• Tidak ada hasil yang ditemukan

INTERAKSI SOSIAL MASYARAKAT DESA BALINURAGA DENGAN MASYARAKAT DESA AGOM PASCA KONFLIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "INTERAKSI SOSIAL MASYARAKAT DESA BALINURAGA DENGAN MASYARAKAT DESA AGOM PASCA KONFLIK"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

ABSTRAK

INTERAKSI SOSIAL MASYARAKAT DESA BALINURAGA DENGAN MASYARAKAT DESA AGOM PASCA KONFLIK

Oleh

HENDRA PRATAMA

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menjelaskan bagaimana proses interaksi sosial yang bersifat menggabungkan (Associative Processes) dan proses interaksi sosial yang bersifat menceraikan (Dissociative Processes) pada masyarakat Desa Balinuraga pasca terjadinya konflik dengan masyarakat Desa Agom. Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan metode pengumpulan data observasi, wawancara mendalam dan studi kepustakaan. Teknik analisa data dilakukan dengan cara reduksi data, penyajian data serta penarikan simpulan dan verifikasi. Dari hasil penelitiam menunjukan bahwa interaksi masyarakat Desa Balinuraga pasca terjadinya konflik cenderung bersifat menggabungkan, antara lain : kerja sama, akomodasi, asimilasi dan akulturasi. Dalam kehidupan pasca konflik pada masyarakat Desa Balinuraga juga terdapat bentuk interaksi yang bersifat menceraikan antara kedua belah pihak yang merupakan suatu hambatan untuk dapat menerapkan proses interaksi yang baik seperti, persaingan dan kontraversi. Pasca konflik telah merubah kehidupan masyarakat Desa Balinuraga menuju kehidupan bermasyarakat yang lebih baik, terutama dalam kehidupan berkelompok, keagamaan dan kebudayaan.

(3)

INTERAKSI SOSIAL MASYARAKAT DESA

BALINURAGA DENGAN MASYARAKAT DESA

AGOM PASCA KONFLIK

(Skripsi)

Oleh

HENDRA PRATAMA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)

INTERAKSI SOSIAL MASYARAKAT DESA

BALINURAGA DENGAN MASYARAKAT DESA

AGOM PASCA KONFLIK

Oleh

HENDRA PRATAMA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA SOSIOLOGI

Pada

Jurusan Sosiologi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Hendra Pratama dilahirkan pada tanggal 22 Januari 1991, di Kotagajah Lampung Tengah. Merupakan putra pertama dari pasangan Bapak Ahmad Basori dan seorang Ibu yang bernama Siti Khodijah.

(11)

MOTTO

Barangsiapa bersungguh-sungguh, sesungguhnya kesungguhan itu adalah untuk dirinya sendiri

(QS Al-Ankabut [29] : 6 )

Barangsiapa ingin mutiara, harus berani terjun di lautan yang dalam

(Ir. Soekarno)

Semua orang tidak perlu menjadi pemalu karena pernah berbuat kesalahan, selama ia menjadi lebih bijaksana daripada sebelumnya

(12)

Persembahan

Dengan mengucap Syukur kepada Allah SWT dan dengan segala ketulusan

serta kerendahan hati, kupersembahkan karya kecil ini sebagai ungkapan

setiaku kepada :

Ayahanda Ahmad Basori dan Ibunda Siti Khodijah

yang sangat aku cintai dan sayangi, terimakasih atas doa, nasihat,

pengorbanan, dan kasih sayang yang tiada henti demi keberhasilanku

Saudara-saudara ku dan keluarga besar

Terima kasih atas doa, nasihat serta motivasinya, karena kalian aku

bisa bersemangat belajar dan bercanda ria

Para Pendidik ku

Atas bimbingan dan ajarannya hingga aku dapat melihat

dunia dengan ilmu dan mempunyai keberanian untuk

menjalani hidup

Sahabat-sahabat ku

Menemaniku saat suka dan duka, memberikan canda dan tawa,

pengalaman serta menjadikan hari-hari yang ku laluilebih berwarna

dengan kebersamaan

(13)

SANWACANA

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat, hidayah dan inayah-Nya di setiap perjalanan hidup dalam setiap menempuh pendidikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Interaksi Sosial Masyarakat Desa Balinuraga Dengan Masyarakat Desa Agom Pasca Konflik” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

sarjana Sosiologi pada Fakultas Ilmu Sosial dan ilmu Politik di Universitas Lampung.

Dalam penulisan skripsi ini banyak pihak yang telah memberikan bimbingan, motivasi serta dukungan kepada penulis. Atas segala bantuan yang diterima, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Drs. Hi. Agus Hadiawan, M.Si., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

2. Bapak Drs. Susetyo, M.Si., selaku Ketua Jurusan Sosiologi.

(14)

4. Bapak Dr. Hartoyo M.Si., selaku Pembimbing Akademik, terimakasih banyak atas segala saran dan bimbingan selama menjadi mahasiswa dan selama proses penyelesaian skripsi.

5. Ibu Dr. Erna Rochana M.Si., selaku penguji utama terimakasih banyak atas saran dan bimbingan selama menjadi mahasiswa serta selama proses penyelesaian skripsi ini.

6. Terimakasih banyak kepada seluruh dosen-dosen Sosiaologi yang telah banyak memberikan ilmu dan inspirasi yang sangan besar kepada penulis, Ibu Erna, Ibu Anita, Ibu Vivit, Ibu Paraswati, Ibu Dewi, Ibu Yuni, Pak Ikram, Pak Gede, Pak Sus, Pak Gede, Pak Fahmi, Pak Bintang, Bung Pay. Terimakasih untuk setiap pengetahuan dan motivasi baru yang penulis peroleh setiap harinya selama kuliah.

7. Kepada seluruh keluarga besarku yang tiada henti-hentinya memberikan semangat dan dukungan, ayah ibu (terimakasih atas segala doa dan kasih sayangmu yang selalu menjadi kekuatan bagiku) Mbah Uti dan Mbah Kakung (terimakasih atas segala doa serta semangat yang selalu engkau berikan sehingga aku bisa menjadi seorang sarjana, begitu besar jasamu dalam kehidupanku) Uyek Oom (terimakasih banyak atas motivasi dan bantuannya, entah bagaimana aku harus membalasnya) Mama (terimakasih banyak atas segala doa dan semangat yang selalu engkau berikan kepadaku) Bude, Pakde, Oom Lelek (terimakasih banyak karna engkau selalu memberikan doa dan semangat dalam kehidupanku).

(15)

Terimakasih banyak atas doa kalian, karna kalian adalah sebagian dari semangatku.

9. Terimakasih banyak kepada Farikha Lailia karna selalu memberikanku semangat dalam mencapai gelar sarjana dan selalu setia menemani langkahku.

10.Sosiologi 2010, Arif Munandar (pinter, tampan, mudah bergaul, ya walaupun sering gagal sih...) Bayu Mars Dorayidi (jago main musik, bahasa Inggris ok, tapi gampang tepar) Fahrurozi Syaputra (pandai bernyanyi dan mengaji, temen gw yang paling alim, dia adalah sarjana Sosiologi jomblo yang pertama kali lulus). Kalian adalah sahabat terhebatku, tiga tahun kita tak terpisahkan. Susah senang selalu kita jalani dan kita lewati bersama, makan satu piring, tidur satu ranjang adalah kebiasaan yang takkan pernah kita lewatkan. Terimakasih banyak untuk segala doa dan kerjasama semasa kuliah.

11.Terimakasih banyak kepada Mas Syamsul, Mas Rudi, Mbak Eni, Andri dan seluruh karyawan yang bekerja di Koperasi Simpan Pinjam Syariah Wijaya Kesuma Kotagajah, karena berkat kalian aku dapat menyelesaikan skripsi ini.

12.Kepada seluruh warga Desa Balinuraga, Pak Wayan Gambar, Pak Made Santre, terimakasih banyak karna telah membantu menyelesaikan skripsi ini.

(16)

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, penulis mohon maaf dan semoga skripsi ini dapat diterima di masyarakat. Harapan penulis semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat memberikan informasi untuk seluruh pihak. Semoga kita semua selalu dalam lindungan-Nya dan senantiasa menjadi orang-orang yang istiqomah berada di jalan-Nya. Amin.

Wassalamu’al

aikum Wr. Wb.

Bandar Lampung Mei 2014

Penulis,

(17)
(18)

4. Faktor Penyebab Perubahan Sosial………...…. 16

B. Tinjauan Tentang Pola Interaksi Sosial………..…... 17

1. Konsep Pola Interaksi Sosial………... 17

2. Proses Interaksi Sosial………..…. 19

3. Bentuk-bentuk Interaksi Sosial………...…….…. 20

C. Tinjauan Tentang Konflik ... 25

1. Konsep Konflik………... 25

2. Faktor Pemicu Konflik……… ……. 25

3. Pengelolaan Konflik……….…. 27

4. Penyelasaian Konflik……….….... 28

D. Kerangka Pikir……….... 30

E. Skema Kerangka Pikir………….……….…..……... 32

III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian………..……… 33

B. Fokus Penelitian……… 34

C. Lokasi Penelitian………..………. 34

D. Penentuan Informan ………. 35

E. Teknik Pengumpulan Data………….………... 35

(19)

IV . GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Gambaran Umun Desa Bali Nuraga……….………. 43

1. Sejarah... 43

2. Tabel susunan Pemerintahan Desa Balinuraga tahun 196.. 44

3. Administratif Pemerintahan... 45

4. Struktur Mata Pencaharian... 50

5. Keadaan Alam dan Sumber Daya lainya... 51

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil Informan……...……....………...….. 52

B. Interaksi Masyarakat Balinuraga Pasca Terjadinya Konflik... 54

1. Bentuk-bentuk Interaksi Sosial………...…. 55

2. Proses Asosiatif (associative proceses)…………...………. 57

3. Proses Disosiatif (dissociative processes)………….….…. 64

C. In-Group………... 75

D. Out-Group………....….… 76

VI. PENUTUP A. Simpulan……….…………....…. 77

B. Saran……….…...……...…. 80

(20)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 4.1 . Susunan Pemerintahan………... 44

Tabel 4.2. Luas Wilayah Desa Balinuraga………... 45

Tabel 4.3 . Dusun dan jumlah RT………...…….. ... 47

Tabel 4.4. Nama-nama Kepala Desa ………... 48

Tabel 4.5. Jumlah Pendidikan……….……….……... 50

Tabel 1.6. Jenis Pekerjaan………….………....……… ... 50

Tabel 5.1 Informan………...…….... 52

Tabel 5.2 Interaksi Asosiatif………....………... 67

(21)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

(22)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Panduan Wawancara………

(23)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia sebagai makhluk sosial dalam suatu masyarakat pada dasarnya untuk memenuhi kebutuhan hidup dan mempertahankan hidupnya membutuhkan manusia lain di sekelilingnya, atau dengan kata lain bahwa dalam kehidupnya manusia tidak terlepas dengan manusia lainnya, sehingga hubungan antar manusia tersebut merupakan kebutuhan yang objektif. Analisa mengenai manusia sebagai makhluk sosial telah banyak dilakukan, yang menyatakan bahwa manusia adalah makhluk sosial (zoon politicoon; man is a social animal) (Soekanto, 1990:74).

(24)

2

sebagai tindakan sosial individu yang secara subjektif diarahkan terhadap orang lain (Johnson, dalam Soekanto 1990:214).

Masyarakat secara universal dipandang sebagai kekuatan impersonal yang mempengaruhi, mengekang dan juga menentukan tingkah laku anggota-anggotanya. Dalam pandangan Durkheim, masyarakat merupakan suatu kenyataan yang objektif secara mandiri, bebas dari individu-individu yang merupakan anggota-anggotanya, katanya kita harus mencari pengertian tentang kehidupan sosial di dalam sifat hakikat masyarakat itu sendiri (Wirutomo, 2003:5-6). Menurut Linton masyarakat merupakan setiap kelompok manusia yang telah hidup dan bekerja sama cukup lama sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan menganggap diri mereka sebagai satu kesatuan sosial dengan batas-batas yang dirumuskan dengan jelas (Linton, dalam Rusdianta 2009:8).

Aguste Comte menyatakan bahwa masyarakat bukanlah hanya sekedar suatu penjumlahan individu- individu tetapi masyarakat merupakan suatu sistem yang dibentuk dari hubungan-hubungan sosial di antara mereka, sehingga menampilkan suatu realita tertentu yang mempunyai ciri-cirinya sendiri. Jadi pada dasarnya dalam setiap kehidupan masyarakat terdapat hubungan sosial antara individu dengan individu, individu dengan kelompok dan kelompok dengan kelompok atau dalam konteks sosiologi disebut interaksi sosial. (Comte, dalam Rusdianta 2009:9).

(25)

3

disebabkan oleh adanya kesadaran dari setiap individu maupun kelompok akan kehadirannya diantara individu maupun kelompok lainnya. Artinya, ketika diantara mereka ada perasaan untuk saling berbuat, saling mengakui, dan saling mengenal (mutual action dan mutual recognition). Hubungan sosial atau Interaksi sosial merupakan syarat utama terjadinya berbagai aktivitas sosial dalam kehidupan masyarakat. Bentuk lain dari proses sosial hanya merupakan bentuk-bentuk khusus dari interaksi sosial. Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-orang perorangan dengan kelompok manusia (Rusdianta, 2009:25).

Kimball Young dalam Soekanto (1990:67) mengemukakan bahwa interaksi adalah kunci dari semua kehidupan sosial, oleh karena tanpa interaksi tidak mungkin akan ada kehidupan bersama. Dalam interaksi sosial terkandung makna tentang kontak secara timbal balik atau inter-stimulasi dan respon antara individu dan kelompok.

Kimbal Young (dalam Soekanto,1990:88) mengemukakan bahwa, interaksi sosial dapat berlangsung antara:

1) orang perorang dengan kelompok atau kelompok dengan orang perorang (there may be to group or group to person relation);

2) kelompok dengan kelompok (there is group to group interaction); 3) orang perorangan (there is person to person interaction). Dalam

melakukan interaksi tersebut diharapkan terjadi penyesuaian (adaptasi) dengan lingkungannya.

(26)

4

Sebagaimana yang dijelaskan di atas maka proses interaksi sosial yang terjadi dalam setiap kehidupan masyarakat biasanya didasarkan pada dua syarat yaitu adanya kontak sosial dan adanya komunikasi. Kontak sosial merupakan usaha pendekatan pertemuan fisik dan rohaniah, kontak sosial juga dapat bersifat positif dan negatif. Kontak sosial yang bersifat positif mengarah pada suatu kerjasama, sedangkan kontak sosial yang bersifat negatif mengarah pada pertentangan atau bahkan sama sekali tidak menghasilkan interaksi sosial. Selanjutnya, komunikasi merupakan usaha penyampaian informasi kepada manusia lainnya, tanpa komunikasi tidak mungkin terjadi proses interaksi sosial. Dalam komunikasi sering muncul pelbagai macam penafsiran terhadap makna suatu tingkah laku orang lain akibat perbedaan konteks sosialnya (Rusdianta, 2009:26).

Perbedaan konteks sosial sering tejadi di antara individu maupun kelompok dalam setiap kehidupan masyarakat manapun, hal ini merupkan bagian dari proses sosial yang dialami dan seringkali terjadi dalam suatu kehidupan masyarakat, dengan adanya hal tersebut pada setiap masyarakat dan kenyataannya akan mengalami perubahan-perubahan, perubahan mana yang dapat berupa perubahan yang tidak menarik dalam arti kurang mencolok (Soerjono Soekanto, 2002:301).

(27)

5

mengalami apa yang dinamakan dengan perubahan-perubahan (Soerjono Soekanto, 2002:317).

Adanya perubahan-perubahan tersebut akan dapat diketahui bila kita melakukan suatu perbandingan dengan menelaah suatu masyarakat pada masa tertentu yang kemudian kita bandingkan dengan keadaan masyarakat pada waktu yang lampau.Tetapi perubahan yang terjadi antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain tidak selalu sama. Hal ini dikarenakan adanya suatu masyarakat yang mengalami perubahan yang lebih cepat bila dibandingkan dengan masyarakat lainnya. Perubahan tersebut dapat berupa perubahan-perubahan yang tidak menonjol atau tidak menampakkan adanya suatu perubahan. Juga terdapat adanya perubahan-perubahan yang memiliki pengaruh luas maupun terbatas. Di samping itu ada juga perubahan-perubahan yang prosesnya lambat, dan perubahan-perubahan yang berlangsung dengan cepat (Soerjono Soekanto, 2009:261).

Menurut Soerjono Soekanto (2009:275) faktor yang menyebabkan perubahan sosial diantaranya adalah

1. Bertambah atau berkurangnya penduduk 2. Penemuan-penemuan baru

3. Pertentangan (conflict) masyarakat 4. Terjadinya pemberontakan atau revolusi

(28)

6

oleh adanya berbagai kepentingan individu maupun kelompok yang tidak terpenuhi sehingga menimbulkan konflik diantara mereka (Robert H. Laurer, 1993:278 ).

Bangsa Indonesia seperti bangsa-bangsa lain yang ada di dunia pasti selalu mengalami proses perubahan sosial, baik perubahan sosial tersebut skalanya kecil maupun besar, cepat atau lambat semuanya pasti akan mengalaminya, Dari berbagai proses perubahan tersebut kita dapat melihat diberbagai daerah banyak terjadi pergeseran nilai-nilai budaya yang sering berujung pada ketimpangan- ketimpangan sosial dan akhirnya dapat menimbulkan konflik, baik konflik vertikal maupun konflik horisontal1

Negara yang masyarakatnya multikultural dan memiliki populasi penduduk yang banyak tentu tidak terhindar dari apa yang disebut dengan konflik, baik itu konflik internal maupun eksternal, dalam teori konflik juga diasumsikan bahwa setiap masyarakat pasti mengalami pertikaian dan konflik, setiap masyarakat memberikan sumbangan terhadap disintegrasi dan perubahan, dimana ketika suatu masyarakat yang mengalami konflik yang mengakibatkan perpecahan antar satu kelompok dengan yang lainnya, maka tahap selanjutnya adalah terjadinya perubahan sosial yang lebih baik dari sebelumnya.

Konflik sederhananya dapat diartikan sebagai sebuah moment perpecahan yang pada dasarnya terjadi pertentangan dalam berbagai bentuk, baik ide,

1

A rul Dja a , dala jur al pe elitia interaksi Sosial Pasca Konflik Horisontal

(29)

7

kepentingan dan lain-lain akan membawa suatu dampak perubahan yang pada akhirnya dapat dinilai oleh setiap individu di dalam masyarakat itu sendiri terhadap hal negatif dan positifnya (Robert H. Laurer, 1993:280). Dalam ruang sosial interaksi yang terjadi antara individu maupun kelompok biasanya memiliki tingkat partisipasi yang cukup tinggi. Hal ini disebabkan oleh adanya berbagai kepentingan setiap individu maupun kelompok tersebut untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidup mereka. Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa konflik yang terjadi dalam kehidupan masyarakat ada yang bersifat negatif maupun bersifat positif (Robert. H Laurer, 1993:281).

Terkait dengan hal tersebut, di Indonesia tentu saja telah banyak mengalami konflik di sejumlah daerah yang banyak menciptakan perubahan sosial setelah terjadinya konflik, baik itu konflik agama, suku, ras seperti konflik yang terjadi di Lampung antara masyarakat Desa Balinuraga dengan masyarakat Desa Agom.

(30)

8

itu, diduga dipicu informasi adanya kasus pelecehan seksual terhadap dua gadis warga Desa Agom, Kalianda, saat bersepeda motor melewati Desa itu yang dilakukan beberapa pemuda di sana. Namun belakangan dinyatakan bahwa para pemuda itu justru bermaksud menolong kedua gadis yang mengalami kecelakaan lalu lintas dan terjatuh dari sepeda motornya, kemudian justru tersebar informasi bahwa mereka melakukan pelecehan terhadap kedua gadis itu. Kabar itulah yang memicu warga Desa Agom dan beberapa Desa sekitarnya menjadi marah, sehingga mendatangi dan menyerang warga Desa Balinuraga/Sidoreno, Waypanji, sehingga terjadi bentrokan berdarah.2

Menurut pendapat Soerjono Soekanto diatas, faktor-faktor penyebab perubahan sosial salah satunya disebabkan karena adanya pertentangan (conflict) masyarakat. Pertentangan atau konflik yang terjadi antara Desa Balinuraga dan Agom sangat relevan dengan teori yang disampaikan oleh Soerjono Soekanto.

Menurut peneliti sangat penting dilakukannya penelitian terkait perubahan sosial pada interaksi masyarakat pasca terjadinya konflik, sebab interaksi sosial pada masyarakat yang berkonflik secara otomatis akan mengalami perubahan. Perubahan-perubahan yang terjadi dapat mengarah pada perubahan yang positif (asosiatif) maupun negatif (disosiatif). Pengetahuantentang perubahan dari hasil penelitian inidapat menjadi acuan

2Ir H Anshori Djausal 2012, dalam buku “ Merajut Jurnalisme Damai di Lampung” Aliansi

(31)

9

bagi pemerintah setempat untuk merumuskan kebijakan-kebijakan yang terkait dengan kesejahteraan masyarakat.

Selain itu juga penelitian ini dilakukan agar penanganan masyarakat pada pasca konflik dapat dilakukan secara berkelanjutan (sustainable). Keberlanjutan tersebut dimaksudkan agar masyarakat dapat kembali pada kondisi semula atau lebih baik secara sosial, budaya, atau bahkan ekonomi. Hal tersebut dikarenakan, kebanyakan penanganan masyarakat pasca konflik hanya dilakukan pada saat pemberitaan sedang hangat (hot issues), sedangkan ketika pemberitaan mulai mereda, bantuan yang diberikan juga mereda sejalan dengan pemberitaan yang ada.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang sudah dipaparkan tersebut, maka masalah

penelitian ini adalah “Bagaimanakah cara masyarakat Balinuraga

menerapkan proses sosial yang bersifat menggabungkan (associative processes)dan proses sosial yang bersifat menceraikan (dissociative processes) agar tidak terjadi konflik dikemudian hari terhadap masyarakat Desa Agom?”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukanya penelitian ini adalah

(32)

10

2. Untuk mengetahui perubahan perilaku masyarakat Balinuraga serta akulturasi budaya seperti apa yang terjadi pascakonflik antara antara kedua belah pihak.

D. Manfaat Penelitian

Teoritis dan Praktis.

1. Aspek Teoritis, yaitu dapat memberikan sumbangan berupa khasanah pengetahuan bagi topik perubahan sosial

(33)

11

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Perubahan Sosial 1. Konsep Perubahan Sosial

Perubahan sosial sebagai perubahan-perubahan sosial yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat. Pandangan serupa dikemukakan oleh Wilbert Moore yang memandang perubahan sosial sebagai perubahan struktur sosial, pola perilaku dan interakasi sosial. Sedangkan Menurut Mac Iver, perubahan sosial merupakan perubahan yang terjadi dalam hubungan sosial atau sebagai perubahan terhadap keseimbangan (Robert H. Laurer, 1993:289).

(34)

12

Definisi perubahan sosial menurut beberapa ahli sosiologi: Soerjono Soekanto (2009:262-263).

a. Kingsley Davis

mengartikan “perubahan sosial sebagai perubahan-perubahan yang

terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat” (Soerjono Soekanto, 2009:262)

b. MacIver

mengatakan “perubahan-perubahan sosial merupakan sebagai

perubahan-perubahan dalam hubungan sosial (social relationships) atau sebagai perubahan terhadap keseimbangan (equilibrium)

hubungan sosial” (Soerjono Soekanto, 2009:263)

c. JL.Gillin dan JP.Gillin

mengatakan “perubahan-perubahan sosial sebagai suatu variasi dari

cara-cara hidup yang telah diterima, baik karena perubahan-perubahan kondisi geografis, kebudayaan material, komposisi penduduk, idiologi maupun karena adanya difusi ataupun penemuan-penemuan baru dalam masyarakat”(Soerjono Soekanto, 2009:263) d. Selo Soemardjan.

Rumusannya adalah “segala perubahan- perubahan pada

lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap dan pola perilaku di antara kelompok-kelompok dalam

(35)

13

Dari definisi di atas dapat disimpulkan perubahan sosial adalah perubahan yang terjadi dalam struktur masyarakat yang dapat mempengaruhi pola interaksi sosial di dalam suatu yang dapat bersifat membangun karakter manusia menuju proses yang lebih baik atau malah sebaliknya.

2. Karakteristik Perubahan Sosial

Perubahan Sosial memiliki beberapa karakteristik yaitu:

a. Pengaruh besar unsur kebudayaan material terhadap unsur-unsur immaterial.

b. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat.

c. Perubahan-perubahan dalam hubungan sosial (social relationships) atau sebagai perubahan terhadap keseimbangan (equilibrium) hubungan sosial.

d. Suatu variasi dari cara-cara hidup yang telah diterima, baik karena perubahan- perubahan kondisi geografis, kebudayaan material, komposisi penduduk, idiologi maupun karena adanya difusi ataupun penemuan-penemuan baru dalam masyarakat.

e. Modifikasi-modifikasi yang terjadi dalam pola-pola kehidupan manusia.

(36)

14

3. Bentuk-bentuk Perubahan

a. Perubahan lambat dan perubahan cepat

Perubahan-perubahan yang memerlukan waktu yang lama, rentetan rentetan perubahan kecil yang saling mengikuti dengan lambat, dinamakan evolusi. Pada evolusi perubahan terjadi dengan sendirinya tanpa rencana atau kehendak tertentu. Perubahan tersebut terjadi karena usaha-usaha masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan keperluan-keperluan, keadaan-keadaan, dan kondisi-kondisi baru yang timbul sejalan pertumbuhan masyarakat (Soerjono Soekanto, 2009:269).

Soerjono Soekanto (2009:271) Sementara itu perubahan-perubahan sosial yang berlangsung dengan cepat dan menyangkut dasar-dasar atau sendi-sendi pokok kehidupan masyarakat. Secara Sosiologis agar suatu revolusi dapat terjadi, maka harus dipenuhi syarat-syarat tertentu antara lain:

1) Harus ada keinginan umum untuk mengadakan suatu perubahan. 2) Adanya seorang pemimpin atau sekelompok orang yang dianggap

mampu memimpin masyarakat tersebut.

3) Pemimpin diharapkan dapat menampung keiginan-keinginan masyarakat untuk kemudian merumuskan serta menegaskan rasa tidak puas tadi menjadi program dan arah gerakan.

4) Pemimpin tersebut harus dapat menunjukkan suatu tujuan pada masyarakat.

(37)

15

b. Perubahan Kecil dan Perubahan Besar

Perubahan kecil adalah perubahan-perubahan yang terjadi pada unsur unsur struktur sosial yang tidak membawa pengaruh langsung atau yang berarti bagi masyarakat.Perubahan mode pakaian, misalnya, tidak akan membawa pengaruh apa- apa bagi masyarakat dalam keseluruhannya, karena tidak mengakibatkan perubahan- perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan. Sedangkan perubahan besar adalah perubahan-perubahan yang terjadi pada unsur-unsur struktur sosial yaitu membawa pengaruh besar pada masyarakat(Soerjono Soekanto, 2009:272).

c. Perubahan yang dikehendaki (intended-change) atau perubahan yang direncanakan (planned-chage) dan perubahan yang tidak dikehendaki (unitended-change) atau perubahan yang tidak direncanakan (unplanned-change).

(38)

16

dan dapat menyebabkan timbulnya akibat-akibat sosial yang tidak diharapkan masyarakat (Soerjono Soekanto, 2009:272-273).

4. Faktor Penyebab Perubahan Sosial

Soerjono Soekanto (2009:275-282) Secara umum penyebab dari perubahan sosial budaya dibedakan atas dua golongan besar, yaitu: Perubahan yang berasal dari masyarakat itu sendiri dan Perubahan yang berasal dari luar masyarakat. Secara jelas akan dipaparkan di bawah ini:

a. Perubahan yang Berasal dari Masyarakat. i. Bertambah atau berkurangnya penduduk.

Perubahan jumlah penduduk merupakan penyebab terjadinya perubahan sosial, seperti pertambahan atau berkurangnya penduduk pada suatu daerah tertentu. Bertambahnya penduduk pada suatu daerah dapat mengakibatkan perubahan pada struktur masyarakat, terutama mengenai lembaga-lembaga kemasyarakatan. Sementara pada daerah lain terjadi kekosongan sebagai akibat perpindahan penduduk tadi.

ii. Penemuan-penemuan baru

(39)

17

b. Perubahan yang Berasal dari Luar Masyarakat.

i. Sebab-sebab yang berasal dari lingkungan alam fisik yang ada disekitar manusia.

Menurut Soerjono Soekanto sebab yang bersumber pada lingkungan alam fisik yang kadang-kadang disebabkan oleh tindakan para warga masyarakat itu sendiri. Misalnya, penebangan hutan secara liar oleh segolongan anggota masyarakat memungkinkan untuk terjadinya tanah longsor, banjir dan lain sebagainya.

ii. Peperangan

Peperangan yang terjadi dalam satu masyarakat dengan masyarakat lain menimbulkan berbagai dampak negatif yang sangat dahsyat karena peralatan perang sangat canggih.

iii. Pengaruh kebudayaan masyarakat lain.

Adanya interaksi langsung antara satu masyarakat dengan masyarakat lainnya akan menyebabkan saling pengaruh. Selain itu pengaruh dapat berlangsung melalui komunikasi satu arah yakni komunikasi masyarakat dengan media-media massa.

B. Tinjauan Tentang Pola Interaksi Sosial 1. Konsep Pola Interaksi Sosial

(40)

18

cinta kasih, kerukunan, solidaritas dan dikatakan sebagai proses positif. Sedangkan proses sosial menceraikan mengarah kepada terciptanya nilai-nilai negatif atau asosial seperti kebencian, permusuhan, egoisme, kesombongan, pertentangan, perpecehan dan ini dikatakan proses negatif . Gillin dan Gillin dalam (Soerjono Soekanto, 2002:71).

Interaksi sosial adalah suatu hubungan timbal balik antara individu dengan individu lainnya, individu dengan kelompok dan sebaliknya. Interaksi sosial memungkinkan masyarakat berproses sedemikian rupa sehingga membangun suatu pola hubungan. Interaksi sosial dapat pula diandaikan dengan apa yang disebut Weber sebagai tindakan sosial individu yang secara subjektif diarahkan terhadap orang lain(Robert H. Laurer, 1993:37)

(41)

19

2. Proses Interaksi Sosial

Berlangsungnya suatu proses interaksi didasarkan pelbagai faktor, antara lain faktor imitasi, sugesti, identifikasi dan simpati. Faktor-faktor tersebut dapat bergerak baik sendiri-sendiri secara terpisah maupun dalam keadaan tergabung. Dijelaskan lebih lanjut bahwa faktor imitasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses interaksi sosial. Salah satu segi positifnya ialah dapat mendorong seseorang mematuhi kaedah-kaedah dan nilai-nilai berlaku, sedangkan segi negatifnya antara lain tindakan yang ditiru adalah tindakan yang menyimpang. Faktor sugesti terjadi apabila seseorang memberikan pandangan atau suatu sikap yang kemudian diterima pihak lain (Soekanto,2002:69),

(42)

20

Dalam menanggapi interaksi sosial, selain Simmel dapat pula dikemukakan di sini pendapat dari Robert K. Merton (dalam Soekanto, 2009:71) yang menjelaskan bahwa interaksi sosial itu terbentuk karena adanya kesamaan tujuan dan makna dari interaksi tersebut. Dikemukakan bahwa tujuan dan makna adalah inti (core) dari interaksi sosial, yang memberikan bobot pada interaksi yang dikembangkan. Semakin banyak kesamaan tujuan dan makna yang dikembangkan, makin besar bobot interaksi yang dikembangkan, ada beberapa pilihan yang dimungkinkan untuk individu bertindak dalam kontek interaksi bila interaksi yang dilakukan tidak berkembang. Di mulai dari toleransi yang paling rendah yaitu melakukan perbaikan pada diri sendiri, merupakan sesuatu yang arif yang dikembangkan manusia.

Upaya lain yang dilakukan setelah kegagalan adalah adanya kecenderungan manusia untuk mengambil langkah tidak memperbesar pertentangan dengan cara menarik diri dari jaringan interaksi. Tindakan ini menunjukkan bahwa manusia memiliki sifat dasar untuk menghindarkan diri dari resiko benturan dengan orang lain yang sekaligus menonjolkan eksistensi diri. Sedangkan tindakan menentang atau memberontak secara terbuka adalah pilihan terakhir dari pilihan yang tidak dapat dihindarkan (Robert H. Laurer,1993:39).

3. Bentuk-bentuk Interaksi Sosial

(43)

21

pertentangan atau pertikaian (conflict). Suatu pertikaian mungkin penyelesaian tersebut hanya dapat diterima untuk sementara waktu, yang dinamakan akomodasi dan ini berarti kedua belah pihak belum tentu puas sepenuhnya suatu keadaan dapat di anggap sebagai bentuk ke empat dari interaksi sosial (Soekanto, 2009:64)

a. Proses Asosiatif (associative proceses)

Soekanto (2009:65-88) bentuk interaksi sosial asosiatif adalah proses interaksi sosial yang mengarah pada kerja sama dan persatuan. Proses asosiatif dibagi menjadi empat kategori, yaitu kooperasi, akomodasi, asimilasi, dan akulturasi.

1. Kerja Sama (Cooperation)

Cooperation, yaitu kerja sama antarwarga negara untuk menjalankan aktivitas bersama. Tujuan kegiatan kooperasi adalah memajukan masyarakat. Cooperation dalam masyarakat dapat berupa kerja bakti, dalam politik dilakukan dengan istilah koalisi. Koalisi adalah kerja sama dua atau lebih partai politik dan membentuk satu fraksi (kekuatan politik) baru. Dalam bidang ekonomi ada istilah merger, yaitu bergabungnya dua atau lebih perusahaan menjadi satu.

2. Akomodasi (accommodation)

(44)

22

Norma adalah aturan-aturan yang terdapat dalam masyarakat dalam bentuk tidak tertulis. Norma biasanya dibuat menurut kesepakatan lingkungan tertentu. Setelah norma dijalankan oleh masyarakat, harapannya norma tersebut akan dipahami oleh masyarakat. Tujuannya agar tidak terjadi pertikaian atau konflik akibat salah paham dengan norma tersebut atau pelaksanaannya yang terpaksa. Dalam akomodasi terdapat istilah koersi, kompromi, mediasi, konsiliasi, dan adjudikasi.

Koersi adalah akomodasi yang dipaksakan. Kompromi adalah menyelesaikan konflik dengan jalan tengah dan tidak merugikan pihak yang berkonflik. Mediasi adalah penyelesaian masalah dengan menghadirkan pihak ketiga untuk membantu menyelesaikan. Konsiliasi adalah menyelesaikan permasalahan dengan dialog. Adjudikasi adalah menyelesaikan masalah sesuai ketentuan hukum yang berlaku.

(45)

23

3. Asimilasi

Proses asimilasi adalah proses interaksi dua kelompok masyarakat yang keduanya melebur menghilangkan perbedaan untuk melakukan persatuan. Proses ini sering terjadi karena dua pihak merasa ingin berkembang bersama tanpa mempermasalahkan perbedaan yang ada. Syarat terjadinya asimilasi adalah bila ada perbedaan ciri khas di antara dua kelompok. Proses asimilasi dapat dibantu dengan adanya perkawinan antarkelompok toleransi, sikap terbuka, dan sedikit persamaan unsur kebudayaan. Berikut tersaji tabel yang berisikan tentang faktor pendorong dan penghambat adanya asimilasi.

4. Akulturasi

Akulturasi adalah proses sosial yang terjadi karena pertemuan dua kebudayaan secara berkesinambungan. Pertemuan ini akan menghasilkan ciri tertentu dan masih meninggalkan ciri asli tiap kelompok budaya.

b. Proses Disosiatif (dissociative processes)

(46)

24

perpecahan yang sangat merugikan kita dan orang lain sebagai kelompok sosial. Oposisi Bentuk interaksi sosial ini terjadi pada manusia yang selalu mencoba menyalahkan hal atau kebijakan yang telah dibuat sebelumnya. Seseorang yang melakukan oposisi disebut dengan oposan. Seorang oposan akan selalu menyerang pendapat orang lain yang tidak sesuai dengan jalan pikiran dan idenya tanpa memiliki alasan pasti. Akibat yang ditimbulkan adalah perpecahan dalam skala besar. Jika hal ini tidak segera diselesaikan, akan menimbulkan permusuhan yang meluas.

1. Persaingan (competition)

Bentuk interaksi sosial kompeisi tujuannya adalah usaha untuk mencapai prestasi dengan cara mempertahankan mutu dan kualitas kerja serta sarana agar masyarakat terus berkembang. Setelah memahami tujuan kompetisi, kita akan membahas bentuk persaingan yang terjadi dalam masyarakat. Bentuk persaingan dalam masyarakat meliputi, sosial, kebudayaan, politik, ekonomi, dan teknologi.

2. Kontraversi (contravention)

(47)

25

sembunyikan, kebencian atau keragu-raguan terhadap keperibadian seseorang.

Berdasarkan uraian tersebut, maka dapatlah dikatakan bahwa pola-pola tindakan dalam berinteraksi pada suatu masyarakat dibentuk oleh sistem nilai budaya yang tercermin dalam karakteristik kelompok masyarakat dan persepsi atau sikap yang hidup dalam masyarakat tersebut.

C. Tinjauan Tentang Konflik 1. KonsepKonflik

Menurut Johnson (Soekanto 2002) konflik adalah situasi dimana tindakan salah satu pihak berakibat menghalangi, menghambat atau mengganggu tindakan pihak lain. (Simon Fisher, 2000:95) konflik akan terjadi bila seseorang melakukan sesuatu tetapi orang lain menolak, menyangkal, merasa keberatan atau tidak setuju dengan apa yang dilakukan seseorang. Selanjutnya dikatakan bahwa konflik lebih mudah terjadi diantara orang-orang yang hubungannya bukan teman dibandingkan dengan orang-orang-orang-orang yang berteman (Simon Fisher, 2000:95).

2. Faktor Pemicu Konflik

(48)

26

masalyang sangat sulit untuk diatasi. Dengan demikian pemicu konflik pada dasarnya dapat berupaperistiwa gangguan keamanan yang biasa atau bahkan sangat sederhana, namun akibat dariadanya kaitan dengan potensi yang mengendap tersebut, maka peristiwa kecil justru seringdimanfaatkan oleh provokator untuk menyulut konflik yang besar (Simon Fisher, 2000 : 97).

Daerah-daerah pasca-konflik umumnya masih dalam kondisi perdamaian yang masih rentan (peace vulnerabilities) sehingga konflik mudah kembali muncul ke permukaan. Tantangan dihadapi terutama bersumber dari masih adanya kesenjangan perdamaian (peace gaps), yaitu kesenjangan antara tujuan perdamaian ideal diharapkan dan realisasi perdamaian nyata dicapai di masyarakat. Untuk memastikan pembangunan perdamaian berlangsung secara berkelanjutan, dengan itu maka penting untuk dilakukan upaya-upaya mengatasi dan mengisi kesenjangan perdamaian (fullfiling the peace gaps) ini, baik pada level kebijakan maupun dalam praktik pembangunan perdamaian ditingkat komunitas (Simon Fisher, 2000 : 99).

(49)

27

3. Pengelolaan Konflik

Pendapat Deutch yang dikutip oleh Bernt dan Ladd (Amrul Djana, 2013) menyatakan beberapa pengelolaan konflik atau bisa disebut manajemen konflik, yaitu :

1. Destruktif Adalah bentuk penanganan konflik dengan menggunakan acaman, paksaan, atau kekerasan. Adanya usaha ekspansi yang meninggi di atas isu awalnya atau bisa dikatakan individu cenderung menyalahkan.

2. Konstruktif Merupakan bentuk penanganan konflik yang cenderung melakukan negosiasi sehingga terjadi satu tawar menawar yang menguntungkan serta tetap mempertahankan interaksi sosialnya. Selain itu dapat pula menggunakan bentuk lain yang disebut reasoning yaitu sudah dapat berpikir secara logis dalam penyelesaian masalah.

(50)

28

4. Penyelasaian Konflik

Prijosaksono dan Sembel (Amrul Djana, 2013) mengemukakan berbagai alternatif penyelesaian konflik dipandang dari sudut menang-kalah masing-masing pihak, ada empat kuadran manajemen konflik yaitu :

1. Kuadran Menang-Menang (Kolaborasi)

Kuadran pertama ini disebut dengan gaya manajemen konflik kolaborasi atau bekerja sama. Tujuan adalah mengatasi konflik dengan menciptakan penyelesaian melalui konsensus atau kesepakatan bersama yang mengikat semua pihak yang bertikai. Proses ini biasanya yang paling lama memakan waktu karena harus dapat mengakomodasi kedua kepentingan yang biasanya berada di kedua ujung ekstrim satu sama lainnya. Proses ini memerlukan komitmen yang besar dari kedua pihak untuk menyelesaikannya dan dapat menumbuhkan hubungan jangka panjang yang kokoh. Secara sederhana proses ini dapat dijelaskan bahwa masing-masing pihak memahami dengan sepenuhnya keinginan atau tuntutan pihak lainnya dan berusaha dengan penuh komitmen untuk mencari titik temu kedua kepentingan tersebut.

2. Kuadran Menang-Kalah (Persaingan)

(51)

29

kedua pihak. Gaya penyelesaian konflik seperti ini sangat tidak mengenakkan bagi pihak yang merasa terpaksa harus berada dalam posisi kalah, sehingga hanya digunakan dalam keadaan terpaksa yang membutuhkan penyelesaian yang cepat dan tegas.

3. Kuadran Kalah-Menang (Mengakomodasi)

Agak berbeda dengan kuadran kedua, kuadran ketiga yaitu kalah-menang ini berarti ada pihak berada dalam posisi mengalah atau mengakomodasi kepentingan pihak lain. Gaya digunakan untuk menghindari kesulitan atau masalah yang lebih besar. Gaya ini juga merupakan upaya untuk mengurangi tingkat ketegangan akibat dari konflik tersebut atau menciptakan perdamaian yang kita inginkan. Mengalah dalam hal ini bukan berarti kalah, tetapi kita menciptakan suasana untuk memungkinkan penyelesaian terhadap konflik yang timbul antara kedua pihak.

4. Kuadran Kalah-Kalah (Menghindari konflik)

(52)

30

D. Kerangka Pikir

Lampung merupakan suatu daerah yang banyak dihuni masyarakat dengan bermacam-macam budaya didalamnya, keanekaragaman budaya dalam suatu masyarakat pasti muncul perbedaan-perbedaan yang beranekaragam dan menimbulkan berbagai macam karakter masyarakat. Perbedaan karakter sikap dan perilaku dapat menyebabkan tidak sejalannya proses interaksi yang terjadi.Banyaknya perbedaan dalam suatu interaksi masyarakat bisa timbul suatu pertentangan dan terjadi konflik dalam suatu masyarakat

tersebut.Konflik bisa timbul dari berbagai macam hal, dari hal yang “sepele”

hingga hal yang membuat orang lain merasa tidak tenang dengan suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang. Konflik tidak bisa lepas dari kehidupan manusia, karena selama masih ada masyarakat pasti akan ada konflik di dalam nya, baik konflik yang tidak terlihat (laten) hingga konflik yang terlihat menimbulkan kekerasan (manifest).

(53)

31

Sedangkan proses sosial yang bersifat menceraikan lebih mengarah ke hal yang negativ seperti permusuhan, kebencian kesombongan, pertentangan yang akan menimbulkan suatu perpecahan.

(54)

32

E. Skema Kerangka Pikir

Gambar 2.1Bagan Kerangka Pikir. 2013

Pertentangan (Conflik) Dalam Masyakat Balinuraga

Perubahan Pola Interaksi Masyarakat

Proses Sosial Bersifat Menggabungkan (associative processes)

(55)

33

III. METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, peneliti menggunakan tipe ini sebab penelitian yang dilakukan hanya dapat dipahami secara konseptual, pemahaman tersebut mengacu kepada teknik pengumpulan data, seperti observasi partisipan, wawancara mendalam, partisipasi total ke dalam aktivitas mereka yang diselidiki, kerja lapangan dan seterusnya yang memungkinkan peneliti mendapatkan informasi tangan pertama mengenai masalah sosial empiris yang kemudian dicari solusi untuk menangani permasalahan dalam suatu masyarakat dengan teori dan cara yang tepat.

Pendekatan kualitatif memungkinkan peneliti untuk mendekati data, sehingga konseptual dan kategoris dari data itu sendiri dan bukan dari teknik-teknik yang dikonsepsikan sebelumnya, tersusun secara kaku dan dikuantifikasi secara tinggi yang memasukkannya saja dunia sosial empiris ke dalam definisi operasional yang telah disusun peneliti.

(56)

34

menelaah informasi lebih mendalam guna mengetahui hasil penelitian serta mengkaji gejala-gejala sosial dan kemanusiaan untuk memahaminya, dengan cara membangun suatu gambaran yang utuh dan holistic yang kompleks, dimana gejala-gejala yang tercakup dalam kajian itu saling terkait satu dengan yang lainnya dan fungsional sebagai suatu sistem.

B. Fokus Penelitian

Fokus penelitian penting dalam suatu penelitian yang bersifat kualitatif. Hal ini guna membatasi pada bidang penelitian, tanpa adanya fokus penelitian, maka penelitian akan terjebak oleh banyaknya data yang diperoleh di lapangan agar peneliti lebih fokus dalam mendapatkan data. Oleh sebab itu, fokus penelitian memiliki peranan yang sangat krusial untuk memandu serta mengarahkan jalannya proses penelitian, peneliti memfokuskan penelitian ini pada aspek perubahan sosial yang bersifat menggabungkan (associative processes) dan perubahan sosial yang bersifat menceraikan (dissociative processes) pada masyarakat Desa Balinuraga.

C. Lokasi Penelitian

(57)

35

D. Penentuan Informan

Informan dalam penelitian ini adalah mereka yang bertempat tinggal di Desa Balinuraga dan mengetahui secara jelas keadaan interaksi masyarakat, baik sebelum konflik terjadi dan juga mengetahui keadaan setelah konflik, informan dipilih sesuai dengan kepentingan permasalahan dan tujuan penelitian untuk menggali ataupun mengumpulkan sebanyak mungkin data serta informasi dari berbagai sumber sebagai dasar penulisan. Informan dalam penelitian ini etnis Bali yang bertempat tinggal di Desa Balinuraga, tokoh adat atau tokoh masyarakat, pemuda dan sejumlah informasi untuk memperkuat data-data penelitian.

E. Teknik Pengumpulan Data

Menurut Goetz dan Le Compte, 1984 dalam (Soetopo, 2006). Sumber data dalam penelitian kualitatif terdiri dari beragam jenis, bisa berupa manusia, peristiwa dan tempat atau lokasi, benda, serta dokumen atau arsip. Beragam sumber data tersebut menuntut cara atau teknik pengumpulan data tertentu yang sesuai dengan sumber datanya guna mendapatkan data yang diperlukan untuk bisa menjawab permasalahannya. Berbagai strategi pengumpulan data dalam penelitian kualitatif secara umum dapat dikelompokan ke dalam dua jenis cara, yaitu metode yang bersifat interaktif dan noninteraktif.

(58)

36

melengkapi mengenai data yang dibutuhkan secara jelas, teknik pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Observasi berperan (Participant Observation)

Observasi atau pengamatan merupakan kegiatan penelitian yang dilakukan secara sistematis dan disengaja untuk melakukan pengamatan dan pencatatan terhadap fenomena-fenomena yang diteliti untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai keadaan atau kondisi yang sebenarnya.

Observasi partisipastif dilakukan dengan berbagai macam pertimbangan, yaitu; pertama, agar tidak terjadi kesenjangan antara peneliti dengan informan, kedua; dengan observasi partisipatif akan terjalin hubungan yang erat (rappot) sehingga terjadi pola hubungan komunikasi yang dekat dengan informan dan lebih terbuka dalam mengungkapkan permasalahan, ketiga; dapat memperoleh informasi yang lebih dalam dan terperinci.

2. Wawancara Mendalam (Indepth Interview)

(59)

37

banyak digunakan dalam penelitian kualitatif, terutama pada penelitian lapangan.

Menurut (Soetopo, 2006) tujuan utama melakukan wawancara adalah untuk bisa menyajikan konstruksi saat sekarang dalam suatu konteks mengenai para pribadi, peristiwa, aktivitas, organisasi, perasaan, motivasi, tanggapan atau persepsi, tingkat dan bentuk keterlibatan, dan sebagainya, untuk merekonstruksi beragam hal seperti itu sebagai bagian dari pengalaman masa lampu, dan memperoyeksikan hal-hal itu yang dikaitkan dengan harapan yang bisa terjadi di masa yang akan datang.

Wawancara di dalam penelitian kualitatif pada umumnya tidak dilakukan secara terstruktur ketat dan dengan pertanyaan tertutup, tetapi dilakukan secara tidak terstruktur sebagai teknik wawancara mendalam, karena peneliti merasa tidak tahu mengenai apa yang terjadi sebenarnya dan ingin menggali informasinya secara mendalam dan lengkap dari narasumbernya. Dengan demikian wawancara ini dilakukan dengan pertanyaan yang bersifat terbuka (open-ended), dan mengarah pada kedalam informasi, serta dilakukan dengan cara yang tidak formal terstruktur, guna menggali pandangan subjek yang diteliti tentang banyak hal yang sangat bermanfaat untuk menjadi dasar bagi penggalian informasinya secara lebih jauh, lengkap dan mendalam.

(60)

38

melakukan pemeriksaan dalam mendapatkan informasi. Wawancara mendalam akan dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara. Hal ini dimaksudkan agar pertanyaan yang diajukan oleh peneliti akan terarah, tanpa mengurangi kebebasan dalam mengembangkan pertanyaan, serta suasana tetap dijaga agar kesan dialogis dan informal nampak. Wawancara mendalam dilakukan beberapa kali kepada setiap informan dengan maksud agar didapatkan gambaran yang lengkap mengenai permasalahan penelitian. Dalam hal ini, wawancara mendalam dilakukan untuk mengetahui perubahan pola interaksi masyarakat balinuraga pasca terjadinya konflik.

3. Studi Kepustakaan

(61)

39

F. Teknik Analisa Data

Dalam proses analisis kualitatif, terdapat tiga komponen utama yang harus benar-benar dipahami oleh setiap peneliti kualitatif. Tiga komponen uatama analisis tersebut adalah reduksi data, sajian data, dan penarikan simpulan serta verifikasinya (Miles dan Huberman, 1984 dalam Soetopo, 2006). Tiga komponen tersebut berarti harus ada, dan selalu terlibat dalam proses analisis, saling berkaitan, serta menentukan arahan isi dan simpulan, baik yang bersifat sementara maupun simpulan akhir sebagai hasil analisis akhir. Tiga komponen analisis tersebut selalu dikomparasikan secara teliti bagi pemantapan pemahaman dan juga kelengkapannya.

Analisa data yang digunakan peneliti adalah sebagaimana yang telah dikembangkan oleh Miles dan Huberman (dalam Soetopo, 2006) dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Reduksi data

Reduksi data merupakan komponen pertama dalam analisa yang merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan dan abstraksi dari semua jenis informasi yang tertulis lengkap dalam catatan lapangan (fieldnote) (Soetopo, 2006).

(62)

40

pelaksanaan pengumpulan data di lapangan. Artinya adalah reduksi data sudah berlangsung sejak peneliti mengambil keputusan, melakukan pemilihan kasus, menyusun pertanyaan penelitian yang menekankan pada fokus tertentu mengenai kerangka kerja konseptual dan bahkan juga saat menentukan cara pengumpulan data yang akan digunakan karena teknik pengumpulan data bergantung pada jenis data yang akan digali. Jenis ini juga sudah terarah dan ditentukakn oleh beragam pertanyaan yang ada dalam rumusan masalah penelitian.

Berdasarkan penjelasan tersebut maka bisa dinyatakan bahwa reduksi data adalah bagian dari proses analisa yang mempertegas, memperpendek, membuat fokus, membuang hal-hal yang tidak penting dan mengatur data sedemikian rupa, sehingga narasi sajian data dan simpulan-simpulan dari unit-unit permasalahan yang telah dikaji dalam penelitian dapat dilaksanakan.

2. Sajian data

(63)

41

Sajian data merupakan narasi mengenai beragam hal yang terjadi atau ditemkan di lapangan sehingga memungkinkan peneliti untuk berbuat sesuatu pada analisis ataupun tindakan lain berdasarkan atas pemahamannya tersebut. Sajian data juga disusun berdasarkan pokok-pokok yang teradapat dalam reduksi data dan disajikan dengan menggunakan kalimat dan bahasan peneliti yang merupakan rakitan kalimat yang disusun secara logis dan sistematis, sehingga bila dibaca akan mudah untuk dipahami. Sajian data ini unit-unitnya mesti menu pada rumusan masalah yang telah dirumuskan sebagai pertanyaan penelitiann, sehingga narasi yang tersaji merupakan deskripsi mengenai kondisi yang rinci dan mendalam untuk menceritakan dan menjawab setiap permasalahan yang ada.

Selain tersaji dalam bentuk narasi kalimat, sajian data ini juga mampu meliputi berbagai matriks, gambar atau skema, jaringan kerja kaitan kegiatan dan juga tabel pendukung. Semuanya dirancang guna merakit informasi secara teratur agar mudah dilihat dan mampu lebih dimengerti dalam bentuknya yang lebih kompak. Kedalaman dan kemantapan hasil analisa begitu ditentukan oleh kelengkapan sajian datanya.

3. Penarikan Simpulan dan Verifikasi

(64)

42

(65)

43

IV. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

A. Gambaran Umun Desa Bali Nuraga 1. Sejarah

Desa Balinuraga adalah lahan milik pemerintah yang kemudian dijadikan tujuan daerah transmigrasi pada tahun 1963 dan pada saat itu juga Desa tersebut diberi nama Balinuraga dibawah wilayah Kecamatan Kalianda kemudianpada tahun 1963 sampai dengan tahun 1965 wilayah ini belum memiliki struktur pemerintahan Desa, segala proses administrasi yang ada masih ditangani oleh jawatan transmigrasi yaitu Mangku Siman,ia merupakan seseorang yang dipercaya sebagai ketua rombongan seluruhnya pada saat transmigrasi berlangsung. Pada tahun 1965 barulah terbentuk pemerintahan sementara di Desa Balinuraga,kemudian pada tanggal 27 september 1967 terjadi transmigrasi yang menempatkan empat rombongan, empat rombongan tersebut yaitu :

1. Sido Rahayu diketuai oleh Pan Sudiartana yang berjumlah 250 kk 2. Sukanadi diketuai oleh Pan Kedas yang berjumlah 75 kk

(66)

44

Tabel 4.1. Susunan Pemerintahan Awal Desa Balinuraga Tahun 1967

No Nama Jabatan

Sumber: Data Skunder Monografi Desa Balinuraga tahun 2013

Desa Balinuraga memiliki Visi “ kebersamaandalam membangun demi masa

depan Desa Balinuraga yang lebih Maju” rumusan dari visi tersebut

(67)

45

Selain visi, Desa Balinuraga memiliki misi yaitu :

1. Bersama masyarakat memperkuat kelembagaan Desa yang ada

2. Bersama masyarakat dan kelembagaan Desa menyelenggarakan pemerintahan dan melaksanakan pembangunan yang partisipatif.

3. Bersama masyarakat dan kelembagaan Desa Balinuragayang aman, tentram dan damai.

4. Bersama masyarakat dan kelembagaan Desa memberdayakan masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

5. Memproduktifkan lembaga-lembaga yang kompeten dibidang pertanian. 6. Membangun sarana infrastruktur untuk meningkatkan hasil pertanian. 7. Pembinaan dan pelatihan-pelatihan kepada pelaku-pelaku pertanian. 8. Mencari trobosan baru guna memperoleh hasil yang lebih baik.

2. Administratif Pemerintahan

Secara administratif pemerintahan, Desa Balinuraga merupakan bagian Wilayah Kecamatan Way Panji Kabupaten Lampung Selatan, Desa Balinuraga Memiliki luas wilayah sebagai berikut:

Tabel 4.2 Luas Wilayah Desa Balinuraga

No Nama Tempat Luas

1 Pemukiman dan perumahan 102 Ha

2 Pertanian persawahan 477 Ha

(68)

46

No Nama Tempat Luas

4 Hutan …Ha

5 Perkantoran 1/3 Ha

6 Sekolah 2 Ha

7 Jalan Poros 4 Km

8 Jalan Desa Jalan gang 15 Km

9 Lapangan Sepak Bola 1 Ha

Sumber: Data Skunder Monografi Desa Balinuraga tahun 2013

Gambar 4.1 Peta Desa Balinuraga

(69)

47

Desa Balinuraga memiliki batas desa yaitu :

a. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Trimomukti Kecamatan Candi Puro

b. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Sidoreno Kecamatan Way Panji c. Sebelah barat berbatasan dengan Desa Way Gelam Kecamatan Candi

Puro

d. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Tanjung Jaya Kecamatan Palas

Desa Balinuraga memiliki tujuh dusun dan enam belas rukun tetangga, yaitu:

Tabel. 4.3Dusun dan Jumlah RT

(70)

48

Jarak desa dari pusat pemerintahan antara lain :

a. Jarak dari Ibu Kota Kecamatan 5 Km b. Jarak dari Ibu Kota Kabupaten 18 Km

Pada pertengahan tahun 1973 diadakan pemilihan kepala desa untuk yang pertama kalinya, pada saat itu calon kepala desa yang terpilih adalah Wayan Getem dan menjabat sebagai kepala desa sampai dengan tahun 1981. Selanjutnya pada tahun 1981 diadakan kembali pemilihan Kepala Desa Balinuraga dan pada pemilihan tersebut terpilih Nyoman Harun sebagai kepala desa selama dua periode.

7 Ketut Wardana 2007-20013

8 Made Santre 2013-

Sekarang

(71)

49

3. Sarana dan Prasarana

Desa Balinuraga memilimki sejumlah sarana dan prasarana yang mendukung berjalannya proses pembangunan, sarana yang ada yakni sarana pemerintahan, sarana pendidikan, sarana peribadatan dan sarana kesehatan. Sarana pemerintahan yaitu kantor kepala desa yang berjumlah satu unit dengan peralatan dan perlengkapan kantor. Desa Balinuraga memiliki tiga unit taman kanak-kanak atau (TK) atau PAUD yang terletak di Dusun Sido Rahayu, Dusun Pandearge dan Dusun Sumber Sari.

Desa Balinuraga Juga memiliki tiga unit sekolah dasar yang masing-masing terletak di Dusun Sido Rahayu, Dusun Banjar Sari dan Dusun Pandearge. Desa Balinuraga memiliki satu unit sekolah lanjutan tingkat pertama yang terletak di Dusun Sido Rahayu dan Desa Balinuraga memiliki satu unit taman pendidikan Al-Qur’an yang terletak di Desa Sumbersari.

Tempat peribadatan yang ada di Desa Balinuraga berjumlah dua puluh unit yang terdiri dari dua unit masjid, delapan belas pura hal ini disebabkan oleh mayoritas masyarakat Balinuraga adalah suku Bali dan memeluk agama Hindu, masyarakat yang memeluk agama Islam berjumlah lima ratus tiga puluh lima orang, sedangkan masyarakat yang memeluk agama hindu berjumlah dua ribu tiga ratus tujuh puluh lima orang.

(72)

50

Tabel 4.5 Jumlah Pendidikan Masyarakat Balinuraga No Tingkat Pendidikan Jumlah Orang

1 SD/MI 1000

2 SLTP/MTs 500

3 SLTA/MA 500

4 S1/Diploma 53

5 Putus Sekolah 100

6 Buta Huruf 59

7 Belum Sekolah 476

Sumber: Data Skunder Monografi Desa Balinuraga Tahun 2013

4. Struktur Mata Pencaharian

Mayoritas penduduk Desa Balinuraga berprofesi sebagai petani, petani tersebut terbagi-bagi dalam bidang masing-masing seperti petani padi dan petani pekebun, dan ada sebagian yang belum bekerja. Bisa dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.6 JenisPekerjaan dan Jumlah Pekerja

No Jenis Pekerjaan Jumlah Orang

1 Petani 1200

2 Pedagang 200

3 PNS 54

4 Tukang 25

5 Guru 40

(73)

51

No Jenis Pekerjaan Jumlah Orang

7 Swasta 66

8 Belum Bekerja 984

Sumber: Data Skunder Monografi Desa Balinuraga 2013

5. Keadaan Alam dan Sumber Daya Lainya

Potensi sumber daya alam yang dimiliki oleh Desa Balinuraga adalah lahan kosong, sungai, sawah, yang pada saat ini sudah dimanfaatkan secara maksimal oleh masyarakat Balinuraga. Potensi yang ada di Desa Balinuraga adalah : tenaga keja, kader kesehatan, kader pertanian dan tersedianya tenaga ahli yang cukup memadai dan bisa diamati melalui tabel tingkat pendidikan warga Desa Balinuraga.

(74)

77

VI. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil pembahasan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa interaksi masyarakat Balinuraga pasca terjadinya konflik ada yang bersifat Assosiatif dan dissosiatif sebagai berikut :

1. Proses Sosial Yang Bersifat Asosiatif Diantaranya

1. Di bidang keagamaan. Dalam melaksanakan kegiatan Pasraman pada keagaamaan masyarakat Hindu kususnya masayarakat di Balinuraga, sebelumnya kegiatan keagaam ini sudah ada dan sudah berjalan, tetapi setelah konflik Pasraman ini dilakukan tiga kali dalam satu bulan dan diutamakan bagi pemuda di Balinuraga.

2. Di bidang keamanan. Setelah konflik berlalu warga Balinuraga bersama-sama mendirikan pos ronda ( gardu ) di setiap RT dan gardu tersebut digunakan setiap saat oleh warga untuk berkumpul dan meningkatkan keamanan di lingkungan mereka, agar keadaan keamanan kampung lebih setabil dan terjaga.

(75)

78

budaya.Tidak hanya itu, setelah konflik yang terjadi di Balinuraga warga Bali mengadakan kesepakatan dengan masyarakat lingkungan tersebut jika tidak keberatan dengan keinginan sendiri supaya rumah dan fasilitas umum diberi lambang Siger yang bertujuan mengangkat budaya Lampung dan lebih menghargai seni budaya yang ada di lampung ini.

4. Warga Balinuraga lebih mengintrospeksi diri mereka kususnya para pemuda, mereka lebih sadar dan lebih terbuka tentang kesalahan yang perlu diperbaiki agar tidak kembali terjadi konflik dikemudian hari, lebih meningkatkat rasa menghargai, toleransi, tidak “ugal-ugalan”dan meningkatkan persatuan sebagai mana yang terkandung dalam Satwamasi ( dia adalah saya dan saya adalah dia ) yang kuat terhadap sesama umat Sudarma.

(76)

79

2. Proses Sosial Yang bersifat Disosiatif Diantaranya

1. Sebelum konflik terjadi warga Balinuraga dalam melaksanakan Melasti menuju pantai Merak Belatung biasanya melalui jalan yang melewati Kampung Agom, Melasti adalah ibadah mensucikan diri sebelum hari raya nyepi dan di lakukan di laut. tetapi setelah konflik terjadi mereka tidak lagi melakukan Melasti di pantai Merak Belatung, karena jalan utama terdekat adalah di Desa Agom dan sekarang untuk melakukan Melasti para umat hindu seBalinuraga melakunya di pura Ulun Sui yang berada di Desa Balinuraga tersebut.

2. Para pemuda Balinuraga labih membatasi diri untuk tidak bergaul keluar Desa karena mereka takut terjadi sesuatu jika ada sedikit masalah pasti mereka bisa menjadi kambing hitam dari keburukan yang terjadi, maka dari itu mereka tidak keluar Desa jika memang tidak terlalu penting dan tidak mencari hiburan diluar Desa Balinuraga kususnya mencari hiburan di Desa Agom.

(77)

80

B. Saran

1. Memberikan pendidikan agama dan pendidikan formal yang jauh lebih tinggi dari yang saat ini ada, supaya mereka lebih bersifat Asosiatif dalam kehidupan sehari-hari.

2. Lebih meningkatkan kolaborasi dibidang budaya, seni, dan pariwisata. Karena dengan adanya kolaborasi tersebut, hal-hal yang dapat menyulut api konflik dapat teredam dan bisa diselesaikan dengan tindakan yang lebih rasional tanpa haru menunjukan siapa yang paling kuat dan paling berkuasa.

3. Relokasi tempat tinggal. Ada baiknya jika beberapa masyarakat Balinuraga dan masyarakat agom dicampur dalam satu Desa dan saling bertetangga agar ikatan persaudaraan lebih erat dan akan mengurangi tenggang rasa, perbedaan strata dan kecemburuan sosial terhadap umat beragama dan bermasyarakat.

4. Menghilangkan rasa takut terhadap pergaulan diluar dan menghilangkan rasa dendam dan kebencian ( ikhlas ) antara kedua belah pihak yaitu warga Balinuraga dan Warga Agom, serta meningkatkan kerjasama di bidang perdagangan dan pertanian. Jika kedua belah pihat tidak bisa saling mengintropeksi diri dan lebih mengutamakan kepentingan dan kemauan pribadi, maka tinggal menunggu saja konflik ini akan segera terjadi kembali.

(78)

81

permasalah timbul, adabaiknya diselesaikan menggunakan kearifan lokal tersebut dan lebih menjunjung tinggi kearian lokal sebagai warisan budaya.

6. Pemerintah juga harus lebih cepat tanggap dalam mengatasi daerah rawan konflik dan lebih cepat dalam membatu menangani korban konflik yang ada di Lampung ini, terutama dalam bantuan yang di berikan kepada orang-orang yang terkena musibah.

(79)

DAFTAR PUSTAKA

Primanda,Aditya. 2013. Skripsi Peran Kepala Desa Agom Dan Bali Nuraga Dalam Resolusi Konflik Antar Suku Di Kecamatan Way Panji Kabupaten Lampung Selatan. Universitas Lampung

Djana,Amrul. 2013. Jurnal Penelitian Interaksi Sosial Pasca Konflik Horisontal (Studi Kasus Pada Komunitas Islam-Kristen di Kecamtan Tobelo Utara Kabupaten Halmahera Utara)

Cresswell, Jhon W. 2010. Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Pustaka Pelajar. Yogyakarta

Garna, Judistira K. 1992. Teori-Teori Perubahan Sosial, Bandung: Program Pascasarjana Unpad, 1996. Ilmu-Ilmu Sosial, Dasar-Konsep-Posisi, Bandung: Program Pascasarjana Unpad

Ir H Anshori Djausal,Agus Setyawan, BartovenVivit Nurdin, Budisantoso Budiman. 2012. Merajut Jurnalisme Damai di Lampung,Aji Bandar Lampung, Bandar Lampung

Martodirdjo, Haryo. S. 2000. Hubungan Antar Etnik, Lembang Bandung: Sespim Polri

Nasikun, 1991. Sistem Sosial Indonesia, Jakarta: Rajawali

(80)

Rusdianta. 2009. Dasar-Dasar Sosiologi. Graha Ilmu.Jakarta

Simon Fisher. 2000. Mengelola Konflik Keterampilan & Strategi Untuk Bertindak, SMK Grafika Desa Putra, Jakarta

Soerjono Soekanto. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar,Rajawali Pers, Jakarta

Soerjono Soekanto. 2002. Sosiologi Suatu Pengantar,Rajawali Pers, Jakarta

Soerjono Soekanto. 2009. Sosiologi Suatu Pengantar,Rajawali Pers, Jakarta

Soetopo, H.B. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta. Universitas Sebelas Maret

Suparlan, Parsudi. 1989. Interaksi Antar Etnik di Beberapa Propinsi di Indonesia, Jakarta: Proyek Inventarisasi dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya, Direktorat Sejarah dan Nilai-Nilai Tradisional, Dirjen Kebudayaan Depdikbud.

Undang-Undang Dasar. 2012. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012. Tiga Serangkai. Jakarta

Gambar

Gambaran Umun Desa Bali Nuraga………………….……….       43
Gambar 2.1Bagan Kerangka Pikir. 2013
Tabel 4.2 Luas Wilayah Desa Balinuraga
Gambar 4.1 Peta Desa Balinuraga
+4

Referensi

Dokumen terkait

McGlynn Versus Aveling: A Comparison of Translation Strategies Used in Sapardi Djoko Darmono’s Poems Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Implikasi dari penelitian menjelaskan pada pemahaman bahwa hijab bukan hanya sebagai tirai pemisah atau sekat penghalang tetapi lebih menekan pada sebuah benda penutup aurat

Kecuali bagi peserta didik yang tinggal di daerah yang ada madrasah diniyah atau pesantren, biasanya mereka mengikuti pendidikan agama Islam di sekolah umum tidak

Laba bersih tersebut ditopang oleh kenaikan penjualan bersih perseroan hingga September mencapai Rp 5,44 triliun atau naik 37,9% dari periode yang sama ta- hun lalu Rp 3,94

(Iya mbak, keduanya adalah warga asli desa Alang-Alang Caruban, mereka sudah bercerai, kemudian kalau masalah menikah lagi, hal itu sudah tersebar beritanya mbak,

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh suhu dan lama inkubasi yang berbeda terhadap karakteristik fisik (warna, kekentalan, kadar air), karakteristik fungsional

metabolisme dalam tubuh. Lemak tidak dapat larut alam air, melainkan larut dalam kloroform, nitrogen). Lemak tidak dapat larut alam air, melainkan larut dalam

Dalam studi kasus ini akan dilakukan analisis terhadap jumlah mahasiswa yang melakukan undur diri, drop out (DO) dilihat dari beberapa atribut atau variabel yang terkait, yaitu