• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Koping Keluarga dalam Menghadapi Masalah Kesehatan: Kasus Penyakit TB Pam di Kabupaten Bandung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Strategi Koping Keluarga dalam Menghadapi Masalah Kesehatan: Kasus Penyakit TB Pam di Kabupaten Bandung"

Copied!
298
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
(21)
(22)
(23)
(24)
(25)
(26)
(27)
(28)
(29)
(30)
(31)
(32)
(33)
(34)
(35)
(36)
(37)
(38)
(39)
(40)
(41)
(42)
(43)
(44)
(45)
(46)
(47)
(48)
(49)
(50)
(51)
(52)
(53)
(54)
(55)
(56)
(57)
(58)
(59)
(60)
(61)
(62)
(63)
(64)
(65)
(66)
(67)
(68)
(69)
(70)
(71)
(72)
(73)
(74)
(75)
(76)
(77)
(78)
(79)
(80)
(81)
(82)
(83)
(84)
(85)
(86)
(87)
(88)
(89)
(90)
(91)
(92)
(93)
(94)
(95)
(96)
(97)
(98)
(99)
(100)
(101)
(102)
(103)
(104)
(105)
(106)
(107)
(108)
(109)
(110)
(111)
(112)
(113)
(114)
(115)
(116)
(117)
(118)
(119)
(120)
(121)
(122)
(123)
(124)
(125)
(126)
(127)
(128)
(129)
(130)
(131)
(132)
(133)
(134)
(135)
(136)
(137)
(138)
(139)
(140)
(141)
(142)
(143)
(144)
(145)
(146)
(147)
(148)
(149)
(150)
(151)
(152)
(153)
(154)
(155)

STRATEGI KOPING KELUARGA

DALAM MENGHADAPI MASALAH KESEHATAN:

KASUS PENYAKIT TB PARU DI KABUPATEN BANDUNG

Oleh:

MAMAT

LUKMAN

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT PERTANLAN BOGOR

(156)

ABSTRAK

MAMAT LUKMAN. Strategi Koping Keluarga dalam Menghadapi Masalah Kesehatan: Kasus Penyakit TB Paru di Kabupaten Bandung. Dibimbing oleh RATNA MEGAWANGI dan DWI HASTUTI.

Berkaitan dengan masalah kesehatan (keadaan sakit) keluarga perlu mengembangkan strategi adaptasi dimana koping keluarga merupakan suatu bentuk respon positif yang digunakan keluarga dan subsistemnya untuk memecahkan masalah yang diakibatkan oleh suatu peristiwa yang te jadi dalam keluarga. Penyakit TB paru merupakan salah satu penyakit yang berbahaya terutama apabila dialami oleh salah seorang anggota keluarga dan cenderung keluarga merasa rendah din dan malu sehingga proses penyembuhan akan menjadi terhambat karena penderita tidak patuh dalam berobat, padahal pemerintah telah memberikan bantuan pengobatan secara gratis melalui strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short course). Dalam kondisi ini perlu adanya support system keluarga yang dapat mendukung upaya pemecahan masalah penyakit di dalam keluarga. Tujuan penelitian ini adalah : 1) mengetahui gambaran surnber koping, persepsi dan strategi koping keluarga dalam menghadapi penyaht TB paru ; 2) Menganalisis perbedaaan strategi koping keluarga yang mendapat bantuan dengan yang tidak mendapat bantuan pengobatan; 3) Mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi strategi koping keluarga dalam mengahadapi masalah kesehatan (penyakit TI3 paru); 4) Menganalisis hubungan antara kepatuhan berobat penderita TB Paru dengan strateg koping keluarga dan tingkat stress penderita. Desain penelitian ini berupa Cross Sectional yang pengambilan datanya dilakukan selama tiga bulan dari bulan Juni -September 2001 di Kabupaten Bandung. Pengambilan contoh dilakukan dengan sengajaJpurposive terhadap dua kelompok keluarga yaitu yang mendapat bantuan pengobatan diambil dari Puskesmas dan yang tidak mendapat bantuan pengobatan dari Rumah Sakit. Contoh diambil sebanyak 150 keluarga.

(157)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya inenyatakan bahwa tesis yang berjudul: "Strategi Koping Keluarga Dalam Memnghadapi Masalah Kesehatan: Kasus Penyakit TB Paru Di Kabupaten Bandung", adalah benar hasil karya saya sendiri.

Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara

jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, 20 Pebruari 2002

(158)

STRATEGI KOPING KELUARGA

DALAM MENGHADAPI MASALAH KESEHATAN:

KASUS PENYAKIT TB PARU DI KABUPATEN BANDUNG

MAMAT

LUKMAN

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Gizi Masyarakat dan Surnberdaya Keluarga

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(159)

Judul : Strategi Koping Keluarga dalam Menghadapi Masalah Kesehatan: Kasus Penyakit TB Pam di Kabupaten Bandung

Nama Mahasiswa : Mamat Lukrnan

Nomor Pokok : GMK. 99475

Program Studi : Ilmu Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga

Menyetujui : 1. Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Ratna Megawangi, M. Sc Ketua

Mengetahui :

Ketua Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga

Prof Dr.Ir. Ali Khomsan, MS

0

Ir. Dwi Hastuti, M.Sc Anggota

Manuwoto, M. Sc

(160)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Banjar-Ciamis, Jawa Barat, pada tanggal 14 Maret 1963

sebagai anak bungsu dari lima bersaudara dari ayah Djunaedi (aim.) dan ibu

Hj.St.Djulaeha. Tahun 1982 penulis lulus dari Sekolah Menengah Atas (SMA)

Negeri Banjar-Ciamis. Pada tahun 1982 penulis terdaftar sebagai mahasiswa

Akademi Perawatan Departemen Kesehatan-Bandung, lulus pada tahun 1985. Pada

tahun 1988 penulis mendapat kesempatan untuk meneruskan pendidikan pada

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM-UI) melalui biaya

World Bank-WHO (Dep.Kes) dan mendapat gelar sarjana pada tahun 1988. Dan

selanjutnya pada tahun 1994 penulis juga mendapatkan kesempatan untuk menambah

ilmu di Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas

Padjadjaran (PSM-FK UNPAD) dan mendapat gelar sarjana kembali pada tahun

1997. Mulai tahun 1986 penulis tercatat sebagai Pegawai Negeri Sipil Departemen

Kesehatan sampai tahun 1996, dan sejak tahun 1997 penulis pindah dan tercatat sebagai pegawai negeri sipil

untuk

tenaga pengajar di Fakultas Kedokteran

Universitas Padjadjaran Bandung, hingga sekarang. Dan sejak September 1999

penulis terdaftar sebagai mahasiswa Pascasarjana IPB Program Studi Gizi

Masyarakat dan Surnberdaya Keluarga (GMK) dengan bantuan dana BPPS

(161)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya

sehingga pembuatan tesis yang berjudul: "Strategi Koping Keluarga dalam Menghadapi

Masalah Kesehatan: Kasus Penyakit TB Paru di Kabupaten Bandung" telah berhasil

diselesaikan. Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan studi

Magister Sains pada Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Program

Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada komisi

pembimbing yaitu Ibu Dr.Ir.Ratna Megawangi, M.Sc dan Ibu Ir. Dwi Hastuti, M.Sc yang

telah memberikan bimbingan, arahan, dan wawasan pengetahuan yang bermanfaat dalarn

penulisan tesis ini.

Penulis juga mengucapkan terirna kasih kepada Rektor Unpad, Dekan FK-Unpad

dan Ketua PSIK-FK Unpad yang telah memberikan kesempatan

untuk

melanjutkan

pendichkan, serta Pengelola Beasiswa BPPS DIKTI yang telah memberikan bantuan dana

selama mengkuti program pascasarjana di Institut Pertanian Bogor.

Kepada Bapak Drs. H. Achrnad Kusyana,M.Kes selaku Kepala Dinas Kesehatan

Kabupaten Bandung beserta staf, khususnya Bapak H. Eri Narendra, Bapak H. Agus

Kukuh, SKM, Bapak Sugihartono,SKM, yang telah memberi ijin tempat penelitian dan

membantu penulis dalarn pengumpulan data dilapangan, penulis ucapkan terima kasih.

Khusus kepada Ibunda tercinta Hj .St.Djulaeha, istri tercinta Henny Cahyaningsih,

serta anak-anakku Syahid, Yuditya, dan Hilman, yang telah memberikan dorongan

(162)

terimakasih juga disampaikan kepada teman-teman mahasiswa pascasarjana Program

Studi Gizi Masyarakat angkatan 1999, serta sahabatku Sius, Pras, Iwan, Aziz dan Hano

yang telah membantu baik langsung maupun tidak langsung dalam pembuatan tesis ini.

Demikian pula kepada semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu baik

yang ada di Bogor maupun di Bandung yang ikut memberi dorongan semangat selama

penulis menyelesaikan pendidikan.

Semoga Allah SWT memberikan balasan yang lebih baik. Akhir kata semoga

tesis ini dapat berrnanfaat.

Bogor, Pebruari 2002

(163)

DAFTAR IS1

Halaman DAFTAR TABEL ... ix DAFTAR GAMBAR ... xii

...

DAFTAR LAMPIRAN ... xi11

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1 ...

TujuanPenelitian 5

Hipotesis Penelitian ... 6 Kegunaan Penelitian ... 6

...

TINJAUAN PUSTAKA 7

Kosep Stres Keluarga ... 7 Koping Keluarga ... 12 Sumber Koping ... 17 StrategiMekanisme Koping ... 20 Kepatuhan Penderita TB Pam ... 31

METODE PENELITIAN ...

38 Desain Penelitian ... 38

...

Waktu dan lokasi penelitian 38

...

Populasi dan sampel 38

Jenis dan cara pengumpulan data ... 40 Pengolahan dan analisis data ... 40

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...

5 0

Surnber Koping Keluarga ... 50 Karakteristik Individu dan Keluarga ... 50

...

Pengetahuan (pasangan) Mengenai penyakit TB Pam 58

Sikap Keluarga Mengenai Pengobatan TB Pam ... 60 Ketersediaan Sarana dan Fasilitas ... 61 Dukungan dari Keluargdkatan Kekerabatan ... 62 Dukungan dari Masyarakat ... 63 Lingkungan Tempat Tinggal (mmah) ... 64 Persepsi Keluarga Mengenai Penyakit TB Pam ... 65

(164)

Strateg Koping (Suamihstri) dalam Menghadapi Kasus Penyakit TB Paru.. 67 Faktor-faktor yang mempengaruhi Strateg Koping Keluarga . . .

. . .

. .

.

. . . 74 Tingkat Stres Penderita TB Paru . . .

. .

. . . .

.

. . .

.

. . .

.

. . .

.

. . . 8 3 Tingkat Kepatuhan Penderita TB Paru . . .

.

. . . 86

Hubungan Tingkat Kepatuhan Penderita TB Pam dengan Perilaku Koping Keluarga Penderita TB Pam . . . .

.

. . .

.

. . . 87

Hubungan Tingkat Kepatuhan Penderita TI3 Pam dengan ~ i n ~ k a t Stres Penderita TI3 Pam . . . 8 8

Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan penderita TB Paru dalam berobat ... 89

KESIMPULAN DAN SARAN . . .

.

. . .

.

. . .

.

.

92 DAFTAR PUSTAKA.. . .

.

. . .
(165)

DAFTAR TABEL

Halaman Jumlah anggota keluarga berdasarkan kelompok keluarga dibantu dan tidak 52

dibantui ...

Usia penderita TB paru berdasarkan kelompok keluarga dibantu dan tidak 53

...

dibantui

Jenis kelamin penderita TB paru berdasarkan kelompok keluarga dibantu 53 dan tidak dibantui.. ...

Lama pendidikan formal penderita penyakit TB paru berdasarkan 54 kelompok keluarga dibantu dan tidak dibantui.. ... Lama pendidikan formal pasangan penderita penyakit TB paru berdasarkan 56

kelompok keluarga dibantu dan tidak dibantui.. ... Jenis pekerjaan pasangan penderita penyakit TB paru berdasarkan 56

kelompok keluarga dibantu dan tidak dibantui.. ...

Pendapatan keluarga berdasarkan keluarga yang dibantu dan tidak dibantu.. 57

Pengetahuan pasangan penderita mengenai penyalut TB paru berdasarkan 59 kelompok keluarga dibantu dan tidak dibantui.. ... Tingkat pengetahuan pasangan penderita mengenai penyakit TB paru 59

... berdasarkan jenis kelamin

Sikap keluarga mengenai pengobatan TB paru berdasarkan kelompok 60 keluarga dibantu dan tidak dibantui.. ... Sikap keluarga tentang penyakit TB paru berdasarkan jenis 61

...

kelamin.

Sarana dan fasilitas kesehatan berdasarkan kelompok keluarga dibantu dan 62 tidak dibmtui ... Dukungan keluargalkerabat penderita TB paru berdasarkan kelompok 63

...

(166)

Dukungan masyarakat pada keluarga penderita TI3 paru berdasarkan 64 kelompok keluarga dibantu dan tidak dibantui.. . .

Kualitas lingkungan tempat tinggal keluarga penderita TB paru 65 berdasarkan kelompok keluarga dibantu dan tidak dibantui.. . .

Persepsi keluarga mengenai penyakit TB paru berdasarkan kelornpok 67 keluarga dibantu dan tidak dibantui.. . .

.

. . .

Persepsi keluarga tentang penyakit TB paru berdasarkan jenis kelamin . . . .. 67

Perilaku koping keluarga dalam menghadapi kasus penyakit TB paru di keluarga berdasarkan kelompok keluarga dibantu dan tidak dibantui ... 69

Pola strategi koping keluarga dalam menghadapi kasus penyakit TB paru di keluarga berdasarkan kelompok keluarga dibantu dan tidak dibantui ... 70 Aspek mempertahankan keutuhan keluarga, ke rjasama, rasa optimis . . .

.

. 7 1

Aspek mempertahankan dukungan sosial, kepercayaan diri dan stabilitas psikologis ... 73

Aspek memahami situasi medis melalui komunikasi dengan keluarga lain dan konsultasi dengan tenaga kesehatan . . .

.

.

.

. .

.

. . . 74

Analisis regresi berganda dari faktor-faktor yang mempengaruhi strategi koping keluarga penderita TB paru . . . .. . .

.

. . . 76

Hasil analisis multivariate (Manova) dari faktor-faktor yang mempengaruhi pola strateg koping keluarga penderita TB paru . . . 8 1

Tingkatan stress penderita TB paru berdasarkan kelompok keluarga dibantu 83 dan tidak dibantui.. . . ... ... . .. ... . . .. . . .. . . .. . .. . .. . . .. . .

Tingkatan stress penderita TB paru berdasarkan jenis kelamin. . . 83

Tingkatan stress psikis penderita TB paru berdasarkan kelompok keluarga dibantu dan tidak dibantui.. . .

.

. . . .. 85

Tingkatan stress fisik penderita TB paru berdasarkan kelompok keluarga dibantu dan tidak dibantui.. . . 85

(167)

...

30 . Kepatuhan penderita TI3 paru berdasarkan jenis kelamin 87

3 1 . Hubungan antara tingkat kepatuhan dengan perilaku koping keluarga penderita TB paru ... 88

32 . Hubungan antara tingkat kepatuhan dengan tingkat stress penderita TB ...

paru 88

(168)

DAFTAR GAMBAR

Halaman I . Model ABC-X Hill yang telah direvisi untuk menunjukkan derajat

stress dan alternatif mengatasi krisis dan koping ... 11

2 . Model Kontekstual stress keluarga ... 12

3 . Proses koping ... 15

(169)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

[image:169.561.84.505.129.772.2]

Lampiran tabel-tabel pengujian ... 98

Tabel uji Ancova variable Perilaku Koping ... 99

Tabel uji Ancova variable Tingkat stress ... 100

Matrik Korelasi antar variable ... 101 Analisa regresi berganda factor-faktor- yang mempengaruhi stress .. 102

Operasional variable ... 103 Uji validitas dan reabilitas ... 106

...

(170)

sakit akan mempengaruhi seluruh keluarga dan juga mengubah peranan dari anggota-

anggota keluarga.

Untuk mengatasi dampak stresor-stresor tipe situasional (keadaan sakit),

keluarga perlu mengembangkan strategi adaptasi yang memadai, yang disebut

strategi koping. Koping keluarga adalah respon perilaku positif yang digunakan

keluarga dan subsistemnya untuk memecahkan suatu masalah atau mengurangi stres

yang diakibatkan oleh suatu peristiwa tertentu (Friedman, 1998). Dalam suatu

penelitian yang membandingkan koping dari keluarga Anglo (orang kulit putih) dan

Latin yang memiliki anak yang menderita kanker diperoleh hasil bahwa secara

empiris sistem kekerabatan orang Latin lebih kuat dan lebih aktif dalam memberikan

bantuan instrumental dan emosional daripada keluarga Anglo, sehingga mampu

mengurangi ketegangan yang timbul dari penyakit tersebut. Hal ini berarti strategi

koping keluarga Latin lebih efektif. ( Friedman,l998). Demikian pula pada kasus

TB

Paru dimana keluarga memerlukan strateg koping untuk menguragi ketegangan

yang muncul akibat penyakit tersebut. Menurut Cuneo and Snider (1989) serta

Khairil Anwar (2000), masalah penyaht TB Paru di masyarakat sangatlah komplek,

di satu sisi penyakit ini sering dianggap sebagai penyalut yang menjijikan, dijauhi

baik oleh anggota keluarga maupun lingkungannya karena mempunyai sifat menular,

sehngga keluarga menyembunyikan orang yang sakit karena malu dan bingung. Di

lain pihak penyakit ini hams mendapatkan pengobatan secara teratur dan

berkesinambungan sehingga kepatuhan penderita dan dukungan dari keluarga sangat

penting untuk kesembuhan pasien (D'OnofIlo,1980; Calnan,1983; Cuneo and

(171)

teoritis dan klinis seharusnya penyakit ini dapat ditanggulangi dan disembuhkan

dengan baik. Seperti halnya di Propinsi Jawa Barat pada tahun 1997 terjadi

peningkatan kasus TB Paru di Puskesmas yaitu 562.706 dibandingkan 1996 yang

hanya 36.641 orang. Pada tahun 1998 kasusnya kembali turun menjadi 168.322

orang. Dari Pola 10 penyakit terbanyak penderita rawat jalan di Rumah Sakit untuk

semua golongan umur di Jawa Barat menunjukkan bahwa TB Paru pada tahun

199711998 menduduki urutan ke empat, dan prosentasenya mengalami kenaikan dari

2,6% (1997) menjadi 3,0% pada tahun 1998 (Profil Kesehatan Propinsi Jawa Barat,

1999). Begitu pula data keadaan TB Pam di Kabupaten Bandung pada tahun

1999/2000 yang Qarnbil dari Puskesmas tercatat 1.379 orang, dengan angka

kesembuhan pada akhir Triwulan I1 tahun. 2000 tercatat hanya 58% dari target lebih

dari 85 % sedangkan sisanya karena putus berobat dan berobat tidak teratur (Din.Kes Kab. Bandung, 2000). Hal inite rjadi karena dalam menanggulngi penyakit

melalui metode DOTS tersebut kurang melibatkan keluarga sebagai support system

melalui strategi koping keluarga.

Melihat gambaran tersebut di atas, maka peran keluarga dapat diharapkan

mampu menyelesaikan masalah kesehatannya yakni dengan mencari penyelesaian

melalui strategi koping efektif. Oleh karena itu penulis ingin meneliti: " sejauhmana

strateg koping digunakan oleh keluarga dalam menyelesaikan masalah penyakit TB

Paru?, sumber-sumber koping apa saja yang digunakan keluarga dalam menetapkan

strategi kopingnya?, dan bagaimana hubungannya antara strategi koping keluarga

dengan tingkat stres dan kepatuhan pasien untuk berobat secara teratur? Penelitian

(172)

Paru hanya difokuskan pada diri pasien (individu), dan sepanjang pengetahuan

penulis di Indonesia masih jarang penelitian yang terfokus pada keluarga sebagai

suatu sistem dalam memberi dukungan pada masalah kesehatan yang dihadapi

keluarga.

Tuiuan Penelitian Tuiuan Umum

Menganalisis strategi koping keluarga dalam menghadapi masalah kesehatan

(penyakit TB Paru) serta hubungannya dengan tingkat stres dan kepatuhan penderita

untuk berobat.

Tuiuan Khusus

I. Mengetahui garnbaran strategi koping keluarga dalam menghadapi masalah

kesehatan (penyakit TB Pam)

2. Menganalisis perbedaan strategi koping keluarga penderita TB Paru yang

mendapat bantuan pengobatan dengan yang tidak mendapat bantuan pengobatan. 3. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi strategi koping keluarga

(sumber koping dan persepsi keluarga) dalam menghadapi masalah kesehatan

(penyakit TB Pam)

4. Menganalisis pengaruh strategi koping keluarga dan tingkat stres penderita

(173)

1. Sumber-sumber koping dan persepsi keluarga mengenai TB paru merupakan

faktor yang mempengaruhi strategi koping keluarga

2. Terdapat pengaruh bermakna dari strategi koping yang digunakan keluarga dan

tingkat stres terhadap tingkat kepatuhan penderita TB Pam di keluarga.

3. Terdapat perbedaan bermakna antara strategi koping pada keluarga penderita TB

Paru yang mendapat bantuan pengobatan dengan yang tidak mendapat bantuan

(mandiri)

Kegunaan Penelitian

Karena lingkup kajian ilmu keluarga ini sangat luas, maka penelitian ini dapat

memberikan sumbangan bagi perkembangan teori ilmu keluarga terutama yang

berkaitan dengan masalah kesehatan keluarga.

Disamping ha1 tersebut penelitian ini secara praktis dapat menjadi bahan

pertimbangan dalam membuat kebijakan di bidang kesehatan khususnya dalam

(174)

TINJAUAN PUSTAKA

K o n s e ~ Stres Keluarga

Seseorang atau keluarga dikatakan sehat tidak hanya terlepas dari penyakit

saja, tetapi juga perasaan tentram, tenang dan harmonis yang ditunjukkan oleh adanya

kemampuan dalam menggunakan koping yang efektif dalam mengadapi stressor baik

yang bersumber dari dalam maupun dari luar.

Pengertian stres menurut Lazarus & Folkman (1984) adalah reaksi spesifik antara individu dan lingkungan yang dinlai individu membebani atau melebihi

kapasitasnya dan membahayakan kesejahteraannya. Sedangkan Selye (1982)

membatasi stres sebagai respon yang spesifik pada tubuh terhadap berbagai jenis

tuntutan, dimana respon yang non spesifik

Selye (1983) membatasi stres sebagai respon yang non-spesifik pada tubuh

terhadap berbagai jenis tuntutan. Respon yang non-spesifik disebut GAS (General

Adaptation Syndrome), dimana tubuh melepaskan hormon-honnon adaptif, yang

kemudian mengiubah struktur dan komposisi kimia pada tubuh.

General Adaptatin Syndrome (GA), terdiri dari tiga tahap yaitu:

1. Alarm Reaction (AR)

Tanda-tanda reaksi tubuh disebut alarm reaction, yaitu sistem pertahanan tubuh

untuk mengatasi stresor. Menurut Seyle pada alarm reaction ini dibag dua tahap

yaitu fase shock dan fase counter shock. Selama fase shock, penyebab stres dapat

diamati pada orang sadar maupun yang tidak sadar. Respon ini berlangsung dalam

(175)

perubahan yang dihasilkan tubuh berlawanan dengan fase shock, pada fase ini

penderita mengadakan reaksi perbaikan.

2. Stage of resistance (Tingkat perlawanan)

Apabila stresor bisa diimbangi oleh daya tahan tubuh maka akan timbul kekuatan

untuk melawan. Tanda-tanda dari reaksi alarm akan hilang bahkan daya melawan ini

bisa melebih batas-batas normal.

3. Stage of Exhaustion (Tingkat kelelahan)

Apabila tubuh dihadapkan pada stresor yang lama dan waktu yang terlalu lama,

maka energi untuk beradaptatsi akan habis, sehingga akan timbul kembali reaksi-

reaksi alarm tetapi ini bersifat irreversibel.

Ada tiga model yang akan dibahas berkaitan dengan model krisis dari adanya

stres keluarga. Yang pertama adalah model ABC-X yang telah dikembangkan oleh

Hill (1949). Kedua adalah model Mc.Cubbin

dan

Patterson (1980), dan yang ketiga

adalah model Boss (1 983) dalam Sussman and Steinrnetz (1 988).

1. Teori Stres Keluarga dari Hill (1949) adalah model yang menggambarkan

faktor-faktor yang menghasilkan krisis atau non knsis dalam keluarga.

Berdasarkan riset dari Hill tentang perpisahan akibat perang dan reuni, ia

mengembangkan sebuah teori stres keluarga yang disebut ABCX, &mana ia

mengidentifikasikan satu set variabel utama dan hubungannya yang menimbulkan

krisis keluarga. Secara teoritis, ia menggambarkan determinan-determinan krisis

keluarga, yaitu: "faktor A (kejadian atau stresor) yang berinteraksi dengan B

(sumber-sumber koping keluarga, selanjutnya berinteraksi dengan C (persepsi

(176)

Model ABCX dari McCubbin dan Patterson (1980) merupakan bentuk

pengembangan dari teori ABCX-nya Hill. Mengingat teori Hill meliputi variabel-

variabel krisis, teori McCubbin dan Patterson menjelaskan perbedaan dalam

adaptasi keluaiga pasca h s i s . Setiap variabel asli (ABCX) 'diuji kembali dan

definisi-definisinya dimodifikasi. Setiap variabel dalam model digambarkan

secara ringkas sebagai berikut :

Faktor aA, setumpuk stresor keluarga. McCubbin dan Patterson (1980)

menyatakan bahwa ada lebih dari satu stresor utama, yang berturnpuk menjadi

stresor keluarga", dan ini berpengaruh penting dalam tingkat adaptasi keluarga.

Mereka menjelaskan oleh karena knsis keluarga berkembang dan berubah dalam

satu kurun waktu, keluarga tidak hanya bekonfiontasi dengan satu stresor pada

waktu tertentu. Agaknya mereka mengalami setumpuk stresor (tuntutan dan

perubahan), terutama akibat dari suatu stresor utama seperti diagnosa kanker

terhadap seorang anggota keluarga. dalam sebuah studi tentang pengaruh polio

terhadap keluarga (Davis, 1963) terbukti bahwa keluarga tidak hanya mengalami

satu stresor pada satu waktu. Ia melaporkan bahwa keluarga melakukan koping

terhadap masalah-masalah yang telah lama ada, dan bersatu dengan stressor-

stresor penyakit kronis.

Faktor bB: Sumber-Sumber Koping Keluarga. Faktor ini adalah surnber-sumber

keluarga untuk dapat memenuhi tuntutan-tuntutan yang dihadapi keluarga. Faktor

tersebut terdiri dari sumber-sumber pribadi angota keluarga (pendidikan,

(177)

keluarga (peran-peran yang fleksibel, kekuasaan bersama, komunikasi, dan ikatan

keluarga serta dukungan sosial).

Faktor cC: DeJinisi dun makna keluarga atau persepsi keluarga terhadap stresor.

Definisi faktor ini pada pokoknya menyangkut penilaian dari konseptualisasi

tentang definisi situasi keluarga yang dibuat oleli Hill.

Faktor xX: Adaptasi Keluarga. Dalam model ABCX Ganda, terdapat tiga tingkat

analisa: anggota keluarga (individu), unit keluarga clan komunitas dimana

keluarga menjadi bagannya. Masing-masing unit ini digambarkan memiliki

tuntutan dan kemampuan. "Adaptasi keluarga dicapai lewat hubungan timbal

balik, dimana tuntutan dari satu unit keluarga dipenuhi lewat kemampuan

dari

yang lain, untuk mencapai suatu keseimbangan secara simultan pada dua tingkat interaksi primer antara individu dan sistem keluarga dan antara sistem keluarga

(178)

Krisis

Stres

C

Koping

Kej adianl Sumber Persepsi terhadap

Stressor Koping kej adian

[image:178.547.73.476.60.793.2]

A B C

Gambar 1

.

Model ABC-X Hill yang telah direvisi untuk menunjukkan derajat stes dan alternatif mengatasi krisis dan koping

3. Model Stres Keluarga dari Boss (1983). Ia telah mengembangkan teori stres dari

Hill untuk menerangkan pengaruh konteks keluarga. Keluarga tidak hidup dalarn

isolasi tetapi mereka merupakan bagian dari konteks yang lebih besar yang

mempengaruhi variabel-variabel model

dari

Hill. Dua konteks berbeda yang

menjadi media bagi stres keluarga adalah konteks internal dan eksternal. Konteks

eksternal dari keluarga adalah konteks yang tidak dikontrol oleh keluarga.

Konteks tersebut termasuk lingkungan dimana keluarga berada, terdiri dari batas-

batas genetik dan perkembangan, dan konteks "tempat dan waktu" (sejarah, ilmu,

ekonomi, kebudayaan). Konteks internal keluarga terdiri dari tiga elemen yang

hkontrol oleh keluarga dan dapat diubah. Ada elemen-elemen psikologs,

struktural dan filosofis. Elemen-elemen struktural sama dengan dimensi-dimensi

struktural dalam teks ini, tanpa memasukkan nilai-nilai keluarga; konteks

psikososial merujuk pada definisi dari keluarga tentang kejadiadstresor; konteks

(179)

didasarkan pada konteks yang digambarkan sebagai dua lingkaran konsentrik

yang mengelilingi model ABCX.Lingkaran paling luar adalah konteks eksternal,

dan lingkaran paling dalam adalah konteks internal. Lihat garnbar 2.

Konteks Ekstemal

Konteks Internal Sistem Respon

/ / /

penyebab Stres ~umberda~a ~ejadian [image:179.541.46.486.132.767.2]

\

(Ekstemal) ( ~ n t a l ) d /

-

Gambar 2. Model Kontekstual Stres Keluarga. (Boss dalam Sussman dan

Steinmetz, 1988)

Kopine Keluarga Pengertian

Istilah koping telah berkembang menjadi berbagai pengertian, dan sangat

bervariasi bagi tiap individu dan mempunyai pesepsi yang berbeda terhadap masalah

yang dihadapi, dan cara penggunaan strategi kopingnya. Strategi koping ini dapat

(180)

setiap individu. Setiap individu dapat menggunakan beberapa jenis koping yang

dirasa sesuai dengan konQsi dan masalah yang sedang dihadapi. Penggunaan

mekanisme koping sering dipengaruhi oleh latar belakang budaya individu,

pengalaman individu dalam menghadapi masalah, faktor lingkungan; kepribadian,

konsep diri indlvidu, faktor sosial dan lain-lain, dan itu sangat berpengaruh pada

kemampuan individu dalam menyelesaikan masalahnya.

Pengertian koping menurut Lazarus clan Folkrnan (1984) adalah suatu proses

pengelolaan tuntutan eksternal yang dinilai sebagai beban atau melebihi sumber yang

dimiliki seseorang.

Perlin dan Schooler yang dikutip oleh Achir Yani (1997) mendefinisikan

koping sebagai respon terhadap ketegangan eksternal yang berfimgsi mencegah,

menghmdari, atau mengendalikan tekanan emosional. Menurut Fleishman (1984)

dalam Achir Yani (1997), koping adalah perilaku yang terlihat dan tersembunyi yang

dilakukan

untuk

mengurangi atau menghilangkan ketegangan psikologik dan kondisi

yang penuh stres.

Mekanisme koping adalah berbagai usaha yang dilakukan individu untuk

menanggulangi stres yang dihadapinya (Stuart, 1984). Mekanisme koping merupakan

suatu perubahan yang konstan dari usaha kognitif dan tingkah laku untuk menata

tuntutan eksternal dan internal yang dinilai sebagai ha1 yang membebani atau

melebihi surnber daya individu (Lazarusdan Folkman, 1984).

Sebagai suatu proses koping adalah usaha untuk mengatasi kondisi bahaya,

ancaman atau tantangan ketika respon rutin atau otomatis tidak tersedia ... tuntutan

(181)

untukrnenghadapi stres saat ini (Monat dan Lazaw, 1977 dalam Sussman and Steinmetz,1988).

Dari sudut pandang kognitif dan fenomenologi, Lazaruz (1966, 1977) dalam

Sussman and Steinrnetz (1988) koping didefenisikan sebagai aktifitas kognitif yang

menggabungkan : (I) pengukuran bahaya yang akan datang (penilaian utama), (2)

pengukuran konsekuensi koping (pengukuran sekunder). Jadi proses koping menurut

Lazaruz (1977) adalah penggunaan kognitif penilaian sekunder dan primer tentang

apa yang terjadi, sedangkan strateg atau aktivitas koping adalah respon nyata untuk

merasakan ancaman. Perilaku koping dldefenisikan oleh Lazaruz (1976) sebagai : (1)

perilaku tindakan yang langsung melawan ancaman atau lari dari ancarnan (melawan

atau lari)

dan

didisain untuk mengubah hubungan stres dengan lingkungan fisik atau

sosial; (2) bentuk intrapsychic koping merupakan mekanisme pertahanan (misalnya

penolakan) yang lebih cbdisain untuk mengurangi munculnya emosi dibandingkan

untuk mengubah situasi. Tindakan dan pikiran dapat membuat seseorang lebih baik

jika mereka tidak dapat mengubah sumber stres.

Walaupun teori Lazaruz adalah berkaitan dengan psikologi dan diarahkan

pada stres individu, namun relevan dengan teori stres keluarga. Pentingnya kesadaran

tentang profil psikologi orang yang stres (nilai, keyakinan, harapan dan motivasi)

yang ditekankan oleh Lazaruz (1966), adalah penting pada stres dan koping keluarga. Dikaitkan dengan faktor Hill (pengertian kejadian), nilai dan keyakinan menjadi

penting pada penilaian primer dan sekunder ancaman. Dengan konsep Hi11 (1958) clan

Lazaruz (1966), para peneliti dapat mulai menggunakan faktor Hill dengan memakai

(182)

PENILAIAN

-

REAKSI

-

PERILAKU

KOGNITIF EMOSIONAL KOPING

'

Berdasarkan pada : (a) derajat ancaman yang dirasakan

(b) konfigurasi stimulus (c) psikologi individual

termasuk penilaian primer yang merupakan pengukuran bahaya di masa mendatang dan penilaian sekunder yang merupakan pengukuran konsekuensi perilaku koping yang mungkin terjadi

2

Termasuk reaksi aktual ancaman yang dirasakan 3

Termasuk (a) perilaku tindakan langsung (melawan atau lademnghindar) yang berhadapan dengan penyebab stres itu sendiri dan (b) perilaku yang meringankan (tindakan atau pikiran yang membuat seseorang lebih nyaman)

Gambar 3.. Proses Koping (Sumber : Laza~uz, 1977dalam Sussman and Steinmetz, 1988 )

Dari sudut pandang dialektikal, defenisi koping keluarga mencakup inlkator

individu dan kelompok. Penilaian kognitif situasi atau kejadian yang penuh

ketegangan, maka emosi memberikan reaksi dan respon perilaku pada penilaian dan emosi yang terjadi pada individu walaupun dalam sebuah konteks sistem. Lebih

lanjut ltambahkan dari sudut pandang terapi keluarga, asumsi bahwa individu sangat dipengaruhi oleh system yang telah lalu dan saat ini, dimana mereka menjadi bagan

darrpadanya. Jadi koping keluarga didefenisikan sebagai manajemen kelompok

terhadap kejadian atau situasi yang penuh ketegangan (McCubbin, 1979). Hams

ditambahkan bahwa keluarga sebagai sebuah kelompok bukanlah koping, jika hanya

ada satu anggota keluarga yang menunjukkan gejala tidak stres. Walaupun jika

(183)

penyebab stres khusus, namun terhadap pengujian yang lebih dekat dapat ditemukan

bahwa ibu mengalami depresi, remaja mengalami masalah psikosomatik atau ayah

mengalami tekanan darah tinggi yang sangat berbahaya. Jadi eksplorasi secara

induktif yang berasal dari indikator kelompok serta indikator individu dianjurkan

dalam pengukuran koping keluarga.

Secara ringkas, koping keluarga adalah manajemen kejadian stres oleh

keluarga dan oleh tiap individu dalam keluarga. Adalah proses kognitif dan afektif

dimana individu dan sistem keluarganya menyesuaikan d i d

Menindak lanjuti kejadian penyebab stres internal dadatau lingkungan, maka

perilaku koping terjadi ketika level stres keluarga berfluktuasi terlalu besar atau

terlalu kecil. Dengan mengaktifkan proses koping, level stres keluarga dimodifikasi

dan krisis dapat dihindari. Contohnya, pada beberapa keluarga tiap orang akan

bersembunyi dibelakang pintu ketika pertengkaran menjadi semakin panas;

sedangkan pada yang lainnya seseorang dapat berlaku jahat untuk mengendalikan

kehidupan keluarga yang &ngn dan membosankan. Kedua sistem indvidu dan

keluarga terkait dalarn proses ini.

Awalnya seseorang atau keluarga dapat meredam perilaku yang dapat

menyelesaikan masalah secara tidak sengaja, dengan cara trial dan error, atau secara

rasional memutuskan untuk melakukan tindakan tertentu yang terbukti efektif. Pada

berbagai kejadian saat perilaku koping yang ampuh pada kejadian tertentu ditemukan

(184)

Sumber Koping

Cara individu menanggulangi stres juga amat bergantung pada sumber yang

tersedia dan pembatas-peinbatas yang menghambat penggunaan sumber koping

dalam konteks peristiwa tertentu (Lazarus & Folkman, 1984).

Sumber-sumber koping terdiri dari:

a.

Keseimbangan Energi. Orang yang menderita sakit dan lemah kurang mampu melakukan penanggulangan, tetapi pada individu yang sehat lebih mudah

melakukan penanggulangan dibanding individu yang sakit.

b. Kepribadian. Kepribadian adalah jumlah perilaku yang dapat diamati dan yang mempunyai ciri-ciri biologi, sosiologi dan moral yang khas baginya yang dapat

membedakannya dari kepribadian yang lain. Kepribadian dapat digolongkan menjadi dua (W.F.Maramis, 1998), yaitu: 1) Introvert, yaitu orang yang suka memikirkan tentang diri sendiri, banyak fantasi, lekas merasakan kritik, menahan

ekspresi emosi, lekas tersinggung dalam diskusi, suka membesarkan

kesalahannya, analisa dan kntik diri sendiri menjadi buah pilurannya.

2).Ekstrovert. Orang yang melihat kenyataan dan keharusan, tidak lekas merasakan kntik, ekspresi emosinya spontan, dirinya tidak dituruti dalam

alarnnya, tidak begitu mersakan kegagalan, tidak banyak mengadakan analisa dan

kritik diri sendiri.

Konsep diri. Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu dalam berhubungan dengan orang lain (Stuart and

(185)

beruhubungan dengan orang lain. Pandangan individu tentang dirinya dipengaruhi

oleh bagaimana individu mengartikan pandangan orang lain tentang dirinya.

Sehingga dapat disimpulakn bahwa konsep diri rnerupakan aspek kritikal dan

dasar dari perilaku individu. Individu dengan konsep diri yang positif dapat

berfungsi lebih efektif yang terlihat dari kemampuan interpersonal, kemampuan

intelektual dan penguasaan lingkungan. Konsep diri negatif dapat dilihat dari

hubungan individu dan sosiap yang ma1 adaptif (Budi Ana, 1992).

d.

Dukungan Sosial. Dukungan sosial ini dengan adanya keterlibatan orang lain dalam membantu menyelesaikan masalah. Disini individu melakukan tindakan

kooperatif dan mencari dukungan dari orang lain. Kondisi ini memungkinkan

adanya kontrol sosial dan luar untuk menjadi lebih baik.

e.

Materi. Uang, harta benda dan pelayanan yang dapat diperoleh dengan uang. Sumber material memperrnudah dalam penyelesaian masalah dan merupakan

jalan efektif menuju bantuan hukum, medis dan finansial.

Sumberdaya Koping Keluarga adalah kekuatan individu dan kekuatan

bersama pada saat terjadi kejadian penyebab stres. Sumber koping keluarga

diantaranya adalah jaminan ekonomi, kesehatan, inteligensi, keahlian kerja,

kedekatan, semangat beke rjasama, keahlian hubungan dan jaringan serta dukungan

sosial. Dengan demikian sumberdaya keluarga adalah aset sosiolog, ekonomi,

fisiologi, emosional dan fisik yang dengannya anggota keluarga dapat memberi

respon pada kejadian stres tunggal atau akurnulasi. Namun demikian, memiliki

sumberdaya tidak berimplikasi terhadap bagaimana keluarga menggunakannya.

(186)

dengan cara yang tidak adaptif (untuk membeli lebih banyak minurnan keras) atau lebih bersifat fungsional (mencari pekerjaan lain). Jadi ketersedaan sumberdaya

keluarga tetap menjadi variabel statis dan lebih mudah diukur oleh peneliti dan ahli

terapi.

Koping keluarga (lawan knsis pada model ABC-X) merupakan sebuah

variabel proses dan hasil yang menunjukkan apa yang dilakukan keluarga terhadap

sumberdaya yang dimilikinya. Hanya jika keluarga mengubah koping

sumberdayanya menjadi tindakan, proses koping dapat dimulai. Jika keluarga

memiliki sedikit sumberdaya, baik secara individu maupun kolektif, maka proses

koping munglun tidak akan pernah dimulai dan knsis dapat te qadi ketika terjadi stres.

Perbedaan antara sumber koping

dan

koping sebagai sebuah proses

penanggulangan, menunjuk pada cara menglxndan stres awal (Burr, 1973; Hill, 1958

&lam Sussman and Steinmetz,l988). Karena pada model utama knsis atau mudah

terserangnya keluarga (dibandingkan tidak mudah terserang atau dapat pulih

kembali), maka mereka tidak menganggap koping sebagai sesuatu yang unik dan

topik yang terpisah. Jika kita merubah definisi faktor X dalam model ABC-X untuk

menggambarkan hasilnya dalam berbagai derajat stres koping kepada non koping

(knsis), maka konsep baru ini dapat digabungkan pada model yang sudah ada (lihat

gambar 1) sebagai sebuah alternatif penyelesaian. Namun demilan panah putus-

putus pada garnbar 1 antara koping dan krisis menunjukkan level kntis sebelum ada

(187)

Ada beberapa jenis mekanisme koping yang terjadi pada individu, ha1 tersebut adalah :

a. Koping yang berpusat pada masalah (Problem ~ o c u s e d Form of Coping mekanism/direct action).

Mekanisme koping berpusat pada masalah diarahkan untuk mengurangi

tuntutan-tuntutan situasi yang menimbulkan stres atau mengembangkan surnber daya

untuk mengatasinya.

Mekanisme koping ini bertujuan untuk menghadapi tuntutan secara sadar,

realistis, objektif dan rasional.

Hal-ha1 yang berhubungan dengan mekanisme koping yang berpusat pada masalah

(Stuart and Sundeen, 199 1 ) adalah:

a.

Koping Konfrontasi ( Confiontative coping). Ini adalah menggambarkan usaha-

usaha

untuk

mengubah keadaan atau masalah secara agresif, juga

menggambarkan tingkat kemarahan serta pengambilan resiko.

b. Isolasi. Individu berusaha menarik diri dari lingkungan atau tidak mau tahu

masalah yang dihadapi.

C. Kompromi. Menggambarkan usaha

untuk

mengubah keadaan secara hati-hati,

meminta bantuan dan kerjasama dengan keluarga dan teman kerja atau

mengurangi keinginannya lalu memilih jalan tengah.

Konfiontasi, isolasi, dan kompromi ketiganya memiliki langkah-langkah yang

sama, yaitu: a) mempelajari dan menetapkan persoalan, b) menyusun alternatif

(188)

akan berhasil dengan akibat yang paling menguntungkan, d) bertindak, e) penilaian

hasil tindakan supaya dapat Qambil langkah yang lain bila kurang memuaskan atau

ada kesalahan.

Yang paling sulit dalam langkah-langkah di atas adalah dalam pengambilan,

keputusan karena dalam pengambilan keputusan ini luta hams mempertimbangkan

norma, memperkirakan hasilnya, dan kemudian memperhitungkan untung ruginya.

b. Koping yang berpusat pada emosi (Emotion Focused of Coping/Palliatif Form).

Koping ini mengarah pada usaha Reduksi, Pembatasan Imenghilangkan atau

toleransi stress subjective (somatis, motorik atau afehf) dari stres emosional yang

muncul karena adanya transaksi dengan lingkungan yang menyulitkan.

Fungsi koping ini bertujuan memperhalus, memperlemah atau membuat suatu

kenyamanan. Mekanisme pertahanan ego ditampilkan dengan pengingkaran, supresi

dan proyeksi, penolakan, sublimasi, rasionalisasi, kompensasi, represi, regresi, identifikasi, proyeksi, konversi, displacement reaksi formasi (mekanisme koping

yang berpusat pada emosi sebagai suatu strate@ kognitif ditujukan untuk

meningkatkan tekanan emosional, beberapa individu perlu

untuk

merasa lebih buruk

terlebih dahulu, misalnya menyalahkan diri sendiri sebelum merasa lebih baik.

Mekanisme koping berpusat pada emosi digunakan untuk memelihara harapan dan

optimisme, menyangkal fakta dan implikasinya, menolak untuk mengakui ha1 terburuk, bereaksi seolah-olah apa yang dalam waktu lama mekanisme koping

(189)

Bentuk-bentuk kognitif dari mekanisme koping berpusat pada emosi

mengakibatkan suatu perubahan. Proses-proses ini memberi kemunglunan interpretasi

yang menipu diri dan distorsi realitas (Lazarus, 1984).

Jenis-jenis mekanisme koping yang berpusat pada emosi (Stuart and Sundeen,

199 1) adalah :

a.

Denial, menolak masalah dengan mengatakan ha1 tersebut tidak terjadi pada

dirinya.

b. Rasionalisasi, menggunakan alasan yang dapat diterima oleh aka1 dan diterima

oleh orang lain untuk menutupi ketidakmampuan dirinya. Rasionalisasi ini

mempunyai tiga segi pembelaan, yaitu: 1) Membantu kita membenarkan apa

yang hta lakukan dan kita percayai, 2) Menolong luta melunakan kekecewaan

yang berhubungan dengan cita-cita yang tidak tercapai. Dengan rasionalisasi kita

tidak hanya dapat membenarkan apa yang kita lakukan, tetapi juga merasa bahwa

itu sudah selayaknya h t a berbuat demikian menurut keadilan. Adapun tanda-

tanda bahwa seseorang menggunakan rasionalisasi menurut Maramis (1984),

adalah: a) mencari-cari alasan untuk membenarkan pebuatan atau

kepercayaannya, b) tidak sanggup mengenal hal-ha1 yang tidak tetap atau

bertentangan, c) menjadi bingung atau marah bila alasannya diragukan orang.

C. Kompensasi, menunjukkan tingkah laku untuk menutupi ketidak marnpuan

dengan menonjolkan sifat yang baik, atau karena frustasi dalam suatu bidang

maka dicari kepuasan secara berlebihan dalam bidang lain. Kompensasi timbul

(190)

d. Represi, yaitu dengan melupakan masa-masa yang tidak menyenangkan dari

ingatannya dengan hanya mengingat waktu-waktu yang menyenangkan (disadari).

Represi memegang peranan yang penting dalam membantu seseorang mengawasi

semua keinginan yang berbahaya dan dalam mengurang gangguan sebagai akibat

pengalaman yang menyakitkan atau kejadian traumatic.

e.

Regresi, yaitu sikap seseorang yang kembali ke masa lalu atau bersikap seperti

anak kecil yang dalam regresi secara tidak sadar manusia mencoba lagi perilaku

atau cara.

f. Sublimasi, yaitu seseorang yang mengekspresikan atau menyalurkan perasaan,

bakat atau kemampuan dengan sikap atau tindakan (bersifat positif).

g. Identifikasi, yaitu meniru cara berfikir, ide dan tingkah laku orang lain. Pada

umumnya seseorang manusia ini mengidentifikasikan dirinya dengan seseorang

yang mirip sekali dengannya.

h. Proyeksi, yaitu menyalahkan orang lain tentang kesulitannya sendiri atau

melampiaskan kepada orang lain keingnannya sendiri yang tidak baik. Proyeksi

ini munglun berkembang dari pengalaman luta bahwa dengan menyalahkan orang

lain sehubungan kegagalan kita, dan keburukan kita, akan membantu luta

menghindari celaan atau memindahkan reksi psikologi ke gejala fisik. (Lazarus,

1991).

i. Konversi, yaitu mentransfer atau memindahkan reaksi psikologi ke gejala fisik.

(Lazarus, 199 1).

j. Displacement, yaitu reaksi emosi terhadap seseorang atau suatu benda yang

(191)

k. Reaksi Formasi, yaitu membentuk reaksi yang baru yamng bertolak beakang atau

tidak sesuai dengan perasaan sendiri.

Pearlin dan Schooler (1978) dalam Friedrnan (!998) mengidentifikasi tiga tipe

cara koping yang digunakan secara luas oleh individu-individu dalam menjalankan

fungsi sosialnya. Setiap cara tersebut akan digambarkan secara singkat dengan

efektifitasnya dalam mengurangi stres. Secara umum bahasan mengenai efektifitas ini

mempunyai relevansi langsung bagi keluarga dan orang tua melakukan mekanisme

koping dalam hubungan keluarga yang mengatur suasana bagaimana unit keluarga

memberikan respons. Tipe respons koping yang pertama adalah tipe yang mengubah

situasi yang penuh dengan stres. Tipe strategi koping ini merupakan cara yang

langsung mengatasi ketegangan dalam hidup, dimana tipe ini diarahkan untuk

mengubah dan mengeliminasi stresor dengan cara meningkatkan rasa percaya diri dan

mencari dukungan sosial melalui sistem kekerabatan. Tipe strateg koping yang kedua

adalah pengetahuan dan pengalaman dalam menghadapi suatu stresorlmasalah.

Dengan demikian berbahaya atau tidaknya stresor bagi satu keluarga, tergantung pada

pengetahuan anggota keluarga dan persepsi terhadap kejadian (Lazarus et al, 1974

dalam Friedrnan, 1998). Berikut ini adalah contoh-contoh koping pengetahuan yang

dapat menetralkan ancaman-ancaman yang dialami dalam hidup yaitu; membuat

perbandingan yang positip; meminimalkan elemen-elemen negatif, dan

memaksimalkan elemen-elemen positip, seperti pengalamanan yang berharga

(pengalaman yang paling menghasilkan ketegangan menjadi bagian yang tidak

berharga dalam hidup seseorang). Pengalaman berharga ini terbukti dapat menjadi

pengalaman yang baik dalarn kehidupan pekerjaan dan ekonomi seseorang. Tipe

(192)

koping yang ketzga adalah mekanisme-mekanisme yang digunakan untuk mengatur

stres yang ada, bukan untuk menghadapi masalah stresor itu sendiri. Enam respons

koping dalam kategori ini. Sebagai contoh adalah: Perkawinan, ungkapan perasaan

yang terkontrol, inenarik diri dan mementingkan diri sendiri, peran-peran orang tua,

perasaan memiliki kemampuan dan mengundurkan diri tanpa daya.

c. Strategi Koping Keluarga

Berkaitan dengan strategi koping keluarga, Friedrnan (1998) mengemukakan

dua tipe strateg koping keluarga setelah menganalisis berbagai hasil penelitian yang

telah dilakukan mengenai strategi koping keluarga, yaitu internal atau intrafamilial

dan eksternal atau ekstrafamilial.

Strategi Koping Keluarga InternaVintrafamilial.

Dalam strateg koping keluarga internal terdapat tujuh strategr koping

intrafamilial. Ketujuh strategi tersebut adalah: mengandalkan kemampuan sendiri dari

keluarga, penggunaan humor, musyawarah bersama (memelihara ikatan

kebersamaan), mengartikan masalah, pemecahan masalah secara bersama,

fleksibilitas peran, dan normalisasi.

Mengandalkan kemamprcan sendiri dan' keluarga. Untuk mengatasi masalah/stresor

yang dihadapinya, keluarga seringkali melakukan upaya untuk menggali dan mengandalkan sumber-surnber mereka sendiri. Keluarga melakukan ini dengan

membuat struktur dan organisasi yang lebih besar dalam keluarga, yakni dengan

membuat jadual dan tugas rutinitas yang dipikul oleh setiap anggota keluarga yang lebih ketat. Hal ini diharapkan setiap angota dapat lebih disiplin dan taat. Dalam

(193)

dan ikatan yang lebih kuat. Burgess, 1979 dalam Friedman, 1998 mengatakan bahwa

strategi koping yang khas adalah disiplin diri dikalangan anggota keluarga yang

mengalami stres, mereka hams memelihara ketenangan dan dapat memecahkan

masalah karena mereka yang bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan anak-

anaknya.

Penggunaan humor. Hott, 1977 dalam Friedman 1998, menunjukan bahwa perasaan

humor merupakan aset yang penting dalam keluarga karena dapat memberikan

perubahan bagi sikap-sikap keluarga terhadap masalah-masalah dan perawatan

kesehatan. Humor juga diakui sebagai suatu cara bagi individu dan kelompok untuk

menghilangkan rasa cemas dan stresltegang.

Musyawarah bersama (memelihara ikatan keluarga). Suatu cara untuk membawa

keluarga lebih dekat satu sama lain dan memelihara serta mengatasi tingkat stres dan

pikiran, ikut serta dengan aktivitas setiap anggota keluarga merupakan cara untuk

menghasilkan suatu ikatan yang kuat dalam sebuah keluarga. Cara untuk mengatasi

masalah dalarn keluarga adalah: adanya waktu untuk bersama-sama dalarn keluarga,

saling mengenal, membahas masalah bersama, makan malam bersama, adanya

kegatan yang menantang bersama keluarga, beribadah bersama, bermain bersama,

bercerita pada anak sebelum tidur, menceritakan pengalaman pekerjaan maupun

sekolah, tidak ada jarak diantara anggota keluarga.

Mengartikan suatu masalah. Salah satu cara untuk menemukan koping efektif

adalah menggunakan mekanisme mental dengan mengartikan masalah yang dapat

mengurangi atau menetralisir secara kognitif rangsang berbahaya yang dialami dalam

(194)

mengetahui stresor yaitu dengan keyakinan yang optimis dan penilaian yang positip.

Keluarga menggunakan strategi ini cenderung melihat segi positip dari kejadian yang

menyebabkan stres. (Folkman et a1 1986, dalam Friedman, 1998 ).

Pemecahan masalah bersama. Pemecahan masalah bersama dikalangan anggota

keluarga merupakan strategi koping keluarga yang telah dipelajari melalui riset

laboratorium oleh sekelompok peneliti keluarga. Pemecahan masalah bersama dapat

digambarkan sebagai suatu situasi dimana keluarga dapat mendiskusikan masalah

yang ada secara bersama-sama oleh keluarga dengan mengupayakan dengan mencari

solusi atau jalan keluar atas dasar logika, mencapai suatu konsensus tentang apa yang

perlu dilakukan atas dasar petunjuk, persepsi dan usulan dari anggota keluarga yang

berbeda.(Straus, 1968,; Reiss, 198 1; Chesler dan Barbarinm, 1987; Fifley, 1989,

Friedman, 1998).

Fleksibilitas peran. Adanya perubahan dalam kondisi dan situasi dalarn keluarga yang setiap saat dapat berubah, fleksibilitas peran merupakan suatu strategi koping

yang kokoh untuk mengatasi suatu masalah dalam keluarga. Davis dkk.(1986) pada

keluarga yang berduka, fleksibilitas peran adalah sebuah strategi koping fungsional

yang penting untuk membedakan tingkat berfimgsinya sebuah keluarga.

Normalisasi. Salah satu strateg koping keluarga yang lain adalah kecenderungan

keluarga menormalkan keadaan sehingga keluarga dapat melakukan koping terhadap

sebuah stresor jangka panjang yang dapat merusak kehidupan keluarga dan kegiatan

rumah tangga. Davis,1963; Knafl dan Deatrick, 1986 dalam Friedman, 1998

mengatakan bahwa "Normalisasi" merupakan cara untuk mengkonseptualisasikan

(195)

dapat menggambarkan respons keluarga terhadap sakit dan kecacatan. Bila anak

dalam anggota keluarga sakit, maka keluarga dapat menormalkan situasi dengan

meminimalkan situasi abnormalitas dalam penampilan anak, berpartisipasi dalam

kegiatan-kegiatan biasa dan terus memelihara ikatan sosial.

Strategi Koping Keluarga Eksternal.

Dalam strategi koping keluarga eksternal, terdapat empat strategi koping

ekstrafamilial. Keempat strategi tersebut adalah: mencari informasi, memelihara

hubungan aktif dengan komunitas, mencari dukungan sosial, mencari dukungan

spiritual.

Mencan' informasi. Keluarga yang mengalami stres memberikan respons secara

kognitif dengan mencari pengetahuan dan informasi yang berubungan dengan stresor.

Ini berfungsi untuk menambah rasa memiliki kontrol terhadap situasi dan mengurani

perasaan takut terhadap orang yang tidak dikenal dan membantu keluarga menilai

stresor secara lebih akurat. Studi riset tentang penggunaan upaya mencari informasi

sebagai suatu strategi koping keluarga dilakukan oleh Chesler dan Barbarin (1987)

dalam Friedman (1998) penelitian terhadap keluarga yang mempunyai anak kanker,

hasil riset menemukan upaya orang tua mencari informasi untuk mengurangi ketidak pastian dan rasa takut akan prognosis anak-anak mereka.

Memelihara hubungan aktif dengan komunitas. Kategori ini berbeda dengan

koping yang menggunakan sistem dukungan sosial dimana kategori ini merupakan

suatu koping keluarga yang berkesinambungan, jangka panjang dan bersifat umum,

(196)

ini anggota keluarga adalah pemimpin keluarga dalam suatu kelompok, organisasi

dan kelompok komunitas.

Mencari sistern pendukung sosial. Mencari sistem pendukung sosial dalam jaringan

kerja sosial keluarga merupakan strateg koping keluarga eksternal yang utama.

Sistem pendukung sosial ini dapat diperoleh dari sistem kekerabatan keluarga,

kelompok profesional, para tokoh masyarakat dan lain-lain yang didasarkan pada

kepentingan bersama. Menurut Caplan (1974) dalam Friedman (1998), terdapat tiga

sumber umum dukungan sosial yaitu penggunaan jaringan dukungan sosial informal,

penggunaan sistem sosial formal, dan penggunaan kelompok-kelompok mandiri.

Tujuan dari penggunaan jaringan sistem dukungan sosial informal, yang biasanya

diberikan oleh kerabat dekat atau tetangga dekat atau tokoh masyarakat, memiliki dua

tujuan utama koping: pertama, sistem ini memberikan dukungan pemeliharaan dan

emosional bagi anggota keluarga. Dan yang kedua adalah bantuan yang berorientasi

pada tugas yang biasa dilakukan keluarga, misalnya bantuan perawatan, melakukan

tugas-tugas rumah tangga, bantuan praktis pada saat kritis. (Hogue, 1977; Mac

Elveen, 1 978 dalam Friedman, 1 998).

Penggunaan sistem sosial formal dilakukan keluarga ketika keluarga gaga1 untuk

menangani masalahnya sendiri, maka keluarga hams dipersiapkan untuk beralih kepada profesional bayaran untuk memecahkan masalah (Howel, 1975). Sedangkan

penggunaan kelompok mandiri sebagai bentuk dukungan sosial dilakukan melalui

organisasi yang luas seperti perkumpulan-perkumpulan yang berorientasi pada

penyembuhan penyakit misalnya perkumpulan penyakit Asma, Jantung, dll. (Katz

(197)

Mencari dukungan spiritual.

Gambar

Tabel uji Ancova variable Perilaku Koping .............................
Gambar 1 . Model ABC-X Hill yang telah direvisi untuk menunjukkan
Gambar 2. Model Kontekstual Stres Keluarga. (Boss dalam Sussman dan
Gambar 1 . Model ABC-X Hill (Sumber : Sussman and Steinmetz, 1988)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan Daerah Kementerian Keuangan Provinsi Jawa Barat melaksanakan Pelelangan Paket Pengadaan Pekerjaan Pengawasan Renovasi Rumah

Pembelajaran Inovatif Berbasis Kerangka Kerja TPCK bagi Guru Kejuruan di SMK , diunduh dari :

Bahwa Majelis Komisi menilai meskipun Terlapor V dan Terlapor VI membantah tidak pernah melakukan atau membuat dokumen penawaran secara bersama-sama, namun dengan adanya kesamaan

Dalam hal ini, tugas customer service operational sangat penting, mereka juga harus mengetahui bahkan menguasai semua situasi dan kondisi irregularity flight

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan bahwa dalam mengembangkan kecerdasan emosional anak usia remaja di MTsN 2 Kediri

Kenaikan hasil belajar terkait kemampuan penalaran matematis siswa melalui skor pretes dan skor postes yang diperoleh dan berdasarkan hasil observasi selama proses

Bagian MIS/IT akan menginput surat pesanan ke dalam sistem dan membuat laporan penjualan - Surat pesanan - Laporan penjualan Perjanjian jual beli Bagian marketing

Guru Madya Tk.I SMA Karya Pembangunan Margahayu Kab.. Bandung