HUBUNGAN ANTARA KECENDERUNGAN METROSEKSUAL DENGAN KECERDASAN EMOSIONAL PADA MAHASISWA
SKRIPSI
Oleh: Fina Mauludiyah
07810035
FAKULTAS PSIKOLOGI
HUBUNGAN ANTARA KECENDERUNGAN METROSEKSUAL DENGAN KECERDASAN EMOSIONAL PADA MAHASISWA
SKRIPSI
Diajukan Kepada Universitas Muhammadiyah Malang sebagai salah satu persyaratan untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Psikologi
Oleh: Fina Mauludiyah
07810035
FAKULTAS PSIKOLOGI
LEMBAR PERSETUJUAN
1. Judul Skripsi : Hubungan antara Kecenderungan Metroseksual dengan
Keceerdasan Emosional pada Mahasiswa. 2. Nama Peneliti : Fina Mauludiyah
3. NIM : 07810035
4. Fakultas : Psikologi
5. Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Malang 6. Waktu Penelitian : 6 - 24 Oktober 2011
7. Tanggal Seminar : 27 Mei 2011 8. Tanggal Ujian : 11 November 2011
Malang, 11 November 2011
Pembimbing I Pembimbing II
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi ini telah di uji oleh dewan penguji Pada tanggal : 11 November 2011
Dewan penguji
Ketua Penguji : Ari Firmanto, S. Psi
Anggota Penguji : 1. Dra. Tri Daya Kisni, M. Si
2. Linda Yani Pusfiyaningsih, S. Psi, M. Si
Mengesahkan, Dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : Fina Mauludiyah
NIM : 07810035
Fakultas / Jurusan : Psikologi
Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Malang Menyatakan bahwa skripsi / karya ilmiah yang berjudul:
Hubungan antara Kecenderungan Metroseksual dengan Kecerdasan Emosional pada Mahasiswa
1. Adalah bukan karya orang lain baik sebagian maupun keseluruhan kecuali dalam bentuk kutipan yang digunakan dalam naskah ini dan telah disebutkan sumbernya.
2. Hasil tulisan karya ilmiah/skripsi dari penelitian yang saya lakukan merupakan Hak bebas Royalti non eksklusif, apabila digunakan sebagai sumber pustaka.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia mendapat sanksi sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
Mengetahui, Malang, 11 November 2011
Ketua Program Studi Yang Menyatakan
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji syukur sanantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan antara Kecenderungan Metroseksual dengan Kecerdasan Emosional pada Mahasiswa”, sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Psikologi di Universitas Muhammadiyah Malang.
Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapat bimbingan serta bantuan yang bermanfaat dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Drs. Tulus Winarsunu, M.Si selaku dekan fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang.
2. Dr. Latipun, M.Kes dan Ari Firmanto, S.Psi selaku dosen pembimbing I dan dosen pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan arahan yang sangat berguna hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
3. Dra. Cahyaning Suryaningrum, M.Si selaku dosen wali yang telah mendukung dan memberi pengarahan sejak awal perkuliahan hingga selesainya skripsi ini.
4. Seluruh dosen pengajar dan staf fakultas Psikologi yang bersedia membantu dan penyelesaian studi S1 hingga selesai.
5. Almarhum Bapak Jono yang menjadi inspirasi dalam penyelesaian studi di Psikologi, serta Ibu Sumi’ah yang senantiasa memotivasi dan memberikan curahan do’a dan kasih sayang pada penulis.
7. Seluruh teman-teman Psikologi angkatan 2007 terutama kelas A terimakasih telah menjadi teman dan melengkapi pembelajaran kemanusiaan untuk masa depan.
8. Untuk geng Kenther, KKN 38, team Career Center, Lisfa, geng Vespa, teman-teman dan staf di kajur Ilmu Pemerintahan dan Tata Usaha FISIP beserta teman-teman partimer terima kasih telah mengukir kenangan dan pengalaman yang tak dapat saya lupakan.
9. Untuk sahabat saya: Iphe, Lidya, Siska, Dilla, Inung, Mbak Har,Fajar, Elfina Nita, Fijar, Mas Adji, Gusti, Ayip, Sofi, Bq terima kasih kalian telah menjadi sahabat dan bersedia menerima keluhan saya disaat sedih dan lelah.
10.Semua pihak yang bersedia menjadi informan dan banyak memberikan informasi untuk penelitian ini.
11.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah banyak memberikan bantuan pada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari tiada satupun karya manusia yang sempurna, sehingga kritik dan saran demi perbaikan karya skripsi ini sangat penulis harapkan. Meski demikian, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi peneliti khususnya dan pembaca pada umumnya.
Malang, 11 November 2011 Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
INTISARI ... ii
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL ... iv
DAFTAR LAMPIRAN ... v
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. RumusanMasalah ... 6
C. TujuanPenelitian ... 6
D. ManfaatPenelitian ... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Metroseksual ... 8
1. PengertianMetroseksual ... 8
2. Karakteristik Metroseksual ... 9
3. Faktor Penyebab Metroseksual ... 11
B. Kecerdasan Emosi ... 12
1. PengertianEmosi ... 12
2. Pengertian KecerdasanEmosi ... 13
3. Aspek-aspekKecerdasanEmosi ... 16
C. Mahasiswa ... 18
1. PengertianMahasiswa ... 2. Ciri-ciriDewasa Awal ... 18
3. Tugas Perkembangan Dewasa Awal ... 19
4. Hubungan Antara Kecenderungan Metroseksual dengan Kecerdasan Emosional ... 20
5. Kerangka Pemikiran ... 21
6. Hipotesis ... 24
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 25
B. Variabel Penelitian ... 26
1. Identifikasi Penelitian ... 26
2. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 27
C. Populasi Dan Sampel ... 28
1. Populasi ... 28
2. Sampel ... 28
D. Jenis Data Dan Metode Pengumpulan Data ... 29
1. Jenis data ... 29
2. Metode pengumpulan data ... 29
3. Validitas Dan Reliabilitas ... 34
a. Validitas ... 34
b. Reliabilitas ... 38
4. Prosedur Penelitian ... 39
5. Teknik Analisa Data ... 39
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data ... 41
B. Analisa Data ... 43
C. Pembahasan ... 45
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 50
B. Saran ... 51
DAFTAR PUSTAKA ... 52
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran1 Skala Kecenderungan Metroseksual ... 56
Lampiran 2 Skala Kecerdasan Emosional ... 59
Lampiran 3 Frequency Tabel ... 62
Lampiran 4 Korelasi Product Moment ... 64
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 : Blue Print Skala Kecenderungan Metroseksual ... 32
Table 3.2 : Blue Print Skala Kecerdasan Emosional ... 33
Tabel 3.3 :Uji Validitas Skala Kecenderungan Metroseksual ... 35
Tabel 3.4 : Blue Print Skala Kecenderungan Metroseksual setelah uji coba ... 36
Table 3.5 : Uji Validitas Skala Kecerdasan Emosional ... 37
Table 3.6 : Blue Print Skala Kecerdasan Emosional setelah uji coba ... 37
Table 3.7 : Rangkuman analisa realibilitas ... 39
Table 4.1 : Tabel sebaran T-Score Kecenderungan Metroseksual ... 42
Table 4.2 : Tabel sebaran T-Score Kecerdasan Emosional ... 42
Table 4.3 : Korelasi kecenderungan metroseksual dg kecerdasan emosional ... 42
DAFTAR PUSTAKA
Abe, B., (2004) “Pria-priametroseksual”.Diakses 21 Juni 2011
(http://www.swa.co.id/swamajalah.swa 06/XX/18-31Maret2004 ). Arikunto, S., ( 2002). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. Jakarta:
Rineka Cipta.
Azwar, S.,(2006). Sikap manusia:Teori dan pengukurannya (edisi kedua). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Dwiperdanasari, Y., (2010). Perbedaan tingkat kecerdasan emosi ditinjau dari lingkungan tempat tinggal (remaja yang tinggal dipondok pesantren dan yang bukan tinggal di pondok pesantren), FakultasPsikologiUniversitasMuhammadiyah Malang.
Fathia, M., (2006). Gaya hidup dan perilaku pengambilan keputusan konsumen metroseksual terhadap pemilihan merek produk perawatan tubuh dan penunjang penampilan (Thesis, Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia, Jakarta) diakses 23 Juni 2011 http://www.digilib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/metadatapdf.jsp/id=1 09294).
Goleman,D., (1995). Emtional intelligence. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Hurlock, E., (1980). Psikologi perkembangan. Jakarta: Erlangga.
Kartajaya, H.et al., (2004). Metrosexual in venus. Jakarta: Mark Plus & Co. Kerlinger, F.N., (1998). Asas-asas penelitian behavioral. Yogyakarta: UGM. Martin, D. A., (2003). Emotional quality manajement. Jakarta: Arga.
Mappiare,A., (1983). Psikologi orang dewasa. Surabaya: Usaha Nasional. Martono, N., (2010). Metode penelitian kuantitatif.Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada.
Nazir, M., (2003). Metode Penelitian. Jakarta Barat: Ghalia Indonesia.
Norvell, K. E., (2004). Emotional intelligence: Masculinity, feminimity, and
gender differences. Diakses 25 Juli 2011
Santrock, J.,(2002). Lifespan development perkembangan sepanjang masa. Jakarta: Erlangga.
Shapiro, E. L., (1997). Mengajarkan emosional intelligence pada anak. Jakarta: Gramedia Pustaka.
Sugiyono. (2009). metode penelitian kuantitatif, kualitatif dan r&d. Bandung: Alfabeta.
Swistinawati. (2009). Kecerdasan emosional pada pria metroseksual (skripsi, Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma, Jakarta). Diakses 26
Maret 2011
darihttp://www.gunadarma.ac.id/library/.../gunadarma_10505083-skripsi_fpsi.pdf
Wahyuningsih, A. S., (2004). Hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar pada siswa kelas II SMU lab school jakarta timur (skripsi, Fakultas Psikologi Universitas Persada Indonesia) diakses 18 Juli 2011 http://www.kosongdelapan.com/skripsi/skripsi20%witri.doc. Winarsunu, T., (2006). Statistik dalam penelitian psikologi dan pendidikan
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Kecenderungan semakin banyaknya kaum pria yang berpenampilan rapi,
wangi, dan sangat memperhatikan penampilan dewasa ini, memperlihatkan
adanya perubahan nilai-nilai dan definisi tertentu di masyarakat. Para pria yang
pada awalnya lekat sebagai sosok yang macho dan menjauhi hal-hal yang berbau
kewanitaan seperti produk-produk kosmetik atau apapun yang identik dengan
wanita, kini mengalami perubahan definisi sebagai sosok yang dandy dan sangat
memperhatikan penampilannya.
Sejak pertama kali ditemukan pada tahun 1993, istilah metroseksual menjadi
pembicaraan umum di berbagai media baik di Indonesia maupun di
negara-negara lain. Sebagian dari editorial media memandang metroseksual sebagai
manifestasi dari keberhasilan iklan produk-produk kosmetik pria. Sementara
para kritikus sosial melihat gejala ini sebagai konsekuensi nyata dari
keberhasilan gerakan feminisme yang menyebabkan pria meredefinisi peran
mereka di ruang publik (Fathia, 2006).
Kecenderungan mereka disebut metroseksual karena gejala ini muncul dan
terjadi di kota (metro). Ditengah hingar bingar dan gemerlapnya kota besar,
ternyata telah tumbuh sekelompok segmen yang berpenghasilan menengah ke
atas dan memiliki cara yang unik untuk membelanjakan uangnya, yaitu dengan
memanjakan diri mereka seperti layaknya wanita, seperti mengunjungi salon,
pergi ke pusat kebugaran yang menawarkan sensasi lebih, seperti celebrity
fitness yang menjanjikan kita layaknya selebriti jika berolahraga disana,
menggunakan kosmetik layaknya wanita namun tetap dengan label “for men”,
mengenakan pakaian bermerk mahal dan selalu menyesuaikan dengan trend
yang sedang berlangsung, selalu up-to-date dalam menggunakan teknologi, dan
lain-lain. Mereka pada umumnya adalah kalangan pekerja kelas menengah ke
2
atas yang berkantor di gedung-gedung bertingkat tinggi siang hari dan
menghabiskan waktu di kafe-kafe eksklusif pada malam harinya untuk
bersosialisasi. Namun mesti diingat bahwa metroseksual ini bukan gay, banci
atau kewanitaan. Mereka tetaplah lelaki seutuhnya (Fathia, 2006).
Tidak hanya mengadopsi perilaku perempuan dalam hal berdandan, pria-pria
metroseksual juga semakin nyaman mengidentifikasikan diri dengan
terminologi-terminologi emosional yang selama ini dilekatkan kepada
perempuan. Mereka malah bangga menyebut dirinya romantis, caring, setia,
seksi, dan sebagainya. Mereka juga punya hobi yang sebelumnya identik dengan
cewek dan ibu-ibu seperti ngerumpi. Sekelompok pria-pria yang ngerumpi di
kafe-kafe atau tempat clubbing, tak kalah meriahnya dengan ibu-ibu yang
sedang arisan (Kartajaya, et.al., 2004).
Kalau sebelumnya pria dikenal sebagai pribadi rasional yang memiliki sedikit
sekali rasa empatetik, kini mereka sudah mulai menjadi lebih emosional. Mereka
tidak malu-malu lagi mengungkapkan perasaan mereka. Mereka lebih sensitif,
lebih bisa menjaga perasaan sesamanya dan lebih peduli pada penampilannya.
Kepedulian pada penampilan ini tidaklah berarti identik dengan perilaku negatif.
Kaum urban ini adalah pria yang sangat peduli dan mencintai keluarga mereka
(Kartajaya, et al., 2004).
Pria metroseksual menjadi lebih peka terhadap perasaan orang lain yang
ditunjukkan dengan perhatiannya pada keluarga, pasangan maupun sahabatnya.
Pria ini tidak malu-malu lagi untuk menyampaikan perasaannya pada orang lain
dan juga sebaliknya mereka juga bersedia mendengarkan dengan penuh empati
pada orang lain. Ada asumsi yang memperkirakan kaum metroseksual memiliki
kecenderungan androgenis. Mereka memiliki kromosom X dan Y yang
seimbang. Katanya, hal ini mampu memanfaatkan secara seimbang unsur
feminim dan maskulin kedalam dirinya (Arul, 2008). Yang artinya mereka dapat
memadukan unsur kejantanan dan kelembutan yang mereka miliki untuk
menjalin hubungan yang baik dengan orang disekitarnya.
Pria metroseksual adalah pekerja cerdas yang penuh percaya diri serta sangat
3
penuh perhatian pada keluarganya. Mereka bukan figur ayah yang gagah,
kulitnya berminyak dan tubuhnya beraroma tembakau atau keringat, tahu segala
hal, dan penentu segala keputusan yang tak bisa dibantah. Jauh dari itu, kaum
metroseksual adalah suami yang tak ragu menggandeng dan mencium istrinya
dimuka umum, sama-sama belanja di mal, menonton film atau berburu
pernak-pernik aksesori. Pendeknya, mereka adalah teman yang baik bagi istri dan
anak-anaknya.
Menurut Gardner (seperti yang disebut Goleman 1995) bahwa kecerdasan
pribadi terdiri dari kecerdasan antar pribadi yaitu kemampuan untuk memahami
orang lain, apa yang memotivasi mereka, bagaimana mereka bekerja bahu
membahu dengan kecerdasan intra pribadi adalah kemampuan membentuk salah
satu modal diri sendiri yang teliti dan mengacu pada diri serta kemampuan untuk
menggunakan modal tadi sebagai alat untuk menempuh kehidupan secara
efektif.
Menurut penelitian Norvell (2004) bahwa laki-laki yang lebih feminin
memiliki skor yang tinggi untuk skala kecerdasan emosional. Pria metroseksual
menunjukkan bahwa dirinya lebih feminin dari pria yang lain. Mereka
menunjukkan bahwa dirinya adalah orang yang mampu mengenali emosi dirinya
dan mengungkapkannya dengan wajar. Pria metroseksual lebih komunikatif
dalam menyampaikan emosinya, terlihat dari bagaimana dia mencurahkan isi
hatinya. Dengan arahan teknologi mereka biasanya mengunakan jejaring sosial
untuk menyalurkan emosinya. Tak heran jika pria metroseksual kini lebih
banyak dijumpai karena mereka punya banyak tempat untuk menyalurkan
hobinya.
Agen periklanan raksasa Euro RSCG yang bermarkas di New York (2003),
mengeluarkan hasil riset mereka mengenai “Perilaku dan Ambisi pria abad 21”
yang memperlihatkan, pria usia 40 tahun keatas merasa aman dengan
maskulinitas mereka dan ingin menunjukkan sensitifitas yang lebih besar,
terutama melalui nilai-nilai keluarga. Direktur strategi perencanaan Euro RSCG
4
Dalam tulisan sebelumnya MarkPlus&Co menjelaskan beberapa kali
menyebutkan pria metroseksual sebagai women-oriented-man alias pria yang
orientasinya seperti wanita. Kami katakan disitu bahwa maksudnya bukanlah
pria yang kemayu, atau pria yang beralih orientasi seks ataupun pria yang
kehilangan maskulinitasnya. Tapi pria yang semakin emosional. Pria yang
karena adanya perkembangan tekhnologi informasi semakin mampu
mengekspresikan emosi dan perasaannya. Pria dalam hal-hal tertentu memiliki
nilai (value) dan perilaku (behavior) yang mirip dengan wanita (Kartajaya, et al,.
2004). Dari penjelasan diatas dapat dikaitkan bahwa pria metroseksual
mempunyai kecerdasan emosional yang baik, seperti yang dikatakan Goleman
bahwa kecerdasan emosional ditujukan pada upaya mengenali, memahami dan
mewujudkan emosi dalam porsi yang tepat.
Menurut Swistinawati (2009) bahwa pria metroseksual memiliki kecerdasan
emosional yang baik karena dilihat dari faktor keluarga, pekerjaan dan
kebutuhan akan teman. Pria metroseksual ini memperlihatkan kecerdasan
emosionalnya dengan mengenali emosinya sendiri dan bagaimana
mengungkapkannya dengan porsi yang tepat. Mengenali emosi orang lain
dengan baik sehingga dapat bekomunikasi dan menjalin hubungan interpersonal
yang prima. Selain itu, perilaku menghargai wanita pun dapat digolongkan
sebagai perilaku yang mencerminkan kecerdasan emosional, ini dilihat dari
definisi kecerdasan emosi dari Cooper dan Sawaf (1998) seperti yang disebut
Swistinawati (2009) mengatakan bahwa kecerdasan emosional adalah
kemampuan merasakan, memahami, dan secara selektif menerapkan daya dan
kepekaan emosi sebagai sumber energi dan pengaruh yang manusiawi.
Kecerdasan emosi menuntut penilikan perasaan, untuk belajar mengakui,
menghargai perasaan dan pada diri dan orang lain serta menanggapinya dengan
tepat, menerapkan secara efektif energi emosi dalam kehidupan sehari-hari.
Kecerdasan emosional dalam pengertian Goleman tampaknya lebih
ditujukan pada upaya mengenali, memahami dan mewujudkan emosi dalam
porsi yang tepat. Hal lain yang juga penting dalam kecedasan emosional ini
5
untuk memecahkan masalah kehidupan terutama yang terkait dengan hubungan
antar manusia (Rostiana, 1997 dalam Swistimawati 2009).
Lebih lanjut Goleman (1995) mengatakan bahwa koordinasi hati adalah inti
dari hubungan sosial yang baik. Apabila seseorang pandai menyesuaikan diri
dengan suasana hati individu yang lain atau dapat berempati, orang tersebut akan
memiliki tingkat emosionalitas yang baik dan akan lebih mudah menyesuaikan
diri dalam pergaulan sosial serta lingkungannya.
Seseorang yang mempunyai kecerdasan emosional yang baik akan berusaha
menunjukkan sisi terbaiknya pada orang lain yaitu dengan menjaga penampilan
agar terlihat menarik, cara berkomunikasi yang baik dan pandai menjalin
hubungan. Seperti yang dijelaskan Mayer & Salovey (dalam Goleman, 1995)
mengungkapkan bahwa kecerdasan emosi sebagai kemampuan untuk memantau
dan mengendalikan perasaan sendiri dan orang lain, dan menggunakan
perasaan-perasaan itu untuk memandu pikiran dan tindakan. Pria metroseksual cerdas
dalam mengungkapkan emosinya tak lagi mengamuk ataupun diam seribu
bahasa seperti yang pernah dilakukan pria pada generasi sebelumnya. Pria
metroseksual mampu mengelola emosi dan mengungkapkannya dalam porsi
yang tepat. Seperti yang dijelaskan Goleman (1995) bahwa kecerdasan
emosional adalah kemampuan untuk mengenali perasaan diri sendiri dan
perasaan orang lain, kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan kemampuan
mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dalam hubungannya dengan
orang lain.
Lebih lanjut Swistinawati (2009) menegaskan bahwa seorang metroseksual
mempunyai kecerdasan emosional yang baik didasari motivasi yang baik dalam
berkarir dan menjalin hubungan yang baik dengan keluarga, teman dan
pasangannya. Pria metroseksual adalah pribadi yang tangguh dalam menghadapi
masalah hidupnya. Faktor yang menyebabkan kecerdasan emosional pria
metroseksual baik adalah dari motivasi keluarga untuk hidup mandiri dan
kebutuhannya untuk berafiliasi yang membentuk kepribadiannya untuk menjadi
6
Awalnya metroseksual hanya menyerang model pria, artis, orang-orang
media, eksekutif muda dan pengacara, namun kini mulai merambah semua
elemen masyarakat termasuk mahasiswa. Mahasiswa bergaya metroseksual
merupakan suatu bentuk ekspresi dalam penampilan. Dengan arahan teknologi
dan motivasi sosial tidak heran jika banyak mahasiswa bergaya hidup
metroseksual. Mahasiswa metroseksual merupakan suatu fenomena baru yang
terjadi di kota-kota besar di Indonesia khususnya Malang. Kecintaan fanatik
terhadap dirinya telah merubah gaya hidup dan perilaku dalam kehidupan
mereka.
Dari uraian diatas terlihat adanya kaitan antara seorang metroseksual yang
cenderungan semakin emosional dengan memperhatikan pasangan dan keluarga,
mampu mengungkapkan emosi dengan wajar dan mempunyai pretasi yang
gemilang. Atas dasar tersebut peneliti tertarik untuk meneliti hubungan antara
kecenderungan metroseksual dengan kecerdasan emosional pada mahasiswa.
B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan masalah
yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah: apakah ada hubungan antara
kecenderungan metroseksual dengan kecerdasan emosional pada mahasiswa?
C. Tujuan penelitian
Adapun tujuan penelitian iniuntuk mengetahui hubungan antara
kecenderungan metroseksual dengan kecerdasan emosional pada mahasiswa.
D. Manfaat
1. Secara teoritis:
a. Diharapkan dapat digunakan untuk menambah dan melengkapi teori-teori
psikologi, khususnya bidang psikologi perkembangan, terutama
mengenai kecerdasan emosional pria metroseksual.
b. Menjadi masukan, referensi teoritis, dan empiris bagi peneliti lain yang
7
2. Secara aplikatif: