• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBANDINGAN PENGARUH PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI HORMONAL KOMBINASI DAN NON KOMBINASI TERHADAP HASIL PEMERIKSAAAN IVA POSITIF PADA WANITA PASANGAN USIA SUBUR DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MADUKORO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERBANDINGAN PENGARUH PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI HORMONAL KOMBINASI DAN NON KOMBINASI TERHADAP HASIL PEMERIKSAAAN IVA POSITIF PADA WANITA PASANGAN USIA SUBUR DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MADUKORO"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

THE COMPARISON OF COMBINATION AND NON COMBINATION HORMONAL CONTRACEPTION EFFECT TO POSITIVE VIA EXAMINATION RESULTS IN WOMEN OF CHILDBEARING AGE COUPLES AT MADUKORO

PUBLIC HEALTH CENTER WORKING AREA

By Nisrina Pradya

Cervical cancer is a cancer in the cervix, the area in lower part of uterus which is connects uterus to vagina. A Factor that related to the disease is an infection of Human Papilloma Virus. One of the factors that may increase the risk of cervical cancer is long term use of hormonal contraception. To avoid the disease, a simple screening that can be done is Visual Inspection with Acetic Acid (VIA). This study is done to determine which one of hormonal contraception use that give more effect to positive VIA examination results in women of childbearing age couple in Madukoro Public Health Center working area.

This research is an analytic correlative with cross-sectional study that is involving 160 respondents of combination and non-combination hormonal contraception’s acceptors in Madukoro Public Health Center during September to November 2015.

The result showed that respondents who use combination hormonal contraception have an increased risk 2,842 ( 95% CI 1,267 – 6,692 ) higher to have positive VIA examination results compared to the non combination hormonal contraception.

Based on the research concluded that combination hormonal contraception use give more effect to a positive VIA examination result compared to non combination hormonal contraception use with the p-value= 0.014 (p <0.05).

(2)

ABSTRAK

PERBANDINGAN PENGARUH PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI HORMONAL KOMBINASI DAN NON KOMBINASI TERHADAP HASIL PEMERIKSAAAN IVA POSITIF PADA WANITA PASANGAN USIA SUBUR DI

WILAYAH KERJA PUSKESMAS MADUKORO

Oleh Nisrina Pradya

Kanker leher rahim adalah kanker yang terdapat pada serviks atau leher rahim, yaitu area bagian bawah rahim yang menghubungkan rahim dengan vagina. Faktor yang berkaitan dengan penyakit ini adalah adanya infeksi Human Papilloma Virus. Salah satu faktor yang diduga dapat meningkatkan risiko kanker leher rahim adalah penggunaan alat kontrasepsi hormonal dalam jangka waktu yang lama. Untuk menghindari hal tersebut, deteksi dini dengan cara yang sederhana dapat dilakukan, yaitu dengan metode Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui alat kontrasepsi hormonal yang lebih berpengaruh terhadap hasil pemeriksaan IVA positif pada wanita pasangan usia subur di wilayah kerja Puskesmas Madukoro.

Penelitian ini merupakan penelitian analitik korelatif dengan pendekatan cross-sectional yang melibatkan 160 responden akseptor alat kontrasepsi hormonal kombinasi dan non kombinasi di wilayah kerja Puskesmas Madukoro selama bulan September sampai dengan bulan November 2015.

Hasil penelitian didapatkan responden yang menggunakan alat kontrasepsi hormonal kombinasi memiliki risiko sebesar 2,842 ( 95% CI 1,267 – 6,692 ) lebih besar untuk mempunyai hasil pemeriksaan IVA positif dibandingkan penggunaan alat kontrasepsi hormonal non kombinasi.

Berdasarkan penelitian disimpulkan bahwa penggunaan kontrasepsi hormonal kombinasi lebih berpengaruh terhadap hasil pemeriksaan IVA positif dibandingkan kontrasepsi hormonal non kombinasi dengan nilai p=0,014 (p<0,05).

(3)

PERBANDINGAN PENGARUH PENGGUNAAN KONTRASEPSI HORMONAL KOMBINASI DAN NON KOMBINASI TERHADAP HASIL PEMERIKSAAN IVA

POSITIF PADA WANITA PASANGAN USIA SUBUR DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MADUKORO

(Skripsi)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS LAMPUNG 2015

Oleh :

(4)

PERBANDINGAN PENGARUH PENGGUNAAN KONTRASEPSI HORMONAL KOMBINASI DAN NON KOMBINASI TERHADAP HASIL

PEMERIKSAAN IVA POSITIF PADA WANITA PASANGAN USIA SUBUR DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MADUKORO

Oleh Nisrina Pradya

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar SARJANA KEDOKTERAN

Pada

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(5)

viii DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Perjalanan Alamiah Kanker Leher Rahim Menurut Depkes ... 11

2. Kerangka Teori ... 27

3. Kerangka Konsep ... 28

4. Diagram Distribusi Usia Responden ... 40

5. Diagram Distribusi Pendidikan Responden ... 41

6. Diagram Distribusi Pekerjaan Responden ... 41

7. Diagram Distribusi Usia dan Hasil Pemeriksaan IVA ... 44

(6)

ix DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Informed Consent dan Kuisioner ... 57

2. Daftar Responden ... 60

3. Hasil Pengolahan Data ... 64

4. Dokumentasi Penelitian ... 67

(7)

vii DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Definisi Operasional Variabel ... 33

2. Distribusi Alat Kontrasepsi Hormonal yang Digunakan Responden ... 42

3. Distribusi Hasil Pemeriksaan IVA ... 43

4. Hasil Pemeriksaan IVA Pada Pengguna Alat Kontrasepsi Hormonal ... 46

(8)
(9)

i

Man Jadda Wajadda

Man Shabara Zhafira

Man Saara Ala Darbi Washala

...

Siapa yang berusungguh-sungguh akan berhasil

Siapa yang bersabar akan beruntung

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kotabumi pada tanggal 22 April 1994 sebagai anak pertama

dari tiga bersaudara, putri dari Bapak H. Suprayitno Isman, S.Kep. dan Ibu Hj.

Lidia Harsa Gustiara, S.ST.

Penulis menempuh pendidikan sekolah dasar di SD PG Bungamayang Lampung

Utara dan selesai pada tahun 2006. Selanjutnya, penulis melanjutkan pendidikan

di SMPN 1 Natar Lampung Selatan yang diselesaikan pada tahun 2009, kemudian

penulis melanjutkan pendidikan di SMA Taruna Nusantara Magelang Jawa Tengah

dan selesai pada tahun 2012.

Tahun 2012, Penulis diterima dan terdaftar sebagai Mahasiswa Fakultas

Kedokteran Universitas Lampung. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif

(11)
(12)

ii SANWACANA

Puji dan Syukur penulis haturkan kepada Allah SWT yang telah mencurahakan

rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Skripsi dengan judul “Perbandingan Pengaruh Penggunaan Alat Kontrasepsi Hormonal Kombinasi dan Non Kombinasi Terhadap Hasil Pemeriksaaan IVA Positif Pada Wanita Pasangan Usia Subur di Wilayah Kerja Puskesmas Madukoro” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran

di Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin selaku Rektor Universitas Lampung;

2. dr. Muhartono, M.Kes., Sp.PA selaku Dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Lampung;

3. dr. Susianti, M.Sc. selaku Pembimbing Utama atas kesediannya untuk

memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi

ini;

4. dr. Hanna Mutiara, M.Kes. selaku Pembimbing Kedua atas kesediannya

untuk memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam proses penyelesaian

(13)

iii 5. dr. Tiwuk Susantiningsih, M.Biomed. selaku Penguji utama pada Ujian

Skripsi atas waktu, ilmu, dan saran-saran yang telah diberikan;

6. dr. Agustyas Tjiptaningrum, Sp.PK. selaku pembimbing akademik

terimakasih atas bimbingan, pesan dan nasehat yang telah diberikan selama

ini;

7. Bapak H.Suprayitno Isman,S.Kep dan Ibu Hj.Lidia Harsa Gustiara, S.ST

atas segala doa dan kasih sayang yang selalu menguatkan, serta perjuangan

dan pengorbanan yang tidak akan pernah terbalas sampai kapanpun.

8. Adik-adikku Irfan Rizky Pradya dan Naufal Rafi Pradya atas segala doa,

dukungan, dan keceriaan yang selalu menambah semangat bagiku.

9. Neknang, Nekno, Kakung, Uti, dan seluruh keluarga atas doa dan dukungan

sampai saat ini.

10.Seluruh staf Dosen FK Universitas Lampung atas ilmu yang telah diberikan

kepada penulis untuk menambah wawasan yang menjadi landasan untuk

mencapai cita-cita;

11.Seluruh staf dan karyawan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung;

12.Sahabat-sahabat terbaikku, Alfianita Fadila, Anggun Chairunnisa,

Genoveva Maditias, Hj.Rahma Amtiria, Melati Nurul, Rossadea Atziza, dan

Stefhani Gista yang selalu menerima kekuranganku dan selalu ada dalam

kondisi apapun.

13.Aldo Egi Ibrahim, terimakasih untuk semangat dan dukungan selama ini.

14.Teman-teman angkatan 2012 yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Terimakasih telah memberikan makna atas kebersamaan yang terjalin dan

(14)

iv Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.

Akan tetapi, sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan

bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, Januari 2016

Penulis

(15)
(16)

v DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ...vii

DAFTAR GAMBAR ...viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

DAFTAR SINGKATAN ... x

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 4

1.4. Manfaat penelitian ... 5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1.Kanker Leher Rahim ... 7

2.2. Kontrasepsi Hormonal ... 18

2.3. Metode Skrining Kanker Leher Rahim ... 21

2.4. Inspeksi visual Asam Asetat Sebagai Metode Skrinning Pada Deteksi Dini Kejadian Kanker Leher Rahim ... 22

2.5. Kerangka Teori ... 26

2.6. Kerangka Konsep ... 27

(17)

vi

BAB III. METODE PENELITIAN ... 29

3.1. Desain Penelitian ... 29

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian... 29

3.3. Populasi dan Sampel ... 30

3.4. Kriteria Penelitian ... 31

3.5. Identifikasi Variabel ... 32

3.6. Definisi Operasional ... 32

3.7. Etika Penelitian ... 34

3.8. Alat dan Cara Penelitian ... 35

3.9. Pengolahan dan Analisis Data ... 36

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 39

4.1. Gambaran Umum Penelitian ... 39

4.2. Karakteristik Responden ... 39

4.3. Hasil Penelitian ... 42

4.4. Analisis Univariat ... 45

4.5. Analisis Bivariat ... 46

4.6. Pembahasan ... 47

4.7. Keterbatasan Penelitian ... 50

BAB V. PENUTUP ... 51

5.1. Kesimpulan ... 51

5.2. Saran ... 51

DAFTAR PUSTAKA ... 53

(18)

x DAFTAR SINGKATAN

CIN : Carcinoma In-Situ

DMPA : Depo Medroxyprogesteron Acetate EVA : Ethylene Vinyl Acetate

HGSIL : High Grade Squamous Intraepithelial Lesion HPV : Human Papilloma Virus

IMS : Infeksi Menular Seksual

IVA : Inspeksi Visual Asam Asetat

LEEP : Loop Electrosurgical Excision Procedure

LGSIL : Low Grade Squamous Intraepithelial Lesion OR : Odds Ratio

PUS : Pasangan Usia Subur

(19)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kanker leher rahim adalah tumor ganas pada daerah servik (leher rahim)

sebagai akibat adanya pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol dan merusak

jaringan normal disekitarnya. Di dunia, setiap dua menit terdapat seorang

perempuan meninggal akibat kanker leher rahim, sedangkan di Indonesia setiap

satu jam. Di Indonesia, diperkirakan 15.000 kasus baru kanker leher rahim

terjadi setiap tahunnya, sedangkan angka kematiannya diperkirakan 7.500 kasus

per tahun (Yuliwati, 2012).

Berdasarkan data dari Bagian Ginekologi RSUD Dr. H. Abdul Moeloek

Provinsi Lampung tercatat bahwa selama tahun 2010 kejadian kanker leher

rahim menempati urutan pertama dibandingkan dengan kejadian kanker

endometrium, kanker ovarium, dan kanker vulva. Pada periode

Januari-Desember 2010 angka morbiditas pasien rawat inap yang terdiagnosa kanker

leher rahim sebanyak 97 kasus dengan golongan umur yang terbanyak berusia

25-44 tahun. (Ambarita, 2011). Berdasarkan survey yang dilakukan peneliti di

(20)

2

Januari-Juni 2015 tercatat kasus rawat inap kanker leher rahim sebanyak 6

kasus dan 2 diantaranya berada di daerah Kotabumi Utara.

Semua wanita berisiko terserang kanker leher rahim. Faktor yang berhubungan

erat terjadinya kanker leher rahim adalah adanya infeksi Human Papilloma Virus (HPV). HPV dapat ditemukan pada 85% - 90% lesi pre kanker dan

neoplasma invasif. Beberapa faktor risiko dapat pula meningkatkan peluang

terjadinya kanker leher rahim, antara lain umur 35 – 50 tahun dan masih aktif berhubungan seksual, umur pertama kali berhubungan seksual, jumlah

pasangan seksual, frekuensi kehamilan, dan kebiasaan merokok (Wijaya, 2010).

Selain faktor-faktor tersebut, ada pula faktor yang turut menentukan terjadinya

kanker leher rahim yaitu pemakaian alat kontrasepsi, ibu atau saudara

perempuan yang menderita kanker leher rahim dan riwayat hasil tes pap

sebelumnya yang abnormal (Depkes RI, 2007).

Uraian tersebut menunjukkan bahwa penggunaan alat kontrasepsi hormonal

dalam jangka waktu yang lama dapat meningkatkan faktor terjadinya kanker

leher rahim. Pada kontrasepsi hormonal terkandung hormon estrogen dan

progesteron sintetik. Kombinasi kedua hormon tersebut dapat menjadi kofaktor

terjadinya infeksi kanker leher rahim serta meningkatkan laju pembelahan epitel

sehingga terjadi peningkatan probabilitas mutasi pada leher rahim (Urban et al.,

2012). Walaupun pengunaan alat kontrasepsi hormonal ini merupakan faktor

yang mempengaruhi terjadinya kanker leher rahim, data Badan Kependudukan

(21)

3

8.500.427 Pasangan Usia Subur (PUS) yang merupakan peserta KB baru lebih

dari separuhnya (84,39%) menggunakan alat kontrasepsi hormonal (Kemenkes,

2014).

Untuk menurunkan angka kejadian kanker leher rahim, dapat dilakukan

skrining pada wanita mulai usia 30 tahun per lima tahunnya (Peirson, et al.,

2013). Wilgin mengungkapkan terdapat beberapa metode skrining dan deteksi

dini terhadap kanker leher rahim, yaitu tes pap smear, Inspeksi Visual Asam

Asetat (IVA), kolposkopi, servikografi, dan tes HPV. Pap smear merupakan

gold standart dalam mendeteksi kejadian kanker leher rahim karena tingkat

sensitivitas dan spesifitasnya yang tinggi, namun tingginya biaya dan sulitnya

prosedur pelaksanaan membuat tes ini hanya terdapat di layanan kesehatan

tertentu. Salah satu metode skrining yang dapat dilakukan dengan cepat, mudah,

murah, dengan hasil yang paling tidak sama efektifnya dengan tes pap smear

adalah IVA. Tes ini juga dapat dilakukan di layanan kesehatan primer sehingga

memudahkan masyarakat dalam melakukan skrining kanker leher rahim. Dari

total wanita usia subur di Indonesia yang berjumlah sekitar 35 juta orang,

hingga tahun 2012 jumlah wanita yang diskrining baru sekitar 550 ribu orang

dengan IVA positif berjumlah 25.805 (4,5%) (Yuliwati, 2012).

Tingginya angka kejadian kanker leher rahim dan penggunaan alat kontrasepsi

hormonal, serta pemeriksaan IVA yang belum dilakukan secara menyeluruh di

Indonesia, terutama di kabupaten yang ada di Provinsi Lampung merupakan

(22)

4

pemeriksaan IVA sebagai deteksi dini kejadian kanker leher rahim pada wanita

Pasangan Usia Subur (PUS) di wilayah kerja Puskesmas Madukoro Kecamatan

Kotabumi Utara karena di daerah ini memiliki tingkat kejadian kanker leher

rahim tertinggi di Kabupaten Lampung Utara. Penelitian ini dilakukan dengan

menilai manakah yang lebih berpengaruh antara penggunaan alat kontrasepsi

hormonal kombinasi dan non kombinasi terhadap hasil pemeriksaan IVA serta

mengukur seberapa besar faktor tersebut dalam meningkatkan hasil positif

dalam pemeriksaan ini.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut didapatkan rumusan masalah yaitu, alat

kontrasepsi hormonal manakah yang lebih berpengaruh terhadap hasil

pemeriksaan IVA positif antara penggunaan kontrasepsi hormonal kombinasi

dan non kombinasi pada wanita PUS di wilayah kerja Puskesmas Madukoro?

1.3.Tujuan Penelitian

Mengetahui alat kontrasepsi hormonal yang lebih berpengaruh terhadap hasil

pemeriksaan IVA positif antara penggunaan kontrasepsi hormonal kombinasi

(23)

5

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat untuk :

1. Peneliti

Sebagai wujud pengaplikasian disiplin ilmu yang telah dipelajari sehingga

dapat mengembangkan wawasan keilmuan peneliti dan menambah

pengetahuan peneliti mengenai penggunaan alat kontrasepsi hormonal

yang berhubungan dengan angka kejadian kanker leher rahim dengan

melakukan tes IVA pada wanita PUS.

2. Wanita PUS

Sebagai sumber informasi yang bermanfaat di bidang kesehatan mengenai

skrining kanker leher rahim dengan metode IVA dan hubungan

penggunaan alat kontrasepsi hormonal dengan angka kejadian kanker

leher rahim.

3. Masyarakat

Sebagai sumber informasi yang bermanfaat dibidang kesehatan terutama

dalam melakukan pencegahan dan deteksi dini kanker leher rahim.

4. Institusi kesehatan

Dapat berguna sebagai data yang dapat digunakan untuk melakukan

pencegahan atau sebagai deteksi dini kanker leher rahim serta edukasi

kepada masyarakat sehingga dapat merencanakan suatu strategi pelayanan

(24)

6

5. Institusi pendidikan

Sebagai referensi ilmiah dalam mengembangkan penelitian lebih lanjut

mengenai hubungan penggunaan kontrasepsi hormonal dengan hasil

(25)

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kanker Leher Rahim

2.1.1. Definisi Kanker Leher Rahim

Kanker leher rahim adalah kanker yang terdapat pada serviks atau leher

rahim, yaitu area bagian bawah rahim yang menghubungkan rahim

dengan vagina. Kanker leher rahim terjadi jika sel-sel serviks menjadi

abnormal dan membelah secara tidak terkendali. (Emilia, 2010).

2.1.2. Epidemiologi

Pada tahun 2003, WHO menyatakan bahwa kanker merupakan problem

kesehatan yang sangat serius karena jumlah penderitanya meningkat

sekitar 20% per tahun dan merupakan urutan pertama terbanyak yang

menyerang kaum wanita di Indonesia (Azamris, 2006). Di seluruh

dunia, diperkirakan terjadi sekitar 500.000 kanker leher rahim baru dan

250.000 kematian setiap tahunnya yang ± 80% terjadi di negara-negara

sedang berkembang. Jumlah kematian akibat kanker leher rahim juga

meningkat dari 7,6 juta orang tahun 2008 menjadi 8,2 juta pada tahun

2012. Kanker menjadi penyebab kematian nomor 2 di dunia sebesar

(26)

8

kanker dapat mencapai 26 juta orang dan 17 juta di antaranya

meninggal akibat kanker, terutama pada negara miskin dan berkembang

(Depkes RI, 2010).

Di Indonesia, insiden kanker leher rahim diperkirakan ± 40.000 kasus

pertahun dan masih merupakan kanker wanita yang tersering. Hal itu

terjadi karena pasien datang dalam stadium lanjut (Suwiyoga, 2006).

Penelitian lain menunjukkan bahwa diperkirakan 15.000 kasus baru

kanker leher rahim terjadi setiap tahunnya, sedangkan angka

kematiannya diperkirakan 7.500 kasus per tahun. Setiap harinya

diperkirakan terjadi 41 kasus baru kanker leher rahim dan 20

perempuan meninggal dunia karena penyakit tersebut. Pada tahun 2009,

kasus baru kanker leher rahim berjumlah 2.429 atau sekitar 25,91% dari

seluruh kanker yang ditemukan di Indonesia. Dengan angka kejadian

ini, kanker leher rahim menduduki urutan kedua setelah kanker

payudara pada wanita usia subur 15 – 44 tahun (Wijaya, 2010).

Kanker leher rahim yang sudah masuk ke stadium lanjut sering

menyebabkan kematian dalam jangka waktu relatif cepat. Selain itu,

lebih dari 70% kasus yang datang ke rumah sakit ditemukan dalam

keadaan stadium lanjut. Selama kurun waktu 5 tahun, usia penderita

antara 30 – 60 tahun, terbanyak antara 45- 50 tahun. Periode laten dari fase prainvasif untuk menjadi invasif memakan waktu sekitar 10 tahun.

(27)

9

rahim yang invasif pada saat didiagnosis, sedangkan 53% dari KIS

(kanker in-situ) terdapat pada wanita di bawah usia 35 tahun (Depkes

RI, 2010).

2.1.3. Etiologi

Penyebab kanker leher rahim adalah Human Papilloma Virus (HPV)

atau virus papiloma manusia. Virus ini ditemukan pada 95 % kasus

kanker leher rahim. Ada beberapa tipe HPV yang dapat menyebabkan

kanker, yaitu tipe 16 dan 18 ( paling sering di Indonesia ) serta tipe 31,

34, 45, dan lain-lain (Depkes RI, 2009). HPV dapat dengan mudah

ditularkan melalui aktifitas seksual dan beberapa sumber transmisi

tidak tergantung dari adanya penetrasi, tetapi juga melalui sentuhan

kulit di wilayah genital tersebut (skin to skin genital contact). Dengan

demikian setiap wanita yang aktif secara seksual memiliki risiko untuk

terkena kanker leher rahim (Emilia, 2010).

2.1.4. Perjalanan Alamiah Kanker Leher Rahim

Karsinoma serviks biasa timbul di daerah yang disebut

squamo-columnar junction (SCJ), yaitu batas antara epitel yang melapisi ektoserviks (porsio) dan endoserviks kanalis serviks, dimana secara

histologik terjadi perubahan dari epitel ektoserviks yaitu epitel

skuamosa berlapis dengan epitel endoserviks yaitu epitel

kuboid/kolumnar pendek selapis bersilia. Letak SCJ dipengaruhi oleh

(28)

10

di luar ostium uteri eksternum, sedangkan pada wanita berusia di atas

35 tahun SCJ berada di dalam kanalis serviks. Oleh karena itu pada

wanita muda, SCJ yang berada di luar ostium uteri eksternum ini rentan

terhadap faktor luar berupa mutagen yang akan memicu displasia dari

SCJ tersebut. Pada wanita dengan aktivitas seksual tinggi, SCJ terletak

di ostium eksternum karena trauma atau retraksi otot oleh prostaglandin

(Wiknjosastro, 2007).

Pada masa kehidupan wanita terjadi perubahan fisiologis pada epitel

serviks. Epitel kolumnar akan digantikan oleh epitel skuamosa yang

diduga berasal dari cadangan epitel kolumnar. Proses pergantian epitel

kolumnar menjadi epitel skuamosa disebut proses metaplasia dan

terjadi akibat pengaruh pH vagina yang rendah. Aktivitas metaplasia

yang tinggi sering dijumpai pada masa pubertas. Akibat proses

metaplasia ini maka secara morfogenetik terdapat 2 SCJ, yaitu SCJ asli

dan SCJ baru yang menjadi tempat pertemuan antara epitel skuamosa

baru dengan epitel kolumnar. Daerah di antara kedua SCJ ini disebut

daerah transformasi (Wiknjosastro, 2007).

Penelitian akhir-akhir ini lebih memfokuskan virus sebagai salah satu

faktor penyebab yang penting, terutama virus DNA. Pada proses

karsinogenesis asam nukleat virus tersebut dapat bersatu ke dalam gen

dan DNA sel tuan rumah sehingga menyebabkan terjadinya mutasi sel.

(29)

11

displastik sehingga terjadi kelainan epitel yang disebut displasia.

Dimulai dari displasia ringan, displasia sedang, displasia berat dan

karsinoma in-situ dan kemudian berkembang menjadi karsinoma

invasif (Wiknjosastro, 2007). Perjalanan alamiah kanker leher rahim

menurut Depkes (2007a) adalah sebagai berikut:

Gambar 1.

Perjalanan Alamiah Kanker Leher Rahim Menurut Depkes

(30)

12

2.1.5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Kanker Leher Rahim

Menurut Palank, Studi epidemiologi telah mengidentifikasikan

sejumlah faktor yang mempunyai peran nyata terhadap perkembangan

kanker derajat rendah. Faktor-faktor risiko terinfeksi HPV dan kanker

leher rahim antara lain; Aktifitas seksual sebelum berusia 20 tahun,

Berganti-ganti pasangan seksual, Terpapar infeksi yang ditularkan

secara seksual (IMS), Ibu atau kakak perempuan yang menderita kanker

leher rahim, Tes pap sebelumnya yang abnormal, Merokok, dan

Imunosupresi/penurunan kekebalan tubuh (HIV/AIDS, penggunaan

kortikosteroid seperti asthma dan lupus) (Yuliwati, 2012).

Penelitian lain mengungkapkan faktor risiko yang dapat meningkatkan

peluang terjadinya kanker leher rahim antara lain :

a. Umur

Wanita yang berumur 35 – 50 tahun dan masih aktif berhubungan seksual rawan terserang kanker leher rahim. Hasil penelitian oleh

Wahyuningsih (2014) menunjukkan responden yang mengalami lesi prakanker leher rahim pada perempuan yang berumur ≥ 35

tahun berisiko 5,86 kali untuk mengalami kejadian lesi prakanker

leher rahim dibanding mereka yang berumur < 35 tahun. Uji

statistik menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara

umur responden dengan kejadian lesi prakanker leher rahim

(p< 0,05). Menurut Benson KL, 2% dari wanita yang berusai 40

(31)

13

dimungkinkan karena perjalanan penyakit ini memerlukan waktu 7

sampai 10 tahun untuk terjadinya kanker invasif sehingga sebagian

besar terjadinya atau diketahuinya setelah berusia lanjut (Rasjidi,

2008)

b. Umur pertama kali berhubungan seksual

Umur pertama kali melakukan hubungan seksual juga merupakan

faktor risiko terjadinya kanker leher rahim, sekitar 20% kanker

leher rahim dijumpai pada wanita yang aktif berhubungan seksual

sebelum umur 16 tahun (Rasjidi, 2008). Periode rentan ini

berhubungan dengan kiatnya proses metaplasia pada usia pubertas,

sehingga bila ada yang mengganggu proses metaplasia tersebut

misalnya infeksi akan memudahkan beralihnya proses menjadi

displasia yang lebih berpotensi untuk terjadinya keganasan (Cullati,

2009).

c. Jumlah pasangan seksual

Pada prinsipnya setiap pria memiliki protein spesifik berbeda pada

spermanya. Protein tersebut dapat menyebabkan kerusakan pada sel

epitel serviks. Sel epitel serviks akan mentoleransi dan mengenali

protein tersebut tetapi jika wanita itu melakukan hubungan dengan

banyak pria maka akan banyak sperma dengan protein spesifik

berbeda yang akan menyebabkan kerusakan tanpa perbaikan dari

(32)

14

mempermudah infeksi HPV. Risiko terkena kanker leher rahim

menjadi 10 kali lipat lebih besar pada wanita yang mempunyai

partner sex 6 orang atau lebih (Novel, 2010).

d. Frekuensi kehamilan

Frekuensi kehamilan juga meningkatkan risiko terjadinya kanker

leher rahim karena memiliki riwayat infeksi di daerah kelamin

(Rasjidi, 2008). Pada faktor paritas, penelitian yang dilakukan oleh

Wahyuningsih (2014) menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang memiliki paritas ≥3 kali lebih berisiko mengalami

lesi prakanker leher rahim 24,930 kali lebih besar untuk mengalami

lesi prakanker leher rahim dibanding dengan responden yang

memiliki paritas < 3 kali. Hasil uji statistik menunjukkan ada

hubungan yang signifikan antara paritas dengan kejadian lesi

prakanker leher rahim (p <0,05).

e. Aktifitas merokok

Wanita yang merokok atau perokok pasif juga meningkatkan risiko

kanker leher rahim (Rasjidi, 2008). Responden yang merokok

mempunyai peluang 3,545 kali lebih besar untuk mengalami lesi

prakanker leher rahim dibandingkan dengan responden yang tidak

merokok. Namun hasil statistik menunjukkan bahwa tidak ada

(33)

15

kejadian lesi prakanker leher rahim (p > 0,05) (Wahyuningsih &

Mulyani, 2014).

f. Penggunaan alat kontrasepsi hormonal

Penggunaan alat kontrasepsi hormonal merupakan salah satu faktor

risiko terjadinya kanker leher rahim. Pada kontrasepsi hormonal

terdapat 2 hormon yang terlibat yaitu hormon estrogen sintetik

dalam bentuk etinil estradiol dan mestranol serta hormon

progesteron sintetik dalam bentuk norethrindone, noretinodrel, etinodiol, dan norgestrel (Guyton, 2007). Kontrasepsi hormonal

dibedakan menjadi 2 yaitu kontrasepsi hormonal kombinasi dan

kombinasi. Kontrasepsi hormonal kombinasi menggunakan

gabuangan kedua hormon sintetik tersebut contohnya pil, implant,

dan suntik 1 bulan, sedangkan kontrasepsi non kombinasi hanya

menggunakan salah satunya (progesteron), contohnya suntik 3

bulan (Rati, 2010).

Kombinasi hormonal pada alat kontrasepsi dapat bertindak sebagai

kofaktor dalam proses infeksi kanker leher rahim. Estrogen

berfungsi untuk meningkatkan laju pembelahan sel dalam epitel

duktus sehingga meningkatkan probabilitas mutasi yang terjadi,

sedangkan progesteron dan progestagens dapat meningkatkan efek

ini. Selain itu, kontrasepsi hormonal akan membuat kekentalan

(34)

16

memperlama keberadaan suatu agen karsinogenik di leher rahim,

yang terbawa melalui hubungan seksual, termasuk adanya virus

HPV (Urban et al., 2012).

Pada faktor penggunaan alat kontrasepsi pil diketahui bahwa 95,5% responden yang menggunakan pil kontrasepsi ≥ 4 tahun, dinyatakan positif lesi prakanker leher rahim. Penggunaan pil kontrasepsi ≥ 4

tahun berisiko 42 kali untuk mengalami kejadian lesi prakanker

leher rahim dibanding kelompok responden yang menggunakan pil

kontrasepsi < 4 tahun. Uji statistik menunjukkan bahwa ada

hubungan yang signifikan antara lama penggunaan pil kontrasepsi dengan kejadian lesi prakanker leher rahim (p ≤ 0,05)

(Wahyuningsih & Mulyani, 2014). Sedangkan peningkatan risiko

kanker leher rahim yang berhubungan dengan penggunaan suntik

progesteron ditemukan pada lama penggunaan lebih dari 5 tahun

(Urban et al., 2012).

2.1.6. Diagnosis Kanker Leher Rahim

Pada tahap prakanker lesi sering tidak menimbulkan gejala. Bila ada

gejala biasanya berupa keputihan yang tidak khas, atau ada perdarahan

setitik yang bisa hilang sendiri. Pada tahap selanjutnya (kanker) dapat

timbul gejala berupa keputihan atau keluar cairan encer dari vagina

yang biasanya berbau, perdarahan diluar siklus haid, perdarahan

(35)

17

(menopause) nyeri daerah panggul, gangguan buang air kecil (Depkes

RI, 2007).

Perubahan dini pada serviks, khususnya Carcinoma In-Situ (CIN), bisa dideteksi sebelum berkembang menjadi kasus karsinoma invasif

dengan cara skrining dengan menggunakan Pap smear, tes HPV, dan

skrining visual dengan menggunakan asam asetat atau larutan Lugol

iodin (WHO, 2013). Untuk mendapatkan diagnosis pasti keganasan

dilakukan biopsi serviks. Biopsi jaringan pada keganasan serviks dapat

dipandu baik oleh suatu lesi yang jelas terlihat atau dengan kolposkopi.

Indikasi dilakukannya kolposkopi adalah temuan HGSIL (High Grade Squamous Intraepithelial Lesion) pada Pap smear, termasuk di dalamnya displasia sedang, berat, dan karsinoma in situ. Indikasi lain

untuk melakukan kolposkopi adalah adanya LGSIL (Low Grade Squamous Intraepithelial Lesion) yang persisten. Macam biopsi yang dapat dilakukan antara lain punch biopsy, incisional biopsy, LEEP

(Loop Electrosurgical Excision Procedure), cold knife biopsy, dan laser cone biops. Konisasi dapat digunakan juga untuk mengobati lesi

pra-invasif serviks seperti displasia berat (CIN 3), terutama jika fungsi

reproduksi masih dibutuhkan (Sulaini, 2006).

2.1.7. Tatalaksana

Penentuan terapi dapat dilakukan setelah diagnosis kanker ditegakkan.

(36)

18

keadaan umum penderita, luasnya penyebaran, dan komplikasi yang

menyertai. Pada stadium awal, terapi yang diberikan adalah

pembedahan atau radiasi. Sementara pada stadium lanjut (2B, 3, dan 4)

dipilih radiasi intrakaviter (brakhiradiasi) dan eksternal. Penggunaan

kemoterapi dapat diberikan pada pasien dengan stadium lanjut atau

kasus berulang yang tidak mungkin dilakukan pembedahan atau radiasi.

(Chamim, 2006).

2.2.Kontrasepsi Hormonal

Kontrasepsi hormonal berisi 2 hormon steroid yaitu hormon estrogen dan

progesteron. Estrogen sintetik adalah etinil estradiol, mestranol dan

progesteron sintetik adalah progestin, norethindron, noretinodrel, etinodiol, norgestrel. Alasan utama untuk menggunakan estrogen dan progesteron sintetik adalah bahwa hormon alami hampir seluruhnya akan dirusak oleh hati dalam

waktu singkat setelah diabsorbsi dari saluran cerna ke dalam sirkulasi porta

(Rati, 2010).

Jenis- jenis kontrasepsi hormonal adalah sebagai berikut :

1. Pil Kontrasepsi

Untuk kontrasepsi oral kombinasi yang berisi derivat estrogen dan progestin

maka fungisnya akan menggantikan produksi normal estrogen dan

progesteron oleh ovarium. Pil oral akan menekan hormon ovarium selama

(37)

19

efektif karena pil tersebut dimetabolisir dalam 24 jam. Bila pengguna KB

lupa minum 1 atau 2 tablet, maka akan terjadi peninggian hormon secara

alami, kemudian ovum akan matang dan dilepaskan. Karenanya efek

samping dari penggunaan kontrasepsi apabila tidak teratur dalam

penggunaanya maka perdarahan/spotting bisa terjadi pada akseptor. Efek samping lain dari penggunaan kontrasepsi oral kombinasi yakni mual, dan

muntah bisa menjadi alasan akseptor untuk kembali tidak menggunakan pil

secara teratur, akibatnya bisa terjadi efek samping perdarahan (Rati, 2010).

2. Alat Kontrasepsi Suntik

Terdapat dua jenis suntikan KB yang dtemukan oleh Upjohn Company

yakni Depo Provera yang mengandung medroxyprogesteron acetat 150 mg dan Cyclofem yang mengandung acetat 50 mg dan komponen estrogen serta

oleh Schering AG yaitu Norgest 200 mg yang merupakan derivat testosteron. DMPA (Depo medroxyprogesteron Asetat) diberikan setiap 3 bulan sekali dengan dosis 150 mg, mekanisme kerjanya adalah menurunkan

kadar FSH dan LH dan tidak terjadi sentakan LH karena respon kelenjar

hipofisis tidak berubah terhadap gonadotropin-releasing hormone sehingga

memberi kesan proses terjadi di hipotalamus daripada di kelenjar hipofisis.

Pada pemakaian DMPA, endometrium menjadi dangkal dan atrofi

kelenjar-kelenjar yang tidak aktif. Stroma sering menjadi edematous. Dengan

pemakaian jangka lama, lapisan endometrium dapat menjadi semakin

sedikit, sehingga tidak didapatkan atau hanya didapatkan sedikit sekali

(38)

20

kembali menjadi normal dalam waktu 90 hari setelah suntikan DMPA yang

terakhir. Kemudian efek sekunder dari pemakaian DMPA yakni lendir

serviks menjadi lebih kental dan sedikit, sehingga menjadi barrier terhadap

spermatozoa, membuat endometrium menjadi kurang baik/layak untuk

implantasi dari ovum yang telah dibuahi, mungkin mempengaruhi

kecepatan transport ovum di dalam tuba fallopii (Rati, 2010).

Kontrasepsi suntik sebulan sekali mengandung estrogen dan progesterone

dan sangat efektif, dengan angka kegagalan kurang dari 1%. Saat ini di

Indonesia telah tersedia kontrasepsi suntikan sekali-sebulan, dengan nama

dagang Cyclofem dalam kemasan 0,5 ml suspense aqueous steril yang berisi 25 mg Medroxyprogesteron asetat dan 5 mg Estradiol Cypionate. Sebagian wanita lebih menyukai obat suntik sebulan sekali daripada obat suntik

jangka panjang karena obat suntik sebulan sekali ini menghasilkan

perdarahan bulanan teratur dan jarang menyebabkan spotting, dan efek menghambat fertilitasnya cepat hilang. Salah satu kekurangan utama dari

obat suntikan sebulan sekali adalah efek samping akibat estrogen seperti

mual yang dialami oleh sebagian wanita (Rati, 2010).

3. Implant

Implant adalah alat kontrasepsi hormonal yang mengandung levonorgestrel

dalam kapsul silastic-silicon (polydimethylsiloxane) dan dimasukan dibawah kulit. Dikenal dua macam implant yakni Non-Biodegradable

(39)

21

Levonorgestrel, yang dimasukan di bawah kulit sebanyak 6 kapsul dan

masing- masing panjangnya 34 mm dan berisi 36 mg levonorgestrel. Setiap hari sebanyak 30 mcg levonorgestrel dilepaskan ke dalam darah secara

difusi melalui dinding kapsul. Levonorgestrel adalah suatu hormon progestin yang dipakai juga dalam pil KB seperti mini-pill atau pil kombinasi ataupun pada AKDR yang bioaktif. Norplant-2 (2 batang), berisi

hormon Levonorgestrel, dengan daya kerja 3 tahun, satu batang berisi hormon ST-1435 dengan daya kerja 2 tahun dan yang berisi hormon 3-keto

desogestrel dengan daya kerja 2,5 sampai 4 tahun sebagai contoh Implanon 1 batang dengan panjang 4 cm, diameter luar 2 mm, terdiri dari suatu inti

EVA (Ethylene Vinyl Acetate) berisi 60 mg 3-keto desogestrel dengan daya kerja 2-3 tahun (Rati, 2010).

2.3.Metode Skrining Kanker Leher Rahim

Tidak dapat dipungkiri cara terbaik untuk mencegah kanker leher rahim saat ini

adalah dengan screening gynaecological yang dideteksi sebelum berkembang menjadi kasus karsinoma invasif dengan cara skrining dengan menggunakan

Pap smear, tes HPV, dan skrining visual dengan menggunakan asam asetat atau

larutan Lugol iodin dan jika dibutuhkan dilengkapi dengan treatment yang

terkait dengan kondisi pra-kanker. Namun demikian, dengan adanya biaya dan

rumitnya proses screening dan treatment, cara ini hanya memberikan manfaat

yang sedikit di negara-negara yang membutuhkan penanganan. Beberapa kasus

kanker leher rahim lebih tinggi terjadi di negara berkembang, karena tidak

(40)

22

dalam mendeteksi perubahan prakanker dan dapat dilakukan di lingkungan

dengan sumber daya yang terbatas. Program berbasis tes Pap sulit untuk

dilakukan dan dipertahankan di banyak negara-negara berkembang karena

banyak melibatkan langkah-langkah yang komplek dan mahal (Depkes RI,

2009). Metode yang sesuai dengan kondisi di negara berkembang termasuk di

Indonesia adalah dengan menggunakan metode IVA, karena tekniknya

mudah/sederhana, biaya rendah/murah, dan tingkat sensitifitasnya tinggi, cepat,

dan cukup akurat untuk menemukan kelainan pada tahap kelainan sel (displasia)

atau sebelum prakanker (Depkes RI, 2009).

2.4.Inspeksi Visual Asam Asetat Sebagai deteksi Dini Kejadian Kanker Leher Rahim

2.4.1. Definisi Inspeksi Visual Asam Asetat

Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA) adalah pemeriksaan leher

rahim secara visual menggunakan asam cuka dengan mata telanjang

untuk mendeteksi abnormalitas setelah pengolesan asam cuka 3-5%

(Depkes RI, 2009). Menurut Rasjidi, tujuan pemeriksaan IVA adalah

untuk melihat adanya sel yang mengalami displasia sebagai salah satu

metode skrining kanker mulut rahim. IVA tidak direkomendasikan pada

wanita pasca menopause, karena daerah zona transisional seringkali

terletak di kanalis servikalis dan tidak tampak dengan pemeriksaan

(41)

23

2.4.2. Penggunaan IVA Sebagai Metode Deteksi Dini Kejadian Kanker Leher Rahim

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sankaranayan, et. al tentang perbandingan pasien kanker leher rahim yang meninggal dunia pada

kelompok yang dilakukan deteksi dini dengan IVA dan pada kelompok

yang tidak dilakukan deteksi dini pada negara berkembang (India)

didapatkan hasil bahwa mereka yang melakukan skrining IVA, 35%

lebih sedikit yang meninggal dunia dibanding mereka yang tidak

mendapat skrining IVA. Mayoritas perempuan yang terdiagnosa kanker

leher rahim biasanya tidak melakukan deteksi dini (skrining) atau tidak

melakukan tindak lanjut setelah ditemukan adanya hasil abnormal. Tidak

melakukan deteksi dini secara teratur merupakan faktor terbesar

penyebab terjangkitnya kanker leher rahim pada seorang wanita,

terutama karena belum menjadi program wajib pelayanan kesehatan

(Emilia, 2010).

Data terkini menunjukkan bahwa pemeriksaan visual leher rahim

menggunakan asam asetat (IVA) paling tidak sama efektifnya dengan

Test Pap dalam mendeteksi penyakit dan bisa dilakukan dengan lebih

sedikit logistic dan hambatan tekhnis. IVA dapat mengidentifikasi lesi

derajat tinggi pada 78% perempuan yang didiagnosa memiliki lesi derajat

tinggi dengan menggunakan kolposkopi 3,5 kali lebih banyak daripada

jumlah perempuan yang teridentifikasi dengan mengunakan Tes Pap

(Depkes RI, 2009). Nilai sensitifitas IVA lebih baik, walaupun memiliki

(42)

24

untuk fasilitas dengan sumber daya rendah dibandingkan dengan

penapisan lain dengan beberapa alasan antara lain karena aman, murah,

mudah dilakukan, kinerja tes sama dengan tes lain, dapat dilakukan oleh

hampir semua tenaga kesehatan, memberikan hasil yang segera sehingga

dapat diambil keputusan segera untuk penatalaksanaannya, peralatan

mudah didapat, dan tidak bersifat invasif serta efektif

mengidentifikasikan berbagai lesi prakanker (Emilia, 2010).

WHO mengindikasikan skrining deteksi dini kanker leher rahim

dilakukan pada kelompok berikut ini :

a. Setiap perempuan yang berusia antara 25-35 tahun, yang belum

pernah menjalani tes sebelumnya, atau pernah menjalani tes 3 tahun

sebelumnya atau lebih.

b. Perempuan yang ditemukan lesi abnormal pada pemeriksaan tes

sebelumnya.

c. Perempuan yang mengalami perdarahan abnormal pervaginam,

perdarahan pasca sanggama atau perdarahan pasca menopause atau

mengalami tanda dan gejala abnormal lainnya.

d. Perempuan yang ditemukan ketidaknormalan pada leher rahimnya.

Interval skrining yang direkomendasikan oleh WHO yaitu :

a. Bila skrining hanya mungkin dilakukan 1 kali seumur hidup maka

(43)

25

b. Untuk perempuan usia 25- 45 tahun, bila sumber daya

memungkinkan, skrining hendaknya dilakukan tiap 3 tahun sekali.

c. Untuk usia diatas 50 tahun, cukup dilakukan 5 tahun sekali.

d. Bila 2 kali berturut-turut hasil skrining sebelumnya negatif,

perempuan usia diatas 65 tahun, tidak perlu menjalani skrining.

e. Tidak semua perempuan direkomendasikan melakukan skrining

setahun sekali

Di Indonesia interval pemeriksaan IVA adalah 5 tahun sekali. Jika hasil

pemeriksaan negatif maka dilakukan ulangan 5 tahun dan jika positif

maka dilakukan ulangan 1 tahun kemudian (Depkes RI, 2007a).

2.4.3. Cara Pemeriksaan dan Interpretasi Hasil Pada IVA

Saat melakukan pemeriksaan IVA, pertama petugas melakukan

menggunakan speculum untuk memeriksa leher rahim. Lalu serviks

dibersihkan untuk menghilangkan cairan keputihan (discarge), kemudian asam asetat dioleskan secara merata pada leher rahim. Setelah minimal 1

menit, leher rahim dan seluruh SCJ, diperiksa untuk melihat apakah

terjadi perubahan acetowhite. Hasil tes (positif atau negatif) harus

dibahas bersama ibu, dan pengobatan diberikan setelah konseling, jika

diperlukan dan tersedia. Ada beberapa kategori yang dapat dipergunakan

dalam melihat hasil pemeriksaan, salah satu kategori yang dapat

dipergunakan adalah:

(44)

26

b. IVA radang adalah serviks dengan radang atau servisitis, atau

kelainan jinak lainnya polip serviks.

c. IVA positif adalah ditemukan bercak putih. Kelompok ini yang

menjadi sasaran temuan skrining kanker serviks dengan metode IVA

karena temuan ini mengarah pada diagnosis serviks pra kanker atau

displasia ringan, sedang, berat atau kanker serviks in situ.

d. IVA kanker serviks invasif yaitu stadium IIb dengan gambaran

serviks seperti bunga kol (Rahayu, 2010).

2.5.Kerangka Teori

Kanker leher rahim merupakan kanker yang terdapat pada leher rahim. Faktor

yang berkaitan erat dengan kejadian ini adalah infeksi virus HPV dan didukung

oleh faktor-faktor risiko lainnya. Gabungan faktor-faktor ini mengakibatkan

perubahan sel-sel leher rahim menjadi abnormal dan membelah secara tidak

terkendali. Perubahan ini dapat terdeteksi dengan pemeriksaan IVA. Perubahan

pada jaringan leher rahim akan memberikan hasil yang positif pada saat

pemeriksaan, yaitu timbulnya bercak-bercak putih pada permukaan leher rahim

setelah dilakukan pengolesan asam asetat 10%. Apabila keadaan ini tidak

ditangani, lama kelamaan sel-sel prekanker tersebut akan berkembang menjadi

kanker invasif. Berdasarkan tinjauan teori tersebut maka didapatkan gambaran

(45)

27

Keterangan :

*variabel yang diteliti

Gambar 2. Kerangka Teori

2.6.Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan atau

kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya, atau antara variabel

yang satu dengan variabel yang lain dari masalah yang ingin diteliti

(Notoatmodjo, 2010). Dari uraian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi Kanker invasif

(46)

28

hasil pemeriksaan IVA positif dapat digambarkan kerangka konsep penelitian

sebagai berikut :

Gambar 3. Kerangka Konsep

2.7.Hipotesis

Penggunaan kontrasepsi hormonal kombinasi lebih berpengaruh terhadap hasil

pemeriksaan IVA positif dibandingkan kontrasepsi hormonal non kombinasi

pada wanita PUS di wilayah kerja Puskesmas Madukoro. Faktor Risiko :

1. Penggunaan alat kotrasepsi hormonal kombinasi

2. Penggunaan alat kontrasepsi hormonal non-kombinasi

Hasil pemeriksaan : 1. Hasil pemeriksaan

IVA positif

(47)

29

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian analitik korelatif dengan pendekatan

cross-sectional, yaitu suatu penelitian untuk mempelajari dinamik korelasi antara faktor-faktor risiko dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data

sekaligus pada suatu saat (Notoatmodjo, 2010). Desain penelitian ini digunakan

untuk mengidentifikasi hubungan penggunaan alat kontrasepsi hormonal

kombinasi dan non kombinasi terhadap hasil pemeriksaan IVA positif pada

wanita Pasangan Usia Subur (PUS) di wilayah kerja Puskesmas Madukoro.

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian

3.2.1. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksakan pada Bulan September – November 2015.

3.2.2. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Madukoro

(48)

30

3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas subyek atau

obyek penelitian yang memiliki kuantitas dan karakteristik tertentu

yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya (Sugiyono, 2006). Populasi target pada penelitian ini

adalah seluruh wanita PUS yang menggunakan alat kontrasepsi

hormonal di wilayah kerja Puskesmas Madukoro tahun 2015 yang

berjumlah 3428 jiwa dengan populasi terjangkau yaitu wanita PUS

yang menggunakan kontrasepsi hormonal di Desa Madukoro dan

Madukoro Baru yang berjumlah 846 jiwa.

3.3.2. Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti dan dianggap

mewakili seluruh populasi (Arikunto, 2006). Besar sampel dalam

penelitian ini dihitung dengan menggunakan Rumus Lameshow

sebagai berikut :

1-xα/2 = Standar Deviasi normal pada derajat kepercayaan

(49)

31

P = Proporsi sifat populasi, gunakan 0,5 (50%)

d = Tingkat penyimpangan yang diinginkan ( 0,05 )

Sehingga didapatkan sampel sebanyak :

� = , x , − ,

, − + , � , − ,

� = , ,

� = 159,2 = 160 responden

Jadi sampel yang diambil dalam penelitian ini sebesar 160 responden.

3.3.3. Teknik Sampling

Pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode consecutive sampling, di mana subyek yang datang secara berurutan dan memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan dalam

penelitian sampai subyek yang diperlukan terpenuhi (Notoatmodjo,

2010).

3.4. Kriteria Penelitian

3.4.1. Kriteria Inklusi a. Wanita PUS

b. Tercatat dalam data Puskesmas Madukoro

c. Menggunakan alat kontrasepsi hormonal

d. Sudah dilakukan pemeriksaan IVA

(50)

32

3.4.2. Kriteria Eksklusi

a. Memiliki pasangan seksual lebih dari 1

b. Melakukan hubungan seksual pada usia < 20 tahun

c. Jumlah paritas > 3

d. Memiliki riwayat kanker serviks dalam keluarga

3.5. Identifikasi Variabel

3.5.1. Variabel Independen

Variabel independen pada penelitian ini yaitu penggunaan alat

kontrasepsi hormonal (kombinasi dan non kombinasi).

3.5.2. Variabel Dependen

Variabel Dependen pada penelitan ini adalah hasil pemeriksaan IVA.

3.6. Definisi Operasional

Definisi Operasional adalah alat untuk membatasi ruang lingkup atau

pengertian variabel-variabel yang diteliti juga bermanfaat untuk mengarahkan

(51)

33

(52)

34

3.7. Etika Penelitian

Penelitian ini menggunakan subjek manusia, sehingga penelitian harus sesuai

dengan prinsip-prinsip etika penelitian. Oleh karena itu, sebelum melakukan

penelitian, peneliti terlebih dahulu mengajukan ethical clearance kepada tim

kaji etik FK UNILA agar tidak terjadi pelanggaran terhadap hak-hak (otonomi)

manusia yang menjadi subjek penelitian.

Setelah mendapat persetujuan dari pihak terkait yang tertuang dalam

Persetujuan Etik No: 1983/UN26/8/DT/2015, peneliti memulai penelitian

dengan menekankan prinsip-prinsip etika penelitian sebagai berikut :

1. Lembar Persetujuan Menjadi Responden (Informed Consent)

Lembar persetujuan ini diberikan kepada subjek yang akan menjadi

responden dalam penelitian. Pada lembar persetujuan dijelaskan hal-hal

terkait dengan penelitian. Pada subjek juga dijelaskan bahwa responden

bebas dari eksploitasi dan informasi yang didapatkan tidak digunakan untuk

hal-hal yang merugikan responden dalam bentuk apapun, kesediaan menjadi

responden, dan kerahasiaan identitas responden.

2. Tanpa Nama (Anonymity)

Kerahasiaan responden terjaga dengan tidak mencantumkan nama pada

lembar kuisioner.

3. Rahasia (Confidentiality)

Peneliti menjamin kerahasiaan responden karena pemanfaatan informasi

(53)

35

dengan kebutuhan penelitian. Lembar kuisioner pun disimpan oleh peneliti

untuk menghindari kebocoran informasi terkait responden.

3.8. Alat dan Cara Penelitian

3.8.1. Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis dan lembar

kuisioner. Kuisioner diartikan sebagai daftar pertanyaan yang sudah

tersusun dengan baik, sudah matang, dimana responden (dalam hal

angket) tinggal memberikan jawaban atau memberikan tanda tertentu

(Notoatmodjo, 2010).

3.8.2. Cara Penelitian

Pada penelitian ini, seluruh data diambil menggunakan kuisioner (data

primer) yang meliputi:

a. Penilaian etik oleh Tim Kaji Etik FK Unila

b. Pengurusan izin penelitian di Puskesmas Madukoro

c. Pelaksanaan pemeriksaan IVA terhadap responden oleh petugas

Puskesmas Madukoro yang terlatih

d. Penjelasan maksud dan tujuan penelitian kepada responden dan

meminta persetujuan dengan menandatangani informed consent

e. Pengisian kuesioner dengan diberikan penjelasan terlebih dahulu

(54)

36

f. Pengukuran hasil jawaban pada formulir lembar penelitian dengan

mengelompokkan masing-masing jawaban yang sudah disediakan,

yaitu :

1) Untuk hasil pemeriksaan IVA, bila hasil pemeriksaan IVA

positif diberi skor 1 dan hasil pemeriksaan IVA negatif diberi

skor 0

2) Untuk alat kontrasepsi hormonal, bila alat kontrasepsi yang

digunakan adalah alat kontrasepsi hormonal kombinasi maka

diberi skor 1 dan bila alat kontrasepsi yang digunakan adalah

alat kontrasepsi hormonal non kombinasi maka diberi skor 0.

3.9. Pengolahan dan Analisis Data

3.9.1. Pengolahan Data

Data yang telah diperoleh dari proses pengumpulan data diubah

kedalam bentuk tabel - tabel, kemudian data diolah menggunakan

program komputer dengan α = 0,05. Proses pengolahan data ini terdiri dari beberapa langkah :

a. Editing, kegiatan pengecekan dan perbaikan isian formulir atau kuesioner.

b. Coding, untuk mengkonversikan (menerjemahkan) data yang dikumpulkan selama penelitian kedalam simbol yang sesuai untuk

keperluan analisis.

(55)

37

d. Cleaning, pengecekan ulang data dari setiap sumber data atau

responden untuk melihat kemungkinan adanya kesalahan kode,

ketidaklengkapan, dan kemudian dilakukan koreksi (Notoatmodjo,

2010).

3.9.2. Analisis Data

Analisa data yang dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Analisa Univariat

Analisa univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan

karakteristik tiap variabel penelitian. Pada umumnya dalam analisis ini

hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan persentase dari tiap

variabel.

b. Analisa Bivariat

Analisa ini digunakan untuk mencari hubungan dua variabel yaitu

variabel dependen dan variabel independen, yaitu untuk mengetahui

ada tidaknya pengaruhpenggunaan alat kontrasepsi hormonal terhadap

hasil pemeriksaan IVA positif pada wanita PUS di wilayah kerja

Puskesmas Madukoro. Uji statistik yang akan digunakan adalah uji Chi

Square dengan tingkat kepercayaan 95% (a = 0,05). Interpretasi dari uji statistik ini yaitu :

1) Bila P value ≤ a (0,05) maka hasil bermakna / signifikan, artinya ada hubungan yang bermakna antara variabel independen dengan

(56)

38

2) Bila P value > a (0,05) Ho gagal ditolak (diterima), artinya data

sampel tidak mendukung adanya perbedaan yang bermakna

(signifikan).

Setelah diketahui ada tidaknya hubungan antara penggunaan alat

kontrasepsi hormonal dengan hasil pemeriksaan IVA, maka penelitian

dilanjutkan dengan mencari Odd Ratio dengan tujuan untuk

menganalisa seberapa besar pengaruh alat kontrasepsi hormonal

tersebut dalam meningkatkan hasil pemeriksaan IVA positif pada

(57)

51

BAB V PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Penggunaan kontrasepsi hormonal kombinasi lebih berpengaruh terhadap hasil

pemeriksaan IVA positif dibandingkan kontrasepsi hormonal non kombinasi

pada wanita PUS di wilayah kerja Puskesmas Madukoro.

5.2. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan peneliti menyarankan agar :

1. Bagi Wanita Usia Subur (WUS) yang memiliki hasil pemeriksaan IVA

positif diharapkan untuk mengikuti rangkaian terapi yang telah dianjurkan

dan melakukannya sesuai arahan dari Puskesmas setempat.

2. Bagi WUS yang menggunakan alat kontrasepsi hormonal disarankan untuk

tidak menggunakannya dalam jangka waktu yang lama ( > 4 tahun ).

Apabila ingin menggunakan kontrasepsi jangka panjang WUS disarankan

untuk menggunakan alat kontrasepsi non hormonal, seperti IUD.

3. Bagi seluruh wanita disarankan untuk melakukan tindakan pencegahan

kanker leher rahim berupa imunisasi anti-HPV dan melakukan skrining

(58)

52

4. Untuk penelitian selanjutnya terkait faktor-faktor yang mempengaruhi

kejadian kanker leher rahim disarankan peneliti tidak hanya meneliti tentang

(59)

53

DAFTAR PUSTAKA

Ambarita R.H. 2011. Hubungan Pengetahuan Sikap dan Sarana Pemeriksaan PAP Smear dengan Perilaku Pemeriksaan PAP Smear pada Wanita Yang Sudah Menikah di Poliklinik rawat Jalan Obstetri dan Gynekologi RSUD DR H Abdul Moeloek Provinsi Lampung [skripsi]. Bandar Lampung : Universitas Lampung.

Arikunto S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Azamris. 2006. Analisis Faktor Risiko pada Pasien Kanker Payudara di RS. Dr. M. Djamil Padang. CKD. 152:53–56

Chamim. 2006. Penentuan Stadium Klinik dan Pembedahan Kanker Ginekologi. Dalam Aziz M, Adrijojo, Saifuddin A, penyunting. Buku Acuan Nasional Onkologi Ginekologi. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. hlm. 173-181.

Cullati S. 2009. Cancer Screening In a Middle-Aged General Population : Factors Associated with Practices and Attitudes. BMC Public Health. (9):118

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Pedoman Surveilans Epidemiologi Penyakit Kanker. Jakarta : Departemen Kesehatan RI.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007a. Pedoman Penemuan dan Penatalaksanaan Penyakit Kanker Tertentu Di Komunitas. Jakarta : Departemen Kesehatan RI.

(60)

54

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Pedoman Teknis Pengendalian Kanker Payudara dan Kanker Leher Rahim. Jakarta : Departemen Kesehatan RI.

Emilia O, Yudha H, Kusumanto D, & Freitag H. 2010. Bebas Ancaman Kanker Serviks. Yogyakarta: Media Pressindo.

Guyton A, & Hall. Penyunting. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Situasi dan Analisis Keluarga Berencana. Jakarta : Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI.

Lindström, A. K., Stendahl, U. L. F., Tot, T., & Hellberg, D. a N. 2007. Associations between Ten Biological Tumor Markers in Squamous Cell Cervical Cancer and Serum Estradiol , Serum Progesterone and Smoking. Anti-Cancer Research (27):1401–1406.

McFarlane-Anderson, N., Bazuaye, P. E., Jackson, M. D., Smikle, M., & Fletcher, H. M. 2008. Cervical dysplasia and cancer and the use of hormonal contraceptives in Jamaican women. BMC Women’s Health (8):9.

Notoatmodjo S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Novel S. 2010. Kanker Serviks dan Infeksi Human Papilloma Virus. Jakarta: Javamedia Networks.

Peirson L, Fitzpatrick-Lewis D, Ciliska D, & Warren R. 2013. Screening for cervical cancer: a systematic review and meta-analysis. Systematic Reviews, 2(1):35.

Rahayu S. 2010. Peran Kader Paguyuban Perempuan Waspada Kanker (PPWK) dalam Meningkatkan Kesadaran Masyarakat Untuk Deteksi Dini Kanker Cerviks [tesis]. Solo : Universitas Sebelas Maret.

(61)

55

Rati NA. 2010. Karakteristik Pengguna Kontrasepsi di Puskesmas Ciampea Bogor Periode Januari-Oktober 2010 [skripsi]. Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah.

Sugiyono. 2006. Statistik Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Sulaini P. 2006. Biopsi. Dalam Aziz M, Adrijojo, Saifuddin A, penyunting. Buku Acuan Nasional Onkologi Ginekologi. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. hlm. 239-51.

Suwiyoga. 2006. Tes Human Papillomavirus sebagai Skrinning Alternative Kanker Serviks. CKD. 15(1):29.

Urban, M., Banks, E., Egger, S., Canfell, K., O&apos;Connell, D., et al. 2012. Injectable and oral contraceptive use and cancers of the breast, cervix, ovary, and endometrium in black south african women: Case-control study. PLoS Medicine, 9(3):1–11.

Wahyuningsih, T., & Mulyani, E. Y. 2014. Faktor Risiko Terjadinya Lesi Prakanker Serviks Melalui Deteksi Dini Dengan Metode IVA. Forum Ilmiah. 11:192–209.

WHO. 2013. WHO Guidelines for Screening and Treatment of Precancerous Lesions for Cervical Cancer Prevention. Afrika Selatan : WHO Library Cataloguing-in-Publication Data.

Wijaya, D. 2010. Pembunuh Ganas itu bernama Kanker Serviks. Yogyakarta: Sinar Kejora.

Wiknjosastro, H. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

(62)

Gambar

Gambar 1.  Perjalanan Alamiah Kanker Leher Rahim Menurut Depkes
Gambar 2. Kerangka Teori
Gambar 3. Kerangka Konsep

Referensi

Dokumen terkait

penggunaan alat kontrasepsi yang mengandungi kombinasi hormonal (pil) dengan kejadian vaginal discharge patologis pada dosen wanita Universitas Sumatera Utara

Tujuan: untuk mengetahui pengaruh pengetahuan, motivasi dan dukungan suami terhadap perilaku pemeriksaan IVA pada wanita usia subur di Puskesmas Kedungrejo.. Metode:

faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan jenis kontrasepsi pada Pasangan Usia. Subur (PUS) di wilayah kerja Puskesmas

PENGARUH PENYULUHAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA (KB) TERHADAP SIKAP PENERIMAAN ALAT KONTRASEPSI PADA PASANGAN.. USIA

Berdasarkan hasil penelitian gambaran pengetahuan wanita usia subur tentang efek samping alat kontrasepsi Implant menunjukkan bahwa sebagian besar adalah kurang

suami terhadap pemakaian metode kontrasepsi jangka panjang pada wanita. pasangan usia subur di wilayah kerja Puskesmas Medan Sunggal

Berdasarkan hasil analisa dapat diketahui bahwa motivasi wanita usia subur 15 - 49 tahun yang melakukan pemeriksaan IVA Test di wilayah kerja Puskesmas Sewon 1

SIMPULAN Hasil penelitian terhadap 34 orang responden tentang pengaruh metode ceramah tentang pemeriksaan IVA terhadap perilaku melakukan IVA pada wanita usia subur untuk pencegahan