NARKOTIKA PROVINSI (BNP) LAMPUNG IN THE RESPONSE TO DRUG ABUSE
By
REZA PUTRA PERDANA
Problems of Narcotics abusement, Psychotropics and Addictive Substance or in a
popular term is well-known as DRUGS. DRUGS is a very complex problem.
From existing data, drug abusement is done at most between the ages of 15-24
years. It seems, young generation is a strategic target of drugs illicit traffics.
Facts prove that the illicit traffic of drugs now has been expanded into areas of
Lampung Province, according to the data up to September 2009 the case of
carrying 641 men and 35 women arrested as drug traffickers, so the danger of
drug abusement became a serious threat to the life of the young generation.
In order to determine the performance government official Badan Narkotika
Provinsi (BNP) Lampung in the response to drug abuse, the author uses the theory
proposed by Wibowo, to find out the performance can be seen from the standard
achievement, purpose, competence, feedback, tools, means, motives and
opportunities. The methods used in the process of this research using a qualitative
Based on research results, showing the performance of official government of
Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung in the response to drug abuse of
narcotics is still less than the maximum, it could be seen through the achievement
of the goals which there are few employees who do not understand the task
division of each field, standard in work performances is already good enough, the
feedback in suggestions and critics is not fully carried out in order to improve the
performance, lack of equipment and facilities, competences that have not executed
well, the low motive of employees in the performance of duties, opportunity in
raising the performance has not been fully implemented.
DALAM PENANGGULANGAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA Oleh
REZA PUTRA PERDANA
Masalah penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainya
(NAPZA) atau istilah yang populer dikenal masyarakat sebagai NARKOBA
merupakan masalah yang sangat kompleks. Dari data yang ada, penyalahgunaan
NAPZA paling banyak berumur antara 15–24 tahun. Tampaknya generasi muda adalah sasaran strategis perdagangan gelap NAPZA.
Fakta membuktikan bahwa peredaran gelap narkoba sekarang sudah merambah ke
wilayah Provinsi Lampung, data ungkap kasus sampai dengan September 2009
tercatat 641 orang laki-laki dan 35 orang perempuan tertangkap sebagai pengedar
narkoba, sehingga ancaman bahaya penyalahgunaan narkoba menjadi ancaman
serius bagi kehidupan generasi muda.
Untuk mengetahui kinerja aparat Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung
dalam penanggulangan penyalahgunaan narkotika penulis menggunakan teori
yang dikemukakan oleh Wibowo dalam mengukur kinerja dapat dilihat dari
pergunakan dalam penelitian ini bersumber dari data primer dan sekunder.
Sedangkan metode pengumpulan data yang penulis gunakan adalah dengan
metode wawancara dan dokumentasi.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan kinerja aparat Badan Narkotika
Provinsi (BNP) Lampung dalam penanggulangan penyalahgunaan narkotika,
Kinerja Aparat Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung masih kurang
maksimal, masih terdapat beberapa pegawai yang tidak paham akan pembagian
tugas masing-masing bidang, standar dalam melaksanakan pekerjaan sudah cukup
baik, umpan balik berupa masukan, saran maupun kritik belum sepenuhnya
dilakukan dalam rangka perbaikan kinerja, kurangnya alat dan sarana, kompetensi
yang belum dilaksanakan dengan baik, rendahnya motif pegawai pada
pelaksanaan tugas, peluang dalam peningkatkan kinerja belum sepenuhnya
terlaksana.
A. Latar Belakang Masalah
Narkotika, Psikotropika dan Bahan Adiktif lainnya yang lebih dikenal dengan
sebutan narkoba, pada sisi penyalahgunaan narkoba, dewasa ini justru
menunjukkan perkembangan yang sangat mengkhawatirkan. Narkoba saat ini
menjadi ancaman maut yang dapat menjadi pembunuh bagi manusia yang
menggunakannya.
Masalah penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainya
(NAPZA) atau istilah yang populer dikenal masyarakat sebagai NARKOBA
(Narkotika dan Bahan/ Obat berbahanya) merupakan masalah yang sangat
kompleks, yang memerlukan upaya penanggulangan secara komprehensif dengan
melibatkan kerja sama multidispliner, multisektor, dan peran serta masyarakat
secara aktif yang dilaksanakan secara berkesinambungan, konsekuen dan
konsisten. Meskipun dalam Kedokteran, sebagian besar golongan Narkotika,
Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) masih bermanfaat bagi
medis atau standar pengobatan terlebih lagi bila disertai peredaran dijalur ilegal,
akan berakibat sangat merugikan bagi individu maupun masyarakat luas
khususnya generasi muda.
Pada umumnya, “generasi muda merupakan aset yang paling berharga bagi kelangsungan hidup bangsa”. Berbagai analisis akan memperkirakan lost generation atau akan adanya generasi yang hilang di Indonesia akibat Narkoba akan benar-benar terjadi dimasa mendatang. Narkoba merupakan racun yang bukan saja merusak seseorang secara fisik tapi juga merusak jiwa dan masa depannya secara fisik, semakin lama semakin ambruk sementara memtalitasnya sudah terlanjur ketergantungan dan membutuhkan pemenuhan narkoba dalam dosis yang semakin tinggi. Jika dia tidak berhasil menemukan narkoba, maka tubuh akan mengadakan reaksi yang menyakitkan yang dikenal dengan sakau (Abu Al-Chifauzi, 2002:9).
Maraknya penyalahgunaan NAPZA tidak hanya dikota-kota besar saja, tapi sudah
sampai ke kota-kota kecil diseluruh wilayah Republik Indonesia, mulai dari
tingkat sosial ekonomi menengah bawah sampai tingkat sosial ekonomi atas. Dari
data yang ada, penyalahgunaan NAPZA paling banyak berumur antara 15–24 tahun. Tampaknya generasi muda adalah sasaran strategis perdagangan gelap
NAPZA. Oleh karena itu, kita semua perlu mewaspadai bahaya dan pengaruhnya
terhadap ancaman kelangsungan pembinaan generasi muda. Sektor kesehatan
memegang peranan penting dalam upaya penanggulangan penyalahgunaan
NAPZA.
Selain itu jumlah penyalahgunaan narkoba secara keseluruhan diperkirakan akan terus melonjak. Jika pada 2008, jumlah penyalahgunaan narkoba mencapai 3,3 juta jiwa, maka pada tahun 2013 bakal melambung menjadi 4,3 juta jiwa. Demikian pula angka prevalensi penyalahgunaan narkoba di tingkat populasi akan mengalami kenaikan sekitar 28 persen dalam lima tahun mendatang.(Jurnal BNN, edisi juli 2009).
Meningkatnya jumlah penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba, menunjukan
bahwa Indonesia rentan akan bahaya narkoba, lebih ironisnya, para pelaku
didominasi oleh generasi muda. Para remaja pada khususnya dan generasi muda
pada umumnya ialah aset bangsa yang harus dijaga demi kelangsungan hidup
bangsa dan negara ini. Persoalan narkoba bukanlah masalah Pemerintah Pusat saja,
melainkan sudah menjadi persoalan menyeluruh bangsa Indonesia. Semua elemen
harus ikut berpartisipasi dalam persoalan memerangi narkoba.
Data Badan Narkotika Nasional menyatakan telah menangani sebanyak 28.382
kasus penyalahgunaan narkoba selama periode Januari sampai November 2009.
Dari jumlah itu, sebanyak 32.299 orang telah ditangkap. Dalam hal ini, untuk
persentasenya dari tahun ke tahun mengalami kenaikan. Total jumlah
penyalahgunaan narkoba, sebanyak 9.661 kasus adalah kasus narkotika, 8.698
kasus psikotropika, dan 10.023 kasus bahan berbahaya lainnya. Jumlah tersangka
yang sudah ditangkap sebanyak 35.299 orang, dengan rincian 13.051 orang untuk
kasus narkotika, 11.601 orang untuk kasus psikotropika, dan 10.647 kasus bahan
Provinsi Lampung sebagai pintu gerbang memasuki Pulau Sumatera dari Pulau
Jawa, merupakan satu diantara beberapa provinsi di Indonesia yang rentan akan
kejahatan narkoba. Oleh karena itu Pemerintah Provinsi Lampung melalui
Peraturan Gubernur Lampung Nomor 14 Tahun 2009 membentuk satuan kerja
yaitu Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung dengan tugas melakukan
pencegahan, pemberantasan, penyalahgunaan dan pemberantasan peredaran gelap
narkoba (P4GN).
Fakta membuktikan bahwa peredaran gelap narkoba sekarang sudah merambah ke
wilayah Provinsi Lampung, data ungkap kasus sampai dengan September 2009
tercatat 641 orang laki-laki dan 35 orang perempuan tertangkap sebagai pengedar
narkoba, sehingga ancaman bahaya penyalahgunaan narkoba menjadi ancaman
serius bagi kehidupan generasi muda. Bahkan pembuatan jenis extasi dan shabu
sudah menjadi produksi Home Industri. Di sisi lain akibat penyalahgunaan
narkoba adalah meningkatnya penularan HIV/AIDS melalui penggunaan jarum
suntik yang tidak steril. Di Provinsi Lampung sampai dengan tahun 2009 tercatat
188 orang positif AIDS, 82% diakibatkan oleh penyalahgunaan narkoba dengan
jarum suntik, sedangkan 18% diakibatkan oleh hubungan seksual tidak aman
(Heteroseksual dan Homoseksual) dan dari ibu hamil positif ke janin yang
BNP menyebutkan ada lima kabupaten/kota yang dikategorikan sebagai daerah
rawan peredaran dan penyalahgunaan narkoba. Daerah tersebut terdiri dari
kabupaten Lampung Selatan, Lampung Tengah, Tulangbawang dan Lampung
Utara, serta Kota Bandar Lampung.
“Data pada Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung sepanjang bulan Desember 2009 menyebutkan, penyalahgunaan dan peredaaran gelap narkoba tahun 2009 di kabupaten/kota se-Lampung naik drastis sebanyak 26 kasus dibandingkan tahun 2008. Jumlah pengungkapan kasus narkotika di Polda dan Poltabes/Polres sepanjang tahun 2009 mencapai 313 kasus narkoba dan psikotropika hanya 221 kasus. Sedangkan jumlah kasus 2008, tercatat 223 kasus narkotika dan 285 kasus psikotropika. Pengungkapan kasus narkotika terbesar dilakukan oleh Poltabes Bandar Lampung, yaitu 114 kasus narkoba dan hanya 107 kasus psikotropika, lalu diikuti Polda lampung (26 kasus narkoba dan 112 kasus psikotropika) dan Polres Lampung Selatan (28 kasus narkoba dan 14 kasus psikotropika). Dan barang bukti tindak pidana keadaan sampai September 2009 ialah ganja berupa 318,294 kg, ektacy 1.172 butir, shabu-shabu 108,65 gram, obat daftar G 20,26 butir, 400 butir pil euro dan 1.000 lempeng pil erimin”. (arsip Kantor Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung dan Direktorat Narkoba Polda Lampung)
Berdasarkan uraian data di atas, terlihat bahwa terjadi kenaikan kasus narkoba dan
psikotropika pada tahun 2009 dibandingkan tahun sebelumnya. Menyikapi hal
tersebut, diharapkan kepada seluruh elemen masyarakat untuk dapat bekerja sama
dalam hal pencegahan, pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap
narkoba (P4GN), sehingga terwujudnya visi Provinsi Lampung yang merupakan
semangat untuk mewujudkan Lampung yang bebas narkoba tahun 2015. Pada
dasarnya, dalam mewujudkan hal tesebut dibutuhkan peran serta masyarakat
dalam memerangi narkoba yang telah diatur dalam undang-undang. Dalam hal ini
narkotika, yaitu ”Masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk berperan serta dalam membantu upaya pencegahan, pemberantasan
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba”.
Selain yang dijelaskan di atas, pelaksanaan pencegahan penyalahgunaan narkoba
juga dilakukan oleh Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung, yang merupakan
salah satu tugasnya. Tugas Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung tertuang
dalam Peraturan Gubernur Nomor 14 Tahun 2009 tentang Organisasi dan
TataKerja Lembaga Lain Sebagai Bagian Dari Perangkat Daerah Pada Pemerintah
Provinsi Lampung. Tugasnya adalah membantu Gubernur dalam :
1. Mengkoordinasikan perangkat daerah dan instansi pemerintah didaerah dalam penyususnan dan pelaksanaan kebijakan daerah di bidang Pencegahan, Pemberantasan, Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN.
2. Membentuk Satuan Tugas sesuai kebijakan operasional Badan Narkotika Nasional yang terdiri atas unsure perangkat daerahdan instansi Pemerintah di daerah sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangannya masing-masing.
Adapun beberapa upaya pencegahan yang dilakukan oleh Badan Narkotika
Provinsi (BNP) Lampung yang tertuang dalam misi sebagai upaya pencegahan,
pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (P4GN) yaitu:
1. Menentukan kebijakan daerah dalam membangun komitmen bersama memerangi penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba, termasuk penanggulangan HIV/AIDS, dengan tetap memperhatikan dan tidak bertentangan dengan kebijakan Nasional.
2. Melakukan pencegahan yang lebih efektif dan efisien.
3. Meningkatkan penegakan hukum di bidang narkoba secara tegas dan tuntas. 4. Meningkatkan metode terapi dan rehabilitasi dalam merehabilitasi
penyalahgunaan narkoba.
6. Membangun sistem informatika sesuai perkembangan teknologi. 7. Meningkatkan peran dan fungsi Satuan Tugas Operasional.
8. Meningkatkan peran dan fungsi Kelembagaan Badan Narkotika Provinsi Kabupaten/Kota
9. Meningkatkan peran serta Badan Narkotika Provinsi melalui kerjasama regional dan sektoral yang efektif dalam pemberantasan peredaran gelap narkoba, termasuk HIV/AIDS.
(Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Tahun 2008 Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Sekretariat badan Narkotika Dan Penanggulangan HIV/AIDS Provinsi Lampung)
Sasaran penanggulangan narkotika yang dilaksanakan oleh Badan Narkotika
Provinsi (BNP) Lampung pada tahun 2009 ialah:
1. Peningkatan pemahaman pencegahan, pemberantasan, penyalahgunaan dan pemberantasan peredaran gelap narkoba (P4GN) aparatur dengan target 100 persen.
2. Peningkatan pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap upaya pencegahan, pemberantasan, penyalahgunaan dan pemberantasan peredaran gelap narkoba (P4GN) dengan target 100 persen.
3. Peningkatan kuantitas dan kualitas tenaga penyuluh bidang pencegahan, pemberantasan, penyalahgunaan dan pemberantasan peredaran gelap narkoba (P4GN) dengan target 100 persen.
4. Peningkatan kuantitas dan kualitas tenaga penyuluh bidang HIV/AIDS dengan target 100 persen.
5. Peningkatan kuantitas dan kualitas tenaga konselor narkoba dengan target 100 persen.
6. Peningkatan kuantitas dan kualitas tenaga konselor HIV/AIDS dengan target 100 persen.
7. Kesamaan persepsi aspek hukum Narkoba dan HIV/AIDS di kalangan terpelajar dengan target 100 persen.
8. Tersampaikannya pencegahan, pemberantasan, penyalahgunaan dan pemberantasan peredaran gelap narkoba (P4GN) kepada tokoh masyarakat dan dunia usaha dengan target 100 persen.
9. Peningkatan pemahaman dan kesadaran tokoh masyarakat terhadap aspek hukum pencegahan, pemberantasan, penyalahgunaan dan pemberantasan peredaran gelap narkoba (P4GN) dengan target 100 persen.
10. Peningkatan kesadaran masyarakat (unsur sekolah) terhadap bahaya Narkoba dan AIDS dengan target 100 persen.
12. Peningkatan partisipasi dan dukungan dalam pencegahan, pemberantasan, penyalahgunaan dan pemberantasan peredaran gelap narkoba (P4GN) demgan target 100 persen.
13. Peningkatan pemahaman dan koordinasi kelembagaan BNP dab BNK Se-Provinsi Lampung demgan target 100 persen.
14. Peningkatan peran serta masyarakat dalam pemanfaatan kendaraan tes urin dengan target 100 persen.
15. Peningkatan ungkap kasus dan tangkapan Satgas Seaport Interdiction (SSI) demgan target 100 persen.
16. Peningkatan jumlah basis data perumusan Policy dengan target 100 persen.
17. Peningkatan aduan dan pelaporan masyarakat dengan target 100 persen. Sumber: Rencana Kerja dan Anggaran (RKT) BNP Tahun 2009
Namun, sasaran yang telah dijelaskan di atas belum semua terlaksana secara
optimal, setelah peneliti melakukan pra-riset pada tanggal 9 Februari 2010
terungkap bahwa :
1. Minimnya anggaran dana yang diterima Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung menyebabkan terkendalanya beberapa program pencegahan yang telah disusun. Dimana kalkulasi dana yang dibutuhkan mencapai 2,2 milyar, namun dana yang didapat hanya 300 juta yang dipergunakan untuk 2 kali pelatihan dan 1 kali untuk biaya operasional penyuluhan.
2. Partisipasi masyarakat sangat rendah dalam upaya pencegahan penyalahgunaan narkoba.
3. Minimnya sarana dan prasarana rehabilitasi kantor BNP. Sebagai contoh, tidak tersedianya panti rehabilitasi pemakai narkoba.
4. Terjadinya beberapa kali pergantian kepala sekertariat yang menyebabkan kinerja BNP tidak berjalan secara maksimal. Setidaknya pada tahun 2009 telah terjadi 4 kali pergantian kepala sekretariat.
5. Rendahnya disiplin kinerja aparat BNP. Hal ini terbukti pada saat apel mingguan, persentase kehadiran hanya mencapai kurang lebih 60%.
6. Minimnya kualitas tenaga penyuluh bidang Narkoba dan HIV/AIDS yang disebabkan sedikitnya SDM bidang penyuluh terkait.
narkoba dalam kurun waktu dari 2005 sampai tahun 2009 mengalami peningkatan.
(Sumber: Hasil wawancara dengan bapak Drs. Rusfian Effendi sebagai Kasubbag Promotif pada Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung)
Misi yang dijelaskan di atas belum terlaksana secara optimal, maka diperlukan
suatu kinerja aparat pemerintah yang baik. Pegawai negeri sipil di dalam
organisasi pemerintahan sebagai sumber daya manusia yang utama merupakan
unsur aparatur negara yang terlibat langsung dalam penyelenggaraan kesejahteraan
umum, bahwa pegawai negeri sipil memegang peranan penting dan menentukan
dalam mencapai tujuan negara.
Menurut S. Pamudji dalam Rahmayanti (2007:20) mengemukakan bahwa aparatur
pemerintah dan aparatur daerah dapat diartikan sebagai alat atau sarana pemerintah
atau daerah untuk melaksanakan kegiatan-kegiatannya, yang kemudian
terkelompok ke dalam fungsi-fungsi diantaranya fungsi pelayanan publik.
Aparat pemerintahan memegang peranan penting dalam pelaksanaan dan
penyelenggaraan pemerintahan, walaupun partisipasi dari masing-masing
masyarakat serta faktor lainnya tidak dapat diabaikan. Hal ini karena pemerintah
yang berperan menggali dan menggerakkan beberapa faktor yang turut
menentukan bagi keberhasilan pemerintah, yaitu partisipasi masyarakat.
Berdasarkan pemaparan di atas, persoalan mengenai rendahnya disiplin kinerja
aparat BNP serta minimnya kualitas tenaga penyuluh bidang Narkoba dan
meningkatnya penyalahgunaan NARKOBA diduga karena rendahnya kinerja
aparat dan ini menjadi menarik untuk diteliti yang dituangkan dalam suatu karya
ilmiah. Oleh karena itu, penulis mencoba untuk melakukan penelitian lebih
mendalam, mengenai Kinerja Aparat Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka permasalahannya adalah
bagaimana Kinerja Aparat Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung dalam
Penanggulangan Penyalahgunaan Narkotika ?
C. Tujuan Penelitian
Setelah melihat permasalahan dalam penelitian yang akan dikaji ini, maka tujuan
yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui Kinerja Aparat Badan Narkotika
Provinsi (BNP) Lampung dalam Penanggulangan Penyalahgunaan Narkotika ?
D. Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian ini meliputi:
1. Secara teoritis
Penelitian ini merupakan salah satu kajian ilmu pemerintahan, khususnya
yang berkaitan dengan kinerja aparatur pemerintah Provinsi Lampung.
2. Secara praktis
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan kontrubusi pemikiran bagi
aparat Badan Narotika Provinsi (BNP) Lampung dalam melakukan aktivitas
A. Konsepsi Kinerja
1. Pengertian dan Ruang Lingkup Kinerja
Prawirosentono (1999: 2) berpendapat bahwa kinerja/performancs yaitu hasil
kerja yang dicapai oleh pegawai atau sekelompok pegawai dalam suatu
organisasi sesuai dengan wewenang atau tanggung jawab dalam suatu
organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai
dengan moral dan etika.
L. W Rue dan L. L Byars (dalam Yudoyono,2001 : 158 ) mendefinisan kinerja
(performance) sebagai “the degree of accomplishment” atau tingkat pencapaian hasil. Dengan kata lain, kinerja merupakan tingkat pencapaian tujuan
organisasi.
Sedangkan Mahsun (2006 : 25), mengartikan kinerja sebagai gambaran
dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi organisasi yang tertuang
dalam strategi perencanaan (strategic planning) suatu organisasi.
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut dapat dirtarik suatu kesimpulan
bahwa, yang dimaksud kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian
pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran,
tujuan, visi dan misi organisasi secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai
dengan moral serta etika, yang tertuang dalam perumusan strategi perencanaan
(strategic planning) organisasi bersangkutan. Dalam hal ini, kinerja yang
dimaksud adalah kinerja Badan Narkotika Provinsi Lampung Bidang
Pencegahan dalam Penyalahgunaan Narkoba.
Selain itu, Zauhar (1996:9) mengemukakan bahwa kinerja mencakup: “kinerja individu, kinerja kelompok dan kinerja institusi”. Kinerja individu dapat dilihat dari keterampilan, kecakapan praktisnya, kompetensinya, pengetahuan dan
informasinya, keluasan pengetahuaannya, sikap dan prilakunya, kebijakannya,
kreatifitasannya, moralitas dll. Sementara kinerja kelompok dilihat dari aspek
kerjasamanya, keutuhannya, disiplinnya, loyalitasnya dll. Sedangkan kinerja
institusi dapat dilihat dari hubungannya dengan situasi lain, fleksibilitasnya,
adaptabilitas, pemecahan konflik dll.
Menurut Pasolong (2007:175) Konsep kinerja pada dasarnya dapat dilihat dari
dua segi, yaitu kinerja pegawai(perindividu) dan kinerja organisasi. Dapat kita
organisasi, sedangkan kinerja organisasi adalah totalitas hasil kerja yang dicapai
suatu organisasi. Kinerja pegawai dan kinerja organisasi mempunyai
keterkaitan yang sangat erat karena tercapainya tujuan organisasi tidak bisaa
lepas dari peran aktif individu sebagai pelaku dalam upaya menncapai tujuan
organisasi tersebut.
Sedangkan diungkapkan oleh Swanson dan Holton III (dalam Keban, 2004:193)
yang membagi kinerja atas tiga tingkatan, yaitu
1. Kinerja organisasi dalam Encyclopedia of Public Administration and Public Policy tahun 2003 (lihat Callahan, 2003:911), kinerja menggambarkan sampai seberapa organisasi tersebut mencapai hasil ketika dibandingkan dengan kinerjanya terdahulu (previous performance) dibandingkan dengan organisasi lain (benchmarking), dan sampai seberapa jauh pencapaian tujuan dan target yang telah ditetapkan. Dan untuk dapat melakukan perbandingan ini atau pencapaian tujuan tersebut, dibutuhkan suatu definisi operasional yang jelas tentang tujuan dan sasaran, output dan outcome pelayanan, dan pendefinisian terhadap tingkat kualitas yang diharapkan dari output dan outcome tersebut, secara kuantitatif atau secara kualitatif.
2. Kinerja proses sebagaimana dikatakan (lihat Swanson dan Holton III, 1999:73) menggambarkan apakah satu proses yang dirancang dalam organisasi memungkinkan organisasi tersebut mencapai misinya dan tujuan para individu, di desain sebagai suatu sistem, kemampuan untuk menghasilkan baik secara kualitas, kualitas dan tepat waktu, memberikan informasi dan factor-faktor manusia yang dibutuhkan untuk memelihara system tersebut, dan apakah proses mengembangkan keahlian telah sesuai dengan tuntutan yang ada 3. Kinerja individu mempersoalkan apakah tujuan atau misi individu
sesuai dengan misi organisasi, apakah individu menghadapi hambatan dalam bekerja dan mencapai hasil, apakah paara individu memilikk kemampuan mental, fisik dan emosi dalam bekerja, apakah mereka memiliki motivasi tinggi, pengetahuan, keterampilan dan pengalaman dalam bekerja.
dimana semuanya sama-sama penting. Ketiga tingkatan kinerja ini saling terkait dan sama-sama menentukan pencapaian tujuan.
2. Tujuan Kinerja
Menurut Kamus Manajemen (mutu) tujuan kinerja (performance goals) adalah ,
keluaran (output) terbesar individu atau organisasi yang dihasilkan dari kinerja,
yang dapat diukur dan diinginkan.
Sedangkan menurut Wibowo (2007:42) tujuan kinerja adalah menyesuaikan
harapan kinerja individual dengan tujuan organisasi . Kesesuaian antara upaya
pencapaian tujuan individu dengan tujuan organisasi akan mampu mewujudkan
kinerja yang baik.
Berdasarkan beberapa pemaparan tujuan kinerja diatas, maka dapat ditarik suatu
kesimpulan bahwa, yang dimaksud dengan tujuan kinerja adalah harapan yang
berupa hasil kesesuaian antara upaya pencapaian individual dengan tujuan
organisasi dalam hal ini tujuan organisasi aparat pemerintah.
3. Pengukuran dan Penilaian Kinerja
Menurut James B. Whittaker dalam Government and Result Act., A Mandate
for Strategic Planning and Performance Measurement, sebagaimana dikutif oleh
Joko Prihardono, et. al (2000 : 15) pengukuran kinerja adalah suatu alat
manajemen untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan
akuntabilitas. Dengan demikian, dalam penerapannya akan membutuhkan suatu
berhubungan dengan hasil atau outcome dari setiap program yang
dilaksanakan.
Sedangkan menurut Larry D. Stout (dalam Joko Prihardono, et.al, 2005:15),
pengukuran kinerja merupakan proses mencatat dan mengukur pencapaian
pelaksanaan kegiatan dalam arah pencapaian misi (mission accomplishment)
melaliu hasil-hasil yang disampaikan berupa produk, jasa, ataupun suatu proses.
Sementara itu Chung dan Magginson (1988:369) lebih suka memakai istilah
penilaian kinerja, dalam pendapatnya penilaian kinerja adalah “ a way to measuring the contribution of individuals to their organization”. (cara mengukur kontribusi yang diberikan setiap individu anggota organisasi
terhadap organisasinya)
Penjelasan di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa pengukuran atau
penilaian kinerja sangat diperlukan untuk menunjukkan tingkat keberhasilan
maupun kegagalan suatu organisasi dalam mencapai visi dan misi organisasi
tersebut. Kegiatan ini membuat organisasi dapat mengoreksi pola dan tingkah
laku pegawainya dalam melaksanakan tugas, di samping itu organisasi akan
dapat mengetahui posisi yang telah diraih dalam kerangka perjalanan ke arah
yang telah ditentukan dalam pernyataan perencanaan strategis yang sudah pasti
Pungukuran kinerja dalam pengertian transformasi dan reformasi dapat dilihat
dari bawah sudut kontes, isi dan proses. Dilihat dari konteks, berarti fungsi
pengukuran kinerja dalam memberikan umpan baik (feed back) baik melalui
pemantauan, evaluasi, review maupun tehnik dan metode pengukuran kinerja.
Dengan demikian pengukuran kinerja secara benar (efektif) harus memenuhi
kedua persyaratan diatas (sejajar dan mendahului).
Menurut Joko Prihardono, et. al (2000 : 26), ruang lingkup pengukuran kinerja
meliputi :
1. Kebijakan (Policy): Untuk membantu pembuatan maupun pengimplementasikan kebijakan.
2. Perencanaan dan penganggaran (Planning and Budgeting): Untuk membantu perencanaaan dan penganggaran atas jasa yang diberikan dan untuk memonitoring perubahan terhadap rencana.
3. Kualitas (Kuality): Untuk memejukan standirisasi atas jasa yang diberikan maupun keefektifan organisasi.
4. Kehematan (economy): Untuk mereview pendistribusian dan keefektifan pengguna sumberdaya.
5. Kesamaan (equity): Untuk meyakini adanya distribusi yang adil dan dilayani semua masyarakat.
6. Pertanggung Jawaban (Eccuntabilty): Untuk meningkatkan pengendalian dan mempengaruhi pembuatan keputusan.
Penilaian pelaksanaan pekerjaan kinerja adalah system yang digunakan untuk
menilai dan mengetahui apakah seseorang karyawan telah melaksanakan
pekerjaannya secara keseluruhan. Penilaian pelaksanaan pekerjaan merupakan
pedoman dalam hal karyawan yang diharapkan dapat menunjukkan kinerja
karyawan secara rutin dan teratur sehingga bermanfaat bagi pengembangan
Attwood M dan Stuart D (dalam Sedarmayanti, 2007:260) penilaian kinerja
berasal dari ‘to appraise’ (menilai) adalah menetapkan harga untuk atau menilai suatu benda. Jika menggunakan istilah penilaian kerja berarti kita terlibat dalam
proses menentukan nilai karyawan bagi suatu organisasi, dengan maksus
meningkatkannya.
Sedangkan menurut Mondi dan Noe (dalam Sedarmayanti, 2007:261) penilaian
kinerja adalah system formal untuk memeriksa/mengkaji dan mengevaluasi
secara berkala kinerja seseorang. Kinerja dapat pula dipandang sebagai
perpaduan dari:
1. Hasil kerja (apa yang harus dicapai oleh seseorang)
2. Kompetensi (bagaimana seseorang mencapainya)
Menurut Agus Dwiyanto, dkk (2006:47) penilaian kinerja merupakan suatu kegiatan yang sangat penting karena dapat digunakan sebagai ukuran keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai misinya. Dengan melakukuan penilaian terhadap kinerja, maka upaya untuk memperbaiki kinerja bisa dilakukan secara terarah dan sistematis. Informai mengenai kinerja juga penting untuk menciptakan tekanan bagi para pejabat penyelenggara pelayanan untuk melakukan perubahan-perubahan dalam organisasi.
Berdasarkan pendapat di atas, penilaian kinerja merupakan suatu kegiatan yang
penting untuk mencapainya suatu tujuan organisasi yang telah diterapkan, dan
informasi mengenai kinerja juga memiliki pengaruh yang besar dan dapat
digunakan untuk melakukan perubahan-perubahan dalam organisasi.
suatu hal yang penting oleh pemerintah. Kinerja aparat juga tidak pernah
menjadi pertimbangan yang penting dalam mempromosikan para aparatur
dalam menduduki suatu jabatan.
Kesulitan dalam penilaian kinerja aparat disebabkan tujuan dan misi organisasi
sering kali bukan hanya kabur, tetapi juga bersifat multidimensional. Kenyataan
ini dapat dilihat dari stakeholders yang banyak dan memiliki kepentingan yang
sering berbenturan sutu dengan lainnya. Akibat ukuran kinerja menjadi
berbeda-beda suatu dengan yang lainnya. Namun dalam beberapa indikator
yang biasanya digunakan untuk mengukur kinerja organisasi atau aparat
pelayanan publik. Sedangkan menurut Wibowo (2007: 101-104) terdapat tujuh
indikator kinerja yang sangat penting yang perlu diperhatikan, yaitu:
1. Tujuan
Tujuan merupakan suatu keadaan yang lebih baik yang ingin dicapai dimasa akan datang. Dengan demikian tujuan menunjukan arah kemasa kinerja harus dilakukan. Atas dasar arah tersebut dilakukan kinerja untuk mencapai tujuan. Untuk mencapai tujuan diperlukan kinerja individu, kelompok dan organisasi.
2. Standar
Standar mempunyai arti penting karena memberitahukan kapan suatu tujuan dapat diselesaikan. Standar merupakan suatu ukuran apakah tujuan yang diinginkan dapat tercapai. Tanpa standar, tidak dapat diketahui kapan suatu tujuan tercapai.
3. Umpan Balik
4. Alat dan Sarana
Alat dan saran merupakan sumberdaya yang dapat dipergunakan untuk membantu menyelesaikan tujuan dengan sukses. Alat dan sarana merupakan faktor penunjang untuk pencapaian tujuan. Tanpa alat dan sarana, tugas pekerjaan spesifik tidak dapat dilakukan dan tujuan tidak dapat diselesaikan sebagaimana seharusnya. Tanpa alat tidak mungkin dapat melakukan pekerjaan.
5. Kompetensi
Kompetensi merupakan persyaratan utama dalam kinerja. Kompetensi merupakan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk menjalankan pekerjaan yang diberikan kepadanya dengan baik. Orang harus melakukan lebih dari sekedar belajar tentang sesuatu, orang harus dapat melakukan pekerjaannya dengan baik. Kompetensi memungkinkan seseorang mewujudkan tugas yang berkaitan dengan pekerjaan yang diperlukan untuk mencapai tujuan.
6. Motif
Motif merupakan alasan atau pendorong bagi seseorang untuk melakukan sesuatu. Atas memfasilitasi motivasi kepada karyawan dengan intensif berupa uang, memberikan pengukuran, menetapkan tujuan menantang, menetapkan standar terjangkau, meminta umpan balik, memberikan kebebasan melakukan, termasukan waktu melakukan pekerjaan.
7. Peluang
Peluang perlu mendapatkan kesempatan untuk menunkukan prestasi kerjanya. Terdapat dua faktor yang menyumbangkan pada adanya kekurangan kesempatan untuk berprestasi, yaitu ketersediaan waktu dan kemampuan untuk memenuhi syarat.
Sedangkan Kumorotomo dalam (Agus Dwiyonto, dkk: 2006:52) menggunakan
beberapa kriteria untuk dijadikan pedoman dalam menilai kinerja organisasi
1. Efisiensi
Menyangkut pertimbangan tentang keberhasilan organisasi pelayanan publik mendapatkan laba, memanfaatkan faktor-faktor produksi serta pertimbangan yang berasal dari rasionalitas ekonomi. Apabila ditetapkan secara objektif, kriteria seperti likuiditas, solvabilitas, dan rentabilitas merupakan kriteria efisiensi yang sangat relevan.
2. Efektivitas
Apakah tujuan dari didirikannya organisasi pelayanan publik tersebut
tercapai? Hal tersebut erat kaitannya dengan rasionalitas teknis, nilai,
misi, tujuan organisasi, serta fungsi agen pembangunan.
4. Keadilan
Keadilan mempertanyakan distribusi dan alokasi layanan yang diselenggarakan oleh organisasi pelayanan publik. Kriteria ini erat kaitannya dengan konsep ketercukupan atau kepantasan. Keduanya mempersoalkan apakah tingkat efektifitas tertentu, kebutuhan dan nilai-nilai dalam masyarakat dapat terpenuhi. Isu-isu yang menyangkut pemerataan pembangunan, layanan kepada kelompok pinggiran dan sebagainya, akan mampu dijawab melalui kriteria ini.
5. Daya Tanggap
Berlainan dengan bisnis yang dilakukan oleh perusahaan swasta, organisasi pelayanan publik merupakan bagian dari daya tanggap Negara atau pemerintahan akan keburtuhan vital masyarakat. Oleh sebab itu kriteria organisasi tersebut secara keseluruhaqn harus dapat dipertanggungjawabkan secara transparan demi memenuhi kriteria daya tanggap ini.
Tujuan kinerja menurut Sedermayanti (2007:264-265) adalah:
1. Mengetahui keterampilan dan kemampuan
2. Sebagai dasar perencanaan bidang kepegawaian khususnya penyempurnaan kondisi kerja, peningkatan mutu dan hasil kerja. 3. Sebagai dasar pengembangan dan pendayagunaan karyawan seoptimal
mungkin, sehingga dapat diarahkan jenjang, karier kenaikan pangkat dan kenaikan jabatan.
5. Mengetahui kondisi organisasi secara keseluruhan dari bidang kepegawaiaan, khususnya kinerja karyawan dalam bekerja.
6. Secara pribadi karyawan mengetahui kekuatan dan kelemahannya sehingga dapat memacu perkembangannya. Bagi atasan yang menilai akan lebih memperhatikan dan mengenal bawahannya, sehingga dapat memotivasi bawahannya.
7. Hasil penilaiaan pelaksanaan pekerjaan dapat bermanfaat bagi penelitian dan pengembangan di bidang kepegawaian.
Lebih lanjut manfaat penilaian kinerja adalah untuk:
1. Perbaikan kinerja
2. Penyesuaian kompensasi 3. Keputusan penempatan
4. Kebutuhan pelatihan dan pengembangan 5. Perencanaa dan pengembangan karier
6. Kekurangan dalam proses penyusunan karyawan 7. Kesempatan kerja yang sama
8. Tantangan dari luar
9. Umpan balik terhadap sumberdaya manusia
Menurut para ahli tersebut, indikator-indikator yang digunakan untuk mengukur
kinerja sangat beragam, oleh sebab itu peneliti akan menggunakan indikator
yang relevan guna mengukur kinerja pada pusat penelitian. Peneliti dalam
penelitian ini menggunakan indikator kinerja bersumber dari pandangan
Wibowo yaitu (1) Tujuan, (2) Standar, (3) Umpan Balik, (4) Alat dan Sarana,
(5) Kompetensi, (6) Motif, (7) Peluang. Yang dalam hal ini peneliti anggap
cocok untuk menjadi pedoman. Alasan peneliti menggunakan pandangan
Wibowo dalam mengukur Kinerja Aparat Badan Narkotika Provinsi (BNP)
Lampung dalam Penanggulangan Narkotika karena (1) Tujuan menunjukkan
arah kemana kinerja yang harus dilakukan, (2) Standar menunjukkan suatu
ukuran apakah suatu kinerja akan tercapai, (3) Umpan Balik merupakan
Sarana merupakan factor penunjang untuk pencapaian tujuan kinerja, (5)
Kompetensi merupakan pesyaratan utama dalam kinerja, (6) Motif merupakan
pendorong bagi aparat untuk melakukan sesuatu yang berguna untuk
menunjang kinerja, (7) Peluang merupakan factor yang perlu diperhatikan
dalam pencapaian kinerja.
B. Tinjauan Mengenai Aparat
Aparat pemerintah adalah orang atau kelompok yang mempunyai kekuasaan
untuk memerintah atau berwenang untuk mengatur negara dan menjalankan
fungsi kesejahteraan bersama. Aparat pemerintah adalah orang atau kelompok
yang mempunyai kekuasaan untuk memerintah atau berwenang untuk mengatur
negara dan menjalankan fungsi kesejahteraan bersama.
Bagaimanapun baiknya suatu aturan kerja tidak akan berarti apa-apa apabila tidak
ditunjang dengan kesungguhan pelaksanaannya. Berkaitan dengan ini James A.F.
Stoner (1996:6) mengatakan bahwa :
Soehidjo Notonegoro (1998:8) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan
aparatur pemerintah adalah orang-orang yang menduduki jabatan dalam
kelembagaan pemerintahan. Dalam urusan administrasi pemerintahan diperlukan
penyelenggraan pemerintahan/negara sebagai alat tujuan nasional yaitu aparat
pemerintah.
Adapun yang dimaksud dengan kelembagaan dimulai dari kelembagaan,
pemerintahan pusat, pemerintahan daerah sampai kelembagaan pemerintahan desa
atau kelurahan. Sedangkan kepegawaian pemerintahan adalah orang-orang yang
menduduki jabatan pada lembaga pemerintahan yang dimaksud seperti Lembaga
Keamanan dan Ketertiban serta lembaga-lembaga lainnya.
Tentang aparatur Pemerintah Daerah S. Pamudji dalam Rahmayanti (2007:20)
mengemukakan bahwa :
“Dalam kaitan dengan istilah aparatur pemerintah dan aparatur daerah, maka dapat diartikan sebagai alat atau sarana pemerintah atau daerah untuk melaksanakan kegiatan-kegiatannya, yang kemudian terkelompok ke dalam fungsi-fungsi diantaranya fungsi pelayanan publik. Di dalam pengertian aparatur tercakup aspek-aspek manusia (personil), kelembagaan (institusi), dan tata laksana tetapi dalam hubungannya dengan profesionalisme, aparatur di sini lebih mengkait aspek personil”.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa aparat pemerintah daerah
pemerintahan pada unit organisasi pemerintah daerah mulai dari tingkat
pemerintahan tertinggi di kabupaten atau kota hingga tingkat terendah di desa atau
kelurahan. Dengan demikiani, kinerja aparat pemerintah adalah aktivitas atau
kegiatan yang dilakukan oleh aparat yang memiliki kewenangan untuk
menyelenggarakan tugas tertentu yang mengacu pada aturan yang telah ditetapkan.
Apabila dikaitkan dengan pemerintahan, maka kinerja dapat dirumuskan sebagai
aktivitas atau kegiatan dalam melaksanakan tugas dibidang pemerintahan mengacu
pada suatu aturan tugas yang telah ditetapkan yaitu Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
C.Tinjauan Mengenai Badan Narkotika (BNP) Provinsi Lampung 1. Pengertian mengenai Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung
Berdasarkan Peraturan Gubernur Lampung Nomor 14 Tahun 2009 tentang
pembentukan Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung pada BAB IV Pasal
13, Badan Narkotika Provinsi sebagaimana dimaksud dalam pasal 14
merupakan suatu Badan Non Struktural Daerah yang berada dibawah dan
bertanggung jawab kepada Gubernur.
2. Kedudukan dan Tugas Badan Narkotika Provinsi Lampung
Pembentukan Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung merupakan amanat
yang tertuang dalam Keputusan Presiden RI Nomor 17 Tahun 2002 tentang
pasal tersebut, tampak dengan jelas bahwa Badan Narkotika Provinsi dibentuk
dan disahkan oleh Gubernur, sedangkan di tingkat Kabupaten/Kota ditetapkan
oleh Bupati/Walikota.
Dalam melaksanakan tugasnya Badan Narkotika Provinsi dan Badan Narkotika
Kabupaten/Kota berkoordinasi dengan Badan Narkotika Nasional (BNN).
Berdasarkan Peraturan Gubernur Lampung Nomor 14 Tahun 2009 tentang
pembentukan Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung pada BAB IV pasal
13, dijelaskan juga bahwa Badan Narkotika Provinsi merupakan Badan Non
Struktural Daerah bertugas melaksanakan pencegahan, pemberantasan,
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (P4GN) yang berada dibawah
dan bertanggung jawab kepada Gubernur. Dengan demikian Badan Narkotika
Provinsi (BNP) berkedudukan sebagai Badan Non-Struktural Daerah berbentuk
Badan yang diketuai oleh Sekretaris Daerah Provinsi Lampung dan
bertanggung jawab langsung kepada Gubernur Lampung.
Tugas pokok Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung tertuang dalam
Peraturan Gubernur Lampung Nomor 14 Tahun 2009 tentang pembentukan
Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung pada BAB IV pasal 15, di mana
Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung mempunyai tugas membantu
Gubernur dalam hal-hal sebagai berikut.
2. Membentuk Satuan Tugas sesuai kebijakan operasional Badan Narkotika Nasional yang terdiri atas unsure perangkat daerahdan instansi Pemerintah di daerah sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangannya masing-masing;
Berdasarkan uraian dan penjelasan tersebut di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung memiliki kedudukan dan
tugas di dalam membentu Gubernur Lampung sebagai Kepala Daerah dalam
pencegahan, pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba
(P4GN) di lingkungan kerja Pemerintahan Provinsi Lampung. Dan dalam
penelitian ini peneliti memfokuskan penelitian pada Bidang Pencegahan Badan
Narkotika Provinsi (BNP) Lampung, di mana sebagai tugas pokoknya adalah
melakukan pencegahan penyalahgunaan narkoba di lingkungan Pemerintah
D. Kerangka Pikir
Narkotika, Psikotropika dan Bahan Adiktif lainnya yang lebih dikenal dengan
sebutan narkoba, pada sisi penyalahgunaan narkoba, dewasa ini justru
menunjukkan perkembangan yang sangat mengkhawatirkan. Narkoba saat ini
menjadi ancaman maut yang dapat menjadi pembunuh kemanusiaan, sebagai
akibat penggunanya.
Masalah NARKOBA (Narkotika dan Bahan/ Obat berbahanya) merupakan
masalah yang sangat kompleks, yang memerlukan upaya penanggulangan secara
komprehensif dengan melibatkan kerja sama multidispliner, multisektor, dan peran
serta masyarakat secara aktif yang dilaksanakan secara berkesinambungan,
konsekuen dan konsisten. Meskipun dalam Kedokteran, sebagian besar golongan
Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) masih bermanfaat bagi
pengobatan, namun bila disalahgunakan atau digunakan tidak menurut indikasi
medis atau standar pengobatan terlebih lagi bila disertai peredaran dijalur ilegal,
akan berakibat sangat merugikan bagi individu maupun masyarakat luas
khususnya generasi muda.
Adapun data jumlah kasus penangkapan narkoba di lingkungan Provinsi Lampung
pada tahun 2008 ialah 508, sedangkan tahun 2009 yaitu 676. Dari data yang telah
dijelaskan, maka tingkat penangkapan kasus narkotika dan psikotropika
mengalami kenaikan. Hal ini menunjukkan bahwa Provinsi Lampung rentan akan
Permasalahan di atas, jelas bahwa diperlukan suatu kinerja aparat Badan Narkotika
Nasional dalam penanggulangan narkotika. Adapun kinerja menurut Mahsun
(2006 : 25), mengartikan kinerja sebagai gambaran mengenai tingkat pencapaian
pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan,
visi dan misi organisasi yang tertuang dalam strategi perencanaan (strategic
planning) suatu organisasi, maka untuk mengukur kinerja terdapat 7 indikator
antara lain : (1) Tujuan, (2) standar, (3) umpan balik, (4) Alat dan Sarana, (5)
kompetensi, (6) motif, (7) peluang. Dalam hal ini peneliti anggap cocok untuk
menjadi pedoman. Alasan peneliti menggunakan pandangan Wibowo dalam
mengukur Kinerja Aparat Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung dalam
Penanggulangan Narkotika karena (1) Tujuan menunjukkan arah kemana kinerja
yang harus dilakukan, (2) Standar menunjukkan suatu ukuran apakah suatu kinerja
akan tercapai, (3) Umpan Balik merupakan masukan yang dipergunakan untuk
mengukur kemampuan kinerja, (4) Alat dan Sarana merupakan factor penunjang
untuk pencapaian tujuan kinerja, (5) Kompetensi merupakan pesyaratan utama
dalam kinerja, (6) Motif merupakan pendorong bagi aparat untuk melakukan
sesuatu yang berguna untuk menunjang kinerja, (7) Peluang merupakan factor
E. Bagan Kerangka Pikir
Kinerja Badan Narkotika Provinsi
(BNP) Lampung dalam Penanggulangan Penyalahgunaan
Narkotika
Pengukuran kinerja menggunakan indikator menurut Wibowo (2007: 101-104) :
1. Tujuan 2. Standar 3. Umpan Balik 4. Alat dan Sarana 5. Kompetensi 6. Motif 7. Peluang
Kurang Maksimal Tidak
Maksimal
A. Tipe Penelitian
Tipe penelitian yang digunakan oleh penulis adalah tipe penelitian deskriptif
dengan menginterpretasikan data kualitatif. Menurut Ronny Kountur
(2003:105), penelitian deskriptif adalah jenis penelitian yang memberikan
gambaran atau uraian atas suatu keadaan sejelas mungkin tanpa ada perlakuan
terhadap objek yang diteliti. Adapun tujuan penelitian deskriptif adalah untuk
membuat penjelasan, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan
akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta fenomena yang diselidiki (Nazir,
2003:63-64).
Lexy. J. Moleong (2005:4) mengemukakan bahwa metode kualitatif lebih
berdasarkan pada filsafat fenomenologis yang mengutamakan penghayatan
(versten). Metode kualitatif berusaha memahami dan menafsirkan makna
suatu peristiwa interaksi tingkah laku manusia dalam situasi tertentu menurut
perspektif sendiri.
Saifuddin Azwar (1997:5) penelitian dengan metode kualitatif lebih
menekankan analisisnya pada proses penyimpulan deduktif dan induktif serta
dengan menggunakan logika ilmiah. Hal ini bukan berarti bahwa metode
kualitatif sama sekali tidak menggunakan dukungan data kuantitatif akan
tetapi penekanannya tidak pada pengujian hipotesis melainkan pada usaha
menjawab pertanyaan penelitian melalui cara-cara berfikir formal dan
argumentatif.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, penggunaan metode kualitatif dalam
penelitian ini sangat tepat karena sebatas menggambarkan dan menganalisis
Kinerja Aparat Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung dalam
Penanggulangan Penyalahgunaan Narkotika.
B. Fokus Penelitian
Dalam penelitian kualitatif hal yang harus diperhatikan adalah masalah dan
fokus penelitian. Fokus penelitian ini memegang peranan yang sangat penting
dalam memandu dan mengarahkan jalannya suatu penelitian. Fokus penelitian
sangat membantu seorang peneliti agar tidak terjebak oleh melimpahnya
volume data yang masuk, termasuk juga yang tidak berkaitan dengan masalah
penelitian. Fokus memberikan batas dalam studi dan batasan dalam
pengumpulan data, sehingga pembatasan peneliti akan fokus memahami
masalah yang menjadi tujuan penelitian. Menurut Moleong (2005:92)
penetapan fokus sebagai penelitian penting artinya dalam usaha menentukan
batas penelitian.
Untuk mengetahui Kinerja Aparat Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung
ini menggunakan indikator-indikator sebagai berikut tujuan, standar, umpan
balik, alat dan sarana, kompetensi, motif, dan peluang.
C. Jenis Data
Adapun jenis data yang penulis peroleh dalam penelitian lapangan ini adalah :
1. Data Primer
Menurut Muhammad Idrus (2007:113) adalah data yang diperoleh peneliti
dari sumber asli (langsung dari informan) yang memiliki informasi atau data
tersebut. Data ini diperoleh melalui pengamatan langsung dan wawancara
secara mendalam, dalam penelitian ini peneliti memperoleh data primer dari
Kepala Badan, pegawai-pegawai yang menduduki jabatan kepala Bagian
(Kabag), kasubbag, dan staf kantor Badan Narkotika Provinsi (BNP)
Lampung, dan pengurus organisasi kepemudaan (OKP) dan organisasi
masyarakat (Ormas) yang ada pada saat peneliti ada di lapangan.
2. Data Sekunder
Menurut Anselm Strauss dan Juliet (2007:43) data sekunder atau data
penunjang adalah data yang akan dijadikan penguat atau data yang akan
melengkapi atas segala informasi yang telah di dapat melalui data primer
atau data pokok dalam penelitian. Data ini dapat berupa Peraturan Daerah
No. 14 Tahun 2009 dan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
(LAKIP) Tahun 2009 Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Sekretariat
D. Subjek Penelitian
Aktifitas awal dalam pengumpulan data adalah penentuan siapa subjek
penelitiannya. Hal ini penting agar tidak terjadi salah dalam menentukan
informan, dan dari merekalah diharapkan informasi untuk menjawab
pertanyaan peneliti yang diajukan. Dalam menentukan subjek penelitian
memang perlu sebuah rasional yang jelas, mengapa subjek tersebut dipilih.
Jadi, bukan asal menentukan saja, namun asumsi yang harus ada adalah subjek
tersebut adalah subjek yang paling tepat dan paling sesuai dengan tema
penelitian. Subjek penelitian menurut Amirin (dalam Muhammad Idrus : 2007
: 120-121) Merupakan seseorang atau sesuatu yang mengenainya ingin
diperoleh keterangan. Sedangkan Suharsimi Arikunto ( Dalam Muhammad
Idrus : 2007 : 121 ) memberi batasan subjek penelitian sebagai benda, hal atau
orang tempat data untuk variabel penelitian melekat, dan yang
dipermasalahan. Jadi dalam subjek penelitian dalam penelitian kualitatif
disebut dengan istilah informan, yaitu orang yang memberi informasi tentang
data yang diinginkan peneliti berkaitan dengan penelitian.
Pada saat peneliti turun ke lapangan dalam mencari informasi, peneliti
melakukan wawancara dengan :
1. Kepala Pelaksana Harian (KALAKHAR) Badan Narkotika
Provinsi ( BNP ) Lampung;
2. Sekretaris;
3. Sub Bagian Perencanaan;
5. Bidang Promotif dan Preventif;
6. Sub Bidang Promotif;
7. Bidang Penegakan Hukum;
8. Kasubbid Terapi
9. Staf BNP
10. Pengurus KNPI Provinsi Lampung;
11. Pengurus DPD Granat Provinsi Lampung;
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
a. Wawancara mendalam atau In Depth- interview
Menurut Sugiono (2008 : 194) Interview atau wawancara adalah teknik
pengumpulan data melalui pertanyaan yang peneliti buat, baik tanya jawab
lisan antara dua orang atau lebih secara langsung. Kegunaan wawancara
menurut Husaini Usman dan Purnomo (2006 : 58) adalah untuk
mendapatkan data ditangan pertama, pelengkap teknik pengumpulan
lainnya, menguji pengumpulan data lainnya. Metode wawancara dalam
penelitian ini digunakan untuk memperoleh keterangan, informasi, atau
penjelasan-penjelasan dari narasumber/ subjek penelitian masalah yang
Tatang M. Amirin, 1999:94 menjelaskan bahwa In Depth- interview
merupakan suatu percakapan yang diarahkan kepada satu masalah tertentu
melalui proses Tanya jawab lisan yaitu dua orang atau lebih yang dapat
berhadap-hadapan secara fisik, metode wawancara mendalam ini digunakan
untuk mendapatkan keterangan secara mendalam dari permasalahan yang
dikemukanan, dengan metode ini diharapkan akan memperoleh data primer
yang berkaitan dengan penelitian ini dan untuk mendapat gambaran yang
lebih jelas.
Peneliti melakukan wawancara dengan 11 narasumber baik itu dari aparat
BNP Lampung, pengurus DPD Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI)
Provinsi Lampung dan DPD Gerakan Nasional Anti Narkotika (GRANAT)
Provinsi Lampung. Dengan mewawancarai Kepala Pelaksana Harian
(KaLakhar) Bapak Sugiarto, pada hari Selasa, 23 Maret 2010 pukul 10.00
WIB, Sekretaris Bapak Halik S. pada hari Selasa, 23 Maret 2010 pukul
10.00 WIB, Kasubbag Perencanaan Bapak Alamsyah pada hari Kamis, 25
Maret 2010 pukul 10.00 WIB, Kasubbag Keuangan Bapak Asep S pada hari
Kamis, 1 April 2010 pukul 10.00 WIB, Kabid Promotif dan Preventif Ibu
Bety Yulivida, AT pada hari Senin, 22 Maret 2010 pukul 14.00 WIB,
Kasubbid Promotif Bapak Rusfian E. pada hari Senin, 22 Maret 2010 pukul
11.00 WIB, Kabid Penegakan Hukum Bapak Deddi A. pada hari Kamis, 25
Maret 2010 pukul 10.00 WIB, Kasubbid Terapi Bapak Abadi Azra’i pada hari Rabu, 24 Maret Pukul 11.00 WIB, Staf BNP Bapak Yulianto pada hari
Kamis, 1 April 2010 pukul 10.00 WIB, Pengurus KNPI Provinsi Lampung
Pengurus DPD Granat Provinsi Lampung Bapak R. Effendi pada hari
Kamis, 25 Maret 2010 pukul 15.00 WIB.
b. Dokumentasi
Teknik pengumpulan data dengan dokementasi menurut Hasaini Usman dan
Purnomo (2006:73) adalah pengambilan data yang diperoleh melalui
dokumen-dokumen. Lebih lanjut dikatakan Lincoln dan Guba (Moleong,
2000:16) dokumen adalah setiap bahan tertulis ataupun film.
Dalam penelitian ini digunakan dokumentasi oleh peneliti untuk
mendapatkan data-data yang mendukung, hal ini sangat berkaitan dengan
gambaran umum Kantor Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung, dan
data-data lain seperti data keadaan pegawai, daftar infentaris barang,
Peraturan Gubernur No. 14 Tahun 2009 tentang Organisasi dan TataKerja
Lembaga Lain Sebagai Bagian Dari Perangkat Daerah Pada Pemerintah
Provinsi Lampung, Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
(LAKIP) Tahun 2008 Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Sekretariat
Badan Narkotika Dan Penanggulangan HIV/AIDS Provinsi Lampung, dan
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Tahun 2009
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Sekretariat Badan Narkotika dan
F. Teknik Analisis Data
Penelitian yang peneliti lakukan di Kantor BNP dengan menggunmakan
pendekatan kualitatif data-data yang diperoleh dilapangan pada saat peneliti di
lapangan masih memerlukan pengolahan lebih lanjut yang kemudian dianalisa
untuk dijadikan sebuah penjelasan mengenai penelitian yang diangkat dalam
hal ini penulis melakukan analisis data data-data yang sudah diperoleh melalui
wawancara dan dokumentasi yang dilakukan di lapangan. Penyederhanaan
data-data ke dalam bentuk yang lebih mudah dan sederhana.
1. Reduksi Data
Miles dan Hubberman (Muhammad Idrus, 2007:181-183) reduksi data
diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul
dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Proses reduksi data bukanlah
proses sekali jadi tetapi sebuah proses yang berulang selama penelitian
dilakukan. Setelah peneliti mendapatkan data yang diinginkan,
data-data tersebut peneliti seleksi untuk mendapatkan data-data yang benar-benar
akurat yang akan digunakan untuk membantu memecahkan masalah.
Dalam penelitian ini, reduksi data dilakukan pada data primer yaitu hasil
wawancara. Data yang diperoleh diediting, dirangkum, dan difokuskan
pada Kinerja Aparat Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung Dalam
2. Penyajian Data
Yang dimaknai oleh Miles dan Hubberman adalah sukumpulan informasi
tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan
pengambilan tindakan. Setelah data-data tersebut peneliti susun
selanjutnya penyusun paparkan dihasil penelitian yang akan mendukung
atau membantu penyelesaiaan masalah yang poeneliti kemukakan melalui
analisa yang peneliti buat. Dalam penelitian ini, penyajian data dilakukan
dengan mendeskripsikan serta dengan menggunakan tabel analisis
terhadap Kinerja Aparat Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung
Dalam Penanggulangan Penyalahgunaan Narkotika.
3. Menarik Simpulan
Miles dan Huberman menyatakan menarik kesimpulan adalah sebagian
dari satu kegiatan dari konfigurasi yang utuh. Kesimpulan-kesimpulan
diferifikasi selama penelitian berlangsung dengan menggunakan lintasan
pikiran selama melakukan analisa dan menulis. Pada tahap ini, data yang
telah diproses dengan langkah-langkah seperti diatas kemudian ditarik
kesimpulan secara kritis dengan menggunakan metode induktif yang
berangkat dari hal-hal yang khusus untuk memperoleh kesimpulan umum
yang objektif. Simpulan tersebut kemudian diverifikasikan dengan cara
melihat kembali pada hasil reduksi data dan penyajian data, sehingga
simpulan yang diambil tidak menyimpang dari permasalahan penelitian.
Penarikan simpulan dalam penelitian ini dilakukan setelah data yang ada,
dicari polanya dengan teori-teori yang digunakan dalam penelitian dan
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini peneliti akan menguraikan pembahasan mengenai hasil penelitian yang
didasari data yang didapat peneliti melalui wawancara dan dokumentasi. Adapun
uraian pembahasannya didasarkan pada fokus penelitian yang ada. Indikator yang
digunakan untuk mengukur kinerja aparat dalam penelitian ini meliputi tujuan,
standar, alat dan sarana, umpan balik, kompetensi, motif dan peluang.
Kinerja Aparat Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung
1. Tujuan Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung
Seperti diketahui, tujuan merupakan sesuatu keadaan yang lebih baik yang
ingin di capai di masa yang akan datang. Dengan demikian, tujuan
menunjukkan arah kemana kinerja harus dilakukan. Atas dasar arah tersebut,
dilakukan kinerja untuk mencapai tujuan. Untuk tercapainya tujuan dapat
Menurut Bapak Sugiarto mengatakan pada saat wawancara :
“BNP dibentuk berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 14 Tahun 2009 tentang Organisasi dan TataKerja Lembaga Lain Sebagai Bagian Dari Perangkat Daerah Pada Pemerintah Provinsi Lampung. Tujuannya untuk mengantisipasi laju permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba di lingkungan Provinsi Lampung. Untuk mencapai itu semua dalam hal pemenuhan tujuan organisasi, masing-masing pegawai harus memahami tupoksi yang sesuai dengan Peraturan Gubernur, kemudian menjabarkan rincian dari pada tugas masing-masing yang termasuk di dalamnya adalah memahami job deskripsionnya.”(Selasa, 23 Maret 2010 pukul 10.00 WIB)
Untuk mencapai tujuan BNP pegawai harus memahami tugas pokok
masing-masing dan bertanggung jawab dalam melaksanakan tugasnya., Lebih lanjut
Bapak Sugiarto mengatakan :
“Untuk tercapainya BNP terutama di bidang pemberantasan dan peredaran gelap narkoba, para pegawai harus benar-benar memahami tugas mereka masing-masing. Oleh sebab itu, paling lambat sebulan sekali saya mengadakan rapat rutin atau pertemuan terhadap seluruh pegawai disini, kegiatan ini guna mengevaluasi kegiatan yang telah dilaksanakan dan merupakan pertemuan ini merupakan pembinaan terhadap pegawai.”(Selasa, 23 Maret 2010 pukul 10.00 WIB)
Lebih lanjut Bapak Sugiarto mengatakan :
“Walaupun sudah diadakan pertemuan sebulan sekali, masih ada para pegawai yang kurang mengetahui dan memahami tugasnya, ini disebabkan ada diantaranya tidak disiplin dalam melaksanakan tugas, seperti jarang masuk kantor, sering tidak mematuhi jam kerja dll” (Selasa, 23 Maret 2010 pukul 10.00 WIB)
Tercapainya suatu tujuan BNP dapat dilihat dari hasil aktivitas-aktivitas
pekerjaan yang dilakukan oleh para pegawai. Adapun hasil wawancara
“Saya melaksanakan tugas sesuai dengan wewenang yang dilimpahkan kepada saya dan berdasarkan struktur organisasi. Saya membawahi tiga (3) sub bagian, masing-masing Sub Bagian Umum dan Kepegawaiaan, Sub Bagian Keuangan, dan Sub Bagian Perencanaan. Seluruh Kepala Sub Bagian bertuganggung jawab terhadap tugasnya masing-masing.”(Selasa, 23 Maret 2010 pukul 10.30 WIB)
Dalam hal untuk tercapainya tujuan organisasi perlu adanya pembagian tugas
yang dilaksanakan tiap-tiap bidang masing-masing. Hasil wawancara peneliti
dengan salah satu Kepala Sub Bagian Perencanaan, Bapak A. Alamsyah,
mengatakan :
“Saya sudah melaksanakan tugas sesuai dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) yang ada. Memang saya akui ada beberapa pekerjaan yang belum saya selesaikan dan segera akan saya selesaikan. Masing-masing bagian memiliki tanggung jawab tugas tersendiri. Guna menunjang penyelesaiaan tugas di buatlah pembagian pekerjaan berdasarkan bidangnya masing-masing.” (Kamis, 25Maret 2010 pukul 10.00 WIB)
Berdasarkan observasi penelitian di lapangan, para pegawai BNP telah
melaksanakan tugas sesuai dengan tugas pokoknya masing-masing Para
pegawai BNP telah melaksanakan tugas sesuai dengan wewenang yang
dilimpahkan kepadanya. Walaupun pada praktik di lapangan masih ada para
pegawai yang kurang mengetahui dan memahami tugasnya, ini disebabkan
ada diantaranya tidak disiplin dalam melaksanakan tugas, seperti jarang
Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung dibentuk dalam hal ini bertujuan
untuk mengantisipasi laju permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap
[image:47.612.149.528.212.678.2]narkoba di lingkungan Provinsi Lampung.
Tabel 1 : Interpretasi mengenai Tujuan Badan Narkotika Provinsi
Deskripsi Wawancara Bapak Sugiarto, wawancara, Selasa, 23 Maret 2010 pukul 10.00 WIB
Walaupun sudah diadakan pertemuan sebulan sekali, masih ada para pegawai yang kurang mengetahui dan memahami tugasnya, ini disebabkan ada diantaranya tidak disiplin dalam melaksanakan tugas, seperti jarang masuk kantor, sering tidak mematuhi jam kerja dan lain-lain. (Halik Sahril, wawancara, Selasa, 23 Maret 2010 pukul 10.00 WIB)
Masing-masing bagian memiliki tanggung jawab tugas tersendiri. Guna menunjang penyelesaiaan tugas di buatlah pembagian pekerjaan berdasarkan bidangnya masing-masing.
Observasi Berdasarkan observasi di lapangan pegawai BNP telah melaksanakan tugas dan pokoknya masing-masing. Dokumentasi Peraturan Gubernur Nomor 14 Tahun 2009 tentang
Organisasi dan TataKerja Lembaga Lain Sebagai Bagian Dari Perangkat Daerah Pada Pemerintah Provinsi Lampung
Interpretasi Penelitian Untuk mencapai tujuan organisai masing-masing bagian memiliki tanggung jawab tugas tersendiri. Guna menunjang penyelesaiaan tugas dibuatlah pembagian pekerjaan berdasarkan bidangnya masing-masing.
Teori Konsep Menurut Wibowo, kinerja dapat dilihat dari tujuan yang dicapai melalui pembagian pekerjaan.
Hasil Untuk menunjang penyelesaiaan tugas di buatlah pembagian pekerjaan berdasarkan bidangnya masing-masing, tetapi masih ada pegawai yang kurang disiplin.
Untuk mencapai tujuan dari Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung di
peroleh melalui aktivitas-aktivitas tugas yang dilaksanakan oleh para pegawai
BNP , di mana menjalankan aktivitas-aktivitas berdasarkan pembagian tugas
yang telah diatur dalam Peraturan Gubernur Nomor 14 Tahun 2009 tentang
Organisasi dan TataKerja Lembaga Lain Sebagai Bagian dari Perangkat
Daerah Pada Pemerintah Provinsi Lampung. Berdasarkan teori yang
dikemukakan oleh Wibowo (2007 : 102), kinerja dapat dilihat dari tujuan yang
dicapai melalui pembagian pekerjaan.
Masing-masing bagian telah melaksanakan tugasnya berdasarkan bidangnya.
Untuk itu Kepala Pelaksana Harian (Kalakhar) Badan Narkotika Provinsi
(BNP) Lampung paling lambat sebulan sekali mengadakan rapat rutin atau
pertemuan terhadap seluruh pegawai disini, kegiatan ini merupakan
pembinaan terhadap pegawai.
Pertemuan yang diadakan oleh Kepala Pelaksana Harian (Kalakhar) Badan
Narkotika Provinsi (BNP) Lampung dalam kurun waktu sebulan sekali ini
memiliki manfaat yang sangat besar, terutama untuk mengavaluasi kegiatan
yang telah dilakukan dan ajang untuk mencari solusi alternative permasalahan
serta mencari alternative kebijakan baru yang berguna untuk menekan laju
ada kendala yang dihadapi yaitu kurangnya disiplin pegawai, seperti jarang
masuk kantor, sering tidak mematuhi jam kerja. Hal ini adalah masalah yang
perlu diperhatikan untuk meningkatkan kinerja aparat agar lebih baik lagi.
Menanggapi hal tersebut perlu adanya sikap tegas dari pimpinan kantor yaitu
Kepala Pelaksana Harian (Kalakhar) Badan Narkotika Provinsi (BNP)
Lampung. Bila masalah ini dibiarkan maka membuat keadaan kantor akan
tidak kondusif. Akan ada kecemburuan sosial yang muncul karena tidak
jelasnya sanksi yang diemban oleh pegawai yang malas hadir dan tidak masuk
kerja. Akibatnya tujuan dari Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung yaitu
untuk mengantisipasi laju permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap
narkoba di lingkungan Provinsi Lampung tidak berjalan secara maksimal.
Tujuan organisasi yang akan dicapai adalah untuk menunjang penyelesaiaan
tugas dan dibuatlah pembagian pekerjaan berdasarkan bidangnya
masing-masing. Guna pencapaian itu semua diperlukan adanya tanggung jawab akan
tugas, pokok dan fungsi masing-masing pegawai pada tiap-tiap bidangnya.
Untuk itu, perlu adanya kesinergisan antara kinerja individu dan organisasi,
karena masing-masing saling mempengaruhi satu sama lain.
Berdasarkan beberapa hasil wawancara tersebut, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa pencapaian tujuan masih terdapat beberapa pegawai yang
menyebabkan akan mempengaruhi pencapaian kinerja yang tidak maksimal.
Oleh karena itu dibutuhkan kesadaran akan pentingnya tugas, pokok dan
fungsi sebagai aparat Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung guna
pencapaiaan tujuan kinerja organisasi.
2. Standar Kinerja Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung
Standar memiliki arti penting karena memberitahukan kapan suatu tujuan
dapat diselesaikan. Standar merupakan suatu ukuran apakah tujuan yang
diinginkan dapat dicapai Kinerja seseorang dikatakan berhasil apabila mampu
mencapai standar yang ditentukan atau disepakati bersama antara atasan dan
bawahan.
Berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 14 Tahun 2009 tentang Organisasi
dan TataKerja Lembaga Lain Sebagai Bagian Dari Perangkat Daerah Pada
Pemerintah Provinsi Lampung yang bertujuan untuk mengantisipasi laju
permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba di lingkungan
Provinsi Lampung perlu adanya kerja keras dari aparat BNP untuk menekan
angka peredaran dan penyalahgunaan narkoba.
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan Kepala Pelaksana Harian
(Kalakhar) Badan Narkotika Provinsi (BNP) Lampung, Bapak Sugiarto,
“Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, pegawai sudah berpedoman pada standar atau mekanisme yang telah ditentukan. Para pegawai melaksanakan
tugas dan fungsinya berdasarkan Peraturan Gubernur No. 14 Tahun 2009.” (Selasa, 23 Maret 2010 pukul 10.00 WIB)
Hasil wawancara peneliti dengan Kepala Bidang Promotif dan Preventif, Ibu
Betty Y. mengatakan :
“Banyaknya kegiatan punyuluhan narkoba membuat para pegawai lebih di sini lebih bekerja dengan sungguh-sungguh. Para pegawai bekerja sudah sesuai dengan tugas, pokok dan fungsinya. Kesuksesan kegiatan pemberantasan narkoba merupakan goal dari kesungguhan dalam menjalankan tugas masing-masing pegawai.”(Senin, 22 Maret 2010 pukul 14.00 WIB)
Lebih lanjut, hasil wawancaara peneliti dengan Wakil Ketua DPD KNPI Prov.
Lampung, Bapak Teguh W., mengatakan :