KESEIMBANGAN AIR
DI SALURAN INDUK TARUM BARAT
(SITB)
Rr. NUR AIDA DWI ASTUTI
JURUSAN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
ABSTRAK
Latar belakang diadakannya penelitian ini adalah pentingnya menjaga keseimbangan input
dan output SITB (Saluran Induk Tarum Barat) yang berpangkal di Bendung Curug supaya permintaan air ke Bendung Curug dapat lebih efisien. Untuk mendapat hasil tersebut diperlukan metode statistik yang lebih mendekati realisasi. Tujuan penelitian ini adalah mempelajari keseimbangan air di SITB dan membandingkan data keluaran Model ARIMA dengan Metode Weibull serta penerapannya dalam keseimbangan air di SITB.
Metode statistik yang digunakan adalah ARIMA (Autoregressive Integrated Moving
Average). Pengujian model ARIMA dilakukan dengan uji Q(Box-Pierce), uji-t dan pengujian
secara visual.
Model ARIMA yang diperoleh untuk data debit Sungai Cibeet adalah (1.1.2)(0.2.1)48,
Cikarang (0.1.0)(2.0.2)48 dan Bekasi (0.1.0)(2.1.2)48. Data tersebut dibandingkan dengan debit
andalan Metode Weibull berdasarkan besarnya koefisien korelasi (r) terhadap data realisasi. Hasilnya menunjukkan bahwa data hasil peramalan dengan model ARIMA lebih mendekati data realisasi. Kemudian,kedua data tersebut dimasukkan ke dalam keseimbangan air di SITB sebagai debit air tersedia
Data hasil peramalan dengan model ARIMA dimasukkan ke dalam keseimbangan air di SITB sebagai debit air tersedia, sehingga besarnya kebutuhan air ke Bendung Curug dapat diketahui. Setelah dibandingkan ternyata penggunaan Model ARIMA ini dapat berhasil lebih baik daripada menggunakan Metode Weibull berdasarkan jumlah kebutuhan air ke Bendung Curug dalam setahun maupun rata-rata tiap bulannya.
KESEIMBANGAN AIR
DI SALURAN INDUK TARUM BARAT
(SITB)
Rr. NUR AIDA DWI ASTUTI
G02499039
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Program Studi Agrometeorologi
JURUSAN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
JUDUL : KESEIMBANGAN AIR DI SALURAN INDUK TARUM BARAT (SITB) NAMA : Rr. NUR AIDA DWI ASTUTI
NRP : G02499039
Menyetujui,
Pembimbing I
Drs. Bambang Dwi Dasanto, MS. NIP. 132014045
Pembimbing II
R. Mohammad Erwin, ST, MT NIK. 04235 9869
Mengetahui,
Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Yonny Koesmaryono,MS. NIP. 131473999
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Yogyakarta pada tanggal 25 September 1980 dari ayah
R. Heru Bambang Sutrisno dan Rr. Istianah Pudjiastuti, SH. Penulis merupakan
putri kedua dari tiga bersaudara.
Tahun 1999 penulis masuk IPB melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi
Negeri (UMPTN). Penulis memilih Program Studi Agrometeorologi, Jurusan
Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan lmu Pengetahuan Alam.
PRAKATA
Alhamdulillah. Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT rahmat
yang dilimpahkan-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema
dalam penelitian ini adalah prediksi debit sumber setempat, dengan judul
Keseimbangan Air di Saluran Induk Tarum Barat.
Atas tersusunnya skripsi ini penulis juga sangat berterima kasih kepada
kedua orang tua dan seluruh anggota keluarga atas segala dukungannya secara
moral dan materi.
Selain itu penulis juga berterima kasih kepada:
1.
Kepala Perum Tirta Jasa II yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan
kegiatan penelitian.
2.
Bapak Bambang Dwi Dasanto, MS. selaku dosen pembimbing.
3.
Bapak Idung Risdiyanto selaku koordinator masalah khusus.
4.
Bapak R. Mohammad Erwin, ST, MT. selaku pembimbing di tempat
penelitian (Divisi I Perum Jasa Tirta II).
5.
Teman-teman GFM dan diluar GFM yang ikut mendukung terselesaikannya
karya ilmiah ini.
6.
Staf kantor Divisi I Perum Tirta Jasa II yang telah membantu penulis selama
pengumpulan data dan konsultasi mengenai penelitian ini.
7.
Kucing-kucing kesayanganku yang setia menemani.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi sekalian alam.
Bekasi, 26 Juni 2006
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang ... 1
I.2. Maksud dan Tujuan... 1
I.3. Batasan Penelitian ... 1
II. TINJAUAN PUSTAKA II.1. Keseimbangan Air ... 2
II.2. Pengukuran Debit Aliran... 2
II.3. Konsep Hidrograf ... 2
II.4. Model ARIMA... 3
III. METODOLOGI III.1. Data ... 3
III.2. Metode... 3
Model ARIMA... 3
Identifikasi Model ... 3
Pendugaan Parameter dan Pengujian ... 4
Penerapam... 4
Keseimbangan Air di Saluran Induk Tarum Barat ... 4
IV. PEMBAHASAN IV.1. Analisis Statistika ... 5
Identifikasi Model ... 5
Transformasi Data ... 5
Pendugaan Parameter dan Pengujian ... 5
Penerapan... 6
IV.2. Keseimbangan Air di SITB... 6
V. KESIMPULAN DAN SARAN V.1. Kesimpulan ... 11
V.2. Saran... 12
DAFTAR PUSTAKA ... 12
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Jumlah Data... 5
2. Fungsi Transformasi ... 5
3. Model ARIMA Terpilih ... 5
4. Hasil Uji Q Model ARIMA ... 5
5. Hasil Uji t Model ARIMA ... 5
6. Koefisien Korelasi (r) Data Hasil Peramalan dengan Model ARIMA Terhadap Data Realisasi MT 2004/2005 ... 6
7. Perbandingan Data Hasil Peramalan dengan Model ARIMA dan Data Hasil Perhitungan Metode Weibull MT 2004/2005 (oleh PJT II) ... 6
8. Perbandingan Koefisien Korelasi (r) Debit Andalan Metode ARIMA dan Metode Weibull Terhadap Data Realisasi MT 2004/2005... 7
9. Keseimbangan Air di Saluran Induk Taru m Barat (SITB) dengan Debit Tersedia berdasarkan Metode Weibull pada Musim Tanam 2004/2005 oleh Perum Jasa Tirta II... 9
10. Keseimbangan Air di Saluran Induk Tarum Barat (SITB) dengan Debit Tersedia berdasarkan Metode ARIMA pada M usim Tanam 2004/2005 ... 10
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Hidrograf Muka Air (Stage Hydrograph) ... 2
2. Kurva Tinggi Muka Air—Debit / Lengkung Debit (Rating Curve)... 2
3. Hidrograf Debit (Discharge Hydrograph)... 3
4. Metode Box-Jenkins ... 3
5. Debit Sungai Cibeet MT 2004/2005 Berdasarkan Data Realisasi, Metode Weibull (P= 83%) dan Model ARIMA... 7
6. Debit Sungai Cikarang MT 2004/2005 Berdasarkan Data Realis asi, Metode Weibull (P= 83%) dan Model ARIMA... 7
7. Debit Sungai Bekasi MT 2004/2005 Berdasarkan Data Realisasi, Metode Weibull (P= 83%) dan Model ARIMA... 7
8. Keseimbangan Air (Water Balance) di Bendung Bekasi, Cikarang dan Cibeet Berdasarkan Metode Weibull (P=83%) dan Model ARIMA ... 8
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Skema Saluran Induk Tarum Barat (SITB)... 15
2. Diagram Alur Penelitian... 16
3. Skema Keseimbangan Air Saluran Induk Tarum Barat (SITB) ... 17-18
4. Data Realisasi Debit Air Rata-rata 15 Harian dari Sungai Cibeet, Cikarang dan Bekasi
Pada Tahun 1987-2005 (m3/detik) ... 19-21
5. Tahapan ARIMA; Identifikasi Model... 22-24
6. Hasil Transformasi Data Debit Air Rata-rata 15 Harian dari Sungai Cibeet, Cikarang
dan Bekasi ... 25-26
7. Air yang Diberikan dari Sumber Setempat MT. Rendeng 2004/2005 dan MT. Gadu
2005 di Daerah Irigasi Jatiluhur (m3/detik) ... 27
8. Kebutuhan Air untuk Tanaman Padi, Palawija, Air Minum dan Keperluan Lainnya di
Saluran Induk Tarum Barat pada Musim Tanam 2004/2005 dengan Debit Air Tersedia Berdasarkan Metode Weibull Pada Peluang 83% ... 28-29
9. Kebutuhan Air Untuk Tanaman Padi, Tanaman Palawija, Air Minum dan Keperluan
I. PENDAHULUAN
I. 1.Latar Belakang
Sungai Citarum merupakan sungai yang terbesar di Jawa Barat. Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum meliputi areal seluas lebih dari
6.000 km2. DAS Citarum sangat bermanfaat
bagi pertanian, industri, pembangkit tenaga listrik (PLTA), kebutuhan air minum, dan lain-lain.
Air dari sungai Citarum ini dialirkan melalui tiga buah waduk dan bendungan, yaitu Saguling, Cirata dan Jatiluhur. Ketiga waduk
tersebut tersusun secara bertingkat (cascade),
pada bagian hulu terdapat waduk Saguling yang DAS-nya terletak pada ketinggian 643 m di atas permukaan laut, kemudian di tengah terdapat waduk Cirata (220 m dpl), dan terakhir waduk Juanda (107 m dpl) terletak pada bagian hilir, kemudian dialirkan lagi ke tiga wilayah pengairan yang masing-masing berpangkal dari Bendung Curug (27 m dpl) (POJ, 1992).
Ketiga wilayah pengairan tersebut adalah Saluran Induk Tarum Barat, Saluran Induk Tarum Utara dan Saluran Induk Tarum Timur. Saluran Induk Tarum Barat (SITB) merupakan studi kasus dalam penelitian ini.
Berdasarkan survei lapang, Saluran Induk Tarum Barat (SITB) berpangkal di Bendung Curug yang terletak di Kabupaten Karawang dan membentang dari Timur ke Barat sepanjang 67km, secara geografis terletak pada
6°−6°40’LS dan 106°50’−107°15’BT . Saluran
tersebut melalui tiga sungai yang berfungsi sebagai sumber setempat yaitu Sungai Cibeet, Cikarang, Bekasi dan Cawang (Lampiran 1).
Dalam pengelolaan air DAS, khususnya yang menyangkut kuantitas selalu diusahakan agar suatu DAS dapat menyediakan atau memproduksi air secukupnya sepanjang tahun, tidak kekurangan dan tidak kelebihan, karena
itu sangatlah perlu mengetahui input dan output
air serta kondisi fisik DAS (Murdiyarso, 1986). Sebelumnya perlu kita ketahui persamaan keseimbangan air untuk suatu DAS, yaitu:
Qin = Qout ... (1)
Qin = debit yang masuk ke dalam sistem
keseimbangan air (aliran masuk/inflow),
Qout = debit yang keluar dari sistem
keseimbangan air (aliran keluar/
outflow), Qin = QC+ Q1 + Q2 + Q3... (2)
Qout = irigasi + industri + PAM + limpasan ... (3)
Sehingga,
QC+Q1+Q2+Q3= irigasi + industri + PAM +
limpasan ... (4) dimana:
QC = debit air yang datang dari Bendung Curug
Q1 = debit air yang datang dari Sungai Cibeet
Q2 = debit air yang datang dari Sungai Cikarang
Q3 = debit air yang datang dari Sungai Bekasi
Selama ini Perum Jasa Tirta II
memprediksi debit dengan menggunakan
Metode Weibull pada peluang 83% (PJT II, 2004). Data hasil perhitungan dengan Metode Weibull oleh PJT II disajikan Dalam Lampiran 7.
Menurut Soewarno (1995), peluang pada metode Weibull dihitung dengan rumus sebagai berikut:
( )
1
+ =
N m Xm
P ,
dimana, P(Xm) = peluang
m = peringkat
N = jumlah data
Rumus ini pada mulanya dikembangkan oleh Weibull (1930), kemudian digunakan oleh Gumbel (1945), Velz (1952), Chow (1953), US Geological Survey dan lain-lain. Besarnya peluang adalah P(X) adalah 0<P(Xm)<1. Dapat digunakan untuk sekelompok data tahunan atau partial, sehingga metode Weibull ini yang sering digambarkan untuk analisis peluang dan periode ulang.
I. 2.Tujuan
Tujuan dari penelitian ini antara lain:
1. Mempelajari keseimbangan air di
Saluran Induk Tarum Barat (SITB).
2. Membandingkan data keluaran
dengan Model ARIMA dan Metode Weibull terhadap data realisasi debit sumber setempat serta penerapannya dalam keseimbangan air di Saluran Induk Tarum Barat (SITB).
I. 3.Batasan Penelitian
Batasan dalam penelitian ini antara lain:
1. Tidak menghitung kebutuhan air
untuk padi dan palawija, industri, PAM DKI Jakarta, Kabupaten dan Kota Bekasi.
2. Tidak menghitung kembali debit
andalan sumber setempat dengan Metode Weibull, melainkan hanya berdasarkan SK Direksi Perum Jasa Tirta II tahun 2004 (No.1/210/KPTS/2004).
2
II. TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Keseimbangan Air
Persamaan hidrologi dapat diturunkan secara sederhana berdasarkan hukum kekekalan masa :
Aliran masuk = Aliran keluar + ∆Simpanan
Persamaan tersebut memperlihatkan bahwa selama periode yang ditinjau, aliran masuk total pada suatu luasan harus sama dengan aliran keluar total ditambah perubahan terhadap simpanan. (Sugiyono, 1999).
II.2. Pengukuran Debit Aliran
Debit merupakan volume air yang mengalir melalui suatu irisan melintang dalam satuan waktu (Hadiwidjoyo et al, 1987; Seyhan, 1995). Debit air diukur dengan satuan
m3/detik yaitu volume air yang mengalir setiap
detik pada suatu bendung (Sosorodarsono dan Takeda, 1980).
Aliran air pada suatu aliran alami dapat digambarkan dengan tinggi-muka airnya, atau laju debit. Sifat-sifat ini saling berkaitan, dan menurut persamaan kontinuitas, debit adalah hasil kali luas dan kecepatan (Lee, 1990).
Q = A V, dimana:
A (m2) = luas penampang melintang
perairan pada suatu titik, dan V (m/detik) = kecepatan aliran rata-rata
dalam suatu perairan.
Perubahan kondisi permukaan air sungai dalam jangka waktu yang panjang akan dapat diketahui dengan mengadakan pengamatan pengamatan permukaan air sungai itu dalam jangka waktu yang panjang pula. Perubahan permukaan air sungai diketahui dari pembacaan langsung pada papan pengukur
(peil scale) atau secara kontinyu dapat diketahui dengan melihat hasil pencatatan
AWLR (Automatic Water Level Recorder)
(Sosrodarsono dan Takeda, 1980).
Hasil pencatatan oleh AWLR berupa
hidrograf muka air (stage hydrograph), yaitu
grafik yang menggambarkan hubungan antara perubahan tinggi muka air dengan waktu (Sri
Harto, 1993 dalam Adrianita, 2001). Selain
dengan AWLR, tinggi muka air dicatat tiap jam dengan pembacaan langsung pada papan
pengukur (peil scale). Sedangkan debit air, Q
diperoleh dengan persamaan (Michael, 1978; Sosorodarsono dan Takeda, 1980):
2 3
cBh
Q
=
dimana: Q = debit (m3/detik)
c = koefisien bendung (1,8 — 2,2) B = lebar pintu bendung
h = tinggi muka air
II.3. Konsep Hidrograf Hidrograf Muka Air
Hidrograf adalah suatu grafik yang menunjukkan keragaman limpasan (dapat juga tinggi muka air, kecepatan, beban sedimen, dan lain-lain) dengan waktu. Hidrograf periode pendek terdiri atas cabang naik, puncak (maksimum) dan cabang turun (Hadiwidjoyo et al, 1987; Seyhan, 1995).
Data AWLR maupun pembacaan langsung dari papan ukur yang telah diplotkan akan menghasilkan hidrograf muka air seperti pada Gambar 1.
Hidrograf Muka Air
0 0.5 1 1.5 2 2.5
12:00 15:00 18:00 21:00 0:00 3:00 6:00 9:00 12:00 15:00
waktu, t (jam)
tebal air, H (m)
Gambar 1. Hidrograf Muka Air (stage hydrograph)
Hubungan Tinggi Muka Air-Debit
Debit yang ditaksir dengan berbagai metode hanya mengenai pengukuran yang dilakukan pada saat itu. Sehingga, dapat
diplotkan kurva tinggi muka air-debit (rating
curve) merupakan suatu grafik yang
menggambarkan hubungan antara tinggi muka air suatu aliran pada suatu penampang melintang tertentu dengan debit yang sesuai pada penampang itu (Suantara, 1993; Seyhan, 1995) seperti pada Gambar 2.
rating curve
tinggi muka air
debit
Gambar 2. Kurva tinggi muka air-debit (rating
Hidrograf Debit
Sedangkan untuk dapat menggambar hidrograf debit, tinggi muka air harus
dikonversi terlebih dahulu menggunakan rating
curve. Data tinggi muka air dari AWLR terbaca
pada rating curve sebagai ordinat (Y) sehingga
diperoleh hubungan antara waktu dan debit (Suantara 1993).
hidrograf
0 50 100 150 200
1:00 3:00 5:00 7:00 9:00
11:00 13:00 15:00 17:00 19:00 21:00 23:00 waktu
debit
Gambar 3. Hidrograf debit (discharge
hydrograph)
II.4. Model ARIMA
Ada dua kelompok metode peramalan yang sering digunakan dalam klimatologi yaitu
metode kausal dan metode time series. Metode
kausal mengasumsikan adanya hubungan sebab-akibat antara masukan dan keluaran,
sedangkan metode time series (Box–Jenkins)
memperlakukan sistem seperti sebuah kotak
hitam (black box) tanpa berusaha mengetahui
faktor-faktor yang mempengaruhi sistem tersebut. Sistem semata-mata dianggap sebagai suatu pembangkit proses. Hal ini didasarkan atas pertimbangan bahwa masalah yang hendak dianalisis menyangkut suatu sistem yang kompleks dan sukar untuk diteliti keterkaitan faktor-faktor yang mengendalikan. Tujuan dari
metode ini hanya ingin menduga apa yang
akan terjadi pada masa yang akan datang,
bukan mengetahui mengapa hal itu terjadi
(Bey, A 1987).
Gambar 4. Metode Box-Jenkins (Bey, 1991)
Salah satu model yang dikembangkan menggunakan metode Box-Jenkins adalah model ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average). Model-model ARIMA telah dipelajari secara mendalam oleh George Box dan Gwilym Jenkins pada tahun 1976. Secara umum model ARIMA ditampilkan dengan notasi sebagai berikut (Makridarkis et al., 1999):
ARIMA (p,d,q)(P,D,Q)S
dimana:
p = orde dari proses autoregressive non
seasonal (tidak musiman)
d = orde pembedaan tidak musiman
q = orde dari proses moving average
tidak musiman
P = orde dari proses autoregressive
seasonal (musiman)
D = orde pembedaan musiman
Q = orde dari proses moving average
musiman
S = panjang mu sim
III. METODOLOGI
III.1. Data
Data-data yang digunakan dalam
penelitian ini antara lain:
1.Data realisasi debit air 15 harian Sungai
Cibeet, Cikarang dan Bekasi tahun 1987-2005.
2.Data debit andalan dengan Metode
Weibull pada masa tanam 2004/2005 (Oktober 2004 — September 2005).
3.Tabel kebutuhan air untuk tanaman
padi, tanaman palawija, air minum dan keperluan lainnya di Saluran Induk Tarum Barat (SITB) pada masa tanam
2004/2005 (Oktober 2004 —
September 2005).
Pengolahan data dilakukan dengan
menggunakan Komputer dengan software
Statistica versi 6.0, Minitab versi 13 dan Microsoft Office.
III.2.Metode
Model ARIMA
Box dan Jenkins, 1976 dalam
Makridarkis, 1999, secara efektif telah berhasil mencapai kesepakatan mengenai informasi relevan yang diperlukan untuk memahami dan memakai model-model ARIMA untuk deret berkala. Dasar dari pendekatan mereka dirangkum di dalam tiga tahap: identifikasi, pendugaan parameter dan pengujian serta penerapan.
I d e n t i f i k a s i M o d e l
Identifikasi adalah penilaian terhadap data deret berkala apakah data tersebut stasioner atau non-stasioner.
Syarat utama dalam peramalan
menggunakan model ARIMA adalah data bersifat stasioner baik dalam rataan maupun
4
dalam ragam. Data dikatakan stasioner apabila fluktuasi data berada di sekitar nilai yang konstan (stasioner dalam rataan) dan ragam dari fluktuasi tersebut tetap konstan dari waktu ke waktu (stasioner dalam ragam) (Makridakis et al, 1999).
Kestasioneran data dapat dilihat dari grafik autokorelasi dan autokorelasi parsial. Jika ternyata suatu time series adalah non stasioner maka perlu dilakukan transformasi nilai-nilai tersebut sehingga dihasilkan suatu data yang stasioner.
Pendugaan Parameter dan Pengujian
Setelah model ARIMA ditentukan,
selanjutnya dilakukan pendugaan parameter-parameter model. Terdapat dua tahap yang mendasar untuk mendapatkan parameter-parameter model, yaitu (Makridakis, et al, 1999):
1. Perbaikan secara iteratif, memilih
taksiran awal dan kemudian membiarkan program komputer memperhalus penaksiran tersebut secara iteratif.
2. Perbaikan secara iteratif, memilih
taksiran awal dan kemudian membiarkan program komputer memperhalus penaksiran tersebut secara iteratif.
Pada tahap ini dilakukan pemeriksaan diagnostik untuk menguji kelayakan model. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan analisis galat (residual). Dengan kata lain kita meneliti selisih antara data observasi dengan keluaran model. Cara efektif adalah menghitung suatu besaran yang menentukan apakah apakah autokorelasi galat secara keseluruhan menunjukkan kelayakan model tersebut. Uji ini dikembangkan oleh Box dan Pierce (1970), dan besaran ini disebut Box-Pierce Chi-square Statistic, Q. Dihitung sebagai berikut:
∑
=
= m
k k
r
n Q1 2
dimana: m = lag maksimum
n = N-d
N = jumlah pengamatan asli, dan
rk = autokorelasi untuk lag k
Setelah itu juga dilakukan uji statistik dengan uji t pada tingkat kepercayaan 95%
(α=0.05). Untuk menentukan nilai t hitung
adalah sebagai berikut:
n s
x
t = −µ
dimana : x = nilai rata-rata
s = simpangan baku
=
(
)
1 1
2
− −
∑
= n
x x
n
i i
n = jumlah data
dengan derajat bebas : n-1 (Haan, 1979; Walpole, 1995)
Nilai dugaan parameter tersebut nyata berpengaruh terhadap model apabila nilai mutlak t lebih besar dari nilai kritis pada tabel t-student dengan taraf nyata a/2 dan derajat
bebas n-1 (¦t¦> ta/2) (Haan, 1979; Bowerman
& O’Connell, 1987).
Penerapan
Jika model dianggap telah layak dan semua parameter telah diperoleh maka model tersebut dapat dinyatakan sebagai model dari
time series yang bersangkutan. Dengan demikian model tersebut dapat digunakan untuk meramal besarnya debit air pada periode yang akan datang.
Keseimbangan Air di Saluran Induk Tarum Barat
Seperti yang telah dituliskan pada bab pertama bahwa keseimbangan air di Saluran Induk Tarum Barat adalah sebagai berikut:
QC+(Q1+Q2+Q3) = Kebutuhan Total di SITB + Limpasan
Jika dilihat berdasarkan pembagian
wilayah, kebutuhan air total di SITB dapat diuraikan sebagai berikut:
- Kebutuhan Air di wilayah I
(B.Bekasi-Jakarta Timur).
- Kebutuhan Air di wilayah II
(B.Cikarang-B. Bekasi)
- Kebutuhan Air di wilayah III
(B.Cibeet-B. Cikarang)
- Kebutuhan Air di wilayah IV
(B.Curug-B. Cibeet)
- Kehilangan di saluran primer
QCibeet, QCikarang dan QBekasi adalah data
yang ingin diprediksi. Sebelumnya, PJT II Divisi I (Tarum Barat) meramalkan debit
andalan dengan Metode Weibull untuk debit
ketiga sungai yang merupakan sumber
setempat dari saluran tersebut. Dengan
maka dapat diketahui besarnya permintaan
(kebutuhan)air ke Bendung Curug seperti pada
Keseimbangan Air di Saluran Induk Tarum Barat (SITB) (Lampiran 3).
Secara singkat besarnya debit air yang dibutuhkan ke Bendung Curug adalah:
QC = Kebutuhan Total di SITB – (Q1+Q2+Q3)
Kebutuhan Total di SITB meliputi: irigasi, industri dan PAM. Data-data tersebut berupa data sekunder yang diperoleh dari Divisi I PJT II, Bekasi.
IV. PEMBAHASAN
I V .1 . A n a l i s i s S t a t i s t i k a
Data yang digunakan adalah data debit 15 harian dari masing-masing sungai. Data-data terdebut adalah:
Tabel 1. Jumlah Data
No Data Jumlah Data Realisasi
1. Cibeet 450 (1987-2005)
2. Cikarang 450 (1987-2005)
3. Bekasi 450 (1987-2005)
I d e n t i f i k a s i M o d e l
Identifikasi model merupakan tahap pertama untuk menentukan model ARIMA dengan melihat apakah time series sudah stasioner atau belum.
Kestasioneran data deret berkala dapat dilihat melalui Grafik Fungsi Autokorelasi (ACF) dan Fungsi Autokorelasi Parsial (PACF) dari data deret berkala itu sendiri yang ditunjukkan pada Lampiran 5.
Grafik ACF dan PACF dari ketiga data deret berkala tersebut menunjukkan bahwa data-data tersebut tidak stasioner. Grafik ACF membentuk gelombang sinusoidal dan Grafik PACF semakin mengecil. Sehingga data
realisasi (Lampiran 4) tersebut harus
distasionerkan terlebih dahulu dengan melalui proses transformasi terlebih dahulu.
Transformasi Data
Syarat utama dalam peramalan
menggunakan model ARIMA adalah data yang akan digunakan harus bersifat stasioner. Data asli yang bersifat tidak stasioner harus dilakukan proses transformasi terlebih dahulu. Dalam hal ini ketiga data yaitu Cibeet, Cikarang dan Bekasi ditransformasi dengan menggunakan persamaan garis lurus antara data ke-t dengan data ke (t-1) atau f(x) = x-(a+b*x(lag-1)), fungsi transformasi untuk masing-masing data disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Fungsi Transformasi
No. Data Fungsi Transformasi
1. Cibeet f(x)=x-(10.45-0.630*x(t-1))
2. Cikarang f(x)=x-(4.964-0.597*x(t-1))
3. Bekasi f(x)=x-(12.73-0.554*x(t-1))
Data hasil proses transformasi dari ketiga deret berkala tersebut dapat dilihat pada Lampiran 6.
Grafik ACF dan PACF dari data hasil transformasi menunjukkan bahwa data-data tersebut sudah stasioner, sehingga dapat dilakukan peramalan dengan model ARIMA.
Pendugaan Parameter dan Pengujian
Pendugaan parameter dilakukan dengan
cara mencoba-coba (trial and error) , sehingga
diperoleh model ARIMA (p,d,q)(P,D,Q)S
sebagai berikut:
Tabel 3. Model ARIMA Terpilih
No. Data Model ARIMA
1. Cibeet (1.1.2)(0.2.1)48
2. Cikarang (0.1.0)(2.0.2)48
3. Bekasi (0.1.0)(2.1.2)48
Pengujian dilakukan dalam tiga proses,
yaitu perhitungan statistik χ² - Q (Box-Pierce),
uji t, dan membandingkan hasil keluaran model dengan data debit air aktual (Ruminta, 1989).
Berdasarkan hasil perhitungan statistik χ²
- Q (Box-Pierce) dan uji t pada tingkat
kepercayaan 95% (α = 0.05), diperoleh nilai Q
(Box-Pierce) dan t-hitung dari hasil peramalan Model ARIMA dari ketiga data deret berkala yang menunjukkan bahwa ketiga Model ARIMA tersebut layak atau sesuai untuk memprediksi debit air sungai Cibeet, Cikarang dan Bekasi. Nilai Q (Box-Pierce) dan t-hitung yang diperoleh adalah sebagai berikut:
Tabel 4. Hasil Uji Q (Box-Pierce) Model ARIMA
No. Data Q(Box-Pierce) ?²
1. Cibeet 10,659 30,144
2. Cikarang 28,931 30,144
3. Bekasi 20,399 30,144
Tabel 5. Hasil Uji t Data Hasil Peramalan dengan Model ARIMA
No. Data t-hitung t-tabel
1. Cibeet 2,433 2,069
2. Cikarang 2,343 2,069
6
Sedangkan cara pengujian yang ketiga adalah secara visual membandingkan data keluaran model ARIMA dengan data debit air realisasi dari Sungai Cibeet, Cikarang dan Bekasi pada Masa Tanam 2004/2005. Dari sekian banyak Model ARIMA, model-model ini merupakan model yang terpilih secara visual setelah melalui pengujian dengan uji Q (Box-Pierce) dan uji t (Gambar 5, 6 dan 7).
Kecocokan model dikatakan semakin baik jika r mendekati 1 (Walpole, 1995), ketiga Model ARIMA inilah yang memiliki koefisien korelasi (r) paling mendekati 1, masing-masing nilai r dari Model ARIMA yang terpilih ditunjukkan dalam Tabel 6.
Tabel 6. Koefisien Korelasi (r) Data Hasil Peramalan dengan Model ARIMA Terhadap Data Realisasi MT 2004/2005
No. Data r
1. Cibeet 0,640
2. Cikarang 0,644
3. Bekasi 0,709
Penerapan
Dalam tahap penerapan ini, hasil
peramalan dengan model ARIMA yang telah diperoleh dalam penelitian ini merupakan debit
sumber setempat yang merupakan inflow
bersama dengan debit dari Bendung Curug
dalam Keseimbangan Air di SITB berturut-turut sebagai debit air tersedia di Bendung Bekasi, Cikarang dan Cibeet (Lampiran 10).
IV.2. Keseimbangan Air di SITB
Saluran Induk Tarum Barat (SITB) merupakan suatu sistem seperti pada persamaan hidrologi yang diturunkan berdasarkan hukum kekekalan masa :
QC + Q1+Q2+ Q3 = (irigasi + industri + PAM)
+ limpasan + kehilangan
Jadi, debit air yang dibutuhkan (water
demand) dari Bendung Curug adalah:
QC = (Q(irigasi+industri+PAM) + limpasan
+ kehilangan) - (Q1 + Q2 + Q3)
Setelah debit sungai-sungai tersebut
diketahui, besarnya kebutuhan air ke Bendung Curug juga dapat diketahui.
Hasil perbandingan debit andalan dari kedua metode (ARIMA dan Weibull) menunjukkan bahwa hasil dari Model ARIMA lebih mendekati data realisasi. Data-data tersebut disajikan pada Tabel 7. Grafik yang menunjukkan perbandingan tersebut dapat dilihat pada Gambar 5, 6 dan 7.
Tabel 7. Perbandingan Data Hasil Peramalan dengan Model ARIMA dan Data Hasil Perhitungan Metode Weibull MT 2004/2005 (oleh PJT II).
Bulan Peri
ode
Cibeet
Cikarang
Bekasi Realisasi Weibull ARIMA
(1.1.2)(0.2.1)48 Realisasi Weibull
ARIMA
(0.1.0)(2.0.2)48 Realisasi Weibull
ARIMA (0.1.0)(2.1.2)48
10
I 8.26 4.04 0.00 6.79 2.62 2.06 20.98 5.95 0.00 II 4.96 4.01 30.43 5.12 1.51 6.78 14.75 9.78 24.31 11
I 14.37 7.37 12.49 2.15 4.01 5.85 22.14 11.90 1.63 II 30.58 13.71 0.00 14.24 3.64 8.27 41.60 12.51 18.56 12
I 21.26 12.77 48.68 13.31 4.25 8.75 37.00 9.03 26.18 II 37.11 10.77 0.00 19.64 6.32 10.80 62.93 12.34 22.87 1
I 28.18 14.50 8.97 16.96 7.94 17.58 33.15 14.78 13.71 II 15.42 15.80 11.47 44.05 7.93 13.84 94.06 15.40 30.68 2
I 96.30 16.10 90.53 28.89 7.61 33.97 71.92 16.41 55.60 II 65.52 14.14 40.31 21.65 6.52 16.04 63.70 15.45 57.31 3
I 103.37 15.55 26.21 32.37 6.91 17.08 80.66 13.14 36.59 II 60.48 17.90 97.43 34.28 5.54 22.50 80.04 12.86 52.50 4
I 33.23 18.00 23.38 14.71 8.61 25.44 45.74 15.23 19.83 II 22.96 18.00 5.75 9.16 8.85 10.27 56.07 16.07 23.33 5
I 30.69 18.00 19.59 14.64 7.70 6.17 55.11 17.40 37.40 II 16.09 9.22 11.57 7.44 4.16 9.48 26.21 14.08 11.46 6
I 18.53 6.89 0.00 7.22 3.45 3.90 63.62 10.17 14.17 II 30.27 3.44 6.87 15.31 3.01 5.87 58.65 8.52 39.19 7
I 13.80 3.23 7.67 13.21 2.46 9.50 44.15 8.03 32.38 II 15.86 2.21 1.99 15.72 1.98 9.22 42.23 6.81 8.34 8
I 0.62 1.69 1.24 0.37 1.45 8.70 1.10 3.88 3.02 II 4.33 1.80 0.00 5.45 1.22 0.47 35.68 2.65 0.00 9
CIBEET
0 40 80 120
10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9
bulan
debit
Realisasi Weibull
ARIMA (1.1.2)(0.2.1)48
Gambar 5. Debit Sungai Cibeet MT 2004/2005 Berdasarkan Data Realisasi, Metode Weibull (P= 83%) dan Model ARIMA
CIKARANG
0 10 20 30 40 50
10 11 1 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
bulan
debit
Realisasi Weibull
ARIMA (0.1.0)(2.0.2)48
Gambar 6. Debit Sungai Cikarang MT
2004/2005 Berdasarkan Data Realisasi, Metode Weibull (P = 83%) dan Model ARIMA
BEKASI
0 20 40 60 80 100
10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9
bulan
debit
Realisasi Weibull
ARIMA (0.1.0)(2.1.2)48
Gambar 7. Debit Sungai Bekasi MT 2004/2005 Berdasarkan Data Realisasi, Metode Weibull (P = 83%) dan Model ARIMA
Data hasil peramalan dengan model ARIMA dan data hasil perhitungan dengan Metode Weibull sebagai debit andalan sumber setempat dapat dilihat pada Lampiran 8.
Selain memperhatikan Gambar 5, 6 dan 7, Tabel 8 juga menunjukkan bahwa koefisien korelasi dari data hasil peramalan dengan model ARIMA terhadap data realisasi ternyata lebih besar daripada koefisien korelasi debit andalan dengan metode Weibull terhadap data realisasi. Hal ini dapat disimpulkan bahwa Metode Box-Jenkins ARIMA lebih cocok untuk meramalkan data debit realisasi daripada dengan menggunakan metode Weibull.
Tabel 8. Perbandingan Koefisien Korelasi (r) Debit Andalan Metode ARIMA dan Metode Weibull Terhadap Data Realisasi MT 2004/2005
No. Data
r
ARIMA Weibull
1. Cibeet 0,640 0,609
2. Cikarang 0,644 0,599
3. Bekasi 0,709 0,604
Pada keseimbangan air di tiap bendung (Bekasi, Cikarang dan Cibeet), suplai air berdasarkan data keluaran metode Weibull selalu berada di bawah besarnya kebutuhan air
8
Gambar 8. Keseimbangan Air (Water Balance)
di Bendung Bekasi, Cikarang dan Cibeet Berdasarkan Metode Weibull (P=83%) dan Model ARIMA
Penerapan data keluaran Metode Weibull dan Model ARIMA dalam penghitungan kebutuhan air ke Bendung Curug dapat ditunjukkan pada Lampiran 9 dan 10. Secara singkat, keseimbangan air tersebut disajikan dalam Tabel 9 dan 10.
Sesuai SK Direksi PJT II Tahun 2004 (No. 1/366.2/KPTS/2004), dapat diketahui bahwa keseimbangan air di Saluran Induk Tarum Barat (SITB) pada masa tanam 2004/2005 terdiri atas kebutuhan air irigasi di Bekasi,
maksimum sebesar 5,52 m3/detik terjadi pada
bulan Desember periode perta ma dan minimum
sebesar 0,07 m3/detik terjadi pada bulan
September periode kedua. Di Cikarang,
maksimum sebesar 14,83 m3/detik terjadi pada
bulan Juli periode pertama dan minimum
sebesar 0,09 m3/detik terjadi pada bulan
September periode kedua. Di Cibeet,
maksimum sebesar 24,82 m3/detik terjadi pada
bulan Nopember periode pertama dan
minimum sebesar 0,03 m3/detik terjadi pada
bulan September periode kedua. Sedangkan kebutuhan air irigasi di Curug, maksimum
sebesar 4,09 m3/detik terjadi pada bulan
Oktober periode pertama dan minimum sebesar
0,86 m3/detik terjadi pada bulan Juli periode
pertama dan kedua. Data kebutuhan air irigasi besarnya berbeda-beda setiap periode, karena adanya perbedaan luas lahan dan golongan tanam. Data kebutuhan air irigasi ini sesuai dengan rencana tanam yang telah ditetapkan oleh Gubernur Jawa Barat.
Sesuai kontrak pelanggan dengan PJT II, kebutuhan air untuk PAM DKI adalah sebesar
16,20 m3/detik, kebutuhan air untuk PAM dan
industri di Bekasi sebesar 0,54 m3/detik,
kebutuhan air untuk PAM dan industri di
Cikarang sebesar 1,78 m3/detik, kebutuhan air
untuk industri di Cibeet sebesar 0,68 m3/detik,
dan kebutuhan air untuk industri di Curug
sebesar 1,29 m3/detik.
Selain kebutuhan air untuk irigasi, PAM dan industri, terdapat kehilangan di saluran primer sebesar 5% dari jumlah kebutuhan di atas. Serta kehilangan karena fisik sebesar
11,00 m3/detik.
Kebutuhan ke Bendung Curug dengan debit tersedia berdasarkan Metode Weibull pada musim tanam 2004/2005 oleh Perum Jasa Tirta II maksimum terjadi pada bulan Juni periode
kedua sebesar 63,31 m3/detik dan minimum
pada bulan April periode pertama sebesar
16,50 m3/detik. Sedangkan dengan Model
ARIMA, maksimum terjadi pada bulan Oktober
periode pertama sebesar 61,23 m3/detik dan
minimum pada bulan Februari periode pertama
sebesar 13,70 m3/detik.
BEKASI
Weibull
0 10 20 30
10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9
bulan
debit
ARIMA
0 30 60
10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9
bulan
debit
CIKARANG
Weibull
0 20 40
10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 bulan
debit
ARIMA
0 20 40
10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9
bulan
debit
CIBEET
Weibull
0 20 40 60
10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9
bulan
debit
ARIMA
0 50 100
10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9
bulan
debit
Tabel 9. Keseimbangan Air di Saluran Induk Tarum Barat (SITB) dengan Debit Tersedia berdasarkan Metode Weibull pada Musim Tanam 2004/2005 oleh Perum Jasa Tirta II.
Okt Nop Des Jan Feb Mar
I II I II I II I II I II I II
Total PAM DKI 16.20 16.20 16.20 16.20 16.20 16.20 16.20 16.20 16.20 16.20 16.20 16.20
PAM & Industri(Bekasi) 0.54 0.54 0.54 0.54 0.54 0.54 0.54 0.54 0.54 0.54 0.54 0.54
Total Irigasi 0.20 0.18 1.47 4.35 5.52 4.40 3.41 3.08 3.17 3.22 3.39 2.89
Jumlah 16.94 16.92 18.21 21.09 22.26 21.14 20.15 19.82 19.91 19.96 20.13 19.63
Kehilangan 5% 0.85 0.85 0.91 1.05 1.11 1.06 1.01 0.99 1.00 1.00 1.01 0.98
Kebutuhan di B. Bekasi 17.79 17.77 19.12 22.14 23.37 22.20 21.16 20.81 20.91 20.96 21.14 20.61
Tersedia di B. Bekasi 5.95 9.78 11.90 12.51 9.03 12.34 14.78 15.40 16.41 15.45 13.14 12.86
Tamb. dari B. Cikarang 11.84 7.99 7.22 9.63 14.34 9.86 6.38 5.41 4.50 5.51 8.00 7.75
PAM dan Industri 1.78 1.78 1.78 1.78 1.78 1.78 1.78 1.78 1.78 1.78 1.78 1.78
Total Irigasi 0.66 0.59 6.46 13.71 14.59 11.41 9.24 8.50 8.87 8.80 8.99 6.64
Jumlah 14.28 10.36 15.46 25.12 30.71 23.05 17.40 15.69 15.15 16.09 18.77 16.17
Kehilangan 5% 0.71 0.52 0.77 1.26 1.54 1.15 0.87 0.78 0.76 0.80 0.94 0.81
Kebutuhan di B. Cikarang 14.99 10.87 16.23 26.38 32.25 24.20 18.27 16.48 15.90 16.89 19.70 16.98
Tersedia di B. Cikarang 2.62 1.51 4.01 3.64 4.25 6.32 7.94 7.93 7.61 6.52 6.91 5.54
Tamb. dari B. Cibeet 12.37 9.36 12.22 22.74 28.00 17.88 10.33 8.55 8.29 10.37 12.79 11.44
Industri 0.68 0.68 0.68 0.68 0.68 0.68 0.68 0.68 0.68 0.68 0.68 0.68
Total Irigasi 20.58 22.19 24.82 19.48 13.35 10.99 9.65 9.20 9.32 7.90 7.57 8.50
Jumlah 33.63 32.23 37.72 42.90 42.03 29.55 20.66 18.43 18.29 18.95 21.04 20.62
Kehilangan 5% 1.68 1.61 1.89 2.15 2.10 1.48 1.03 0.92 0.91 0.95 1.05 1.03
Kebutuhan di B. Cibeet 35.31 33.85 39.61 45.05 44.13 31.03 21.69 19.35 19.21 19.90 22.10 21.65
Tersedia di B. Cibeet 4.04 4.01 7.37 13.71 12.77 10.77 14.50 15.80 16.10 14.14 15.55 17.90
Tamb. dari B. Curug 31.27 29.84 32.24 31.34 31.36 20.26 7.19 3.55 3.11 5.76 6.55 3.75
Total Irigasi 4.09 3.60 2.70 2.06 1.91 1.76 1.88 1.65 1.28 - 2.74 2.89
Industri 1.29 1.29 1.29 1.29 1.29 1.29 1.29 1.29 1.29 1.29 1.29 1.29
Jumlah 36.65 34.73 36.23 34.69 34.56 23.31 10.36 6.49 5.68 7.05 10.58 7.93
Kehilangan 5% 1.83 1.74 1.81 1.73 1.73 1.17 0.52 0.32 0.28 0.35 0.53 0.40
Kehilangan karena fisik 11.00 11.00 11.00 11.00 11.00 11.00 11.00 11.00 11.00 11.00 11.00 11.00
Kebutuhan dari B. Curug 49.49 47.46 49.04 47.42 47.29 35.47 21.88 17.81 16.96 18.40 22.11 19.33
Apr Mei Jun Jul Agust Sep
I II I II I II I II I II I II
Total PAM DKI 16.20 16.20 16.20 16.20 16.20 16.20 16.20 16.20 16.20 16.20 16.20 16.20
PAM & Industri(Bekasi) 0.54 0.54 0.54 0.54 0.54 0.54 0.54 0.54 0.54 0.54 0.54 0.54
Total Irigasi 1.97 3.59 4.34 4.10 4.01 4.28 4.40 4.13 3.07 0.70 0.16 0.07
Jumlah 18.71 20.33 21.08 20.84 20.75 21.02 21.14 20.87 19.81 17.44 16.90 16.81
Kehilangan 5% 0.94 1.02 1.05 1.04 1.04 1.05 1.06 1.04 0.99 0.87 0.85 0.84
Kebutuhan di B. Bekasi 19.65 21.35 22.13 21.88 21.79 22.07 22.20 21.91 20.80 18.31 17.75 17.65
Tersedia di B. Bekasi 15.23 16.07 17.40 14.08 10.17 8.52 8.03 6.81 3.88 2.65 3.74 3.09
Tamb. dari B. Cikarang 4.42 5.28 4.73 7.80 11.62 13.55 14.17 15.10 16.92 15.66 14.01 14.56
PAM dan Industri 1.78 1.78 1.78 1.78 1.78 1.78 1.78 1.78 1.78 1.78 1.78 1.78
Total Irigasi 7.66 12.00 14.15 13.66 13.68 14.73 14.83 13.91 8.04 2.26 0.21 0.09
Jumlah 13.86 19.06 20.66 23.24 27.08 30.06 30.78 30.79 26.74 19.70 16.00 16.43
Kehilangan 5% 0.69 0.95 1.03 1.16 1.35 1.50 1.54 1.54 1.34 0.99 0.80 0.82
Kebutuhan di B. Cikarang 14.55 20.01 21.70 24.40 28.43 31.56 32.32 32.33 28.08 20.69 16.79 17.25
Tersedia di B. Cikarang 8.61 8.85 7.70 4.16 3.45 3.01 2.46 1.98 1.45 1.22 1.04 1.94
Tamb. dari B. Cibeet 5.94 11.16 14.00 20.24 24.98 28.55 29.86 30.35 26.63 19.47 15.75 15.31
Industri 0.68 0.68 0.68 0.68 0.68 0.68 0.68 0.68 0.68 0.68 0.68 0.68
Total Irigasi 12.00 15.36 15.15 15.27 16.22 17.30 15.36 10.50 4.14 0.05 0.06 0.03
Jumlah 18.62 27.20 29.83 36.19 41.88 46.53 45.90 41.53 31.45 20.20 16.49 16.02
Kehilangan 5% 0.93 1.36 1.49 1.81 2.09 2.33 2.29 2.08 1.57 1.01 0.82 0.80
Kebutuhan di B. Cibeet 19.55 28.56 31.32 38.00 43.98 48.86 48.19 43.61 33.02 21.21 17.32 16.82
Tersedia di B. Cibeet 18.00 18.00 18.00 9.22 6.89 3.44 3.23 2.21 1.69 1.80 0.99 1.50
Tamb dari B. Curug 1.55 10.56 13.32 28.78 37.09 45.42 44.96 41.40 31.33 19.41 16.33 15.32
Total Irigasi 2.40 2.40 2.78 3.19 3.34 3.11 - - 1.13 1.58 1.99 0.86
Industri 1.29 1.29 1.29 1.29 1.29 1.29 1.29 1.29 1.29 1.29 1.29 1.29
Jumlah 5.24 14.25 17.39 33.26 41.72 49.82 46.25 42.69 33.75 22.28 19.61 17.47
Kehilangan 5% 0.26 0.71 0.87 1.66 2.09 2.49 2.31 2.13 1.69 1.11 0.98 0.87
Kehilangan karena fisik 11.00 11.00 11.00 11.00 11.00 11.00 11.00 11.00 11.00 11.00 11.00 11.00
10
Tabel 10. Keseimbangan Air di Saluran Induk Tarum Barat (SITB) dengan Debit Tersedia berdasarkan Metode ARIMA pada M usim Tanam 2004/2005.
Okt Nop Des Jan Feb Mar
I II I II I II I II I II I II
PAM DKI 16.20 16.20 16.20 16.20 16.20 16.20 16.20 16.20 16.20 16.20 16.20 16.20
PAM & Industri (Bekasi) 0.54 0.54 0.54 0.54 0.54 0.54 0.54 0.54 0.54 0.54 0.54 0.54
Total Irigasi 0.20 0.18 1.47 4.35 5.52 4.40 3.41 3.08 3.17 3.22 3.39 2.89
Jumlah 16.94 16.92 18.21 21.09 22.26 21.14 20.15 19.82 19.91 19.96 20.13 19.63
Kehilangan 5% 0.85 0.85 0.91 1.05 1.11 1.06 1.01 0.99 1.00 1.00 1.01 0.98
Kebutuhan di B. Bekasi 17.79 17.77 19.12 22.14 23.37 22.20 21.16 20.81 20.91 20.96 21.14 20.61
Tersedia di B. Bekasi 0.00 24.31 1.63 18.56 26.18 22.87 13.71 30.68 55.60 57.31 36.59 52.50
Tamb. dari B. Cikarang 17.79 0.00 17.49 3.59 0.00 0.00 7.44 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
PAM dan Industri 1.78 1.78 1.78 1.78 1.78 1.78 1.78 1.78 1.78 1.78 1.78 1.78
Total Irigasi 0.66 0.59 6.46 13.71 14.59 11.41 9.24 8.50 8.87 8.80 8.99 6.64
Jumlah 20.23 2.37 25.73 19.08 16.37 13.19 18.46 10.28 10.65 10.58 10.77 8.42
Kehilangan 5% 1.01 0.12 1.29 0.95 0.82 0.66 0.92 0.51 0.53 0.53 0.54 0.42
Kebutuhan di B. Cikarang 21.24 2.49 27.02 20.03 17.19 13.85 19.39 10.79 11.18 11.11 11.31 8.84
Tersedia di B. Cikarang 2.06 6.78 5.85 8.27 8.75 10.80 17.58 13.84 33.97 16.04 17.08 22.50
Tamb dari B. Cibeet 19.18 0.00 21.16 11.77 8.44 3.05 1.81 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Industri 0.68 0.68 0.68 0.68 0.68 0.68 0.68 0.68 0.68 0.68 0.68 0.68
Total Irigasi 20.58 22.19 24.82 19.48 13.35 10.99 9.65 9.20 9.32 7.90 7.57 8.50
Jumlah 40.44 22.87 46.66 31.93 22.47 14.72 12.14 9.88 10.00 8.58 8.25 9.18
Kehilangan 5% 2.02 1.14 2.33 1.60 1.12 0.74 0.61 0.49 0.50 0.43 0.41 0.46
Kebutuhan di B. Cibeet 42.46 24.01 49.00 33.52 23.60 15.46 12.75 10.37 10.50 9.01 8.66 9.64
Tersedia di B. Cibeet 0.00 30.43 12.49 0.00 48.68 0.00 8.97 11.47 90.53 40.31 26.21 97.43
Tamb dari B. Curug 42.46 0.00 36.51 33.52 0.00 15.46 3.77 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Industri 1.29 1.29 1.29 1.29 1.29 1.29 1.29 1.29 1.29 1.29 1.29 1.29
Total Irigasi 4.09 3.60 2.70 2.06 1.91 1.76 1.88 1.65 1.28 - 2.74 2.89
Jumlah 47.84 4.89 40.50 36.87 3.20 18.51 6.94 2.94 2.57 1.29 4.03 4.18
Kehilangan 5% 2.39 0.24 2.02 1.84 0.16 0.93 0.35 0.15 0.13 0.06 0.20 0.21
Kehilangan karena fisik 11.00 11.00 11.00 11.00 11.00 11.00 11.00 11.00 11.00 11.00 11.00 11.00
Kebutuhan dari B. Curug 61.23 16.13 53.52 49.72 14.36 30.43 18.29 14.09 13.70 12.35 15.23 15.39
Apr Mei Jun Jul Agust Sep
I II I II I II I II I II I II
PAM DKI 16.20 16.20 16.20 16.20 16.20 16.20 16.20 16.20 16.20 16.20 16.20 16.20
PAM & Industri (Bekasi) 0.54 0.54 0.54 0.54 0.54 0.54 0.54 0.54 0.54 0.54 0.54 0.54
Total Irigasi 1.97 3.59 4.34 4.10 4.01 4.28 4.40 4.13 3.07 0.70 0.16 0.07
Jumlah 18.71 20.33 21.08 20.84 20.75 21.02 21.14 20.87 19.81 17.44 16.90 16.81
Kehilangan 5% 0.94 1.02 1.05 1.04 1.04 1.05 1.06 1.04 0.99 0.87 0.85 0.84
Kebutuhan di B. Bekasi 19.65 21.35 22.13 21.88 21.79 22.07 22.20 21.91 20.80 18.31 17.75 17.65
Tersedia di B. Bekasi 19.83 23.33 37.40 11.46 14.17 39.19 32.38 8.34 3.02 0.00 5.69 8.98
Tamb. dari B. Cikarang 0.00 0.00 0.00 10.42 7.62 0.00 0.00 13.57 17.79 18.31 12.06 8.67
PAM dan Industri 1.78 1.78 1.78 1.78 1.78 1.78 1.78 1.78 1.78 1.78 1.78 1.78
Total Irigasi 7.66 12.00 14.15 13.66 13.68 14.73 14.83 13.91 8.04 2.26 0.21 0.09
Jumlah 9.44 13.78 15.93 25.86 23.08 16.51 16.61 29.26 27.61 22.35 14.05 10.54
Kehilangan 5% 0.47 0.69 0.80 1.29 1.15 0.83 0.83 1.46 1.38 1.12 0.70 0.53
Kebutuhan di B. Cikarang 9.91 14.47 16.73 27.15 24.23 17.34 17.44 30.73 28.99 23.47 14.75 11.06
Tersedia di B. Cikarang 25.44 10.27 6.17 9.48 3.90 5.87 9.50 9.22 8.70 0.47 3.93 4.87
Tamb dari B. Cibeet 0.00 4.20 10.55 17.67 20.34 11.46 7.94 21.51 20.29 22.99 10.82 6.20
Industri 0.68 0.68 0.68 0.68 0.68 0.68 0.68 0.68 0.68 0.68 0.68 0.68
Total Irigasi 12.00 15.36 15.15 15.27 16.22 17.30 15.36 10.50 4.14 0.05 0.06 0.03
Jumlah 12.68 20.24 26.38 33.62 37.24 29.44 23.98 32.69 25.11 23.72 11.56 6.91
Kehilangan 5% 0.63 1.01 1.32 1.68 1.86 1.47 1.20 1.63 1.26 1.19 0.58 0.35
Kebutuhan di B. Cibeet 13.31 21.26 27.70 35.30 39.10 30.91 25.18 34.32 26.36 24.91 12.14 7.25
Tersedia di B. Cibeet 23.38 5.75 19.59 11.57 0.00 6.87 7.67 1.99 1.24 0.00 0.00 7.69
Tamb dari B. Curug 0.00 15.50 8.11 23.73 39.10 24.04 17.50 32.33 25.12 24.91 12.14 0.00
Industri 1.29 1.29 1.29 1.29 1.29 1.29 1.29 1.29 1.29 1.29 1.29 1.29
Total Irigasi 2.40 2.40 2.78 3.19 3.34 3.11 - - 1.13 1.58 1.99 0.86
Jumlah 3.69 19.19 12.18 28.21 43.73 28.44 18.79 33.62 27.54 27.78 15.42 2.15
Kehilangan 5% 0.18 0.96 0.61 1.41 2.19 1.42 0.94 1.68 1.38 1.39 0.77 0.11
Kehilangan karena fisik 11.00 11.00 11.00 11.00 11.00 11.00 11.00 11.00 11.00 11.00 11.00 11.00
Kebutuhan dari Bendung Curug pada Tabel 9 dan 10 dikonversi ke dalam bentuk volum agar dapat diketahui jumlahnya dalam setahun serta dapat dilihat perbandingan hasil dari kedua metode tersebut (Tabel 11).
Berdasarkan Tabel 11, terlihat bahwa penggunaan data hasil peramalan dengan Metode Box-Jenkins ARIMA sebagai debit tersedia (sumber setempat) dapat memperkecil
jumlah limpasan, kebutuhan air (water
demand) ke Bendung Curug juga lebih kecil, baik dilihat dari jumlah maupun rata-ratanya dalam setahun jika dibandingkan dengan pengguanaan data keluaran Metode Weibull sebagai debit tersedia. Hal ini juga ditunjukkan oleh Gambar 9.
Tabel 11. Volum Kebutuhan Air ke Bendung
Curug (m3) MT 2004/2005 dengan
Debit Tersedia Berdasarkan Debit Andalan Metode Weibull dan Model ARIMA.
Bulan Periode Weibull ARIMA
10 I 64,132,575.71 79,357,950.47
II 65,611,143.24 22,304,332.80
11 I 63,557,377.46 69,362,209.04
II 53,262,199.39 55,840,094.72
12 I 61,285,360.27 18,610,560.00
II 49,036,711.74 42,067,360.39
1 I 28,354,219.70 23,704,489.86
II 23,083,274.86 18,256,752.00
2 I 21,981,824.63 17,753,256.00
II 25,439,645.03 17,078,860.80
3 I 28,649,271.75 19,740,024.00
II 25,048,611.96 19,944,144.00
4 I 21,385,488.05 19,277,352.00
II 35,889,531.24 43,065,403.76
5 I 37,918,352.45 30,828,474.22
II 63,489,478.23 56,157,313.14
6 I 71,022,375.86 73,759,844.35
II 82,052,080.00 52,954,999.21
7 I 77,193,874.31 39,832,033.92
II 77,171,547.48 64,011,165.41
8 I 60,182,865.62 51,730,144.09
II 44,570,480.36 52,060,310.64
9 I 40,940,590.59 35,241,163.79
II 40,568,992.21 18,327,168.00
Rata-rata 48,409,494.67 39,219,391.94
Jumlah 1,161,827,872.16 941,265,406.61
Kebutuhan Air ke Bendung Curug
0.E+00 2.E+07 4.E+07 6.E+07 8.E+07 1.E+08
10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 bulan
volum (m3)
Weibull ARIMA
Gambar 9. Kebutuhan Air ke Bendung Curug MT 2004/2005 dengan Debit Tersedia Berdasakan Debit Andalan Metode Weibull (P=83%) dan Model ARIMA
Setelah melihat Tabel 11 dan Gamba r 9, pada beberapa periode tertentu kebutuhan air ke Bendung Curug dengan debit tersedia
berdasarkan Metode ARIMA lebih
besar/boros sebesar 41,011,272.96 m3
daripada dengan Metode Weibull. Tetapi, secara keseluruhan jumlah penghematan dengan menggunakan Metode ARIMA lebih besar daripada pemborosan yang ditimbulkan,
yaitu sebesar 261,573,738.51 m3. Dengan
demikian, dapat kita ketahui adanya kelebihan menggunakan Metode Box-Jenkins ARIMA, yaitu terdapat selisih jumlah kebutuhan ke Bendung Curug yang cukup bes ar dan dapat dikatakan bahwa penggunaan data hasil peramalan dengan Model ARIMA sebagai debit air tersedia lebih efisien dan lebih daripada meramalkan debit andalan menggunakan Metode Weibull.
Pada beberapa kasus penelitian sebelumnya Metode ARIMA telah banyak digunakan (Ruminta, 1989; Sumani, 1993; Kahfi, 2002; Apria, 2004 dan Mukti 2004), dan berdasarkan pengujian-pengujian yang dilakukan hasilnya layak digunakan.
Sumani (1993) menggunakan Metode ARIMA untuk meramalkan data curah hujan kemudian diterapkan untuk kegiatan pertanian. Sedangkan Ruminta, 1989; Kahfi, 2002 Apria,
2004 dan Mukti 2004, masing-masing
menggunakan Metode ARIMA untuk memprediksi data curah hujan, suhu udara dan debit sungai. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penggunaan model ARIMA masih relevan untuk memprediksi data diskret maupun kontinyu, termasuk data hidrologi. Pada kasus ini, data yang diprediksi adalah data hidrologi berupa data debit air.
Menurunnya jumlah limpasan berguna untuk menghemat pengeluaran air dari Waduk
12
mempertahankan ketersediaan air pada waduk pada musim kemarau.
Inflow yang berasal dari Bendung Curug dan Sungai Cibeet, Cikarang dan Bekasi digunakan untuk memenuhi kebutuhan air untuk tanaman padi, tanaman palawija, air minum dan keperluan lainnya di Saluran Induk Tarum Barat.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
V . 1 . K e s i m p u l a n
Model ARIMA yang diperoleh untuk data
debit Sungai Bekasi adalah (0.1.0)(2.1.2)48
sedangkan untuk debit Sungai Cikarang
(0.1.0)(2.0.2)48 dan debit Sungai Cibeet
(1.1.2)(0.2.1)48. Berdasarkan hasil uji t dan uji
Q (Box– Pierce) ketiga Model ARIMA
tersebut layak/sesuai digunakan untuk
memprediksi debit air dari ketiga sungai tersebut. Berdasarkan koefisien korelasinya, ketiga Model ARIMA tersebut merupakan model yang paling cocok dengan data realisasinya.
Apabila dibandingkan dengan data hasil
perhitungan dengan Metode Weibull,
penggunaan data hasil peramalan dengan Model ARIMA sebagai debit andalan lebih cocok diterapkan dalam sistem keseimbangan air di SITB sebagai debit air tersedia. Data-data tersebut memiliki koefisien korelasi lebih besar daripada koefisien korelasi dari data hasil perhitungan dengan Metode Weibull terhadap data realisasi. Besarnya nilai koefisien korelasi (r) data hasil peramalan dengan Model ARIMA terhadap data realisasi berturut-turut untuk Sungai Bekasi, Cikarang dan Cibeet adalah 0,709, 0,644 dan 0,640. Sedangkan nilai koefisien korelasi data hasil perhitungan dengan metode Weibull berturut-turut adalah 0,604, 0,599 dan 0,599.
Pada keseimbangan air di Saluran Induk
Tarum Barat, diketahui inflow berasal dari
tiga sungai yang merupakan sumber setempat, yaitu Cibeet, Cikarang dan Bekasi, dan memperoleh tambahan dari Bendung Curug.
Sedangkan yang merupakan outflow dari
saluran ini adalah berbagai macam kebutuhan air berupa irigasi (untuk padi dan palawija), PAM (domestik) dan industri dan sisanya merupakan limpasan.
Hasil perhitungan dalam sistem
keseimbangan air dengan data hasil peramalan dengan Model ARIMA lebih efisien daripada menggunakan data hasil perhitungan dengan metode sebelumnya (Metode Weibull). Hal ini
dapat dibuktikan dengan membandingkan besarnya kebutuhan air ke Bendung Curug dengan debit air tersedia berdasarkan data hasil perhitungan kedua metode tersebut. Besarnya
volum kebutuhan air (water demand) yang
harus disuplai dari Bendung Curug dengan debit tersedia berdasarkan data hasil peramalan
dengan Metode Weibull adalah
1.161.827.872,16 m3 sedangkan dengan debit
tersedia berdasarkan data hasil peramalan dengan Metode Box-Jenkins ARIMA adalah
941,265,406.61 m3 dan selisih dari keduanya
cukup besar, yaitu 220,562,465.55 m3. Hal ini
berdampak positif berupa penghematan air
yang berguna untuk mempertahankan
simpanan waduk pada musim kemarau.
V. 2. Saran
Hasil dari penelitian ini, terlihat bahwa penggunaan Metode Box-Jenkins ARIMA lebih mendekati realisasi sumber setempat daripada dengan menggunakan Metode Weibull dalam memprediksi debit andalan
sumber setempat dalam perhitungan
keseimbangan air di Saluran Induk Tarum Barat (SITB) seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Oleh karena itu, hasil dari penelitian ini dapat dijadikan studi perbandingan oleh pihak Perum Jasa Tirta II untuk menghitung prediksi debit andalan
sumber setempat dalam perhitungan
keseimbangan air di Saluran Induk Tarum Barat (SITB) setiap tahunnya.
DAFTAR PUSTAKA
Adrianita F. 2001. Tinjauan Hidro logis Terhadap Banjir di DAS Garang
Semarang. [laporan praktek
lapang]. Jurusan Geofisika dan Meteorologi FMIPA IPB, Bogor.
Apria TN. 2004. Prediksi Curah Hu jan dengan Menggunakan Model ARIMA (Studi Kasus Sub -DAS Saguling Jabar). [laporan [praktek lapang]. Jurusan Geofisika dan Meteorologi FMIPA IPB, Bogor.
Bey A. 1987. Metode Kausal dan Time -series untuk Analisis Data Iklim. Training Dosen Perguruan Tinggi Negeri Indonesia Bagian Barat dalam Bidang Agroklimatologi. FMIPA IPB, Bogor.
sebagai Studi Kasus. Meningkatkan Prakiraan dan Pemanfaatan Iklim untuk Mendukung Pengembangan Pertanian Tahun 2000. Agroklimatologi FPS IPB. PERHIMPI. Bogor.
———. 1991. Kapita Selekta dalam
Agrometeorologi. Depdikbud. Bogor.
Bowerman BLRT, O’Connell. 1987. Time Series Forecasting. Unified Concepts and Computer
Implementation . 2nd Edition.
Duxburry Press. Boston.
Haan CT. 1979. Statistical Methods in
Hydrology. 2nd Edition. The Iowa
University Press. Iowa.
Hadiwidjoyo P, Guritno I, Murdiyarso D, Martodinomo M .1987. Kamus Hidrologi. Depdikbud. Jakarta.
Kahfi M. 2002. ARIMA Model for Monthly Temperature and Rainfall in Bogor. Departemen Statistika FMIPA IPB.
Lee R. 1990. Hidrologi Hutan. Edisi ke-2. Terjemahan: Sentot Subagyo. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Makridakis S, Wheelwright SC, McGee VE. 1999. Metode dan Aplikasi Peramalan. Jilid I. Ed ke -2.
Terjemahan Hari Suminto .
Binarupa Aksara, Jakarta.
Michael AM . 1978. Irrigation: Theory and Practice. Vikas Publishing House. New Delhi.
Mukti RT. 2004. Peramalan Inflow Bulanan DAS Saguling Berdasarkan Curah Hujan Bulanan. Departemen Statistika FMIPA IPB. Bogor.
Murdiyarso D. 1986. Pengelolaan Air DAS. Kursus Pemanfaatan Data Iklim dan Pengelolaan Air. Jurusan Geofisika dan Meteorologi. FMIPA IPB. Bogor.
{PJT II} Perum Jasa Tirta II. 2004. Surat Keputusan Direksi Perum Tirta Jasa II No. 1/ 366.2/KPTS/2004
tentang Rencana Pokok
Penyediaan dan Penggunaan Air untuk Tanam Padi Rendeng MT.. 2004/2005, Tanam Padi Gadu MT. 2005 dan Tanam Palawija MT. 2004 di serta Kebutuhan Air untuk Air Minum, Industri, Perkebunan dan Penggelontoran Kota tahun 2004/2005.
[POJ] Perusahaan Umum Otorita Jatiluhur. 1992. Perusahaan Umum Otorita Jatiluhur. Purwakarta .
Ruminta. 1989. Model ARIMA untuk Pendugaan Pola Curah Hujan Jakarta [skripsi]. Jurusan Geofisika dan Meteorologi FMIPA IPB, Bogor.
Seyhan E. 1995. Dasar-Dasar Hidrologi. Edisi ke -3. Terjemahan: Sentot Subagyo. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Soewarno. 1995. Hidrologi: Aplikasi Metode Statistik untuk Analisa Data. Jilid 1. NOVA. Bandung.
Sosrodarsono S dan Takeda K. 1980. Hidrologi untuk Pengairan. Pradnya Paramita. Jakarta.
Suantara P. 1993. Analisis Hidrograf dan Karakteristik Daerah Aliran Sungai Badung Propinsi Bali [skripsi]. Jurusan Geofisika dan Meteorologi. FMIPA IPB, Bogor.
Sugiyono A. 1999. Aspek-aspek dalam desain PLTA Mamberamo. BPPT, Jakarta.
Sumani, 1993. Prakiraan Curah Hujan bulanan dan musiman di Jawa Tengah dengan Metode ARIMA. [thesis] Program Studi Agroklimatologi. Program Pascasarjana. IPB.
Tikno S. 1994. Penggunaan model Arima Untuk Meramal Curah Hujan Bulanan (Kasus Bojong Picung -Cianjur). Majalah BPPT; 1994; No. LIX: 71-94.
Walpole RE. 1995. Pengantar Statistika. Edisi ke -3. Terjemahan: Bambang
Lampiran 1. Skema Saluran Induk Tarum Barat (SITB)
SKEMA
SALURAN INDUK TARUM BARAT
(SITB)
Saluran Tarum Utara
Bendung Bekasi Bendung Cikarang
Bendung Cibeet Saluran Tarum Timur
Syphon Cibeet Bendung Curug
35.000m
14.801 m
14.716 m 2.520 m
S. Ciliwung S. Bekasi S. Cikarang S. Cibeet S. Citarum
16
Lampiran 2. Diagram Alur Penelitian
Pengumpulan Data
Analisis Model ARIMA
Validasi START
Apakah Data Memadai?
Data Hasil Peramalan dengan Model ARIMA
Transformasi Data Data Debit Air Realisasi (1987-2005)
Tahap II Penaksiran dan Pengujian
Tahap III Penerapan Tahap I Identifikasi
stasioner
Debit Andalan dengan Metode Weibull
Apakah r (ARIMA) >
r (Weibull)
Ya Ya Tidak
Tidak
Perbandingan Perhitungan Keseimbangan Air di SITB
Model ARIMA dapat diterapkan
Cukup menggunakan Metode Weibull Kebutuhan dari
B. Curug: ARIMA < Weibull
Tidak Ya
Lampiran 3. Skema Keseimbangan Air Saluran Induk Tarum Barat (SITB)
SKEMA KESEIMBANGAN AIR DI SALURAN INDUK TARUM BARAT
(SITB)
B. Bekasi B. Cikarang
B. Cibeet
Syphon Cibeet
B. Curug
S. Ciliwung S. Bekasi S. Cikarang S. Cibeet S. Citarum
Qc Q1
Q3
Q2 KT4
KT3
KT2
QL3 QL2 QL1
Cawang
kh4
kh3 kh2
kh1
KT1 Qt1
Qt3
18
Lampiran 3. (Lanjutan)
Q3 + Qt 3 = KT4 + QL1 + kh4
Q2 + Qt 2 = KT3 + QL2 + kh3 + Qt3
Q1 + Qt 1 = KT2 + QL1 + kh2 + Qt2
Qc = KT1 + kh1 + Qt1
Keterangan:
Qc = Inflow dari Bendung Curug
Q1 = Inflow dari Bendung Cibeet
Q2 = Inflow dari Bendung Cikarang
Q3 = Inflow dari Bendung Bekasi
Qt1 = Tambahan dari Bendung Curug
Qt2 = Tambahan dari Bendung Cibeet
Qt3 = Tambahan dari Bendung Bekasi
KT1 = Kebutuhan Total pada ruas Bendung Curug s.d. Bendung Cibeet
KT2 = Kebutuhan Total pada ruas Bendung Cibeet s.d. Bendung Cikarang
KT3 = Kebutuhan Total pada ruas Bendung Cikarang s.d. Bendung Bekasi
KT4 = Kebutuhan Total pada ruas Bendung Bekasi s.d. Cawang
QL1 = Limpasan pada Bendung Cibeet
QL2 = Limpasan pada Bendung Cikarang
QL3 =Limpasan pada Bendung Bekasi
kh1 = kehilangan pada ruas Bendung Curug s.d. Bendung Cibeet
kh2 = kehilangan pada ruas Bendung Cibeet s.d. Bendung Cikarang
kh3 = kehilangan pada ruas Bendung Cikarang s.d. Bendung Bekasi
Lampiran 4. Data Realisasi Debit Air Rata-rata 15 Harian dari Sungai Cibeet, Cikarang dan Bekasi (1987-2005)
NO. TAHUN BULAN PERIODE CIBEET CIKARANG BEKASI
1
1987
JANUARI I 48.10 18.90 55.80
2 II 33.80 9.80 37.60
3
FEBRUARI I 54.50 16.20 49.60
4 II 97.20 32.30 48.10
5
MARET I 70.70 20.00 53.40
6 II 66.70 25.70 57.00
7 APRIL I 57.40 18.80 63.70
8 II 40.90 15.60 32.00
9
MEI I 44.90 19.70 46.00
10 II 20.50 10.20 22.00
11
JUNI I 8.80 5.50 10.70
12 II 6.90 3.30 14.10
13
JULI I 5.40 2.00 8.20
14 II 4.80 2.50 4.40
15
AGUSTUS I 3.40 0.50 0.60
16 II 1.60 0.30 0.50
17 SEPTEMBER I 0.80 1.10 1.90
18 II 1.50 1.30 3.80
19
OKTOBER I 7.00 4.70 16.00
20 II 2.00 1.60 9.50
21
NOVEMBER I 5.50 5.20 17.10
22 II 10.90 1.80 12.40
23
DESEMBER I 59.70 16.20 26.40
24 II 28.20 22.70 22.60
25
1988
JANUARI I 34.60 9.40 12.20
26 II 47.30 14.70 46.00
27 FEBRUARI I 26.90 20.30 25.10
28 II 21.60 16.50 18.40
29
MARET I 59.00 18.80 41.40
30 II 38.20 14.50 24.00
31
APRIL I 15.70 10.50 24.10
32 II 12.40 4.60 21.20
33
MEI I 34.20 9.70 49.30
34 II 27.00 12.10 29.70
35
JUNI I 12.70 2.90 33.80
36 II 9.10 0.40 6.80
37 JULI I 5.40 0.70 4.00
38 II 3.80 0.70 7.20
39
AGUSTUS I 4.90 1.80 17.80
40 II 2.20 0.70 9.50
41
SEPTEMBER I 3.10 0.30 4.50
42 II 2.60 1.10 4.80
43
OKTOBER I 4.80 4.40 10.50
44 II 18.30 10.20 31.10
45
NOVEMBER I 20.60 4.40 20.30
46 II 21.20 6.70 11.70
47 DESEMBER I 14.90 7.10 10.80
48 II 43.20 26.50 43.40
49
1989
JANUARI I 52.60 16.00 46.50
50 II 49.90 18.30 49.80
51
FEBRUARI I 119.50 47.40 69.60
52 II 59.50 29.40 38.20
53
MARET I 18.60 13.00 15.60
54 II 49.60 14.10 25.00
55
APRIL I 45.60 19.50 34.20
56 II 32.20 17.20 18.70
57 MEI I 56.90 12.70 59.50
58 II 48.10 25.40 58.50
59
JUNI I 23.50 8.20 21.70
60 II 14.70 3.80 14.00
61
JULI I 10.90 5.60 11.40
62 II 15.00 9.10 10.90
63
AGUSTUS I 5.10 6.10 5.30
64 II 4.90 1.70 4.80
65
SEPTEMBER I 5.30 0.90 11.00
66 II 4.20 0.60 3.60
67 OKTOBER I 2.90 0.80 3.10
68 II 11.80 4.60 14.30
69
NOVEMBER I 26.00 13.60 41.40
70 II 34.10 6.50 18.60
71
DESEMBER I 64.50 24.00 52.20
72 II 35.10 14.20 97.20
73
1990
JANUARI I 67.50 13.40 46.80
74 II 56.90 28.40 54.70
75
FEBRUARI I 32.70 10.90 30.80
76 II 46.50 23.30 71.10
77 MARET I 15.30 12.70 32.70
78 II 41.50 16.70 32.80
79
APRIL I 43.40 5.70 41.90
80 II 23.00 10.20 30.30
81
MEI I 10.80 8.60 33.90
82 II 14.00 8.50 24.50
83
JUNI I 10.70 5.80 25.00
84 II 13.20 5.20 18.40
85
JULI I 13.90 6.00 23.40
86 II 4.30 4.80 28.90
NO. TAHUN BULAN PERIODE CIBEET CIKARANG BEKASI
87
1990 AGUSTUS I 12.00 10.60 38.40
88 II 19.60 14.00 37.20
89
SEPTEMBER I 11.50 7.90 31.80
90 II 3.10 1.40 15.00
91 OKTOBER I 8.90 2.30 18.00
92 II 2.30 1.70 14.90
93
NOVEMBER I 3.60 3.70 23.70
94 II 15.50 1.70 20.50
95
DESEMBER I 41.10 15.30 31.40
96 II 62.80 17.50 52.60
97
1991
JANUARI I 41.70 20.60 35.80
98 II 43.10 9.30 25.10
99
FEBRUARI I 25.90 14.50 33.20
100 II 89.70 20.30 52.30
101 MARET I 84.90 18.10 43.00
102 II 65.20 24.80 50.90
103
APRI L I 46.70 17.90 39.80
104 II 35.40 21.00 25.60
105
MEI I 32.70 21.80 37.10
106 II 4.50 3.20 9.10
107
JUNI I 4.80 1.00 5.50
108 II 3.60 2.60 7.10
109
JULI I 0.60 0.40 3.80
110 II 2.20 2.40 8.70
111 AGUSTUS I 1.20 0.60 3.20
112 II 0.50 0.40 4.50
113
SEPTEMBER I 1.17 0.83 4.90
114 II 0.90 1.70 7.40
115
OKTOBER I 0.40 0.60 3.50
116 II 1.30 0.20 10.90
117
NOVEMBER I 22.60 12.60 41.10
118 II 48.00 21.60 34.00
119
DESEMBER I 51.60 21.30 27.30
120 II 53.40 39.70 49.40
121
1992
JANUARI I 25.90 17.50 26.50
122 II 38.00 15.50 39.80
123
FEBRUARI I 57.70 15.10 46.60
124 II 63.70 31.70 40.70
125
MARET I 34.00 20.70 24.80
126 II 38.40 24.70 44.30
127
APRIL I 36.30 19.70 27.80
128 II 39.80 23.00 50.40
129
MEI I 41.20 21.20 39.50
130 II 32.40 12.70 22.40
131 JUNI I 40.80 12.50 33.50
132 II 5.10 4.70 9.20
133
JULI I 11.50 3.20 28.50
134 II 3.00 2.30 11.40
135
AGUSTUS I 1.60 1.50 6.40
136 II 21.30 6.00 14.70
137
SEPTEMBER I 12.50 5.00 9.80
138 II 9.80 2.30 8.40
139
OKTOBER I 39.20 14.90 35.40
140 II 49.60 22.20 43.50
141 NOVEMBER I 36.10 12.00 29.80
142 II 48.20 11.90 40.40
143
DESEMBER I 49.60 24.30 38.50
144 II 42.80 18.30 25.60
145
1993
JANUARI I 60.50 24.40 42.30
146 II 91.38 21.81 46.17
147
FEBRUARI I 95.35 47.30 66.90
148 II 47.93 17.60 25.58
149
MARET I 67.16 27.90 22.09
150 II 82.88 24.17 57.90
151 APRIL I 57.71 19.46 37.30
152 II 59.71 22.73 49.62
153
MEI I 51.73 14.46 53.57
154 II 7.84 2.36 21.01
155
JUNI I 12.59 3.42 17.20
156 II 7.69 4.35 25.47
157
JULI I 1.34 1.37 7.37
158 II 3.65 1.43 10.23
159
AGUSTUS I 6.79 5.03 23.90
160 II 8.00 4.49 36.40
161 SEPTEMBER I 2.49 1.26 24.77
162 II 2.33 0.49 20.60
163
OKTOBER I 1.00 4.18 13.90
164 II 6.22 5.69 28.50
165
NOVEMBER I 8.41 5.01 17.67
166 II 47.80 28.62 54.04
167
DESEMBER I 56.91 29.84 70.71
168 II 37.29 11.28 39.29
169
1994
JANUARI I 53.07 26.13 43.47
170 II 93.29 37.55 58.28
171 FEBRUARI I 74.09 34.65 61.48
20
Lampiran 4.(Lanjutan)
NO. TAHUN BULAN PERIODE CIBEET CIKARANG BEKASI
173
1994
MARET I 41.22 19.56 31.71
174 II 41.78 24.45 38.48
175
APRIL I 55.23 20.81 77.27
176 II 75.35 35.73 79.49
177
MEI I 55.02 11.90 45.02
178 II 9.99 4.66 11.60
179
JUNI I 6.39 1.98 6.76
180 II 7.45 2.98 7.51
181
JULI I 1.20 1.61 4.15
182 II 0.82 1.44 1.83
183 AGUSTUS I 0.86 2.00 5.48
184 II 0.75 1.28 1.68
185
SEPTEMBER I 0.71 0.90 6.76
186 II 1.28 3.08 20.23
187
OKTOBER I 0.58 1.43 15.19
188 II 0.85 1.51 23.46
189
NOVEMBER I 4.50 3.93 38.25
190 II 12.96 6.41 48.12
191
DESEMBER I 49.15 19.46 48.84
192 II 10.60 6.11 21.22
193
1995
JANUARI I 60.07 15.81 28.78
194 II 67.13 23.67 45.30
195
FEBRUARI I 65.1 3 27.39 61.39
196 II 38.44 13.33 25.08
197
MARET I 40.04 9.53 24.73
198 II 53.46 15.17 55.42
199
APRIL I 44.98 7.34 30.22
200 II 39.35 8.57 36.26
201
MEI I 69.23 11.95 43.74
202 II 25.44 6.56 23.91
203 JUNI I 19.03 7.44 25.89
204 II 55.97 19.00 48.91
205
JULI I 66.62 6.73 30.88
206 II 23.26 3.38 16.83
207
AGUSTUS I 5.80 1.66 6.10
208 II 2.54 1.36 6.10
209
SEPTEMBER I 3.69 0.49 13.42
210 II 4.14 5.76 24.52
211
OKTOBER I 8.48 3.22 34.93
212 II 17.60 12.22 44.48
213 NOVEMBER I 38.70 27.65 72.23
214 II 33.35 19.42 42.86
215
DESEMBER I 18.83 9.83 30.13
216 II 9.15 6.02 15.57
217
1996
JANUARI I 122.60 44.32 64.57
218 II 39.68 17.01 19.00
219
FEBRUARI I 104.84 36.82 58.02
220 II 82.35 42.27 70.99
221
MARET I 55.89 39.68 48.58
222 II 42.45 22.05 44.24
223 APRIL I 33.74 23.19 22.13
224 II 55.72 35.38 72.26
225
MEI I 17.79 15.88 21.04
226 II 43.64 16.23 39.23
227
JUNI I 15.88 4.07 21.25
228 II 7.59 6.84 7.18
229
JULI I 5.77 6.65 11.18
230 II 6.67 5.22 12.40
231
AGUSTUS I 7.12 12.61 24.47
232 II 6.06 4.50 31.40
233 SEPTEMBER I 18.71 3.15 32.52
234 II 8.83 6.84 18.59
235
OKTOBER I 11.19 3.47 34.28
236 II 17.76