• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Maksiat Terhadap Penyakit Hati-Hati Menurut IBN Al-Qayyim Al-Jauziyyah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Maksiat Terhadap Penyakit Hati-Hati Menurut IBN Al-Qayyim Al-Jauziyyah"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH MAKSIAT TERHADAP PENYAKIT HATI

MENURUT IBN AL-QAYYIM AL-JAUZIYYAH

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persayaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos. I)

Disusun Oleh:

Husni Mubaroq 101052022638

JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

PENGARUH MAKSIAT TERHADAP PENYAKIT HATI

MENURUT IBNU AL-QAYYIM AL-JAUZIYYAH

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi untuk memenuhi syarat-syarat mencapai gelar

Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)

Oleh :

HUSNI MUBAROQ NIM: 101052022638

Di Bawah Bimbingan :

Dra. Asriati Jamil, M.Hum NIP: 150 244 766

JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(3)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 24 Juni 2008

(4)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul Pengaruh Maksiat Terhadap Penyakit Hati Menurut Ibn Al-Qayyim Al-Jauziyyah telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Jakarta pada tanggal 24 Juni 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S. Sos. I) pada Program Studi Bimbingan dan Penyuluhan Islam.

Jakarta, 24 Juni 2008 Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota

Drs. Study Rizal LK, MA Nasichah, MA NIP: 150 262 876 NIP: 150 276 298

Anggota

Penguji I Penguji II

Drs. M. Luthfi, MA Dra. Hj. Musfirah Nurlaily, MA NIP: 150 268 782 NIP: 150 299 324

Pembimbing

(5)

ABSTRAK

Husni Mubaroq

Pengaruh Maksiat Terhadap Penyakit Hati Menurut Ibn Al-Qayyim Al Jauziyyah

Skripsi ini dibuat untuk mendeskripsikan dan menganalisis pandangan Ibn Al-Qayyim Al-Jauziyyah mengenai pengaruh maksiat terhadap penyakit hati, lewat beberapa pendapat yang disampaikan beliau dalam bukunya.

Sebuah kata yang mungkin sering didengar ditelinga, bahkan sampai disaksikan sendiri dengan mata kepala terbuka. Kata tersebut merupakan sebuah perbuatan yang melanggar aturan dan syari’at yang telah ditetapkan atau ditentukan oleh Allah SWT. Tentunya aturan dan syari’at tersebut mempunyai makna yang dalam bagi umat Islam. Adapun kata tersebut adalah “maksiat”.

Ketika seseorang berbuat maksiat, di dalam hatinya terjadi pergolakan yang sangat dahsyat, antara membenarkan atau menyalahkan atas perbuatan yang telah dilakukannya. Bahkan hatinya bisa menjadi beku terhadap aturan dan syari’at Allah jika telah terbiasa melakukan kemaksiatan.

Penelitian skripsi ini merupakan penilitan literar sehingga termasuk penelitian kulitatif, dengan metode deskrpsi analisis, yaitu menerangkan dalam bentuk analisis pustaka (library research), karena data-data yang disajikan berupa pernyataan-pernyataan dan dapat diartikan sebagai penelitian yang tidak menggunakan angka statistik.

Dalam bahasa Arab, makna dasar kata maksiat adalah durhaka. Di dalam ajaran Islam, kata ini dipakai untuk menyebut perbuatan durhaka atau dosa seseorang yang tidak mau mengikuti perintah Allah SWT dan rasul-Nya. Sebaliknya, ia justru mengerjakan larangan-Nya. Sedangkan penyakit hati ialah rasa sakit yang menimpa hati, seperti rasa sakit ketika musuh menguasai anda. Sesungguhnya yang demikian mendatangkan rasa panas atau menyayat hati. Penyakit hati juga dikarenakan terjadiya kerusakan, terutama pada persepsi dan keinginan. Orang yang hatinya sakit akan tergambar kepadanya hal-hal berbau subhat. Akibatnya, ia tidak dapat melihat kebenaran. Di sisi lain, keinginannnya membenci kebenaran yang bermanfaat dan menyukai kebathilan yang berbahaya.

(6)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Tiada kata yang pantas penulis ucapkan selain memanjatkan untaian puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan hidayah-Nya yang senatiasa berlimpah kepada penulis, sehingga penulis diberikan kemampuan, kekuatan serta ketabahan hati dalam menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam tidak lupa penulis haturkan kepada Revolesioner Besar junjungan Nabi Muhammad Saw, yang senantiasa membawa cahaya dan rahmat bagi seru sekalian alam.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari banyak sekali kesulitan dan hambatan yang dihadapi, serta saat ini juga masih jauh dari kesempurnaan dan hal ini tidak terlepas dari sifat manusia sebagai makhluk yang disebut oleh Nabi “al-insan minal khoto’wa al-nisyan” manusia tempatnya salah dan lupa.

Selanjutnya penulis ingin mengucapkan ribuan terima kasih tiada tara dan tiada terhingga atas bimbingan dan pengarahan-pengarahan yang diberikan kepada penulis, yaitu kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, M.A. Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta beserta para Pembantu Rektor.

2. Bapak Dr. Murodi M.A, sebagai Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi, beserta jajarannya, Pembantu Dekan I, Pembantu Dekan II, dan Pembantu Dekan III. Mudah-mudahan dapat membawa Fakultas Dakwah dan Komunikasi menjadi Fakultas terdepan

(7)

Bimbingan dan Penyuluhan Islam. Tak lupa pula penulis ucapkan terima kasih kepada mantan Sekretaris Jurusan BPI, Ibu Dra. Musfirah Nurlaily. 4. Ibu Dra. Hj. Asriati Jamil, M. Hum. sebagai Dosen Pembimbing skripsi,

atas ketulusan dan kebaikan hatinya, memberikan motivasi kepada penulis serta membimbing dengan penuh keikhlasan di tengah kesibukannya, dan mengarahkan penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 5. Pimpinan Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Dakwah dan

Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan fasilitas kepustakaan sebagai bahan referensi dalam pembuatan skripsi penulis.

6. Terima kasih penulis haturkan kepada segenap Civitas Akademika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Pimpinan, Dosen, dan Karyawan khususnya di Fakultas Dakwah dan Komunikasi, atas andil mereka penulis dapat melalui proses belajar dengan baik dan lancar.

7. Ibunda Fatimah dan Ayahanda (alm) Hasan Arfan, kakak-kakakku Wardah, Faridah, yang berada jauh di Bali yang penulis cintai yang tiada putus memberikan motivasi berupa moril maupun materil, Saidah yang berada di Bogor yang selalu memberikan semangat berupa moril maupun materil, sehingga menjadikan penulis mampu meraih cita, cipta, dan cinta-Nya

(8)

9. Teman-teman seperjuangan, Duplax, Ndut, Jawa, Lutfi, Asep, Risdy, David, Bode, Mawan, Aplox, Joel, Ra’uf, dan lainnya yang tidak bisa penulis sebut satu persatu.

10.Terima kasih pula untuk adik-adik kelas angkatan 2003 sampai dengan angkatan 2007 yang selalu memberikan dorongan untuk menyelesaikan skripsi ini.

Banyak lagi nama-nama yang ingin penulis sebut, namun tidak memungkinkan untuk menuliskannya. Penulis hanya berharap semoga Allah SWT membalas amal, dan budi baik semuanya, dan semoga skripsi ini dapat membawa manfaat khususnya bagi penulis dan pembaca pada umumnya. Amin.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Jakarta, 24 Juni 2007

(9)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

PEDOMAN TRANSLITERASI ... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah... 9

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 9

D. Tinjauan Pustaka ... 10

E. Metodologi Penelitian ... 11

F. Sistematika Penulisan ... 13

BAB II LANDASAN TEORITIS A. Pemahaman Umum Tentang Maksiat ... 15

1. Pengertian Maksiat ... 15

a. Menggelisahkan Hati ... 18

b. Terjadi Bencana Alam ... 18

c. Konflik Antara Manusia ... 19

d. Terhambat Untuk Masuk Surga ... 21

B. Pengertian Penyakit Hati ... 22

1. Pengertian Penyakit Hati ... 22

2. Tanda-tanda Penyakit Hati ... 33

3. Pengobatan Penyakit Hati ... 34

BAB III BIOGRAFI IBN AL-QAYYIM AL-JAUZIYYAH A. Silsilah dan Kemasyhuran Beliau ... 41

B. Putra-Putra Ibnu Qayyim ... 42

C. Akhlak Ibnu Qayyim ... 42

D. Aktivitas Ibadah dan Kezuhudan Ibnu Qayyim ... 43

E. Masa Kehidupan Ibnu Qayyim ... 44

F. Masa Mencari Ilmu Pengetahuan ... 46

G. Ilmu-ilmu Yang Dikuasai ... 47

H. Peran Ibnu Qayyim Dalam Bidang Intelektual ... 47

I. Guru-guru Ibnu Qayyim ... 49

J. Murid-murid Ibnu Qayyim ... 49

K. Perlakuan Tidak Nyaman Terhadap Ibnu Qayyim... 49

L. Wafatnya Ibnu Qayyim ... 50

(10)

BAB IV ANALISIS PENGARUH MAKSIAT TERHADAP PENYAKIT HATI MENURUT IBN AL-QAYYIM AL-JAUZIYYAH

A. Analisa Tentang Maksiat dan Penyakit Hati ... 58

1. Al-lahazat (pandangan pertama) ... 60

2. Al-khothorot (pikiran yang melintas dibenak) ... 61

3. Al-lafazhat (ungkapan kata-kata) ... 62

4. Al-khuthuwat (langkah nyata untuk perbuatan) .... 63

B. Pandangan Ibnu Qayyim Tentang Pengaruh Maksiat Terhadap Penyakit Hati ... 67

1. Maksiat menghalangi ilmu ... 68

2. Maksiat menghalangi rizki ... 69

3. Maksiat menimbulkan kerisauan dan kesepian dalam hati ... 69

4. Maksiat mendatangkan kesulitan ... 70

5. Maksiat menimbulkan kegelapan dalam hati ... 70

6. Maksiat melemahkan hati dan badan ... 70

7. Maksiat menghalangi ketaatan ... 71

8. Maksiat mengurangi umur dan berkah ... 71

9. Maksiat melemahkan hati untuk berbuat kebajikan ... 72

10.Maksiat melemahkan kebaikan ... 73

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 74

(11)

PEDOMAN TRANSLITERASI

ARAB LATIN ARAB LATIN

أ

a/’

ض

dh

ب

b

ط

th

ت

t

ظ

zh

ث

ts

ع

ج

j

غ

gh

ح

ħ

ف

f

خ

kh

ق

q

د

d

ك

k

ذ

dz

ل

l

ر

r

م

m

ز

z

ن

n

س

s

و

w

ش

sy

h

ص

sh

ي

y

â (a panjang), contoh

ﻚﻟﺎﻤﻟا

: al-Mâlik î (i panjang), contoh

ﻢﻴﺣﺮﻟا

: al-Raħîm
(12)

DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

LEMBAR PERNYATAAN

ABSTRAK ... KATA PENGANTAR...

DAFTAR ISI... PEDOMAN TRANSLITERASI ... BAB I PENDAHULUAN

G. Latar Belakang Masalah ... H. Pembatasan dan Perumusan Masalah... I. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... J. Metodologi Penelitian ... K. Sistematika Penulisan ...

BAB II LANDASAN TEORITIS TENTANG MAKSIAT DAN

PENYAKIT HATI

C. Pemahaman Umum Tentang Maksiat ... 2. Pengertian Maksiat... a. Menggelisahkan Hati ... b. Terjadi Bencana Alam ... c. Konflik Antara Manusia... d. Terhambat Untuk Masuk Surga ... D. Pengertian Penyakit Hati dan Tanda-tandanya ... 4. Pengertian Penyakit Hati... 5. Tanda-tanda Penyakit Hati ... 6. Pengobatan Penyakit Hati ... BAB III BIOGRAFI IBN AL-QAYYIM AL-JAUZIYYAH

(13)

Y. Wafatnya Ibnu Qayyim ... Z. Karya-karya Ibnu Qayyim...

BAB IV ANALISIS PENGARUH MAKSIAT TERHADAP PENYAKIT HATI MENURUT IBN AL-QAYYIM AL-JAUZIYYAH

C. Analisa Tentang Maksiat dan Penyakit Hati... 5. Al-lahazat (pandangan pertama) ... 6. Al-khothorot (pikiran yang melintas dibenak)... 7. Al-lafazat (ungkapan kata-kata) ... 8. Al-khuthuwat (langkah nyata untuk perbuatan)...

D. Pandangan Ibnu Qayyim Tentang Pengaruh Maksiat Terhadap Penyakit Hati...

11.Maksiat menghalangi ilmu... 12.Maksiat menghalangi rizki... 13.Maksiat menimbulkan kerisauan dan kesepian dalam

hati... 14.Maksiat mendatangkan kesulitan ...

15.Maksiat menimbulkan kegelapan dalam hati... 16.Maksiat melemahkan hati dan badan ... 17.Maksiat menghalangi ketaatan... 18.Maksiat mengurangi umur dan berkah... 19.Maksiat melemahkan hati untuk berbuat kebajikan

... 20.Maksiat melemahkan kebaikan ... BAB V PENUTUP

(14)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia yang hidup pada sebuah jaman yang serba canggih ini dengan iptek sebagai andalannya, terkadang sering memberikan perubahan-perubahan yang tidak pasti baik dalam bidang hukum, politik, budaya, moral, norma, nilai dan etika kehidupan yang semua itu berakselerasi dengan cepat. Semakin cepat perubahan itu, maka semakin maju pula masyarakat dan tuntutan hidup yang harus dipenuhi oleh masing-masing individu juga semakin meningkat.

Akibat bertambahnya kebutuhan hidup pada masyarakat modern maka manusia dalam hidupnya selalu mengejar waktu, mengejar benda, dan mengejar prestise. Dari sinilah manusia akan memikirkan diri sendiri atau merasa bahwa ia perlu terlebih dahulu memikirkan kepentingan dirinya (egois). Sikap ini selanjutnya akan berakibat pada timbulnya persaingan hidup dan pada gilirannya orang kehilangan pegangan hidup, hanyut terbawa arus globalisasi.

(15)

Menurut Ahmad Najid Burhani, secara alamiah manusia merindukan kehidupan yang tenang dan sehat, baik jasmani maupun rohani. Kesehatan yang bukan hanya menyangkut badan, tetapi juga kesehatan mental1.

Agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad pun bukan hanya dipersembahkan bagi pemeluknya (kaum muslimin) saja, tapi juga untuk seluruh umat manusia. Semua umat Islam tahu bahwa Islam mampu menjawab segenap persoalan yang terjadi pada umat manusia di muka bumi ini. Sayangnya banyak orang yang enggan mengakui sifat ‘alamiyah

(universal) Islam ini.

Allah SWT dalam mensyari'atkan segala sesuatu atas hambanya pasti menyertakan hikmah di dalamnya. Namun demikian, bukan kewajiban hamba itu untuk mengetahui hikmah tersebut, tetapi jika ia mengetahui hikmah-hikmah tersebut, maka itu lebih baik, karena akan memotifasinya untuk istiqamah dalam melaksanakan syari'ah Allah SWT itu.

Harus diyakini bahwa Allah SWT tidak memerintahkan suatu perintah kecuali pasti ada manfaat bagi hamba yang mentaatinya. Demikian pula sebaliknya, Allah tidak melarang sesuatu kecuali pasti ada muhlarat untuk hamba yang melanggarnya.

Sebuah kata yang mungkin sering terdengar ditelinga, kata tersebut merupakan sebuah perbuatan yang melanggar aturan atau syari’at yang telah ditentukan oleh Allah, tentunya bagi umat Islam mempunyai makna yang luas. Kata tersebut yaitu “maksiat”.

1

(16)

Dari awal mulanya penciptaan manusia yaitu Nabi Adam kata tersebut sudah dilakukan, Nabi Adam melanggar perintah Allah dengan mengambil buah Khuldi. Akhirnya Nabi Adam dikeluarkan dari surga atas kemaksiatan yang ia perbuat. Iblis terusir dari rahmat Allah Swt karena maksiat. Dan sungguh rontoknya seluruh peradaban di muka bumi ini, hanya disebabkan satu kata. Itu tiada lain adalah ‘maksiat.’ Tiada yang beruntung seseorang dalam melakukan maksiat. Hal terbaik yang harus dikerjakan adalah meninggalkannya.

Maksiat tidak hanya dilakukan oleh kaum durjana, ia bahkan dapat membuat seorang shaleh tergelincir dan membuat para kekasih Allah terperosot. Karenanya berhati-hatilah dari perbuatan maksiat. Sungguh dalam berbuat maksiat tidak ada seorang pun yang beruntung

Contoh-contoh yang penulis terangkan diatas telah jelas sekali bahwa kemaksiatan telah meraja-lela dimuka bumi ini. Melakukan suatu dosa atau maksiat sangat mempengaruhi kepribadian, jiwa dan hati.

Allah SWT telah jelas menerangkan didalam al-Quran, surat Ar-Ruum ayat: 41, bahwa kerusakan yang timbul di muka bumi ini adalah disebabkan oleh perbuatan manusia sendiri sebagai berikut:

(17)

Artinya : ”Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan Karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka

sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).2 (Ar-Ruum: 41)

Adapun Hati terbagi menjadi dua bagian, yaitu hati yang merupakan tempat ‘Arsy Rahman, yang di dalamnya terdapat cahaya, kehidupan, kebahagiaan, kesenangan dan segala bentuk kebajikan. Sedangkan hati yang kedua adalah hati yang menjadi tempat bercokolnya syaitan. Didalamnya terdapat kesempitan, kegelapan, kesedihan, kecemasan, ketakutan, duka cita3.

Hati adalah sumber kebaikan dan keburukan seseorang. Bila hati penuh dengan ketaatan kepada Allah, maka perilaku seseorang akan penuh dengan kebaikan. Sebaliknya, bila hati penuh dengan syahwat dan hawa nafsu, maka yang akan muncul dalam perilaku adalah keburukan dan kemaksiatan.

Menurut Kartini Kartono, mental yang sehat adalah kemampuan seseorang memecahkan segenap keruwetan batin manusia yang ditimbulkan oleh macam-macam kesulitan hidup, serta berusaha mendapatkan kebersihan jiwa, dalam pengertian tidak terganggu oleh ketegangan, ketakutan dan konflik batin4. Hati nurani adalah salah satu aspek terdalam dalam jiwa manusia yang senantiasa menilai benar salahnya perasaan, niat, angan-angan, pemikiran, hasrat, sikap dan tindakan seseorang, terutama dirinya sendiri. Sekalipun hati nurani ini cenderung menunjukkan apa yang benar dan apa yang salah, tetapi ternyata tidak jarang mengalami keragu-raguan dan

2

Yayasan Penterjemah Al-Qur’an/Penafsir Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: Lembaga Percetakan Al-Qur’an. Raja Fahd. 1971.

3

M. Shalih al-Munjid, Terapi Mengatasi Kecemasan, Robbani Press, Jakarta. Cet ke-II, h.1-3

4

(18)

sengketa batin, sehingga seakan-akan sulit menentukan mana yang benar dan mana yang salah.5

Tempat untuk memahami dan mengendalikan diri itu ada di hati. Hatilah yang menunjukkan watak dan siapa diri kita sebenarnya. Hati atau kalbulah yang membuat manusia mampu berprestasi, bila hati bening dan jernih, insya Allah, keseluruhan diri manusia akan menampakkan kebersihan, kebeningan, dan kejernihan.6

Di antara fungsi hati, menurut Al-Ghazali, adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah swt.7 Allah telah menciptakan hati sebagai tempat Dia bersemayam. Fungsi hati adalah untuk mengenal Tuhan, mencintai Tuhan, menemui Tuhan, dan pada tingkat tertentu, melihat Tuhan atau berjumpa dengan-Nya. Hati yang berpenyakit ditandai dengan tertutupnya mata batin seseorang dari penglihatan-penglihatan rohaniah.

Terkadang hati diserang oleh penyakit dan sakitnya bertambah parah, tetapi tidak disadari oleh pemiliknya. Bahkan bisa membuat hati beku dan mati. Seseorang dapat menyadari apabila kesibukan-kesibukan menghampiri, begitu banyak pikiran-pikiran, sehingga Sholat sebagai sarana mengingat Allah, terlewati dengan sekedarnya, kalau bisa bacaan-bacaannya sedemikan cepatnya agar bisa melanjutkan aktivitas lain. Ada kalanya sholat serasa indah dan penuh makna, tetapi kebanyakan lainnya begitu cepat tanpa meninggalkan kesan. Disinilah hati akan mulai terpengaruhi, karena serba terburu-buru,

5

Hanna Djumhana Bastaman, Integrasi Psikologi dengan Islam, (Yogkayarta: Yayasan Insan Kamil-Pustaka Pelajar Offset, 2001). h. 147

6

Herwono dan M. Deden Ridwan, Aa Gym dan Fenomena Daarut Tauhid: Memperbaiki Diri Lewat Manajemen Qalbu, (Bandung: Hikmah-Mizan, 2002) h. 226-227

7

(19)

sampai-sampai tidak merasakan indahnya kedamaian tatkala sholat dan ketenangan setelahnya.

Ketika seseorang menyadari ada yang tidak beres dengan hatinya, serasa penuh stress dan tidak tenang bahkan penuh angan-angan yang berlebihan, maka detik itu hatinya mulai sakit, dan setiap penyakit harus diobati agar kembali sembuh. Adapun untuk mengobati hati kita haruslah bersabar.

Untuk mengobati Hati, kita harus telaten dan sabar, karena ini akan sangat berat dan susah, karena cobaan-cobaan yang muncul dari diri kita masing-masing. Adapun makanan yang bergizi untuk Hati adalah Iman dan Obat yang dimaksud adalah Al-qur'an. Menurut Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, salah satu tanda kesehatan Hati adalah meninggalkan kesenangan dunia hingga berlabuh ke Akhirat dan bertempat disana (dunia) seakan-akan dirinya bagian dari penduduk akhirat.8

Allah Maha pengasih lagi maha penyayang, barangsiapa yang berusaha mencari kedamaian dan ketenangan Jiwa dengan jalan yang Allah telah syari'atkan, tentulah Allah tidak akan menyia-nyiakan. Allah akan menumbuhkan ketenangan kepada Hatinya, sehingga seluruh perkara-perkara kehidupan di dunia tersusah sekalipun dihadapi dengan senyum ketenangan. Tentunya seseorang pernah merasakan kegagalan dalam sebuah ujian di kuliah ataupun kehidupan, terkadang kegagalan ini ada karena ketergesa-gesaan mereka sendiri, sehingga semua serasa semrawut dan tidak bisa konsentrasi

8

(20)

dalam ujian yang akan dihadapi, ini karena pikiran dipenuhi kesibukan-kesibukan dan hati menjadi tidak bisa fokus.

Penyakit hati adalah kesedihan, kemarahan, dendam, iri hati, kesombongan dan semua sifat buruk lainnya. Bila disimpan, menyebabkan kesulitan mencari keseimbangan, bahkan kehilangan keseimbangan.9

Banyak penyakit hati yang sulit dihilangkan, ketika seseorang mengalami penderitaan akibat perbenturan ego. Penyakit hati dapat menyebabkan benturan itu meluap setiap kali mengalami masalah. Pada jenis penyakit hati ini, selalu saja tak ada yang ingin disalahkan. Jarang yang ingin mengintropeksi dirinya ketika mengalami benturan dalam hidupnya.

Penyakit hati menimbukan gangguan psikologi dan gangguan ini berpengaruh pada kesihatan fizikal.10 Contoh penyakit hati adalah dengki, iri hati, dan dendam kepada orang lain. Dendam adalah rasa marah yang tersimpan jauh di dalam hati, sehingga memporak-porandakan hati. Akibat dari menyimpan dendam dihati, akhirnya menjadi tertekan berkepanjangan. Adapun akibat dari iri hati ialah kehilangan perasaan tenteram. Orang yang iri hati tidak dapat menikmati kehidupan yang normal kerana hatinya tidak pernah tenang sebelum melihat orang lain mengalami kesulitan. Dia melakukan berbagai hal untuk memuaskan rasa iri hatinya. Bila ia gagal, ia akan jatuh kepada tekanan dan kekecewaan.

Penyakit-penyakit hati secara tidak langsung dapat diketahui melalui tanda-tandanya secara lahiriyah yang mengisyaratkan tentang kehadirannya. Tanda-tanda tersebut banyak sekali, yang paling nyata di antaranya ialah sikap

9

http://www.mahoni30.org/index.php?Itemid=36&id=34&option=com 7 Juli 2008

10

(21)

bermalas-malasan dalam mengerjakan berbagai macam ketaatan, merasa berat berbuat kebajikan, sangat terikat pada syahwat hawa nafsu, sangat cenderung kepada kelezatan dunia, sangat ingin memperluas kesejahteraan di dalamnya serta lebih lama berdiam di sana.11

Menurut Ibnu Qoyyim, dosa dan maksiat karena hati yang sakit menyebabkan seseorang terus terjerumus dalam perbuatan yang menjauhkan dirinya dari Allah. Hal itu berakibat pada hilangnya berkah, rasa malu, dan kenikmatan yang seharusnya diterima oleh hamba serta berujung pada syirik, cinta dunia, laknat, dan kehancuran12 Dari sinilah maka penyakit hati lebih mengganggu dan lebih berbahaya, lebih parah dan lebih buruk dari penyakit-penyakit tubuh ditinjau dari berbagai segi dan arah yang paling merugikan dan paling besar bahayanya ialah karena penyakit hati mendatangkan madharat atas seseorang dalam agamanya, yaitu modal kebahagiaan di dunia, dan bermudharat bagi akhiratnya.

Jelaslah perbuatan maksiat jika dilakukan terus-menerus akan membuat keresahan dalam hati, setiap orang melakukan hal-hal yang berbau dosa secara tidak langsung hatinya merasakan keresahan dan kegelisahan yang membuat dirinya ragu-ragu untuk melakukan hal tersebut.

Jadi adakah kemaksiatan yang seseorang lakukan akan mempengaruhi hati? Bagaimana dan atas jalan apa maksiat itu mempengaruhi hati? Dari itu penulis dalam kesempatan ini mencoba memberikan sebuah masukan bagi civitas akademika yang penulis tuangkan dalam skripsi dengan judul

11

As-Sayyid Al-Allamah Abdullah Hadad,, Menuju Kesempurnaan Hidup,(Bandung: Mizan, 1992), hal. 88-89

12

(22)

”Pengaruh Maksiat Terhadap Penyakit Hati Menurut Ibn Al-Qayyim Al Jauziyyah”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah Adapun pembatasan masalahnya: 1. Maksiat dan penyakit hati

2. Pengaruh maksiat terhadap penyakit hati menurut Ibn Al Qayyim Perumusan masalah:

1. Apa yang dimaksud dengan penyakit hati?

2. Bagaimana pengaruh maksiat terhadap penyakit hati menurut Ibn Al-Qayyim?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh maksiat terhadap penyakit hati menurut Ibn Al-Qayyim?

Adapun manfaat yang di harapkan oleh penulis dari penelitian ini adalah: a. Bagi pengembangan keilmuan yang berkaitan dengan bidang konseling.

Khususnya yang berkaitan dengan maksiat dan penyakit hati b. Dapat dijadikan acuan bagi civitas akademika

c. Dapat dijadikan data atau bahan analisis bagi yang berminat melakukan penelitian lebih lanjut

(23)

Berdasarkan penelitian di Perpustakaan Fakultas Dakwah, penelitian yang peneliti kaji adalah masalah pengaruh maksiat terhadap penyakit hati, yang merupakan sebuah fenomena sosial masyarakat pada akhir-akhir ini tanpa disadari sering terlihat oleh mata kepala kita sendiri. Oleh karena itu di bawah ini ada beberapa kajian skripsi yang ditulis oleh peneliti lain:

Pertama, skripsi yang disusun oleh saudara Habsi Nurhidayat yang berjudul: “Terapi Penyakit Hati Menurut Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah. Penyusun skripsi tersebut pada intinya menyatakan penyakit hati bagi setiap manusia tidak hanya menyebabkan ketidakseimbangan fungsi hati manusia, tetapi mengakibatkan manusia semakin jauh dari Allah SWT. Dalam skripsi tersebut Ibnul Qayyim menjelaskan beberapa penyakit hati dan pengobatan atau terapinya. Adapun penyakit hati diidentifikasikan sebagai akibat dari nafsu al-ammarah dan nafsu al-lawwamah, kedua akibat dari nafsu tersebut telah melahirkan berbagai penyakit hati bagi manusia yang sangat mengganggu batin dan spiritualitas manusia. Dengan pengobatan melalui terapi yang diberikan oleh Ibnul Qayyim, yaitu dengan terapi Al-Qur’an, muhasabah, penguatan diri untuk berlindung dari sentan, dan terapi melalui ibadah qalbu (hati) yang merupakan ajaran yang telah dibawa oleh Rasulullah SAW dengan dasar Al-Qur’an dan As-Sunnah.

(24)

Dari kedua skripsi di atas, penulis tidak menemukan adanya pengaruh maksiat, tetapi penulis hanya menemukan bahasan tentang penyakit hati. Maka dari itu penulis tertarik untuk mengangkat judul skripsi ini.

E. Metode Penelitian

1. Jenis dan Pendekatan Penelitian 1.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian literer sehingga termasuk jenis penelitian kualitatif, karena data-data yang disajikan berupa pernyataan-pernyataan dan dapat diartikan sebagai penelitian yang tidak menggunakan angka statistic, yang berkaitan dengan terapi dan kecemasan.

1.2. Pendekatan Penelitian

Berkaitan dengan judul yang diangkat, maka diperlukan pendekatan-pendekatan yang diharapkan mampu memberikan pemahaman yang mendalam dan komprehensif. Ada dua pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini. Pertama: pendekatan filosofis. Filsafat berarti mencari hakekat sesuatu, berusaha menautkan sebab dan akibat dan serta berusaha menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia.13 Dari definisi tersebut diketahui bahwa filsafat pada intinya berupaya menjelaskan inti, hakekat, atau mengenai sesuatu yang berada di balik obyek formalnya. Filsafat mencari sesuatu yang mendasar, asas dan inti yang terdapat di balik yang bersifat lahiriah. Dalam penelitian

13

(25)

ini penulis menggunakan pendekatan filsafat dengan landasan bahwa manusia diciptakan dalam kondisi fitrah,14 memiliki naluri keagamaan (memiliki nilai Illahiyah), di samping manusia sebagai mahluk itu sendiri, sehingga atas dasar inilah manusia dipandang sebagai mahluk secara utuh, yaitu manusia yang memiliki bio-psikososio-religious.

Kedua: pendekatan psikologis. Psikologi atau ilmu jiwa adalah ilmu yang mempelajari jiwa seseorang melalui gejala perilaku. yang dapat diamatinya. Menurut Zakiah Daradjat, bahwa perilaku seseorang yang nampak lahiriah terjadi karena dipengaruhi oleh keyakinan yang dianutnya. Seseorang ketika berjumpa mengucapkan salam dan rela berkorban untuk kebenaran adalah merupakan gejala-gejala keagamaan yang dapat dijelaskan melalui ilmu jiwa agama. Ilmu jiwa agama sebagaimana diungkapkan oleh Zakiah Daradjat tidak akan mempersoalkan benar tidaknya suatu agama yang dianut seseorang, melainkan yang dipentingkan adalah bagaimana keyakinan agama tersebut terlihat pengaruhnya dalam perilaku penganutnya. Dalam ajaran agama banyak kita jumpai istilah-istilah yang menggambarkan sikap batin seseorang.15 Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan psikologi dikarenakan dengan pendekatan psikologi dapat diketahui tingkat keagamaan yang dihayati, dipahami dan diamalkan sesorang, juga dapat di gunakan sebagai alat untuk memasukkan agama kedalam jiwa.

14

Mengenai fitrah dijelaskan dalam al-Qur’an: disadari atau tidak manusia membutuhkan penciptaan (39: 8, 49). Suara fitrah manusia muncul atau terdengar dan menjerit memanggil Robb-Nya manakala manusia dihadapkan malapetaka (31: 32; 17 : 77-69)

15

(26)

1.3. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data-data yang diperlukan dalam penelitiaan ini, penulis menggunakan metode penelitian malalui telaah kepustakaan (library reseach). Metode library reseach adalah penelitian yang dilakukan terhadap sumber-sumber tertentu berupa buku, majalah, artikel dan karangan lain.16 Artinya peneliti mengumpulkan data-data berupa buku, majalah, artikel dan karangan lain tentang maksiat, dan penyakit hati menurut Ibn Al-Qayyim, serta karangan-karangan yang sesuai dengan judul peneliti.

F. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisannya sebagai berikut:

Bab I : Adalah bab Pendahuluan yang terdiri dari Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan.

Bab II : Adalah bab Landasan Teori yang terdiri dari Pengertian Maksiat, Pengertian Penyakit Hati, Tanda-tanda Penyakit Hati, Pengobatan Penyakit Hati.

Bab III : Adalah bab Biografi Ibn Al-Qayyim yang terdiri dari Biografi Ibn Al-Qayyim dan Karya-karyanya.

16

(27)

Bab IV : Adalah bab Analisis yang terdiri dari Analisa Tentang Maksiat dan Penyakit Hati, dan Pandangan Ibn Al-Qayyim Tentang Pengaruh Maksiat Terhadap Penyakit Hati.

(28)

BAB II

LANDASAN TEORITIS

A. Pemahaman Umum tentang Maksiat 1. Pengertian Maksiat

Maksiat, ini adalah satu kata yang mampu menjerumuskan manusia ke dalam kenistaan. Berjuta Bani Adam telah terperosok ke kubang dosa, dan terlempar dari rahmat Tuhan karena satu kata tersebut.

Dalam bahasa Arab, makna dasar kata ma'shiyat adalah durhaka.17 Di dalam ajaran Islam, kata ini dipakai untuk menyebut perbuatan durhaka atau dosa seseorang yang tidak mau mengikuti perintah Allah SWT dan rasul-Nya. Sebaliknya, ia justru mengerjakan larangan-Nya.

Fathi al-Duraini, seorang ahli ushul figh, memberikan pengertian maksiat sebagai segala perbuatan yang sifatnya meninggalkan yang wajib dan mengerjakan yang haram. Hal tersebut menyangkut apakah perbuatan itu berkaitan dengan hak-hak Allah SWT ataupun yang berkaitan dengan hak-hak pribadi seseorang.18

Karena itu, maksiat dalam perspektif fiqh sebenarnya tidak terbatas pada perbuatan zina atau mengkonsumsi minuman keras dan sejenisnya. la juga mencakup misalnya, pidana pencurian, penistaan (termasuk qadzaf/menuduh orang lain berbuat zina), mengkonsumsi sesuatu yang diharamkan (termasuk merampas hak dan memakan harta orang lain dengan cara batil) atau memberikan kesaksian dan sumpah palsu.

17

Kamus Bahasa Arab-Indonesia. (Jakarta: 1998)

18

(29)

Adam As telah dikeluarkan dari surga atas kemaksiatan yang ia perbuat. Iblis terusir dari rahmat Allah Swt karena maksiat. Dan sungguh rontoknya seluruh peradaban di muka bumi ini, hanya disebabkan satu kata. Itu tiada lain adalah ‘maksiat.’ Tiada yang beruntung dalam melakukan maksiat. Hal terbaik yang harus dikerjakan adalah meninggalkannya.

Dalam artikel majlis al-Kauny menyatakan bahwa maksiat adalah setiap perbuatan yang menyimpang dari ketentuan hukum, agama, adat dan tata krama, dan kesopanan antara lain wanita tuna susila, laki-laki hidung belang, meminum minuman keras, judi serta perbuatan maksiat lainnya yang belum terjangkau oleh hukum yang berlaku.19

Maksiat artinya durhaka, kata ini dipakai untuk menyebut perbuatan durhaka atau dosa yang tidak mau mengikuti perintah Allah dan Rasul-Nya, tetapi justru mengerjakan larangan-Nya. Maksiat yaitu segala pekerjaan yang sifatnya meninggalkan yang wajib dan mengerjakan yang haram.20 Maksiat ada yang sifatnya merusak dan menodai ketentraman umum dan hak masyarakat dan ada pula yang sifatnya pribadi. Dengan demikian segala perbuatan yang tidak sejalan dengan kehendak syariat Islam di sebut maksiat, apakah itu menyangkut hak Allah SWT ataupun yang menyangkut hak pribadi.

Pengertian maksiat adalah perbuatan melanggar perintah Allah SWT. Perbuatan jahat/dosa, tidak mentaati norma-norma agama.21 Dengan kata lain maksiat adalah perbuatan yang melanggar/menyimpang dari

19

http://www.kaunee.com/index.php? =blog&id=103&Itemid=138 7 Juli 2008

20

http://www.cimbuak.net/content/view/1237/5/ 7 Juli 2008

21

(30)

norma-norma agama dan hukum yang berlaku. Jadi maksiat mencakup segala perbuatan yang dapat merusak moral dan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat yang Islami, seperti prostitusi, pornografi, perkosaan, berzina, minum miras, berjudi dan lain-lain.

Maksiat menurut penulis sendiri berarti durhaka, pembangkangan, ‘ndablek, dan gak bisa diatur. Tidak mau tunduk dengan aturan Allah & Rasul-Nya, sehingga membuat hidup manusia yang melakukan tindak maksiat menjadi keluar dari jalur hidup yang diridhai.

Secara harfiyah, maksiat artinya durhaka atau tidak patuh. Maksudnya adalah suatu perbuatan yang tidak mengikuti apa yang telah digariskan Allah Swt. Lawan dari maksiat adalah taat. Salah satu kesan penting dari keimanan kepada Allah Swt adalah taat kepada segala perintah-Nya dan meninggalkan segala larangan-Nya, baik dalam keadaan sendiri maupun bersama orang lain, dalam situasi senang maupun susah, begitulah seterusnya.

Dalam perjuangan menegakkan ajaran Islam, setiap pejuang mesti selalu berada dalam ketaatan dan tidak boleh melakukan hal-hal yang bernilai maksiat. Hal ini karena kemaksiatan akan mengakibatkan penilaian dosa dari Allah Swt dan dosa akan menimbulkan akibat yang sangat buruk, baik bagi individu maupun jamaah.

(31)

Empat akibat itu sangat penting kita fahami dan kita renungi agar dosa dan kemaksiatan tidak kita anggap mudah, sekecil apapun kemaksiatan itu.22 a. Menggelisahkan Hati.

Ketenangan hati merupakan sesuatu yang sangat diperlukan oleh manusia dalam menjalani kehidupannya, apalagi bagi para pejuang di jalan Allah. Sebagai manusia, kehidupan ini dapat dijalani dengan baik apabila ada ketenangan batin, namun bila ketenangan jiwa tidak dimiliki disebabkan oleh maksiat-maksiat yang dilakukan seperti permasalahan syirik cinta (virus pink) dan mengutamakan kehidupan dunia, tentu saja kehidupan ini tidak mampu dijalani dengan baik.

Oleh sebab itu, sangat berbahaya bila pemimpin dan rakyatnya tidak memiliki ketenangan jiwa disebabkan dosa yang dilakukannya. Hal ini kerana dosa memang dapat menggelisahkan hati pelakunya dan melahirkan tindakan-tindakan yang mendatangkan perbuatan dosa berikutnya

b. Terjadi Bencana Alam

Di dunia ini seringkali terjadi bencana alam mulai dari kemarau yang terlalu panjang hingga masyarakat kesulitan air, gunung meletus, gempa bumi, tanah longsor, banjir, kebakaran, angin kencang,wabak penyakit dan sebagainya. Hal itu jangan kita anggap sebagai peristiwa alam biasa. Kerana pada hakikatnya bencana ada kaitannya dengan dosa yang dilakukan oleh manusia sehingga Allah Swt menunjukkan kemurkaan-Nya. Allah Swt berfirman, "Maka masing-masing (mereka

22

(32)

itu) Kami siksa disebabkan dosanya, maka diantara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu kerikil dan diantara mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur, dan diantara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan diantara mereka ada yang Kami tenggelamkan, dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri." (Q.S. 29:40)

Terjadinya berbagai bencana alam pada hakikatnya adalah untuk mengingatkan manusia agar menyadari kesalahannya sehingga mereka mau kembali ke jalan Allah yang benar. Allah Swt berfirman, "Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan kerana perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)." (QS 30:41)

c. Konflik Antara Manusia.

(33)

pemimpinnya, salah satu yang harus kita teliti adalah dosa apa yang mereka lakukan sehingga mereka saling berselisih. Hal ini terdapat di dalam firman-Nya, "Katakanlah: Dialah yang berkuasa untuk mengirimkan azab kepadamu, dari atas kamu atau dari bawah kakimu atau Dia mencampurkan kamu dalam golongan-golongan (yang saling bertentangan) dan merasakan kepada sebagian kamu keganasan sebagian yang lain. Perhatikanlah, betapa kami mendatangkan tanda-tanda kebesaran Kami silih berganti agar mereka memahami" (QS 6:65)

Dalam kehidupan berjamaah, bila di antara anggota-anggotanya ada yang melakukan kemaksiatan, ini akan menimbulkan pertentangan di antara mereka, saling mecari kesalahan, merasakan diri lebih baik dari yang lain. Juga merasakan diri seolah-olah lebih laju dalam beramal secara infiradi daripada beramal jama'i lantas menolak untuk tunduk beramal jama'i. Pertentangan yang menimbulkan hilangnya kekuatan jamaah itu kerana ada perpecahan.

d. Terhambat Untuk Masuk Surga.

(34)

Tapi bagi orang yang berbuat dosa dalam hidupnya di dunia, apalagi dosa-dosa besar yang dibawanya, maka ia sangat murung dan takut dalam menghadapi keputusan Allah terhadap dirinya. Apalagi memang tidak mungkin rasanya bila ia masuk ke dalam surga kerana dalam kehidupan yang dijalaninya, ia selalu berpaling dari nilai-nilai yang terkandung di dalam Al-Qur’an, Allah Swt berfirman, "Barang siapa berpaling dari Al-Qur’an, maka sesungguhnya ia akan memikul dosa yang besar di hari kiamat, mereka kekal di dalam keadaan itu. Dan amat buruklah dosa itu sebagai beban bagi mereka di hari kiamat, (yaitu) di hari (yang waktu itu) ditiup sangkakala dan Kami akan mengumpulkan pada hari itu orang-orang yang berdosa dengan muka yang biru muram" (QS 20:100-102).

(35)

B. Pengertian Penyakit Hati 1. Pengertian Penyakit Hati

Kita mengenal tiga macam penyakit; penyakit hati, penyakit jiwa, dan penyakit fisik. Membedakan penyakit fisik dengan penyakit jiwa lebih mudah ketimbang membedakan penyakit jiwa dengan penyakit hati. Walaupun demikian, ketiganya memiliki persamaan. Apa pun yang dikenai oleh ketiga penyakit itu, ia tidak akan mampu menjalankan fungsinya dengan baik. Tubuh kita disebut berpenyakit apabila ada bagian tubuh kita yang tidak menjalankan fungsinya dengan benar. Telinga anda disebut sakit apabila ia tidak dapat mendengar lagi.

Penyakit hati ialah rasa sakit yang menimpa hati, seperti rasa sakit ketika musuh menguasai anda. Sesungguhnya yang demikian mendatangkan rasa panas atau menyayat hati. Penyakit hati juga dikarenakan terjadiya kerusakan, terutama pada persepsi dan keinginan. Orang yang hatinya sakit akan tergambar kepadanya hal-hal berbau subhat. Akibatnya, ia tidak dapat melihat kebenaran. Disisi lain, keinginannnya membenci kebenaran yang bermanfaat dan menyukai kebathilan yang berbahaya.

Karena itu kata ”Maradl” terkadang dimaknai ”Keragu-raguan”,

(36)

Syak dan ragu membuat hati sakit sampai teraihnya ilmu dan keyakinan. Maka, apabila ada orang berilmu memberi jawaban yang menjelaskan kebenaran, kepadanya dikatakan, ”sungguh aku telah terobati dengan jawabannya.”23

Penyakit hati menurut Hamka, terdiri dari: marah, ujub, membanggakan diri sendiri, mengolok-olok orang lain, dendam, dan mangkir dari janji.24 Menurut Amin Syukur, penyakit hati terdiri dari : marah, egois, dengki, sombong, kikir, boros, mudah berkeinginan, buruk sangka dan berbohong,25 sedangkan menurut Mujtaba Musawi, penyakit hati terdiri dari : pemberang, pesimis, dusta, munafik, ghibah, mencari-cari kesalahan orang lain, dengki, sombong, zalim, marah, melanggar janji, khianat, kikir, dan serakah.26

Berikut ini adalah deskripsi dari jenis-jenis penyakit hati dengan acuan utama adalah pemikiran Amin Syukur yang dikomparasikan dengan pemikiran Hamka dan Mujtaba Musawi, yang terdiri dari: Pertama : Marah (ghadlab) berarti menyimpan ‘api’ dalam jiwanya. Orang yang suka marah-marah sama saja dengan berakrab ria dengan iblis/syetan yang memang terbuat dari api. Jika dituruti sifat ini membuat seseorang tidak dapat mengendalikan diri, hal ini hanya akan membuahkan penyesalan. Nabi mengajarkan apabila sedang marah kita diperintahkan mengubah posisi, atau mengambil air wudlu. ‘Memerangi’ sifat pemarah adalah dengan sabar

23

Syekh Ibn Taimiyah. Jangan Biarkan Penyakit hati Bersem,i PT. Serambi Ilmu Semesta. (Jakarta, 2006). Hal :18-19

24

Hamka, Tafsir al Azhar, (Jakarta : Panji Mas, 1983) h. 154

25

Amin Syukur, Insan Kamil: Paket Pelatihan Seni Menata Hati. (Semarang. Lembkota. 2004). hlm. 5-11

26 Musawi, Mujtaba,

(37)

dan pemaaf (QS. Ali Imran : 134). Jika seseorang mampu mengendalikan amarahnya lalu mengarahkannya menjadi aset, ia dapat menjadi sebuah kekuatan yang dapat memproteksi hak-hak pribadinya, secara proporsional.27

Menurut Musawi, marah adalah suatu keadaan psikologis yang bisa menyimpangkan watak seseorang dari jalan yang benar. Menurutnya, ketika marah tersebut mempengaruhi manusia bisa mewujud dalam bentuk kesombongan dan dapat membutakan pikiran serta mampu mengubah manusia menjadi “hewan” yang tidak menyadari realitas. Ini memungkinkan manusia untuk melakukan kejahatan yang membawa akibat-akibat yang langsung dalam kehidupannya. Apalagi dia menyadari kesalahannya biasanya setelah ia menghadapi akibat-akibat yang tak diharapkan dan terjerumus kedalam kesengsaraan.28 Perangai buruk ini hanya menimbulkan kesedihan karena puncaknya tidak akan menurun sebelum tersalurkan dan mengubah perbuatan-perbuatan hina kobaran kemarahan sehingga menyebabkan terlepasnya kendali penilaian akal dan hilangnya kesadaran. Ketika hasil penilaian akal muncul pada seseorang yang sedang marah, kesedihan dan penyesalan hadir di hatinya.

Hendaklah dimengerti bahwa, marah sebetulnya diperlukan bila dalam proporsinya yang benar. Dalam proporsi itu marah merupakan suatu unsur kekuatan dan keberanian. Jenis kemarahan yang memungkinkan manusia melawan penindasan dan membela hak-haknya adalah suatu sifat manusiawi. Sudah menjadi hal yang wajar apabila manusia bersifat lupa.

27

Ibid, Amin Syukur. hal. 14

28

(38)

Oleh karena itu apabila suatu perbuatan memicu kemarahan orang lain maka cara terbaik untuk memperoleh kembali adalah mengakui kesalahan. Seperti yang diungkapkan oleh Dale Carnegi sebagaimana di kutip oleh Musawi : Apabila menjadi jelas kepada kita bahwa kita patut dihukum atau disesali, maka tidaklah lebih baik bila kita mengakui kesalahan kita?.

Tidakkah teguran yang kita arahkan kepada diri kita sendiri lebih pantas dan lebih ringan dipikul ketimbang yang dilontarkan oleh orang lain. Maka marilah kita mulai dengan mengakui perbuatan-perbuatan kita yang tercela. Dengan cara ini kita dapat menjamin bahwa kita akan mendapat maaf dan kesalahan-kesalahan kita akan dilupakan. Setiap orang dapat dengan mudah menyembunyikan kekurangannya tetapi hanya orang mulia dan terhormat bila ia mengakui kesalahannya. Bila mana kita yakin bahwa kebenaran berada di pihak kita wajib bagi kita untuk menyediakan suasana yang sesuai untuk meraih orang lain di sisi kita. Sebaliknya apabila kita keliru adalah kewajiban moral kita untuk segera mengakuinya.

Setelah kita mengakui kesalahan-kesalahan kita bukan saja memperoleh hasil melainkan memperoleh rasa nikmat yang lebih besar ketimbang kita menempuh jalan balas dendam.29

Kedua : Egois (ananiyah) adalah orang yang hanya memikirkan demi kepentingan diri sendiri. Sifat itu mengarah kepada kerakusan, tega merampas hak orang lain karena segala sesuatu ingin dikuasainya. Egoisme merusak tatanan di masyarakat karena berbagai pelanggaran bisa bermula

29

(39)

dari sifat ini, seperti korupsi, penganiayaan, penindasan, tak punya kepedulian, dan sebagainya. Dan sifat ini bertentangan dengan kodrat manusia selaku mahkluk sosial yang bahkan, Islam mengajarkan agar orang lebih mengutamakan orang lain (QS. Ali Imran/3:92). Maka egoisme harus diobati dengan menumbuhkan sikap kebersamaan, mau berbagi dengan orang lain, dan punya kepedulian agar tidak menjadi manusia yang akan dilemparkan ke neraka jahannam (QS. Al- A’raf / 7:179). Sifat egois yang telah dibersihkan kotorannya akan dapat menjadi pemacu seseorang untuk dapat menggapai sukses hidup.

Ketiga : Dengki (hasud), yakni tidak senang jika mengetahui orang lain senang dan justru senang jika mengetahui orang lain susah. Orang yang dengki menginginkan agar kenikmatan orang lain hilang, jika bisa dapat berpindah kepada dirinya. Biasanya sifat ini disertai dengan upaya mencari-cari kesalahan orang yang dia dengki, menjelek-jelekkannya, memfitnah, dendam, bahkan ingin mencelakakannya karena kedengkian dapat membuat hati seseorang buta (ingat kisah Qabil dan Habil).Allah membenci sifat dengki ini, maka Dia memerintahkan kita untuk mohon perlindungan pada-Nya darinya (QS. Al-Falaq / 113:5). Sifat dengki dapat diobati dengan membiasakan rasa syukur, apapun dan berapapun yang telah diperoleh.

(40)

Menurut Socrates, orang dengki melewatkan hari-harinya sambil menghancurkan dirinya sendiri dengan merasa sedih atas apa yang tidak dapat dicapainya. Ia merasa sedih dan menyesal dan menghasratkan semua manusia hidup dalam kesengsaraan dan penderitaan sambil membuat rencana jahat untuk merenggut kebahagiaan mereka, bahkan ada yang berpendapat bahwa jiwa manusia itu seperti sebuah kota ditengah gurun tanpa benteng atau tembok untuk melindunginya. Angin kecilpun dapat merusak jiwa kita.

Setiap orang awam mengetahui bahwa ia harus kedokter apabila menderita sakit kepala tetapi orang yang terjangkiti dengki tak pernah mencari seseorang untuk merawatnya.

Orang dengki membuat keberuntungan orang lain sebagai sasarannya. Dia mengunakan setiap cara untuk mengambil kebehagiaan orang lain tersebut. Ia menjadi mangsa keinginan-keinginan rendah tanpa menyadarinya. Orang dengki mewujudkan niat-niat buruknya dengan menyebarkan tuduhan dan kebohongan tentang orang yang didengkinya. Dan apabila ia merasa bahwa hawa nafsunya tidak memperoleh kepuasan dengan perbuatan itu, bahkan ia mungkin merongrong kebebasan orang yang didengkinya atau bahkan merenggut haknya untuk hidup, semata-mata untuk memenuhi keinginannya yang tak berkesudahan.30

Menurut Musawi, salah satu unsur yang paling efektif dalam kemajuan dan perkembangan di kehidupan ini adalah memasuki hati orang lain dan mempengaruhinya. Orang yang mampu mengontrol hati orang lain

30

(41)

dengan kecakapan dan budi mulia dapat menikmati dukungan dari masyarakat dalam hidup dan memperoleh kunci keberhasilan (Musawi :1998, 87).31

Orang yang baik ibarat cahaya dalam masyarakat yang bersinar dan menuntun pikiran para anggotanya dengan meninggalkan efek-efek yang mendalam dalam perilaku mereka. Sebaliknya dengki mengakibatkan hancurnya sifat baik dan mencegah hati manusia dari menyediakan ruangruang bernilai untuk para sahabatnya. Oleh karena itu dengki merenggut dari si pendengki kesempatan menikmati rasa kerjasama dan saling menolong.

Selain itu ketika si pendengki mewujudkan perasaannya dengan lidah atau tindakan dan membeberkan kekotorannya, dia hanya akan mendapat kebencian dari masyarakat. Kecemasan yang nyata dan kebencian terhadap diri dengan memelihara rasa dengki akan selalu menekan jiwa.

Menurut Shopenhauer, dengki adalah perasaan manusia yang paling berbahaya sehingga manusia perlu memandangnya sebagai musuh bebuyutan dan berjuang untuk menghapuskannya. Lebih jauh apabila dengki menyebar kemasyarakat banyak fenomena yang tidak dikehendaki muncul di dalam masyarakat. Setiap masyarakat yang penuh penderitaan dan permasalahan setiap orang menjadi penghalang bagi kebahagiaan orang lain. Menurut Carl. G. Jung, dengki adalah penyebab kekikiran kita karena ia menghalangi penyebaran keberhasilan (Musawi : 1998, 89).

31

(42)

Keempat : Sombong (takabur), yakni merasa diri lebih baik dari pada orang lain, misalnya merasa lebih terhormat, lebih pantas, lebih pintar, lebih kaya , lebih tampan/cantik, dsb.Sehingga sifat cenderung melecehkan dan memandang rendah terhadap orang lain tanpa ada rasa bersalah, dan tak jarang tega mendhalimi/aniaya orang lain. Dahulu kala iblis menghina Nabi Adam. Karena kesombongannya (QS. Al-A’raf/7:12) dan Allah mengutuknya. Mengobati kesombongan adalah dengan menumbuhkan kesadaran bahwa hanya Allahlah yang berhak sombong (al-Mutakabbir), Tumbuhkan sikap rendah hati (tawadlu’) ini dan sikap kerendahan hati justru menampakkan kemuliaan seseorang. Sekalipun demikian sifat sombong bisa diambil spiritnya, yakni punya rasa percaya diri dan menjadi semangat untuk menjadi yang terbaik.32

Menurut Musawi, bahaya yang paling fatal bagi kebahagiaan dan musuh terbesar bagi umat manusia adalah kesombongan dan percaya diri yang berlebihan.33 Kejengkelan seseorang atas sesuatu perangai buruk tidak sebesar kebencian mereka atas kesombongan. Bukan saja kesombongan menyebabkan putusnya hubungan cinta dan keserasian tetapi juga mengubahnya menjadi rasa permusuhan.

Dalam al-Qur’an ada legitimasi menarik dari sifat sombong ini pada kisah nasehat Luqman Hakim kepada anaknya dalam ayat ; “Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia karena sombong dan janganlah

kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak

menyukai orang-orang yang sombong lagi membangga-banggakan

32

Ibid, Amin Syukur. Hal. 17

33

(43)

diri”,(QS. 31 : 18), bahkan Imam Ali, sebagaimana dikutip oleh Musawi, berkata : Sekiranya Allah mengijinkan kesombongan bagi seorang hamba-Nya, Ia pasti telah megijinkannya bagi para nabi dan wali-Nya yang

terdekat, tetapi Allah membuat mereka membenci kesombongan dan

menyukai kerendahan hati.34

Kelima : Kikir (bakhil) adalah seseorang yang tak ingin apa yang dimiliki terlepas darinya, disengaja ataupun tidak. Biasanya sifat ini berkait dengan sifat egoistis, dan Allah melarangnya dalam QS. al-Isra’(17):29 serta QS. Ali Imran (3):92. Sifat ini harus diobati dengan menumbuhkan kesadaran bahwa roda kehidupan berputar, jika sekarang sedang ‘di atas’ mungkin suatu saat ‘di bawah,’ butuh bantuan/pengorbanan orang lain. Apalagi pada hakikatnya segala sesuatu yang kita punya adalah titipan Allah, kita hanyalah ‘si tukang parkir’ yang harus menjaganya. Maka sewaktu-waktu jika Sang Empunya harus mengambil titipan-Nya (baik lewat ajaran ZIS atau yang lainnya), si tukang parkir harus rela melepaskannya. Sifat kikir yang telah disucikan dapat menjadi semangat untuk hidup hemat dan bersahaja sebagaimana dicontohkan Rasulullah .35

Keenam: Boros (israf) adalah suka berfoya-foya atau menghambur-hamburkan apa yang dimilikinya, termasuk harta, waktu dan masa mudanya untuk hal-hal yang tidak berguna. Sifat ini tidak disukai Allah (QS. al-An’am / 6:141) dan dilarang oleh-Nya (QS. al-Isra’ / 17;29), bahkan dinyatakan akan menjadi orang yang merugi. Sifat ini perlu disembuhkan dengan kesadaran bahwa manusia katanya punya waktu/umur

34

Ibid, Musawi. hal. 101

35

(44)

tapi kenyatan tak dapat menguasainya, punya harta tapi tak dapat mengendalikan sepenuhnya.

Manusia tak dapat menduga apalagi memastikan nasib diri sendiri, sehingga jika tidak antisipatif terhadap berbagai kemungkinan yang tidak diharapkan, penyesalanlah yang akan dialami. Namun sifat boros dapat diarahkan kepada sifat kedermawanan, selama masih tetap dalam perhitungan yang proporsional.36

Ketujuh : Mudah berkeinginan (al-hirshu), sifat ini mendorong seseorang untuk rakus, tidak mau mensyukuri apa yang sudah ada, hatinya tak pernah puas sehingga selalu merasa kurang. Jika menuruti sifat ini hanya akan menjadi budak hawa nafsu, mudah korup, menyeleweng, berselingkuh, dan lain-lain. Padahal ajaran Nabi, orang harus pandai bersyukur sekalipun baru sedikit yang dimiliki; orang harus bersabar dan tetap baik sekali pun pasangan hidupnya tidak seperti yang diinginkan, mungkin Allah banyak meletakkan kebaikan padanya (QS. al-Nisa / 4;19). Oleh karena itu hawa nafsu harus dikendalikan agar tidak menjerumuskan kita pada kehinaan.

Manusia berkeinginan memang tidak selamanya buruk, asal dapat membimbingnya ke arah yanng positif, dapat menjadi penggugah gairah hidup hingga semakin maju.

Kedelapan : Berburuk sangka (su’udhan), sehingga apapun yang dilakukan orang lain harus diintai dan perlu dicurigai, sebab apapun yan

36

(45)

ada dan terjadi dihadapannya selalu salah, yang benar dan baik hanyalah dirinya.

Sifat ini dilarang oleh Allah dalam QS. Al-Hujurat/49:12. Berburuk sangka akan berlanjut pada sikap penuh kecurigaan, tidak komunikatif/kooperatif, dan suka mencela (sakhar). Ini dilarang QS. al-Hujurat / 49:11. Sifat ini perlu disembuhkan dengan menyadari bahwa mempercayai orang lain penting dan akan membawa kebaikan, bagi diri orang yang mempercayai hati menjadi tenang, sedang bagi yang dipercaya akan merasa diuwongke. Sisi baik dari buruk sangka (yang disucikan) adalah menjadi sikap waspada dan hati-hati sehingga tidak sembrono.

Kesembilan : Suka bohong (kadzib) adalah sifat tidak jujur, suka membolak-balikkan fakta dan menyembunyikan kebenaran (Syukur : 2002, 32). Sifat ini dilarang dan dilaknat oleh Allah (QS. Ali Imran / 3:61). Lawan bohong adalah jujur. Dalam hal ini ada kisah menarik, seorang yang berdosa besar (perampok) datang kepada Nabi menyampaikan niatnya ingin tobat, Nabi hanya mensyaratkannya: “jangan berbohong”! Setiap kali dia tergoda akan melakukan dosa lagi, selalu ingat pesan Nabi tadi, kemudian tak jadi berbuat. Jadi jujur membimbing seseorang pada kebaikan. Sisi baiknya kebohongan yang disucikan adalah bisa menjadi tameng untuk

taqiyyah pada saat darurat jika diperlukan, misalnya demi keselamatan jiwa (diri sendiri atau orang lain) orang terpaksa berbohong.

2. Tanda-Tanda Penyakit Hati

(46)

mampu mencintai keluarganya dengan ikhlas. Orang seperti itu agak sulit untuk mencintai Nabi, apalagi mencintai Tuhan yang lebih abstrak. Karena ia tidak bisa mencintai dengan tulus, dia juga tidak akan mendapat kecintaan yang tulus dari orang lain. Sekiranya ada yang mencintainya dengan tulus, ia akan curiga akan kecintaan itu.

Kedua, kehilangan ketentraman dan ketenangan batin. Ketiga, memiliki hati dan mata yang keras. Pengidap penyakit hati mempunyai mata yang sukar terharu dan hati yang sulit tersentuh. Keempat, kehilangan kekhusyukan dalam ibadat. Kelima, malas beribadat atau beramal. Keenam, senang melakukan dosa. Orang yang berpenyakit hati merasakan kebahagiaan dalam melakukan dosa. Tidak ada perasaan bersalah yang mengganggu dirinya sama sekali. Sebuah doa dari Nabi saw berbunyi: "Ya Allah, jadikanlah aku orang yang apabila berbuat baik aku berbahagia dan apabila aku berbuat dosa, aku cepat-cepat beristighfar."

(47)

Dalam kitabnya Ihyâ `Ulûmuddîn, Al-Ghazali berbicara tentang tanda-tanda penyakit hati dan kiat-kiat untuk mengetahui penyakit hati tersebut. Ia menyebutkan sebuah doa yang isinya meminta agar kita diselamatkan dari berbagai jenis penyakit hati: "Ya Allah aku berlindung kepadamu dari ilmu yang tidak bermanfaat, hati yang tidak khusyuk, nafsu yang tidak kenyang, mata yang tidak menangis, dan doa yang tidak diangkat." Doa yang berasal dari hadis Nabi saw ini, menunjukkan tanda-tanda orang yang mempunyai penyakit hati.37

3. Pengobatan Penyakit Hati

Menurut Yunasril Ali, mengobati penyakit hati salah satunya dapat ditempuh dengan mensucikan hati yang merupakan perpaduan dari konsep menjernihkan kalbu dan mendekatkan diri kepada Allah Swt, sehingga lebih terfokus pada kiat-kiat sufiyah (Ali : 2002, 69). Memang patut disayangkan apabila hati yang potensial tersebut harus terhalang dan hilang kemampuannya, apalagi jika sampai menjadi buta sebagaimana dinyatakan oleh surat al Hajj (22:46). Buta hati jauh lebih berbahaya ketimbang buta mata, karena orang yang buta hatinya dapat merusak siapa saja dan apa saja yang ada, termasuk dirinya sendiri.

Di sini pentingnya kita memperhatikan, merawat dan mendidik hati kita masing-masing. Betapa sesalnya oorang yang dalam hidupnya tak pernah menyadari betapa pentingnya pendidikan bagi hatinya. Betapa

37

(48)

beruntungnya orang yang sepenuhnya sadar akan pentingnya memperhatikan kebeningan hatinya.38

Pengobatan penyakit hati menurut Amin Syukur39 dapat dilakukan dengan menempuh sembilan (9) kiat shufiyah yang harus diamalkan sebagai berikut:

a) Bertaubat: siapapun dan kapanpun, seorang salik harus melakukannya, karena taubat adalah modal dasar baginya, manfaatnya juga untuk dirinya (QS. Huud [11]:3). Guna menjaga kelestarian taubatnya, ada beberapa hal yang perlu dilakukan terus menerus: (i) Muhasabah, Ibnu Muhammad Syatha mengajak: “Ikutilah taubatmu dengan muhasabah, yang akan mencegahmu meremehkan dan mengulangi dosa.” (ii) Menjaga tujuh anggota badan (mata, lisan, telinga, perut, tangan, kaki dan kemaluan) dari kerja mereka yang dapat mendorong kepada maksiat dan dosa-dosa. (iii) Tekun beribadah, ibaratnya, taubat adalah pondasi dan ibadah adalah bangunan diatasnya. Keinginan setiap orang tentu pondasi harus kuat dan bangunan juga harus seindah mungkin.

b) Qana’ah, yakni perasaan rela menerima pemberian yang sedikit. Maka dia tidak pernah rakus ataupun tamak dalam kehidupannya. Yang menyebabkan berhasilnya qana’ah, dalam mencari ‘hidup akhirat’ rela meninggalkan sesuatu yang amat menarik dan membanggakannya dari duniawi.

38

Ali, A. Mukti, Agama-agama di Dunia, (Yogyakarta : IAIN Sunan Kalijaga Press,1998) hal. 47

39

(49)

c) Zuhd al-dunya, artinya adalah menentang keinginan atau kesenangan. Makna Zuhd adalah berpaling dari mencintai dunia manuju cinta ilahi. Maka yang perlu dilakukan zahid (orang yang zuhd) adalah menghilangkan rasa cinta dunia dari dalam hatinya, tapi tak perlu menghilangkan dunianya. Karena jika hati dipenuhi oleh duniawi, akan usah untuk ‘memasukkan’ Allah ke dalam hatinya. Sikap zuhud dalam hal ini berarti melihat dunia hanya sebagai sarana untuk meraih kebahagiaan abadi di akhirat. Dunia bukan tujuan hidup, tetapi hanya sebagai alat untuk mencapai tujuan. Tujuan hidup ialah Tuhan dan ridhaNya. Seorang zahid bukan pribadi yang lemah dan bertekuk lutut di depan para penyembah dunia dan mengharapkan sisa-sisa makanan mereka. Zahid sejati adalah pribadi yang memiliki wibawa yang tinggi tidak dipermainkan oleh dunia, tidak merasa takut berpisah dengan dunia, kendati akan habis segala yang ada ditangannya. Allah berfirman, “Agar kamu tidak terlalu bersedih terhadap yang telah hilang dan tidak terlalu gembira

terhadap yang datang’. (QS.Al-Hadid : 23)

(50)

Dan carilah pada apa yang dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan jangan kamu melupakan

kebahagiaanmu dari kenikmatan duniawi dan berbuat baiklah kamu

(kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik

kepadamu (QS.Al-Qashash : 77). Dengan zuhud, nilai dunia yang bersifat sementara berubah menjadi bernilai abadi yang melampaui ruang, waktu sebagai sarana untuk meraih ridha Allah, sebagaimana ditunjukkan oleh Nabi, “Dunia adalah ladang untuk akhirat”. Di dunia kita menyemai dan menanam, didunia kita akan memetik hasilnya.

d) Mempelajari syari’at guna meningkatkan kualitas takwanya. Secara garis besar ada 3 kandungan syari’at Islam yakni ibadah, aqidah dan akhlaq. Ketiganya merupakan serangkaian amalan lahir dan batin sebagai bukti kesempurnaan iman seseorang.

e) Memelihara sunnah-sunnah Nabi, baik dalam pengertian melaksanakan amalan/ibadah sunat maupun mencontoh adab (budi pekerti) Nabi.

f) Tawakkal, arti bahasanya adalah penyerahan dan penyandaran. Maka makna tawakkal adalah menyandarkan hati dan segala urusan hidupnya sepenuhnya hanya kepada Yang Maha Mewakili, Allah SWT. (QS. Ali Imran :159)

(51)

harus kita hindari adalah riya, sum’ah, ujub, (bangga diri), dan

takabur (sombong).

h) ‘Uzlah, yakni menyendiri dari kehidupan sesama manusia. Memang ada yang memahaminya secara fisik (misalnya Imam Ghazali pernah melakukannya), tetapi sebenarnya yang lebih utama adalah tetap al-julus (berdampingan) dan bergaul dengan masyarakat namun bersikap ‘uzlah dalam menjaga dirinya. Maka untuk itu dibutuhkan kesabaran, ketabahan, kebesaran jiwa, kedewasaan, dan tetap tanggap akan kebutuhan sosialnya.

i) Memperbanyak wirid dan dzikir, baik dengan hati, lisan, sikap maupun perbuatannya. Dengan berbagai amalan tersebut di atas diharapkan seorang Salik dapat menempuh perjalanan spiritualnya dengan baik dan benar, sehingga benar-benar sampai pada kondisi

(52)

Dia merupakan jembatan kosmis tempat lewat kehendak Allah, dalam totalitas dan waktu dan menjadikannya aktual.

Dengan dilengkapi dengan akal dan kemampuan mengkonseptualisasikan manusia diberi petunjuk melalui wahyu Tuhan dalam tema-tema keutamaan moral. Alam ini baginya adalah wahana ujian. Oleh karena itu, manusia memegang tanggung jawab kekhalifahan dan harus mempertanggungjawabkan dihadapan Allah Swt.

Manusia demikian inilah yang mampu menyerap sifat-sifat Ilahi dan memancarkannya kembali dalam kehidupan antara sesama manusia. Penyerapan dan pemancaran kembali sifat-sifat Ilahi ini pada hakikatnya adalah usaha pemantapan dan pemberian makna pada keberadaan manusia bahwa ia benar-benar ada, berada dan mengada, yang hanya mungkin terjadi dalam komunikasi dan interaksi antara manusia dan keadaan di luar dirinya yaitu Tuhan.40

Menurut Syariati, insan kamil ialah manusia tiga dimensional, manusia dengan tiga talenta utama yaitu kesadaran, kemampuan iradah dan daya cipta. Sedangkan menurut saya manusia yang telah melalaui jenjang demikian dan telah mencapai puncak perolehan tasawuf yaitu akan selalu bisa dan mampu menguasai diri dan menyesuaikan diri ditengah-tengah deru modernisasi dan industrialisasi. Orang yang demikian telah benar-benar melaksanakan fungsi kekahalifahan dan telah mencapai

ma’rifatullah, ma’rifatunnafs dan ma’rifalkaun (mengerti Allah, mengerti diri sendiri, mengerti sesama manusia dan mengerti alam).41

40

Ibid, Amin Syukur, 2004. hal. 24

41

(53)

Menurut Abi bakar Ibnu Muhammad, ada lima obat penyakit hati yaitu membaca Al-Qur’an, mengosongkan perut, shalat malam, berdzikir di waktu sahur, dan bergaul dengan orang-orang yang saleh.42 Sebagian ulama menambahkan yang keenam yakni mengkonsumsi makanan yang halal.

Membaca al-Qur’an termasuk obat pelipur lara dan pengobat hati, sebab dengan sering membaca Qur’an maka hati akan menjadi jinak, lembut dan dipenuhi oleh kasih sayang. Mengosongkan perut juga termasuk obat pelipur hati. Dengan cara ini hati menjadi lapang dan gembira. Badan manusia akan menjadi ringan untuk melaksanakan ibadah. Shalat malam juga merupakan obat hati, karena shalat malam dapat menangkal tipu muslihat setan, mencegah dosa dan menghindari berbagai macam penyakit jasmani. Berdzikir diwaktu sahur termasuk amalan yang dapat memberi kesenangan dan mengobati hati, sebab waktu sahur adalah waktu yang tepat untuk bermujahadah kepada Allah. Terakhir, bergaul dengan orang saleh adalah salah satu cara yang dapat menghibur hati dan megobati jiwa. Bergaul dengan mereka adalah salah satu sikap hidup untuk mendapatkan teladan dari kehidupan para ahli ibadah dan ahli ilmu.43

42

Muhammad, Sayyid Abi Bakar Ibnu, Kifayatui Atqiya wa Manhq/ul Ashifa, terj. Djamaludin Bumi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002). hal. 137

43

(54)

BAB III BIOGRAFI

A. Silsilah Dan Kemasyhuran Beliau

Beliau adalah Abu Abdillah Syamsuddin Muhammad ibn Abi Bakar ibn Ayyub ibn Sa'ad ibn Hariz ibn Makki Zainudin az-Zur'I ad-Damasyqi, yang lebih terkenal dengan julukan Ibnu Qayyim al Jauziyyah. Sebab ayahnya adalah seorang kepala sekolah pada Madrasah al Jauziyyah yang berada di daerah Damaskus.44

Dilahirkan pada tanggal 7 Shafar 691 H. tepatnya setahun setelah orang-orang Kristen terkalahkan dan ditetapkan hukuman atas mereka. Allah telah memberikan otak yang brilian kepada Ibnu Qayyim, daya hafal yang sangat kuat, jiwa yang jernih, batin yang bersih dan pengetahuan yang sangat kuat.45 Hal itu bisa dibuktikan dengan melihat ketekunan beliau dalam menggeluti ilmu pengetahuan. Beliau sangat rajin dalam belajar, mengajar maupun mengarang. Memang al Imam Ibnu Qayyim rahimahullahu ta'aala

seorang yang benar-benar alim.

Ayahnya adalah Abi Bakar ibn Ayyub az-Zur'i, seorang kepala madrasah al Jauziyyah. Dia adalah seorang tokoh yag shalih, tidak suka berpura-pura dan sangat menguasai disiplin ilmu fara'idl (ilmu pembagian waris). Beliau meninggal secara mendadak di Madrasah al Jauziyyah.

44

Ibnu Qayyim Al Jauziyyah, 13 Pengaruh Maksiat, Jakarta, Pustaka Azzam 2001, Cet. I.h. 14.

45

(55)

Akhirnya jenazah beliau rahimahullahu ta'aala dikebumikan di komplek pemakaman Baabus Shafir di Damaskus.46

B. Putra-putra Ibnu Qayyim

1. Syarafuddin Abdullah. Lahir pada tahun 723 H. Anak ini sangat cerdas dan berhasil menghafal kitab suci al Qur'an. Dia menggantikan ayahnya mengajar di Shadriyyah serta serius dalam memerangi berbagai macam bid'ah. Di antara bid'ah yang ditentang keras adalah bid'ah pada malam nishfus sya'ban. Beliau wafat pada tahun 756 H, tepatnya lima tahun setelah wafatnya mendiang ayahnya al Imam Syamsuddin.47

2. Burhanuddin Ibrahim ibn Syamsuddin. Lahir pad tahun 716 H. dia belajar ilmu pengetahuan dari ayahnya sendiri dan juga dari Madrasah Shadriyyah. Dia akhirnya dipercaya untuk menjadi mufti dan masyhur sebagai seorang ulama yang ahli nahwu (ilmu tata Bahasa Arab). Dia telah mensyarahi kitab Alfiyah Ibnu Malik. Dan kitab syarahnya tersebut diberi nama Irsyaadus Saalik Ilaa Hilli Alfiah Ibnu Malik. Dia wafat pada tahun 767 H.48

C. Akhlak Ibnu Qayyim

Untuk mengetahui bagaimana akhlak al Imam Ibnu Qayyim, mari kita dengarkan komentar Ibnu Katsir. Beliau memberitahukan kepada kita di dalam kitab al Bidayah wan Nihaayah sebagai berikut:

Beliau adalah seorang yang baik bacaan qira'at al Qur'annya, berbudi mulia, dan memiliki sifat kasih sayang terhadap sesama. Beliau tidak pernah

46

Ibnu Katsir, al Bidayah wan Nihaayah, (XIV/95).

47

Ibid. (XIV/202).

48

(56)

merasa hasud kepada seseorang, menyakiti ataupun menggunjingkannya. Bahkan beliau juga tidak memiliki rasa iri kepada seorang pun. Intinya, mayoritas perilaku beliau adalah baik dan selalu mencerminkan etika luhur."

49

Ternyata etika keseharian yang telah beliau terapkan sesuai dengan metode yang beliau tawarkan di dalam kitabnya yang berjudul Madaarijus Saalikiin.50

D. Aktivitas Ibadah Dan Kezuhudan Ibnu Qayyim

Ada hikayat tentang aktifitas ibadah dan kezuhudan Ibnu Qayyim yang sampai kepada kita. Cerita itu berasal dari muridnya yang bernama Ibnu Rajab dan disebutkan di dalam at Thabaqat berikut ini : 51

Ibnu Qayyim rahimahullah ta'aala adalah seorang yang ahli mengerjakan ibadah dan tahajjud. Jika sudah mengerjakan shalat, maka sangat lama. Beliau sangat khusu' ketika berdzikir dan selalu rindu untuk bermahabbah (cinta kepada Allah), inabah (kembali kepada Allah), istighfar

(memohon ampun) dan butuh kepada Allah Ta'aala. Beliau juga selalu merasa bersalah dan bersimpuh di hadapan-Nya untuk menghamba.

Selama menjalani hukuman penjara, beliau menyibukkan diri untuk membaca al Qur'anul Karim. Beliau tidak hanya sekedar membaca ayat-ayat suci al Qur'an, namun juga merenungkan dan memikirkan kandungannya sehingga mampu memperoleh kebaikan yang banyak. Beliau manunaikan ibadah haji berulang kali dan sempat tinggal di kota Mekah al Mukarramah. Para penduduk kota Mekah mengenal beliau sebagai orang yang rajin

49

Ibnu Katsir, op.cit. (XIV/234-235).

50

Ibnu Qayyim, Madaarijus Saalikiin, (II/337).

51

(57)

beribadah dan sering melakukan thawaf dengan jumlah yang cukup membuat orang terkagum-kagum.

Ibnu Katsir berkata:52 "Aku tidak menjumpai orang di zaman ini yang lebih banyak aktifitas ibadahnya dibandingkan dengan beliau. Beliau mengerjakan shalat sangat lama, sambil menyempurnakan gerakan ruku' dan sujudnya."

Ibnu Hajar berkata:53 "jika seusai mengerjakan shalat shubuh, maka Ibnu Qayyim tetap duduk di tempatnya untuk membaca dzikir sampai matahari bersinar terang sembari berkata: "ini adalah waktu pagiku. Jika aku tidak duduk untuk berdzikir pada waktu itu, maka kekuatanku akan hilang." Beliau juga pernah berkata: "Kepemimpinan dalam agama hanya bisa diraih dengan bersabar dan fakir." Pada kesempatan lain beliau berkata : "orang yang berjalan menuju Allah harus memiliki keinginan kuat yang akan memudahkan dan meringankan langkahnya. Namun dia juga harus memiliki ilmu yang akan berfungsi menjadi petunjuk dan hidayah baginya."

E. Masa Kehidupan Ibnu Qayyim

Referensi

Dokumen terkait

Pada waktu itu salah satu dedengkot Pelukis Rakjat yang juga dekat dengan Presiden Sukarno, pelukis Sudarso dengan para pelukis lainnya diminta untuk turut

Bagi ujian t yang dilakukan untuk mengenalpasti adakah wujud perbezaan antara faedah peningkatan keuntungan selepas perlaksanaan siri OHSAS 18001 dengan

Dalam artikel ini, berbagai macam program pendeteksi celah keamanan aplikasi website telah diperiksa dan dievaluasi secara terperinci untuk mengetahui program scanner

Hal ini menun dorongan kepada resp dalam perilaku mero perilaku merokok atle Universitas X di Kota S banyak. Hasil pengu dengan menggunaka antara dorongan kep dengan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, 1 Upaya Guru PAI dalam meningkatkan mutu pendidikan agama Islam di SMP Darul Ulum Agung Malang dengan merencanakan program kegiatan dan juga

Lapis Aspal Beton-Lapis Aus atau Asphalt Concrete-Wearing Course (AC-WC) terdiri dari aspal sebagai bahan pengikat dan agregat; yang terdiri dari 3 (tiga) fraksi

1) Sebagai mahasiswa yang masih awam dalam menyampaikan konsep, materi belum bisa runtut, dan belum mampu mengajar secara efektif.. 2) Penulis belum

Mitra Dana Putra Utama Finance, dengan penggabungan beberapa topologi pada setiap gedung yang ada dan yang telah dibangun. Pengimplementasian topologi hybrid