RSUP HAJ I ADAM MALIK MEDAN
PERIODE J ANUARI 2009-DESEMBER 2012
OLEH:
HENDRA GANI HARAHAP
100100136
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RSUP HAJ I ADAM MALIK MEDAN
PERIODE J ANUARI 2009-DESEMBER 2012
KARYA TULIS ILMIAH
OLEH:
HENDRA GANI HARAHAP
NIM: 100100136
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LEMBAR PENGESAHAN
Judul
: Pola Penyakit Kulit Akibat Infeksi Jamur Superfisial di Departemen
Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP Haji Adam Malik Medan
Periode 2009-2012
Nama
: Hendra Gani Harahap
NIM
: 100100136
Pembimbing
Penguji I
(dr. Flora Marlita Lubis, SpKK)
(Dr. dr. Arlinda Sari Wahyuni, M.Kes)
NIP. 197703232009122002
NIP. 1969060919990320001
Penguji II
(dr. Rusdiana, M. Kes)
NIP.
19710915 200112 2002
Medan, 20 Januari 2014
Dekan
ABSTRAK
Morbiditas penyakit kulit masih tergolong tinggi di Indonesia. Penyakit
kulit bisa disebabkan virus, bakteri, ataupun jamur. Penyakit kulit semakin
berkembang, hal ini dibuktikan dari data Profil Kesehatan Indonesia 2010 yang
menunjukkan bahwa penyakit kulit dan jaringan subkutan menjadi peringkat
ketiga dari 10 penyakit terbanyak pada pasien rawat jalan di rumah sakit
se-Indonesia berdasarkan jumlah kunjungan yaitu sebanyak 192.414 kunjungan
dengan 122.076 kasus baru.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat pola penyakit kulit akibat infeksi
jamur superfisial di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Rumah Sakit
Umum Pusat Haji Adam Malik Medan periode Januari 2009 – Desember 2012.
Penelitian ini bersifar deskriptif observatif dengan teknik pengambilan
sampel menggunakan metode Total Sampling dengan jumlah 2572 kasus.
Dari hasil penelitian didapat pola umum sebagai berikut: Tinea Kruris
1026 kasus (39,9%), Tinea Korporis 572 kasus (22,2%), Pityriasis Versikolor 502
kasus (19,5%), Tinea Pedis 203 kasus (7,9%), Tinea Kapitis dan Tinea Barbae
111 kasus (4,3%), Tinea Unguium 102 kasus (4,0%), Tinea Manuum 47 kasus
(1,8%), Tinea Imbrikata 6 kasus (0,2%), White Piedra 1 kasus (0,03%), Black
Piedra 1 kasus (0,03%), Tinea Nigra 1 kasus (0,03%).
Tinea kruris mendominasi pola penyakit secara umum baik itu
berdasarkan jenis kelamin maupun kelompok usia.
ABSTRACT
Skin diseases morbidity still has great number in Indonesia. The etiology
can be virus, bacteria, or fungi. The incident still increases, it can be seen in
Indonesia Health Profile 2010 which show that dermatitis and other subcutaneous
diseases get the third rank among 10 main diseases on hospital inpatients in
Indonesia based on number of visits as many as 192.414 visits with 122.076 new
cases.
This research aim is to see the pattern of superficial mycoses disease in
Department of Dermatology and Venereology Rumah Sakit Umum Pusat Haji
Adam Malik Medan period January 2009 – December 2012.
The characteristic of this research is observative descriptive with Total
Sampling as the sampling technique by number of cases as many as 2572 cases.
Result shows the general pattern is: Tinea Cruris 1026 cases (39,9%),
Tinea Corporis 572 cases (22,2%), Pityriases Versicolor 502 cases (19,5%),
Tinea Pedis 203 cases (7,9%), Tinea Capitis and Tinea Barbae 111 cases (4,3%),
Tinea Unguium 102 cases (4,0%), Tinea Manuum 47 cases (1,8%), Tinea
Imbrikata 6 cases (0,2%), White Piedra 1 case (0,03%), Black Piedra 1 case
(0,03%), Tinea Nigra 1 case (0,03%).
Tinea Cruris dominate patterns even by sex observation pattern or age
group observation pattern.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis haturkan hanya kepada Allah SWT yang telah
memberikan izin-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.
Semoga karya tulis ilmiah ini pun bisa menjadi salah satu ibadah untuk
mendapatkan ridha-Nya.
Karya tulis ilmiah ini berjudul “Pola Penyakit Kulit Akibat Infeksi Jamur
Superfisial di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP Haji Adam
Malik Medan Periode Januari 2009- Desember 2012”. Penulis menyusun karya
tulis ilmiah ini untuk memenuhi persyaratan memperoleh kelulusan Sarjana
Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Dalam proses penyelesaian karya tulis ilmiah ini, penulis menerima bantuan
dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima
kasih dan memberikan penghargaan setinggi-tingginya kepada:
1.
Yang terhormat dr. Flora Marlita Lubis, SpKK selaku Dosen Pembimbing
yang telah membimbing saya dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini.
2.
Yang terhormat dr. Rusdiana, M.Kes, dr. Elvita Daulay, Sp.Rad, dan Dr.
dr. Arlinda Sari Wahyuni,M.Kes untuk setiap kritik dan saran yang
membangun.
3.
Para dosen dan staff pegawai di lingkungan Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara yang turut berperan dalam pembekalan ilmu
peneliti.
4.
Berbagai pihak di RSUP Haji Adam Malik Medan yang turut berperan
dalam urusan administrasi terkait penelitian ini dan memberikan wadah
bagi peneliti dalam melaksanakan penelitian.
5.
Yang teristimewa orang tua saya, Ayahanda Adlan Igani dan Ibunda Laila
Hanum, yang selalu memberi motivasi kepada penulis untuk
menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.
6.
Sepupu saya, Putra Apriadi Siregar, yang telah memberikan saran
tambahan dan memberikan beberapa jurnal pendukung penelitian ini.
7.
Nik Nurul Iman Binti Mohd Amin, teman dengan dosen pembimbing yang
sama, yang turut mengingatkan penulis untuk menyelesaikan karya tulis
ilmiah ini.
Medan, 13 Desember 2013
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN ...
i
ABSTRAK ...
ii
ABSTRACT ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GRAFIK ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 3
1.3. Tujuan Penelitian ... 4
1.3.1. Tujuan Umum ...
4
1.3.2. Tujuan Khusus ...
4
1.4. Manfaat Penelitian ... 4
BAB 2 TINJ AUAN PUSTAKA ... 6
2.1. Penyakit Kulit Akibat Infeksi Jamur Superfisial ...
6
2.1.1. Klasifikasi...
6
2.1.2. Jenis-Jenis Penyakit ...
6
2.1.2.1. Tinea Kapitis ...
6
2.1.2.2. Tinea Barbae ...
8
2.1.2.3. Tinea Korporis ...
9
2.1.2.4. Tinea Kruris ... 10
2.1.2.5. Tinea Pedis dan Tinea Manuum ... 10
2.1.2.6. Tinea Unguium ... 12
2.1.2.7. Pitiriasis Versikolor ... 12
2.1.2.8. Tinea Nigra ... 13
2.1.2.9. Piedra ... 14
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL ... 15
3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 15
3.2. Definisi Operasional ... 16
BAB 4 METODE PENELITIAN ... 17
4.3.2. Sampel ... 18
4.4. Metode Pengumpulan Data ... 18
4.5. Pengolahan Data ... 18
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 19
5.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 19
5.2. Deskripsi Karakteristik Sampel ... 19
5.3. Hasil Pengolahan Data ... 19
5.4. Pembahasan ... 29
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 36
6.1. Kesimpulan ... 36
6.2. Saran ... 37
DAFTAR TABEL
Nomor
Judul
Halaman
Tabel 2.1.
Organisme yang Berkaitan dengan Tinea Kapitis
6
Tabel 2.2.
Varian Tinea Korporis
9
Tabel 3.1.
Defenisi Operasional
16
Tabel 5.1.
Jumlah Kasus Rawat Jalan Penderita Penyakit
Kulit Akibat Infeksi Jamur Superfisial dan
Distribusinya Berdasarkan Jenis Kelamin di
19
Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
RSUP Haji Adam Malik Medan Periode Januari
2009 – Desember 2012
Tabel 5.2.
Jumlah Kasus Rawat Jalan Penderita Penyakit
Kulit Akibat Infeksi Jamur Superfisial dan
Distribusinya Berdasarkan Usia di
20
Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
RSUP Haji Adam Malik Medan Periode Januari
2009 – Desember 2012
Tabel 5.3.
Jumlah Kasus Rawat Jalan Penderita Penyakit
Kulit Akibat Infeksi Jamur Superfisial dan
Distribusinya Berdasarkan Jenis Penyakit di
21
Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
RSUP Haji Adam Malik Medan Periode Januari
2009 – Desember 2012
Tabel 5.4.
Jumlah Kasus Rawat Jalan Penderita Penyakit
Kulit Akibat Infeksi Jamur Superfisial dan
Distribusinya Berdasarkan Jenis Penyakit dan
24
Jenis Kelamin di Departemen Ilmu Kesehatan
Kulit dan Kelamin RSUP Haji Adam Malik Medan
Periode Januari 2009 – Desember 2012
Tabel 5.5.
Jumlah Kasus Rawat Jalan Penderita Penyakit
Kulit Akibat Infeksi Jamur Superfisial dan
Tabel 5.6.
Tabel Distribusi Kotamadya/Kabupaten Asal
Penderita Penyakit Kulit Akibat Infeksi Jamur
Superfisial Kasus Rawat Jalan di Departemen
26
Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP Haji
Adam Malik Medan Periode Januari 2009 –
Desember 2012
Tabel 5.7.
Jumlah Kasus Rawat Jalan Penderita Penyakit
Kulit Akibat Infeksi Jamur Superfisial dan
Distribusinya Berdasarkan Jenis Penyakit dan
Daerah Asal Penderita di Departemen Ilmu
28
Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP Haji Adam
DAFTAR GRAFIK
Nomor
Judul
Halaman
Grafik 5.1.
Jumlah Kasus Rawat Jalan Penderita Penyakit
Kulit Akibat Infeksi Jamur Superfisial dan
Distribusinya Berdasarkan Jenis Penyakit
Kelompok Dermatofitosis di Departemen Ilmu
22
Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP Haji Adam
Malik Medan Periode Januari 2009 – Desember
2012
Grafik 5.2.
Jumlah Kasus Rawat Jalan Penderita Penyakit
Kulit Akibat Infeksi Jamur Superfisial dan
Distribusinya Berdasarkan Jenis Penyakit
Kelompok Nondermatofitosis di Departemen Ilmu
23
Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP Haji Adam
Malik Medan Periode Januari 2009 – Desember
2012
Grafik 5.3.
Persentase Frekuensi Kotamadya/Kabupaten Asal
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Judul
Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1
Daftar Riwayat Hidup
LAMPIRAN 2
Ethical Clearance
LAMPIRAN 3
Surat Izin Penelitian
ABSTRAK
Morbiditas penyakit kulit masih tergolong tinggi di Indonesia. Penyakit
kulit bisa disebabkan virus, bakteri, ataupun jamur. Penyakit kulit semakin
berkembang, hal ini dibuktikan dari data Profil Kesehatan Indonesia 2010 yang
menunjukkan bahwa penyakit kulit dan jaringan subkutan menjadi peringkat
ketiga dari 10 penyakit terbanyak pada pasien rawat jalan di rumah sakit
se-Indonesia berdasarkan jumlah kunjungan yaitu sebanyak 192.414 kunjungan
dengan 122.076 kasus baru.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat pola penyakit kulit akibat infeksi
jamur superfisial di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Rumah Sakit
Umum Pusat Haji Adam Malik Medan periode Januari 2009 – Desember 2012.
Penelitian ini bersifar deskriptif observatif dengan teknik pengambilan
sampel menggunakan metode Total Sampling dengan jumlah 2572 kasus.
Dari hasil penelitian didapat pola umum sebagai berikut: Tinea Kruris
1026 kasus (39,9%), Tinea Korporis 572 kasus (22,2%), Pityriasis Versikolor 502
kasus (19,5%), Tinea Pedis 203 kasus (7,9%), Tinea Kapitis dan Tinea Barbae
111 kasus (4,3%), Tinea Unguium 102 kasus (4,0%), Tinea Manuum 47 kasus
(1,8%), Tinea Imbrikata 6 kasus (0,2%), White Piedra 1 kasus (0,03%), Black
Piedra 1 kasus (0,03%), Tinea Nigra 1 kasus (0,03%).
Tinea kruris mendominasi pola penyakit secara umum baik itu
berdasarkan jenis kelamin maupun kelompok usia.
ABSTRACT
Skin diseases morbidity still has great number in Indonesia. The etiology
can be virus, bacteria, or fungi. The incident still increases, it can be seen in
Indonesia Health Profile 2010 which show that dermatitis and other subcutaneous
diseases get the third rank among 10 main diseases on hospital inpatients in
Indonesia based on number of visits as many as 192.414 visits with 122.076 new
cases.
This research aim is to see the pattern of superficial mycoses disease in
Department of Dermatology and Venereology Rumah Sakit Umum Pusat Haji
Adam Malik Medan period January 2009 – December 2012.
The characteristic of this research is observative descriptive with Total
Sampling as the sampling technique by number of cases as many as 2572 cases.
Result shows the general pattern is: Tinea Cruris 1026 cases (39,9%),
Tinea Corporis 572 cases (22,2%), Pityriases Versicolor 502 cases (19,5%),
Tinea Pedis 203 cases (7,9%), Tinea Capitis and Tinea Barbae 111 cases (4,3%),
Tinea Unguium 102 cases (4,0%), Tinea Manuum 47 cases (1,8%), Tinea
Imbrikata 6 cases (0,2%), White Piedra 1 case (0,03%), Black Piedra 1 case
(0,03%), Tinea Nigra 1 case (0,03%).
Tinea Cruris dominate patterns even by sex observation pattern or age
group observation pattern.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kulit merupakan organ terluar yang membatasi manusia dan lingkungannya.
Kulit mudah dilihat dan diraba serta berperan dalam menjamin kelangsungan
hidup (Wasitaatmadja, 2010). Fungsi utama kulit adalah melindungi, absorpsi,
ekskresi, persepsi, regulasi suhu tubuh, pembentukan vitamin D, dan keratinisasi.
Begitu pentingnya kulit, selain menjamin kelangsungan hidup juga mempunyai
fungsi lain yaitu estetik (menyokong penampilan), ras, indikator sistemik, dan
sarana komunikasi nonverbal antar individu (Wasitaatmadja, 2010).
Kulit manusia rentan terhadap hama. Kulit yang steril hanya didapatkan pada
waktu yang singkat yaitu setelah lahir. Hal ini disebabkan permukaan kulit banyak
mengandung nutrisi untuk pertumbuhan organisme, antara lain lemak,
bahan-bahan yang mengandung nitrogen, mineral, dan lain-lain yang merupakan hasil
ekstra dari proses keratinisasi atau merupakan hasil apendiks kulit (Wiryadi,
2010). Menurut Nairn (2007), hanya sedikit mikroorganisme yang mampu
menembus kulit intak, tetapi banyak yang dapat memasuki kelenjar keringat
(kelenjar sebasea) dan folikel rambut serta menetap disana. Daya tahan kulit
manusia bervariasi sesuai usia. Anak-anak sangat rentan infeksi kurap. Setelah
pubertas, daya tahan terhadap penyakit kulit ini meningkat jelas seiring
meningkatnya kandungan asam lemak jenuh dalam sekret sebasea.
rumah sakit se-Indonesia berdasarkan jumlah kunjungan yaitu sebanyak 192.414
kunjungan dan 122.076 kunjungan diantaranya merupakan kasus baru
(Kemenkes,2011). Hal ini menunjukkan bahwa penyakit kulit masih sangat
dominan terjadi di Indonesia.
Penyakit kulit yang disebabkan infeksi jamur atau dermatomikosis
merupakan penyakit yang sering dijumpai di negara tropis yang disebabkan udara
yang lembab yang mendukung berkembangnya penyakit jamur (Putra, 2008).
Penelitian Rusetianti (2004) menunjukkan bahwa dermatomikosis selalu menjadi
10 besar penyakit terbanyak di poliklinik rawat jalan dan menjadi peringkat
pertama pada tahun 1999 serta peringkat ketiga pada tahun 2003. Hasil penelitian
Mulyani (2011) juga menunjukkan bahwa penyakit dermatomikosis menjadi
urutan pertama dibandingkan dengan penyakit kulit lainnya di RSUD Kajen
Kabupaten Pekalongan pada bulan Juli – September 2010 dengan pasien sebanyak
140 orang serta kunjungan rata-rata pasien perhari 40% dari penyakit lainnya.
Menurut Budimulja (2010), penyakit akibat infeksi jamur (mikosis) terbagi
atas mikosis superfisialis dan mikosis profunda. Klasifikasi lain menurut Jain
(2012), infeksi jamur dibagi menjadi infeksi
superficial (menginvasi stratum
korneum, rambut, dan kuku),
subcutaneous (biasanya karena implantasi), dan
deep (sistemik).
Penjabaran lebih spesifik dari penelitian lain berdasarkan data kunjungan
rawat jalan Penyakit Kulit dan Kelamin RS Dr Sardjito tahun 1999 dan 2003
menunjukkan bahwa tinea kruris merupakan penyakit dermatofitosis terbanyak
dijumpai dengan kunjungan penderita baru dan lama berjumlah 641 pada tahun
1999 dan kunjungan penderita baru dan lama berjumlah 291 orang pada tahun
2003 (Rusetianti, 2004). Sementara itu hasil penelitian lain yang dilakukan
Panjaitan (2008) menunjukkan tinea imbrikata yang menjadi dominan terjadi di
Kabupaten Waringin Timur dengan prevalensi 2,45 % dari populasi di dua
Kecamatan, namun di beberapa desa dengan tingkat sosial ekonomi yang rendah
menunjukkan prevalensi tinea imbrikata jauh lebih tinggi yaitu berkisar 17%
-20%. Hal yang berbeda diungkapkan dalam hasil penelitian K et al (2012) di
Ahmedabad yang memperlihatkan bahwa pada umumnya paling banyak kejadian
penyakit yang diakibatkan tinea korporis dengan insidensi sebesar 52,78% yang
selanjutnya tinea kruris sebesar 15,65%, pitiriasis versikolor sebesar 12,47%.
Venugopal dan Venugopal (1992) di dalam Gopichand, Babulal, dan
Madhukar (2013) menyatakan bahwa tinea kapitis dan tinea korporis lebih
cenderung terjadi pada anak-anak sedangkan tinea unguium, tinea pedis, dan
pitiriasis versikolor lebih umum terjadi pada orang dewasa. Hal yang tidak jauh
berbeda diungkapkan Gautam, Dekate, dan Padhye (2011), pitiriasis versikolor
pada umumnya terjadi pada orang dewasa yang terjadi di sekitar tubuh.
Uraian di atas telah menunjukkan pentingnya penelitian seperti ini untuk
dilakukan. Namun penelitian lain mengenai infeksi jamur semakin sangat spesifik
yang memungkinkan adanya subjek yang terlewatkan sehingga peneliti berniat
melakukan penelitian ini.
1.2. Rumusan Masalah
Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan periode
Januari 2009 – Desember 2012.
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui pola penyakit kulit akibat infeksi jamur superfisial di
Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Pusat Haji
Adam Malik Medan periode Januari 2009 – Desember 2012.
1.3.2. Tujuan Khusus
Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:
1.
Mengetahui jenis kelamin dan kelompok usia yang paling banyak
menderita penyakit kulit akibat infeksi jamur superfisial.
2.
Mengetahui perkembangan penyakit kulit akibat infeksi jamur
superfisial dalam 4 tahun terakhir.
3.
Mengetahui jenis penyakit kulit akibat infeksi jamur superfisial yang
memiliki jumlah kasus terbanyak berdasarkan jenis kelamin dan
kelompok usia.
4.
Mengetahui distribusi daerah asal penderita penyakit kulit akibat infeksi
jamur superfisial di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan
2009-2012.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat untuk:
2.
Peneliti dalam peningkatan pengetahuan mengenai penyakit kulit akibat
infeksi jamur superfisial.
BAB 2
TINJ AUAN PUSTAKA
2.1.
Penyakit Kulit Akibat Infeksi J amur Super fisial
2.1.1.
Klasifikasi
Menurut
Budimulja
(2010),
mikosis
superfisialis
terbagi
atas
dermatofitosis dan nondermatofitosis. Penyakit jamur yang melibatkan jaringan
berkeratin dapat disebabkan
jamur dermatofit (dermatofitosis),
jamur
nondermatofit (nondermatofitosis), atau keduanya (Patel et al., 2006).
2.1.2.
J enis-J enis Penyakit
2.1.2.1.
Tinea Kapitis
Tinea kapitis adalah jenis dermatofitosis yang menyerang kulit kepala dan
rambut sekitarnya. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai spesies dari genus
Trichophyton dan Microsporum kecuali T. concentricum.
Tabel 2.1
Sumber: Verma dan Heffernan, 2008
Beberapa tipe temuan klinis pada tinea kapitis yaitu:
1.
Tipe inflamasi
limfadenopati servikal posterior, demam, dan lesi tambahan pada kulit yang
gundul.
2.
Noninflamasi
Rambut di daerah yang terinfeksi berubah warna menjadi abu-abu dan kurang
bercahaya serta patah di level yg hanya sedikit di atas kulit kepala. Kerontokan
rambut yang nyata jarang terjadi. Hiperkeratin yang melingkar dan area botak
yang bersisik yang disebabkan patahnya rambut merupakan tanda yang mudah
dikenali. Lesi biasanya terjadi di daerah oksiput.
3.
Tipe “Black dot”
Kerontokan rambut bisa terjadi dan bisa juga tidak terjadi. Jika terjadi
kerontokan, kumpulan bintik hitam akan terlihat di kulit kepala yang botak.
4.
Tipe Favus
Tipe ini ditandai dengan krusta kuning yang tebal sampai folikel-folikel rambut
yang mengarahkan terjadinya kebotakan berparut (Verma dan Heffernan,
2008).
2.1.2.2.
Tinea Barbae
Tinea barbae hanya terjadi pada pria. Penyebaran besar-besaran di masa
lalu disebabkan pisau cukur tukang cukur yang terkontaminasi. Tapi, sekarang
penyebarannya lebih sering disebabkan paparan langsung dengan lembu, kuda,
atau anjing yang umumnya terlihat di daerah pedesaan diantara para petani dan
peternak. Etiologi yang sering menyebabkan tinea barbae adalah T.
mentagrophytes dan T. verrucosum. Temuan klinis yang umumnya ditemui
berupa lesi yang khas unilateral dan lebih sering melibatkan area janggut daripada
kulit atau bibir bagian atas. Ada dalam tiga tipe, yakni:
1.
Tipe inflamasi
Tinea barbae tipe ini terlihat analog dengan pembentukan kerion tinea kapitis.
Lesinya berupa nodul dan terlihat seperti rawa disertai cairan seropurulen yang
membentuk krusta. Rambut di area ini terlihat tidak bercahaya, rapuh, dan
mudah dicabut untuk menunjukkan massa purulen sekitar akarnya.
2.
Tipe Superfisial
Tipe ini terlihat mendekati folikulitis bakterial yang mana terdapat eritema
ringan yang menyebar dan ditemukan papul dan pustul perifolikular.
3.
Tipe Sirsinata.
Tipe ini sangat mirip dengan tinea sirsinata (tinea korporis) dari kulit gundul.
Namun tipe ini tidak disertai pagar vesikulopustular yang aktif dan menyebar
dengan pembentukan sisik sentral dan rambut yang relatif renggang (Verma
dan Heffernan, 2008).
2.1.2.3.
Tinea Korporis
Tinea korporis merujuk kepada semua dermatofitosis kulit yang gundul
kecuali telapak tangan, telapak kaki, dan selangkangan (Verma dan Heffernan,
2008). Temuan klinis dapat dilihat dalam tabel 2.2.
Tabel 2.2
Sumber: Verma dan Heffernan, 2008
Tinea Imbrikata sudah menjadi bagian dari dermatofitosis tanpa menjadi
varian dari tinea korporis menurut
International Classification of Diseases - 10
(ICD-10).
2.1.2.4.
Tinea Krur is
Tinea kruris adalah dermatofitosis yang umum terjadi pada kulit
selangkangan, genital, pubis, perineum, dan perianal. Temuan klinis yang
dijumpai biasanya muncul sebagai papulovesikel eritema yang multiple dengan
batas yang jelas dan semakin melebar. Rasa gatal adalah hal biasa, bahkan bisa
terasa nyeri dengan infeksi sekunder (Verma dan Heffernan, 2008).
Hasil penelitian yang dilakukan K et al (2012) menunjukkan tinea kruris
cenderung diderita rentang usia dewasa (19-59 tahun) yaitu sebanyak 47 dari 59
kasus dan umumnya berjenis kelamin laki-laki dengan rasio 2,7:1 (43 dari 59
kasus). Nawal et al (2012) juga menemukan tinea kruris cenderung diderita
rentang usia dewasa (19-59 tahun) yaitu sebanyak 27 dari 41 kasus dan umumnya
berjenis kelamin laki-laki dengan rasio 2,7:1 (30 dari 41 kasus). Hasil yang
ditemukan Das, Basak, dan Ray (2009) dengan klasifikasi umur yang berbeda
menunjukkan rentang usia 11-20 tahun, 21-30 tahun, 41-50 tahun, dan di atas 51
tahun terdapat masing-masing 2 kasus tinea kruris dari total yang berjumlah 9
kasus. Penderita 1 kasus sisanya berada dalam rentang usia 31-40 tahun.
Perbandingan jenis kelamin sangat siknifikan dalam penelitiannya ini dimana
rasio laki-laki dibandingkan perempuan yaitu 8:1.
2.1.2.5.
Tinea Pedis dan Tinea Manuum
Tinea pedis adalah dermatofitosis yang menyerang kaki sementara tinea
manuum menyerang telapak tangan dan sela jari tangan. Etiologi yang dominan
adalah
T. rubrum (paling sering),
T. mentagrophytes,
dan
E. floccosum. Temuan
klinis tinea pedis ada 4 macam atau kombinasi, diantaranya:
1.
Tipe Intertriginosa Kronis.
2.
Tipe Hiperkeratotik Kronik.
Tipe ini biasanya dijumpai bilateral dengan pembentukan sisik kecil-kecil atau
difus terbatas ke kulit tebal, telapak kaki, serta lateral dan medial sisi kaki.
T.
rubrum
merupakan etiologi yang paling umum yang menghasilkan vesikel
dalam waktu singkat. Unilateral Tinea manuum biasanya terjadi terkait tinea
pedis hiperkeratin yang menghasilkan “sindrom dua kaki-satu tangan”.
3.
Tipe Vesikulobulosa.
Tipe ini khas disebabkan T. mentagrophytes, yang menghasilkan vesikel padat
dengan diameter berukuran lebih dari 3mm, vesikulopustula, atau bula di kulit
tipis telapak kaki dan area tepi kaki.
4.
Tipe Ulseratif Akut.
Tipe ini membentuk vesikulopustula dan luka bernanah area luas di permukaan
telapak kaki (Verma dan Heffernan, 2008).
K et al (2012) menemukan tinea manuum cenderung diderita rentang usia
dewasa (19-59 tahun) yaitu sebanyak 7 dari 11 kasus dan penderita umumnya
berjenis kelamin laki-laki dengan rasio 1,75: 1. Hal ini diperkuat oleh Nawal et al
(2012) yang juga menemukan tinea manuum cenderung diderita rentang usia
dewasa (19-59 tahun) yaitu sebanyak 5 dari 6 kasus dan 5 diantaranya adalah
laki-laki.
2.1.2.6.
Tinea Unguium
Tinea unguium adalah invasi dermatofit ke lempeng kuku. Tipe temuan
klinis pada tinea unguium yaitu:
1.
Distal Lateral Subungual Onychomycosis (DLSO)
Ini tipe yang tersering. Tampak diskromia unguium (perubahan warna kuku),
onikolisis (lepasnya lempeng kuku dari dasar kuku), hipertropia unguium
(penebalan lempeng kuku) dan subungual hiperkeratosis/debris.
2.
Superfisial White Onychomycosis (SWO) disebut juga Leuconychia Mycotica
Permukaan lempeng kuku ada bercak batas jelas, pulau-pulau opak, putih (bila
lama berwarna kuning), permukaan menjadi kasar, lunak seperti kapur dan
mudah dikerok. Tipe ini biasanya terjadi pada kuku kaki namun pada pasien
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) dapat terjadi di kuku tangan.
3.
Proximal Subungual Onychomycosis (PSO)
Gejala klinis pada proximal kuku (Bagian SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan
Kelamin, 2008).
Penelitian K et al (2012) menunjukkan rentang usia dewasa (15-49 tahun)
merupakan rentang usia yang paling dominan sebanyak 14 dari 17 kasus
sementara selisih jumlah kasus berdasarkan jenis kelamin tidak terlalu siknifikan
karena hanya selisih satu dimana laki-laki sebanyak 9 kasus dan perempuan
sebanyak 8 kasus. Namun, penelitian yang dilakukan Das, Basak, dan Ray (2009)
hanya menemukan 1 kasus. Penderita berusia dalam rentang 51 tahun ke atas dan
berjenis kelamin perempuan.
2.1.2.7.
Pitiriasis Versikolor
Menurut Bagian SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin (2008), pitiriasis
versikolor adalah infeksi jamur superfisial kronik, asimtomatik menyerang lapisan
stratum korneum dan disebabkan oleh
Malassezia furfur. Temuan klinis pada
pitiriasis versikolor antara lain:
1.
Gatal bila berkeringat
2.
Lokasi lesi pada umumnya terdapat pada badan (dada, punggung), leher, lengan
atas, selangkang, dan bisa ditemukan pada daerah lain termasuk muka.
3.
Terdapat 3 bentuk lesi:
a.
Makular: Soliter dan biasanya saling bertemu (koalesen) dan tertutup
skuama
b.
Papuler: Bulat kecil-kecil perifolikuler, sekitar folikel rambut dan tertutup
skuama
c.
Campuran lesi makular dan papular
4.
Warna lesi bervariasi: putih (lesi dini), kemerahan, dan coklat (lesi lama).
Bentuk kronis akan didapatkan bermacam warna.
5.
Selesai terapi biasanya didapatkan depigmentasi residual tanpa skuama di
atasnya yang akan menetap dalam beberapa bulan sebelum kembali normal.
Penelitian yang dilakukan Das, Basak, dan Ray (2009) dan K et al (2012)
menunjukkan pitiriasis versikolor cenderung diderita rentang usia dewasa (19-59
tahun) dan didominasi laki-laki. K et al (2012) menemukan rasio 2,4:1 dan Das,
Basak, dan Ray (2009) menemukan rasio 1,4:1.
2.1.2.8.
Tinea Nigr a
Sinonim Tinea Nigra Palmaris adalah Keratomikosis Nigrikans Palmaris,
Kladosporiosis Epidemika, Pitiriasis Nigra, Mikrosporosis Nigra (Suyoso, 2001).
plantar dari permukaan kulit lainnya. Penyebab tersering adalah jamur
nondermatofit
Phaeoannellomyces werneckii (dulu
Exophiala werneckii) yang
merupakan jamur
dematiaceous (jamur kapang/mould/mold berwarna coklat).
Bisa pula oleh
Stenella araguata (Bagian SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan
Kelamin, 2008).
2.1.2.9.
Piedra
Piedra terbagi 2, yaitu:
1.
Black piedra (etiologi: Piedraia hortae)
Tipe ini membuat kulit kepala menjadi bernodul-nodul keras dan terdengar
suara gesekan metal ketika bersisir karena P. hortae sangat melekat erat ke
rambut.
2.
White piedra (etiologi: Trichosporon beigelii)
BAB 3
Kerangka Konsep dan Defenisi Operasional
3.1. Kerangka Konsep Penelitian
Dari kerangka pemikiran di atas dapat dibuat bagian kerangka konsep
sebagai berikut:
[image:31.595.100.545.242.309.2]Gambar 3.1: Kerangka Konsep Penelitian.
Penyakit Kulit Akibat Infeksi Jamur
Superfisial
•
Jenis Kelamin
•
Umur
3.2. Definisi Operasional
Tabel 3.1. Definisi Operasional
No
Variabel
Definisi Operasional
Alat ukur
Hasil Ukur Skala
1
Jenis Kelamin Perbedaan antara
laki-laki dan perempuan
secara biologis sejak
lahir
Rekam
Medis
Data
dari
rekam
medis
Nominal
2
Umur
Usia
pasien
yang
tertulis dalam rekam
medis
yang
akan
dikategorikan menjadi
balita
(0-5
tahun),
anak-anak
(5-11
tahun), remaja (11-18
tahun), dewasa
(18-45tahun) dan lanjut
usia (> 45 tahun)
Rekam
Medis
Data
dari
rekam
medis
Ordinal
3
Penyakit
Kulit Akibat
Infeksi Jamur
Superfisial
Diagnosis
dokter
spesialis
kulit
berdasarkan
anamnesis,
pemeriksaan
fisik,
dan
pemeriksaan
penunjang.
Rekam
Medis
Data
dari
rekam
medis
Nominal
4
Kotamadya/
kabupaten
Kotamadya/kabupaten
asal penderita
Rekam
Medis
Data
dari
rekam
medis
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1.
J enis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif observatif yang bertujuan untuk
melihat pola penyakit kulit akibat infeksi jamur superfisial di Departemen Ilmu
Kesehatan Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik
Medan periode Januari 2009 – Desember 2012.
4.2.
Tempat dan Waktu Penelitian
4.2.1.
Tempat penelitian
Penelitian ini dilakukan di RSUP Haji Adam Malik,Medan, Provinsi
Sumatera Utara. Rumah sakit ini dipilih karena RSUP Haji Adam Malik Medan
merupakan salah satu rumah sakit rujukan provinsi di Sumatera Utara untuk
Penyakit Kulit Dan Kelamin di Sumatera Utara dan RSUP Haji Adam Malik
Medan memiliki kasus penyakit kulit akibat infeksi jamur superfisial .
4.2.2.
Waktu penelitian
Pengambilan data dilakukan dalam 5 bulan. Penelitian diawali dari
menentukan judul, menyusun proposal hingga seminar hasil yang berlangsung
dari Februari 2013 hingga Desember 2013.
4.3.
Populasi dan Sampel Penelitian
4.3.1.
Populasi
4.3.2.
Sampel
Sampel adalah seluruh populasi yaitu pasien rawat jalan yang didiagnosis
menderita penyakit kulit akibat infeksi jamur superfisial yang di Departemen
Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP Haji Adam Malik periode Januari
2009-Desember 2012.
4.4.
Metode Pengumpulan Data
Data diperoleh melalui data sekunder yaitu melalui rekam medis pasien.
Data ini diperoleh dari unit rekam medis RSUP Haji Adam Malik Medan dengan
kriteria yaitu rekam medis tersebut memiliki data berupa jenis kelamin, usia, dan
daerah asal.
4.5.
Pengolahan Data
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1.
Deskr ipsi Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di RSUP Haji Adam Malik Medan, di mana rumah sakit
ini merupakan rumah sakit kelas A dan merupakan Pusat Rujukan wilayah
Pembangunan A yang meliputi Provinsi Sumatera Utara, Nangroe Aceh
Darussalam, Sumatera Barat, dan Riau. Rumah Sakit ini berada di Jalan Bunga
Lau No.17 Km 12 Kecamatan Medan Tuntungan Kotamadya Medan, Provinsi
Sumatera Utara. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 502/ Menkes/
IX/ 1991 tanggal 6 September 1991, RSUP H. Adam Malik Medan ditetapkan
sebagai rumah sakit pendidikan bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara. Data diambil dari unit rekam medis rumah sakit yang merupakan
basis data dan pusat riwayat kesehatan pasien.
5.2.
Deskr ipsi Karakteristik Sampel
Sampel dalam penelitian ini ada seluruh pasien rawat jalan RSUP Haji Adam
Malik dari Januari 2009 sampai dengan Desember 2012 yang didiagnosis
menderita penyakit kulit akibat infeksi jamur superfisial.
5.3.
Hasil Pengolahan Data
Selama periode Januari 2009 sampai dengan Desember 2012 telah tercatat
sebanyak 2572 kunjungan.
Tabel 5.1. J umlah Kasus Rawat J alan Penderita Penyakit Kulit Akibat
Infeksi J amur Superfisial dan Distribusinya Berdasar kan J enis Kelamin di
Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP Haji Adam Malik
Medan Periode J anuari 2009 – Desember 2012
J enis Kelamin
2009
2010
2011
2012
2009-2012
N
%
N
%
N
%
N
%
N
%
Laki-Laki
228
44,8
458
49,2
262
46,6
275
48,2
1223
47,6
Perempuan
281
55,2
472
50,8
300
53,4
296
51,8
1349
52,4
[image:35.595.108.514.625.703.2]Distribusi berdasarkan karakteristik jenis kelamin menunjukkan bahwa
penyakit kulit akibat infeksi jamur superfisial paling banyak diderita jenis kelamin
perempuan yaitu sebanyak 1349 kasus (52,4%) sedangkan laki-laki hanya
sebanyak 1223 kasus (47,6%).
Tabel 5.2. J umlah Kasus Rawat J alan Penderita Penyakit Kulit Akibat
Infeksi J amur Superfisial dan Distribusinya Berdasar kan Usia di
Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP Haji Adam Malik
Medan Periode J anuari 2009 – Desember 2012
Kategor i Usia
2009
2010
2011
2012
2009-2012
N
%
N
%
N
%
N
%
N
%
Balita
(0-5 tahun)
4
0,7
28
3
4
0,7
6
1
42
1,6
Anak-anak
(5-11 tahun)
26
5,2
47
5,1
30
5,4
22
3,9
125
4,9
Remaja
(11-18 tahun)
63
12,3
139
15
80
14,2
96
16,8
378
14,7
Dewasa
(18-45 tahun)
226
44,4
387
41,6
248
44,1
226
39,6
1087
42,3
Lanjut usia
(di atas 45 tahun)
190
37,4
329
35,3
200
35,6
221
38,7
940
36,5
Total
509
100
930
100
562
100
571
100
2572
100
[image:36.595.107.516.272.483.2]Tabel 5.3. J umlah Kasus Rawat J alan Penderita Penyakit Kulit Akibat
Infeksi J amur Super fisial dan Distribusinya Berdasar kan J enis Penyakit di
Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP Haji Adam Malik
Medan Periode J anuari 2009 – Desember 2012
Penyakit
2009
2010
2011
2012
2009-2012
N
%
N
%
N
%
N
%
N
%
Tinea Kapitis dan
Tinea Barbae
36
7,1
39
4,2
21
3,7
15
2,6
111
4,3
Tinea Unguium
28
5,5
39
4,2
23
4,1
12
2,1
102
4,0
Tinea Manuum
5
1
23
2,5
8
1,4
11
1,9
47
1,8
Tinea Pedis
41
8,1
84
9
46
8,2
32
5,6
203
7,9
Tinea Korporis
95
18,7
234
25,2
136
24,2
107
18,7
572
22,2
Tinea Imbrikata
2
0,4
0
0
3
0,5
1
0,2
6
0,2
Tinea Kruris
233
45,8
341
36,7
240
42,7
212
37,1
1026
39,9
Pitiriasis Versikolor
69
13,6
169
18,2
83
14,8
181
31,7
502
19,5
Tinea Nigra
0
0
1
0.1
0
0
0
0
1
0,03
White Piedra
0
0
0
0
1
0,2
0
0
1
0,03
Black Piedra
0
0
0
0
1
0,2
0
0
1
0,03
Total
509
100
930
100
562
100
571
100
2572
100
[image:37.595.112.517.168.403.2]Grafik 5.1. J umlah Kasus Rawat J alan Penderita Penyakit Kulit Akibat
Infeksi J amur Superfisial dan Distribusinya Berdasar kan J enis Penyakit
Kelompok Der matofitosis di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
RSUP Haji Adam Malik Medan Periode J anuar i 2009 – Desember 2012
[image:38.595.132.491.118.413.2]Grafik 5.2. J umlah Kasus Rawat J alan Penderita Penyakit Kulit Akibat
Infeksi J amur Superfisial dan Distribusinya Berdasar kan J enis Penyakit
Kelompok Nonder matofitosis di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan
Kelamin RSUP Haji Adam Malik Medan Periode J anuar i 2009 – Desember
2012
[image:39.595.135.486.118.421.2]Tabel 5.4. J umlah Kasus Rawat J alan Penderita Penyakit Kulit Akibat
Infeksi J amur Superfisial dan Distribusinya Berdasar kan J enis Penyakit dan
J enis Kelamin di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP Haji
Adam Malik Medan Periode J anuar i 2009 – Desember 2012
Penyakit
2009-2012
Total
Pr ia
Wanita
N
%
N
%
N
%
Tinea Kapitis dan
Tinea Barbae
68
2,6
43
1,7
111
4,3
Tinea Unguium
32
1,2
70
2,7
102
4,0
Tinea Manuum
19
0,7
28
1,1
47
1,8
Tinea Pedis
80
3,1
123
4,8
203
7,9
Tinea Korporis
262
10,2
310
12,1
572
22,2
Tinea Imbrikata
3
0,1
3
0,1
6
0,2
Tinea Kruris
453
17,6
573
22,3
1026
39,9
Pitiriasis Versikolor
304
11,8
198
7,7
502
19,5
Tinea Nigra
1
0,03
0
0
1
0,03
White Piedra
0
0
1
0,03
1
0,03
Black Piedra
1
0,03
0
0
1
0,03
Total
1223
47,6
1349
52,4
2572
100
[image:40.595.113.516.173.419.2]Tabel 5.5. J umlah Kasus Rawat J alan Penderita Penyakit Kulit Akibat
Infeksi J amur Superfisial dan Distribusinya Berdasar kan J enis Penyakit dan
Kelompok Usia di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP
Haji Adam Malik Medan Periode J anuar i 2009 – Desember 2012.
Penyakit
2009-2012
Total
Balita
Anak-Anak
Remaja
Dewasa
Lansia
N
%
N
%
N
%
N
%
N
%
N
%
Tinea Kapitis
dan Tinea Barbae
7
0,3
15
0,6
34
1,3
35
1,4
20
0,8
111
4,3
Tinea Unguium
2
0,1
0
0
13
0,5
48
1,9
39
1,5
102
4,0
Tinea Manuum
4
0,2
4
0,2
3
0,1
15
0,6
21
0,8
47
1,8
Tinea Pedis
3
0,1
6
0,2
11
0,4
94
3,7
89
3,5
203
7,9
Tinea Korporis
13
0,5
26
1,0
79
3,1
226
8,8
228
8,9
572
22,2
Tinea Imbrikata
0
0
0
0,0
1
0,0
1
0,0
4
0,2
6
0,2
Tinea Kruris
5
0,2
33
1,3
105
4,1
465
18,1
418
16,3
1026
39,9
Pitiriasis Versikolor
8
0,3
41
1,6
130
5,1
202
7,9
121
4,7
502
19,5
Tinea Nigra
0
0
0
0
1
0,03
0
0
0
0
1
0,03
White Piedra
0
0
0
0
1
0,03
0
0
0
0
1
0,03
Black Piedra
0
0
0
0
0
0
1
0,03
0
0
1
0,03
Total
42
1,6
125
4,9
378
14,7
1087
42,3
940
36,5
2572
100
[image:41.595.110.515.175.446.2]Tabel 5.6. Tabel Distribusi Kotamadya/Kabupaten Asal Penderita Penyakit
Kulit Akibat Infeksi J amur Super fisial Kasus Rawat J alan di Departemen
Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP Haji Adam Malik Medan Periode
J anuar i 2009 – Desember 2012
Kota/ Kabupaten
Banyak Kasus
Persentase (% )
Medan
1932
75.1
Pekan Baru
8
0.3
Aceh Tengah
3
0.1
Dairi
7
0.3
Tapanuli Utara
12
0.5
Aceh Timur
7
0.3
Tapanuli Selatan
4
0.2
Toba Samosir
6
0.2
Aceh Besar
2
0.1
Humbang Hasundut
7
0.3
Labuhan Batu
6
0.2
Deli Serdang
266
10.3
Binjai
17
0.7
Asahan
4
0.2
Batu Bara
4
0.2
Aceh Utara
6
0.2
Serdang Bedagai
3
0.1
Bireuen
2
0.1
Gayo Lues
1
0.0
Aceh Tenggara
15
0.6
Bener Meriah
1
0.0
Sibolga
1
0.0
Karo
24
0.9
Pematang Siantar
7
0.3
Tanjung Balai
1
0.0
Pidie
1
0.0
Langsa
1
0.0
Tapanuli Tengah
3
0.1
Aceh Barat
1
0.0
Aceh Selatan
3
0.1
Aceh Barat Daya
1
0.0
Banda Aceh
1
0.0
Langkat
33
1.3
Aceh Singkil
4
0.2
Mandailing Natal
6
0.2
Padang Lawas Utara
146
5.7
[image:42.595.116.462.166.694.2]Simalungun
14
0.5
Total
2572
100.0
Distribusi kotamadya/kabupaten asal penderita menunjukkan bahwa Kota
Medan mendominasi sebanyak 1932 kasus (75,1%), disusul oleh Kabupaten Deli
Serdang sebanyak 266 kasus (10,3%), selanjutnya Kabupaten Padang Lawas
Utara sebanyak 146 kasus (5,7%).
[image:43.595.132.508.266.564.2]Tabel 5.7 J umlah Kasus Rawat J alan Penderita Penyakit Kulit Akibat
Infeksi J amur Superfisial dan Distribusinya Berdasar kan J enis Penyakit dan
Daerah Asal Penderita di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
RSUP Haji Adam Malik Medan Periode J anuar i 2009 – Desember 2012
Penyakit
2009-2012
Medan
Deli Ser dang
Padang Lawas
Utar a
N
%
N
%
N
%
Tinea Kapitis dan
Tinea Barbae
83
4,3
4
1,5
10
6,8
Tinea Unguium
78
4,0
9
3,4
1
0,7
Tinea Manuum
39
2,0
5
1,9
2
1,4
Tinea Pedis
159
8,2
26
9,8
8
5,5
Tinea Korporis
405
21,0
65
24,4
37
25,3
Tinea Imbrikata
5
0,3
0
0
1
0,7
Tinea Kruris
776
40,2
103
38,7
76
52,1
Pitiriasis Versikolor
386
20
53
19,9
11
7,5
Tinea Nigra
1
0,1
0
0
0
0
White Piedra
0
0
0
0
0
0
Black Piedra
0
0
1
0,4
0
0
Total
1932
100
266
100
146
100
[image:44.595.118.516.175.493.2]5.4.
Pembahasan
5.4.1.
Kasus Rawat J alan Penderita Penyakit Kulit Akibat Infeksi J amu r
Superfisial Dan Distribusinya Berdasar kan J enis Kelamin
Distribusi berdasarkan karakteristik jenis kelamin selama periode Januari
2009 – Desember 2012 menunjukkan bahwa penyakit kulit akibat infeksi jamur
superfisial paling banyak diderita jenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 1349
kasus (52,4%) sedangkan laki-laki hanya sebanyak 1223 kasus (47,6%).
Penjabaran pertahunnya menunjukkan bahwa pada tahun 2009 kasus rawat
jalan penderita penyakit kulit akibat infeksi jamur superfisial paling banyak
diderita jenis kelamin perempuan sebanyak 55,2% sedangkan laki-laki hanya
sebanyak 44,8%, pada tahun 2010 kasus rawat jalan penderita penyakit kulit
akibat infeksi jamur superfisial paling banyak diderita jenis kelamin perempuan
sebanyak 50,8% sedangkan laki-laki sebanyak 49,2%, kasus rawat jalan penderita
penyakit kulit akibat infeksi jamur superfisial pada tahun 2011 paling banyak
diderita jenis kelamin perempuan sebanyak 53,4% sedangkan laki-laki hanya
sebanyak 46,6%, kasus rawat jalan penderita penyakit kulit akibat infeksi jamur
superfisial pada tahun 2012 paling banyak diderita jenis kelamin perempuan
sebanyak 51,8% sedangkan laki-laki hanya sebanyak 48,1%. Jenis kelamin
perempuan mendominasi setiap tahunnya.
Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Hidayati et al (2009) di
Divisi Mikologi Unit Rawat Jalan Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Dr.
Soetomo Surabaya Tahun 2003-2005 yang menunjukkan kasus baru mikosis
superfisialis secara umum lebih banyak jumlah penderita perempuan daripada
penderita laki-laki.
rumah yang tinggi (Gopichand, Babulal, dan Madhukar, 2013). Hal itu didukung
pula oleh penelitian K et al (2012) yang memperlihatkan laki-laki mendominasi
distribusi jenis kelamin penderita infeksi jamur superfisial dengan kasus sebanyak
257 kasus (68,16%) sedangkan perempuan hanya sebanyak 120 kasus (31,83%).
Hasil penelitian lain oleh Nawal et al (2012) juga memperlihatkan bahwa kasus
terjadinya penyakit mikosis superfisialis berdasarkan distribusi jenis kelamin
didominasi pasien dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 138 kasus (64,4%)
sedangkan jenis kelamin perempuan sebanyak 77 kasus (35,8%).
Peneliti berasumsi bahwa perbedaan ini bisa disebabkan oleh kepedulian
yang lebih besar pada perempuan terhadap kesehatan kulitnya sehingga
perempuan lebih banyak mencari pelayanan kesehatan saat terjadi permasalahan
pada kesehatan kulitnya dibandingkan dengan laki-laki walaupun laki-laki secara
umum lebih beresiko karena memiliki aktifitas fisik yang lebih besar di luar
rumah..
5.4.2.
Kasus Rawat J alan Penderita Penyakit Kulit Akibat Infeksi J amu r
Superfisial Dan Distribusinya Berdasar kan Usia
Distribusi berdasarkan umur penderita selama periode Januari 2009 –
Desember 2012 menunjukkan bahwa penyakit kulit akibat infeksi jamur
superfisial paling banyak diderita kategori Dewasa yaitu sebanyak 1087 kasus
(42,3%) yang diikuti kategori Lanjut Usia sebanyak 940 kasus (36,5%).
banyak pada kelompok dewasa sebanyak 226 kasus (39,6%) yang diikuti
kelompok lanjut usia sebanyak 221 kasus (38,7%). Kelompok dewasa
mendominasi setiap tahunnya.
Hasil yang serupa juga ditemukan di Divisi Mikologi Unit Rawat Jalan
Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya Tahun 2003-2005 yang
mana distribusi kelompok umur terbanyak adalah kelompok umur 25-44 tahun
yang merupakan kelompok usia produktif yang aktif bekerja sehingga memiliki
faktor resiko seperti banyak berkeringat dan lingkungan pekerjaan yang lembab.
(Hidayati et al, 2009).
Hasil penelitian Gopichand, Babulal, dan Madhukar (2013) menunjukkan
bahwa dari 188 kasus yang ditemukan tentang mikosis superfisial memperlihatkan
bahwa 136 kasus (72,34%) mikosis superfisial diderita masyarakat dengan usia di
atas 20 tahun yang mana 60 kasus diantaranya ditemukan pada rentang usia
sekitar 30 tahun dan 34 kasus lainnya pada rentang usia sekitar 20 tahun. Hal
sejalan diperlihatkan dalam hasil penelitian Nawal et al (2012) yang menunjukkan
bahwa sebanyak 143 kasus (66,5%) terjadi pada kelompok usia dewasa (19-59
tahun) yang selanjutnya diikuti oleh kelompok usia lanjut usia (>60 tahun) dengan
jumlah kasus sebanyak 17 kasus (7,9%). Hasil penelitian K et al (2012) juga
menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda, kelompok usia dewasa (19-59 tahun)
menjadi kelompok usia yang dominan terkena mikosis superficial yaitu sebanyak
287 kasus (76,12%).
5.4.3.
Kasus Rawat J alan Penderita Penyakit Kulit Akibat Infeksi J amu r
Superfisial Dan Distribusinya Berdasar kan J enis Penyakit Dan J enis
Kelamin
Distribusi berdasarkan jenis penyakit penderita didapatkan pola sebagai
berikut: Tinea Kruris 1026 kasus (39,9%), Tinea Korporis 572 kasus (22,2%),
Pitiriasis Versikolor 502 kasus (19,5%), Tinea Pedis 203 kasus (7,9%), Tinea
Kapitis dan Tinea Barbae 111 kasus (4,3%), Tinea Unguium 102 kasus (4,0%),
Tinea Manuum 47 kasus (1,8%), Tinea Imbrikata 6 kasus (0,2%), White Piedra 1
kasus (0,03%), Black Piedra 1 kasus (0,03%), Tinea Nigra 1 kasus (0,03%).
Distribusi penyakit berdasarkan jenis kelamin didapatkan pola sebagai
berikut: pada laki-laki secara berurutan Tinea Kruris 453 kasus (17,6%), Pitiriasis
Versikolor 304 kasus (11,8%), Tinea Korporis 262 kasus (10,2%), Tinea Pedis 80
kasus (3,1%), Tinea Kapitis dan Tinea Barbae 68 kasus (2,6%), Tinea Unguium
32 kasus (1,2%), Tinea Manuum 19 kasus (0,7%), Tinea Imbrikata 3 kasus
(0,1%), Black Piedra 1 kasus (0,03%), Tinea Nigra 1 kasus (0,03%). Sedangkan
pada perempuan secara berurutan Tinea Kruris 573 kasus (22,3%), Tinea Korporis
310 kasus (12,1%), Pitiriasis Versikolor 198 kasus (7,7%), Tinea Pedis 123 kasus
(4,8%), Tinea Unguium 70 kasus (2,7%), Tinea Kapitis dan Tinea Barbae 43
kasus (1,7%), Tinea Manuum 28 kasus (1,1%), Tinea Imbrikata 3 kasus (0,1%),
White Piedra 1 kasus (0,03%)
Hampir semua jenis penyakit cenderung menyerang perempuan. Hanya
Tinea Korporis serta Tinea Kapitis dan Tinea Barbae yang lebih banyak diderita
penderita dengan jenis kelamin laki-laki. White Piedra,
Black Piedra, dan Tinea
Nigra tidak bisa memberikan gambaran yang bermakna karena masing-masing
hanya terjadi 1 kasus dalam 4 tahun terakhir.
Versikolor (62,5%) mendominasi penyakit yang diderita oleh laki-laki sedangkan
Tinea Pedis memiliki jumlah penderita yang sama antara laki-laki dan perempuan.
Menurut Merlin (1999) dalam Havlickova, Czaika, dan Friedrich (2008),
penelitian terhadap para siswa yang sudah dikonfirmasi menderita Tinea Pedis
menunjukkan bahwa proporsi laki-laki lebih besar daripada perempuan.
Hasil penelitian K et al (2012), menunjukkan bahwa Tinea Korporis lebih
banyak dialami laki-laki yaitu sebanyak 139 kasus (69,8%), Pitiriasis Versikolor
terdapat 33 kasus pada laki-laki dan 14 kasus pada perempuan sedangkan Tinea
Kruris terdapat 59 kasus pada laki-laki dan 16 kasus pada perempuan. Hal
berbeda didapatkan pada hasil penelitian Lubis (2011) yang menunjukkan bahwa
Tinea Pedis lebih dominan dialami perempuan sebanyak 10 orang (83,3%)
berbanding 2 orang (16,7%) pada laki-laki, Tinea Kruris dialami oleh perempuan
sebanyak 7 orang (77,8%) berbanding 2 orang (22,2%) pada laki-laki.
5.4.4.
Kasus Rawat J alan Penderita Penyakit Kulit Akibat Infeksi J amu r
Superfisial Dan Distribusinya Berdasar kan J enis Penyakit Dan
Kelompok Usia
Distribusi penyakit terbanyak berdasarkan kelompok usia didapatkan pola
sebagai berikut: pada kategori Bayi didominasi oleh Tinea Korporis sebanyak 13
kasus (0,5%), pada kategori Anak-anak didominasi oleh Pitiriasis Versikolor
sebanyak 41 kasus (1,6%), pada kategori Remaja didominasi oleh Pitiriasis
Versikolor sebanyak 130 kasus (5,1%), pada kategori Dewasa didominasi oleh
Tinea Kruris sebanyak 465 kasus (18,1%), dan kategori Lanjut Usia didominasi
oleh Tinea Kruris sebanyak 418 kasus (16,3%).
Penelitian K et al (2012) juga menunjukkan bahwa Tinea Kapitis cenderung
menyerang anak-anak usia sekolah (6-11 tahun).
Venugopal dan Venugopal (1992) di dalam Gopichand, Babulal, dan
Madhukar (2013) menyatakan bahwa tinea kapitis dan tinea korporis lebih
cenderung terjadi pada anak-anak sedangkan tinea unguium, tinea pedis dan
pitiriasis versikolor lebih umum terjadi pada orang dewasa. Hal tidak jauh berbeda
diungkapkan Gautam, Dekate, dan Padhye (2011), pitiriasis versikolor pada
umumnya terjadi pada orang dewasa yang terjadi di sekitar tubuh. Ellabib,
Khalifa, dan Kavanagh (2002) dalam Havlickova, Czaika, dan Friedrich (2008)
juga mengungkapkan bahwa 85% penderita dari tinea korporis yang diteliti
merupakan anak-anak yang berusia di bawah 15 tahun.
Macura (1993) dalam Havlickova, Czaika, dan Friedrich (2008)
menyatakan bahwa tinea kruris biasanya ditemukan pada laki-laki yang berusia
muda yang hidup di daerah beriklim hangat.
5.4.5.
Distribusi Kotamadya/Kabupaten Asal Penderita Penyakit Kulit
Akibat Infeksi J amur Super fisial Kasus Rawat J alan
Distribusi kotamadya/kabupaten asal penderita menunjukkan bahwa Kota
Medan mendominasi sebanyak 1932 kasus (75,1%), disusul oleh Kabupaten Deli
Serdang sebanyak 266 kasus (10,3%), selanjutnya Kabupaten Padang Lawas
Utara sebanyak 146 kasus (5,7%).
yaitu berkisar 17% -20% sehingga menimbulkan asumsi bahwa masyarakat
dengan tingkat sosial ekonomi tertentu dapat meningkatkan terjadinya penyakit
jamur.
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1.
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan mengenai pola penyakit kulit akibat
infeksi jamur superfisial pada pasien rawat jalan Departemen Kulit dan Kelamin
di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan dari Januari
2009-Desember 2012, didapati:
1.
Proporsi penderita berdasarkan demografi adalah:
a.
Kelompok usia terbanyak adalah kategori Dewasa (18-45 tahun) sebanyak
1087 kasus (42,3%). Selanjutnya kategori Lanjut Usia (di atas 45 tahun)
sebanyak 940 kasus (36,5%).
b.
Perempuan lebih banyak menderita penyakit yaitu sebanyak 1349 kasus
(52,4%) dibanding dengan laki-laki yang hanya sebanyak 1223 kasus
(47,6%).
2.
Perkembangan penyakit selama 4 tahun terakhir adalah:
a.
Tahun 2010 merupakan tahun dengan jumlah kasus terbanyak pada jenis
penyakit kelompok dermatofitosis kecuali Tinea Imbrikata yang tidak
ditemukan pada tahun itu. Kemudian penurunan jumlah kasus terjadi pada
tahun 2011 dan 2012 kecuali Tinea Manuum yang meningkat kembali pada
tahun 2012 serta Tinea Imbrikata yang mencapai puncaknya pada tahun
2011 lalu menurun kembali pada tahun 2012.
3.
Tinea Kruris merupakan jenis penyakit yang memiliki jumlah kasus terbanyak
berdasarkan jenis kelamin laki-laki maupun perempuan. Pada laki-laki
berjumlah 453 kasus (17,6%) dan pada perempuan berjumlah 573 kasus
(22,3%).
4.
Jenis penyakit kulit akibat infeksi jamur superfisial yang memiliki jumlah kasus
terbanyak berdasarkan kelompok usia adalah:
a.
Kategori Bayi didominasi oleh Tinea Korporis sebanyak 13 kasus (0,5%).
b.
Kategori Anak-anak didominasi oleh Pitiriasis Versikolor sebanyak 41 kasus
(1,6%).
c.
Kategori Remaja didominasi oleh Pitiriasis Versikolor sebanyak 130 kasus
(5,1%).
d.
Kategori Dewasa didominasi oleh Tinea Kruris sebanyak 465 kasus
(18,1%).
e.
Kategori Lanjut Usia didominasi oleh Tinea Kruris sebanyak 418 kasus
(16,3%).
5.
Kotamadya/kabupaten asal didominasi oleh Kota Medan yaitu sebanyak 1932
kasus (75,1%).
6.2.
Sar an
Saran yang ingin peneliti sampaikan sehubungan dengan penelitian ini adalah:
1.
Masyarakat yang berusia dalam kategori dewasa (18-45 tahun) diharapkan
lebih menjaga kebersihan dirinya dan peduli pada kesehatan kulitnya karena
kelompok usia tersebut terbukti merupakan rentang usia yang paling banyak
menderita penyakit kulit akibat infeksi jamur superfisial.
3.
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu rujukan untuk penelitian
yang berkaitan.
4.
RSUP Haji Adam Malik Medan diharapkan dapat terus meningkatkan
pelayanan kesehatan karena rumah sakit ini merupakan rumah sakit rujukan
yang saat ini terbukti bahwa 640 kasus (24,9%) penyakit kulit akibat infeksi
jamur superfisial berasal dari penderita luar kota Medan.
Daftar Pustaka
Bagian SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, 2008. Atlas Penyakit Kulit &
Kelamin. Surabaya: Airlangga University Press, pp: 65
Bogle, M.A., Larocco,M., 2007. Fungal Disease. Dalam: Ali, A. Dermatology: A
Pictorial Review. International Edition. China: McGraw-Hill, p:33
Budimulja, U., 2010. Mikosis. Dalam: Djuanda, A. (eds). Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. Edisi keenam. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
pp:89 dan 92
Das,K.,Basak,S.,Ray,S. (2009) A Study on Superfisial Fungal Infection from
West Bengal: A Brief Report. J Life Sci, 1 (1): 51-55
Gautam, A., Dekate, S., & Padhye, S. (2011) Identification & Characterization of
Fungi Causing Superfisial Mycoses. Int. J. of Pharm. & Life Sci. (IJPLS),
Vol. 2, Issue 5: May: 2011, 782-786 782
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009. Profil Kesehatan Indonesia
2008. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Gopichand, W. R., Babulal, J. U., Madhukar, S. R. (2013) Mycological Profile of
Superfisial Mycoses in North Maharashtra, India.
International Journal of
Health Sciences & Research. Vol.3; Issue: 10; October 2013
Hapcioglu, B., Yegenoglu, Y., Kaymakcalan, H. (2006) Epidemiology of
Superficial Mycosis (Tinea Pedis, Onychomycosis) in Elementary School
Children in Istanbul, Turkey. Collegium Antropologicum, 30 (1), 119
Havlickova, B., Czaika, V. A., Friedrich, M. (2008) Epidemiological Trends in
Skin Mycoses Worldwide. Correspondence: Blanka Havlickova, Intendis
GmbH, Max-Dohrn Straße 10, Berlin, Germany. Accepted for publication 8
July 2008
Soetomo Surabaya Tahun 2003-2005. Berkala Ilmu Kesehatan Kulit &
Kelamin Vol 21.
Jain,S., 2012. Dermatology: Illustrated Study Guide and Comprehensive Board
Review. 2012 edition. USA: Springer, pp:12-13
K, B. H., J, M. D., K, S. N. & S, S. H. (2012) A Study of Superficial Mycoses
with Clinical Mycological Profile in Tertiary Care Hospital in Ahmedabad,
Gujarat.Natl J Med Res, 2 (2), 160-164.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2011. Profil Kesehatan Indonesia
2010. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
Lubis, Aswin S. 2011. Keterpaparan Pemulung Sampah Dapat Menimbulkan
Penyakit Kulit Akibat Kerja Di TPA Terjun Medan. Tesis. USU.
Mulyani, E., 2011. Hubungan Tingkat Pendidikan dan Pengetahuan dengan
Kejadian Penyakit Dermatomikosis di Poli Kulit dan Kelamin RSUD Kajen
Kabupaten Pekalongan. Skripsi Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan,
Universitas Muhammadiyah,Semarang
Nairn, R., 2007. Imunologi.
Dalam: Brooks, G.F., Butel, J.S., and Morse, S.A.
Mikrobiologi Kedokteran Jawetz, Melnick, &Adelberg
(diterjemahkan oleh
Hartanto, H. et al). Ed. 23. Jakarta: EGC, p:123
Nawal, P., Patel, S., Patel, M., Soni, S., Khandelwal, N. (2012). A Study of
Superfisial Mycoses in Tertiary Care Hospital. NJIRM; 3(1), 90-93
Panjaitan, M. 2008. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Tinea
Imbrikata di Beberapa Desa di Kecamatan Sokan Kabupaten Melawi
Provinsi Kalimantan Barat. Tesis S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, UGM,
Yogyakarta.
Patel, S., Meixner, J.A., Smith, M.B., McGinnis, M.R., 2006. Superfisial Mycoses
and Dermatophytes.
In: Tyring, S.K., Lupi, O., Hengge, U.R., 2006.
Tropical Dermatology. 1
sted. China: Churchill Livingstone, p:185
Putra, I.B., 2008. Onikomikosis. Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
FK USU RSUP H. Adam Malik Medan.
Rusetianti, N., 2004. Perbandingan Efektifitas Krim Ekstrak Bawang Putih 1%
dan Krim Mikonazol 2 pada Pengobatan Tinea Kruris.
Tesis
S2 Ilmu
Kedokteran Klinik (Ilmu Kesehatan Kulit Kelamin),UGM, Yogyakarta.
Samuel, T. O., Adekunle, A. A. & Ogundipe, O.T. (2013) Prevalence of
Dermatomycoses in Tertiary Health Institutions in Lagos State, Nigeria.
Journal of Public Health and Epidemiology, 5 (2), pp: 101-109
Suyoso, S., 2001. Tinea Nigra Palmaris.
Dalam: Budimulja, U. (eds).
Dermatomikosis superfisialis: pedoman untuk dokter dan mahasiswa
kedokteran. Jakarta: FKUI, p: 87
Verma,S., Heffernan, M.P., 2008. Superfisial Fungal Infection: Dermatophytosis,
Onychomycosis, Tinea Nigra, Piedra. Dalam: Wolff, K. (eds). Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine. Vol.II. Ed.7. United States:
Mcgraw-Hill, 1807-1821
Wasitaatmadja, S. M., 2010. Anatomi Kulit-Faal Kulit. Dal