan kewenangan, kepercayaan dan
tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan,
membayar dan melaporkan besarnya pajak yang harus dibayar.
3) With Holding System
Sistem pemungutan pajak yang memberikan kewenangan kepada pihak ketiga
untuk memotong dan memungut besarnya pajak terutang oleh wajib pajak.
C. Tinjauan Tentang Pajak Daerah
1. Pengertian Pajak Daerah
Pajak daerah diatur dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 65 Tahun 2001 Pasal 1
oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang
seimbang yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah
daerah dan pembangunan daerah. Berdasarkan beberapa literatur dapat ditemukan
pengertian-pengertian mengenai pajak Daerah seperti yang dikemukakan Prof. Dr.
Mardiasmo, MBA (12;2008) Pajak Daerah adalah iuran wajib yang dilakukan
oleh pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang,
yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan
pembangunan daerah. Sedangkan menurut Rochmat Sumitro (48; 2009) Pajak
Daerah adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang
dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang
langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran
umum.
Rochmat Soemitro (2005: 130) mengemukakan pajak Daerah adalah pajak daerah
yang dipungut oleh daerah-daerah swatantra seperti propinsi, kabupaten, kotapraja
dan sebagainya. Lain halnya dengan Siagian (Kaho, 2005: 130) yang mengatakan
bahwa Pajak Daerah adalah Pajak Negara yang diserahkan kepada daerah dan
dinyatakan sebagai Pajak Daerah dengan Undang-Undang.
Berdasarkan pengertian di atas menurut Josef Riwu Kaho (2005:131), ciri ciri
a. Pajak Daerah berasal dari Pajak Negara yang diserahkan kepada daerah
sebagai pajak daerah
b. Penyerahan dilakukan berdasarkan perundang-undangan
c. Pajak Daerah dipungut oleh daerah berdasarkan undang-undang dan atau
peraturan hukum lainnya
d. Hasil pungutan pajak daerah dipergunakan untuk membiayai
penyelenggaraan urusan-urusan rumah tangga daerah atau untuk
membiayai pengeluaran daerah sebagai badan hukum publik.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
pajak daerah adalah pajak negara yang diserahkan kepada pemerintah daerah
untuk memungutnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan di daerah tersebut.
Fungsi pajak dilihat dari aspek pemungutanya mempunyai dua fungsi , yaitu:
a. Fungsi Budgeter
Fungsi terletak dan lazim dilakukan pada sektor publik dan pajak disini
merupakan suatu alat yang dapat dipergunakan untuk memasukan uang
kedalam kas negara /daerah sesuai dengan waktunya dalam rangka
b. Fungsi Pengaturan
Merupakan fungsi yang dipergunakan oleh pemerintah pusat/daerah untuk
mencapai tujuan tertentu yang berada diluar sektor keuangan
negara/daerah, konsep ini paling sering dipergunakan pada sektor swasta.
Fungsi-fungsi tersebut berimplikasi pada penigkatan target keuangan pada suatu
daerah kemudian diberikan kepada pemerintah untuk mengelola pendapatan
pemerintah daerah tersebut.
Syarat pemungutan pajak hendakanya dilakukan secara proporsoinal agar tidak
menimbulkan hambatan atau perlawanan dalam pemungutanya. Pemungutan
pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut:
1. Syarat keadilan
Pemungutan pajak harus sesuai dengan tujuan hukum yakni mencapai
keadilan undang-undang dan pelaksanaan pemungutanyan harus adil. Adil
dalam perundang-undangan diantaranya mengenakan pajak secara umum
dan merata serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Sedang
adil dalam pelaksanaan pemungutanya yakni dengan kemampuan
masing-masing. Sedang adil dalam pelaksaan pemungutanya yakni dengan
memberi hak bagi wajib untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam
2. Syarat Yuridis
Pemungutan pajak harus didasarkan pada undang-undang. Hal ini
memberi jaminan hukum untuk menyatakan keadilan baik bagi negara
maupun bagi negara maupun bagi warganya.
3. Syarat Ekonomis
Pemungutan pajak tidak sampai mengganggu perekonomian khususnya
pada kegiatan perdagangan sehingga tidak menimbulkan kelesuhan
perekonomian masyarakat.
4. Syarat Finansial
Pemungutan pajak harus efisien dan didasarkan pada fungsi budgeter
dalam artian biaya pemungutan pajak harus ditekan sehingga lebih rendah
dan hasil pemungutan.
5. Sistem pemungutan pajak
Sistem pemungutan pajak yang sederhana akan memudahkan dan
mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakan.
2. Jenis-jenis Pajak Daerah
Menurut Undang-Undang No. 34 Tahun 2000 dikatakan bahwa Pajak Daerah
terbagi ke dalam dua bagian yaitu :
1. Tingkat I terdiri dari :
a. Pajak Kendaraan Bermotor ( PKB ) dan Kendaraan di Atas Air
c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor ( PBBKB )
d. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air
Permukaan.
2. Tingkat II terdiri dari :
a. Pajak Hotel
b. Pajak Restoran
c. Pajak Hiburan
d. Pajak Reklame
e. Pajak Penerangan Jalan
f. Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C
g. Pajak Parkir
Dalam penelitian ini salah satu potensi pajak daerah yang memberikan pengaruh
dalam pendapatan dinas pendapatan daerah kota bandar lampung yaitu pajak
hiburan.
D. Tinjauan Tentang Pajak Hiburan
1. Pengertian Tentang Pajak Hiburan
Menurut Pemerintah Kota Bandar Lampung Nomor 1 Tahun 2007 Tentang Pajak
Hiburan, sebagai berikut “Pajak Hiburan adalah Pajak yang dipungut kepada
Orang pribadi atau Badan yang menyelenggarakan Hiburan”. Yang dimaksud
dengan Hiburan adalah semua jenis pertunjukan, permainan ketangkasan, dan/atau
setiap orang dengan dipungut bayaran, tidak termasuk penggunaan fasilitas untuk
berolahraga.
2. Subjek dan Objek Pajak
Subjek pajak hiburan adalah orang pribadi atau badan yang menonton atau
menikmati hiburan. Objek pajak Hiburan adalah Penyelenggara hiburan dengan
dipungut bayaran antara lain berupa tontonan film, kesenian, pagelaran musik dan
tari, diskotik, karaoke, klab malam, permainan bilyard, permainan ketangkasan,
panti pijat, mandi uap, dan pertandingan olah raga.
Tidak termasuk objek pajak Hiburan adalah penyelenggaraan hiburan yang tidak
dipungut bayaran, seperti hiburan yang diselenggarakan dalam rangka pernikahan,
upacara adat, kegiatan keagamaan. Wajib pajak hiburan adalah orang pribadi atau
badan yang menyelenggarakan hiburan.
3. Dasar Pengenaan Tarif Dasar Pajak
Dasar Pengenaan Pajak Hiburan adalah Jumlah pembayaran atau yang seharusnya
dibayar termasuk pemberian potongan harga dan tiket Cuma-Cuma untuk
menonton dan atau menikmati hiburan.
Menurut Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 117 Tahun 2011 Tentang
Tata Cara Pemungutan Pajak Hiburan, Tarif pajak untuk jenis Hiburan ditetapkan
a. Pagelaran kesenian rakyat/tradisional, sebesar 5% (lima persen) dari harga
tanda masuk
b. Pameran, pertunjukan, sirkus, akrobat, sulap, pertandingan olah raga,
(termasuk pertunjukan, permainan, berupa tempat-tempat wisata, taman
rekreasi, pasar malam, kolam renang, tempat pemancingan, seluncur es,
adalah sebesar 20% dari harga tanda masuk.
c. Tontonan film, sebesar 20% dari harga tanda masuk.
d. Pagelaran musik, tari, sebesar 25% dari harga tanda masuk.
e. Lomba pacuan kuda, kendaraan bermotor, sebesar 30% dari harga tanda
masuk.
f. Permainan ketangkasan manual, elektrik, atau elektronik sebesar 30% dari
pembayaran.
g. Panti pijat, refleksi, permainan bilyard, bolling, golf, sebesar 35% dati
pembayaran.
h. Mandi uap/spa, pusat kebugaran, pagelaran busana, kontes kecantikan,
sebesar 30% dari pembayaran.
i. Karaoke, diskotik, klab malam, ruang musik, balai gita, pub, musik
lounge, dan sejenisnya sebesar 40% dari pembayaran.
E. Tinjauan Tentang Pendapatan Asli Daerah (PAD)
1. Pengertian Pendapatan Asli Daerah PAD
Pembiayaan keuangan Daerah salah satunya didukung oleh Pendapatan Asli
sebagaimana diketahui memuat pendapatan dan pengeluaran pemerintah daerah.
PAD adalah penerimaan daerah dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil
perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan
lain-lain pendapatan yang sah (Mardiasmo, 2004: 133).
2. Pengukuran/Penilaian Pendapatan Asli Daerah PAD
Apabila melihat dan memperhitungkan prospek dan potensi suatu pajak, maka
pemerintah perlu mengetahui beberapa kriteria sebagai tolak ukurnya, Menurut
Brian Binder (Devas: 1999:62), kriteria tersebut adalah :
1. Hasil (yield)
Memadai tidaknya suatu pajak dalam kaitan berbagai layanan yang
dibiayainya, stabiltas dan mudah tidaknya memperkirakan besar hasil itu,
perbandingan hasil pajak dengan biaya pungut serta elastisitas hasil pajak
terhadap inflasi, pertumbuhan penduduk pertambahan pendapatan dan
sebagainya.
2. Keadilan (equity)
Dasar pajak dan kewajiban membayar pajak harus jelas dan tidak
sewenang-wenang, pajak yang bersangkutan harus adils ecara horizontal, yaitu beban
pajak harus sama besar antara berbagai kelompok yang berbeda tetapi
dengan kedudukan ekonomi yang sama. Maupun adil secara vertikal yaitu
kelompok yang memilki sumber daya ekonomi yang lebih besar harus
memberikan sumbangan yang lebih besar pula jika dibandingkan dengan
Selain itu pajak haruslah adil dari tempat, artinya hendaknya tidak ada
perbedaan yang besar dan tidak ada kesewenangan dalam menetukan beban
pajak dari suatu daerah ke daerah yang lain, kecuali jika perbedaan itu
mencerminkan ada perbedaan dalam cara meyediakan layanan-layanan
kepada masyarakat.
3. Efisiensi Ekonomi (Economic Efficiency)
Pajak hendaknya mendorong atau setidaknya-tidaknya tidak menghambat
penggunaan sumber daya secara efisien dan efektif dalam kehidupan
ekonomi, mencegah jangan sampai pilihan konsumen dan pilihan produsen
menjadi salah arah atau orang menjadi segan bekerja atau mendorong, dan
memperkecil beban lebih pajak.
4. Kemampuan Melaksanakan (Ability to Implement)
Suatu pajak haruslah dapat dilaksanakan, baik dari sudut politik maupun
administratif.
5. Kecocokan sebagai Sumber Penerimaan Daerah (Sultability as Local
Revenue) ini berati bahwa haruslah jelas kepada daerah mana suatu pajak
daerah harus dibayarkan, dan temapt memungut pajak sedapat mungkin
sama dengan tempat akhir beban pajak, pajak tidak mudah dihindari, dengan
cara memindahkan objek pajak dari suatu daerah ke daerah yang lain, pajak
daerah hendaknya jangan mempertajam perbedaan antar daerah dari segi
potensi ekonomi masing-masing, dan pajak hendaknya tidak menimbulkan
3. Jenis-jenis Sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Menurut Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
Pusat dan Daerah, disebutkan bahwa sumber-sumber penerimaan daerah terdiri
dari :
1. Pendapatan Asli Daerah ( PAD )
2. Dana Perimbangan
3. Pinjaman Daerah
4. Lain-lain penerimaan yang sah
Sedangkan sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) dapat diperoleh dari :
1. Hasil Pajak Daerah
2. Hasil Retribusi Daerah
3. Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah
Lainnya yang dipisahkan
4. Lain-lain PAD yang sah.
F. Tinjauan Tentang Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penggalian Potensi Pajak.
Pengertian dari faktor-faktor menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
sesuatu hal, keadaan, peristiwa, dan sebagainya yang ikut mempengaruhi
terjadinya sesuatu (2000:57). Faktor adalah hal yang menyebabkan,
mempengaruhi, mendukung atau latar belakang suatu tindakan, reaksi dari satu
Rosaldi (1994:1) memaparkan bahwa faktor adalah suatu ragam pendukung yang
membentuk satu kesatuan yang menghasilkan sesuatu.
Menurut Josef Riwu Kaho (2005: 160), faktor-faktor yang mempengaruhi
penerimaan pajak yaitu:
1. Pengetahuan tentang Asas-asas Organisasi
Keberhasilan suatu aktivitas, apalagi aktivitas bersama sekelompok orang
yang menggunakan organisasi sebagai alat, sangat tergantung pada tingkat
pengetahuan anggota-anggotanya dan pimpinannya akan asas-asas
(prinsip-prinsip) organisasi. Pengetahuan yang cukup mengenai hal ini, yang
kemudian diikuti dengan penerapannya dalam organisasi akan berpengaruh
secara positif terhadap pencapaian tujuan organisasi. Asas-asas organisasi
tersebut antara lain:
a. Perumusan tujuan yang jelas
b. Pembagian tugas
c. Koordinasi.
2. Disiplin Kerja Pegawai
Menurut Alfred A. Lateiner dan I. E Levine yang dikutip oleh Josef R. Kaho
(2005:162) bahwa disiplin dapat ditegaskan sebagai suatu kekuatan yang
berkembang di dalam tubuh pekerja sendiri dan menyebabkan dia dapat
menyesuaikan diri dengan sukarela kepada keputusan-keputusan,
peraturan-peraturan, dan nilai-nilai tinggi dari pekerjaan dan tingkah laku.
Pentingnya disiplin dalam setiap organisasi adalah agar setiap peraturan,
ditegakkan. Dan hal inilah yang sangat menentukan keberhasilan organisasi
dimaksud. Untuk melihat disiplin kerja pegawai dalam melaksanakan
tugasnya dapat dilihat dari:
a. Frekuensi kehadiran pegawai pada hari kerja
b. Ketaatan pegawai dalam mengikuti cara-cara kerja yang telah ditetapkan
c. Semangat pegawai dalam menyelesaikan pekerjaannya.
3. Pengawasan yang Efektif
Faktor pengawasan merupakan salah satu faktor esensial dalam organisasi.
Melalui pengawasan dapat diketahui apakah sesuatu berjalan sesuai dengan
rencana, sesuai intruksi atau asas yang telah ditentukan, dapat diketahui
kesulitan dan kelemahan dalam bekerja untuk kemudian diperbaiki dan juga
dapat diketahui apakah sesuatu berjalan efisien dan efektif ataukah tidak.
Singkatnya, dengan pengawasan dapat dijamin segala sesuatu berjalan sesuai
dengan rencana, dan dapat dilakukan perbaikan yang diperlukan apabila ada
ketidakcocokan atau kesalahan. Hal yang sangat penting dalam pengawasan
adalah menentukan:
a. Penetapan target penerimaan pajak
b. Penerapan sistem penilaian kerja
c. Penerapan sistem perbaikan/koreksi kerja.
Menurut Mardiasmo (2001:9) faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak bisa
berasal dari wajib pajak karena kesadaran wajib pajak dapat mempengaruhi
penerimaan pajak artinya wajib pajak yang mempunyai kesadaran yang besar (tax
kewajiban-kewajiban pajak, adapun faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak dari wajib
pajak terhadap pembayaran pajak dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
1. Perlawanan Pasif
Masyarakat enggan membayar pajak yang dapat disebabkan antara lain:
a. Perkembangan intelektual dan moral masyarakat
b. Kemudahan Sistem Perpajakan untuk dipahami masyarakat
c. Sistem kontrol dapat atau tidak dilaksanakan dengan baik.
2. Perlawanan aktif
Perlawanan aktif merupakan sebuah usaha dan perbuatan yang secara
langsung ditujukan kepada fiskus dengan tujuan untuk menghindari pajak.
Bentuk perlawanan aktif ada dua, yaitu:
a. Usaha meringankan beban pajak dengan tidak melanggar peraturan.
b. Usaha meringankan beban pajak dengan cara melanggar peraturan
(menggelapkan pajak).
Selanjutnya Boediono (2000:90) mengemukakan bahwa faktor yang mendukung
atau mendorong dalam optimalisasi penerimaan pajak yaitu:
1. Berubahnya system perpajakan Nasional dari Official Assessment (penetapan
pajak oleh aparatur perpajakan) menjadi Self Assessment (system perpajakan
nasional dimana penetapan pajak dilakukan oleh wajib pajak sendiri),
sehingga wajib pajak harus aktif melakukan penentuan kewajiban perpajakan.
Sebaliknya aparatur perpajakan bertugas untuk membimbing, membina dan
2. Kesadaran (moralitas) wajib pajak, artinya wajib pajak yang mempunyai
kesadaran yang besar (tax consciousness) akan lebih patuh membayar pajak
dan memenuhi kewajiban-kewajiban pajak.
3. Kualitas aparat pajak, menurut Indra Ismawan (2001:84) bahwa Ditjen pajak
perlu meningkatkan efisiensi sekaligus menegakkan profesionalisme serta
integritas aparat dalam menegakkan peraturan perpajakan. Faktor mentalitas
perlu menjadi fokus perhatian dalam upaya peningkatan efisiensi
institusional, profesionalisme dan integritas aparat perpajakan yang dilakukan
melalui beberapa langkah:
a. Peningkatan pengawasan internal untuk mendeteksi secara dini berbagai
kasus penyimpangan sehubungan dengan pelaksanaan tugas.
b. Sistem dan prosedur yang mempermudah pelayanan.
c. Menerapkan system reward dan punishment (penghargaan dan hukuman)
dalam pelaksanaan tugas.
d. Melibatkan masyarakat luas dalam mekanisme pengawasan terhadap
aparat perpajakan.
e. Perbaikan kinerja aparat pajak yang terkait dengan koordinasi pihak lain.
Kemudian Sony Devano dan Siti Kurnia Rahayu (2006:26) Ada beberapa faktor
yang sangat berperan penting dalam menjamin optimalisasi pemasukan dana
pemungutan pajak ke kas Negara / daerah, yaitu:
1. Kejelasan dan Kepastian Peraturan Pajak
Secara formal, pajak harus dipungut berdasarkan undang-undang demi
undang-undang saja tidaklah cukup. Undang-undang-undang haruslah jelas, sederhana dan
mudah dimengerti, baik oleh fiskus, maupun oleh pembayar pajak.
Timbulnya konflik mengenai interpretasi atau tafsiran mengenai
pemungutan pajak akan berakibat pada terhambatnya pembayaran pajak
itu sendiri. Di sisi lain, pembayar pajak akan merasa bahwa sistem
pemungutan sangat berbelit-belit dan cenderung merugikan dirinya
sebagai pembayar pajak. Karena itu harus jelas dalam hal penetapan objek
pajak, penetapan subjek pajak, penetapan tarif pajak dan tata cara
pembayaran pajak.
2. Tingkat Intelektualitas Masyarakat
Intelektualitas menjadi sangat penting sehingga tercipta masyarakat yang
sadar pajak dan mau memenuhi kewajibannya tanpa ada unsur pemaksaan.
Namun, semuanya itu hanya dapat terjadi bila memang undang-undang itu
sendiri sederhana, mudah dimengerti, dan tidak menimbulkan kesalahan
persepsi.
3. Kualitas Aparat Pajak
Kualitas aparat pajak sangat menentukan di dalam efektivitas pelaksanaan
peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Bila dikaitkan
dengan optimalisasi target penerimaan pajak, maka aparat pajak haruslah
orang yang berkompenten di bidang perpajakan, kedisiplinan,
4. Sistem Administrasi Perpajakan yang Tepat
Seberapa besar penerimaan yang diperoleh melalui pemungutan pajak juga
dipengaruhi oleh bagaimana pemungutan pajak itu dilakukan.
Untuk menggali potensi pajak yang ada selama ini (keberhasilan/kegagalan) yang
dilakukan oleh Dinas Pendapatan Kota Bandarlampung, maka perlu dicermati
faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak. baik yang dipengaruhi oleh
berbagai faktor yang berasal dari dalam maupun dari luar organisasi. Dari begitu
banyak faktor yang dirumuskan oleh para pakar, dapat disimpulkan bahwa ada 3
(tiga) faktor penting yang dianggap mewakili dari beberapa faktor yang telah
disebutkan sebelumnya. Faktor tersebut meliputi meliputi, faktor yang
mempengaruhi penerimaan pajak dari wajib pajak dan faktor yang mempengaruhi
penerimaan pajak yang berasal dari aparat pajak serta faktor yang mempengaruhi
penerimaan pajak dari peraturan pajak.
Dari deskripsi diatas dapat disimpulkan faktor-faktor yang mempengaruhi
penerimaan pajak Hiburan adalah hal yang menyebabkan, mempengaruhi dan
mendukung dalam menghasilkan penerimaan pajak Hiburan yang terdiri dari
beberapa unsur yaitu, faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak dari wajib
pajak dan faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak yang berasal dari aparat
F. Kerangka Fikir
Pendapatan Asli Daerah, terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil
pengolahan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli
daerah yang sah. Pajak Daerah merupakan komponen PAD yang memberikan
sumbangan yang cukup besar dalam medukung peningkatan PAD. Pengertian
pajak ditinjau dari segi ekonomi merupakan perolehan uang atau harta dari wajib
pajak ke sektor pemerintah tanpa imbalan langsung yang dapat ditunjuk dan
penggunaannya adalah untuk penyelenggaraan pelayanan.
Hambatan dari pungutan pajak Hiburan adalah masyarakat/badan swasta yang
enggan membayar pajak/menghindari pajak, yang disebabkan antara lain system
perpajakan yang mungkin sulit dipahami masyarakat, system kontrol yang tidak
dapat dilakukan dengan baik oleh pihak pemungut pajak dalam hal ini adalah
Dinas Pengelolaan Keuangan, Pendapatan dan Aset Daerah Kota Bandar
Lampung.
Pajak Hiburan merupakan pajak yang sangat potensial bagi penerimaan
Pendapatan Asli Daerah kota Bandar Lampung. Untuk menunjang optimasi pajak
kearah peningkatan penerimaan pajak Hiburan sebagai salah satu sumber
penerimaan daerah khususnya dari sektor pajak diperlukan suatu system dan
prosedur pemungutan pajak yang lebih sederhana, sistematis serta efisien. Hal ini
dimaksud untuk memudahkan masyarakat dalam pembayarannya dan
menghindari beban pajak berganda pada masyarakat yang pada akhirnya
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Suchman dalam Nazir (2005:84) desain penelitian adalah semua proses yang
diperlukan dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian. Dalam penelitian ini,
peneliti akan berusahamenggambarkan (deskripsi) tentang optimalisasi pajak
Hiburan sehingga penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif. Jenis
penelitian ini bertujuan untuk menguraikan sifat atau karakteristik dari suatu
fenomena tertentu yang kesimpulannya berdasarkan data yang ada dan bertujuan
mengumpulkan fakta dan menguraikannya secara menyeluruh dan teliti sesuai
dengan persoalan yang akan dipecahkan dan desain ini kurang memerlukan
hipotesis (Hasan, 2002:33). Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui
besarnya optimalisasi pajak hiburan kota bandar lampung tahun 2011. Sehingga
data-data yang dipergunakan bersifat kuantitatif. Namun dalam penjabarannya,
data hasil analisis yang berupa angka akan dideskripsikan untuk memudahkan
Menurut Soejono (1999: 1) bahwa yang dinamakan :
“Penelitian kuantitatif adalah penelitian yang melibatkan diri pada
perhitungan atau angka atau kuantitas. Dengan kata lain penelitian kuantitatif adalah penelitian yang mencakup setiap jenis penelitian yang didasarkan atas perhitungan persentase, rata-rata, chi kuadrat dan perhitungan statistik lainnya.”
Adapun Faisal (1981:1) mendefinisikan bahwa penelitian kuantitatif sebagai
penelitian yang menggunakan pengukuran dan analisis yang dikuantifikasikan.
Penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif bertujuan untuk menjelaskan,
meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi, atau berbagai variabel yang
timbul di masyarakat yang menjadi objek penelitian itu berdasarkan apa yang
terjadi. Kemudian mengangkat ke permukaan karakter atau gambaran tentang
kondisi, situasi, ataupun variabel tersebut. Pada umumnya penelitian ini
menggunakan statistik induktif untuk menganalisis data penelitiannya (Tresiana,
2006:5). Data hasil analisis nanti dapat dideskripsikan. Sehingga penelitian ini
bersifat deskriptif dengan pendekatan kuantitatif.
Berdasarkan uraian diatas, maka kesimpulan dari pembahasan nanti dapat dalam
bentuk hitungan matematik, namun juga dijelaskan dalam bentuk uraian atau
deskripsi kata-kata.
B. Definisi Konseptual
Penelitian merasa perlu membatasi bahasan dalam penelitian ini. Hal ini
dilakukan untuk menghindari perluasan masalah dan terjadinya ambiguitas
dalam penelitian ini adalah tentang Optimalisasi Pajak Hiburan Kota Bandar
Lampung.
Definisi Konseptual dalam penelitian ini adalah :
1) Optimalisasi
Optimalisasi adalah hasil yang dicapai sesuai dengan keinginan, jadi
optimalisasi merupakan pencapaian hasil sesuai harapan secara efektif dan
efisien.
C.Definisi Operasional
Menurut Nazir (2003:152) mengemukakan bahwa definisi operasional adalah
suatu definisi yang diberikan kepada suatu variabel dengan cara memberikan arti
suatu kegiatan ataupun memberikan suatu operasional yang diperlukan untuk
mengukur variabel tersebut.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa definisi operasional
adalah petunjuk operasional dalam mengukur suatu variabel sehingga dapat
ditentukan indikator penelitian yang jelas. Berkaitan dengan penelitian ini maka
Tabel 4. Operasional Variabel Penelitian
Lokasi penelitian ini bertempat di Kota Bandar Lampung, secara spesifik yaitu
pada Dinas Pendapatan daerah Kota Bandar Lampung dan Tempat Hiburan yang
berada di Kota Bandar Lampung.
E. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Sugiyono (2006:90) berpendapat bahwa populasi adalah wilayah generalisasi
tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulanya, sedangkan Bambang (2005:119) mengemukakan populasi adalah
keseluruhan gejala atau satuan yang ingin diteliti.
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka populasi adalah subyek penelitian dari
sejumlah individu yang dipelajari oleh peneliti kemudian ditarik kesimpulannya.
Adapun pemilihan populasi dari penelitian ini adalah wajib pajak hiburan di kota
bandar lampung dari tahun 2007 sampai tahun 2011 yaitu dengan jumlah 66 wajib
pajak. Pada kecamatan Teluk Betung Selatan berjumlah 25 wajib pajak.
Kecamatan Tanjung Karang Pusat 18 wajib pajak. Kecamatan Tanjung Karang
Timur 4 wajib pajak. Kecamatan Tanjung Karang Timur 2 wajib pajak.
Kecamatan Teluk Betung Utara 7 wajib pajak. Kecamatan Sukabumi 6 wajib
pajak. Tanjung Karang Barat 2 wajib pajak.
2. Sampel
Meskipun populasi termasuk dalam populasi yang tak terhingga, dalam
pelaksanaan penelitian tidak perlu untuk melibatkan semua populasi. Dengan
pertimbangan akademik dan non akademik, populasi dapat diwakili oleh sebagian
anggotanya yang disebut sampel.
Berdasarkan pertimbangan di atas, maka untuk menentukan ukuran sampel
digunakan rumus Slovin dalam Bambang Prasetyo (2011 : 137)
n =
Keterangan :
N = Ukuran Populasi
e = Tingkat Kesalahan yang di toleransi, yaitu (10%)
66
jumlah responden yang ditentukan sebanyak 40 responden. Penentuan samel
menggunakan acak sederhana.
E.Sumber Data
Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah berupa data primer
dan data sekunder.
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan langsung di
lapangan oleh orang yang melakukan penelitian atau yang bersangkutan yang
memerlukannya (Hasan, 2002:82). Data primer dalam penelitian ini adalah
data yang diperoleh dilapangan melalui pengisian kuesioner dari wajib pajak
yang dijadikan sampel dalam penelitian ini yaitu sebanyak 40 wajib pajak
Henry King dalam Sugiyono (2006:128) sebagai responden untuk
mendeskripsikan faktor yang mendukung penggalian potensi penerimaan
pajak hiburan yang berasal dari wajib pajak. Dalam penelitian ini data juga
diperoleh melalui penyebaran angket/kuisioner, observasi dan wawancara
tatap muka antara peneliti dengan responden untuk mendeskripsikan faktor
yang mendukung penggalian potensi penerimaan pajak hiburan yang berasal
dari aparat pajak dan ketentuan peraturan pajak.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh orang yang
melakukan penelitian dari sumber-sumber yang telah ada. Data ini biasanya
diperoleh dari perpustakaan atau dari laporan peneliti terdahulu (Hasan,
2002:82). Data utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
sekunder tentang pendapatan asli daerah, khususnya pendapatan pajak
hiburan. Data ini berupa peraturan-peraturan tertulis seperti undang-undang
tentang pajak daerah, dokumen-dokumen yang ada pada lokasi penelitian,
data hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya yang berkaitan dengan
potensi pajak hiburan. Adapun data yang akan dipergunakan adalah :
1. Rekapitulasi Realisasi Penerimaan PAD dari Periode Tahun 2007-2011.
2. Target dan Realisasi Penerimaan Pajak Hiburan Kota Bandar Lampung
Periode Tahun 2007-2011.
3. Realisasi Penerimaan PAD Bandar Lampung dari Tiap Jenis Pajak Periode
4. Laporan Perkembangan jumlah Wajib Pajak Berdasarkan golongan Tahun
2007-2011.
F. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data sebagai
berikut:
1. Kuesioner
Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden
untuk dijawabnya. kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang
efisien bila peneliti tahu dengan pasti variabel yang akan diukur dan tahu apa
yang bisa diharapkan dari responden.(Sugiyono,2006:158). Responden
penelitian ini adalah Wajib Pajak Hiburan adalah yang menyelenggarakan
Hiburan.
2. Wawancara
Menurut Esterberg dalam Sugiyono (2006:72) wawancara adalah merupakan
pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab,
sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu. Hasil
wawancara merupakan data kualitatif yang digunakan untuk mendukung dan
melengkapi data kuantitatif yang diperoleh melalui pengumpulan data
sekunder maupun kuesioner. Teknik wawancara diperoleh melalui
percakapan langsung dengan responden. Wawancara dalam penelitian ini
saja tidak berdasarkan pedoman wawancara. Wawancara dilakukan untuk
melengkapi data yang dibutuhkan yang belum diperoleh dari data sekunder
maupun kuesioner. Dalam mengumpulkan data, untuk mendeskripsikan
faktor-faktor penghambat dan pendukung penggalian potensi penerimaan
Pajak Hiburan yang berasal dari aparat pajak dan ketentuan peraturan pajak
mewawancarai beberapa responden dengan didasarkan pada pertimbangan
bahwa secara proporsional mereka mengetahui dan berhubungan langsung
dengan permasalahan pada penelitian ini. Sedangkan yang akan menjadi
responden dalam penelitian ini adalah
Unsur Dinas Pendapatan Daerah Kota Bandar Lampung terdiri dari
a. Kasi Pendapatan Sumber Lain-lain khusus Pajak Perhotelan dan Pajak
Hiburan
3. Studi Dokumentasi
Pengumpulan data dengan teknik dokumentasi dilakukan dengan cara
mencari dan mengumpulkan dokumen-dokumen tertulis yang relevan dengan
masalah penelitian, berupa dokumentasi organisasi, undang-undang,
keputusan-keputusan, dan dokumen-dokumen yang menunjang kegiatan
penelitian (Koestoro dan Basrowi, 2006:142). Cara ini digunakan untuk
menghimpun berbagai informasi dan bahan-bahan Dokumen, baik berupa
laporan, jurnal, buku dan lain sebagainya yang berhubungan dengan topik
G. Teknik Penentuan Skor
Skala pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala likert,
menurut sugiyono (2007:106), skala likert dipergunakan untuk mengukur sikap,
pendapat, persepsi seseorang atau skelompok orang tentang fenomena sosial.
Pengolahan data pada penelitian ini menggunakan kuisioner, maka dituangkan
kedalam pertanyaan-pertanyaan masing-masing pertanyaan diberikan alternatif
bobot skor jawaban.
Penilaian untuk jawaban A,B,C,D,E digunakan untuk mengetahui skor jawaban
sebagai berikut:
1. Untuk jawaban A (Sangat Baik) diberikan skor 5
2. Untuk jawaban B (Baik) diberikan skor 4
3. Untuk jawaban C (Cukup Baik) diberikan skor 3
4. Untuk jawaban D (kurang baik) diberi skor 2
5. Untuk jawaban E (Tidak Baik) diber skor 1
Setelah mendapatkan data-data yang dibutuhkan dan menentukan skor jawaban,
maka langkah langkah selanjutnya adalah menganalisis data, karena tujuan dari
analisis data adalah untuk menyusun dan menginterprestasikan data yang
diperoleh perhitungan menggunakan rumus interval :
Keterangan :
Nt = Nilai Tertinggi
Nr = Nilai Terendah
K = Kategori
I = Interval Nilai Skor
Konteks penelitian ini, untuk mengetahui optimalisasi pajak hiburan di kota
bandar lampung dari berbagai indikator tentang optimalisasi. Opini berada pada
tingkat sangat baik, baik, cukup baik, kurang baik, dan tidak baik.
H. Hipotesis Data
Dari hasil perhitungan potensi akan dibandingkan dan dianalisis dengan kondisi
riil penerimaan pajak Hiburan, adapun konsep yang digunakan seperti yang
dikemukakan oleh Slamet Sularso (Prakosa, 2003:135) menyiratkan bahwa perlu
adanya Administratif Efficiency Ratio (AER) yang menggambarkan kemampuan
untuk mencapai tujuan dalam bentuk menggali dan merealisir pemungutan
sumber pandapatan daerah melalui tiga pendekatan : yaitu (1) dari segi
penerimaan (2) dari segi subyek (3) dari segi obyek pemungutan.
AER dapat diukur melalui perbandingan jumlah realisasi dengan potensi yang
ada. Hasilnya akan menggambarkan persentase kemampuan memungut terhadap
potensi dengan rumusan sebagi berikut :
AER =
x 100%