• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pola Penyakit Kulit Akibat Infeksi Jamur Superfisial di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP Haji Adam Malik Medan Periode 2009-2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pola Penyakit Kulit Akibat Infeksi Jamur Superfisial di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP Haji Adam Malik Medan Periode 2009-2012"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

RSUP HAJ I ADAM MALIK MEDAN

PERIODE J ANUARI 2009-DESEMBER 2012

OLEH:

HENDRA GANI HARAHAP

100100136

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

RSUP HAJ I ADAM MALIK MEDAN

PERIODE J ANUARI 2009-DESEMBER 2012

KARYA TULIS ILMIAH

OLEH:

HENDRA GANI HARAHAP

NIM: 100100136

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul

: Pola Penyakit Kulit Akibat Infeksi Jamur Superfisial di Departemen

Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP Haji Adam Malik Medan

Periode 2009-2012

Nama

: Hendra Gani Harahap

NIM

: 100100136

Pembimbing

Penguji I

(dr. Flora Marlita Lubis, SpKK)

(Dr. dr. Arlinda Sari Wahyuni, M.Kes)

NIP. 197703232009122002

NIP. 1969060919990320001

Penguji II

(dr. Rusdiana, M. Kes)

NIP.

19710915 200112 2002

Medan, 20 Januari 2014

Dekan

(4)

ABSTRAK

Morbiditas penyakit kulit masih tergolong tinggi di Indonesia. Penyakit

kulit bisa disebabkan virus, bakteri, ataupun jamur. Penyakit kulit semakin

berkembang, hal ini dibuktikan dari data Profil Kesehatan Indonesia 2010 yang

menunjukkan bahwa penyakit kulit dan jaringan subkutan menjadi peringkat

ketiga dari 10 penyakit terbanyak pada pasien rawat jalan di rumah sakit

se-Indonesia berdasarkan jumlah kunjungan yaitu sebanyak 192.414 kunjungan

dengan 122.076 kasus baru.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat pola penyakit kulit akibat infeksi

jamur superfisial di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Rumah Sakit

Umum Pusat Haji Adam Malik Medan periode Januari 2009 – Desember 2012.

Penelitian ini bersifar deskriptif observatif dengan teknik pengambilan

sampel menggunakan metode Total Sampling dengan jumlah 2572 kasus.

Dari hasil penelitian didapat pola umum sebagai berikut: Tinea Kruris

1026 kasus (39,9%), Tinea Korporis 572 kasus (22,2%), Pityriasis Versikolor 502

kasus (19,5%), Tinea Pedis 203 kasus (7,9%), Tinea Kapitis dan Tinea Barbae

111 kasus (4,3%), Tinea Unguium 102 kasus (4,0%), Tinea Manuum 47 kasus

(1,8%), Tinea Imbrikata 6 kasus (0,2%), White Piedra 1 kasus (0,03%), Black

Piedra 1 kasus (0,03%), Tinea Nigra 1 kasus (0,03%).

Tinea kruris mendominasi pola penyakit secara umum baik itu

berdasarkan jenis kelamin maupun kelompok usia.

(5)

ABSTRACT

Skin diseases morbidity still has great number in Indonesia. The etiology

can be virus, bacteria, or fungi. The incident still increases, it can be seen in

Indonesia Health Profile 2010 which show that dermatitis and other subcutaneous

diseases get the third rank among 10 main diseases on hospital inpatients in

Indonesia based on number of visits as many as 192.414 visits with 122.076 new

cases.

This research aim is to see the pattern of superficial mycoses disease in

Department of Dermatology and Venereology Rumah Sakit Umum Pusat Haji

Adam Malik Medan period January 2009 – December 2012.

The characteristic of this research is observative descriptive with Total

Sampling as the sampling technique by number of cases as many as 2572 cases.

Result shows the general pattern is: Tinea Cruris 1026 cases (39,9%),

Tinea Corporis 572 cases (22,2%), Pityriases Versicolor 502 cases (19,5%),

Tinea Pedis 203 cases (7,9%), Tinea Capitis and Tinea Barbae 111 cases (4,3%),

Tinea Unguium 102 cases (4,0%), Tinea Manuum 47 cases (1,8%), Tinea

Imbrikata 6 cases (0,2%), White Piedra 1 case (0,03%), Black Piedra 1 case

(0,03%), Tinea Nigra 1 case (0,03%).

Tinea Cruris dominate patterns even by sex observation pattern or age

group observation pattern.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan hanya kepada Allah SWT yang telah

memberikan izin-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

Semoga karya tulis ilmiah ini pun bisa menjadi salah satu ibadah untuk

mendapatkan ridha-Nya.

Karya tulis ilmiah ini berjudul “Pola Penyakit Kulit Akibat Infeksi Jamur

Superfisial di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP Haji Adam

Malik Medan Periode Januari 2009- Desember 2012”. Penulis menyusun karya

tulis ilmiah ini untuk memenuhi persyaratan memperoleh kelulusan Sarjana

Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Dalam proses penyelesaian karya tulis ilmiah ini, penulis menerima bantuan

dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima

kasih dan memberikan penghargaan setinggi-tingginya kepada:

1.

Yang terhormat dr. Flora Marlita Lubis, SpKK selaku Dosen Pembimbing

yang telah membimbing saya dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini.

2.

Yang terhormat dr. Rusdiana, M.Kes, dr. Elvita Daulay, Sp.Rad, dan Dr.

dr. Arlinda Sari Wahyuni,M.Kes untuk setiap kritik dan saran yang

membangun.

3.

Para dosen dan staff pegawai di lingkungan Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara yang turut berperan dalam pembekalan ilmu

peneliti.

4.

Berbagai pihak di RSUP Haji Adam Malik Medan yang turut berperan

dalam urusan administrasi terkait penelitian ini dan memberikan wadah

bagi peneliti dalam melaksanakan penelitian.

5.

Yang teristimewa orang tua saya, Ayahanda Adlan Igani dan Ibunda Laila

Hanum, yang selalu memberi motivasi kepada penulis untuk

menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

6.

Sepupu saya, Putra Apriadi Siregar, yang telah memberikan saran

tambahan dan memberikan beberapa jurnal pendukung penelitian ini.

7.

Nik Nurul Iman Binti Mohd Amin, teman dengan dosen pembimbing yang

sama, yang turut mengingatkan penulis untuk menyelesaikan karya tulis

ilmiah ini.

(7)

Medan, 13 Desember 2013

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ...

i

ABSTRAK ...

ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GRAFIK ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 4

1.3.1. Tujuan Umum ...

4

1.3.2. Tujuan Khusus ...

4

1.4. Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2 TINJ AUAN PUSTAKA ... 6

2.1. Penyakit Kulit Akibat Infeksi Jamur Superfisial ...

6

2.1.1. Klasifikasi...

6

2.1.2. Jenis-Jenis Penyakit ...

6

2.1.2.1. Tinea Kapitis ...

6

2.1.2.2. Tinea Barbae ...

8

2.1.2.3. Tinea Korporis ...

9

2.1.2.4. Tinea Kruris ... 10

2.1.2.5. Tinea Pedis dan Tinea Manuum ... 10

2.1.2.6. Tinea Unguium ... 12

2.1.2.7. Pitiriasis Versikolor ... 12

2.1.2.8. Tinea Nigra ... 13

2.1.2.9. Piedra ... 14

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL ... 15

3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 15

3.2. Definisi Operasional ... 16

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 17

(9)

4.3.2. Sampel ... 18

4.4. Metode Pengumpulan Data ... 18

4.5. Pengolahan Data ... 18

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 19

5.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 19

5.2. Deskripsi Karakteristik Sampel ... 19

5.3. Hasil Pengolahan Data ... 19

5.4. Pembahasan ... 29

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 36

6.1. Kesimpulan ... 36

6.2. Saran ... 37

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor

Judul

Halaman

Tabel 2.1.

Organisme yang Berkaitan dengan Tinea Kapitis

6

Tabel 2.2.

Varian Tinea Korporis

9

Tabel 3.1.

Defenisi Operasional

16

Tabel 5.1.

Jumlah Kasus Rawat Jalan Penderita Penyakit

Kulit Akibat Infeksi Jamur Superfisial dan

Distribusinya Berdasarkan Jenis Kelamin di

19

Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

RSUP Haji Adam Malik Medan Periode Januari

2009 – Desember 2012

Tabel 5.2.

Jumlah Kasus Rawat Jalan Penderita Penyakit

Kulit Akibat Infeksi Jamur Superfisial dan

Distribusinya Berdasarkan Usia di

20

Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

RSUP Haji Adam Malik Medan Periode Januari

2009 – Desember 2012

Tabel 5.3.

Jumlah Kasus Rawat Jalan Penderita Penyakit

Kulit Akibat Infeksi Jamur Superfisial dan

Distribusinya Berdasarkan Jenis Penyakit di

21

Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

RSUP Haji Adam Malik Medan Periode Januari

2009 – Desember 2012

Tabel 5.4.

Jumlah Kasus Rawat Jalan Penderita Penyakit

Kulit Akibat Infeksi Jamur Superfisial dan

Distribusinya Berdasarkan Jenis Penyakit dan

24

Jenis Kelamin di Departemen Ilmu Kesehatan

Kulit dan Kelamin RSUP Haji Adam Malik Medan

Periode Januari 2009 – Desember 2012

Tabel 5.5.

Jumlah Kasus Rawat Jalan Penderita Penyakit

Kulit Akibat Infeksi Jamur Superfisial dan

(11)

Tabel 5.6.

Tabel Distribusi Kotamadya/Kabupaten Asal

Penderita Penyakit Kulit Akibat Infeksi Jamur

Superfisial Kasus Rawat Jalan di Departemen

26

Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP Haji

Adam Malik Medan Periode Januari 2009 –

Desember 2012

Tabel 5.7.

Jumlah Kasus Rawat Jalan Penderita Penyakit

Kulit Akibat Infeksi Jamur Superfisial dan

Distribusinya Berdasarkan Jenis Penyakit dan

Daerah Asal Penderita di Departemen Ilmu

28

Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP Haji Adam

(12)

DAFTAR GRAFIK

Nomor

Judul

Halaman

Grafik 5.1.

Jumlah Kasus Rawat Jalan Penderita Penyakit

Kulit Akibat Infeksi Jamur Superfisial dan

Distribusinya Berdasarkan Jenis Penyakit

Kelompok Dermatofitosis di Departemen Ilmu

22

Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP Haji Adam

Malik Medan Periode Januari 2009 – Desember

2012

Grafik 5.2.

Jumlah Kasus Rawat Jalan Penderita Penyakit

Kulit Akibat Infeksi Jamur Superfisial dan

Distribusinya Berdasarkan Jenis Penyakit

Kelompok Nondermatofitosis di Departemen Ilmu

23

Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP Haji Adam

Malik Medan Periode Januari 2009 – Desember

2012

Grafik 5.3.

Persentase Frekuensi Kotamadya/Kabupaten Asal

(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Judul

Halaman

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1

Daftar Riwayat Hidup

LAMPIRAN 2

Ethical Clearance

LAMPIRAN 3

Surat Izin Penelitian

(15)

ABSTRAK

Morbiditas penyakit kulit masih tergolong tinggi di Indonesia. Penyakit

kulit bisa disebabkan virus, bakteri, ataupun jamur. Penyakit kulit semakin

berkembang, hal ini dibuktikan dari data Profil Kesehatan Indonesia 2010 yang

menunjukkan bahwa penyakit kulit dan jaringan subkutan menjadi peringkat

ketiga dari 10 penyakit terbanyak pada pasien rawat jalan di rumah sakit

se-Indonesia berdasarkan jumlah kunjungan yaitu sebanyak 192.414 kunjungan

dengan 122.076 kasus baru.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat pola penyakit kulit akibat infeksi

jamur superfisial di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Rumah Sakit

Umum Pusat Haji Adam Malik Medan periode Januari 2009 – Desember 2012.

Penelitian ini bersifar deskriptif observatif dengan teknik pengambilan

sampel menggunakan metode Total Sampling dengan jumlah 2572 kasus.

Dari hasil penelitian didapat pola umum sebagai berikut: Tinea Kruris

1026 kasus (39,9%), Tinea Korporis 572 kasus (22,2%), Pityriasis Versikolor 502

kasus (19,5%), Tinea Pedis 203 kasus (7,9%), Tinea Kapitis dan Tinea Barbae

111 kasus (4,3%), Tinea Unguium 102 kasus (4,0%), Tinea Manuum 47 kasus

(1,8%), Tinea Imbrikata 6 kasus (0,2%), White Piedra 1 kasus (0,03%), Black

Piedra 1 kasus (0,03%), Tinea Nigra 1 kasus (0,03%).

Tinea kruris mendominasi pola penyakit secara umum baik itu

berdasarkan jenis kelamin maupun kelompok usia.

(16)

ABSTRACT

Skin diseases morbidity still has great number in Indonesia. The etiology

can be virus, bacteria, or fungi. The incident still increases, it can be seen in

Indonesia Health Profile 2010 which show that dermatitis and other subcutaneous

diseases get the third rank among 10 main diseases on hospital inpatients in

Indonesia based on number of visits as many as 192.414 visits with 122.076 new

cases.

This research aim is to see the pattern of superficial mycoses disease in

Department of Dermatology and Venereology Rumah Sakit Umum Pusat Haji

Adam Malik Medan period January 2009 – December 2012.

The characteristic of this research is observative descriptive with Total

Sampling as the sampling technique by number of cases as many as 2572 cases.

Result shows the general pattern is: Tinea Cruris 1026 cases (39,9%),

Tinea Corporis 572 cases (22,2%), Pityriases Versicolor 502 cases (19,5%),

Tinea Pedis 203 cases (7,9%), Tinea Capitis and Tinea Barbae 111 cases (4,3%),

Tinea Unguium 102 cases (4,0%), Tinea Manuum 47 cases (1,8%), Tinea

Imbrikata 6 cases (0,2%), White Piedra 1 case (0,03%), Black Piedra 1 case

(0,03%), Tinea Nigra 1 case (0,03%).

Tinea Cruris dominate patterns even by sex observation pattern or age

group observation pattern.

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kulit merupakan organ terluar yang membatasi manusia dan lingkungannya.

Kulit mudah dilihat dan diraba serta berperan dalam menjamin kelangsungan

hidup (Wasitaatmadja, 2010). Fungsi utama kulit adalah melindungi, absorpsi,

ekskresi, persepsi, regulasi suhu tubuh, pembentukan vitamin D, dan keratinisasi.

Begitu pentingnya kulit, selain menjamin kelangsungan hidup juga mempunyai

fungsi lain yaitu estetik (menyokong penampilan), ras, indikator sistemik, dan

sarana komunikasi nonverbal antar individu (Wasitaatmadja, 2010).

Kulit manusia rentan terhadap hama. Kulit yang steril hanya didapatkan pada

waktu yang singkat yaitu setelah lahir. Hal ini disebabkan permukaan kulit banyak

mengandung nutrisi untuk pertumbuhan organisme, antara lain lemak,

bahan-bahan yang mengandung nitrogen, mineral, dan lain-lain yang merupakan hasil

ekstra dari proses keratinisasi atau merupakan hasil apendiks kulit (Wiryadi,

2010). Menurut Nairn (2007), hanya sedikit mikroorganisme yang mampu

menembus kulit intak, tetapi banyak yang dapat memasuki kelenjar keringat

(kelenjar sebasea) dan folikel rambut serta menetap disana. Daya tahan kulit

manusia bervariasi sesuai usia. Anak-anak sangat rentan infeksi kurap. Setelah

pubertas, daya tahan terhadap penyakit kulit ini meningkat jelas seiring

meningkatnya kandungan asam lemak jenuh dalam sekret sebasea.

(18)

rumah sakit se-Indonesia berdasarkan jumlah kunjungan yaitu sebanyak 192.414

kunjungan dan 122.076 kunjungan diantaranya merupakan kasus baru

(Kemenkes,2011). Hal ini menunjukkan bahwa penyakit kulit masih sangat

dominan terjadi di Indonesia.

Penyakit kulit yang disebabkan infeksi jamur atau dermatomikosis

merupakan penyakit yang sering dijumpai di negara tropis yang disebabkan udara

yang lembab yang mendukung berkembangnya penyakit jamur (Putra, 2008).

Penelitian Rusetianti (2004) menunjukkan bahwa dermatomikosis selalu menjadi

10 besar penyakit terbanyak di poliklinik rawat jalan dan menjadi peringkat

pertama pada tahun 1999 serta peringkat ketiga pada tahun 2003. Hasil penelitian

Mulyani (2011) juga menunjukkan bahwa penyakit dermatomikosis menjadi

urutan pertama dibandingkan dengan penyakit kulit lainnya di RSUD Kajen

Kabupaten Pekalongan pada bulan Juli – September 2010 dengan pasien sebanyak

140 orang serta kunjungan rata-rata pasien perhari 40% dari penyakit lainnya.

Menurut Budimulja (2010), penyakit akibat infeksi jamur (mikosis) terbagi

atas mikosis superfisialis dan mikosis profunda. Klasifikasi lain menurut Jain

(2012), infeksi jamur dibagi menjadi infeksi

superficial (menginvasi stratum

korneum, rambut, dan kuku),

subcutaneous (biasanya karena implantasi), dan

deep (sistemik).

(19)

Penjabaran lebih spesifik dari penelitian lain berdasarkan data kunjungan

rawat jalan Penyakit Kulit dan Kelamin RS Dr Sardjito tahun 1999 dan 2003

menunjukkan bahwa tinea kruris merupakan penyakit dermatofitosis terbanyak

dijumpai dengan kunjungan penderita baru dan lama berjumlah 641 pada tahun

1999 dan kunjungan penderita baru dan lama berjumlah 291 orang pada tahun

2003 (Rusetianti, 2004). Sementara itu hasil penelitian lain yang dilakukan

Panjaitan (2008) menunjukkan tinea imbrikata yang menjadi dominan terjadi di

Kabupaten Waringin Timur dengan prevalensi 2,45 % dari populasi di dua

Kecamatan, namun di beberapa desa dengan tingkat sosial ekonomi yang rendah

menunjukkan prevalensi tinea imbrikata jauh lebih tinggi yaitu berkisar 17%

-20%. Hal yang berbeda diungkapkan dalam hasil penelitian K et al (2012) di

Ahmedabad yang memperlihatkan bahwa pada umumnya paling banyak kejadian

penyakit yang diakibatkan tinea korporis dengan insidensi sebesar 52,78% yang

selanjutnya tinea kruris sebesar 15,65%, pitiriasis versikolor sebesar 12,47%.

Venugopal dan Venugopal (1992) di dalam Gopichand, Babulal, dan

Madhukar (2013) menyatakan bahwa tinea kapitis dan tinea korporis lebih

cenderung terjadi pada anak-anak sedangkan tinea unguium, tinea pedis, dan

pitiriasis versikolor lebih umum terjadi pada orang dewasa. Hal yang tidak jauh

berbeda diungkapkan Gautam, Dekate, dan Padhye (2011), pitiriasis versikolor

pada umumnya terjadi pada orang dewasa yang terjadi di sekitar tubuh.

Uraian di atas telah menunjukkan pentingnya penelitian seperti ini untuk

dilakukan. Namun penelitian lain mengenai infeksi jamur semakin sangat spesifik

yang memungkinkan adanya subjek yang terlewatkan sehingga peneliti berniat

melakukan penelitian ini.

1.2. Rumusan Masalah

(20)

Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan periode

Januari 2009 – Desember 2012.

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui pola penyakit kulit akibat infeksi jamur superfisial di

Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Pusat Haji

Adam Malik Medan periode Januari 2009 – Desember 2012.

1.3.2. Tujuan Khusus

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:

1.

Mengetahui jenis kelamin dan kelompok usia yang paling banyak

menderita penyakit kulit akibat infeksi jamur superfisial.

2.

Mengetahui perkembangan penyakit kulit akibat infeksi jamur

superfisial dalam 4 tahun terakhir.

3.

Mengetahui jenis penyakit kulit akibat infeksi jamur superfisial yang

memiliki jumlah kasus terbanyak berdasarkan jenis kelamin dan

kelompok usia.

4.

Mengetahui distribusi daerah asal penderita penyakit kulit akibat infeksi

jamur superfisial di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

2009-2012.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat untuk:

(21)

2.

Peneliti dalam peningkatan pengetahuan mengenai penyakit kulit akibat

infeksi jamur superfisial.

(22)

BAB 2

TINJ AUAN PUSTAKA

2.1.

Penyakit Kulit Akibat Infeksi J amur Super fisial

2.1.1.

Klasifikasi

Menurut

Budimulja

(2010),

mikosis

superfisialis

terbagi

atas

dermatofitosis dan nondermatofitosis. Penyakit jamur yang melibatkan jaringan

berkeratin dapat disebabkan

jamur dermatofit (dermatofitosis),

jamur

nondermatofit (nondermatofitosis), atau keduanya (Patel et al., 2006).

2.1.2.

J enis-J enis Penyakit

2.1.2.1.

Tinea Kapitis

Tinea kapitis adalah jenis dermatofitosis yang menyerang kulit kepala dan

rambut sekitarnya. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai spesies dari genus

Trichophyton dan Microsporum kecuali T. concentricum.

Tabel 2.1

Sumber: Verma dan Heffernan, 2008

Beberapa tipe temuan klinis pada tinea kapitis yaitu:

1.

Tipe inflamasi

(23)

limfadenopati servikal posterior, demam, dan lesi tambahan pada kulit yang

gundul.

2.

Noninflamasi

Rambut di daerah yang terinfeksi berubah warna menjadi abu-abu dan kurang

bercahaya serta patah di level yg hanya sedikit di atas kulit kepala. Kerontokan

rambut yang nyata jarang terjadi. Hiperkeratin yang melingkar dan area botak

yang bersisik yang disebabkan patahnya rambut merupakan tanda yang mudah

dikenali. Lesi biasanya terjadi di daerah oksiput.

3.

Tipe “Black dot”

Kerontokan rambut bisa terjadi dan bisa juga tidak terjadi. Jika terjadi

kerontokan, kumpulan bintik hitam akan terlihat di kulit kepala yang botak.

4.

Tipe Favus

Tipe ini ditandai dengan krusta kuning yang tebal sampai folikel-folikel rambut

yang mengarahkan terjadinya kebotakan berparut (Verma dan Heffernan,

2008).

(24)

2.1.2.2.

Tinea Barbae

Tinea barbae hanya terjadi pada pria. Penyebaran besar-besaran di masa

lalu disebabkan pisau cukur tukang cukur yang terkontaminasi. Tapi, sekarang

penyebarannya lebih sering disebabkan paparan langsung dengan lembu, kuda,

atau anjing yang umumnya terlihat di daerah pedesaan diantara para petani dan

peternak. Etiologi yang sering menyebabkan tinea barbae adalah T.

mentagrophytes dan T. verrucosum. Temuan klinis yang umumnya ditemui

berupa lesi yang khas unilateral dan lebih sering melibatkan area janggut daripada

kulit atau bibir bagian atas. Ada dalam tiga tipe, yakni:

1.

Tipe inflamasi

Tinea barbae tipe ini terlihat analog dengan pembentukan kerion tinea kapitis.

Lesinya berupa nodul dan terlihat seperti rawa disertai cairan seropurulen yang

membentuk krusta. Rambut di area ini terlihat tidak bercahaya, rapuh, dan

mudah dicabut untuk menunjukkan massa purulen sekitar akarnya.

2.

Tipe Superfisial

Tipe ini terlihat mendekati folikulitis bakterial yang mana terdapat eritema

ringan yang menyebar dan ditemukan papul dan pustul perifolikular.

3.

Tipe Sirsinata.

Tipe ini sangat mirip dengan tinea sirsinata (tinea korporis) dari kulit gundul.

Namun tipe ini tidak disertai pagar vesikulopustular yang aktif dan menyebar

dengan pembentukan sisik sentral dan rambut yang relatif renggang (Verma

dan Heffernan, 2008).

(25)

2.1.2.3.

Tinea Korporis

Tinea korporis merujuk kepada semua dermatofitosis kulit yang gundul

kecuali telapak tangan, telapak kaki, dan selangkangan (Verma dan Heffernan,

2008). Temuan klinis dapat dilihat dalam tabel 2.2.

Tabel 2.2

Sumber: Verma dan Heffernan, 2008

Tinea Imbrikata sudah menjadi bagian dari dermatofitosis tanpa menjadi

varian dari tinea korporis menurut

International Classification of Diseases - 10

(ICD-10).

(26)

2.1.2.4.

Tinea Krur is

Tinea kruris adalah dermatofitosis yang umum terjadi pada kulit

selangkangan, genital, pubis, perineum, dan perianal. Temuan klinis yang

dijumpai biasanya muncul sebagai papulovesikel eritema yang multiple dengan

batas yang jelas dan semakin melebar. Rasa gatal adalah hal biasa, bahkan bisa

terasa nyeri dengan infeksi sekunder (Verma dan Heffernan, 2008).

Hasil penelitian yang dilakukan K et al (2012) menunjukkan tinea kruris

cenderung diderita rentang usia dewasa (19-59 tahun) yaitu sebanyak 47 dari 59

kasus dan umumnya berjenis kelamin laki-laki dengan rasio 2,7:1 (43 dari 59

kasus). Nawal et al (2012) juga menemukan tinea kruris cenderung diderita

rentang usia dewasa (19-59 tahun) yaitu sebanyak 27 dari 41 kasus dan umumnya

berjenis kelamin laki-laki dengan rasio 2,7:1 (30 dari 41 kasus). Hasil yang

ditemukan Das, Basak, dan Ray (2009) dengan klasifikasi umur yang berbeda

menunjukkan rentang usia 11-20 tahun, 21-30 tahun, 41-50 tahun, dan di atas 51

tahun terdapat masing-masing 2 kasus tinea kruris dari total yang berjumlah 9

kasus. Penderita 1 kasus sisanya berada dalam rentang usia 31-40 tahun.

Perbandingan jenis kelamin sangat siknifikan dalam penelitiannya ini dimana

rasio laki-laki dibandingkan perempuan yaitu 8:1.

2.1.2.5.

Tinea Pedis dan Tinea Manuum

Tinea pedis adalah dermatofitosis yang menyerang kaki sementara tinea

manuum menyerang telapak tangan dan sela jari tangan. Etiologi yang dominan

adalah

T. rubrum (paling sering),

T. mentagrophytes,

dan

E. floccosum. Temuan

klinis tinea pedis ada 4 macam atau kombinasi, diantaranya:

1.

Tipe Intertriginosa Kronis.

(27)

2.

Tipe Hiperkeratotik Kronik.

Tipe ini biasanya dijumpai bilateral dengan pembentukan sisik kecil-kecil atau

difus terbatas ke kulit tebal, telapak kaki, serta lateral dan medial sisi kaki.

T.

rubrum

merupakan etiologi yang paling umum yang menghasilkan vesikel

dalam waktu singkat. Unilateral Tinea manuum biasanya terjadi terkait tinea

pedis hiperkeratin yang menghasilkan “sindrom dua kaki-satu tangan”.

3.

Tipe Vesikulobulosa.

Tipe ini khas disebabkan T. mentagrophytes, yang menghasilkan vesikel padat

dengan diameter berukuran lebih dari 3mm, vesikulopustula, atau bula di kulit

tipis telapak kaki dan area tepi kaki.

4.

Tipe Ulseratif Akut.

Tipe ini membentuk vesikulopustula dan luka bernanah area luas di permukaan

telapak kaki (Verma dan Heffernan, 2008).

K et al (2012) menemukan tinea manuum cenderung diderita rentang usia

dewasa (19-59 tahun) yaitu sebanyak 7 dari 11 kasus dan penderita umumnya

berjenis kelamin laki-laki dengan rasio 1,75: 1. Hal ini diperkuat oleh Nawal et al

(2012) yang juga menemukan tinea manuum cenderung diderita rentang usia

dewasa (19-59 tahun) yaitu sebanyak 5 dari 6 kasus dan 5 diantaranya adalah

laki-laki.

(28)

2.1.2.6.

Tinea Unguium

Tinea unguium adalah invasi dermatofit ke lempeng kuku. Tipe temuan

klinis pada tinea unguium yaitu:

1.

Distal Lateral Subungual Onychomycosis (DLSO)

Ini tipe yang tersering. Tampak diskromia unguium (perubahan warna kuku),

onikolisis (lepasnya lempeng kuku dari dasar kuku), hipertropia unguium

(penebalan lempeng kuku) dan subungual hiperkeratosis/debris.

2.

Superfisial White Onychomycosis (SWO) disebut juga Leuconychia Mycotica

Permukaan lempeng kuku ada bercak batas jelas, pulau-pulau opak, putih (bila

lama berwarna kuning), permukaan menjadi kasar, lunak seperti kapur dan

mudah dikerok. Tipe ini biasanya terjadi pada kuku kaki namun pada pasien

Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) dapat terjadi di kuku tangan.

3.

Proximal Subungual Onychomycosis (PSO)

Gejala klinis pada proximal kuku (Bagian SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan

Kelamin, 2008).

Penelitian K et al (2012) menunjukkan rentang usia dewasa (15-49 tahun)

merupakan rentang usia yang paling dominan sebanyak 14 dari 17 kasus

sementara selisih jumlah kasus berdasarkan jenis kelamin tidak terlalu siknifikan

karena hanya selisih satu dimana laki-laki sebanyak 9 kasus dan perempuan

sebanyak 8 kasus. Namun, penelitian yang dilakukan Das, Basak, dan Ray (2009)

hanya menemukan 1 kasus. Penderita berusia dalam rentang 51 tahun ke atas dan

berjenis kelamin perempuan.

2.1.2.7.

Pitiriasis Versikolor

(29)

Menurut Bagian SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin (2008), pitiriasis

versikolor adalah infeksi jamur superfisial kronik, asimtomatik menyerang lapisan

stratum korneum dan disebabkan oleh

Malassezia furfur. Temuan klinis pada

pitiriasis versikolor antara lain:

1.

Gatal bila berkeringat

2.

Lokasi lesi pada umumnya terdapat pada badan (dada, punggung), leher, lengan

atas, selangkang, dan bisa ditemukan pada daerah lain termasuk muka.

3.

Terdapat 3 bentuk lesi:

a.

Makular: Soliter dan biasanya saling bertemu (koalesen) dan tertutup

skuama

b.

Papuler: Bulat kecil-kecil perifolikuler, sekitar folikel rambut dan tertutup

skuama

c.

Campuran lesi makular dan papular

4.

Warna lesi bervariasi: putih (lesi dini), kemerahan, dan coklat (lesi lama).

Bentuk kronis akan didapatkan bermacam warna.

5.

Selesai terapi biasanya didapatkan depigmentasi residual tanpa skuama di

atasnya yang akan menetap dalam beberapa bulan sebelum kembali normal.

Penelitian yang dilakukan Das, Basak, dan Ray (2009) dan K et al (2012)

menunjukkan pitiriasis versikolor cenderung diderita rentang usia dewasa (19-59

tahun) dan didominasi laki-laki. K et al (2012) menemukan rasio 2,4:1 dan Das,

Basak, dan Ray (2009) menemukan rasio 1,4:1.

2.1.2.8.

Tinea Nigr a

Sinonim Tinea Nigra Palmaris adalah Keratomikosis Nigrikans Palmaris,

Kladosporiosis Epidemika, Pitiriasis Nigra, Mikrosporosis Nigra (Suyoso, 2001).

(30)

plantar dari permukaan kulit lainnya. Penyebab tersering adalah jamur

nondermatofit

Phaeoannellomyces werneckii (dulu

Exophiala werneckii) yang

merupakan jamur

dematiaceous (jamur kapang/mould/mold berwarna coklat).

Bisa pula oleh

Stenella araguata (Bagian SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan

Kelamin, 2008).

2.1.2.9.

Piedra

Piedra terbagi 2, yaitu:

1.

Black piedra (etiologi: Piedraia hortae)

Tipe ini membuat kulit kepala menjadi bernodul-nodul keras dan terdengar

suara gesekan metal ketika bersisir karena P. hortae sangat melekat erat ke

rambut.

2.

White piedra (etiologi: Trichosporon beigelii)

(31)

BAB 3

Kerangka Konsep dan Defenisi Operasional

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Dari kerangka pemikiran di atas dapat dibuat bagian kerangka konsep

sebagai berikut:

[image:31.595.100.545.242.309.2]

Gambar 3.1: Kerangka Konsep Penelitian.

Penyakit Kulit Akibat Infeksi Jamur

Superfisial

Jenis Kelamin

Umur

(32)
[image:32.595.110.527.134.670.2]

3.2. Definisi Operasional

Tabel 3.1. Definisi Operasional

No

Variabel

Definisi Operasional

Alat ukur

Hasil Ukur Skala

1

Jenis Kelamin Perbedaan antara

laki-laki dan perempuan

secara biologis sejak

lahir

Rekam

Medis

Data

dari

rekam

medis

Nominal

2

Umur

Usia

pasien

yang

tertulis dalam rekam

medis

yang

akan

dikategorikan menjadi

balita

(0-5

tahun),

anak-anak

(5-11

tahun), remaja (11-18

tahun), dewasa

(18-45tahun) dan lanjut

usia (> 45 tahun)

Rekam

Medis

Data

dari

rekam

medis

Ordinal

3

Penyakit

Kulit Akibat

Infeksi Jamur

Superfisial

Diagnosis

dokter

spesialis

kulit

berdasarkan

anamnesis,

pemeriksaan

fisik,

dan

pemeriksaan

penunjang.

Rekam

Medis

Data

dari

rekam

medis

Nominal

4

Kotamadya/

kabupaten

Kotamadya/kabupaten

asal penderita

Rekam

Medis

Data

dari

rekam

medis

(33)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1.

J enis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif observatif yang bertujuan untuk

melihat pola penyakit kulit akibat infeksi jamur superfisial di Departemen Ilmu

Kesehatan Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik

Medan periode Januari 2009 – Desember 2012.

4.2.

Tempat dan Waktu Penelitian

4.2.1.

Tempat penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUP Haji Adam Malik,Medan, Provinsi

Sumatera Utara. Rumah sakit ini dipilih karena RSUP Haji Adam Malik Medan

merupakan salah satu rumah sakit rujukan provinsi di Sumatera Utara untuk

Penyakit Kulit Dan Kelamin di Sumatera Utara dan RSUP Haji Adam Malik

Medan memiliki kasus penyakit kulit akibat infeksi jamur superfisial .

4.2.2.

Waktu penelitian

Pengambilan data dilakukan dalam 5 bulan. Penelitian diawali dari

menentukan judul, menyusun proposal hingga seminar hasil yang berlangsung

dari Februari 2013 hingga Desember 2013.

4.3.

Populasi dan Sampel Penelitian

4.3.1.

Populasi

(34)

4.3.2.

Sampel

Sampel adalah seluruh populasi yaitu pasien rawat jalan yang didiagnosis

menderita penyakit kulit akibat infeksi jamur superfisial yang di Departemen

Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP Haji Adam Malik periode Januari

2009-Desember 2012.

4.4.

Metode Pengumpulan Data

Data diperoleh melalui data sekunder yaitu melalui rekam medis pasien.

Data ini diperoleh dari unit rekam medis RSUP Haji Adam Malik Medan dengan

kriteria yaitu rekam medis tersebut memiliki data berupa jenis kelamin, usia, dan

daerah asal.

4.5.

Pengolahan Data

(35)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1.

Deskr ipsi Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di RSUP Haji Adam Malik Medan, di mana rumah sakit

ini merupakan rumah sakit kelas A dan merupakan Pusat Rujukan wilayah

Pembangunan A yang meliputi Provinsi Sumatera Utara, Nangroe Aceh

Darussalam, Sumatera Barat, dan Riau. Rumah Sakit ini berada di Jalan Bunga

Lau No.17 Km 12 Kecamatan Medan Tuntungan Kotamadya Medan, Provinsi

Sumatera Utara. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 502/ Menkes/

IX/ 1991 tanggal 6 September 1991, RSUP H. Adam Malik Medan ditetapkan

sebagai rumah sakit pendidikan bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara. Data diambil dari unit rekam medis rumah sakit yang merupakan

basis data dan pusat riwayat kesehatan pasien.

5.2.

Deskr ipsi Karakteristik Sampel

Sampel dalam penelitian ini ada seluruh pasien rawat jalan RSUP Haji Adam

Malik dari Januari 2009 sampai dengan Desember 2012 yang didiagnosis

menderita penyakit kulit akibat infeksi jamur superfisial.

5.3.

Hasil Pengolahan Data

Selama periode Januari 2009 sampai dengan Desember 2012 telah tercatat

sebanyak 2572 kunjungan.

Tabel 5.1. J umlah Kasus Rawat J alan Penderita Penyakit Kulit Akibat

Infeksi J amur Superfisial dan Distribusinya Berdasar kan J enis Kelamin di

Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP Haji Adam Malik

Medan Periode J anuari 2009 – Desember 2012

J enis Kelamin

2009

2010

2011

2012

2009-2012

N

%

N

%

N

%

N

%

N

%

Laki-Laki

228

44,8

458

49,2

262

46,6

275

48,2

1223

47,6

Perempuan

281

55,2

472

50,8

300

53,4

296

51,8

1349

52,4

[image:35.595.108.514.625.703.2]
(36)

Distribusi berdasarkan karakteristik jenis kelamin menunjukkan bahwa

penyakit kulit akibat infeksi jamur superfisial paling banyak diderita jenis kelamin

perempuan yaitu sebanyak 1349 kasus (52,4%) sedangkan laki-laki hanya

sebanyak 1223 kasus (47,6%).

Tabel 5.2. J umlah Kasus Rawat J alan Penderita Penyakit Kulit Akibat

Infeksi J amur Superfisial dan Distribusinya Berdasar kan Usia di

Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP Haji Adam Malik

Medan Periode J anuari 2009 – Desember 2012

Kategor i Usia

2009

2010

2011

2012

2009-2012

N

%

N

%

N

%

N

%

N

%

Balita

(0-5 tahun)

4

0,7

28

3

4

0,7

6

1

42

1,6

Anak-anak

(5-11 tahun)

26

5,2

47

5,1

30

5,4

22

3,9

125

4,9

Remaja

(11-18 tahun)

63

12,3

139

15

80

14,2

96

16,8

378

14,7

Dewasa

(18-45 tahun)

226

44,4

387

41,6

248

44,1

226

39,6

1087

42,3

Lanjut usia

(di atas 45 tahun)

190

37,4

329

35,3

200

35,6

221

38,7

940

36,5

Total

509

100

930

100

562

100

571

100

2572

100

[image:36.595.107.516.272.483.2]
(37)

Tabel 5.3. J umlah Kasus Rawat J alan Penderita Penyakit Kulit Akibat

Infeksi J amur Super fisial dan Distribusinya Berdasar kan J enis Penyakit di

Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP Haji Adam Malik

Medan Periode J anuari 2009 – Desember 2012

Penyakit

2009

2010

2011

2012

2009-2012

N

%

N

%

N

%

N

%

N

%

Tinea Kapitis dan

Tinea Barbae

36

7,1

39

4,2

21

3,7

15

2,6

111

4,3

Tinea Unguium

28

5,5

39

4,2

23

4,1

12

2,1

102

4,0

Tinea Manuum

5

1

23

2,5

8

1,4

11

1,9

47

1,8

Tinea Pedis

41

8,1

84

9

46

8,2

32

5,6

203

7,9

Tinea Korporis

95

18,7

234

25,2

136

24,2

107

18,7

572

22,2

Tinea Imbrikata

2

0,4

0

0

3

0,5

1

0,2

6

0,2

Tinea Kruris

233

45,8

341

36,7

240

42,7

212

37,1

1026

39,9

Pitiriasis Versikolor

69

13,6

169

18,2

83

14,8

181

31,7

502

19,5

Tinea Nigra

0

0

1

0.1

0

0

0

0

1

0,03

White Piedra

0

0

0

0

1

0,2

0

0

1

0,03

Black Piedra

0

0

0

0

1

0,2

0

0

1

0,03

Total

509

100

930

100

562

100

571

100

2572

100

[image:37.595.112.517.168.403.2]
(38)

Grafik 5.1. J umlah Kasus Rawat J alan Penderita Penyakit Kulit Akibat

Infeksi J amur Superfisial dan Distribusinya Berdasar kan J enis Penyakit

Kelompok Der matofitosis di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

RSUP Haji Adam Malik Medan Periode J anuar i 2009 – Desember 2012

[image:38.595.132.491.118.413.2]
(39)

Grafik 5.2. J umlah Kasus Rawat J alan Penderita Penyakit Kulit Akibat

Infeksi J amur Superfisial dan Distribusinya Berdasar kan J enis Penyakit

Kelompok Nonder matofitosis di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan

Kelamin RSUP Haji Adam Malik Medan Periode J anuar i 2009 – Desember

2012

[image:39.595.135.486.118.421.2]
(40)

Tabel 5.4. J umlah Kasus Rawat J alan Penderita Penyakit Kulit Akibat

Infeksi J amur Superfisial dan Distribusinya Berdasar kan J enis Penyakit dan

J enis Kelamin di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP Haji

Adam Malik Medan Periode J anuar i 2009 – Desember 2012

Penyakit

2009-2012

Total

Pr ia

Wanita

N

%

N

%

N

%

Tinea Kapitis dan

Tinea Barbae

68

2,6

43

1,7

111

4,3

Tinea Unguium

32

1,2

70

2,7

102

4,0

Tinea Manuum

19

0,7

28

1,1

47

1,8

Tinea Pedis

80

3,1

123

4,8

203

7,9

Tinea Korporis

262

10,2

310

12,1

572

22,2

Tinea Imbrikata

3

0,1

3

0,1

6

0,2

Tinea Kruris

453

17,6

573

22,3

1026

39,9

Pitiriasis Versikolor

304

11,8

198

7,7

502

19,5

Tinea Nigra

1

0,03

0

0

1

0,03

White Piedra

0

0

1

0,03

1

0,03

Black Piedra

1

0,03

0

0

1

0,03

Total

1223

47,6

1349

52,4

2572

100

[image:40.595.113.516.173.419.2]
(41)

Tabel 5.5. J umlah Kasus Rawat J alan Penderita Penyakit Kulit Akibat

Infeksi J amur Superfisial dan Distribusinya Berdasar kan J enis Penyakit dan

Kelompok Usia di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP

Haji Adam Malik Medan Periode J anuar i 2009 – Desember 2012.

Penyakit

2009-2012

Total

Balita

Anak-Anak

Remaja

Dewasa

Lansia

N

%

N

%

N

%

N

%

N

%

N

%

Tinea Kapitis

dan Tinea Barbae

7

0,3

15

0,6

34

1,3

35

1,4

20

0,8

111

4,3

Tinea Unguium

2

0,1

0

0

13

0,5

48

1,9

39

1,5

102

4,0

Tinea Manuum

4

0,2

4

0,2

3

0,1

15

0,6

21

0,8

47

1,8

Tinea Pedis

3

0,1

6

0,2

11

0,4

94

3,7

89

3,5

203

7,9

Tinea Korporis

13

0,5

26

1,0

79

3,1

226

8,8

228

8,9

572

22,2

Tinea Imbrikata

0

0

0

0,0

1

0,0

1

0,0

4

0,2

6

0,2

Tinea Kruris

5

0,2

33

1,3

105

4,1

465

18,1

418

16,3

1026

39,9

Pitiriasis Versikolor

8

0,3

41

1,6

130

5,1

202

7,9

121

4,7

502

19,5

Tinea Nigra

0

0

0

0

1

0,03

0

0

0

0

1

0,03

White Piedra

0

0

0

0

1

0,03

0

0

0

0

1

0,03

Black Piedra

0

0

0

0

0

0

1

0,03

0

0

1

0,03

Total

42

1,6

125

4,9

378

14,7

1087

42,3

940

36,5

2572

100

[image:41.595.110.515.175.446.2]
(42)

Tabel 5.6. Tabel Distribusi Kotamadya/Kabupaten Asal Penderita Penyakit

Kulit Akibat Infeksi J amur Super fisial Kasus Rawat J alan di Departemen

Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP Haji Adam Malik Medan Periode

J anuar i 2009 – Desember 2012

Kota/ Kabupaten

Banyak Kasus

Persentase (% )

Medan

1932

75.1

Pekan Baru

8

0.3

Aceh Tengah

3

0.1

Dairi

7

0.3

Tapanuli Utara

12

0.5

Aceh Timur

7

0.3

Tapanuli Selatan

4

0.2

Toba Samosir

6

0.2

Aceh Besar

2

0.1

Humbang Hasundut

7

0.3

Labuhan Batu

6

0.2

Deli Serdang

266

10.3

Binjai

17

0.7

Asahan

4

0.2

Batu Bara

4

0.2

Aceh Utara

6

0.2

Serdang Bedagai

3

0.1

Bireuen

2

0.1

Gayo Lues

1

0.0

Aceh Tenggara

15

0.6

Bener Meriah

1

0.0

Sibolga

1

0.0

Karo

24

0.9

Pematang Siantar

7

0.3

Tanjung Balai

1

0.0

Pidie

1

0.0

Langsa

1

0.0

Tapanuli Tengah

3

0.1

Aceh Barat

1

0.0

Aceh Selatan

3

0.1

Aceh Barat Daya

1

0.0

Banda Aceh

1

0.0

Langkat

33

1.3

Aceh Singkil

4

0.2

Mandailing Natal

6

0.2

Padang Lawas Utara

146

5.7

[image:42.595.116.462.166.694.2]
(43)

Simalungun

14

0.5

Total

2572

100.0

Distribusi kotamadya/kabupaten asal penderita menunjukkan bahwa Kota

Medan mendominasi sebanyak 1932 kasus (75,1%), disusul oleh Kabupaten Deli

Serdang sebanyak 266 kasus (10,3%), selanjutnya Kabupaten Padang Lawas

Utara sebanyak 146 kasus (5,7%).

[image:43.595.132.508.266.564.2]
(44)

Tabel 5.7 J umlah Kasus Rawat J alan Penderita Penyakit Kulit Akibat

Infeksi J amur Superfisial dan Distribusinya Berdasar kan J enis Penyakit dan

Daerah Asal Penderita di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

RSUP Haji Adam Malik Medan Periode J anuar i 2009 – Desember 2012

Penyakit

2009-2012

Medan

Deli Ser dang

Padang Lawas

Utar a

N

%

N

%

N

%

Tinea Kapitis dan

Tinea Barbae

83

4,3

4

1,5

10

6,8

Tinea Unguium

78

4,0

9

3,4

1

0,7

Tinea Manuum

39

2,0

5

1,9

2

1,4

Tinea Pedis

159

8,2

26

9,8

8

5,5

Tinea Korporis

405

21,0

65

24,4

37

25,3

Tinea Imbrikata

5

0,3

0

0

1

0,7

Tinea Kruris

776

40,2

103

38,7

76

52,1

Pitiriasis Versikolor

386

20

53

19,9

11

7,5

Tinea Nigra

1

0,1

0

0

0

0

White Piedra

0

0

0

0

0

0

Black Piedra

0

0

1

0,4

0

0

Total

1932

100

266

100

146

100

[image:44.595.118.516.175.493.2]
(45)

5.4.

Pembahasan

5.4.1.

Kasus Rawat J alan Penderita Penyakit Kulit Akibat Infeksi J amu r

Superfisial Dan Distribusinya Berdasar kan J enis Kelamin

Distribusi berdasarkan karakteristik jenis kelamin selama periode Januari

2009 – Desember 2012 menunjukkan bahwa penyakit kulit akibat infeksi jamur

superfisial paling banyak diderita jenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 1349

kasus (52,4%) sedangkan laki-laki hanya sebanyak 1223 kasus (47,6%).

Penjabaran pertahunnya menunjukkan bahwa pada tahun 2009 kasus rawat

jalan penderita penyakit kulit akibat infeksi jamur superfisial paling banyak

diderita jenis kelamin perempuan sebanyak 55,2% sedangkan laki-laki hanya

sebanyak 44,8%, pada tahun 2010 kasus rawat jalan penderita penyakit kulit

akibat infeksi jamur superfisial paling banyak diderita jenis kelamin perempuan

sebanyak 50,8% sedangkan laki-laki sebanyak 49,2%, kasus rawat jalan penderita

penyakit kulit akibat infeksi jamur superfisial pada tahun 2011 paling banyak

diderita jenis kelamin perempuan sebanyak 53,4% sedangkan laki-laki hanya

sebanyak 46,6%, kasus rawat jalan penderita penyakit kulit akibat infeksi jamur

superfisial pada tahun 2012 paling banyak diderita jenis kelamin perempuan

sebanyak 51,8% sedangkan laki-laki hanya sebanyak 48,1%. Jenis kelamin

perempuan mendominasi setiap tahunnya.

Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Hidayati et al (2009) di

Divisi Mikologi Unit Rawat Jalan Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Dr.

Soetomo Surabaya Tahun 2003-2005 yang menunjukkan kasus baru mikosis

superfisialis secara umum lebih banyak jumlah penderita perempuan daripada

penderita laki-laki.

(46)

rumah yang tinggi (Gopichand, Babulal, dan Madhukar, 2013). Hal itu didukung

pula oleh penelitian K et al (2012) yang memperlihatkan laki-laki mendominasi

distribusi jenis kelamin penderita infeksi jamur superfisial dengan kasus sebanyak

257 kasus (68,16%) sedangkan perempuan hanya sebanyak 120 kasus (31,83%).

Hasil penelitian lain oleh Nawal et al (2012) juga memperlihatkan bahwa kasus

terjadinya penyakit mikosis superfisialis berdasarkan distribusi jenis kelamin

didominasi pasien dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 138 kasus (64,4%)

sedangkan jenis kelamin perempuan sebanyak 77 kasus (35,8%).

Peneliti berasumsi bahwa perbedaan ini bisa disebabkan oleh kepedulian

yang lebih besar pada perempuan terhadap kesehatan kulitnya sehingga

perempuan lebih banyak mencari pelayanan kesehatan saat terjadi permasalahan

pada kesehatan kulitnya dibandingkan dengan laki-laki walaupun laki-laki secara

umum lebih beresiko karena memiliki aktifitas fisik yang lebih besar di luar

rumah..

5.4.2.

Kasus Rawat J alan Penderita Penyakit Kulit Akibat Infeksi J amu r

Superfisial Dan Distribusinya Berdasar kan Usia

Distribusi berdasarkan umur penderita selama periode Januari 2009 –

Desember 2012 menunjukkan bahwa penyakit kulit akibat infeksi jamur

superfisial paling banyak diderita kategori Dewasa yaitu sebanyak 1087 kasus

(42,3%) yang diikuti kategori Lanjut Usia sebanyak 940 kasus (36,5%).

(47)

banyak pada kelompok dewasa sebanyak 226 kasus (39,6%) yang diikuti

kelompok lanjut usia sebanyak 221 kasus (38,7%). Kelompok dewasa

mendominasi setiap tahunnya.

Hasil yang serupa juga ditemukan di Divisi Mikologi Unit Rawat Jalan

Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya Tahun 2003-2005 yang

mana distribusi kelompok umur terbanyak adalah kelompok umur 25-44 tahun

yang merupakan kelompok usia produktif yang aktif bekerja sehingga memiliki

faktor resiko seperti banyak berkeringat dan lingkungan pekerjaan yang lembab.

(Hidayati et al, 2009).

Hasil penelitian Gopichand, Babulal, dan Madhukar (2013) menunjukkan

bahwa dari 188 kasus yang ditemukan tentang mikosis superfisial memperlihatkan

bahwa 136 kasus (72,34%) mikosis superfisial diderita masyarakat dengan usia di

atas 20 tahun yang mana 60 kasus diantaranya ditemukan pada rentang usia

sekitar 30 tahun dan 34 kasus lainnya pada rentang usia sekitar 20 tahun. Hal

sejalan diperlihatkan dalam hasil penelitian Nawal et al (2012) yang menunjukkan

bahwa sebanyak 143 kasus (66,5%) terjadi pada kelompok usia dewasa (19-59

tahun) yang selanjutnya diikuti oleh kelompok usia lanjut usia (>60 tahun) dengan

jumlah kasus sebanyak 17 kasus (7,9%). Hasil penelitian K et al (2012) juga

menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda, kelompok usia dewasa (19-59 tahun)

menjadi kelompok usia yang dominan terkena mikosis superficial yaitu sebanyak

287 kasus (76,12%).

(48)

5.4.3.

Kasus Rawat J alan Penderita Penyakit Kulit Akibat Infeksi J amu r

Superfisial Dan Distribusinya Berdasar kan J enis Penyakit Dan J enis

Kelamin

Distribusi berdasarkan jenis penyakit penderita didapatkan pola sebagai

berikut: Tinea Kruris 1026 kasus (39,9%), Tinea Korporis 572 kasus (22,2%),

Pitiriasis Versikolor 502 kasus (19,5%), Tinea Pedis 203 kasus (7,9%), Tinea

Kapitis dan Tinea Barbae 111 kasus (4,3%), Tinea Unguium 102 kasus (4,0%),

Tinea Manuum 47 kasus (1,8%), Tinea Imbrikata 6 kasus (0,2%), White Piedra 1

kasus (0,03%), Black Piedra 1 kasus (0,03%), Tinea Nigra 1 kasus (0,03%).

Distribusi penyakit berdasarkan jenis kelamin didapatkan pola sebagai

berikut: pada laki-laki secara berurutan Tinea Kruris 453 kasus (17,6%), Pitiriasis

Versikolor 304 kasus (11,8%), Tinea Korporis 262 kasus (10,2%), Tinea Pedis 80

kasus (3,1%), Tinea Kapitis dan Tinea Barbae 68 kasus (2,6%), Tinea Unguium

32 kasus (1,2%), Tinea Manuum 19 kasus (0,7%), Tinea Imbrikata 3 kasus

(0,1%), Black Piedra 1 kasus (0,03%), Tinea Nigra 1 kasus (0,03%). Sedangkan

pada perempuan secara berurutan Tinea Kruris 573 kasus (22,3%), Tinea Korporis

310 kasus (12,1%), Pitiriasis Versikolor 198 kasus (7,7%), Tinea Pedis 123 kasus

(4,8%), Tinea Unguium 70 kasus (2,7%), Tinea Kapitis dan Tinea Barbae 43

kasus (1,7%), Tinea Manuum 28 kasus (1,1%), Tinea Imbrikata 3 kasus (0,1%),

White Piedra 1 kasus (0,03%)

Hampir semua jenis penyakit cenderung menyerang perempuan. Hanya

Tinea Korporis serta Tinea Kapitis dan Tinea Barbae yang lebih banyak diderita

penderita dengan jenis kelamin laki-laki. White Piedra,

Black Piedra, dan Tinea

Nigra tidak bisa memberikan gambaran yang bermakna karena masing-masing

hanya terjadi 1 kasus dalam 4 tahun terakhir.

(49)

Versikolor (62,5%) mendominasi penyakit yang diderita oleh laki-laki sedangkan

Tinea Pedis memiliki jumlah penderita yang sama antara laki-laki dan perempuan.

Menurut Merlin (1999) dalam Havlickova, Czaika, dan Friedrich (2008),

penelitian terhadap para siswa yang sudah dikonfirmasi menderita Tinea Pedis

menunjukkan bahwa proporsi laki-laki lebih besar daripada perempuan.

Hasil penelitian K et al (2012), menunjukkan bahwa Tinea Korporis lebih

banyak dialami laki-laki yaitu sebanyak 139 kasus (69,8%), Pitiriasis Versikolor

terdapat 33 kasus pada laki-laki dan 14 kasus pada perempuan sedangkan Tinea

Kruris terdapat 59 kasus pada laki-laki dan 16 kasus pada perempuan. Hal

berbeda didapatkan pada hasil penelitian Lubis (2011) yang menunjukkan bahwa

Tinea Pedis lebih dominan dialami perempuan sebanyak 10 orang (83,3%)

berbanding 2 orang (16,7%) pada laki-laki, Tinea Kruris dialami oleh perempuan

sebanyak 7 orang (77,8%) berbanding 2 orang (22,2%) pada laki-laki.

5.4.4.

Kasus Rawat J alan Penderita Penyakit Kulit Akibat Infeksi J amu r

Superfisial Dan Distribusinya Berdasar kan J enis Penyakit Dan

Kelompok Usia

Distribusi penyakit terbanyak berdasarkan kelompok usia didapatkan pola

sebagai berikut: pada kategori Bayi didominasi oleh Tinea Korporis sebanyak 13

kasus (0,5%), pada kategori Anak-anak didominasi oleh Pitiriasis Versikolor

sebanyak 41 kasus (1,6%), pada kategori Remaja didominasi oleh Pitiriasis

Versikolor sebanyak 130 kasus (5,1%), pada kategori Dewasa didominasi oleh

Tinea Kruris sebanyak 465 kasus (18,1%), dan kategori Lanjut Usia didominasi

oleh Tinea Kruris sebanyak 418 kasus (16,3%).

(50)

Penelitian K et al (2012) juga menunjukkan bahwa Tinea Kapitis cenderung

menyerang anak-anak usia sekolah (6-11 tahun).

Venugopal dan Venugopal (1992) di dalam Gopichand, Babulal, dan

Madhukar (2013) menyatakan bahwa tinea kapitis dan tinea korporis lebih

cenderung terjadi pada anak-anak sedangkan tinea unguium, tinea pedis dan

pitiriasis versikolor lebih umum terjadi pada orang dewasa. Hal tidak jauh berbeda

diungkapkan Gautam, Dekate, dan Padhye (2011), pitiriasis versikolor pada

umumnya terjadi pada orang dewasa yang terjadi di sekitar tubuh. Ellabib,

Khalifa, dan Kavanagh (2002) dalam Havlickova, Czaika, dan Friedrich (2008)

juga mengungkapkan bahwa 85% penderita dari tinea korporis yang diteliti

merupakan anak-anak yang berusia di bawah 15 tahun.

Macura (1993) dalam Havlickova, Czaika, dan Friedrich (2008)

menyatakan bahwa tinea kruris biasanya ditemukan pada laki-laki yang berusia

muda yang hidup di daerah beriklim hangat.

5.4.5.

Distribusi Kotamadya/Kabupaten Asal Penderita Penyakit Kulit

Akibat Infeksi J amur Super fisial Kasus Rawat J alan

Distribusi kotamadya/kabupaten asal penderita menunjukkan bahwa Kota

Medan mendominasi sebanyak 1932 kasus (75,1%), disusul oleh Kabupaten Deli

Serdang sebanyak 266 kasus (10,3%), selanjutnya Kabupaten Padang Lawas

Utara sebanyak 146 kasus (5,7%).

(51)

yaitu berkisar 17% -20% sehingga menimbulkan asumsi bahwa masyarakat

dengan tingkat sosial ekonomi tertentu dapat meningkatkan terjadinya penyakit

jamur.

(52)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1.

Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan mengenai pola penyakit kulit akibat

infeksi jamur superfisial pada pasien rawat jalan Departemen Kulit dan Kelamin

di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan dari Januari

2009-Desember 2012, didapati:

1.

Proporsi penderita berdasarkan demografi adalah:

a.

Kelompok usia terbanyak adalah kategori Dewasa (18-45 tahun) sebanyak

1087 kasus (42,3%). Selanjutnya kategori Lanjut Usia (di atas 45 tahun)

sebanyak 940 kasus (36,5%).

b.

Perempuan lebih banyak menderita penyakit yaitu sebanyak 1349 kasus

(52,4%) dibanding dengan laki-laki yang hanya sebanyak 1223 kasus

(47,6%).

2.

Perkembangan penyakit selama 4 tahun terakhir adalah:

a.

Tahun 2010 merupakan tahun dengan jumlah kasus terbanyak pada jenis

penyakit kelompok dermatofitosis kecuali Tinea Imbrikata yang tidak

ditemukan pada tahun itu. Kemudian penurunan jumlah kasus terjadi pada

tahun 2011 dan 2012 kecuali Tinea Manuum yang meningkat kembali pada

tahun 2012 serta Tinea Imbrikata yang mencapai puncaknya pada tahun

2011 lalu menurun kembali pada tahun 2012.

(53)

3.

Tinea Kruris merupakan jenis penyakit yang memiliki jumlah kasus terbanyak

berdasarkan jenis kelamin laki-laki maupun perempuan. Pada laki-laki

berjumlah 453 kasus (17,6%) dan pada perempuan berjumlah 573 kasus

(22,3%).

4.

Jenis penyakit kulit akibat infeksi jamur superfisial yang memiliki jumlah kasus

terbanyak berdasarkan kelompok usia adalah:

a.

Kategori Bayi didominasi oleh Tinea Korporis sebanyak 13 kasus (0,5%).

b.

Kategori Anak-anak didominasi oleh Pitiriasis Versikolor sebanyak 41 kasus

(1,6%).

c.

Kategori Remaja didominasi oleh Pitiriasis Versikolor sebanyak 130 kasus

(5,1%).

d.

Kategori Dewasa didominasi oleh Tinea Kruris sebanyak 465 kasus

(18,1%).

e.

Kategori Lanjut Usia didominasi oleh Tinea Kruris sebanyak 418 kasus

(16,3%).

5.

Kotamadya/kabupaten asal didominasi oleh Kota Medan yaitu sebanyak 1932

kasus (75,1%).

6.2.

Sar an

Saran yang ingin peneliti sampaikan sehubungan dengan penelitian ini adalah:

1.

Masyarakat yang berusia dalam kategori dewasa (18-45 tahun) diharapkan

lebih menjaga kebersihan dirinya dan peduli pada kesehatan kulitnya karena

kelompok usia tersebut terbukti merupakan rentang usia yang paling banyak

menderita penyakit kulit akibat infeksi jamur superfisial.

(54)

3.

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu rujukan untuk penelitian

yang berkaitan.

4.

RSUP Haji Adam Malik Medan diharapkan dapat terus meningkatkan

pelayanan kesehatan karena rumah sakit ini merupakan rumah sakit rujukan

yang saat ini terbukti bahwa 640 kasus (24,9%) penyakit kulit akibat infeksi

jamur superfisial berasal dari penderita luar kota Medan.

(55)

Daftar Pustaka

Bagian SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, 2008. Atlas Penyakit Kulit &

Kelamin. Surabaya: Airlangga University Press, pp: 65

Bogle, M.A., Larocco,M., 2007. Fungal Disease. Dalam: Ali, A. Dermatology: A

Pictorial Review. International Edition. China: McGraw-Hill, p:33

Budimulja, U., 2010. Mikosis. Dalam: Djuanda, A. (eds). Ilmu Penyakit Kulit dan

Kelamin. Edisi keenam. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,

pp:89 dan 92

Das,K.,Basak,S.,Ray,S. (2009) A Study on Superfisial Fungal Infection from

West Bengal: A Brief Report. J Life Sci, 1 (1): 51-55

Gautam, A., Dekate, S., & Padhye, S. (2011) Identification & Characterization of

Fungi Causing Superfisial Mycoses. Int. J. of Pharm. & Life Sci. (IJPLS),

Vol. 2, Issue 5: May: 2011, 782-786 782

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009. Profil Kesehatan Indonesia

2008. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Gopichand, W. R., Babulal, J. U., Madhukar, S. R. (2013) Mycological Profile of

Superfisial Mycoses in North Maharashtra, India.

International Journal of

Health Sciences & Research. Vol.3; Issue: 10; October 2013

Hapcioglu, B., Yegenoglu, Y., Kaymakcalan, H. (2006) Epidemiology of

Superficial Mycosis (Tinea Pedis, Onychomycosis) in Elementary School

Children in Istanbul, Turkey. Collegium Antropologicum, 30 (1), 119

Havlickova, B., Czaika, V. A., Friedrich, M. (2008) Epidemiological Trends in

Skin Mycoses Worldwide. Correspondence: Blanka Havlickova, Intendis

GmbH, Max-Dohrn Straße 10, Berlin, Germany. Accepted for publication 8

July 2008

(56)

Soetomo Surabaya Tahun 2003-2005. Berkala Ilmu Kesehatan Kulit &

Kelamin Vol 21.

Jain,S., 2012. Dermatology: Illustrated Study Guide and Comprehensive Board

Review. 2012 edition. USA: Springer, pp:12-13

K, B. H., J, M. D., K, S. N. & S, S. H. (2012) A Study of Superficial Mycoses

with Clinical Mycological Profile in Tertiary Care Hospital in Ahmedabad,

Gujarat.Natl J Med Res, 2 (2), 160-164.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2011. Profil Kesehatan Indonesia

2010. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia

Lubis, Aswin S. 2011. Keterpaparan Pemulung Sampah Dapat Menimbulkan

Penyakit Kulit Akibat Kerja Di TPA Terjun Medan. Tesis. USU.

Mulyani, E., 2011. Hubungan Tingkat Pendidikan dan Pengetahuan dengan

Kejadian Penyakit Dermatomikosis di Poli Kulit dan Kelamin RSUD Kajen

Kabupaten Pekalongan. Skripsi Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan,

Universitas Muhammadiyah,Semarang

Nairn, R., 2007. Imunologi.

Dalam: Brooks, G.F., Butel, J.S., and Morse, S.A.

Mikrobiologi Kedokteran Jawetz, Melnick, &Adelberg

(diterjemahkan oleh

Hartanto, H. et al). Ed. 23. Jakarta: EGC, p:123

Nawal, P., Patel, S., Patel, M., Soni, S., Khandelwal, N. (2012). A Study of

Superfisial Mycoses in Tertiary Care Hospital. NJIRM; 3(1), 90-93

Panjaitan, M. 2008. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Tinea

Imbrikata di Beberapa Desa di Kecamatan Sokan Kabupaten Melawi

Provinsi Kalimantan Barat. Tesis S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, UGM,

Yogyakarta.

(57)

Patel, S., Meixner, J.A., Smith, M.B., McGinnis, M.R., 2006. Superfisial Mycoses

and Dermatophytes.

In: Tyring, S.K., Lupi, O., Hengge, U.R., 2006.

Tropical Dermatology. 1

st

ed. China: Churchill Livingstone, p:185

Putra, I.B., 2008. Onikomikosis. Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

FK USU RSUP H. Adam Malik Medan.

Rusetianti, N., 2004. Perbandingan Efektifitas Krim Ekstrak Bawang Putih 1%

dan Krim Mikonazol 2 pada Pengobatan Tinea Kruris.

Tesis

S2 Ilmu

Kedokteran Klinik (Ilmu Kesehatan Kulit Kelamin),UGM, Yogyakarta.

Samuel, T. O., Adekunle, A. A. & Ogundipe, O.T. (2013) Prevalence of

Dermatomycoses in Tertiary Health Institutions in Lagos State, Nigeria.

Journal of Public Health and Epidemiology, 5 (2), pp: 101-109

Suyoso, S., 2001. Tinea Nigra Palmaris.

Dalam: Budimulja, U. (eds).

Dermatomikosis superfisialis: pedoman untuk dokter dan mahasiswa

kedokteran. Jakarta: FKUI, p: 87

Verma,S., Heffernan, M.P., 2008. Superfisial Fungal Infection: Dermatophytosis,

Onychomycosis, Tinea Nigra, Piedra. Dalam: Wolff, K. (eds). Fitzpatrick’s

Dermatology in General Medicine. Vol.II. Ed.7. United States:

Mcgraw-Hill, 1807-1821

Wasitaatmadja, S. M., 2010. Anatomi Kulit-Faal Kulit. Dal

Gambar

Tabel 2.1  Sumber: Verma dan Heffernan, 2008
Tabel 2.2
Gambar 3.1: Kerangka Konsep Penelitian.
Tabel 3.1. Definisi Operasional
+7

Referensi

Dokumen terkait

dewasa awal yang sedang berpacaran adalah individu yang berada pada rentang usia awal 20-an hingga 30-an yang sedang memiliki hubungan romantis dengan lawan jenisnya yang

dan pengawasan program kegiatan telah berjalan dengan baik melalui perwakilannya di lembaga BPD. Dengan demikian maka aspek monitoring dan pengawasan terhadap pelaksanaan

If you are using an older version of Packet Tracer and encounter an issue, please download and install Packet Tracer 7.1.. Most known issues in older versions of Packet Tracer

PENGARUH PEMBERIAN MOTIVASI DALAM BENTUK INSENTIF TERHADAP PENINGKATAN PRODUKTIVITAS KERJA KARYAWAN BAGIAN PRODUKSI PADA PERUSAHAAN

Dengan melakukan penciptaan kali ini, diharapkan hasil dari karya kali ini dapat menjadi sebuah karya yang dapat diapresiasikan dan dikenal di masyarakat baik mahasiswa,

Jadi, Brinware atau pengguna merupakan salah satu elemen yang penting untuk mengoperasikan komputer agar tercipta komputer yang memiliki fungsionaliats dan agar dari komputer itu

profil informasi terkait obat dan non farmakologi yang diberikan oleh petugas apotek terhadap pasien swamedikasi yang datang dengan keluhan batuk.. untuk mengetahui profil tingkat

Elfriede RM Silitonga atas segala doa yang diberikan, kasih sayang yang dicurahkan, dan pengorbanan yang dilakukan yang tidak pernah berhenti selama hidup penulis