• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemberdayaan Usaha Sektor Informal Di Kelurahan Campaka Kecamatan Andir Kota Bandung Provinsi Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemberdayaan Usaha Sektor Informal Di Kelurahan Campaka Kecamatan Andir Kota Bandung Provinsi Jawa Barat"

Copied!
340
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBERDAYAAN USAHA SEKTOR INFORMAL

DI KELURAHAN CAMPAKA KECAMATAN ANDIR

KOTA BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT

MUHAMMAD RIDWAN KHOLIS

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

ABSTRACT

MUHAMMAD RI DWAN KHOLI S. Empowering I nformal Sector Business at Kelurahan Campaka Kecamatan Andir Kota Bandung Provinsi Jawa Barat. Advised by DR. MARJUKI , M.Sc. as the head of advisor commission, I r NURAI NI W. PRASODJO, M.S. as the member of advisor commission.

The I ndonesian economical lessening increased poverty and jobless problem. The economical crisis effect had affected in every life aspects, including social and politics life. Farm and I nformal Sector Business was sed up during the monetary crisis. The economical crisis was experienced by the businessman on informal sector business at Kelurahan Campaka.

This study aims to 1) Finding out and understanding the problem and potential

of informal sector business from businessman of informal sector business perspective at Kelurahan Campaka, 2) Finding out the connection between businessman aspiration with the former empowerment programs of informal sector business, 3) Analyzing the obstacle in empowerment program of I nformal sector business, 4) Arranging problem solution in empowering the sector informal business.

The methods that is used in collecting data are 1) Observation, 2) Group

Discussion, 3) I nterview, 4) Filling a questioner SWOT analysis. The steps of

arranging empowerment program of I nformal Sector Business are 1) Understanding

and Revealing the Problems, 2) Arrangement of the program outline as the basic outline of arranging a program that can be applied to people.

The goals of empowerment program of informal sector business are

1) Developing the businessman ability to gain an increasing income and success, 2) I ncreasing the marketing access, 3) Developing self organization of the informal sector businessman and developing the business network.

The strategy used in this program was designed through SWOT analysis

method usage. The steps are 1) Determining the main stakeholder, 2) I dentifying

SWOT through internal and external factor formulation so that there would be four strategy (SO, ST, WO, WT) which described in SWOT analysis matrix. Selection of the strategy was developed from four strategies and the selected strategy would be implemented into an action plan as an execution program and outline. The program and outline of execution selected program is designed in an outline of I nformal Sector Business I nformation Network.

Empowerment program of informal sector business which had arranged needs a follow-up by giving a recommendation to the connected side. Giving the recommendation was done through recommendation implementation mechanism

which the steps are 1) Recollection of businessman of informal sector business in

(4)

ABSTRAKSI

MUHAMMAD RI DWAN KHOLI S. Pemberdayaan Usaha Sektor I nformal Di Kelurahan Campaka Kecamatan Andir Kota Bandung Provinsi Jawa Barat. Dibimbing Oleh DR.MARJUKI , M.Sc. sebagai ketua komisi pembimbing, I r. NURAI NI W. PRASODJO, MS. sebagai anggota komisi Pembimbing.

Keterpurukan perekonomian I ndonesia memunculkan peningkatan masalah kemiskinan dan pengangguran. Dampak krisis ekonomi yang berkepanjangan ini telah mempengaruhi segala aspek kehidupan, termasuk kehidupan sosial dan politik. Sektor pertanian dan UKM/ usaha sektor informal mampu bertahan di masa terjadinya krisis moneter. Dampak krisis ekonomi dialami pula oleh pelaku usaha sektor informal di Kelurahan Campaka.

Kajian ini bertujuan untuk (1) Mengetahui dan memahami permasalahan dan

potensi usaha sektor informal ditinjau dari perspektif pelaku usaha sektor informal di Kelurahan Campaka, (2) Mengetahui keterkaitan aspirasi pelaku usaha sektor informal dengan program-program pemberdayaan usaha sektor informal yang pernah ada, (3) Menganalisis faktor penghambat dalam upaya pemberdayaan usaha sektor informal, (4) Menyusun pemecahan masalah dalam pemberdayaan usaha sektor informal.

Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah (1) Observasi, (2)

Diskusi kelompok, (3) Wawancara, (4) Pengisian kuesioner analisis SWOT.

Penyusunan program pemberdayaan usaha sektor informal dilakukan dengan

tahap-tahap 1) Pemahaman dan pengungkapan masalah, 2)) Kerangka Penyusunan

Program sebagai kerangka dasar penyusunan suatu program yang dapat diaplikasikan kepada masyarakat.

Program pemberdayaan usaha sektor informal memiliki tujuan umum untuk 1)

Mengembangkan kemampuan pelaku usaha sektor informal untuk mencapai peningkatan taraf pendapatan dan kemajuan usaha secara berkesinambungan; dan

tujuan khusus untuk 1) Meningkatkan akses terhadap sumber daya, 2)

Meningkatkan akses terhadap pemasaran, 3) Mengembangkan pengorganisasian diri pelaku usaha sektor informal dan pengembangan jejaring usaha.

Strategi yang dilakukan dalam pemberdayaan usaha sektor informal dirancang melalui penggunaan metode analisis SWOT. Tahapan penggunaan analisis

SWOT dalam kajian ini antara lain (1) Penetapan stakeholder utama. (2) I dentifikasi

SWOT melalui perumusan faktor internal dan eksternal sehingga diperoleh empat strategi (SO, ST, WO, WT) yang digambarkan kedalam matriks analisis SWOT.

Pemilihan strategi dikembangkan dari empat strategi tersebut dan strategi terpilih

dijabarkan kembali ke dalam bentuk rencana tindakan (action plan) berupa program

dan kerangka pelaksanaan program. Program dan kerangka pelaksanaan program

terpilih dirancang dalam kerangka Jaringan I nformasi Usaha Sektor I nformal.

Program pemberdayaan usaha sektor informal yang telah disusun perlu ditindaklanjuti dengan memberikan rekomendasi kepada pihak-pihak yang terkait. Pemberian rekomendasi dilakukan melalui mekanisme pelaksanaan rekomendasi

dengan tahapan-tahapan antara lain 1) Pendataan ulang para pelaku usaha sektor

(5)
(6)

PEMBERDAYAAN USAHA SEKTOR INFORMAL

DI KELURAHAN CAMPAKA KECAMATAN ANDIR

KOTA BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT

MUHAMMAD RIDWAN KHOLIS

Tugas Akhir

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Profesional pada

Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2006

Hak cipta dilindungi

(8)

JUDUL KAJIAN : PEMBERDAYAAN USAHA SEKTOR INFORMAL DI KELURAHAN CAMPAKA KECAMATAN ANDIR

KOTA BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT

NAMA : MUHAMMAD RIDWAN KHOLIS

NOMOR POKOK : A. 154040065

PROGRAM STUDI : MAGISTER PROFESIONAL PENGEMBANGAN MASYARAKAT

Disetujui,

Komisi Pembimbing

DR. MARJUKI, M.Sc. K e t u a

Ir. NURAINI W. PRASODJO, M.S. A n g g o t a

Diketahui

Ketua Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat

DR. Ir. DJUARA P. LUBIS, M.S.

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. DR. Ir. KHAIRIL A. NOTODIPUTRO, M.S.

(9)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahw a kajian pengembangan masyarakat dengan judul :

“PEMBERDAYAAN USAHA SEKTOR I NFORMAL DI KELURAHAN CAMPAKA KECAMATAN ANDI R KOTA BANDUNG PROPI NSI JAWA BARAT”

Adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum pernah dipublikasikan. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan dengan jelas dan diperiksa kebenarannya.

Bandung, Desember 2006

(10)

Riwayat Hidup

Penulis dilahirkan di Kota Bandung Propinsi Jawa Barat pada tangggal 21

Januari 1973. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara dan beragama Islam. Penulis saat ini bekerja sebagai staf administrasi di Sekolah

Tinggi Kesejahteraan Sosial Bandung dan berstatus sebagai Pegawai Negeri

Sipil. Penulis menikah pada tahun 2001 dan sekarang telah dikaruniai satu orang

anak perempuan dan satu orang anak laki-laki.

Pendidikan yang telah ditempuh oleh Penulis antara lain :

1. Sekolah Dasar Negeri (SDN) Holis Utara Kota Bandung hingga tahun 1983,

dan selanjutnya pindah ke SDN Rancabentang 2 Cimahi. Lulus dan

berijazah tahun 1985.

2. Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) Cimindi, Cimahi. Lulus dan berijazah tahun 1988.

3. Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 2 Cimahi. Lulus dan berijazah

tahun 1991.

4. Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) Bandung. Lulus dan berijazah tahun 1998.

5. Pada tahun 2004 sampai dengan sekarang menempuh dan menyelesaikan

(11)

PEMBERDAYAAN USAHA SEKTOR INFORMAL

DI KELURAHAN CAMPAKA KECAMATAN ANDIR

KOTA BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT

MUHAMMAD RIDWAN KHOLIS

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)
(13)

ABSTRACT

MUHAMMAD RI DWAN KHOLI S. Empowering I nformal Sector Business at Kelurahan Campaka Kecamatan Andir Kota Bandung Provinsi Jawa Barat. Advised by DR. MARJUKI , M.Sc. as the head of advisor commission, I r NURAI NI W. PRASODJO, M.S. as the member of advisor commission.

The I ndonesian economical lessening increased poverty and jobless problem. The economical crisis effect had affected in every life aspects, including social and politics life. Farm and I nformal Sector Business was sed up during the monetary crisis. The economical crisis was experienced by the businessman on informal sector business at Kelurahan Campaka.

This study aims to 1) Finding out and understanding the problem and potential

of informal sector business from businessman of informal sector business perspective at Kelurahan Campaka, 2) Finding out the connection between businessman aspiration with the former empowerment programs of informal sector business, 3) Analyzing the obstacle in empowerment program of I nformal sector business, 4) Arranging problem solution in empowering the sector informal business.

The methods that is used in collecting data are 1) Observation, 2) Group

Discussion, 3) I nterview, 4) Filling a questioner SWOT analysis. The steps of

arranging empowerment program of I nformal Sector Business are 1) Understanding

and Revealing the Problems, 2) Arrangement of the program outline as the basic outline of arranging a program that can be applied to people.

The goals of empowerment program of informal sector business are

1) Developing the businessman ability to gain an increasing income and success, 2) I ncreasing the marketing access, 3) Developing self organization of the informal sector businessman and developing the business network.

The strategy used in this program was designed through SWOT analysis

method usage. The steps are 1) Determining the main stakeholder, 2) I dentifying

SWOT through internal and external factor formulation so that there would be four strategy (SO, ST, WO, WT) which described in SWOT analysis matrix. Selection of the strategy was developed from four strategies and the selected strategy would be implemented into an action plan as an execution program and outline. The program and outline of execution selected program is designed in an outline of I nformal Sector Business I nformation Network.

Empowerment program of informal sector business which had arranged needs a follow-up by giving a recommendation to the connected side. Giving the recommendation was done through recommendation implementation mechanism

which the steps are 1) Recollection of businessman of informal sector business in

(14)

ABSTRAKSI

MUHAMMAD RI DWAN KHOLI S. Pemberdayaan Usaha Sektor I nformal Di Kelurahan Campaka Kecamatan Andir Kota Bandung Provinsi Jawa Barat. Dibimbing Oleh DR.MARJUKI , M.Sc. sebagai ketua komisi pembimbing, I r. NURAI NI W. PRASODJO, MS. sebagai anggota komisi Pembimbing.

Keterpurukan perekonomian I ndonesia memunculkan peningkatan masalah kemiskinan dan pengangguran. Dampak krisis ekonomi yang berkepanjangan ini telah mempengaruhi segala aspek kehidupan, termasuk kehidupan sosial dan politik. Sektor pertanian dan UKM/ usaha sektor informal mampu bertahan di masa terjadinya krisis moneter. Dampak krisis ekonomi dialami pula oleh pelaku usaha sektor informal di Kelurahan Campaka.

Kajian ini bertujuan untuk (1) Mengetahui dan memahami permasalahan dan

potensi usaha sektor informal ditinjau dari perspektif pelaku usaha sektor informal di Kelurahan Campaka, (2) Mengetahui keterkaitan aspirasi pelaku usaha sektor informal dengan program-program pemberdayaan usaha sektor informal yang pernah ada, (3) Menganalisis faktor penghambat dalam upaya pemberdayaan usaha sektor informal, (4) Menyusun pemecahan masalah dalam pemberdayaan usaha sektor informal.

Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah (1) Observasi, (2)

Diskusi kelompok, (3) Wawancara, (4) Pengisian kuesioner analisis SWOT.

Penyusunan program pemberdayaan usaha sektor informal dilakukan dengan

tahap-tahap 1) Pemahaman dan pengungkapan masalah, 2)) Kerangka Penyusunan

Program sebagai kerangka dasar penyusunan suatu program yang dapat diaplikasikan kepada masyarakat.

Program pemberdayaan usaha sektor informal memiliki tujuan umum untuk 1)

Mengembangkan kemampuan pelaku usaha sektor informal untuk mencapai peningkatan taraf pendapatan dan kemajuan usaha secara berkesinambungan; dan

tujuan khusus untuk 1) Meningkatkan akses terhadap sumber daya, 2)

Meningkatkan akses terhadap pemasaran, 3) Mengembangkan pengorganisasian diri pelaku usaha sektor informal dan pengembangan jejaring usaha.

Strategi yang dilakukan dalam pemberdayaan usaha sektor informal dirancang melalui penggunaan metode analisis SWOT. Tahapan penggunaan analisis

SWOT dalam kajian ini antara lain (1) Penetapan stakeholder utama. (2) I dentifikasi

SWOT melalui perumusan faktor internal dan eksternal sehingga diperoleh empat strategi (SO, ST, WO, WT) yang digambarkan kedalam matriks analisis SWOT.

Pemilihan strategi dikembangkan dari empat strategi tersebut dan strategi terpilih

dijabarkan kembali ke dalam bentuk rencana tindakan (action plan) berupa program

dan kerangka pelaksanaan program. Program dan kerangka pelaksanaan program

terpilih dirancang dalam kerangka Jaringan I nformasi Usaha Sektor I nformal.

Program pemberdayaan usaha sektor informal yang telah disusun perlu ditindaklanjuti dengan memberikan rekomendasi kepada pihak-pihak yang terkait. Pemberian rekomendasi dilakukan melalui mekanisme pelaksanaan rekomendasi

dengan tahapan-tahapan antara lain 1) Pendataan ulang para pelaku usaha sektor

(15)
(16)

PEMBERDAYAAN USAHA SEKTOR INFORMAL

DI KELURAHAN CAMPAKA KECAMATAN ANDIR

KOTA BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT

MUHAMMAD RIDWAN KHOLIS

Tugas Akhir

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Profesional pada

Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(17)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2006

Hak cipta dilindungi

(18)

JUDUL KAJIAN : PEMBERDAYAAN USAHA SEKTOR INFORMAL DI KELURAHAN CAMPAKA KECAMATAN ANDIR

KOTA BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT

NAMA : MUHAMMAD RIDWAN KHOLIS

NOMOR POKOK : A. 154040065

PROGRAM STUDI : MAGISTER PROFESIONAL PENGEMBANGAN MASYARAKAT

Disetujui,

Komisi Pembimbing

DR. MARJUKI, M.Sc. K e t u a

Ir. NURAINI W. PRASODJO, M.S. A n g g o t a

Diketahui

Ketua Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat

DR. Ir. DJUARA P. LUBIS, M.S.

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. DR. Ir. KHAIRIL A. NOTODIPUTRO, M.S.

(19)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahw a kajian pengembangan masyarakat dengan judul :

“PEMBERDAYAAN USAHA SEKTOR I NFORMAL DI KELURAHAN CAMPAKA KECAMATAN ANDI R KOTA BANDUNG PROPI NSI JAWA BARAT”

Adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum pernah dipublikasikan. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan dengan jelas dan diperiksa kebenarannya.

Bandung, Desember 2006

(20)

Riwayat Hidup

Penulis dilahirkan di Kota Bandung Propinsi Jawa Barat pada tangggal 21

Januari 1973. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara dan beragama Islam. Penulis saat ini bekerja sebagai staf administrasi di Sekolah

Tinggi Kesejahteraan Sosial Bandung dan berstatus sebagai Pegawai Negeri

Sipil. Penulis menikah pada tahun 2001 dan sekarang telah dikaruniai satu orang

anak perempuan dan satu orang anak laki-laki.

Pendidikan yang telah ditempuh oleh Penulis antara lain :

1. Sekolah Dasar Negeri (SDN) Holis Utara Kota Bandung hingga tahun 1983,

dan selanjutnya pindah ke SDN Rancabentang 2 Cimahi. Lulus dan

berijazah tahun 1985.

2. Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) Cimindi, Cimahi. Lulus dan berijazah tahun 1988.

3. Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 2 Cimahi. Lulus dan berijazah

tahun 1991.

4. Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) Bandung. Lulus dan berijazah tahun 1998.

5. Pada tahun 2004 sampai dengan sekarang menempuh dan menyelesaikan

(21)

KATA PENGANTAR

Penulis menghaturkan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kesempatan yang diberikan kepada Penulis untuk menyelesaikan penulisan tugas akhir kajian pengembangan masyarakat dengan judul “Pemberdayaan Usaha Sektor I nformal Di Kelurahan Campaka Kecamatan Andir Kota Bandung”.

Kajian ini diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Profesional Pengembangan Masyarakat di Sekolah Pascasarjana I nstitut Pertanian Bogor.

Penulisan tugas akhir kajian pengembangan masyarakat ini dapat diselesaikan atas bantuan berbagai pihak. Untuk itu, Penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Departemen Sosial Republik I ndonesia yang telah memberikan kesempatan

kepada Penulis untuk menempuh pendidikan Magister Profesional Pengembangan Masyarakat di I nstitut Pertanian Bogor (I PB).

2. DR. Marjuki, M.Sc selaku Ketua Komisi Pembimbing dan I r. Nuraini W.

Prasodjo, MS selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan bimbingan penulisan tugas akhir.

3. I r. Said Rusli, MA selaku Penguji Luar Komisi yang telah memberikan

masukan berarti untuk kesempurnaan tugas akhir ini.

4. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S. selaku Dekan Sekolah Pascasarjana dan Dr. Ir. Djuara P. Lubis, M.S. selaku Ketua Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat, dan dosen-dosen program studi Pengembangan Masyarakat yang telah memberikan wawasan dan materi keilmuan ilmu-ilmu pengembangan masyarakat.

5. Dra. Neni Kusumawardhani, MS, selaku Ketua Sekolah Tinggi Kesejahteraan

(22)

6. Seluruh staf Sekretariat Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat Sekolah Pascasarjana I nstitut Pertanian Bogor dan Pengelola program magister STKS Bandung yang telah banyak membantu Penulis dalam menyelesaikan pendidikan Magister Profesional Pengembangan Masyarakat Sekolah Pascasarjana I nstitut Pertanian Bogor.

7. TB. Agus Mulyadi, S.Sos selaku Lurah Campaka dan Rahmat Hidayat selaku

Sekretaris Lurah Campaka yang telah memberikan izin kepada praktikan untuk melaksanakan praktek di Kelurahan Campaka Kecamatan Andir Kota Bandung dan memberikan bantuan teknis lainnya,

8. Staf Kelurahan Campaka lainnya, Ketua RW 01 sampai dengan RW 07

beserta Ketua RT di setiap RW di Kelurahan Campaka, dan A. Edi Sutiandi, S.Ag. selaku Tokoh Masyarakat Campaka yang telah memberikan bantuan teknis dan berbagai informasi tentang usaha sektor informal di Kelurahan Campaka.

9. Seluruh rekan-rekan MPM I nstitut Pertanian Bogor Angkatan 2 Kelas STKS

Bandung atas kebersamaan dan kerjasama yang terjalin selama ini sehingga Penulis termotivasi untuk menyelesaikan pendidikan Magister Profesional Pengembangan Masyarakat Sekolah Pascasarjana I nstitut Pertanian Bogor.

10. yang telah memberikan perhatian dan bantuannya kepada Penulis dalam

menyelesaikan pendidikan Magister Profesional Pengembangan Masyarakat Sekolah Pascasarjana I nstitut Pertanian Bogor.

11. Drs. I ri Sapria, Dra. Yenni R., Drs. Ridwan, Eni Rahayuningsih, MP, Atirista

Nainggolan, MP, Supardian, MP, Erna Susanti, MP dan Nandang Susila, MP atas dukungan dan bantuannya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan kajian pengembangan masyarakat ini.

12. I bunda tercinta yang telah memberikan do’a dan restunya kepada penulis

(23)

13. I stri dan anak-anakku tercinta Ghina dan Zidan yang selama ini penuh pengertian memberikan dorongan dan semangat selama Penulis mengikuti pendidikan ini hingga selesai.

14. Habib, Yudha dan Wahyudi dari asrama Villa Biru STKS Bandung dan

Pengurus Yayasan Bina Qur ani Nuraini Kelurahan Campaka Kecamatan Andir Kota Bandung yang memberikan bantuan pinjaman komputernya saat penyelesaian kajian ini.

15. Semua pihak lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah

banyak membantu baik secara moral maupun material dalam penyelesaian kajian ini.

Penulis menyadari penulisan laporan ini belum sempurna, oleh karena itu Penulis mengharapkan semua pihak dapat memberikan saran dan kritik untuk kesempurnaan kajian ini.

Bandung, Desember 2006

(24)

DAFTAR I SI

Halaman

ABSTRAKS

LEMBAR PERNYATAAN

LEMBAR HAK CI PTA

LEMBAR TUGAS AKHI R

LEMBAR PERSETUJUAN

LEMBAR KATA PENGANTAR

LEMBAR RI WAYAT HI DUP

DAFTAR I SI ………. i

DAFTAR GAMBAR ………. iv

DAFTAR TABEL ……….. v

DAFTAR LAMPI RAN ………. vi

PENDAHULUAN

Latar belakang ………. 1

Rumusan Masalah ……….. 5

Tujuan ………... 7

KERANGKA TEORI TI S

Tinjauan Pustaka ……… 8

Masalah sosial dan Kemiskinan ……….. 8

Kesejahteraan Sosial ………. 9

Pengembangan Masyarakat dan Pemberdayaan …….………. 10

Usaha Sektor I nformal ………. 13

(25)

METODE KAJI AN

Tipe Kajian ……… 20

Subyek dan Unit Analisis ……….. 21

Metode Pengumpulan Data ………... 22

Prosedur Analisis Data ... 30

ANALI SI S PEMBERDAYAAN USAHA SEKTOR I NFORMAL

Karakteristik Responden ... 32

Permasalahan Usaha Sektor I nformal Ditinjau dari Perspektif Pelaku Usaha

Sektor I nformal ... 37

Analisis Kewirausahaan Responden Sebagai Pelaku Usaha Sektor I nformal

... 45

Keterkaitan Aspirasi Pelaku Usaha Sektor I nformal dengan Program-program Pengembangan Masyarakat ... 47

Potensi Lokal yang Dapat Dimanfaatkan dalam Pemberdayaan Usaha Sektor I nformal ………... 58

Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Pemberdayaan Usaha Sektor

I nformal ………... 60

Penentuan Strategi Program dengan Analisis SWOT ... 64

Penetapan Stakeholder Utama ... 69

I dentifikasi SWOT ... 69

Pemilihan Strategi Hasil I dentifikasi SWOT ... 71

PENYUSUNAN PROGRAM PEMBERDAYAAN USAHA SEKTOR I NFORMAL

Pengungkapan dan Pemahaman Masalah ... 76

I dentifikasi Masalah Pelaku Usaha Sektor I nformal ... 76

I dentifikasi Sumber Daya ... 78

Perumusan Tujuan Program Pemberdayaan Usaha Sektor I nformal 79

Tujuan Umum ... 79

(26)

Kerangka Penyusunan Program ... 81

Analisis Stakeholder ... 82

Penyusunan Strategi Program ... 87

KESI MPULAN DAN REKOMENDASI KEBI JAKAN

Kesimpulan ... 94

Rekomendasi ... 97

DAFTAR PUSTAKA ………... 103

(27)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka Pemikiran Ketidakberdayaan Usaha Sektor I nformal

di Kelurahan Campaka Kecamatan Andir Kota Bandung 17

2. Diagram Venn - Keterkaitan Program Pengembangan Masyarakat

dengan Pelaku Usaha Sektor I nformal 50

3. Skema Manajemen Sistem I nformasi pada Mekanisme Jejaring

Stakeholder LPM Kelurahan Campaka. 57

4. Analisis Pohon Masalah Usaha Sektor I nformal di Kelurahan Campaka

(28)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Jadwal Rencana Pelaksanaan Kajian Pengembangan Masyarakat

di Kelurahan Campaka Kecamatan Andir Kota Bandung 20

2. Rencana Pengumpulan Data Kajian Pengembangan Masyarakat

di Kelurahan Campaka Kecamatan Andir Kota Bandung 26

3. Responden Menurut Asal dan Usia 33

4. Analisis Kewirausahaan Responden Sebagai Pelaku Usaha Sektor

I nformal 46

5. Pusat Bisnis Usaha Sektor I nformal 53

6. Penganalisaan Faktor Pendukung Dalam Pemberdayaan Usaha Sektor I nformal

61

7. Penganalisaan Faktor Penghambat Dalam Pemberdayaan Usaha Sektor I nformal

63

8. Rata-rata Jawaban Responden untuk Faktor I nternal Jangka PendeK 65

9. Rata-rata Jawaban Responden untuk Faktor Eksternal Jangka Pendek 66

10. Rata-rata Jawaban Responden untuk Faktor I nternal Jangka Panjang 67

11. Rata-rata Jawaban Responden untuk Faktor Eksternal Jangka

Panjang 68

12. Matriks Analisis SWOT terhadap Pemberdayaan Usaha Sektor

I nformal 70

13. Analisis Stakeholder dalam Pemberdayaan Usaha Sektor I nformal Di

Kelurahan Campaka Kecamatan Andir Kota Bandung 83

14. Pembentukan Jaringan I nformasi Usaha Sektor I nformal Kelurahan Campaka Kecamatan Andir Kota Bandung

(29)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Peta Wilayah Kelurahan Campaka Kecamatan Andir Kota

Bandung Provinsi Jawa Barat 107

2. Pedoman Untuk Pengamatan Berperanserta 108

3. Langkah-langkah Penerapan Diskusi Kelompok 121

4. Dokumentasi Diskusi Kelompok Mengenai Pemberdayaan Usaha

Sektor I nformal 122

5. Surat Undangan dan Daftar Hadir 125

6. Surat Pengantar Panduan Pertanyaan 129

7. Panduan Pertanyaan 130

8. Kuesioner Analisis SWOT 142

9. Langkah-langkah Diskusi Pembuatan Diagram Venn Mengenai

Keterkaitan Program-program Pengembangan Masyarakat Dengan Pelaku Usaha Sektor I nformal di Kelurahan Campaka Kecamatan Andir Kota Bandung

(30)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hakikat pembangunan adalah kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat

Indonesia, dimana dalam prosesnya melibatkan semua unsur masyarakat.

Namun dalam kenyataannya masih terdapat warga yang tidak dapat

berpartisipasi aktif dalam pembangunan dikarenakan keterbatasannya. Salah satu bentuk keterbatasan tersebut adalah kemiskinan. Kemiskinan merupakan

isu nasional yang masih menjadi permasalahan pembangunan. Kemiskinan tidak

hanya tersebar di pelosok pedesaan dan sub urban tetapi merebak pula sampai

di perkotaan. Kemiskinan merupakan salah satu permasalahan kesejahteraan

sosial yang senantiasa menuntut keterlibatan pekerja sosial dalam penanganannya.

Peningkatan jumlah penduduk miskin di Indonesia yang signifikan terjadi

setelah Indonesia diterpa krisis ekonomi. Krisis ekonomi yang menimpa

Indonesia telah memasuki tahun ke tujuh. Dampak dari krisis ekonomi yang

berkepanjangan ini telah mempengaruhi segala aspek kehidupan, termasuk kehidupan sosial dan politik. Keterpurukan perekonomian Indonesia dan dampak

krisis ekonomi menghasilkan peningkatan jumlah penyandang masalah

kemiskinan di Indonesia, seperti terlihat dari data BPS (Badan Pusat Statistik)

yang memberikan gambaran angka kemiskinan tahun 2005 yang mencapai jumlah 35,10 juta jiwa (BPS, 2005) dan melonjak menjadi 39,05 juta jiwa per

Maret 2006 (BPS, 2006). Permasalahan lainnya sebagai bentuk keterpurukan

perekonomian Indonesia adalah masalah pengangguran. Data BPS tahun 2001

memperlihatkan bahwa pengangguran terbuka berdasarkan kategori

pengangguran dan jenis kelamin menunjukkan jumlah 8,005 juta jiwa dengan perincian 4,032 jiwa penganggur laki-laki dan 3,973 jiwa penganggur perempuan,

dan tahun 2002 menunjukkan jumlah 9,132 juta jiwa dengan perincian 4,728 jiwa

penganggur laki-laki dan 4,404 jiwa penganggur perempuan. Badan Pusat

Statistik (2005) mencatat jumlah pengangguran baru Agustus 2004 sampai Februari 2005 bertambah 600 ribu jiwa. Persentase pengangguran terbuka naik

dari 9,9% menjadi 10,3% dari total angkatan kerja. Kenaikan angka

(31)

penciptaan lapangan kerja baru. Pertumbuhan ekonomi hanya didorong oleh

pertumbuhan modal dan jasa saja, keduanya tidak banyak menyerap tenaga

kerja, dan hal ini dipertegas oleh kenyataan pertumbuhan ekonomi tahunan (year on year) kuartal I tahun 2005 sebesar 6,35% belum diikuti penciptaan lapangan

kerja yang signifikan dan pertumbuhan ekonomi tersebut bertolakbelakang

dengan kenyataan di lapangan dimana terjadi penurunan daya beli masyarakat.

BPS juga mencatat kenaikan tingkat jumlah penduduk tidak bekerja secara

penuh (under-employment) dimana jumlah tersebut mengalami kenaikan dari 29,8% pada bulan Agustus 2004 menjadi 31% (29,6 juta jiwa) pada bulan

Februari 2005 dari seluruh penduduk yang bekerja.

Krisis moneter, kemiskinan dan pengangguran yang meningkat jumlahnya

merupakan bentuk kegagalan pembangunan di masa lalu sebagai akibat sistem

pembangunan yang tidak berkelanjutan (unsustainable development), dimana struktur industri manufaktur di Indonesia di masa pra-krisis ditegakkan dengan impor barang modal yang mencakup 20% total impor barang sehingga

menciptakan industri-industri yang tidak kokoh fondasinya yang menjadi cikal

bakal terjadinya krisis moneter. Sementara sektor pertanian dan UKM/usaha

sektor informal lebih mampu bertahan di masa terjadinya krisis moneter. Ketahanan sektor pertanian dan UKM/usaha sektor informal di masa krisis

moneter benar-benar teruji karena selain menggunakan bahan lokal (local content) yang tahan terhadap terpaan krisis dan juga mampu menjadi katup penyelamat luapan pengangguran akibat PHK besar-besaran pada sektor industri yang terpuruk.

Tobing (2002) mengemukakan bahwa sektor informal telah memberikan

kontribusi yang cukup besar terhadap pembangunan ekonomi nasional. Sektor

Informal pada tahun 1985 memberikan kontribusi terhadap kesempatan kerja

sebesar 74 persen, pada 1990 berkurang menjadi 71 persen dan pada 1998

sekitar 62 persen. Pengurangan ini relatif sangat kecil. Artinya sektor informal tetap menjadi penampung angkatan kerja dominan. Kontribusi usaha sektor

informal terus berkembang dalam menampung luapan pengangguran akibat PHK

dan peningkatan jumlah angkatan kerja. BPS memperlihatkan jumlah penduduk

yang bekerja pada sektor informal pada bulan Februari 2005 sebanyak 60,6 juta orang, dimana secara persentase mengalami kenaikan dari 63,2% pada bulan

Agustus 2004 menjadi 63,9% pada bulan Februari 2005. Kecenderungan memilih

(32)

jenuh dan kondisi ini diperburuk oleh melemahnya daya beli masyarakat dan

keterbatasan usaha sektor formal menyediakan peluang kerja yang lebih banyak.

Ada beberapa permasalahan umum dalam sektor informal ini, diantaranya, pertama menyangkut kualitas sumberdaya manusia. Tobing (2002)

mengemukakan bahwa pada tahun 1990 sebanyak 87 persen pekerja di sektor

informal berpendidikan SD ke bawah, berpendidikan menengah sebanyak 12,8

persen dan diploma/ universitas 0.2 persen. Lebih baik sedikit pada 1997,

berpendidikan SD ke bawah sebesar 76,6 persen, berpendidikan menengah sebesar 22,7 persen dan diploma/ universitas dan 0,7 persen. Hal lain adalah

tingkat produktivitas di sektor informal lebih rendah daripada sektor formal,

sehingga pertambahan kesempatan kerja baru di sektor informal tidak dapat

meningkatkan produktivitas. Sebaliknya justru dapat menurunkan tingkat produktivitas. Di samping itu, kurangnya dukungan baik dari segi penataan

aturan-aturan yang seringkali merugikan sektor ini, maupun dukungan finansial

dalam membuka peluang perluasan di sektor informal menyebabkan sektor ini

kurang berkembang. Melihat masalah di atas kiranya perlu diupayakan

keserasian pengembangan sektor formal dengan informal. Strategi pembangunan ekonomi yang berorientasi pada peningkatan kualitas SDM akan

banyak membantu pekerja di sektor informal dalam memperluas pilihan

usahanya.

Pemerintah harus mampu mengupayakan keserasian pengembangan

sektor informal dan sektor formal sehingga diharapkan dapat menanggulangi permasalahan kemiskinan dan pengangguran. Pemerintah mempunyai peran

dan tanggung jawab penting dalam penanggulangan masalah kemiskinan dan

pengangguran. Masyarakat sebaiknya memiliki prakarsa untuk menanggulangi

kemiskinan dan pengangguran berdasarkan potensi yang dimilikinya. Pemerintah

dan masyarakat perlu bekerja sama dalam menanggulangi kemiskinan dan pengangguran, karena keberadaan masing-masing pihak mutlak diperlukan.

Kajian pengembangan masyarakat ini merupakan suatu rancangan

pemecahan masalah yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup

masyarakat sebagai wahana bagi pemerintah dan masyarakat dalam

menanggulangi kemiskinan. Upaya penanggulangan kemiskinan diperlukan untuk memperbaiki taraf kehidupan atau taraf kesejahteraan masyarakat.

Rancangan pemecahan masalah pada kajian ini terlebih dahulu dilandasi oleh

(33)

Campaka. Penduduk Kelurahan Campaka memiliki mata pencaharian pokok

sebagai pengusaha, pegawai swasta, pegawai negeri, TNI/Polri, pengemudi

beca, pengrajin, penjahit, montir, sopir, tukang kayu, tukang batu, peternak dan pedagang. Mata pencaharian yang dapat digolongkan sebagai sektor informal

adalah Pengrajin, Pedagang, Penjahit, Tukang Batu, Tukang Kayu, Peternak,

Montir, Sopir, dan Pengemudi Beca. Sistem Tata Niaga di Kelurahan Campaka

lebih berkembang pada sektor non-pertanian terutama di bidang perdagangan

dan industri kecil. Perdagangan skala kecil diperlihatkan oleh keberadaan usaha sektor informal (pedagang kaki lima, pedagang keliling, warungan) dan home

industri pembuatan oven, pembuatan pindang, pembuatan kerupuk, dan pigura

photo.

Pergerakan kehidupan perekonomian penduduk di sektor informal di

Kelurahan Campaka masih berada dalam kondisi kurang berkembang. Kondisi kurang berkembang tersebut berawal dari ketidakberdayaan usaha sektor

informal. Ketidakberdayaan usaha sektor informal dapat terjadi apabila pelaku

usaha sektor informal mengalami permasalahan internal berupa permasalahan

motivasi, modal, pengalaman usaha, organisasi, jejaring, cara berfikir,

pengetahuan, keterampilan, pendidikan, produktivitas usaha, dan permasalahan eksternal berupa kebijakan yang kurang memihak pelaku usaha sektor informal,

tatanan ekonomi pasar yang fluktuatif, dan ketiadaan advokasi terhadap pelaku

usaha sektor informal. Ketidakberdayaan pelaku usaha sektor informal

mempersulit pelaku usaha tersebut untuk meningkatkan taraf pendapatan dan kesejahteraannya sehingga pelaku usaha sektor informal sulit menghindarkan

dirinya dari lingkaran kemiskinan. Oleh karena itu, kategori Keluarga Sejahtera I

(miskin) tersebut masih dialami pula oleh sebagian besar pelaku usaha sektor

informal yang berupaya memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari tetapi belum

mampu memenuhi seluruh kebutuhan sosial psikologisnya seperti kebutuhan terhadap pendidikan, keluarga berencana, interaksi dalam keluarga dan

lingkungan tempat tinggal, dan kebutuhan transportasi. Kategorisasi Keluarga

Sejahtera I (miskin) tersebut didasarkan pada kriteria dan indikator BKKBN yang

melakukan pendataan kemiskinan melalui pentahapan keluarga sejahtera yang dibagi dalam lima tahap (Cahyat, 2004) yaitu :

a. Keluarga Pra Sejahtera (sangat miskin)

b. Keluarga Sejahtera I (miskin)

(34)

d. Keluarga Sejahtera III

e. Keluarga Sejahtera III plus

Keluarga Sejahtera I (miskin) berdasarkan kategorisasi BKKBN (Cahyat, 2004)

adalah keluarga yang karena alasan ekonomi tidak dapat memenuhi salah satu

atau lebih indikator meliputi : a. Indikator ekonomi

1) Paling kurang sekali seminggu keluarga makan daging atau ikan atau

telor.

2) Setahun terakhir seluruh anggota memperoleh paling kurang satu stel

pakaian baru.

3) Luas lantai rumah paling kurang 8 m² untuk tiap penghuni.

b. Indikator non-ekonomi

1) Ibadah teratur.

2) Sehat tiga bulan terakhir. 3) Punya penghasilan tetap.

4) Usia 10 – 60 tahun dapat baca tulis huruf latin.

5) Usia 6 – 15 tahun bersekolah.

6) Anak lebih dari dua orang, ber-Keluarga Berencana.

Kondisi ketidakberdayaan usaha sektor informal dan kemiskinan yang

dialami oleh pelaku usaha sektor informal memerlukan pengkajian dan

pemecahan masalah. Penulis berupaya mengkaji dan memecahkan masalah

tersebut dalam suatu kajian pengembangan masyarakat. Kajian pengembangan masyarakat ini berupaya memahami latar belakang, kerangka teoritis, peta

sosial, pengevaluasian program pengembangan masayarakat, permasalahan

yang dialami pelaku usaha sektor informal.

Rumusan Masalah

Permasalahan keterpurukan perekonomian Indonesia telah membawa

dampak negatif yaitu peningkatan permasalahan pengangguran dan kemiskinan.

Penulis mengkaji keterkaitan antara pengangguran, kemiskinan dan usaha sektor

informal. Keterkaitan tersebut antara lain pengangguran adalah salah satu penyebab kekurangmampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan dasarnya

sehingga seseorang tersebut dikategorikan miskin dan usaha sektor informal

(35)

dilakukan seseorang untuk memperoleh pekerjaan dan pendapatan agar dapat

memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga dapat menghindarkan diri dari

kemiskinan. Masalah kemiskinan merupakan masalah yang dapat menimbulkan permasalahan sosial lainnya. Masalah kemiskinan yang luas dapat berdampak

negatif terhadap munculnya perilaku ketunaan, seperti masalah kriminalitas dan

penyalahgunaan Narkotika dan Zat Aditif.

Perumusan masalah diarahkan pada masalah ketidakberdayaan usaha

sektor informal di kelurahan Campaka, dimana usaha sektor informal merupakan suatu pilihan sebagian besar warga masyarakat miskin di kelurahan Campaka.

Kondisi ini disebabkan kenyataan di Kelurahan Campaka masih terdapat warga

masyarakat miskin, dan terjadi peningkatan jumlah penganggur dan setengah

menganggur, proporsi tenaga kerja yang bekerja di sektor industri hampir tidak dapat bertambah atau malahan mungkin berkurang, dan peningkatan jumlah

penduduk yang pesat. Hal tersebut pada akhirnya mengakibatkan peningkatan

perkembangan usaha sektor informal di kelurahan Campaka. Kenyataan tersebut

menggambarkan bahwa pelaku usaha pada sektor informal merupakan salah

satu bagian angkatan kerja di kota yang tidak terorganisir yang berada di luar pasar tenaga kerja, namun demikian usaha sektor informal memiliki potensi

untuk berkembang dan diharapkan dapat mengurangi masalah perngangguran

dan kemiskinan. Pemberdayaan dilakukan untuk menanggulangi permasalahan

internal (modal, sikap kewirausahaan, dan tingkat keterampilan menggunakan teknologi usaha) dan permasalahan eksternal (Mekanisme sosialisasi bantuan

dari pemilik bantuan dan fluktuasi harga bahan baku) pada masalah

ketidakberdayaan usaha sektor informal.

Beberapa rumusan masalah dapat dikemukakan antara lain :

1. Permasalahan apa yang dihadapi oleh usaha sektor informal ditinjau dari

perspektif pelaku usaha sektor informal di Kelurahan Campaka?

2. Sejauhmana program pengembangan masyarakat yang ada sesuai dan mendukung aspirasi pelaku usaha sektor informal?

3. Sejauhmana program pengembangan masyarakat yang ada dapat menggali

potensi lokal untuk pemberdayaan usaha sektor informal?

4. Apa saja yang menjadi faktor pendukung dan faktor penghambat dalam pemberdayaan usaha sektor informal?

(36)

Tujuan Kajian

Tujuan yang akan dicapai dalam kajian berdasarkan rumusan masalah

yang telah diuraikan adalah :

1. Mengetahui dan memahami permasalahan dan potensi usaha sektor

informal ditinjau dari perspektif pelaku usaha sektor informal di Kelurahan

Campaka.

2. Mengetahui keterkaitan aspirasi pelaku usaha sektor informal dengan program-program pemberdayaan usaha sektor informal yang pernah ada.

3. Menganalisis faktor penghambat dalam upaya pemberdayaan usaha sektor

informal.

4. Menyusun pemecahan masalah dalam pemberdayaan usaha sektor

informal.

Kajian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai pemberdayaan usaha sektor informal di kelurahan Campaka. Kajian ini diharapkan pula dapat menjadi masukan bagi penentuan kebijakan-kebijakan pembangunan, khususnya dalam program pembangunan kesejahteraan sosial untuk mewujudkan

(37)

TINJAUAN TEORITIS

Tinjauan Pustaka

a. Masalah Sosial dan Kemiskinan

Gillin dan Gillin (2001) mengemukakan bahwa masalah sosial adalah

suatu ketidaksesuaian antara unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat, yang

membahayakan kehidupan kelompok sosial, atau menghambat terpenuhinya keinginan-keinginan pokok warga kelompok sosial tersebut, sehingga

menyebabkan ketimpangan sosial. Soekanto (2001) menegaskan bahwa

masalah sosial timbul dari kekurangan dalam diri manusia atau kelompok sosial

yang bersumber pada faktor-faktor ekonomis, biologis, bio-psikologis, dan kebudayaan. Hal tersebut didasari kenyataan bahwa setiap masyarakat

mempunyai norma yang berkaitan dengan kesejahteraan, kebendaan, kesehatan

fisik dan mental, serta penyesuaian diri individu atau kelompok sosial.

Penyimpangan-penyimpangan terhadap norma-norma tersebut merupakan

gejala abnormal yang dapat dikatakan sebagai masalah sosial. Ketimpangan-ketimpangan yang terjadi di masyarakat dapat dianggap sebagai masalah sosial

bergantung pada persepsi dan sistem nilai sosial masayarakat tersebut.

Permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat pada umumnya

sama antara lain : kemiskinan, kejahatan, dis-organisasi keluarga, masalah generasi muda dalam masyarakat modern, pelanggaran terhadap norma-norma

masyarakat (pelacuran, kenakalan remaja, alkoholisme, homoseksualitas,

masalah kependudukan, masalah lingkungan hidup, penyalahgunaan wewenang

tata laksana birokrasi).

Kemiskinan merupakan salah satu bentuk masalah sosial. Soekanto

(2001) mengemukakan kemiskinan adalah suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan

kelompok dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga mental maupun fisiknya

dalam kelompok tersebut. Kemiskinan adalah suatu kondisi kehidupan serba

kekurangan dalam pemenuhan kebutuhan dasar manusia, yang mencakup kebutuhan terhadap sandang, pangan, perumahan, kesehatan, dan pendidikan.

Secara umum ada tiga faktor kritis yang mempengaruhi terjadinya kemiskinan

masyarakat tersebut, baik di perkotaan maupun di pedesaan, yaitu (1) semakin

(38)

yang ada dan terbuka, dan (3) semakin sempitnya lahan pertanian. Chambers

(1987) mengemukakan lima “ketidakberuntungan” sebagai kondisi kemiskinan

yang dialami kelompok rumah tangga miskin, yaitu (1) keterbatasan pemilikan aset (poor), (2) kondisi fisik yang lemah (physically weak), (3) keterisolasian (isolation), (4) kerentanan (vulnerable), dan (5) ketidakberdayaan (powerless). Chamber (1987) juga mengemukakan bahwa fenomena kemiskinan sebaiknya

ditinjau melalui perspekstif yang komprehensif.

Fenomena kemiskinan secara umum mengindikasikan perkembangan jumlah penyandang masalah kemiskinan yang semakin meningkat. Kondisi

tersebut terjadi pula di Kelurahan Campaka dan harus segera ditangani dengan

memberikan pelayanan kesejahteraan sosial kepada warga masyarakat miskin

dengan langkah penting penanggulangan kemiskinan yang diwujudkan melalui

upaya pengembangan masyarakat. Fenomena ketahanan usaha sektor informal dalam menghadapi krisis moneter merupakan hal penting yang perlu dipahami

bahwa pengembangan usaha sektor informal bagi warga masyarakat miskin

merupakan alternatif penanggulangan kemiskinan.

b. Kesejahteraan Sosial

Dunham (1965) menjelaskan bahwa kesejahteraan sosial adalah suatu

bidang usaha kemanusiaan yang luas dan mencakup jenis-jenis

badan/organisasi dan berbagai pelayanan dan kegiatan-kegiatan yang

terorganisasi dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan dari segi sosial melalui pemberian bantuan kepada orang untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan di

dalam beberapa bidang seperti kehidupan keluarga dan anak, kesehatan,

penyesuaian sosial, waktu senggang, standar-standar kehidupan, dan

hubungan-hubungan sosial. Pelayanan kesejahteraan sosial (Dunham, 1965) mempunyai

perhatian utama terhadap individu-individu, kelompok-kelompok, komunitas-komunitas, dan kesatuan-kesatuan penduduk yang lebih luas. Pelayanan ini

mencakup perawatan, penyembuhan dan pencegahan.

Pengembangan usaha sektor informal bagi warga masyarakat miskin

adalah salah satu alternatif penanggulangan kemiskinan. Pengembangan usaha sektor informal tersebut harus diarahkan sebagai kegiatan-kegiatan yang

terorganisasi dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan sosial melalui

pemberian bantuan kepada orang untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan di

(39)

penyesuaian sosial, waktu senggang, standar-standar kehidupan, dan

hubungan-hubungan sosial. Pengembangan usaha sektor informal tersebut berupaya

mewujudkan keberdayaan usaha sektor informal.

Pemberdayaan usaha sektor informal berupaya mewujudkan

kesejahteraan masyarakat dengan mempertautkan orang-orang dengan

sumber-sumber, kesempatan-kesempatan, pengetahuan dan keterampilan untuk

kapasitas mereka sehingga dapat menentukan masa depannya dan

berpartisipasi dalam kehidupan komunitas mereka.

c. Pengembangan Masyarakat dan Pemberdayaan

Pengembangan masyarakat adalah suatu gerakan yang dirancang untuk

meningkatkan taraf hidup keseluruhan komunitas melalui partisipasi aktif. Pengembangan masyarakat bertujuan memberdayakan masyarakat.

Pemberdayaan masyarakat mempunyai arti mengembangkan kondisi dan situasi

sedemikian rupa sehingga masyarakat memiliki daya dan kesempatan untuk

mengembangkan kehidupannya. Masyarakat yang berdaya (Sumardjo dan

Saharudin, 2004) memiliki ciri-ciri (1) mampu memahami diri dan potensinya, (2) mampu merencanakan (pengantisipasian kondisi perubahan di masa depan) dan

mengarahkan dirinya sendiri, (3) memiliki kekuatan berunding, bekerja sama

saling menguntungkan dengan bargaining power yang memadai, (4) bertanggung jawab atas tindakannya sendiri. Di era globalisasi (Santoso, 2004), ciri-ciri masyarakat ini dapat dilihat memiliki etos kerja yang tinggi, prestatif, peka

dan tanggap, inovatif, relijius, fleksibel, dan jati diri dengan swa-kendali. Ciri-ciri

masyarakat seperti itu sudah seharusnya dimiliki masyarakat, namun bila belum

memiliki ciri-ciri tersebut merupakan tantangan bagi pengembang masyarakat untuk mewujudkannya.

Pemberdayaan merupakan sarana untuk memberikan atau

mempertautkan orang dengan sumber-sumber, kesempatan-kesempatan,

pengetahuan dan keterampilan untuk kapasitas mereka sehingga dapat

menentukan masa depannya dan berpartisipasi dalam kehidupan komunitas mereka (Ife, 1995 : 182). Ife (1995 : 183) mengemukakan pemberdayaan lebih

lanjut bahwa pemberdayaan ditujukan untuk membawa masyarakat yang tidak

beruntung atau tidak berdaya kepada masyarakat yang lebih adil dan

(40)

kesatuan utuh yang harus dilibatkan dalam proses pemberdayaan masyarakat

dan diberikan semangat untuk melakukan pengendalian pada kegiatan mereka

sendiri dan melalui program ini dapat lebih mampu mengendalikan atas kehidupan mereka dan komunitasnya. Masyarakat adalah bagian dari proses

pemberdayaan dan pemberdayaan merupakan kebutuhan mereka sendiri,

sehingga suatu proses pemberdayaan membutuhkan waktu, energi, komitmen

dan memerlukan perubahan struktural yang mungkin banyak hambatan dan

rintangan.

Dharmawan (2004) mendefinisikan makna pemberdayaan sebagai “a process of having enough energy enabling people to expand their capabilities, to have greater bargaining power, to make their own decisions, and to more easily acces to a source of better living” (suatu proses pencapaian kecukupan energi yang memungkinkan orang-orang untuk mengembangkan kapabilitasnya, untuk

memiliki kekuatan rebut-tawar yang lebih besar, untuk menentukan

keputusannya sendiri, dan untuk mengakses sumber kehidupan yang lebih baik

secara lebih mudah). Dengan pengertian ini dapat dikemukakan bahwa

pemberdayaan merupakan peningkatan kemampuan masyarakat, pemberian kekuasaan untuk menentukan keputusan sendiri dan penguatan posisi rebut

tawar masyarakat dalam berbagai kepentingan dan kebutuhan mengakses

sumber daya yang diperlukan.

Pemberdayaan dilaksanakan untuk mengantisipasi situasi ketidakberdayaan yang dialami kelayan (client) baik secara perorangan,

kelompok maupun komunitas. Penjelasan mengenai ketidakberdayaan secara

lebih lengkap disampaikan oleh Ife yang mengacu kepada konsep

ketidakberuntungan (disadvantage). Ife (1995 : 56) mengemukakan

empowerment aims to increase the power of disadvantage (pemberdayaan dilakukan untuk memberikan atau meningkatkan kemampuan kepada

masyarakat yang lemah atau tidak beruntung). Ife membagi kelompok-kelompok

yang tidak beruntung tersebut ke dalam tiga kelompok sebagai berikut :

1. Kelompok lemah secara struktur primer (primary structural disadvantaged groups), yaitu mereka yang tidak beruntung akibat tekanan-tekanan ketidakberuntungan struktural yang terkait dengan kelas, gender dan etnis

yang mencakup orang miskin, penganggur, wanita, masyarakat lokal dan

(41)

2. Kelompok lemah khusus (others disadvantaged groups) antara lain orang jompo, anak dan remaja, penyandang cacat (fisik, mental), gay, lesbian, dan

komunitas adat terpencil. Kelompok ini bukan akibat dari tekanan ketidakberuntungan struktur, namun perlu dipertimbangkan dalam program

pemberdayaan komunitas.

3. Kelompok lemah secara personal (the personally disadvantaged groups) adalah kelompok masyarakat yang menjadi tidak beruntung sebagai hasil

dari siklus personal yang meliputi mereka yang mengalami masalah pribadi, keluarga, kesedihan dan krisis identitas. Kelompok ini membutuhkan akses

terhadap lebih banyak sumber untuk memecahkan masalah yang dihadapi

sehingga perlu memperoleh pemberdayaan.

Pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial yang bertujuan untuk memandirikan

masyarakat, memampukan, dan membangun kemampuan untuk memajukan diri

ke arah kehidupan yang lebih baik secara berkesinambungan (Kartasasmita,

1996). Pemberdayaan usaha sektor informal bertujuan menggali dan

mengembangkan potensi ekonomi rakyat secara partisipatif untuk menghasilkan dan menumbuhkan nilai tambah ekonomis, sehingga potensi yang dimiliki rakyat

miskin atau masyarakat golongan marjinal akan meningkat bukan hanya sisi

ekonominya, tetapi juga harkat, martabat, rasa percaya diri, dan harga dirinya.

Pemberdayaan usaha sektor informal merupakan perwujudan pengembangan ekonomi lokal yang mendayagunakan sumber daya lokal yang

ada pada suatu masyarakat, baik sumber daya manusia, sumber daya alam, dan

sumber daya kelembagaan. Berdasarkan pemikiran tersebut dapat dikatakan

bahwa warga masyarakat miskin bukannya tidak memiliki apa-apa, sebetulnya mereka mempunyai potensi berupa motivasi, modal, dan pengalaman namun

belum dapat dioptimalkan. Oleh karena itu mereka dihimpun dalam kelompok

dan difasilitasi upaya-upaya mereka untuk mampu mencapai peningkatan taraf

kesejahteraan mereka. Pemberdayaan usaha sektor informal adalah salah satu

solusi yang penulis ajukan sebagai upaya pengembangan masyarakat dalam penanggulangan kemiskinan dan pengangguran di kelurahan Campaka, dan

diharapkan dapat menunjang pengimplementasian program-program

pengembangan masyarakat dari pemerintah maupun pihak lain untuk

(42)

memperkuat keberlangsungan dan kesinambungan program-program

pengembangan masyarakat yang telah ada di Kelurahan Campaka.

d. Usaha Sektor Informal

Usaha Sektor Informal didefinisikan sebagai suatu unit berskala kecil

yang berkecimpung dalam produksi dan pendistribusian barang-barang dan jasa,

yang lebih bertujuan untuk menghasilkan peluang kerja daripada peningkatan

keuntungan usaha (Lubell, 1991). Usaha Sektor Informal dapat dikelompokkan berdasarkan jenis usahanya, misalnya kelompok pedagang keliling, usaha

warungan, dan usaha-usaha jasa lainnya. Merton (1968) berdasarkan konsep

sosiologis mengemukakan definisi kelompok dimana kelompok adalah sejumlah

orang yang berinteraksi satu sama lain berdasarkan pola-pola yang terbentuk didasarkan pada relasi sosial diantara mereka. Shaw (1981 : 454) menyatakan

kelompok adalah dua orang atau lebih yang berinteraksi satu sama lain dalam

suatu cara/kebiasaan seperti itu dimana masing-masing orang mempengaruhi

dan dipengaruhi oleh orang lain.

Hal yang harus diperhatikan dalam upaya pemberdayaan usaha sektor informal adalah pemahaman mengenai karakteristik usaha sektor informal.

Karakteristik usaha sektor informal menurut Magdalena (1991) antara lain : ƒ Kegiatan usahanya tidak terorganisir secara baik, karena unit usaha muncul

tanpa menggunakan fasilitas atau kelembagaan yang tersedia di sektor formal.

ƒ Pada umumnya unit usaha tidak mempunyai ijin usaha.

ƒ Pola kegiatan usaha tidak teratur dengan baik dalam arti lokasi maupun jam

kerja.

ƒ Pada umumnya kebijakan pemerintah untuk membantu golongan ekonomi

lemah tidak sampai di sektor ini.

ƒ Unit usaha berganti-ganti dari satu sub sektor ke sub sektor yang lain. ƒ Teknologi yang digunakan masih tradisional.

ƒ Modal dan perputaran usaha relatif kecil, sehingga skala operasinya juga

kecil.

ƒ Untuk menjalankan usaha tidak memerlukan pendidikan formal, sebagian

besar keterampilan usaha diperoleh dari pengalaman sambil bekerja.

ƒ Pada umumnya unit usaha termasuk ‘one man enterprise’ dan kalaupun

(43)

ƒ Hasil produksi atau jasa terutama dikonsumsi masyarakat berpenghasilan

menengah ke bawah.

Jika memakai patokan dari Madgalena di atas, maka bentuk unit usaha

sektor informal yang banyak dijumpai di Indonesia meliputi usaha-usaha di

bidang pertanian, misalnya buruh tani, peternak kecil, pedagang eceran (pemilik

warung), pedagang kaki lima, pemilik bengkel sepeda, pemulung dan penarik

becak di daerah perkotaan. Usaha sektor informal lebih dapat dimengerti sebagai suatu unit usaha yang berdasarkan skala ekonomis tidak

memperhitungkan adanya kelayakan usaha, seperti permodalan, pembukuan,

keterampilan, pemasaran, perencanaan usaha. Selain itu keberadaan beberapa

sub sektor sering dianggap ilegal oleh pemerintah dan oleh karena itu tidak mrendapatkan perlindungan dalam bentuk produk hukum. Kenyataan kondisi

usaha sektor informal sebagaimana digambarkan Madgalena (1991) memberikan

gambaran ketidakberdayaan usaha sektor informal. Pemberdayaan usaha sektor

informal berupaya memperkuat keberadaan kelompok sektor ini dalam

mengembangkan usahanya untuk meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat, dan mampu mengakses berbagai sumber daya yang diperlukan dan

membuka peluang kerja bagi masyarakat. De Soto (1991) membahas sektor

informal kedalam tiga kategori umum sektor informal yaitu pemukiman informal,

perdagangan informal dan angkutan informal. Pemukiman informal adalah pemukiman yang dibangun oleh masyarakat yang terpaksa tidak mengikuti

aturan-aturan hukum pendirian bangunan. Pengangkutan informal adalah

berbagai usaha di bidang tansportasi secara informal yang bergerak di luar

hukum. Perdagangan informal adalah berbagai bentuk perdagangan dengan jenis usaha tidak terkait kegiatan kriminal namun melaksanakan kegiatan

ekonomi di luar hukum. Pengkajian akan difokuskan terhadap pemberdayaan

usaha sektor informal di bidang perdagangan informal. Perdagangan informal

tersebut mencakup usaha-usaha seperti perdagangan jalanan/pedagang kaki

lima, pasar informal, warung, kios, dan pedagang keliling. Pemberdayaan ditujukan kepada para pelaku usaha sektor informal di bidang perdagangan

informal.

Pemberdayaan usaha sektor informal diharapkan dapat mengatasi

(44)

ƒ Secara ideologis, wacana transformasi masih belum banyak yang mampu diserap dan dipahami oleh benak mereka, bahwa terhambatnya proses

kemajuan usaha mereka bukan saja diakibatkan oleh keterbatasan modal dan rendahnya keterampilan, melainkan juga adanya kebijakan kebijakan

pemerintah (pusat /daerah) yang memang kurang menghendaki keberadaan

mereka.

ƒ Secara organisasi, pelaku usaha sektor informal belum memiliki manajemen usaha yang dapat mengefisienkan (ke dalam) usaha mereka dan mempunyai daya tawar (ke luar).

ƒ Secara ekonomi, faktor keterbatasan modal dan akses terhadap pasar merupakan hambatan berat yang belum dapat tertanggulangi selama ini. ƒ Secara jejaring (networking), ketidakmampuan pelaku usaha sektor informal

mengorganisir dirinya dalam suatu kelompok atau komunitas atau pun

membuka jaringan ke luar.

ƒ Secara advokasi, selama ini belum banyak terdapat upaya advokasi yang tumbuh dari dalam pelaku usaha sektor informal sendiri, dimana kebanyakan

advokasi yang terjadi adalah karena adanya pihak luar yang merasa peduli dengan nasib pelaku usaha sektor informal, seperti mahasiswa, intelektual,

dan LSM.

Realitas tersebut menggambarkan betapa untuk memberdayakan (empowering) pelaku usaha sektor informal diperlukan upaya menyeluruh meliputi tersedianya kebijakan yang memihak keberadaannya, pengelolaan

proporsi aktivitas ekonomi dengan pelaku ekonomi lainnya, pengorganisasian

sebagai sarana penguatan politik, dan metoda pembinaan yang lebih partisipatif. Seluruh upaya tersebut merupakan kesatuan utuh yang saat ini perlu

disosialiasikan kepada pelaku usaha sektor informal sendiri dan pengambil

kebijakan untuk membangun atau menyemangati kehidupan ekonominya,

sehingga tidak akan ada lagi pemikiran pada pengambil kebijakan yang

memandang keberadaan usaha sektor informal sebagai entitas ekonomi yang hanya bisa menyumbangkan ketidaktertiban dan kekumuhan, melainkan harus

(45)

diperhatikan dalam pemberdayaan usaha sektor informal adalah penerapan

pengembangan kelembagaan dan modal sosial dalam langkah-langkah

pemecahan masalah usaha sektor informal. Pengembangan kelembagaan dan modal sosial merupakan suatu instrumen yang dapat digunakan untuk

memberdayakan masyarakat, khususnya usaha sektor informal untuk dapat

menanggulangi kemiskinan yang dialami warga masyarakat miskin dengan

memanfaatkan potensi yang mereka miliki. Potensi usaha sektor informal telah

membuktikan kehandalannya dalam menunjang perekonomian negara, perekonomian rakyat, dan menampung luapan tenaga kerja.

Kerangka Pemikiran

Kajian ini berawal dari adanya kenyataan di kelurahan Campaka masih terdapat warga masyarakat yang berada dalam kategori Keluarga Sejahtera 1

(miskin) sebagai suatu fakta kemiskinan yang perlu ditanggulangi.

Program-program penanggulangan kemiskinan yang telah diberikan kepada masyarakat

kelurahan Campaka belum mencapai hasil dan tujuan yang diharapkan. Penulis

mencoba untuk menggali langkah-langkah yang diperlukan untuk menunjang pencapaian keberhasilan suatu program pengembangan masyarakat. Kajian

pengembangan masyarakat yang dikaji oleh penulis ditujukan pada

Pemberdayaan Usaha Sektor Informal di Kelurahan Campaka Kecamatan Andir.

Kajian tentang Pemberdayaan Usaha Sektor Informal tersebut didasarkan pada kerangka pemikiran tentang ketidakberdayaan pelaku usaha sektor informal di

Kelurahan Campaka Kecamatan Andir sebagaimana digambarkan pada gambar

(46)

F

FAAKKTTOORRIINNTTEERRNNAALL • Sikap kewirausahaan

• Modal

• Tingkat Keterampilan menggunakan teknologi usaha

FAKTOR EKSTERNAL • Mekanisme sosialisasi

bantuan dari pemilik bantuan

• Fluktuasi harga bahan baku

C

CAARRAAUUSSAAHHAA

I

INNDDIIKKAATTOORR::

• Pelaku usaha sektor informal belum mampu mengakses sumber daya-sumber daya yang diperlukan untuk mengembangkan usahanya.

• Pelaku usaha sektor informal belum mampu meningkatkan pendapatan secara mandiri dan

berkesinambungan.

• Pelaku usaha sektor informal belum mampu meningkatkan taraf kesejahteraannya.

J

JEENNIISSPPRROODDUUKK P

PEERRMMAASSAALLAAHHAANNUUSSAAHHAA S

SEEKKTTOORRIINNFFOORRMMAALL

K

KEETTIIDDAAKKBBEERRDDAAYYAAAANN U

USSAAHHAASSEEKKTTOORR I

INNFFOORRMMAALL

Kerangka Pemikiran Ketidakberdayaan Usaha Sektor Informal Di Kelurahan Campaka Kecamatan Andir Kota Bandung

G

Gaammbbaarr11..

Keterangan Gambar :

(47)

Kerangka pemikiran pada Gambar 1 memberikan gambaran bahwa

ketidakberdayaan usaha sektor informal berkaitan erat dengan faktor

permasalahan internal dan eksternal. Permasalahan internal yang dialami usaha sektor informal meliputi sikap kewirausahaan (sikap dalam mengambil resiko,

sikap terhadap waktu, sikap terhadap kerja keras, sikap menghitung hasil usaha,

tangung jawab individu terhadap keberlangsungan usahanya, dan sikap inovatif)

pelaku usaha sektor informal, keterbatasan modal dan tingkat keterampilan

menggunakan teknologi usaha. Permasalahan eksternal yang dialami usaha sektor informal meliputi mekanisme sosial penyampaian informasi bantuan usaha

dari pemilik bantuan usaha (pemerintah dan swasta) dan fluktuasi harga bahan

baku. Permasalahan internal dan eksternal tersebut mempengaruhi cara usaha

dan jenis produk yang dihasilkannya. Contoh ilustrasi kondisi seperti itu adalah pelaku usaha sektor informal misalnya memiliki modal hanya berjumlah Rp.

300.000,- sehingga hanya cukup untuk membuka usaha berjualan nasi kuning di

pinggir jalan dan tidak mungkin baginya membuka usaha warungan.

Permasalahan internal dan eksternal yang dialami pelaku usaha sektor informal

mengakibatkan ketidakberdayaan usaha sektor informal. Ketidakberdayaan pelaku usaha sektor informal mempunyai ciri-ciri 1) Pelaku usaha sektor informal

belum mampu mengakses sumber daya-sumber daya yang diperlukan untuk

mengembangkan usahanya, 2) Pelaku usaha sektor informal belum mampu

meningkatkan pendapatan secara mandiri dan berkesinambungan, 3) Pelaku usaha sektor informal belum mampu meningkatkan taraf kesejahteraannya.

Pemberdayaan usaha sektor informal dilakukan melalui pemecahan

masalah internal dan eksternal mengupayakan keberdayaan pelaku usaha sektor

informal. Keberdayaan usaha sektor informal dapat diketahui melalui indikator kualitatif keberdayaan usaha sektor informal yaitu :

1. Pelaku usaha sektor informal mampu mengakses sumber daya-sumber

daya yang diperlukan untuk mengembangkan usahanya.

2. Pelaku usaha sektor informal memperoleh peningkatan pendapatan secara

mandiri dan berkesinambungan.

3. Pelaku usaha sektor informal mampu meningkatkan taraf

kesejahteraannya.

Selain itu, keberdayaan usaha sektor informal dapat ditinjau melalui indikator

(48)

1. 50 % pelaku usaha sektor informal dapat melakukan pembentukan

kelompok usaha di setiap RT di lingkungan Kelurahan Campaka dalam

jangka waktu tiga bulan.

2. 100 % pelaku usaha sektor informal dapat membentuk jaringan usaha

sektor informal dengan memberikan dua orang perwakilan pelaku usaha

sektor informal setiap RT di tingkat RW dalam jangka waktu satu bulan.

3. 100 % pelaku usaha sektor informal dapat membentuk jaringan usaha

sektor informal dengan memberikan dua orang perwakilan pelaku usaha sektor informal setiap RW di tingkat Kelurahan dalam jangka waktu satu

bulan.

4. 50 % pelaku usaha mampu mengakses sumber daya-sumber daya yang

diperlukan untuk mengembangkan usahanya.

5. 50 % pelaku usaha sektor informal dapat meningkatkan taraf

pendapatannya.

Keberdayaan usaha sektor informal tersebut dapat dilakukan dengan

melaksanakan suatu strategi utama seperti :

1. Peningkatan kualitas dan kapasitas SDM pelaku usaha sektor informal.

2. Peningkatan taraf pendapatan pelaku usaha sektor informal.

3. Peningkatan kemampuan pelaku usaha sektor informal dalam

memanfaatkan teknologi.

4. Peningkatan kemampuan pelaku usaha sektor informal dalam mengakses

berbagai informasi.

5. Peningkatan kemampuan kewirausahaan pelaku usaha sektor informal.

6. Penataan kembali peraturan atau perundang-undangan mengenai usaha sektor informal dilandasi keberpihakan terhadap usaha sektor informal dan

(49)

METODE KAJIAN

Kajian pengembangan masyarakat ini dilaksanakan di kelurahan

Campaka kecamatan Andir kota Bandung dengan pertimbangan Kelurahan

Campaka merupakan kelurahan yang telah tersentuh program-program pengembangan masyarakat dan terdapat potensi usaha sektor informal yang

dapat dikembangkan secara baik.

Jadwal rencana pelaksanaan kajian pengembangan masyarakat di

[image:49.612.127.521.326.590.2]

kelurahan Campaka disajikan pada rincian jadwal di tabel 1.

Tabel 1

Jadwal Rencana Pelaksanaan Kajian Pengembangan Masyarakat di Kelurahan Campaka Kecamatan Andir Kota Bandung

No. Kegiatan

Bulan

Juni Juli Agustus Sept Okt

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1. Studi literatur tentang

permasalahan Kajian

2. Pembuatan Rancangan

Penelitian

3. Kolokium Rancangan kajian

4. Melakukan Studi lapangan

5. Melakukan Analisis terhadap

hasil studi lapangan

6. Menyusun dan menetapkan

program pengembangan masyarakat bersama-sama masyarakat

7. Menyusun laporan hasil kajian

8. Melakukan seminar hasil

kajian

9. Revisi hasil laporan kajian

10. Menyusun laporan akhir kajian

Tipe Kajian

Kajian ini dilakukan melalui pendekatan kualitatif, yang berusaha

menggambarkan kondisi kehidupan dan penghidupan pelaku usaha sektor

(50)

Pendekatan kualitatif digunakan untuk mendapatkan dan mengembangkan

pemahaman yang mendalam tentang permasalahan kajian tersebut yang

didasarkan pada pemahaman-pemahaman yang berkembang diantara orang-orang yang menjadi subyek kajian. Melalui pendekatan ini, diharapkan dapat

menggambarkan kompleksitas permasalahan kajian, untuk menghindari

keterbatasan pembentukan pemahaman yang diikat oleh suatu teori tertentu dan

yang hanya berdasar pada penafsiran peneliti.

Tipe kajian sosial yang digunakan adalah tipe kajian terapan eksplanatif

yang digunakan untuk memahami dan menggambarkan faktor penyebab suatu

gejala sosial kehidupan keluarga miskin. Kajian ini juga berusaha ingin

memahami ciri-ciri dan sumber permasalahan yang dialami pelaku usaha sektor

informal, serta diharapkan dapat menjadi bahan masukkan secara ilmiah (teori) yang dapat digunakan untuk merumuskan program dan intervensi pemberdayaan

usaha sektor informal di kelurahan Campaka.

Tipe pendekatan kajian komunitas yang digunakan adalah tipe pendekatan

kajian obyektif-mikro yang digunakan untuk mengetahui dan memahami pola prilaku, tindakan dan interaksi sosial yang dilakukan oleh pelaku usaha sektor informal, termasuk didalamnya dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.

Pendekatan kajian ini mengharuskan interaksi langsung antara peneliti dengan

subyek penelitian dalam suatu komunitas.. Strategi kajian yang digunakan adalah

Analisis SWOT Usaha Sektor Informal, Analisis Stakeholder, dan Penyusunan Program.

Subyek dan Unit Analisis

Subyek penelitian dalam kajian ini adalah pelaku usaha sektor informal dalam lingkup perdagangan informal di kelurahan Campaka. Unit analisisnya

adalah individu-individu yang menjadi pencari nafkah di sektor informal dalam

lingkup perdagangan informal. Adapun lokasi penelitian dilakukan di wilayah

kelurahan Campaka kecamatan Andir kota Bandung. Alasan pemilihan lokasi ini

didasarkan pada informasi yang diperoleh dari hasil praktek lapangan 1 dan praktek lapangan 2 yang telah dilakukan yang memperlihatkan kenyataan jumlah

pelaku usaha sektor informal yang cukup banyak dan peluang pengembangan

(51)

Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam kajian pengembangan masyarakat ini

menggunakan metode-metode :

1. Pengamatan langsung di lapangan terhadap kondisi fisik, sarana dan

prasarana, dan kehidupan sosial masyarakat di Kelurahan Campaka.

2. Penelaahan arsip laporan pelaksanaan kegiatan program-program

penanggulangan kemiskinan (termasuk program pemberdayaan usaha

sektor informal) di kantor Kelurahan Campaka.

3. Diskusi dengan responden maupun informan melalui diskusi kelompok

usaha sektor informal. Diskusi kelompok dilakukan untuk menghimpun

data yang berkaitan dengan tujuan penelitian dan digunakan dalam

pengidentifikasian SWOT (identifikasi faktor internal dan eksternal) dan pengisian kuesioner Analisis SWOT oleh responden (pelaku usaha sektor

informal) sehingga diperoleh strategi SO, ST, WO dan WT yang

digambarkan kedalam matriks analisis SWOT.

4. Wawancara mendalam kepada responden maupun informan untuk

mengetahui lebih lanjut fakta pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan (termasuk program pemberdayaan usaha

sektor informal).

5. Sampling terhadap responden dengan memilih sebagian dari anggota

populasi yang ada (para pelaku usaha sektor informal). Sampling adalah teknik untuk mereduksi anggota populasi menjadi anggota sampel yang

mewakil

Gambar

Tabel 1
Tabel 2Rencana Pengumpulan Data
Tabel 3 Responden Menurut Asal dan Usia
Tabel  4 Analisis Sikap Kewirausahaan Pelaku Usaha Sektor Informal
+7

Referensi

Dokumen terkait

Akan tetapi, ada djuga setengah orang jang sengadja mem-bikin2 se-akan2 ia seorang jang mistik dan tak dapat diukur lahir dan djiwa nuraninja, se­ hingga menjebabkan

Firman Tuhan : “sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati.” Hoax yang dibuat ular “Sekali-kali kamu tidak akan mati, tetapi Allah mengetahui, bahwa

Simulasi keadaan elektron pada individual quantum dot berbasis material Silikon telah berhasil dilakukan dalam kerangka teori kerapatan fungsional (Density Functional Theory)

Aliran Murji‟ah merupakan aliran kedua yang muncul setelah Khawarij. Aliran ini muncul sebagai anti tesa dari Khawarij yang berbicara masalah seorang mukmin yang

Penulis hanya membatasi pembahasan pada sruktur organisasi yang berhubungan dengan sistem informasi akuntansi pembelian bahan baku dan pada sistem informasi

TIDAK TERKLASIFIKASI SEDERHANA KOMPLEKS 36% SEDERHANA UMUM 7% PARSIAL 57% TONIK KLONIK 23% LENA 6% MIOKLONIK 3% UMUM 40% TIDAK TERKLASIFIKASI 3% UMUM LAINNYA 8% KLASIFIKASI

Bila keputusan yang dibuat mendukung tujuan yang dimiliki sang pemimpin, dia tidak akan punya waktu untuk melakukan kegiatan lain karena harus menentukan keputusan mana yang

Lignin berguna sebagai pengikat antar serat dalam kayu seperti lem atau semen yang mengikat sel-sel lain dalam satu kesatuan, sehingga bisa menambah support