MAKALAH FILSAFAT ILMU
“ASUMSI”
Dosen Pengampu:
Dr. Endang K. Trijanto, M.Pd. dan Dr. Hanif Pujiati
Dibuat Oleh:
Anis Fuad
Desy
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2013
PENDAHULUAN
Menurut Jujun S. Suriasumantri dalam bukunya yang
berjudul “Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer”1 mengatakan
bahwa semua pengetahuan seperti apakah itu ilmu, seni, atau
pengtahuan apa saja pada dasarnya mempunyai tiga landasan
penting yang disebut sebagai ontologis, epistomologis, dan
aksiologis. Dan yang membedakan dari ketiga landasan tersebut
adalah materi perwujutannya serta sejauh mana
landasan-landasan tersebut diperkembangkan dan dilaksakan.
Sedangkan Filsafat ilmu merupakan bagian dari
epistemology (filsafat pengetahuan) yang secara spesifik
mengkaji hakekat ilmu (pengetahuan ilmiah). Jadi untuk
membedakan jenis pengtahuan yang satu dengan yang lainnya
maka ada beberapa pertanyaan yang dapat diajukan seperti:
apa yang dikaji (ontologi), bagaimana carannya untuk
mendapatkan (epistomologi) serta untuk apa pengetahuan
tersebut digunakan (aksiologi). Jadi dari pernyataan Jujun S.
Suriasumantri tersebut maka untuk memahami filsafat ilmu kita
harus memahami dulu apa yang dikaji dalam filsafat ilmu, lalu
bagaimana caranya mendapatkan pengatahuan tentang filsafat
ilmu tersebut, serta untuk apa pengatahuan filsafat ilmu
tersebut dipergunakan.
1 Suriasumantri, Jujun S., 1993, Filsafat Ilmu sebuah Pengantar Populer,
Dalam makalah ini pemakalah hanya membatasi
pembahasan Filsafat ilmu tentang apa yang dikaji (ontologi)
dalam Filsafat ilmu, khususnya tentang Asumsi. Ontology dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya cabang ilmu filsafat yg
berhubungan dng hakikat hidup.2 Jujun S. Suriasumantri yang
mendefinisikan ontologi sebagai ilmu yang membahas tentang
apa yang ingin kita ketahui, seberapa jauh yang kita ingin tahu.
Jujun S. Suriasumantri juga menyatakan bahwa ontologi itu
adalah penjelasan tentang keberadaan atau eksistensi yang
mempermasalahkan akar-akar atau hal yang paling mendasar
tentang apa yang disebut dengan ilmu.
Jadi Ontologi adalah ilmu yang mengkaji apa hakikat ilmu.
Ontologi ilmu membatasi diri pada ruang kajian keilmuan yang
dapat dipikirkan manusia secara rasional dan bisa diamati
melalui panca indera manusia. Adapun beberapa cakupan
ontology adalah Metafisika, Asumsi, Peluang, beberapa asumsi
dalam ilmu, dan batasan-batasan penjelajah ilmu.
Ontologi dalam filsafat merupakan bidang yang mencoba
untuk mencari hakikat tentang “sesuatu”, di dalam proses
pencariannya ini maka asumsi dibutuhkan untuk mengatasi
penelaahan suatu permasalahan tersebut menjadi meluas.
Asumsi menjadi suatu landasan berfikir sebelum hakikat
kebenaran dalam pengetahuan tersebut tampak adanya.
2http://kbbi.web.id/index.php?w=ONTOLOGI, hari Senin 30 September 2013,
BAB II PEMBAHASAN I. PENGERTIAN ASUMSI
Dalam buku “Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer” yang
ditulis oleh Jujun S. Suriasumantri, ia mendeskripsikan asumsi
secara rinci dengan menghadirkan sebuah cerita dengan dua
tokoh penembak yang memiliki latar belakang yang berbeda,
pertama seorang ahli tembak dan yang kedua seorang petani
yang tidak mempunyai pengalaman dalam dunia tembak, lalu
keduanya dipertemukan dalam sebuah arena adu tembak, dan
dari sinilah asumsi mulai bermunculan dari berbagai pihak untuk
mengambil peruntungan siapa yang akan mereka jagokan?
Mereka pun mulai berspekulasi agar tidak salah dalam memilih
orang yang akan mereka jagokan. Kemungkinan yang pertama
tentunya kemenangan sangat jelas berpihak kepada si
penembak ulung jika dilihat dari pengalaman yang telah dia
jalani dalam dunia tembak, dan kemungkinan tersebut sangatlah
besar peluangnya untuk lolos menjadi pemenang. Lalu disana
pun masih ada kemungkinan kedua yaitu keberuntungan si
petani untuk lolos menjadi pemenang, walaupun keahlian
peluang untuknya agar menjadi pemenang dalam adu tembak
ini.
Setelah menyimak cerita tersebut kita pun mulai ikut
berasumsi (menduga-duga) manakah yang akan lolos menjadi
pemenang? Si jago tembak kah sesuai dengan hukum alam yang
berlaku? Atau si petani kah karena peluang yang dimilikinya
membawa dia kepada keberuntungan?
Dari cerita di atas, bisa disimpulakan bahwa asumsi dapat
diartikan sebagai dugaan yang diterima sebagai dasar atau
landasan berfikir karena dianggap benar. Dalam KBBI (Kamus
Besar Bahasa Indonesia) asumsi adalah asum·si n1 dugaan yg diterima sbg dasar; 2 landasan berpikir krn dianggap benar;
meng·a·sum·si·kan v menduga; memperkirakan; memperhitungkan; meramalkan3
Sedangkan pengertian asumsi dalam filsafat ilmu ini
merupakan anggapan/ andaian dasar tentang realitas suatu
objek yang menjadi pusat penelaahan atau pondasi bagi
penyusunan pengetahuan ilmiah yang diperlukan dalam
pengembangan ilmu. Tanpa asumsi anggapan orang atau pihak
tentang realitas bisa berbeda, tergantung dari sudut pandang
dan kacamata apa.
II. Fungsi ASUMSI
3http://kbbi.web.id/index.php?w=asumsi, Senin 30 September 2013, Jam
Suharsimi menyebutkan dalam bukunya dahwa didalam penelitian, asumsi/anggapan dasar sangat perlu untuk dirumuskan secara jelas sebelum melangkah mengumpulkan data. Perlunya peneliti merumuskan asumsi/anggapan dasar antara lain 4
1. Agar ada dasar berpijak yang kokoh bagi masalah yang
sedang diteliti.
2. Untuk mempertegas variable yang menjadi pusat perhatian.
3. Guna menentukan dan merumuskan hipotesis.
III. PENGGUNAAN ASUMSI
Pertanyaan penting yang terkait dengan asumsi adalah
bagaimana penggunaan asumsi secara tepat? Untuk menjawab
permasalahan ini, perlu tinjauan dari awal bahwa gejala alam
tunduk pada tiga karakteristik (Junjun, 1995):
1. Deterministik.
Deterministik adalah hukum alam yang bersifat universal.
Paham determinisme dikembangkan oleh William Hamilton
(1788-1856) dari doktrin Thomas Hobbes (1588-1679) yang
menyimpulkan bahwa pengetahuan adalah bersifat empiris yang
dicerminkan oleh zat dan gerak universal. Aliran filsafat ini
merupakan lawan dari paham fatalisme yang berpendapat
4 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek, PT
bahwa segala kejadian ditentukan oleh nasib yang telah
ditetapkan lebih dahulu. (Jujun, 1995, hal.75)
2. Pilihan Bebas
Manusia memiliki kebebasan dalam menentukan pilihannya,
tidak terikat pada hukum alam yang tidak memberikan alternatif.
(Jujun, 1995, hal.75)
3. Probabilistik
Posisi Probabilistic berada diantara keduannya (determministik
dan pilihan bebas), dimana posisi tersebut menyatakan bahwa
gejala umum yang universal itu memang ada namun sifatnya
berupa peluang (probabilistik).
Dalam menentukan suatu asumsi dalam perspektif filsafat,
permasalahan utamanya adalah mempertanyakan pada pada
diri sendiri (peneliti) apakah sebenarnya yang ingin dipelajari
dari ilmu. Terdapat kecenderungan, sekiranya menyangkut
hukum kejadian yang berlaku bagi seluruh manusia, maka harus
bertitik tolak pada paham deterministik. Sekiranya yang dipilih
adalah hukum kejadian yang bersifat khas bagi tiap individu
kutub deterministik dan pilihan bebas, penafsiran probabilistik
merupakan jalan tengahnya.5
Ilmuwan melakukan kompromi sebagai landasan ilmu.
Sebab ilmu sebagai pengetahuan yang berfungsi membantu
manusia dalam memecahkan masalah praktis sehari-hari, tidak
perlu memiliki kemutlakan seperti agama yang berfungsi
memberikan pedoman terhadap hal-hal hakiki dalam kehidupan.
6Karena itu; Harus disadari bahwa ilmu tidak pernah ingin dan
tidak pernah berpretensi untuk mendapatkan pengetahuan yang
bersifat mutlak. Ilmu memberikan pengetahuan sebagai dasar
untuk mengambil keputusan, dimana keputusan itu harus
didasarkan pada penafsiran kesimpulan ilmiah yang bersifat
relatif
Jadi, berdasarkan teori-teori keilmuan, tidak akan pernah
didapatkan hal pasti mengenai suatu kejadian. Yang didapatkan
adalah kesimpulan yang probabilistik, atau bersifat peluang.
Seberapa banyak asumsi diperlukan dalam suatu analisis
keilmuan? Semakin banyak asumsi berarti semakin sempit ruang
gerak penelaahan suatu obyek observasi. Dengan demikian,
untuk mendapatkan pengetahuan yang bersifat analistis, yang
5 Suriasumantri, Jujun S., 1993, Filsafat Ilmu sebuah Pengantar Populer,
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. h.76
6 Suriasumantri, Jujun S., 1993, Filsafat Ilmu sebuah Pengantar Populer,
mampu menjelaskan berbagai kaitan dalam gejala yang ada,
maka pembatasan dalam bentuk asumsi yang kian sempit
menjadi diperlukan.
IV. PENENTUAN DAN MENGEMBANGKAN ASUMSI
Dalam penelitian kita diharuskan untuk menyusun asumsi.
Hal ini sebagai stimulus, agar kita mencari pembuktiaan sebuah
kebenaran ilmiah. Dalam menyusun asumsi ini kita tidak boleh
sembarangan, akan tetapi kita harus melihat konteks atau objek
yang kita teliti. Untuk menentukan asumsi harus didasarkan atas
kebenaran yang telah diyakini oleh peniliti. Sebelum
menentukan asumsi peneliti harus lebih mengetahui terhadap
sesuatu dengan cara: 7
1. Dengan banyak membaca buku, surat kabar atau terbitan
lain.
2. Dengan banyak mendengar berita, ceramah, pembicaraan
orang lain.
3. Dengan banyak berkunjung ke tempat (lokasi penelitian).
4. Dengan mengadakan pendugaan meng-abstraksi
berdasarkan perbendaharaan pengetahuannya.
Setelah kita menentukan asumsi, maka asumsi tersebut
dapat dikembangkan dengan cara:
1. Asumsi harus relevan dengan bidang dan tujuan pengkajian disiplin ilmu.
7 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek, PT
2. Asumsi ini harus operasional dan merupakan dasar dari pengkajian teoritis
3. Asumsi ini harus disimpulkan dari “keadaan sebagaimana adanya” bukan “bagaimana keadaan yang seharusnya”. Jadi
Asumsi harus bercirikan positif, bukan normatif.
Keberadaan asumsi sebagai bagian dari filsafat ilmu merupakan hal yang sangat penting karena asumsi berfungsi sebagai bagian yang mendasar yang harus ada. Asumsi adalah suatu hal yang diyakini kebenarannya oleh penilti yang harus dirumuskan secara jelas yang memiliki fungsi sebagai berikut : 1. Untuk memperkuat permasalahan
2. Membantu peneliti dalam memperjelas, menetapkan objek penelitian, wilayah pengambilan data, instrumen pengumpulan data.
Untuk dapat merumuskan anggapan dasar, penilti harus banyak membaca buku, mendengarkan informasi dari berbagai sumber dan mengunjungi lokasi penelitian.
Seperti yang disampaikan di depan bahwasanya makalah ini jauh dari kesempurnaan yang tentunya belum memenuhi standar ‘kepuasaan’ pembaca. Penulis sangat menantikan masukan-masukan yang membangun demi kesempurnaan isi dari makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek, PT Rineka Cipta, Jakarta, 2002.
http://kbbi.web.id/index.php?w=asumsi, Senin 30 September
2013, Jam 11:55 PM
http://kbbi.web.id/index.php?w=ONTOLOGI, hari Senin 30