1 BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Negara merupakan suatu wadah berkumpulnya anggota masyarakat
dimana terdapat penguasa atau pemimpin yang mempunyai kekuasaan yang dapat
mengatur kehidupan sosial dan berkelompok sehingga terbentuklah suatu
pemerintahan. Peran pemerintah di dalam suatu negara berfungsi untuk mengatur
kehidupan berkenegaraan, melindungi negara dan rakyatnya, menjalankan
penyelenggaraan negara serta untuk meningkatkan kesejahteraan hidup
masyarakat menuju kehidupan yang adil dan makmur. Untuk menjalankan
fungsinya pemerintah memerlukan dana atau modal yang tidak sedikit jumlahnya.
Sehingga dibutuhkan peran aktif masyarakat sebagai warga negara untuk
memberikan iuran kepada negaranya yang berguna sebagai modal dalam
pembiayaan negara. Salah satu modal yang diperlukan itu adalah bersumber dari
pungutan berupa pajak dari rakyatnya. Pajak juga merupakan gejala sosial dan
hanya terdapat dalam suatu masyarakat, tanpa ada masyarakat, tidak mungkin ada
suatu pajak. Masyarakat yang dimaksud adalah mayarakat hukum atau
Gemeinshaft. Dalam kondisi ini bahwa antara negara dengan rakyatnya mempunyai hubungan timbal balik yang baik dan tentunya dibatasi dengan aturan,
norma, undang-undang guna menghindari kesewenangan pihak lain. Jadi
timbulnya pungutan pajak di suatu negara harus berdasarkan undang-undang yang
Bab I Pendahuluan
tata cara berkehidupan, berbangsa dan bernegara adalah Undang-Undang Dasar
1945. Dasar pemungutan pajak tercantum dalam UUD 1945 pasal 23 ayat (2) ditetapkan bahwa: ”Segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan undang
-undang”.
Pajak merupakan alat mengumpulkan dana untuk membiayai belanja rutin
dan pembangunan disebut juga sebagai fungsi budgetair. Dalam APBN pajak merupakan sektor yang memberikan banyak kontribusi terhadap penerimaan
negara dan juga untuk membiayai pembangunan dan fasilitas-fasilitas umum bagi
kepentingan masyarakat. Kontribusi penerimaan pajak terhadap penerimaan
Negara diharapkan semakin meningkat dari tahun ke tahun. Salah satu upaya
pemerintah dalam meningkatkan penerimaan pajak yaitu dengan memberlakukan
reformasi perpajakan dengan menerapkan self assessment system dalam pemungutan pajak. Self assessment system memberikan kepercayaan penuh kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, menyetor, dan
melaporkan seluruh pajak yang menjadi kewajibannya. Dengan kata lain, wajib
pajak menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Self assessment system
menuntut adanya peran serta aktif dari masyarakat dalam pemenuhan kewajiban
perpajakannya. Kesadaran dan kepatuhan yang tinggi dari wajib pajak merupakan
faktor terpenting dari pelaksanaan sistem tersebut. (Tarjo dan Indra
Kusumawati:2008)
3 Bab I Pendahuluan
memenuhi kewajiban perpajakanya, karena menuntut kepatuhan secara sukarela
dari wajib pajak maka sistem ini juga akan menimbulkan peluang besar wajib
pajak dalam melakukan tindakan kecurangan. Berikut ini merupakan fenomena
yang berkaitan tentang tindakan kecurangan perpajakan. Pemalsuan dan
penggunaan faktur pajak fiktif dilakukan oleh konsultan pajak yang melibatkan
sejumlah wajib pajak di wilayah Surakarta. Menurut Kepala Kantor Wilayah
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jawa Tengah II, dari tujuh wajib pajak tersebut,
satu diantaranya menerbitkan faktur pajak fiktif dan enam lainnya sebagai
pengguna faktur pajak fiktif. Kerugian negara akibat penggunaan faktur pajak
fiktif khusus untuk wilayah Surakarta sekitar Rp 9,076 miliar. Sementara ini yang
terdeteksi baru tujuh wajib pajak dan kemungkinan masih banyak lagi wajib pajak
yang tersangkut dalam kasus ini. Modus operandi yang dilakukan adalah
menyampaikan surat pemberitahuan (SPT) atau keterangan yang isinya tidak
benar dan tidak lengkap serta menyalahgunakan NPWP atau pengukuhan
pengusaha kena pajak (NPPKP) dengan cara menerbitkan dan menggunakan serta
memperjualbelikan faktur pajak tidak sah, mengisi dan melaporkan SPT yang
isinya tidak benar milik wajib pajak yang lain dan juga tidak menyetorkan pajak
tersebut. (Imron Rosyid:2007)
Selain fenomena diatas terdapat pula fenomena lain yang berkaitan dengan
pelaporan SPT Masa PPN yaitu, keterlambatan pelaporan dalam pelaksanaan
kewajiban PPN yaitu dalam SPT (Surat Pemberitahuan) Masa. Pelaporan SPT
Bab I Pendahuluan
pajak menyebutkan pajaknya tahun 2009 berkurang dibanding tahun 2008. Salah
satunya yang menjadi faktor berkurangnya pajak yaitu adanya keterlambatan
pelaporan SPT ataupun yang tidak menyampaikan SPT. Sebesar 29,75% SPT
yang tidak dilaporkan tepat waktu dari 4.555.274 SPT yang dilaporkan. Direktorat
Jenderal Pajak menghibau agar segera menyampaikan SPT dan diisi dengan
lengkap, benar dan jelas. Jika lewat jatuh tempo maka sanksi dari keterlambatan
SPT sebesar Rp500.000,00. (Yusir:2010)
Kemudian terdapat fenomena umum lain berkaitan dengan ketidakpatuhan
wajib pajak yaitu,Direktorat Pajak Departeman Keuangan kembali menyeret para
pelaku penerbit faktur pajak. Kerugian negara melalui modus lama ini mencapai
Rp 175 miliar. Selama tiga tahun (2004-2006) bisa mengeruk keuntungan tanpa
kerja keras, hanya menerbitkan dan menjual faktur pajak fiktif atas nama PT Citra
Rodamas Perkasa (CRP) dan PT Jati Sumirat (JS) yang bergerak di bidang
ekspor-impor. Perkara penerbitan faktur pajak fiktif ini mulai terendus ketika
aparat Direktorat Jenderal Pajak menemukan adanya kejanggalan pada aplikasi
komputer dalam rekaman pajak keluaran dan pajak masukan. Dalam data itu
tampak jelas CRP dan JS semakin banyak menerbitkan faktur pajak. Selama
kurun waktu 5 Mei 2004 sampai 30 November 2006, CRP telah menerbitkan
sebanyak 3.492 lembar faktur pajak. Seharusnya, dengan meningkatnya faktur
pajak, makin tinggi pula kewajiban kedua perusahaan membayar PPN-nya. Yang
ada, kedua perusahaan itu tidak pernah melampirkan laporan pemasukan pajak.
5 Bab I Pendahuluan
menindak lanjuti data itu. Mereka segera menyelidiki adanya dugaan tindak
pidana dengan modus penerbitan faktur pajak fiktif pada CRP dan JS dengan
mencocokan data dengan laporan setoran laporan pajaknya. (Budi Supriyantoro
dan Dedi Setiawan:2008)
Berdasarkan uraian-uraian yang telah dikemukakan faktur pajak sangat erat kaitannya dengan pelaporan SPT Masa PPN. Pajak Pertambahan Nilai merupakan pajak yang dikenakan terhadap pertambahan nilai (value added) yang timbul akibat dipakainya faktor-faktor produksi disetiap jalur perusahaan dalam
menyiapkan, menghasilkan, meyalurkan dan memperdagangkan barang atau
pemberian pelayanan jasa kepada konsumen. Menurut Waluyo (2007:90) dasar pengenaan Pajak Pertambahan Nilai pada dasarnya adalah untuk mengenakan pajak pada tingkat kemampuan masyarakat untuk berkonsumsi, yang pengenaannya dilakukan secara tidak langsung kepada konsumen. Pajak ini dikenakan kepada pengusaha yang menyerahkan barang atau jasa kepada konsumen, sehingga pengusaha yang menyerahkan barang atau jasa akan memperhitungkan pajaknya di dalam harga jualnya. Untuk memenuhi kewajiban perpajaknya wajib pajak membutuhkan sarana dalam melaporkan dan
mempertangungjawabkan atas kebenaran perhitungan perpajakanya ke Kantor
Pelayanan Pajak, sarana yang dimaksud adalah Surat Pemberitahuan (SPT).
Fungsi Surat Pemberitahuan (SPT) adalah sebagai sarana bagi wajib pajak untuk
memenuhi kewajiban perpajakanya sedangkan bagi pemungut pajak berfungsi
Bab I Pendahuluan
pajak telah dilakukan dengan benar sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan. Oleh karena itu perlu dilakukan pengawasan dalam pelaporan SPT
yang telah disampaikan kepada Kantor Pelayanan Pajak untuk mengetahui apakah
SPT yang telah disampaikan wajib pajak telah sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan dan pelaporan SPT tersebut disampaikan dengan tepat sesuai dengan
batas waktu yang ditentukan.
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees sebagai bagian dari
Direktorat Jenderal Pajak mempunyai tugas dan wewenang untuk melaksanakan
pengawasan yang dilakukan untuk mengetahui atau menguji kepatuhan wajib
pajak melaksanakan ketentuan-ketentuan perpajakan yang berlaku, disamping
tugas-tugas lainnya. Pengawasan dilakukan agar wajib pajak tidak melakukan
tindakan penyimpangan dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Maraknya
pemberitaan mengenai kasus penyimpangan perpajakan yang terjadi diduga akan
mempengaruhi penurunan tingkat kepatuhan wajib pajak dalam melaporkan SPT
tetapi hal ini tak berpengaruh secara langsung, wajib pajak tetap melaporkan
SPT-nya. Gencarnya pengawasan dan sosialisasi di seluruh kantor Ditjen Pajak di
Indonesia juga ikut menambah tingkat kepatuhan wajib pajak. Penyebab
meningkatnya pelaporan SPT Masa PPN tersebut antara lain meningkatnya wajib
pajak/PKP dari tahun ke tahun, kesadaran masyarakat untuk membayar pajak
terus meningkat. Wajib pajak/PKP menyadari apabila melakukan penyimpangan
pajak akan dikenai sanksi pidana maka Wajib pajak/PKP akan bertindak lebih
7 Bab I Pendahuluan
Dugaan terhadap naiknya tingkat pelaporan SPT Masa PPN di KPP
Pratama Bandung Karees muncul setelah diketahui adanya fenomena
meningkatnya kesadaran atau tingkat kepatuhan wajib pajak/PKP dalam
memenuhi kewajiban perpajakannya yang berdampak pada meningkatnya
pelaporan SPT Masa Pertambahan Nilai. Berikut ini adalah fenomena khusus
yang berkaitan dengan pelaporan SPT Masa PPN yaitu data mengenai SPT masuk
SPT Masa PPN tahun 2008 s/d 2009 pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Bandung Karees.
Tabel 1.1
Penyampaian SPT Masa PPN
Bulan Tahun 2008 Tahun 2009 Persentase
Januari 2.423 2.419 -0,17%
(Sumber: Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees)
Data diatas merupakan perbandingan antara pelaporan SPT Masa PPN
tahun 2008 dengan SPT Masa PPN tahun 2009. Pelaporan SPT dilaporkan dari
bulan ke bulan, dari data diatas terlihat pelaporan SPT mengalami peningkatan.
Peningkatan pelaporan SPT yang sangat signifikan terjadi di bulan Maret 2009
Bab I Pendahuluan
tingkat kepatuhan PKP meningkat tiap tahunnya. Sistem pengawasan tentunya
sangat berperan dalam peningkatan kepatuhan wajib pajak.
Berdasarkan hal diatas bahwa kondisi yang ada tentunya akan menunjang
kepada harus dilakukannya pengawasan terhadap pelaporan SPT Masa
Pertambahan Nilai agar SPT yang dilaporkan akan semakin optimal meningkat
dari tahun ketahun, karena pengawasan menurut John Hutagaol (2007:3)
menyatakan pengawasan mengandung arti tindakan-tindakan yang dilakukan
untuk mengetahui atau menguji kepatuhan wajib pajak melaksanakan
ketentuan-ketentuan perpajakan yang berlaku.
Dari uraian diatas maka penulis dalam penelitian ini akan membahas
mengenai “Analisis atas Pengawasan Pelaporan SPT Masa Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung
Karees”.
1.2 Identifikasi dan Perumusan Masalah 1.2.1 Identifikasi masalah
1. Adanya penyampaian SPT Masa PPN dan keterangan yang isinya tidak
benar.
2. Adanya penyalahgunaan NPWP/Pengukuhan PKP dengan cara
menerbitkan dan menggunakan Faktur pajak tidak sah/palsu.
9 Bab I Pendahuluan
4. Maraknya pemberitaan kasus penyimpangan perpajakan tidak
mempengaruhi wajib pajak dalam melaporkan SPT-nya.
1.2.2 Perumusan Masalah
1. Bagaimana pengawasan yang dilakukan oleh KPP Pratama Bandung
Karees terhadap pelaporan SPT Masa PPN.
2. Bagaimana kendala yang dihadapi dalam mengawasi pelaporan SPT Masa
PPN pada KPP Pratama Bandung Karees.
3. Bagaimana upaya yang dilakukan oleh KPP Pratama Bandung Karees
dalam meningkatkan pengawasan terhadap pelaporan SPT Masa PPN.
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian
Maksud dari pelaksanaan penelitian ini adalah untuk mengetahui,
mengumpulkan data dan informasi guna mendapatkan gambaran yang terjadi pada
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees tentang pengawasan pelaporan
SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai.
1.3.2 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari pelaksanaan penelitian ini yaitu:
1. Untuk mengetahui pengawasan yang dilakukan oleh KPP Pratama
Bandung Karees terhadap pelaporan SPT Masa PPN.
2. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi dalam mengawasi pelaporan
Bab I Pendahuluan
3. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan oleh KPP Pratama Bandung
Karees dalam meningkatkan pengawasan terhadap pelaporan SPT Masa
PPN.
1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Akademis
Salah satu kegunaan dari adanya sebuah penelitian adalah untuk akademis,
baik untuk penulisnya maupun untuk penulis lain yang akan mengembangkan
penelitian mengenai pengawasan pelaporan SPT Masa Pertambahan Nilai.
1. Bagi Penulis
Untuk menambah wawasan dan pengetahuan terutama di bidang
perpajakan dan sebagai uji kemampuan dalam menerapkan teori-teori yang
telah diberikan dalam perkuliahan.
2. Bagi peneliti lain
Penulis mengharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan suatu
tambahan pengetahuan dan dapat dijadikan bahan referensi atau masukan
yang berguna bagi peneliti selanjutnya untuk lebih mengkaji lebih dalam
11 Bab I Pendahuluan
1.4.2 Kegunaan Praktis
Kegunaan praktis yang dapat dihasilkan dari penelitian ini bagi dunia
perpajakan adalah untuk memberikan bahan masukan yang berguna bagi pihak
perusahaan dan sebagai bahan informasi yang berguna untuk melakukan
perbaikan-perbaikan dalam menentukan kebijakan-kebijakan yang akan
dikeluarkan perusahaan di masa yang akan datang.
1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi dan waktu pelaksanaan Penelitian adalah:
Tempat : Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees
Alamat : Jl. H. Ibrahim Adjie No. 372 Kiaracondong Bandung
Bab I Pendahuluan
Tabel. 1.2
Time Schedule Pelaksanaan Penelitian
No. Keterangan
Waktu Kegiatan
Februari Maret April Mei Juni Juli
2010 2010 2010 2010 2010 2010
1. Tahap Persiapan
a. Sosialisasi Usulan Penelitian b. Penyusunan Usulan Penelitian
b. Pengumpulan Usulan penelitian
2. Tahap Pelaksanaan
a. Pegumpulan data perusahaan
3. Tahap Pelaporan
a. Penyusunan laporan Tugas
Akhir
b. Bimbingan laporan Tugas Akhir
a.Pengumpulan Tugas Akhir
13 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian Pajak
Menurut pasal 1 angka 1 Undang-undang perpajakan No. 28 Tahun 2007
tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 6 tahun 1983 Tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah sebagai berikut:
“Pajak adalah kontribusi wajib pajak kepada negara oleh yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan untuk digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
Pengertian pajak menurut Rochmat Soemitro yang dikutip oleh
Mardiasmo, menyatakan bahwa:
“Pajak adalah iuran kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.”
(2006:01)
Dari beberapa definisi yang telah dikemukakan tersebut dapat disimpulkan
bahwa terdapat ciri-ciri atau unsur pokok yang terdapat dalam pengertian pajak
yaitu:
1. Pajak harus dipungut berdasarkan undang-undang.
Bab II Tinjauan Pustaka dan Kerangka Pemikiran
3. Diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah.
4. Tidak dapat ditunjukkannya kontraprestasi secara langsung.
5. Berfungsi sebagi budgeter dan regulerend.
2.1.2 Sistem Pemungutan Pajak
Dalam melakukan pemungutan pajak Indonesia menganut tiga sistem
dalam pemungutan pajak, yaitu official assesment system. self assessment system, with holding system.
Menurut Waluyo (2007:17)sistem pemungutan pajak dibagi menjadi :
1. Official Assessment System
Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang.
Ciri-ciri Official Assessment System
a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang berada pada fiskus.
b. Wajib pajak bersifat pasif.
c. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.
2. Self Assessment System
Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepercayaan dan tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar .
3. With Holding System
Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.
Berdasarkan pada uraian diatas, wajib pajak berkewajiban menghitung,
15 Bab II Tinjauan Pustaka dan Kerangka Pemikiran
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, sehingga penentuan
besarnya pajak yang terutang berada pada wajib pajak itu sendiri.
2.1.3 Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Pajak Pertambahan Nilai yang ditetapkan dengan UU No.18 tahun 2000
merupakan pajak yang dikenakan terhadap pertambahan nilai (value added) yang timbul akibat dipakainya faktor-faktor produksi disetiap jalur perusahaan dalam
menyiapkan, menghasilkan, meyalurkan dan memperdagangkan barang atau
pemberian pelayanan jasa kepada konsumen. Semua biaya untuk mendapatkan
dan mempertahankan laba termasuk bunga modal, sewa tanah, upah kerja dan
laba perusahaan adalah merupakan unsur nilai tambah. Jadi, nilai tambah dapat
diperoleh dalam kegiatan industri maupun perdagangan, bukan diperoleh dari
perubahan bentuk atau sifat barang.
Menurut Waluyo (2007:90) adapun pengertian dari pajak pertambahan
nilai (baik barang ataupun konsumsi jasa) adalah Pajak yang dikenakan atas
konsumsi di dalam negeri (didalam pabean) baik konsumsi barang maupun
Konsumsi jasa.
Bab II Tinjauan Pustaka dan Kerangka Pemikiran
2.1.3.1 Objek Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
1. Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas:
a. penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang
dilakukan oleh pengusaha;
b. impor Barang Kena Pajak;
c. penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan
oleh Pengusaha;
d. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah
Pabean di dalam Daerah Pabean;
e. pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar dari luar Daerah Pabean di
dalam Daerah Pabean;
f. ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak;
g. ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena
Pajak; dan
h. ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.
2. Ketentuan mengenai batasan kegiatan dan jenis Jasa Kena Pajak yang atas
ekspornya dikenai Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf h diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
2.1.3.2 Subjek Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
1. Pengusaha yang melakukan penyerahan sebagaimana dimaksud dalam
17 Bab II Tinjauan Pustaka dan Kerangka Pemikiran
pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan,
wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena
Pajak dan wajib memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan
Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang.
(1a).Pengusaha kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat memilih
untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
2. Pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena
Pajak wajib melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
3. Orang pribadi atau badan yang memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak
Berwujud dari luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
ayat (1) huruf d dan/atau yang memanfaatkan Jasa Kena Pajak dari luar
Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf e
wajib memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai
yang terutang yang penghitungan dan tata caranya diatur dengan Peraturan
Menteri Keuangan
Menurut Undang-undang No. 42 tahun 2009 pengertian Pengusaha Kena
Pajak adalah adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak
dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan
Bab II Tinjauan Pustaka dan Kerangka Pemikiran
2.1.4 Faktur Pajak
Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha
Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa
Kena Pajak. Faktur pajak merupakan bukti pungutan pajak dan dapat digunakan
sebagai sarana untuk mengkreditkan pajak masukan. Oleh karena itu, faktur pajak
harus benar, baik secara formal maupun materiil. Faktur pajak harus diisi lengkap,
jelas dan benar, dan ditandatangani oleh pejabat yang ditunjuk oleh Pengusaha
Kena Pajak untuk menandatanganinya.
2.1.5 Surat Pemberitahuan (SPT)
Surat Pemberitahuan (SPT) merupakan dokumen yang menjadi alat
kerjasama antara wajib pajak dan administrasi pajak, yang memuat data-data yang
diperlukan untuk menetapkan secara tepat jumlah pajak terutang. Pengertian SPT
dalam pasal 1 butir 11 UU KUP dijelaskan bahwa:
“Surat Pembertitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan pembayaran pajak, objek dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.”
Fungsi Surat Pemberitahuan (SPT)
a. Memberikan data dan angka yang relevan dengan penghitungan kena
pajak.
19 Bab II Tinjauan Pustaka dan Kerangka Pemikiran
c. Melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan
sendiri atau melalui potongan, pemungutan pihak lain dalam satu tahun
pajak, atau bagian tahun pajak (Wajib Pajak Penghasilan).
d. Melaporkan pembayaran dari kegiatan pemotongan atau pemungutan
pajak orang pribadi atau badan lain (Wajib Pajak penghasilan).
e. Melaporkan pembayaran pajak yang dipungut dalam hal ini adalah pajak
Pertambahan nilai dan PPnBM, bagi pengusah kena Pajak.
Jenis-jenis SPT
1. SPT masa adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan
penghitungan atau pembayaran pajak yang terutang dalam masa pajak
2. SPT tahunan adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk
melaporkan penghitungan dan pembayaran terutang dalam satu tahun
pajak.
2.1.6 Pelaporan SPT PPN
Bagi Pengusaha Kena Pajak, Pajak Pertambahan Nilai yang telah dipungut
dan disetor tersebut harus dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Pertambahan Nilai untuk Masa Pajak yang sama dengan bulan penyetoran. Dalam
hal pembayaran PPN tersebut berkaitan dengan kegiatan usaha yang terutang
PPN, maka PPN tersebut merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan.
Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai tersebut diperlakukan
sebagai laporan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atas pemanfaatan Barang
Bab II Tinjauan Pustaka dan Kerangka Pemikiran
Orang Pribadi atau badan yang bukan Pengusaha Kena Pajak, wajib
melaporkan pemungutan dan penyetoran Pajak Pertambahan Nilai tersebut dengan
mempergunakan bukti setoran ke kas Negara selambat-lambatnya tanggal 20 dari
bulan penyetoran dilakukan, kepada Kantor Pelayan Pajak yang wilayahnya
meliputi tempat tinggal orang pribadi atau tempat kedudukan badan tersebut.
2.1.7 Pengawasan Pajak
Pengawasan merupakan hal yang harus dilakukan oleh fiskus yang dimaksudkan agar wajib pajak dapat melaksanakan tanggung jawab yang telah
diberikan kepadanya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam pelaksanaan Undang-undang Perpajakan, pengawasan pajak merupakan
konsekuensi dari pemberian kepercayaan kepada wajib pajak untuk menjaga
sistem self assesment terhadap kepatuhan wajib pajak.
Pengertian pengawasan yang dikemukan oleh Kadarman dalam SP.
Hasibuan (2008:241) adalah sebagai berikut:
“Pengawasan adalah suatu upaya yang sistematik untuk menetapkan kinerja standar pada perencanaan untuk merancang sistem umpan balik informasi, untuk membandingkan kinerja aktual dengan standar yang telah ditentukan, untuk menetapkan apakah telah terjadi suatu penyimpangan tersebut, serta untuk mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya perusahaan telah digunakan seefektif dan seefisien mungkin guna mencapai tujuan perusahaan.”
Jadi dapat disimpulkan bahwa pengawasan perlu dilakukan untuk
21 Bab II Tinjauan Pustaka dan Kerangka Pemikiran
dan melakukan perbaikan yang diperlukan untuk mencapai suatu tujuan sehingga
tujuan tersebut dapat terpenuhi dan berjalan dengan baik.
Menurut John Hutagaol (2007:3) menyatakan pengawasan mengandung arti
tindakan-tindakan yang dilakukan untuk mengetahui atau menguji kepatuhan
wajib pajak melaksanakan ketentuan-ketentuan perpajakan yang berlaku.
Pengawasan dapat dilakukan dengan membandingkan antara pajak terutang
yang dihitung oleh Wajib Pajak dengan pajak terutang menurut peraturan
perpajakan. Jika terjadi perbedaan penghitungan wajib pajak dan Undang-undang,
maka aparat pajak berhak untuk menerbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP).
Fungsi pengawasan oleh Direktorat Jenderal Pajak dalam 3 (tiga) bentuk yaitu
pemeriksaan pajak, penyidikan pajak, dan penagihan pajak. Ketiga bentuk
tersebut merupakan pilar fungsi pengawasan.
Pengawasan pajak dilakukan oleh Account Representative (AR) yang berada pada Seksi Pengawasan dan Konsultasi (Kep-No. 98/KMK.01/2006).
Setiap Account Representative (AR) harus mengawasi satu hingga tiga kelurahan berdasarkan pembagian wilayah kerjanya. Adapun jenis-jenis pengawasan yang
dilakukan dalam pelaporan SPT Masa PPN:
1. Pengawasan atas penyampaian SPT tidak benar. Pengawasan yang dilakukan
diantaranya melakukan bimbingan/himbauan ataupun konseling kepada Wajib
Pajak (WP), sedangkan pengawasan atas SPT yang telah dilaporkan dilakukan
dengan cara melakukan penelitian dan analisis kepatuhan material wajib
Bab II Tinjauan Pustaka dan Kerangka Pemikiran
2. Pengawasan atas penyalahgunaan Nomor Pokok Pengusaha Kena Pajak
(NPPKP). Account Representative (AR) melakukan konfirmasi faktur pajak, menganalisa SPT Masa PPN, mewaspadai PKP Non-Efektif dan melakukan
pengawasan terhadap pemungut PPN.
3. Pengawasan atas penyampaian SPT tidak tepat waktu. Account Representative
(AR) melakukan himbauan atau konseling agar wajib pajak mengetahui
peraturan perpajakan mengenai batas waktu penyampaian SPT Masa PPN
serta menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP) apabila terjadi ketelambatan
dalam penyampaian SPT.
2.1.8 Account Representative (AR)
Account Representative (AR) adalah pegawai yang diangkat pada setiap Seksi Pengawasan dan Konsultasi di Kantor Pelayanan Pajak yang telah
mengimplementasikan Organisasi Modern. Account Representative (AR) berkewajiban melaksanakan pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan,
melaksanakan bimbingan dan melaksanakan himbauan kepada Wajib Pajak (WP).
Setiap Account Representative (AR) mempunyai beberapa Wajib Pajak (WP) yang harus diawasi. Account Representative mempunyai tugas :
1. Melakukan pengawasan kepatuhan perpajakan wajib pajak;
2. Bimbingan/himbauan dan konsultasi teknik perpajakan kepada wajib pajak;
3. Penyusunan profil wajib pajak;
4. Analisis kinerja Wajib Pajak, rekonsiliasi data Wajib Pajak dalam rangka
23 Bab II Tinjauan Pustaka dan Kerangka Pemikiran
5. Melakukan evaluasi hasil banding berdasarkan ketentuan yang berlaku.
2.1.9 Self Assesment System
Sistem pemungutan yang berlaku di Indonesia saat ini adalah self assessment system yaitu ketetapan pajak yang ditetapkan oleh wajib pajak sendiri. Menurut Siti Kurnia Rahayu (2009:81) mengemukakan pengertian self assesment system adalah suatu sistem perpajakan yang memberi kepercayaan kepada wajib pajak untuk memenuhi dan melaksanakan sendiri kewajiban dan hak
perpajakannya.
Maka dalam hal ini wajib pajak diberi tanggung jawab atas kewajiban
pelaksanaan pajak sebagai pencerminan kewajiban di bidang perpajakan. Wajib
pajak diberi kepercayaan untuk menentukan penetapan besarnya pajak yang
terutang kemudian membayar dan melaporkan sendiri pajak yang terutang sesuai
dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.
2.2 Kerangka Pemikiran
Di dalam pelaksanaan sistem pemungutan pajak yang berlaku di Indonesia
diperlukan suatu kesadaran dan peran serta wajib pajak dalam penyelengaraan
perpajakan, karena wajib pajak diberi kepercayaan penuh untuk melaksanakan
dan memenuhi sendiri kewajiban dan hak perpajakannya. Wajib pajak dituntut
untuk berperan aktif dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya, sistem
Bab II Tinjauan Pustaka dan Kerangka Pemikiran
Pelaksanaan self assessment system dibutuhkan kepatuhan wajib pajak yang tinggi yaitu kepatuhan dalam pemenuhan kewajiban perpajakan sesuai
dengan kebenarannya. Machfud Sidik dalam Siti Kurnia Rahayu (2010:138)
menyatakan:
“Kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan secara sukarela (voluntary compliance) merupakan tulang punggung sistem self assessment, dimana wajib pajak bertanggung jawab menetapkan sendiri dan kemudian secara akurat dan tepat waktu membayar dan melaporkan pajaknya tersebut.”
Berdasarkan definisi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kepatuhan
perpajakan adalah tanggung jawab wajib pajak dalam pemenuhan kewajiban
perpajakannya sesuai dengan menetapkan sendiri dan kemudian secara akurat dan
tepat waktu membayar dan melaporkan pajaknya.
Dalam self assessment, SPT merupakan sarana yang bagi wajib pajak untuk melaporkan dengan benar semua hal tentang Wajib Pajak mulai dari identitas,
kegiatan usaha sampai jumlah harta yang semuanya berkaitan dengan perpajakan.
Pengertian SPT dalam pasal 1 butir 11 UU KUP dijelaskan bahwa:
“Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan pembayaran pajak, objek dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.”
Fungsi SPT bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah sebagai sarana untuk
melaporkan dan mempertanggung jawabkan penghitungan jumlah Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) yang sebenarnya terutang.
Pengusaha Kena Pajak (PKP) melaporkan sendiri SPT Masa Pajak
25 Bab II Tinjauan Pustaka dan Kerangka Pemikiran
assessment system menuntut kepatuhan secara sukarela dari wajib pajak maka sistem ini juga akan menimbulkan peluang bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP)
untuk melakukan tindakan kecurangan, penghindaran pajak (tax avoidance) dan penggelapan pajak (tax evasion). Tindakan kecurangan dapat dilakukan dengan usaha-usaha untuk memperkecil jumlah pajak yang terutang atau menggeser
beban pajak yang terutang dengan melanggar ketentuan-ketentuan pajak yang
berlaku, tindakan kecurangan tersebut seperti menerbitkan faktur pajak fiktif.
Menurut Siti Kurnia Rahayu (2010:149) penyebab wajib pajak tidak patuh adalah: “Wajib pajak kurang sadar tentang kewajiban bernegara, tidak
patuh pada peraturan, kurang menghargai hukum, tingginya tarif pajak dan kondisi lingkungan seperti kestabilan pemerintahan, dan
penghamburan keuangan negara yang berasal dari pajak.”
Oleh karena itu dalam menidaklanjuti ketidakpatuhan Wajib
Pajak/Pengusaha Kena Pajak (PKP) tersebut, perlu dilakukan pengawasan yang
dilakukan untuk mengetahui atau menguji kepatuhan wajib pajak dalam
melaksanakan ketentuan-ketentuan perpajakan yang berlaku. Menurut John
Hutagaol (2007:3) menyatakan bahwa Pengawasan mengandung arti
tindakan-tindakan yang dilakukan untuk mengetahui atau menguji kepatuhan wajib pajak
melaksanakan ketentuan-ketentuan perpajakan yang berlaku.
Apabila fungsi pengawasan berjalan efektif maka jumlah pajak terutang
yang dilaporkan Wajib Pajak/ Pengusaha Kena Pajak (PKP) dalam SPT-nya dapat
diketahui kebenarannya. Pengawasan dilakukan agar penerimaan negara atas
Bab II Tinjauan Pustaka dan Kerangka Pemikiran
Gambar 2.1 Skema Kerangka Pemikiran Melakukan sendiri
Self Assesment System
Kepatuhan Perpajakan
SPT Masa
Pengawasan oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama
(KPP) Ketidakpatuhan Pengusaha Kena
Pajak (PKP)
Menghitung Menyetor Melapor
SPT Masa PPN
27 BAB III
OBJEK DAN METODE PENELITIAN
3.1 Objek Penelitian
Pengertian objek penelitian menurut Sugiyono (2006:13) adalah sasaran
ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan tertentu tentang sesuatu hal
objektif, valid, dan reliable tentang suatu hal (variabel tertentu). Sedangkan objek penelitian menurut Husein Umar (2005:303) mengemukakan objek
penelitian menjelaskan tentang apa dan atau siapa yang menjadi objek
penelitian. Juga dimana dan kapan penelitian dilakukan. Bisa juga ditambahkan
hal-hal lain jika dianggap perlu. Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut
yang dimaksud dengan objek penelitian adalah sasaran ilmiah dengan tujuan
dan kegunaan tertentu untuk mendapatkan data tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk diteliti dan ditarik kesimpulannya. Pada penelitian ini yang
menjadi objek penelitian adalah pengawasan pelaporan SPT Masa Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) yang dilaksanakan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Bandung Karees.
3.2 Metode Penelitian
Menurut Sugiyono (2007:4) mendefinisikan metode penelitian sebagai
berikut :
“Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk
Bab III Objek dan Metode Penelitian
gilirannya dapat digunakan untuk memahami, memecahkan, dan
mengantisipasi masalah.”
Adapun metode penelitian dalam penyusunan tugas akhir ini penulis
mengunakan metode deskriptif yaitu metode yang mengungkapkan gambaran
masalah yang terjadi saat penelitian ini berlangsung, penulis hanya meninjau
masalah yang terjadi dalam satu perusahaan dan tidak membandingkannya
dengan perusahaan lain.
Menurut Sugiyono (2005:21) pengertian metode deskriptif adalah adalah
suatu metode yang digunakan untuk menggambar atau menganalisis suatu hasil
penelitian tetapi tidak digunakan untuk membuat kesimpulan yang lebih luas.
Sedangkan menurut Moh. Nazir (2003:4) pengertian metode deskriptif adalah
adalah suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu
set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa
sekarang.
Berdasarkan definisi diatas dapat diketahui bahwa metode penelitian yang
digunakan untuk dapat menggambarkan serta menganalisis hasil dari penelitian
yang telah dilakukan oleh peneliti. Metode deskriptif adalah metode penelitian
dengan cara mengumpulkan data-data sesuai dengan yang sebenarmya kemudian
data-data tersebut disusun yang ada berupa pengumpulan data dan berdasarkan
data-data tersebut disusun suatu gambaran untuk diteliti tanpa adanya
29 Bab III Objek dan Metode Penelitian
menggambarkan pengawasan pelaporan SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai
(PPN) yang dilaksanakan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees.
3.2.1 Desain Penelitian
Dalam melakukan suatu penelitian sangat diperlukan perencanaan dan
perancangan penelitian, agar penelitian yang dilakukan dapat berjalan dengan baik
dan sistematis. Oleh karena itu dalam penelitian diperlukan desain penelitian.
Menurut Jonathan Sarwono (2006:79) mengemukakan pengertian desain
penelitian, desain penelitian bagaikan sebuah peta jalan bagi peneliti yang
menuntun serta menentukan arah berlangsungnya proses penelitian secara benar
dan teapat sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Sedangkan pengertian
desain penelitian menurut Sugiyono (2006:302) mengemukakan bahwa desain
Penelitian (Rancangan Penelitian) adalah pedoman yang berisi langkah-langkah
yang akan diikuti oleh peneliti untuk melakukan penelitiannya.
Dari uraian diatas maka dapat dikatakan bahwa, desain penelitian
merupakan suatu proses penelitian yang dilakukan oleh penulis dalam
melaksanakan penelitian mulai dari perencanaan sampai dengan pelaksanaan
penelitian yang dilakukan pada waktu tertentu.
Dalam penelitian ini penulis menerapkan desain penelitian yang
mecangkup proses-proses sebagai berikut:
1. Penelitian dimulai dengan adanya masalah.
Bab III Objek dan Metode Penelitian
Kemudian peneliti menetapkan judul yang diteliti, sehingga dapat
diketahui apa yang akan diteliti.
2. Menetapkan masalah-masalah yang akan dianalisis dalam suatu
perusahaan. Dalam penelitian ini yang menjadi indentifikasi masalah
adalah sebagai berikut:
a. Adanya penyampaian SPT Masa PPN dan keterangan yang isinya
tidak lengkap dan benar.
b. Adanya penyalahgunaan NPWP/Pengukuhan PKP dengan cara
menerbitkan dan menggunakan Faktur pajak tidak sah/palsu.
c. Adanya masalah pelaporan SPT PPN yang tidak tepat waktu.
d. Maraknya pemberitaan kasus penyimpangan perpajakan tidak
mempengaruhi wajib pajak dalam melaporkan SPT-nya.
3. Menentukan judul penelitian
Dalam penelitian ini hanya terdapat satu variabel independen atauvariabel bebas.
4. Memilih teknik pengumpulan data-data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini dengan
menggunakan 2 cara, yaitu pengumpulan data melalui penelitian lapangan
seperti wawancara, observasi, dokumentasi dan penelitian kepustakaan
atau data yang di peroleh dari sumber lain, seperti buku, literatur, ataupun
31 Bab III Objek dan Metode Penelitian
5. Pelaporan hasil penelitian termasuk proses penelitian dan interprestasikan
data.
3.2.2 Operasional Variabel
Sebelum mengadakan penelitian diperlukan operasional variabel untuk
menentukan jenis, indikator yang terkait dalam penelitian sehingga penelitian
dapat dilakukan secara benar, sesuai judul Analisis atas Pengawasan Pelaporan
SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Bandung Karees, maka terdapat satu variabel yang diteliti, yaitu variabel
bebas(variable independen). MenurutSugiyono (2006:33) menyatakan pengertian
variabel bebasadalah merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi
sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat).
Variable Independent atau variabel bebas yaitu variabel yang keberadaanya tidak dipengaruhi oleh variabel lain akan tetapi mempengaruhi
variabel lainnya. Didalam kaitannya dengan masalah yang diteliti maka yang
menjadi variabel independen adalah pengawasan pelaporan SPT Masa Pajak
Pertambahan Nilai (PPN). Berdasarkan uraian tersebut bahwa variabel bebas
merupakan variabel yang tidak terikat. Data yang menjadi variabel bebas
(Variabel X) adalah pengawasan pelaporan SPT Masa PPN. Variabel, konsep
variabel, indikator yang digunakan baik untuk variabel X dalam penelitian ini
Bab III Objek dan Metode Penelitian
Tabel 3.1 Operasional Variabel
Variabel Konsep Variabel Indikator
Pengawasan
pelaporan SPT
Masa PPN
Pengawasan mengandung
arti tindakan-tindakan yang
dilakukan untuk mengetahui
atau menguji kepatuhan
wajib pajak melaksanakan
ketentuan-ketentuan
perpajakan yang berlaku.
(John Hutagaol 2007:3)
Dalam mengacu pada fungsi
pengawasan Kantor Pelayanan
Pajak menetapkan adanya Account Representative (AR) yang mengemban tugas:
1. Intensifikasi perpajakan melalui
pemberian bimbingan/himbauan,
konsultasi;
2. Analisis dan pengawasan
terhadap wajib pajak.
(Kep-No. 98/KMK.01/2006)
3.2.3 Sumber dan Teknik Penentuan Data 3.2.3.1 Sumber Data
Sumber yang diperoleh peneliti untuk mendapatkan data mengenai objek
yang akan diteliti didapatlangsung dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung
Bandung Karees. Untuk menunjang hasil penelitian, maka data yang diperlukan
33 Bab III Objek dan Metode Penelitian
1. Data Primer
Data primer yaitu data yang mengacu pada informasi yang diperoleh dan
didapat oleh penulis langsung dari sumber pertama baik individu atau
sekelompok bagian dari objek penelitian, seperti hasil wawancara dan
observasi yang bersifat langsung pada objek yang diteliti.
2. Data Sekunder
Data sekunder yaitu data primer yang telah diolah lebih lanjut dan
disajikan baik oleh pengumpul data primer atau pihak lain. Data sekunder
berasal dari informasi dan literature yang ada hubungannya dengan teori-teori mengenai topik penelitian yang disajikan disajikan antara lain dalam
bentuk tabel-tabel, gambar ataupun diagram.
3.2.3.2 Teknik Penentuan Data
Teknik pengumpulan data merupakan cara-cara untuk memperoleh data
dari keterangan yang diperlukan dalam penelitian Adapun teknik pengumpulan
data serta informasi yang dilakukan oleh penulis dalam penyusunan laporan ini
yaitu dengan cara sebagai berikut:
1. Penelitian lapangan (Field Research).
Yaitu pengumpulan data dan informasi yang dilakukan secara
langsung pada objek penelitian, dengan cara melakukan peninjauan secara
langsung ke perusahaan agar memperoleh data yang diperlukan.
Bab III Objek dan Metode Penelitian
a. Wawancara
Penulis melakukan wawancara secara langsung dengan sumber
data dan informasi (narasumber), yaitu dengan orang-orang yang
berhubungan dan terkait dengan masalah yang dibahas.
b. Observasi
Penulis melakukan pengamatan secara langsung terhadap objek
penelitian di lokasi penelitian guna memperoleh data dan
informasi yang dibutuhkan.
c. Dokumentasi
Pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengumpulkan
dokumen yang berkaitan dengan masalah yang dibahas.
2. Studi Kepustakaan (Library Research)
Yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk mempelajari serta
mengumpulkan teori-teori yang relevan dengan materi pembahasan guna dijadikan dasar dalam melakukan penilaian dan perbandingan dari
penelitian yang telah dilakukan pada perusahaan yang bersangkutan
dengan mencari informasi dari literatur dan sumber tertulis, seperti buku,
dokumen-dokumen, diktat, catatan atau bahan tulisan lain baik berupa
35 BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Setelah menjabarkan hal-hal yang melatarbelakangi penelitian, teori-teori
yang telah mengukuhkan penelitian, maupun metode penelitian yang digunakan,
maka bab ini akan memaparkan hasil penelitian. Hasil penelitian tersebut berupa
data-data yang ada kaitannya dengan pengawasan pelaporan SPT pajak
pertambahan nilai pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees.
Data-data tersebut akan digunakan penulis untuk menjawab masalah yang terdapat
dalam penelitian sehingga tujuan penelitian ini tercapai.
4.1.1 Gambaran Umum Perusahaan
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees pada dasranya adalah
unsure pelaksana Direktorat Jenderal Pajak yang bertugas untuk melaksanakan
kegiatan operasional pelayanan perpajakan di bidang pajak penghasilan, Pajak
Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan Pajak langsung
lainnya. Umumnya dalam daerah wewenangnya berdsarkan kebijakan teknis yang
telah ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
4.1.1.1 Sejarah Singkat Perusahaan
Sejak zaman penjajahan Belanda, pemungutan pajak memang sudah
Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan
Finantien yang mengurus masalah pemungutan pajak dari rakyat secara paksa berdasarkan undang-undang kolonial Belanda yang berlaku pada saat itu dan
hasilnya digunakan untuk kepentingan penjajah.
Pada waktu pemerintahan penjajah Belanda menyerah kepada Jepang pada
tanggal 9 Maret 1942, maka nama De Inspective Finantien diganti menjadi
Zaimuba yaitu suatu badan dibawah pemrintahan Jepang yang mengurus masalah keuangan.
Namun Zaimuba tidak bertahan lama, karena Jepang menyerah pada sekutu. Pada saat kekosongan kekuasaan itu, Indonesia telah memproklamasikan
kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, sehingga nama Zaimuba diganti dengan Inspeksi Keuangan Bandung yang berkedudukan di Gedung Concerdia
(Gedung Merdeka) di Jalan Asia Afrika Bandung, Inspeksi Keuangan Bandung
tersebut meliputi daerah Swantara tingkat II, Kota Praja Bandung, Kabupaten
Bandung, Kabupaten Sumedang, Karawang, Bekasi, Purwakarta, Subang, Garut,
Tasikmalaya, Ciamis serta Banjar.
Ketika terjadi Agresi Militer Belanda I, pasukan Belanda menguasai
wilayah Bandung Utara, sedangkan pemerintah Indonesia bertahan di sebelah
selatan. Oleh karena itu, Inspeksi Keuangan Bandung dipindahkan ke Soreang
(Bandung Selatan). Pada Agresi Militer Belanda II, Inspeksi Keuangan Bandung
37 Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan
1. Aliran Cooperative
Aliran yang mau bekerjasama dengan Belanda, yang berkedudukan di
Soreang Bandung.
2. Aliran Non Cooperative
Aliran yang tidak mau bekerjasama dengan Belanda yang berkedudukan di
Tasikmalaya.
Setelah pemerintahan Belanda mengakui kedaulatan RI, maka kantor
Inspeksi Keuangan Bandung yang berkedudukan di Tasikmalaya dipindahkan lagi
ke Bandung, yaitu di Jalan Raya Barat ( sekarang Jalan Asia Afrika), tepatnya di
sebelah Hotel Savoy Homan atau di depan Kantor Pekerjaan Umum (KPU).
Dengan perkembangan zaman dan bertambahnya jumlah penduduk serta
meningkatnya tingkat ekonomi masyarakat, maka pada tahun 1965, Kantor
Inspeksi Keuangan Bandung yang berada di bawah Direktorat Jenderal Pajak
Departemen Keuangan RI, dimana Kantor Inspeksi Pajak Bandung dipecah
menjadi:
1. Kantor Inspeksi Pajak Bandung
Meliputi daerah Swatantra II, Kota Praja Bandung Kabupaten Bandung,
Kabupaten Garut, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Sumedang,
Kabupaten Tasikmalaya dan Kabupaten Ciamis. Kantor tersebut terletak di
Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan
2. Kantor Inspeksi Pajak Karawang
Meliputi daerah Kabupaten Bekasi, Kabupaten Purwakarta, dan
Kabupaten Subang. Dimana kantor tersebut berkedudukan di Karawang.
Kemudian pada tanggal 1 Januari 1980, Kantor Inspeksi Pajak Bandung
dipecah menjadi 2 Inspeksi Pajak berdasarkan Surat Keputusan Menteri
Keuangan RI Nomor: KEP-141/KMK/1979, tanggal 6 April 1979, dimana
pembagian wilayah Inspeksi Pajak Bandung menjadi:
1. Kantor Inspeksi Pajak Bandung Timur yang bertempat di Jalan Asia
Afrika 114 Bandung.
2. Kantor Inspeksi Pajak Bandung Barat yang bertempat di Jalan Asia
Soekarno Hatta 118 Bandung.
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor:
KEP-267/KMK/1989, memutuskan bahwa mulai tanggal 1 April 1989, seluruh Kantor
Inpeksi Pajak yang berada di Indonesia namanya berubah menjadi Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) dan di Bandung sendiri menjadi 4 Kantor Pelayanan
Pajak, yaitu:
1. KPP Bandung Timur
Jalan Kiaracondong No. 372 Bandung.
2. KPP Bandung Tengah
39 Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan
3. KPP Bandung Barat
Jalan Soekarno Hatta No. 118 Bandung.
4. KPP Cimahi
Jalan Raya Barat No.574 Cimahi.
Selanjutnya berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor:
KEP-267/KMK/1989, memutuskan bahwa mulai tanggal 29 Maret 1994, Kantor
Pelayanan Pajak tersebut berubah menjadi:
1. KPP Bandung Karees
Jalan Kiaracondong No. 372 Bandung.
2. KPP Bandung Tegalega
Jalan Soekarno Hatta No. 118 Bandung.
3. KPP Bandung Cibeunying
Jalan Purnawarman No. 21 Bandung.
4. KPP Bandung Bojonegara
Jalan Asia Afrika 114 Bandung.
5. KPP Cimahi
Jalan Raya Barat No.574 Cimahi.
Terakhir KPP Bandung Karees berubah nama menjadi KPP Pratama
Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan
4.1.1.2 Struktur Organisasi Perusahaan
Dengan berlakunya Surat Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor:
KEP-443/KMK.01/2001 tanggal 23 Juli, tentang Organisasi dan Tata Kerja kantor
Pelayanan Pajak, Kantor Pelayanan Bumi dan Bangunan, Kantor Pemeriksaan dan
Penyidikan Pajak, Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan, maka
susunan organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees adalah
sebagai berikut:
1. Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees
2. Kelompok Jabatan Fungsional
3. Subbagian Umum
4. Seksi Pelayanan
5. Seksi Pengolahan Data dan Informasi
6. Seksi Ekstensifikasi Perpajakan
7. Seksi Penagihan
8. Seksi Pemeriksaan
9. Seksi Pengawasan dan Konsultasi
Seksi Pengawasan dan Konsultasi dibagi menjadi 4 seksi yang
didasarkan pada wilayah kerjanya, yaitu:
a. Seksi Waskon I
b. Seksi Waskon II
c. Seksi Waskon III
41 Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan
4.1.1.3 Uraian Tugas Perusahaan
Organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees terdiri atas
satu sub bagian, sembilan seksi, dan satu kelompok jabatan fungsional, yang mana
setiap seksi terbagi atas beberapa Account Representative (AR) dibantu pelaksana. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees dipimpin oleh seorang Kepala
Kantor sedangkan setiap seksi dipimpin oleh Kepala Seksi/Kepala Sub Bagian
Umum dan dibantu oleh Account Representative (AR) dan Pelaksana. Tugas pokok dan fungsi masing dari masing-masing jabatan dari struktur organisasi pada
KPP Pratama Bandung Karees adalah sebagai berikut:
1. Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees
Kepala kantor pelayanan pajak pratama bandung karees mempunyai
tugas mengawasi jalannya kegiatan operasional perpajakan yaitu pajak
penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang
Mewah, dan Pajak langsung lainnya Berdasarkan kebijakan teknis yang
dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak,membina karyawannya yang ada
di wilayah wewenang kekusaaannya, menerima laporan kerja dari
setiapseksi dan mebuat kegiatan operasional Kantor Pelayanan Pajak
wilayah Jawa Barat.
2. Kelompok Fungsional
Tugas:
Mempunyai tugas melakukan kegiatan sesuai dengan jabatan
Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan
yang berlaku. Kelompok jabatan fungsional terdiri dari sejumlah
jabatan fungsional yang terbagi dalam berbagai kelompok sesuai
dengan bidang keahliannya yang dikoordinasikan oleh pejabat
fungsional senior yang ditunjuk Kepala Kantor Wilayah DJP Jabar I
atau Kepala KPP Pratama Bandung Karees. Jumlah jabatan fungsional
ditentukan berdasarkan kebutuhan dan beban kerja Kantor Pelayanan
Pajak Pratama Bandung Karees.
Tanggung Jawab:
Melaksanakan teknis fungsional pendataan dan penilaian perpajakan.
3. Subbagian Umum
Adapun tugas dan tanggung jawab Subbagian Umum Kantor
Pelayanan Pajak Pratama terdiri dari :
a. Urusan Tata Usaha dan Kepegawaian
Tugas :
a. Menyelenggarakan pengurusan surat-surat masuk atau berkas
dokumen yang diterima sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
b. Menyelenggarakan penyusunan surat keluar agar komunikasi
administrasi berjalan dengan lancar.
c. Menyimpan surat dan dokumen untuk memudahkan penemuan
kembali surat atau dokumen yang diperlukan.
43 Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan
e. Menyiapkan bahan penyusunan konsep usulan pengangkatan Calon
Pegawai Negeri Sipil (CPNS) menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS)
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
f. Menyiapkan bahan penyusunan konsep usulan kenaikan pangkat
pegawai golongan II/d kebawah sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
g. Membuat konsep surat pemberitahuan kenaikan gaji berkala sesuai
ketentuan yang berlaku.
h. Menyiapkan bahan penyusunan konsep usulan calon peserta diklat.
Tanggung Jawab:
a. Kebenaran usul, saran, dan pendapat mengenai pelaksanaan tugas,
kelengkapan bahan penyusunan konsep rencana kerja Subbagian
umum.
b. Kelengkapan bahan-bahan berkaitan dengan masalah kepegawaian.
c. Tertatanya arsip kepegawaian dan berkas kepegawaian.
B. Urusan Keuangan
Adapun tugas dan tanggung jawab Keuangan Kantor Pelayanan
Pajak Pratama adalah sebagai berikut:
Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan
a. Melaksanakan pengelolaan pembayaran gaji/rapel, gaji/kekurangan
gaji, dan atau lembur para pegawai.
b. Mengupdate data daftar gaji berdasarkan mutasi kepegawaian. c. Membuat konsep Daftar Perencanaan Pembiayaan Kantor
Pelayanan Pajak.
d. Menyiapkan surat permintaan pembayaran/SSP sebagai uang
persediaan (UP) atau UP tambahan.
e. Menyiapkan SPPR-LS sebagai pembayaran langsung atas tagihan
pihak ketiga.
Tanggung Jawab:
a. Kebenaran usul, saran, dan pendapat yang diajukan mengenai
penerimaan, penyimpanan dan pembayaran gaji/TKPKN.
b. Pengelolaan pembayaran gaji/TKPKN, penandatanganan SSP.
c. Kebenaran pemotongan pembayaran gaji/TKPKN terhadap
pegawai di lingkungan Kantor Pelayanan Pajak.
d. Keamanan penyimpanan DIPA asli.
C. Urusan Rumah tangga
Adapun tugas dan tanggung jawab Rumah Tangga Kantor Pelayanan
Pajak Pratama adalah sebagai berikut:
45 Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan
a. Membuat konsep perencanaan dan pengadaan alat perlengkapan
kantor/ATK/formulir sesuai dengan batas kewenangannya
berdasarkan rencana anggaran dalam DIPA.
b. Melaksanakan penyimpanan dan pendistribusian alat
perlengkapan kantor.
c. Mencatat dan memberi kode klasifikasi lokasi inventaris serta
menyelenggarakan pembukuan inventaris kantor.
d. Menyusun konsep kompilasi laporan barang inventaris kantor.
e. Meneliti barang-barang inventaris kantor yang rusak dan tidak
terpakai lagi serta membuat konsep daftar usulan penghapusan
dan pemusnahannya.
Tanggung Jawab:
a. Pelaksanaan penyimpanan dan distribusi alat perlengkapan
kantor.
b. Kelengkapan sarana rapat dan kebutuhan rapat.
c. Kebenaran penyelenggaraan pembukuan inventaris kantor.
d. Kebenaran konsep kompilasi laporan inventaris.
e. Kebenaran konsep penghapusan barang inventaris.
4. Seksi Pelayanan
Adapun tugas dan tanggung jawab Seksi Pelayanan Kantor
Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan
Tugas:
a. Mengkoordinasikan penyusunan rencana kerja Seksi Pelayanan
sebagai bahan penyusunan rencana kerja Kantor Pelayanan Pajak.
b. Mengkoordinasikan penerimaan dan penatausahaan surat-surat
permohonan dari wajib pajak dan surat lainnya.
c. Mengkoordinasikan penyiapan pengambilan formulir SPT
Tahunan PPh berikut aplikasi elektronik SPT Tahunan PPh oleh
wajib pajak dan penatausahaan SPT Tahunan yang telah diterima
kembali serta penyediaan SPOP dan SSB dalam rangka
pengawasan kepatuhan wajib pajak.
d. Penyuluhan perpajakan dan pelaksanaan registrasi wajib pajak
e. Membimbing bawahan pada Seksi Pelayanan untuk meningkatkan
motivasi dan prestasi pegawai.
f. Mengkoordinasiakan penyusunan laporan berkala Seksi Pelayanan
sebagai pertanggungjawaban pelaksanaan tugas.
Tanggung Jawab:
a. Kebenaran usul, saran dan pendapat mengenai pelaksanaan tugas.
b. Kebenaran bukti pendaftaran wajib pajak.
c. Kebenaran surat pemberitahuan pernyataan pindah.
d. Kelengkapan berkas permohonan pendaftaran dan perubahan data
47 Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan
e. Kebenaran daftar nominative pengiriman formulir SPT Tahunan
PPh.
f. Kebenaran surat permintaan kelengkapan SPT PPh kepada wajib
pajak.
5. Seksi Pengolahan data dan Informasi
Tugas:
Mempunyai tugas melakukan pengumpulan, pencarian, dan
pengolahan data serta penyajian informasi perpajakan, perekaman
dokumen perpajakan, urusan tata usaha penerimaan perpajakan,
pengalokasian Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Perolehan Hak atas
Bumi dan Bangunan, pelayanan dukungan teknis komputer,
pemantauan aplikasi e-SPT dan e-Filling, serta penyiapan laporan
kinerja.
Tanggung Jawab :
a. Penatausahaan data masukan dan data keluaran
b. Perekaman data perpajakan
c. Pengolahan data perpajakan
d. Analisis informasi perpajakan
Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan
6. Seksi Ekstensifikasi Perpajakan
Tugas:
Mempunyai tugas melakukan pengamatan potensi perpajakan,
pendataan objek dan subjek pajak, penilaian objek pajak dalam rangka
ekstensifikasi.
Tanggung Jawab:
a. Penetapan perpajakan sektor pedesaan dan perkotaan
b. Penetapan perpajakan sektor perkebunan, pertambangan dan
perhutanan
c. Intensifikasi dan ekstensifikasi penetapan perpajakan
d. Penetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan bangunan (BPHTB)
7. Seksi Penagihan
Tugas:
Mempunyai tugas melakukan urusan penatausahaan piutang pajak,
penundaan dan angsuran tunggakan pajak, penagihan aktif, usulan
penghapusan pitang pajak serta penyimpanan dokumen-dokumen
penagihan.
Tanggung jawab:
a. Penatausahaan piutang pajak
b. Penagihan piutang perpajakan dan Bea Perolehan Hak atas Tanah
49 Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan
c. Pembuatan usul penghapusan piutang perpajakan dan Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan bangunan (BPHTB)
8. Seksi Pemeriksaan
Tugas:
Mempunyai tugas melakukan penyusunan rencana pemeriksaan,
pengawasan pelaksanaan aturan pemeriksaan, penerbitan dan
penyaluran surat perintah pemeriksaan pajak, serta administrasi
pemeriksaan perpajakan lainnya
Tanggung Jawab:
a. Penatausahaan pemeriksaan rutin
b. Pengusulan pemeriksaan rutin
c. Penerbitan SP3
d. Pemeriksaan lapangan oleh Fungsional Pemeriksa
e. Perekaman nota hitung
9. Seksi Pengawasan dan konsultasi
Tugas:
Mempunyai tugas melakukan pengawasan kepatuhan kewajiban
perpajakan wajib pajak, bimbingan/himbauan kepada wajib pajak dan
konsultasi teknis perpajakan, penyusunan profil wajib pajak, analisis
kinerja wajib pajak, melakukan rekonsiliasi data wajib pajak dalam
Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan
Pada Pelaksanaannya wilayah kerja keempat seksi Pengawasan dan
Konsultasi dibagi berdasarkan wilayah tempat wajib pajak.
a. Seksi Pengawasan dan Konsultasi I
Mengawasi seluruh wajib pajak yang berada diwilayah Kecamatan
Regol yang terdiri atas Kelurahan Ciseureuh, Kelurahan Pasirluyu,
Kelurahan Ancol, Kelurahan Cigereleng, Kelurahan Ciateul,
Kelurahan Balong Gede, dan Kecamatan Batununggal yang terdiri
atas Kelurahan Gumuruh dan Kelurahan Binong.
a.Seksi Pengawasan dan Konsultasi II
Mengawasi seluruh wajib pajak yang berada di wilayah Kecamatan
Bandung Kidul yang terdiri atas Kelurahan Wates, Kelurahan
Mengger, Kelurahan Kujangsari, Kelurahan Batununggal, dan
Kecamatan Batununggal yang terdiri atas Kelurahan Kebon
Gedang dan Kelurahan Maleer.
b.Seksi Pengawasan dan Konsultasi III
Mengawasi seluruh wajib pajak yang berada di wilayah Kecamatan
Lengkong yang terdiri atas Kelurahan Cijagra, Kelurahan
Turangga, Kelurahan Lingkar Selatan, Kelurahan Malabar,
Kelurahan Burangrang, Kelurahan Cikawao, Kelurahan Paledang
dan Kecamatan Batununggal yang terdiri atas Kelurahan
51 Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan
c.Seksi Pengawasan dan Konsultasi IV
Mengawasi seluruh wajib pajak yang berada di wilayah Kecamatan
Kiaracondong yang terdiri atas Kelurahan Kebon Kangkung,
Kelurahan Sukapura, Kelurahan Kebon Jayanti, Kelurahan
Babakan Sari, Kelurahan Babakan Surabaya, Kelurahan Cicaheum
dan Kecamatan Batununggal yang terdiri atas Kelurahan
Kacapiring dan Kelurahan Kebon Waru.
Tanggung jawab:
a. Pengawasan terhadap wajib pajak atas kewajiban perpajakan
b.Penelitian dan analisa kepatuhan wajib
c.Penyusunan nota perhitungan
d.Alat konsultasi perpajakan bagi wajib pajak
4.1.1.4 Kegiatan dan Fungsi Perusahaan
Kegiatan yang dijalankan oleh Kantor Pelayanan Pajak Bandung Karees
antara lain:
1. Aktivitas pelayanan kegiatan operasional perpajakan di bidang Pajak
Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak tidak langsung
lainnya dalam daerah wewenangnya berdasarkan kebijakan teknis
Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan
2. Pengecekan SPT Masa, serta memantau dan menyusun laporan
pembayaran masa Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan
Pajak tidak langsung lainnya.
3. Pelayanan terhadap wajib Pajak dan pelaksanaan kewajibannya,
melalui prosedur yang mudah, sederhana dan cepat.
4. Penyuluhan kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan kesadaran
dan kepatuhan Wajib Pajak dalam kewajiban pajaknya.
Adapun fungsi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees yaitu:
1. Koordinasi evaluasi dan pengendalian di bidang tata usaha pada
subbagian umum.
2. Pendataan objek dan subjek pajak penilaian objek pajak.
3. Pengolahan dan penyajian data informasi perpajakan.
4. Penetapan perpajakan.
5. Penerimaan pajak.
6. Penagihan pajak.
7. Penyelesaian keberatan, pengurangan, dan penatausahaan banding.
8. Pembetulan surat ketetapan pajak.
9. Pelaksanaan administrasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung
Karees.
10.Pembinaan kelompok tenaga fungsional dalam rangka melaksakan
53 Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan
4.1.1.5Visi dan Misi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees
Adapun Visi dan Misi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees
yaitu sebagai berikut:
1. Visi KPP Pratama Bandung Karees
Visi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees adalah menjadi
model pelanan masyarakat yang menyelenggarakan sistem dan manajemen
perpajakan kelas dunia yang dipercaya dan dapat dibanggakan.
2. Misi KPP Pratama Bandung Karees
Misi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees meliputi:
a. Misi Fiskal
Menghimpun penerimaan dalam negeri dari sektor yang mampu
menunjang kemandirian pembiyaan pemerintah berdasarkan
undang-undang perpajakan dengan tingkat efektivas dan efisiensi yang tinggi.
b. Misi Ekonomi
Mendukung kebijaksaan pemerintah dalam mengatsi permasalahan
ekonomi bangsa dengan yang meminimalisasi distorsi.
c. Misi Politik
Mendukung proses demokratisasi bangsa.
Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan
Senatiasa membaharui diri, selaras dengan aspirasi masyarakat dan
teknologi perpajakan serta administrasi perpajakan mutakhir.
4.1.1.6Wilayah Kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees
Wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees meliputi
5 kecamatan dan 30 kelurahan, yaitu sebagai berikut:
1. Kecamatan Regol, meliputi:
a. Kelurahan Ancol
b. Kelurahan Cigereleng
c. Kelurahan Ciateul
d. Kelurahan Balonggede
e. Kelurahan Pasirluyu
f. Kelurahan Ciseureuh
g. Kelurahan Pungkur
2. Kecamatan Batununggal, meliputi:
a. Kelurahan Binong
b. Kelurahan Maleer
c. Kelurahan Kebon Gedang
d. Kelurahan Samoja
e. Kelurahan Cibangkong
f. Kelurahan Gumuruh