• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEPACCUR DALAM PEMBERIAN GELAR ADAT MASYARAKAT LAMPUNG PEPADUN DAN KELAYAKANNYA SEBAGAI MATERI PEMBELAJARAN SASTRA DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PEPACCUR DALAM PEMBERIAN GELAR ADAT MASYARAKAT LAMPUNG PEPADUN DAN KELAYAKANNYA SEBAGAI MATERI PEMBELAJARAN SASTRA DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

ABSTRACT 

PEPACCUR IN TITTLE GIVING CEREMONY AT PEPADUN LAMPUNG SOCIETY AND ITS PROPERNESS AS LITERATURE LEARNING MATERIAL AT SMP

By SUKMAWATI

The problem of research is how the structure, the function, the grouping, and the culture’s value which is included in pepaccur of pepadun Lampung society dialect O and its properness as literature learning material at SMP. The objective of this research were to describe the structure, the function, the grouping, and the culture’s value which is included in pepaccur of pepadun Lampung society dialect O and its properness as literature learning material at SMP.

The research use descriptive qualitative method. The data of this research is pepaccur the text which is delivered in the tittle present ceremony at pepadun Lampung society. The data collecting technique of this research are observation, recording, field trip, and interview. The data analysis done by etnografi and content analysis.

The result of research showed that the pepaccur in tittle giving ceremony at pepadun Lampung society had (1) the structure of rima with abcabc, abab, aaab, abcb pattern, b) rhythm as musicality rhythm which is gotten by using the words over and over, c) tone is manifestationof emotion and the overflow soul from pepaccur’s society such as pray, advise, and happy, d) frame work are verse of introduction, content, and closing, e) diction related with advice and marriage, f) consist of four or six lines, g) language style consist of alegori or personification, (2) the function of pepaccur is used as tool to told the mean and introduce the elements of Lampung’s culture, (3) the variety of pepaccur are really variated based on the content or advice which is contained in it, (4) the value which is contained in pepaccur are religion, politeness, simplicity, and social value, (5) the properness of pepaccur can be used as the material of learning literature at SMP.

ABSTRAK

PEPACCUR DALAM PEMBERIAN GELAR ADAT MASYARAKAT LAMPUNG PEPADUN DAN KELAYAKANNYA SEBAGAI MATERI PEMBELAJARAN SASTRA DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

Masalah penelitian ini adalah bagaimana struktur, fungsi, penjenisan, nilai-nilai budaya yang terkandung dalam pepaccur pada masyarakat Lampung Pepadun dialek O dan kelayakannya sebagai materi pembelajaran sastra di SMP. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan struktur, fungsi, penjenisan, nilai-nilai budaya yang terkandung dalam pepaccur pada masyarakat Lampung Pepadun dialek O dan kelayakannya sebagai materi pembelajaran sastra di SMP.

Metode penelitian yang digunakan deskriptif kualitatif. Data dalam penelitian ini adalah teks pepaccur yang disampaikan pada saat upacara pemberian gelar adat masyarakat Lampung Pepadun. Teknik pengumpulan data dengan pengamatan, rekaman, catatan lapangan, dan wawancara. Analisis data dilakukan dengan analisis etnografi dan analisis isi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pepaccur dalam pemberian gelar adat masyarakat Lampung memiliki (1) struktur terdiri dari a) rima dengan pola abcabc dan abab namun ada beberapa bait dengan rima aaab dan abcb, b) irama berupa musikalitas yang didapatkan dari penggunaan kata secara berulang-ulang, c) nada merupakan perwujudan emosi atau luapan perasaan dari orang yang berpepaccur berupa mendoakan, menasihati, menunjukkan kebahagiaan, d) kerangka berupa bait pembuka, isi, dan penutup, e) pilihan kata terkait dengan nasihat dan kata-kata yang berhubungan dengan pernikahan, f) bait terdiri dari empat atau enam baris, g) gaya bahasa meliputi alegori dan personifikasi, (2) fungsi pepaccur digunakan sebagai sarana untuk menyampaikan maksud dan memperkenalkan unsur-unsur budaya masyarakat Lampung, (3) jenis pepaccur, jenis pepaccur sangat beragam sesuai dengan isi atau nasihat yang terkandung di dalamnya, (4) nilai-nilai yang terkandung dalam pepaccur adalah nilai keagamaan, nilai  kesopanan, nilai kesederhanaan dan nilai sosial, (5) kelayakan pepaccur, pepaccur dapat dijadikan materi pembelajaran sastra di SMP pada kompetensi dasar menganalisis unsur-unsur syair yang diperdengarkan..

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Negeri Besar, pada tanggal 15 Juni 1968. Anak pertama dari enam bersaudara, buah kasih pasangan Ali Nurfiah dan Hajir. Pendidikan yang penulis tempuh, yakni Sekolah Dasar Negeri 2 Negeri Besar, Way Kanan lulus tahun 1980, Sekolah Menengah Pertama Negeri 4 Kotabumi, Lampung Utara lulus tahun 1983, Sekolah Pendidikan Guru Muhammadiyah Kotabumi, Lampung Utara Jurusan Sekolah Dasar lulus tahun 1986, Diploma-2 Universitas Terbuka lulus tahun 1996, S-1 Sekolah Tinggi Keguruan Ilmu Pendidikan Muhammadiyah Kotabumi, Lampung Utara Jurusan Pendidikan Bahasa Dan Seni,Program Studi Pedidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia lulus tahun 2003. Pada tahun 2012, penulis tercatat sebagai mahasiswa S-2 Unila pada program Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

MOTO

Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah.

Yang mengajar manusia dengan perantara kalam. Mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.

(Surat Al Alaq: 1 s.d. 5)

Hidup adalah perjuangan, berusaha melakukan yang terbaik, dan bermanfaat untuk orang lain

PERSEMBAHAN

Tesis ini penulis persembahkan dan hadiahkan kepada 1. Suamiku tersayang (Arsad Saleh)

2. Buah hatiku (M. Arangga Tuhaba, S.T., Fachri Ikhlas Tuhaba, Arroyan Tuhaba, Salwa Nabila)

3. Orang tuaku dan mertuaku (Ali Nurfiah, Hajir, Hasan Basri, Nursidah) 4. Saudara-saudaraku (Farman Ali, S.T., M.T., Mahdalena, S.Keb.,

SANWACANA

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Mahaesa karena atas rahmat dan karunia-Nya tesis ini dapat terselesaikan.

Tesis ini berjudul “Pepaccur dalam Pemberian Gelar Adat Masyarakat Lampung Pepadun dan Kelayakannya sebagai Materi Pembelajaran Sastra di Sekolah Menengah Pertama” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar magister pendidikan pada program Pascasarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Lampung.

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan tesis ini tidak lepas dari bantuan, arahan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada

1. Prof. Dr. Sugeng P. Hariyanto, M.S., selaku rektor Universitas Lampung; 2. Dr. H. Bujang Rahman, M.Si. selaku dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Lampung;

3. Prof. Dr. H. Sudjarwo, M.S., selaku direktur pascasarjana Universitas Lampung;

5. Dr. Nurlaksana Eko Rusminto, M.Pd., selaku ketua Program Studi Pascasarjana Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung, yang dengan sabar memberikan motivasi, bimbingan, arahan, saran, dan kritik dalam penyelesaian tesis ini;

6. Dr. Munaris, M.Pd., selaku pembimbing kedua yang telah memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam penyelesaian tesis ini;

7. Dr. Edi Suyanto, S.Pd., M.Pd., selaku pembahas pada seminar proposal dan hasil, yang telah memberikan nasihat, saran-saran, dan kritik dalam penyelesaian tesis ini;

8. Dr. Karomani, M.Si., selaku pembimbing akademik, yang selalu memberikan motivasi dan dukungan;

9. Bapak dan Ibu dosen Program Pascasarjana Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung;

10. Orang tua dan mertuaku tercinta yang selalu memberikan motivasi dan doa yang tiada terputus untuk keberhasilan penulis;

11. Suamiku dan anakku tersayang (Arsad Saleh, M. Arangga Tuhaba, S.T., Fachri Ikhlas Tuhaba, Arroyan Tuhaba, Salwa Nabila) yang senantiasa memberikan motivasi dan doa untuk keberhasilan penulis;

12. Seluruh mahasiswa Program Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia angkatan 2012 yang selalu memberikan motivasi dan semangat kepada penulis.

bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bandarlampung, Juli 2014 Penulis,

Sukmawati

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ………. i

HALAMAN JUDUL ………..……….…... iii HALAMAN PERSETUJUAN ...

HALAMAN PENGESAHAN ………..………

LEMBAR PERNYATAAN ………..

RIWAYAT HIDUP ………..………....

MOTO …...………

PERSEMBAHAN ……...………..

iv v vi vii viii ix SANWACANA..…………...….……….. x DAFTAR ISI ...

DAFTAR TABEL …………..………..

xiii xv I. PENDAHULUAN...……....…….……… 1

1.1 Latar Belakang Masalah ...……...………...….…. 1 1.2 Rumusan Masalah...…... 1.3 Tujuan Penelitian ... 1.4 Manfaat Penelitian ...

9 9 10 II. KAJIAN PUSTAKA ...

2.1 Hakikat Sastra Lisan ... 2.2 Hakikat Syair dan Pepaccur ... 2.3 Pepaccur sebagai Tradisi Lisan/Puisi Rakyat/Sastra Lisan ... 2.4 Struktur Puisi ... 2.4.1Rima ... 2.4.2Irama ... 2.4.3Nada ... 2.4.4Kerangka Pepaccur ... 2.4.5Pilihan Kata (Diksi) ... 2.4.6Bait ... 2.4.7Gaya Bahasa ... 2.5 Fungsi Puisi... 2.6 Jenis-Jenis Syair ... 2.7 Nilai-Nilai dalam Pepaccur ... 2.8 Etnografi ... 2.9 Pembelajaran Sastra di SMP ...

3.3 Instrumen Penelitian ... 3.4 Teknik Pengumpulan Data ...

3.4.1 Pengamatan (Obsevasi) ... 3.4.2 Teknik Rekam ... 3.4.3 Catatan Lapangan ... 3.4.4 Wawancara ... 3.4 Teknik Analisis Data ... 3.4.1 Model Analisis Etnografi ... 3.4.2 Model Analisis Isi ...

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ……….

4.1 Struktur Pepaccur ... 4.1.1Rima ... 4.1.2Irama ... 4.1.3Nada ... 4.1.4Kerangka Pepaccur ... 4.1.5Pilihan Kata (Diksi) ... 4.1.6Bait ... 4.1.7Gaya Bahasa ... 4.2 Fungsi Pepaccur pada Masyarakat Lampung Pepadun Dialek O ... 4.3 Penjenisan Pepaccur pada Masyarakat Lampung

Pepadun Dialek O ... 4.4 Nilai-Nilai Kebudayaan Pepaccur ... 4.5 Kelayakan Pepaccur sebagai Materi Pembelajaran

Sastra di SMP ... 4.5.1Menyusun Pepaccur sebagai Materi Pembelajaran Sastra …. 4.5.2Skenario Pembelajaran Syair (Pepaccur) ………..….... V. SIMPULAN DAN SARAN ... 

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Ciri Tradisi Lisan Besar dan Tradisi Lisan Kecil ...…….…... 16

I. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Sastra tidak terlepas dari kehidupan manusia karena sastra merupakan bentuk ungkapan pengarang atas kehidupan yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat. Berdasarkan bentuk atau wujudnya karya sastra terdiri dari aspek isi dan aspek bentuk. Aspek isi merupakan pengalaman tentang hidup manusia. Aspek bentuk merupakan hal-hal yang terkait cara pemakaian, cara pengarang memanfaatkan bahasa untuk mewadahi isi dari karya sastra tersebut. Berdasarkan pengertian dari aspek bentuk atau wujudnya, sastra dapat disampaikan secara lisan dan tulisan. Penyampaian sastra secara lisan, langsung diungkapkan dari mulut ke mulut sedangkan penyampaian sastra secara tulisan diungkapkan melalui bahasa tulis.

Kehidupan sastra lisan di masyarakat mengalami perubahan sesuai dinamika kehidupan masyarakat pemiliknya. Ada sebagian sastra lisan di Indonesia yang telah hilang sebab tidak sempat didokumentasikan. Sastra lisan yang masih ada, baik yang diselamatkan melalui penelitian masa dahulu dan masa kini maupun yang belum diteliti, ada yang masih bertahan tetapi ada pula yang mengalami perubahan. Ada contoh bentuk sastra lisan yang masih dipertahankan terus tanpa perubahan, tetapi tidak kurang contoh yang membuktikan bahwa sastra lisan yang telah berubah karena dinamika intrinsik ataupun akibat pengaruh sastra asing (Teeuw, 1984:330).

Telah dikatakan pula bahwa di Indonesia sastra lisan pun dari dahulu terus berubah walaupun beberapa ragam dasar barangkali bertahan lama. Perubahan itu bisa terjadi karena pengaruh perkembangan masyarakat dalam berbagai segi seperti pendidikan, ekonomi, politik, soial, dan kepercayaan. Keberadaan sastra lisan perlu dipertimbangkan dari hal-hal yang menyangkut geografi, sejarah, kepercayaan dan agama, serta semua aspek kebudayaan lain (Finnegan dalam Armina, 2013:2).

tersebut dapat mengakibatkan punahnya sastra lisan di suatu daerah. Bersamaan dengan punahnya sastra lisan itu maka kekayaan budaya yang terkandung di dalamnya akan punah pula. Sastra lisan dapat diungkapkan dari segi bentuk dan isinya untuk memperkaya khasanah kebudayaan bangsa Indonesia.

Pengungkapan sastra-sastra lisan di Indonesia itu mempunyai keuntungan, yaitu dapat memperlihatkan keanekaragaman kekayaan budaya dan menimbulkan saling memahami antarsuku bangsa di Indonesia melalui nilai-nilai yang terdapat dalam sastra lisan tersebut. Sastra lisan di suatu daerah berfungsi sebagai sarana pengungkapan tata nilai sosial budaya dan kehidupan di daerah tersebut (Pusat Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, 1998:1).

Sastra lisan merupakan salah satu bentuk kreativitas masyarakat yang sayang jika diabaikan keberadaannya. Berbagai nilai kehidupan seperti nilai kemanusiaan, keindahan, moral, budaya, pendidikan, sejarah, ekonomi, dan politik dapat diungkapkan melalui sastra lisan sehingga penting untuk dilakukan penelitian yang terkait dengan sastra lisan tersebut. Dengan dilakukannya penelitian, hasil penelitian sastra lisan dapat bermanfaat untuk melestarikan sastra lisan tersebut. Selain itu, hasil penelitian juga bermanfaat untuk perkembangan dan pelestarian sastra lisan yang sudah ada.

Nilai-nilai ini belum terungkap secara mendalam dalam suatu kegiatan penelitian.

faktor tempat, dan keahlian penutur turut memengaruhi munculnya kreasi dan versi baru. Setiap penceritaan (pertunjukan atau penampilan) dalam situasi tertentu menimbulkan ciptaan baru sebagai tanda kreativitas pencerita (A. B. Lord dalam Armina, 2013:5).

Ketiga hal itu menjadi sebuah alasan mengapa sastra lisan Lampung Pepadun harus dikaji secara ilmiah atau dilakukan penelitian. Kegiatan penelitian bertujuan agar kreativitas masyarakat Lampung Pepadun khususnya sastra lisan tidak punah. Kehilangan salah satu ragam sastra lisan berarti kehilangan sumber sejarah, sumber struktur, dan pandangan hidup yang baik. Ragam sastra lisan yang berhubungan dengan peradatan perlu dilestarikan melalui penelitian agar menjadi pedoman bagi generasi yang akan datang.

Sastra lisan Lampung Pepadun terdiri dari lima jenis, yaitu Sesikun/Sakiman (peribahasa), Seganing/teteduhan (teka-teki), Memang (mantra), Warahan (cerita rakyat), dan puisi. Puisi Lampung Pepadun dibagi lagi menjadi lima jenis puisi, yaitu (1) paradinei/paghadini adalah puisi yang biasa digunakan dalam upacara penyambutan tamu pada saat berlangsungnya pesta pernikahan secara adat. Paradinei/paghadini diucapkan juru bicara masing-masing pihak, baik pihak yang

datang maupun yang didatangi. Secara umum isi paradinei/paghadini berupa tanya jawab tentang maksud atau tujuan kedatangan; (2) pepaccur/pepaccogh/ wawancan adalah salah satu bentuk puisi yang lazim digunakan dalam adat untuk 

berkenaan dengan agama Islam; (5) wayak adalah puisi yang lazim digunakan sebagai pengantar acara adat, pelengkap acara pelepasan pengantin wanita ke tempat pengantin pria, pelengkap acara tarian adat (cangget), pelengkap acara muda-mudi (nyambai, miyah damagh, kedayek), senandung saat meninabobokkan anak, dan pengisi waktu bersantai.

Dari beberapa jenis puisi di atas, dipilih pepaccur/pepaccogh/wawancan sebagai objek kajian yang akan diteliti lebih lanjut. Pepaccur/pepaccogh/wawancan adalah salah puisi yang lazim digunakan untuk menyampaikan pesan atau nasihat dalam upacara pemberian gelar adat (adek/adok). Istilah pepaccur dikenal di lingkungan masyarakat Lampung dialek O sedangkan di lingkungan masyarakat Lampung berdialek A dikenal dengan istilah pepaccogh dan istilah wawancan dikenal di lingkungan masyarakat Lampung dialek A Sebatin. Tempat penelitian dilakukan pada masyarakat Pepadun berdialek O, maka istilah pepaccur lah yang akan digunakan.

Pepaccur merupakan salah satu jenis sastra lisan Lampung yang berbentuk puisi 

adok ghik ini adok. Adapun pemberian gelar dilakukan di lingkungan masyarakat

Lampung Sebatin dikenal dengan istilah butetah/kebaghan adok/nguwaghkon adok (Sanusi, 1999: 70).

Pertimbangan pemilihan pepaccur sebagai objek kajian penelitian ialah pepaccur merupakan hasil kebudayaan masyarakat Lampung Pepadun yang sampai saat ini masih digunakan namun penggunanya hanya terbatas pada kalangan generasi tua. Hal inilah yang juga melatarbelakangi pemilihan pepaccur sebagai objek kajian. Dengan adanya penelitian tentang pepaccur, diharapkan para generasi muda akan memiliki semangat untuk mempelajari pepaccur sehingga dapat dilestarikan.

Penelitian tentang sastra lisan yang terkait dengan pembelajaran sastra belum banyak dilakukan oleh para peneliti. Armina (2013) dalam disertasinya meneliti tentang pantun Wayak yang ada di Lampung Barat. Subjek penelitian adalah sastra lisan pantun Wayak yang ada di Lampung Barat. Hasil penelitiannya berupa deskripsi pantun Wayak yang ada di Lampung Barat.

Dari deskripsi di atas menunjukkan bahwa penelitian mengenai pantun yang diteliti Armina (2013) terdapat perbedaan dengan penelitian yang dilakukan peneliti saat ini. Hal tersebut nampak pada penelitian peneliti yang meneliti tentang pepaccur dalam pemberian gelar adat masyarakat Lampung Pepadun,  sedangkan Armina (2013) meneliti tentang pantun Wayak dari Lampung Barat.

pantun yang berasal dari Gorontalo. Dari deskripsi tersebut menunjukkan bahwa penelitian mengenai pantun yang diteliti Malik (2012) terdapat perbedaan dengan penelitian yang dilakukan peneliti saat ini. Hal tersebut nampak pada penelitian peneliti yang meneliti tentang pepaccur dalam pemberian gelar adat masyarakat Lampung Pepadun sedangkan Malik (2012) meneliti tentang lohidu yang berasal dari Gorontalo.

Atas dasar pemikiran tersebut, kajian tentang pepaccur dalam pemberian gelar adat masyarakat Lampung Pepadun dilakukan. Nilai-nilai yang muncul dalam pepaccur dapat dijadikan sebagai bahan referensi siswa SMP guna merefleksi 

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Bagaimanakah struktur pepaccur pada masyarakat Lampung Pepadun dialek O?

2. Bagaimanakah fungsi pepaccur pada masyarakat Lampung Pepadun dialek O? 3. Bagaimanakah penjenisan pepaccur pada masyarakat Lampung Pepadun dialek

O?

4. Bagaimanakah nilai-nilai kebudayaan yang terkandung dalam pepaccur pada masyarakat Lampung Pepadun dialek O?

5. Bagaimanakah kelayakannya sebagai materi pembelajaran sastra di SMP?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Mendeskripsikan struktur pepaccur pada masyarakat Lampung Pepadun dialek O.

2. Mendeskripsikan fungsi pepaccur pada masyarakat Lampung Pepadun dialek O.

3. Menjelaskan jenis-jenis pepaccur pada masyarakat Lampung Pepadun dialek O.

4. Mendeskripsikan nilai-nilai kebudayaan yang terkandung dalam pepaccur pada masyarakat Lampung Pepadun dialek O.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat-manfaat yang dapat diambil baik untuk pendidik maupun peserta didik.

1. Manfaat bagi Pendidik

Bagi pendidik diharapkan penelitian ini dapat memberikan sumbangan bagi para tenaga pendidik atau guru dalam pembenahan proses pembelajaran, terutama menyangkut materi pembelajaran sastra di SMP.

2. Manfaat bagi Peserta Didik

a. Meningkatkan peran aktif siswa dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia khususnya di bidang sastra.

b. Meningkatkan peran siswa dalam mengapresiasi syair.

II. KAJIAN PUSTAKA

Setiap penelitian memerlukan teori yang menjadi landasan atau merupakan tolak ukur dalam pelaksaaan penelitian. Teori yang dimaksud adalah seperangkat konsep, definisi, dan proposisi yang berfungsi untuk melihat fenomena secara sistematik, melalui spesifikasi hubungan antarvariabel sehingga dapat berguna menjelaskan dan meramal fenomena (Fred dalam Armina, 2013:17). Berarti, sebuah teori merupakan seperangkat proposisi yang terdiri atas konsep-konsep yang terdefinisikan dan saling terhubung, dan merupakan suatu cara pandang mengenai fenomena, serta menjelaskan fenomena secara sistematis.

Kajian terhadap teori-teori yang akan dibahas berkaitan dengan hakikat sastra lisan khususnya puisi, yaitu pengertian puisi, struktur puisi, fungsi puisi, jenis-jenis puisi, dan nilai-nilai kebudayaan.

2.1Hakikat Sastra Lisan 

Sastra lisan adalah salah satu bagian dari kebudayaan yang disampaikan melalui bahasa yang indah dari mulut ke mulut secara turun-temurun. Sastra tradisional pada umumnya menggunakan bahasa lisan yang disebut tradisi lisan. Sastra Melayu asli atau sastra tradisional adalah sastra yang hidup dan berkembang secara turun-temurun, seperti mantra, pantun, teka-teki, dan cerita rakyat (Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1998:1). Tradisi lisan dapat dinyatakan sebagai sastra lisan apabila tradisi lisan mengandung unsur-unsur estetik (keindahan) dan masyarakat setempat juga menganggap bahwa tradisi itu sebagai suatu keindahan (Hutomo, 1991:95)

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa sastra lisan adalah salah satu gejala kebudayaan yang terdapat pada masyarakat. Ragamnya pun sangat banyak dan masing-masing ragam mempunyai variasi yang banyak pula. Isinya dapat berupa peristiwa yang terjadi atau kebudayaan pemilik sastra tersebut.

pula bahwa terdapat nilai-nilai budaya yang pernah dianut oleh masyarakat penciptanya.

2.2 Hakikat Syair dan Pepaccur

Syair adalah salah satu bentuk puisi lama. Syair berasal dari Persia dan dibawa masuk ke Nusantara bersamaan masuknya Islam ke Indonesia. Kata atau istilah „syair‟ berasal dari bahasa Arab yaitu syi’ir atau syu’ur yang berarti “perasaan yang menyadari”, kemudian kata syu’ur berkembang menjadi syi’ru yang berarti puisi dalam pengetahuan umum.

Dalam perkembangannya syair tersebut mengalami perubahan dan modifikasi sehingga menjadi khas Melayu, tidak lagi mengacu pada tradisi sastra syair negeri Arab. Penyair yang berperan besar dalam membentuk syair khas Melayu adalah Hamzah Fansuri dengan karyanya, antara lain: Syair Perahu, Syair Burung Pingai, Syair Dagang, dan Syair Sidang Fakir. Ciri-ciri syair antara lain: setiap baris terdiri dari empat baris, setiap baris terdiri dari 8 s.d. 14 suku kata, bersajak aaaa, semua baris adalah isi, bahasanya biasanya kiasan. (aldifima55.blogspot.com)

Pepaccur merupakan salah satu bentuk puisi yang biasanya digunakan untuk

menyampaikan pesan atau nasihat dalam upacara pemberian gelar adat (adek/adok). Pepaccur terdiri atas sejumlah bait dan setiap bait terdiri dari empat 

Pepaccur berisi nasihat tentang berumah tangga, bermasyarakat, berbangsa,

bernegara, dan beragama (Sanusi, 1999:71).

Berdasarkan pembahasan di atas, pepaccur memiliki kemiripan dengan syair karena pepaccur dan syair keseluruhan baitnya merupakan isi. Walaupun pepaccur dalam keseluruhan baitnya merupakan isi tetapi pola rima pepaccur berbeda dengan pola rima syair.

2.3Pepaccur sebagai Tradisi Lisan/Puisi Rakyat/Sastra Lisan

Pepaccur sebagai ragam pantun masyarakat Lampung pepadun dialek O dapat

disebut sebagai tradisi lisan karena pepaccur memiliki ciri-ciri dari tradisi lisan yang diungkapkan oleh ahli folklor. Ada sembilan ciri tradisi lisan, yaitu:

(1) penyebaran dan pewarisannya biasanya dilakukan secara lisan atau disertai gerak isyarat dan alat bantu pengingat;

(2) bersifat tradisional, yakni disebarkan dalam bentuk relatif tetap atau dalam bentuk standar, disebarkan di antara kolektif tertentu dalam waktu yang cukup lama (paling sedikti dua generasi);

(3) berada dalam versi-versi bahkan varian-varian yang berbeda; (4) bersifat anonim;

(5) biasanya mempunyai bentuk berumus dan berpola;

(6) mempunyai kegunaan dalam kehidupan bersama suatu kolektif;

(7) bersifat pralogis, yaitu mempunyai logika sendiri yang tidak sesuai dengan logika umum;

[image:30.595.115.518.176.493.2]

(9) pada umumnya bersifat polos dan lugu sehingga seringkali tampak kasar, dan terlalu spontan (Danandjaya dalam Soetarno, 2008:12).

Tabel 2.1 Ciri Tradisi Lisan Besar dan Tradisi Lisan Kecil

No Tradisi Lisan Besar Tadisi Lisan Kecil

1 Merupakan tradisi budaya tengah Merupakan tradisi budaya pesisir 2 Berorientasi budaya keratin Berorientasi budaya kedaerahan 3 Terkait dengan seni klasik lain Berdiri sendiri sebagai sastra rakyat 4 Mencerminkan ideologi

kepercayaan “priyayi” Mencerminkan kepercayaan mimpi-mimpi “wong cilik” 5 Dikuasai dengan cara tepat Terkadang dikuasai dengan cara

tepat

6 Bersifat simbolik mendalam Muatan simboliknya kecil 7 Dikuasai lewat latihan terprogram Dikuasai secara intuitif

samar-samar 8 Variasinya dipindahkan lewat

filologi

Variasinya dipindahkan secara etnografik

9 Bergantung teks Tidak bergantung teks

10 Ditampilkan dengan teks dan memori

Ditampilkan rakyat dengan memori saja

11 Bernilai seni tinggi dan formal Kurang bernilai seni dan keseharian 12 Banyak menggunakan bahasa Jawa

klasik

Kandungan bahasa Jawa klasiknya kecil

13 Bahasa pertunjukkannya khas Bahasanya mendekati bahasa sehari-hari

Puisi rakyat merupakan bagian dari folklor Indonesia. Folklor lisan terbagi dalam enam bentuk, yaitu (1) bahasa rakyat (folk speech) seperti logat, julukan, pangkat tradisional, dan gelar kebangsawanan, (2) ungkapan seperti pribahasa, pepatah, pemeo, (3) pertanyaan tradisional (teka-teki), (4) puisi rakyat seperti pantun, gurindam, dan syair, (5) cerita prosa rakyat seperti mite, legenda, dan dongeng, dan (6) nyanyian rakyat. Berdasarkan pada pertimbangan folklor lisan tersebut menunjukkan bahwa pepaccur masuk pada bentuk empat dan enam yakni kategori puisi rakyat dan nyanyian rakyat dalam bentuk pantun (Danandjaja dalam Malik, 2012: 17)

Sastra lisan adalah karya sastra yang penyebarannya disampaikan dari mulut ke mulut secara turun temurun. Sementara ciri-ciri sastra lisan adalah (1) lahir dari masyarakat yang polos, belum mengenal huruf, dan bersifat tradisional; (2) menggambarkan budaya milik kolektif tertentu yang tak jelas siapa penciptanya; (3) lebih menekankan aspek khayalan ada sindiran, jenaka, dan terkesan mendidik; (4) saling melukiskan tradisi kolektif tertentu (Endraswara, 2011:151).

Hal-hal tersebut hampir sama dengan pepaccur yakni memiliki ciri tersendiri dalam penampilannya, di antaranya:

(1) pepaccur merupakan puisi rakyat yang diciptakan dan ditampilkan oleh tukang Pepaccur secara tunggal atau bersama-sama dan diiringi musik yang dimainkan oleh tukang Pepaccur sendiri;

(2) pepaccur sebagai nyanyian rakyat dengan diiringi alat musik; 

(4) pepaccur ditampilkan untuk acara pemberian gelar adat pernikahan Lampung pepadun dan kerabat-kerabat pada masyarakat Lampung pepadun.

Ragam sastra lisan Lampung menjadi lima jenis, yaitu sesikun/sakiman (peribahasa), seganing/teteduhan (teka-teki), memang (mantra), warahan (cerita rakyat), dan puisi (Sanusi, 1996:2).

Puisi Lampung terdiri dari lima jenis puisi, yaitu (1) paradinei/paghadini adalah puisi Lampung yang biasa digunakan dalam upacara penyambutan tamu pada saat berlangsungnya pesta pernikahan secara adat. Paradinei/paghadini diucapkan juru bicara masing-masing pihak, baik pihak yang datang maupun yang didatangi. Sasaran umum isi Paradinei/paghadini berupa tanya jawab tentang maksud atau tujuan kedatangan; (2) pepaccur/pepaccogh/wawancan adalah salah satu jenis sastra lisan Lampung yang berbentuk puisi yang lazim digunakan untuk menyampaikan pesan atau nasihat dalam upacara pemberian gelar adat (adek/adok); (3) pantun/Segata/Adi-adi adalah salah satu jenis puisi Lampung

yang di kalangan etnik Lampung lazim digunakan dalam acara-acara yang sifatnya bersukaria, misalnya pengisi acara muda-mudi nyambai, miyah damagh, kedayek; (4) bebandung adalah puisi Lampung yang berisi petuah-petuah atau

yang berkenaan dengan agama Islam; dan (5) wayak/ringget/pisaan/dadi/highing-highing/ngehahaddo/hahiwang adalah puisi tradisi Lampung yang lazim 

Berdasarkan pengelompokkan sastra lisan di atas, maka pepaccur dapat disebut sebagai sastra lisan, puisi rakyat, puisi lisan, puisi berlagu atau puisi beriring.

2.4 Struktur Puisi

Pepaccur merupakan karya seni sastra dalam bentuk puisi lisan. Pepaccur berisi ungkapan orang yang berpepaccur sebagai representasi kebudayaan masyarakat lokal Lampung Pepadun dialek O saat pemberian gelar dalam upacara adat. Teks pepaccur mempunyai struktur sebagaimana puisi pada umumnya. Struktur atau

elemen dari puisi terdiri atas pilihan kata (diction) dan susunan kata (sintax), bunyi (sound), dan perhentian (pause), imaji (image), dan bahasa kiasan (language of figures) (Wolosky dalam Malik, 2012:34).

Taylor membagi struktur puisi terdiri atas pola bahasa (patterns of language), bahasa kiasaan (language of speech), irama (rhythm), dan pola bunyi (sound patterning). Unsur-unsur intrinsik puisi mencakup diksi, gaya bahasa, pencitraan,

nada suara, ritme, rima, bentuk puisi, aliterasi, asonansi, konsonansi, hubungan makna, dan bunyi (Siswantoro, 2010:63).

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka struktur puisi dalam pepaccur sebagai sastra lisan yang akan dianalisis adalah (1) rima, (2) irama, (3) nada, (4) kerangka pepaccur, (5) pilihan kata, (6) bait, dan (7) gaya bahasa.

2.4.1 Rima 

penyair. Rima merupakan permainan kata yang berefek keindahan. Rima terdiri atas beberapa jenis, yaitu (1) rima akhir (end-rhyme) dan (2) rima dalam (internal-rhyme).

2.4.2 Irama

Irama/ritme berasal dari bahasa Yunani rheo yang berarti gerakan-gerakan air yang teratur, terus-menerus, dan tidak putus-putus (mengalir terus) sedangkan metrum berupa pengulangan tekanan kata yang tetap dan metrum bersifat statis (Waluyo, 1987:94).

Irama dalam bahasa asing yaitu rhythm (ing), ritme (ind). Irama dalam bahasa adalah pergantian turun naik, panjang pendek, keras lembut ucapan bunyi bahasa dengan teratur. Secara umum dapat disimpulkan bahwa irama itu pergantian berturut-turut secara teratur.

Irama dapat dibagi menjadi dua, yaitu : 1. Metrum

metrum jambis, tiap kaki sajak terdiri dari sebuah suku kata tak bertekanan diikuti suku kata yang bertekanan metrum anapes, tiap kaki sajak terdiri dari tiga suku kata yang tak bertekanan diikuti suku kata yang tak bertekan, kemudian diikuti suku kata yang bertekanan. Metrum trochee atau trocheus, tiap kaki sajaknya terdiri dari suku kata yang bertekanan diikuti suku kata yang tak bertekanan.

2. Ritme

Timbulnya irama dalam puisi disebabkan (1) perulangan bunyi berturut-turut dan bervariasi, misalnya sajak akhir, asonansi, dan aliterasi, (2) adanya paralelisme-paralelisme, ulangan-ulangan kata dan ulangan-ulangan bait, (3) adanya tekanan kata yang bergantian keras lemah, yang disebabkan oleh sifat-sifat konsonan dan vokalnya atau panjang pendek kata juga disebabkan oleh kelompok-kelompok sintaksis: gatra atau kelompok kata.

Fungsi irama dalam puisi adalah agar puisi terdengar merdu, mudah dibaca, dan menyebabkan aliran perasaan atau pikiran tak terputus dan terkonsentrasi sehingga menimbulkan bayangan angan (imaji-imaji) yang jelas dan hidup, menimbulkan pesona atau daya magis.

2.4.3 Nada

Nada (tone) merupakan sikap penyair terhadap pembaca. Dalam teks puisi terdapat komunikasi antara penyair dan pembaca. Waluyo mengemukakan bahwa nada terkait dengan sikap penyair terhadap pembaca. Penyair bersikap menggurui, menasehati, mengejek, menyindir, atau bersikap lugas hanya menceritakan sesuatu kepada pembaca (Waluyo, 1987:125).

2.4.4 Kerangka Pepaccur

Kerangka pepaccur terdiri dari rangkaian baris-baris yang membentuk bait, masing-masing bait merupakan bait pembuka, bait isi, dan bait penutup. Dalam bait pembuka pepaccur mengandung ucapan salam dan permohonan maaf. Bait isi mencakup beragam variasi pepaccur yang dapat dilihat maksud atau tujuan pemberian pepaccur. Bait penutup pepaccur ditandai dengan ungkapan atau pernyataan pepaccur sudah akan selesai atau bait penutup bisa juga berisi permohonan maaf dan pesan/amanat bagi pendengar.

2.4.5 Pilihan Kata (Diksi)

Pilihan kata (diction) merupakan salah satu unit dasar dalam membangun sebuah puisi. Pilihan kata dalam puisi mempertimbangkan aspek bunyi, makna, hubungan sintaksis, dan nilai estetika. Penyair atau tukang pantun bebas menggunakan kata tetapi diikat oleh bentuk puisi seperti irama (Siswantoro, 2010:63).

Pengertian pilihan kata atau diksi jauh lebih luas dari apa yang dipantulkan oleh hubungan kata-kata itu. Istilah ini bukan saja dipergunakan untuk menyatakan kata-kata mana yang dipakai untuk mengungkapkan suatu ide atau gagasan, tetapi juga meliputi fraseologi, gaya bahasa, dan ungkapan (Keraf, 2008: 22-23).

untuk memberi corak atau warna agar menarik perhatian pembaca, dengan syarat maksud atau pesan yang ingin disampaikan pengarang itu bisa tersampaikan.

Gagasan atau ide yang dituangkan, baik itu dalam bentuk tulisan maupun dalam bentuk lisan memerlukan kosa kata yang luas tetapi tidak asal memasukan kosa kata yang dimiliki dalam tulisan. Diksi atau pilihan kata adalah kemampuan seseorang membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna sesuai dengan gagasan yang ingin disampaikannya, dan kemampuan tersebut hendaknya disesuaikan dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki oleh sekelompok masyarakat dan pendengar atau pembaca. Diksi atau pilihan kata selalu mengandung ketepatan makna, kesesuaian situasi dan nilai rasa yang ada pada pembaca atau pendengar (Widyamartaya, 1990: 45).

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan diksi adalah pemilihan kata dan penggunaan kata secara tepat dengan ide atau gagasan untuk mewakili pikiran dan perasaan yang ingin disampaikan kepada orang lain dan dinyatakan dalam suatu pola kalimat baik secara lisan maupun secara tertulis untuk memunculkan fungsi atau efek tersendiri bagi pembaca.

Diksi merupakan salah satu cara yang digunakan pengarang dalam membentuk karya sastra agar dapat dipahami pembaca atau pendengar. Ketepatan pemilihan kata akan berpengaruh dalam pikiran pembaca tentang isi karya sastra, jenis diksi menurut Keraf, (2008: 89-108) adalah sebagai berikut.

a) Denotasi adalah konsep dasar yang didukung oleh suatu kata (makna itu menunjuk kepada konsep, referen atau ide). Denotasi juga merupakan batasan kamus atau definisi utama sesuatu kata, sebagai lawan daripada konotasi atau makna yang ada kaitannya dengan itu. Denotasi mengacu pada makna yang sebenarnya.

b) Konotasi adalah suatu jenis makna kata yang mengandung arti tambahan, imajinasi atau nilai rasa tertentu. Konotasi merupakan kesan-kesan atau asosiasi-asosiasi, dan biasanya bersifat emosional yang ditimbulkan oleh sebuah kata di atas batasan kamus atau definisi utamanya. Konotasi mengacu pada makna kias atau makna bukan sebenarnya.

(kecurigaan, penetapan, kepercayaan). Kata-kata abstrak sering dipakai untuk menjelaskan pikiran yang bersifat teknis dan khusus.

d) Kata konkret adalah kata yang menunjuk pada sesuatu yang dapat dilihat atau dirasakan oleh satu atau lebih dari pancaindra. Kata-kata konkret menunjuk

kepada barang yang aktual dan spesifik dalam pengalaman. Kata konkret digunakan untuk menyajikan gambaran yang hidup dalam pikiran pembaca melebihi kata-kata yang lain. Berikut ini contoh kata konkret yang diambil dari salah satu kutipan geguritan yang bertema pengalaman pada media massa.

e) Kata umum adalah kata yang mempunyai cakupan ruang lingkup yang luas. Kata-kata umum menunjuk kepada banyak hal, kepada himpunan, dan kepada

keseluruhan.

f) Kata khusus adalah kata-kata yang mengacu kepada pengarahan-pengarahan yang khusus dan konkret. Kata khusus memperlihatkan kepada objek yang khusus.

g) Kata ilmiah adalah kata yang dipakai oleh kaum terpelajar, terutama dalam tulisan-tulisan ilmiah.

h) Kata populer adalah kata-kata yang umum dipakai oleh semua lapisan masyarakat, baik oleh kaum terpelajar atau oleh orang kebanyakan.

j) Kata slang adalah kata-kata nonstandard yang informal, yang disusun secara khas, bertenaga dan jenaka yang dipakai dalam percakapan, kata slang juga merupakan kata-kata yang tinggi atau murni.

k) Kata asing ialah unsur-unsur yang berasal dari bahasa asing yang masih dipertahankan bentuk aslinya karena belum menyatu dengan bahasa aslinya.

2.4.6 Bait

Bait (stanza) adalah kumpulan baris-baris yang tersusun secara teratur, dengan struktur tetap, konsisten, dan harmonis. Bait adalah satu kesatuan dalam puisi yang terdiri atas beberapa baris. Fungsi bait adalah membagi puisi menjadi bab-bab pendek. Selain itu, bait juga berfungsi untuk memisahkan topi-topik atau ide-ide yang diekspresikan dalam suatu puisi.

Pada umumnya puisi dibangun baitnya berdasarkan skema rima. Jumlah baris dalam setiap bait bervariasi. Bait yang terdiri dari dua baris disebut kuplet (couplet). Untuk bait yang terdiri dari tiga baris disebut triplet. Kemudian bait puisi yang terdiri dari empat baris disebut kuatrain (quatrain). Bait yang terdapat dalam pepaccur ada quatrain ada yang terdiri dari enam baris tetapi umumnya berbentuk kuatrain dengan skema ab/ab atau aa/aa dan yang terdiri dari enam baris berskema abc/abc.

2.4.7 Gaya Bahasa 

penuh makna. Oleh karena itu, untuk dapat membaca, memahami, memaknai, menganalisis, dan mengajarkan puisi dengan baik, kita harus memahami gaya bahasa tersebut.

Gaya bahasa adalah perihal memilih dan mempergunakan kata sesuai dengan isi yang mau disampaikan. Gaya bahasa adalah pernyataan dengan pola tertentu sehingga mempunyai efek tersendiri terhadap pembaca dan pendengar (Nata Wijaya, 1986:73).

Gaya bahasa disebut juga dengan majas. Majas (figure of speech) merupakan bagian terpenting dalam puisi. Penyair menyampaikan pesan dalam bentuk simbolik. Untuk menangkap pesan-pesan pembaca atau pendengar dipadu dengan bahasa kiasan. Bahasa kiasan berbentuk ungkapan-ungkapan dalam tataran makna konotatif. Majas terbagi dalam empat jenis, yaitu (1) majas pertentangan, misalnya “ada waktu untuk datang, ada waktu untuk pergi”; (2) majas identitas

mencakup perumpamaan dan metafora, misalnya “anak itu bodoh seperti kerbau”;

(3) majas kontinguitas, misalnya dalam bentuk metonimia dan sinekdoke; dan (4) majas simbolik, misalnya lampu merah tanda lalu lintas bermakna berhenti (Luxemburg dalam Malik, 2012:39)

2.5 Fungsi Puisi 

sastra. Sastra lama dapat berfungsi sebagai hukum, adat istiadat, tradisi, bahkan juga sebagai doktrin. Memahami karya sastra pada gilirannya merupakan pemahaman terhadap nasihat dan peraturan, larangan dan anjuran, kebenaran yang harus ditiru dan kejahatan yang harus ditolak, dan sebagainya (Ratna, 2007:438).

Sastra lisan sebagai pertunjukan pada masyarakat Sunda berfungsi untuk (1) memohon keselamatan atau tolak bala (ngaruwat), seperti kelancaran persalinan atau ada anggota keluarga yang sakit dan (2) mengundang kekuatan adikodrati (supranatural), untuk menolong manusia dalam menghadapi persoalan-persoalan yang dinilai tidak dapat diatasi dengan kemampuan manusiawi (Sumardjo, 2007:185).

Fungsi dari sastra lisan Lampung adalah 1) untuk mengungkapkan pikiran, sikap, dan nilai-nilai kabudayaan masyarakat Lampung; 2) penyamapian gagasaan untuk mendukung pembangunan manusia seutuhnya; 3) pendorong untuk memahami, mencintai, dan membina kehidupan baik; 4) pemupuk persatuan dan saling pengertian antarsesama; 5) penunjang pengembangan bahasa dan kebudayaan lampung; dan 6) penunjang pengembangan bahasa dan sastra Indonesia (Sanusi, 1999:8).

Pepaccur juga berfungsi sebagai sarana menyampaikan isi hati (berupa nasehat, doa, dan harapan), sarana memperkenalkan unsur-unsur budaya lampung (seperti sistem pengetahuan, sistem religi, dan kesenian (Armina, 2013:199).

pada masyarakat Lampung pepadun. Fungsi ini dilihat dari ranah isi, dan pendapat masyarakat atau tokoh masyarakat terhadap fungsi pepaccur itu sendiri.

2.6 Jenis-Jenis Syair

Penjenisan syair berdasarkan isi syair, artinya isi sebuah syair menentukan jenis syair tersebut. Syair ada beberapa jenis, yaitu syair panji, syair romantis, syair kiasan, syair sejarah, dan syair agama.

Syair panji menceritakan tentang keadaan yang terjadi dalam istana dan keadaan orang-orang yang berasal dari istana. Syair romantis berisi tentang percintaan yang biasanya terdapat pada cerita alipur laram hikayat, maupun cerita rakyat. Syair kiasan berisi tentang percintaan ikan, burung, bunga, atau buah-buahan. Percintaan tersebut merupakan kiasan atau sindiran terhadap peristiwa tertentu. Syair sejarah adalah syair yang berdasarkan peristiwa sejarah. Sebagian besar syair sejarah berisi tentang peperangan. Syair agama merupakan syair terpenting. Syair agama dibagi menjadi empat, yaitu (a) sufi, (b) syair tentang ajaran Islam, (c) syair riwayat cerita nabi, dan (d) syair nasihat (aldifima55.blogspot.com).

2.7 Nilai-Nilai dalam Pepaccur 

baik, benar, indah, dan adil sedangkan kebaikan merupakan hal-hal yang ideal yang harus dilakukan oleh manusia.

Terkait dengan masalah nilai-nilai kebudayaan dalam pepaccur maka di dalamnya akan membahas tentang apa itu nilai dan apa itu kebudayaan. Kebudayaan adalah sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar (Koentjaraningrat, 2009:144).

Kebudayaan merupakan segala gejala kemanusiaan bisa mengacu pada sikap, konsepsi, ideologi, kebiasaan, karya kreatif, dan sebagainya. Secara konkret kebudayaan bisa mengacu pada adat istiadat, bentuk-bentuk tradisi lisan, karya seni, bahasa, pola interaksi, dan sebagainya (Maryaeni, 2005:21).

Dari beberapa penjelasan ahli di atas mengenai kebudayaan, dapat memperkuat pemahaman bahwa pepaccur merupakan produk budaya, hasil karya masyarakat,  dan hasil kreatif dari masyarakat Lampung Pepadun. Nilai budaya merupakan konsep-konsep mengenai sesuatu yang ada dalam alam pikiran sebagaian besar dari masyarakat yang mereka anggap bernilai, berharga, dan penting dalam hidup sehingga dapat berfungsi sebagai suatu pedoman yang memberi arah dan orientasi pada kehidupan para warga masyarakat (Koentjaraningrat, 2009:153).

Lapangan kesenian dibagi menjadi dua bagian, yaitu seni rupa dan seni suara. Seni rupa atau kesenian yang dinikmati oleh manusia dengan mata yang mencakup seni patung, seni relief, seni lukis dan gambar, dan seni rias. Seni musik atau kesenian yang dinikmati oleh manusia dengan telinga mencakup vokal atau menyanyi, instrumental atau dengan alat bunyi-bunyian, seni sastra lebih khusus terdiri dari prosa dan puisi (Koentjraningrat, 2009:298).

Berdasarkan hasil pembagian lapangan kesenian maka, pepaccur dikelompokan  pada seni sastra, yaitu jenis puisi lisan atau syair. Sistem nilai budaya adalah suatu rangkaian konsepsi-konsepsi abstrak yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar dari warga suatu masyarakat, mengenai apa yang dianggap mempunyai makna penting dan berharga, tetapi juga mengenai apa yag dianggap remeh dan tidak berharga dalam hidup. Dalam kehidupan bermasyarakat, nilai akan terkait dengan sikap. Kedua hal ini lah yang nantinya akan membentuk arah dan tingkah laku dari seorang manusia.

Mengenai hubungan antara nilai budaya dengan sastra, dalam karya sastra terdapat bermacam-macam nilai. Nilai yang dimaksud adalah a) nilai hendonik, yaitu nilai hiburan dan kesenangan; b) nilai artistik, yaitu nilai yang lebih menekankan pada seni atau keterampilan; c) nilai etis, moral, religios, yaitu yang lebih menekankan pada segi masalah norma, tentang kebaikan, dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa; d) nilai praktis, yaitu lebih menekankan pada fungsi atau kegunaan sastra dalam kehidupan sehari-hari (Tarigan, 1986:194).

Karya sastra dapat memberikan hiburan, memanifestasikan suatu seni atau keterampilan, juga dapat memancarkan ajaran-ajaran etika, moral, dan religius, serta praktis karena dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai dalam karya sastra dapat diserap oleh penikmat sastra jika ia telah dapat pengalaman dalam menikmati karya sastra yang telah dibacanya. Dengan kata lain, hanya pembaca yang berhasil mendapatkan pengalaman sastra saja yang dapat memeroleh nilai-nilai atau manfaat dalam sastra.

2.8 Etnografi

Pepaccur adalah salah satu jenis sastra lisan Lampung Pepadun yang berbentuk puisi yang lazim digunakan untuk menyampaikan pesan atau nasihat dalam upacara pemberian gelar adat (adek/adok). Pepaccur merupakan produk budaya masyarakat Lampung Pepadun. Pepaccur tumbuh dan berkembang dalam masyarakat dari mulut ke mulut atau secara lisan. Ada beberapa aspek yang terkait dengan pepaccur, yakni orang yang berpepaccur, orang yang bermain musik untuk mengiringi pepaccur. Semua komponen itu dapat dikaji dengan beragam model analisis, baik itu dengan analisis etnografi dan analisis isi.

Pepaccur sebagai hasil kreativitas masyarakat dapat dikaji dengan menggunakan

kajian etnografi. Etnografi sebagai pekerjaan mendeskripsikan kebudayaan. Orang yang bertugas mendeskripsikan kebudayaan disebut etnografer (Sparadley dalam Malik, 2012:50). Pekerjaan etnografer adalah peneliti partisipatif dalam kehidupan masyarakat pada periode waktu tertentu, mengamati apa yang terjadi, mendengar apa yang mereka katakan, dan bertanya dengan model wawancara formal dan informal, mengumpulkan dokumen dan artefak serta mengumpulkan data apa saja yang terkait dan muncul sebagai fokus temuan (Hammersley dan Paul Atkinson dalam Malik, 2012:50). Etnografer ikut mengkaji makna tingkah laku, bahasa, dan interaksi antara anggota kelompok dalam kebudayaan (Creswell dalam Malik, 2012:51).

unsur-unsur budaya yang terdiri atas bahasa, sistem teknologi, ekonomi, organisasi sosial, pengetahuan, kesenian, dan sistem religi Koentjaraningrat (2009:255).

Delapan langkah penelitian etnografi, yaitu (1) menjelaskan masalah penelitian, (2) merumuskan hipotesis, (3) membuat definisi operasional, (4) membuat desain instrumen, (5) mengumpulkan data, (6) menganalisis data, (7) membuat kesimpulan, (8) membuat penelitian (McCord dalam Spradley, 1980: 27—28).

Langkah-langkah dan siklus penelitian etnografi mencakup (1) memilih proyek etnografi, (2) mengajukan pertanyaan etnografi, (3) mengumpulkan data etnografi, (4) merekam data etnografi, (5) menganalisis data etnografi, dan (6) menulis laporan etnografi (Spradley, 1980: 28—35).

2.9 Pembelajaran Sastra di Sekolah Menengah Pertama

Pembelajaran merupakan suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memeroleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungan (Ali, 2007:137). Pembelajaran di sekolah merupakan proses interaksi antara guru dan siswa yang berlangsung secara berkesinambungan atau terus-menerus. Dalam proses interaksi belajar-mengajar, guru memberikan materi yang sesuai dengan kurikulum yang telah ditentukan oleh pemerintah. Salah satu materi yang wajib dipelajari oleh siswa, di antaranya adalah pembelajaran sastra.

yang didapat karena tidak diberikannya pembelajaran sastra secara khusus adalah siswa kurang atau bahkan tidak berminat membaca karya-karya sastra sehingga proses pembelajaran sastra tidak dapat dilakukan secara maksimal (Sumardjo dalam Ardianto, 2007:1).

Dalam standar isi, dijelaskan bahwa tujuan pembelajaran sastra lebih diarahkan pada kemampuan siswa mengapresiasi nilai-nilai luhur yang terkandung dalam sastra. Hakikat pembelajaran sastra adalah membawa siswa ke arah pengalaman sastra literary experience. Tujuan pokok yang harus diusahakan dalam pembelajaran sastra, yakni dihasilkannya subjek didik yang memiliki apresiasi dan pengetahuan sastra yang memadai (Suharianto dalam Jabrohim, 1994:70).

Pembelajaran sastra hendaknya digunakan peserta didik sebagai salah satu kecakapan untuk hidup dan belajar sepanjang hayat yang dilakukan dan harus dicapai oleh peserta didik melalui pengalaman belajar (Siswanto, 2008: 173— 174).

perkembangan jiwa sejalan dengan tujuan pendidikan yang hendak dicapai (Jabrohim, 1994: 18—20).

Setelah sampai pada pemiliham materi ajar selanjutnya pemilihan metode perlu dilakukan. Metode adalah cara atau upaya-upaya yang bersifat prosedural tentang bagaimana suatu mata pelajaran diajarkan kepada siswa. Dalam membahas metode, tentu akan terkait dengan strategi dan teknik. Melalui strategi akan didapatkan sebuah pendekatan pembelajaran. Pendekatan adalah landasan awal dalam menyusun suatu metode. Teknik adalah penjabaran dari metode. Dengan adanya teknik, segala hal yang terkonsep pada suatu metode akan diaplikasikan. Hal ini berarti, teknik merupakan langkah-langkah yang benar-benar dilakukan oleh guru di dalam kelas.

III. METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif melalui pendekatan kualitatif. Metode deskriptif melalui pendekatan kualitatif artinya menganalisis bentuk deskripsi tidak berupa angka atau koefisien tentang hubungan antarvariabel. Data yang terkumpul berupa kata-kata atau gambar bukan angka (Aminudin dalam Istrasari, 2009: 18).

Pemanfaatan metode deskripsi melalui pendekatan kualitatif dimaksudkan agar objek penelitian dapat digambarkan atau dipaparkan secara sistematis, akurat, dan faktual. Setelah mendeskripsikan objek atau fokus penelitian selanjutnya peneliti mendeskripsikan pembelajaran di SMP serta mencari hubungan antara objek yang diteliti dengan pembelajaran sastra di SMP.

3.2 Sumber Data 

masyarakat. Selain itu, sumber data penelitian diperoleh melalui teks-teks yang digunakan oleh orang yang berpepaccur. Dari teks-teks pepaccur tersebut, peneliti mengungkap segala hal yang akan dianalisis.

3.3Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti yang bersangkutan. Data diperoleh berdasarkan keberadaan peneliti dan bagaimana usaha peneliti dalam mencari informasi. Dalam penelitian kualitatif, peneliti merupakan intrumen kunci (lihat lampiran 1,2, dan 4), artinya peneliti itu sendiri yang berperan sebagai perencana, pengumpul data, dan pelapor hasil penelitian (Semi, 1993:24).

Selain itu, pada instrumen penelitian digunakan juga daftar pertanyaan sebagai instrumen dalam mengumpulkan data. Daftar pertanyaan diajukan kepada tokoh adat atau orang yang memahami tentang pepaccur.

3.4Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data penelitian, peneliti akan menggalinya melalui pengamatan, rekaman, membuat catatan lapangan, dan melakukan wawancara.

3.4.1 Pengamatan 

3.4.2 Teknik Rekam

Peneliti melakukan perekaman pepaccur dengan menggunakan audio recorder. Setelah merekam pepaccur dengan alat tersebut, peneliti akan menyalinnya dalam bentuk teks tertulis lalu teks tersebut diterjemahkan. Peneliti akan melakukan pencatatan terhadap suara pepaccur yang disampaikan oleh orang yang ber-pepaccur.

3.4.3 Catatan Lapangan

Peneliti melakukan pencatatan tentang fenomena, peristiwa, dan hal-hal yang berhubungan dengan fokus atau objek penelitian. Semuanya ini diperoleh melalui pengamatan dan wawancara.

3.4.4 Wawancara

Wawancara adalah teknik lain yang digunakan untuk mendapatkan data yang dibutuhkan penelti selain dengan pengamatan. Wawancara dan pengamatan bisa saja dilakukan peneliti secara bersamaan. Teknik wawancara yang digunakan adalah wawancara yang panjang dan berkali-kali dengan informan kunci sebagai pelaku sejarah. Wawancara dalam etnografi digunakan untuk menggali informasi lebih dalam yang terkait dengan pepaccur yang terdapat pada masyarakat Kabupaten Lampung Utara khususnya masyarakat Lampung Abung.

3.5Teknik Analisis Data 

etnografi. Setelah analisis etnografi dilanjutkan dengan menggunakan analisis isi. Pengerjaan dua analisis ini didasarkan pada data yang sudah tersaji pada analisis etnografi. Secara rinci dua model analisis yang dimaksud adalah sebagai berikut.

3.5.1 Model Analisis Etnografi

Dalam penelitian etnografi tahapan yang ditempuh dalam melakukan analisis adalah analisis domain, analisis taksonomi, analisis komponensial, dan analisis tema budaya. Analisis domain pada hakikatnya adalah upaya peneliti untuk memperoleh gambaran umum tentang data untuk menjawab fokus penelitian. Caranya ialah dengan membaca naskah data secara umum dan menyeluruh untuk memperoleh domain atau ranah apa saja yang ada di dalam data tersebut. Pada tahap ini peneliti belum perlu membaca dan memahami data secara rinci dan detail karena targetnya hanya untuk memperoleh domain atau ranah.

Pada tahap analisis taksonomi, peneliti berupaya memahami domain-domain tertentu sesuai fokus masalah atau sasaran penelitian. Masing-masing domain mulai dipahami secara mendalam, dan membaginya lagi menjadi sub-domain, dan dari sub-domain itu dirinci lagi menjadi bagian-bagian yang lebih khusus lagi.

3.5.2 Model Analisis Isi

Untuk memahami secara mendalam makna dan nilai yang terkandung dalam teks pepaccur, peneliti menganalisis dengan menggunakan analisis isi yang berangkat

dari sebuah struktur pepaccur. Analisis isi diartikan sebagai metode yang  mengumpulkan dan menganalisis muatan dari sebuah teks. Teks dapat berupa kata-kata, gambar, simbol, gagasan, tema, dan bermacam bentuk pesan yang dapat dikomunikasikan. Analisis isi berusaha memahami data bukan sebagai kumpulan peristiwa fisik tetapi sebagai gejala simbolik untuk mengungkap makna yang terkandung di dalam sebuah teks dan memperoleh pemahaman terhadap pesan yang direpresentasikan. Analisis isi akan didampingi oleh pendekatan struktur puisi.

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 SIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut.

1. Pepaccur mempunyai variasi tersendiri dibandingkan dengan syair. Variasi tersebut adalah 1) rima pepaccur abcabc dan abab namun ada beberapa bait yang memiliki rima aaab dan abcb, 2) irama yang terbentuk dalam pepaccur berfungsi agar puisi terdengar merdu, mudah dibaca, menyebabkan aliran perasaan atau pikiran tak terputus dan terkonsentrasi sehingga menimbulkan bayangan angan (imaji-imaji) yang jelas dan hidup, dan menimbulkan pesona atau daya magis, 3) nada dalam pepaccur menggambarkan sikap menasihati orang yang berpepaccur dalam bentuk nada relegius dan suasana yang bahagia, 4) kerangka peppaccur terdiri dari pembukaan, isi, dan penutup, berfungsi untuk memudahkan pendengar memahami peppaccur, 5) diksi pepaccur berfungsi untuk menonjolkan bagian tertentu (foregrounding) suatu

karya, memperjelas maksud dan menghidupkan kalimat, menimbulkan keindahan menyangkut aspek bentuk sebagaimana dikreasikan penuturnya, menimbulkan kesan religius, dan menampilkan gambaran suasana, 6) tidak selamanya bait pepaccur terdiri dari sampiran dan isi, melainkan semua baris pepaccur tersebut merupakan isi, urutan bait dalam pepaccur terdiri dari bait 

bagian bait, 7) gaya bahasa yang digunakan dalam pepaccur adalah gaya bahasa alegori dan personifikasi.

2. Fungsi pepaccur juga mempunyai kemiripan dengan fungsi syair pada umumnya. Syair berfungsi sebagai sarana untuk menyampaikan maksud, dan sarana untuk mendidik. Hal ini juga merupakan fungsi dari pepaccur pada umumnya. Pepaccur juga berfungsi sebagai saran untuk menyampaikan maksud atau isi hati. Penyampaian maksud atau isi hati ini dapat berupa pengungkapan nasihat, doa, dan harapan-harapan yang diberikan oleh orang yang berpepaccur kepada pasangan pengantin yang menikah dan diberi gelar. Selain itu, pepaccur juga berfungsi seabagai saran untuk memperkenalkan unsur-unsur budaya Lampung. Unsur-unusr budaya Lampung tersebut adalah sistem pengetahuan (nilai kesopanan dan adat istiadat), sistem religi, dan kesenian.

3. Jenis pepaccur dibagi menjadi dua, yakni pepaccur yang isinya berupa ungkapan keagamaan (bersifat religi) dan ungkapan nasihat. Ungkpan nasihat merupakan hal yang paling banyak dijabarkan karena pada umumnya, pepaccur merupakan suatu sarana yang digunakan untuk menyampaikan

maksud atau isi hati. Pepaccur merupakan salah satu bentuk sastra lisan  Lampung yang sering dipergunakan untuk menyampaikan nasihat kepada calon mempelai pengantin yang akan menikah dan diberi gelar adat.

agar selalu bermasyarakat dengan baik, yakni dengan saling bekerja sama, saling menghormati, dan tolong-menolong. Nilai estetika berupa nilai seni berupa puisi yang mampu memberikan hiburan, nasihat, dan kebahagiaan batin ketika pembaca/penonton mampu meresapi karya tersebut.

5. Pepaccur layak digunakan sebagai materi pembelajaran sastra di SMP kelas IX semester ganjil. Kompetensi dasar yang dipakai adalah menganalisis unsur-unsur syair yang diperdengarkan. Kompetensi dasar tersebut terdapat dalam standar kompetensi memahami wacana sastra jenis syair melalui kegiatan mendengarkan syair.

5..2 SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah disajikan di atas, penulis sarankan hal-hal berikut.

1. Bagi tenaga pendidik, hasil penelitian tentang pepaccur dalam pemberian gelar adat masyarakat Lampung Pepadun dapat dijadikan sebagai materi pembelajaran sastra yang terkait dengan sastra lisan yaitu syair.

DAFTAR PUSTAKA

Alisjahbana, Sultan Takdir. 2009. Puisi Lama. Jakarta: Dian Rakyat.

Ardianto. 2007. Pembelajaran Sastra Sebagai Sarana Pengembangan Daya Nalar Siswa. 20 November 2013. Dalam Jurnal Iqra Vol 3 (1) 57-67. www: http://jurnaliqro. Files. Wordpress. Com.

Armina. 2013. Pantun Wayak dalam Masyarakat Lampung Barat (Kajian Etnografi). (Disertasi). Universitas Negeri Jakarta: Jakarta.

Balai Pustaka. 2008. Pantun Melayu. Jakarta: Balai Pustaka.

Endraswara, Suwardi. 2011. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Caps. Hamzah, Amir. 1996. Sastra Melayu Lama. Jakarta: Dian Rakyat.

http://aldifima55.blogspot.com/2013/10/pengertian-syair-dan-contohnya/ Diakses 14 Juli 2014.

Hutomo, Suripan Sadi. 1991. Mutiara yang Terlupakan Pengantar Studi Sastra Lisan. Surabaya: HISKI Komisariat Jawa Timur.

Ismayanti. Tanpa Tahun. Manfaat Pembelajaran Lintas Budaya dalam Kepariwisataan. 21 November 2013. www:

http://puslitjaknov.org/data/file/2008/makalah_peserta/40_Ismayanti%20A .par_paper%20Manfaat%20Pembelajaran%20Lintas%20Budaya%20dala m%20Kepariwisataan.pdf.

Istrasari, Santi. 2009. Konflik Batin Tokoh Utama dalam Novel Permainan Bulan Desember Karya Mira W: Tinjauan Psikologi Sastra. Surakarta: Uni-versitas Muhammadiyah Surakarta. 21 November 2013. www:

http://google.co.id/search?hl=id&client=firefoxa&hs=3wL&rls=org.mozill a:enUS:official&sa=X&ei=Yg65TfS8CorIvQPskKGiAw&ved=0CBQQB SgA&q=metode+deskriptif+kualitatif+menurut+semi&spell=1.

Jabrohim (Ed). 1994. Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antopologi. Jakarta: PT Rineka Cipta. Koentjaraningrat. 2000. Kebudayaan, Mentalitas, dan Pembangunan. Jakarta:

Mahayana, S. Maman. 2005. Sembilan Jawaban Sastra Indonesia. Jakarta: Bening.

Malik, S. Harto. 2012. Lohidu sebagai Ragam Pantun pada Masyarakat Gorontalo. (Disertasi). Universitas Negeri Jakarta: Jakarta.

Maryaeni. 2005. Metode Penelitian Kebudayaan. Jakarta: Bumi Angkasa. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1998. Struktur Sastra Lisan

Lampung.

Ratna, Nyoman Kutha. 2007. Estetika Sastra Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sanusi, A Efendi. 1990. Sastra Lisan Lampung. Lampung: Unila. Semi, Atar. 1993. Metode Penelitian Sastra. Bandung: Angkasa.

Siswantoro. 2010. Metode Penelitian Sastra: Analisis Struktur Puisi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Soetarno. 2008. Peristiwa Sastra Melayu Lama. Surakarta: PT Widya Duta Grafika.

Sukatman. 2009. Butir-butir Tradisi Lisan Indonesia. Yogyakarta: Laksbang Pressindo.

Sumardjo, Jakop. 2007. Arkeologi Budaya Indonesia. Yogyakarta: Qalam. Tarigan, Henri Guntur. 1986. Prinsip-Prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa. Teeuw A., 1984. Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.

Waluyo, Herman J. 1987. Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta: Erlngga.

 

Gambar

Tabel 2.1 Ciri Tradisi Lisan Besar dan Tradisi Lisan Kecil

Referensi

Dokumen terkait