• Tidak ada hasil yang ditemukan

OPTIMALISASI PENERIMAAN PAJAK HIBURAN DALAM RANGKA MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (STUDI PADA PEMERINTAH KOTA BANDAR LAMPUNG TAHUN 2011)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "OPTIMALISASI PENERIMAAN PAJAK HIBURAN DALAM RANGKA MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (STUDI PADA PEMERINTAH KOTA BANDAR LAMPUNG TAHUN 2011)"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

ABSTRACT

OPTIMIZATION OF TAX REVENUE INCOME IN ORDER TO INCREASE

ENTERTAINMENT ORIGINAL AREAS

(STUDIES IN THE CITY OF BANDAR LAMPUNG IN 2011)

BY

ARI UTOMO

Local tax is one of the Area's original acceptance Of Bandar Lampung is the

largest. So relatively large contributions in the financing of development in the

region. Entertainment tax is one component of the local tax. During the five years

from 2007-2012 the number of its realization has always exceeded the targets set,

though it required an effort in knowing the size of the potential that exists. By

knowing the magnitude of the potential that exists, then the number of targets will

be adjusted to the existing potential and further adapted to the abilities of the poll

based on factors that can support extracting the potential Entertainment Tax that

can be done to increase it's discretion. The right adjustment between existing

potential with the establishment of the target as well as the ability to gather it

(3)

increasing the income of the original area (PAD) of the sector of the entertainment

Tax. This research is a descriptive quantitative approach. The focus of the

research focuses on potential Tax Entertainment by performing the calculation

multiply the Tax Percentage of Entertainment based on the entertainment venues,

the average tax burden rate of each the number of entertainment outlets and

entertainment venues of their respective groups. This research takes place in the

city of Bandar Lampung Dispenda Office and places of entertainment in the city

of Bandar Lampung. The Data used are the primary and secondary data.

Based on the results of the research, it can be noted that the potential of the

entertainment Tax in 2011 in the city of Bandar Lampung amounting to Rp.

3.317.578.148. The effectiveness of the Entertainment tax potential excavation in

the city of Bandar Lampung amounted 91,89%, so can be categorized based on

the effective Index Coverage Ratio (CR). The difference between the actual

acceptance of the existing potential of Rp. 268.743.964 means that there is still a

potential that has yet to be optimized by the local government in this Dispenda

city of Bandar Lampung. Excavation tax Entertainment has a number of potential

constituents is the taxpayers, tax authorities and tax rules and factors and factors

(4)

ABSTRAK

OPTIMALISASI PENERIMAAN PAJAK HIBURAN

DALAM RANGKA MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (STUDI PADA PEMERINTAH KOTA BANDAR LAMPUNG

TAHUN 2011)

OLEH

ARI UTOMO

Pajak daerah merupakan salah satu sumber Penerimaan Asli Daerah Kota

Bandar Lampung yang terbesar. Sehingga kontribusinya relatif besar dalam

pembiayaan pembangunan di daerah. Pajak Hiburan adalah salah satu komponen

pajak daerah. Selama kurun waktu lima tahun dari tahun 2007-2011 jumlah

realisasinya selalu melebihi target yang ditetapkan, meskipun demikian kiranya

diperlukan suatu upaya dalam mengetahui besarnya potensi yang ada. Dengan

mengetahui besaran potensi yang ada, maka jumlah target akan disesuaikan

dengan potensi yang ada dan selanjutnya disesuaikan dengan kemampuan

pemungutan berdasarkan faktor-faktor yang dapat mendukung penggalian potensi

Pajak Hiburan sehingga dapat dilakukan kebijaksanaan yang tepat untuk

(5)

dapat meningkat pada tahun selanjutnya

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui seberapa besar peran

Pemerintah dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor Pajak

Hiburan. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Fokus

penelitian menitikberatkan pada potensi Pajak Hiburan dengan melakukan

perhitungan yaitu mengalikan antara Persentase Pajak Hiburan berdasarkan

golongan tempat Hiburan, Rata-rata tarif beban Pajak dari masing-masing

golongan tempat hiburan dan Jumlah tempat hiburan yang ada dari

masing-masing golongan tempat hiburan. Penelitian ini berlangsung di Kantor Dispenda

Kota Bandar Lampung dan tempat-tempat Hiburan yang ada di Kota Bandar

Lampung. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder.

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat diketahui bahwa Potensi Pajak

Hiburan pada tahun 2011 di Kota Bandar Lampung sebesar Rp. Rp.

3.317.578.148,00. Tingkat efektivitas penggalian potensi pajak Hiburan di Kota

Bandar Lampung adalah sebesar 91,89%, sehingga dapat dikategorikan efektif

berdasarkan Indeks Coverage Ratio (CR). Adanya selisih antara realisasi

penerimaan dengan potensi yang ada sebesar Rp. 268.743.964 artinya bahwa

masih terdapat sejumlah potensi yang belum bisa dioptimalkan oleh pemerintah

daerah dalam hal ini Dispenda Kota Bandar Lampung. Penggalian potensi pajak

Hiburan memiliki sejumlah faktor pendukung yaitu faktor wajib pajak, faktor

aparat pajak serta faktor ketentuan peraturan pajak dan faktor pengawasan yang

(6)
(7)
(8)
(9)

DAFTAR ISI

A. Tinjauan Tentang Optimalisasi ... 12

B. Tinjauan Pajak Secara Umum ... 13

2. Pengukuran/Penilaian Pendapatan Asli Daerah (PAD) ... 25

(10)
(11)

2. Usia Responden ... 59

3. Tingkat Pendidikan Responden ... 60

4. Jenis Tempat Hiburan ... 60

5. Lama Tempat Usaha ... 61

C. Hasil Penghitungan dan Pembahasan Potensi Pajak Hiburan Di Kota Bandar Lampung ... 62

D. Hasil Pembahasan Jawaban Wawancara dan Kuisioner Tentang Optimalisasi Pemerimaan Pajak Hiburan Di Kota Bandar Lampung ... 72

1. Faktor Peraturan Pajak ... 72

2. Faktor Wajib Pajak ... 79

3. Faktor Kualitas Aparat Pajak ... 81

4. Faktor Pengawasan Yang Efektif ... 86

E. Uji Validitas dan Reabilitas Data ... 94

A. Uji Validitas ... 94

B. Uji Reabilitas ... 96

BAB VI SARAN DAN KESIMPULAN ... 98

A. Kesimpulan ... 98

B. Saran ... 99

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Peneriman Pajak Hiburan Bandar Lampung Tahun 2007- 2011 ... 6

Tabel 2 Data Sumbangan Penerimaan Pajak Hiburan Terhadap Pendapatan AsliDaerah Kota Bandar Lampung 2007 s/d 2011 ... 7

Tabel 3 Data Wajib Pajak Berdasarkan Jenis Golongan Tempat Hiburan ... 8

Tabel 4. Operasional Variabel Penelitian... 38

Tabel 5 Jumlah Penduduk Kota Bandar Lampung Kecamatan dan Jenis Kelamin Tahun 2011 ... 51

Tabel 6. Identitas responden menurut JenisKelamin ... 58

Tabel 7. Identitas responden berdasarkan Usia... .... 59

Tabel 8. Identitas responden berdasarkan Tingkat Pendidikan. ... 60

Tabel 9. Identitas responden berdasarkan kategori Jenis Tempat Hiburan ... 61

Tabel 10. Identitas responden berdasarkan Lama Usaha Wajib Pajak ... 62

(13)

Tabel. 13 kondisi faktual kejelasan dan kepastian objek pajak ... 74

Tabel. 14 kondisi faktual kejelasan dan kepastian subjek pajak ... 74

Tabel. 15 kondisi faktual kejelasan dan kepastian penetapan tarif pajak ... 75

Tabel. 16 kondisi faktual tata cara pembayaran pajak ... 76

Tabel. 17 kondisi faktual Kesederhanaan Undang-Undang ... 80

Tabel. 18 kondisi faktual Persepsi Masyarakat ... 81

Tabel. 19 kondisi faktual faktor kompetensi aparat pajak ... 82

Tabel. 20 kondisi faktual faktor kedisiplinan aparat pajak ... 82

Tabel. 21 kondisi faktual faktor Tanggung Jawab aparat pajak ... 83

Tabel. 22 kondisi faktual faktor kualitas aparat pajak ... 83

Tabel. 23 kondisi faktual faktor moral aparat pajak ... 84

Tabel. 24 kondisi faktual faktor kesesuaian rencana yang ditetapkan ... 86

Tabel. 25 kondisi faktual faktor Interupsi yang diperintahkan ... 87

Tabel 26 distribusi kategori jawaban mengenai Optimalisasi Pajak Hiburan... 92

(14)

Tabel 29 Item-Total Statistics ... 96

Tabel 30 Daftar Interprestasi Koefisien r ... 97

(15)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah, mengidikasikan perubahan sistem pemerintahan kearah yang lebih

desentralisasi, dimana penyelenggaraan pemerintahan di daerah lebih diserahkan

kepada pemerintah lokal (otonomi daerah). Inti dari pelaksanaan otonomi daerah

adalah terdapatnya keleluasan pemerintah daerah untuk menyelenggarakan

pemerintahan sendiri atas dasar prakarsa, kreativitas dan peran serta aktif

masyarakat dalam rangka mengembangkan dan memajukan daerahnya.

Salah satu aspek penting untuk mengetahui kemampuan daerah dalam mengatur

dan mengurus rumah tangganya adalah kemampuan self suporting dalam bidang

keuangan. Setiap daerah harus mampu memenuhi kebutuhan daerah dengan

kapasitas fiskal atau kemamapuan keuangan daerah yang dimilikinya. Oleh

karenanya, daerah dituntut untuk memiliki sumber-sumber keuangan yang

memadai untuk membiayai kegiatan pemerintahan di daerahnya.

Pentingnya keuangan daerah yang diwujudkan dalam berbagai sumber

penerimaan daerah, baik dari pemerintah pusat maupun pendapatan asli daerah

(16)

oleh Kaho (1997: 59) bahwa keuangan daerah merupakan salah satu kriteria yang

digunakan untuk mengukur sejauh mana kemampuan daerah mampu mengurus

rumah tangganya sendiri. Dengan kata lain, bahwa kemampuan keuangan daerah

merupakan gambaran mengenai kondisi penyelenggaraan otonomi daerah yang

ditinjau dari segi kemadirian dalam mengelola sumber-sumber keuangan daerah.

oleh karenanya, setiap daerah otonom dituntut untuk memiliki sumber keuangan

sendiri, karena tanpa kemampuan keuangan daerah yang memadai, maka

keberhasilan otonomi daerah tidak akan tercapai.

Salah satu sumber keuangan daerah sebagai instrumen untuk memaksimalkan

kemampuan keuangan daerah berdasarkan UU Nomor 33 Tahun 2004 pasal 5

tentang Sumber-Sumber Penerimaan Daerah adalah pendapatan asli daerah.

pendapatan asli daerah merupakan sumber keuangan daerah yang digali dari

dalam wilayah daerah yang bersangkutan. Sumber-sumber pendapatan dari daerah

sendiri adalah sumber pendapatan yang dikumpulkan secara langsung dari

masyarakat yang bersangkutan berdasarkan peraturan daerah dan

perundang-udangan yang berlaku.

Pendapatan Asli Daerah sebagai salah satu sumber penerimaan daerah mempunyai

peranan penting dalam pembangunan. Hal ini dapat dilihat dalam pelaksanaan

Otonomi Daerah dimana peranan PAD diharapkan dan diupayakan dapat menjadi

penyangga utama dalam membiayai kegiatan pembangunan di daerah. Oleh

karena itu pemerintah daerah harus dapat mengupayakan peningkatan penerimaan

(17)

keuangan daerah yang dapat digunakan untuk berbagai kegiatan pembangunan

yang bersifat mandiri serta dalam menyelenggarakan pemerintahandan kegiatan

pembangunan yang setiap tahun meningkat sehingga kemandirian otonomi daerah

yang luas, nyata dan bertanggung jawab dapat dilaksanakan (Nurlan, 2007)

Kota Bandar Lampung sebagai ibukota Propinsi Lampung tentunya memerlukan

dana yang cukup besar dalam menyelenggarakan kegiatan pembangunan daerah di

berbagai sektor. Dana pembangunan tersebut diusahakan sepenuhnya oleh

pemerintah daerah dan bersumber dari penerimaan pemerintah daerah Kota

Bandar Lampung sendiri. Sumber pembiayaan kebutuhan pemerintah yang mana

biasa dikenal dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) berasal dari pengolahan

sumber daya yang dimiliki daerah di samping penerimaan dari pemerintah

propinsi, pemerintah pusat serta penerimaan daerah lainnya. Sejalan dengan upaya

untuk mengingkatkan serta menggali sumber-sumber penerimaan daerah, maka

Pemerintah Kota Bandar Lampung harus berusaha secara aktif untuk

meningkatkan serta menggali sumber-sumber penerimaan daerah terutama

penerimaan yang berasal dari daerah sendiri. Hal ini perlu dilakukan untuk

mengurangi ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat dalam

pembiayaan pembangunan daerah.

Upaya untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) tentunya tidak

terlepas dari peranan masing-masing komponen Pendapatan Asli Daerah, yang

salah satunya yaitu melalui penerimaan pajak daerah. Pajak daerah sebagai salah

(18)

penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah, untuk meningkatkan

dan memeratakan kesejahteraan masyarakat. Dilihat dari aspek pemungutanya

pajak mempunyai dua fungsi, pertama fungsi budgeter yaitu suatu alat yang

digunakan untuk memasukan uang kedalam kas negara/daerah sesuai dengan

waktunya dalam rangka membiayai pengeluaran pusat/daerah, kedua fungsi

pengaturan merupakan fungsi yang dipergunakan oleh pemerintah pusat/daerah

untuk mencapai tujuan tertentu yang berada diluar sektor keuangan negara/daerah.

Dengan demikian daerah mampu melaksanakan otonomi yaitu mampu mengatur

dan mengurus rumah tangganya sendiri.

Misi pembangunan meningkatkan prasarana dan sarana perkotaan yang menuju

kota Bandar Lampung yang lebih baik memberikan peranan kepada Pemerintah

Kota Bandar Lampung bekerja sama dengan pihak swasta dalam memenuhi

ketersediaan sarana dan prasarana kota yang memadai dan mutlak diperlukan.

Adapun salah satu bagian dari prasarana dan sarana yang harus tersedia adalah

Tempat Hiburan. Tempat Hiburan sebagai Aset dan Investasi yang dimiliki setiap

daerah. Pemerintah daerah perlu mempromosikan potensi daerah yang dimiliki

agar para investor berminat menanamkan modalnya di kota bandarlampung. Pajak

Daerah besarnya kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah setelah Retribusi

Daerah. Oleh karena itu sumbangan pajak daerah cukup berperan terhadap

Pendapatan Asli Daerah yang salah satu jenis pajak daerah tersebut adalah Pajak

(19)

Adapun pengenaan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000, salah

satu jenis Pajak Kabupaten/Kota adalah Pajak Hiburan. Yang dimaksudkan

Hiburan adalah semua jenis pertunjukan, permainan, permainan ketangkasan, dan

atau keramaian dengan nama dan bentuk apapun, yang ditonton atau dinikmati

oleh setiap orang dengan dipungut bayaran, seperti tontonan film, kesenian,

pagelaran musik dan tari, diskotik, klab malam, permainan bilyard, permainan

ketangkasan, panti pijat, mandi uap, dan pertandingan olah raga. Subjek pajak

daerah adalah orang pribadi atau badan yang dapat dikenai pajak daerah.

Berkaitan dengan pajak Hiburan maka Subjek Pajak Hiburan adalah orang atau

pribadi atau badan yang menikmati hiburan.

Yang dimaksud dengan wajib pajak Hiburan menurut Undang-undang Pajak

Daerah no.28 Tahun 2009 adalah orang atau badan yang bertindak baik untuk dan

atas namanya sendiri dan atas nama pihak lain yang menjadi tanggunganya yang

menyelenggarakan hiburan. Pemerintah Daerah Bandar Lapung melalui Dinas

Pengelolaan Keuangan, Pendapatan dan Aset Daerah Kota Bandar Lampung

melakukan usaha-usaha peningkatan pendapatan pajak hiburan secara optimal

untuk mengisi kas daerah yang membiayai pembangunan.

Di Bandar Lampung pajak Hiburan diatur dalam Peraturan Daerah Kota Bandar

Lampung Nomor 01 Tahun 2011 tentang Pajak Hiburan. Perijinan, pengelolaan

dan mengatur pelaksanaan pemungutan pajak Hiburan diatur oleh Dinas

Pendapatan Daerah Bandar Lampung. Di Bandar Lampung penerimaan pajak

Hiburan dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang cukup berarti, hal ini

(20)

Tabel 1 Peneriman Pajak Hiburan Bandar Lampung Tahun 2007- 2011

Sumber : Dinas Pengelolaan Keuangan, Pendapatan dan Aset Daerah Kota Bandar Lampung 2012*.

Tabel 1 di atas menunjukkan bahwa nilai rencana dan realisasi penerimaan pajak,

cendrung mengalami peningkatan sejak Tahun Anggaran 2007 sampai dengan

2011, bahkan nilai realisasi penerimaan pajak justru lebih besar dari yang

direncanakan sebelumnya dari target yang ditentukan, walaupun pada Tahun

Anggaran 2008 nilai realisasi dari target direncanakan tidak tercapai, namun pada

tahun anggaran 2007, 2009, 2010, dan 2009 mengalami kenaikan dari rencana

penerimaan. dapat diketahui penerimaan pajak Hiburan Tahun anggaran 2007

sebesar Rp. 1.486.131.507 dengan tingkat pencapaian sebesar 103,59 %, pada

Tahun Anggaran 2008 sebesar Rp1.678.220.739 dengan tingkat pencapaian 93,23

%, pada Tahun Angaran 2009 sebesar Rp2.278.296.365 dengan tingkat

pencapaian 111,13 %, pada Tahun Anggaran 2010 sebesar Rp2.607.935.632

dengan tingkat pencapaian 110,97 %, pada Tahun Angaran 2011 sebesar Rp

3.048.834.184 dengan tingkat pencapaian 101,62%

Menurut Drs. Nurlan Darise (2009;62) dasar pengenaan Pajak Hiburan berasal

dari jumlah pembayaran dan atau yang seharusnya dibayar termasuk pemberian

potongan harga dan tiket Cuma-Cuma untuk menonton dan atau menikmati

Tahun Target Realisasi Tingkat Pencapaian %

2007 1.434.593.750,00 1.486.131.507,00 103%

2008 1.800.000.000,00 1.481.301.042,00 93,23%

2009 2.050.000.000,00 2.278.296.365,00 111,13%

2010 2.350.000.000,00 2.607.935.632,00 110,97%

(21)

hiburan. Tarif pengenaan pajak Hiburan paling tinggi sebesar 35%, hiburan

berupa kesenian tradisional dikenakan tarif yang lebih rendah dari hiburan lainya.

Besarnya pokok Pajak Hiburan yang terutang dihitung dengan dasar pengenaan

pajak. pajak hiburan yang terutang dipungut di wilayah daerah tempat hiburan

diselnggarakan.

Tabel 2 Data Sumbangan Penerimaan Pajak Hiburan Terhadap Pendapatan AsliDaerah Kota Bandar Lampung 2007 s/d 2011 (dalam rupiah)

Tahun Pajak Daerah Pajak Hiburan Sumbangan %

2007 30.432.581.831,81 1.486.131.507,00 4,88%

2008 39.265.916.881,00 1.481.301.042,00 3,77%

2009 47.035.295.283,00 2.278.296.365,00 4,84%

2010 56.627.114.786,48 2.607.935.632,00 4,60%

2011 112.602.140.715,00 3.048.834.184,00 2,70%

Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan, Pendapatan dan Aset Daerah Kota Bandar Lampung 2012*.

Dari tabel 2 dapat dilihat bahwa sumbangan pajak Hiburan Tahun Anggaran 2007

sampai dengan tahun 2011. Pada tahun 2007 pajak Hiburan sebesar Rp.

1.486.131.507,00 dengan sumbangan 4,88% dari penerimaan Pajak Daerah

sebesar Rp. 30.432.581.831,81 dan pada tahun 2008 sebesar Rp. 1.481.301.042,00

dengan sumbangan 3,77% dari penerimaan Pajak Daerah sebesar Rp.

39.265.916.881,00.

Pajak hiburan mengalami kenaikan pada tahun 2009 sebesar Rp.

2.278.296.365,00. dengan sumbangan 4,48% dari penerimaan Pajak Daerah

sebesar Rp. 47.035.295.283,00 dan tahun 2010 sebesar Rp. 2.607.935.632,00

dengan sumbangan 4,60% daari penerimaan Pajak Daerah sebesar Rp

(22)

3.048.834.184,00 dengan sumbangan 2,70% dari penerimaan Pajak Daerah

sebesar Rp 12.602.140.715,00. Maka rata-rata sumbangan pajak Hiburan terhadap

pendapatan Asli Daerah tahun anggaran 2007-2011 adalah 4,16 %.

Adapun jumlah Wajib Pajak Hiburan yang terdaftar di Dinas Pendapatan Kota

Bandar Lampung periode april tahun 2012 adalah sebagai berikut :

Tabel 3 Data Wajib Pajak Berdasarkan Jenis Golongan Tempat Hiburan

1. Panti Pijat : 9 Wajib Pajak

2. Bioskop : 1 Wajib Pajak

3. Bilyard : 8 Wajib Pajak

4. Arena Sport : 2 Wajib Pajak

5. Karaoke : 19 Wajib Pajak

6. Game Centernet : 3 Wajib Pajak

7. Video Games : 7 Wajib Pajak

8. Diskotik : 1 Wajib Pajak

9. Rekreasi : 3 Wajib Pajak

10.Salon/Spa : 7 Wajib Pajak

11.Water Park : 3 Wajib Pajak

12.Insidentil : 3 Wajib Pajak

Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan, Pendapatan dan Aset Daerah Kota Bandar Lampung 2012*.

Dari hasil pengamatan diatas kontribusi yang diberikan pajak Hiburan cukup

besar terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Bandar Lampung, hal tersebut di

(23)

Bandar Lampung. Sejalan dengan meningkatnya Perekonomian penduduk di

Daerah Bandar Lampung jumlahnya terus meningkat. Pertumbuhan penduduk

yang terus meningkat memberikan suatu dorongan kepada pemerintah untuk

memikirkan tingkat kesejahteraan rakyatnya. Dengan meningkatnya

Perekonomian penduduk dapat diartikan bahwa pendapatan perkapita penduduk

juga meningkat. Maksud dari optimasi penerimaan pajak Hiburan disini adalah

kenaikan HTM (harga tiket masuk) dalam penyelengaraan tempat-tempat hiburan

juga harus diikuti dengan peningkatan penerimaan pajak Hiburan itu sendiri

sehingga berpengaruh pada sumbangan yang diberikan oleh sector pajak hiburan

terhadap Pendapatan Asli Daerah Lampung. Namun ada beberapa hal yang tidak

terlihat data sebagai faktor penghambat dari pertumbuhan penerimaan dari sector

pajak ini, Salah satunya adalah tempat hiburan liar yang ada. Tentunya pemerintah

perlu menindak lanjut masalah tempat hiburan liar tersebut karena dari tempat

hiburan liar ini apabila di data, penerimaan yang diperoleh dari tempat hiburan liar

ini di kenakan biaya hasil yang masuk ke kas pemerintah daerah cukup besar.

Berdasarkan uraian diatas, maka penyusunan Penelitian ini memilih judul

Optimalisasi Pajak Hiburan dalam Rangka Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah

Kota Bandar Lampung Tahun 2011.

Adapun alasan-alasan yang mendukung penyusunan penelitian dengan judul

tersebut diatas adalah:

1. Peranan aparatur pemerintah sangat penting untuk meningkatkan

sumber-sumber pendapatan daerah dari sektor pajak Hiburan dalam pembiayaan

(24)

2. Potensi tempat Hiburan di daerah Bandar Lampung dipandang sangat

besar, mengingat potensi yang semakin meningkat.

3. Pajak Hiburan mempunyai peranan penting dalam pembiayaan

penyelenggaraan pemerintah di daerah Bandar Lampung.

B. Perumusan Masalah

Dari pertumbuhan usaha tempat hiburan di Kota Bandar Lampung periode waktu

2007 sampai dengan periode 2011 sumbangan pajak Hiburan terhadap Pajak

Daerah masih relative kecil dengan angka rata-rata hanya mencapai 4,16 %.

Berdasarkan beberapa hal sebagaimana yang telah diuraikan dalam alasan

pemilihan judul, maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Apakah pemerintah daerah bandarlampung sudah optimal dalam

meningkatkan pendapatan dari sektor pajak hiburan?

2. Apa saja Faktor pendukung yang dimiliki oleh Pemerintah Kota Bandar

Lampung dalam meningkatkan pendapatan dari sektor Pajak Hiburan?

C. Tujuan Penelitian

Sebagaimana permasalahan yang penulis kemukakan di atas, maka penelitian ini

bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis tentang:

1. Untuk mengetahui Optimalisasi penerimaan Pendapatan Asli Daerah

(25)

2. Mengetahui Faktor pendukung apa saja yang dimiliki oleh Pemerintah

Daerah dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah dari sektor Pajak

Hiburan.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dengan adanya penelitian ini adalah :

1. Secara teoritis diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan dan

wawasan bagi kajian-kajian Administrasi Perpajakan dan Retribusi Daerah.

2. Secara praktis diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan bagi

pihak yang berkepentingan sebagai bahan pertimbangan terkait potensi

Pajak Hiburan, sehingga dengan diketahuinya besarnya potensi pajak

Hiburan dapat dilakukan kebijaksanaan yang tepat untuk meningkatkan

penerimaan Pajak Hiburan sebagai salah satu Pendapatan Asli Daerah pada

(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Optimalisasi

Dalam beberapa literatur manajemen, tidak dijelaskan secara tegas pengertian

optimalisasi, namun dalam Kamus Bahasa Indonesia, W.J.S. poerdwadarminta (

1997 :753 ) dikemukakna bahwa : “Optimalisasi adalah hasil yang dicapai sesuai

dengan keinginan, jadi optimalisasi merupakan pencapaian hasil sesuai harapan

secara efektif dan efisien”. Optimalisai banyak juga diartikan sebagai ukuran

dimana semua kebutuhan dapat dipenuhi dari kegiatan-kegiatan yang

dilaksanakan. Menurut Winardi (1999 : 363) Optimaslisai adalah ukuran yang

menyebabkan tercapainya tujuan sedangkan jika dipandang dari sudut usaha,

Optimalisasi adalah usaha memaksimalkan kegiatan sehingga mewujudkan

keuntungan yang diinginkan atau dikehendaki.Dari uraian tersebut diketahui

bahwa optimalisasi hanya dapat diwujudkan apabila dalam pewujudannya secara

efektif dan efisien. Dalam penyelenggaraan organisasi, senantiasa tujuan

(27)

B. Tinjauan Tentang Pajak

1. Pengertian Pajak

Apabila membahas pengertian pajak maka banyak sekali pakar yang memberikan

batasan pengertian pajak, diantaranya seperti yang dikemukakan oleh Adriani

(Waluyo dan Wirawan, 1999:2) yang mengemukakan bahwa :

“pajak adalah iuran kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang tertuang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan”.

Salah satu pakar lainya Prof. Dr. Rochmat Soemitro (2005;41) mengemukakan

bahwa :

“pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara (perlihan kekayaan dari sektor

partikulir ke sektor pemerintah) berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (tegen prestasi), yang langsung dapat ditunjukan dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum.”

Kemudian menurut Dr. Soeparman Soemahamidjaja (2005;6) menyatakan bahwa

“pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang yang dipungut oleh

penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum” menyatakan bahawa

Mr. Dr. NJ. Friedmann (terjemahan) (2005;5) menyatakan bahwa :

“Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada pengusaha (menurut norma-norma yang ditetapkan secara umum), tanpa adanya kontra prestasi dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran umum.”

Prof. Dr. MJH. Smeeth (2005;6) menyatakan bahwa :

“Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma

(28)

yang dapat ditunjukan dalam hal yang individual, dimaksudkan untuk membiayai pengeluaran pemerintah”.

Terdapat banyak ditemukan pengertian-pengertian tentang pajak yang

dikemukakan oleh para pakar. Namun dari beberapa pengertian di atas terdapat

kesamaan arti. Sehingga dapat ditelusuri beberapa ciri-ciri dari pajak menurut

Waluyo dan Wirawan (2005:3) sebagaimana berikut :

1) Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaannya

yang sifatnya dapat dipaksakan.

2) Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi

individual oleh pemerintah

3) Pajak dipungut oleh Negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah

daerah

4) Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila

dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk

membiayai public investment.

5) Pajak dapat pula mempunyai tujuan selain budgeter, yaitu mengatur.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa pajak adalah

suatu bentuk pemungutan resmi yang bersifat memaksa dari pemerintah kepada

para wajib pajak baik perseorangan atau badan hokum dimana para wajib pajak

tersebut tidak mendapatkan jasa timbal balik secara langsung dari pemerintah,

dimana dana yang dikumpulkan pemerintah tersebut bertujuan untuk

melaksanakan pembangunan dan sebagai biaya operasional dalam menjalankan

(29)

2. Fungsi Pajak

Menurut Rochmat Soemitro (2009;49) dalam bukunya Pengelolaan Keuangan

Daerah fungsi pajak adalah :

a. Fungsi budgeter

Fungsi terletak dan lazim dilakukan pada sektor publik dan pajak disani

merupakan suatu alat yang dapat dipergunakan untuk memasukan uang

kedalam kas negara/daerah sesuai dengan waktunya dalam rangka

membiayai pengeluaran pemerintah pusat/daerah.

b. Fungsi Pengaturan

Merupakan fungsi yang diperlukan oleh pemerintah pusat/daerah untuk

mencapai tujuan tertentu yang berada diluar sektor keuangan negar/daerah,

konsep ini paling sering dipergunakan pada sektor swasta.

3. Asas-Asas Pemungutan Pajak

Asas-asas pemungutan pajak sebagaimana dikemukakan oleh Adam Smith dalam

buku An inquiri into the Nature and cause of the Wealth of Nations (Waluyo dan

Wirawan, 2003:14) menyatakan bahwa pemungutan pajak hendaknya didasarkan

pada:

1) Equality (keadilan), artinya pemungutan pajak harus bersifat adil dan

merata, yaitu pajak dikenakan kepada orang pribadi yang harus sebanding

dengan kemampuan membayar pajak atau ability to pay dan sesuai dengan

(30)

menyumbangkan uang untuk pengeluaran pemerintah sebanding dengan

kepentingan dan manfaat yang diminta.

2) Certainty (kepastian), artinya pajak dijalankan secara jelas, tegas dan pasti.

3) Convenience (kelayakan), artinya adanya unsur kesenangan dan kerelaan

dari wajib pajak untuk membayar pajak, bukan malah menekan wajib

pajak.

4) Economy (ekonomis), artinya bahwa biaya pemungutan pajak tidak lebih

besar dari penerimaan pajak.

4. Tarif Pajak

Tarif Pajak (Waluyo dan Wirawan, 2003:19)dapat dibagi menjadi:

a. Tarif Pajak Proporsional

Tarif berupa persentase yang tetap, terhadap berapapun besarnya dasar

pengenaan pajak sehingga besarnya pajak yang terutang proporsional

terhadap besarnya nilai yang dikenai pajak.

b. Tarif Pajak Progresif

Tarif pajak yang persentasenya menjadi lebih besar apabila jumlah yang

menjadi dasar pengenaannya semakin besar.

c. Tarif Pajak Degresif

Persentase tarif pajak yang semakin menurun apabila jumlah yang menjadi

(31)

d. Tarif Pajak Tetap

Tarif berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap berapapun besarnya

jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang tetap.

5. Sistem Pemungutan Pajak

Sistem pemungutan pajak (Waluyo dan Wirawan, 2005:17) dapat dibagi menjadi:

1) Official Assessment System

Sistem pemungutan pajak yang memberikan kewenangan penuh kepada

pemerintah (fiskus) untuk menghitung besarnya pajak terutang.

2) Self Assessment System

Sistem pemungutan pajak yang memberikan kewenangan, kepercayaan dan

tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan,

membayar dan melaporkan besarnya pajak yang harus dibayar.

3) With Holding System

Sistem pemungutan pajak yang memberikan kewenangan kepada pihak ketiga

untuk memotong dan memungut besarnya pajak terutang oleh wajib pajak.

C. Tinjauan Tentang Pajak Daerah

1. Pengertian Pajak Daerah

Pajak daerah diatur dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 65 Tahun 2001 Pasal 1

(32)

oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang

seimbang yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan

yang berlaku yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah

daerah dan pembangunan daerah. Berdasarkan beberapa literatur dapat ditemukan

pengertian-pengertian mengenai pajak Daerah seperti yang dikemukakan Prof. Dr.

Mardiasmo, MBA (12;2008) Pajak Daerah adalah iuran wajib yang dilakukan

oleh pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang,

yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,

yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan

pembangunan daerah. Sedangkan menurut Rochmat Sumitro (48; 2009) Pajak

Daerah adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang

dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang

langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran

umum.

Rochmat Soemitro (2005: 130) mengemukakan pajak Daerah adalah pajak daerah

yang dipungut oleh daerah-daerah swatantra seperti propinsi, kabupaten, kotapraja

dan sebagainya. Lain halnya dengan Siagian (Kaho, 2005: 130) yang mengatakan

bahwa Pajak Daerah adalah Pajak Negara yang diserahkan kepada daerah dan

dinyatakan sebagai Pajak Daerah dengan Undang-Undang.

Berdasarkan pengertian di atas menurut Josef Riwu Kaho (2005:131), ciri ciri

(33)

a. Pajak Daerah berasal dari Pajak Negara yang diserahkan kepada daerah

sebagai pajak daerah

b. Penyerahan dilakukan berdasarkan perundang-undangan

c. Pajak Daerah dipungut oleh daerah berdasarkan undang-undang dan atau

peraturan hukum lainnya

d. Hasil pungutan pajak daerah dipergunakan untuk membiayai

penyelenggaraan urusan-urusan rumah tangga daerah atau untuk

membiayai pengeluaran daerah sebagai badan hukum publik.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa

pajak daerah adalah pajak negara yang diserahkan kepada pemerintah daerah

untuk memungutnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,

yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan

pembangunan di daerah tersebut.

Fungsi pajak dilihat dari aspek pemungutanya mempunyai dua fungsi , yaitu:

a. Fungsi Budgeter

Fungsi terletak dan lazim dilakukan pada sektor publik dan pajak disini

merupakan suatu alat yang dapat dipergunakan untuk memasukan uang

kedalam kas negara /daerah sesuai dengan waktunya dalam rangka

(34)

b. Fungsi Pengaturan

Merupakan fungsi yang dipergunakan oleh pemerintah pusat/daerah untuk

mencapai tujuan tertentu yang berada diluar sektor keuangan

negara/daerah, konsep ini paling sering dipergunakan pada sektor swasta.

Fungsi-fungsi tersebut berimplikasi pada penigkatan target keuangan pada suatu

daerah kemudian diberikan kepada pemerintah untuk mengelola pendapatan

pemerintah daerah tersebut.

Syarat pemungutan pajak hendakanya dilakukan secara proporsoinal agar tidak

menimbulkan hambatan atau perlawanan dalam pemungutanya. Pemungutan

pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut:

1. Syarat keadilan

Pemungutan pajak harus sesuai dengan tujuan hukum yakni mencapai

keadilan undang-undang dan pelaksanaan pemungutanyan harus adil. Adil

dalam perundang-undangan diantaranya mengenakan pajak secara umum

dan merata serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Sedang

adil dalam pelaksanaan pemungutanya yakni dengan kemampuan

masing-masing. Sedang adil dalam pelaksaan pemungutanya yakni dengan

memberi hak bagi wajib untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam

(35)

2. Syarat Yuridis

Pemungutan pajak harus didasarkan pada undang-undang. Hal ini

memberi jaminan hukum untuk menyatakan keadilan baik bagi negara

maupun bagi negara maupun bagi warganya.

3. Syarat Ekonomis

Pemungutan pajak tidak sampai mengganggu perekonomian khususnya

pada kegiatan perdagangan sehingga tidak menimbulkan kelesuhan

perekonomian masyarakat.

4. Syarat Finansial

Pemungutan pajak harus efisien dan didasarkan pada fungsi budgeter

dalam artian biaya pemungutan pajak harus ditekan sehingga lebih rendah

dan hasil pemungutan.

5. Sistem pemungutan pajak

Sistem pemungutan pajak yang sederhana akan memudahkan dan

mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakan.

2. Jenis-jenis Pajak Daerah

Menurut Undang-Undang No. 34 Tahun 2000 dikatakan bahwa Pajak Daerah

terbagi ke dalam dua bagian yaitu :

1. Tingkat I terdiri dari :

a. Pajak Kendaraan Bermotor ( PKB ) dan Kendaraan di Atas Air

(36)

c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor ( PBBKB )

d. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air

Permukaan.

2. Tingkat II terdiri dari :

a. Pajak Hotel

b. Pajak Restoran

c. Pajak Hiburan

d. Pajak Reklame

e. Pajak Penerangan Jalan

f. Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C

g. Pajak Parkir

Dalam penelitian ini salah satu potensi pajak daerah yang memberikan pengaruh

dalam pendapatan dinas pendapatan daerah kota bandar lampung yaitu pajak

hiburan.

D. Tinjauan Tentang Pajak Hiburan

1. Pengertian Tentang Pajak Hiburan

Menurut Pemerintah Kota Bandar Lampung Nomor 1 Tahun 2007 Tentang Pajak

Hiburan, sebagai berikut “Pajak Hiburan adalah Pajak yang dipungut kepada

Orang pribadi atau Badan yang menyelenggarakan Hiburan”. Yang dimaksud

dengan Hiburan adalah semua jenis pertunjukan, permainan ketangkasan, dan/atau

(37)

setiap orang dengan dipungut bayaran, tidak termasuk penggunaan fasilitas untuk

berolahraga.

2. Subjek dan Objek Pajak

Subjek pajak hiburan adalah orang pribadi atau badan yang menonton atau

menikmati hiburan. Objek pajak Hiburan adalah Penyelenggara hiburan dengan

dipungut bayaran antara lain berupa tontonan film, kesenian, pagelaran musik dan

tari, diskotik, karaoke, klab malam, permainan bilyard, permainan ketangkasan,

panti pijat, mandi uap, dan pertandingan olah raga.

Tidak termasuk objek pajak Hiburan adalah penyelenggaraan hiburan yang tidak

dipungut bayaran, seperti hiburan yang diselenggarakan dalam rangka pernikahan,

upacara adat, kegiatan keagamaan. Wajib pajak hiburan adalah orang pribadi atau

badan yang menyelenggarakan hiburan.

3. Dasar Pengenaan Tarif Dasar Pajak

Dasar Pengenaan Pajak Hiburan adalah Jumlah pembayaran atau yang seharusnya

dibayar termasuk pemberian potongan harga dan tiket Cuma-Cuma untuk

menonton dan atau menikmati hiburan.

Menurut Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 117 Tahun 2011 Tentang

Tata Cara Pemungutan Pajak Hiburan, Tarif pajak untuk jenis Hiburan ditetapkan

(38)

a. Pagelaran kesenian rakyat/tradisional, sebesar 5% (lima persen) dari harga

tanda masuk

b. Pameran, pertunjukan, sirkus, akrobat, sulap, pertandingan olah raga,

(termasuk pertunjukan, permainan, berupa tempat-tempat wisata, taman

rekreasi, pasar malam, kolam renang, tempat pemancingan, seluncur es,

adalah sebesar 20% dari harga tanda masuk.

c. Tontonan film, sebesar 20% dari harga tanda masuk.

d. Pagelaran musik, tari, sebesar 25% dari harga tanda masuk.

e. Lomba pacuan kuda, kendaraan bermotor, sebesar 30% dari harga tanda

masuk.

f. Permainan ketangkasan manual, elektrik, atau elektronik sebesar 30% dari

pembayaran.

g. Panti pijat, refleksi, permainan bilyard, bolling, golf, sebesar 35% dati

pembayaran.

h. Mandi uap/spa, pusat kebugaran, pagelaran busana, kontes kecantikan,

sebesar 30% dari pembayaran.

i. Karaoke, diskotik, klab malam, ruang musik, balai gita, pub, musik

lounge, dan sejenisnya sebesar 40% dari pembayaran.

E. Tinjauan Tentang Pendapatan Asli Daerah (PAD)

1. Pengertian Pendapatan Asli Daerah PAD

Pembiayaan keuangan Daerah salah satunya didukung oleh Pendapatan Asli

(39)

sebagaimana diketahui memuat pendapatan dan pengeluaran pemerintah daerah.

PAD adalah penerimaan daerah dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil

perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan

lain-lain pendapatan yang sah (Mardiasmo, 2004: 133).

2. Pengukuran/Penilaian Pendapatan Asli Daerah PAD

Apabila melihat dan memperhitungkan prospek dan potensi suatu pajak, maka

pemerintah perlu mengetahui beberapa kriteria sebagai tolak ukurnya, Menurut

Brian Binder (Devas: 1999:62), kriteria tersebut adalah :

1. Hasil (yield)

Memadai tidaknya suatu pajak dalam kaitan berbagai layanan yang

dibiayainya, stabiltas dan mudah tidaknya memperkirakan besar hasil itu,

perbandingan hasil pajak dengan biaya pungut serta elastisitas hasil pajak

terhadap inflasi, pertumbuhan penduduk pertambahan pendapatan dan

sebagainya.

2. Keadilan (equity)

Dasar pajak dan kewajiban membayar pajak harus jelas dan tidak

sewenang-wenang, pajak yang bersangkutan harus adils ecara horizontal, yaitu beban

pajak harus sama besar antara berbagai kelompok yang berbeda tetapi

dengan kedudukan ekonomi yang sama. Maupun adil secara vertikal yaitu

kelompok yang memilki sumber daya ekonomi yang lebih besar harus

memberikan sumbangan yang lebih besar pula jika dibandingkan dengan

(40)

Selain itu pajak haruslah adil dari tempat, artinya hendaknya tidak ada

perbedaan yang besar dan tidak ada kesewenangan dalam menetukan beban

pajak dari suatu daerah ke daerah yang lain, kecuali jika perbedaan itu

mencerminkan ada perbedaan dalam cara meyediakan layanan-layanan

kepada masyarakat.

3. Efisiensi Ekonomi (Economic Efficiency)

Pajak hendaknya mendorong atau setidaknya-tidaknya tidak menghambat

penggunaan sumber daya secara efisien dan efektif dalam kehidupan

ekonomi, mencegah jangan sampai pilihan konsumen dan pilihan produsen

menjadi salah arah atau orang menjadi segan bekerja atau mendorong, dan

memperkecil beban lebih pajak.

4. Kemampuan Melaksanakan (Ability to Implement)

Suatu pajak haruslah dapat dilaksanakan, baik dari sudut politik maupun

administratif.

5. Kecocokan sebagai Sumber Penerimaan Daerah (Sultability as Local

Revenue) ini berati bahwa haruslah jelas kepada daerah mana suatu pajak

daerah harus dibayarkan, dan temapt memungut pajak sedapat mungkin

sama dengan tempat akhir beban pajak, pajak tidak mudah dihindari, dengan

cara memindahkan objek pajak dari suatu daerah ke daerah yang lain, pajak

daerah hendaknya jangan mempertajam perbedaan antar daerah dari segi

potensi ekonomi masing-masing, dan pajak hendaknya tidak menimbulkan

(41)

3. Jenis-jenis Sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Menurut Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

Pusat dan Daerah, disebutkan bahwa sumber-sumber penerimaan daerah terdiri

dari :

1. Pendapatan Asli Daerah ( PAD )

2. Dana Perimbangan

3. Pinjaman Daerah

4. Lain-lain penerimaan yang sah

Sedangkan sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) dapat diperoleh dari :

1. Hasil Pajak Daerah

2. Hasil Retribusi Daerah

3. Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah

Lainnya yang dipisahkan

4. Lain-lain PAD yang sah.

F. Tinjauan Tentang Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penggalian Potensi Pajak.

Pengertian dari faktor-faktor menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah

sesuatu hal, keadaan, peristiwa, dan sebagainya yang ikut mempengaruhi

terjadinya sesuatu (2000:57). Faktor adalah hal yang menyebabkan,

mempengaruhi, mendukung atau latar belakang suatu tindakan, reaksi dari satu

(42)

Rosaldi (1994:1) memaparkan bahwa faktor adalah suatu ragam pendukung yang

membentuk satu kesatuan yang menghasilkan sesuatu.

Menurut Josef Riwu Kaho (2005: 160), faktor-faktor yang mempengaruhi

penerimaan pajak yaitu:

1. Pengetahuan tentang Asas-asas Organisasi

Keberhasilan suatu aktivitas, apalagi aktivitas bersama sekelompok orang

yang menggunakan organisasi sebagai alat, sangat tergantung pada tingkat

pengetahuan anggota-anggotanya dan pimpinannya akan asas-asas

(prinsip-prinsip) organisasi. Pengetahuan yang cukup mengenai hal ini, yang

kemudian diikuti dengan penerapannya dalam organisasi akan berpengaruh

secara positif terhadap pencapaian tujuan organisasi. Asas-asas organisasi

tersebut antara lain:

a. Perumusan tujuan yang jelas

b. Pembagian tugas

c. Koordinasi.

2. Disiplin Kerja Pegawai

Menurut Alfred A. Lateiner dan I. E Levine yang dikutip oleh Josef R. Kaho

(2005:162) bahwa disiplin dapat ditegaskan sebagai suatu kekuatan yang

berkembang di dalam tubuh pekerja sendiri dan menyebabkan dia dapat

menyesuaikan diri dengan sukarela kepada keputusan-keputusan,

peraturan-peraturan, dan nilai-nilai tinggi dari pekerjaan dan tingkah laku.

Pentingnya disiplin dalam setiap organisasi adalah agar setiap peraturan,

(43)

ditegakkan. Dan hal inilah yang sangat menentukan keberhasilan organisasi

dimaksud. Untuk melihat disiplin kerja pegawai dalam melaksanakan

tugasnya dapat dilihat dari:

a. Frekuensi kehadiran pegawai pada hari kerja

b. Ketaatan pegawai dalam mengikuti cara-cara kerja yang telah ditetapkan

c. Semangat pegawai dalam menyelesaikan pekerjaannya.

3. Pengawasan yang Efektif

Faktor pengawasan merupakan salah satu faktor esensial dalam organisasi.

Melalui pengawasan dapat diketahui apakah sesuatu berjalan sesuai dengan

rencana, sesuai intruksi atau asas yang telah ditentukan, dapat diketahui

kesulitan dan kelemahan dalam bekerja untuk kemudian diperbaiki dan juga

dapat diketahui apakah sesuatu berjalan efisien dan efektif ataukah tidak.

Singkatnya, dengan pengawasan dapat dijamin segala sesuatu berjalan sesuai

dengan rencana, dan dapat dilakukan perbaikan yang diperlukan apabila ada

ketidakcocokan atau kesalahan. Hal yang sangat penting dalam pengawasan

adalah menentukan:

a. Penetapan target penerimaan pajak

b. Penerapan sistem penilaian kerja

c. Penerapan sistem perbaikan/koreksi kerja.

Menurut Mardiasmo (2001:9) faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak bisa

berasal dari wajib pajak karena kesadaran wajib pajak dapat mempengaruhi

penerimaan pajak artinya wajib pajak yang mempunyai kesadaran yang besar (tax

(44)

kewajiban-kewajiban pajak, adapun faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak dari wajib

pajak terhadap pembayaran pajak dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

1. Perlawanan Pasif

Masyarakat enggan membayar pajak yang dapat disebabkan antara lain:

a. Perkembangan intelektual dan moral masyarakat

b. Kemudahan Sistem Perpajakan untuk dipahami masyarakat

c. Sistem kontrol dapat atau tidak dilaksanakan dengan baik.

2. Perlawanan aktif

Perlawanan aktif merupakan sebuah usaha dan perbuatan yang secara

langsung ditujukan kepada fiskus dengan tujuan untuk menghindari pajak.

Bentuk perlawanan aktif ada dua, yaitu:

a. Usaha meringankan beban pajak dengan tidak melanggar peraturan.

b. Usaha meringankan beban pajak dengan cara melanggar peraturan

(menggelapkan pajak).

Selanjutnya Boediono (2000:90) mengemukakan bahwa faktor yang mendukung

atau mendorong dalam optimalisasi penerimaan pajak yaitu:

1. Berubahnya system perpajakan Nasional dari Official Assessment (penetapan

pajak oleh aparatur perpajakan) menjadi Self Assessment (system perpajakan

nasional dimana penetapan pajak dilakukan oleh wajib pajak sendiri),

sehingga wajib pajak harus aktif melakukan penentuan kewajiban perpajakan.

Sebaliknya aparatur perpajakan bertugas untuk membimbing, membina dan

(45)

2. Kesadaran (moralitas) wajib pajak, artinya wajib pajak yang mempunyai

kesadaran yang besar (tax consciousness) akan lebih patuh membayar pajak

dan memenuhi kewajiban-kewajiban pajak.

3. Kualitas aparat pajak, menurut Indra Ismawan (2001:84) bahwa Ditjen pajak

perlu meningkatkan efisiensi sekaligus menegakkan profesionalisme serta

integritas aparat dalam menegakkan peraturan perpajakan. Faktor mentalitas

perlu menjadi fokus perhatian dalam upaya peningkatan efisiensi

institusional, profesionalisme dan integritas aparat perpajakan yang dilakukan

melalui beberapa langkah:

a. Peningkatan pengawasan internal untuk mendeteksi secara dini berbagai

kasus penyimpangan sehubungan dengan pelaksanaan tugas.

b. Sistem dan prosedur yang mempermudah pelayanan.

c. Menerapkan system reward dan punishment (penghargaan dan hukuman)

dalam pelaksanaan tugas.

d. Melibatkan masyarakat luas dalam mekanisme pengawasan terhadap

aparat perpajakan.

e. Perbaikan kinerja aparat pajak yang terkait dengan koordinasi pihak lain.

Kemudian Sony Devano dan Siti Kurnia Rahayu (2006:26) Ada beberapa faktor

yang sangat berperan penting dalam menjamin optimalisasi pemasukan dana

pemungutan pajak ke kas Negara / daerah, yaitu:

1. Kejelasan dan Kepastian Peraturan Pajak

Secara formal, pajak harus dipungut berdasarkan undang-undang demi

(46)

undang-undang saja tidaklah cukup. Undang-undang-undang haruslah jelas, sederhana dan

mudah dimengerti, baik oleh fiskus, maupun oleh pembayar pajak.

Timbulnya konflik mengenai interpretasi atau tafsiran mengenai

pemungutan pajak akan berakibat pada terhambatnya pembayaran pajak

itu sendiri. Di sisi lain, pembayar pajak akan merasa bahwa sistem

pemungutan sangat berbelit-belit dan cenderung merugikan dirinya

sebagai pembayar pajak. Karena itu harus jelas dalam hal penetapan objek

pajak, penetapan subjek pajak, penetapan tarif pajak dan tata cara

pembayaran pajak.

2. Tingkat Intelektualitas Masyarakat

Intelektualitas menjadi sangat penting sehingga tercipta masyarakat yang

sadar pajak dan mau memenuhi kewajibannya tanpa ada unsur pemaksaan.

Namun, semuanya itu hanya dapat terjadi bila memang undang-undang itu

sendiri sederhana, mudah dimengerti, dan tidak menimbulkan kesalahan

persepsi.

3. Kualitas Aparat Pajak

Kualitas aparat pajak sangat menentukan di dalam efektivitas pelaksanaan

peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Bila dikaitkan

dengan optimalisasi target penerimaan pajak, maka aparat pajak haruslah

orang yang berkompenten di bidang perpajakan, kedisiplinan,

(47)

4. Sistem Administrasi Perpajakan yang Tepat

Seberapa besar penerimaan yang diperoleh melalui pemungutan pajak juga

dipengaruhi oleh bagaimana pemungutan pajak itu dilakukan.

Untuk menggali potensi pajak yang ada selama ini (keberhasilan/kegagalan) yang

dilakukan oleh Dinas Pendapatan Kota Bandarlampung, maka perlu dicermati

faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak. baik yang dipengaruhi oleh

berbagai faktor yang berasal dari dalam maupun dari luar organisasi. Dari begitu

banyak faktor yang dirumuskan oleh para pakar, dapat disimpulkan bahwa ada 3

(tiga) faktor penting yang dianggap mewakili dari beberapa faktor yang telah

disebutkan sebelumnya. Faktor tersebut meliputi meliputi, faktor yang

mempengaruhi penerimaan pajak dari wajib pajak dan faktor yang mempengaruhi

penerimaan pajak yang berasal dari aparat pajak serta faktor yang mempengaruhi

penerimaan pajak dari peraturan pajak.

Dari deskripsi diatas dapat disimpulkan faktor-faktor yang mempengaruhi

penerimaan pajak Hiburan adalah hal yang menyebabkan, mempengaruhi dan

mendukung dalam menghasilkan penerimaan pajak Hiburan yang terdiri dari

beberapa unsur yaitu, faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak dari wajib

pajak dan faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak yang berasal dari aparat

(48)

F. Kerangka Fikir

Pendapatan Asli Daerah, terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil

pengolahan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli

daerah yang sah. Pajak Daerah merupakan komponen PAD yang memberikan

sumbangan yang cukup besar dalam medukung peningkatan PAD. Pengertian

pajak ditinjau dari segi ekonomi merupakan perolehan uang atau harta dari wajib

pajak ke sektor pemerintah tanpa imbalan langsung yang dapat ditunjuk dan

penggunaannya adalah untuk penyelenggaraan pelayanan.

Hambatan dari pungutan pajak Hiburan adalah masyarakat/badan swasta yang

enggan membayar pajak/menghindari pajak, yang disebabkan antara lain system

perpajakan yang mungkin sulit dipahami masyarakat, system kontrol yang tidak

dapat dilakukan dengan baik oleh pihak pemungut pajak dalam hal ini adalah

Dinas Pengelolaan Keuangan, Pendapatan dan Aset Daerah Kota Bandar

Lampung.

Pajak Hiburan merupakan pajak yang sangat potensial bagi penerimaan

Pendapatan Asli Daerah kota Bandar Lampung. Untuk menunjang optimasi pajak

kearah peningkatan penerimaan pajak Hiburan sebagai salah satu sumber

penerimaan daerah khususnya dari sektor pajak diperlukan suatu system dan

prosedur pemungutan pajak yang lebih sederhana, sistematis serta efisien. Hal ini

dimaksud untuk memudahkan masyarakat dalam pembayarannya dan

menghindari beban pajak berganda pada masyarakat yang pada akhirnya

(49)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Suchman dalam Nazir (2005:84) desain penelitian adalah semua proses yang

diperlukan dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian. Dalam penelitian ini,

peneliti akan berusahamenggambarkan (deskripsi) tentang optimalisasi pajak

Hiburan sehingga penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif. Jenis

penelitian ini bertujuan untuk menguraikan sifat atau karakteristik dari suatu

fenomena tertentu yang kesimpulannya berdasarkan data yang ada dan bertujuan

mengumpulkan fakta dan menguraikannya secara menyeluruh dan teliti sesuai

dengan persoalan yang akan dipecahkan dan desain ini kurang memerlukan

hipotesis (Hasan, 2002:33). Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui

besarnya optimalisasi pajak hiburan kota bandar lampung tahun 2011. Sehingga

data-data yang dipergunakan bersifat kuantitatif. Namun dalam penjabarannya,

data hasil analisis yang berupa angka akan dideskripsikan untuk memudahkan

(50)

Menurut Soejono (1999: 1) bahwa yang dinamakan :

“Penelitian kuantitatif adalah penelitian yang melibatkan diri pada

perhitungan atau angka atau kuantitas. Dengan kata lain penelitian kuantitatif adalah penelitian yang mencakup setiap jenis penelitian yang didasarkan atas perhitungan persentase, rata-rata, chi kuadrat dan perhitungan statistik lainnya.”

Adapun Faisal (1981:1) mendefinisikan bahwa penelitian kuantitatif sebagai

penelitian yang menggunakan pengukuran dan analisis yang dikuantifikasikan.

Penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif bertujuan untuk menjelaskan,

meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi, atau berbagai variabel yang

timbul di masyarakat yang menjadi objek penelitian itu berdasarkan apa yang

terjadi. Kemudian mengangkat ke permukaan karakter atau gambaran tentang

kondisi, situasi, ataupun variabel tersebut. Pada umumnya penelitian ini

menggunakan statistik induktif untuk menganalisis data penelitiannya (Tresiana,

2006:5). Data hasil analisis nanti dapat dideskripsikan. Sehingga penelitian ini

bersifat deskriptif dengan pendekatan kuantitatif.

Berdasarkan uraian diatas, maka kesimpulan dari pembahasan nanti dapat dalam

bentuk hitungan matematik, namun juga dijelaskan dalam bentuk uraian atau

deskripsi kata-kata.

B. Definisi Konseptual

Penelitian merasa perlu membatasi bahasan dalam penelitian ini. Hal ini

dilakukan untuk menghindari perluasan masalah dan terjadinya ambiguitas

(51)

dalam penelitian ini adalah tentang Optimalisasi Pajak Hiburan Kota Bandar

Lampung.

Definisi Konseptual dalam penelitian ini adalah :

1) Optimalisasi

Optimalisasi adalah hasil yang dicapai sesuai dengan keinginan, jadi

optimalisasi merupakan pencapaian hasil sesuai harapan secara efektif dan

efisien.

C.Definisi Operasional

Menurut Nazir (2003:152) mengemukakan bahwa definisi operasional adalah

suatu definisi yang diberikan kepada suatu variabel dengan cara memberikan arti

suatu kegiatan ataupun memberikan suatu operasional yang diperlukan untuk

mengukur variabel tersebut.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa definisi operasional

adalah petunjuk operasional dalam mengukur suatu variabel sehingga dapat

ditentukan indikator penelitian yang jelas. Berkaitan dengan penelitian ini maka

(52)

Tabel 4. Operasional Variabel Penelitian

Lokasi penelitian ini bertempat di Kota Bandar Lampung, secara spesifik yaitu

pada Dinas Pendapatan daerah Kota Bandar Lampung dan Tempat Hiburan yang

berada di Kota Bandar Lampung.

E. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Sugiyono (2006:90) berpendapat bahwa populasi adalah wilayah generalisasi

(53)

tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulanya, sedangkan Bambang (2005:119) mengemukakan populasi adalah

keseluruhan gejala atau satuan yang ingin diteliti.

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka populasi adalah subyek penelitian dari

sejumlah individu yang dipelajari oleh peneliti kemudian ditarik kesimpulannya.

Adapun pemilihan populasi dari penelitian ini adalah wajib pajak hiburan di kota

bandar lampung dari tahun 2007 sampai tahun 2011 yaitu dengan jumlah 66 wajib

pajak. Pada kecamatan Teluk Betung Selatan berjumlah 25 wajib pajak.

Kecamatan Tanjung Karang Pusat 18 wajib pajak. Kecamatan Tanjung Karang

Timur 4 wajib pajak. Kecamatan Tanjung Karang Timur 2 wajib pajak.

Kecamatan Teluk Betung Utara 7 wajib pajak. Kecamatan Sukabumi 6 wajib

pajak. Tanjung Karang Barat 2 wajib pajak.

2. Sampel

Meskipun populasi termasuk dalam populasi yang tak terhingga, dalam

pelaksanaan penelitian tidak perlu untuk melibatkan semua populasi. Dengan

pertimbangan akademik dan non akademik, populasi dapat diwakili oleh sebagian

anggotanya yang disebut sampel.

Berdasarkan pertimbangan di atas, maka untuk menentukan ukuran sampel

digunakan rumus Slovin dalam Bambang Prasetyo (2011 : 137)

n =

Keterangan :

(54)

N = Ukuran Populasi

e = Tingkat Kesalahan yang di toleransi, yaitu (10%)

66

jumlah responden yang ditentukan sebanyak 40 responden. Penentuan samel

menggunakan acak sederhana.

E.Sumber Data

Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah berupa data primer

dan data sekunder.

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan langsung di

lapangan oleh orang yang melakukan penelitian atau yang bersangkutan yang

memerlukannya (Hasan, 2002:82). Data primer dalam penelitian ini adalah

data yang diperoleh dilapangan melalui pengisian kuesioner dari wajib pajak

yang dijadikan sampel dalam penelitian ini yaitu sebanyak 40 wajib pajak

(55)

Henry King dalam Sugiyono (2006:128) sebagai responden untuk

mendeskripsikan faktor yang mendukung penggalian potensi penerimaan

pajak hiburan yang berasal dari wajib pajak. Dalam penelitian ini data juga

diperoleh melalui penyebaran angket/kuisioner, observasi dan wawancara

tatap muka antara peneliti dengan responden untuk mendeskripsikan faktor

yang mendukung penggalian potensi penerimaan pajak hiburan yang berasal

dari aparat pajak dan ketentuan peraturan pajak.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh orang yang

melakukan penelitian dari sumber-sumber yang telah ada. Data ini biasanya

diperoleh dari perpustakaan atau dari laporan peneliti terdahulu (Hasan,

2002:82). Data utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah data

sekunder tentang pendapatan asli daerah, khususnya pendapatan pajak

hiburan. Data ini berupa peraturan-peraturan tertulis seperti undang-undang

tentang pajak daerah, dokumen-dokumen yang ada pada lokasi penelitian,

data hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya yang berkaitan dengan

potensi pajak hiburan. Adapun data yang akan dipergunakan adalah :

1. Rekapitulasi Realisasi Penerimaan PAD dari Periode Tahun 2007-2011.

2. Target dan Realisasi Penerimaan Pajak Hiburan Kota Bandar Lampung

Periode Tahun 2007-2011.

3. Realisasi Penerimaan PAD Bandar Lampung dari Tiap Jenis Pajak Periode

(56)

4. Laporan Perkembangan jumlah Wajib Pajak Berdasarkan golongan Tahun

2007-2011.

F. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data sebagai

berikut:

1. Kuesioner

Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara

memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden

untuk dijawabnya. kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang

efisien bila peneliti tahu dengan pasti variabel yang akan diukur dan tahu apa

yang bisa diharapkan dari responden.(Sugiyono,2006:158). Responden

penelitian ini adalah Wajib Pajak Hiburan adalah yang menyelenggarakan

Hiburan.

2. Wawancara

Menurut Esterberg dalam Sugiyono (2006:72) wawancara adalah merupakan

pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab,

sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu. Hasil

wawancara merupakan data kualitatif yang digunakan untuk mendukung dan

melengkapi data kuantitatif yang diperoleh melalui pengumpulan data

sekunder maupun kuesioner. Teknik wawancara diperoleh melalui

percakapan langsung dengan responden. Wawancara dalam penelitian ini

(57)

saja tidak berdasarkan pedoman wawancara. Wawancara dilakukan untuk

melengkapi data yang dibutuhkan yang belum diperoleh dari data sekunder

maupun kuesioner. Dalam mengumpulkan data, untuk mendeskripsikan

faktor-faktor penghambat dan pendukung penggalian potensi penerimaan

Pajak Hiburan yang berasal dari aparat pajak dan ketentuan peraturan pajak

mewawancarai beberapa responden dengan didasarkan pada pertimbangan

bahwa secara proporsional mereka mengetahui dan berhubungan langsung

dengan permasalahan pada penelitian ini. Sedangkan yang akan menjadi

responden dalam penelitian ini adalah

Unsur Dinas Pendapatan Daerah Kota Bandar Lampung terdiri dari

a. Kasi Pendapatan Sumber Lain-lain khusus Pajak Perhotelan dan Pajak

Hiburan

3. Studi Dokumentasi

Pengumpulan data dengan teknik dokumentasi dilakukan dengan cara

mencari dan mengumpulkan dokumen-dokumen tertulis yang relevan dengan

masalah penelitian, berupa dokumentasi organisasi, undang-undang,

keputusan-keputusan, dan dokumen-dokumen yang menunjang kegiatan

penelitian (Koestoro dan Basrowi, 2006:142). Cara ini digunakan untuk

menghimpun berbagai informasi dan bahan-bahan Dokumen, baik berupa

laporan, jurnal, buku dan lain sebagainya yang berhubungan dengan topik

(58)

G. Teknik Penentuan Skor

Skala pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala likert,

menurut sugiyono (2007:106), skala likert dipergunakan untuk mengukur sikap,

pendapat, persepsi seseorang atau skelompok orang tentang fenomena sosial.

Pengolahan data pada penelitian ini menggunakan kuisioner, maka dituangkan

kedalam pertanyaan-pertanyaan masing-masing pertanyaan diberikan alternatif

bobot skor jawaban.

Penilaian untuk jawaban A,B,C,D,E digunakan untuk mengetahui skor jawaban

sebagai berikut:

1. Untuk jawaban A (Sangat Baik) diberikan skor 5

2. Untuk jawaban B (Baik) diberikan skor 4

3. Untuk jawaban C (Cukup Baik) diberikan skor 3

4. Untuk jawaban D (kurang baik) diberi skor 2

5. Untuk jawaban E (Tidak Baik) diber skor 1

Setelah mendapatkan data-data yang dibutuhkan dan menentukan skor jawaban,

maka langkah langkah selanjutnya adalah menganalisis data, karena tujuan dari

analisis data adalah untuk menyusun dan menginterprestasikan data yang

diperoleh perhitungan menggunakan rumus interval :

(59)

Keterangan :

Nt = Nilai Tertinggi

Nr = Nilai Terendah

K = Kategori

I = Interval Nilai Skor

Konteks penelitian ini, untuk mengetahui optimalisasi pajak hiburan di kota

bandar lampung dari berbagai indikator tentang optimalisasi. Opini berada pada

tingkat sangat baik, baik, cukup baik, kurang baik, dan tidak baik.

H. Hipotesis Data

Dari hasil perhitungan potensi akan dibandingkan dan dianalisis dengan kondisi

riil penerimaan pajak Hiburan, adapun konsep yang digunakan seperti yang

dikemukakan oleh Slamet Sularso (Prakosa, 2003:135) menyiratkan bahwa perlu

adanya Administratif Efficiency Ratio (AER) yang menggambarkan kemampuan

untuk mencapai tujuan dalam bentuk menggali dan merealisir pemungutan

sumber pandapatan daerah melalui tiga pendekatan : yaitu (1) dari segi

penerimaan (2) dari segi subyek (3) dari segi obyek pemungutan.

AER dapat diukur melalui perbandingan jumlah realisasi dengan potensi yang

ada. Hasilnya akan menggambarkan persentase kemampuan memungut terhadap

potensi dengan rumusan sebagi berikut :

AER =

x 100%

Gambar

Tabel 1 Peneriman Pajak Hiburan Bandar Lampung Tahun 2007- 2011
Tabel 2 Data Sumbangan Penerimaan Pajak Hiburan Terhadap Pendapatan
Tabel 3 Data Wajib Pajak Berdasarkan Jenis Golongan Tempat Hiburan
Tabel 4. Operasional Variabel Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Perubahan peraturan dari pemerintah terkait dengan penjualan barang elektronik yang harus disertai petunjuk manual dalam bahasa Indonesia juga cukup menyulitkan

• Guru membimbing peserta didik untuk melakukan pembuktian (verification) atas temuan sebagai hasil kreatifitas siswa tentang pemahaman masalah inflasi, kebijakan

Melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 10/PUU-X/2012, Pemerintah Daerah diberikan Kewenangan untuk menentukan Wilayah Pertambangan, Wilayah Usaha Pertambangan,

pengembalian investasi atau lebih dikenal dengan nama return on investment (ROI) merupakan rasio yang menunjukkan hasil ( return ) atas jumlah aktiva yang digunakan

pada ayam buras yang berada di wilayah Bukit Jimbaran, Badung sehingga dapat dipakai sebagai acuan dalam pencegahan, pengobatan, dan pengendalian cacing Tetrameres

Science Film Festival Indonesia 44 FILM SELECTION - NATURAL SCIENCE, LIFE SCIENCE & TECHNOLOGY. Science Film

• Asam amino yang secara nutrisi non esensial itu lebih penting bagi sel dari pada asam amino yang secara nutrisi esensial , karena dalam tubuh organisme /

Dalam pelaksanaan mini project ini, hambatan yang ditemui adalah berbenturan dengan jam pelajaran disekolah, tetapi peserta sudah mencapai harapan dengan jumlah laki- laki 20