ANALISIS EFISIENSI PAJAK PADA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
PERIODE 2006-2012
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh: Din Fadhila NIM: 107082003551
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI
1. Nama : Din Fadhila
2. Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 20 Januari 1990
3. Alamat : Komplek Buperta No.22 RT001/05 Pondok
Ranggon, Cipayung, Jakarta Timur 13860
II. PENDIDIKAN
1. SDN KP. Sawah 02 Ciputat Tahun 1995-2001
2. SMPN 13 Jakarta Selatan Tahun 2001-2004
3. SMAN 66 Jakarta Selatan Tahun 2004-2007
4. S1 Ekonomi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2007-2014
III. LATAR BELAKANG KELUARGA
1. Ayah : (Alm.) Anton Widyanto
2. Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 21 April 1964
3. Ibu : Emy Rianti
4. Tempat, Tanggal Lahir : Lampung, 9 oktober 1964
5. Alamat : Jln. Al-Muhlisin No.10 RT03/05 Sawangan,
vii
ANALYSIS TAX EFFICIENCY OF DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERIOD 2006-2012
ABSTRAK
This study aims to analyze the tax revenue and employee salary of Direktorat Jenderal Pajak in period 2006-2012. The aim of this research is to obtain information of rate efficiency of Direktorat Jenderal Pajak. This research using descriptive analysis method and ratio efficiency as data measurement. Tax revenue and employee salary period 2006-2012 used in this reasearch as main source data.
The result of this research indicate that the performance of efficiency of Direktorat Jenderal Pajak is classified as good. The rate efficiency from 2006-2012 has good classification that gets point under 0,50 percent. Tax revenue that received by Direktorat Jenderal Pajak each year from 2006 until 2012 show good increase. Employee salary was also increase each year.
viii
ANALISIS EFISIENSI DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERIODE 2006-2012
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penerimaan pajak dan belanja pegawai Direktorat Jenderal Pajak pada periode 2006-2012. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat efisiensi Direktorat Jenderal Pajak. Metode yang digunakan penelitian ini adalah metode analisis deskriptif dan menggunakan rasio efisiensi bopo sebagai alat ukurnya. Data yang digunakan adalah penerimaan pajak dari tahun 2006-2012 dan belanja pegawai dari tahun 2006-2012 sebagai data utama.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat efisiensi dari Direktorat Jenderal Pajak tergolong cukup baik. Tingkat efisiensi dari 2006 sampai dengan 2012 menunjukkan angka dibawah 0,50 yang tergolong sangat baik. Penerimaan pajak dari tahun 2006 hingga tahun 2012 menunjukkan peningkatan yang cukup baik. Anggaran yang dikeluarkan untuk belanja pegawai setiap tahunnya juga meningkat.
ix
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada
penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Analisis Efisiensi
Pajak Pada Direktorat Jenderal Pajak Periode 2006-2012”. Shalawat serta salam senantiasa selalu tercurah kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW, Sang Tauladan
yang telah membawa kita ke zaman kebaikan.
Skripsi ini merupakan tugas akhir yang harus diselesaikan sebagai syarat guna meraih
gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis
menyadari sepenuhnya bahwa banyak pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian
skripsi ini. Oleh karena itu, syukur Alhamdulillah penulis haturkan atas kekuatan Allah SWT
yang telah dianugerahkan. Selain itu, penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih
dan penghargaan sebesar-besarnya kepada:
1. Almarhum Anton Widyanto, Ayahanda tercinta yang telah memberikan kasih
sayang, semangat, perhatian, doa dan segalanya bagi penulis. Terima kasih Ayah,
maaf jika penulis belum bisa memberikan yang terbaik untuk ayahanda.
2. Emy Rianti, Ibunda tercinta yang senantiasa memberikan kasih sayang, kritik, saran
serta doa yang tak henti-hentinya kepada penulis.
3. Saudara kandung penulis Kak Budi, Mizan serta Arif atas segala waktu, perhatian,
kasih sayang, kritik dan saran yang telah kalian berikan kepada penulis.
4. Keluarga kecil penulis, Ari Sugeng Rizkianto dan Bagaskara yang senantiasa
memberikan segala dukungan, semangat serta kasih sayangnya kepada penulis.
5. Keluarga Depok, Oma dan Om boss atas segala kasih sayang, perhatian dan doa
yang diberikan kepada penulis.
6. Keluarga Jambore, Ayah dan Ibu atas segala dukungan moril dan materiil yang
telah diberikan kepada penulis.
7. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
8. Ibu Dr. Rini SE, Ak., M.si selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan
Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan selaku Dosen Pembimbing II yang telah
x
penulisan skripsi ini. Terima kasih banyak Ibu atas segala bimbingan dan konsultasi
yang diberikan selama ini. Semoga kebaikan ibu dibalas oleh Allah SWT. Amiin.
9. Bapak Hepi Prayudiawan SE, Ak., MM selaku Sekretaris Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
10.Bapak Prof. Dr. Ahmad Rodoni selaku Dosen Pembimbing I yang telah
memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini. Terima kasih
atas segala bimbingan dan konsultasi yang Bapak berikan kepada penulis.
11.Seluruh staf pengajar dan karyawan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta yang telah memberikan bantuan kepada penulis.
12.Sahabat-sahabat penulis, Puji Saraswati, Ramadhania, Rochmi, Dhien Melati,
Aprina, Dian Safitri, Destia Safitri, Hartati Nurakhmah atas segala semangat dan
pertemanan selama menjalani kuliah di kampus tercinta.
13.Teman-teman Akuntansi 2007, Akuntansi Pajak, dan lainnya yang tidak dapat
disebutkan satu per satu.
14.Semua pihak yang secara langsung ataupun tidak langsung berkontribusi dalam
penyelesaian tugas akhir ini, semoga Allah SWT membalas semua kebaikan kalian.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dikarenakan
terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang
membangun dari berbagai pihak.
Jakarta, April 2014
xi
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF ... iii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ... iv
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ... v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 14
C. Tujuan Penelitian ... 15
D. Manfaat Penelitian ... 16
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kinerja ... 17
1. Pengukuran Kinerja ... 20
2. Tujuan Penilaian Kinerja ... 23
3. Manfaat Penilaian Kinerja ... 24
B. Penerimaan Pajak ... 28
C. Efisien ... 34
D. Belanja pegawai ... 39
E. Penelitian Terdahulu ... 52
xii
BAB III METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian ... 57
B. Metode Penentuan Sampel ... 57
C. Metode Pengumpulan Data ... 58
D. Metode Analisis Data ... 58
E. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 60
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian ... 62
B. Hasil Analisis dan Pembahasan ... 63
1. Tingkat Penerimaan Pajak 2006-2012 ... 63
2. Jumlah Pegawai dan Tingkat Pengeluaran Belanja Pegawai ... 69
3. Tarif per Pegawai ... 72
4. Rasio Biaya Operasi Terhadap Pendapatan Operasi (BOPO) ... 75
Pembahasan dan Interpretasi ... 78
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 87
B. Implikasi ... 89
C. Saran ... 90
xiii
DAFTAR TABEL
No. Keterangan Halaman
1.1 Realisasi Penerimaan Pajak 2006-2012 ... 2
1.2 Target dan Realisasi Penerimaan Pajak 2006-2012 ... 6
1.3 Tunjangan Kegiatan Tambahan ... 12
2.1 Rasio Efisiensi ... 35
2.2 Hasil-hasil Penelitian Terdahulu ... 52
3.1 Rasio Efisiensi ... 60
4.1 Penerimaan Pajak tahun 2006-2012 ... 65
4.2 Tingkat Penerimaan Pajak per tahun ... 67
4.3 Total Pegawai Pajak dan Belanja Pegawai ... 70
4.4 Tingkat Pengeluaran Belanja Pegawai per tahun ... 71
4.5 Tarif per Pegawai ... 73
xiv
DAFTAR GRAFIK
No. Keterangan Halaman
1.1 Penerimaan Pajak 2006-2012 ... 3
1.2 Belanja Pegawai Pajak 2006-2012 ... 14
4.1 Penerimaan Pajak negara 2006-2012 ... 66
4.2 Tingkat Penerimaan Pajak 2006-2012 ... 68
xv
DAFTAR BAGAN
No. Keterangan Halaman
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
No. Keterangan Halaman
1. Surat Keterangan Bimbingan Skripsi ... 95
2. Surat Keterangan Perubahan Judul Skripsi ... 96
3. Surat Izin Penelitian Akademik ... 97
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam suatu negara berkembang penerimaan pajak merupakan
wacana penting yang perlu diperhatikan setiap tahunnya, termasuk di
Indonesia. Hal ini berkaitan erat dengan perumusan RAPBN dan
pelaksanaan APBN, agar pelaksanaan pembangunan negara berjalan lancar
dan berkesinambungan. Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
seluruh masyarakat disegala bidang perlu adanya dukungan dana yang
memadai untuk mewujudkannya. Sebagai salah satu sumber penerimaan
kas Negara selain MIGAS yang memiliki kontribusi penting dalam
pembiayaan pembangunan, maka sudah seharusnya penerimaan pajak
harus terus ditingkatkan, menyusul semakin meningkatnya kebutuhan
masyarakat secara umum (Suryadi 2006:2).
Untuk menyelenggarakan pemerintahan umum dan melaksanakan
pembangunan diperlukan dana yang relatif besar. Dana yang diperlukan
tersebut semakin meningkat seiring dengan peningkatan kebutuhan
pembangunan itu sendiri. Dalam upaya mengurangi ketergantungan
sumber eksternal, pemerintah Indonesia secara terus-menerus berusaha
meningkatkan sumber pembiayaan pembangunan internal terutama berasal
2 Pajak adalah misi fiscal yaitu menghimpun penerimaan pajak berdasarkan
undang-undang perpajakan yang mampu menunjang kemandirian
pembiayaan pemerintah dan dilaksanakan secara efektif dan efisien.
Meskipun penerimaan pajak dari tahun ketahun terus meningkat tetapi
persentase kenaikan tersebut belum mencerminkan kondisi yang
diinginkan (Suryadi, 2006:2).
Tabel 1.1
Realisasi Penerimaan Pajak Negara 2006-2012 (dalam triliun rupiah)
Sumber: BPS, Realisasi Penerimaan Negara, www.bps.go.id, 25/03/2013
Jenis-jenis
123.035 154.526 209.647 193.067 230.605 298.441 336.057
PBB 20.858 23.723 25.354 24.270 28.581 29.058 29.687
3
Grafik 1.1
Penerimaan Pajak Negara Periode 2006-2012 (dalam triliun rupiah)
Sumber: BPS, Realisasi Penerimaan Negara, www.bps.go.id, 25/03/2013
Langkah pemerintah untuk meningkatkan penerimaan dari sektor
perpajakan dimulai dengan melakukan reformasi perpajakan secara
menyeluruh pada tahun 1983, dan sejak saat itulah, Indonesia menganut
sistem self assessment. Penerapan self assessment system akan efektif
apabila kondisi kepatuhan sukarela (voluntary compliance) pada
masyarakat telah terbentuk (Damayanti, 2004).
Sejak tahun 1984 telah diberlakukan system self assessment dalam
perpajakkan Indonesia, yang memberikan kepercayaan penuh kepada
wajib pajak (WP) untuk menghitung, memperhitungkan, menyetor dan
melaporkan sendiri atas kewajiban pajaknya. Sistem perpajakan ini sangat
0
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
4 memerlukan kejujuran WP dalam menghitung pajak terutang dan harus
dibayar melalui pengisian Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT). Dalam
pelaksanaan undang-undang perpajakan, fungsi pengawasan sekaligus
pembinaan merupakan konsekuensi dari pemberian kepercayaan kepada
wajib pajak tersebut. Selain itu Direktorat Jendral Pajak juga melakukan
upaya penegakan hukum, yang salah satunya diwujudkan dengan
pengenaan sanksi di bidang perpajakan. Sebagai perwujudan bentuk
pengawasan dan pembinaan, kegiatan pemeriksaan pajak dilaksanakan
dari waktu ke waktu dan berkesinambungan (www.pajak.go.id).
Kepatuhan wajib pajak tidak akan secara otomatis meningkat jika
pemerintah tidak mengimbanginya dengan peningkatan mutu pelayanan
perpajakan, penegakan hukum yang tidak diskriminatif, transparansi
penggunaan pajak dan distribusi pemungutan pajak yang adil diwujudkan
dalam peningkatan kesejahteraan rakyat. Dengan kata lain, kepatuhan
sukarela akan terbangun jika fungsi-fungsi pemerintah benar-benar
dilaksanakan dengan sungguh-sungguh, sesuai dengan prinsip good
governance (Rosdiana dan Tarigan 2005).
Demikian juga dalam bidang aparatur negara, dimana telah
dilahirkannya reformasi birokrasi. Hal tersebut diawali dengan
dikeluarkannya UU No.43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang No.8 Tahun 1947 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. Namun
demikian, proses reformasi birokrasi sendiri belum berjalan secara
5 sudah berjalan, namun masih lambat. Perubahan masih bersifat parsial dan
berjalan sedikit demi sedikit dan belum terintegrasi antara satu sama lain.
Sehingga perbaikan yang telah dilakukan tersebut belum memberikan
dampak yang signifikan bagi perbaikan kondisi birokrasi secara
menyeluruh (www.bappenas.go.id).
Pegawai pajak juga tidak terlepas perannya dalam mencapai misi
fiskal. Tugasnya dalam memberikan penyuluhan dan turun langsung ke
masyarakat menyebabkan pentingnya peran pegawai pajak dalam
meningkatkan kepercayaan masyarakat luas. Namun, pandangan
masyarakat selama ini tentang pegawai pajak yang dinilai kurang
bersahabat juga mempengaruhi kepercayaan dan rasa respect dari wajib
pajak. Hal ini berbanding lurus dengan sikap pegawai pajak. Semakin
tinggi rasa kepercayaan masyarakat terhadap pegawai pajak, maka
semakin banyak pula masyarakat yang patuh dalam administrasi
perpajakannya. Maka sudah seharusnya pegawai pajak meningkatkan
kualitas pelayanannya. Pengaruh yang besar terhadap penerimaan pajak
negara mengharuskan pemerintah mengevaluasi para pegawai pajak,
terutama dalam hal kinerjanya. Untuk itu, dilakukan berbagai upaya agar
kinerja pegawai pajak semakin hari semakin baik (www.pajak.go.id).
Upaya Direktorat Jendral Pajak dengan mengedepankan kualitas
pegawai pajak dalam peningkatan kepatuhan Wajib Pajak melaksanaan
kewajiban perpajakkannya sesuai ketentuan yang berlaku, sehingga
6 Dengan itu diharapkan target penerimaan pajak dari seluruh potensi pajak
yang ada dapat dicapai semaksimal mungkin, sehingga memberikan
kontribusi positif terhadap penerimaan negara (www.pajak.go.id).
Tabel 1.2
Target dan Realisasi Penerimaan Pajak Direktorat Jenderal Pajak 2006-2012
Sumber : badan pusat statistik, target dan realisasi penerimaan pajak negara,
www.bps.go.id, 25-03-13
Menurut Badan Pemeriksa Keuangan, capaian target penerimaan
pajak setiap tahunnya masih belum sesuai dengan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN). Hal ini tentunya menjadi catatan penting
bagi Direktorat Jenderal Pajak yang dalam beberapa tahun anggaran belum
mampu memenuhi capaian target penerimaan negara sektor pajak (Hadi
Purnomo, badan pemeriksa keuangan).
Mengingat semakin meningkatnya penerimaan sektor pajak dalam
7 Dirjen Pajak menyiapkan strategi guna memaksimalkan penerimaan pajak
negara. Pertama, melakukan penyempurnaan sistem administrasi
perpajakan untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Kedua, melakukan
ekstensifikasi WP Orang Pribadi berpendapatan tinggi dan menengah.
Kegiatan ekstensifikasi yang dilakukan akan lebih fokus kepada orang
pribadi yang memiliki potensi untuk membayar pajak, sehingga kontribusi
dominan penerimaan pajak akan bergeser secara bertahap dari WP Badan
ke WP Pribadi. Ketiga, DJP juga akan melakukan perluasan basis pajak,
termasuk kepada sektor-sektor yang selama ini tidak terlalu banyak digali
potensinya, antara lain sektor perdagangan (usaha kecil dan menengah)
dan sektor properti. Keempat, melakukan optimalisasi pemanfaatan data
dan informasi berkaitan dengan perpajakan dari institusi lain. Hal ini
berkaitan dengan implementasi Pasal 35A UU KUP, karena persoalan
penerimaan pajak yang selama ini dihadapi oleh DJP adalah kurangnya
data yang valid. Kelima, DJP juga akan melakukan penguatan hukum bagi
para penghindar pajak guna memberi rasa keadilan, maka bagi WP yang
tidak menjalani kewajiban perpajakan dengan benar akan dilakukan
penegakan hukum mulai dari pemeriksaan, penyidikan dan penagihan.
Keenam, DJP akan melakukan penyempurnaan peraturan perpajakan
untuk lebih memberikan kepastian hukum dan perlakuan yang adil seta
wajar (www.pajak.go.id).
Terkait reformasi birokrasi sistem perpajakan, dari beberapa ide atau
8 pemerintah berdasar pada beberapa kajian yang telah dilakukan, kemudian
memilih untuk menerapkan prinsip-prinsip pemberian insentif bagi
pegawainya yang dikenal dengan istilah remunerasi (Martini, Topik
Utama).
Remunerasi atau pemberian dana tunjangan khusus bagi pegawai di
lingkungan Kementerian dan Lembaga mulai dilaksanakan pada tahun
2008 dengan pilot project di tiga Lembaga yaitu Kementerian Keuangan
(Kemenkeu), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan Mahkamah Agung
(MA). Pada tahun 2010 remunerasi birokrasi akan dilaksanakan di 12
Kementerian/Lembaga (Martini, Topik Utama).
Ada beberapa alasan birokrasi itu harus direformasi (Budi Setiyono :
2004,hal 129-142) :
1. ketidakpuasan masyarakat luas kepada pemerintah, karena
dianggap pemerintah memiliki organisasi yang terlalu besar selalu
melakukan campur tangan dan cara tindaknya telah usang.
2. adanya globalisasi dan perdagangan bebas yang menuntut
pemerintah untuk dapat memenuhi keinginan dan me;ayani
kebutuhan pasar.
3. munculnya teori-teori ekonomi baru yang menyebabkan kinerja
pemerintah yang menggunakan paradigma lama harus segera
9 4. adanya perkembangan teknologi yang mensyaratkan pemerintah
harus mampu mengadopsinya.
5. telah muncunya gerakan reformasi sejak tahun 1998 yang sampai
saat ini masih stagnan.
6. telah munculnya era otonomi daerah sejak tahun 1999 yang
menuntut perubahan paradigma, mindset, dan komitmen
pemerintah.
Sementara itu, ide lain tentang reformasi birokrasi (Agus Dwiyanto
2006: hal 37), yaitu :
1. perubahan stuktur birokrasi ; perubahan struktur ini dilakukan
sehingga pelayanan menjadi sederhana dan responsif.
2. perubahan non-struktur (atau kultur) birokrasi ; yaitu melakukan
perubahan budaya dan etika pelayanan.
3. perubahan lingkungan ; maksudnya adalah lingkungan birokrasi
itu sendiri sehingga akan muncul kontrol yang efektif terhadap
perilaku-perilaku birokrasi yang menyimpang.
Dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan dan pelayanan
publik yang baik, sejak tahun 2008 pemerintah telah memberikan
remunerasi pada beberapa Kementerian/Lembaga yang telah dan sedang
melakukan reformasi birokrasi. Dilihat dari sistem pemberiannya,
remunerasi dapat dibedakan atas prestasi kerja, lama kerja, senioritas atau
10 kebijakan remunerasi diterapkan dengan sistem penggajian yang adil
karena disesuaikan berdasarkan kinerja PNS. Dengan sistem remunerasi
ini gaji pegawai di lingkungan pemerintah bersangkutan naik secara
signifikan (Martini, Topik utama).
Meningkatkan kinerja pegawai pajak yang pada akhirnya
meningkatkan penerimaan pajak negara juga harus diimbangi dengan
kesejahteraan pegawai pajak. Untuk itu pemerintah yang berwenang yaitu
Kementerian Keuangan memberikan remunerasi bagi para pegawai
Kementerian Keuangan termasuk juga pegawai Dirjen pajak pada tahun
2007. Sri Mulyani sewaktu menjadi Menkeu mengeluarkan peraturan yang
tertuang dalam Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
164/KMK.03/2007. Salah satu pertimbangan pemberian tunjangan tersebut
adalah dalam rangka meningkatkan produktivitas, gairah, kerja, dan
profesionalisme serta disiplin pegawai yang mengemban tugas untuk
meningkatkan dan mengamankan penerimaan negara. Pemberian TKT
(Tunjangan Kegiatan Tambahan) tersebut tidak menghilangkan tunjangan
lain yang diterima semua pegawai Kemenkeu yaitu TKPKN (Tunjangan
Khusus Pembinaan Keuangan Negara) (www.kemenkeu.go.id).
Berikut Tabel Tunjangan Kegiatan Tambahan (TKT) Dirjen Pajak
11
Tabel 1.3
Tunjangan Kegiatan Tambahan Direktorat Jenderal Pajak
NoJenis Tunjangan Gol/Eselon Besarnya
TKT
1
Tunjangan Kegiatan Tambahan (TKT) Pelaksana
a Pengatur Muda II/a 2.600.000
Tunjangan Kegiatan Tambahan (TKT) Pejabat Struktural
a Direktur Jenderal Ia 20.000.000
b Sekretaris Direktorat jenderal/Direktur/Kepala
Kanwil/Tenaga Pengkaji II a 16.600.000
c Tenaga Pengkaji/Kepala Unit pelaksana Teknis II b 13.200.000
d Kepala Sub Direktorat/Kabag/Kabid/Kepala Kantor
Pelayanan/Kepala Unit Pelaksana Teknis III a 10.800.000
e Kepala Sub bagian/Kepala Seksi/Kepala Kantor
peayanan, Penyuluhan, dan Komunikasi Perpajakan IV a 7.200.000
3
Tunjangan Kegiatan Tambahan (TKT) Fungsional a Pemeriksa Pajak Ahli
Pemeriksa Pajak Madya 10.400.000
Pemeriksa Pajak Muda 7.600.000
Pemeriksa Pajak Pertama 6.800.000
b Pemeriksa Pajak Terampil :
Pemeriksa Pajak Penyelia 7.200.000
Pemeriksa Pajak Pelaksana Lanjutan 6.400.000
12 c Tunjangan Kegiatan Tambahan (TKT) Penelaah
Keberatan 5.600.000
d Tunjangan Kegiatan Tambahan (TKT) Account
Representative 5.600.000
Sumber: Kemenkeu, Tabel Tunjangan Tambahan Pegawai Dirjen Pajak,
www.depkeu.go.id 23/01/2013
Remunerasi yang diberikan pemerintah semata-mata agar pegawai
Kementerian Keuangan khususnya pegawai Dirjen Pajak maksimal dalam
peningkatan produktivitas dan kinerjanya. Sehingga penerimaan negara
dalam sektor perpajakan sesuai dengan yang diharapkan.
Namun perubahan dalam reformasi demokrasi dengan diadakannya
remunerasi telah membawa konsekuensi dalam struktur pengeluaran
belanja pemerintah, terutama untuk belanja pegawai. Sehingga
mengakibatkan adanya peningkatan pengeluaran belanja pegawai yang di
biayai oleh pemerintah. Grafik 1.2 menunjukkan bahwa setiap tahunnya
13
Grafik 1.2
Belanja Pegawai Pajak 2006-2012 (dalam triliun rupiah)
Sumber: Laporan keuangan DJP, Pengeluaran Belanja Pegawai, www.pajak.go.id 30/09/13
Penelitian mengenai hal serupa pernah dilakukan oleh beberapa
peneliti. Penelitian tentang analisis efisiensi anggaran belanja dinas
pendidikan dilakukan oleh Fahrianta dan Carolina (2012) di Kabupaten
Kapuas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat belanja dinas
pendidikan secara keseluruhan menunjukkan tren meningkat, dengan rasio
efisiensi anggaran cenderung menurun dari tahun ke tahun. Penelitian ini
menggunakan rasio efisiensi bopo untuk mengukur tingkat efisiensi
anggaran dinas pendidikan.
Sedangkan penelitian lainnya yang berjudul efisiensi pengeluaran
pemerintah daerah yang dilakukan oleh Dina Pertiwi (2007) di propinsi
Jawa Tengah menggunakan metode Data Envelopment Analysis dalam
0
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Total Belanja DJP
14 penelitiannya. Hasil penelitian menunjukkan tingkat efisiensi anggaran
pendidikan dan anggaran kesehatan yang paling baik berada di daerah
Salatiga. Penelitian lainnya yang menggunakan metode perhitungan
dengan menggunakan rasio efisiensi bopo yaitu analisis efisiensi dan
efektivitas penerimaan pendapatan asli daerah yang dilakukan oleh
Julastiana dan Suartana (2012) menunjukkan bahwa tingkat efisiensi
penerimaan pajak dan retribusi daerah Kabupaten Klungkung tergolong
efisien yaitu dengan nilai rata-rata sebesar 70,97 persen, sedangkan untuk
tingkat efektivitasnya tergolong sangat efektif yaitu rata-rata sebesar
112,36. Perbedaan antara penelitian diatas terletak pada periode penelitian,
letak objek penelitian dan sampel yang digunakan.
Mengacu pada uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mengambil
judul penelitian ”Analisis Efisiensi Pajak pada Direktorat Jenderal Pajak Periode 2006-2012 ”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis merumuskan
permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana tingkat penerimaan pajak periode 2006-2012?
2. Bagaimana tingkat pengeluaran belanja pegawai pajak periode
2006-2012?
3. Bagaimana tingkat tarif pegawai pajak periode 2006-2012?
15
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini
adalah untuk memperoleh bukti empiris tentang:
a. Mengetahui tingkat penerimaan pajak periode 2006-2012
b. Mengetahui tingkat pengeluaran belanja pegawai pajak periode
2006-2012
c. Mengetahui tingkat tarif pegawai peride 2006-2012
d. Mengetahui tingkat efisiensi pajak periode 2006-2012
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu:
a. Bagi penulis, menambah pengetahuan dan wawasan penulis mengenai
teori perpajakan dengan baik dan benar, sesuai dengan peraturan
perundang-undangan perpajakan. Dan mengetahui tingkat efisiensi
Direktorat Jenderal Pajak.
b. Bagi civitas akademika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, hasil
penelitian ini dapat menjadi acuan atau referensi bagi beberapa
penelitian dengan objek peneliti yang sejenis.
c. Bagi pegawai pajak agar dapat mengetahui apakah kinerja Direktorat
Jenderal Pajak selama ini telah efisien dan sesuai dengan yang
16 pertimbangan dalam meningkatkan efektifitas dan efisiensi Direktorat
Jenderal Pajak. Sehingga akan berdampak pada peningkatan
penerimaan pajak negara.
d. Bagi pemerintah, diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai
bahan pertimbangan dalam membuat kebijaksanaan dalam mengatur
pegawai pajak dan dalam rangka mengevaluasi kinerja Direktorat
17
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kinerja
Beberapa ahli mengemukakan pengertian mengenai kinerja adalah sebagai
berikut:
Menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2000 : 67).
Kinerja ( prestasi kerja ) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Menurut Maluyu S.P. Hasibuan (2001:34).
Kinerja (prestasi kerja) adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu.
Mink (1993 : 76) mengemukakan pendapatnya bahwa:
Individu yang memiliki kinerja yang tinggi memiliki beberapa
karakteristik, yaitu diantaranya: (a) berorientasi pada prestasi, (b) memiliki percaya diri, (c) berperngendalian diri, (d) kompetensi.
Kinerja yang diterjemahkan dari Bahasa Inggris “performance”, oleh
18
”Performance is de-fined as the record of outcomes produced on an
specified job function or activity during a specified time period” .
Dalam definisi mereka, jelas menekankan pengertian prestasi sebagai
“hasil” atau “apa yang keluar” (Outcomes) dari sebuah pekerjaan dan
kontribusimereka pada organisasi.
Pengertian kinerja menurut Mustopadidjaya (1993) bahwa kinerja
adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu
kegiatan/ program/ kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan
misi organisasi.
Kinerja (performance) juga dapat didefinisikan sebagai tingkat
pencapaian hasil atau “degree of accomplishment” atau dengan kata lain,
kinerja merupakan tingkat pencapaian tujuan organisasi, Rue & Byars
dalam Harbani Pasolong (2007:175).
Menurut Interplan dalam Harbani Pasolong (2007:175), kinerja adalah
berkaitan dengan operasi, aktivitas, program dan misi organisasi.
Selanjutnya menurut Gibson (1990:40), seseorang ditentukan oleh
kemampuan dan motivasinya untuk melaksanakan pekerjaan. Dikatakan
bahwa pelaksanaan pekerjaan ditentukan oleh interaksi antara kemampuan
dan motivasi.
Keban (1995:1), kinerja merupakan tingkat pencapaian tujuan,
sedangkan Timpe dalam Harbani Pasolong (2007:176), kinerja adalah
19 manajemen. Hasil penelitian Timpe menunjukkan bahwa lingkungan kerja
yang menyenangkan begitu penting untuk mendorong tingkat kinerja
pegawai yang paling efektif dan produktif dalam interaksi sosial organisasi
akan senantiasa terjadi adanya harapan bawahan terhadap atasan dan
sebaliknya.
Pengertian lain juga disampaikan oleh Stephen Robbins (1989:439),
bahwa kinerja adalah hasil evaluasi terhadap pekerjaan yang dilakukan
oleh pegawai dibandingkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.
Menurut Mangkunegara (2003:67), mengatakan bahwa kinerja adalah
hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang dalam
melaksanakan fungsinya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya. Prawirosentono (1999:2), mengatakan kinerja adalah hasil
kerja yang dapat dicapai oleh pegawai atau sekelompok pegawai dalam
suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggungjawab
masing-masing dalam upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara
legal, tidak melanggar hukum, dan sesuai dengan moral dan etika.
Selain itu menurut Peter Jennergen dalam Steers (1985) pengertian
kinerja organisasi adalah tingkat yang menunjukkan seberapa jauh
pelaksanaan tugas dapat dijalankan secara aktual dan misi organisasi
tercapai.
Penilaian kinerja adalah suatu alat manajemen untuk meningkatkan
pengambilan keputusan dan akuntabilitas, sehingga dalam penerapannya
20 dan berhubungan dengan hasil program (Whittaker, 1993). Hasil dari
penilaian tersebut kemudian digunakan sebagai umpan balik yang akan
memberikan informasi tentang pelaksanaan suatu rencana dan titik di
mana perusahaan memberikan penyesuaian atas aktivitas perencanaan dan
pengendalian.
Dengan demikian dari konsep yang ditawarkan tersebut dapat
dipahami bahwa kinerja adalah konsep utama organisasi yang menunjukan
seberapa jauh tingkat kemampuan pelaksanaan tugas-tugas organisasi
dalam rangka pencapaian tujuan. Dalam konteks penelitian ini, maka
pengertian kinerja merupakan gambaran hasil kerja baik finansial maupun
non finansial yang dicapai pemerintah melalui pegawai pajak dalam upaya
pencapaian tujuan yaitu meningkatkan pendapatan pajak.
1. Pengukuran Kinerja
Berbicara tentang kinerja pegawai, erat kaitannya dengan cara
mengadakan penilaian terhadap pekerjaan seseorang sehingga perlu
ditetapkan standar kinerja atau standardperformance.
Menurut Mitchel yang dikutip Sedarmayanti dalam bukunya
Sumber Daya Manusia Dan Produktivitas Kerja (2001:51),
menyebutkan aspek-aspek yang meliputi kinerja yang dapat dijadikan
ukuran kinerja seseorang, yaitu sebagai berikut :
a. Kualitas Kerja (quality of work)
b. Ketepatan waktu (promptness)
21 d. Kemampuan (capability)
e. Komunikasi (communication)
Untuk lebih jelasnya penulis menguraikan indikator dari
aspek-aspek kinerja menurut Sondang P. Siagian (1995:56), sebagai berikut:
a. Kualitas Kerja (Quality of Work) Indikatornya:
1. Cara kerja pelayanan
Dalam penelitian ini dapat diukur melalui sikap pegawai yang
ramah, sopan, prosedur yang mudah dimengerti, sederhana
dan adil.
2. Kesesuaian hasil kerja dengan tujuan organisasi
Dalam penelitian ini dilihat dari seberapa sesuainya antara
rencana kerja dengan tindakan yang dilakukan para pegawai
sehingga tujuan pelayanan benar benar tercapai.
b. Ketepatan Waktu (Promptness) Indikatornya:
1. Ketepatan waktu dalam menyelesaikan tugas
Dalam penelitian ini diukur dari ketepatan waktu pegawai
dalam melaksanakan tugas-tugasnya serta ketepatan waktu
dalam bekerja.
c. Inisiatif (Initiative) Indikatornya:
1. Pemberian ide/ gagasan
Dalam penelitian ini diukur dengan ide/gagasan yang
22 2. Tindakan yang dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan
yang dihadapi.
Dalam penelitian ini diukur melalui keputusan yang diambil
oleh pegawai dalam menghadapi permasalahan.
d. Kemampuan(Capability) Indikatornya;
1. Pengetahuan yang dimiliki
Dalam penelitian ini diukur dengan sejauh mana tingkat
pengetahuan pegawai tentang perpajakan dan tentang
pekerjaan yang dijalaninya.
2. Keterampilan yang dimiliki
Dalam penelitian ini diukur dengan melihat
pelatihan-pelatihan yang diikuti oleh pegawai sehingga mampu
menunjang kemampuannya dalam bekerja.
e. Komunikasi (Communication) Indikatornya:
1. Komunikasi intern (ke dalam) organisasi
Dalam penelitian ini diukur dengan sejauh mana komunikasi
antar pegawai dan antara pimpinan dengan pegawai dilihat
dengan seberapa intens koordinasi dilakukan dilingkup
organisasi.
2. Komunikasi ekstern (ke luar) organisasi
Dalam penelitian ini diukur dengan kemampuan pemberian
23 3. Fasilitator
Dalam hal ini pegawai sebagai unsur yang memfasilitasi
komunikasi antara masyarakat dan pihak kantor pajak apabila
terkait permasalahan tentang pajak.
Menurut Gordon (2002), informasi yang termasuk dalam pengukuran
kinerja antara lain:
a. Efisiensi penggunaan sumber daya dalam menghasilkan barang
dan jasa.
b. Kualitas barang dan jasa (seberapa baik barang dan jasa
diserahkan kepada pelanggan dan sampai sejauh mana pelanggan
terpuaskan).
c. Hasil kegiatan dibandingkan dengan maksud yang diinginkan.
d. Efektivitas tindakan dalam pencapaian tujuan.
2. Tujuan Penilaian Kinerja
Tujuan penilaian kinerja menurut beberapa ahli:
Menurut Syafarudin Alwi (2001 : 187):
Secara teoritis tujuan penilaian dikategorikan sebagai suatu yang
bersifat evaluation dan development yang bersifat evaluation harus
menyelesaikan : 1.Hasil penilaian digunakan sebagai dasar pemberian
kompensasi 2.Hasil penilaian digunakan sebagai staffing decision
3.Hasil penilaian digunakan sebagai dasar meengevaluasi sistem
seleksi. Sedangkan yang bersifat development penilai harus
2.Kelemahan-24 kelemahan individu yang menghambat kinerja 3.Prestasi-pestasi yang
dikembangkan.
Menurut Mardiasmo (2002), tujuan pengukuran kinerja adalah
sebagai berikut:
a. Untuk mengkomunikasikan strategi secara lebih baik.
b. Untuk mengukur kinerja finansial dan non-finansial secara
berimbang, sehingga dapat ditelusuri perkembangan pencapaian
strategi.
c. Untuk mengakomodasi pemahaman kepentingan manajer level
menengah dan bawah serta memotivasi untuk mencapai goal
congeruence.
d. Sebagai alat untuk mencapai kepuasan berdasarkan pendekatan
individual dan kemampuan kolektif yang rasional.
Penilaian kinerja merupakan salah satu faktor yang sangat
penting bagi organisasi. Penilaian kinerja memiliki tujuan pokok yaitu
menghasilkan informasi yang akurat dan valid berkenaan dengan
perilaku dan kinerja anggota organisasi, yang selanjutnya informasi
tersebut digunakan untuk evaluasi dan pengembangan.
3. Manfaat Penilaian Kinerja
Manfaat penilaian kinerja kontribusi hasil-hasil penilaian
25 organisasi adapun secara terperinci penilaian kinerja bagi organisasi
adalah :
1.Penyesuaian-penyesuaian kompensasi 2.Perbaikan kinerja 3.Kebutuhan latihan dan pengembangan 4.Pengambilan keputusan dalam hal penempatan promosi, mutasi, pemecatan, pemberhentian dan perencanaan tenaga kerja. 5.Untuk kepentingan penelitian pegawai 6.Membantu diagnosis terhadap kesalahan desain pegawai.
Penilaian kinerja dalam hal ini pada akhirnya tidak terlepas dari
keterkaitannya untuk mencapai tujuan pemerintah dalam bidang pajak
yaitu untuk meningkatkan penerimaan pajak negara. Dengan
melakukan penilaian kinerja akan dapat memperoleh beberapa
manfaat (Mulyadi, 1993), diantaranya:
a. Mengelola operasi organisasi secara efektif dan efisien melalui
pemotivasian karyawan secara maksimum.
b. Membantu mengambil keputusan yang bersangkutan dengan
karyawan, seperti transfer, promosi, dan pemberhentian.
c. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan
karyawan dan untuk menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi
program pelatihan karyawan.
d. Untuk menyediakan umpan balik dari karyawan mengenai
bagaimana atasan manilai kinerja mereka.
26
Penilaian Kinerja Pada Sektor Publik
Sistem penilaian kinerja sektor publik adalah suatu sistem yang
bertujuan untuk membantu manajer publik menilai pencapaian suatu
strategi melalui alat ukur finansial dan non finansial. Sistem pengukuran
kinerja diperkuat dengan menetapkan reward an punishment system.
Penilaian kinerja sektor publik dilakukan untuk memenuhi tiga
maksud. Pertama, penilaian kinerja sektor publik dilakukan untuk
membantu memperbaiki kinerja pemerintah berfokus pada tujuan dan
sasaran program unit kerja yang pada akhirnya akan meningkatkan
efisiensi dan efektivitas organisasi sektor publik dalam memberikan
pelayanan publik. Kedua, ukuran kinerja sektor publik digunakan untuk
pengalokasian sumber daya dan pembuatan keputusan. Ketiga, ukuran
kinerja sektor publik dimaksudkan untuk mewujudkan pertanggung
jawaban publik dan memperbaiki komunikasi kelembagaan.
Tolak Ukur Kinerja Pajak
Perhitungan yang digunakan untuk mengukur kinerja pajak yang dalam
penelitian ini adalah Direktorat Jenderal Pajak, yaitu sebagai berikut:
1. Tingkat penerimaan pajak
Untuk menghitung tingkat penerimaan pajak pertahun digunakan rumus
sebagai berikut:
27 2. Tingkat belanja pegawai
Untuk menghitung tingkat pengeluaran belanja pegawai digunakan
rumus sebagai berikut:
Pengeluaran Belanja Pegawai th x - Pengeluaran Belanja Pegawai th (x-1)
3. Rasio efisiensi bopo
Tolak ukur kinerja pajak salah satunya dengan menghitung tingkat
efisiensinya. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan
rasio efisiensi bopo. Konsep efisiensi (Riswan dan Viani, 2012) adalah
hubungan antara input dan output dimana barang dan jasa yang dibeli
oleh organisasi digunakan untuk mencapai output tertentu.
Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
Beban Operasional th x X 100% Pendapatan Operasional th x
4. Tingkat Tarif Pegawai
Perhitungan yang digunakan peneliti untuk menghitung tarif pegawai
adalah sebagai berikut:
28
B. Penerimaan Pajak
Penerimaan pajak adalah penghasilan yang diperoleh oleh pemerintah
yang bersumber dari pajak rakyat. Tidak hanya sampai pada definisi
singkat di atas bahwa dana yang diterima di kas negara tersebut akan
dipergunakan untuk pengeluaran pemerintah untuk sebesar-besarnya
kemakmuran yang berasaskan kepada keadilan sosial.
Untuk dapat mencapai tujuan ini, negara harus melakukan
pembangunan di segala bidang. Sebagai sebuah negara yang berdasarkan
hukum material/sosial, Indonesia menganut prinsip pemerintahan yang
menciptakan kemakmuran rakyat. Dalam hal ini, ketersediaan dana yang
cukup untuk melakukan pembangunan merupakan faktor yang amat
penting. Dalam menjamin ketersediaan dana untuk pembangunan ini, salah
satu cara yang dilakukan pemerintah adalah dengan melakukan
pemungutan pajak.
Andriani dalam Barata dan Ardian (1989) mendefinisikan pajak
sebagai iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang oleh
yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak
mendapatkan prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang
gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum
berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
Sedangkan pajak menurut Soemitro dalam Suharno (2003) adalah
29 pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang
menurut sumber utama untuk membiayai public investment.
Apabila ditelaah lebih dalam ternyata di dalam definisi pajak tersebut
terkandung maksud:
1. Iuran yang dapat dipaksakan, pemerintah dapat memaksa wajib pajak
untuk memenuhi kewajibannya dengan menggunakan surat paksa dan
sita. Kelalaian dan pelanggaran yang dilakukan oleh wajib pajak dapat
dikenakan hukuman (sanksi) berupa hukuman denda, kurungan maupun
penjara.
2. Setiap wajib pajak yang membayar iuran/pajak kepada negara tidak
akan mendapat balas jasa yang langsung dapat ditunjukkan. Tetapi
imbalan yang secara tidak langsung diperoleh Wajib Pajak berupa
pelayanan pemerintah yang ditujukan kepada seluruh masyarakat
melalui penyelenggaraan sarana irigasi, jalan, sekolah, dan sebagainya.
Dalam rangka penerimaan pajak perlu diketahui teori-teori yang
melatarbelakangi dilakukannya pemungutan pajak, sebagaimana
diungkapkan Rimsky dalam Suharno (2003), yaitu:
1. Teori Asuransi.
Dalam teori ini ditekankan mengenai keadilan dan keabsahan
pemungutan pajak seperti yang berlaku dalam perjanjian asuransi,
di mana perlindungan yang diberikan oleh negara kepada warganya
dalam bentuk keselamatan dan keamanan jiwa serta harta benda
30 2. Teori Kepentingan.
Penekanan teori ini adalah mengenai keadilan dan keabsahan
pemungutan pajak berdasarkan besar kecilnya kepentingan
masyarakat dalam suatu negara.
3. Teori Bakti.
Negara mempunyai hak utuk memungut pajak dari warganya
sebagai tindak lanjut teori kepentingan dalam hal penyediaan
fasilitas umum yang diselenggarakan oleh negara.
4. Teori Daya Pikul.
Keadilan dan keabsahan negara dalam memungut pajak dari
warganya didasarkan pada kemampuan dan kekuatan
masing-masing anggota masyarakatnya, dan bukan pada besar kecilnya
kepentingan.
5. Teori Daya Beli.
Keadilan dan keabsahan pemungutan pajak yang dilakukan negara
ini lebih cenderung melihat aspek akibat yang baik terhadap kedua
belah pihak (masyarakat dan negara) sehingga negara dapat
memanfaatkan kekuatan dan kemampuan beli (daya beli)
masyarakat untuk kepentingan negara yang pada akhirnya akan
dikembalikan atau disalurkan kembali kepada masyarakat.
Beberapa faktor yang berperan penting dalam menjamin
31 1. Kejelasan dan Kepastian Peraturan Perundang-undangan dalam
Bidang Perpajakan
Secara formal, pajak harus dipungut berdasarkan undang-undang
demi tercapainya keadilan dalam pemungutan pajak “No taxation
without representation” atau “Taxation without representation is
robbery ( Mayhew 1750)”. Namun, keberadaan undang-undang
saja tidaklah cukup. Undang-undangharuslah jelas, sederhana dan
mudah dimengerti, baik oleh fiskus, maupun oleh pembayar pajak.
Timbulnya konflik mengenai interpretasi atau tafsiran mengenai
pemungutan pajak akan berakibat pada terhambatnya pembayaran
pajak itu sendiri.
2. Tingkat Intelektualitas Masyarakat
Sejak tahun 1984, sistem perpajakan di Indonesia menganut prinsip
Self Assessment. Prinsip ini memberikan kepercayaan penuh
kepada pembayar pajak untuk melaksanakan hak dan kewajibannya
dalam bidang perpajakan, seperti yang tertuang dalam
Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 Pasal 4 ayat (1) menyatakan: wajib
pajak wajib mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan
dengan benar, lengkap, jelas, dan menandatanganinya.. Sementara
di Pasal 12 ayat (1) dinyatakan: setiap wajib pajak wajib membayar
pajak yang terutang berdasarkan ketentuan peraturan
32 surat ketetapan pajak. Dalam hal ini, pembayar pajak mengisi
sendiri Surat Pemberitahuan (SPT) yang dibuat pada setiap akhir
masa pajak atau akhir tahun pajak. Selanjutnya, fiskus melakukan
penelitian dan pemeriksaan mengenai kebenaran pemberitahuan
tersebut. Dengan menerapkan prinsip ini, pembayar pajak harus
memahami peraturan perundangundangan mengenai perpajakan
sehingga dapat melakukan tugas administrasi perpajakan. Untuk
itu, intelektualitas menjadi sangat penting sehingga tercipta
masyarakat yang sadar pajak dan mau memenuhi kewajibannya
tanpa ada unsur pemaksaan. Namun, semuanya itu hanya dapat
terjadi bila memang undangundang itu sendiri sederhana, mudah
dimengerti, dan tidak menimbulkan kesalahan persepsi.
3. Kualitas Fiskus (Petugas Pajak)
Kualitas fiskus sangat menentukan di dalam efektivitas
pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Bila dikaitkan dengan optimalisasi target penerimaan pajak, maka
fiskus haruslah orang yang berkompeten di bidang perpajakan,
memiliki kecakapan teknis, dan bermoral tinggi.
4. Sistem Administrasi Perpajakan yang Tepat
Seberapa besar penerimaan yang diperoleh melalui pemungutan
pajak juga dipengaruhi oleh bagaimana pemungutan pajak itu
dilakukan. Menurut Smith (1901), pemungutan pajak hendaknya
33 a. Equity/Equality di mana keadilan merupakan pertimbangan
penting dalam membangun sistem perpajakan. Dalam hal ini,
pemungutan pajak hendaknya dilakukan seimbang dengan
kemampuannya. Negara tidak boleh melakukan diskriminasi di
antara sesama pembayar pajak.
b. Certainty, yaitu pajak yang harus dibayar haruslah terang
(certain) dan tidak mengenal kompromis (not arbitrary).
Kepastian hukum harus tercermin mengenai subyek, obyek,
besarnya pajak dan juga ketentuan mengenai pembayaran.
c. Convenience adalah pajak harus dipungut pada saat yang paling
baik bagi pembayar pajak, yaitu saat diterimanya penghasilan.
d. Economy, yaitu pemungutan pajak hendaknya dilakukan
sehemat-hematnya. Biaya pemungutan hendaknya tidak
melebihi pemasukan pajaknya.
Keempat asas di atas sebenarnya sudah tercakup dalam sasaran dari
reformasi perpajakan di Indonesia. Menurut Rosdiana dan Tarigan (2005),
enam sasaran utama yang dilakukan pemerintah pada tahun 1984 dalam
reformasi perpajakan mencakup:
1. Penerimaan negara dari sektor perpajakan menjadi bagian dari negara
yang mandiri dalam rangka pembiayaan pembangunan nasional.
2. Pemerataan dalam pengenaan pajak dan keadilan dalam pembebanan
pajak.
34 4. Sederhana.
5. Menutup peluang penghindaran pajak dan/atau penyelundupan pajak
oleh wajib pajak dan penyalahgunaan wewenang oleh petugas pajak.
6. Memberikan dampak yang positif dalam bidang ekonomi.
C. Efisien
Efisiensi adalah penggunaan sumber daya secara minimum guna
pencapaian hasil yang optimum. Kata Efisien menurut kamus besar bahasa
Indonesia :
Efisien yaitu tepat atau sesuai untuk mengerjakan (menghasilkan)
sesuatu (dengan tidak membuang-buang waktu, tenaga, biaya),
mampu menjalankan tugas dengan tepat dan cermat, berdaya
guna, bertepat guna.
Efisiensi menganggap bahwa tujuan-tujuan yang benar telah
ditentukan dan berusaha untuk mencari cara-cara yang paling baik untuk
mencapai tujuan-tujuan tersebut. Efisiensi hanya dapat dievaluasi dengan
penilaian-penilaian relatif, membandingkan antara masukan dan keluaran
yang diterima (Agus Wibisono 2010).
Sesuai dengan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006, efisiensi adalah
hubungan antara masukan dan keluaran, efisiensi merupakan ukuran
apakah penggunaan barang dan jasa yang dibeli dan digunakan oleh
organisasi perangkat pemerintahan untuk mencapai tujuan organisasi
35 Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/30/DPNP tanggal
14 Desember 2001, tentang Pedoman Perhitungan Rasio Keuangan. Beban
operasi terhadap pendapatan operasi dihitung dengan formula atau rumus
total beban operasional per total pendapatan operasional.
rumus : beban operasional x 100%
pendapatan operasional
Tabel 2.1 Rasio Efisiensi
Rasio Nilai Kategori
< 0,50
Efisiensi juga mengandung beberapa pengertian antara lain :
1. Efisiensi pada sektor hasil dijelaskan dengan konsep
masukan-keluaran (input-output).
2. Efisiensi pada sektor pelayanan masyarakat adalah suatu kegiatan
yang dilakukan dengan pengorbanan seminimal mungkin atau
dengan kata lain suatu kegiatan telah dikerjakan secara efisien jika
pelaksanaan pekerjaan tersebut telah mencapai sasaran dengan
biaya yang terendah atau dengan biaya minimal diperoleh hasil
36 3. Efisiensi penyelenggaraan pemerintahan daerah dapat dicapai
dengan memperhatikan aspek hubungan dan tatakerja antar instansi
pemerintah daerah dengan memanfaatkan potensi dan
keanekaragaman suatu daerah.
Faktor penentu efisiensi adalah :
1. Faktor teknologi pelaksanaan pekerjaan.
2. Faktor struktur organisasi yaitu susunan yang stabil dari
jabatan-jabatan baik itu struktural maupun fungsional.
3. Faktor sumber daya manusia seperti tenaga kerja, kemampuan
kerja, maupun sumber daya fisik seperti peralatan kerja, tempat
bekerja serta dana keuangan.
4. Faktor dukungan kepada aparatur dan pelaksanaanya baik
pimpinan maupun masyarakat.
5. Faktor pimpinan dalam arti kemampuan untuk mengkombinasikan
keempat faktor tersebut kedalam suatu usaha yang berdaya guna
dan berhasil guna untuk mencapai sasaran yang dimaksud.
Efisiensi Anggaran
Efisiensi merupakan salah satu prinsip penganggaran yang diterapkan
dalam konsep value for money. Menurut HEFCE (The Higher
Education Funding Council for England) dari The University of
Cambridge 2010, menyebutkan bahwa Value for Money (VIM) adalah
istilah yang digunakan untuk menilai apakah suatu organisasi telah
37 daya yang tersedia atau belum. Dalam rangka menilai dan menukur
penerapan VIM suatu organisasi masih merupakan suatu tantangan
tersendiri, apalagi bila unsur kualitas dan keberlanjutan yang ada
masih bersifat subyektif, tidak terukur, intangible dan disalahartikan
(missunderstood). Karena itu, diperlukan adanya
pertimbangan-pertimbangan dalam menilai keberhasilan penerapan VIM disuatu
organisasi. Penilaian VIM tidak hanya berkaitan dengan pengurangan
biaya, melainkan juga berkairan dengan kualitas (cost-benefit),
penggunaan sumber daya, pencapaian tujuan, dan ketepatan waktu.
Menurut Harvey dan Green (1993), Value for money adalah salah
satu bagian dari kualitas, yaitu lebih melihat kualitas dalam hal
pencapaian hasil (outcome). Misalnya bila hasil (outcome) yang sama
dapat dicapai dengan biaya lebih rendah, atau hasil (outcome) yang
lebih baik dapat dicapai dengan biaya yang sama, maka suatu
organisasi telah menerapkan VIM dengan baik.
Value for Money dalam proses penganggaran meliputi ekonomis,
efisiensi dan efektifitas. Ekonomis berarti pemilihan dan penggunaan
sumberdaya dalam jumlah dan kualitas tertentu dengan biaya yang
rendah merupakan ukuran penggunaan dana publik sesuai dengan
kebutuhan sesungguhnya. Efisiensi berkaitan dengan penggunaan
sumber dana yang terbatas (biaya yang rendah) untuk menghasilkan
output yang maksimal. Dapat dikatakan juga bahwa efisiensi adalah
38 menghasilkan output maksimal (berdayaguna). Sedangkan, Efektifitas
berkaitan dengan penggunaan biaya yang rendah dapat mencapai
target atau tujuan kepentingan publik atau dengan kata lain, efektifitas
adalah ukuran seberapa jauh tingkat output, kebijakan dan prosedur
dapat mencapai tujuan kepentingan publik. Berdasarkan perspektif
pengeluaran publik, maka penerapan VIM harus menggunakan
pendekatan “spending less (ekonomis)” “spending well (efisiensi)”
dan “spending wisely (efektifitas)”. Secara detail konsep value for
money dapat dilihat pada Gambar dibawah
Manfaat konsep VIM dalam manajemen keuangan negara antara
lain adalah :
b. efektifitas pelayanan publik, dalam arti pelayanan tepat sasaran.
c. meningkatkan mutu pelayanan publik.
d. biaya pelayanan yang murah karena hilangnya inefisiensi dan
penghematan dalam penggunaan resources.
e. alokasi belanja yang lebih berorientasi pada kepentingan publik,
dan
f. meningkatkan public cost awareness sebagai pelaksanaan
pertanggungjawaban publik.
Menurut NHS Institute (www.improvementnetwork.gov.uk), Value for
39 a. mengurangi biaya untuk mencapai output yang sama (misalnya
biaya tenaga kerja, biaya operasional rutin, pengadaan barang dan
publik yang lebih transparan);
b. mengurangi input untuk mencapai output yang sama (misalnya
orang, aset, energi, dll);
c. mendapatkan output maksimal dengan kualitas baik melalui
penggunaan input yang sama (produktivitas)
d. mendapatkan output secara lebih proporsional atau peningkatan
kualitas sebagai imbalan untuk peningkatan sumber daya.
Berdasarkan manfaat dan cara untuk mencapai Value for Money di
atas, menunjukkan bahwa Value for Money dalam rangka pelaksanaan
efisiensi tidak mengenal istilah “pemotongan anggaran”. Untuk itu,
penelitian ini menggunakan pendekatan dengan maksud untuk
mengidentifikasi upaya mendapatkan hasil (output) yang maksimal
dengan menggunakan input seoptimal mungkin (misalnya orang, aset,
energi,dll) dan upaya pengurangan biaya dalam mencapai output
(misalnya biaya pengadaan barang, biaya tenaga kerja).
D. Belanja Pegawai
Pegawai atau Aparatur adalah perangkat kelengkapan negara,
terutama meliputi bidang kelembagaan, ketatalaksanaan, dan kepegawaian,
yang mempunyai tanggung jawab melaksanakan roda pemerintahan
40 Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
171/PMK.05/2007 Tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan
Pemerintah Pusat dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
91/PMK.06/2007 tentang Bagan Akun Standar (BAS), belanja aparatur
pemerintah pusat tidak secara implisit dan eksplisit disebutkan atau pun
dijelaskan (www.depkeu.go.id).
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004 tentang
Penyusunan Rencana Kerja Anggaran Kementerian Negara/Lembaga,
Belanja Pegawai adalah kompensasi baik dalam bentuk uang maupun
barang yang diberikan kepada pegawai pemerintah, baik yang bertugas di
dalam maupun diluar negeri sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah
dilaksanakan, kecuali pekerjaan yang berkaitan dengan pembentukan
modal. Termasuk dalam kelompok belanja pegawai ini adalah
pengeluaran-pengeluaran untuk gaji dan tunjangan-tunjangan, uang
makan, lembur, honorarium dan vakasi (www.depkeu.go.id).
Gaji dan tunjangan adalah pengeluaran untuk kompensasi yang harus
dibayarkan kepada pegawai pemerintah berupa gaji pokok dan berbagai
tunjangan yang diterima berkaitan dengan jenis dan sifat pekerjaan yang
dilakukan (tunjangan istri/suami, tunjangan anak, tunjangan jabatan/yang
dipersamakan dengan tunjangan jabatan, tunjangan kompensasi kerja,
tunjangan perbaikan penghasilan, tunjangan beras, tunjangan pajak
41 terpencil, dan tunjangan umum) baik dalam bentuk uang maupun barang
(www.depkeu.go.id).
Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian disebutkan pada Pasal 7 bahwa setiap pegawai negeri berhak
memperoleh gaji yang layak sesuai dengan pekerjaan dan tanggung
jawabnya. Selanjutnya dalam penjelasannya ditegaskan bahwa pada
dasarnya setiap pegawai negeri beserta keluarganya harus dapat hidup
layak dari gajinya sehingga dengan demikian ia dapat memusatkan
perhatian untuk melaksanakan tugas yang dipercayakan kepadanya.
Dalam menentukan besarnya gaji memperhatikan kemampuan
keuangan negara, selain daripada itu harus pula memperhatikan keadaan
tempat dimana pegawai negeri itu dipekerjakan.
Ketentuan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1974 tersebut
diatas merupakan suatu landasan penggajian Pegawai Negeri Sipil menuju
terwujudnya tingkat kehidupan yang layak bagi kehidupan Pegawai Negeri
Sipil beserta keluarganya.
Gaji pegawai dan tunjangan yang melekat pada gaji adalah
penghasilan yang diterima oleh PNS yang telah diangkat oleh pejabat yang
berwenang dengan surat keputusan sesuai ketentuan yang berlaku.
Pembayaran gaji pegawai tersebut diberikan kepada pegawai setiap awal
bulan sebelum yang bersangkutan melaksanakan tugasnya.
42 Gaji pokok adalah landasan dasar dalam menghitung besarnya gaji
seseorang pegawai negeri sipil. Hal ini disebabkan sebagian komponen
perhitungan gaji seperti tunjangan isteri, tunjangan anak, dan tunjangan
perbaikan penghasilan dihitung atas dasar persentase tertentu atau
terkait dengan gaji pokok. Besarnya gaji pokok seseorang pegawai
negeri sipil tergantung atas golongan ruang penggajian yang ditetapkan
untuk pangkat yang dimilikinya. Karena itu pangkat berfungsi pula
sebagai dasar penggajian.
Besaran gaji pokok diberikan kepada pegawai sesuai dengan
besaran yang tercantum dalam surat keputusan pengangkatan, surat
keputusan kenaikan pangkat, surat pemberitahuan kenaikan gaji
berkala, atau surat penetapan lainnya. Besaran gaji pokok terakhir
diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 2009 untuk PNS,
Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 2007 untuk Hakim Peradilan
Umum Peradilan Tata Usahaan Negara dan Peradilan Agama.
Kepada seseorang yang diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri
Sipil (CPNS) diberikan gaji pokok sebesar 80% (delapan puluh persen)
dari gaji pokok yang ditentukan untuk golongan/ruang gaji menurut
pangkat yang didudukinya.
2) Tunjangan-tunjangan
Tunjangan-tunjangan yang melekat pada gaji terdiri atas tunjangan
istri/suami, tunjangan anak, tunjangan jabatan struktural/fungsional,
43 kompensasi kerja, tunjangan beras, tunjangan khusus PPh, tunjangan
irian jaya/papua, tunjangan pengabdian wilayah terpencil, tunjangan
umum dan tunjangan perbaikan penghasilan.
a) Tunjangan Istri/Suami
Yang dimaksud dengan tunjangan istri/suami adalah tunjangan
yang diberikan kepada pegawai negeri yang beristeri/suami.
Ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan tunjangan isteri/suami
adalah :
(1) diberikan untuk 1 (satu) istri/suami pegawai negeri yang sah;
(2) besarnya tunjangan isteri/suami adalah 10 % dari gaji pokok;
(3) tunjangan isteri/suami diberhentikan pada bulan berikutnya
setelah terjadi perceraian atau meninggal dunia;
(4) untuk memperoleh tunjangan isteri/suami harus dibuktikan
dengan surat nikah/akta nikah dari Kantor Urusan Agama atau
Kantor Catatan Sipil.
b) Tunjangan Anak
Yang dimaksud dengan tunjangan anak adalah tunjangan yang
diberikan kepada pegawai negeri yang mempunyai anak (anak
kandung, anak tiri dan anak angkat) dengan ketentuan :
(1) belum melampaui batas usia 21 tahun;
(2) tidak atau belum pernah menikah;
(3) tidak mempunyai penghasilan sendiri; dan
44 Ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan tunjangan anak adalah:
(1) diberikan maksimal untuk 2 (dua) orang anak;
(2) dalam hal pegawai negeri pada tanggal 1 Maret 1994 telah
memperoleh tunjangan anak untuk lebih dari 2 (dua) orang anak,
kepadanya tetap diberikan tunjangan anak untuk jumlah menurut
keadaan pada tanggal tersebut. Apabila setelah tanggal tersebut
jumlah anak yang memperoleh tunjangan anak berkurang karena
menjadi dewasa, kawin atau meninggal, pengurangan tersebut
tidak dapat digantikan, kecuali jumlah anak menjadi kurang dari
dua;
(3) besarnya tunjangan anak adalah 2 % per anak dari gaji pokok;
(4) tunjangan anak diberhentikan pada bulan berikutnya setelah tidak
memenuhi ketentuan pemberian tunjangan anak atau meninggal
dunia;
(5) Pegawai wajib melaporkan bahwa anak yang masuk dalam
tanggungan pegawai tersebut telah tidak memenuhi ketentuan
pemberian tunjangan anak atau meninggal dunia;
(6) batas usia anak seperti tersebut diatas dapat diperpanjang dari
usia 21 tahun sampai usia 25 tahun, apabila anak tersebut masih
45 (a)dapat menunjukan surat pernyataaan dari kepala
sekolah/kursus/ perguruan tinggi bahwa anak tersebut masih
sekolah/kursus/kuliah;
(b) masa pelajaran pada sekolah/kursus/perguruan tinggi tersebut
sekurang-kurangnya satu tahun;
(c) tidak menerima beasiswa.
Untuk memperoleh tunjangan anak harus dibuktikan dengan:
(a) Surat Keterangan Kelahiran Anak dari pejabat yang berwenang
pada Kantor Catatan Sipil/lurah/camat setempat;
(b) Surat Keputusan Pengadilan yang memutuskan/mensahkan
perceraian dimana anak menjadi tanggungan penuh janda/duda
untuk tunjangan anak tiri bagi janda/duda yang bercerai;
(c) Surat Keterangan dari lurah/camat bahwa anak-anak tersebut
adalah perlu tanggungan si janda/duda untuk tunjangan anak tiri
bagi janda/duda yang suami/isterinya meninggal dunia
(d) Surat Keputusan Pengadilan Negeri tentang pengangkatan anak
(hukum adopsi) untuk tunjangan anak bagi anak angkat (apabila
pegawai mengangkat anak lebih dari 1 anak angkat, maka
pembayaran tunjangan anak untuk anak angkat maksimal 1 anak)
Untuk tunjangan anak tiri/anak angkat dibayarkan mulai bulan
diterimanya surat kelahiran oleh satuan kerja/pejabat administrasi
belanja pegawai (pembayaran tunjangan anak tiri/anak angkat tidak
46 (a) ayah yang sebenarnya dari anak tersebut telah meninggal dunia
yang harus dibuktikan dengan surat keterangan dari pamong praja
(serendah-rendahnya camat),
(b) ayah yang sebenarnya dari anak tersebut bukan pegawai negeri
dan tunjangan anak untuk anak-anak itu diberikan kepada
ayahnya yang harus dibuktikan dengan surat keterangan dari
kantor tempat ayahnya bekerja.
(c) anak tersebut tidak lagi menjadi tanggungan ayahnya yang
dibuktikan dengan surat keputusan dari pengadilan negeri bahwa
anak tersebut telah diserahkan sepenuhnya kepada ibu dari anak
tersebut dan disahkan oleh pamong praja (serendah-rendahnya
camat).
c) Tunjangan Jabatan Struktural
Tunjangan Jabatan Struktural adalah tunjangan jabatan yang
diberikan kepada pegawai negeri yang menduduki jabatan struktural
sesuai dengan peraturan perundangan dan ditetapkan dengan surat
keputusan dari pejabat yang berwenang, dengan ketentuan :
(1) besaran tunjangan jabatan struktural dibedakan menurut tingkat
eselon jabatan berdasarkan Peraturan Pemerintah, yang terakhir
diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2007 tentang
Tunjangan Jabatan Struktural;
(2) tunjangan jabatan struktural sekaligus menentukan perpanjangan