• Tidak ada hasil yang ditemukan

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPS TERPADU MELALUI METODE BERMAIN PERAN (ROLE PLAYING) DI KELAS VIII.F SMP NEGERI 1 KATIBUNG SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2012/2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPS TERPADU MELALUI METODE BERMAIN PERAN (ROLE PLAYING) DI KELAS VIII.F SMP NEGERI 1 KATIBUNG SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2012/2013"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPS TERPADU MELALUI METODE BERMAIN PERAN (ROLE PLAYING)

DI KELAS VIII.F SMP NEGERI 1 KATIBUNG SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2012/2013

Oleh:

LELAWATI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

Sarjana Pendidikan

Pada

Program Studi Pendidikan Ekonomi

Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRAK

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPS TERPADU MELALUI METODE BERMAIN PERAN (ROLE PLAYING)

DI KELAS VIII.F SMP NEGERI 1 KATIBUNG SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2012/2013

Oleh: Lelawati

Masalah yang diteliti dalam penelitian ini yaitu mengenai upaya meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe bermain peran (Role Palying). Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini yaitu untuk menganalisis peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe bermain peran (Role Palying) pada pelajaran IPS di kelas VIII.F SMP Negeri 1 Katibung. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang terdiri dari tiga siklus meliputi perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik tes dan observasi. Hasil penelitian yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa upaya meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif bermain peran (Role Palying) pada pelajaran IPS di kelas VIII.F SMP Negeri 1 Katibung selalu mengalami peningkatan untuk setiap siklusnya.

(3)
(4)
(5)
(6)

DAFTAR ISI

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka ... 10

1. Metode Pembelajaran ... 10

2. Kedudukan Metode dalam Pembelajaran ... 12

3. Metode Sebagai Strategi Pembelajaran ... 13

4. Metode Sebagai Alat Untuk Mencapai Tujuan ... 14

5. Metode Bermain Peran (Role Playing) ... 16

6. Langkah-Langkah dalam Metode Bermain Peran ... 17

(7)

H. Analisis Data ... 49

I. Indikator Keberhasilan ... 50

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 52

1. Hasil Penelitian ... 52

a. Siklus I ... 52

b. Siklus II ... 56

c. Siklus III ... 60

2. Deskripsi Aktivitas Siswa dan Hasil Belajar Siswa Dalam Pembelajaran ... 64

B. Pembahasan Penelitian ... 67

1. Aktivitas Belajar Siswa ... 67

2. Hasil Belajar ... 69

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN a. Kesimpulan ... 73

b. Saran ... 74

(8)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hakikatnya belajar merupakan interaksi antara peserta didik dengan lingkungan. Oleh karena itu, untuk mencapai hasil belajar yang optimal perlu keterlibatan siswa atau partipasi siswa yang tinggi dalam pembelajaran. Keterlibatan peserta didik merupakan hal yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan. Kegiatan belajar mengajar yang melahirkan interaksi antara guru dan anak didik merupakan suatu proses dalam rangka mencapai tujuan pengajaran. Siswa dengan sadar termotivasi dan ikut aktif di dalamnya dengan metode pengajaran yang dilakukan sebagai salah satu komponen yang ikut ambil bagian bagi keberhasilan kegiatan belajar mengajar. Seperti yang dikemukakan Sadirman (2000: 24), dalam bukunya Djamarah dikemukakan bahwa sebagai salah satu komponen pengajaran, metode menempati peranan yang tidak kalah penting dari komponen lainnya dalam kegiatan belajar mengajar. Tidak ada satupun kegiatan belajar mengajar yang tidak menggunakan metode pengajaran.

(9)

2

guru. Berdasarkan pengertian tersebut berarti guru diharapkan mampu memilih metode yang tepat dalam proses belajar mengajar, sehingga materi dalam pengajaran dapat disampaikan dalam waktu yang tersedia berdasarkan program semester dengan hasil yang sesuai tujuan pengajaran.

Tujuan adalah suatu cita-cita yang akan dicapai dalam proses pembelajaran, tujuan juga merupakan pedoman yang memberi arah kemana proses pembelajaran akan dibawa. Guru tidak bisa membawa kegiatan pembelajaran menurut sekehendak hatinya dan mengabaikan tujuan yang telah dirumuskan. Itu sama artinya perbuatan yang sia-sia. Kegiatan pembelajaran yang terpusat pada kompetensi dasar dan strata kompetensi lulusan sukar untuk menyeleksi nama kejadian yang harus dilakukan dan mana yang harus dilakukan dalam upaya untuk mencapai keingina yang diinginkan.

Metode pembelajaran yang digunakan guru dalam setiap kali pertemuan di kelas bukanlah asal pakai, tetapi setelah melalui seleksi yang berkesesuaian dengan perumusan tujuan intruksional khusus. Bahan pelajaran yang disampaikan tanpa memperhatikan pemakaian metode justru akan mempersulit bagi guru dalam mencapau tujuan pengajaran.

(10)

adalah metode dapat mempengaruhi jalannya kegiatan pembelajaran. Pengunaan metode yang tidak sesuai dengan tujuan pengajaran akan menjadi kendala dalam mencapai tujuan yang telah dirumuskan. Efektifitas penggunaan metode dapat terjadi bila ada kesesuaian antara metode dengan semua komponen pengajaran yang telah diprogramkan dalam suatu pelajaran sebagai persiapan pembelajaran.

Kehidupan nyata setiap orang mempunyai cara yang unik dalam berhubungan dengan orang lain, masing-masing dalam kehidupan memainkan sesuatu yang dinamakan peran. Oleh karena itu, untuk dapat memahami diri sendiri dan orang lain (masyarakat) sangatlah penting bagi kita untuk menyadari peran dan bagaimana peran tersebut dilakukan. Untuk kebutuhan ini, kita mampu menempatkan diri dalam posisi dan situasi orang lain dan mengalami serta mendalami sebanyak mungkin oikiran dan perasaan orang lain, kemampuan ini adalah kunci dari setiap individu untuk dapat memahami dirinya dan orang yang pada akhirnya dapat berhubungan dengan orang lain.

(11)

4

Siswa dituntut untuk mengalami sendiri, mencari kebenaran, atau mencoba mencari suatu hukum atau dalil dan menarik kesimpulan atau proses yang dialaminya itu. Rendahnya hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS terpadu dikarenakan kurangnya penggunaan metode pembelajaran khususnya penggunaan metode bermain peran sehingga menimbulkan kejenuhan siswa dalam mempelajari IPS terpadu. Tunjukan data yang mengatakan/ menunjukan bahwa hal ini perlu tindakan sebagai berikut.

Tabel 1. Hasil Ujian Semester (Tes Sumatif) IPS kelas VIII.F Semester Genap SMP Negeri 1 Katibung Tahun Pelajaran 2012/2013.

No Rentang Nilai (Skala Enam)

Sumber : Dokumen SMP Negeri 1 Katibung

Berdasarkan Tabel 1 di atas, dilihat dari nilai yang diperoleh siswa mata pelajaran IPS di SMP Negeri 1 Katibung dapat dikatakan kurang berhasil karena siswa yang mempunyai nilai 65 ke atas hanya 11 orang berarti daya serapnya baru mencapai 34,37% dari seluruh siswa. Sehingga dapat dikatakan bahwa prestasi pelajaran IPS siswa VIII.F masih rendah karena kurang dari 60% dikuasai oleh siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Djamarah (1995: 128) menyatakan bahwa “apabila bahan pelajaran yang diajarkan kurang dari 65%, dikuasai maka presentase keberhasilan siswa pada mata pelajaran

(12)

Selain data hasil belajar, juga ada data aktivitas belajar siswa dalam mengikuti mata pelajaran IPS Terpadu di kelas VIII.F SMP Negeri 1 Katibung. Data aktivitas belajar siswa dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2. Hasil Rekapitulasi Lembar Pengamatan Aktivitas Belajar Siswa

Kriteria Jumlah Siswa Persentase (%)

Siswa yang aktif 14 43,75

Siswa yang kurang aktif 17 56,25

Jumlah 31 100

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat siswa yang aktif sebanyak 14 siswa dari 32 siswa dengan persentase 43,75% dan siswa yang kurang aktif sebanyak 18 siswa dari 32 siswa dengan persentase 56,25%. Dari hasil pengamatan tersebut, dapat disimpulkan bahwa tingkat aktivitas siswa masih rendah.

Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk menulis mengangkat judul PTK dengan judul “Upaya Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa Melalui Metode Bermain Peran (Role Playing) pada Mata Pelajaran IPS Terpadu di Kelas VIII.F Semester Genap SMP Negeri 1 Katibung Tahun Pelajaran 2012/2013”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas identifikasi masalah dalam penelitian ini sebagai berikut.

(13)

6

2) Masih rendahnya hasil belajar IPS Terpadu siswa Kelas VIII.F SMP Negeri 1 Katibung Tahun Pelajaran 2012/2013.

3) Guru bidang studi IPS masih jarang menerapkan metode bermain peran (role playing).

4) Sebagian besar guru masih menggunakan metode pembelajaran konvensional (Theacher Center).

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah yang telah dikemukakan di atas maka masalah dalam penelitian ini dibatasi pada Upaya Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa Melalui Metode Bermain Peran (Role Playing) pada Mata Pelajaran IPS Terpadu di Kelas VIII.F Semester Genap SMP Negeri 1 Katibung Tahun Pelajaran 2012/2013.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1) Apakah dengan menggunakan Metode Bermain Peran (Role Playing) dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa pada mata pelajaran IPS di kelas VIII.F SMP Negeri 1 Katibung Tahun Pelajaran 2012/2013?

(14)

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan penelitian

Adapun tujuan penelitian yang akan dicapai sebagai berikut.

1) Untuk mengetahui peningkatan aktivitas belajar siswa dengan menggunakan metode bermain peran (role playing) pada mata pelajaran IPS Terpadu di kelas VIII.F semester Genap SMP Negeri 1 Katibung tahun pelajaran 2012/2013.

2) Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa dengan menggunakan metode bermain peran (role playing) pada mata pelajaran IPS Terpadu di kelas VIII.F semester Genap SMP Negeri 1 Katibung tahun pelajaran 2012/2013.

2. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian dalam proposal ini sebagai berikut. 1. Kegunaan Teoritis

(15)

8

2. Kegunaan Praktis

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi: 1. Bagi Guru

Dapat memeberikan pengetahuan tambahan tentang variasi model pembelajaran dalam upaya meningkatkan hasil belajar dengan penerapan pembelajaran kooperatif.

2. Bagi Siswa

a. Dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa. b. Dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

c. Dapat memberikan variasi dalam proses pembelajaran. 3. Sekolah

Memberikan sumbangan pemikiran untuk perbaikan modal dan stratego pembelajaran di sekolah yang inovatif, kreatif, dan produktif. 4. IPS Terpadu adalah mata pelajaran yang mengkaji seperangkat

(16)

3. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup atau pembatasan masalah dalam penelitian ini, meliputi: a. Objek Penelitian

Objek penelitian dalam penelitian ini adalah penggunaan metode bermain peran (role playing) terhadap hasil belajar IPS Terpadu.

b. Subjek Penelitian

Subjek Penulisan dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII.F. c. Tempat Penelitian

SMP Negeri 1 Katibung. d. Waktu Penelitian

(17)

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

A. Tinjauan Pustaka 1. Metode Pembelajaran

Mengajar merupakan implementasi dari pendekatan dan metode tertentu dalam suatu proses belajar mengajar. Mengajar merupakan suatu teknik dari guru dalam memberikan bimbingan ke arah yang lebih baik agar terjadi perubahan bagi tingkah laku pada siswa. Dalam mengajar atau menyajikan bahan pelajaran kepada siswa di dalam kelas, guru perlu menggunakan teknik penyajian yang dikuasai agar materi yang disampaikan dapat ditangkap dan dipahami oleh siswa dengan baik.

(18)

Metode merupakan suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam kegiatan belajar mengajar, metode diperlukan oleh guru dan penggunaannya bervariasi sesuai dengan tujian yang ingin dicapai setelah pengajaran berakhir. Seorang guru tidak akan dapat melaksanakan tugasnya bila dia tidak menguasai satupun metode mengajar yang telah dirumuskan dan dikemukakan para ahli psikologi dan penelitian.

Kegiatan pembelajaran guru tidak harus terpaku dengan menggunakan satu metode, tetapi guru sebaiknya menggunakan metode yang bervariasi agar jalannya pengajaran tidak membosankan, tetapi menarik perhatian anak didik. Tetapi juga penggunaan metode yang bervariasi tidak akan menguntungkan kegiatan pembelajaran bula penggunaannya tidak tepat dan sesuai dengan situasi yang mendukungnya dan dengan kondisi psikologi anak didik. Oleh karena itu, disinilah kompetensi guru diperlukan dalam pemilihan metode yang tepat, oleh karena itu pemilihan dan penggunaan metode yang bervariasi tidak selamanya menguntungkan bila guru mengabaikan faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaannya. Menurut Winarno Surachmat dalam bukunya Djamarah (2006: 53) mengemukakan lima macam yang mempengaruhi penggunaan metode mengajar sebagai berikut.

a) Tujuan yang berbagai jenia dan fungsinya.

b) Anak didik yang berbagai jenis dan kematangannya. c) Situasi berbagai-bagai keadaan.

d) Fasilitas berbagai-bagai kualitas dan kuantitasnya.

(19)

12

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor- faktor yang mempengaruhi penggunaan metode merupakan satu kesatuan yang harus diperhatikan oleh guru dalam menerapkan suatu metode pembelajaran yang ingin diberikan oleh guru kepada anak didik di sekolah.

2. Kedudukan Metode dalam Pembelajaran

Kegiatan pembelajaran yang melahirkan interaksi unsur-unsur manusia adalah sebagai suatu proses dalam rangka mengatur lingkungan belajar agar bergairah bagi anak didik. Dengan seperangkat teori dan pengalamannya guru gunakan untuk , bagaimana mempersiapkan program pengajaran dengan baik dan sistematis.

(20)

Penggunaan metode terkadang guru harus menyesuaikan dengan kondisi dan suasana kelas, jumlah anak mempengaruhi penggunaan metode. Tujuan instruksional adalah pedoman yang mutlak dalam pemilihan metode. Dalam perumusan tujuan, guru perlu merumuskannya dengan jelas dan dapat diukur. Dengan begitu mudahlah bagi guru menunjang pencapaian tujuan yang telah dirumuskan tersebut. Dalam mengajar guru jarang sekali menggunakan satu metode, karena mereka menyadari bahwa semua metode ada kebaikan dan kelemahannnya. Penggunaan satu metode lebih cenderung menghasilkan kegiatan pembelajaran yang membosankan bagi anak didik. Jalan pengajaran pun tampak kaku. Anak didik terlihat kurang bergairah belajar. Kejenuhan dan kemalasan menyelimuti kegiatan belajar anak didik. Guru mendapatkan kegagalan dalam penyampaian pesan-pesan keilmuan dan anak didik dirugikan. Ini berarti metode tidak dapat difungsikan oleh guru sebagai alat motivasi ekstrinsik dalam kegiatan belajar mengajar.

3. Metode Sebagai Strategi Pembelajaran

(21)

14

tersebut di atas, memerlukan strategi pengajaran yang tepatmetodelah salah satu jawabannya. Untuk sekelompok anak didik boleh jadi mereka mudah menyerap bahan pelajaran bila guru menggunakan metode tany jawab, tetpi untuk sekelompok anak didik yang lain mereka lebih mudah menyerap bahan pelajaran bila guru menggunakan metode demonstrasi atau metode eksperimen.

Proses pembelajaran guru haruslah memiliki strategi agar anak didik dapat belajar secara efektif dan efisien, mengena pada tujuan yang diharapkan selah satu langkah untuk memiliki strategi itu adalah harus menguasai teknik-teknik penyajian atau biasa disebut metode mengajar. Dengan demikian, metode mengajar adalah strategi pengajaran sebagai alat untuk mencapai tujuan yang diharapkan.

4. Metode Sebagai Alat Untuk Mencapai Tujuan

(22)

Tujuan dari kegiatan pembelajaran tidak akan pernah tercapai selama komponen-komponen lainnya tidak diperlukan salah satunya adalah komponen metode. Menurut Djamarah (2006: 52) metode adalah pelicinan jalan pengajaran menuju tujuan pengajaran, ketika tujuan dirumuskan agar anak didik memiliki keterampilan tertentu, maka metode yang digunakan harus disesuaikan dengan tujuan. Antara metode dan tujuan jangan bertolak belakang artinya, metode harus menunjang pencapaian tujuan pengajaran. Bila tidak, maka akan sia-sialah perumusan tujuan tersebut apalah artinya kegiatan pembelajaran yang dilakukan tanpa mengindahkan tujuan. Oleh karena itu, sebaiknya guru dalam menggunakan metode yang tepat menunjang kegiatan pembelajaran, sehingga dapat dijadikan sebagai alat yang efektif untuk mencapai tujuan pengajaran.

(23)

16

5. Metode Bermain peran (Role Playing)

Metode bermain peran atau role playing mode ini pertama dibut berdasarkan asumsi bahwa sangatlah mungkin mencipatakan analogi otentik ke dalam situasi permasalahan kehidupan nyata, kedua bahwa bermain peran dapat mendorong siswa mengekspresikan perasaannya dan bahkan melepaskan. Ketiga, bahwa proses psikologi melibatkan sikap, nilai dan keyakinan (belief) kita serta mengarahkan pada kendaraan melalui keterlibatan spontan yang disertai.

Kehidupan nyata setiap orang mempunyai cara yang unik dalam berhubungan dengan orang lain, masing-masing dalam kehidupan memainkan sesuatu yang dinamakan peran. Oleh karena itu, untuk dapat memahami diri sendiri dan orang lain (masyarakat) sangatlah penting bagi kita untuk menyadari peran dan bagaimana peran tersebut dilakukan. Untuk kebutuhan ini, kita mampu menempatkan diri dalam posisi dan situasi orang lain dan mengalami serta mendalami sebanyak mungkin pikiran dan perasaan orang lain, kemampuan ini adalah kunci dari setiap individu untuk dapat memahami dirinya dan orang yang pada akhirnya dapat berhubungan dengan orang lain.

(24)

peran ini dapat menjadikan contoh kehidupan perilaku manusia yang berguna sebagai saran untuk:

(1) Menggali perasaannya.

(2) Memperoleh inspirasi dan pemahaman yang berpengaruh terhadap sikap nilai dan persepsinya.

(3) Mengembangkan keterampilan dan sikap dalam memecahkan masalah. (4) Mendalami mata pelajaran dengan berbagai macam cara (Uno (2007: 34).

Hal ini bermanfaat bagi siswa saat terjun ke masyarakat kelak, karena ia akan mendapatkan diri dalam situasi dimana begitu banyak peran terjadi, seperti dalam lingkungan keluarga, bertetengga, lingkungan sekolah dan lain-lain.

6. Langkah-Langkah dalam Metode Bermain Peran

Keberhasilan model pembelajaran melalui bermain peran tergantung pada kualitas permainan peran (enecment) yang diikuti dengan analisis terhadapnya, disamping itu tergantung pula pada persepsi siswa tentang peran yang dimainkan terhadap situasi yang nyata (real life situation). Menurut Hamzah B Uno (2007: 26) prosedur berman peran terdiri atas sembilan langkah, yaitu:

1. Pemanasan (Warming Up).

9. Berbagai pengalaman dan kesimpulan.

(25)

18

berperilaku baru untuk mengatasi masalah seperti dalam permainan perannya dapat meningkatkan keterampilan memecahkan masalah. Role Playing adalah metode pembelajaran sebagai bagian dari stimulasi yang diarahkan untuk mengkreasi peristiwa sejarah, mengkreasi peristiwa – peristiwa aktual, atau kejadian-kejadian yang mungkin muncul pada masa mendatang.

Menurut (Uno, 2007: 57-58) Langkah-langkah dalam menerapkan role playing sebagai berikut.

1. Persiapan

a. Menetapkan topik atau masalah serta tujuan yang hendak dicapai. b. Memberikan gambaran masalah dalam situasi yang akan disimulasikan c. Menetapkan pemain yang akan terlibat dalam simulasi, peranan yang

harus dimainkan oleh para pemeran, serta waktu yang disediakan. d. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya khususnya pada

siswa yang terlibat dalam pemeran simulasi. 2. Pelaksanaan

a. Simulasi mulai dimainkan oleh kelompok.

b. Para siswa lainnya mengikuti dengan penuh perhatian.

c. Memberikan bantuan kepada pemain peran yang mendapat kesulitan. d. Simulasi hendaknya dihentikan pada saat puncak. Hal ini dimaksudkan

untuk mendorong siswa berfikir dalam menyelesaikan masalah yang sedang disimulasikan.

3. Penutup

a. Melakukan diskusi baik tentang jalannya simulasi maupun materi cerita yang disimulasikan. Guru harus mendorong agar siswa dapat membrikan kritik dan tanggapan terhadap proses pelaksanaan simulasi. b. Merumuskan kesimpulan.

(26)

7. Pembelajaran IPS Terpadu

Standar kompetensi dan kompetensi dasar ilmu pengetahuan sosial (IPS) di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP), meliputi bahan kajian, sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi. Bahan kajian ini menjadi mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Mata pelajaran IPS bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya sendiri maupun menimpa kehidupan masyarakat.

(27)

20

Melalui pembelajaran terpadu peserta didik memperoleh pengalaman langsung sehingga dapat menambahkan kekuatan untuk menerima, menyimpan dan memproduksi kesan-kesan hal yang dipelajarinya. Cara pengemasan belajar yang dirancang guru sangat berpengaruh terhadap kebermaknaan pengalaman bagi peserta didik. Pengalaman belajar lebih menunjukan kaitan unsur-unsur konseptual menjadikan proses pembelajaran lebih efektif.

Problem pendidikan di sekolah belakangan ini terkadang sering muncul, karena masih rendahnya hasil belajar yang diperoleh siswa, maka hal ini tidak lepas dari adanya faktor-faktor yang mempengaruhinya antara lain: tujuan, materi, sumber belajar, metode, suasana kelas, dan evaluasinya salah satu faktor yang sangat mempengaruhi proses belajar siswa dengan cara penyajian seorang guru dalam menggunakan metode mengajar yang kurang tepat dalam menyelesaikan suatu materi.

Untuk meningkatkan kualitas pendidikan tersebut diperlukan adanya peningkatan hasil belajar siswa dalam mempelajari ilmu pengetahuan sosial khususnya bidang studi IPS Terpadu. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka dalam proses pembelajaran harus terjadi situasi dan kondisi memadai serta metode yang tepat dapat berpengaruh positif terhadap efektivitas dan keberhasilan belajar dalam mencapai tujuan pendidikan.

8. Konsep Dasar Pengembangan Pembelajaran IPS Terpadu

(28)

IPS atau studi sosial itu merupakan bagian dari kurikulum sekolah yang diturunkan dari isi materi cabang ilmu-ilmu sosial (Sardiman, 2000: 54).

Geografi, sejarah dan antropologi merupakan disiplin ilmu yang memiliki keterpaduan yang tinggi. Pembelajaran geografi memberikan kebulatan wawasan yang berkenaan dengan wilayah-wilayah, sedangkan sejarah memberikan wawasan berkenaan dengan peristiwa-peristiwa dari berbagai periode. Antropologi meliputi studi-studi kooperatif, struktur sosial, aktivitas-aktivitas ekonomi, organisasi politik, ekspresi-ekspresi dan spiritual, teknologi dan benda-benda budaya tergolong ilmu-ilmu tentang kebijakan pada aktivitas-aktivitas yang berkenaan dengan pembuatan keputusan. Sosiologi dan psikologi sosial merupakan ilmu-ilmu tentang perilaku seperti konsep peran, kelompok institusi, proses interaksi dan kontrol sosial (Sardiman, 2000: 55).

9. Hasil Belajar IPS Terpadu

Menurut Djamarah (2000: 21) Prestasi adalah penilaian pendidikan tentang perkembangan dan kemajuan murid yang berkenaan dengan penguasaan bahan pelajaran yang disajikan kepada mereka dan nilai-nilai yang terdapat di dalam kurikulum. Belajar merupakan perubahan tingkah laku untuk mencapai tujuan dari tidak tahu menjadi tahu atau dapat dikatakan sebagai proses yang menyebabkan terjadinya perubahan tingkah laku dan kecakapan seseorang. Dalam belajar terjadi perubahan dalam kebiasaan (habit), kecakapan – kecakapan (skill) atau mendapatkan aspek pengetahuan (kognitif), sikap (affektif) dan keterampilan (psikomotorik) yang diperoleh karena sengaja dan bukan karena proses pertumbuhan yang bersifat psikologis atau proses kematanagn. Sardirman A.M dalam Djamarah (2000: 21) menyatakan bahwa :

“belajar adalah rangkaian kegiatan jiwa raga yang menuju perkembangan

pribadi manusia seutuhnya yang menyangkut unsur cipta, rasa dan karsa, ranah

(29)

22

Berdasarkan uraian di atas ternyata belajar berfungsi mengarahkan kita untuk menjadi manusia seutuhnya yaitu manusia yang dapat mengembangkan cipta (membuat sesuatu dengan keterampilan), rasa (dapat merasakan sesuatu dengan pengetahuan kita) dan karsa (melakukan sesuatu dengan sikap kita), ketiga istilah tersebut dalam dunia pendidikan disebut ranah kognitif, efektif dan psikomotorik.

Belajar juga merupakan suatu proses dimana ditimbulkan atau diubahnya suatu kegiatan karena mereaksi suatu keadaan. Perubahan itu tidak disebabkan karena proses pertumbuhan atau keadaan organisme sementara (seperti kelelahan atau pengaruh obat-obatan). “Perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dengan individu dan individu dengan lingkungan sehingga mereka lebih mampu berinteraksi dengan

lingkungannya” (Djamarah, 2000: 25).

(30)

rasa/perasaan, karsa/keinginan, kognitif, efektif, dan psikomotorik. Jadi belajar merupakan suatu aktifitas yang sadar akan tujuan. Tujuannya adalah terjadinya suatu perubahan dalam diri individu.

Penjelasan di atas dapat mengingatkan guru akan pandangannya terhadap pengertian belajar. Guru yang berpandangan bahwa belajar adalah menghafal pelajaran maka akan berbeda cara mengajarnya dengan guru yang berpandangan bahwa mengajar adalah mengubah tingkah laku dan mengembangkan kepribadian manusia seutuhnya. Maka seseorang dinyatakan melakukan kegiatan belajar, setelah ia memperoleh hasil, yakni terjadinya perubahan tingkah laku, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti dan sebagainya. Dapat disimpulkan bahwa pengertian belajar adalah suatu proses untuk mencapai suatu kecakapan, kebiasaan, sikap dan pengertian suatu pengetahuan dalam usaha merubah diri menjadi semakin baik dan mampu.

Sebagai alat untuk mengetahui kebiasaan guru mengajar dan keberhasilan siswa dalam belajar, setiap akhir pelajaran diadakan evaluasi belajar yang bertujuan untuk mengukur keberhasilan proses belajar mengajar. Dengan demikian dapat dibuat pengertian hasil belajar adalah sebuah indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang dikuasai anak didik dalam memehami mata pelajaran di sekolah.

(31)

24

dasar kepada siswa untuk memahami arti pentingnya sejarah bagi kehidupan bangsa. Sehingga dari pengertian di atas dapat diketahui yang dimaksud dengan hasil belajar sejarah adalah bukti keberhasilan siswa dalam penguasaan dalam mata pelajaran sejarah melalui tahap-tahap evaluasi belajar yang dinyatakan dengan nilai. Untuk mengukur hasil belajar siswa, guru harus memberikan penilaian kepada siswa dalam bentuk angka dan ditulis sebagai laporan pendidikan yang biasanya tercantum dalam rapot.

(32)

Faktor-faktor yang dimaksud adalah seperti yang dikemukakan oleh Nana Sudjana (2000:18) sebagai berikut.

1. Faktor intern, yaitu faktor yang terdapat dalam diri individu itu sendiri, antara lain ialah kemampuan yang dimilikinya, minat dan motivasi serta faktor-faktor lainnya.

2. Faktor ektern, yaitu faktor yang berada di luar individu diantaranya lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat.

Sejalan dengan pendapat tersebut W.S Winkel (2009: 43), telah merinci faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar sebagai berikut.

a. Faktor pada pihak siswa, terdiri dari:

1) Faktor-faktor psikis intelektual, yang meliputi taraf intelegensia, meliputi motivasi belajar, sikap perasaan, minat, kondisi akibat keadaan sosial kultural atau ekonomis.

2) Faktor-faktor fisik yang meliputi keadaan fisik. b. Faktor dari luar siswa yang terdiri dari:

1) Faktor-faktor pengatur proses belajar disekolah, yang meliputi kurikulum pengajaran, disiplin sekolah, teacher effectiveness, fasilitas belajar dan pengelompokan siswa

2) Faktor-faktor sosial di sekolah yang meliputi sistem sosial, status sosial, dan interaksi guru dan siswa

3) Faktor situasional, yang meliputi keadaan politik ekonomis, keadaan waktu dan tempat serta musim iklim.

(33)

26

mungkin, maka siswa meningkatkan kemampuan, minat dan motivasi yang ada dalam dirinya. Demikian pula halnya dengan faktor yang ada di luar diri siswa. Faktor ini dapat mendorong dan menghambat siswa dalam proses belajar. Lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat dapat memberi dukungan siswa di dalam belajar.

Diantara ketiga hal tersebut, lingkunga sekolah merupakan yang terpenting yang berfungsi sebagai lingkungan kedua yang sangat mendukung dalam mendidik anak atau siswa, setelah lingkungan utama yaitu lingkungan keluarga. Dengan demikian menjadi tanggung jawab guru untuk dapat membangkitkan minat dan motivasi murid diharapkan dapat mengembangkan kemampuan pribadinya, bertanggung jawab dan mandiri, sehingga bisa terjun ke masyarakat dengan pribadi yang utuh.

(34)

10. Aktivitas Belajar

Salah satu faktor yang penting dalam proses pendidikan adalah belajar. Dengan belajar manusia akan dapat meningkatkan kemampuanya baik dibidang pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap yang dapat bermanfaat bagi dirinya dalam masyarakat. Kegiatan atau tingkah laku belajar terdiri dari kegiatan psikhis dan fisik yang saling bekerjasama secara terpadu dan komprehensif integral. Sejalan dengan itu, belajar dapat dipahami sebagai berusaha atau berlatih supaya mendapat suatu kepandaian. Hal ini sesuai

dengan pendapat Roestyah dalam Wiarsana (2003:5) “belajar adalah suatu

proses untuk memperoleh modifikasi dalam pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, dan tingkah laku. Belajar adalah pengetahuan keterampilan yang

diperoleh dari intruksi”.

Proses dalam belajar dituntut adanya suatu aktivitas yang harus dilakukan oleh siswa sebagai usaha untuk meningkatkan hasil belajar. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Hamalik (2004: 171) yang menyatakan

“pengajaran yang efektif adalah pengajaran yang menyediakan kesempatan

siswa belajar sendiri atau melakukan aktivitas.”

(35)

28

melalui pengalaman bertumpu pada kemampuan diri belajar dibawah

bimbingan tenaga pengajar. Menurut (Sadirman, A.M. 2006: 99) “tidak ada

belajar kalau tidak ada aktivitas”.

Belajar tidak terjadi secara kebetulan tetapi belajar merupakan suatu proses atau aktivitas pemikiran maupun aktivitas fisik, sebagai suatu proses dalam belajar dituntut adanya suatu aktivitas yang harus dilakukan oleh siswa sebagai usaha untuk meningkatkan hasil belajar. Menurut Jarome Bruner dalam Trianto (2009:38) belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia, dan dengan sendirinya memberi hasil yang lebih baik.

Selain dari usaha yang dilakukan oleh siswa, peran serta guru sangat dibutuhkan agar selama proses pembelajaran aktivitas siswa meningkat, yaitu dengan cara memberikan arahan-arahan dan selanjutnya secara bertahap siswa melakukan kegiatan secara mandiri dengan penuh kesadaran akan pentingnya belajar. Menurut Winkel dalam Wiyarsana (2003:6) “aktivitas belajar adalah suatu kegiatan yang direncanakan dan disadari untuk mencapai suatu kegiatan tujuan belajar yaitu perubahan sikap, pengetahuan dan

keterampilan pada siswa yang melakukan kegiatan belajar”. Berdasarkan

(36)

Menurut Paul D. Dieriech dalam Hamalik (2001 : 172), aktivitas belajar dapat digolongkan menjadi delapan jenis sebagai berikut.

1. Visual Activities, misalnya: membaca, memperhatikan gambar demontrasi, percobaan, pekerjaan orang lain.

2. Oral Activities, masalnya: mengemukakan suatu fakta, menghubungkan suatu kejadian, mengajukan pertanyaan, mamberi saran, mengemukan pendapat. 3. Listening Activities, misalnya: mendengarkan penyajian bahan, percakapan,

diskusi, musik dan pidato.

4. Writing Activities, misalnya: menulis cerita, karangan, laporan dan angket. 5. Drawing Activities, antara lain: menggambar, membuat grafik, chart, peta,

diagram.

6. Motor Activities, seperti: melakukan percoban, membuat kontruksi, model, mereparasi, bermain, berkebun, berternak.

7. Mental Activities, seperti: merenungkan, mengingat, memecahkan masalah, menganalisis, melihat hubungan dan mengambil keputusan.

8. Emotional Activities, misalnya: menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang, gugup.

Menurut Momes (2001: 36), terdapat indikator terhadap aktivitas yang relevan dalam pembelajaran meliputi sebagai berikut.

1. Interaksi anak dalam mengikuti Proses Belajar Mengajar (PBM) dalam kelompok meliputi kegiatan berdiskusi dan bekerjasama dalam menyelesaikan maslah,

2. Keberanian anak dalam bertanya/mengemukakan pendpat,

3. Partisipasi anak dalam Proses Belajar Mengajar (melihat dan aktif dalam diskusi),

4. Motivasi dan kegairahan anak dalam mengikuti Proses Belajar Mengajar (menyelesaikan tugas dan aktif dalam memecahkan masalah),

5. Hubungan anak dengan anak selama Proses Belajar Mengajar, Hubungan anak dengan guru selama Proses Belajar Mengajar.

B. Kerangka Berpikir

Menurut pendapat Ronny Kountur (2005: 89) kerangka adalah “gambaran

hubungan antara satu dengan yang lainnya”. Berdasarkan penjelasan tersebut,

(37)

30

kerangka pikir mempunyai arti suatu konsep pola pemikiran dalam rangka memberikan jawaban sementara terhadap permasalahan yang diteliti.

Model pembelajaran merupakan suatu setrategi pembelajaran dimana dalam pembelajaran itu akan mengajak peserta didik untuk belajar lebih aktif. Ketika peserta didik belajar dengan aktif, berarti mereka yang mendominasi aktivitas pembelajaran. Dengan ini mereka secara aktif menggunakan otak, baik untuk menemukan ide peokok dari materi pelajaran, memecahkan persoalan, atau mengaplikasikan apa yang baru mereka pelajari dalam kehidupan nyata.dengan pembelajaran aktif ini, pesrta didik diajak untuk turut serta dalam semua proses pembelajaran, tidak hanya mental tetapi juga melibatkan fisik.

Metode pembelajaran bermain peran (Role Playing) yaitu, guru menjelaskan materi sebagai pengantar, kemudian guru membagi siswa kedalam beberapa kelompok untuk mendiskusikan materi yang diberikan. Kemudian setiap kelompok diminta untuk melakukan presentasi secara suka rela. Dan kelompok mengirimkan anggota mereka untuk membagikan hasil diskusi kelompok mereka. Kemudian kembali pada keadaan semula dan materi diakhiri dengan membuat kesimpulan yang dipandu oleh guru.

(38)

kebebasan untuk mengutarakan pendapat, maka yang terjadi ialah siswa yang memiliki aktivitas lebihlah yang akan mendominasi kelas itu.

Berdasarkan penelitian tersebut maka dapat di gambarkan paradigma penelitian ini sebagai berikut.

Gambar 1. Bagan Kerangka Pikir

C. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini dinyatakan sebagai berikut.

1. Ada peningkatan aktivitas belajar siswa setelah menggunakan Metode Pembelajaran Bermain Peran (Role Playing) pada siswa kelas VIII.F di SMP Negeri 1 Katibung Tahun Pelajaran 2012/2013.

2. Ada peningkatan hasil belajar setelah menggunakan Metode Pembelajaran Bermain Peran (Role Playing) pada siswa kelas VIII.F di SMP Negeri 1 Katibung Tahun Pelajaran 2012/2013.

Model Pembelajaran Role Playing

Aktivitas Belajar Meningkat

(39)

III. METODE PENELITIAN

A.Tempat dan Waktu Pelaksanaan

Penelitian ini dilakukan pada semester genap tahun pelajaran 2012/2013 pada mata pelajaran IPS Terpadu kelas VIII.F di SMP Negeri 1 Katibung mulai bulan Januari sampai dengan Februari 2013.

B.Subyek Penelitian

Subyek penelitian ini adalah siswa kelas VIII.F di SMP Negeri 1 Katibung Tahun Pelajaran 2012/2013, yang berjumlah 31 siswa terdiri dari 13 orang siswa laki-laki dan 18 orang perempuan. Guru membagi siswa dalam kelompok berempat dan memberikan tugas kepada semua kelompok, setiap siswa memikirkan dan mengerjakan tugas tersebut sendiri. Siswa berpasangan dengan salah satu rekan dalam kelompok dan berdiskusi dengan pasangannya, kedua pasangan bertemu kembali dalam kelompok berempat. Siswa mempunyai kesempatan untuk membagikan hasil klerjanya kepada kelompok berempat.

C.Faktor Yang Diteliti

(40)

1. Aktivitas belajar siswa pada saat proses pebelajaran berlangsung. 2. Hasil belajar IPS-Terpadu siswa dilihat dai tes pada setiap akhir siklus.

D.Rencana Tindakan

Model penelitin tindak kelas yang digunakan dalam penelitian ini adalah model yang dibebankan oleh Ellot Aronson dan Robert E. Salvin model penelitian ini direncanakan terbagi menjadi 3 siklus atau putaran dimana setiap siklus terdiri dari 4 komponen yang meliputi sebagai berikut.

1. Perencanaan (Planing)

Perencanaan adalah langkah yang akan dilakukan oleh guru ketika akan memulai tindakannya. Guru menyusun sebuah rencana kegiatan misalnya: a) apa yang harus dilakukan oleh siswa, b) kapan dan berapa lama dilakukan, c) dimana dilakukan, d) jika diperlukan peralatan atau sarana, wujudnya apa, e) jika sudah selesai, apa tindakan selanjutnya.

2. Tindakan (acting)

Tindakan atau pelaksanaan adalah implementasi dari perencanaan yang sudah dibuat. Guru harus memperhatikan hal-hal yang sebagai berikut: a) apakah ada kesesuaian antara pelaksanaan dengan perencanaan, b) apakah proses tindakan yang dilakukan siswa cukup lancar, c) bagaimanakah situasi proses tindakan, d) apakah siswa melaksanakan dengan bersemangat, e) bagaimanakah hasil keseluruhan dan tindakan.

3. Observasi (observating)

(41)

34

4. Refleksi (Reflecting)

Refleksi adalah langkah mengingat kembali kegiatan yang sudah lampau yang dilakukan oleh guru maupun siswa.

Pergantian siklus dilakukan pada setiap berakhirnya satu sub pokok bahasan rangkaian rencana penelitian tindakan dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Perencanaan

Pelaksanaan Siklus I

Refleksi

Pengamatan

Perencanaan

Siklus II Pelaksanaan

Refleksi

Pengamatan

Siklus III

Pengamatan

Refleksi Pelaksanaan

Hasil Akhir Perencanaan

(42)

Berdasarkan gambar 2. di atas maka dapat dijabarkan penjelasan untuk setiap siklusnya, sebagai berikut.

a. Siklus I

1) Perencanaan (Planning)

Persiapan yang dilakukan pada siklus I meliputi sebagai berikut. a. Peneliti menentukan materi yang akan diajarkakn pada siklus I b. Menyusun rancangan pelaksanaan pembelajaran sesuai kompetensi

dasar yang ingin dicapai.

c. Menyusun skenario pembelajaran melalui model pembelajaran bermain peran (role playing) yang meliputi rencana pembelajaran, contoh soal, latihan soal, dan evaluasi.

d. Menyiapkan model pembelajaran bermain peran (role playing) berupa lembar soal yang digunakan untuk mengerjakan prosedur siklus.

e. Menyiapkan sumber belajar berupa buku paket IPS kelas VIII. f. Mempersiapkan lembar pengamatan (observasi) untuk melihat

bagaimana keaktifanan Siswa dalam pembelajaran melalui model pembelajaran bermain peran (role playing).

g. Mempersiapkan perangkat.

2) Pelaksanaan (Acting)

(43)

36

siklus pertama. Pertemuan pertama dan pertemuan kedua dilaksanakan setiap pertemuan 2x40 menit.

3. Observasi (observating)

Observasi adalah proses mencermati jalanya pelaksanaan tindakan.

4. Refleksi (Reflecting)

Refleksi adalah langkah mengingat kembali kegiatan yang sudah lampau yang dilakukan oleh guru maupun siswa.

b. Siklus II

1. Perencanaan (Planning)

Persiapan yang dilakukan pada siklus I meliputi sebagai berikut. a. Peneliti menentukan materi yang akan diajarkakn pada siklus I b. Menyusun rancangan pelaksanaan pembelajaran sesuai kompetensi

dasar yang ingin dicapai.

c. Menyusun skenario pembelajaran melalui model pembelajaran bermain peran (role playing) yang meliputi rencana pembelajaran, contoh soal, latihan soal, dan evaluasi.

d. Menyiapkan model pembelajaran bermain peran (role playing) berupa lembar soal yang digunakan untuk mengerjakan prosedur siklus.

(44)

f. Mempersiapkan lembar pengamatan (observasi) untuk melihat bagaimana keaktifanan Siswa dalam pembelajaran melalui model pembelajaran bermain peran (role playing).

g. Mempersiapkan perangkat.

2. Pelaksanaan (Acting)

Pembelajaran IPS siklus II dikelas VIII dilakukan sebanyak tiga kali pertemuan, dua kali pembelajaran dan satu pertemuan untuk uji tes hasil siklus pertama. Pertemuan pertama dan pertemuan kedua dilaksanakan setiap pertemuan 2x40 menit.

3. Observasi (observating)

Observasi adalah proses mencermati jalanya pelaksanaan tindakan.

4. Refleksi (Reflecting)

Refleksi adalah langkah mengingat kembali kegiatan yang sudah lampau yang dilakukan oleh guru maupun siswa.

c. Siklus III

1. Perencanaan (Planning)

Persiapan yang dilakukan pada siklus II meliputi:

a. Peneliti menentukan materi yang akan diajarkakn pada siklus II b. Menyusun rancangan pelaksanaan pembelajaran sesuai kompetensi

(45)

38

c. Menyusun skenario pembelajaran melalui model pembelajaran bermain peran (role playing) yang meliputi rencana pembelajaran, contoh soal, latihan soal, dan evaluasi.

d. Menyiapkan model pembelajaran bermain peran (role playing) berupa lembar soal yang digunakan untuk mengerjakan prosedur siklus.

e. Menyiapkan sumber belajar berupa buku paket IPS kelas VIII. f. Mempersiapkan lembar pengamatan (observasi) untuk melihat

bagaimana keaktifanan Siswa dalam pembelajaran melalui model pembelajaran bermain peran (role playing).

g. Mempersiapkan perangkat.

2. Pelaksanaan (Acting)

Pembelajaran IPS siklus III dikelas VIII dilakukan sebanyak tiga kali pertemuan, dua kali pembelajaran dan satu pertemuan untuk uji tes hasil siklus pertama. Pertemuan pertama dan pertemuan kedua dilaksanakan setiap pertemuan 2x40 menit.

3. Observasi (observating)

Observasi adalah proses mencermati jalanya pelaksanaan tindakan. 4. Refleksi (Reflecting)

(46)

E.Data Penelitian

Data penelitian ini terdiri dari:

a. Data siswa, yaitu data yang diperoleh dari hasil observasi terhadap aktivitas siswa selama pembelajaran berlangsung, terjadi di dalam kelas pada setiap siklus.

b. Data hasil belajar siswa, yaitu data yang diperoleh dari hasil belajar berupa nilai tes yang diberikan setiap akhir siklus.

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan melalui catatan lapangan dan tes, sebagai berikut.

a. Observasi

Observasi digunakan untuk mengamati aktivitas belajar siswa dalam kegiatan pembelajaran selama penelitian sebagai upaya untuk mengetahui kesesuaian antara perencanaan dan pelaksanaan tindakan.

b. Tes

(47)

40

G.Instrumen Penelitian

Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi, catatan lapangandan perangkat tes. Lembar observasi yang digunakan untuk mengamati aktivitas yaitu perilaku yang relevan dengan kegiatan pembelajaran antara lain:

Tabel 3. Data untuk melihat aktivitas dalam pembelajaran

Kegiatan yang relevan dalam proses pembelajaran (on Task) 1. Mendengar atau memperhatikan penjelasan guru

2. Membaca buku atau menulis materi yang diajarkan 3. Bekerja sama dalam kelompok

4. Mempresentasikan hasil kelompok

5. Berdiskusi atau bertanya dengan guru atau antar siswa

Kegiatan yang tidak relevan (Off Task)

(48)

4. Tidak bertanya dengan guru atau antar siswa 5. Mengobrol

6. Bermain-main

Instrument penelitian yang berupa perangkat tes, yang diberikan kepada siswa pada akhir setiap siklus untuk mengukur dan mengetahui hasil belajar siswa pada pelajaran IPS Terpadu.

H.Uji Persyaratan Instrumen

a. Uji Validitas

Pengujian validasi tiap butir instrument menggunakan analis item, yaitu mengkorelasi skor tiap buti dengan skor total yang merupakan jumlah tiap skor butir. Dalam memberi interprestasi terhadap koefisien korelasi, item yang mempunyai korelasi positif dengan korelasi yang tinggi menunjukan bahwa item tersebut tidak tinggi pula. Syarat minimal yang di anggap memenuhi yaitu syarat dengan ά = 0,05. Uji validitas menurut Arikunto (2006 : 79)

menggunakan rumus korelasi biserial sebagai berikut.

γ pbi = Mp –Mt / Si √p / q

keterangan :

γ pbi = Koefisien korelasi biserial

Mp = Rerata skor dari subjek yang menjawab benar bagi item yang dicari validitasnya. Mt = Rerator skor total

(49)

42

Dengan kriteria pengujian jika harga rhit rtabel dengan α=0,05 maka alat ukur

tersebut dinyatakan valid,dan sebaliknya apabila rhitung rtabel maka alat ukur

tersebut dinyatakan tidak valid.

Tabel 4. Uji Validitas Butir Soal Siklus I

No. Soal r Tabel r Hitung Keterangan

(50)

Tabel 5. Uji Validitas Butir Soal Siklus II

Soal yang dianalisis pada siklus II masih berjumlah 20 item soal dan terdapat 1 buah soal yang tidak valid, yaitu item soal nomor 20 dengan nilai r hitung < r

tabel. r tabel (n=20, α=5%) atau sama dengan 0,361. Untuk soal yang tidak valid, maka peneliti memperbaiki soal tersebut.

Tabel 6. Uji Validitas Butir Soal Siklus III

(51)

44

Reabilitas atau tingkat ketetapan (consistensi atau keajegan) adalah tingkat kemampuan intrumen untuk mengumpulkan data secara tetap dari sekelompok individu. Instrumen yang memiliki tingkat reabilitas tinggi cenderung

menghasilkan data yang sama tentang suatu variabel unsur – unsurnya, jika diulang pada waktu berbeda pada kelompok individu yang sama menurut Arikunto (2006 : 100).

Pengukuran reabilitas instrumen menurut Arikunto (2006: 101) dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

(52)

R11 = ( k/k – 1 ) ( S² - ∑pq / S² ) Keterangan :

R11 = Reabilitas secara keseluruhan

P = Proporsi subjek yang menjawab item soal dengan benar

Q = Proporsi subjek yang menjawab item soal dengan salah ( q = 1 –p ) ∑pq = jumlah hasil perkalian antara p dan q

n = Banyaknya item

S = Standar deviasi dari tes (standar deviasi adalah akar varians)

Berdasarkan analisis butir soal dari siklus I sampai dengan siklus III dengan jumlah 20 butir soal, didapat untuk uji reabilitas siklus Idi peroleh 0,943 atau nilai reliable yang tinggi, dan pada siklus II diperoleh 0,993 serta pada siklus III diperoleh 0,919. Dari ketiga siklus tersebut dinyatakan soal yang diberikan kepada siswa untuk uji siklus mempunyai nilai reliabel yang tinggi.

c. Tingkat Kesukaran

Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar. Bilangan yang menunjukan mudahnya atau sukarnya suatu soal tersebut disebut dengan indeks kesukaran.

(53)

46

Tingkat kesukaran dapat dicari dengan rumus sebagai berikut.

P= B / JS

Keterangan :

P = Indeks Kesukaran

B = Banyaknya siswa yang menjawab soal JS = Jumlah seluruh siswa peserta tes

Menurut Arikunto (2006: 208) ketentuan yang sering diikuti, indeks kesukaran sering diklafikasikan sebagai berikut.

- Soal dengan P 0,00 sampai 0,30 adalah soal sukar - Soal dengan P 0,31 sampai 0,70 adalah soal sedang - Soal dengan P 0,71 sampai 1,00 adalah soal mudah Tabel 7. Tingkat kesukaran soal siklus I dan Siklus II

SIKLUS I

No. Soal Kesukaran soal Kategori

3,9 0,00 – 0,30 Sukar

(54)

(kemampuan rendah) angka yang menunjukan besarnya daya pembeda tersebut disebut indeks diskriminasa disingkat D. Daya pembeda berkisar antara 0,00 sampai 1,00 sama halnya dengan indeks kesukaran namun bedanya pada indeks diskriminasi ini ada tanda negatif. Tanpa negatif pada indeks diskriminasi digunakan jika suatu soal terbalik menunjukan kualitas tes yaitu anak pandai disebut bodoh dan anak bodoh disebut pandai. Suatu soal yang dapat dijawab oleh siswa yang pandai maupun siswa yang bodoh maka soal itu tidak baik karena tidak mempunyai daya pembeda, demikian juga apa bila soal tersebut tidak dapat dijawab benar oleh seluruh siswa pandai maupun siswa baik, maka soal tersebut tidak mempunyai daya beda sehingga soal tersebut tidak baik digunakan untuk tes. Suatu soal yang baik adalah yang dapat dijawab benar oleh siswa yang pandai saja.

Seluruh kelompok tes akan dibagi menjadi 2 kelompok yaitu :

Kelompok atas dan kelompok bawah dengan jumlah yang sama, jika seluruh kelompok atas bisa menjawab soal dengan benar dan kelompok bawah menjawab dengan salah, maka nilai tersebut memiliki D paling besar yaitu 1,00 sebaliknya jika kelompok semua atas menjawab salah dan kelompok bawah menjawab benar, maka nilai D = 1,00 tetapi jika kelompok atas

(55)

48

Untuk menentukan indeks diskriminasi digunakan rumus : D = BA / JA – BB / JB = PA – PB

Dimana :

D = Daya pembeda

JA = Banyaknya peserta kelompok atas JB = Banyaknya peserta kelompok bawah

BA = Banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab benar BB = Banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab salah PA = Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar PB = Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab salah Klasifikasi daya pembeda

D = 0,00 – 0,20 = Jelek D = 0,21 – 0,40 = Cukup D = 0,41 – 0,70 = Baik D = 0,71 – 1,00 = Baik Sekali

Negatif, Semuanya tidak baik, jadi semua butir soal yang mempunyai nilai D negatif sebaiknya dibuang saja. Arikunto ( 2006 : 213 ).

Tabel 8. Hasil Analisis Daya Beda

SIKLUS I

(56)

I. Analisis Data

1. Analisis data aktivitas siswa

Analisis data jumlah aktivitas siswa dilakukan dengan membagi dalam beberapa kelompok. Setiap siswa diamati aktivitasnya secara klasikal dalam setiap pertemuan dengan member tanda ceklis pada lembar observasi yang telah diadakan,

Setelah observasi lalu dihitung jumlah aktivitas yang telah dilakukan, kemudian dipresentasikan. Data pada setiap siklus diolah menjadi presentase aktivitas siswa. Seorang siswa dikategorikan aktif minimal 61% dari jenis kegiatan yang telah dilakukan, kemudian dipresentasekan. Hal ini sesuai dengan criteria Arikunto (2006 : 79) yaitu:

a. Antara 81%-100% adalah aktivitas siswa sangat baik b. Antara61%-80% adalah aktivitas siswa yang baik c. Antara 41%-60% adalah aktivitas siswa cukup d. Antara 21%-40% adalah aktivitas siswa kurang e. Antara 0%-20% adalah aktivitas siswa kurang sekali

Jika lebih dari 61%-80% aktivitas yang dilakukan, maka siswa tersebut sudah termasuk siswa yang aktif. Dapat dilakukan perhitungan persentase keaktifan siswa dengan rumus:

(57)

50

Keterangan:

%A = persentase jumlah siswa yang aktif Na = jumlah siswa yang aktif

N = jumlah siswa keseluruhan

2. Analisis data hasil belajar siswa

Untuk mengetahui hasil belajar siswa setelah diterapkan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual diambil rata-rata tes formatif yang diberikan pada setiapa akhir siklus.

J. Indikator Keberhasilan

Indikator keberhasilan pada penelitian ini adalah:

1. Aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran meningkat dari siklus ke siklus

(58)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Model pembelajaran kooperatif tipe bermain peran (role playing) pada siswa Kelas VIII.F SMP Negeri 1 Katibung dapat meningkatkan aktivitas belajar Siswa pada setiap siklusnya. pada siklus I sebesar 59.67%, siklus II sebesar 74.18% dan siklus III sebesar 87.09%.

(59)

74

B. Saran

Berdasarkan hasil analsis dan penelitian yang telah dilaksanakan terdapat beberapa saran yang dapat dipertimbangkan dalam meningkatkan hasil belajar Siswa maka penulis menyarankan:

1. Bagi sekolah perlu dilaksanakan kegiatan pembelajaran dengan berbagai strategi sebagai upaya menciptakan suasana belajar yang kondusif agar hasil belajar siswa dapat meningkat.

2. Hendaknya guru mengenalkan dan melatih keterampilan proses kooperatif sebelum atau selama pembelajaran. Agar siswa mampu menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep. Serta siswa dapat

menumbuhkan dan mengembangkan sikap dan nilai yang dituntut.

(60)

DAFTAR PUSTAKA

Ani, Sardiman. 2009. Interaksi dan Motivasi belajar. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Arikunto, Suharsimi (2009), Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Edisi Revisi, Jakarta: Bumi Aksara.

(2010), Penelitian Tindakan Kelas, Yogyakarta: Aditya Media.

Arikunto, Suharsimi, dkk (2009), Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta: Bumi Aksara.

Burhanudin. 2007. Upaya Peningkatan hasil Belajar melalui metode Think Pair Share dalam mata pelajaran ekonomi pada siswa kelas X SMA Negeri Pringsewu Tahun Pelajaran 2007/2008. Skripsi FKIP Universitas Lampung.

Dimyati, Mudjiono.2006. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta

Djamarah, Syaiful Bahri. 2000. Guru dan anak didik dalam interaksi edukatif.

Rineka cipta. Jakarta

Firdaus, Joni. 2008. Kajian Aktivitas dan Hasil Belajar Biologi Siswa Melalui Penerapan Model Pembelajaran Think Pair Share Pada Siswa Kelas IX SMP Negeri 2 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2007/2008. Skripsi Universitas Lampung.

Fitrianti, Merlinda. 2008. Pemanfaatan Media Praktik Akuntansi untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa SMA Negeri 5 Bandarlampung. Skripsi Universitas Lampung.

(61)

Lie, Anita. 2007. Cooperative Learning. Mempraktikan Learning di ruang-ruang kelas. Gramedia. Jakarta

Nasution, Sarimuda. 2005. Berbagai pendekatan dalam proses belajar dan mengajar. PT. Bumi Aksara. Jakarta.

Rohani, Ahmad. 2004. Pengelolaan Pengajaran. Rineka Cipta. Jakarta. Sugiono (2009), Metode Penelitian Pendidikan, Bandung:Alfabeta.

Gambar

Tabel 1. Hasil Ujian Semester (Tes Sumatif) IPS kelas VIII.F Semester Genap  SMP Negeri 1 Katibung Tahun Pelajaran 2012/2013
Tabel 2. Hasil Rekapitulasi Lembar Pengamatan Aktivitas Belajar Siswa
Gambar 1. Bagan Kerangka Pikir
Gambar 2. Proses Penelitian Tindakan
+6

Referensi

Dokumen terkait

[r]

[r]

Membawa dokumen Penawaran asli dan Dokumen Perusahaan Asli serta 1 (satu) set fotocopy dokumen dari data-data isian formulir kualifikasi yang diinput di dalam Sistem Pengadaan

” Termasuk ke dalam jawami’ul kalim -nya (Perkataan yang singkat namun memiliki makna yang luas-Pent) Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, sehingga tidak ada

Jika dilihat dari sikap dan disiplin kerja praktik siswa, secara keseluruhan menyatakan bahwa siswa kelas X kendaraan ringan jurusan teknik mekanik otomotif pada

Keywords: representation, Multimodal Critical Discourse Analysis, Systemic Functional Linguistics, and online newspapers... Banjir dalam Surat Kabar

PENGARUH BENTUK PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP UPAYA REKLAMASI LAHAN BEKAS PENAMBANGAN TIMAH DI KECAMATAN KELAPA KAMPIT KABUPATEN BELITUNG TIMUR.. Universitas Pendidikan Indonesia |

SURAT IZIN USAHA PERUSAHAAN EMPU (SIUP EMPU) INI BERLAKU SEJAK TANGGAL DIKELUARKAN DAN BERLAKU UNTUK SELURUH BANDAR UDARA DALAM WILAYAH KANTOR WILAYAH DEPARTEMEN PERHUBUNGAN PROPINSI