PENGARUH KEGIATAN PENYULUHAN DALAM PELAYANAN KESEHATAN PEDULI REMAJA (PKPR) TERHADAP
PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG SEKS PRANIKAH DI SMAN 1 LUBUK DALAM
KABUPATEN SIAK SRI INDRAPURA TAHUN 2013
SKRIPSI
OLEH:
NUZULIA RAHAYU NIM. 101000368
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGARUH KEGIATAN PENYULUHAN DALAM PELAYANAN KESEHATAN PEDULI REMAJA (PKPR) TERHADAP
PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG SEKS PRANIKAH DI SMAN 1 LUBUK DALAM
KABUPATEN SIAK SRI INDRAPURA TAHUN 2013
S K R I P S I
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Oleh:
NIM. 10100368 NUZULIA RAHAYU
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Skripsi : PENGARUH KEGIATAN PENYULUHAN
DALAM PELAYANAN KESEHATAN PEDULI REMAJA TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG SEKS PRANIKAH DI SMAN 1 LUBUK DALAM KABUPATEN SIAK SRI INDRAPURA TAHUN 2013
Nama Mahasiswa : Nuzulia Rahayu
Nomor Induk Mahasiswa : 101000368
Program Studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat
Peminatan : Kependudukan dan Kesehatan Reproduksi
Tanggal Lulus : 3 Mei 2013
Disahkan Oleh Komisi Pembimbing
Pembimbing I Pembimbing II
dr. Yusniwarti Yusad, M.Si dr. Ria Masniari Lubis, M.Si NIP. 19510520 198713 2 001 NIP. 19531018 198203 2 001
Medan, Juni 2013
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
Dekan,
ABSTRAK
Remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. Kesehatan remaja sebagian besar ditentukan oleh perilaku mereka. Seks pranikah merupakan salah satu persoalan remaja yang mengkhawatirkan saat ini. Kurangnya pengetahuan dan informasi yang salah menjadi salah satu penyebab seks pranikah pada remaja. PKPR merupakan salah satu kegiatan yang dilaksanakan oleh pemerintah untuk mengatasi persoalan remaja.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh kegiatan penyuluhan dalam PKPR terhadap pengetahuan dan sikap remaja tentang seks pranikah. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen semu (quasi experiment) dengan pendekatan one group pretest-posttest dengan teknik pengambilan sampel menggunakan simple random sampling. Data dianalisa dengan Uji t-test dan wilcoxon.
Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan pengetahuan dan sikap remaja tentang seks pranikah kearah yang lebih baik setelah kegiatan penyuluhan. Hasil uji diperoleh adanya pengaruh kegiatan penyuluhan dalam PKPR terhadap pengetahuan dan sikap remaja tentang seks pranikah dengan nilai p= 0,001 < α= 0,05.
Diharapkan agar pihak Puskesmas menjadikan kegiatan penyuluhan dalam PKPR sebagai kegiatan rutin di sekolah minimal 6 bulan sekali dan pihak sekolah diharapkan bisa menambahkan pendidikan kesehatan reproduksi kedalam mata pelajaran.
ABSTRACT
Teenager are a large population of the world population. Adolenscent health is largely determined by their behavior. Premarital sex is one of the alarming teen issues today. Lack of knowledge and misinformation to be one of the causes of premarital sex among adolescent. PKPR is one of the activities undertaken by government to address youth issues.
This research aimed to see the effect of the counseling in PKPR on knowledge and attitudes teens about premarital sex. This study adopted a quasi experiment method with the approach pretest-posttest one group with sampling techniques using simple random sampling. The data analyzed by t-test and wilcoxon.
The result showed an increase in knowledge and attitudes about premarital sex teens toward better after counseling activities . The test result obtained on the effect of counseling activities for adolescent knowledge and attitudes about premarital sex with p value = 0,001 < α= 0,05.
It is expected that the health center care of performing routine PKPR activities such as counseling at school for at least sixth month and the school is expected to adding the productive health education in the subject.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Nuzulia Rahayu
Tempat/Tanggal Lahir : Rawang Kao/ 4 Mei 1988
Agama : Islam
Status Perkawinan : Belum Menikah
Nama Orang Tua : Zamzami dan Ihktiarti, SPd
Alamat Rumah : Jl. Dharmais Desa Rawangkao, Kecamatan Lubuk
Dalam Kabupaten Siak Sri Indrapura
Riwayat Pendidikan
1. Tahun 1995-2000 : SDN 001 Rawang Kao
2. Tahun 2000-20023 : SLTP Negeri 1 Lubuk Dalam
3. Tahun 2003-2006 : SMA Negeri 4 Pekanbaru
4. Tahun 2006-2009 : DIII Kebidanan Stikes Hangtuah Pekanbaru
KATA PENGANTAR
Alhamdulilah Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas
segala limpahan Rahmat dan KaruniaNya sehingga penulis masih bisa menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Pengaruh Kegiatan Penyuluhan Dalam Pelayanan
Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Remaja Tentang Seks Pranikah Di SMAN 1 Lubuk Dalam Siak Sri Indrapura Tahun 2013”. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat unuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak menemui kesulitan dan
hambatan, namun berkat bimbingan, bantuan dan dorongan moril dari berbagai pihak
akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan. Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum
sempurna dan masih banyak kekurangan. Untuk itu kritik dan saran sangat diperlukan
demi kesempurnaan skripsi ini. Harapan penulis semoga skripsi dapat bermanfaat dan
berguna untuk menambah pengetahuan.
Pada kesempatan ini penulis dengan segala kerendahan hati menyampaikan
ucapan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Drs. Heru Santosa, MS, P.hD selaku Ketua Departemen Kependudukan
3. Ibu Drh. Rasmaliah, M.Kes selaku Dosen Penasehat Akademik yang telah
memberikan bimbingan dan motivasi penulis selama masa perkuliahan di
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Suatera Utara.
4. Ibu dr. Yusniwarti Yusad, MSi. Selaku dosen pembimbing 1 yang telah
bersedia meluangkan waktu memberikan bimbingan, kritik dan saran positif
bagi kesempurnaan skripsi ini.
5. Ibu Ria Masniari Lubis, M.Si selaku dosen pembimbing II yang telah bersedia
meluangkan waktu dan memberikan bimbingan, kritik dan saran positif bagi
kesempurnaan skripsi ini.
6. Ibu Afriyati, SKM, M.Kes selaku penguji dosen penguji I yang telah bersedia
meluangkan waktu dan memberikan saran positif bagi kesempurnaan skripsi
ini.
7. Ibu Maya Fitria, SKM, M.Kes selaku dosen penguji II yang telah bersedia
meluangkan waktu dan memberikan kritikan dan saran positif bagi
kesempurnan skripsi ini.
8. Seluruh dosen dan staff di Departemen Kependudukan dan Biostatistik
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang turut
mendukung persiapan penyelesaian skripsi ini.
9. Bapak Kepala Sekolah SMAN 1 Lubuk Dalam berserta Staff yang telah
memberikan izin bagi penulis untuk melakukan penelitian dan pihak petugas
kesehatan Puskesmas Lubuk Dalam yang bersedia membantu penulis dalam
melaksanakan penelitian.
1. Ayahanda Bapak Zamzami dan Ibunda Ibu Ikhtiarti, SPd yang ananda sangat
cintai dan sayangi yang tak terkira, sembah sujud ananda, yang telah
memberikan dukungan, motivasi, dorongan dan doa yang tiada hentinya tak
dalam menyelesaikan skripsi ini. Adik-adikku tercinta Yulian Fazly dan
Gagas Safarul Rohman dan Bunga Listia Dewi atas dukungan dan
semangatnya.
2. Sahabat terbaik Dian Ginastra yang selalu ada, terima kasih untuk dukungan
dan motivasi, segera selesaikan juga D4 nya dan Cikgu Afni Andini sahabat
binti tetanggaku, bersyukur bisa kenal sama kamu.
3. Buat rekan-rekan mahasiswa/i seperjuangan di Fakultas Kesehatan
Masyarakat USU Ekstensi tahun 2010 khususnya peminatan Kesehatan
Reproduksi dan ekstensi A yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas
dukungannya buat penulis. Semoga Allah SWT melimpahkan rahmat dan
karuniaNYA kepada kita semua. amin
Medan, Mei 2013
Penulis,
DAFTAR ISI
2.1. Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) ... 8
2.1.1 Pengertian ... 8
2.1.2 Dasar Hukum ... 8
2.1.3 Kriteria Puskemas Mampu Tatalaksana PKPR ... 10
2.1.4 Manfaat PKPR ... 10
2.1.5 Sasaran dan Jenis Kegiatan PKPR ... 11
2.1.6 Strategi Keberhasilan PKPR ... 11
2.3 Sikap ... 15
2.4. Seks Pranikah ... 19
2.4.1 Pengertian ... 19
2.4.2 Faktor-faktor Penyebab Seks Pranikah ... 20
2.4.3 Dampak Seks Pranikah ... 22
2.4.4 Upaya Pencegahan Seks Pranikah ... 22
2.5 Remaja ... 24
2.5.1 Pengertian ... 24
2.5.2 Perkembangan Seksual Remaja ... 27
2.6 Gambaran Hasil Penelitian Sebelumnya ... 28
2.7 Kerangka Konsep ... 29
3.7 Aspek Pengukuran ... 35
3.8 Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data ... 36
3.9 Tahapan Penelitian ... 38
BAB IV HASIL PENELITIAN ... 40
4.1 Gambaran Lokasi Penelitian ... 40
4.2 Pelaksanaan Kegiatan PKPR... 41
4.3 Analisis Univariat ... 42
4.3.1 Karakteristik Responden ... 42
4.3.2 Gambaran Sumber Informasi Kesehatan Responden ... 43
4.3.3 Gambaran Riwayat Berpacaran Responden ... 43
4.3.4 Gambaran Status Berpacaran Responden ... 43
4.3.5 Gambaran Pengetahuan Responden ... 44
4.3.6 Gambaran Sikap Responden ... 44
4.3.7 Normalitas Data ... 45
4.4 Analisis Bivariat ... 46
4.4.1 Pengaruh Kegiatan PKPR Terhadap Pengetahuan Responden 46 4.4.2 Pengaruh Kegiatan PKPR Terhadap Sikap Responden ... 46
BAB V PEMBAHASAN ... 48
5.1 Pengaruh Kegiatan PKPR Terhadap Pengetahuan Remaja Tentang Seks Pranikah ... 48
5.2 Pengaruh Kegiatan PKPR Terhadap SikapRemaja Tentang Seks Pranikah ... 49
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN... 52
6.1 Kesimpulan ... 52
DAFTAR PUSTAKA ... 54
LAMPIRAN – LAMPIRAN Kuesioner Penelitian ... 56
Satuan Acara Penyuluhan ... 61
Materi Penyuluhan ... 63
Master Tabel ... 70
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden ... 42
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Sumber Informasi Kesehatan ... 43
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Riwayat Berpacaran ... 43
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Status Berpacaran ... 43
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Sebelum dan Setelah Kegiatan Penyuluhan Dalam PKPR ... 44
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Sikap Responden Sebelum dan Setelah Kegiatan Penyuluhan Dalam PKPR ... 44
Tabel 4.7 Hasil Uji Normalitas Data ... 45
Tabel 4.8 Perbedaan Pengetahuan Responden Sebelum dan Setelah Kegiatan Penyuluhan Dalam PKPR ... 46
DAFTAR GAMBAR
ABSTRAK
Remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. Kesehatan remaja sebagian besar ditentukan oleh perilaku mereka. Seks pranikah merupakan salah satu persoalan remaja yang mengkhawatirkan saat ini. Kurangnya pengetahuan dan informasi yang salah menjadi salah satu penyebab seks pranikah pada remaja. PKPR merupakan salah satu kegiatan yang dilaksanakan oleh pemerintah untuk mengatasi persoalan remaja.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh kegiatan penyuluhan dalam PKPR terhadap pengetahuan dan sikap remaja tentang seks pranikah. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen semu (quasi experiment) dengan pendekatan one group pretest-posttest dengan teknik pengambilan sampel menggunakan simple random sampling. Data dianalisa dengan Uji t-test dan wilcoxon.
Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan pengetahuan dan sikap remaja tentang seks pranikah kearah yang lebih baik setelah kegiatan penyuluhan. Hasil uji diperoleh adanya pengaruh kegiatan penyuluhan dalam PKPR terhadap pengetahuan dan sikap remaja tentang seks pranikah dengan nilai p= 0,001 < α= 0,05.
Diharapkan agar pihak Puskesmas menjadikan kegiatan penyuluhan dalam PKPR sebagai kegiatan rutin di sekolah minimal 6 bulan sekali dan pihak sekolah diharapkan bisa menambahkan pendidikan kesehatan reproduksi kedalam mata pelajaran.
ABSTRACT
Teenager are a large population of the world population. Adolenscent health is largely determined by their behavior. Premarital sex is one of the alarming teen issues today. Lack of knowledge and misinformation to be one of the causes of premarital sex among adolescent. PKPR is one of the activities undertaken by government to address youth issues.
This research aimed to see the effect of the counseling in PKPR on knowledge and attitudes teens about premarital sex. This study adopted a quasi experiment method with the approach pretest-posttest one group with sampling techniques using simple random sampling. The data analyzed by t-test and wilcoxon.
The result showed an increase in knowledge and attitudes about premarital sex teens toward better after counseling activities . The test result obtained on the effect of counseling activities for adolescent knowledge and attitudes about premarital sex with p value = 0,001 < α= 0,05.
It is expected that the health center care of performing routine PKPR activities such as counseling at school for at least sixth month and the school is expected to adding the productive health education in the subject.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. Menurut World
Health Organization (WHO) sekitar seperlima dari penduduk dunia adalah remaja
berusia 10-19 tahun. Sekitar 900 juta berada di negara berkembang. Di Indonesia
pada tahun 2007 jumlah remaja usia 10-24 tahun terdapat sekitar 64 juta atau 28,64%
dari jumlah penduduk Indonesia (Muadz, dkk, 2008).
Remaja Indonesia saat ini sedang mengalami perubahan sosial yang cepat dari
masyarakat tradisional menuju masyarakat modern, yang mengubah norma-norma,
nilai-nilai dan gaya hidup mereka. Kesehatan remaja sebagian besar ditentukan oleh
perilaku mereka. Hal terpenting dan kompleks menyangkut perilaku kesehatan remaja
adalah masalah seksual (Suryoputro,dkk, 2006).
Banyak sekali remaja yang sudah aktif secara seksual meski bukan atas
pilihannya sendiri. Kegiatan seksual yang tidak bertanggung jawab menempatkan
remaja pada tantangan risiko terhadap berbagai masalah kesehatan reproduksi. Setiap
tahunnya 50.000 remaja diseluruh dunia meninggal karena kehamilan dan komplikasi
persalinan (Centers for Disease Control, 2008). Secara global kasus HIV/AIDS
terjadi pada kaum muda 15-24 tahun. Perkiraan terakhir adalah setiap hari ada 7000
remaja terinfeksi HIV/AIDS. Jumlah kasus HIV dan AIDS di Indonesia yang
dilaporkan hingga Juni 2012 HIV mencapai 86.762 dan AIDS mencapai 32.103
1.134 jiwa dan jumlah penderita dengan faktor resiko heteroseksual sebanyak 18.680
jiwa. (Ditjen PP & PL RI, 2012).
Hasil survei terakhir di 33 provinsi pada tahun 2008 yang dilakukan oleh
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dilaporkan 63% remaja di
Indonesia pada usia antara SMP dan SMA sudah melakukan hubungan seksual
pranikah, ironisnya 21% diantaranya dilaporkan melakukan aborsi. Persentase remaja
yang melakukan hubungan seksual pranikah tersebut mengalami peningkatan
dibanding tahun-tahun sebelumnya (Kapan Lagi, 2008).
Hasil penelitian Yayasan DKT (D.K Tyagi) Indonesia (2005) menunjukkan
perilaku seksual remaja di 4 kota Jabotabek, Bandung, Surabaya dan Medan.
Berdasarkan norma yang dianut 89% remaja tidak setuju seks pranikah, namun secara
terbuka menyatakan melakukan seks pranikah di Jabotabek 51%, Bandung 54%,
Surabaya 47% dan Medan 52%. Data PKBI tahun 2006 didapatkan bahwa umur
pertama kali hubungan seks kisaran 13-18 tahun, 60% tidak menggunakan alat
kontrasepsi dan 85% dilakukan dirumah (Wijaya, 2012).
Menurut survei lain yang dilakukan Yayasan Kesehatan Perempuan tahun
2010 menemukan sebanyak 1.446 kasus aborsi di Kota Medan dan delapan kota besar
lainnya, yaitu Batam, Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, Mataram
dan Manado. Lebih kurang secara nasional ditemukan 2,5 juta pertahun. Persentase
pada tahun 2010, usia melakukan aborsi yakni usia 30 tahun sebesar 58%, 20-30
tahun sebesar 39% dan usia dibawah 20 tahun sebesar 3%.
Menurut Survei Kesehatan Remaja Republik Indonesia (2007) remaja usia
mengetahui sama sekali perubahan yang terjadi pada remaja laki-laki sebanyak 21%,
hanya 10% remaja pria yang tahu masa subur wanita dan baru 63% remaja yang
mengetahui jika melakukan hubungan seksual sekali beresiko kehamilan. Sedangkan
remaja yang memiliki teman untuk melakukan hubungan seks pranikah mencapai
82% dan remaja mempunyai teman seks dan hamil sebelum menikah mencapai 66%.
Hasil penelitian lain yang dilakukan Harmaini tahun 2010 pada siswa-siswi
SMA-SMK di Kota Pekanbaru dari 329 subjek penelitian tentang sejauh mana
perilaku seks remaja dalam berpacaran diantara hasil penelitiannya didapatkan
pelukan sebanyak 53%, berciuman 55%, meraba payudara 19%, memegang alat
kelamin 12% dan yang sudah melalukan hubungan seksual sebanyak 8% (Riau Pos,
2011).
Tingginya persentase remaja melakukan hubungan seksual pranikah yang
berakibat terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan serta aborsi dan berujung pada
kematian ibu menjadi persoalan serius yang harus diperhatikan. Hal ini berkaitan
semakin tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) akibat aborsi yang dilakukan oleh
remaja yang merupakan satu indikator penilaian derajat kesehatan masyarakat.
Menurut Sarwono (2006), ada beberapa faktor yang dianggap berperan dalam
munculnya permasalahan seksual pada remaja, diantaranya perubahan hormonal yang
dapat meningkatkan hasrat seksual, penyebaran informasi yang salah misalkan dari
buku dan VCD porno, rasa ingin tahu yang sangat besar serta kurangnya pengetahuan
yang didapat dari orang tua maupun sekolah. Terdapat juga beberapa alasan lain yang
sangat mencintai pacar, dijanjikan akan menikah, takut mengecewakan pacar dan
takut diputusin pacar.
Untuk mengatasi permasalahan remaja, Departemen Kesehatan RI telah
memperkenalkan Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) yang diadopsi dari
WHO sejak tahun 2003 yang berbasis di Puskesmas . Pada akhir 2008 tercatat 22,3%
Puskesmas diseluruh Indonesia telah melaksanakan PKPR. Jenis kegiatan dalam
PKPR adalah pemberian informasi dan edukasi, pelayanan klinis medis termasuk
pemeriksaan penunjang, konseling, pendidikan keterampilan hidup sehat, pelatihan
Peer Counselor/Konselor sebaya dan pelayanan rujukan sosial dan medis (Fadhlina,
2012).
SMAN 1 Lubuk Dalam merupakan salah satu penyelenggara pendidikan yang
terletak di Kecamatan Lubuk Dalam Kabupaten Siak Sri Indrapura provinsi Riau.
Lokasi sekolah tepat ditengah perkebunan sawit milik warga sekitar dan akses untuk
pencarian informasi mengenai kesehatan reproduksi yang masih kurang memadai.
Sekolah ini merupakan salah satu sekolah yang sudah dibina oleh Puskesmas
setempat dalam pengembangan PKPR sejak tahun 2010 dan sudah memiliki kader
PKPR yaitu siswa dan siswi yang dipilih oleh pihak sekolah yang di bina langsung
oleh petugas kesehatan dari puskesmas. Kader PKPR diberikan pembinaan tentang
kesehatan reproduksi mencakup tentang organ dan fungsi reproduksi, infeksi menular
seksual, bahaya seks pranikah dan yang lainnya. Kader PKPR diharapkan mampu
menjadi fasilitator teman sebayanya dalam mencari informasi yang tepat atau pun
Kegiatan PKPR di SMAN 1 Lubuk Dalam masih terbatas pada penyuluhan
dan pembinaan kader PKPR. Kurangnya kegiatan yang dilaksanakan dikarenakan
minimnya biaya yang dianggarkan oleh pemerintah. Selama tahun 2011 tercatat
sudah 3x dilakukan penyuluhan oleh pihak Puskesmas tentang kespro remaja, gigi
dan narkoba, namun belum menampakkan hasil yang optimal ini terlihat dari hasil
survei pendahuluan yang dilakukan pada bulan agustus dari 10 orang siswa 6
diantaranya tingkat pengetahuan sedang tentang seks pranikah dan 4 orang siswa
dengan tingkat pengetahuan rendah serta 10 orang siswa memiliki sikap tidak setuju
terhadap hubungan seks pranikah. Namun faktanya masih ditemukan kasus siswi
yang hamil akibat hubungan seks pranikah.
Berdasarkan uraian diatas dilakukan penelitian Pengaruh Kegiatan
Penyuluhan Dalam PKPR Terhadap Pengetahuan dan Sikap Remaja Tentang Seks
Pranikah di SMAN 1 Lubuk Dalam Kabupaten Siak Sri Indrapura Tahun 2013.
1.2Perumusan Masalah
Banyaknya remaja siswa-siswi di Kab. Siak Sri Indrapura yang melakukan
seks pranikah dan adanya PKPR yang dikembangkan disekolah-sekolah sebagai salah
satu layanan bagi remaja tetapi belum memperlihatkan hasil yang optimal.
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui Pengaruh Kegiatan Penyuluhan
Dalam PKPR Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Remaja Tentang Seks Pranikah Di
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan remaja tentang seks pranikah di SMAN 1
Lubuk Dalam Kabupaten Siak Sri Indrapura Tahun 2013 sebelum dan setelah
kegiatan penyuluhan dalam PKPR.
2. Untuk mengetahui sikap remaja remaja tentang seks pranikah di SMAN 1 Lubuk
Dalam Kabupaten Siak Sri Indrapura Tahun 2013 sebelum dan setelah kegiatan
penyuluhan dalam PKPR.
3. Untuk melihat pengaruh kegiatan penyuluhan dalam PKPR terhadap peningkatan
pengetahuan dan sikap remaja tentang seks pranikah di SMAN 1 Lubuk Dalam
Kabupaten Siak Sri Indrapura Tahun 2013.
1.4 Manfaat Penelitian 1. Bagi Pihak Sekolah
Menjadi bahan referensi sejauh mana pengetahuan dan sikap murid terhadap seks
pranikah dan menjadi acuan dalam pencegahan dan mengatasi masalah remaja.
2. Bagi Pelayanan Kesehatan
Sebagai bahan masukan bagi petugas kesehatan khususnya yang berkaitan
langsung dengan program kesehatan remaja dalam upaya meningkatkan
pengetahuan remaja dan mengatasi berbagai masalah remaja yang berkaitan
dengan kesehatan reproduksi.
3. Bagi Penelitian Selanjutnya
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) 2.1.1 Pengertian
Untuk meningkatkan status kesehatan remaja yang bersekolah maupun tidak
bersekolah, Kementrian Kesehatan RI telah mengembangkan Pelayanan Kesehatan
Peduli Remaja (PKPR) yang menekankan kepada petugas yang peduli remaja,
menerima remaja dengan tangan terbuka dan menyenangkan, lokasi pelayanan yang
mudah dijangkau, aman, menjaga kerahasiaan, kenyamanan dan privasi serta tidak
ada stigma. Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) adalah pelayanan kesehatan
peduli remaja yang melayani semua remaja dalam bentuk konseling dan berbagai hal
yang berhubungan dengan kesehatan remaja. Disini remaja tidak perlu ragu dan
khawatir untuk berbagi/konseling, mendapatkan informasi yang benar dan tepat untuk
berbagai hal yang perlu diketahui remaja (Fadhlina, 2012).
PKPR adalah pelayanan kesehatan yang ditujukan dan dapat dijangkau oleh
remaja, menyenangkan, menerima remaja dengan tangan terbuka, menghargai
remaja, menjaga kerahasiaan, peka akan kebutuhan terkait dengan kesehatannya,
serta efektif dan efisien dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Pelayanan kesehatan
peduli remaja (PKPR) dilayani di Puskesmas PKPR (Puskesmas yang menerapkan
PKPR) (Direktorat Bina Kesehatan Anak, 2011).
2.1.2 Dasar Hukum
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang
a. Pasal 131 ayat
(1) Upaya pemeliharaan kesehatan bayi dan anak harus ditujukan untuk
mempersiapkan generasi yang akan datang yang sehat, cerdas dan
berkualitas serta menurunkan angka kematian bayi dan anak.
(2) Upaya pemeliharaan kesehatan anak dimulai sejak anak masih dalam
kandungan, dilahirkan, setelah dilahirkan dan sampai berusia 18 tahun.
(3) Upaya pemeliharaan kesehatan bayi dan anak sebagai mana dimaksud pada
ayat (1) dan (2) menjadi tanggung jawab dan kewajiban bersama bagi orang
tua, keluarga, masyarakat, Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
b. Pasal 136 Ayat
(1) Upaya pemeliharaan kesehatan remaja harus ditujukan untuk
mempersiapkan menjadi orang dewasa yang sehat dan produktif baik sosial
maupun ekonomi.
(2) Upaya pemeliharaan kesehatan remaja sebagaimana dimaksudkan pada
ayat (1) termasuk untuk reproduksi remaja dilakukan agar terbebas dari
berbagai gangguan kesehatan yang dapat menghambat kemampuan
menjalani kehidupan reproduksi secara sehat.
(3) Upaya pemeliharaan kesehatan remaja sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat.
c. Pasal 137 Ayat
(1) Pemerintah berkewajiban menjamin agar remaja dapat memperoleh
edukasi, informasi dan layanan mengenai kesehaatan remaja agar mampu
(2) Ketentuan mengenai kewajiban Pemerintah dalam menjamin agar remaja
memperoleh edukasi, informasi dan layanan mengenai kesehatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai pertimbangan
moral nilai agama dan berdasarkan ketentuan dan peraturan
perundang-undangan.
2.1.3 Kriteria Puskesmas Mampu Tatalaksana PKPR
1. Memberi pelayanan konseling pada semua remaja yang memerlukan konseling.
2. Melakukan pembinaan pada minimal satu sekolah dengan melakukan kegiatan
KIE kesehatan reproduksi min 2x setahun.
3. Melatih kader kesehatan remaja di sekolah minimal 10% dari jumlah murid di
sekolah binaan.
2.1.4 Manfaat PKPR
Ada beberapa manfaat dari Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR)
menurut Fadhlina (2012) diantaranya:
1. Menambah wawasan dan teman melalui kegiatan-kegiatan penyuluhan, dialog
interaktif, Focus Group Discussion (FGD), seminar, jambore, dll.
2. Konseling/berbagi masalah kesehatan dan berbagai masalah remaja lainnya (dan
kerahasiaannya dijamin).
3. Remaja dapat menjadi peer counselor/kader kesehatan remaja agar dapat ikut
2.1.5 Sasaran dan Jenis Kegiatan PKPR
Sasaran dari PKPR ini adalah semua remaja dimana saja berada baik di
sekolah atau di luar sekolah seperti karang taruna, remaja mesjid/gereja/vihara/pura,
pondok pesantren, asrama, dan kelompok remaja lainnya.
Jenis kegiatan dalam PKPR adalah pemberian informasi dan edukasi,
pelayanan klinis medis termasuk pemeriksaan penunjang, konseling, pendidikan
Keterampilan hidup sehat (PKHS), penyuluhan kesehatan, pelatihan Peer Counselor/
Konselor sebaya dan pelayanan rujukan sosial dan medis. Pelayanan kesehatan
sekolah ini meliputi pemeriksaan kesehatan, pemeriksaan perkembangan kecerdasan,
pemberian imunisasi, penemuan kasus-kasus dini yang mungkin terjadi, pengobatan
sederhana, pertolongan pertama serta rujukan bila menemukan kasus yang tidak dapat
ditanggulangi di sekolah.
2.1.6 Strategi Keberhasilan PKPR
Demi keberhasilan dalam pengembangan pelaksanaan PKPR digunakan
strategi sebagai berikut:
1) Pemenuhan sarana dan prasarana dilaksanakan secara bertahap.
2) Penyertaan remaja secara aktif.
3) Penentuan biaya pelayanan serendah mungkin.
4) Dilaksanakan kegiatan minimal Pemberian KIE, pelaksanaan konseling serta
pelayanan klinis medis termasuk rujukan. Tanpa konseling pelayanan tidak akan
disebut PKPR.
5) Ketepatan penentuan prioritas sasaran. Misalnya Pelayanan Kesehatan Peduli
6) Ketepatan pengembangan jenis kegiatan. Perluasan kegiatan minimal PKPR
ditentukan sesuai dengan masalah dan kebutuhan setempat serta sesuai dengan
kemampuan puskesmas.
7) Pelembagaan monitoring dan evaluasi internal. Monitoring dan evaluasi secara
berkala dilakukan oleh tim dari puskesmas dan tim dari Dinas Kesehatan Kota/
Kabupaten.
Pendidikan kesehatan dapat berupa mata pelajaran ilmu kesehatan atau
upaya-upaya lain yang disisipkan dalam ilmu-ilmu lain seperti olahraga dan
kesehatan, ilmu pengetahuan alam dan sebagainya. Selain melalui pelajaran,
pendidikan kesehatan juga dapat diperkenalkan melalui pendidikan kesehatan yang
disisipkan pada kegiatan ekstrakurikuler untuk menanamkan perilaku sehat peserta
didik. Dengan adanya dukungan dari pihak sekolah atau pendidikan diharapkan dapat
meminimalisir kejadian atau masalah yang berhubungan dengan remaja.
Pelayanan Kesehatan Remaja merupakan peluang untuk menciptakan
generasi penerus bangsa yang berkualitas. Kualitas generasi yang akan datang
ditentukan oleh peran semua sektor pemerhati remaja pada saat ini dengan intervensi
yang tepat. Dengan melakukan Upaya Pelayanan Kesehatan Remaja kita telah
berinvestasi terhadap aset bangsa.
2.2 Pengetahuan
Dalam pemahaman umum pengetahuan adalah keseluruhan pemikiran,
gagasan, ide, konsep dan pemahaman yang dimiliki manusia tentang dunia dan isinya
sesuatu yang diketahui. Manusia memiliki rasa ingin tahu, lalu ia mencari dan
hasilnya ia tahu sesuatu. Sesuatu itulah yang dinamakan pengetahuan. (Tafsir, 2004).
Menurut Notoatmojo (2003) pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu” dan
ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu.
Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yaitu indera penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia
diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain
yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut Notoatmodjo (2007)
adalah sebagai berikut:
1. Pendidikan
Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan
kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup.
Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seorang maka
semakin mudah dalam mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun
media massa. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula
pengetahuan yang didapat tentang kesehatan.
2. Informasi/Media Massa
Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non formal dapat
memberikan pengaruh jangka pendek sehingga menghasilkan perubahan atau
peningkatan pengetahuan. Majunya teknologi akan tersedianya bermacam-macam
media massa mempengaruhi pengetahuan masyarakat tentang inovasi baru.
surat kabar, majalah dan lainnya mempunyai pengaruh terhadap pembentukan
opini dan kepercayaan orang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal
memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan terhadap hal
tersebut.
3. Sosial Budaya dan Ekonomi
Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui penalaran
apakah yang dilakukan baik atau buruk. Dengan demikian seseorang akan
bertambah pengetahuannya walaupun tidak melakukan. Status ekonomi seseorang
juga menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan
tertentu, sehingga status ekonomi mempengaruhi pengetahuan seseorang.
4. Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar individu, baik lingkungan
fisik, biologis dan sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya
pengetahuan ke dalam individu. Hal ini karena adanya interaksi timbal balik
ataupun tidak yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu.
5. Pengalaman
Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh
kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang
diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu.
6. Usia
Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin
bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya,
Pendidikan kesehatan reproduksi dapat meningkatkan pengetahuan remaja
terhadap pentingnya kesehatan reproduksi, sehingga remaja dapat bertanggung jawab
atas keputusannya mengenai perilaku seksualnya. United Nations Educational
Scientific and Cultural Organization (2009) mengemukakan pendidikan seksual
dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilan, nilai-nilai untuk membuat keputusan
yang bertanggung jawab terhadap perilaku seksual remaja (Fadhlina, 2012).
2.3 Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap
suatu stimulus atau obyek (Notoatmojo, 2007).
Newcomb, salah seorang ahli psikologis sosial, menyatakan bahwa sikap itu
merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan
pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas,
akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu masih
merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku
terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan
tertentu sebagau suatu penghayatan terhadap objek.
Allen, Guy and Edgley mengatakan bahwa sikap adalah suatu pola perilaku,
tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi
sosial atau secara sederhana, sikap merupakan respon terhadap stimuli sosial yang
telah terkondisikan (Azwar, 2005).
Dalam bagian lain Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3
komponan pokok yaitu:
2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.
3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).
Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total
attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan dan
emosi memegang peranan penting.
Faktor - faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap menurut Azwar
(2009) adalah:
1) Pengalaman pribadi
Sesuatu yang telah dan sedang kita alami akan ikut membentuk dan
mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus sosial. Tanggapan akan
menjadi salah satu dasar terbentuknya sikap. Untuk dapat mempunyai tanggapan
dan penghayatan, seseorang harus mempunyai pengalaman yang berkaitan dengan
obyek psikologis.
2) Kebudayaan
Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar
terhadap pembentukan sikap kita. Apabila kita hidup dalam budaya yang
mempunyai norma longgar bagi pergaulan heteroseksual, sangat mungkin kita
akan mempunyai sikap yang mendukung terhadap masalah kebebasan pergaulan
heteroseksual. Apabila kita hidup dalam budaya sosial yang sangat mengutamakan
kehidupan berkelompok, akan sangat mungkin kita akan mempunyai sikap negatif
3) Orang lain yang dianggap penting
Orang lain di sekitar kita merupakan salah satu diantara komponen sosial yang ikut
mempengaruhi sikap kita. Seseorang yang kita anggap penting, sesorang yang kita
harapkan persetujuannya bagi setiap gerak dan tingkah dan pendapat kita,
seseorang yang tidak ingin kita kecewakan atau seseorang yang berati khusus bagi
kita, akan banyak mempengaruhi pembentukan sikap kita terhadap sesuatu.
Diantara orang yang biasanya dianggap penting bagi individu adalah orang tua,
orang yang satatus sosialnya lebih tinggi, teman sebaya, teman dekat, guru, teman
kerja, istri tau suami dan lain-lain.
4) Media massa
Media massa sebagai sarana komunikasi. Berbagai bentuk media massa seperti
televisi, radio, surat kabar, majalah dll, mempunyai pengaruh besar dalam
pembentukan opini dan kepercayaan orang. Penyampaian informasi sebagai tugas
pokoknya. Media massa membawa pula pesan-pesan yang berisi sugesti yang
dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal
memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut.
5) Institusi/ lembaga pendidikan dan lembaga agama
Lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai suatu sistem mempunyai
pengaruh dalam pembentukan sikap karena keduanya meletakkan dasar pengertian
dan konsep moral dalam diri ndividu.
Pemahaman akan baik-dan buruk, garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan
yang tidak boleh dilakukan diperoleh dari pendidikan dan dari pusat keagamaan
6) Faktor emosi dalam diri individu
Bentuk sikap tidak semuanya ditentukan oleh situasi lingkungan dan pengalaman
pribadi seseorang. Kadang-kadang, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan
yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau
pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. Sikap demikian dapat merupakan
sikap yang sementara dan segera berlalu begitu frustasi telah hilang akan tetapi
dapat pula merupakan sikap yang lebih persisten dan bertahan lama.
Sikap mempunyai arah artinya sikap terpilah ada dua arah kesetujuan yaitu
setuju atau tidak setuju. Orang yang setuju terhadap suatu objek maka arahnya positif
dan sebaliknya orang yang tidak setuju maka arahnya negatif.
Menurut Dianawati (2006) mengatakan bahwa remaja yang mendapatkan
cukup informasi mengenai seks diharapkan akan lebih bersikap bijaksana untuk tidak
melakukan seks pranikah, sedang remaja dengan pengetahuan yang kurang mengenai
seks mungkin akan lebih sulit bersikap bijaksana mengenai seks pranikah dan akibat
yang dap at ditimbulkan dari hal tersebut.
Menurut Kusmiran (2011) tingkah laku yang menunjukkan sikap positif
terhadap seksualitas adalah sebagai berikut:
1) Menempatkan seks sesuai dengan fungsi dan tujuan.
2) Tidak menganggap seks itu jijik, tabu dan jorok.
3) Tidak dijadian candaan dan bahan obrolan murahan.
5) Membicarakan seks dalam konteks ilmiah atau belajar untuk memahami diri dan
orang lain, serta pemanfaatan secara baik dan benar sesuai dengan fungsi dan tujan
sakralnya.
2.4 Seks Pranikah 2.4.1 Pengertian
Hubungan seks adalah perilaku yang dilakukan sepasang individu karena
adanya dorongan seksual dalam bentuk penetrasi penis kedalam vagina. Perilaku ini
disebut juga koitus, tetapi ada jga penetrasi ke mulut (oral) atau ke anus (anal). Koitus
secara moralitas hanya dilakukan oleh sepasang individu yang telah menikah. Tidak
ada satu agama pun yang mengijinkan hubungan seks di luar ikatan pernikahan.
Hubungan seks pranikah terutama pada remaja sangat merugikan remaja (Aryani,
2010).
Seksual pranikah remaja adalah hubungan seksual yang dilakukan remaja
sebelum menikah (BKKBN, 2007).
2.4.2 Faktor – faktor Penyebab Seks Pranikah
Faktor-faktor yang mempengaruhi remaja melakukan hubungan seksual
pranikah menurut Aryani (2010) yaitu:
1) Adanya dorongan biologis.
Dorongan biologis untuk melakukan hubungan seksual merupakan insting
alamiah dari berfungsinya organ sistem reproduksi dan kerja hormon. Dorongan
dapat meningkat karena pengaruh dari luar, misalnya dengan membaca buku atau
2) Ketidakmampuan mengendalikan dorongan biologis
Kemampuan mengendalikan dorongan biologis dipengaruhi oleh nilai-nilai moral
dan keimanan seseorang. Remaja yang memiliki keimanan kuat tidak akan
melakukan hubungan seks pranikah, karena mengingat ini merupakan dosa besar
yang harus dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan Yang Mahakuasa. Namun
keimanan ini dapat sirna bila remaja dipengaruhi oeh obat-obatan misalnya
psikotropika.
3) Kurangnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi
Kurangnya pengetahuan atau mempunyai konsep yang salah tentang kesehatan
reproduksi pada remaja dapat disebabkan karena masyarakat tempat remaja
tumbuh memberikan gambaran sempit tentang kesehatan reproduksi sebagai
hubungan seksual. Biasanya topik terkait reproduksi tabu dibicarakan dengan
anak remaja. Sehingga saluran informasi yang benar tentang kesehatan reproduksi
menjadi sangat kurang.
4) Adanya kesempatan melakukan hubungan seksual pranikah
Faktor kesempatan melakukan hubungan seks pranikah sangat penting untuk
dipertimbangkan. Terbukanya kesempatan pada remaja untuk melakukan
hubungan seks didukung oleh hal-hal sebagai berikut:
a) Kesibukan orang tua yang menyebabkan kurang perhatian pada remaja.
Tuntutan kebutuhan hidup sering menjadi alasan suami istri bekerja di luar
rumah dan menghabiskan hari-harinya dengan kesibukan masing-masing,
b) Pemberian fasilitas (termasuk uang) pada remaja secara berlebihan. Adanya
ruang yang berlebihan membuka peluang bagi remaja untuk membeli fasilitas,
misalnya menginap di hote/motel atau ke night club sampai larut malam.
Situasi ini sangat mendukung terjadinya hubungan seksual pranikah.
c) Pergeseran nilai-nilai moral dan etika di masyarakat dapat membuka peluang
yang mendukung hubungan seksual pranikah pada remaja. Misalnya, dewasa
ini pasangan remaja yang menginap di hotel/motel adalah hal yang wajar dan
biasa sehingga tidak ditanyakan/diisyaratkan untuk menunjukkan akte nikah.
d) Kemiskinan mendorong terbukanya kesempatan bagi remaja khususnya
wanita untuk melakukan hubungan seks pranikah. Karena kemiskinan remaja
putri terpaksa bekerja. Namun, sering kali mereka menjadi korban eksploitasi
dan mengalami kekerasan seksual.
2.4.3 Dampak Seks Pranikah
Hubungan seks pranikah menimbulkan banyak kerugian dan dampak bagi
remaja menurut Aryani (2010) diantaranya:
1. Risiko menderita penyakit menular seksual, misalnya Gonore, Sifilis, HIV/AIDS,
herpes simpleks, herpes genitalis dan lain sebagainya.
2. Remaja putri berisiko mengalami kehamilan yang tidak diinginkan. Bila ini
terjadi, maka berisiko terhadap tindakan bila aborsi yang tidak aman dan risiko
infeksi atau kematian karena perdarahan. Bila kehamilan diteruskan, maka
berisiko melahirkan bayi yang kurang/tidak sehat.
4. Remaja putri yang hamil berisiko kehilangan kesempatan untuk melanjutkan
pendidikan.
2.4.4 Upaya Pencegahan Seks Pranikah
Banyaknya variabel yang memberikan kontribusi remaja melakukan
hubungan seks pranikah mengindikasikan bahwa upaya untuk mencegah hal tersebut
tidak terjadi memerlukan kerja sama dari berbagai pihak. Berikut ini adalah beberapa
alternatif upaya pencegahan hubungan seks pranikah pada remaja menurut Aryani
(2010):
1. Mengurangi besarnya dorongan biologis dengan cara menghindari membaca
buku atau melihat film/majalah yang menampilkan gambar yang merangsang
nafsu birahi, membiasakan mengenakan pakaian yang sopan dan tidak
merangsang serta membuat kelompok-kelompok kegiatan positif dan bermanfaat
untuk mengembangkan diri, misalnya: teater, musik, olahraga, bahasa, pramuka,
menjahit dan sebagainya.
2. Meningkatkan kemampuan mengendalikan dorongan biologis dengan cara
pendidikan agama dan budi pekerti, penerapan hukum- hukum agama dalam
kehidupan sehari-hari, menghindari penggunaan narkoba dan orang tua atau guru
menjadi model dalam kehidupan sehari-hari, artinya orang tua tidak melakukan
hubungan di luar pernikahan, selalu setia pada pasangan dan tidak melakukan
perselingkuhan.
3. Membuka informasi kesehatan reproduksi bagi remaja. Pendidikan kesehatan
reproduksi jangan dilihat secara sempit sebagai sekedar hubungan seksual saja.
Penyampaian materi pendidian seks di rumah sebaiknya dilakukan oleh kedua
orang tua dan sebelum usia 10 tahun pendidikan seks bisa diberikan secara
bergantian, tapi umumnya ibu yang lebih berperan. Sementara itu, di sekolah
juga harus dibuka informasi kesehatan reproduksi melalui penyuluhan secara
klasikal dan bimbingan secara individual oleh guru bimbingan dan konseling
(BK) sewaktu-waktu bila remaja membutuhkan.
4. Menghilangkan kesempatan melakukan hubungan seks pranikah dengan
beberapa upaya dari orang tua dan masyarakat di antaranya sebagai berikut:
a) Orang tua memberikan perhatian pada remaja dalam arti tidak mengekang
remaja, namun memberikan kebebasan yang terkendali. Misalnya, bila remaja
mengadakan pesta, maka orang tua turut menghadiri pesta tersebut: pesta
tidak dilakukan sampai larut malam dan tidak menggunakan cahaya yang
remang-remang.
b) Orang tua tidak memberikan fasilitas (termasuk uang saku) yang berlebihan.
Penggunaan uang harus termonitor oleh orang tua. Orang tua mengarahkan
dan memfasilitasi kegiatan yang positif melalui kelompok sebaya sebagai
wahana bagi pengembangan talenta remaja.
c) Dukungan dari pemerintah juga diperlukan, misalkan melalui pengawasan
pasangan-pasangan remaja di tempat wisata: persyaratan menunjukkan surat
nikah bagi pasangan yang menginap di hotel/motel; penegakan hukum dalam
memberantas narkoba serta pemberian bebas biaya SPP kepada remaja tidak
Bila setiap orang tua, keluarga dan pemerintah masing-masing memberian
perhatian yang cukup pada remaja dan turut serta mendukung terpeliharanya
nilai-nilai moral dan etika, maka akan tercipta suasana sehat bagi kehidupan remaja.
2.5Remaja 2.5.1 Pengertian
Remaja atau adolescence berasal dari bahasa latin “adolescere” yang berarti
“tumbuh atau “tumbuh menjadi dewasa”. Istilah adolescnce berasal dari bahasa
Inggris, saat ini mempunyai arti yang cukup luas mencakup kematangan mental,
emosional, sosial dan fisik. Sedangkan menurut Piaget mengatakan bahwa masa
remaja adalah usia dimana individu mulai berintegrasi dengan masyarakat dewasa.
Individu tidak lagi merasa dibawah tingkatan orang-orang yang lebih tua melainkan
berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak
(Proverawati, 2009).
Menurut Undang-Undang No 4 tahun 1979 mengenai Kesejahteraan Anak,
remaja adalah individu yang belum mencapai usia 21 tahun dan belum menikah.
Namun menurut Undang-Undang Perburuhan, anak dianggap remaja apabila
mencapai usia 16-18 tahun atau sudah menikah dan mempunyai tempat tinggal.
Menurut Undang-Undang Perkawinan No. 1 tahun 1974, anak dianggap sudah remaja
apabila cukup matang untuk menikah, yaitu usia 16 tahun untuk anak perempuan dan
19 tahun untuk anak laki-laki (Proverawati, 2009).
Menurut WHO, remaja adalah periode usia 10 sampai dengan 19 tahun,
sedangkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebut kaum muda (youth) untuk
Services Administration Guidelines Amerika Serikat, rentang usia remaja adalah
11-21 tahun dan terbagi tiga tahap, yaitu remaja awal (11-14 tahun), remaja menengah
(15-17 tahun) dan remaja akhir (18-21 tahun). Definisi ini kemudian disatukan dalam
terminologi kaum muda (young people) yang mencakup usia 10-24 tahun (Kusmiran,
2011).
Berkaitan dengan kesehatan reproduksi remaja kita sangat perlu mengenal
perkembangan remaja serta ciri-cirinya. Berdasarkan sifat atau ciri
perkembangannya, masa (rentang waktu) remaja ada tida tahap, yaitu:
a. Masa remaja awal (10-12 tahun)
1. Tampak dan memang merasa lebih dekat dengan teman sebaya.
2. Tampak dan merasa ingin bebas.
3. Tampak dan memang lebih banyak memperhatikan keadaan tubunya dan
mulai berpikir yang khayal (abstrak).
b. Masa remaja tengah (13-15 tahun)
1. Tampak dan ingin mencari identitas diri.
2. Ada keinginan untuk berkencan atau ketertarikan pada lawan jenis.
3. Timbul perasaan cinta yang mendalam.
4. Kemampuan berpikir abstrak (berkhayal) makin berkembang.
5. Berkhayal berkaitan dengan hal-hal yang berkaitan dengan seksual.
c. Masa remaja akhir (16-19 tahun)
1. Menampakkan pengungkapan kebebasan diri.
2. Dalam mencari teman sebaya lebih selektif.
4. Dapat mewujudkan perasaan cinta.
5. Memiliki kemampuan berpikir khayal atau abstrak.
2.5.2 Perkembangan Seksual Remaja
Pada masa remaja terjadi perubahan secara cepat, yang tidak seimbang dengan
perubahan psikis. Perubahan yang cukup besar ini dapat membingungkan remaja
yang mengalaminya. Karena itu mereka memerlukan pengertian dan bimbingan dan
lingkungan sekitarnya, agar tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang dewasa
yang sehat baik jasmani, maupun mental dan psikososial.
Perubahan-perubahan tersebut dapat dibedakan antara lain: (Syarbini dkk,
2012).
a. Perubahan fisik pada masa remaja
Terjadi perubahan fisik yang cepat pada masa remaja, termasuk pertumbuhan
organ-organ reproduksi (organ seksual) untuk mencapai kematangan, sehingga
mampu melangsungkan fungsi reproduksi. Perubahan ini ditandai dengan munculnya
tanda-tanda sebagai berikut:
1. Tanda-tanda seks primer, yaitu yang berlangsung dengan organ seks:
a. Terjadinya haid pada remaja putri (menarche)
b. Terjadinya mimpi basah pada remaja laki-laki
2. Tanda-tanda seks sekunder, yaitu:
a. Pada remaja laki-laki terjadi perubahan suara, tumbuhnya jakun, penis dan
buah zakar bertambah besar, terjadinya ereksi dan ejakulasi, dada lebih lebar,
badan berotot, tumbuhnya kumis, jambang dan rambut disekitar kemaluan dan
b. Pada remaja putri terjadi perubahan pinggul melebar, pertumbuhan rahim dan
vagina, payudara membesar, tumbuhnya rambut di ketiak dan sekitar
kemaluan (pubis).
b. Perubahan psikis pada masa remaja
Proses perubahan psikis berlangsung lebih lambat dibanding perubahan fisik,
yang meliputi:
1. Perubahan emosi, sehingga remaja menjadi :
a. Sensitif (mudah menangis, cemas, frustasi dan tertawa)
b. Aresif dan mudah bereaksi terhadap rangsangan luar yang berpengaruh,
misalnya mudah berkelahi.
2. Perkembangan intelegensia, sehingga remaja menjadi:
a. Mampu berfikir abstrak, senang memberi kritik,
b. Ingin mencoba hal-hal baru, sehingga muncul perilaku ingin mencoba-coba.
Perilaku ingin mencoba-coba hal-hal yang baru ini jika didorong oleh
rangsangan seksual dapat membawa remaja masuk pada hubungan pranikah.
2.6Gambaran Hasil Penelitian Sebelumnya
1. Hasil penelitian oleh Ardiani, S, Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas
Maret Surakarta meninjau pengaruh penyuluhan seks terhadap pengetahuan dan
sikap remaja tentang seks pranikah di Madrasah Aliyah Negeri 1 Boyoali Tahun
2010 dengan hasil penelitian diperoleh penyuluhan mempunyai pengaruh
terhadap pengetahuan dan sikap remaja tentang seks pranikah.
2. Hasil penelitian Noor Mahyudin tahun 2007, Program Pasca Sarjana Universitas
seks pranikah antara SMU yang di bina dan tidak dibina PKPR dengan hasil
penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan kesehatan reproduksi yang dibina
PKPR sebagian besar baik (54,1%) sedangkan yang tidak dibina PKPR sebagian
besar cukup (88,5%). Untuk sikap siswa tentang seks pranikah baik yang dibina
maupun yang tidak dibina PKPR sebagian besar baik (89,2% dan 57,7%). Dan
dari hasil uji statistik diperoleh ada perbedaan pengetahuan kesehatan reproduksi
dan sikap seks pranikah antara SMU yang dibina dan tidak dibina PKPR.
2.7Kerangka Konsep
Konsep adalah abstraksi dari suatu realita agar dapat dikomunikasikan dan
membentuk suatu teori yang menjelaskan keterkaitan antara dua variabel independen
dan dependen (Nursalam, 2008). Variabel independen dalam penelitian ini adalah
kegiatan PKPR berupa penyuluhan kesehatan dan variabel dependennya adalah
pengetahuan dan sikap remaja tentang hubungan seks pranikah.
Kerangka konsep dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Pengetahuan dan Sikap
(Pretest)
Pengetahuan dan Sikap (Posttest)
2.8 Hipotesis Penelitian
Ho: Tidak ada pengaruh kegiatan penyuluhan dalam PKPR terhadap pengetahuan
dan sikap remaja tentang seks pranikah.
Ha: Ada pengaruh kegiatan penyuluhan dalam PKPR terhadap pengetahuan dan sikap
BAB III
METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah quasi experiment (eksperimen semu), dengan
pendekatan one group pretest- posttest yaitu sebuah kelompok sampel dengan subjek
yang sama namun mengalami dua perlakuan atau pengukuran yang berbeda. Dalam
rancangan ini tidak ada kelompok pembanding (kontrol) tetapi sudah dilakukan
observasi pertama (pretest) yang memungkinkan peneliti dapat menguji
perubahan-perubahan yang terjadi setelah adanya perlakuan. Perbedaan antara O1 dan O2
diasumsikan merupakan efek dari treatment atau eksperimen (Notoatmodjo, 2005).
Rancangan penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Ket: O1 : Pengetahuan dan Sikap siswa kelas X yang diukur sebelum kegiatan
penyuluhan tentang seks pranikah di SMAN 1 Lubuk Dalam
tx : Kegiatan PKPR berupa penyuluhan kesehatan reproduksi tentang seks
pranikah yang dilakukan petugas puskesmas di SMAN 1 Lubuk Dalam.
O2 : Pengetahuan dan Sikap siswa kelas X yang diukur setelah kegiatan
penyuluhan tentang seks pranikah di SMAN 1 Lubuk Dalam.
O1 dan O2 adalah sampel penelitian dan merupakan siswa yang sama sebelum
penyuluhan dan setelah penyuluhan.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi
Penelitian ini dilakukan di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Lubuk Dalam
Kabupaten Siak Sri Indrapura Provinsi Riau.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan Mei tahun
2013.
3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian. Populasi pada penelitian ini
adalah murid kelas X SMAN 1 Lubuk Dalam Siak Sri Indrapura yang berjumlah 141
siswa dan siswi dengan alasan murid kelas XI dan XII sudah mendapatkan
penyuluhan pada tahun 2011 maka dari itu murid kelas X dijadikan populasi.
3.3.2 Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi yang dijadikan objek penelitian. Besar
sampel dapat ditentukan dengan rumus. Berdasarkan penelitian sebelumnya besar
sampel ditentukan dengan rumus sebagai berikut:
Besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus besar sampel satu
populasi untuk uji hipotesis data proporsi (Hidayat, 2010), yaitu:
�=��1−�/2���(1− ��) +�1−����(1− ��)� 2
(��− ��)2
Keterangan :
�1−�/2 = Nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada (α) 5% sebesar 1,96
�1−� = Nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada (β) 20% sebesar 0,842
�� = Proporsi remaja yang memiliki pengetahuan yang baik tentang seks
pranikah sebelum dilakukan kegiatan PKPR sebesar 0,54
�� =Proporsi remaja yang diharapkan memiliki pengetahuan yang baik tentang
seks pranikah sesudah dilakukan kegiatan PKPR sebesar 0,74
��− �� = Perkiraan selisih proporsi sebelum dan sesudah dilakukan kegiatan PKPR
Maka:
Berdasarkan perhitungan besar sampel, maka besar sampel minimal yang
dibutuhkan adalah 47 orang namun pada saat pelaksanaan diambil sampel sebanyak
56 orang untuk mengantisipasi kesalahan dan hal yang mungkin terjadi. Teknik
pengambilan sampel yang digunakan adalah simple random sampling.
Pengambilannya dilakukan dengan cara undian.
3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer
Data primer diperoleh langsung dari responden yang menjadi sampel
penelitian dengan menggunakan kuesioner yang telah disediakan dan responden
3.4.2 Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari Puskesmas Lubuk Dalam dan SMAN 1 Lubuk
Dalam bagian tata usaha mengenai gambaran data remaja serta permasalahan yang
ada seperti berapa jumlah siswa, jumlah kelas dan berapa kali penyuluhan dilakukan
dalam satu tahun terakhir.
3.5Definisi Operasional
Berdasarkan kerangka konsep penelitian, maka definisi operasional dari
variabel-variabel penelitian ini adalah:
1. Kegiatan Penyuluhan adalah kegiatan yang dilakukan Petugas Puskesmas yang
merupakan salah satu kegiatan dalam PKPR di SMAN 1 Lubuk dalam berupa
penyuluhan kesehatan reproduksi tentang seks pranikah yang meliputi pengertian,
penyebab, dampak dan upaya pencegahan seks pranikah.
2. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui oleh murid SMAN 1 Lubuk
Dalam tentang seks pranikah.
3. Sikap adalah pendapat atau anggapan murid SMAN 1 Lubuk Dalam tentang seks
pranikah.
3.6. Instrumen/Alat Penelitian
Alat pengumpulan data dalam penelitian ini adalah kuesioner. Kuesioner
untuk mengetahui tingkat pengetahuan remaja terdiri atas 15 pertanyaan dengan tiga
item pilihan jawaban sedangkan sikap diukur dengan menjawab 10 pertanyaan
dengan alternatif jawaban sangat setuju, setuju, netral, tidak setuju dan sangat tidak
3.7 Aspek Pengukuran 1. Tingkat pengetahuan
Kuesioner pengetahuan tentang seks pranikah berisi 15 pertanyaan dengan
tipe pilihan jawaban skala Thurstone yaitu benar, hampir benar, dan salah. Diberi
skor 2 untuk jawaban benar, skor 1 untuk jawaban hampir benar, dan skor 0 untuk
jawaban tidak tahu. Total skor pengetahuan tertinggi adalah 30 dan terendah adalah 0.
Berdasarkan kriteria di atas maka dapat dikategorikan tingkat pengetahuan responden
dengan kriteria sebagai berikut (Sugiyono, 2008) :
a. Baik, bila nilai responden > 66,67% dari total nilai seluruh pertanyaan tentang
pengetahuan, dengan skor 21-30
b. Cukup, bila nilai responden 33,33% - 66,67% dari total nilai seluruh
pertanyaan tentang pengetahuan, dengan skor 11-20
c. Kurang, bila nilai responden < 33,33% dari total nilai seluruh pertanyaan
tentang pengetahuan, dengan skor 0-10
2. Sikap
Kuesioner pengukuran sikap berisi 10 pertanyaan yang terdiri dari 5
pertanyaan positif dan 5 pertanyaan negatif. Skala sikap seks pranikah remaja
diadopsi dari Suhartin (2007). Pengukuran menggunakan skala Likert yaitu dengan
alternatif jawaban sebagai berikut:
Pernyatan positif diberi nilai sebagai berikut:
Jawaban sangat setuju : nilai 5
Jawab netral : nilai 3
Jawaban tidak setuju : nilai 2
Jawaban sangat tidak setuju : nilai 1
Pernyatan negatif diberi nilai sebagai berikut:
Jawaban sangat setuju : nilai 1
Jawaban setuju : nilai 2
Jawab netral : nilai 3
Jawaban tidak setuju : nilai 4
Jawaban sangat tidak setuju : nilai 5
Berdasarkan kriteria diatas maka dapat dikategorikan sikap responden sebagai
berikut :
a. Baik, jika total skor jawaban > 75% atau dalam interval 38-50
b. Cukup baik, jika total skor jawaban 40%-75% atau dalam interval 20-37
c. Kurang baik, jika total skor jawaban < 40% atau dalam interval 0-19
3.8 Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Menurut Hidayat (2010), kegiatan pengolahan dilakukan setelah semua data
dikumpulkan kemudian data tersebut diolah dan dianalisis dengan menggunakan
komputer. Dalam proses pengolahan data terdapat langkah-langkah yang harus
1. Editing
Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh
atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap pengumpulan data atau
setelah data terkumpul.
2. Coding
Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap data yang
terdiri atas beberapa kategori. Pemberian kode ini sangat penting bila pengolahan
dan analisis data menggunakan komputer.
3. Data entry
Data entry adalah kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan ke dalam
master tabel atau database komputer, kemudian membuat distribusi frekuensi
sederhana atau dengan membuat tabel kontigensi.
Hasil analisis data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan
persentase. Analisis data dilakukan dengan cara bertahap yaitu sebagai berikut:
1. Analisis Univariat
Analisis univariat merupakan analisis yang digunakan untuk menjelaskan
karakteristik masing-masing variabel yang akan diteliti.
2. Analisis Bivariat
Analisis ini merupakan analisis yang dilakukan terhadap dua variabel yang
diduga berhubungan atau berkorelasi. Dalam penelitian ini analisis bivariat digunakan
untuk melihat pengaruh kegiatan penyuluhan dalam PKPR terhadap peningkatan
t-test dengan asumsi jika data berdistribusi normal dan jika data berdistribusi tidak
normal menggunakan alternatif uji wilcoxon dengan taraf signifikan α= 5%.
3.9 Tahapan Penelitian 1. Survei pendahuluan
Survei pendahuluan dilakukan untuk mengumpulkan data-data yang diperlukan
untuk melaksanakan penelitian yang dilaksanakan di SMAN 1 Lubuk Dalam
Kabupaten Siak Sri Indrapura tahun 2013.
2. Menyusun rencana intervensi
Penyusunan rencana intervensi berupa penyusunan proposal penelitian dan
instrument penelitian (kuesioner, bahan penyuluhan, flip chart dan leaflet tentang
seks pranikah.
3. Pengumpulan data tahap pertama (pretest)
Pretest dilakukan pada hari yang sama sebelum dilakukan penyuluhan tentang
pemeriksaan seks pranikah dengan membagikan kuesioner yang telah
dipersiapkan kepada 56 siswa kelas X yang berada dalam satu ruangan.
4. Pelaksanaan intervensi
Intervensi pada penelitian ini berupa penyuluhan yang dilakukan oleh petugas
kesehatan puskesmas tentang seks pranikah selama lebih kurang 55 menit dan
sudah termasuk dengan sesi tanya jawab dengan siswa.
5. Pengumpulan data tahap kedua
Pengumpulan data tahap kedua dilakukan satu minggu setelah penyuluhan.
Pengumpulan data tahap kedua ini sama dengan pengumpulan data pada tahap
Kuesioner yang diberikan saat posttest adalah kuesioner yang sama dengan
pretest.
BAB IV
HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Lokasi Penelitian
SMAN 1 Lubuk Dalam terletak di Kecamatan Lubuk Dalam Kabupaten Siak
Sri Indrapura tepatnya di Afdeling II desa Rawang Kao. Sekolah ini berdiri sejak
tahun 2001 dan sampai saat ini merupakan satu-satunya sekolah negeri yang ada di
Kecamatan Lubuk Dalam dan masih merupakan tujuan utama para siswa lulusan
SMP setempat.
SMAN 1 Lubuk Dalam saat ini terdiri dari 12 Kelas, yaitu 4 kelas X, XI dan
XII. Jumlah siswa kelas X berjumlah 141 orang, kelas XI berjumlah 128 orang dan
kelas XII berjumlah 117 orang. Sekolah ini merupakan salah satu sekolah yang telah
dibina oleh Puskesmas setempat. Hal ini dapat terlihat bahwa kegiatan PKPR telah
dilaksananakan meskipun baru sebatas penyuluhan dan pelatihan kader / konselor
sebaya.
Kegiatan PKPR berupa penyuluhan sudah dilaksanakan sebanyak 4 kali yaitu
3 kali pada tahun 2011 dengan materi yang diberikan kesehatan gigi, kesehatan
reproduksi dan narkoba, sedangkan pada tahun 2012 tidak dilaksanakan sama sekali
dan tahun 2013 dilaksanakan satu kali pada bulan Januari dengan materi seks
pranikah. Sedangkan untuk pembinaan kader remaja sampai saat ini baru sekali
dilakukan yaitu pada tahun 2011 dan sudah memiliki 8 orang kader yang terdiri dari
4.2 Pelaksanaan Kegiatan PKPR
Kegiatan PKPR yang dilaksanakan berupa penyuluhan tentang seks pranikah.
Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 24 januari 2013 di SMAN 1 Lubuk Dalam.
Kegiatan penyuluhan berlangsung di ruang serba guna yang terletak didalam
kompleks sekolah yang diikuti oleh 64 peserta. Penyuluhan berlangsung mulai pukul
09.00 WIB – 10.30 WIB. Sebelum penyuluhan dimulai, dilakukan pretest terlebih
dahulu selama ± 20 menit dengan membagikan kuesioner yang telah tersedia.
Penyuluhan dengan materi seks pranikah disampaikan oleh petugas kesehatan dalam
hal ini bidan yang bertugas.
Penyampaian materi berlangsung lebih kurang 45 menit dan kemudian
dilanjutkan dengan tanya jawab. Selama penyampaian materi berlangsung suasana
cukup kondusif walaupun ada beberapa siswa yang tidak memperhatikan seperti
mengobrol dengan teman atau bermain handphone. Namun keadaan ini masih bisa
teratasi. Pada saat tanya jawab ada beberapa pertanyaan yang diajukan oleh beberapa
siswa seperti bagaimana menolak seorang pacar yang mengajak untuk melakukan
seks pranikah dan apakah berhubungan seksual sekali saja menyebabkan kehamilan.
Untuk melihat apakah ada pengaruh kegiatan PKPR terhadap pengetahuan
dan sikap remaja tentang seks pranikah, maka dilakukan posttest dengan kuesioner
yang sama dan responden yang sama. Posttest dilakukan pada tanggal 29 Januari
2013 yaitu dengan rentang waktu selama 5 hari dari kegiatan penyuluhan
4.3 Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi dari
variabel-variabel penelitian yang meliputi: karakteristik responden, sumber informasi
kesehatan, riwayat berpacaran, status berpacaran, pengetahuan dan sikap.
4.3.1 Karateristik Responden
Pada penelitian ini respond adalah remaja kelas X yang belum pernah
mendapatkan penyuluhan kesehatan yang merupakan bagian dari kegiatan PKPR.
Gambaran karakteristik responden dapat dilihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden
No Karakteristik Responden n %
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa mayoritas responden berumur 15 tahun
yaitu sebanyak 31 orang (55,4%) dengan berjenis kelamin mayoritas perempuan
sebanyak 34 orang (60,7%) dan beragama islam mayoritas sebanyak 42 orang
4.3.2 Gambaran Sumber Informasi Kesehatan Responden Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sumber Informasi Kesehatan
No Sumber Informasi Kesehatan Jumlah
n %
Dari table diatas dapat dilihat bahwa mayoritas responden mendapatkan
informasi kesehatan tidak dari satu sumber tapi dari beberapa sumber yang ada yaitu
sebanyak 24 orang (42,9%)
4.3.3 Gambaran Riwayat Berpacaran Responden Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Riwayat Berpacaran
No Riwayat Berpacaran Jumlah
n %
1. Pernah 46 82,1
2. Tidak Pernah 10 17,9
Total 56 100,0
Dari table diatas dapat dilihat bahwa mayoritas responden pernah berpacaran
yaitu sebanyak 46 orang (82,1%).
4.3.4 Gambaran Status Berpacaran Responden Tabel 4.4
Distribusi Frekuansi Responden Menurut Status Berpacaran
No Status Pacaran Jumlah
n %
1. Punya Pacar 30 53,6
2. Tidak Punya Pacar 26 46,4
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa saat ini mayoritas responden memliki
pacar yaitu sebanyak 30 orang (53,6%)
4.3.5 Gambaran Pengetahuan Responden Tabel 4.5
Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Sebelum dan Setelah Kegiatan Penyuluhan Dalam PKPR
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa sebelum kegiatan penyuluhan PKPR
mayoritas responden tingkat pengetahuannya cukup yaitu sebanyak 29 orang (51,8%)
dan setelah kegiatan penyuluhan PKPR mayoritas responden berpengetahuan baik
yaitu sebanyak 45 orang (80,4%).
4.3.6 Gambaran Sikap Responden
Tabel 4.6
Distribusi Frekuensi Sikap Responden Sebelum dan Setelah Kegiatan Penyuluhan Dalam PKPR