KEKUATAN
IMPACT
KOMPOSIT
EPOXY
BERPENGUAT
SERAT IJUK (
ARENGA PINNATA MERR
)
Oleh:
REZA ADHAN
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA TEKNIK
Pada
Jurusan Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Lampung
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
ABSTRAK
KEKUATAN IMPACT KOMPOSIT EPOXY BERPENGUAT SERAT IJUK
(ARENGA PINNATA MERR)
Oleh
REZA ADHAN
Penggunaan komposit semakin berkembang, baik dari segi penggunaan, maupun teknologinya. Penggunaannya tidak terbatas pada bidang otomotif saja, namun sekarang sudah merambah ke bidang-bidang lain seperti rumah tangga dan industri. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah kekuatan impact dari komposit epoxy berpenguat serat ijuk lebih baik dibandingkan dengan epoxy murni sehingga dapat digunakan untuk dunia industri khususnya industri otomotif.
Saat ini banyak penelitian tentang komposit yang menggunakan serat alam sebagai bahan pengisinya, salah satunya adalah komposit berpenguat serat ijuk karena harganya relatif lebih murah dibandingkan serat sintetis dan dari data statistik, serat ijuk yang dihasilkan di Provinsi Lampung potensinya cukup baik. Serat ijuk yang digunakan sebagai penguat diberikan perlakuan alkali sebesar 5% selama 2 jam. Kemudian dipotong menjadi tiga variasi, yaitu 3 cm, 6 cm dan 9 cm kemudian ketiga variasi disusun secara random pada cetakan.
Dari hasil pengujian dan analisa didapatkan bahwa energi impact komposit berpenguat serat ijuk 3 cm, 6 cm dan 9 cm lebih tinggi dibandingkan dengan epoxy murni dengan presentase kenaikan sebesar 241,94%, 301,3% dan 350,01%. Analisa data menggunakan pengamatan SEM dan OM pada penampang patahan, sehingga dapat diketahui penyebab kegagalan serta kekuatan dari pengujian impact (ASTM D 6110-04). Dari hasil analisa, diketahui bahwa semakin panjang serat maka semakin tinggi energi impact-nya. Selain itu, semakin panjang serat, jenis patahan juga semakin sedikit yang mengalami fiber pull-out.
PERNYATAAN PENULIS
SKRIPSI INI DIBUAT OLEH PENULIS DAN BUKAN HASIL PLAGIAT SEBAGAIMANA
DIATUR DALAM PASAL 27 PERATURAN AKADEMIK UNIVERSITAS LAMPUNG
DENGAN SURAT KEPUTUSAN REKTOR No. 3187/H26/PP/2010..
YANG MEMBUAT PERNYATAAN
REZA ADHAN
ii
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
DAFTAR ISI ... ii
DAFTAR GAMBAR ... v
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
I. PENDAHULUAN 1.1. LatarBelakang ... 1
1.2.Tujuan Penelitian ... 5
1.3.Manfaat Penelitian ... 5
1.4.Batasan Masalah ... 6
1.5.Hipotesa... 6
1.6.Sistematika Penulisan ... 6
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Komposit ... 9
2.1.1. Bahan – Bahan Pembentuk Komposit ... 11
iii
2.1.3. Faktor yang Mempengaruhi Sifat – sifat Mekanik Komposit... 24
2.1.4. Kelebihan Material Komposit ... 26
2.1.5. Kekurangan Material Komposit ... 27
2.1.6. Pengaruh Panjang Serat Sebagai Pengisi ... 27
2.2.Serat ... 30
2.2.1. Macam – Macam Jenis Serat... 30
2.2.2. Serat Alam... 33
2.2.3. Serat Ijuk ... 34
2.3.Matriks ... 36
2.3.1. Bahan Pembuat Matriks ... 37
2.3.2. Matriks Epoxy ... 42
2.4.Uji Impact ... 45
2.4.1. Jenis – Jenis Metode Impact ... 47
2.4.2. Perpatahan Impact ... 49
III.METODOLOGI PENELITIAN 3.1.Tempat Penelitian ... 51
3.2.Bahan Yang Digunakan ... 51
3.3.Alat Yang Digunakan ... 52
3.4.Prosedur Penelitian ... 55
iv
4.2. Pengujian Impact ... 77
4.3. Analisa Perpatahan Uji Impact dengan Optical Microscope (OM) ... 80
4.3.1. Analisa foto OM epoxy murni... 80
4.3.2. Analisa foto OM Komposit Serat Ijuk 3 cm ... 85
4.3.3. Analisa foto OM Komposit Serat Ijuk 6 cm ... 93
4.3.4. Analisa foto OM Komposit Serat Ijuk 9 cm ... 101
4.4. Analisa Kekuatan Impact dengan Scanning Electron Microscope (SEM) ... 109
4.4.1. Komposit Epoxy Berpenguat Serat Ijuk 3 cm ... 109
4.4.2. Komposit Epoxy Berpenguat Serat Ijuk 6 cm ... 116
4.4.3. Komposit Epoxy Berpenguat Serat Ijuk 9 cm ... 123
4.5. Rata-rata Kekuatan Impact Komposit Epoxy ... 130
V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan ... 134
5.2. Saran ... 135
DAFTAR PUSTAKA
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dewasa ini penggunaan komposit semakin berkembang, baik dari segi
penggunaan, maupun teknologinya. Penggunaannya tidak terbatas pada bidang
otomotif saja, namun sekarang sudah merambah ke bidang-bidang lain seperti
rumah tangga dan industri. Hal ini disebabkan oleh tingkat ekonomis yang relatif
lebih murah untuk pembuatannya dan kekuatannya dapat disesuaikan dengan
kebutuhan. Seiring dengan perkembangannya, saat ini komposit tidak hanya
menggunakan serat sintetis seperti fiber glass, serat karbon, dan serat asbestos
saja, namun sudah ada bahan penguat dari serat alam karena dinilai lebih murah,
ramah lingkungan dan mudah untuk didapatkan di alam Indonesia. Oleh karena
itu, saat ini banyak penelitian tentang komposit yang menggunakan serat alam
sebagai bahan pengisinya, salah satunya adalah komposit berpenguat serat ijuk.
Jika dibandingkan dari harganya, serat ijuk lebih murah harganya dibandingkan
dengan serat sintetis seperti fiberglass, karena serat ijuk merupakan serat alam
yang berasal dari pohon aren (Arenga Pinnata Merr) yang banyak terdapat di
Provinsi Lampung, dengan data penghasilan ijuk untuk di ekspor dari Provinsi
2
2004 meningkat menjadi 638,75 Ton [Lampung Dalam Angka, 2007]. Dengan
penghasilan serat ijuk yang begitu banyak, potensinya sangatlah bagus untuk
diolah menjadi bahan penguat pada komposit karena dapat meningkatkan daya
guna serat ijuk tersebut sehingga dapat menambah profit untuk petani ijuk.
Beberapa industri otomotif besar di Eropa saat ini pun telah menggunakan
komposit serat alam untuk pembuatan produknya, seperti PT. Toyota di Jepang
telah memanfaatkan bahan komposit berpenguat serat kenaf sebagai komponen
panel interior mobil. Selain itu, produsen mobil Daimler-Bens telah
memanfaatkan serat abaca sebagai penguat bahan komposit untuk dashboard.
Selain itu, Mercedes S Class bahkan telah menggunakan komposit serat alam pada
27 bagian interiornya. Alasannya, penggunaan serat alam ini lebih disukai karena
disamping biayanya relatif lebih murah juga bersifat ramah lingkungan.
Selain itu ada juga industri otomotif yang menggunakan teknik penggabungan
serat alam dengan serat sintetis, seperti yang dilakukan oleh Isamu Terasawa, dkk.
Teknik ini digunakan oleh P.T. Mitsubishi untuk karpet dan pelapis bagian dalam
pada mobil. Dengan cara menggabungkan antara Polybutylene succinate (PBS)
dan serat bambu, didapatkan kekuatan impact sebesar 15,5 kJ/m2
Untuk dapat membandingkan kekuatan komposit yang lebih baik dan lebih
terjangkau harganya, maka dapat dilihat beberapa penelitian sebelumnya, yaitu
penelitian yang dilakukan oleh Gautam S. Chandekar, dkk tentang komposit serat
3
Pada ketinggian jatuh bandul tertinggi, yaitu 0,61 meter dan ketebalan rata-rata
spesimen adalah 4,713 kekuatan impact rata-ratanya adalah 6,957 J/mm2.
Berdasarkan penelitian Basuki Widodo tentang Analisa Sifat Mekanik Komposit
Epoksi dengan Penguat Serat Pohon Aren (ijuk) Model Lamina Berorientasi
Sudut Acak (Random), didapatkan data perhitungan dari pengujian dengan fraksi
berat serat bahwa kekuatan impact tertinggi pada fraksi berat serat 40% sebesar
11,132 kJ/m2. Hal ini disebabkan oleh beban yang diterima spesimen saat
pengujian impact berlawanan dengan arah serat (transverse stress) sehingga
patahan yang terjadi hanya pada bagian yang mengalami pemusatan tegangan
karena secara alami, komposit serat bersifat anisiotropik yang tinggi, sifat
maksimum akan tercapai jika seluruh fiber diluruskan dalam arah sumbu fiber.
Aji Prasetyaningrum, dkk telah melakukan penelitian optimasi proses pembuatan
serat eceng gondok untuk menghasilkan komposit serat dengan kualitas fisik dan
mekanik yang tinggi dengan menggunakan matriks polyester. Dari penelitian ini
didapatkan hasil bahwa semakin panjang serat maka harga impact akan semakin
menurun, kekuatan maksimumnya terjadi pada panjang serat 50 mm, dengan
kekuatan harga impact 2,344 kJ/m2. Alasan dari penggunaan eceng gondok pada
penelitian ini adalah karena mudah didapat, murah dan dapat mengurangi polusi
lingkungan. Namun kelemahan dari pemilihan eceng gondok ini adalah
4
Evi Christiani juga telah melakukan penelitian dengan ijuk serat pendek sebagai
bahan pengisi komposit dengan menggunakan resin polyester sebagai bahan
matriksnya, dan dilakukan pengujian impact dengan variasi berat serat dan
panjang serat. Dari penelitian tersebut terdapat 9 jenis spesimen berbeda fraksi
berat serat dan panjang seratnya. Kekuatan impact rata-rata relatif meningkat
nilainya, seiring dengan meningkatnya fraksi serat dan juga panjang seratnya.
Dengan variasi fraksi berat 2,0; 3,0; dan 4,0 gram dan variasi panjang serat 50,
100 dan 150 mm pada masing-masing variasi berat menghasilkan kekuatan
rata-rata impact sebesar 7,241 J/mm2. Kekuatan impact terbesar didapatkan pada fraksi
berat 4,0 gram dengan panjang serat 100 mm, yaitu 9,30 kJ/m2.
Berdasarkan penelitian Imam Munandar, serat ijuk pada diameter 0,3 mm
mempunyai kekuatan tarik yang paling tinggi yaitu sebesar 208,22 MPa, regangan
sebesar 0,192% dan modulus elastisitas yang tinggi sebesar 1,07 GPa. Kekuatan
tarik terendah didapatkan dari serat berdiameter 0,5 mm yaitu kekuatan tari k
173,43 MPa, tegangan yang tinggi sebesar 0,37%, dan modulus elastisitas yang
rendah sebesar 0,46 GP.
Dari penelitian-penelitian yang sudah dilakukan diatas, maka dapat dilihat bahwa
kekuatan serat ijuk sebagai bahan pengisi komposit cenderung lebih baik
dibandingkan dengan serat eceng gondok, maka dari itu peneliti melakukan
penelitian komposit serat ijuk menggunakan resin epoxy yang diharapkan lebih
baik dan lebih murah dibandingkan komposit Epoxy berpenguat fiberglass,
5
serat ijuk karena serat ijuk diharapkan mampu menutupi sifat getas dari komposit
berbahan epoxy itu sendiri. Selain itu komposit epoxy berpenguat serat ijuk ini
diharapkan menjadi pertimbangan untuk penggunaan di bidang otomotif seperti
body mobil maupun sebagai dashboard yang kekuatan impact-nya baik.
1.2. Tujuan Penelitian
Tujuan dari diadakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui kekuatan impact
dari komposit epoxy berpenguat serat ijuk.
1.3. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini bagi peneliti adalah sebagai berikut :
1. Bagi peneliti, pengujian ini berguna untuk menambah pengetahuan dan
wawasan tentang material komposit.
2. Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat mengembangkan aspek
ilmu pengetahuan tentang material teknik.
3. Menambah profit untuk petani ijuk, karena tanamannya yang berdaya guna
tinggi.
4. Bagi akademik, penelitian ini berguna sebagai referensi tentang komposit
serat alam.
5. Dengan hasil yang dicapai maka akan bisa digunakan untuk memberikan
6 1.4. Batasan Masalah
Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini dibatasi dalam beberapa hal
sebagai berikut :
1. Bahan pengisi komposit sebagai spesimen adalah serat ijuk dengan
orientasi acak
2. Serat ijuk yang digunakan diasumsikan berpenampang silinder dengan
diameter 0,25 – 0,35 mm.
3. Perlakuan alkali NaOH 5% selama 2 jam dengan pemanasan 15 menit.
4. Resin yang digunakan adalah jenis thermoset, yaitu resin epoxy.
5. Pengujian sifat mekanik komposit berupa uji impact.
6. Pengujian struktur serat dengan Scanning Electron Microscope (SEM).
7. Panjang serat ijuk adalah 30 mm, 60 mm dan 90 mm.
8. Perbandingan serat dengan matriks adalah 20 % serat dan 80% epoxy.
1.5. Hipotesa
Dari penelitian tentang kekuatan impact komposit epoxy berpenguat serat ijuk ini
diharapkan didapatkan hasil uji impact yang terbaik dari variasi panjang serat 30
mm, 60 mm dan 90mm karena sifat kegetasan dari epoxy tersebut dapat ditutupi
oleh serat ijuk dan selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan interior dari mobil.
1.6. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang digunakan oleh penulis dalam penyusunan tugas akhir
7
BAB I : PENDAHULUAN
Pada bab ini menguraikan tentang latar belakang, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, hipotesa, serta
sistematika penulisan laporan.
BAB II : KAJIAN PUSTAKA
Berisikan landasan teori dari beberapa literatur yang mendukung
pembahasan tentang studi kasus yang diambil, yaitu sifat-sifat
mekanik serat ijuk dengan perlakuan alkali. Dasar teori ini
dijadikan sebagai penuntun untuk memecahkan masalah yang
berbentuk uraian kualitatif atau model matematis.
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini menjelaskan metode yang digunakan penulis dalam
pelaksanaan penelitian yaitu tentang diagram alur penelitian,
penyiapan spesimen uji, pembuatan spesimen uji, serta pengujian
mekanis serat.
BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini berisikan data-data yang diperlukan dan pembahasan
tentang studi kasus yang diteliti yaitu pengujian impact dan
struktur serat dengan Mikroskop Optik lalukemudian dianalisa.
BAB V : SIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini berisikan kesimpulan dan saran dari data yang
diperoleh dan pembahasan dari penulis tentang studi kasus yang
8
DAFTAR PUSTAKA
Berisikan literatur-literatur atau referensi-referensi yang diperoleh
penulis untuk menunjang penyusunan laporan penelitian
LAMPIRAN
Terdiri dari data-data gambar yang mendukung atau hal-hal lain
II. KAJIAN PUSTAKA
2.1. Komposit
Perkembangan bidang sains dan teknologi mulai menyulitkan bahan konvensional
seperti logam untuk memenuhi keperluan aplikasi baru. Bidang angkasa lepas,
perkapalan, automobile dan industri transportasi merupakan contoh aplikasi yang
memerlukan bahan-bahan yang berdensitas rendah, tahan karat, kuat dan kokoh.
Untuk itu, saat ini diperlukanlah bahan komposit sebagai pengganti bahan
konvensional di bidang-bidang tersebut.
Komposit adalah suatu material yang terbentuk dari kombinasi dua atau lebih
material pembentuknya melalui campuran yang tidak homogen, dimana sifat mekanik
dari masing-masing material pembentuknya berbeda [Matthews dkk, 1993]. Bahan
komposit pada umumnya terdiri dari dua unsur, yaitu serat (fiber) sebagai bahan
pengisi dan matriks sebagai bahan pengikat serat. Dari campuran tersebut akan
dihasilkan material komposit yang mempunyai sifat mekanik dan karakteristik yang
10
Sebagai bagan pengisi, serat digunakan untuk menahan gaya yang bekerja pada bahan
komposit, matriks berfungsi melindungi dan mengikat serat agar dapat bekerja
dengan baik terhadap gaya-gaya yang terjadi. Oleh karena itu untuk bahan serat
digunakan bagan yang kuat, kaku dan getas, sedangkan bahan matriks dipilih
bahan-bahan yang liat, lunak dan tahan terhadap perlakuan kimia.
Penggabungan dua material atau lebih tersebut ada dua macam, yaitu [Arumaarifu,
2010] :
1. Penggabungan Makro
Ciri-ciri penggabungan makro adalah :
a. Dapat dibedakan secara langsung dengan cara melihat.
b. Penggabungannya lebih secara fisis dan mekanis.
c. Penggabungannya dapat dipisahkan secara fisis ataupun secara mekanis
2. Penggabungan Mikro
Ciri-ciri penggabungan mikro adalah :
a. Tidak dapat dibedakan dengan cara melihat secara langsung.
b. Penggabungannya lebih secara kimiawi.
c. Penggabungannya tidak dapat dipisahkan secara fisis dan mekanis, tetaou
11
Oleh karena itu, komposit dibuat dengan cara penggabungan makro, karena kita dapat
melihat secara kasat mata perbedaan antara fiber dan matriksnya. Maka material
komposit dapat didefinisikan sebagai suatu sistem material yang tersusun dari
campuran atau kombinasi dua atau lebih unsur-unsur utama yang secara makro
berbeda dalam bentuk dan atau komposisi material, dan pada dasarnya tidak dapat
dipisahkan [Schwartz, 1984].
2.1.1. Bahan - Bahan Pembentuk Komposit
Bahan pembuat komposit pada umumnya terdiri dari 11 macam bahan, 6 macam
sebagai bahan utama dan 5 macam sebagai bahan finishing. Sebagai bahan utama
yaitu aerosil, pigment, resin, katalis, talk, dan mat. Sedangkan sebagai bahan
12
1. Aerosil
Bahan ini berbentuk bubuk sangat halus seperti bedak bayi berwarna putih.
Berfungsi sebagai perekat mat agar komposit menjadi kuat dan tidak mudah
patah atau pecah.
Gambar 2.1. Aerosil
(http://i00.i.aliimg.com/photo/v0/486207970/Aerosil_200.jpg)
2. Pigment
Pigment adalah zat pewarna sebagai pencampur saat bahan komposit
dicampur. Pemilihan warna disesuaikan dengan selera pembuatnya. Pada
umumnya pemilihan warna untuk mempermudah proses akhir saat
pengecatan.
Gambar 2.2. Pigment
13
3. Resin
Bahan ini berwujud cairan kental seperti lem, berkelir hitam atau bening.
Berfungsi untuk melarutkan sekaligus juga mengeraskan semua bahan yang
akan dicampur. Bisaanya bahan ini dijual dalam literan atau dikemas dalam
kaleng.
Gambar 2.3. Resin jenis epoxy
14
4. Katalis
Zat ini berwarna bening dan berfungsi sebagai pengencer. Zat kimia ini
bisaanya dijual bersamaan dengan resin, dan dalam bentuk pasta.
Perbandingannya adalah resin 1 liter dan katalisnya 1/40 liter.
Gambar 2.4. Katalis
(http://4.bp.blogspot.com/Katalis_2.jpg)
5. Talk
Sesuai dengan namanya bahan ini berupa bubuk berwarna putih seperti sagu.
Berfungsi sebagai campuran adonan komposit agar keras dan agak lentur
Gambar 2.5. Bubuk komposit (talk)
15
6. Aseton
Pada umumnya cairan ini berwarna bening, fungsinya seperti katalis yaitu
mencairkan resin. Zat ini digunakan apabila adonan terlalu kental yang akan
mengakibatkan pembentukan komposit menjadi sulit dan lama keringnya.
Gambar 2.6. Aseton
16
7. PVA (Polivinyl Alcohol)
Bahan ini berupa cairan kimia berwarna biru menyerupai spiritus. Berfungsi
untuk melapis antara cetakan dengan bahan komposit. Tujuannya adalah agar
kedua bahan tersebut tidak saling menempel, sehingga komposit hasil cetakan
dapat dilepas dengan mudah dari cetakannya.
Gambar 2.7. Polivinyl Alcohol (PVA)
(http://www.amcsupplies.com.au/images/large/PVA-Relases-blue-1ltr.gif)
8. Cobalt Compound
Cairan kimia ini berwarna kebiru-biruan. Berfungsi sebagai bahan aktif
pencampur katalis agar cepat kering, terutama apabila kualitas katalisnya
kurang baik dan terlalu encer. Bahan ini dapat dikategorikan sebagai bahan
penyempurna, sebab tidak semua bengkel menggunakannya. Hal ini
17
Perbandingannya adalah 1 tetes cobalt dicampur dengan 3 liter katalis.
Apabila perbandingan cobalt terlalu banyak, dapat menimbulkan api.
Gambar 2.8. Cobalt
(http://0.tqn.com/d/chemistry/1/5/S/b/bluebeaker.jpg)
9. Dempul Komposit
Setelah hasil cetakan terbentuk dan dilakukan pengamplasan, permukaan yang
tidak rata dan berpori-pori perlu didempul. Tujuannya agar permukaan
komposit menjadi lebih halus dan rata sehingga siap dilakukan pengerjaan
lebih lanjut.
Gambar 2.9. Dempul
18
2.1.2. Klasifikasi Bahan Komposit
Komposit dibedakan menjadi 5 kelompok menurut bentuk struktur dari
penyusunnya, yaitu [Schwartz, 1984] :
1. Komposit Serpih (Flake Composites)
Komposit serpih adalah komposit dengan penambahan material berupa serpih
kedalam matriksnya. Serpih dapat berupa serpihan mika, glass dan metal.
Gambar 2.10. Komposit Serpih
(http://www.onkian.com/2009/10/skripsi-pengaruh-lebar-spesimen-pada_6420.html)
2. Komposit Partikel (Particulate Composites)
Komposit pertikel adalah salah satu jenis komposit dimana dalam matriksnya
ditambahkan material lain berupa serbuk/butir. Dalam komposit material
penambah terdistribusi secara acak atau kurang terkontrol daripada komposit
19
Gambar 2.11. Komposit Partikel
(http://www.onkian.com/2009/10/skripsi-pengaruh-lebar-spesimen-pada_6420.html)
3. Filled (skeletal) Composites
Filled composites adalah komposit dengan penambahan material ke dalam
matriks dengan struktur tiga dimensi dan bisaanya filler juga dalam bentuk
tiga dimensi.
Gambar 2.12. Filled (skeletal) composites
20
4. Laminate Composites
Laminate Composites adalah komposit dengan susunan dua atau lebih layer,
dimana masing-masing layer dapat berbeda-beda dalah hal material, bentuk,
dan orientasi penguatannya.
Gambar 2.13. Laminate composites
(http://www.onkian.com/2009/10/skripsi-pengaruh-lebar-spesimen-pada_6420.html)
Untuk menghitung kekuatan serat dan kekuatan matrik pada komposit
laminate, digunakan rumus sebagai berikut :
= . + ( 1− )
Dimana :
c = kekuatan komposit
Vf = volume fiber
f = kekuatan fiber
21
5. Komposit serat (Fibre Composites)
Merupakan komposit yang hanya terdiri dari satu lapisan yang menggunakan
penguat berupa serat. Serat yang digunakan dapat berupa serat gelas, serat
karbon, dan lain sebagainya. Serat ini disusun secara acak maupun secara
orientasi tertentu bahakan dapat juga dalam bentuk yang lebih kompleks
seperti anyaman.
Komposit serat dapat dibagi berdasarkan penempatannya, yaitu [Gibson,
1994] :
a. Continous Fibre Composite
Tipe ini mempunyai susunan serat panjang dan lurus, membentuk lamina
diantara matriksnya. Tipe ini mempunyai kelemahan pemisahan antar
lapisan.
Gambar 2.14. Continous Fibre Composites
22
b. Woven Fibre Composites (bi-directional)
Komposit ini tidak mudah dipengaruhi pemisahan antar lapisan karena
susunan seratnya mengikat antar lapisan. Susunan serat memanjanganya
yang tidak begitu lurus mengakibatkan kekuatan dan kekakuan melemah.
Gambar 2.15. Woven Fibre Composites
(http://www.mxif.manchester.ac.uk/index.php/gallery/composites/fatigue-
fractures-of-3d-s2-glass-fibre-reinforced-composites/2d-plain-woven-laminate1-384)
c. Discontinous Fibre Composites
Discontinous Fibre Composites adalah tipe komposit dengan serat pendek.
Tipe ini dibedakan lagi menjadi 3, yaitu :
a) Aligned discontinuous fibre
Gambar 2.16. Aligned discontinous fibre
23
b) Off-axis aligned discontinuous fibre
Gambar 2.17. Off-Axis discontinous fibre
c) Randomly oriented discontinuous fibre
Gambar 2.18. Randomly oriented discontinous fibre
24
d) Hybrid fibre composites
Hybrid fibre composites merupakan komposit gabungan antara tipe
serat lurus dengan serat acak. Tipe ini dugunakan supaya dapat
mengganti kekurangan sifat dari kedua tipe dan dapat menggabungkan
kelebihannya.
Gambar 2.19. Hybrid fibre composite
(Gibson, 1994)
2.1.3. Faktor yang Mempengaruhi Sifat – sifat Mekanik Komposit
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi performa komposit, baik dari faktor
serat penyusunnya, maupun faktor matriksnya, yaitu :
1. Faktor Serat
a. Letak Serat
a) One dimensional reinforcement, mempunyai kekuatan pada arah axis
25
b) Two dimensional reinforcement (planar), mempunyai kekuatan pada
dua arah atau masing-masing arah orientasi serat.
c) Three dimensional reinforcement, mempunyai sifat isotropic,
kekuatannya lebih tinggi disbanding dengan dua tipe sebelumnya.
b. Panjang Serat
Serat panjang lebih kuat dibandingkan dengan serat pendek. Oleh karena itu
panjang dan diameter sangat berpengaruh pada kekuatan maupun modulus
komposit. Serat panjang (continous fibre) lebih efisien dalam peletakannya
daripada serat pendek.
c. Bentuk Serat
Bentuk serat tidak mempengaruhi, yang mempengaruhi adalah diameter
seratnya. Semakin kecil diameter serat, maka akan menghasilkan kekuatan
komposit yang tinggi.
2. Faktor Matriks
Matriks sangat berpengaruh dalam mempengaruhi performa komposit.
Tergantung dari matriks jenis apa yang dipakainya, dan untuk tujuan apa dalam
26
3. Katalis
Katalis digunakan untuk membantu proses pengeringan (curring) pada bahan
matriks suatu komposit. Penggunaan katalis yang berlebihan akan semakin
mempercepat proses laju pengeringan, tetapi akan menyebabkan bahan komposit
yang dihasilkan semakin getas.
2.1.4. Kelebihan Material Komposit
Material komposit mempunyai beberapa kelebihan berbanding dengan bahan
konvensional seperti logam. Kelebihan tersebut pada umumnya dapat dilihat dari
beberapa sudut yang penting seperti sifat-sifat mekanik, fisik dan biaya. Seperti
yang diuraikan dibawah ini :
1. Sifat Mekanik dan Fisik
Pada umumnya pemilihan bahan matriks dan serat memainkan peranan
penting dalam menentukan sifat-sifat mekanik dan sifat komposit. Gabungan
matriks dan serat dapat menghasilkan komposit yang mempunyai kekuatan
dan kekakuan yang lebih tinggi dari bahan konvensional.seperti besi baja.
2. Biaya
Faktor biaya juga memainkan peranan yang sangat penting dalam membantu
perkembangan industri komposit. Biaya yang berkaitan erat dengan
27
seperti biaya bahan mentah, proses pembuatan, upah tenaga kerja, dan
sebagainya.
2.1.5. Kekurangan Material Komposit
Selain kelebihan yang dimiliki, komposit juga memiliki beberapa kekurangan,
antara lain :
1. Tidak tahan terhadap beban shock (kejut) dan crash (tabrak) jika
dibandingkan dengan metal
2. Kurang elastis
3. Lebih sulit dibentuk secara plastis
2.1.6. Pengaruh Panjang Serat Sebagai Pengisi
Sifat mekanik komposit berpenguat serat sangat dipengaruhi sifat serat dan
bagaimana beban diteruskan pada serat. Penerusan beban dipengaruhi oleh
besarnya ikatan interfacial antara serat dan matriks. Dibawah stress tertentu,
ikatan antara serat dan matriks berakhir di ujung serat, sehingga pola deformasi
28
Gambar 2.20. Pola deformasi pada matriks mempengaruhi serat dari beban yang
diberikan.
Diketahui bahwa ada panjang kritis tertentu yang diperlukan agar penguatan oleh
serat menjadi efektif. Panjang kritis lc tergantung pada diameter serat d dan kekuatan tarik *f, juga pada kekuatan ikatan antara serat dengan matriks c, menurut
panjang kritikal yang diperlukan adalah 1 mm, yang berarti 20 sampai 150 kali dari
diameter seratnya.
Pada saat tegangan sama dengan ∗ diberikan kepada serat yang memenuhi panjang
kritis, posisi tegangan digambarkan pada gambar 2.21(a), yaitu beban maksimum
pada serat dipusatkan pada titik pusat dari panjang serat tersebut. Kemudian dengan
bertambahnya panjang serat ( l ), penguatan serat menjadi lebih efektif dan
didemonstrasikan pada gambar 2.21(b), yaitu posisi sumbu tegangan untuk l > lc.
Untuk posisi tegangan pada l ›› lc (lebih panjang dari panjang kritis yang ditentukan),
29
pendek tidak sepanjang serat continous tersebut. Untuk discontinous fibers
panjangnya lebih kecil dibandingkan lc, kemudian matriks yang mengalami kegagalan
disekitar serat secara kasat mata terlihat tidak mengalami penerusan tegangan dan
tampak hanya diperkuat oleh sedikit serat. Hal tersebut dapat disebut juga dengan
“komposit partikel”. Sehingga dapat diketahui bahwa untuk meningkatkan kekuatan
komposit secara signifikan diperlukan serat yang panjang (continous).
(a) (b)
(c)
Gambar 2.21. Posisi tegangan berdasarkan panjang serat l. (a) panjang serat pada titik
kritis lc, (b) panjang serat lebih panjang dari panjang kritis, dan (c) panjang serat
30
2.2. Serat
Serat merupakan salah satu material rancang bangun paling tua. Jute, flax, dan hemp
telah digunakan untuk mengahasilkan produk seperti tali tambang, jarring, cordage,
water hose, dan container sejak dahulu kala. Serat tumbuhan dan binatang masih
banyak digunakan untuk felts, kertas atau kain tebal.
Serat dan fiber dalam bahan komposit berperas sebagai bahan utama yang menahan
beban, sehingga besar kecilnya kekuatan bahan komposit sangat tergantung dari
kekuatan serat pembentuknya. Semakin kecil bahan atau diameter serat yang
mendekati Kristal, maka semakin kuat bahan tersebut, karena minimnya cacat pada
material [Triyono & Diharjo, 2003].
2.2.1. Macam – Macam Jenis Serat
Serat dalam kajian sebagai bahan penguat komposit dapat dibagi menjadi dua,
yaitu serat alam dan serat sintetis. Serat alam dan sitetis banyak jenis dan
klasifikasinya. Serat alam yang sering digunakan adalah serat pisang, kapas, wol,
serat nanas, serat rami dan serat sabut kelapa. Sedangkat serat sintetis diantaranya
31
Tabel 2.1 Klasifikasi serat – serat tekstil [Surdia, dkk 1999]
NO Serat Jenis
1. Serat kimia atau serat buatan
Serat regenerasi
Terdapat perbedaan antara serat alam dan serat sintetis, antara lain :
1. Kehomogenan
Serat sintetis memiliki sifat yang lebih homogen dibandingkan dengan serat
alam, karena serat sintetis ini memang sengaja dibuat dengan spesifikasi yang
telah ditentukan sebelumnya, sedangkan serat alam memang serat yang sudah
tersedia di alam, maka yang didapat adalah yang sesuai dengan yang tersedia
di alam.
2. Kekuatan
Pada umumnya serat sintetis memiliki kekuatan tarik yang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan serat alam, karena serat sintetis ini memang telah
32
produksi, sedangkan serat alam kekuatannya hanya tergantung dari yang
tersedia di alam, sehingga kita yang harus menyesuaikan untuk
menggunakannya pada kepentingan tertentu.
3. Kemampuan untuk diproses
Serat sintetis memiliki kemampuan untuk diproses yang lebih tinggi
dibandingkan serat alam, karena serat sintetis ini memang dibuat di pabrik
sehingga dirancang agar dapat diproses lagi untuk keperluan pembuatan
material tertentu.
4. Pengaruh terhadap lingkungan
Serat alam lebih bersifat ramah lingkungan dibandingkan serat sintetis, karena
serat ini berasal dari alam, sehingga dapat dengan mudah terurai di alam.
Serat sintetis bisaanya lebih banyak digunakan orang karena serat sintetis ini
memang telah memiliki ukuran kekuatan tertentu dan lebih homogen sehingga
lebih mudah untuk diaplikasikan untuk suatu material.
5. Harga
Jika tidak mempertimbangkan kesulitan dalam mengambil serat alam, maka
serat sintetis memiliki harga yang lebih mahal, karena serat sintetis ini harus
melewati proses produksi yang memerlukan biaya, berbeda dengan serat alam
33
2.2.2. Serat Alam
Serat alam adalah serat yang banyak diperoleh di alam sekitar, yang berasal dari
tumbuh-tumbuhan seperti serat pelepah pisang, bambu, rosella, nanas, kelapa, dan
ijuk. Saat ini serat alam mulai mendapatkan perhatian serius dari para ahli
marerial komposit karena :
1. Serat alam memiliki kekuatan spesifik yang tinggi karena serat alam memiliki
massa jenis yang rendah.
2. Serat alam mudah diperoleh dan merupakan sumber daya alam yang dapat
diolah kembali, harganya relative murah, dan tidak beracun. Serat alam seperti
ijuk, sabut kelapa, sisal, jerami, dan nanas merupakan hasil alam yang banyak
tumbuh di Indonesia. Skema klasifikasi jenis serat alam adalah sebagai
34
Gambar 2.22. Klasifikasi Jenis Serat Alam (Thi Thu Loan, 2006)
2.2.3. Serat Ijuk
Serat ijuk adalah serat alam yang berasal dari pohon aren. Dilihat dari bentuk
pada umumnya, bentuk serat alam tidaklah homogeny. Hal ini disebabkan oleh
pertumbuhan dan pembentukan serat tersebut bergantung pada lingkungan alam
dan musim tempat serat tersebut tumbuh. Aplikasi serat ijuk masih dilakukan
secara tradisional, diantaranya sebagai bahan tali menali, pembungkus pangkal
kayu-kayu bangunan yang ditanam dalam tanah untuk mencegah serangan rayap,
35
tersebut didukung oleh sifat ijuk yang elastis, keras, tahan air, dan sulit dicerna
oleh organism perusak [Christiani, 2008].
Pemilihan serat ijuk sebagai bahan pengisi komposit pada penelitian ini adalah
karena :
1. Serat ijuk tahan lama hingga ratusan, bahkan sampai ribuan tahun [Kompas,
Jumat 24 Juli 2009].
2. Tahan terhadap asam dan garam air laut.
3. Tahan terhadap bahan-bahan kimia.
4. Sifat materialnya lebih baik juka dibandingkan dengan serat sabut kelapa
36
2.3. Matriks
Matriks dalam struktur komposit dapat berasal dari bahan polimer atau logam. Syarat
pokok matriks yang digunakan dalam komposit adalah matriks harus bisa
meneruskan beban, sehingga serat harus bisa melekat pada matriks dan kompatibel
antara serat dan matriks. Matriks dalam susunan komposit bertugas melindungi dan
mengikat serat agar dapat bekerja dengan baik. Selain itu, matriks juga bergungsi
sebagai pelapis serat. Umumnya matriks terbuat dari bahan-bahan lunak dan liat
[Gibson, 1994]
Persyaratan di bawah ini perlu dipenuhi sebagai bahan matriks untuk pencetakan
bahan komposit [Surdia, 2000] :
1. Resin yang dipakai perlu memiliki viskositas rendah, dapat sesuai dengan
bahan penguat dan permeable.
2. Dapat diukur pada temperatur kamar dalam waktu yang optimal.
3. Mempunyai penyusutan yang kecil pada pengawetan.
4. Memiliki kelengketan yang baik dengan bahan penguat (fiber).
5. Mempunyai sifat baik dari bahan yang diawetkan.
Sebagai bahan penyusun utama dari komposit, matriks harus mengikat penguat
(serat) secara optimal agar beban yang diterima dapat diteruskan secara optimal oleh
serat secara maksimal, sehingga diperoleh kekuatan yang tinggi. Pada dasarnya,
37
1. Melindungi dari pengaruh lingkungan yang merugikan.
2. Mencegah permukaan serat dari gesekan mekanik.
3. Memegang dan mempertahankan posisi agar serat tetap pada posisinya.
4. Mendistribusikan sifat-sifat tertentu bagi komposit, yaitu : keuletan,
ketangguhan dan ketahanan panas.
2.3.1. Bahan Pembuat Matriks
Ada beberapa macam bahan matriks yang sering digunakan dalam komposit,
antara lain [Diharjo, 2003] :
1. Matriks Polimer
Ada dua macam polimer, yaitu thermoplastik dan thermoset.
a. Resin Thermoplastik
Resin thermoplastik merupakan bahan yang dapat lunak apabila
dipanaskan dan mengeras jika didinginkan. Jika dipanaskan akan menjadi
lunak dan dapat kembali ke bentuk semula karena molekul-molekulnya
tidak mengalami cross linking (ikat silang).
Contoh resin thermoplastik adalah [Hesty, 2009] :
a) Poly Propylene (PP)
Merupakan polimer kristalin yang dihasilkan dari proses polimerisasi gas
38
namun ketahanan pukul (impact)-nya rendah. Contoh produk : Peralatan
yang berhubungan dengan bahan-bahan kimia [Mujiarto, 2005].
b) Poliamida (Nylon)
Nylon merupakan istilah yang digunakan terhadap poliamida yang
mempunyai sifat-sifat dapat dibentuk serat, film dan plastik. Contoh
produk : speedometer, gear, dan pelampung tangki bahan bakar [Mujiarto,
2005].
c) Poly Etylene (PE)
Merupakan keluarga polyester seperti PC. Mempunyai sifat-sifat :
kekuatannya tinggi, kaku, dimensinya stabil, tahan bahan kimi dan panas,
serta mempunyai sifat elektrikal yang baik. Contoh produk : botol air
mineral, kemasan minyak makan dan kemasan soft drink [Mujiarto, 2005].
d) Poly Vinyl Chlorida (PVC)
Merupakan hasil polimerisasi monomer vinil klorida dengan bantuan
katalis. Pemilihan katalis tergantung pada jenis proses polimerisasi yang
digunakan. Contoh produk : Isolasi kabel listrik, pipa, dan tube [Mujiarto,
39
e) Poly Styrene (PS)
Adalah hasil polimerisasi dari monomer-monomer stirena, dimana
monomer stirena-nya didapat dari hasil proses dehidrogenisasi dari etil
benzene (dengan bantuan katalis). Contoh produk : koil, pelindung
kapasitor, dan keperluan radar [Mujiarto, 2005].
b. Resin Thermoset
Resin thermoset merupakan bahan yang tidak dapat mencair atau lunak
kembali apabila dipanaskan. Resin thermoset tidak dapat didaur ulang
karena telah membentuk ikatan silang antara rantai-rantai molekulnya.
Sifat mekanisnya bergantung pada unsur molekuler yang membentuk
jaringan, rapat serta panjang jaringan silang [Humaidi, 1998].
Ada beberapa macam jenis resin thermoset, yaitu :
a) Epoxy
Sering dipakai untuk bahan pembuat komposit. Dapat direkayasa untuk
menghasilkan sejumlah produk yang berbeda untuk menaikkan kinerjanya
[http://www.mdacomposites.org/mda/psgbridge_CB_Materials2_Resins.h
tml].
b) Polyester
Matriks polyester paling banyak digunakan, terutama untk aplikasi
40
karakteristik yang khas, yaitu dapat diwarnai, transparan, dapat dibuat
kaku dan fleksibel, tahan air, tahan cuaca dan bahan kimia. Polyester
dapat digunakan pada suhu kerja mencapai 79°C atau lebih tergantung
partikel resin dan keperluannya [Schwartz, 1984].
c) Vinyl Ester
Dikembangkan untuk menggabungkan kelebihan dari resin epoxy. Vinyl
Ester mempunyai ketangguhan mekanik dan ketahanan korosi yang sangat
baik. Contoh produk : pembuatan chip elektronik, fasilitas pengolahan
kimia dan pabrik pengolahan air [http://www.mdacomposites.org].
d) Resin Furan
Bisaanya digunakan untuk pembuatan material campuran. Pembuatannya
dengan menggunakan proses pemanasan dan dapat dipercepat dengan
penambahan katalis asam. Mempunyai ketahanan terhadap bahan-bahan
kimia dan korosi yang baik. Contoh produk : pelapis struktur beton pada
pabrik kimia, peralatan kimia, dan peralatan pada industri kertas
[http://encyclopedia2.thefreedictionary.com/Furan+Resin].
e) Resin Amino
Terbuat dari campuran amino yang di kondensasikan. Bisaa disebut
dengan amino-plastic. Contoh produk : bahan perekat, pelapis pada kertas
41
2. Matriks Logam
Matriks penyusunnya merupakan suatu logam seperti alumunium.
Penggunaan matriks logam bisaanya sebagai bahan untuk pembuatan
komponen otomotif, seperti blok silinder, pully, poros, garda, dan lain-lain
[Gibson, 1994].
3. Matriks Keramik
Digunakan pada lingkungan bertemperatur sangat tinggi, bahan ini
menggunakan keramik sebagai matriks dan diperkuat dengan serat pendek,
atau serabut-serabut (whiskers) dimana terbuat dari silikon karbida atau boron
nitride [Ellyawan, 2008]. Misalnya : SiC dan SiN yang sampai tahan pada
temperatur 1650°C [ Hartanto, 2009].
4. Matriks Karet
Karet adalah polimer bersistem cross linked yang mempunyai kondisi semi
kristalin dibawah temperature kamar.
5. Matriks Karbon
42
2.3.2. Matriks Epoxy
Resin epoxy umumnya dikenal dengan sebutan bahan epoxy. Bahan epoxy adalah
salah satu dari jenis polimer yang berasal dari kelompok thermoset. Bahan epoxy
mempunyai sifat tidak bisa meleleh, tidak bisa diolah kembali, dan atomnya
berikatan kuat sekali. Epoxy sangat baik sebagai bahan matriks pada pembuatan
bahan komposit. Secara umum epoxy mempunyai karakteristik sebagai berikut :
1. Mempunyai kemampuan mengikat paduan metalik yang baik. Kemampuan ini
disebabkan oleh adanya gugus hidroksil yang memiliki kemampuan
membentuk ikatan hydrogen. Gugus hidroksil ini juga dimiliki oleh oksida
metal, dimana pada kondisi normal menyebar pada permukaan logam.
2. Ketangguhan, kegunaan epoxy sebagai bahan matriks dibatasi oleh
ketangguhan yang rendah dan cenderung rapuh.
Proses pengerasan terjadi jika polimer epoxy resin dicampurkan dengan
hardener-nya. Resin epoxy mengeras lebih cepat pada selang temperatur 5°C
sampai 150°C. Namun hal ini bergantung pula pada jenis hardener yang
digunakan. Jika dilihat dari segi waktu yang dibutuhkan untuk proses
pengerasan, maka epoxy ini lebih lambat. Dalam industri bisaanya bahan
43
Di bawah ini ditunjukkan spesifikasi matriks epoxy, sebagai berikut :
Tabel 2.2 Spesifikasi matriks epoksi.
Sifat – sifat Satuan Nilai Tipikal
Massa Jenis Gram/cm³ 1,17
Penyerapan air (suhu ruang) °C 0,2
Kekuatan tarik Kgf/mm² 5,95
Kekuatan tekan Kgf/mm² 14
Kekuatan lentur Kgf/mm² 12
Temperatur pencetakan °C 90
44
Berikut ini adalah kelebihan dan kekurangan resin jenis epoxy :
Tabel 2.3 Kelebihan dan kekurangan resin epoksi.
Kelebihan Kekurangan
Ringan, sehingga dapat
menurunkan biaya instalasi
Mudah mengalami proses penuaan
(aging) dan degradasi pada permukaan
akibat adanya stress listrik dan termal.
Tahan polusi Proses pembuatan lebih mahal
dibandingkan dengan isolator keramik
dan gelas
Bersifat hidrofobik Bersifat getas
Membutuhkan waktu yang
singkat dalam proses
pembuatan
Memiliki kekuatan
dielektrik yang baik.
[Yandri, 2010]
Jika dibandingkan dengan resin jenis polyester, resin epoxy memiliki
kekuatan rekatan yang bagus karena adanya gugusan hidroksil polar dan eter
45
2.4. Uji Impact
Uji impact adalah pengujian dengan menggunakan pembebanan yang cepat (rapid
loading). Pada uji impact terjadi proses penyerapan energi yang besar ketika beban
menumbuk spesimen. Energi yang diserap material ini dapat dihitung dengan
menggunakan prinsip perbedaan energi potensial. Proses penyerapan energi ini akan
diubah menjadi berbagai respon material, yaitu :
1. Deformasi Plastis
2. Efek Hysteresis
3. Efek Inersia
Prinsip pengujian impact ini adalah menghitung energi yang diberikan oleh beban
(pendulum) dan menghitung energi yang diserap oleh specimen. Pada saat beban
dinaikkan pada ketinggian tertentu, beban memiliki energi potensial maksimum,
kemudian saat akan menumbuk spesimen, energi kinetik mencapai maksimum.
Energi kinetik maksimum tersebut akan diserap sebagian oleh spesimen hingga
46
Gambar 2.23. Skema pengujian impak
Nilai harga impact pada suatu spesimen adalah energi yang diserap tiap satuan luas
penampang lintang spesimen uji. Persamaannya sebagai berikut [Callister, 2003] :
= = . ( ℎ1− ℎ2)
Keterangan :
m = massa bandul pemukul
g = percepatan gravitasi
h1 = tinggi pusat bandul sebelum pemukulan
47
2.4.1. Jenis-Jenis Metode Impact
Secara umum metode pengujian impact terdiri dari 2 jenis, yaitu :
1. Metode Charpy
Pengujian impact Charpy banyak digunakan di Amerika Serikat. Benda uji
Charpy mempunyai luas penampang lintang bujursangkar (10 x 10 mm) dan
mempunyai takik V-45°, dengan jari-jari dasar 0,25 mm dan kedalaman 2
mm. Benda uji diletakkan pada tumpuan dalam posisi mendatar dan bagian
yang tak bertakik diberi beban impact dengan ayunan bandul (kecepatan
impact sekitar 16 ft/detik). Benda uji akan melengkung dan patah pada laju
regangan yang tinggi, kira-kira 10³ detik^(-1) [Avner, 1964].
Ada beberapa nomor standar uji metode Izod sesuai dengan ASTM, yaitu :
a. ASTM D 6110 – 02
48
Gambar 2.24. Metode Pengujian Impak Charpy
[http://danidwikw.wordpress.com]
2. Metode Izod
Benda uji Izod lazim digunakan di Inggris, namun saat ini jarang digunakan.
Benda uji Izod mempunyai penampang lintang bujursangkar atau lingkaran
dan bertakik V di dekat ujung yang dijepit [Avner, 1964].
Ada beberapa nomor standar uji metode Izod sesuai dengan ASTM, yaitu :
c. ASTM D 256 – 00
d. ASTM D 256 – 01
e. ASTM D 256 – 02
f. ASTM D 256 – 03
49
Gambar 2.25. Metode Pengujian Impak Izod
[http://danidwikw.wordpress.com]
2.4.2. Perpatahan Impact
Faktor-faktor yang mempengaruhi perpatahan ada beberapa hal, yaitu
[Callister,2003] :
1. Temperatur
Pada temperatur yang sangat rendah, spesimen dapat bersifat getas. Hal
tersebut disebabkan butiran-butiran atom spesimen berotasi lebih cepat dan
50
2. Jenis Material
Jenis material yang atom-atomnya membentuk struktur FCC cenderung lebih
ulet dibandingkan yang membentuk struktur BCC. Hal tersebut terjadi karena
atom-atom pada struktru FCC lebih banyak melakukan slip sistem sehingga
banyak menyerap energi ketika dilakukan uji impact.
3. Arah Butiran Spesimen
Arah butiran spesimen yang tegak lurus dengan arah pembebanan
menyebabkan harga impact suatu spesimen lebih tinggi daripada arah
spesimen yang sejajar dengan arah pembebanan. Hal tersebut terjadi karena
pembebanan memerlukan energi lebih untuk memecah butiran-butiran
spesimen tersebut.
4. Kecepatan Pembebanan
Pembebanan yang terlalu cepat menyebabkan spesimen mempunyai lebih
sedikit waktu yang diperlukan untuk menyerap energi, sehingga hal tersebut
mempunyai pengaruh harga impact yang berbeda pada kecepatan yang
berbeda.
5. Tegangan Triaxial
Tegangan triaxial adalah tegangan tiga arah yang hanya terjadi di takikan
(notch). Tegangan pada spesimen akan berpusat pada takikan tersebut
III.METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Tempat Penelitian
Tempat penelitian ini dilakukan adalah:
1. Pengujian Diameter dan Panjang Serat Ijuk di Laboratium Material, Universitas
Lampung.
2. Pengujian Sifat Mekanik (Kekuatan Impact Charpy) komposit berpenguat serat
ijuk di Balai Pengkajian Teknologi Polimer ( BPPT) Serpong, Tangerang
Banten.
3. Pengamatan melalui Mikroskop Optik di Laboratorium Material Teknik
Universitas Lampung.
4. Pengamatan melalui Scanning Electron Microskop di Balai Pengkajian
Teknologi Polimer ( BPPT) Serpong, Tangerang Banten.
3.2. Bahan Yang Digunakan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Serat ijuk sebagai bahan utama untuk diuji tarik serat.
2. Resin Epoxy dan hardenernya.
52
4. Aquades digunakan untuk menghilangkan kotoran atau debu yang menempel
pada ijuk.
5. Larutan alkali 5% NaOH, untuk menghilangkan lapisan yang menyerupai lilin
dipermukaan serat seperti lignin, hemiselulosa, dan kotoran lainnya.
6. Wax sebagai pelapis cetakan agar tidak lengket.
3.3. Alat Yang Digunakan
Alat-alat yng digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Timbangan digital AND tipe EK-610i untuk menimbang serat ijuk.
Gambar 3.1. Timbangan digital dengan ketelitian 1/100
2. Pompa Vakum VALUE tipe VE113N
53
3. Inkubator
Gambar 3.3. Inkubator untuk proses curing komposit.
4. Alat uji Impact Charpy Resil Impactor CEAST untuk menguji sifat mekanik
komposit berpenguat serat ijuk.
Gambar 3.4. Alat pengujian impak di STP LIPI.
5. Mikroskop Optik MEIJI.
54
6. Scanning Electron Microscope (SEM) JEOL JSM-6510LA
Gambar 3.6. Pengujian SEM di STP LIPI
7. Tungku pemanas Maspion MOT-600 untuk memanaskan serat ijuk.
Gambar 3.7. Tungku pemanas untuk menghilangkan kadar air serat ijuk.
55
9. Lilin malam.
Gambar 3.8. Lilin malam sebagai pencegah udara masuk kedalam sistem vakum.
10.Alat bantu lain yang digunakan adalah Mikrometer Sekrup untuk mengukur
serat ijuk, cutter, gunting, pisau, spidol, penggaris dan gelas ukur.
3.4. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian ini dibagi menjadi beberapa tahapan proses, yaitu:
1. Survey Lapangan dan Study Literature
Pada penelitian ini, proses yang dilakukan adalah dengan mengumpulkan data
awal sebagai study literature. Study literature bertujuan untuk mengenal masalah
yang dihadapi, serta untuk menyusun rencana kerja yang akan dilakukan. Pada
study awal dilakukan langkah-langkah seperti survey lapangan yang berhubungan
dengan penelitian yang ingin dilakukan serta mengambil data-data penelitian yang
sudah ada sebagai pembanding terhadap hasil pengujian yang akan dianalisa.
56
2. Persiapan Serat Ijuk
Serat yang digunakan pada penelitian ini adalah serat Ijuk. Langkah-langkah
dalam persiapan serat ijuk ini adalah
a. Pilih serat ijuk yang akan dipergunakan, yaitu dengan diameter 0,25 – 0,35
mm.
Gambar 3.9. Pemilihan serat ijuk dengan micrometer sekrup.
b. Serat ijuk dibersihkan dengan sisir kawat kemudian serat dibersihkan
dengan cara direndam dengan air bersih dan disisir. Kemudian serat
direndam lagi dalam larutan alkali 5%NaOH selama 2 jam.
57
c. Serat dibersihkan dari larutan alkali dengan air aquades.
d. Serat ijuk dipanaskan di oven atau tungku pemanas dengan temperature 800
Celsius selama 15 menit sebelum diuji.
Gambar 3.11. Pengovenan serat ijuk.
e. Serat ijuk dipotong menjadi 3 variasi, yaitu 30 mm, 60 mm dan 90 mm.
58
Gambar 3.13. Pemotongan serat ijuk 6 cm.
Gambar 3.14. Pemotongan serat ijuk 9 cm
3. Pembuatan Tabung Vakum
59
4. Pembuatan Inkubator
Gambar 3.16. Pembuatan inkubator untuk proses curing dengan kaca tebal 5 mm.
5. Mempersiapkan resin Epoxy berikut dengan hardener (katalis).
60
6. Mempersiapkan cetakan Acrylic.
Cetakan papan komposit berukuran 12,7 cm x 10,1 cm x 1,3 cm (bagian
dalam).
Gambar 3.18. Pembuatan cetakan komposit.
7. Aseton atau ethanol untuk membersihkan alat pencetak.
8. Pelumuran Wax pada cetakan.
9. Pencetakan spesimen uji.
a. Alat pencetak dibersihkan dengan kuas yang telah dibasahi aseton.
b. Wax dioleskan pada permukaan alat pencetak agar papan komposit yang
dicetak tidak melekat pada cetakan.
c. Menyiapkan wadah tempat pencampuran resin dengan hardener dari gelas
ukur yang diberi penutup dan dilapisi oleh lilin malam agar tidak ada
61
d. Tutup wadah yang telah dilubangi sebanyak 3 buah disambungkan dengan
dua buah selang, selang pertama dari resin atau hardener menuju ke wadah
dan selang satunya dari wadah menuju vakum.
Gambar 3.19. Tabung vakum untuk pencampuran Epoxy.
e. Resin Epoxy dicampurkan dengan katalis di dalam wadah yang telah
ditutup dengan cara menyambungkan selang keluar ke tabung vakum
untuk mencegah sisa resin atau hardener masuk ke dalam pompa vakum.
62
f. Lalu memasukkan selang masuk, pertama dari hardenernya terlebih dahulu
sampai di indikator 100 ml.
Gambar 3.21. Hardener sebanyak 100 ml pada gelas ukur
g. Melepaskan selang yang digunakan untuk memasukkan hardener dan
memasukkan selang baru untuk memasukkan resin.
h. Kemudian memasukkan resin dengan cara yang sama seperti pada
hardener hingga cairan mencapai indikator 200 ml pada gelas ukur.
Gambar 3.22. Campuran resin dengan hardener pada gelas ukur.
i. Lalu aduk campuran antara resin dengan hardener sampai merata dengan
63
j. Menyiapkan serat ijuk pada cetakkan, dan menimbangnya dengan tepat
sesuai dengan variasi.
Gambar 3.23. Serat ijuk yang ditimbang untuk prosentasi massa.
k. Menutup cetakan yang telah diisi oleh serat ijuk dan diputari selang yang
tiap sudutnya telah dilubangi dan disambungkan dengan tabung vakum.
Kemudian tutup dengan penutup berbahan kaca setebal 6 mm dan lapisi
lagi dengan plastik berbahan Polyethylene dan sambungkan dengan selang
pada bagian atasnya untuk menyalurkan campuran resin dengan hardener
kedalam cetakan.
64
Gambar 3.25. Sistem vakum untuk pencetakan
l. Menyalakan pompa vakum dengan keadaan selang masuk dari wadah
campuran resin dengan hardener tertutup (dijepit), sehingga plastik
polyethylene menekan cetakan dan memastikan tidak ada kebocoran udara
pada sistem cetakkan. Jika terjadi kebocoran udara, dapat menggunakan
lilin malam untuk menutupnya. Lalu menutup katup pada tabung vakum
sehingga tekanan pada sistem cetakan tertahan di 20 psi.
Gambar 3.26. Pressure gauge berada pada 20 psi tekanan vakum.
m.Memasukkan selang masuk pada wadah campuran resin dan hardener
(epoxy), sehingga cairan mengalir memasuki cetakan dan membasahi serat
65
n. Memperhatikan tekanan, jika kurang dari 20 psi, pompa vakum dinyalakan
lagi.
o. Ketika sudah penuh, maka cairan epoxy yang berlebih akan mengalir
melalui saluran keluar yang menuju tabung vakum, biarkan selama 5 menit
sehingga epoxy benar-benar memenuhi seluruh kapasitas cetakan.
p. Menutup saluran masuk dan saluran keluar dengan penjepit, lalu
melepaskannya dari tabung vakum dan wadah campuran epoxy.
q. Memasukkan campuran antara serat ijuk dengan epoxy (komposit) ke
dalam inkubator dengan panas ± 80º C.
r. Tunggu sampai komposit menjadi keras, kurang lebih selama 15 menit.
s. Keluarkan komposit dalam cetakan dari inkubator dan biarkan sampai
suhunya turun
t. Lepas semua sistem cetakan, dan buka cetakan menggunakan alat bantu
seperti cutter, palu kecil dan alat bantu lainnya.
10.Finishing spesimen uji.
a. Papan komposit yang telah dilepaskan dari cetakan kemudian di gerinda
66
b. Kemudian dipotong sebanyak 6 buah sesuai dengan ukuran standar ASTM
D 6110-04
Gambar 3.27. Pemotongan papan komposit hasil cetakan.
c. Setelah pemotongan, spesimen di gerinda agar mendekati ukuran standar.
67
d. Lalu setelah digerinda, dilakukan pengamplasan dengan mesin
grinding dengan kecepatan 200 rpm dan kekasaran permukaan amplas
bervariasi.
Gambar 3.29. Polish spesimen dengan mesin polisher.
Tabel 3.1. Variasi Pengamplasan
Kekasaran RPM Waktu
80 200 120 detik
400 200 120 detik
800 200 120 detik
68
e. Setalah sesuai dengan standar ASTM, lalu dibuat takikkan dengan
kedalaman ±2,00 mm menggunakan mesin gerinda.
Gambar 3.30. Pembuatan takikan dengan mesin gerinda.
f. Tahap finishing selesai, semua spesimen diberi label.
69
11.Pengujian Sifat mekanik
Pengujian serat ijuk dilakukan dalam beberapa tahapan, yaitu
a. Uji Impact
Pengujian kekuatan impact papan komposit serat ijuk bertujuan untuk
mengetahui ketangguhan papan komposit serat ijuk terhadap pembebanan
dinamis. Penentuan kekuatan impact dilakukan berdasarkan standard
pengujian ASTM nomor: D 6110 – 04, dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
1) Mempersiapkan alat uji kekuatan impact Resil Impactor CEAST.
2) Mengatur energi yang akan digunakan dalam pengimpakan spesimen,
yaitu sebesar 2 Joule (sesuai dengan standar ISO 179-1-2010).
Gambar 3.32. Pengaturan energi pendulum.
3) Melepaskan godam tanpa spesimen untuk mengetahui kerugian gesekan
yang terjadi dan hasilnya dicatat.
4) Papan komposit yang telah dipotong diletakkan pada span yang
berjarak 62,00 mm.
70
6) Godam dilepaskan secara spontan dengan menarik tuas dan menumbuk
papan komposit
Gambar 3.33. Pelepasan tuas pada pengujian impak.
7) Energi yang dihasilkan kemudian dicatat.
71
b. Pembuatan spesimen Mikroskop Optik (OM)
Pembuatan spesimen mikroskop optic ini dilakukan setelah pengujian
impact. Cara pembuatannya adalah sebagai berikut :
1) Spesimen dipotong dengan menggunakan gergaji besi berbentuk kubus
dekat dengan patahan.
2) Haluskan hasil pemotongan dengan kertas amplas 80, 240, 400, 1000
dan 1500.
3) Spesimen untuk pengamatan OM siap untuk diamati.
c. Pembuatan spesimen Scanning Electron Microscope (SEM).
Pembuatan spesimen ini dilakukan setelah spesimen diteliti dengan
menggunakan mikroskop optik, cara pembuatan spesimen sebagai berikut :
1) Spesimen dipotong dengan bentuk kubus dekat dengan patahan.
2) Gerinda spesimen tersebut.
3) Ukuran yang dibuat sesuai dengan bentuk kubus dengan panjang tiap
sisinya sebesar 5 mm.
4) Spesimen untuk pengamatan SEM siap untuk diamati.
d. Pengamatan dengan SEM Awal.
1) Pemasangan spesimen pada cawan SEM dengan menggunakan pita
karbon (carbon tape).
2) Pelapisan sisi-sisi spesimen uji dengan carbon ink untuk membantu
72
3) Proses pelapisan permukaan spesimen uji dengan platina
(coathing/sputtering) dengan mesin auto coather.
4) Menghidupkan perangkat pengamatan SEM.
5) Penempatan spesimen pada tabung SEM dan dilanjutkan dengan
pengambilan gambar SEM.
6) Pencetakan hasil atau gambar SEM yang telah diambil.
e. Pengamatan dengan SEM Patahan.
Prosedur pengamatan dengan SEM untuk patahan uji kekuatan impact sama
seperti pada pengamatan dengan SEM awal, perbedaannya hanya spesimen
untuk pengamatan ini dibuatkan dari daerah patahan uji kekuatan impact.
f. Tabel 3.2. Jumlah Spesimen Uji
Nama Pengujian
Fraksi Panjang
30 mm 60 mm 90 mm
Impact 6 6 6
SEM 1 1 1
OM 5 5 5
73
12. Alur Proses Pengujian
Gambar 3.35. Diagram Alir Penelitian Uji Impact
Pengolahan dan Analisis Data
Kesimpulan
Selesai
Study Literatur dan Survey Lapangan
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
Berdasarkan hasil pengujian dan pembahasan terhadap kekuatan impact komposit epoxy berpenguat serat ijuk, kesimpulan yang didapat adalah sebagai berikut :
1. Energi impact komposit berpenguat serat ijuk 3 cm, 6 cm dan 9 cm lebih tinggi dibandingkan dengan epoxy murni dengan persentase kenaikan sebesar 241,94% untuk variasi 3 cm, 301,3% untuk variasi 6 cm dan 350,01% untuk variasi 9 cm. Hal ini dikarenakan adanya serat sebagai pengisi sehingga serat ikut menahan beban impact yang menyebabkan penjalaran perpatahan tertahan oleh serat dan matrix secara bersamaan sebelum mengalami patah.
2. Semakin panjang serat maka semakin tinggi energi impact-nya dikarenakan pada minimal panjang serat maka serat tersebut dapat menahan beban optimal yang diberikan pada campuran antara serat. Hal tersebut disebut dengan panjang kritis serat.
pull-135 out pada variasi 3 cm, 21,87% pada variasi 6 cm dan 18,96% pada variasi 9 cm.
4. Persentase error pada data hasil pengujian impact untuk variasi 3 cm adalah sebesar 14%, untuk variasi 6 cm sebesar 21% dan untuk 9 cm sebesar 12%. Hal ini disebabkan proses fabrikasi yang kurang baik karena pendistribusian serat pada papan komposit yang kurang merata terhadap matriksnya sehingga sehingga kekuatan impact pada masing-masing spesimen berbeda nilainya.
5.2. Saran
Dari hasil penelitian dan pembahasan terhadap kekuatan impact komposit epoxy berpenguat serat ijuk kali ini, masih didapatkan spesimen yang kurang maksimal. Hal tersebut terjadi karena masih kurang baiknya proses fabrikasi terhadap komposit yang menyebabkan persentase massa tidak maksimal. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap proses fabrikasi komposit serat, terutama pada proses pencetakan komposit.
DAFTAR PUSTAKA
Anonym. 2009. “Perbedaan Serat Alami dan Buatan” Dari :
http://137maestro.blogspot.com/2009/05/perbedaan-serat-alami-dan-buatan.html
Arumaarifu. 2010. Apa itu Komposit. http://arumaarifu.wordpress.com. Diakses 12 Mei 2012.
Avner, S.H. 1964. Introduction to Physical Metallurgy, Mc. Graw-Hill, New York.
Badan Pusat Statistik dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Lampung. 2007. Lampung Dalam Angka 2007. Lampung. BPS Provinsi Lampung.
Callister, W.D., (2003), ”Material Science and Engineering” an Introduction, JohnWilley&Sons, Inc., New York.
Christiani, Evi. 2008. Karakterisasi Ijuk Pada Papan Komposit Ijuk Serat Pendek Sebagai Perisai Radiasi Neutron. Universitas Sumatera Utara: Sumatera Utara.
Diharjo, K, dan Triyono, T. 2003. Buku Pegangan Kuliah Material Teknik. Universitas Sebelas Maret: Surakarta.