• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut Dan Ubi Jalar Serta Hasil Olahannya (Cookies Dan Sweet Potato Flakes)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut Dan Ubi Jalar Serta Hasil Olahannya (Cookies Dan Sweet Potato Flakes)"

Copied!
236
0
0

Teks penuh

(1)

PENGUJIAN POTENSI PREBIOTIK UBI GARUT

DAN UBI JALAR SERTA HASIL OLAHANNYA

(COOKIES DAN SWEET POTATO FLAKES)

SRI RINI DWIARI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis saya dengan judul Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut dan Ubi Jalar serta Hasil Olahannya (Cookies

dan Sweet Potato Flakes) adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari penulis lain atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbirtkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2008

Sri Rini Dwiari

(3)

RINGKASAN

SRI RINI DWIARI. Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut dan Ubi Jalar serta Hasil Olahannya (Cookies dan Sweet Potato Flakes). Dibimbing oleh LILIS NURAIDA dan NURHENI SRI PALUPI.

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi potensi ekstrak cookies ubi garut dan ubi jalar secara in vitro, ekstrak ubi garut (Maranta arundinaceae) secara in vivo dan sweet potato flakes (SPF) sebagai prebiotik secara in vitro dan

in vivo. Jenis gula dalam ubi garut adalah glukosa, fruktosa, sukrosa, rafinosa dan

oligofruktosa (FOS). Secara in vitro, ekstrak ubi garut dapat menstimulir pertumbuhan bakteri asam laktat (BAL). Jenis gula dalam ubi jalar varietas sukuh adalah fruktosa, glukosa, sukrosa, maltosa, rafinosa, maltotriosa dan FOS.

Pengolahan dapat mengubah kandungan oligosakarida. Sweet Potato

Flakes (SPF), cookies ubi garut dan ubi jalar merupakan model pengolahan yang

digunakan dalam penelitian ini. BAL yang digunakan adalah Lactobacillus casei

Rhamnosus, L. casei Shirota, Lactobacillus G3, Lactobacillus F1,

Bifidobacterium bifidum dan B. longum. Pada pengujian secara in vitro digunakan media MRS basis yang mengandung ekstrak ubi garut atau ekstrak SPF. Jenis BAL yang memiliki pertumbuhan tertinggi dalam media yang mengandung ekstrak ubi garut atau SPF dikompetisikan dengan patogen E. coli, Bacillus cereus

dan Salmonella. Pengujian potensi prebiotik secara in vivo terhadap ekstrak ubi garut dan SPF menggunakan tikus Sprague Dawley.

Ekstrak ubi garut, cookies ubi garut, ubi jalar, cookies ubi jalar dan SPF dapat mendukung pertumbuhan Lactobacillus dan Bifidobacteria. Pertumbuhan terbaik terjadi pada L. casei Rhamnosus. Pertumbuhan Lactobacillus dalam media yang mengandung ekstrak cookies ubi garut atau ubi jalar lebih rendah dibandingkan dalam media yang mengandung ekstrak ubi garut atau ubi jalar. Hal ini dikarenakan sebagian gula pada cookies ubi garut dan ubi jalar telah mengalami reaksi Maillard sehingga tidak dapat difermentasi oleh BAL.

Dalam media yang mengandung ekstrak ubi garut, L. casei Rhamnosus dapat menekan pertumbuhan Salmonella sebesar 3.5 log cfu/ml, E. coli 3.2 log cfu/ml, B. cereus 1.9 log cfu/ml, sedangkan dalam media yang mengandung ekstrak SPF dapat menekan E. coli sebesar 3.9 log cfu/ml, Salmonella 3.9 log cfu/ml, dan B. cereus 3.1 log cfu/ml dalam media yang mengandung ekstrak SPF. Pemberian ekstrak ubi garut (prebiotik) pada tikus selama 10 hari dapat menurunkan jumlah E. coli dalam feses sebesar 1.4 log cfu/g dan meningkatkan jumlah BAL sebesar 1.0 log cfu/g. Pemberian SPF (prebiotik) pada tikus selama 10 hari dapat menurunkan jumlah E. coli 1.2 log cfu/g feses dan meningkatkan jumlah BAL 0.9 log cfu/g feses. Ketika pemberian perlakuan dihentikan maka jumlah E.coli meningkat sedangkan jumlah BAL menurun.

(4)

ABSTRACT

SRI RINI DWIARI. Analysis of arrowroot and sweet potato and their products (cookies and sweet potato flakes) as prebiotic potency. Under direction ofLILIS NURAIDA and NURHENI SRI PALUPI.

The objective of this research was to evaluate the potency arrowroot and sweet potato cookies by in vitro, arrowroot (Maranta arundinaceae) extract by in vivo and sweet potato flakes by in vitro and in vivo as prebiotic. Previous research showed that arrowroot contained glucose, fructose, sucrose, raffinose and fructooligosaccharide (FOS). Arrowroot extract stimulated the growth of colonic bacteria, such as lactic acid bacteria (LAB) by in vitro assay. Sweet potato sukuh variety contained glukose, fructose, sucrose, rafinose, maltotriosa and FOS.

Sweet Potato Flakes (SPF), arrowroot and sweet potato cookies were processing model which used in this research because processing changed oligosasaccharides content. Soybean flour contained soyoligosaccharide (raffinose and stachiose) which potential as prebiotic. Assesment of prebiotics potency was done on Lactobacillus casei Rhamnosus, L. casei Shirota, Lactobacillus G3,

Lactobacillus F1, Bifidobacterium bifidum and B. longum. In vitro evaluation used MRS basic contained extract tested. LAB whose the highest growth in MRS basic that contained arrowroot or SPF extract was used in competition with pathogens (E. coli, Salmonella and Bacillus cereus). Analysis of prebiotic potency by in vivo assay used Sprague Dawley mice.

Extract of arrowroot, arrowroot cookies, sweet potato, sweet potato cookies and SPF supported all Lactobacilli and Bifidobacteria tested. Among LAB tested, L. casei Rhamnosus was the higest growth in medium substituted with oligosaccharide extract of arrowroot and SPF. The growth of Lactobacilli

tested were poorer in medium substitute with oligosaccharide extract of cookies arrowroot than arrowroot. It because of Maillard reaction has took place and made the sugars unavailable to support the growth of LAB.

Among sweet potato and its product, L. casei Rhamnosus was the highest growth on medium substituted with arrowroot extract and SPF extract. L. casei

Rhamnosus suppressed the growth of pathogenic bacteria tested i.e 3.5 log cfu/ml for Salmonella, 3.2 log cfu/ml for E.coli and 1.9 log cfu/ml for B. cereus on medium substituted with arrowroot extract. While in medium substituted SPF extract, L. casei Rhamnosus suppressed the growth of pathogenic bacteria tested i.e 3.9 log cfu/ml for E. coli, 3.9 log cfu/ml for Salmonella, and 3.1 log cfu/ml

for B. cereus. Feeding arrowroot extract to mice for 10 days reduced 1.4 log cfu/g

feces for E.coli and raised 1.0 log cfu/g feces for LAB. Similar trend also observed in mice fed with L. casei Rhamnosus (probiotic) and combination of L.

casei Rhamnosus and arrowroot extract (synbiotic). When the feeding was

terminated, the count of E. coli increased. In the mice fed with standard diet as control, the count of E. coli tended to increase and LAB decrease.

(5)

in treated mice and increased in control mice. The suppression was greater in mice fed with synbiotic than prebiotic. After treatment, the number of E. coli re-increased, while the number of LAB decreased.

The result of present research suggest that arrowroot and SPF were potencial as prebiotic product.

Key words: Oligosaccharide, Arrowroot, Sweet Potato Flakes, Prebiotic, L.casei

(6)

©

Hak cipta milik IPB, tahun 2008

Hak cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau

(7)

PENGUJIAN POTENSI PREBIOTIK UBI GARUT

DAN UBI JALAR SERTA HASIL OLAHANNYA

(COOKIES DAN SWEET POTATO FLAKES)

SRI RINI DWIARI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Tesis : Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut Dan Ubi Jalar Serta Hasil Olahannya (Cookies Dan Sweet

Potato Flakes)

Nama Mahasiswa : Sri Rini Dwiari NIM : F251040061

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Lilis Nuraida, MSc Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Pangan

Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, MSc Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS

(10)

PRAKATA

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahNya sehingga karya ilmiah ini dapat terselesaikan.

Beasiswa pendidikan penulis dapatkan dari PPPG Pertanian Cianjur sedangkan sumber dana untuk penelitian diperoleh dari Hibah Bersaing DIKTI tahun 2007, Rusnas Diversifikasi Pangan Kementrian Riset dan Teknologi yang dikelola oleh SEAFAST Center IPB tahun 2008, PPPG Pertanian Cianjur, dan Biro Perencanaan Kerjasama Luar Negeri.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Ir. Giri Suryatmana selaku Kepala Pusat Pengembangan Penataran Guru (PPPG) Pertanian Cianjur dan Drs. Dedy H. Karwan, MM selaku Kepala Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PPPPTK) Pertanian Cianjur yang telah memberikan kesempatan dan beasiswa untuk melanjutkan sekolah pada jenjang Pasca Sarjana (S2) di Sekolah Pasca Sarjana IPB Bogor.

2. Dr. Ir. Lilis Nuraida, MSc selaku ketua komisi pembimbing dan Dr. Ir Nurheni Sri Palupi, MSi selaku anggota komisi, yang telah memberikan bimbingan dan arahan dengan penuh kesabaran dan ketelatenan, sehingga penulis mendapat tambahan wawasan, pendidikan dan pengalaman yang berharga dalam melakukan penelitian dan penyusunan tesis.

3. Dr. Ir. Feri Kusnandar, MSc selaku penguji luar komisi dan ketua Peneliti dalam Penelitian Hibah Bersaing yang didanai dari DIKTI.

4. Dr. Ir Dahrul Syah sebagai ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Dr. Ir Purwiyatno-Hariyadi, MSc sebagai kepala SEAFAST Centre, atas ijin yang diberikan untuk menggunakan laboratorium Mikrobiologi Pangan dan Kimia Pangan.

5. Dr. Ir. Gatot Hari Priowirjanto selaku kepala Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri yang memberikan dana untuk mendukung biaya pra-penelitian.

(11)

PENGUJIAN POTENSI PREBIOTIK UBI GARUT

DAN UBI JALAR SERTA HASIL OLAHANNYA

(COOKIES DAN SWEET POTATO FLAKES)

SRI RINI DWIARI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis saya dengan judul Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut dan Ubi Jalar serta Hasil Olahannya (Cookies

dan Sweet Potato Flakes) adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari penulis lain atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbirtkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2008

Sri Rini Dwiari

(13)

RINGKASAN

SRI RINI DWIARI. Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut dan Ubi Jalar serta Hasil Olahannya (Cookies dan Sweet Potato Flakes). Dibimbing oleh LILIS NURAIDA dan NURHENI SRI PALUPI.

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi potensi ekstrak cookies ubi garut dan ubi jalar secara in vitro, ekstrak ubi garut (Maranta arundinaceae) secara in vivo dan sweet potato flakes (SPF) sebagai prebiotik secara in vitro dan

in vivo. Jenis gula dalam ubi garut adalah glukosa, fruktosa, sukrosa, rafinosa dan

oligofruktosa (FOS). Secara in vitro, ekstrak ubi garut dapat menstimulir pertumbuhan bakteri asam laktat (BAL). Jenis gula dalam ubi jalar varietas sukuh adalah fruktosa, glukosa, sukrosa, maltosa, rafinosa, maltotriosa dan FOS.

Pengolahan dapat mengubah kandungan oligosakarida. Sweet Potato

Flakes (SPF), cookies ubi garut dan ubi jalar merupakan model pengolahan yang

digunakan dalam penelitian ini. BAL yang digunakan adalah Lactobacillus casei

Rhamnosus, L. casei Shirota, Lactobacillus G3, Lactobacillus F1,

Bifidobacterium bifidum dan B. longum. Pada pengujian secara in vitro digunakan media MRS basis yang mengandung ekstrak ubi garut atau ekstrak SPF. Jenis BAL yang memiliki pertumbuhan tertinggi dalam media yang mengandung ekstrak ubi garut atau SPF dikompetisikan dengan patogen E. coli, Bacillus cereus

dan Salmonella. Pengujian potensi prebiotik secara in vivo terhadap ekstrak ubi garut dan SPF menggunakan tikus Sprague Dawley.

Ekstrak ubi garut, cookies ubi garut, ubi jalar, cookies ubi jalar dan SPF dapat mendukung pertumbuhan Lactobacillus dan Bifidobacteria. Pertumbuhan terbaik terjadi pada L. casei Rhamnosus. Pertumbuhan Lactobacillus dalam media yang mengandung ekstrak cookies ubi garut atau ubi jalar lebih rendah dibandingkan dalam media yang mengandung ekstrak ubi garut atau ubi jalar. Hal ini dikarenakan sebagian gula pada cookies ubi garut dan ubi jalar telah mengalami reaksi Maillard sehingga tidak dapat difermentasi oleh BAL.

Dalam media yang mengandung ekstrak ubi garut, L. casei Rhamnosus dapat menekan pertumbuhan Salmonella sebesar 3.5 log cfu/ml, E. coli 3.2 log cfu/ml, B. cereus 1.9 log cfu/ml, sedangkan dalam media yang mengandung ekstrak SPF dapat menekan E. coli sebesar 3.9 log cfu/ml, Salmonella 3.9 log cfu/ml, dan B. cereus 3.1 log cfu/ml dalam media yang mengandung ekstrak SPF. Pemberian ekstrak ubi garut (prebiotik) pada tikus selama 10 hari dapat menurunkan jumlah E. coli dalam feses sebesar 1.4 log cfu/g dan meningkatkan jumlah BAL sebesar 1.0 log cfu/g. Pemberian SPF (prebiotik) pada tikus selama 10 hari dapat menurunkan jumlah E. coli 1.2 log cfu/g feses dan meningkatkan jumlah BAL 0.9 log cfu/g feses. Ketika pemberian perlakuan dihentikan maka jumlah E.coli meningkat sedangkan jumlah BAL menurun.

(14)

ABSTRACT

SRI RINI DWIARI. Analysis of arrowroot and sweet potato and their products (cookies and sweet potato flakes) as prebiotic potency. Under direction ofLILIS NURAIDA and NURHENI SRI PALUPI.

The objective of this research was to evaluate the potency arrowroot and sweet potato cookies by in vitro, arrowroot (Maranta arundinaceae) extract by in vivo and sweet potato flakes by in vitro and in vivo as prebiotic. Previous research showed that arrowroot contained glucose, fructose, sucrose, raffinose and fructooligosaccharide (FOS). Arrowroot extract stimulated the growth of colonic bacteria, such as lactic acid bacteria (LAB) by in vitro assay. Sweet potato sukuh variety contained glukose, fructose, sucrose, rafinose, maltotriosa and FOS.

Sweet Potato Flakes (SPF), arrowroot and sweet potato cookies were processing model which used in this research because processing changed oligosasaccharides content. Soybean flour contained soyoligosaccharide (raffinose and stachiose) which potential as prebiotic. Assesment of prebiotics potency was done on Lactobacillus casei Rhamnosus, L. casei Shirota, Lactobacillus G3,

Lactobacillus F1, Bifidobacterium bifidum and B. longum. In vitro evaluation used MRS basic contained extract tested. LAB whose the highest growth in MRS basic that contained arrowroot or SPF extract was used in competition with pathogens (E. coli, Salmonella and Bacillus cereus). Analysis of prebiotic potency by in vivo assay used Sprague Dawley mice.

Extract of arrowroot, arrowroot cookies, sweet potato, sweet potato cookies and SPF supported all Lactobacilli and Bifidobacteria tested. Among LAB tested, L. casei Rhamnosus was the higest growth in medium substituted with oligosaccharide extract of arrowroot and SPF. The growth of Lactobacilli

tested were poorer in medium substitute with oligosaccharide extract of cookies arrowroot than arrowroot. It because of Maillard reaction has took place and made the sugars unavailable to support the growth of LAB.

Among sweet potato and its product, L. casei Rhamnosus was the highest growth on medium substituted with arrowroot extract and SPF extract. L. casei

Rhamnosus suppressed the growth of pathogenic bacteria tested i.e 3.5 log cfu/ml for Salmonella, 3.2 log cfu/ml for E.coli and 1.9 log cfu/ml for B. cereus on medium substituted with arrowroot extract. While in medium substituted SPF extract, L. casei Rhamnosus suppressed the growth of pathogenic bacteria tested i.e 3.9 log cfu/ml for E. coli, 3.9 log cfu/ml for Salmonella, and 3.1 log cfu/ml

for B. cereus. Feeding arrowroot extract to mice for 10 days reduced 1.4 log cfu/g

feces for E.coli and raised 1.0 log cfu/g feces for LAB. Similar trend also observed in mice fed with L. casei Rhamnosus (probiotic) and combination of L.

casei Rhamnosus and arrowroot extract (synbiotic). When the feeding was

terminated, the count of E. coli increased. In the mice fed with standard diet as control, the count of E. coli tended to increase and LAB decrease.

(15)

in treated mice and increased in control mice. The suppression was greater in mice fed with synbiotic than prebiotic. After treatment, the number of E. coli re-increased, while the number of LAB decreased.

The result of present research suggest that arrowroot and SPF were potencial as prebiotic product.

Key words: Oligosaccharide, Arrowroot, Sweet Potato Flakes, Prebiotic, L.casei

(16)

©

Hak cipta milik IPB, tahun 2008

Hak cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau

(17)

PENGUJIAN POTENSI PREBIOTIK UBI GARUT

DAN UBI JALAR SERTA HASIL OLAHANNYA

(COOKIES DAN SWEET POTATO FLAKES)

SRI RINI DWIARI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(18)
(19)

Judul Tesis : Pengujian Potensi Prebiotik Ubi Garut Dan Ubi Jalar Serta Hasil Olahannya (Cookies Dan Sweet

Potato Flakes)

Nama Mahasiswa : Sri Rini Dwiari NIM : F251040061

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Lilis Nuraida, MSc Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Pangan

Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, MSc Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS

(20)

PRAKATA

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahNya sehingga karya ilmiah ini dapat terselesaikan.

Beasiswa pendidikan penulis dapatkan dari PPPG Pertanian Cianjur sedangkan sumber dana untuk penelitian diperoleh dari Hibah Bersaing DIKTI tahun 2007, Rusnas Diversifikasi Pangan Kementrian Riset dan Teknologi yang dikelola oleh SEAFAST Center IPB tahun 2008, PPPG Pertanian Cianjur, dan Biro Perencanaan Kerjasama Luar Negeri.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Ir. Giri Suryatmana selaku Kepala Pusat Pengembangan Penataran Guru (PPPG) Pertanian Cianjur dan Drs. Dedy H. Karwan, MM selaku Kepala Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PPPPTK) Pertanian Cianjur yang telah memberikan kesempatan dan beasiswa untuk melanjutkan sekolah pada jenjang Pasca Sarjana (S2) di Sekolah Pasca Sarjana IPB Bogor.

2. Dr. Ir. Lilis Nuraida, MSc selaku ketua komisi pembimbing dan Dr. Ir Nurheni Sri Palupi, MSi selaku anggota komisi, yang telah memberikan bimbingan dan arahan dengan penuh kesabaran dan ketelatenan, sehingga penulis mendapat tambahan wawasan, pendidikan dan pengalaman yang berharga dalam melakukan penelitian dan penyusunan tesis.

3. Dr. Ir. Feri Kusnandar, MSc selaku penguji luar komisi dan ketua Peneliti dalam Penelitian Hibah Bersaing yang didanai dari DIKTI.

4. Dr. Ir Dahrul Syah sebagai ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Dr. Ir Purwiyatno-Hariyadi, MSc sebagai kepala SEAFAST Centre, atas ijin yang diberikan untuk menggunakan laboratorium Mikrobiologi Pangan dan Kimia Pangan.

5. Dr. Ir. Gatot Hari Priowirjanto selaku kepala Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri yang memberikan dana untuk mendukung biaya pra-penelitian.

(21)

7. Sri Rahayu, Rika, Danik, Miksusanti, Sunar dan teman-teman Agroindustri PPPPTK Pertanian Cianjur yang telah memberikan dorongan selama pendidikan maupun penelitian berlangsung.

8. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas dukungan dan kerjasamanya selama penulis menuntut ilmu.

9. Akhirnya, ucapan terimakasih tak terhingga penulis sampaikan kepada keluarga tercinta, ibunda H. Soepingah, Hawignyo (suami), Nastiti Harini (putri sulung), Duky Sumantri (putra kedua) dan Rizki Yuniarini (putri bungsu), kakak-kakak dan adik-adikku tersayang atas doa, kasih-sayang, pengorbanan, kesabaran serta dukungan moril ataupun materil yang tidak ternilai dalam menyelesaikan pendidikan ini.

Harapan penulis, walaupun masih jauh dari sempurna terutama karena keterbatasan informasi, dana dan waktu, akan tetapi karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pihak yang membutuhkannya.

Bogor, Agustus 2008

(22)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jember pada tanggal 02 Januari 1962 dari pasangan bapak Soedjito (alm) dan ibu Soepingah. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Tahun 1980 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Jember. Pada tahun yang sama diterima di Fakultas Pertanian Universitas Jember dan lulus Sajana tahun 1985. Pada tanggal 20 Agustus 1985 penulis menikah dengan Hawignyo dan dikaruniai tiga orang anak (dua putri dan satu putra).

Pada tahun 1986 penulis hijrah ke Cianjur dan menjadi tenaga honorer di Pusat Pengembangan Pentaran Guru (PPPG) Pertanian atau Vocational Education

Development Center for Agriculture (VEDCA). Tahun 1988 diangkat sebagai

(23)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... xiv DAFTAR TABEL ... xvi DAFTAR GAMBAR ... xvii DAFTAR LAMPIRAN ... xix I. PENDAHULUAN ... 1 A. Latar Belakang ... 1 B. Identifikasi Masalah ... 3 C. Hipotesis ... 4 D. Tujuan Penelitian ... 5 E. Manfaat Penelitian ... 5 II. TINJAUAN PUSTAKA ... 6 A. Bakteri Asam Laktat (BAL) ... 6 B. Prebiotik ... 13 C. Pengujian Produk Pangan Sebagai Prebiotik ... 20 D. Ubi Garut (Maranta arundinaceae L) ... 22 E. Ubi Jalar (Ipomea batatas L) ... 25 F. Sweet Potato Flakes (SPF) ... 26 III. METODOLOGI ... 28 A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 28 B. Bahan ... 28 C. Alat ... 29 D. Metode Penelitian ... 29 E. Penyiapan Kultur, Media Pengujian dan Bahan ... 31 F. Pengujian Potensi Prebiotik Ekstrak Cookies Ubi Garut secara

In Vitro ... ...

36

G. Pengujian Potensi Prebiotik Ekstrak Ubi Garut secara In Vivo 38 H. Pengujian Potensi Prebiotik Ekstrak Ubi Jalar dan Hasil

Olahan (Cookies Ubi Jalar dan SPF) secara In Vitro ...

42

I. Pengujian Potensi Prebiotik Hasil Olahan Ubi Jalar (SPF) secara In Vivo ...

43

J. Metode Pengujian ... 45 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 48 A. Tepung Ubi Garut, Ubi Jalar, SPF dan Cookies ... 48 B. Potensi Prebiotik Cookies Ubi Garut secara In Vitro ... 49 C. Potensi Prebiotik Ekstrak Ubi Garut secara In Vivo ... 58 D. Potensi Prebiotik Ekstrak Ubi Jalar dan Hasil Olahan (Cookies

Ubi Jalar dan SPF) secara In Vitro ...

68

(24)

DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN ...

(25)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Karakteristik tiga grup genus Lactobacillus ... 8 2 Komposisi kimia ubi garut kultivar banana dan creole dalam 100

gram ubi ... 23

3 Komposisi kimia pati ubi garut per 100 gram ... 23 4 Jenis ransum dan pemberian perlakuan pada kelompok tikus selama

pengujian potensi ekstrak ubi garut secara in vivo ... 40

5 Jenis ransum dan pemberian perlakuan pada kelompok tikus selama pengujian potensi prebiotik SPF secara in vivo ...

44

6 Komposisi kimia tepung ubi garut ... 48 7 Komposisi kimia tepung SPF ... 48 8 Kenaikan atau penurunan E. coli setelah dikompetisikan dengan

L. casei Rhamnosus dalam media yang mengandung ekstrak ubi garut

52

9 Kenaikan atau penurunan jumlah B.cereus pada uji kompetisi dengan

L.casei Rhamnosus dalam media yang mengandung ekstrak ubi garut

54

10 Kenaikan atau penurunan jumlah Salmonella pada uji kompetisi dengan L.casei Rhamnosus dalam media yang mengandung ekstrak ubi garut ...

55

11 Hasil pengujian Salmonella dalam feses secara kualitatif pada

pengujian potensi prebiotik ekstrak ubi garut ... 67

12 Perubahan jumlah E. coli setelah dikompetisikan dengan L. casei

Rhamnosus dalam media yang mengandung ekstrak SPF ... 71

13 Perubahan jumlah B. cereus setelah dikompetisikan dengan L. casei

Rhamnosus dalam media yang mengandung ekstrak SPF ... 72

14

Perubahan jumlah Salmonella sp setelah dikompetisikan dengan

L.casei Rhamnosus dalam media yang mengandung ekstrak SPF ...

73

15 Perubahan jumlah L.casei Rhamnosus setelah dikompetisikan dengan patogen dalam media yang mengandung ekstrak SPF...

73

16 Hasil uji Salmonella dalam feses secara kualitatif pada pengujian potensi prebiotik SPF dengan L. casei Rhamnosus ...

(26)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1

Bifidobacterium longum ... 12

2 Diagram pengujian prebiotik ... 20 3 Tanaman garut (Maranta arundinaceae L) ... 22 4 Ubi garut ... 22 5 Diagram alir penelitian ... 30 6 Alat Anoxomat (a) dan anaerob jar (b) ... 31 7 Tahapan pembuatan tepung ubi garut ... 33 8 Tahapan pembuatan tepung ubi jalar ... 34 9 Diagram ekstraksi gula dan oligosakarida... 36 10 Tikus jantan galur Sprague Dawley... 39 11 Persiapan suspensi BAL (L.casei Rhamnosus) ... 41 12 Pertumbuhan BAL dalam ekstrak ubi garut dan cookies ubi garut:

(a) L.casei Rhamnosus, (b) L.casei Shirota, (c) Lactobacillus F1, (d) Lactobacillus G3, (e) B. longum, (f) B. bifidum ...

50

13 Jumlah E. coli yang dikompetisikan dengan L.casei Rhamnosus dalam media yang mengandung ekstrak ubi garut segar ...

53

14 Jumlah B. cereus yang dikompetisikan dengan L.casei Rhamnosus dalam media yang mengandung ekstrak ubi garut ...

54

15 Jumlah Salmonella yang dikompetisikan dengan L.casei Rhamnosus pada media yang mengandung ekstrak ubi garut ...

55

16 Pertumbuhan L. casei Rhamnosus yang dikompetisikan dengan bakteri patogen: E. coli, (b) Salmonella sp, (c) B.cereus pada media yang mengandung ekstrak ubi garut ...

56

17 Peningkatan berat badan tikus (ekstrak ubi garut dengan L. casei

Rhamnosus)...

60

18 Perubahan jumlah total mikroba feses tikus pada kelompok: (a)Kontrol, (b) Prebiotik (ekstrak ubi garut), (c) Probiotik (L. casei Rhamnosus), (d) Sinbiotik (ekstrak ubi garut dan L. casei

Rhamnosus)...

61

19 Perubahan jumlah BAL pada feses tikus pada kelompok : (a) Kontrol, (b) Prebiotik (ekstrak ubi garut), (c) Probiotik (L.casei Rhamnosus), (d) Sinbiotik (ekstrak ubi garut dan L.casei Rhamnosus)...

62

20 Perubahan jumlah E. coli pada feses tikus pada kelompok: (a) Kontrol, (b) Prebiotik (ekstrak ubi garut), (c) Probiotik (L. casei Rhamnosus), (d) Sinbiotik (ekstrak ubi garut dan L. casei Rhamnosus)...

(27)

21 Pertumbuhan BAL dalam ekstrak ubi jalar dan hasil olahan (cookies ubi jalar dan SPF): (a) L. casei Rhamnosus, (b) L. casei Shirota, (c) Lactobacillus F1, (d) Lactobacillus G3, (e) B. longum,

(f) B. Bifidum ... 69

22 Pertumbuhan E. coli yang dikompetisikan dengan L. casei Rhamnosus dalam media yang mengandung ekstrak SPF ...

70

23 Pertumbuhan B. cereus yang dikompetisikan dengan L.casei Rhamnosus pada media yang mengandung ekstrak SPF ...

71

24 Pertumbuhan Salmonella sp yang dikompetisikan dengan L. casei

Rhamnosus dalam media yang mengandung ekstrak SPF ... 72

25 Pertumbuhan L. casei Rhamnosus yang dikompetisikan dengan patogen pada media yang mengandung ekstrak SPF ...

74

26 Peningkatan berat badan tikus (SPF dengan L. casei Ramnosus)... 76 27 Perubahan jumlah total mikroba feses tikus pada kelompok:

(a) Kontrol, (b) Prebiotik (SPF), (c) Probiotik (L. casei Rhamnosus), (d) Sinbiotik (SPF dan L. casei Rhamnosus) ...

77

28 Perubahan jumlah BAL pada feses pada kelompok: (a). Kontrol, (b) Prebiotik (SPF), (c) Probiotik (L.casei Rhamnosus), (d) Sinbiotik (SPF dan L.casei Rhamnosus) ...

79

29 Perubahan jumlah E. coli feses tikus pada kelompok: (a). Kontrol, (b) Prebiotik (SPF), (c) Probiotik(L.casei Rhamnosus), (d) Sinbiotik (SPF dan L. casei Rhamnosus) ...

82

(28)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Komposisi ransum standar yang diberikan pada pengujian in vivo

ekstrak ubi garut dengan L. casei Rhamnosus...

96

2. Hasil perhitungan jumlah L.casei Rhamnosus ... 97 3. Perhitungan jumlahekstrak ubi garut yang digunakan untuk sonde 97 4. Komposisi ransum SPF ... 98 5. Jumlah BAL dalam media yang mengandung ekstrak ubi garut dan

cookies ubi garut ...

99

6. Jumlah E. coli setelah dikompetisikan dengan BAL dalam media yang mengandung ekstrak ubi garut dan cookies ubi garut ...

99

7. Jumlah B.cereus setelah dikompetisikan dengan L.casei

Rhamnosus pada media yang mengandung ekstrak ubi garut ...

100

8. Jumlah Salmonella sp pada uji kompetisi bakteri patogen dengan BAL pada media yang mengandung ekstrak ubi garut …………...

100

9. Hasil pengamatan jumlah BAL yang dikompetisikan dengan bakteri patogen dalam media yang mengandung ekstrak ubi garut

100

10. Perhitungan jumlah BAL (L. casei Rhamnosus) yang diberikan ... 101 11. Perhitungan jumlah ekstrak ubi garut untuk cekok ……….. 101 12. Rata-rata kenaikan berat badan tikus pada pengujian potensi

prebiotik ekstrak ubi garut ...

102

13. Analisis Ragam Rata-rata Kenaikan Berat Badan Tikus pada Pengujian Potensi Prebiotik Ekstrak Ubi Garut ...

102

14. Perubahan Jumlah Total Mikroba Feses pada Pengujian Potensi Prebiotik Ekstrak Ubi Garut secara in vivo ...

103

15. Analisis Ragam Perubahan Jumlah Total Mikroba Feses pada Pengujian Potensi Prebiotik Ekstrak Ubi Garut secara in vivo ...

103

16. Perubahan Jumlah BAL Feses pada Pengujian Potensi Prebiotik Ekstrak Ubi Garut secara in vivo ...

105

17. Analisis Ragam Perubahan Jumlah BAL Feses pada Pengujian Potensi Prebiotik Ekstrak Ubi Garut secara in vivo ...

105

18. Perubahan Jumlah E.coli Feses pada Pengujian Potensi Prebiotik Ekstrak Ubi Garut secara in vivo ...

107

19. Analisis Ragam Perubahan Jumlah E.coli Feses pada Pengujian Potensi Prebiotik Ekstrak Ubi Garut secara in vivo ...

107

20. Hasil pengujian Salmonella feses secara kualitatif pada

pengujian potensi prebiotik ekstrak garut secara in vivo ...

(29)

21. Jumlah BAL dalam media yang mengandung ekstrak ubi jalar dan hasil olahan (cookies ubi jalar dan SPF) ...

113

22. Jumlah E. coli setelah dikompetisikan dengan BAL dalam media yang mengandung ekstrak SPF ... ...

114

23. Jumlah B.cereus setelah dikompetisikan dengan L.casei

Rhamnosus pada media yang mengandung ekstrak SPF ... ...

114

24. Jumlah Salmonella sp pada uji kompetisi bakteri patogen dengan BAL pada media yang mengandung ekstrak SPF ...…………...

114

25. Hasil pengamatan jumlah BAL yang dikompetisikan dengan bakteri patogen dalam media yang mengandung ekstrak SPF ...

115

26. Rata-rata kenaikan berat badan tikus pada pengujian potensi prebiotik SPF ...

116

27. Analisis Ragam Rata-rata Kenaikan Berat Badan Tikus pada Pengujian Potensi Prebiotik SPF ...

116

28. Perubahan Jumlah Total Mikroba Feses pada Pengujian Potensi Prebiotik SPF secara in vivo ...

117

29. Analisis Ragam Perubahan Jumlah Total Mikroba Feses pada Pengujian Potensi Prebiotik SPF secara in vivo ...

117

30. Perubahan Jumlah BAL Feses pada Pengujian Potensi Prebiotik SPF secara in vivo ...

117

31. Analisis Ragam Perubahan Jumlah BAL Feses pada Pengujian Potensi Prebiotik SPF secara in vivo ...

119

32. Perubahan Jumlah E.coli Feses pada Pengujian Potensi Prebiotik SPF secara in vivo ...

121

33. Analisis Ragam Perubahan Jumlah E.coli Feses pada Pengujian Potensi Prebiotik SPF secara in vivo ...

121

34. Hasil Pengujian Salmonella Feses Secara Kualitatif Pada Pengujian Potensi Prebiotik SPF secara in vivo ...

(30)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Dewasa ini masyarakat semakin menyadari bahwa fungsi pangan, tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan gizi bagi tubuh, tetapi juga diharapkan dapat memberikan manfaat lain terhadap kesehatan. Kepedulian masyarakat akan kesehatan menjadi peluang bagi peneliti untuk mengembangkan produk pangan yang berkhasiat bagi kesehatan (pangan fungsional).

Pangan fungsional adalah pangan yang dapat menguntungkan salah satu atau lebih dari target fungsi-fungsi dalam tubuh seperti halnya nutrisi yang dapat memperkuat mekanisme pertahanan tubuh, dan menurunkan resiko dari suatu penyakit (Roberfroid 2002). Adapun ciri-ciri dari pangan fungsional sebagai berikut: (1) produk dapat dikonsumsi sebagai pangan yang dikonsumsi sehari-hari; (2) komponen pangan fungsional berasal dari alam (alami) atau bukan sintetik; (3) produk merupakan produk pangan; (4) bukan kapsul atau tablet; (5) memiliki nilai gizi sehingga dapat meningkatkan kesehatan dan atau dapat mengurangi resiko penyakit atau menyehatkan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup.

Salah satu pangan fungsional adalah prebiotik. Prebiotik merupakan bahan pangan yang tidak dapat dicerna, dapat menstimulir pertumbuhan bakteri asam laktat atau BAL (Lactobacilli dan Bifidobacteria), sehingga meningkatkan kesehatan inang (Salminen et al. 1998; Manning et al. 2004; Gibson 2004; Manning dan Gibson 2004). Oligosakarida (rafinosa, stakiosa dan verbakosa) dapat bertindak sebagai prebiotik karena tidak dapat dicerna, namun mampu menstimulir pertumbuhan bakteri asam laktat (BAL) seperti Lactobacilli dan

Bifidobacterium di dalam saluran pencernaan (Weese 2002; Manning dan Gibson

2004).

Oligosakarida terdapat pada berbagai bahan pangan, seperti biji-bijian, buah-buahan, sayuran, kacang-kacangan, umbi-umbian dan hasil tanaman lainnya. Oligosakarida juga dapat diperoleh dengan cara hidrolisis atau proses enzimatis polisakarida, seperti pati dan serat kasar (Manning et al. 2004). Tanaman garut

(31)

sebagai sumber oligosakarida. Namun demikian pati garut tidak dapat digunakan sebagai bahan prebiotik karena tidak mengandung serat (Widayanti 2005), sedangkan tepung ubi garut (whole flour) yang masih mengandung serat diduga berpotensi sebagai prebiotik, karena selama proses pengolahan tidak ada komponen yang dihilangkan kecuali pengurangan kadar air. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Krisnayudha (2007) mengidentifikasi bahwa pada ekstrak tepung ubi garut mengandung glukosa, fruktosa, sukrosa, rafinosa dan oligofruktosa.

Bifidobacterium bifidum, B. longum, Lactobacillus casei Rhamnosus, L. casei

Shirota, Lactobacillus G1, Lactobacillus F1, Lactobacillus G3 dapat memanfaatkan ekstrak oligosakarida dari tepung ubi garut dengan baik sebagai sumber gula untuk pertumbuhannya.

Bahan pangan lain yang berpotensi sebagai sumber prebiotik adalah ubi jalar. Penelitian tentang potensi ubi jalar sebagai prebiotik telah dilakukan. Penelitian yang dilakukan oleh Nuraida et al. (2004) menunjukkan bahwa oligosakarida ubi jalar berpotensi sebagai prebiotik dengan mendukung pertumbuhan Lactobacillus dan Bifidobacteria yang diketahui dapat bertahan dalam saluran pencernaan. Ekstrak oligosakarida ubi jalar putih varietas Sukuh mampu mendukung pertumbuhan Lactobacillus dan Bifidabacteria lebih baik dari pada ekstrak yang diperoleh dari ubi jalar merah. Di dalam ekstrak tepung ubi jalar varietas Sukuh mengandung glukosa, fruktosa, sukrosa, maltosa, maltotriosa, dan rafinosa (Marlis 2008, belum dipublikasikan). Hasil penelitan Adijuwana (2005) menunjukkan bahwa kandungan rafinosa pada ubi jalar putih varietas Sukuh lebih tinggi dibandingkan dengan ubi jalar putih varietas Jago dan ubi jalar merah, masing-masing sebesar 2.97%, 2.27% dan 1.26%. Pengujian in vivo yang dilakukan oleh Suryadjaya (2005) menunjukkan bahwa pemberian ekstrak ubi jalar terhadap tikus Sprague-Dawley (SD) mampu menekan jumlah E.coli dalam feses, namun dapat meningkatkan jumlah BAL. Efek terbesar diperoleh ketika pemberian ekstrak disertai dengan pemberian L. casei Rhamnosus. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa ubi jalar berpotensi untuk mendukung pertumbuhan BAL dan menghambat pertumbuhan bakteri patogen.

(32)

mempengaruhi sifat fisik dan kimia oligosakarida di dalam bahan pangan. Pemanasan terhadap ekstrak oligosakarida dapat meningkatkan kemampuan ekstrak dalam mendukung pertumbuhan Lactobacillus dan Bifidobacteria

(Nuraida et al. 2004). Pengukusan terhadap ubi jalar menurunkan kadar rafinosa, namun meningkatkan kadar maltosa dan maltotriosa (Suryadjaya 2005). Hasil penelitian Marlis 2008 (belum dipublikasikan) menunjukkan bahwa kromatografi kertas terhadap ekstrak ubi jalar hasil pengukusan, pemanggangan, penyangraian dan perlakuan spray drying terhadap adonan tepung ubi jalar menunjukkan terjadinya penurunan oligosakarida.

B. IDENTIFIKASI MASALAH

Ubi garut sebagai salah satu umbi-umbian yang banyak terdapat di Indonesia dapat digunakan sebagai salah satu bahan pangan sumber karbohidrat dan mengandung serat sekitar 1.3% (varietas creole). Hasil penelitian Widayanti (2005), menunjukkan pati garut yang dikenal oleh masyarakat dan mudah ditemukan di pasaran tidak dapat digunakan oleh BAL (Lactobacillus G3 dan

L. casei Shirota) untuk pertumbuhannya, sehingga pati garut tidak dapat

digunakan sebagai sumber prebiotik. Sedangkan tepung ubi garut telah teridentifikasi mengandung glukosa, fruktosa, sukrosa, rafinosa dan oligofruktosa. Hasil penelitian Krisnayudha (2007), menunjukkan bahwa secara in vitro bakteri

B. bifidum, B. longum, L. casei Rhamnosus, L. casei Shirota, Lactobacillus G1,

Lactobacillus F1, Lactobacillus G3 dapat memanfaatkan ekstrak oligosakarida ubi

garut dengan baik sebagai sumber gula untuk pertumbuhannya. Untuk menguji potensi prebiotik tepung ubi garut, maka perlu dilakukan pengujian potensi prebiotik tepung ubi garut secara in vivo. Proses pengolahan dapat mempengaruhi kandungan oligosakarida. Hasil penelitian Krisnayudha (2007), menunjukkan bahwa proses pengolahan tepung ubi garut dapat mempengaruhi kandungan oligosakaridanya. Jenis BAL yang digunakan dapat tumbuh lebih baik dalam media yang mengandung ekstrak tepung ubi garut panggang dibandingkan dengan media yang mengandung ekstrak tepung garut sangrai maupun kukus. Cookies

(33)

pemanggangan. Untuk mengetahui potensi prebiotik cookies ubi garut maka dilakukan pengujian secara in vitro.

Hasil penelitian Suryadjaya (2005) menunjukkan bahwa pemberian ekstrak ubi jalar pada tikus SD mampu menekan jumlah E. coli dalam feces dan meningkatkan jumlah BAL. Perubahan komposisi gula-gula dalam ubi jalar dapat mempengaruhi sifat prebiotik secara in vivo. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Marlis (2008, belum dipublikasikan), menunjukkan bahwa L. casei Rhamnosus dapat tumbuh baik dalam media yang mengandung ekstrak tepung ubi jalar panggang. Cookies ubi jalar dan SPF merupakan hasil olahan ubi jalar dengan menggunakan proses pemanggangan. Bahan baku SPF adalah tepung ubi jalar tergelatinisasi dan tepung kedelai. Hasil penelitian yang dilakukan Marlis (2008, belum dipublikasikan), menunjukkan bahwa kandungan oligosakarida dalam tepung ubi jalar kukus paling tinggi dibandingkan dengan tepung ubi jalar yang diolah melalui proses pemanggangan, penyangraian dan yang diolah dengan drum

drier. Oleh karena itu, untuk melengkapi informasi mengenai sifat prebiotik ubi jalar, maka perlu dilakukan pengujian secara in vivo terhadap produk-produk olahan ubi jalar. Salah satu produk ubi jalar yang telah dikembangkan adalah olahan ubi jalar dalam bentuk Sweet Potato Flakes (SPF). Melalui penelitian ini diharapkan dapat diketahui potensi prebiotik SPF dalam sistem pencernaan hewan percobaan.

C. HIPOTESIS

Hipotesis penelitian adalah :

1. Ekstrak cookies ubi garut, cookies ubi jalar dan SPF dapat meningkatkan pertumbuhan BAL,

2. Ekstrak ubi garut berpotensi sebagai prebiotik secara in vivo,

3. Produk olahan ubi jalar yaitu SPF berpotensi sebagai prebiotik baik secara

(34)

D. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian adalah:

1. Mengevaluasi potensi ekstrak cookies ubi garut sebagai prebiotik secara in vitro dan potensi prebiotik ekstrak ubi garut secara in vivo.

2. Mengevaluasi potensi SPF sebagai prebiotik secara in vitro dan in vivo.

E. MANFAAT PENELITIAN

Manfaat dari penelitian ini untuk:

1. Menggali potensi ubi garut dan SPF sebagai prebiotik sehingga dapat meningkatkan nilai ekonomi ubi garut dan ubi jalar.

(35)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. BAKTERI ASAM LAKTAT

Bakteri asam laktat (BAL) merupakan bakteri yang memproduksi asam laktat dari fermentasi kabohidrat, termasuk genus bakteri Gram positif, tidak membentuk spora, sel berbentuk batang atau bulat. Pada umumnya BAL bersifat katalase negatif, mempunyai komposisi basa kurang dari 50% mol G+C dan membutuhkan karbohidrat yang difermentasi untuk pertumbuhannya (Axelsson 2004).

BAL dikelompokkan menjadi dua, yaitu homofermentatif dan heterofermentatif. Produk akhir dari proses homofermentatif glukosa sebagian besar berupa asam laktat, sedangkan heterofermentatif menghasilkan asam laktat, etanol, asam asetat dan CO2. Klasifikasi BAL menurut generanya, yaitu

Aerococcus, Carnebacterium, Enterococcus, Lactobacillus, Lactococcus,

Leuconostoc, Oenococcus, Pediococcus, Streptococcus, Tetragenococcus,

Vagococcus, dan Weisella. Bifidobacterium juga dikelompokkan sebagai BAL

karena mampu memfermentasi gula menjadi produk-produk yang menguntungkan bagi kesehatan (Axelsson 2004). Berdasarkan kemampuan BAL tinggal dalam usus, Mitsuoka (1990) mengelompokkan BAL sebagai berikut: (1) kelompok yang dapat mencapai usus dalam keadaan hidup dan paling sering ditemukan dalam kotoran manusia, contohnya Bifidobacterium (B. bifidum, B. breve,

B. longum, B. infantis, B. adolescentis); (2) kelompok yang dapat mencapai usus

dalam keadaan hidup dan cukup sering ditemukan dalam kotoran manusia, contohnya Lactobacillus (L. acidophilus dan L. reuteri); (3) kelompok yang dapat mencapai usus dalam keadaan hidup dan terkadang ditemukan dalam kotoran manusia, contohnya Lactobacillus (L. casei dan L. brevis); (4) Kelompok yang dapat dipakai oleh industri susu dan tidak ditemukan dalam kotoran manusia, contohnya L. bulgaricus,Streptococcus thermophilus dan Streptococcus cremoris.

Bifidobacterium, Lactobacillus dan Eubacteria memiliki aktivitas yang

(36)

protein, membantu penyerapan dan merangsang fungsi kekebalan tubuh. Sifat tersebut bertolak belakang dengan kelompok bakteri yang merugikan, seperti

Clostridium perfringens, Proteus spp dan Veilonella spp yang menghasilkan

senyawa karsinogen, toksin, NH3, H2S, amin, dan fenol. Bahan-bahan tersebut

dapat menyebabkan penyakit seperti diare, konstipasi, kerusakan hati, penurunan kekebalan tubuh, kanker dan hipertensi (Yuguchi et al. 1992). Menurut Ouwehand dan Vesterlund (2004), BAL memproduksi asam-asam organik dan antimikroba yang penting. Antimikroba yang dihasilkan dapat berupa hidrogen peroxida, karbondioksida dan diasetil. Beberapa strain BAL dapat menghasilkan antimikroba reuterin dan asam pyroglutamat. Ada juga BAL yang menghasilkan bakteriosin.

BAL yang dapat bertahan dalam saluran pencernaan dan memberikan kontribusi terhadap kesehatan. BAL ini disebut sebagai probiotik. Probiotik adalah mikroorganisme hidup yang menguntungkan bagi inangnya sehingga dapat menjaga keseimbangan dalam usus (Tannock 1999 dan Roberfroid 2000), meningkatkan kesehatan (Agget 1999 diacu dalam Tuohy et al. 2003). Probiotik mempunyai efek immunoregulatory, antikarsinogen, antiinflamasi, dapat memproduksi antimikroba dan memberikan efek langsung terhadap mucosa usus halus. Secara komersial probiotik yang tersedia berupa BAL yang tidak membentuk spora, yaitu Lactobacillus, Bifidobacterium dan Enterococci. Akan tetapi Enterococci tidak digunakan sebagai probiotik karena bakteri ini dikenal berpotensi sebagai patogen. Organisme probiotik hendaknya berasal dari mikroba asli yang terdapat dalam pencernaan. Probiotik juga mampu menurunkan tingkat berbagai enzim fekal yang berasosiasi dengan aktivasi metabolit dari karsinogen dan mutagen (Weese 2002).

1. Lactobacillus

Genus Lactobacillus merupakan grup penting dari bakteri asam laktat, karena kemampuannya memproduksi asam laktat. Lactobacillus berbentuk batang dengan ukuran 0.5-1.2 x 1-10 µm, bersifat gram positif dan tidak membentuk spora, fakultatif anaerob, G+C% 32-53%, tumbuh optimum pada kisaran suhu 30-40oC, tetapi dapat tumbuh pada kisaran 5-35oC. Lactobacillus

(37)

pH < 5 (Axelsson 2004). Lactobacillus mampu menghasilkan asam laktat yang cukup besar dapat mencapai > 50% (Batt 1999).

[image:37.612.142.496.325.544.2]

Lactobacillus banyak terdapat dalam produk makanan fermentasi seperti produk-produk susu fermentasi (yoghurt, keju, yakult), produk fermentasi daging (sosis fermentasi), produk fermentasi roti (souerdough bread), serta produk fermentasi sayuran (pikel dan sauerkraut). Lactobacillus berkontribusi untuk pengawetan, ketersediaan nutrisi dan flavor pada produk fermentasi tersebut. Galur murni Lactobacillus sp yang diisolasi dari produk probiotik komersial mampu menghambat Listeria monocytogenes, E. coli, S. Typhimurium dan S. enteritidis (Chateau et al. 1993). Genus Lactobacillus terdiri dari 70 spesies lebih dan dikelompokkan menjadi 3 grup (Tabel 1), kebanyakan homofermentatif, namun ada juga yang heterofermentatif.

Tabel 1 Karakteristik tiga grup genus Lactobacillus

Karakteristik Grup I: Obligat homo-fermentatif Grup II: Fakultatif hetero-fermentatif Grup III: Obligat hetero-fermentatif Fermentasi

Pentosa - + +

CO2 dari glukosa - - +

CO2 dari glukonat - +

a

+a

Aldolase + + -

Fosfoketolase - + b +

Spesies Lb. acidophilus Lb. delbrueckii Lb. helveticus Lb. salivarius Lb. casei Lb. curvatus Lb. plantarum Lb. sake

Lb. brevis Lb. buchneri Lb. fermentum Lb. Reuteri

Keterangan

a

: pada saat fermentasi

b

: induksi oleh pentosa

Sumber: Sharpe (1981); Kandler dan Weiss (1986) diacu dalam Axelsson (2004).

a. Lactobacillus casei Rhamnosus

(38)

µm, cenderung membentuk rantai, bersifat mikroaerofilik, dapat tumbuh pada kisaran suhu 15oC, tidak tumbuh pada suhu 45 oC dengan suhu optimum 30oC, pH optimum untuk pertumbuhan 6.8 namun masih dapat tumbuh pada pH 3.5 (Batt 1999).

Lactobacillus casei Rhamnosus termasuk dalam genus bakteri asam laktat

yang bersifat termobakterium, karena dapat tumbuh pada suhu 45oC, toleran terhadap pemanasan 72oC selama 40 menit (Batt 1999). Bakteri ini bersifat homofermentatif, Gram positif, katalase negatif dan tidak membentuk spora.

L. casei Rhamnosus mampu memfermentasi gula-gula seperti glukosa, galaktosa,

laktosa, manosa, selobiosa, trehalosa dan rhamnosa, kadang-kadang juga mampu memfermentasi sukrosa dan maltosa. Menurut Narayanan et al. (2004),

Lactobacillus rhamnosus bersifat fakultatif anaerob, dalam suasana anaerob dapat

menghasilkan L(+) asam laktat dan etanol. Lactobacillus rhamnosus MTCC 1408 menghasilkan asam laktat murni dalam media yang mengandung ekstrak glucosa-yeast. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa Lactobacillus rhamnosus GG mampu menempel pada mucosa, meskipun sifat penempelannya sementara (Alander et al. 1999), pemberian Lactobacillus rhamnosus GG pada tikus dapat mengeluarkan aflatoksin B1 (AFB1) lebih banyak melalui feses (Gratz et al. 2006),

dapat memperpendek lama diare dan frekuensi buang air besar lebih jarang pada anak-anak diare yang diberi antibiotik, menstimulir pembentukan antibodi, memodifikasi produksi cytokinin yang merupakan protein penting dalam respon imun (Young 2008). Menurut Gill dan Rutherfurd (2000), menunjukkan bahwa

Lactobacillus rhamnosus HN001 (diisolasi dari produk susu) mampu

meningkatkan imunitas tikus dengan meningkatkan aktivitas pagocytic darah dan sel peritoneal.

b. Lactobacillus casei Shirota

(39)

dan pH 3.5 atau lebih (Meutia 2003). L. casei Shirota bersifat homofermentatif, yaitu memecah glukosa menjadi asam laktat 90%, sejumlah kecil asam sitrat, malat, asetat, suksinat, asetaldehid, diasetil dan asetoin yang berperan dalam pembentukan flavor (Selamat 1992). Pemberian L. casei Shirota setiap hari pada bayi kelinci dapat meningkatkan respon imun terhadap sel Escherichia coli

penghasil Shiga-toxin (STEC) dan menurunkan konsentrasi Shiga-toxin dalam pencernaan, sehingga dapat mengurangi terjadinya diare.

c. Lactobacillus Fl

Lactobacillus Fl merupakan isolat klinis BAL yang diisolasi dari feses bayi

oleh Evanikastri (2003). Bakteri ini berbentuk batang pendek, dan bersifat Gram positif, katalase negatif, tidak memproduksi NH3 dan CO2 dari glukosa. Jenis

bakteri ini tergolong BAL homofermentatif, karena hanya memproduksi asam laktat, tanpa karbondioksida dari glukosa. Lactobacillus Fl dapat tumbuh pada suhu 37oC dan 45oC. Hasil uji gula-gula yang dilakukan menunjukkan bahwa bakteri ini positif pada gula-gula maltosa, arabinosa, rhamnosa, xylosa dan sorbitol. Bakteri ini diduga merupakan spesies Lactobacillus acidophilus.

Lactobacillus Fl bersifat hidrofobik, mempunyai aktivitas yang tinggi dalam

menghambat Escherichia coli O157:H7, Staphylococcus aureus dan Salmonella

typhimurium. Bakteri ini tahan terhadap asam (pH 3.0) dan garam empedu

(Evanikastri 2003).

d. Lactobacillus G3

Lactobacillus G3 tidak memproduksi CO2 dari glukosa, sehingga tergolong

sebagai BAL homofermentatif. Bakteri ini dapat tumbuh pada suhu 37oC dan 45oC. Hasil uji gula-gula yang dilakukan menunjukkan bahwa bakteri ini positif pada gula-gula maltosa, rafinosa, galaktosa, mellibiosa, rhamnosa, xylosa dan sorbitol. Lactobacillus G3 diduga merupakan spesies L. acidophilus, tahan terhadap asam, tahan terhadap bile, secara in vitro memiliki sifat penempelan yang baik, memiliki kemampuan antimikroba yang baik, yaitu terhadap

Staphylococcus aureus dan Salmonella typhimurium (Evanikastri 2003). Hasil

(40)

empedu (bile), memiliki sifat anti mikroba yang baik terhadap bakteri Gram positif maupun Gram negatif. Pada pengujian secara in vivo, pemberian

Lactobacillus G3 sebanyak 108 CFU/gram per hari ternyata mempengaruhi

jumlah E. coli, namun dapat meningkatkan jumlah BAL pada feses tikus setelah 10 hari pemberian ransum, meskipun peningkatan jumlah BAL tidak terlalu signifikan.

2. Bifidobacterium

Bifidobacterium adalah salah satu BAL alami usus yang memiliki efek

probiotik, diisolasi pertama kali dari feses bayi yang mengkonsumsi air susu ibu (ASI). Bakteri ini berbentuk basil (batang), tidak bergerak, tidak berspora, merupakan bakteri Gram positif, katalase negatif. Bifidobacterium merupakan bakteri anaerobik, hidup pada suhu optimum 37oC – 41oC (minimum 25-28 oC dan maksimum 43-45 oC). Memiliki pH optimum untuk pertumbuhan awal 6.5-7.0, tidak ada pertumbuhan pada pH 4.5-5.0 atau 8.0-8.5, sakarolitik dengan menghasilkan asam asetat dan asam laktat dengan perbandingan 3:2, dan tidak menghasilkan CO2 (Dallas 1999).

Bifidobacterium dapat memetabolisme heksosa melalui jalur

phosphoketolase dengan menggunakan enzim frutose-6-phosphate

phosphoketolase (F6PPK). Pengujian Bifidobacterium didasarkan pada

kemampuannya memetabolisme heksosa sebab bakteri gram positif dalam usus halus lainnya tidak mampu memetabolisme heksosa. Secara in vitro dan in vivo

Bifidobacterium dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen, seperti:

Clostridium perfringens, Salmonella, Shigella, B. cereus, Staphylococcus aureus,

Campylobacter jejuni dan yeast patogen Candida albicans (Dallas 1999).

Bifidobacterium dipercaya dapat mensintesa vitamin-vitamin yang

digunakan oleh tubuh, termasuk thiamin, asam folat, asam nicotin, pyridoxin dan vitamin B12. Tikus yang mengkonsumsi L. acidophilus atau B. bifidum

(41)

Bb-5) dalam susu skim dipengaruhi oleh adanya prebiotik. Penambahan prebiotik (kecuali dengan penambahan hi-maize) menyebabkan waktu generasi kelima strain tersebut menurun, tetapi dapat meningkatkan viabilitas Bifidobacterium.

B. bifidum merupakan flora alami usus manusia dan ditemukan juga dalam

vagina manusia. Bakteri ini merupakan penghuni utama usus besar manusia bersama-sama dengan spesies Bifidobacterium lainnya. Karakteristik B. bifidum

adalah katalase negatif, dapat tumbuh pada suhu 43-45oC, bersifat heterofermentatif dimana rasio asam asetat dan asam laktat yang dihasilkannya adalah 1.5 : 1 (Nakazawa dan Hosono 1992).

Ada beberapa efek menguntungkan dari B. bifidum antara lain dapat melindungi usus dari bakteri atau khamir patogen, menghasilkan asam asetat dan asam laktat sehingga dapat mencegah bakteri berbahaya, meningkatkan metabolisme protein dan pertambahan berat badan bayi, mencegah pertumbuhan bakteri yang mampu mengubah senyawa nitrat dalam usus yang berasal dari makanan atau minuman menjadi senyawa nitrit yang bersifat prokarsinogen, menghasilkan vitamin B, serta membantu fungsi hati dalam proses pencernaan makanan. Bifidin, suatu antibiotik yang dihasilkan oleh B. bifidum, sangat efektif melawan Shigella dysentriae, Salmonella typhosa, Staphylococcus aureus, E. coli

dan bakteri lainnya (Tomomatsu 1994).

B. longum merupakan bakteri yang tidak membentuk spora, berukuran

2-8 µm, bersifat katalase negatif, dengan suhu optimum untuk pertumbuhan yaitu 36-38oC dan akan mati pada suhu 60oC. B. longum berbentuk batang, tidak tumbuh pada suhu < 20oC, tidak memiliki resistensi terhadap suhu > 46oC dan pH optimal untuk awal pertumbuhan adalah 6.5-7.0 (Ballongue 2004). Gambar 1

[image:41.612.240.423.567.685.2]

Bifidobacterium longum secara mikroskopik.

(42)

B. PREBIOTIK

1. Pengertian, Definisi dan Persyaratan Prebiotik

Prebiotik merupakan bahan pangan yang tidak dapat dicerna, memiliki efek menguntungkan terhadap inang dengan menstimulir pertumbuhan secara selektif terhadap aktivitas satu atau lebih dalam jumlah terbatas bakteri di dalam usus

(Lactobacilli dan Bifidobacteria), sehingga meningkatkan kesehatan inang

(Gibson 2004; Manning et al. 2004; Manning dan Gibson 2004). Menurut FAO (2007), prebiotik adalah komponen pangan yang tidak hidup (not viable) yang memberikan keuntungan kesehatan inang berasosiasi dengan memodulasi mikrobiota. Manning et al. (2004), menyatakan bahwa bahan makanan dikategorikan sebagai prebiotik, apabila: (1) tidak dapat dihidrolisa atau diserap oleh saluran pencernaan bagian atas, (2) secara selektif menstimulir pertumbuhan bakteri potensial yang menguntungkan, (3) dapat menekan pertumbuhan patogen dan virulen, sehingga dapat meningkatkan kesehatan inang. Menurut FAO (2007), kualifikasi prebiotik apabila: (1) merupakan komponen pangan yang tidak berbentuk organisme atau obat-obatan, dapat dikarakterisasi secara kimia, merupakan komponen food grade, (2) memberikan keuntungan kesehatan, terukur, tidak diserap untuk masuk ke aliran darah atau komponen yang bertindak sendirian, (3) dapat memodulasi, adanya komponen secara tunggal atau sudah diformulasikan dapat mengubah komposisi atau aktifitas mikrobiota target inang, mekanisme tersebut meliputi fermentasi, penghentian reseptor atau lainnya. Menurut Weese (2002); Manning dan Gibson (2004), dietary fibre (serat makanan) dapat dikelompokkan sebagai prebiotik, apabila: substrat tidak dapat diserap atau dihidrolisa di dalam usus halus, secara selektif substrat dapat difermentasi oleh bakteri yang menguntungkan seperti Bifidobacterium,

fermentasi substrat memberikan efek sistemik yang menguntungkan bagi inangnya. Bahan prebiotik diklasifikasikan sebagai GRAS atau generally

recognized as safe (Weese 2002, Gibson 2004 dan FAO 2007). Beberapa bahan

(43)

2. Mekanisme Kerja dan Manfaat Prebiotik

Senyawa prebiotik yang tidak dapat dicerna oleh usus halus akan mencapai usus besar, selanjutnya akan didegradasi atau difermentasi oleh bakteri usus dan dapat menstimulir pertumbuhan BAL. Fermentasi oligosakarida oleh bakteri usus akan menghasilkan energi metabolisme dan asam lemah rantai pendek (terutama asam asetat dan asam laktat), sehingga komposisi mikroflora usus berubah. Selain asam, bakteri usus juga akan menghasilkan zat yang bersifat antimikroba. Hampir semua zat yang diproduksi oleh bakteri bersifat asam merupakan hasil fermentasi karbohidrat oligosakarida (Tomomatsu 1994). Adanya produksi asam tersebut akan menurunkan pH usus sehingga persentase bakteri yang menguntungkan seperti Bifidobacterium dan Lactobacillus meningkat, sedangkan persentase bakteri pembusuk seperti E. coli dan Streptococcus faecalis yang merugikan akan menurun. Menurut Tomomatsu (1994), pertumbuhan bakteri patogen seperti

Salmonella dan E. coli akan terhambat dengan adanya asam dan zat-zat

antibakteri. Dengan demikian oligosakarida merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri Bifidobacterium dan Lactobacillus yang menguntungkan di dalam kolon (usus besar), sehingga dapat digolongkan sebagai prebiotik.

Karbohidrat yang tidak dapat dicerna dan diklaim memiliki efek fungsional terhadap kesehatan karena karbohidrat tersebut dapat: menunda pengosongan lambung, memodulasi waktu transit pada sistem pencernaan, meningkatkan toleransi terhadap glukosa, mereduksi penyerapan lemak dan kolesterol, meningkatkan volume dan kemampuan membawa air dari usus dan memodulasi fermentasi mikroba dengan meningkatkan produksi asam lemak rantai pendek

(Short Chain Fatty Acid atau SCFA), menurunkan pH dan produksi amonia.

Kombinasi dan efek fungsional tersebut menghasilkan peningkatan kesehatan inang dengan menurunnya gangguan pada usus (konstipasi dan diare), penyakit kardiovaskuler dan kanker usus (Zietner dan Gibson 1998).

(44)

dalam air sehingga membentuk gel di dalam saluran pencernaan. Hal ini membantu proses fermentasi oleh mikroflora usus karena meningkatkan luas permukaan yang tersedia untuk hidrolisa enzim (Manning dan Gibson 2004).

Menurut Manning dan Gibson (2004), konsumsi prebiotik mempunyai beberapa manfaat, yaitu dapat: menghambat pertumbuhan bakteri patogen, meningkatkan penyerapan kalsium, mencegah kanker usus, memberikan pengaruh terhadap sistem imun(immunological effect) dan dapat menurunkan kolesterol.

Menghambat Pertumbuhan Patogen. Prebiotik merupakan substrat bagi bakteri yang menguntungkan dalam usus. Sebagai contoh tersedianya inulin dan FOS dapat meningkatkan jumlah Bifidobacterium dalam pencernaan.

Terbentuknya asam laktat oleh BAL memiliki beberapa keuntungan. Produk akhir metabolisme BAL akan menurunkan pH usus dimana bakteri patogen tidak mampu berkompetisi (memiliki sifat penghambatan). Bifidobacterium mampu menghasilkan antimikroba yang berpengaruh terhadap berbagai bakteri patogen Gram-positif dan Gram-negatif yang ada dalam usus (Manning dan Gibson 2004).

Prebiotik dapat meningkatkan ketahanan terhadap patogen dengan meningkatnya Bifidobacterium dan Lactobacilli di dalam usus (Gibson 2004). Beberapa spesies Lactobacilli dan Bifidobacterium dapat menghasilkan antibiotik alami yang memiliki aktivitas spektrum yang luas (Gibson dan Wang 1993; Manning dan Gibson 2004). Beberapa spesies Bifidobacterium dapat menghasilkan antimikroba alami yang bervariasi dalam menghambat pertumbuhan bakteri patogen gram positif dan gram negatif dalam usus. Hasil pengujian in vivo menunjukkan bahwa FOS dan inulin mampu melindungi masuknya patogen enterik dan sistemik maupun tumor inducer, termasuk E.coli

O157:H7 dan campylobacter (Manning dan Gibson 2004; Manning et al. 2004).

Meningkatkan Penyerapan Kalsium. Pengaruh prebiotik terhadap

peningkatan penyerapan kalsium terjadi melalui mekanisme berikut: (a) fermentasi prebiotik seperti inulin menghasikan produk SCFA, sehingga

(45)

kalsium (c) SCFA masuk ke kolon dalam bentuk proton kemudian berdissosiasi di lingkungan intraselluler. Proton yang dilepaskan dalam lumen berubah menjadi ion kalsium. Berdasarkan pengujian in vivo dengan hewan percobaan seperti tikus, menunjukkan bahwa prebiotik dapat meningkatkan penyerapan kalsium dalam usus dan mengurangi kehilangan kalsium pada tulang (Manning dan Gibson 2004). Konsumsi inulin sebesar 40g/hari selama 28 hari dapat meningkatkan penyerapan kalsium bagi manusia secara nyata (Coudray et al. 1997 diacu dalam Manning dan Gibson 2004), 15g inulin, FOS atau GOS per hari selama 21 hari meningkatkan penyerapan kalsium dan besi (Heuvel et al. 1998 diacu dalam Manning dan Gibson 2004), 15 g FOS/hari selama 9 hari dapat meningkatkan penyerapan kalsium hingga 10.8% (Heuvel et al. 1999 diacu dalam Manning dan Gibson 2004).

Melindungi Terhadap Kanker Kolon. Prebiotik dipostulatkan mampu melindungi kolon dari serangan kanker kolon. Beberapa prebiotik (inulin, FOS, GOS dan resisant starch dapat menstimulir Eubacteria (tetapi bukan Clostridia

yang toksik) yang menghasilkan metabolit berupa butirat. Adanya prebiotik dapat mendukung pertumbuhan BAL. BAL dipercaya mampu menghambat beberapa bakteri yang menghasilkan enzim karsinogenik. Dengan demikian prebiotik dapat meningkatkan pembentukan butirat dalam usus. Ada dua mekanisme perlindungan prebiotik terhadap perkembangan kanker usus, yaitu : (a) produksi metabolit yang bersifat protektif. Butirat merupakan produk akhir dari fermentasi yang diketahui dapat menstimulasi apoptosis dalam cell line kanker usus dan juga berperan sebagai bahan bakar untuk kesehatan colonisit. Butirat dalam usus diproduksi oleh

Eubacteria. Penggunaan prebiotik dapat mendukung pertumbuhan Eubacteria

yang tidak berbahaya (b) prebiotik akan menyebabkan metabolisme bakterial di dalam usus menghasilkan produk akhir yang tidak berbahaya (Manning dan Gibson 2004).

Efek Terhadap Sistem Imun. Prebiotik dapat meningkatkan jumlah

(46)

non-spesifik. Akibatnya meningkatkan aktivitas pagositas dan atau meningkatkan molekul immunological seperti IgA yang mempengaruhi Salmonellae dan rotavirus. Prebiotik juga menghasilkan produk akhir yang sama dengan BAL karena prebiotik dapat mendukung pertumbuhan BAL dan meningkatkan komposisi mikroflora. Pengujian secara in vivo pada hewan menunjukkan bahwa prebiotik dapat mempengaruhi fungsi imun (Manning dan Gibson 2004).

Efek pada Lemak Darah. Industri makanan banyak mengembangkan

pangan fungsional untuk memodulasi lemak darah seperti kolesterol dan trigliserida. Peningkatan kolesterol dalam darah berisiko menyebabkan penyakit jantung koroner. Beberapa bukti menunjukkan bahwa BAL mampu menurunkan konsentrasi level total dan LDL (low-density lipoprotein) kolesterol. Namun sampai saat ini mekanismenya belum jelas. Kemungkinan BAL secara langsung mampu mengasimilasi kolesterol. Prebiotik seperti FOS dapat menurunkan sintesa

de novo trigliserida oleh hati. Menurut Delzenne dan Kok (1999) diacu dalam Manning dan Gibson (2004) menyatakan bahwa prebiotik seperti inulin dapat menghambat insulin-induced yang disintesa dari trigliserida.

3. Sumber-sumber Prebiotik

Sumber prebiotik alami terdapat dalam air susu ibu (ASI) dalam bentuk oligosakarida yang terkandung colostrum, yaitu N-acetyl glucosamine (Ballongue 2004), yang dicerna dalam usus kurang dari 5% dan dapat mendukung pertumbuhan Bifidobacteria (Ballongue 2004 dan Surono 2004). Sumber prebiotik lain dapat diperoleh dari buah-buahan dan sayuran seperti bawang merah, bawang putih, pisang, asparagus, leek, chicory (mengandung inulin) dan

Jerusalem articoke, oligosakarida kedelai. Selain terdapat dalam buah dan

(47)

4. Jenis-jenis Senyawa Prebiotik

Senyawa-senyawa yang termasuk dalam prebiotik adalah oligosakarida (seperti: rafinosa, stakiosa, GOS, FOS, inulin), beberapa disakarida dan alternatif sumber prebiotik lain (seperti:

Gambar

Tabel 1 Karakteristik tiga grup genus Lactobacillus
Gambar 1 Bifidobacterium longum (Anonim 2006)
Gambar 2. Diagram pengujian prebiotik (FAO 2007).
Gambar 4 Ubi garut
+7

Referensi

Dokumen terkait

Nah tipikal beliau ini adalah salah satu ulama yang seperti mata air atau sumberan, tidak pernah kemana-kemana tapi orang-orang nyamperin ke beliau dan termasuk juga

[r]

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan penulis kepada informan yang berasal dari komisi pemilihan umum daerah kabupaten Halmahera timur, mereka mengatakan bahwa

I was just dashing upstairs to change.&#34; Lindsay pulled back the wet hair from her face to smile at her mother, who stood at the foot of the stairs.. Mae rested her hand on the

Oleh karena itu perlu dilakukan analisa secara menyeluruh mengenai dampak negative perubahan tata kehidupan global menuju e-global yang memberi impact secara

Sedangkan kami akan meningkatkan promosi dan memperbanyak persediaan spare part, sehingga diharapkan banyak konsumen yang puas akan servis kami, dengan harga mahasiswa..

Teknik pengambilan gambar yang dilakukan dengan ketinggian kamera sejajar dengan dasar atau atas kedudukan objek atau dengan ketinggian yang lebih rendah dari dasar kedudukan

Panas dari udara di dalam rumah tanaman berpindah ke bak tanam atau media tanam secara konveksi yang kemudian diteruskan pada pipa pendingin yang memiliki suhu