PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PERJUDIAN DALAM AKSI BALAP LIAR DI WILAYAH HUKUM KABUPATEN KENDAL
SKRIPSI
Disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Diajukan oleh :
Nama : DYAH AYU RACHMAWATI
NIM : 20120610002
Program studi : Ilmu hukum
Bagian : Hukum Pidana
FAKULTAS HUKUM
iv
PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN SKRIPSI Bismillahirrohmanirrohim
Saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : Dyah Ayu Rachmawati NIM : 20120610002
Judul Skripsi :PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PERJUDIAN DALAM AKSI BALAP LIAR DI WILAYAH HUKUM KABUPATEN KENDAL
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa penulisan skripsi ini berdasarkan hasil penelitian, pemikiran, pemaparan asli dari saya sendiri. Jika terdapat karya orang lain saya akan mencantumkan sumber yang jelas. Apabila di kemudian hari ternyata terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar sarjana S-1 yang telah diperoleh karena karya tulis ini, dan sanksi lain sesuai dengan peraturan yang berlaku di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya tanpa adanya tekanan dari pihak manapun.
Yogyakarta, 26 Agustus 20126 Yang menyatakan
v
HALAMAN MOTTO
Sesungguhnya sesudah kesulitan pasti ada kemudahan Apabila kamu telah selesai dari satu urusan
Maka kerjakanlah urusan yang lain Dan kepada Tuhan-Mu maka
vi
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi ini di dedikasikan sepenuh hati untuk:
Orang tua yang selalu mendukung dan mendoakan agar lancar dan dimudahkan semua urusan skripsi ini, khususnya buat mama yang sudah selalu mendengarkan keluh kesah di perjalanan skripsi ini
Untuk Almarhum papa yang sudah memberikan banyak pelajaran kepada saya walaupun pada saat skripsi ini papa sudah tiada
vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulilah puji syukur yang tidak akan ada habisnya penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Karunia-Nya sepanjang kehidupan, atas Petunjuk-Nya pula penulis dapat menyelesaikan karya tulis (skripsi) ini dalam meraih gelar sarjana S1 dalam bagian Hukum Pidana, Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Skripsi ini tidak akan dapat tersusun tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak yang telah banyak membantu secara tulus dan ikhlas sejak awal penulisan memasuki dunia akademik, kemudia pada pemilihan konsentrasi bagian Hukum Pidana hingga akhirnya pada penyelesaian penulisan skripsi ini. Kesempatan berharga ini kiranya adalah waktu yang tepat bagi penulis untuk mengucapkan dengan tulus rasa terima kasih yang tak terhingga dan rasa syukur serta hormat sebesar-besarnya kepada;
1. Bapak Dr. Trisno Raharjo SH.,M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta sekaligus Dosen pembimbing Skripsi ke 2 yang telah membimbing, mengarahkan penulisan skripsi ini, serta memberikan masukan-masukan keilmuan di sela-sela kesibukan tugasnya sebagai Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
viii
3. Bapak Mukhtar Zuhdi SH.,M.H selaku Ketua Tim Penguji Skripsi Pidana yang telah secara teliti melakukan pengujian dan memberikan masukan untuk penyempurnaan dalam penulisan skripsi ini.
4. Bapak Endriyo Susila, SH., MCL. selaku Dosen Pembimbing Akademik yang memberikan masukan dalam konsentrasi penulisan skripsi.
5. Segenap jajaran Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan melalui proses belajar mengajar yang menyenangkan dan segenap jajaran karyawan TU Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta terutama Pak Maman dan karyawan perpustakaan yang telah banyak membantu atas informasi dan dispensasi khususnya bagi mahasiswa. 6. Untuk Bapak Widiyanto selaku anggota polantas yang sudah berkenan
untuk saya wawancarai dan saya ajak berbincang-berbincang
7. Untuk Bapak Sutikna selaku reserse Polres Kabupaten Kendal untuk memberikan data untuk skripsi saya
8. Untuk Bapak Suharno selaku anggota Polantas Polres Kabupaten Kendal dan sebagai tetangga saya yang sudah memberikan informasi terkait judul saya
ix
10.Untuk bude saya yang selalu mengerti kalau keponakannya kekurangan apapun dan selalu ada buat saya selama perjalanan skripsi ini
11.Untuk teman-teman seangkatan 2012 Fakultas Hukum UMY kelas A yang memberikan kebahagiaan disela-sela jenuhnya mengerjakan skripsi ini
12.Untuk Andiningtyas Dwiastuti Muryati, Dwinova Indah K.W, Shafira Ayu Zulfawani teman dari pertama kali kuliah dan alhamdulillah sampai sekarang tetap kompak, tetap gila, tetap solid, tetap crewet, bagiku kecrewetan kalian yang membuat suasana tidak kosong, khususnya Andiningtyas yang sudah banyak sekali merepotkan aku bahkan sampai aku lelah tapi tetap di repotkan, tapi sebaliknya saya juga banyak merepotkan
13.Untuk adek kelas angkatan 2013 Fakultas Hukum UMY Ratna Setiani Putri, seperti namanya yang selalu setia menemani saya kemana saja, selalu saya repotkan walaupun km sudah bete tapi saya benar-benar beruntung punya adek kelas sepertimu
14.Untuk Adika Sarasvati yang sekaligus adek kelas angkatan 2014 tetapi Fakultas Bahasa Jepang yang selalu membuat saya terhibur sekali dalam pembuatan skripsi ini, memberikan motivasi-motivasi yang sebenernya kosong tapi menyenangkan sekali bagi saya, tingkah
x
saya wawancarai terkait judul saya, serta memberikan informasi terkait judul skripsi saya
16.Terima kasih untuk Nanda Dipta Mandala untuk support dan dukungannya serta doa sehinnga perjalanan skripsi saya berlancar dengan lancar
17.Untuk Yudhi Rizkiawan S.T yang sudah membantu di balik layar dalam pembuatan skripsi saya yang mendukung dan membantu dalam skripsi ini
18.Untuk teman-teman Paduan Suara Mahasiswa Sunshine Voice yang sudah mengenalkan saya dengan UKM yang sekaligus hoby saya, yang sudah memberikan saya semangat dengan gaya kalian dan dengan cara kalian masing-masing yang unik dan beragam, saya tidak pernah meendapatkan orang-orang yang beragam seperti kalian, mengenalkan saya pada arti pertemanan dan memperdalam hoby saya
19.Buat teman-teman seperjuangan tetapi di luar UMY, seperti teman saya yang ada di UNDIP, UNNES, UNISULA dan masih banyak lagi kalian sudah sepenuhnya mensuport dan membantu berjalannya skripsi ini
xi
Semoga amal ibadah dan niat tulus mendapatkan imbalan yang setimpal dari Allah SWT, amin. Penulis sangat menyadari bahwa dalam menyusun skripsi ini masih jauh dari sempurna dan terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu penulis berharap banyak adanya masukan, saran dan kritik membangun guna memperbaiki skripsi ini sebagai upaya memberikan kontribusi dalam perkembangan keilmuan hukum. semoga penulisan skripsi ini dapat memenuhi persyaratan yang telah ditentukan dan dapat bermanfaat bagi pembaca. Amien
Yogyakarta, 28 Agustus 2016
xii DAFTAR ISI
Halaman Judul ... i
Halaman Persetujuan ... ii
Halaman Pengesahan ... iii
Pernyataan Keaslian Penulisan Skripsi ...iv
Halaman Motto... v
Halaman Persembahan ...vi
Kata Pengantar... vii
Daftar Isi ... xii
Abstrak ... xv
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang ... 1
B.Rumusan Masalah ... 4
C.Tujuan Penelitian ... 4
D.Tinjauan Pustaka ... 5
E.Metode Penelitian... 11
F. Sistematika Penulisan Skripsi ... 17
BAB II PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA A. Pengertian Tindak Pidana serta Unsur-unsur Tindak Pidana ... 19
B. Kebijakan Penanggulangan Tindak Pidana ... 30
xiii
1. Penyebab adanya Tindak Pidana ... 40 2. Teori Penanggulangan Tindak Pidana ... 41
BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJUDIAN
A. Pengertian dan Ruang Lingkup Perjudian ... 48 1. Pengertian umum tentang Perjudian ... 48 2. Unsur-unsur Perjudian ... 56 3. Bentuk-bentuk Perjudian Menurut PP
No 9 Tahun 1981 Tentang Pelaksaan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974 Tentang Penertiban Perjudian ... 57 4. Perjudian Dalam Balap Liar ... 65 B. Faktor-Faktor yang menimbulkan adanya
Perjudian ... 70 C. Pengaturan Perjudian Dalam KUHP ... 73 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
A. Upaya-upaya yang di lakukan pihak kepolisian untuk menanggulangi terjadinya
tindak pidana perjudian dalam aksi balap liar. ... 93 B. Peran serta masyarakat untuk menanggulangi
tindak pidana perjudian dalam aksi balap liar ... 106
BAB V PENUTUP
xiv
xv Abstrak
Perjudian adalah salah satu tindak pidana yang sulit sekali di atasi maupun di cegah, karena perkembangan perjudian sekarang semakin gencar dan para pelaku perjudian semakin cerdik dan lihay dibandingkan para pihak kepolisian untuk menangkap pelaku perjudian itu. Begitu pula kehadiran balap liar yang menimbulkan terjadinya perjudian di dalam kegiatan atau aksi balap liar tersebut. Penulisan skripsi ini yang akan menjadi rumusan masalahnya adalah upaya-upaya yang dilakukan pihak Kepolisian untuk menanggulangi terjadinya tindak pidana perjudian dalam aksi balap liar, serta peran serta masyarakat untuk menanggulangi tindak pidana perjudian dalam aksi balap liar.
Penelitian ini merupakan penelitian hukum yuridis empiris. Pendekatan digunakan adalah pendekatan kualitatif deskripstif yang selanjutnya menghasilkan data deskriptif analisis. Sumber data terdiri dari sumber data primer, sumber data sekunder, dan data tersier.
Hasil dari penelitian penanggulangan tindak pidana perjudian dalam aksi balap liar di wilayah Kabupaten Kendal, pihak Upaya-upaya penanggulangan perjudian dalam aksi balap liar oleh pihak kepolisian adalah: Metode Pre-Emtif, adalah upaya-upaya awal yang dilakukan oleh pihak kepolisian untuk mencegah terjadinya tindak pidana. Metode preventif, metode preventif ini adalah suatu upaya untuk mencegah timbulnya atau berkembangnya suatu kejahatan atau gangguan kamtibmas dan untuk menimalkan factor-faktor kriminogen sehingga pada akhirnya dapat menimbulkan kondisi positif, dalam kaitannya dengan perjudian balap liar. Metode represif, metode represif ini adalah metode dengan menggunakan kekerasan dan tindakan, ini dilakukan bertujuan untuk agar jumlah penjudi dan pelaku balap liar bisa berkurang atau bahkan di hilangkan. Peran masyarakat dalam menanggulangi tindak pidana perjudian dalam aksi balap liar adalah dengan melakukan pencegahan terhadap perjudian balap liar dan memberikan peringatan yang sangat keras salah satunya yaitu dengan memasang spanduk peringatan dilarang melakukan balap liar serta perjudian balap liar di wilayah tersebut dan apabila masih ada yang melakukan tindakan itu akan langsung di laporkan ke Pihak Kepolisian agar semua pelaku diamankan dan di berikan hukuman yang membuat mereka jera
xv Abstrak
Perjudian adalah salah satu tindak pidana yang sulit sekali di atasi maupun di cegah, karena perkembangan perjudian sekarang semakin gencar dan para pelaku perjudian semakin cerdik dan lihay dibandingkan para pihak kepolisian untuk menangkap pelaku perjudian itu. Begitu pula kehadiran balap liar yang menimbulkan terjadinya perjudian di dalam kegiatan atau aksi balap liar tersebut. Penulisan skripsi ini yang akan menjadi rumusan masalahnya adalah upaya-upaya yang dilakukan pihak Kepolisian untuk menanggulangi terjadinya tindak pidana perjudian dalam aksi balap liar, serta peran serta masyarakat untuk menanggulangi tindak pidana perjudian dalam aksi balap liar.
Penelitian ini merupakan penelitian hukum yuridis empiris. Pendekatan digunakan adalah pendekatan kualitatif deskripstif yang selanjutnya menghasilkan data deskriptif analisis. Sumber data terdiri dari sumber data primer, sumber data sekunder, dan data tersier.
Hasil dari penelitian penanggulangan tindak pidana perjudian dalam aksi balap liar di wilayah Kabupaten Kendal, pihak Upaya-upaya penanggulangan perjudian dalam aksi balap liar oleh pihak kepolisian adalah: Metode Pre-Emtif, adalah upaya-upaya awal yang dilakukan oleh pihak kepolisian untuk mencegah terjadinya tindak pidana. Metode preventif, metode preventif ini adalah suatu upaya untuk mencegah timbulnya atau berkembangnya suatu kejahatan atau gangguan kamtibmas dan untuk menimalkan factor-faktor kriminogen sehingga pada akhirnya dapat menimbulkan kondisi positif, dalam kaitannya dengan perjudian balap liar. Metode represif, metode represif ini adalah metode dengan menggunakan kekerasan dan tindakan, ini dilakukan bertujuan untuk agar jumlah penjudi dan pelaku balap liar bisa berkurang atau bahkan di hilangkan. Peran masyarakat dalam menanggulangi tindak pidana perjudian dalam aksi balap liar adalah dengan melakukan pencegahan terhadap perjudian balap liar dan memberikan peringatan yang sangat keras salah satunya yaitu dengan memasang spanduk peringatan dilarang melakukan balap liar serta perjudian balap liar di wilayah tersebut dan apabila masih ada yang melakukan tindakan itu akan langsung di laporkan ke Pihak Kepolisian agar semua pelaku diamankan dan di berikan hukuman yang membuat mereka jera
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hukuman tidak bisa lepas dari manusia, apabila kita membicarakan
hukum maka kita tidak bisa lepas dari manusia1. Dimana dalam masa
sekarang ini yang terjadi di Kabupaten Kendal maraknya tindak perjudian
dalam aksi balap liar.Semakin banyak dan semakin menyebar dari tahun
ke tahun jumlah peristiwa tindak pidana perjudian ini menyebabkan
resahkan warga di wilayah dan pengguna jalan raya yang sedang
melintasnya itu.
Menjadi trend sekarang yang terjadi pada saat ini di wilayah Kabupaten Kendal banyak kejadian fenomena di era globalisasi yang
kerap sekali dijumpai atau lihat pada waktu malam hari. Banyak sekali
remaja pada jaman sekarang yang mengikuti trend jaman sekarang untuk
menjadi lebih bergaya dibandingkan lainnya agar bisa di sanjung oleh
teman-temannya. Khususnya di kalangan remaja yang dibawah umur
melakukan hal-hal yang negatif yang merugikan, bukan hanya merugikan
dirinya tetapi merugikan juga bagi orang lain. Contohnya, balap liar,
karena remaja masa mempunyai jiwa keinginn tahuan yang cukup tinggi
terpengaruh dari film atau sekedar ingin mencari nama dan di bilang
jagoan saja. Balap liar adalah kegiatan beradu kecepatan kendaraan, baik
1 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum(Suatu Pengantar), Liberty Yogyakarta,
2
sepeda motor maupun mobil yang dilakukan di lintasan umum. Artinya
kegiatan ini sama sekali tidak digelar di lintasan yang resmi, melainkan di
jalan raya, yang biasanya kegiatan ini dilakukan pada waktu tengah malam
hingga menjelang pagi pada saat suasana jalan raya sudah mulai lengang.
Pertama kali berawal dari hanya sekedar menonton, rasa penasaran,
akhirnya mencoba ikut serta dalam balapan liar yang juga di perkuat oleh
dorongan dari teman. Tetapi sebagian dari mereka hanya merasakan
kenikmatannya saja tanpa memikirkan resiko yang akan terjadi. Selain itu
kebanyakan dari mereka mengatakan bahwa mengendarai motor dengan
kecepatan tinggi akan menambah tingkat konsentrasi dan penyesuaian diri.
Biasanya kegiatan ini dilakukan pada tengah malam sampai menjelang
pagi saat suasana jalan raya sudah mulai lengang.
Balapan liar pada saat ini sudah tidak asing lagi bagi masyarakat
luas, justru bagi masyarakat kalangan bawah balapan liar merupakan
hiburan tersendiri, Sebagian besar pelaku balap liar ini justru bukannya
golongan menengah tapi melainkan golongan bawah. Remaja yang berasal
dari keluarga golongan bawah/keluarga miskin ini adalah pelaku dari
balapan liar. Balap liar biasanya di dominasi oleh para remaja yang masih
menginjak bangku SMA bahkan ada yang masih smp atau yang masih
dibawah umur. Ternyata dari pengalaman mereka bahwa balapan liar
tersebut sudah sengaja diadakan yang dikoordinir oleh pemilik bengkel
agar mereka mau dibujuk untuk memodifikasi mesin motor mereka
3
cara kredit (baru 5 bulan sudah 2 kali turun mesin atau jebol dengan biaya
yang tidak sedikit), ini akan sangat terasa pada saat krisis ekonomi global
sekarang ini. Kegiatan balapan motor tersebut ternyata sudah ada kerja
sama dengan oknum dari aparat kepolisian setempat untuk mendapatkan
bocoran apabila akan diadakan razia dengan cara menyuruh mereka
pindah.
Di dalam pergaulan masyarakat, setiap hari terjadi hubungan antara
anggota-anggaota masyarakat yang satu dengan lain, pergaulan tersebut
menimbulkan berbagai peristiwa atau kejadian yang dapat menggerakkan
peristiwa hukum. Akibat dari peristiwa hukum yang banyak terjadi di
masyarakat akan menyebabkan banyaknya tindak kejahatan. Dari
banyaknya motif kejahatan dan tindak kriminal, salah satu hal yang cukup
menarik adalah tindak pidana balap liar yang di dalamnya terdapat
perjudian.2
Dampak yang ditimbulkan dari balap liar banyak pelanggaran yang
dilakukan diantara lain memodifikasi motor tanpa izin dan melakukan uji
tipe atas kendaraan bermotor yang dimodifikasinya tersebut dalam
Undang-Undang Lalu Lintas Nomor 22 Tahun 2009 dan PP Nomor 55
Tahun 2012,mengancam keselamatan orang lain, dan khususnya perjudian
(KUHP Pasal 303 ayat 3).
4
Dalam tugasnya kepolisian merupakan aparat penegak hukum yang
berwenang untuk melakukan dan melaksanakan ketertiban dalam
masyarakat, dari sini upaya kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana
perjudian balap liar sangat di butuhkan guna mengetahui faktor-faktor
apakah yang menimbulkan perjudian dalam balap liar upaya-upaya apa
yang akan dilakukan kepolisian untuk menanggulangi tindak pidana
perjudian balap liar. Dari adanya pemaparan di atas sehingga lahir
penelitian empiris yang yang akan ditulis oleh penulis dengan judul
PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PERJUDIAN DALAM AKSI
BALAP LIAR.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Upaya-upaya apakah yang di lakukan oleh pihak kepolisian untuk
menanggulangi terjadinya tindak pidana perjudian dalam aksi balap
liar?
2. Bagaimanakah peran masyarakat untuk menanggulangi tindak pidana
perjudian dalam aksi balap liar?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui upaya-upaya apa sajakah yang akan dilakukan oleh
pihak kepolisian untuk menanggulangi tindak pidana perjudian dalam
kegiatan balap.
2. Untuk mengetahui peran masyarakat untuk menanggulangi tindak
5 D. Tinjauan Pustaka
1. Pengertian Tindak Pidana Perjudian
Perjudian merupakan salah satu permainan tertua di dunia hampir
setiap negara mengenalnya sebagai sebuah permainan
untung-untungan. Judi juga merupakan sebuah permasalahan sosial
dikarenakan dampak yang ditimbulkan amat negatif bagi kepentingan
nasional teruama bagi generasi muda karena menyebabkan para
pemuda cenderung malas dalam bekerja dan dana yang mengalir
dalam permainan ini cukup besar sehingga dana yang semula dapat
digunakan untuk pembangunan malah mengalir untuk permainan judi,
judi juga bertentangan dengan agama, moral dan kesusilaan..
Permainan judi juga dapat menimbulkan ketergantungan dan
menimbulkan kerugian dari segi meteril dan imateril tidak saja bagi
para pemain tetapi juga keluarga mereka.ndian dapat dipandang
sebagai perjudian di mana aturan mainnya adalah dengan cara
menentukan suatu keputusan dengan pemilihan acak. Undian
biasanya diadakan untuk menentukan pemenang suatu hadiah.
Sebagai contohnya adalah undian di mana peserta harus membeli
sepotong tiket yang diberi nomor.Nomor tiket-tiket ini lantas
secara acak ditarik dan nomor yang ditarik adalah nomor
pemenang.Pemegang tiket dengan nomor pemenang ini berhak atas
hadiah tertentu.Banyak negarayang melarang perjudian sampai
taraf tertentu, Karena perjudian mempunyai konsekuensi sosial
6
undang-undang berjudi sampai taraf tertentu.Beberapa
negara-negara Islam melarang perjudian, hampir semua negara-negara
mengatur itu. Kebanyakan hukum negara tidak mengatur tentang
perjudian, dan memandang sebagai akibat konsekuensi
masing-masing, dan tak dapat dilaksanakan oleh proses yang sah sebagai
undang-undang. Dengan begitu organisasikriminal sering
mengambil alih penyelenggaraan dari utangperjudian besar,
kadang-kadang menggunakan metode yang kejam, sepertimafia,
triad, atau yakuza.
Beberapa masalah dalam perjudian:
1) Beberapa orang akan menjadi ketagihan. Mereka tidak
dapat berhenti berjudi, dan kehilangan banyak uang.
2) Kadang-kadang judi tidaklah adil. Jika anda menang atau
kalah, maka anda harus membayar sejumlah uang
Beberapa perjudian yang sama sering dinamakan lotre, lotto
(atau lottery), ada beberapanegarayang mengadakan perjudian ini. Biasanya, mereka harus menebak 7 dari 45 atau 50nomor yang
benar sebelum di undi
2. Tinjauan umum tentang Balap Liar
Balapan liar adalah kegiatan beradu cepat kendaraan, baik sepeda
motor maupun mobil, yang dilakukan diatas lintasan umum.
Artinya kegiatan ini sama sekali tidak digelar dilintasan balap
7
pada tengah malam sampai menjelang pagi saat suasana jalan raya
sudah mulai lenggang.
Kajian tentang kenakalan remaja berkaitan dengan balap liar
menjadi penting untuk dikaji setidaknya disebabkan oleh beberapa
hal, antara lain: Pertama, bahwa balap liar yang menjadi fenomena
dikalangan remaja telah menimbulkan banyak kerugian bagi
masyarakat. Banyak korban jiwa yang ditimbulkan dari adanya
perilaku balap liar ini. Berdasarkan data kecelakaan lalu lintas
selama tahun 2012 yang dilansir Divisi Humas Mabes Polri atas
rekap Korps Lalu Lintas Kepolisian Republik Indonesia
(Korlantas Polri) menyebutkan, sepanjang tahun lalu, ada 117.949
(seratus tujuh belas ribu sembilan ratus empat puluh sembilan)
kecelakaan. Dari ratusan ribu jumlah tersebut, lebih dari
setengahnya disumbang oleh angka kecelakaan sepeda motor. Ada
111.015 (seratus sebelas ribu lima belas) kali kecelakaan sepeda
motor yang terjadi sepanjang tahun. Catatan Indonesia Police Watch (IPW) sejak 2009 hingga kini 2 sudah terdapat 195 (seratus
sembilan puluh lima) orang tewas di arena balap liar. Tahun 2009
terdapat 68 (enam puluh delapan) orang tewas di arena balapan
8
ada 62 (enam puluh dua) orang tewas dan 2011 terdapat 65 (enam
puluh lima) tewas.3
3. Tindak Pidana Perjudian Dalam KUHP
Tindak pidana perjudian yang terjadi di Indonesia telah mengakibatkan
jumlah kerugiannya sangatlah besar, Pelaku dari tindak pidana
perjudian ini berharap mendapatkan keberuntungan yang besar melalui
cara mengadu nasib dengan berjudi. Dengan sering melakukan
kegiatan berjudi tersebut mengakibatkan sedikit demi sedikit uang
akan habis, kemudian harta benda dijual, rumah dan tanah digadaikan.
Dengan demikian bisa mengakibatkan tingkat kemiskinan serta
pengganguran yang tinggi di masyarakat. Perjudian pada dasarnya
permainan di mana adanya pihak yang saling bertaruh untuk memilih
satu pilihan di antara beberapa pilihan dimana hanya satu pilihan saja
yang benar dan menjadi pemenang yang berarti pemain yang kalah
taruhan akan memberikan taruhannya kepada si pemenang. Peraturan
perjudian dan jumlah taruhan ditentukan dam disepakati sebelum
pertandingan dimulai.Salah satu syarat untuk hidup sejahtera dalam
masyarakat adalah tunduk kepada tata tertib atas peraturan di
masyarakat atau negara, kalau tata tertib yang berlaku dalam
masyarakat itu lemah dan berkurang maka kesejahteraan dalam
masyarakat yang bersangkutan akan mundur dan mungkin kacau sama
3Website, Yudha Manggala P Putra, Polri: Motor Sumbang Angka Kecelakaan Paling
9
sekali. Untuk mendapatkan gambaran dari hukum pidana, maka
terlebih dahulu dilihat pengertian dari pada hukum pidana. Menurut
Moeljatnodalam bukunya Asas-asas Hukum Pidana, “Hukum pidana
adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku disuatu
negara, yang dasar-dasar aturan untuk:
a. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh
dilakukannya,yang dilarang, yang disertai ancaman atau sanksi
yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa melanggar larangan
tersebut.
b. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang
telah melanggar larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana
sebagaimana yang telah diancamkan.
c. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat
dilaksanakan apabila orang yang disangka telah melanggar
larangan tersebut.4
Dalam hukum pidana modern reaksi ini tidak hanya berupa pidana akan
tetapi juga apa yang disebut tindakan, yang bertujuan untuk melindungi
masyarakat dari perbuatan-perbuatan yang merugikannya. Selanjutnya
karena tujuan hukum pidana mempunyai kaitan dengan pemidanaan, maka
sesuai dengan rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tahun
1972 dapat dijumpai gagasan tentang maksud dan tujuanpemidanaan
adalah:
10
1) Untuk mencegah dilakukan tindak pidana demipenganyoman
negara,masyarakat dan penduduk.
2) Untuk membimbing agar terpidana insaf dan menjadi anggota
yangberbudi baik dan berguna.
3) Untuk menghilangkan noda-noda diakibatkan oleh tindakpidana.
4) pemidanaan tidak diperkenankan merendahkan martabat manusia.5
4. Teori Hukum Penanggulangan Tindak Pidana Perjudian
Dalam usaha untuk menanggulangi kejahatan mempunyai dua cara yaitu
preventif (mencegah sebelum terjadinya kejahatan) dan tindakan
represif (usaha sesudah terjadinya kejahatan). Berikut ini diuraikan
pula masing-masing usaha tersebut
1. Tindakan Preventif
Tindakan preventif adalah tindakan yang dilakukan untuk
mencegah atau menjaga kemungkinan akan terjadinya kejahatan.
Menurut A. Qirom Samsudin M, dalam kaitannya untuk melakukan
tindakan preventif adalah mencegah kejahatan lebih baik daripada
mendidik penjahat menjadi baik kembali, sebab bukan saja
diperhitungkan segi biaya, tapi usaha ini lebih mudah dan akan
mendapat hasil yang memuaskan atau mencapai tujuan.6
Tindakan Represif adalah segala tindakan yang dilakukan oleh
aparatur penegak hukum sesudah terjadinya tindakan
5Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, Alumni, Bandung, 1983, hal.50
6 A. Qirom Samsudin M, Sumaryo E., Kejahatan Anak Suatu Tinjauan Dari Segi
11
pidana.7Tindakan represif juga disebutkan sebagai pencegahan
khusus, yaitu suatu usaha untuk menekankan jumlah kejahatan
dengan memberikan hukuman (pidana) terhadap pelaku kejahatan
dan berusaha pula melakukan perbuatan denganjalan memperbaiki
si pelaku yang berbuat kejahatan. Jadi lembaga permasyarakatan
bukan hanya tempat untuk mendidik narapidana untuk tidak lagi
menjadi jahat atau melakukan kejahatan yang pernah dilakukan.
Pokok-pokok usaha penanggulangan kejahatan sebagaimana tersebut
diatas merupakan serangkaian upaya atau kegiatan yang dilakukan oleh
polisi dalam rangka menanggulangi kejahatan, termasuk tindak pidana
perjudian.
E. METODE PENELITIAN
Suatu metode ilmiah dapat dipercaya apabila disusun dengan
mempergunakan suatu metode yang tepat. Metode merupakan cara kerja
atau tata kerja untuk dapat memahami obyek yang menjadi sasaran dari
ilmu pengetahuan yang bersangkutan. Metode adalah pedoman–pedoman,
cara seseorang ilmuwan mempelajari dan memahami lingkungan–
lingkungan yang dihadapi. Dalam penelitian ini penulis menggunakan
metode–metode sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian menggunakan tipe penelitian yuridis empiris .Tipe
penelitian yuridis empiris adalah suatu metode penelitian hukum yang
7 Soejono D,Penanggulangan Kejahatan (Crime Prevention), Alumni, Bandung, 1976,
12
berfungsi untuk melihat hukum dalam artian nyata dan meneliti
bagaimana bekerjanya hukum di lingkungan masyarakat. Dikarenakan
dalam penelitian ini meneliti orang dalam hubungan hidup di
masyarakat.Dapat dikatakan bahwa penelitian hukum yang diambil
dari fakta-fakta yang ada di dalam suatu masyarakat, badan hukum
atau badan pemerintah. Dalam penelitian semacam itu, hukum di
tempatkan sebagai variable terikat dan factor-faktor non hukum yang
mempengaruhi hukum dipandang sebagai variable bebas.8 Penelitian
yuridis empiris adalah penelitian yang mempelajari, meneliti, dan
mengkaji tingkat efektif penanggulangan tindak pidana perjudian
dalam balap liar yang diatur di dalam Kitab Undang-undang Hukum
Pidana pada Pasal 303 tentang perjudian serta Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1981 tentang Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian
oleh Pihak Kepolisian Resort terhadap pelaku tindak pidana perjudian
balap liar.
2. Metode Pendekatan
Metode pendekatan yang dipakai ialah metode pendekatan
kualitatif yang selanjutnya akan menghasilkan data deskriptif
analisis. Penyusunan meneliti dan mempelajari data yang di
nyatakan oleh responden secara tertulis maupun lisan serta
meliputi tingkah laku yang nyata sebagai sesuatu yang utuh.
13 3. Sumber dan Jenis data
Adapun jenis-jenis dengan sumber data yang digunakan dalam
penelitian ini dibagi menjadi tiga yaitu:
a. Data primer, merupakan keterangan atau fakta yang
diperoleh secara langsung dari dari lapangan, serta data
primer dalam penelitian empiris di peroleh dengan
meminta keterangan dengan pihak yang terkait dengan
permasalahan penelitian yaitu Pihak Kepolisian Resort
Kabupaten Kendal. Fakta dari masyarakat setempat yang
terjadi perjudian dalam balap liar.
b. Data sekunder, merupakan data yang mendukung sumber
data primer berupa data dari buku-buku tentang Tindak
Pidana Perjudian, artikel-artikel yang menjelaskan tentang
balap liar, jurnal tentang tindak perjudian balap liar serta
peraturan perundang-undangan yaitu undang-undang no 7
tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian serta Peraturan
Pemerintah No 9 Tahun 1981 tentang Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 7 tahun 1974 Tentang Penertiban
Perjudianserta KUHP Pasal 303 Tentang Perjudian dan
lain-lain yang berhubungan dengan penelitian skripsi
tersebut.
c. Data tersier, merupakan bahan hukum yang menjelaskan
14
petunjuk bahan primer dan sekunder tentang informasi
yang erat kaitannya dalam membantu proses ini, yaitu:
kamus hukum, dan kamus bahasa Indonesia.
4. Teknik Pengumpulan data
Pada tahap penelitian ini agar diperoleh data yang valid dan bisa
dipertanggungjawabkan, maka data diperoleh melalui:
a. Wawancara
Wawancara sebagai upaya mendekatkan informasi dengan
cara bertanya langsung kepada informan. Tanpa
wawancara peneliti akan kehilangan informasi yang hanya
dapat diperoleh dengan jalan bertanya langsung. Adapun
wawancara yang dilakukan adalah wawancara tidak
berstruktur, dimana di dalam metode ini memungkinkan
pertanyaan yang akurat, arah pertanyaan yang lebih
terbuka, tetap focus, sehingga memperoleh informasi yang
kaya dan pembicaraan yang tidak kaku9.
Dalam metode ini penulis mengadakan tanya jawab
langsung dengan responden atau pihak–pihak dari
Kepolisian Resort, serta mewawancarai juga pelaku-pelaku
balap liar yang melakukan tindak pidana perjudian.
b. Observasi
9Singarimbun, Masri dan Efendi Sofwan, Metode Penelitian Survei, (Jakarta : LP3S,
15
Merupakan metode pengumpulan data dengan pengamatan
langsung terhadap tempat yang dijadikan obyek penelitian
yaitu di wilayah hukum Kabupaten Kendal.
c. Studi pustaka
Studi pustaka adalah pengumpulan data yang dilakukan
secara studi kepustakaan dan peraturan-peraturan yang
berhubungan dengan tujuan penelitian
d. Lokasi
Penelitian yang dilakukan mengambil lokasi di daerah
hukum Kabupaten Kendal karena di daerah ini sering
sekali terjadi tindak pidana perjudian dalam aksi balap liar,
serta pihak yang menangkap pelaku perjudian dan pelaku
balap liar adalah pihak dari Kepolisian Resort Kabupaten
Kendal.
e. Responden
Responden dalam penelitian ini adalah pihak
Kepolisian Resort Kabupaten Kendal diantaranya petugas
dari Polantas untuk mencari tahu pelaku balap liar serta
pihak dari Reserse kriminal untuk mengambil data tindak
pidana perjudian khususnya dalam kegiatan balap liar.
Responden pertama bernama bapak Widiyano dan bapak
16
Kendal, serta bapak Sutikna yaitu Reserse Kriminal Polres
Kabupaten Kendal.
f. Populasi
Populasi adalah kumpulan-kumpulan dari responden
tersebut.Di dalam penelitian ini populasinya adalah
sekelompok pelaku perjudian balap liar yang sering
melakukan perjudian dalam balap liar di wilayah
Kabupaten Kendal
5. Analisis Data
Tahap menganalisa data adalah tahap yang paling penting dan
menentukan dalam suatu penelitian. Data yang diperoleh
selanjutnya dianalisis dengan tujuan menyederhanakan data ke
dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan.
Selain itu data diterjunkan dan dimanfaatkan agar dapat dipakai
untuk menjawab masalah yang diajukan dalam penelitian.
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini ialah analisis
data secara kualitatif, yaitu “Segala sesuatu yang dinyatakan
responden, baik secara tertulis maupun lisan serta perilaku nyata
yang dipelajari dan diteliti sebagai sesuatu yang utuh”.
Penggunaan metode analisis kualitatif dalam penelitian adalah
dengan cara membahas pokok permasalahan berdasarkan data
yang diperoleh baik dari studi kepustakaan maupun dari hasil
17
untuk pemecahan. Sedangkan yang dimaksud dengan metode
analisis interaktif, ialah model analisa yang terdiri dari tiga
komponen pokok, yaitu sebagai berikut:
a. Reduksi data, yaitu bentuk analisa yang mempertegas,
memperpendek, membuat fokus, membuang hal-hal tidak penting
yang muncul dari catatan tertulis di lapangan.
b. Sajian data, yaitu sekumpulan informasi yang memungkinkan
kesimpulan riset dapat dilaksanakan.
c. Kesimpulan, Setelah memahami maksud berbagai hal yang ditemui
dengan melakukan pencatatan peraturan-peraturan,
pertanyaan-pertanyaan, alur sebab akibat akhirnya dapat ditarik sebuah
kesimpulan.
F. SISTEMATIKA SKRIPSI
Pada bab I terdiri dari Pendahuluan, pada bab ini berisikan latar
belakang masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, dan metode
penelitian.
Pada bab II ini terdiri dari Kebijakan Penanggulangan Tindak
Pidana, Teori-Teori Penanggulangan Tindak Pidana, Unsur-Unsur Tindak
Pidana, serta Aspek Kriminologis terhadap Penanggulangan Tindak
Pidana
Pada bab II ini terdiri dari Pengertian dan Ruang Lingkup
Perjudian, Faktor-faktor yang menmbulkan terjadinya Perjudian, serta
18
Pada bab IV ini terdiri dari Hasil penelitian dan Analisis tentang
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya tindak pidana perjudian dalam
balap liar, serta hasil dan analisis tentang upaya dan tindakan yang
dilakukan oleh pihak kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana
perjudian dalam aksi balap liar.
19
BAB II
PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA
A. Pengertian Tindak Pidana Dan Unsur-Unsur Tindak Pidana
Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum
Pidana (KUHP) dikenal dengan istilah stratbaar feit dan dalam
kepustakaan tentang hukum pidana sering mempergunakan istilah delik,
sedangkan pembuat undang-undang merumuskan suatu undang-undang
mempergunakan istilah peristiwa pidana atau perbuatan pidana atau tindak
pidana. Tindak pidana merupakan suatu istilah yang mengandung suatu
pengertian dasar dalam ilmu hukum, sebagai istilah yang dibentuk dengan
kesadaran dalam memberikan ciri tertentu pada peristiwa hukum
pidana.Tindak pidana mempunyai pengertian yang abstrak dari
peristiwa-peristiwa yang kongkrit dalam lapangan hukum pidana, sehingga tindak
pidana haruslah diberikan arti yang bersifat ilmiah dan ditentukan dengan
jelas untuk dapat memisahkan dengan istilah yang dipakai sehari-hari
dalam kehidupan masyarakat1.
Seperti yang diungkapkan oleh seorang ahli hukum pidana yaitu
Moeljatno, yang berpendapat bahwa pengertian tindak pidana yang
menurut istilah beliau yakni perbuatan pidana adalah:
”Perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai
20
ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa
melanggar larangan tersebut.”2
Jadi berdasarkan pendapat tersebut di atas pengertian dari tindak
pidana yang dimaksud adalah bahwa perbuatan pidana atau tindak pidana
senantiasa merupakan suatu perbuatan yang tidak sesuai atau melanggar
suatu aturan hukum atau perbuatan yang dilarang oleh aturan hukum yang
disertai dengan sanksi pidana yang mana aturan tersebut ditujukan kepada
perbuatan sedangkan ancamannya atau sanksi pidananya ditujukan kepada
orang yang melakukan atau orang yang menimbulkan kejadian tersebut.
Dalam hal ini maka terhadap setiap orang yang melanggar aturan-aturan
hukum yang berlaku, dengan demikian dapat dikatakan terhadap orang
tersebut sebagai pelaku perbuatan pidana atau pelaku tindak pidana. Akan
tetapi haruslah diingat bahwa aturan larangan dan ancaman mempunyai
hubungan yang erat, oleh karenanya antara kejadian dengan orang yang
menimbulkan kejadian juga mempunyai hubungan yang erat pula.
Sehubungan dengan hal pengertian tindak pidana ini Bambang
Poernomo, berpendapat bahwa perumusan mengenai perbuatan pidana
akan lebih lengkap apabila tersusun sebagai berikut:
“Bahwa perbuatan pidana adalah suatu perbuatan yang oleh suatu
aturan hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana bagi barang
siapa yang melanggar larangan tersebut.”3.
2Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta: Bina Aksara, 1987, hlm 54 3Poernomo, Bambang. Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1992,
21
Adapun perumusan tersebut yang mengandung kalimat “Aturan
hukum pidana” dimaksudkan akan memenuhi keadaan hukum di Indonesia
yang masih mengenal kehidupan hukum yang tertulis maupun hukum
yang tidak tertulis, Bambang Poernomo, juga berpendapat mengenai
kesimpulan dari perbuatan pidana yang dinyatakan hanya menunjukan
sifat perbuatan terlarang dengan diancam pidana.
Maksud dan tujuan diadakannya istilah tindak pidana, perbuatan
pidana, maupun peristiwa hukum dan sebagainya itu adalah untuk
mengalihkan bahasa dari istilah asing stafbaar feit namun belum jelas
apakah disamping mengalihkan bahasa dari istilah sratfbaar feit
dimaksudkan untuk mengalihkan makna dan pengertiannya, juga oleh
karena sebagian besar kalangan ahli hukum belum jelas dan terperinci
menerangkan pengertian istilah, ataukah sekedar mengalihkan bahasanya,
hal ini yang merupakan pokok perbedaan pandangan, selain itu juga
ditengan-tengan masyarakat juga dikenal istilah kejahatan yang
menunjukan pengertian perbuatan melanggar morma dengan mendapat
reaksi masyarakat melalui putusan hakim agar dijatuhi pidana.
Tindak pidana adalah merupakan suatu dasar yang pokok dalam
menjatuhi pidana pada orang yang telah melakukan perbuatan pidana atas
dasar pertanggung jawaban seseorang atas perbuatan yang telah
dilakukannya, tapi sebelum itu mengenai dilarang dan diancamnya suatu
perbuatan yaitu mengenai perbuatan pidanya sendiri, yaitu berdasarkan
22
ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana jika tidak
ditentukan terlebih dahulu dalam perundang-undangan, biasanya ini lebih
dikenal dalam bahasa latin sebagai Nullum delictum nulla poena sine
praevia lege (tidak ada delik, tidak ada pidana tanpa peraturan lebih
dahulu), ucapan ini berasal dari von feurbach, sarjana hukum pidana
Jerman. Asas legalitas ini dimaksud mengandung tiga pengertian yaitu:
1. Tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana
kalau hal itu terlebih dahulu belum dinyatakan dalam suatu aturan
undang-undang.
2. Untuk menentukan adanya perbuatan pidana tidak boleh
digunakan analogi.
Aturan-aturan hukum pidana tidak boleh berlaku surut.
Tindak pidana merupakan bagian dasar dari pada suatu kesalahan
yang dilakukan terhadap seseorang dalam melakukan suatu kejahatan. Jadi
untuk adanya kesalahan hubungan antara keadaan dengan perbuatannya
yang menimbulkan celaan harus berupa kesengajaan atau kelapaan.
Dikatakan bahwa kesengajaan (dolus) dan kealpaan (culpa) adalah
bentuk-bentuk kesalahan sedangkan istilah dari pengertian kesalahan (schuld)
yang dapat menyebabkan terjadinya suatu tindak pidana adalah karena
seseorang tersebut telah melakukan suatu perbuatan yang bersifat melawan
hukum sehingga atas`perbuatannya tersebut maka dia harus bertanggung
jawabkan segala bentuk tindak pidana yang telah dilakukannya untuk
23
suatu tindak pidana yang telah dilakukan oleh seseorang maka dengan
begitu dapat dijatuhi hukuman pidana sesuai dengan pasal yang
mengaturnya.
Unsur-unsur Tindak Pidana
Dalam kita menjabarkan sesuatu rumusan delik kedalam
unsur-unsurnya, maka yang mula-mula dapat kita jumpai adalah disebutkan
sesuatu tindakan manusia, dengan tindakan itu seseorang telah melakukan
sesuatu tindakan yang terlarang oleh undang-undang. Setiap tindak pidana
yang terdapat di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)
pada umumnya dapat dijabarkan ke dalam unsur-unsur yang terdiri dari
unsur subjektif dan unsur objektif.
Unsur subjektif adalah unsur-unsur yang melekat pada diri si
pelaku atau yang berhubungan dengan diri si pelaku, dan termasuk ke
dalamnya yaitu segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya.
Sedangkan unsur objektif adalah unsur-unsur yang ada hubungannya
dengan keadaan-keadaan, yaitu di dalam keadaan-keadaan mana
tindakan-tindakan dari si pelaku itu harus di lakukan4. Unsur-unsur subjektif dari suatu tindak pidana itu adalah:
1. Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus atau Culpa);
2. Maksud atau Voornemen pada suatu percobaan atau pogging
seperti yang dimaksud dalam Pasal 53 ayat 1 KUHP;
4P.A.F. Lamintang,,.Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia; Bandung, PT. Citra Aditya
24
3. Macam-macam maksud atau oogmerk seperti yang terdapat
misalnya di dalam kejahatan-kejahatan pencurian, penipuan,
pemerasan, pemalsuan dan lain-lain;
4. Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachte raad seperti
yang terdapat di dalam kejahatan pembunuhan menurut Pasal 340
KUHP;
5. Perasaan takut yang antara lain terdapat di dalam rumusan tindak
pidana menurut Pasal 308 KUHP.
Di dalam unsur pidana ada 2 pandangan unsur pidana yaitu:
1) Unsur tindak pidana dalam aliran Monisme
Perbedaan mendasar dari pertentangan antara monisme dan
dualisme tentang delik terletak dalam pembahasan mengenai
perbuatan pidana dan pertanggungjawaban pidana. Kendati
terdapat banyak perbedaan lainnya yang mewarnai perdebatan
antara monisme dan dualisme, akar persoalan tersebut berasal dari
unsur-unsur delik, makna kelakuan (plegen) dan kepembuatan
(daderschap), dan pertanggungjawaban pidana sehingga
melahirkan konsekuensi terhadap pandangan hukum pidana secara
keseluruhan. Aliran Monisme ini dianut oleh banyak ahli hukum
pidana, baik di Belanda maupun di Indonesia, seperti Jonkers,
Simon, Van Hamel, Satochid Kartanegara, dan Lamintang.
Beberapa tokoh monisme memberikan definisi strafbaar feit yang
25
Strafbaar feit yang didefinisikan Pompe sebagai “suatu
pelanggaran kaidah (penggangguan ketertiban hukum), terhadap
mana pelaku mempunyai kesalahan untuk mana pemidanaan
adalah wajar untuk menyelenggarakan ketertiban hukum dan
menjamin kesejahteraan hukum” mengisyaratkan adanya dua unsur
dalam strafbaar feit. Pertama, unsur obyektif yang meliputi
kelakuan atau perbuatan yang mengandung sifat melawan hukum
dan dilarang oleh UU. Kedua, unsur subyektif yang terdiri dari
kesalahan dan kemampuan bertanggung jawab pelaku. Berkaitan
dengan unsur obyektif dan subyektif, Lamintang menyebutkan
bahwa unsur subyektif adalah unsur-unsur yang melekat pada diri
pelaku atau yang berhubungan dengan diri pelaku, dan termasuk ke
dalamnya yaitu segala sesuatu yang terkandung dalam hatinya.
Sedangkan unsur-unsur obyektif adalah unsur-unsur yang ada
hubungannya dengan keadaan, yaitu di dalam
keadaan-keadaan mana tindakan-tindakan dari si pelaku itu harus dilakukan.
Lebih lanjut, Lamintang merinci unsur subyektif dan unsur
obyektif dari perbuatan pidana sebagai berikut:
a) Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus atau
culpa);
b) Maksud atau voornemen pada suatu percobaan
seperti yang dimaksud dalam Pasal 53 ayat 1
26
c) Macam-macam maksud atau oogmerk seperti yang
terdapat misalnya di dalam kejahatan pencurian,
penipuan, pemerasan, pemalsuan dan lain-lain;
d) Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachte
raad seperti yang misalnya terdapat di dalam
kejahatan pembunuhan menurut Pasal 340 KUHP;
e) Perasaan takut atau vress seperti yang antara lain
terdapat di dalam rumusan tindak pidana menurut
Pasal 308 KUHP.
Adapun unsur-unsur obyektif dari perbuatan pidana terdiri dari :
a) Sifat melanggar hukum;
b) Kualitas dari pelaku, misalnya “keadaan sebagai pegawai negeri” di dalam kejahatan jabatan menurut Pasal 415 KUHP atau “keadaan
sebagai pengurus atau komisaris dari suatu perseroan terbatas” di
dalam kejahatan menurut Pasal 398 KUHP;
c) Kausalitas, yakni penyebab hubungan suatu tindakan sebagai
penyebab dengan sesuatu kenyataan sebagai akibat. Dalam hal ini,
Satochid menegaskan adanya “akibat” dari perbuatan tertentu
sebagai salah satu unsur obyektif dari perbuatan pidana.
Pendapat yang sama dikemukakan oleh Jonkers sebagaimana dapat
disimpulkan dari definisinya tentang strafbaar feit (peristiwa pidana)
sebagai perbuatan yang melawan hukum yang berhubungan dengan
27
dipertanggungjawabkan. Menurutnya, kesalahan atau kesengajaan selalu
merupakan unsur dari kejahatan. Dengan demikian, ketidakmampuan
bertanggung jawab dan ketiadaan kesalahan merupakan alasan
pembebasan pelaku karena perbuatan pidana yang dituduhkan tidak
terbukti.
Dengan demikian, berdasarkan pendapat-pendapat para ahli di atas,
dapat ditarik kesimpulan bahwa unsur-unsur delik adalah:
1. Unsur Subjektif, yang merupakan unsur dari pembuat/pelaku
pidana, yaitu:
2. Adanya kesalahan pembuat, yang terdiri dari dolus dan culpa.
3. Adanya kemampuan bertanggung jawab (tidak ada alasan pemaaf).
4. Unsur Objektif, yang merupakan unsur perbuatan, yaitu:
5. Perbuatan tersebut mencocoki rumusan delik dalam
undang-undang
6. Perbuatan tersebut bersifat melawan hukum, baik secara formil
maupun materiil (tidak ada alasan pembenar).
Pandangan monisme memiliki akar historis yang berasal dari
ajaran finale handlungslehre yang dipopulerkan oleh Hans Welzel pada
tahun 1931. Inti ajaran finale handlungslehre menyatakan bahwa
kesengajaan merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan dari perbuatan.
Eksistensi kesengajaan yang termasuk dalam perbuatan disebabkan
argumentasi utama finale handlungslehre, bahwa setiap perbuatan pidana
28
perbuatan tersebut dianggap sebagai perbuatan final (final-subyektif).
Dalam konteks ini, setiap bentuk perbuatan naturalistis yang ditentukan
berdasarkan hubungan kausal tidak termasuk dalam perbuatan pidana.
Karenanya, perbuatan pidana hanya ditujukan kepada perbuatan dan akibat
yang ditimbulkan berdasarkan penetapan kesengajaan pelaku.
Tujuan utama finale handlungslehre adalah menyatukan perbuatan
pidana dan kesalahan, serta melepaskan perbuatan pidana dari konteks
kausalitas. Dengan kata lain, perbuatan adalah kelakuan yang dikendalikan
secara sadar oleh kehendak yang diarahkan kepada akibat-akibat tertentu.
Jadi kesadaran atas tujuan, kehendak yang mengandalikan
kejadian-kejadian yang bersifat kausal itu adalah suatu ”rugggeraat” dari
suatu perbuatan final.
2) Unsur Tindak Pidana dalam aliran Dualisme
Dualisme tentang delik membedakan antara perbuatan pidana dan
pertanggungjawaban pidana. Menurut pandangan ini, kesalahan
merupakan unsur subyektif yang menjadi unsur pertanggungjawaban
pidana. Karena itu, kesalahan tidak mungkin dimasukkan dalam
perbuatan pidana yang hanya mengandung unsur obyektif saja sehingga
perbuatan pidana hanya dapat dilarang (tidak dipidana). Adapun
pemidanaan ditujukan kepada pembuat yang dinyatakan dapat
mempertanggungjawabkan perbuatan dilakukannya. Berdasarkan hal ini,
pemidanaan terhadap pembuat harus melihat dua hal yang terpisah,
29
dapat mempertangungjawabkan (bersalah) dalam melakukan perbuatan
pidana sehingga dapat dipidana. Pemisahan perbuatan pidana dan
pertanggungjawaban pidana ini nampak dalam definisi perbuatan pidana
yang dikemukakan Moeljatno,“perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan
hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana
tertentu, bagi barangsiapa melanggar larangan tersebut”.
Dalam konteks pemisahan perbuatan pidana dan
pertanggungjawaban pidana, suatu perbuatan terjadi apabila perbuatan
tersebut dirangkum dalam UU dan tidak dibenarkan oleh alasan
pembenar. Atas dasar itu, unsur batin harus dilepaskan dari perbuatan
pidana. Kantorowicz menyatakan, sebagaimana dikutip A. Zainal Abidin
Farid, bahwa perbuatan pidana (stafbare handlung) mensyaratkan adanya
perbuatan, persesuaian dengan rumusan UU dan tidak adanya alasan
pembenar. Sedangkan bagi pembuat disyaratkan adanya kesalahan dan
tidak adanya dasar pemaaf.
Pandangan ini juga diperkuat dalam Pasal 350 Wetboek van
Strafvordering Nederland yang memerintahkan hakim yang memeriksa
perkara dipersidangan agar mempertimbangkan dahulu apakah terdakwa
terbukti mewujudkan strafbaarfeit, kalau sudah terbukti barulah hakim
mempertimbangkan apakah terdakwa bersalah (strafbaarheid), kalau
terbukti bersalah dan memenuhi unsur-unsur pertanggungjawaban,
barulah hakim mempertimbangkan tentang pidana atau tindakan yang
30
pertanggungjawaban pidana memudahkan hakim dalam memeriksa
perkara di persidangan. Konsep gradualitas berjenjang yang diamanatkan
Pasal 350 untuk digunakan dalam pemeriksaan perkara tidak terlepas dari
konsep dualisme yang mengadakan diferensiasi perbuatan pidana dan
pertanggungjawaban pidana. Dengan kata lain, ajaran dualisme tidak
hanya berlaku di ranah hukum pidana materiel saja melainkan juga
berlaku dalam hukum acara pidana terutama bagi hakim yang memeriksa
perkara.
B. Kebijakan Penanggulangan Tindak Pidana
Fenomena kejahatan sebagai salah satu bentuk dari “perilaku
menyimpang” selalu ada dan melekat pada tiap bentuk masyaraka.
Menurut Benedict S. Alper kejahatan merupakan the oldest sosial
problem.Sebagai bentuk masalah sosial bahkan masalah kemanusiaan
maka kejahatan perlu segera ditanggulangi. Upaya penanggulangan
kejahatan atau biasa disebut sebagai kebijakan kriminal.
Menurut Marc Ancel kebijakan kriminal (criminal policy) adalah
sebgai berikut :
“Suatu usaha yang rasional dari masyarakat dalam menanggulangi
kejahatan”.
Secara garis besar kebijakan kriminal ini dapat ditempuh melalui
31
1. Upaya Penal, merupakan upaya penanggulangan kejahatan yang
lebih menitikberatkan pada upaya–upaya yang sifatnya repressive
(penindasan/pemberantasan/penumpasan) sesudah kejahat terjadi;
2. Upaya Non-Penal, merupakan upaya penanggulangan kejahatan
yang lebih menitikberatkan pada upaya-upaya yang sifatnya preventif
(pencegahan/penangkalan/pengendalian) sebelum kejahatan tersebut
terjadi. Sasaran utama dari kejahatan ini adalah menangani faktor-faktor
kondusif penyebab terjadinya kejahatan.
G.P. Hoefnagels menggambarkan ruang lingkup upaya
penanggulangan kejahatan (criminal policy) sebagai berikut:
a. penerapan hukum pidana (criminal law application);
b. pencegahan tanpa pidana (prevention without punishment), dan;
c. mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan
pemidanaan lewat media massa (influencing view society on crime and
punishment/ mass media)5.
Berdasarkan ruang lingkup kebijakan kriminal di atas, penerapan
hukum pidana (criminal law application) merupakan salah satu upaya
penanggulangan kejahatan. Penanggulangan kejahatan dengan
menggunakan pidana sebenarnya bukan sebuah metode yang baru,
melainkan cara yang paling tua, setua peradaban manusia sendiri. Bahkan,
32
ada yang secara ekstrem meyebutkan sebagai “older philosophy of crime
control6.
Upaya penanggulangan kejahatan perlu ditempuh dengan
pedekatan kebijakan. Artinya, terdapat keterpaduan (integralitas) antara
politik kriminal dan politik sosial, sekaligus terdapat keterpaduan
(integralitas) antara upaya penanggulangan kejahatan dengan “penal” dan “non-penal”7.
Sebagai upaya penanggulangan kejahatan dengan hukum pidana,
kebijakan hukum pidana merupakan bagian dari kebijakan penegakan
hukum (law enforcement policy), khususnya penegakan hukum pidana,
dan juga merupakan bagian integral dari usaha perlindungan masyarakat
(sosial defence) serta usaha untuk mencapai kesejahteraan masyarakat
(sosial welfare)8.
Dalam hal ini Sudarto mengemukakan penggunaan hukum pidana
sebagai upaya penanggulangan kejahatan hendaknya dilihat dalam
hubungan keseluruhan politik kriminal atau sosial defence planning” yang
merupakan bagian dari pembangunan nasional9.
Hermann Mannheim mengemukakan bahwa dalam hukum pidana
terdapat dua masalah utama yang dihadapi, yaitu:
6Barda Nawawi Arief, Kebijakan Legislatif Dalam Penanggulangan Kejahatan Dengan Pidana Dengan Pidana Penjara, Op. Cit, hlm 18
7Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Op. Cit, hlm 4 8Ibid, hlm 27
33
1) penentuan pandangan tentang nilai-nilai terpentingnya (the
most important values) manakah yang ada pada masa
pembangunan ini;
2) penentuan apakah nilai-nilai itu diserahkan untuk
dipertahankan oleh hukum pidana ataukah diserahkan pada
usaha-usaha lain untuk mempertahankannya10.
Dalam kebijakan hukum pidana terdapat dua masalah sentral yang
harus ditentukan, yaitu:
a. Perbuatan apa yang seharusnya dijadikan tindak pidana,
dan
b. Sanksi apa yang sebaiknya digunakan atau dikenakan
kepada si pelanggar.
Masalah sentral yang pertama umumnya disebut sebagai proses
kriminalisasi, sedangkan masalah yang kedua dikenal dengan proses
penalisasi. Adapun alasan kriminalisasi pada umumnya meliputi :
1. Adanya korban;artinya, perbuatan tersebut harus menimbulkan
seseuatu yang buruk atau menimbulkan kerugian.
2. Kriminalisasi bukan semata-mata ditujukan untuk pembalasan;
3. Harus berdasarkan asas ratio principle, dan
4. Adanya kesepakatan sosial ( public support)
34
Berdasarkan pendekatan yang berorientasi pada kebijakan sosial, maka
Sudarto berpendapat dalam menghadapi masalah sentral yang pertama di atas,
harus diperhatikan hal-hal yang pada intinya :
a. Penggunaan hukum pidana harus memperhatikan tujuan
pembangunan nasional yaitu mewujudkan masyarakat adil makmur
yang merata materiil dan spirituil berdasarkan pancasila;
sehubungan dengan ini maka (penggunaan) hukum pidana
bertujuan untuk menanggulangi kejahatan dan mengadakan
pengugeran terhadap tindakan penanggulangan itu sendiri, demi
kesejahteraan dan pengayoman masyarakat;
b. Perbuatan yang diusahakan untuk dicegah atau ditanggulangi
dengan hukum pidana harus merupakan “perbuatan yang tidak
dikehendaki”, yaitu perbuatan yang mendatangkan kerugian
(materiil dan atau spirituiil) atas warga masyarakat; Penggunaan
hukum pidana harus pula memperhitungkan prinsip “biaya dan hasil”. (cost-benefit principle);
c. Penggunaan hukum pidana harus pula memperhatikan kapasitas
atau kemampuan daya kerja dari badan-badan penegak hukum,
yaitu jangan sampai ada kelampauan beban tugas (overbelasting)11. Menurut Bassiouni, tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh hukum pidana
umumnya terwujud dalam kepentingan-kepentingan sosial yang mengandung
35
nilai tertentu yang perlu dilindungi. Adapun kepentingan-kepentingan sosial
yang dimaksud adalah sebagai berikut:
a. pemeliharaan tertib masyarakat;
b. perlindungan warga masyarakat dari kejahatan, kerugian atau
bahaya yang tak dapat dibenarkan, yang dilakukan oleh orang lain;
c. memasyarakatkan kembali (resosialisasi) para pelanggar hukum;
d. memelihara atau mempertahankan integritas pandangan-pandangan
dasar tertentu mengenai keadilan sosial, martabat kemanusiaan dan
keadilan individu12.
Ditegaskan selanjutnya oleh Bassiouni, bahwa: Sanksi pidana harus
disepadankan dengan kebutuhan untuk melindungi dan mempertahankan
kepentingan-kepentingan tersebut. Pidana hanya dibenarkan apabila ada
kebutuhan yang berguna bagi masyarakat ; pidana yang tidak diperlukan,
tidak dapat dibenarkan dan berbahaya bagi masyarakat. Batas-batas sanksi
pidana ditetapkan pula berdasarkan kepentingan-kepentingan dan nilai-nilai
yang mewujudkannya. Jadi dalam hal ini, disiplin hukum pidana bukan
hanyapragmatis tetapi juga berdasarkan dan berorientasi pada nilai (not only
pragmatic but also value-based and value – oriented).
Dalam hal kriminalisasi dan dekriminalisasi, Bassiouni berpendapat harus
didasarkan pada faktor-faktor kebijakan tertentu yang mempertimbangkan
bermacam-macam faktor sebagai berikut :
36
a) keseimbangan sarana-sarana yang digunakan dalam hubungannya
dengan hasil-hasil yang ingin dicapai;
b) analisis biaya terhadap hasil-hasil yang diperoleh dalam
hubungannya dengan tujuan-tujuan yang dicari;
c) penilaian atau penafsiran tujuan-tujuan yang dicari itu dalam
kaitannya dengan prioritas-prioritas lainnya dalam pengalokasian
sumber-sumber tenaga manusia;
d) pengaruh sosial dari kriminalisasi dan dekriminalisasi yang
berkenaan dengan atau dipandang dari pengaruh-pengaruhnya
yang sekunder13.
Selanjutnya, dikemukakan oleh Bassiouni sebagai berikut: bahwa
pendekatan yang berorientasi pada kebijakan akan memunculkan
permasalahan, yakni berkenaan dengan pengambilan keputusan yang tidak
mengakomodir faktor nilai-nilai yang merupakan faktor subjektif,
sehingga keputusan yang diambil cenderung akan pragmatis dan
kuantitatif.
Masih menurut Bassiouni dikemukakan, bahwa penilaian emosional
seyogyanya oleh badan-badan legislatif dijadikan pertimbangan utama
dalam pengambilan keputusan tersebut (the emotionally laden value
judgment approach), Sedangkan, pendekatan kebijakan dipertimbangkan
sebagai salah satu scientific device digunakan sebagai alternatif . Hal ini
37
digunakan untuk menghindari proses kriminalisasi yang berlebihan, yang
dapat menimbulkan:
1) krisis kelebihan kriminalisasi (the crisis of
over-criminalization),
2) krisis kelampauan batas dari hukum pidana (the crisis of
overreach of the criminal law).
Berkaitan dengan kemungkinan terjadinya over-criminalization jika
proses kriminalisasi berjalan terus-menerus, maka prinsip-prinsip model
law yang dibuat oleh organization for economic co-operation and
development (OECD) dapat dijadikan pedoman untuk menghindarkan
under and overcriminalization, yakni sebagai berikut14:
a. ultima ratio principle, Hukum pidana disiapkan sebagai sarana
terakhir atau senjata pamungkas, meskipun pada kenyataannya
dewasa ini dunia internasional mulai mengarahkan hukum
pidana sebagai premium remedium, khususnya pidana denda
yang sekaligus dapat digunakan sebagai dana bagi
pembangunan di suatu Negara.
b. precision principle ketentuan hukum pidana harus tepat dan
teliti menggambarkan suatu tindak pidana. Perumusan hukum
pidana yang bersifat samar dan umum harus dihindari.
c. clearness principle, tindakan yang dikriminalisasikan harus
digambarkan secara jelas dalam ketentuan hukum pidana.
38
d. principle of differentiation, adanya kejelasan perbedaan
ketentuan yang satu dengan yang lain. Dalam hal ini perlu
dihindari perumusan yang bersifat global/terlalu luas,
multipurpose atau all embracing.
e. principle of intent, tindakan yang dikriminalisasikan harus
dengan dolus (intention), sedangkan untuk tindakan culpa
(negligence) harus dinyatakan dengan syarat khusus untuk
memberikan pembenaran kriminalisasinya.
f. principle of victim application, penyelesaian perkara pidana
harus memperhatikan permintaan atau kehendak korban.
Dalam hal ini kepentingan korban harus diatur dalam rangka
pidana dan pemidanaan.
Dionysios D. Spinellis, Guru Besar Hukum Pidana dan Kriminologi
dari Universitas Athena, Yunani mengemukakan pendapatnya mengenai
proses penalisasi atau kriminalisasi suatu perbuatan, yaitu sebagai
berikut15:
a. Hukum pidana harus benar-benar terbatas pada tindakan-tindakan
serius yang membahayakan kondisi-kondisi kehidupan bersama
manusia di masyarakat. Hukum pidana harus memberikan lebih
banyak usaha dalam menyelidiki secara seksama kasus-kasus
tersebut, sekaligus menjamin hak terdakwa dan hak-hak korban.
39
b. Dalam proses pemidanaan banyak pelanggaran kecil yang
semestinya dikenakan pada sebuah sistem sanksi administratif,
tetapi karena sistem tersebut akan menimbulkan tindakan
sewenang-wenang terhadap individu, maka perlu dipenuhi
syarat-syarat sebagai berikut :
a) Pelanggaran-pelanggaran harus digambarkan secara tepat
dalam hukum;
b) Sanksi-sanksi harus ditetapkan setepat mungkin;
c) Para pegawai Negara yang menerapkan sanksi-sanksi
tersebut harus cukup mendidik;
d) Sebuah prosedur yang tepat dan sederhana harus
ditetapkan;
e) Naik banding atau jalan lain di hadapan pengadilan adalah
sebuah kondisi yang sangat diperlukan.
Menurut Muladi terdapat 3 (tiga) metode pendekatan dalam kebijakan
kriminalisasi dan penalisasi, yaitu16:
a. Metode Evolusioner (evolutionary approach), Metode ini
memberikan perbaikan, penyempurnaan dan amandemen
terhadap peraturan-peraturan yang sudah ada sebelumnya.
b. Metode Global (global approach), Metode ini dilakukan
dengan membuat peraturan tersendiri di luar KUHP.