• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEABSAHAN STATUS PERNIKAHAN SUAMI ATAU ISTRI YANG MURTAD (Studi Komparatif Ulama Klasik dan Kontemporer)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KEABSAHAN STATUS PERNIKAHAN SUAMI ATAU ISTRI YANG MURTAD (Studi Komparatif Ulama Klasik dan Kontemporer)"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

KEABSAHAN STATUS PERNIKAHAN SUAMI ATAU ISTRI YANG MURTAD

(Studi Komparatif Ulama Klasik dan Kontemporer) SKRIPSI

Oleh DEDI HARIADI

NIM.09120020

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG FAKULTAS AGAMA ISLAM

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

SKRIPSI

Dipertahankan di depan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Malang, dan diterima untuk memenuhi persyaratan

memproleh gelar Sarjana Hukum Islam (S.Sy)

Pada tanggal:….

Dewan Penguji Tanda Tangan

1. Ahda Bina Afianto, LC, M. HI. 1………..

2. Drs.M. Munir, MA. 2………..

3. Moh. Nurhakim, M. Ag, Ph. D. 3………..

4. Drs. Muh. Syarif, M. Ag. 4………..

Mengesahkan, Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Malang

Dekan,

(3)

KATA PENGANTAR

ﻢﻴﺣﺮﻟا ﻦﻤﺣﺮﻟا ﷲا ﻢﺴﺑ

Puji dan syukur kepada Allah SWT yang senantiasa memberikan karunia, rahmat, hidayah dan inayahNya sehingga atas ridhoNya penyusun dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Keabsahan Status Pernikahan Suami/Isteri Yang Murtad”. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah ke pangkuan junjungan Nabi Muhammad SAW, teladan umat seluruh alam yang telah membawa risalah kebenaran beruapa agama Islam.

Penyusun menyadari bahwa penulisan ini masih banyak kekurangan di dalamnya, hal ini dikarenakan terbatasnya kemampuan yang ada pada diri penyusun. Penyusun juga menyadari bahwa penulisan ini tidak mungkin dapat terselesaikan tanpa adanya partisipasi atau bantuan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini dengan kerendahan hati, penyusun ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Kedua orang tuaku tercinta, Ibuku Hj. Dipa dengan segala cinta dan kasih sayang, doa, semangat dan segala pengorbanan yang diberikan selama ini kepadaku, Bapakku H. Murnipa yang telah berkorban dan berjuang mencari nafkah untuk keluarga, tiada kenal lelah dan letih memberikan semangat kepada penulis.

(4)

3. Bapak Drs. Sunarto M.Ag selaku Dekan Fakultas Agama Islam. 4. Bapak Azhar Muttaqien M.Ag selaku Kepala Jurusan Syariah.

5. Bapak Ahda Bina Afianto,LC, M,Hi selaku pembimbing I yang telah banyak memberikan kontribusi pemikiran dan nasehatnya untuk skripsi penyusun, sehingga skripsi ini bisa terselesaikan.

6. Bapak Drs.Muhammad Munir, M.A. selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing penyusun demi terselesaikannya skripsi ini dengan baik.

7. Bapak-Ibu dosen Jurusan Syariah yang telah mentransformasikan ilmunya kepada penyusun, sehingga secara pemikiran, penyusun dapat hijrah ilmiah ke sesuatu yang baru dalam sejarah pemikiran penyusun.

8. KH. Abdullah Hasyim beserta para pengurus padepokan HW yang telah memberikan wawasan dan menambah rasa cinta kami terhadap Muhammadiyah, di sinilah kami digembleng dan dijadikan kader-kader militan Muhammadiyah, Ust. Ahda Bina selaku koordinator PPUT yang bersusah payah bertanggung jawab terhadap kelangsungan perkuliahan kami di PPUT, tentunya tak lupa kepada teman-teman senasib dan seperjuangan di padepokan, Huda, Nabawi, Bashir, Soleh, Azhari, Syafii , Toriq, Sholin, Fahdi, Faqih, Juned, Iyan, Yusuf, Firman, Mas Malik, Yahya, Agus, Syapii , Soni, Nanang, bersama kalian adalah sesuatu yang tak kan terlupakan.

(5)

semangat baik berupa moril ataupun materil, sehingga penulis bisa menyelesaikan perkuliayahan ini dengan lancar.

10. Teman-temanku IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammdiyah), Sony Zakariya, Nabawi, Hilman, Basir, Hadiah, Relung, Nurul yang tidak mungkin saya sebutkan satu persatu, terimaksih banyak kita berproses bareng, belajar bareng-bareng dan semangat kalian yang tak pernah terlupakan.

11. Teman-temanku Syariah 2009 yang selalu ceria belajar bersama dan semangat yang tak pernah pupus.

12. Kepada Sholehuddin, Mujib, terimakasih banyak telah banyak memudahkan penulis dengan memberikan pinjaman buku-bukunya.

13. Kepada Yusnia Rahmawati, yang banyak memberikan masukan dan dukungan moril kepada penulis sehingga skripsi ini bisa terselesaikan.

Akhirnya semoga jasa baik yang telah mereka berikan menjadi amal ibadah dan mendapatkan balasan yang lebih baik dari Allah SWT. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua. Amin.

Malang, 04 Jumadil Akhir 1434 H 15 April 2013 M

Penyusun

(6)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………...………i

LEMBAR PERSETUJUAN………..………ii

LEMBAR PENGESAHAN………..………...……….iii

MOTTO……….………iv

PERSEMBAHAN………..……….………v

SURAT PERNYATAAN……….…….vi

ABSTRAK………vii

KATA PENGANTAR………..….ix

DAFTAR ISI……….………xii

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang……… ………1

B. Definisi Operasional……… …………..…..…7

C. Rumusan Masalah……….……… ………… …...10

D. Tujuan Penelitian……… ……… ….10

E. Manfaat Penelitian……….………..…..10

F. Metode Penelitian………. …… …..…..11

G. Sistematika Penulisan……… ... … ….….12

BAB II : KAJIAN PUSTAKA A. Definisi Murtad……… ………14

B. Hukuman Bagi Orang yang Murtad………...16

1. Hukuman bunuh bagi orang yang murtad…...……….16

2. Hukum harta kekayaan orang yang murtad………...………...19

3. Hukum waris orang yang murtad………....…….20

C. Hal-hal yang Membatalkan Pernikahan Menurut Fiqih Islam 1. Nikah Mut’ah………...21

2. Nikah Syighar………..……… …………22

3. Nikah Muhallil………..……… ………..23

(7)

5. Menikah dalam masa iddah………. ………....25

6. Nikah Tanpa Wali………25

7. Perempuan Murtad………...26

8. Menikahi Orang Kafir yang Bukan Ahli Kitab…………....…………27

9. Menikahi Wanita yang Diharamkan……….…...………28

D. Metode Istinbath Hukum Fiqih Islam………...31

1. Ijma’……….………31

2. Ijtihad……….……..38

3. Qiyas……….…...44

4. Istihsan……….………47

5. Maslahah Mursalah……….………….………48

6. Istishab……….………50

7. Urf……….……….………..52

8. Sad Dzari’ah……….………....53

9. Syar’u mankoblana………..55

BAB III: PEMBAHASAN A. Keabsahan Status Pernikahan Suami atau Isteri yang Murtad 1. Imam Al-Ghazali……….………...……..58

2. Ibnu Taimiyah……….………..……...65

3. Sayyid Sabiq……….…….….…….70

4. Wahbah Az-Zuhailli………74

B. Pendapat yang Rajih ………..………...….…80

1. Menurut Pandangan Penulis………..…….80

2. Alasan Penulis Menolak Pendapat yang Lain………..….…….82

BAB IV: PENUTUP A. Kesimpulan………..…85

B. Saran ………...86

(8)

DAFTAR PUSTAKA.

Almth , M Faiz. (1991). 1100 Hadist Terpilih. Jakarta : Gema Insani. Asshobuni, M Ali. Rowa’iul Al-bayan Fi Tafsir Al-ahkami Al-qur’an.( Juz I)Makkah : Darul Fikr.

Aljazairi, Abu Bakr Jabir. (2009) . Minhajul Muslim. Bekasi : Darul Fallah.

Al-jazairi, Abdurrahman, 1982. Al Fiqhu Ala Madzhibil Arba’ah. (Juz IV). Beirut: Darul Fikri.

Al-Ghozali ,Muhammad bin Muhammad. (1997). wasith Fi Al-Mazhab(V). Daru Assalam.

Al-Qardhawi, Yusuf. (2010). Halal Dan Haram Dalam Islam. (terj. Mu’amal Hamidiy). Surabaya: PT Bina Ilmu.

Az-zuhaili, Wahbah. (2011). Fiqhul Al-islam Wa adillatuhu,(terj.Buti Hayyie Al-Kattani). Gema Insani: Jakarta.

Al-Syafi’i , Al-Imam Abil Qosim Abdul Karim bin Muhammad Abdul Karim Al-Rofi’i Al-Kuzaini. (Tt).Al-aziz Syarhi Al-Wajiz, Beirut: Darul Kitab Al-Ilmiyah.

Al-Bushy ,Abdullah bin Mubarok.(1999). Mausu’ah al-Ijma’ Li Ibni Taimiyah, lebanon: Darul Bayan Haditsah.

Abdullah Fauzan, bin Shalih bin Fauzan( 2009). Memahami Aqidah, Syari’at, dan Adab. Malang: UMM Press.

(9)

Abdurrahman, asjumuni. (2010). Manhaj Tarjih Muhammadiyah, Yogyakarta:Pustaka Pelajar.

Bungin, Burhan ( 2001). Metodologi Penelitian Sosial: Format-Format Kualitatif dan Kuantitatif. Surabaya: Airlangga University Press.

Beik, Khudlori. (1980). Tarikh Tasyri al-Islam, (terj.Muhammad Zuhri). Semarang: Dar al-Ihya.

Dzazuli.(2004). Ilmu Fiqih, Jakarta: kencana.

Farid, Ahmad. (2008). 60 Biografi Ulama’ Salaf, , Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar.

fauzan, Sholeh bin fauzan bin Abdullah. (1997). Aqidah Al-tauhid. Riyad: Darul Qosim.

Fanani, Muhyar. (2010). fiqih Madani Konstruksi Dunia Fiqih Islam Di Dunia Modern LKIS:Yogyakarta.

Ghazali, Mohd Rumaizuddin. (2005). Tokoh Islam Kontemporer, Artikel dikutip dari situs http://www.abim.org.my Ibn Surah, Abu Isa Muhammad, Ibn Isa. tt. Al-jami’ al-Sahih Juz 3. Beirut: Dar el-Fikr. Iyazi, Sayyid Muhammad Ali. (2004). Al-Mufassirûn Hayâtuhum wa Manhajuhum. Artikel dikutip dari situs www.psq.or.id/ tafsir detail.asp, diakses tanggal 1 Desember 2012.

(10)

Katsir, Ibnu. (2004). Tafsir Al-qur’anul Adzim. (jilid I).Libanon: Darul kutub Ilmiyah.

Mustaqin, Abdul. (2012). Epistemologi Tafsir Kontemporer. Yogyakarta : LKIS.

Masyhud. (2008, Desember). Jurnal Penelitian Agama, Vol 9/No.2.

Munawir, Ahmad Warson. ( 1997). Al Munawir Kamus Arab – Indonesia. Surabaya : Pustaka Progresif.

Manan, Abdul. (2006). Aneka Masalah Hukum Perdata Islam Di Indonesia. Jakarta : Kencana.

Nata, Abuddin. (2011). Metodologi studi Islam . Jakarta: Rajawali Pers.

Nasution, Harun. (1974). Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya. Jakarta: UIP.

Purwantana, Ahmadi. (1994). Seluk beluk Filsafat Islam, Bandung: Remaja Rosda Karya.

Sukmadinata, Nana Syaodih. (2005). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Pena Ilmu.

Sulaiman,Abd al-Wahhab Ibrahim bin. (1983), al-Fikr al-Ushuly, Mekah: Dar al-Syuruq.

Sabiq, Sayyid. (1990). fiqhu Sunnah. (Terj.Muhammad Thalib)beirut: Libanon: Darul Fatah.

(11)

Syafi’i , Rahmat. ( 2007). Ilmu Usul Fiqih .Pustaka setia: bandung.

Syariffuddin, Amir. (2009). Ushul Fiqih, Jakarta:Kencana.

Wajdi, Farid Muhammad, tt, Dairah Al-Ma’arif al-Islamiyyah, juz I: Dar al-Ma’rifah at-Tiba’ah.

(12)

1

BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pernikahan yang baik adalah pernikahan yang dilakukan pria dan wanita yang sama aqidah, akhlak dan tujuannya, di samping cinta dan ketulusan hati. Di bawah naungan keterpaduan itu, kehidupan suami istri akan tentram, penuh cinta dan kasih sayang. Keluarga akan bahagia dan anak-anak akan sejahtera. Dalam pandangan Islam, kehidupan keluarga seperti itu tidak akan terwujud secara sempurna kecuali jika suami isteri berpegang kepada agama yang sama. Keduanya beragama dan teguh melaksanakan ajaran Islam. Jika agama keduanya berbeda akan timbul berbagai kesulitan di lingkungan keluarga. Dalam pelaksanaan ibadat, pendidikan anak, pengaturan makanan, pembinaan tradisi keagamaan, dan lain-lain.1

Menurut hukum Islam, akad perkawinan merupakan suatu perbuatan hukum yang sangat penting dan mengandung akibat-akibat serta konsekuensi-konsekuensinya sebagaimana yang telah ditentukan oleh syari’at Islam. Oleh karena itu, pelaksanaan akad pernikahan yang tidak sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh syari’at Islam adalah perbuatan yang sia-sia, bahkan dipandang sebagai perbuatan yang melanggar hukum yang wajib dicegah oleh siapapun yang mengetahuinya, atau dengan cara pembatalan apabila pernikahan itu telah dilaksanakannya.

1

Ahmad Sukarja, Problematika Hukum Islam Kontemporer (I; Jakarta: LSIK, 2008),

(13)

2

Hukum Islam menganjurkan agar sebelum pernikahan dibatalkan perlu terlebih dahulu diadakan penelitian yang lebih mendalam untuk memperoleh keyakinan bahwa semua ketentuan yang telah ditetapkan oleh syari’at Islam sudah terpenuhi. Jika persyaratan yang telah ditentukan masih belum lengkap atau terdapat halangan pernikahan, maka pelaksanaan akad pernikahan haruslah dicegah.2

Menurut Al-Jazairi3 jika perkawinan yang telah dilakukakan oleh seseorang tidak sah karena kehilafan dan ketidaktahuan atau tidak sengaja dan tidak terjadi persetubuhan, maka perkawinan tersebut harus dibatalkan, yang melakukan perkawinana tersebut dipandang tidak berdosa, jika telah terjadi persetubuhan maka itu dipandang sebagai wathhi’ syubhat, tidak dipandang sebagai perzinahan, yang bersangkutan tidak dikenakan sanksi zina, isteri diharuskan beriidah apabila pernikahan telah dibatalkan, anak yang lahir dari pernikahan itu dipandang bukan sebagai anak zinah dan nasabnya tetap dipertahankan kepada ayah dan ibunya. Tetapi jika perkawinana yang dilakukan oleh seseorang sehingga perkawinan itu menjadi tidak sah karena sengaja melakukan kesalahan memberikan keterangan palsu, persaksian palsu, surat-surat palsu atau hal-hal lain yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, maka perkawinan yang demikian itu wajib dibatalkan. Jika perkawinan tersebut belum terjadi persetubuhan, maka isteri tersebut tidak wajib ber-iddah,

2

Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam Di Indonesia (Jakarta:Kencana ,

2006), hal. 42.

3

(14)

3

orang yang melakukan perkawinan itu dianggap berdosa, dikenakan tuntutan pidana, persetubuhan itu dipandang sebagai perzinahan dan dikenakan had, nasab anak yang dilahirkan tidak dapat dipertalikan kepada ayahnya, hanya dipertalikan kepada ibunya. Dalam salah satu ayat dijelaskan mengenai larangan berlangsungnya pernikahan dengan disengaja dikarenakan salah satu sebab yaitu salah satu mempelai menyekutukan Allah dengan yang lainnya. Allah Berfirman :







































Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum

mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik

dari wanita musyrik, walaupun Dia menarik hatimu. dan janganlah kamu

menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin)

sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik

dari orang musyrik, walaupun Dia menarik hatimu. mereka mengajak ke

neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya.

dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada

manusia supaya mereka mengambil pelajaran.4

4

(15)

4

Dalam ayat tersebut sangat jelas menunjukkan tentang bagaimana Allah SWT memerintahkan orang-orang yang beriman supaya tidak menikahi orang-orang yang menyekutukan Allah SWT. Ibnu Katsir5 dalam tafsirnya menjelaskan ayat tersebut bahwa ayat ini merupakan pengharaman Allah atas orang-orang yang beriman, untuk menikahi wanita-wanita musyrik dari para penyembah berhala, didalamnya termasuk wanita-wanita musyrik dari ahli kitab dan penyembah berhala. Akan tetapi Allah menghususkan wanita ahli kitab boleh dinikahi dengan firmannya, dan wanita-wanita yang baik dari ahli kitab halal bagimu6). Disini Ibnu katsir membolehkan wanita Ahli kitab untuk dinikahi akan tetapi selanjutnya dia melarang wanita muslimah untuk menikahi orang-orang yang tidak beragama Islam tanpa membedakannya dengannya para penyembah berhala ataupun ahli kitab dengan dalil dari Jabir bin Abdullah, Rasulullah SAW bersabda “ kita menikahi wanita ahli kitab akan tetapi mereka ahli kitab tidak menikahi perempuan kita (

muslimah)”. Kemudian firman Allah juga dalam surat Al-mumtahanah ayat 10 “.



























..

5

Al-imam Al-abi Al-Fada’ ibni katsir al-dimaski, tafsir Al-qur’an Al-adzim,( I; beirut :Darul kitab al-ilmiyah, 2004), hal. 248.

6

(16)

5

maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka benar-benar

beriman, janganlah kamu kembalikan mereka kepada suami-suami mereka

orang kafir. Mereka tiada halal bagi orang kafir dan

orang-orang kafir itu tiada halal bagi mereka”.

Ayat ini mengharamkan para wanita muslimah terhadap orang-orang musyrik ( non muslim), yang mana pada masa awal islam dibolehkan laki-laki musyrik menikahi wanita mukminah7

Selain ibnu Katsir, Muhammad Ali Al-Shabuni8 juga menjelaskan dalam rincian kata musyrik dalam menjelaskan ayat tersebut, beliau menjelaskan janganlah kalian wahai orang yang beriman menikahi para penyembah berhala. Dan orang musyrik adalah dia yang menyembah berhala dan bukan agama samawi, dan beliau juga mengutip salah satu pendapat bahwa ahli kitab juga termsuk orang-orang yang menyembah berhala dengan mengutip firmaan Allah “ dan orang yahudi berkata uzair adalah putra Allah dan orang nasroni berkata isa’ putra Allah sampai pada firman Allah, maha suci Allah terhadap apa yang mereka sekutukan (musyrik).

Larangan menikahi orang musyrik dalam ayat tersebut dikarenakan orang-orang musyrik mengajak kepada neraka sedang orang beriman mengajak kepada ampunan Allah yang berahir kepada syurga Allah SWT. Dikhawatirkan ketika seorang muslimah menikahi laki-laki musyrik dia

7

Fauzan bin Abdullah Fauzan, Memahami Aqidah, Syari’at, dan Adab,(islamic Foundation & UMM Press, Edisi Indonesia, 2009), hal. 307.

8

(17)

6

dipaksa oleh suaminya yang musyrik untuk murtad kepada agama suaminya, dan dikarenakan juga laki-laki adalah pemimpin bagi isterinya dalam rumahtangga sehingga wanita muslimah terjatuh kepada kekufuran terhadap Islam, sedangkan anak-anak mengikuti nasab bapak mereka, bagaimana jika seandainya bapaknya seorang yahudi atau nasrani?, maka kemungkinan anaknya akan menjadi yahudi atau nasrani maka jadilah anaknya menjadi penghuni neraka.9 Akan tetapi walau ulama’ diatas menjelaskan ketidak bolehan wanita muslimah untuk menikahi laki-laki ahli kitab dengan alasan-alasan itu, maka akan timbul pertanyaan bagaimana jika dikhwatirkan juga bagi laki-laki muslim yang ingin menikahi ahli kitab akan terjerumus kepada kepada hal-hal yang dikawatirkan seperti yang dijelaskan, apakah hukum itu akan tetap membolehkan ataukah tidak?, dikarenakan dominasi perempuan atas kaum laki-laki di era modern ini bukan sesuatu yang mustahil. Maka menurut penulis hukumnya tetap tidak boleh.

Dalam sebuah hadits juga dijelaskan bagaimana Islam sangat memberikan kriteria yang sangat jelas ketika seseorang ingin menikah, Rasulullah SAW bersabda dalam riwayat Muslim “ Wanita dinikahi karena empat hal, yakni karena harta kekayaannya, karena kedudukannya, dan

kecantikannya, dan karena agamanya. Hendaklah pilihlah yang beragama

agar berkah kedu tanganmu”10ini menunjukkan bahwa setiap pasangan suami isteri harus memiliki iman dan ketaqwaan yang kuat kepada Allah

9

Ibid., hal. 226.

10

(18)

7

SWT supaya tujuaan pernikahan sebagaimana dijelaskan dalam al-Quran bisa terwujud11.

Permasalahan yang sering muncul ketika salah satu pasangan yang beragama Islam tiba-tiba salah satunya murtad dari agama Islam, pertanyaan yang sering muncul apakah pernikahan kedua pasangan itu tetap sah ataukah harus dibatalkan. ini merupakan penomena yang sering kita jumpai, lalu bagaimana seharusnya kita bersikap dikarenakan tidak adanya satu ayat ataupun hadits yang menjelaskan secara jelas dan terang dilalahnya mengenai batal atau tidaknya pernikahan tersebut.

Oleh karenanya sangat menarik bagi penulis untuk meneliti lebih jauh bagaimana sebenarnya kedudukan hukum perceraian terhadap pasangan suami isteri yang salah satunya murtad dari agama Islam. Untuk meneliti kedudukan hukum pasangan yang murtad penulis melihatnya dari perspektif ulama’ klasik dan ulama’ kontemporer sehingga jelas bagi penulis pandangan-pandangan mereka dan metode-metode istinbath hukum yang mereka gunakan mengenai permasalahan yang akan dikaji.

Salah satu latar belakang penulis melihat permasalahan ini dari perspektif ulama’ klasik dan kontemporer supaya lebih mengetahui persamaan dan perbedaan mereka dalam menyelesaikan permasalahan ini. B. Definisi Operasional

1. Pernikahan

Pengertian nikah secara bahasa adalah mengumpulkan, atau sebuah pengibaratan akan hubungan intim dan akad sekaligus, yang dalam syari’at

11

(19)

8

dikenal dengan akad nikah. Sedangkan secara syari’at berarti sebuah akad yang mengandung pembolehan bersenang-senang dengan perempuan, dengan berhubungan intim, menyentuh, mencium, memeluk dan sebagainya, jika perempuan tersebut bukan termasuk mahram dari segi nasab, sesusuan, dan keluarga.12

2. Murtad

Secara etimologi murtad berasal dari kata ra’-dal yang bermakna memalingkan13. Sedangkan secara terminologi Murtad adalah orang yang meninggalkan agama Islam beralih kepada agama lain, seperti Nasrani, Yahudi atau beralih kepada aliran yang bukan agama, seperti mulhid (mengingkari agama) dan komunisme. Orang itu berakal dan atas kemauannya sendiri, tidak dipaksa.14 Hal ini tergambar dalam salah satu firman Allah yang menjelaskan tentang ancaman Allah bagi orang yang murtad, disitu Allah berjanji akan mengganti orang-orang yang murtad dari Islam dengan orang-orang yang mencintai Allah dan Allah mencintainya, lemah lembut terhadap orang mukmin dan bersikap keras terhadap orang kafir dan tiada takut terhadap celaan bagi orang-orang yang suka mencela15 sehingga memalingkannya terhadap agama Allah yang

12

Wahbah Az-Zuhailli, Fiqih Islam Wa Adillatuh Al-Ahkam (x: Darulfikr: 2011), hal. 38.

13

Ahmad Warson Munawir, Al-munawir Kamus Arab –Indonesia (Yogyakarta: Pustaka

Progresif,1997), hal.485

14

Abu Bakar Jabir Al jazairi, Minhâjul Muslim, terj. Andi Subarkah (bekasi: 2009),hal. 702.

15

(20)

9

benar.16 Shingga bisa dikatakan bahwa orang yang murtad berarti ia menentang tauhid dan keimanan kepada Allah SWT.

3. Klasik

Klasik menurut Harun Nasution adalah mulai dari tahun 650 M sampai dengan 1250 M yang ditandai dengan zaman kemajuan dan disentegrasi.17 Dan yang kami maksud dengan ulama‘ klasik disini adalah Imam Al-Ghozali dan Syaikh Ibnu Taimiyah.

4. Kontemporer

Kontemporer adalah era masa kini, zaman sekarang, atau yang bersifat kekinian, kontemporer lahir dari modernitas sehingga istilah modern dan kontemporer, meskipun merujuk pada dua era, keduanya tidak memiliki penggalan waktu yang pasti. Adapun batasan pemikiran kontemporer terutama di dunia arab di mulai pada tahun 1967, yakni sejak kekalahan dunia arab oleh israel. Saat itu pula arab memulai sadar akan dirinya, lalu muncul berbagai kritik diri ( al-naqd al-adzâti) di sana sini untuk melakukan reformasi diri, antara lain dengan menjelaskan faktor-faktor kekalahan atas israel18. Akan tetapi menurut Harun Nasution era kontemporer atau modern dimulai sejak tahun 1800 M sampai hari ini, dan ini yang penulis pakai dalam menentukan kriteria ulama kontemporer.19

16

QS. Ali Imron (3): 19

17

Harun Nasution. Islam Ditimjau Dari Berbagai Aspeknya (I; Jakarta: UIP), hal. 50.

18

Abdul Mustaqim, Epistemologi Tafsir Kontemporer ( Yogyakarta: 2012), Hal. 10.

19

(21)

10

Dan yang dimaksud denga Ulama kontemporer di sini adalah Sayyid Sabiq dan Wahbah Zuhaili.

C.Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah di atas, maka dapat di ambil beberapa permasalahan sebagi berikut :

1. Apa status pernikahan Suami atau istri yang murtad dalam perspektif ulama klasik dan kontemporer?

2. Apa pendapat yang rajih mengenai status pernikahan suami atau istri yang murtad dari pendapat ulama klsik dan kontemporer?

D. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pandangan ulama klasik dan kontemporer mengenai permasalahan murtadnya salah satu pasangan suami isteri dan hukum yang akan ditimbulkan.

2. Untuk mengetahui pendapat yang mana yang paling rajih tentang hukum status pernikahan suami atau isteri yang murtad menurut pandangan ulama klasik dan kontemporer .

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

(22)

11

2. Manfaat Praktis

Agar dapat dijadikan bahan bacaan bagi para pembaca dalam memahami ilmu- ilmu agama khususnya ilmu yang berkaitan dengan hukum Islam dan bagaiamana pandangan ulama klasik dan kontemporer dalam permasalahan ini.

F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif yang merujuk kepada referensi literatur kepustakaan (library research), oleh karena itu sumber penelitian diperoleh dari kitab-kitab atau buku-buku secara langsung maupun referensi lain yang berkaitan dengan pokok bahasan.

2. Sumber Data

Berdasarkan jenis penelitian yang akan digunakan oleh penulis (library research) maka sumber-sumber data akan diambil dari litelatur-litelatur seperti bahan-bahan tertulis seperti manuskrip, buku-buku, majalah, surat kabar dan dokument lainnya.20

3. Metode Pengumpulan Data

Penulis mengumpulkan data dari sumber sekunder dan primer. Adapun data-data primer seperti Al-qur’an , Al-hadist, buku-buku yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang dibahas. Adapun dari bahan primer seperti buku-buku yang membahas tentang pernikahan,

20

(23)

12

jurnal dan artikel-artikel yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang dibahas.

4. Metode Analisa

Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Deskriptif Analitis, Yaitu Penulis akan menguraikan dan menggambarkan permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan hukum perceraian terhadap murtadnya salah satu pasangan suami isteri dalam pandangan ulama’ klasik dan kontemorer beserta analisa yang tajam mengenai pandangan-pandangan ulama’ klasik maupun kontemporer dalam permasalahan ini, sehingga penelitian ini tidak terkesan asal jadi atau bahkan plagiasi dari orang lain.

Tahapan analisa data dalam penelitian ini diawali dengan mereduksi data, penyajian data, dan yang terahir adalah tahapan analisa data yaitu penarikan kesimpulan.

G. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan dalam pembatasan skripsi ini, maka penulis menyusun sistematika skripsi yang terdiri dari empat bab, yaitu:

Bab I merupakan pendahuluan yang meliputi : latar belakang masalah, definisi operasional, perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penelitian, dan metode penelitian.

(24)

13

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Scott A.Bernard (2005, p73), Teknologi adalah jenis sumber daya yang memungkinkan informasi dan sumberdaya lainya mengalor untuk mendukung penciptaan dan

Aturan-aturan telah menjadi landasan bagi KJRI Davao City dalam mengeluarkan kebijakan dan upaya-upaya untuk menyelesaikan permasalahan masyarakat keturunan Indonesia di

Penerima (Acquirer). Hak dari Penerima adalah Memiliki kewenangan untuk memilih hukum yang berlaku bagi Transaksi Elektronik internasional yang dibuatnya, dan dapat

Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Jasmalinda (2011) dengan judul Penggunaan Kata Dek Dalam Kaba Klasik Minangkabau, dalam bentuk skripsi. Pada penelitian itu

Thank you sure no funcionan cuando no statements of madura asli produksi pfizer bisa tersusun dengan nyaman tanpa efek samping tongkat ajimat dipos, testimoni tongkat ajimat madura

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian pakan dengan sumber protein yang semakin beragam pada ayam lokal persilangan dapat meningkatkan bobot akhir,

Selanjutnya RKPD Minahasa Tenggara tahun 2017 disusun dengan berpedoman pada Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2014 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)

Atas dasar hal tersebut maka sesuai dengan tugas pokok dan fungsi dalam organisasi serta berdasarkan tema Diklat Kepemimpinan Tingkat IV Angkatan VIII Tahun