• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Penerapan Perubahan Temperature, Tekanan, Dan Kecepatan Pada Mesin Pengolahan Green Tea Berdasarkan Hasil Response Surface Methodology

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Penerapan Perubahan Temperature, Tekanan, Dan Kecepatan Pada Mesin Pengolahan Green Tea Berdasarkan Hasil Response Surface Methodology"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Cochran,W.G dan Cox, G.M. 1962. Experimental Design. New Yotk: John Wiley & Sons

Dorothea, Ariani, 2004, Pengendalian Kualitas Statistik, Yogyakarta: CV Andi Offset

G. E. P. Box. 1987. Empirical Model-Building and Response Surface. New York: John Wiley&Sons

Ginting, Rosnani. 2007. Sistem Produksi. Yogyakarta: Graha Ilmu

Sinulingga, Sukaria. 2009. Pengantar Teknik Industri. Yogyakarta: Graha Ilmu 2014. Rekayasa produktivitas. Medan: USU Press

(2)

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1. Kualitas

Pengendalian kualitas merupakan suatu sistem verifikasi dan penjagaan/perawatan dari suatu tingkat/derajat kualitas produk atau proses yang dikehendaki dengan perencanaan yang seksama, pemakaian peralatan yang sesuai, inspeksi yang terus-menerus serta tindakan korektif bilamana diperlukan. Jadi pengendalian kualitas tidak hanya kegiatan inspeksi ataupun menentukan apakah produk itu diterima (accepted) atau ditolak (rejected). Pengendalian kualitas dilakukan mulai dari proses input, transformasi dan output dari suatu kegiatan baik itu perusahaan, pabrik ataupun industri jasa lainnya.

Pangsa pasar dan tingkat profitabilitas adalah dua determinan pokok dari keberhasilan setiap perusahaan dalam menjalankan misinya di dunia bisnis.Perusahaan yang mampu memelihara pangsa pasar dan profitabilitas yang tinggi merupakan kekuatan perusahaan tersebut dalam membangun daya saing.Faktor-faktor yang sangat menentukan daya saing ialah waktu ancang-ancang, unit biaya dan mutu produk.Oleh karena itu, upaya perbaikan mutu telah mendapat perhatian semakin serius. Salah satu pendekatan yang efektif dalam perbaikan mutu produk adalah pembangunan mutu ke dalam proses dan produk secara tepat

(3)

Istilahkualitasmemang tidak terlepas dari manajemen kualitas yang mempelajari setiap era dari manajemen operasi dari perencanaan lini produk dan fasilitas, sampai penjadwalan dan memonitor hasil.Kualitas merupakan bagian dari semua fungsi usaha yang lain (pemasaran, sumber daya manusia, keuangan dan lain-lain). Selain itu, kualitas memerlukan suatu proses perbaikan yang terus menerus, yang dapat diukur, baik secara individual, organisasi, korporasi dan tujuan kinerja nasional. Dukungan manajemen, karyawan dan pemerintah untuk perbaikan kualitas adalah penting bagi kemampuan berkompetisi secara efektif di pasar global.Perbaikan kualitas lebih dari suatu strategi usaha, melainkan merupakan sumber penting kebanggaan nasional.

3.2. Response Surface Methodology (RSM)

Response surface methodology adalah suatu metodologi yang terdiri dari suatu grup teknik statistik untuk membangun model empiris dan eksploitasi model.

Suatu eksperimen yang melibatkan k buah faktor antara lain : x1, x2,…xk, dimana k buah faktor disebut sebagai variabel bebas, predictor ataupun variabel tak bebas ataupun variabel respon. Semua variabel ini dapat diukur dan diketahui bahwa y adalah merupakan respon dari x1, x2,…xk, maka dikatakan bahwa Y adalah fungsi dari x1, x2,…xk, dan secara umum ditulis dalam bentuk Y = f(x1, x2,…xk). Fungsi tersebut dikatakan sebagai response surface.

(4)

1. Menunjukkan bagaimana variabel respon y dipengaruhi oleh variabel bebas x di wilayah yang secara tertentu diperhatikan.

2. Menentukan pengaturan variabel bebas yang paling tepat dimana akan memberikan hasil yang memenuhi spesifikasi dari respon yang berupa hasil, kekotoran, warna, tekstur, dan lain sebagainya.

3. Mengeksplorasi ruang dari variabel bebas x untuk mendapatkan hasil maksimum.

Untuk melaksanakan response surface methodology (RSM) ada tahap-tahap perencanaan yang dilakukan, dimana definisi perencanaan adalah proses, cara atau kegiatan merencanakan, menyusun dan menguraikan langkah-langkah pelaksanaan suatu kegiatan.

Adapun tahap-tahap perencanaan untuk memulai pelaksanaan response surface methodology (RSM) antara lain:

1. Menentukan model persamaan orde pertama, diamana suatu desain eksperimen dilakukan untuk pengumpulan data dan arah penelitian selanjutnya ditentukan dengan metode steepest descent.

2. Setelah arah penelitian selanjutnya telah diperoleh, kemudian ditentukan level faktor untuk pengumpulan selanjutnya.

3. Menentukan model persamaan orde kedua. Penentuan model dilakukan dengan melakukan desain eksperimen dengan level yang telah ditetapkan setelah metode steepest descent dilakukan.

(5)

Salah satu pertimbangan yang muncul dalam RSM adalah bagaimana menentukan faktor dan level yang dapat cocok dengan model yang akan dikembangkan jika faktor atau level yang dipilih dalam suatu eksperimen tidak tepat maka kemungkinan terjadinya ketidakcocokan model akan sangat besar jika itu terjadi maka penelitian yang dilakukan bersifat bias.

Response surface methodology (RSM) erat kaitannya dengan desain eksperimen karena dalam pelaksanaannya data yang dikumpulkan adalah melalui desain eksperimen. Beberapa alasan mengapa desain eksperimen sangat diperlukan, antara lain

1. Variabel input yang penting yang mempengaruhi respon sering merupakan salah satu variabel yang tidak akan diubah.

2. Hubungan antara variabel respon dan berbagai variabel input mungkin dipengaruhi oleh variabel yang tidak tercatat dimana variabel tersebut mempengaruhi respon dan variabel input. Hal tersebut dapat membangun suatu korelasi yang salah.

3. Data operasi masa lalu sering mengandung celah dan mengandung informasi tambahan yang penting.

3.3. Model Orde Pertama

Model orde pertama adalah persamaan polinomial yang memiliki pangkat satu atau berbentuk linier. Tahap awal dari RSM adalah menentukan model orde pertama, persamaan modelnya adalah:

(6)

Dimana : Y = Respon x1 = predictor

b1 = koefisien predictor

Tujuan dari pembuatan model orde pertama adalah sebagai pendekatan untuk mencari daerah optimal yang akan digunakan dalam eksperimen. Untuk membangun model pertama, terlebih dahulu dilakukan pengumpulan data dengan desain eksperimen.

Adapun langkah-langkah yang diperlukan untuk menentukan model orde pertama antara lain:

1. Menentukan terlebih dahulu desain eksperimen yang akan digunakan untuk kemudian dilakukan percobaan.

2. Model desain eksperimen dan hasil percobaan kemudian dihitung dengan melakukan pendekatan matriks agar diperoleh koefisien model orde pertama.

Desain yang digunakan sebagai desain model orde pertama adalah desain 2k hal ini didasarkan jika level faktor akan bergerak sangat lambat dalam pergerakan steepest descent. Interval yang terlalu kecil diantara level dapat membuat peneliti untuk menyimpulkan bahwa faktor yang dipilih tidak penting dan mengabaikannya dalam pertimbangan.

Desain dikatakan sebagai desain orde pertama karena memberikan kecocokan yang efisien dan pengecekan terhadap model orde pertama dari titik optimum.

(7)

Metode steepest descent pertama sekali diusulkan oleh Box dan Wilson pada tahun 1951 dan telah dikembangkan lebih lanjut oleh Box dan lainnya. Metode steepest descent adalah suatu prosedur pergerakan fungsi pada titik yang diberikan yaitu x dengan arah kemiringan negatif yang akan memberikan nilai maksimum lokal dari fungsi yang diminimasi. Setiap faktor yang dilibatkan pada penelitian awal, ketika penelitian berakhir, penafsiran polynomial terhadap fungsi respon permukaan disesuaikan terhadap hasil dan digunakan untuk memaksimalkan suatu fungsi maka dinamakan metode steepest ascent.Sedangkan apabila digunakan untuk meminimumkan suatu fungsi maka disebut steepest descent.

Sebagaimana dalam pendekatan satu faktor, nilai maksimum ditemukan melalui berbagai seri eksperimen dan hasil yang diperoleh adalah melalui percobaan terdahulu, ketika suatu percobaan telah selesai, wilayah dari percobaan yang terdahuku, ketika suatu percobaan telah selesai, wilayah dari percobaan berikutnya diubah ke level yang lain. Level selanjutnya yang dipilih adalah level yang memberikan respon yang memberikan hasil minimum.

Jika suatu titik pusat pada percobaan pertama ditetapkan pada titik awal (0,0,…,0). Masalah terletak pada pergerakan selanjutnya dari titik asal dengan koordinat (x’1,x’2,…,x’k), sehingga respon f(x’1,x’2,…x’k) akan menjadi minimum.

Dalam kalkulus minimasi nilai x’1 melalui persamaan berikut: xi = � ��

��� , dalam hal ini ��

(8)

pergerakan titik level suatu percobaan pada metode steepest descent adalah sebagai berikut:

f(x) = b0x0 + = b1x1 + = b2x2 + = b3x3

Dari persamaan linear diatas diperoleh nilai bi melalui turunan parsial sebagai berikut b1 = b1; b2 = b2; b3 = b3, dimana persamaan linear diperoleh dari desain eksperimen. Faktor dan level dalam desain eksperimen dapat dilihat pada tabel 3.1.

Tabel 3.1 Faktor dan Level dalam Desain Eksperimen

Faktor X1 Faktor 1 (A) X1 Faktor 2(B) X1 Faktor 3 (C)

Level -1 A

-1

-1 B-1 -1 C-1

+1 A+1 +1 B+1 +1 C+1

Perhitungan pergerakan steepest descent untuk persamaan fungsi diatas adalah sebagai berikut:

Tabel 3.2. Perhitungan Pergerakan Steepest Descent

Keterangan X1 X2 X3

(1) Perubahan relatif pada unit

desain (b) b1 b2 b3

(2) unit origin (1 unit desain) (A+1- A-1)/2 (B+1- B-1)/2 (C+1- C-1)/2 (3) perubahan relatif pada

unit origin (1)1 * (2)1 (1)2 * (2)2 (1)3 * (2)3 (4) Perubahan per n pada

variabel (Δ) (3)1 * (3)1 (3)2 * (3)1 (3)3 * (3)1

Pergerakan steepest descent Hasil

percobaan

(5) Level awal (origin = 0) (A+1- A-1)/2 (B+1- B-1)/2 (C+1- C-1)/2 (6) Level pergerakan

(origin + n Δ) O1 + n Δ O2 + n Δ O3 + n Δ yn

(9)

berikutnya adalah berdasarkan hasil percobaan dengan level yang diperoleh dari pergerakan steepest descent dengan jumlah cacat paling rendah.

3.5. Model Orde Kedua

Model orde kedua adalah persamaan polinomial yang memiliki pangkat dua atau berbentuk kuadrat. Bentuk umum dari model orde kedua untuk 3 variabel adalah sebagai berikut:

Y = b0x0 + b1x1 + b2x2 + b3x3 +b11x12 + b22x22 + b33x32 + b12x1x2 + b13x1x3 + b23x2x3

Dimana: Y = Respon xi = prediktor

bi = koefisien prediktor

Tujuan dari pembuatan model orde kedua adalah untuk menentukan titik yang memberikan respon yang optimum. Alasan pembuatan model orde kedua dibangun karena percobaan pertama yang dilakukan sebelumnya bertujuan untuk mencari daerah optimal yang akan digunakan dalam eksperimen berikutnya sehingga wilayah optimum yang diperkirakan akan dieksplorasi lebih jauh dapat diperkirakan dengan model yang lebih kompleks.

Adapun langkah-langkah yang diperlukan untuk menentukan model orde kedua antara lain:

a. Melakukan eksperimen dengan Central composite Design

(10)

Untuk membangun model orde kedua, terlebih dahulu dilakukan pengumpulan data dengan desain eksperimen.Untuk menentukan koefisien regresi pada model orde kedua, tiap variabel xi harus memiliki sekurang-kurangnya 3 level berbeda. Hal ini mengindikasikan bahwa desain eksperimen faktorial 3k dapat digunakan, dimana tiga level dikodekan sebagai -1, 0 dan 1. Akan tetapi ada kerugian dari penggunaan desain faktorial 3k yaitu dengan lebih dari 3 x-variabel, percobaan menjadi sangat besar.Untuk alasan tersebut Box dan Wilson mengembangkan suatu desain yang dapat cocok dengan desain model orde kedua.Pengembangan desain eksperimen untuk membangun model orde kedua dinamakan Central Composite Design, dimana terdapat beberapa kombinasi perlakukan tambahan yang ditambahkan kedalam desain eksperimen 2k.

3.6. Central Composite Design

Central Composite Design adalah suatu rancangan percobaan dengan faktor yang terdiri dari 2 level yang diperbesar titik-titik lebih lanjut yang memberikan efek kuadratik11 . Desain ini dimulai dengan level yang sama dengan desain 2k + 2k +1, dimana k adalah jumlah faktor.

Centre points yang dimaksud pada desain ini adlah level pada titik (0,0,0) dan star points (α) ditentukan oleh rumus : α = 2k/4

(11)

Gambar 3.1.Central Composite Design

● = Titik level desain 2k

x = Titik tambahan untuk central composite design o = Center Points / Titik origin

α = Star Points

Secara umum, CCD terdiri dari beberapa titik antara lain :

1. Titik Cube, jumlah titik yaitu: 2k dan membentuk koordinat (±1, ±1, ±1) 2. Titik star, jumlah titik yaitu: 2k membentuk koordinat (±α,0,0),(0, ± α,0) dan

(0,0, ± α)

3. Titik centre, jumlah titik yaitu: ne0 + ns0 dan membentuk koordinat (0,0,0). ne0 adalah jumlah blok cube dan nso adalah jumlah blok star.

Beberapa hal yang menjadi pertimbangan dalam menentukan jumlah titik centre antara lain:

(12)

3. Memberikan deteksi yang bagus untuk uji ketidaksesuain model orde tiga 4. Memberikan rangsangan terhadap desain robust.

Setelah desain eksperimen dilakukan, data yang dikumpulkan akan digunakan untuk menaksir koefisien bo,b1,…,bi. Cara yanakan untuk menentukan koefisien prediktor sama dengan cara yang digunakan sewaktu menentukan koefisien predictor pada model orde pertama.

Untuk menentukan apakah model yang dibangun telah cocok dengan data yang telah dikumpulkan maka dilakukan uji ketidaksesuaian terhadap model orde kedua.Ketidaksesuaian menyataka deviasi respon terhadap model yang dibangun.Dalam uji ini juga mengukur besar kekeliruan eksperimen yang telah dilakukan. Uji ketidaksesuaian dapat dihitung dengan menggunakan perhitungan sebagai berikut:

Tabel 3.3.Perhitungan Uji Ketidaksesuaian untuk Model Orde Kedua

(13)

Keterangan:

df = degree of freedom (derajat kebebasan), diasosiasikan dengan bagian yang dibutuhkan dalam membangun model.

SS = sum of square (jumlah kuadrat) menyatakan jumlah kuadrat pengaruh suatu perlakuan berhubungan hasil pengamatan

MS = Mean Square (rata kuadarat), menyatakan perbandingan SS dengan df k = jumlah variabel independen ; N = jumlah perlakuan

n1 = jumlah perlakuan di titik pusat ; yiu = respon perlakuan titik pusat n2 = jumlah perlakuan titik cube & titik α ; ���= rata-rata respon dititik pusat bi = koefisien b ke I ; yu = respon perlakuan ke u iy = hasil perkalian X’Y ; v1 = df pembilang

G = jumlah hasil percobaan CCD ; v2 = dferror

Setelah uji ketidaksesuaian maka dilakukan penentuan titik optimum dari model orde kedua. Penentuan tititk optimum ataupun variabel predictor adalah sebagai berikut :

Y = b0x0 + b1x1 + b2x2 + b3x3 +b11x12 + b22x22 + b33x32 + b12x1x2 + b13x1x3 + b23x2x3

�� ��1

= �1 + 2�111+�122 +�133 = 0

�� ��2

=�2+ 2�22�2+�22�2 +�23�3 = 0

�� ��3

(14)

Persamaan diatas dapat diselesaikan dengan pendekatan matriks sehingga dapat membentuk persamaan matriks sebagai berikut:

Ada hal yang harus dilakukan ketika model yang dibangun terdapat ketidaksesuaian sebelum dilanjutkan dengan penentuan titik optimum yaitu: Pemilihan ulang faktor dalam eksperimen dimana faktor yang dipilih adalah faktor yang secara signifikan berpengaruh terhadap respon, dan dengan melakukan transformasi respon, dimana transformasi respon dapat secara serempak menyederhanakan hubungan fungsional dan memperbaiki kebutuhan yang berkenaan dengan asumsi distribusi.

Beberapa transformasi yang sering digunakan antara lain : 1. logaritma

Y’ = log Y

Digunakan apabila efek-efek bersifat multiplikatif atau apabila simpangan baku berbanding lurus dengan rata-rata.

2. Akar kuadrat

(15)

Digunakan apabila ragam berbanding lurus dengan rata-rata (misalnya jika data asli Y merupakan sampel dari populasi berdistribusi Poisson)

3. Arc sinus Y’ = arc sin √�

Jika μ = rata-rata populasi dan ragam berbanding lurus dengan μ (1- μ)

(misalnya jika data asli merupakan sampel dari populasi berdistribusi binomial).

4. Kebalikan Y’ = 1/Y

Digunakan jika simpangan baku berbanding lurus dengan rata-rata kuadrat. Berikut ini adalah penelitian terdahulu mengenai pengendalian kualitas menggunakan Response Surface Methodology dalam aplikasi pemecahan masalah yang dapat dilihat pada Tabel 3.4.

Tabel 3.4. Penelitian Terdahulu

No Jurnal/ Penulis Variabel

1. Aplikasi Response Surface Methodology Pada Optimalisasi Kondisi Proses Pengolahan Alkali Treated Cottonii (ATC)

(Sitti Nurmiah, Jurusan Ilmu Pangan Fakultas Pertanian IPB)

− Konsentrasi KOH

− Suhu

− Waktu

2. Metode Permukaan Respon Dan Aplikasinya Pada Optimasi Eksperimen Kimia

(Nuryanti, Pusat Pengembangan Energi Nuklir-Batan

− Suhu

− Tekanan

− pH

3. Optimasi Kualitas Warna Minyak Goreng dengan Metode Response Surface

− Suhu

− Waktu pengadukan

(16)

(Didik Wahyudi, Jurusan Teknik Industri Universitas Kristen Petra)

3.7. Teori Desain Eksperimen2

1. Bagaimana pengaruh minyak yang diukur.

Desain eksperimen adalah suatu rancangan (dengan tiap langkah tindakan yang betul-betul terdefinisikan) sedemikian sehingga informasi yang berhubungan dengan atau yang diperlukan untuk persoalan yang diselidiki dapat dikumpulkan. Dengan kata lain, desain sebuah eksperimen merupakan langkah-langkah lengkap yang perlu dilakukan sebelum eksperimen dilakukan agar data yang diperlukan dapat diperoleh sehingga akan membawa analisis objektif dan kesimpulan yang berlaku. Sebagai contoh misalnya untuk menentukan pengaruh minyak dan oli dalam pembakaran di mesin, maka akan timbul pertanyaan-pertanyaan berikut:

2. Karakteristik apa yang harus dianalisis.

3. Faktor-faktor mempengaruhi karakteristik yang harus dianalisis tersebut. 4. Faktor-faktor manakah yang penting untuk dianalisis.

5. Berapa kali eksperimen harus dilakukan. 6. Metode analisis mana yang harus dianalisis. 7. Berapa besar pengaruh yang dinggap penting.

8. Perlukah eksperimen kontrol dilakukan untuk dijadikan perbandingan. 9. Bagaimana eksperimen harus dilakukan.

2

(17)

Contoh diatas memperlihatkan bahwa suatu desain untuk mengerjakan eksperimen perlu dibuat selengkap mungkin dan dilakukan dengan sebaik-baiknya.

3.7.1. Tujuan Desain

Tujuan yang ingin dicapai dari desain eksperimen adalah untuk memperoleh atau mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang diperlukan dan berguna dalam melakukan penyelidikan persoalan yang akan dibahas.

Musa dan Nasoetion (1989) menyatakan bahwa perancangan yang baik harus bersifat:

a. efektif yaitu kemampuan dalam mencapai tujuan, sasaran,, dan kegunaan yang digariskan

b. terkelola yaitu berkenaan dengan kenyataan adanya berbagai keterbatasan atau kendala yang terdapat dalam pelaksanaan percobaan maupun analisis data. c. Efisien yaitu berkenaan dengan dana, sumber daya, dan waktu.

d. Dapat dipantau, dikendalikan, dan dievaluasi

3.7.2. Perlakuan dan Satuan Percobaan

Perlakuan adalah sekumpulan kondisi tertentu yang diberikan kepada setiap satuan percobaan.Perlakuan berfungsi untuk melihat pengaruh yang ditimbulkan oleh setiap kondisi dalam ruang lingkup rancangan yang dipakai.

(18)

pestisida, atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut.Pemberian pupuk yang berbeda terhadap suatu satuan percobaan berarti menciptakan kondisi tertentu sehingga pengaruh yang ditimbulkan dapat diamati.Begitu pula pemberian jenis pestisida yang berbeda dan perlakuan lainnya.

Hal lain yang erat hubungannya dengan satuan percobaan adalah satuan pengamatan. Satuan pengamatan adalah satuan terkecil dari objek yang diamati.Satuan pengamatan dalam keadaan tertentu dapat dikategorikan sebagai satuan percobaan.tetapi dalam keadaan yang lain dapat dikatakan berbeda dari satuan percobaan. Sebagai contoh, pada satu petak sawah dilakukan pengamatan untuk produksi pada setiap petakan. Dalam kasus ini satuan pengamatan sama dengan satuan percobaan. Apabila yang diamati adalah jumlah anakan per rumpun maka satuan pengamatan tidak sama dengan satuan percobaan melainkan bagian dari satuan percobaan.

3.7.3. Galat Percobaan

(19)

Pada setiap percobaan kesalahan percobaan harus diusahakan sekecil-kecilnya dengan menyediakan bahan percobaan yang seragam dan menggunakan rancangan percobaan yang tepat. Steel dan Torrie (1980) mengusulkan tiga upaya untuk mengendalikan galat, yaitu dengan rancangan percobaan, peubah konkomitan, dan penentuan ukuran percobaan.

Pengendalian galat dengan rancangan percobaan berarti merancang model analisis sedemikian rupa sehingga sumber-sumber galat dapat diidentifikasi dan disisihkan dari galat yang sebenarnya. Pengendalian galat dengan peubah konkomitan berarti memasukkan peubah lain yang disebut peubah konkomitan ke dalam analisis sehingga peran peubah ini dalam galat percobaan dapat dibebaskan. Bangun dan ukuran satuan percobaan berpengaruh terhadap ketepatan percobaan. Bentuk petak yang relatif panjang dan sempit biasanya memberikan ketepatan yang tinggi. Sedangkan untuk kelompok yang biasa adalah yang berbentuk bujur sangkar. Kriteria ini akan memberikan keragaman antarsatuan percobaan dalam kelompok minimal dan keragaman antarkelompok maksimal. Untuk mengetahui ukuran dan bangun satuan percobaan atau kelompok diperlukan suatu percobaan keseragaman, yaitu percobaan yang diselenggarakan tanpa perlakuan yang berbeda.

3.7.4. Prinsip Dasar Dalam Desain Eksperimen

(20)

Pengulangan adalah melakukan suatu perlakuan terhadap lebih dari satu unit eksperimen. Fungsi dari pengulangan adalah:

a. Memberikan taksiran kekeliruan eksperimen yang dapat dipakai untuk menentukan besar selang kepercayaan atau dapat digunakan sebagai satuan dasar pengukuran untuk penetapan taraf signifikansi dari perbedaan-perbedaan yang diamati

b. Dapat menghasilkan taksiran yang lebih akurat untuk kekeliruan eksperimen

c. Memungkinkan untuk memperoleh taksiran yang lebih baik mengenai efek rata-rata suatu faktor

Jumlah replikasi dianggap telah cukup baik bila memenuhi persamaan berikut: (t-1) (r-1) ≥ 15

Dimana t = jumlah perlakuan r = jumlah replikasi

2. Pengacakan (randomization)

Dimaksudkan bahwa unit eksperimen yang akan dikenai perlakuan harus dipilih secara acak atau sebaliknya. Pengacakan ini berfungsi untuk :

a. Menghindari adanya kekeliruan sistematik

b. Memenuhi asumsi independen antar pengamatan (kekeliruan) pada suatu analisis statistika

c. Menghindari bias

(21)

Kontrol lokal merupakan sebagian daripada keseluruhan prinsip desain yang harus dilaksanakan. Biasanya merupakan langkah-langkah atau usaha-usaha yang berbentuk penyeimbang, pemblokan, dan pengelompokan unit-unit eksperimen yang digunakan dalam desain. Jika replikasi dan pengacakan pada dasarnya memungkinkan berlakunya uji keberartian, maka kontrol menyebabkan desain lebih efisien, yaitu menghasilkan proses pengujian dengan kuasa yang lebih tinggi.

3.7.5. Rancangan Lingkungan

Pada prinsipnya rancangan lingkungan berguna untuk membagi seluruh satuan percobaan ke dalam kelompok-kelompok sehingga keragaman di dalam kelompok relatif kecil.Apabila bahan atau lingkungan percobaan relatif seragam atau dapat diseragamkan seperti halnya dalam rumah kaca maka percobaan dapat dilakukan tanpa pengelompokan.Dalam hal ini pengacakan perlakuan terhadap seluruh satuan percobaan dapat dilaksanakan secara sempurna.Rancangan lingkungan ini disebut rancangan acak lengkap (completely randomized design) yang disingkat RAL.

(22)

RAK, dan rancangan bujur sangkar latin (latin square design) yang disingkat RBSL.

Rancangan kelompok tak lengkap banyak jenisnya, tetapi yang dibahas disini adalah rancangan petak terbagi (split plot design) yang disingkat RPT. Namun, tidak tertutup kemungkinan bahwa dalam penelitian ditemui kondisi-kondisi lingkungan dan perlakuan yang menghendaki rancangan percobaan yang lain, Rancangan yang terbaik dalam situasi tertentu adalah rancangan yang sederhana tetapi dapat memenuhi ketelitian yang dikehendaki.

3.7.6. Rancangan Perlakuan

Rancangan perlakuan terdiri dari langkah-langkah yang harus ditempuh untuk memilih perlakuan yang akan dicoba dengan mempertimbangkan karakteristik bahan percobaan dan sumber daya yang akan dikorbankan. Gugus perlakuan-perlakuan yang mempunyai ciri yang sama disebut faktor. Tiap perlakuan dalam satu faktor disebut taraf (level) dari faktor tersebut. Suatu perlakuan dapat berupa suatu taraf dart suatu faktor, tetapi dapat pula berupa kombinasi dari dua faktor atau lebih. Dalam hal yang pertama rancangan perlakuan itu disebut percobaan berfaktor tunggal sedangkan dalam hal kedua disebut percobaan berfaktor ganda atau percobaan faktorial.

(23)

Taraf dari faktor dapat bersifat kualitatif atau kuantitatif. Taraf dari faktor pupuk N yang terdiri dari nl= 30 kg N/ha, n2 = 40 kg N/ha, n3= 50 kg N/ha disebut bersifat kuantitatif sedangkan taraf dari factor varietas padi yang terdiri dart vl= IR-38, v2 = IR-40, v3 = IR-42 disebut bersifat kualitatif.

Pada percobaan faktorial, tiap satuan percobaan mendapat perlakuan kombinasi taraf dari dua faktor atau lebih sehingga pengaruh yang ditimbulkan oleh setiap faktor terhadap bahan percobaan dapat bersifat bebas dan tidak bebas.Dalam hal yang pertama, kedua factor disebut tak berinteraksi.sedang dalam hal kedua, kedua faktor disebut berinteraksi. Perlakuan-perlakuan yang dipilih untuk dicoba haruslah perlakuan yang layak dan masuk akal. Pemilihan perlakuan dalam merancang suatu percobaan harus dilandasi oleh teori yang kokoh sehingga perbedaan pengaruh yang diperoleh akan memberikan hasil yang berarti

3.7.7. Langkah-langkah Desain Eksperimen

Tindakan berikut merupakan tahapan yang harus diperhatikan dalam implementasi suatu eksperimen yaitu:

1. Mengenal dan menyatakan masalah

(24)

memerlukan pendekatan tim (engineer, penjamin mutu, pabrikasi pemasaran, manajemen, pelanggan, dan operator)

2. Memilih faktor-faktor, taraf-tarafnya dan rentang-rentangnya

Faktor dibedakan kedalam faktor desain potensial dan faktor gangguan.Faktor desain potensial adalah faktor yang mana peneliti menginginkan mengubah-ubahnya dalam eksperimen. Faktor jenis ini dibagi kedalam tiga kelompok, faktor desain (faktor yang dipilih untuk dikaji didalam eksperimen), faktor konstan (adalah variabel yang dapat mempengaruhi pada respon akan tetapi keberadaannya didalam eksperimen bukan menjadi perhatian utama), dan faktor yang memberikan variasi (dikaitkan dengan unit eksperimen dan material yang tidak homogen).

Faktor gangguan dikelompokkan menjadi faktor terkontrol, tidak terkontrol, dan noise,

3. Menentukan variabel respon

(25)

4. Memilih desain eksperimen

Jika perencanaan sebelum eksperimen sebelumnya telah dikerjakan dengan benar, langkah ini adalah relatif mudah.Pemilihan desain meliputi penentuan ukuran sampel (banyaknya ulangan), pemilihan urutan pengerjaan yang sesuai dalam eksperimen, dan menentukan apakah perlu tidaknya pemblokan atau pembatasan pengacakan.

5. Menyelenggarakan desain eksperimen

Didalam penyelenggaraan (persiapan, pelaksanaan, pengontrolan, dan pencatatan atau pengukuran terhadap respon hasil eksperimen) harus benar-benar dilakukan dengan serius, penuh ketekunan dan kesabaran agar hasil eksperimen menghasilkan data yang diharapkan.

6. Analisis data statistik

Metode-metode statistik akan digunakan untuk menganalisis data sehingga hasil-hasil dan kesimpulan menjadi objektif. Terdapat beberapa paket software yang menyediakan analisis data , misalnya excel, Minitab, SAS, SPSS, Design Expert dan Matlab.

7. Menyimpulkan dan merekomendasikan

(26)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimen (experimental

research). Penelitian eksperimen adalah suatu penelitian yang bertujuan untuk menyelidiki hubungan sebab-akibat dan berapa besar hubungan tersebut dengan cara

mengenakan perlakuan (treatment) pada satu atau lebih kelompok eksperimen dan

membandingkan hasilnya dengan satu atau lebih kelompok kontrol yaitu kelompok yang tidak dikenakan perlakuan. 3

3

Sinulingga, Sukaria. 2013. Metode Penelitian. Medan: USU Press 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian adalah diPT. Mitra Kerinci Kebun Liki, Sei Lambai Sangir Kabupaten Solok Solok Selatan, Sumatera Barat, provinsi Sumatera Barat. Waktu penelitian adalah bulan Agustus dan Oktober 2015.

4.3. Objek Penelitian

(27)

4.4. Instrumen Penelitian

Instrumen adalah peralatan yang digunakan dalam melakukan penelitian. Instrumen yang digunakan saat pengumpulan data adalah data-data saat pengukuran variabel-variabel dependen dan independen yaitu pena, lembar pengamatan, Microsoft Office Excel, dan Minitab.

4.5. Identifikasi Variabel Operasional

Penentuan variabel penelitian didasarkan atas studi pendahuluan terhadap objek studi dan studi kepustakaan yang berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi. Sesuai dengan objek penelitian dan metode yang akan digunakan, variabel-variabel penelitian yang akan diamati terdiri dari 2 unsur utama, yaitu:

1. Variabel bebas (independent)

Variabel bebas merupakan variabel penelitian yang mempengaruhi dan menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel terikat. Variabel bebas dari penelitian ini adalahtemperature, tekanan, dan kecepatan.

2. Variabel terikat (dependent)

Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat dari variabel bebas.Variabel terikat dari penelitian ini adalah kualitas dari produk green tea.

(28)

Temperature

Tekanan

Kecepatan

Setting mesin Kualitas green tea

Gambar 4.1. Kerangka Konseptual

4.6. Identifikasi Kebutuhan Data

Berdasarkan cara memperolehnya, maka sumber data yang diperoleh dari penelitian ini adalah

1. Data primer adalah data yang diperoleh dengan cara mencari atau menggali secara langsung dari objek penelitian. Data primer dalam penelitian ini yaitu data hasil eksperimen dari kualitas green tea.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang telah dikumpulkan dan diolah oleh pihak lain/perusahaan sehingga tidak perlu lagi digali atau dicari.Data sekunder tersebut yaitu data mengenai gambaran umum perusahaan dan data historis perusahaan.

4.7. Penentuan Teknik Pengumpulan Data

(29)

1. Teknik observasi, melakukan pengamatan langsung pada objek penelitian untuk menggali dan mengukur segala informasi atau data yang dibutuhkan untuk pemecahan masalah dan juga untuk mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap penurunan kualitas green tea.

2. Teknik wawancara, yaitu dengan melakukan wawancara dan diskusi dengan pihak perusahaan untuk mendapatkan informasi yang diperlukan guna menunjang pencapaian tujuan. Wawancara dan diskusi dengan pihak perusahaan dibutuhkan sebagai studi pendahuluan untuk mengidentifikasi dan menyusun faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penurunan kualitas green tea.

3. Teknik kepustakaan, yaitu dengan mempelajari buku-buku yang berkaitan dengan penerapan metode RSM dalam menemukan titik setting terbaik.

4.8. Metode Pengolahan Data

Pengolahan data yang dilakukan adalah: 1. Analisis dengan Metode Response Surface:

a. Penentuan model orde pertama

Dalam hal ini, orde pertama merupakan model matematis untuk perolehan titik optimal pada langkah selanjutnya.Dalam hal ini dilakukan pendekatan matriks.

b. Uji ketidaksesuaian model orde pertama.

(30)

melihat kesesuaian model yang dibangun terhadap data hasil eksperimen.Dalam hal ini digunakan software MINITAB untuk menganalisis uji ketidakesesuaian model.

c. Melakukan metode steepest descent.

Metode steepest descent dilakukan dengan menggunakan data yang diperoleh dari koefisien model model orde pertama dimana hasil percobaan yang menghasilkan cacat yang paling minimum digunakan sebagai dasar acuan untuk penentuan level dari faktor Central Composite Design.

d. Penentuan orde kedua

Dalam hal ini, orde kedua merupakan model matematis kedua untuk memperoleh koefisiennya.Dalam hal ini dilakukan pendekatan matriks. e. Uji ketidaksesuaian model orde kedua.

Uji ketidaksesuaian model terhadap model orde kedua dilakukan sebagai dasar untuk penentuan titik optimum faktor.Uji ini bertujuan melihat kesesuaian model yang dibangun terhadap data hasil eksperimen.Dalam hal ini digunakan software MINITAB untuk menganalisis uji regresi dan ketidaksesuaian model.

(31)

Mulai

(32)

4.9. Analisis Pemecahan Masalah

Pada tahap ini akan dianalisis hasil-hasil pengolahan data. Analisis dilakukan berdasarkan hasil yang diperoleh untuk menentukan titik optimal proses.

4.10. Kesimpulan dan Saran

(33)

BAB V

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

5.1. Pengumpulan Data Orde Pertama

Pengumpulan data orde pertama adalah pengumpulan data-data yang dilakukan pada tahap identifikasi untuk menunjang penelitian yang dilakukan. Data-data yang dikumpulkan yaitu: faktor yang diteliti, titik setting faktor, range tiap faktor, dan pengumpulan data hasil eksperimen dimana pencatatan dilakukan hanya pada green tea dengan kualitas rendah (diluar kualitas strength).

5.1.1. Penentuan Faktor Penelitian

Penentuan faktor penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ada 3 buah faktor yakni temperature, tekanan, dan kecepatan.Simbol yang digunakan untuk identifikasi faktor dapat dilihat pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1. Simbol Faktor

Simbol Faktor

X1 Temperature

X2 Tekanan

X3 Kecepatan

Sumber: Hasil Penelitian

5.1.2. Penetapan Titik Setting Faktor

(34)

merupakan pusat dari level penelitian.Penetapan titik setting faktor dapat dilihat pada tabel 5.2.

Tabel 5.2. Titik Setting Faktor

Faktor Titik Setting Faktor Temperature 1100C

Tekanan 0,4 psi Kecepatan 150 rpm

Sumber: PT. Mitra Kerinci

5.1.3. Penetapan Range Faktor

Penetapan range faktor perlu ditetapkan dalam penelitian ini karena penelitian ini menggunakan desain eksperimen 2k yang menghendaki adanya level rendah dan level tinggi dari faktor yang diteliti. Level tinggi masing-masing faktor akan disimbolkan dengan angka +1, sedangkan level rendah dari masing-masing faktor akan disimbolkan dengan angka -1. Penetapan range dari masing-masing faktor dapat dilihat pada Tabel 5.3.

Tabel 5.3.Range Faktor

Faktor -1 0 +1

Temperature 1050C 1100C 1150C

Tekanan 0,3 psi 0,4 psi 0,5 psi

Kecepatan 140 rpm 150 rpm 160 rpm

Sumber: Hasil Penelitian

5.1.4. Pengumpulan Data Hasil Eksperimen

(35)

ada sebanyak 12 buah perlakuan. Perlakuan tersebut berasal dari 8 perlakuan untuk desain 2k dan 4 perlakuan pada titik pusat (Cochran,W.G dan Cox, G.M, 1962).

Hasil eksperimen yang telah dilakukan dapat dilihat pada Tabel 5.4.

Tabel 5.4. Hasil Ekspertimen Orde Pertama

Perlakuan X0 X1 X2 X3 Y (Kg)

1 1 -1 -1 -1 778

2 1 1 -1 -1 1165

3 1 -1 1 -1 776

4 1 1 1 -1 1168

5 1 -1 -1 1 1166

6 1 1 -1 1 778

7 1 -1 1 1 1164

8 1 1 1 1 387

9 1 0 0 0 778

10 1 0 0 0 1167

11 1 0 0 0 1165

12 1 0 0 0 776

Sumber: Hasil Penelitian

(36)

Gambar 5.1. Desain 2k

5.2. Pengolahan Data Orde Petama

5.2.1. Penentuan Koefisien b0, b1, b2, dan b3

Penentuan koefisien b0, b1, b2, dan b3 untuk menentukan model orde pertama ditentukan terlebih dahulu dengan pendekatan matriks. Langkah–langkah penentuan koefisien fungsi model orde pertama adalah sebagai berikut:

1. Daftarkan nilai dari prediktor x seperti maktriks dibawah ini. X Y

(37)

X’ =

Bentuk X’X dan X’Y

X’X X’Y

Pembuatan matriks transpose berdasarkan prinsip pengubahan bentuk entry matriks dari baris k menjadi kolom k dan sebaliknya dari kolom n menjadi baris n. Prinsip perhitungan perkalian pada matriks adalah perkalian antara baris k dan kolom n. Dengan prinsip baris k matriks X1:

X01 X11 … Xk1

Dikalikan dengan kolom n matriks X2 : X01 X02 . X0n

Dimana angka yang dikalikan adalah pasangan antara angka matriks pertama Xkn dengan angka matriks kedua Xkn. Contoh perhitungan akan diperlihatkan pada bagaimana munculnya angka 8 pada matriks X'X yang terletak di kolom 2 baris 2. Perhitungan adalah sebagai berikut:

Baris 2 pada matriks X’ sebagai berikut:

(38)

-1 1 -1 1 -1 1 -1 1 0 0 0 0

Kolom 2 pada matriks X sebagai berikut:

Pemisalan: pengalian antar baris 2 matriks X’ dan kolom 2 matriks X adalah sebagai berikut:

(-1 x -1) + (1 x 1) + (-1 x -1) + (1 x 1) + (-1 x -1) + (1 x 1) + (-1 x -1) + (1 x 1) + (0 x 0) + (0 x 0) + (0 x 0) + (0 x 0) = 8

Perhitungan lainnya dapat menggunakan cara yang sama.

3. Membuat inverse dari matriks X’X menjadi bentuk (X’X)-1

Pembuatan inverse dengan menggunakan metode reduksi baris. Perhitungan matriks (X’X)-1 adalah sebagai berikut ini:

(39)

(X’X)-1

0.0833 0 0 0

0 0.125 0 0

0 0 0.125 0

0 0 0 0.125

4. Menentukan koefisien regresi bn

Perhitungan mengalikan matriks (X’X)-1 dengan matriks X’Y sebagai berikut:

(X’X)-1 X’Y

0.0833 0 0 0

0 0.125 0 0

0 0 0.125 0

0 0 0 0.125

Hasil yang diperoleh dari perkalian yaitu: bo: 939

b1: -48 b2: -49 b3: -49

Prinsip perhitungan perkalian pada matriks adalah perkalian antara baris k dan kolom n, dengan prinsip baris k matriks X1:

X01 X11 … Xk1

(40)

Contoh perhitungan untuk mendapatkan nilai b1 = -48 adalah sebagai berikut: (0 * 11286) + (0,125 * -386) + (0 * -392) + (0 * -392) = -48,25 = -48

Dari langkah-langkah perhitungan diatas maka telah dapat diperoleh persamaan model orde pertama yaitu: Y= 939 – 48X1 – 49X2 – 49X3

5.2.2. Uji Ketidaksesuaian Model Orde Pertama

Uji ketidaksesuaian terhadap model orde pertama dilakukan sebagai dasar untuk melangkah kearah perhitungan steepest descent.Pengujian untuk melihat ketidaksesuaian model yang digunakan dengan memperhatikan nilai lack of fit.Lack of fit merupakan suatu nilai yang menunjukkan penyimpangan atau ketidaktepatan model.yang digunakan.Bila tidak terdapat lack of fit maka model yang digunakan sudah tepat, sedang bila terdapat lack of fit maka model yang digunakan tidak tepat, Dalam pengujian model pertama dianalisis dengan menggunakan software Minitab.Adapun hasil pengujian adalah sebagai berikut ini.

Regression Analysis: Y versus X1, X2, X3

The regression equation is Y = 939 - 48 X1 - 49 X2 - 49 X3

Analysis of Variance

Source DF SS MS F Regression 3 57040 19013 0.22 Residual Error 8 687296 85912

Lack of Fit 5 535971 107194 2.13 Pure Error 3 151325 50442

(41)

Hipotesis adalah sebagai berikut ini:

H0 = Tidak terdapat Lack of fit terhadap model yang digunakan. H1= Terdapat Lack of fit terhadap model yang digunakan.

Pengujian: Fhitung < Ftabel (0,05, 5, 3) (2,13 < 9,01) maka H0 diterima dan disimpulkan bahwa tidak terdapat lack of fit yang berarti model orde pertama yang digunakan sudah tepat.

Dari hasil pengujian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa model orde pertama yang dibangun sesuai dengan percobaan yang dilakukan. Hal ini berarti model yang dibangun relevan untuk digunakan dalam tahap yang selanjutnya yaitu: tahap steepest descent, suatu tahap yang bertujuan mencari setting baru untuk percobaan selanjutnya.

5.3. Steepest Descent

Steepest Descent adalah suatu prosedur pergerakan fungsi pada titik yang diberikan yaitu x yang akan memberikan nilai dari fungsi yang diminimisasi. Cara perhitungan Metode Steepest Descent dapat dilihat pada Tabel 5.5.

Tabel 5.5. Perhitungan Metode Steepest Descent

Keterangan X1 X2 X3

(1) Perubahan relatif pada unit desain

(b) b1 b2 b3

(2) unit origin (1 unit desain) (A+1- A-1)/2 (B+1- B-1)/2 (C+1- C-1)/2 (3) perubahan relatif pada unit origin (1)1 * (2)1 (1)2 * (2)2 (1)3 * (2)3

(4) Perubahan per n pada variabel (Δ) (3)1 / (3)1 (3)2 / (3)1 (3)3 / (3)1

Keterangan:

(42)

A-1 = Nilai level rendah temperature B+1 = Nilai level tinggi tekanan B-1 = Nilai level rendah tekanan C+1 = Nilai level tinggi kecepatan C-1 = Nilai level rendah kecepatan

Contoh pengerjaan metode Steepest Descent dengan persamaan linier orde pertama Y= 939 – 48X1 – 49X2 – 49X3 adalah sebagai berikut ini:

1. Perubahan relatif pada unit desain (b)

Nilai b didapat berdasarkan perhitungan sebelumnya yaitu b1 = -48, b2=-49, dan b3=-49

2. Unit origin (1 unit desain)

Untuk menghasilkan unit origin untuk X1 menggunakan rumus (A+1- A-1)/2. A+1 merupakan nilai X1 dengan level +1, sedangkan A-1 merupakan nilai X1 dengan level -1 sehingga didapatkan (115-105)/2 = 10/2 = 5. Untuk unit origin X2 dan X3 juga dilakukan berdasarkan cara tersebut.

3. Perubahan relatif pada unit origin

Perubahan relatif pada unit origin untuk X1 merupakan perkalian antara nilai b1 dan juga unit origin pada X1 yaitu: -48 x 5 = -240

4. Perubahan per n pada variabel (Δ)

Perubahan per n pada variabel (Δ) pada X1adalah -240/-240 =1

Perubahan per n pada variabel (Δ) pada X2adalah -4,9/-240 =0,02

(43)

Untuk menghitung pergerakan level pada n=1 adalah level (n-1) + (Δ), dimana X1= 110 + 1 = 111

X2= 0,4 + 0,02 = 0,42 ≈ 0,4 X3= 150 + 2 = 152

Hasil pengumpulan data Metode Steepest Descent dapat dilihat pada Tabel 5.6.

Tabel 5.6. Perhitungan Pergerakan Level Pada Metode Steepest Descent

Keterangan X1 X2 X3

(1) Perubahan relatif pada unit

desain (b) -48 -49 -49

(2) unit origin (1 unit desain) 5 0.1 10 (3) perubahan relatif pada unit

origin -240 -4,9 -490

(4) Perubahan per n pada variabel

(Δ) 1 0.02 2

(44)

0,4psi, serta kecepatan (X3) 152 rpm, dimana hasil percobaan memberikan hasil sebanyak 1168 Kg green tea. Demikian seterusnya untuk percobaan berikutnya. Penentuan titik origin adalah berdasarkan kepada pergerakan level yang memberikan jumlah green tea yang paling minimum yaitu n = 6, dimana X1 = 1160C; X2= 0,52 psi ≈ 0,5 psi; X3 = 162 rpm dengan hasil 388 Kg green tea.

5.4. Penentuan Model Orde Kedua

5.4.1. Penentuan Koefisien b0, b1, b2, b3, b11, b22, b33, b12, b13, b23

Nilai faktor yang telah diketahui pada langkah diatas akan digunakan pada percobaan ini, dimana terlebih dahulu ditentukan level tertinggi dan level terendah dari masing-masing faktor dengan acuan terhadap unit origin. Pengaturan nilai dari faktor-faktor tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.7.

Tabel 5.7. Nilai Faktor Setelah Stepest Descent

Faktor -1 0 1

Temperature 111 116 121

Tekanan 0,4 0,5 0,6

Kecepatan 152 162 172

Sumber: Hasil Penelitian

(45)

Gambar 5.2.Central Composite Design

Central Composite Design menyatakan desain yang memiliki 2 level perlakuan

ditambah dengan level ± α dengan k faktor. Dalam percobaan, faktor yang

digunakan ada tiga, masing–masing: temperature(X1) untuk sumbu x, tekanan(X2) untuk sumbu y dan kecepatan(X3) untuk sumbu z.

Level percobaan yang digunakan ada 2, yaitu: level tinggi (+1) dan level rendah

(-1) ditambah level ± α, yaitu: ± 1,68. Penentuan nilai faktor menggunakan teknik

(46)

Penentuan nilai faktor pada star points (α) untuk temperature adalah sebagai berikut ini:

1. Nilai star points (α=1,68)

�� =���∆�+1,2−1�+ Xorigin;

�� = 1,68�121−2111�+ 116

�� = 1,68(5) + 116

�� = 124,4 ≈124

2. Nilai star point (α= -1,68)

�� =���∆�+1,2−1�+ Xorigin;

�� =−1,68�121−2111�+ 116;

�� =−1,68(5) + 116

�� = 107,6 ≈108

Penentuan nilai faktor pada star points (α) untuk tekanan adalah sebagai berikut ini:

1. Nilai star points (α=1,68)

�� =���∆�+1,2−1�+ Xorigin;

�� = 1,68�0,6−20,4�+ 0,5

�� = 1,68(0,1) + 0,5

(47)

2. Nilai star point (α= -1,68)

�� =���∆�+1,2−1�+ Xorigin;

�� =−1,68�0,6−20,4�+ 0,5

�� =−1,68(0,1) + 0,5

�� = 0,332 ≈0,3

Penentuan nilai faktor pada star points (α) untuk kecepatan adalah sebagai berikut ini:

1. Nilai star points (α=1,68)

�� =���∆�+1,2−1�+ Xorigin;

�� = 1,68�172−2152�+ 162

�� = 1,68(10) + 162

�� = 178,8 ≈179

2. Nilai star point (α= -1,68)

�� =���∆�+1,2−1�+ Xorigin;

�� =−1,68�172−2152�+ 162

�� =−1,68(10) + 162

�� = 145,2 ≈145

Nilai α untuk masing-masing faktor dapat dilihat pada Tabel 5.8.

Tabel 5.8. Nilai α untuk Masing-Masing Faktor

α Temperature Tekanan Kecepatan

1,68 124 0,7 179

-1,68 108 0,3 145

(48)

Setelah nilai dari faktor diketahui maka akan dilakukan pengumpulan data untuk pembuatan model orde kedua. Pengumpulan data ini adalah berdasarkan ketentuan perlakuan yang berlaku dalam Central Composite Design (CCD) (Cochran,W.G dan Cox, G.M, 1962). Hasil eksperimen orde kedua dapat dilihat pada Tabel 5.9.

Tabel 5.9. Data Hasil Eksperimen Orde Kedua

Perlakuan X0 X1 X2 X3 X12 X22 X32 X1X2 X1X3 X2X3 Y

(49)

1. Daftarkan nilai dari faktor xiu matriks X dan nilai respon yu, matriks Y seperti matriks dibawah ini.

X Y

2. Membuat persamaan normal dengan bentuk (ij) X’X dan ( iy) X’Y Bentuk X’ (Matriks X transpose) sebagai berikut:

(50)

Bentuk X’X dan X’Y sebagai berikut

3. Membuat inverse dari matriks X’X menjadi bentuk (X’X)-1. Bentuk dari matriks X’X sebagai berikut.

0.1666 0 0 0 -0.0568 -0.057 -0.057 0 0 0

4. Menentukan koefisien regresi bn. perhitungan mengalikan matriks (X’X)-1 dengan matriks X’Y sebagai berikut.

(51)

(X’X)-1 X’Y

Berikut ini adalah contoh perhitungan X’X-1 baris 1dengan kolom X’Y (nilaib0): (0,1666 x 14736) + (0 x -1294,16) + (0 x 264,56) + (0 x -1046,88) + (-0,0568 x 9093,14) + (-0,057 x 9110,12) +(-0,057 x 9101,63) + (0 x -392) + (0 x -388) + (0 x -384) = 901

(52)

Dari langkah perhitungan diatas maka telah diperoleh persamaan model orde kedua yaitu:

Y = 901 – 94,8X1 + 19,4X2 – 76,7X3 – 80,6X12 – 79,5X22 - 80X32 – 49X1X2 - 48X1X3 – 48X2X3

5.4.2. Uji Ketidaksesuaian Model Orde Kedua

Uji ketidaksesuaian terhadap model orde kedua dilakukan sebagai dasar untuk menentukan titik optimum faktor.Uji ini bertujuan melihat kesesuaian model yang dibangun terhadap data hasil eksperimen.Dalam pengujian model ke dua ini dianalisis dengan menggunakan software MINITAB 15.0. Adapun hasil analisis dengan software tersebut adalah :

Regression Analysis: Y versus X1, X2, X3, X11, X22, X33, X12, X13, X23

The regression equation is

Y = 901 - 94.8 X1 + 19.4 X2 - 76.7 X3 - 80.6 X11 - 79.5 X22 - 80.0 X33 – 49 X12 - 48 X13 - 48 X23

Analysis of Variance

Source DF SS MS F Regression 9 495299 55033 0.55 Residual Error 10 995002 99500

Lack of Fit 5 793235 158647 3.93 Pure Error 5 201767 40353

Total 19 1490301

1. Pengujian regresi

H0 = Model yang digunakan tidak memberikan pengaruh terhadap kualitas rendah yang dihasilkan.

(53)

Pengujian:

Fhitung < Ftabel (0,05, 9, 10) (0,55 < 3,02) maka H0 diterima dan disimpulkan bahwa model yang digunakan tidak memberikan pengaruh terhadap kualitas rendah yang dihasilkan.

2. Pengujian lack of fit

H0 = Tidak terdapat Lack of fit dalam model yang digunakan. H1= Terdapat Lack of fit pada model yang digunakan.

Pengujian: Fhitung < Ftabel (0,05, 5, 5) (3,93 < 5,05) maka H0 diterima dan disimpulkan bahwa tidak terdapat Lack of Fit yang berarti model yang digunakan sudah tepat.

Dari hasil pengujian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa model orde kedua yang dibangun sesuai dengan percobaan yang dilakukan.Hal ini berarti model yang dibangun relevan untuk menentukan titik optimum dari masing-masing faktor.

5.5. Penentuan Titik Optimum Faktor

Penentuan titik optimum faktor dilakukan dengan pendekatan matriks.Input dari matriks pertama adalah persamaan untuk model orde pertama, sedangkan input dari matriks kedua adalah hasil percobaan dari perlakuan yang diberikan pada desain model orde kedua.

Persamaan model orde kedua yang diperoleh yaitu:

(54)

Dari persamaan yang diperoleh maka koefisien masing-masing variabel diubah ke dalam bentuk matriks. Pembentukan matriks dan penentuan titik optimum dicari dengan cara perkalian dan invers matriks yang prinsip pengerjaannya telah dijelaskan pada perhitungan sebelumnya. Hasil perhitungan dapat dilihat pada cara dibawah:

�� ��1= 0

b1 + 2b11X1 + b12X2 + b13X3 = 0

-94,8 + 2(-80,6) X1 + (-49) X2 + (-48) X3= 0 161,2 + 49 X2 + 48 X3 = -94,8

�� ��2= 0

b2 + 2b22X2 + b12X1 + b23X3 = 0

19,4 + 2(-79,5) X2 + (-49) X1 + (-48) X3= 0 49 X1 + 159 X2 + 48 X3 = 19,4

�� ��3= 0

b3 + 2b33X3 + b13X1 + b23X2 = 0

-76,7 + 2(-80) X3 + (-48) X1 + (-48 X2)= 0 48 X1 + 48 X2 + 160 X3 = -76,7

(55)

A X B

Setelah titik level masing – masing faktor diketahui, maka selanjutnya adalah menentukan setting optimum dari faktor tersebut yang ditentukan dengan menggunakan teknik interpolasi sebagai berikut:

(56)

Perhitungan nilai optimum secara teoritis adalah sebagai berikut: 1. Nilai optimum untuk temperature:

�� =���∆�+1,2−1�+ Xorigin;

�� =−0,59�121−2111�+ 116

�� =−0,59(5) + 116

�� = 113

2. Nilai optimum untuktekanan:

�� =���∆�+1,2−1�+ Xorigin;

�� = 0,43�0,6−20,4�+ 0,5

�� = 0,43(0,1) + 0,5

�� = 0,54 ≈0,5

3. Nilai optimum untuk kecepatan:

�� =���∆�+1,2−1�+ Xorigin;

�� =−0,43�172−2152�+ 162

�� =−0,43(10) + 162

�� = 157,7≈158

Nilai titik setting optimum secara teoritis dapat dilihat pada Tabel 5.10.

Tabel 5.10. Titik Setting Optimum

Faktor Titik Setting Temperature 113

Tekanan 0,5

Kecepatan 158

(57)

BAB VI

ANALISIS PEMECAHAN MASALAH

6.1. Analisis Model Orde Pertama

Model orde pertama dibuat sebagai pendekatan untuk mencari daerah optimal yang akan digunakan dalam eksperimen. Pengumpulan data penelitian menggunakan 12 perlakuan (dapat dilihat pada Tabel 5.4).Hasil penelitian yang diperoleh kemudian diolah dengan menggunakan pendekatan matriks. Dari hasil pengolahan data, diperoleh model orde pertama adalah:

Y= 939 – 48X1 – 49X2 – 49X3

(58)

6.2. Analisis Steepest Descent

Setelah model orde pertama diperoleh, langkah selanjutnya adalah melakukan prosedur Steepest Descent dengan tujuan mencari wilayah yang memberikan nilai minimum dari fungsi model orde pertama.Hasil yang diperoleh dari prosedur ini dapat dilihat pada Tabel 6.1.

Tabel 6.1. Perhitungan Pergerakan Level Pada Metode Steepest Descent

Pergerakan Steepest Descent X1 X2 X3 Hasil Percobaan (Kg)

Hasil Tabel 6.1. menunjukkan level yang memberikan nilai jumlah outputgreen tea terendah berada pada level pergerakan n=6 yang menghasilkan green tea sebesar 388 kg dengan temperatur X1= 1160C, tekanan X2= 0,5 psi dan kecepatan X3= 162 rpm. Green tea dengan jumlah terendah yang dipilih pada tahap ini karena semakin kecil jumlah green tea yang dihasilkan, menunjukkan bahwa setting tersebut merupakan setting mesin terbaik.Hal ini dikarenakan setting mesin tersebut menghasilkan jumlah green tea berkualitas rendah paling sedikit dan sesuai dengan tujuan awal penelitian yaitu meminimasikan fungsi.

(59)

daerah hasil perhitungan tersebut.Untuk itulah dilakukan eksplorasi menuju wilayah optimum dengan penentuan titik di level 1 dan -1.Hasil penentuan yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 6.2. Titik ini akan digunakan sebagai titik untuk penentuan model orde kedua.

Tabel 6.2. Nilai Faktor Setelah Stepest Descent

Faktor -1 0 1

6 .3. Analisis Model Orde Kedua

Nilai faktor baru yang telah ditentukan dari steepest descent selanjutnya akan digunakan untuk penentuan model orde kedua menggunakan Central Composite Design (CCD). Dalam CCD terdapat star points (a), dimana nilai a adalah ± 1,68. Nilai setting untuk a = ± 1,68 pada masing–masing faktor dapat dilihat pada Tabel 6.3.

Tabel 6.3. Nilai α untuk Masing-Masing Faktor

α Temperatu

re

Tekanan Kecepatan

1,68 124 0,7 179

-1,68 108 0,3 145

Sumber: Hasil Penelitian

(60)

faktor yang telah ditentukan tersebut digunakan dalam pengumpulan data. Pengolahan data model orde kedua memperoleh hasil sebagai berikut:

Y = 901 – 94,8X1 + 19,4X2 – 76,7X3 – 80,6X12 – 79,5X22 - 80X32 – 49X1X2 - 48X1X3 – 48X2X3

Untuk menentukan apakah model yang dibangun telah cocok dengan data yang telah dikumpulkan maka dilakukan uji ketidaksesuaian terhadap model orde kedua. Dari hasil pengujian regresi yang dilakukan diketahui bahwa H0 diterima, dapat dilihat dari nilai Fhitung (0,55) yang lebih kecil dari Ftabel (3,02). Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa model yang digunakan tidak memberikan pengaruh terhadap output yang dihasilkan. Berdasarkan hasil pengujian lack of fit diketahui bahwa H0 diterima, dapat dilihat dari nilai Fhitung (3,93) lebih kecil dibandingkan dengan Ftabel (5,05). Hasil ini menunjukkan tidak terdapat penyimpangan pada model yang digunakan.Model tidak memberikan efek terhadap output dan tidak terdapat suatu penyimpangan, sehingga menunjukkan bahwa model yang digunakan sudah relevan untuk menentukan titik optimum faktor.

6.4. Analisis Penentuan Titik Optimum Faktor

Penentuan titik optimum faktor adalah berdasarkan model orde kedua yang diperoleh. Hasil penentuan titik optimum adalah sebagai berikut:

(61)

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penerapan Response Surface Methodology dan analisa yang telah dibahas pada bab sebelumnya adalah sebagai berikut ini:

1. Hasil identifikasi awal menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penurunan kualitas strength adalah faktor temperature, tekanan, dan kecepatan mesin pengolahan green tea.

2. Hasil percobaan yang dilakukan pada faktor temperature, tekanan, dan kecepatan adalah sebagai berikut ini:

a. Percobaan model orde pertama, diperoleh fungsi yaitu: Y= 939 – 48X1 – 49X2 – 49X3

Pengujian yang dilakukan pada model orde pertama memberikan kesimpulan bahwa model yang dibangun sudah tepat digunakan karena tidak terdapat lack of fit, hal ini terlihat dari Fhitung< Ftabel (2,13< 9,01). b. Percobaan steepest descent memberikan titik minimum pada pergerakan

level n=6 dengan jumlah green tea sebesar 388 kg dengan temperatur (X1) = 1160C, tekanan (X2) = 0,5 psi dan kecepatan (X3) = 162 rpm.

c. Percobaan model orde kedua yang diperoleh yaitu:

(62)

Pengujian regresi pada model orde kedua memberikan kesimpulan bahwa model orde kedua yang dibangun tidak memiliki efek terhadap kualitas rendah yang dihasilkan dengan nilai Fhitung < Ftabel (0,55< 3,02). Pengujian untuk lack of fit juga memberikan hasil bahwa model yang digunakan sudah tepat karena tidak terdapat penyimpangan dimana hal ini dapat dilihat dari nilai Fhitung <Ftabel (3,93< 5,05)

3. Titik optimum yang hasilkan yaitu: Temperatur (X1) = 1130C, Tekanan (X2) = 0,5 psi, dan kecepatan (X3) = 158 rpm

7.2. Saran

Saran yang dapat diberikan setelah melakukan penelitian adalah sebagai berikut ini:

1. Selama proses produksi berlangsung hendaknya menjaga kebersihan tempat untuk menghindari benda asing yang ikut dalam pengolahan green tea.

2. Karyawan pada bagian produksi green tea harus memperhatikan dengan teliti kondisi operasi yang dijalankan.

3. Perlu adanya ketelitian dalam proses produksi agar kadar air teh hijau sesuai dengan standar.

(63)

BAB II

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

2.1. Sejarah Perusahaan

Perusahaan didirikan dengan nama PT. Perkebunan Mitra Kerinci pada tanggal 17 Juli 1990 berdasarkan SK Mentan dan Menkeu tentang persetujuan usaha patungan antara PTP. VIII (sekarang PTP. Nusantara IV) dengan PT. PPEN Rajawali Nusantara Indonesia yaitu BUMN dibawah departemen keuangan. Sejak tanggal 24 Juli 1996 disepakati pengalihan permodalan PT. Mitra Kerinci menjadi 100% milik PT. PPEN Rajawali Nusantara Indonesia dan disahkan dalam RUPSLB tanggal 1 desember 1998.

PT Mitra Kerinci ini adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang perkebunan teh berikut pengolahan teh pada pabriknya, dengan kapasitas produksi mencapai 20.000 ton pucuk teh basah atau 4.000 ton produk teh jadi per tahun. PT Mitra Kerinci memproduksi teh hitam dengan kapasitas pabrik 25.000 kg pucuk basah per hari dan teh hijau dengan kapasitas pabrik 35.000 kg pucuk basah per harinya. PT. Mitra Kerinci memproduksi 2 jenis teh yaitu:

1. Black Tea (Teh Hitam) 2. Green Tea (Teh Hijau)

2.2. Lokasi Perusahaan

(64)

Barat dan kegiatan produksi teh yang terletak di Kebun Liki yang lokasinya di Desa Sei Lambai, Kecamatan Sangir, Kabupaten Solok Selatan Sumatera Barat.

2.3. Visi dan Misi PT Mitra Kerinci

Sebuah perusahaan sudah pasti memiliki arah dan tujuan yang ingin dicapai sejak awal berdirinya. Arah dan tujuan yang ingin dicapai oleh perusahaan diterjemahkan ke dalam visi perusahaan, sedangkan cara untuk mencapai tujuan perusahaan rangkum menjadi misi perusahaan.

PT Mitra Kerinci merupakan salah satu anak perusahaan dari sebuah BUMN besar PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero). Perusahaan ini memiliki visi ”Sebagai perusahaan terbaik dalam industri teh, serta siap menghadapi tantangan dan unggul dalam kompetisi lokal maupun global dengan bertumpu pada kemampuan sendiri dan mau memenuhi harapan Stakeholder”. Sedangkan misi PT Mitra Kerinci adalah ”Menjadi badan usaha yang professional di bidang industri teh yang mandiri, produktif, berdaya saing tinggi dan menguntungkan (provit motive)”.

(65)

Pada tahun 2007 level eksekutif menyusun strategi PT Mitra Kerinci berfokus pada usaha penekanan harga pokok produksi, efisiensi bahan bakar minyak dengan penggunaan alternatif bahan bakar dari cangkang kelapa sawit, mekanisasi pemetikan serta investasi pembangkit tenaga listrik tenaga hydro. Sedangkan pada tahun 2008 dengan level eksekutif yang berbeda, strategi PT Mitra Kerinci fokus pada penekanan harga pokok produksi, peningkatan kualitas (grade) teh, penerapan program lay off karyawan yaitu penggantian karyawan tetap menjadi karyawan kontrak serta alternatif bahan bakar hasil forestry utuk strategi jangka menengah

2.4. Daerah Pemasaran

PT. Mitra Kerinci memiliki daerah pemasaran yang meliputi wilayah dalam negeri dan sebagian diekspor ke luar negeri seperti Taiwan, Moroko, Malaysia Singapura, dan sebagian ke daerah Eropa.

2.5. Struktur Orgnisasi Perusahaan

(66)

Struktur Organisasi pada PT. Mitra Kerinci adalah struktur organisasi fungsional. Gambar struktur organisasi PT. Mitra Kerinci dapat dilihat pada Gambar 2.1.

KEPALA TEKNIK Kepala QUALITY

CONTROL

Gambar 2.1. Struktur Organisasi PT. Mitra Kerinci

2.5.1. Pembagian Tugas dan Tanggung Jawab

(67)

1. Direktur

a. Merencanakan strategi perusahaan dan melaksanakannya untuk mencapai tujuan perusahaan.

b. Menciptakan suasana yang baik dalam perusahaan sehingga para karyawan dapat melaksanakan kewajibannya dengan baik.

c. Memimpin, mendidik, mengarahkan, dan mengawasi pelaksanaan rencana yang telah ditetapan.

d. Memberikan kekuasan kepada para manager dan kepala bagian yang ditunjuk.

e. Bertanggung jawab penuh atas kondisi dan kemajuan perusahaan. 2. Manager

a. Menandatangani dan mengecek dokumen formulir dan laporan sesuai dengan prosedur yang berlaku.

b. Mengelola seluruh produksi yang dikirim dari kebun sesuai dengan kapasitas optimal pabrik dan menghasilkan produk yang berkualitas sesuai dengan standart yang telah ditetapkan (nasional maupun internasional) c. Menyusun program kerja di kebun dan pabrik

d. Memberikan bimbingan /pelatihan kepada anak buah guna mencapai tingkat batas minimum kemampuan yang diperlukan bagi teamnya dan mendisiplinkan anak buahnya sesuai dengan ketentuan/peraturan yang berlaku di perusahaan.

3. Kepala Tanaman

(68)

b. Menetapkan jadwal pangkas pada tanaman teh.

c. Mempelajari dan berusaha meningkatkan kualitas tanaman teh agar lebih sehat.

4. Kepala Teknik

a. Melakukan replacement study terhadap fasilitas dibagian produksi.

b. Memberikan laporan tentang batas waktu dan pergantian ataupun perbaikan fasilitas produksi.

5. Kepala TU

a. Membuat draft rancangan kerja pabrik

b. Melakukan pembayaran kewajiban perusahaan terhadap pekerjaan dan mitra kerja

c. Mengendalikan cash flow unit pabrik

d. Menyiapkan pengajuan permintaan barang ke kantor pusat sesuai permintaan unit pabrik

e. Melaksanakan pengadaan barang orderan pembelian lokasi unit pabrik f. Menyiapkan laporan manajemen

6. Kepala Quality Control

a. Membuat draft rencana kerja bagian quality control

b. Melakukan rencana dan pembelajaran dalam peningkatan kualitas teh 7. Kepala pengolahan

a. Menandatangani bon permintaan barang setelah dibuat oleh asisten pengoahan

(69)

c. Mengawasi dan koordinasi dengan bagian terkait prihal pekerjaan penerimaan, pengiraban dan penurunan pucuk segar

8. Asisten Tanaman

a. Memberikan tugas terhadap Mandor dan divisi kebun b. Mengendalikan kegiatan operasional kebun

c. Mengontrol pelaksanaan setiap kegiatan pada tanaman kebun 9. Asisten Manager Teknik

a. Melakukan tindakan perbaikan dan pergantian terhadap fasilitas produksi sesuai dengan hasil replacement study.

b. Bertanggung jawab kepada kepala produksi atas kelayakan fasilitas produksi

10. TU Umum

a. Membantu KTU dalam membuat laporan administrasi dan laporan manajemen

b. Membantu KTU membuat laporan bulanan

c. Membuat laporan pembayaran kewajiban perusahaan terhadap pekerja d. Menentukan jadwal pembayaran yang akan dilakukan perusahaan terhadap

pekerja

11. Asisten Quality Control

a. Memberikan pembagian tugas kepada karyawan lab

(70)

12. Asisten pengolahan

a. Membuat bon permintaan barang dan menerima barang sesuai dengan permintaan

b. Memeriksa dan menyetujui buku absen pekerja dan jurnal mandor

c. Memeriksa dan menandatangani buku PB-20, AU 26-C, LM-62 dan membubuhkan paraf LM-RNI

d. Membuat buku asisten

e. Mengawasi pekerjaan penerimaan, pengiraban dan penurunan pucuk segar 13. Mandor Tanaman

a. Melaporkan kondisi tanaman kepada asisten tanaman.

b. Mengawasi pekerjaan kerani tanaman dalam hal pemberian pupuk, pangkas dan kesehatan tanaman.

14. Mandor Teknik

a. Mengoptimalkan kerja mesin dan peralatan.

b. Mengontrol dan melaksanakan perawatan mesin sesuai dengan perawatan mesin yang telah ditetapkan.

15. Karyawan Kantor

a. Membantu KTU dalam membuat laporan keuangan pabrik mulai dari produksi, laboratorium dan kantor

b. Membantu KTU dalam melakukan administrasi 16. Mandor Pengolahan

(71)

b. Menerima barang yang sudah diminta dari kerani upah/kerani produksi atau asisten pengolahan

c. Membuat absensi pekerja pada buku mandor

d. Membuat buku jurnal dan memberikan tanda tangan e. Membuat buku pintar mandor yang berisi

1) Nama anggota dan absensi 2) Jumlah pucuk yang diolah

3) WT yang digunakan, nomo WT, dan jam bongkar WT 17. Kerani Tanaman

a. Memangkas tanaman sesuai dengan waktu yang ditentukan b. Melakukan pengendalian gulma secara manual

c. Melakukan pengendalian hama d. Memberikan pupuk secara berkala 18. Karyawan Lab

a. Melakukan pengujian kualitas teh secara langsung b. Mencatat hasil setiappengujian pada teh

19. Kerani Produksi

a. Membantu asisten pengolahan dalam proses pengambilan barang di gudang sentral

b. Membuat laporan sesuai dengan laporan jurnal mandor senior c. Mengirim laporan ke kantor sentral

(72)

2.5.2 Jumlah Tenaga Kerja dan Jam Kerja

Tenaga kerja pada PT. Mitra Kerinci dibagi menjadi 2 yaitu tenaga kerja tidak tetapdan tenaga kerja tetap. Tenaga kerja tidak tetapdikhususkan untuk area tanaman dan tenaga kerja tetap untuk kantor dan daerah produksi. Jumlah tenaga kerja pada PT. Mitra Kerinci dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Jumlah Tenaga Kerja PT. Mitra Kerinci

Bagian Kerja Tenaga Kerja Tetap Tenaga Kerja Tidak Tetap

Kantor 40 -

Teknik 18 -

Quality Control 41 -

Pabrik Pengolahan 287 28

Tanaman 20 1077

Sumber: PT. Mitra Kerinci

Pengaturan jam kerja pada PT. Mitra Kerinci adalah: 1. Bagian Kantor

Untuk seluruh tenaga kerja bagian kantor, hari kerja adalah senin sampai sabtu dengan jam kerja sebagai berikut:

a. 08.00 – 11.30 WIB Waktu Kerja b. 11.30 – 13.00 WIB Waktu Istirahat c. 13.00 – 17.00 WIB Waktu Kerja 2. Bagian Teknik

a. Kepala Teknik dan Asisten Teknik

Hari kerja untuk kepala teknik dan asisten teknik adalah senin – sabtu dengan jam kerja sebagai berikut.

(73)

3) 13.00 – 17.00 WIB Waktu Kerja b. Mandor Tenik

Hari kerja untuk kepala mandor teknik adalah senin – minggu dengan jam kerja sebagai berikut.

1) 08.00 – 16.00 WIB Shiff I 2) 16.00 – 24.00 WIB Shiff II 3) 24.00 – 08.00 WIB Shiff III 3. Quality Control

a. Kepala Quality Control dan Asisten Quality Control

Hari kerja untuk kepala quality control dan asisten quality control adalah senin – sabtu dengan jam kerja sebagai berikut.

1) 08.00 – 11.30 WIB Waktu Kerja 2) 11.30 – 13.00 WIB Waktu Istirahat 3) 13.00 – 17.00 WIB Waktu Kerja b. Karyawan Lab

Hari kerja untuk karyawan lab adalah senin – minggu dengan jam kerja sebagai berikut.

1) 08.00 – 16.00 WIB Shiff I 2) 16.00 – 24.00 WIB Shiff II 3) 24.00 – 08.00 WIB Shiff III 4. Pabrik Pengolahan

Gambar

Tabel 3.2. Perhitungan Pergerakan Steepest Descent
Gambar 3.1.Central Composite Design
Tabel 3.3.Perhitungan Uji Ketidaksesuaian untuk Model Orde Kedua
Tabel 3.4. Penelitian Terdahulu
+7

Referensi

Dokumen terkait