• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PERJUDIAN DALAM AKSI BALAP LIAR DI WILAYAH HUKUM KABUPATEN KENDAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PERJUDIAN DALAM AKSI BALAP LIAR DI WILAYAH HUKUM KABUPATEN KENDAL"

Copied!
139
0
0

Teks penuh

(1)

PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PERJUDIAN DALAM AKSI BALAP LIAR DI WILAYAH HUKUM KABUPATEN KENDAL

SKRIPSI

Disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Diajukan oleh :

Nama : DYAH AYU RACHMAWATI

NIM : 20120610002

Program studi : Ilmu hukum

Bagian : Hukum Pidana

FAKULTAS HUKUM

(2)

iv

PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN SKRIPSI Bismillahirrohmanirrohim

Saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : Dyah Ayu Rachmawati NIM : 20120610002

Judul Skripsi :PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PERJUDIAN DALAM AKSI BALAP LIAR DI WILAYAH HUKUM KABUPATEN KENDAL

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa penulisan skripsi ini berdasarkan hasil penelitian, pemikiran, pemaparan asli dari saya sendiri. Jika terdapat karya orang lain saya akan mencantumkan sumber yang jelas. Apabila di kemudian hari ternyata terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar sarjana S-1 yang telah diperoleh karena karya tulis ini, dan sanksi lain sesuai dengan peraturan yang berlaku di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya tanpa adanya tekanan dari pihak manapun.

Yogyakarta, 26 Agustus 20126 Yang menyatakan

(3)

v

HALAMAN MOTTO

Sesungguhnya sesudah kesulitan pasti ada kemudahan Apabila kamu telah selesai dari satu urusan

Maka kerjakanlah urusan yang lain Dan kepada Tuhan-Mu maka

(4)

vi

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini di dedikasikan sepenuh hati untuk:

 Orang tua yang selalu mendukung dan mendoakan agar lancar dan dimudahkan semua urusan skripsi ini, khususnya buat mama yang sudah selalu mendengarkan keluh kesah di perjalanan skripsi ini

 Untuk Almarhum papa yang sudah memberikan banyak pelajaran kepada saya walaupun pada saat skripsi ini papa sudah tiada

(5)

vii

KATA PENGANTAR

Alhamdulilah puji syukur yang tidak akan ada habisnya penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Karunia-Nya sepanjang kehidupan, atas Petunjuk-Nya pula penulis dapat menyelesaikan karya tulis (skripsi) ini dalam meraih gelar sarjana S1 dalam bagian Hukum Pidana, Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Skripsi ini tidak akan dapat tersusun tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak yang telah banyak membantu secara tulus dan ikhlas sejak awal penulisan memasuki dunia akademik, kemudia pada pemilihan konsentrasi bagian Hukum Pidana hingga akhirnya pada penyelesaian penulisan skripsi ini. Kesempatan berharga ini kiranya adalah waktu yang tepat bagi penulis untuk mengucapkan dengan tulus rasa terima kasih yang tak terhingga dan rasa syukur serta hormat sebesar-besarnya kepada;

1. Bapak Dr. Trisno Raharjo SH.,M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta sekaligus Dosen pembimbing Skripsi ke 2 yang telah membimbing, mengarahkan penulisan skripsi ini, serta memberikan masukan-masukan keilmuan di sela-sela kesibukan tugasnya sebagai Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

(6)

viii

3. Bapak Mukhtar Zuhdi SH.,M.H selaku Ketua Tim Penguji Skripsi Pidana yang telah secara teliti melakukan pengujian dan memberikan masukan untuk penyempurnaan dalam penulisan skripsi ini.

4. Bapak Endriyo Susila, SH., MCL. selaku Dosen Pembimbing Akademik yang memberikan masukan dalam konsentrasi penulisan skripsi.

5. Segenap jajaran Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan melalui proses belajar mengajar yang menyenangkan dan segenap jajaran karyawan TU Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta terutama Pak Maman dan karyawan perpustakaan yang telah banyak membantu atas informasi dan dispensasi khususnya bagi mahasiswa. 6. Untuk Bapak Widiyanto selaku anggota polantas yang sudah berkenan

untuk saya wawancarai dan saya ajak berbincang-berbincang

7. Untuk Bapak Sutikna selaku reserse Polres Kabupaten Kendal untuk memberikan data untuk skripsi saya

8. Untuk Bapak Suharno selaku anggota Polantas Polres Kabupaten Kendal dan sebagai tetangga saya yang sudah memberikan informasi terkait judul saya

(7)

ix

10.Untuk bude saya yang selalu mengerti kalau keponakannya kekurangan apapun dan selalu ada buat saya selama perjalanan skripsi ini

11.Untuk teman-teman seangkatan 2012 Fakultas Hukum UMY kelas A yang memberikan kebahagiaan disela-sela jenuhnya mengerjakan skripsi ini

12.Untuk Andiningtyas Dwiastuti Muryati, Dwinova Indah K.W, Shafira Ayu Zulfawani teman dari pertama kali kuliah dan alhamdulillah sampai sekarang tetap kompak, tetap gila, tetap solid, tetap crewet, bagiku kecrewetan kalian yang membuat suasana tidak kosong, khususnya Andiningtyas yang sudah banyak sekali merepotkan aku bahkan sampai aku lelah tapi tetap di repotkan, tapi sebaliknya saya juga banyak merepotkan

13.Untuk adek kelas angkatan 2013 Fakultas Hukum UMY Ratna Setiani Putri, seperti namanya yang selalu setia menemani saya kemana saja, selalu saya repotkan walaupun km sudah bete tapi saya benar-benar beruntung punya adek kelas sepertimu

14.Untuk Adika Sarasvati yang sekaligus adek kelas angkatan 2014 tetapi Fakultas Bahasa Jepang yang selalu membuat saya terhibur sekali dalam pembuatan skripsi ini, memberikan motivasi-motivasi yang sebenernya kosong tapi menyenangkan sekali bagi saya, tingkah

(8)

x

saya wawancarai terkait judul saya, serta memberikan informasi terkait judul skripsi saya

16.Terima kasih untuk Nanda Dipta Mandala untuk support dan dukungannya serta doa sehinnga perjalanan skripsi saya berlancar dengan lancar

17.Untuk Yudhi Rizkiawan S.T yang sudah membantu di balik layar dalam pembuatan skripsi saya yang mendukung dan membantu dalam skripsi ini

18.Untuk teman-teman Paduan Suara Mahasiswa Sunshine Voice yang sudah mengenalkan saya dengan UKM yang sekaligus hoby saya, yang sudah memberikan saya semangat dengan gaya kalian dan dengan cara kalian masing-masing yang unik dan beragam, saya tidak pernah meendapatkan orang-orang yang beragam seperti kalian, mengenalkan saya pada arti pertemanan dan memperdalam hoby saya

19.Buat teman-teman seperjuangan tetapi di luar UMY, seperti teman saya yang ada di UNDIP, UNNES, UNISULA dan masih banyak lagi kalian sudah sepenuhnya mensuport dan membantu berjalannya skripsi ini

(9)

xi

Semoga amal ibadah dan niat tulus mendapatkan imbalan yang setimpal dari Allah SWT, amin. Penulis sangat menyadari bahwa dalam menyusun skripsi ini masih jauh dari sempurna dan terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu penulis berharap banyak adanya masukan, saran dan kritik membangun guna memperbaiki skripsi ini sebagai upaya memberikan kontribusi dalam perkembangan keilmuan hukum. semoga penulisan skripsi ini dapat memenuhi persyaratan yang telah ditentukan dan dapat bermanfaat bagi pembaca. Amien

Yogyakarta, 28 Agustus 2016

(10)

xii DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Halaman Persetujuan ... ii

Halaman Pengesahan ... iii

Pernyataan Keaslian Penulisan Skripsi ...iv

Halaman Motto... v

Halaman Persembahan ...vi

Kata Pengantar... vii

Daftar Isi ... xii

Abstrak ... xv

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang ... 1

B.Rumusan Masalah ... 4

C.Tujuan Penelitian ... 4

D.Tinjauan Pustaka ... 5

E.Metode Penelitian... 11

F. Sistematika Penulisan Skripsi ... 17

BAB II PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA A. Pengertian Tindak Pidana serta Unsur-unsur Tindak Pidana ... 19

B. Kebijakan Penanggulangan Tindak Pidana ... 30

(11)

xiii

1. Penyebab adanya Tindak Pidana ... 40 2. Teori Penanggulangan Tindak Pidana ... 41

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJUDIAN

A. Pengertian dan Ruang Lingkup Perjudian ... 48 1. Pengertian umum tentang Perjudian ... 48 2. Unsur-unsur Perjudian ... 56 3. Bentuk-bentuk Perjudian Menurut PP

No 9 Tahun 1981 Tentang Pelaksaan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974 Tentang Penertiban Perjudian ... 57 4. Perjudian Dalam Balap Liar ... 65 B. Faktor-Faktor yang menimbulkan adanya

Perjudian ... 70 C. Pengaturan Perjudian Dalam KUHP ... 73 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

A. Upaya-upaya yang di lakukan pihak kepolisian untuk menanggulangi terjadinya

tindak pidana perjudian dalam aksi balap liar. ... 93 B. Peran serta masyarakat untuk menanggulangi

tindak pidana perjudian dalam aksi balap liar ... 106

BAB V PENUTUP

(12)

xiv

(13)

xv Abstrak

Perjudian adalah salah satu tindak pidana yang sulit sekali di atasi maupun di cegah, karena perkembangan perjudian sekarang semakin gencar dan para pelaku perjudian semakin cerdik dan lihay dibandingkan para pihak kepolisian untuk menangkap pelaku perjudian itu. Begitu pula kehadiran balap liar yang menimbulkan terjadinya perjudian di dalam kegiatan atau aksi balap liar tersebut. Penulisan skripsi ini yang akan menjadi rumusan masalahnya adalah upaya-upaya yang dilakukan pihak Kepolisian untuk menanggulangi terjadinya tindak pidana perjudian dalam aksi balap liar, serta peran serta masyarakat untuk menanggulangi tindak pidana perjudian dalam aksi balap liar.

Penelitian ini merupakan penelitian hukum yuridis empiris. Pendekatan digunakan adalah pendekatan kualitatif deskripstif yang selanjutnya menghasilkan data deskriptif analisis. Sumber data terdiri dari sumber data primer, sumber data sekunder, dan data tersier.

Hasil dari penelitian penanggulangan tindak pidana perjudian dalam aksi balap liar di wilayah Kabupaten Kendal, pihak Upaya-upaya penanggulangan perjudian dalam aksi balap liar oleh pihak kepolisian adalah: Metode Pre-Emtif, adalah upaya-upaya awal yang dilakukan oleh pihak kepolisian untuk mencegah terjadinya tindak pidana. Metode preventif, metode preventif ini adalah suatu upaya untuk mencegah timbulnya atau berkembangnya suatu kejahatan atau gangguan kamtibmas dan untuk menimalkan factor-faktor kriminogen sehingga pada akhirnya dapat menimbulkan kondisi positif, dalam kaitannya dengan perjudian balap liar. Metode represif, metode represif ini adalah metode dengan menggunakan kekerasan dan tindakan, ini dilakukan bertujuan untuk agar jumlah penjudi dan pelaku balap liar bisa berkurang atau bahkan di hilangkan. Peran masyarakat dalam menanggulangi tindak pidana perjudian dalam aksi balap liar adalah dengan melakukan pencegahan terhadap perjudian balap liar dan memberikan peringatan yang sangat keras salah satunya yaitu dengan memasang spanduk peringatan dilarang melakukan balap liar serta perjudian balap liar di wilayah tersebut dan apabila masih ada yang melakukan tindakan itu akan langsung di laporkan ke Pihak Kepolisian agar semua pelaku diamankan dan di berikan hukuman yang membuat mereka jera

(14)
(15)
(16)
(17)

xv Abstrak

Perjudian adalah salah satu tindak pidana yang sulit sekali di atasi maupun di cegah, karena perkembangan perjudian sekarang semakin gencar dan para pelaku perjudian semakin cerdik dan lihay dibandingkan para pihak kepolisian untuk menangkap pelaku perjudian itu. Begitu pula kehadiran balap liar yang menimbulkan terjadinya perjudian di dalam kegiatan atau aksi balap liar tersebut. Penulisan skripsi ini yang akan menjadi rumusan masalahnya adalah upaya-upaya yang dilakukan pihak Kepolisian untuk menanggulangi terjadinya tindak pidana perjudian dalam aksi balap liar, serta peran serta masyarakat untuk menanggulangi tindak pidana perjudian dalam aksi balap liar.

Penelitian ini merupakan penelitian hukum yuridis empiris. Pendekatan digunakan adalah pendekatan kualitatif deskripstif yang selanjutnya menghasilkan data deskriptif analisis. Sumber data terdiri dari sumber data primer, sumber data sekunder, dan data tersier.

Hasil dari penelitian penanggulangan tindak pidana perjudian dalam aksi balap liar di wilayah Kabupaten Kendal, pihak Upaya-upaya penanggulangan perjudian dalam aksi balap liar oleh pihak kepolisian adalah: Metode Pre-Emtif, adalah upaya-upaya awal yang dilakukan oleh pihak kepolisian untuk mencegah terjadinya tindak pidana. Metode preventif, metode preventif ini adalah suatu upaya untuk mencegah timbulnya atau berkembangnya suatu kejahatan atau gangguan kamtibmas dan untuk menimalkan factor-faktor kriminogen sehingga pada akhirnya dapat menimbulkan kondisi positif, dalam kaitannya dengan perjudian balap liar. Metode represif, metode represif ini adalah metode dengan menggunakan kekerasan dan tindakan, ini dilakukan bertujuan untuk agar jumlah penjudi dan pelaku balap liar bisa berkurang atau bahkan di hilangkan. Peran masyarakat dalam menanggulangi tindak pidana perjudian dalam aksi balap liar adalah dengan melakukan pencegahan terhadap perjudian balap liar dan memberikan peringatan yang sangat keras salah satunya yaitu dengan memasang spanduk peringatan dilarang melakukan balap liar serta perjudian balap liar di wilayah tersebut dan apabila masih ada yang melakukan tindakan itu akan langsung di laporkan ke Pihak Kepolisian agar semua pelaku diamankan dan di berikan hukuman yang membuat mereka jera

(18)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hukuman tidak bisa lepas dari manusia, apabila kita membicarakan

hukum maka kita tidak bisa lepas dari manusia1. Dimana dalam masa

sekarang ini yang terjadi di Kabupaten Kendal maraknya tindak perjudian

dalam aksi balap liar.Semakin banyak dan semakin menyebar dari tahun

ke tahun jumlah peristiwa tindak pidana perjudian ini menyebabkan

resahkan warga di wilayah dan pengguna jalan raya yang sedang

melintasnya itu.

Menjadi trend sekarang yang terjadi pada saat ini di wilayah Kabupaten Kendal banyak kejadian fenomena di era globalisasi yang

kerap sekali dijumpai atau lihat pada waktu malam hari. Banyak sekali

remaja pada jaman sekarang yang mengikuti trend jaman sekarang untuk

menjadi lebih bergaya dibandingkan lainnya agar bisa di sanjung oleh

teman-temannya. Khususnya di kalangan remaja yang dibawah umur

melakukan hal-hal yang negatif yang merugikan, bukan hanya merugikan

dirinya tetapi merugikan juga bagi orang lain. Contohnya, balap liar,

karena remaja masa mempunyai jiwa keinginn tahuan yang cukup tinggi

terpengaruh dari film atau sekedar ingin mencari nama dan di bilang

jagoan saja. Balap liar adalah kegiatan beradu kecepatan kendaraan, baik

1 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum(Suatu Pengantar), Liberty Yogyakarta,

(19)

2

sepeda motor maupun mobil yang dilakukan di lintasan umum. Artinya

kegiatan ini sama sekali tidak digelar di lintasan yang resmi, melainkan di

jalan raya, yang biasanya kegiatan ini dilakukan pada waktu tengah malam

hingga menjelang pagi pada saat suasana jalan raya sudah mulai lengang.

Pertama kali berawal dari hanya sekedar menonton, rasa penasaran,

akhirnya mencoba ikut serta dalam balapan liar yang juga di perkuat oleh

dorongan dari teman. Tetapi sebagian dari mereka hanya merasakan

kenikmatannya saja tanpa memikirkan resiko yang akan terjadi. Selain itu

kebanyakan dari mereka mengatakan bahwa mengendarai motor dengan

kecepatan tinggi akan menambah tingkat konsentrasi dan penyesuaian diri.

Biasanya kegiatan ini dilakukan pada tengah malam sampai menjelang

pagi saat suasana jalan raya sudah mulai lengang.

Balapan liar pada saat ini sudah tidak asing lagi bagi masyarakat

luas, justru bagi masyarakat kalangan bawah balapan liar merupakan

hiburan tersendiri, Sebagian besar pelaku balap liar ini justru bukannya

golongan menengah tapi melainkan golongan bawah. Remaja yang berasal

dari keluarga golongan bawah/keluarga miskin ini adalah pelaku dari

balapan liar. Balap liar biasanya di dominasi oleh para remaja yang masih

menginjak bangku SMA bahkan ada yang masih smp atau yang masih

dibawah umur. Ternyata dari pengalaman mereka bahwa balapan liar

tersebut sudah sengaja diadakan yang dikoordinir oleh pemilik bengkel

agar mereka mau dibujuk untuk memodifikasi mesin motor mereka

(20)

3

cara kredit (baru 5 bulan sudah 2 kali turun mesin atau jebol dengan biaya

yang tidak sedikit), ini akan sangat terasa pada saat krisis ekonomi global

sekarang ini. Kegiatan balapan motor tersebut ternyata sudah ada kerja

sama dengan oknum dari aparat kepolisian setempat untuk mendapatkan

bocoran apabila akan diadakan razia dengan cara menyuruh mereka

pindah.

Di dalam pergaulan masyarakat, setiap hari terjadi hubungan antara

anggota-anggaota masyarakat yang satu dengan lain, pergaulan tersebut

menimbulkan berbagai peristiwa atau kejadian yang dapat menggerakkan

peristiwa hukum. Akibat dari peristiwa hukum yang banyak terjadi di

masyarakat akan menyebabkan banyaknya tindak kejahatan. Dari

banyaknya motif kejahatan dan tindak kriminal, salah satu hal yang cukup

menarik adalah tindak pidana balap liar yang di dalamnya terdapat

perjudian.2

Dampak yang ditimbulkan dari balap liar banyak pelanggaran yang

dilakukan diantara lain memodifikasi motor tanpa izin dan melakukan uji

tipe atas kendaraan bermotor yang dimodifikasinya tersebut dalam

Undang-Undang Lalu Lintas Nomor 22 Tahun 2009 dan PP Nomor 55

Tahun 2012,mengancam keselamatan orang lain, dan khususnya perjudian

(KUHP Pasal 303 ayat 3).

(21)

4

Dalam tugasnya kepolisian merupakan aparat penegak hukum yang

berwenang untuk melakukan dan melaksanakan ketertiban dalam

masyarakat, dari sini upaya kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana

perjudian balap liar sangat di butuhkan guna mengetahui faktor-faktor

apakah yang menimbulkan perjudian dalam balap liar upaya-upaya apa

yang akan dilakukan kepolisian untuk menanggulangi tindak pidana

perjudian balap liar. Dari adanya pemaparan di atas sehingga lahir

penelitian empiris yang yang akan ditulis oleh penulis dengan judul

PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PERJUDIAN DALAM AKSI

BALAP LIAR.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Upaya-upaya apakah yang di lakukan oleh pihak kepolisian untuk

menanggulangi terjadinya tindak pidana perjudian dalam aksi balap

liar?

2. Bagaimanakah peran masyarakat untuk menanggulangi tindak pidana

perjudian dalam aksi balap liar?

C. TUJUAN

1. Untuk mengetahui upaya-upaya apa sajakah yang akan dilakukan oleh

pihak kepolisian untuk menanggulangi tindak pidana perjudian dalam

kegiatan balap.

2. Untuk mengetahui peran masyarakat untuk menanggulangi tindak

(22)

5 D. Tinjauan Pustaka

1. Pengertian Tindak Pidana Perjudian

Perjudian merupakan salah satu permainan tertua di dunia hampir

setiap negara mengenalnya sebagai sebuah permainan

untung-untungan. Judi juga merupakan sebuah permasalahan sosial

dikarenakan dampak yang ditimbulkan amat negatif bagi kepentingan

nasional teruama bagi generasi muda karena menyebabkan para

pemuda cenderung malas dalam bekerja dan dana yang mengalir

dalam permainan ini cukup besar sehingga dana yang semula dapat

digunakan untuk pembangunan malah mengalir untuk permainan judi,

judi juga bertentangan dengan agama, moral dan kesusilaan..

Permainan judi juga dapat menimbulkan ketergantungan dan

menimbulkan kerugian dari segi meteril dan imateril tidak saja bagi

para pemain tetapi juga keluarga mereka.ndian dapat dipandang

sebagai perjudian di mana aturan mainnya adalah dengan cara

menentukan suatu keputusan dengan pemilihan acak. Undian

biasanya diadakan untuk menentukan pemenang suatu hadiah.

Sebagai contohnya adalah undian di mana peserta harus membeli

sepotong tiket yang diberi nomor.Nomor tiket-tiket ini lantas

secara acak ditarik dan nomor yang ditarik adalah nomor

pemenang.Pemegang tiket dengan nomor pemenang ini berhak atas

hadiah tertentu.Banyak negarayang melarang perjudian sampai

taraf tertentu, Karena perjudian mempunyai konsekuensi sosial

(23)

6

undang-undang berjudi sampai taraf tertentu.Beberapa

negara-negara Islam melarang perjudian, hampir semua negara-negara

mengatur itu. Kebanyakan hukum negara tidak mengatur tentang

perjudian, dan memandang sebagai akibat konsekuensi

masing-masing, dan tak dapat dilaksanakan oleh proses yang sah sebagai

undang-undang. Dengan begitu organisasikriminal sering

mengambil alih penyelenggaraan dari utangperjudian besar,

kadang-kadang menggunakan metode yang kejam, sepertimafia,

triad, atau yakuza.

Beberapa masalah dalam perjudian:

1) Beberapa orang akan menjadi ketagihan. Mereka tidak

dapat berhenti berjudi, dan kehilangan banyak uang.

2) Kadang-kadang judi tidaklah adil. Jika anda menang atau

kalah, maka anda harus membayar sejumlah uang

Beberapa perjudian yang sama sering dinamakan lotre, lotto

(atau lottery), ada beberapanegarayang mengadakan perjudian ini. Biasanya, mereka harus menebak 7 dari 45 atau 50nomor yang

benar sebelum di undi

2. Tinjauan umum tentang Balap Liar

Balapan liar adalah kegiatan beradu cepat kendaraan, baik sepeda

motor maupun mobil, yang dilakukan diatas lintasan umum.

Artinya kegiatan ini sama sekali tidak digelar dilintasan balap

(24)

7

pada tengah malam sampai menjelang pagi saat suasana jalan raya

sudah mulai lenggang.

Kajian tentang kenakalan remaja berkaitan dengan balap liar

menjadi penting untuk dikaji setidaknya disebabkan oleh beberapa

hal, antara lain: Pertama, bahwa balap liar yang menjadi fenomena

dikalangan remaja telah menimbulkan banyak kerugian bagi

masyarakat. Banyak korban jiwa yang ditimbulkan dari adanya

perilaku balap liar ini. Berdasarkan data kecelakaan lalu lintas

selama tahun 2012 yang dilansir Divisi Humas Mabes Polri atas

rekap Korps Lalu Lintas Kepolisian Republik Indonesia

(Korlantas Polri) menyebutkan, sepanjang tahun lalu, ada 117.949

(seratus tujuh belas ribu sembilan ratus empat puluh sembilan)

kecelakaan. Dari ratusan ribu jumlah tersebut, lebih dari

setengahnya disumbang oleh angka kecelakaan sepeda motor. Ada

111.015 (seratus sebelas ribu lima belas) kali kecelakaan sepeda

motor yang terjadi sepanjang tahun. Catatan Indonesia Police Watch (IPW) sejak 2009 hingga kini 2 sudah terdapat 195 (seratus

sembilan puluh lima) orang tewas di arena balap liar. Tahun 2009

terdapat 68 (enam puluh delapan) orang tewas di arena balapan

(25)

8

ada 62 (enam puluh dua) orang tewas dan 2011 terdapat 65 (enam

puluh lima) tewas.3

3. Tindak Pidana Perjudian Dalam KUHP

Tindak pidana perjudian yang terjadi di Indonesia telah mengakibatkan

jumlah kerugiannya sangatlah besar, Pelaku dari tindak pidana

perjudian ini berharap mendapatkan keberuntungan yang besar melalui

cara mengadu nasib dengan berjudi. Dengan sering melakukan

kegiatan berjudi tersebut mengakibatkan sedikit demi sedikit uang

akan habis, kemudian harta benda dijual, rumah dan tanah digadaikan.

Dengan demikian bisa mengakibatkan tingkat kemiskinan serta

pengganguran yang tinggi di masyarakat. Perjudian pada dasarnya

permainan di mana adanya pihak yang saling bertaruh untuk memilih

satu pilihan di antara beberapa pilihan dimana hanya satu pilihan saja

yang benar dan menjadi pemenang yang berarti pemain yang kalah

taruhan akan memberikan taruhannya kepada si pemenang. Peraturan

perjudian dan jumlah taruhan ditentukan dam disepakati sebelum

pertandingan dimulai.Salah satu syarat untuk hidup sejahtera dalam

masyarakat adalah tunduk kepada tata tertib atas peraturan di

masyarakat atau negara, kalau tata tertib yang berlaku dalam

masyarakat itu lemah dan berkurang maka kesejahteraan dalam

masyarakat yang bersangkutan akan mundur dan mungkin kacau sama

3Website, Yudha Manggala P Putra, Polri: Motor Sumbang Angka Kecelakaan Paling

(26)

9

sekali. Untuk mendapatkan gambaran dari hukum pidana, maka

terlebih dahulu dilihat pengertian dari pada hukum pidana. Menurut

Moeljatnodalam bukunya Asas-asas Hukum Pidana, “Hukum pidana

adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku disuatu

negara, yang dasar-dasar aturan untuk:

a. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh

dilakukannya,yang dilarang, yang disertai ancaman atau sanksi

yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa melanggar larangan

tersebut.

b. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang

telah melanggar larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana

sebagaimana yang telah diancamkan.

c. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat

dilaksanakan apabila orang yang disangka telah melanggar

larangan tersebut.4

Dalam hukum pidana modern reaksi ini tidak hanya berupa pidana akan

tetapi juga apa yang disebut tindakan, yang bertujuan untuk melindungi

masyarakat dari perbuatan-perbuatan yang merugikannya. Selanjutnya

karena tujuan hukum pidana mempunyai kaitan dengan pemidanaan, maka

sesuai dengan rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tahun

1972 dapat dijumpai gagasan tentang maksud dan tujuanpemidanaan

adalah:

(27)

10

1) Untuk mencegah dilakukan tindak pidana demipenganyoman

negara,masyarakat dan penduduk.

2) Untuk membimbing agar terpidana insaf dan menjadi anggota

yangberbudi baik dan berguna.

3) Untuk menghilangkan noda-noda diakibatkan oleh tindakpidana.

4) pemidanaan tidak diperkenankan merendahkan martabat manusia.5

4. Teori Hukum Penanggulangan Tindak Pidana Perjudian

Dalam usaha untuk menanggulangi kejahatan mempunyai dua cara yaitu

preventif (mencegah sebelum terjadinya kejahatan) dan tindakan

represif (usaha sesudah terjadinya kejahatan). Berikut ini diuraikan

pula masing-masing usaha tersebut

1. Tindakan Preventif

Tindakan preventif adalah tindakan yang dilakukan untuk

mencegah atau menjaga kemungkinan akan terjadinya kejahatan.

Menurut A. Qirom Samsudin M, dalam kaitannya untuk melakukan

tindakan preventif adalah mencegah kejahatan lebih baik daripada

mendidik penjahat menjadi baik kembali, sebab bukan saja

diperhitungkan segi biaya, tapi usaha ini lebih mudah dan akan

mendapat hasil yang memuaskan atau mencapai tujuan.6

Tindakan Represif adalah segala tindakan yang dilakukan oleh

aparatur penegak hukum sesudah terjadinya tindakan

5Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, Alumni, Bandung, 1983, hal.50

6 A. Qirom Samsudin M, Sumaryo E., Kejahatan Anak Suatu Tinjauan Dari Segi

(28)

11

pidana.7Tindakan represif juga disebutkan sebagai pencegahan

khusus, yaitu suatu usaha untuk menekankan jumlah kejahatan

dengan memberikan hukuman (pidana) terhadap pelaku kejahatan

dan berusaha pula melakukan perbuatan denganjalan memperbaiki

si pelaku yang berbuat kejahatan. Jadi lembaga permasyarakatan

bukan hanya tempat untuk mendidik narapidana untuk tidak lagi

menjadi jahat atau melakukan kejahatan yang pernah dilakukan.

Pokok-pokok usaha penanggulangan kejahatan sebagaimana tersebut

diatas merupakan serangkaian upaya atau kegiatan yang dilakukan oleh

polisi dalam rangka menanggulangi kejahatan, termasuk tindak pidana

perjudian.

E. METODE PENELITIAN

Suatu metode ilmiah dapat dipercaya apabila disusun dengan

mempergunakan suatu metode yang tepat. Metode merupakan cara kerja

atau tata kerja untuk dapat memahami obyek yang menjadi sasaran dari

ilmu pengetahuan yang bersangkutan. Metode adalah pedoman–pedoman,

cara seseorang ilmuwan mempelajari dan memahami lingkungan–

lingkungan yang dihadapi. Dalam penelitian ini penulis menggunakan

metode–metode sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian menggunakan tipe penelitian yuridis empiris .Tipe

penelitian yuridis empiris adalah suatu metode penelitian hukum yang

7 Soejono D,Penanggulangan Kejahatan (Crime Prevention), Alumni, Bandung, 1976,

(29)

12

berfungsi untuk melihat hukum dalam artian nyata dan meneliti

bagaimana bekerjanya hukum di lingkungan masyarakat. Dikarenakan

dalam penelitian ini meneliti orang dalam hubungan hidup di

masyarakat.Dapat dikatakan bahwa penelitian hukum yang diambil

dari fakta-fakta yang ada di dalam suatu masyarakat, badan hukum

atau badan pemerintah. Dalam penelitian semacam itu, hukum di

tempatkan sebagai variable terikat dan factor-faktor non hukum yang

mempengaruhi hukum dipandang sebagai variable bebas.8 Penelitian

yuridis empiris adalah penelitian yang mempelajari, meneliti, dan

mengkaji tingkat efektif penanggulangan tindak pidana perjudian

dalam balap liar yang diatur di dalam Kitab Undang-undang Hukum

Pidana pada Pasal 303 tentang perjudian serta Peraturan Pemerintah

Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1981 tentang Pelaksanaan

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian

oleh Pihak Kepolisian Resort terhadap pelaku tindak pidana perjudian

balap liar.

2. Metode Pendekatan

Metode pendekatan yang dipakai ialah metode pendekatan

kualitatif yang selanjutnya akan menghasilkan data deskriptif

analisis. Penyusunan meneliti dan mempelajari data yang di

nyatakan oleh responden secara tertulis maupun lisan serta

meliputi tingkah laku yang nyata sebagai sesuatu yang utuh.

(30)

13 3. Sumber dan Jenis data

Adapun jenis-jenis dengan sumber data yang digunakan dalam

penelitian ini dibagi menjadi tiga yaitu:

a. Data primer, merupakan keterangan atau fakta yang

diperoleh secara langsung dari dari lapangan, serta data

primer dalam penelitian empiris di peroleh dengan

meminta keterangan dengan pihak yang terkait dengan

permasalahan penelitian yaitu Pihak Kepolisian Resort

Kabupaten Kendal. Fakta dari masyarakat setempat yang

terjadi perjudian dalam balap liar.

b. Data sekunder, merupakan data yang mendukung sumber

data primer berupa data dari buku-buku tentang Tindak

Pidana Perjudian, artikel-artikel yang menjelaskan tentang

balap liar, jurnal tentang tindak perjudian balap liar serta

peraturan perundang-undangan yaitu undang-undang no 7

tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian serta Peraturan

Pemerintah No 9 Tahun 1981 tentang Pelaksanaan

Undang-Undang Nomor 7 tahun 1974 Tentang Penertiban

Perjudianserta KUHP Pasal 303 Tentang Perjudian dan

lain-lain yang berhubungan dengan penelitian skripsi

tersebut.

c. Data tersier, merupakan bahan hukum yang menjelaskan

(31)

14

petunjuk bahan primer dan sekunder tentang informasi

yang erat kaitannya dalam membantu proses ini, yaitu:

kamus hukum, dan kamus bahasa Indonesia.

4. Teknik Pengumpulan data

Pada tahap penelitian ini agar diperoleh data yang valid dan bisa

dipertanggungjawabkan, maka data diperoleh melalui:

a. Wawancara

Wawancara sebagai upaya mendekatkan informasi dengan

cara bertanya langsung kepada informan. Tanpa

wawancara peneliti akan kehilangan informasi yang hanya

dapat diperoleh dengan jalan bertanya langsung. Adapun

wawancara yang dilakukan adalah wawancara tidak

berstruktur, dimana di dalam metode ini memungkinkan

pertanyaan yang akurat, arah pertanyaan yang lebih

terbuka, tetap focus, sehingga memperoleh informasi yang

kaya dan pembicaraan yang tidak kaku9.

Dalam metode ini penulis mengadakan tanya jawab

langsung dengan responden atau pihak–pihak dari

Kepolisian Resort, serta mewawancarai juga pelaku-pelaku

balap liar yang melakukan tindak pidana perjudian.

b. Observasi

9Singarimbun, Masri dan Efendi Sofwan, Metode Penelitian Survei, (Jakarta : LP3S,

(32)

15

Merupakan metode pengumpulan data dengan pengamatan

langsung terhadap tempat yang dijadikan obyek penelitian

yaitu di wilayah hukum Kabupaten Kendal.

c. Studi pustaka

Studi pustaka adalah pengumpulan data yang dilakukan

secara studi kepustakaan dan peraturan-peraturan yang

berhubungan dengan tujuan penelitian

d. Lokasi

Penelitian yang dilakukan mengambil lokasi di daerah

hukum Kabupaten Kendal karena di daerah ini sering

sekali terjadi tindak pidana perjudian dalam aksi balap liar,

serta pihak yang menangkap pelaku perjudian dan pelaku

balap liar adalah pihak dari Kepolisian Resort Kabupaten

Kendal.

e. Responden

Responden dalam penelitian ini adalah pihak

Kepolisian Resort Kabupaten Kendal diantaranya petugas

dari Polantas untuk mencari tahu pelaku balap liar serta

pihak dari Reserse kriminal untuk mengambil data tindak

pidana perjudian khususnya dalam kegiatan balap liar.

Responden pertama bernama bapak Widiyano dan bapak

(33)

16

Kendal, serta bapak Sutikna yaitu Reserse Kriminal Polres

Kabupaten Kendal.

f. Populasi

Populasi adalah kumpulan-kumpulan dari responden

tersebut.Di dalam penelitian ini populasinya adalah

sekelompok pelaku perjudian balap liar yang sering

melakukan perjudian dalam balap liar di wilayah

Kabupaten Kendal

5. Analisis Data

Tahap menganalisa data adalah tahap yang paling penting dan

menentukan dalam suatu penelitian. Data yang diperoleh

selanjutnya dianalisis dengan tujuan menyederhanakan data ke

dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan.

Selain itu data diterjunkan dan dimanfaatkan agar dapat dipakai

untuk menjawab masalah yang diajukan dalam penelitian.

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini ialah analisis

data secara kualitatif, yaitu “Segala sesuatu yang dinyatakan

responden, baik secara tertulis maupun lisan serta perilaku nyata

yang dipelajari dan diteliti sebagai sesuatu yang utuh”.

Penggunaan metode analisis kualitatif dalam penelitian adalah

dengan cara membahas pokok permasalahan berdasarkan data

yang diperoleh baik dari studi kepustakaan maupun dari hasil

(34)

17

untuk pemecahan. Sedangkan yang dimaksud dengan metode

analisis interaktif, ialah model analisa yang terdiri dari tiga

komponen pokok, yaitu sebagai berikut:

a. Reduksi data, yaitu bentuk analisa yang mempertegas,

memperpendek, membuat fokus, membuang hal-hal tidak penting

yang muncul dari catatan tertulis di lapangan.

b. Sajian data, yaitu sekumpulan informasi yang memungkinkan

kesimpulan riset dapat dilaksanakan.

c. Kesimpulan, Setelah memahami maksud berbagai hal yang ditemui

dengan melakukan pencatatan peraturan-peraturan,

pertanyaan-pertanyaan, alur sebab akibat akhirnya dapat ditarik sebuah

kesimpulan.

F. SISTEMATIKA SKRIPSI

Pada bab I terdiri dari Pendahuluan, pada bab ini berisikan latar

belakang masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, dan metode

penelitian.

Pada bab II ini terdiri dari Kebijakan Penanggulangan Tindak

Pidana, Teori-Teori Penanggulangan Tindak Pidana, Unsur-Unsur Tindak

Pidana, serta Aspek Kriminologis terhadap Penanggulangan Tindak

Pidana

Pada bab II ini terdiri dari Pengertian dan Ruang Lingkup

Perjudian, Faktor-faktor yang menmbulkan terjadinya Perjudian, serta

(35)

18

Pada bab IV ini terdiri dari Hasil penelitian dan Analisis tentang

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya tindak pidana perjudian dalam

balap liar, serta hasil dan analisis tentang upaya dan tindakan yang

dilakukan oleh pihak kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana

perjudian dalam aksi balap liar.

(36)

19

BAB II

PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA

A. Pengertian Tindak Pidana Dan Unsur-Unsur Tindak Pidana

Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum

Pidana (KUHP) dikenal dengan istilah stratbaar feit dan dalam

kepustakaan tentang hukum pidana sering mempergunakan istilah delik,

sedangkan pembuat undang-undang merumuskan suatu undang-undang

mempergunakan istilah peristiwa pidana atau perbuatan pidana atau tindak

pidana. Tindak pidana merupakan suatu istilah yang mengandung suatu

pengertian dasar dalam ilmu hukum, sebagai istilah yang dibentuk dengan

kesadaran dalam memberikan ciri tertentu pada peristiwa hukum

pidana.Tindak pidana mempunyai pengertian yang abstrak dari

peristiwa-peristiwa yang kongkrit dalam lapangan hukum pidana, sehingga tindak

pidana haruslah diberikan arti yang bersifat ilmiah dan ditentukan dengan

jelas untuk dapat memisahkan dengan istilah yang dipakai sehari-hari

dalam kehidupan masyarakat1.

Seperti yang diungkapkan oleh seorang ahli hukum pidana yaitu

Moeljatno, yang berpendapat bahwa pengertian tindak pidana yang

menurut istilah beliau yakni perbuatan pidana adalah:

”Perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai

(37)

20

ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa

melanggar larangan tersebut.”2

Jadi berdasarkan pendapat tersebut di atas pengertian dari tindak

pidana yang dimaksud adalah bahwa perbuatan pidana atau tindak pidana

senantiasa merupakan suatu perbuatan yang tidak sesuai atau melanggar

suatu aturan hukum atau perbuatan yang dilarang oleh aturan hukum yang

disertai dengan sanksi pidana yang mana aturan tersebut ditujukan kepada

perbuatan sedangkan ancamannya atau sanksi pidananya ditujukan kepada

orang yang melakukan atau orang yang menimbulkan kejadian tersebut.

Dalam hal ini maka terhadap setiap orang yang melanggar aturan-aturan

hukum yang berlaku, dengan demikian dapat dikatakan terhadap orang

tersebut sebagai pelaku perbuatan pidana atau pelaku tindak pidana. Akan

tetapi haruslah diingat bahwa aturan larangan dan ancaman mempunyai

hubungan yang erat, oleh karenanya antara kejadian dengan orang yang

menimbulkan kejadian juga mempunyai hubungan yang erat pula.

Sehubungan dengan hal pengertian tindak pidana ini Bambang

Poernomo, berpendapat bahwa perumusan mengenai perbuatan pidana

akan lebih lengkap apabila tersusun sebagai berikut:

“Bahwa perbuatan pidana adalah suatu perbuatan yang oleh suatu

aturan hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana bagi barang

siapa yang melanggar larangan tersebut.”3.

2Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta: Bina Aksara, 1987, hlm 54 3Poernomo, Bambang. Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1992,

(38)

21

Adapun perumusan tersebut yang mengandung kalimat “Aturan

hukum pidana” dimaksudkan akan memenuhi keadaan hukum di Indonesia

yang masih mengenal kehidupan hukum yang tertulis maupun hukum

yang tidak tertulis, Bambang Poernomo, juga berpendapat mengenai

kesimpulan dari perbuatan pidana yang dinyatakan hanya menunjukan

sifat perbuatan terlarang dengan diancam pidana.

Maksud dan tujuan diadakannya istilah tindak pidana, perbuatan

pidana, maupun peristiwa hukum dan sebagainya itu adalah untuk

mengalihkan bahasa dari istilah asing stafbaar feit namun belum jelas

apakah disamping mengalihkan bahasa dari istilah sratfbaar feit

dimaksudkan untuk mengalihkan makna dan pengertiannya, juga oleh

karena sebagian besar kalangan ahli hukum belum jelas dan terperinci

menerangkan pengertian istilah, ataukah sekedar mengalihkan bahasanya,

hal ini yang merupakan pokok perbedaan pandangan, selain itu juga

ditengan-tengan masyarakat juga dikenal istilah kejahatan yang

menunjukan pengertian perbuatan melanggar morma dengan mendapat

reaksi masyarakat melalui putusan hakim agar dijatuhi pidana.

Tindak pidana adalah merupakan suatu dasar yang pokok dalam

menjatuhi pidana pada orang yang telah melakukan perbuatan pidana atas

dasar pertanggung jawaban seseorang atas perbuatan yang telah

dilakukannya, tapi sebelum itu mengenai dilarang dan diancamnya suatu

perbuatan yaitu mengenai perbuatan pidanya sendiri, yaitu berdasarkan

(39)

22

ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana jika tidak

ditentukan terlebih dahulu dalam perundang-undangan, biasanya ini lebih

dikenal dalam bahasa latin sebagai Nullum delictum nulla poena sine

praevia lege (tidak ada delik, tidak ada pidana tanpa peraturan lebih

dahulu), ucapan ini berasal dari von feurbach, sarjana hukum pidana

Jerman. Asas legalitas ini dimaksud mengandung tiga pengertian yaitu:

1. Tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana

kalau hal itu terlebih dahulu belum dinyatakan dalam suatu aturan

undang-undang.

2. Untuk menentukan adanya perbuatan pidana tidak boleh

digunakan analogi.

Aturan-aturan hukum pidana tidak boleh berlaku surut.

Tindak pidana merupakan bagian dasar dari pada suatu kesalahan

yang dilakukan terhadap seseorang dalam melakukan suatu kejahatan. Jadi

untuk adanya kesalahan hubungan antara keadaan dengan perbuatannya

yang menimbulkan celaan harus berupa kesengajaan atau kelapaan.

Dikatakan bahwa kesengajaan (dolus) dan kealpaan (culpa) adalah

bentuk-bentuk kesalahan sedangkan istilah dari pengertian kesalahan (schuld)

yang dapat menyebabkan terjadinya suatu tindak pidana adalah karena

seseorang tersebut telah melakukan suatu perbuatan yang bersifat melawan

hukum sehingga atas`perbuatannya tersebut maka dia harus bertanggung

jawabkan segala bentuk tindak pidana yang telah dilakukannya untuk

(40)

23

suatu tindak pidana yang telah dilakukan oleh seseorang maka dengan

begitu dapat dijatuhi hukuman pidana sesuai dengan pasal yang

mengaturnya.

Unsur-unsur Tindak Pidana

Dalam kita menjabarkan sesuatu rumusan delik kedalam

unsur-unsurnya, maka yang mula-mula dapat kita jumpai adalah disebutkan

sesuatu tindakan manusia, dengan tindakan itu seseorang telah melakukan

sesuatu tindakan yang terlarang oleh undang-undang. Setiap tindak pidana

yang terdapat di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

pada umumnya dapat dijabarkan ke dalam unsur-unsur yang terdiri dari

unsur subjektif dan unsur objektif.

Unsur subjektif adalah unsur-unsur yang melekat pada diri si

pelaku atau yang berhubungan dengan diri si pelaku, dan termasuk ke

dalamnya yaitu segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya.

Sedangkan unsur objektif adalah unsur-unsur yang ada hubungannya

dengan keadaan-keadaan, yaitu di dalam keadaan-keadaan mana

tindakan-tindakan dari si pelaku itu harus di lakukan4. Unsur-unsur subjektif dari suatu tindak pidana itu adalah:

1. Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus atau Culpa);

2. Maksud atau Voornemen pada suatu percobaan atau pogging

seperti yang dimaksud dalam Pasal 53 ayat 1 KUHP;

4P.A.F. Lamintang,,.Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia; Bandung, PT. Citra Aditya

(41)

24

3. Macam-macam maksud atau oogmerk seperti yang terdapat

misalnya di dalam kejahatan-kejahatan pencurian, penipuan,

pemerasan, pemalsuan dan lain-lain;

4. Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachte raad seperti

yang terdapat di dalam kejahatan pembunuhan menurut Pasal 340

KUHP;

5. Perasaan takut yang antara lain terdapat di dalam rumusan tindak

pidana menurut Pasal 308 KUHP.

Di dalam unsur pidana ada 2 pandangan unsur pidana yaitu:

1) Unsur tindak pidana dalam aliran Monisme

Perbedaan mendasar dari pertentangan antara monisme dan

dualisme tentang delik terletak dalam pembahasan mengenai

perbuatan pidana dan pertanggungjawaban pidana. Kendati

terdapat banyak perbedaan lainnya yang mewarnai perdebatan

antara monisme dan dualisme, akar persoalan tersebut berasal dari

unsur-unsur delik, makna kelakuan (plegen) dan kepembuatan

(daderschap), dan pertanggungjawaban pidana sehingga

melahirkan konsekuensi terhadap pandangan hukum pidana secara

keseluruhan. Aliran Monisme ini dianut oleh banyak ahli hukum

pidana, baik di Belanda maupun di Indonesia, seperti Jonkers,

Simon, Van Hamel, Satochid Kartanegara, dan Lamintang.

Beberapa tokoh monisme memberikan definisi strafbaar feit yang

(42)

25

Strafbaar feit yang didefinisikan Pompe sebagai “suatu

pelanggaran kaidah (penggangguan ketertiban hukum), terhadap

mana pelaku mempunyai kesalahan untuk mana pemidanaan

adalah wajar untuk menyelenggarakan ketertiban hukum dan

menjamin kesejahteraan hukum” mengisyaratkan adanya dua unsur

dalam strafbaar feit. Pertama, unsur obyektif yang meliputi

kelakuan atau perbuatan yang mengandung sifat melawan hukum

dan dilarang oleh UU. Kedua, unsur subyektif yang terdiri dari

kesalahan dan kemampuan bertanggung jawab pelaku. Berkaitan

dengan unsur obyektif dan subyektif, Lamintang menyebutkan

bahwa unsur subyektif adalah unsur-unsur yang melekat pada diri

pelaku atau yang berhubungan dengan diri pelaku, dan termasuk ke

dalamnya yaitu segala sesuatu yang terkandung dalam hatinya.

Sedangkan unsur-unsur obyektif adalah unsur-unsur yang ada

hubungannya dengan keadaan, yaitu di dalam

keadaan-keadaan mana tindakan-tindakan dari si pelaku itu harus dilakukan.

Lebih lanjut, Lamintang merinci unsur subyektif dan unsur

obyektif dari perbuatan pidana sebagai berikut:

a) Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus atau

culpa);

b) Maksud atau voornemen pada suatu percobaan

seperti yang dimaksud dalam Pasal 53 ayat 1

(43)

26

c) Macam-macam maksud atau oogmerk seperti yang

terdapat misalnya di dalam kejahatan pencurian,

penipuan, pemerasan, pemalsuan dan lain-lain;

d) Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachte

raad seperti yang misalnya terdapat di dalam

kejahatan pembunuhan menurut Pasal 340 KUHP;

e) Perasaan takut atau vress seperti yang antara lain

terdapat di dalam rumusan tindak pidana menurut

Pasal 308 KUHP.

Adapun unsur-unsur obyektif dari perbuatan pidana terdiri dari :

a) Sifat melanggar hukum;

b) Kualitas dari pelaku, misalnya “keadaan sebagai pegawai negeri” di dalam kejahatan jabatan menurut Pasal 415 KUHP atau “keadaan

sebagai pengurus atau komisaris dari suatu perseroan terbatas” di

dalam kejahatan menurut Pasal 398 KUHP;

c) Kausalitas, yakni penyebab hubungan suatu tindakan sebagai

penyebab dengan sesuatu kenyataan sebagai akibat. Dalam hal ini,

Satochid menegaskan adanya “akibat” dari perbuatan tertentu

sebagai salah satu unsur obyektif dari perbuatan pidana.

Pendapat yang sama dikemukakan oleh Jonkers sebagaimana dapat

disimpulkan dari definisinya tentang strafbaar feit (peristiwa pidana)

sebagai perbuatan yang melawan hukum yang berhubungan dengan

(44)

27

dipertanggungjawabkan. Menurutnya, kesalahan atau kesengajaan selalu

merupakan unsur dari kejahatan. Dengan demikian, ketidakmampuan

bertanggung jawab dan ketiadaan kesalahan merupakan alasan

pembebasan pelaku karena perbuatan pidana yang dituduhkan tidak

terbukti.

Dengan demikian, berdasarkan pendapat-pendapat para ahli di atas,

dapat ditarik kesimpulan bahwa unsur-unsur delik adalah:

1. Unsur Subjektif, yang merupakan unsur dari pembuat/pelaku

pidana, yaitu:

2. Adanya kesalahan pembuat, yang terdiri dari dolus dan culpa.

3. Adanya kemampuan bertanggung jawab (tidak ada alasan pemaaf).

4. Unsur Objektif, yang merupakan unsur perbuatan, yaitu:

5. Perbuatan tersebut mencocoki rumusan delik dalam

undang-undang

6. Perbuatan tersebut bersifat melawan hukum, baik secara formil

maupun materiil (tidak ada alasan pembenar).

Pandangan monisme memiliki akar historis yang berasal dari

ajaran finale handlungslehre yang dipopulerkan oleh Hans Welzel pada

tahun 1931. Inti ajaran finale handlungslehre menyatakan bahwa

kesengajaan merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan dari perbuatan.

Eksistensi kesengajaan yang termasuk dalam perbuatan disebabkan

argumentasi utama finale handlungslehre, bahwa setiap perbuatan pidana

(45)

28

perbuatan tersebut dianggap sebagai perbuatan final (final-subyektif).

Dalam konteks ini, setiap bentuk perbuatan naturalistis yang ditentukan

berdasarkan hubungan kausal tidak termasuk dalam perbuatan pidana.

Karenanya, perbuatan pidana hanya ditujukan kepada perbuatan dan akibat

yang ditimbulkan berdasarkan penetapan kesengajaan pelaku.

Tujuan utama finale handlungslehre adalah menyatukan perbuatan

pidana dan kesalahan, serta melepaskan perbuatan pidana dari konteks

kausalitas. Dengan kata lain, perbuatan adalah kelakuan yang dikendalikan

secara sadar oleh kehendak yang diarahkan kepada akibat-akibat tertentu.

Jadi kesadaran atas tujuan, kehendak yang mengandalikan

kejadian-kejadian yang bersifat kausal itu adalah suatu ”rugggeraat” dari

suatu perbuatan final.

2) Unsur Tindak Pidana dalam aliran Dualisme

Dualisme tentang delik membedakan antara perbuatan pidana dan

pertanggungjawaban pidana. Menurut pandangan ini, kesalahan

merupakan unsur subyektif yang menjadi unsur pertanggungjawaban

pidana. Karena itu, kesalahan tidak mungkin dimasukkan dalam

perbuatan pidana yang hanya mengandung unsur obyektif saja sehingga

perbuatan pidana hanya dapat dilarang (tidak dipidana). Adapun

pemidanaan ditujukan kepada pembuat yang dinyatakan dapat

mempertanggungjawabkan perbuatan dilakukannya. Berdasarkan hal ini,

pemidanaan terhadap pembuat harus melihat dua hal yang terpisah,

(46)

29

dapat mempertangungjawabkan (bersalah) dalam melakukan perbuatan

pidana sehingga dapat dipidana. Pemisahan perbuatan pidana dan

pertanggungjawaban pidana ini nampak dalam definisi perbuatan pidana

yang dikemukakan Moeljatno,“perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan

hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana

tertentu, bagi barangsiapa melanggar larangan tersebut”.

Dalam konteks pemisahan perbuatan pidana dan

pertanggungjawaban pidana, suatu perbuatan terjadi apabila perbuatan

tersebut dirangkum dalam UU dan tidak dibenarkan oleh alasan

pembenar. Atas dasar itu, unsur batin harus dilepaskan dari perbuatan

pidana. Kantorowicz menyatakan, sebagaimana dikutip A. Zainal Abidin

Farid, bahwa perbuatan pidana (stafbare handlung) mensyaratkan adanya

perbuatan, persesuaian dengan rumusan UU dan tidak adanya alasan

pembenar. Sedangkan bagi pembuat disyaratkan adanya kesalahan dan

tidak adanya dasar pemaaf.

Pandangan ini juga diperkuat dalam Pasal 350 Wetboek van

Strafvordering Nederland yang memerintahkan hakim yang memeriksa

perkara dipersidangan agar mempertimbangkan dahulu apakah terdakwa

terbukti mewujudkan strafbaarfeit, kalau sudah terbukti barulah hakim

mempertimbangkan apakah terdakwa bersalah (strafbaarheid), kalau

terbukti bersalah dan memenuhi unsur-unsur pertanggungjawaban,

barulah hakim mempertimbangkan tentang pidana atau tindakan yang

(47)

30

pertanggungjawaban pidana memudahkan hakim dalam memeriksa

perkara di persidangan. Konsep gradualitas berjenjang yang diamanatkan

Pasal 350 untuk digunakan dalam pemeriksaan perkara tidak terlepas dari

konsep dualisme yang mengadakan diferensiasi perbuatan pidana dan

pertanggungjawaban pidana. Dengan kata lain, ajaran dualisme tidak

hanya berlaku di ranah hukum pidana materiel saja melainkan juga

berlaku dalam hukum acara pidana terutama bagi hakim yang memeriksa

perkara.

B. Kebijakan Penanggulangan Tindak Pidana

Fenomena kejahatan sebagai salah satu bentuk dari “perilaku

menyimpang” selalu ada dan melekat pada tiap bentuk masyaraka.

Menurut Benedict S. Alper kejahatan merupakan the oldest sosial

problem.Sebagai bentuk masalah sosial bahkan masalah kemanusiaan

maka kejahatan perlu segera ditanggulangi. Upaya penanggulangan

kejahatan atau biasa disebut sebagai kebijakan kriminal.

Menurut Marc Ancel kebijakan kriminal (criminal policy) adalah

sebgai berikut :

“Suatu usaha yang rasional dari masyarakat dalam menanggulangi

kejahatan”.

Secara garis besar kebijakan kriminal ini dapat ditempuh melalui

(48)

31

1. Upaya Penal, merupakan upaya penanggulangan kejahatan yang

lebih menitikberatkan pada upaya–upaya yang sifatnya repressive

(penindasan/pemberantasan/penumpasan) sesudah kejahat terjadi;

2. Upaya Non-Penal, merupakan upaya penanggulangan kejahatan

yang lebih menitikberatkan pada upaya-upaya yang sifatnya preventif

(pencegahan/penangkalan/pengendalian) sebelum kejahatan tersebut

terjadi. Sasaran utama dari kejahatan ini adalah menangani faktor-faktor

kondusif penyebab terjadinya kejahatan.

G.P. Hoefnagels menggambarkan ruang lingkup upaya

penanggulangan kejahatan (criminal policy) sebagai berikut:

a. penerapan hukum pidana (criminal law application);

b. pencegahan tanpa pidana (prevention without punishment), dan;

c. mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan

pemidanaan lewat media massa (influencing view society on crime and

punishment/ mass media)5.

Berdasarkan ruang lingkup kebijakan kriminal di atas, penerapan

hukum pidana (criminal law application) merupakan salah satu upaya

penanggulangan kejahatan. Penanggulangan kejahatan dengan

menggunakan pidana sebenarnya bukan sebuah metode yang baru,

melainkan cara yang paling tua, setua peradaban manusia sendiri. Bahkan,

(49)

32

ada yang secara ekstrem meyebutkan sebagai “older philosophy of crime

control6.

Upaya penanggulangan kejahatan perlu ditempuh dengan

pedekatan kebijakan. Artinya, terdapat keterpaduan (integralitas) antara

politik kriminal dan politik sosial, sekaligus terdapat keterpaduan

(integralitas) antara upaya penanggulangan kejahatan dengan “penal” dan “non-penal”7.

Sebagai upaya penanggulangan kejahatan dengan hukum pidana,

kebijakan hukum pidana merupakan bagian dari kebijakan penegakan

hukum (law enforcement policy), khususnya penegakan hukum pidana,

dan juga merupakan bagian integral dari usaha perlindungan masyarakat

(sosial defence) serta usaha untuk mencapai kesejahteraan masyarakat

(sosial welfare)8.

Dalam hal ini Sudarto mengemukakan penggunaan hukum pidana

sebagai upaya penanggulangan kejahatan hendaknya dilihat dalam

hubungan keseluruhan politik kriminal atau sosial defence planning” yang

merupakan bagian dari pembangunan nasional9.

Hermann Mannheim mengemukakan bahwa dalam hukum pidana

terdapat dua masalah utama yang dihadapi, yaitu:

6Barda Nawawi Arief, Kebijakan Legislatif Dalam Penanggulangan Kejahatan Dengan Pidana Dengan Pidana Penjara, Op. Cit, hlm 18

7Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Op. Cit, hlm 4 8Ibid, hlm 27

(50)

33

1) penentuan pandangan tentang nilai-nilai terpentingnya (the

most important values) manakah yang ada pada masa

pembangunan ini;

2) penentuan apakah nilai-nilai itu diserahkan untuk

dipertahankan oleh hukum pidana ataukah diserahkan pada

usaha-usaha lain untuk mempertahankannya10.

Dalam kebijakan hukum pidana terdapat dua masalah sentral yang

harus ditentukan, yaitu:

a. Perbuatan apa yang seharusnya dijadikan tindak pidana,

dan

b. Sanksi apa yang sebaiknya digunakan atau dikenakan

kepada si pelanggar.

Masalah sentral yang pertama umumnya disebut sebagai proses

kriminalisasi, sedangkan masalah yang kedua dikenal dengan proses

penalisasi. Adapun alasan kriminalisasi pada umumnya meliputi :

1. Adanya korban;artinya, perbuatan tersebut harus menimbulkan

seseuatu yang buruk atau menimbulkan kerugian.

2. Kriminalisasi bukan semata-mata ditujukan untuk pembalasan;

3. Harus berdasarkan asas ratio principle, dan

4. Adanya kesepakatan sosial ( public support)

(51)

34

Berdasarkan pendekatan yang berorientasi pada kebijakan sosial, maka

Sudarto berpendapat dalam menghadapi masalah sentral yang pertama di atas,

harus diperhatikan hal-hal yang pada intinya :

a. Penggunaan hukum pidana harus memperhatikan tujuan

pembangunan nasional yaitu mewujudkan masyarakat adil makmur

yang merata materiil dan spirituil berdasarkan pancasila;

sehubungan dengan ini maka (penggunaan) hukum pidana

bertujuan untuk menanggulangi kejahatan dan mengadakan

pengugeran terhadap tindakan penanggulangan itu sendiri, demi

kesejahteraan dan pengayoman masyarakat;

b. Perbuatan yang diusahakan untuk dicegah atau ditanggulangi

dengan hukum pidana harus merupakan “perbuatan yang tidak

dikehendaki”, yaitu perbuatan yang mendatangkan kerugian

(materiil dan atau spirituiil) atas warga masyarakat; Penggunaan

hukum pidana harus pula memperhitungkan prinsip “biaya dan hasil”. (cost-benefit principle);

c. Penggunaan hukum pidana harus pula memperhatikan kapasitas

atau kemampuan daya kerja dari badan-badan penegak hukum,

yaitu jangan sampai ada kelampauan beban tugas (overbelasting)11. Menurut Bassiouni, tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh hukum pidana

umumnya terwujud dalam kepentingan-kepentingan sosial yang mengandung

(52)

35

nilai tertentu yang perlu dilindungi. Adapun kepentingan-kepentingan sosial

yang dimaksud adalah sebagai berikut:

a. pemeliharaan tertib masyarakat;

b. perlindungan warga masyarakat dari kejahatan, kerugian atau

bahaya yang tak dapat dibenarkan, yang dilakukan oleh orang lain;

c. memasyarakatkan kembali (resosialisasi) para pelanggar hukum;

d. memelihara atau mempertahankan integritas pandangan-pandangan

dasar tertentu mengenai keadilan sosial, martabat kemanusiaan dan

keadilan individu12.

Ditegaskan selanjutnya oleh Bassiouni, bahwa: Sanksi pidana harus

disepadankan dengan kebutuhan untuk melindungi dan mempertahankan

kepentingan-kepentingan tersebut. Pidana hanya dibenarkan apabila ada

kebutuhan yang berguna bagi masyarakat ; pidana yang tidak diperlukan,

tidak dapat dibenarkan dan berbahaya bagi masyarakat. Batas-batas sanksi

pidana ditetapkan pula berdasarkan kepentingan-kepentingan dan nilai-nilai

yang mewujudkannya. Jadi dalam hal ini, disiplin hukum pidana bukan

hanyapragmatis tetapi juga berdasarkan dan berorientasi pada nilai (not only

pragmatic but also value-based and value – oriented).

Dalam hal kriminalisasi dan dekriminalisasi, Bassiouni berpendapat harus

didasarkan pada faktor-faktor kebijakan tertentu yang mempertimbangkan

bermacam-macam faktor sebagai berikut :

(53)

36

a) keseimbangan sarana-sarana yang digunakan dalam hubungannya

dengan hasil-hasil yang ingin dicapai;

b) analisis biaya terhadap hasil-hasil yang diperoleh dalam

hubungannya dengan tujuan-tujuan yang dicari;

c) penilaian atau penafsiran tujuan-tujuan yang dicari itu dalam

kaitannya dengan prioritas-prioritas lainnya dalam pengalokasian

sumber-sumber tenaga manusia;

d) pengaruh sosial dari kriminalisasi dan dekriminalisasi yang

berkenaan dengan atau dipandang dari pengaruh-pengaruhnya

yang sekunder13.

Selanjutnya, dikemukakan oleh Bassiouni sebagai berikut: bahwa

pendekatan yang berorientasi pada kebijakan akan memunculkan

permasalahan, yakni berkenaan dengan pengambilan keputusan yang tidak

mengakomodir faktor nilai-nilai yang merupakan faktor subjektif,

sehingga keputusan yang diambil cenderung akan pragmatis dan

kuantitatif.

Masih menurut Bassiouni dikemukakan, bahwa penilaian emosional

seyogyanya oleh badan-badan legislatif dijadikan pertimbangan utama

dalam pengambilan keputusan tersebut (the emotionally laden value

judgment approach), Sedangkan, pendekatan kebijakan dipertimbangkan

sebagai salah satu scientific device digunakan sebagai alternatif . Hal ini

(54)

37

digunakan untuk menghindari proses kriminalisasi yang berlebihan, yang

dapat menimbulkan:

1) krisis kelebihan kriminalisasi (the crisis of

over-criminalization),

2) krisis kelampauan batas dari hukum pidana (the crisis of

overreach of the criminal law).

Berkaitan dengan kemungkinan terjadinya over-criminalization jika

proses kriminalisasi berjalan terus-menerus, maka prinsip-prinsip model

law yang dibuat oleh organization for economic co-operation and

development (OECD) dapat dijadikan pedoman untuk menghindarkan

under and overcriminalization, yakni sebagai berikut14:

a. ultima ratio principle, Hukum pidana disiapkan sebagai sarana

terakhir atau senjata pamungkas, meskipun pada kenyataannya

dewasa ini dunia internasional mulai mengarahkan hukum

pidana sebagai premium remedium, khususnya pidana denda

yang sekaligus dapat digunakan sebagai dana bagi

pembangunan di suatu Negara.

b. precision principle ketentuan hukum pidana harus tepat dan

teliti menggambarkan suatu tindak pidana. Perumusan hukum

pidana yang bersifat samar dan umum harus dihindari.

c. clearness principle, tindakan yang dikriminalisasikan harus

digambarkan secara jelas dalam ketentuan hukum pidana.

(55)

38

d. principle of differentiation, adanya kejelasan perbedaan

ketentuan yang satu dengan yang lain. Dalam hal ini perlu

dihindari perumusan yang bersifat global/terlalu luas,

multipurpose atau all embracing.

e. principle of intent, tindakan yang dikriminalisasikan harus

dengan dolus (intention), sedangkan untuk tindakan culpa

(negligence) harus dinyatakan dengan syarat khusus untuk

memberikan pembenaran kriminalisasinya.

f. principle of victim application, penyelesaian perkara pidana

harus memperhatikan permintaan atau kehendak korban.

Dalam hal ini kepentingan korban harus diatur dalam rangka

pidana dan pemidanaan.

Dionysios D. Spinellis, Guru Besar Hukum Pidana dan Kriminologi

dari Universitas Athena, Yunani mengemukakan pendapatnya mengenai

proses penalisasi atau kriminalisasi suatu perbuatan, yaitu sebagai

berikut15:

a. Hukum pidana harus benar-benar terbatas pada tindakan-tindakan

serius yang membahayakan kondisi-kondisi kehidupan bersama

manusia di masyarakat. Hukum pidana harus memberikan lebih

banyak usaha dalam menyelidiki secara seksama kasus-kasus

tersebut, sekaligus menjamin hak terdakwa dan hak-hak korban.

(56)

39

b. Dalam proses pemidanaan banyak pelanggaran kecil yang

semestinya dikenakan pada sebuah sistem sanksi administratif,

tetapi karena sistem tersebut akan menimbulkan tindakan

sewenang-wenang terhadap individu, maka perlu dipenuhi

syarat-syarat sebagai berikut :

a) Pelanggaran-pelanggaran harus digambarkan secara tepat

dalam hukum;

b) Sanksi-sanksi harus ditetapkan setepat mungkin;

c) Para pegawai Negara yang menerapkan sanksi-sanksi

tersebut harus cukup mendidik;

d) Sebuah prosedur yang tepat dan sederhana harus

ditetapkan;

e) Naik banding atau jalan lain di hadapan pengadilan adalah

sebuah kondisi yang sangat diperlukan.

Menurut Muladi terdapat 3 (tiga) metode pendekatan dalam kebijakan

kriminalisasi dan penalisasi, yaitu16:

a. Metode Evolusioner (evolutionary approach), Metode ini

memberikan perbaikan, penyempurnaan dan amandemen

terhadap peraturan-peraturan yang sudah ada sebelumnya.

b. Metode Global (global approach), Metode ini dilakukan

dengan membuat peraturan tersendiri di luar KUHP.

Gambar

TABEL 1

Referensi

Dokumen terkait

Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Pulau Jawa-Bali, Kota Surakarta termasuk ke dalam Kawasan Andalan Subosuka-Wonosraten dan diarahkan sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN)..

Pelitian ini bertujuan untuk menjawab masalah utama dan sub masalah. Masalah utamanya yaitu seperti apakah media pembelelajaran yang inovatif pada pelajaran PKn

Berdasarkan hasil analisa dapat diketahui variabel-variabel risiko yang signifikan terhadap aspek waktu maupun terhadap aspek biaya pada proyek Pembangunan Rusunami

Menurut Hamalik (1994) media adalah segala sesuatu yang diwujudkan secara visual kedalam bentuk dua dimensi sebagai curahan atau pikiran yang bentuknya

Hasil penelitian ini menunjukkan adanya interaksi antara perlakuan paclobutrazol dan jajar legowo yaitu interaksi tinggi pada penghambatan pertumbuhan vegetatif tanaman

Penelitian ini bertujuan menentukan resistensi Staphylococcus aureus terhadap berbagai antibiotik dan deteksi gen yang bertanggungjawab terhadap methicillin resistant

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh Kesadaran Merek, citra merek, dan Word Of Mouth (WOM) terhadap Niat Beli sepatu Kickers di Surabaya. Penelitian ini

Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah, (sebagai lawannya