• Tidak ada hasil yang ditemukan

SPATIAL PLANNING POLICY IN RELATION TO ENVIRONMENTAL PROTECTION AND MANAGEMENT IN NoRTH LAMPTING ngcnNcv KEBIJAKAN PENATAAN RUANG DALAM KAITANNYA DENGAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI KABUPATEN LAMPUNG UTARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "SPATIAL PLANNING POLICY IN RELATION TO ENVIRONMENTAL PROTECTION AND MANAGEMENT IN NoRTH LAMPTING ngcnNcv KEBIJAKAN PENATAAN RUANG DALAM KAITANNYA DENGAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI KABUPATEN LAMPUNG UTARA"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

SPATIAL PLANNING POLICY IN RELATION TO ENVIRONMENTAL PROTECTION

AND MANAGEMENT IN NoRTH LAMPTING

ngcnNcv

By

Novekawati Local regulation Number 08 of 2001 on Spatial Planning

North Lampung Regency, should be

one main in licensing the implementation of develop.n"rri, however in faci local govemment of North Lampung Regency permits industrial estautistrment

in

forbidden industrial areas.

consequently,

it

must

be

investigated abgut ':sputiur planning

p;ii"y in Relation

to

Environmental Protection and Management

in

Nortir Lampung

Regency,,. The problems

of

research are how spatial planning policy in relafion to

environm"rtul piot"ction and management in north Lampung regency is a"a how instrument

of spatial planning

law

in

environmental

protection and management is.

According to the probl-em above, problems approach which is

used are normative juridical and

empirical' The types of data which are- used are primary

data and secondary data. primary data

was gotten by conversation results and secondary data-was

gotten by literature sfudy, and was

analyzed by qualitative.

The result of research concludes, that spatial glanning policy in north Lampung

Regency does not follow legal local regulation, it was pror"d by indistrial

license granted tapioca factories in Kali cinta Village, whigh is according to local regulatior is not industrial areas.

Instrument

of

spatial planning law which is used are instrument

If

,putial planning

law, space usage, space

of

usage control' Instrument of spatial planning should

te

guidanc"

ii

i*pr"irr"ntation of spatial planning' Instrument

of

spatial planning_laiv north

rffiung

regency is achieved

in

spatial

planning north Lampung regency ureu- Instrument

of

siatial

uJug"'tuw

in

north Lampung

regency consists of

lqucturg planning spatial usage and d-esign or rlutiur urug". Instrument

of

space usage control

law

in north

Lampung regen"y

*u,

done through supervision and enforcement in space usage and licensing.
(2)

ABSTRAK

KEBIJAKAN PENATAAN RUANG DALAM KAITANNYA DENGAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI

KABUPATEN LAMPUNG UTARA Oleh

Novekawati

Peraturan Daerah Nomor 08 Tahun. 2001 tentang Tata Ruang Kabupaten Lampung Utara, seharusnya menjadi dasar dalam pemberian izin pelaksanaan pembangunan, namun pada kenyataannya pemerintah daerah Kabupaten Lampung Utara memberikan izin pendirian industri di kawasan yang bukan kawasan industri. Oleh sebab itu perlu diteliti tentang “Kebijakan Penataan Ruang Dalam Kaitannya Dengan Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup”. Permasalahan yang ada dalam tesis ini adalah, Bagaimanakah kebijakan penataan ruang dalam kaitannya dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di Kabupaten Lampung Utara dan bagaimanakah instrumen hukum penataan ruang dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

Dalam menjawab permasalahan yang ada di penelitian ini, pendekatan masalah yang digunakan adalah secara yuridis normatif dan empiris. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan dari hasil wawancara dan data sekunder bersumber dari studi pustaka, dan dianalisis secara kualitatif.

Hasil penelitian dapat disimpulkan, bahwa kebijakan penataan ruang di Kabupaten Lampung Utara belum mengikuti peraturan daerah yang ditetapkan, hal ini dibuktikan dengan diberikannya Izin usaha industri pabrik tapioka di Desa Kali Cinta, yang berdasarkan Perda tersebut bukan kawasan industri. Instrumen hukum penataan ruang yang digunakan adalah instrumen hukum perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Instrumen penataan ruang tersebut seharusnya dijadikan pedoman dalam menginplementasikan penataan ruang. Instrumen hukum perencanaan ruang Kabupaten Lampung Utara diwujudkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lampung Utara. Instrumen hukum Pemanfaatan ruang di Kabupaten Lampung Utara, terdiri dari rencana struktur pemanfaatan ruang dan pola pemanfaatan ruang. Instrumen hukum pengendalian pemanfaatan ruang di Kabupaten Lampung Utara dilaksanakan melalui pengawasan dan penertiban dalam pemanfaatan ruang dan pemberian izin.

(3)

DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI KABUPATEN LAMPUNG UTARA

Oleh

NOVEKAWATI

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar MAGISTER HUKUM

Pada

Program Pascasarjana Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Lampung

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

(4)

KEBIJAKAN PENATAAN RUANG DALAM KAITANNYA DENGAN

PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI

KABUPATEN LAMPUNG UTARA

( TESIS)

Oleh

NOVEKAWATI

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

(5)

Judul Tesis

lr{amatiahasiswa

-: Nwekawatr

Nomor Pokok Mahasiswa : 1222011029

Program Kekhususan : Hukum Kenegaraan

:

KEBIJAKAN

PENATAAN RUANG

I}ALAM

KAITANNYA

DENGA"N PERLINDI}NGAN

I}AN

PSNGSLOI"AA.N TINGKUNGAI{ SIDLTP

DI KABTIPATEN LAMPTING T}TARA

ProgramStudi

Fakultas

Pembimbing U*ama,

Dr. Muhammad

Akih

S.H., M"Hum.

Nip 19620514 198703 1003

: Program Fascasarlana Magister Hukum : Hukum

MENY.$TUJUI

-Dose*Pembimbing

Per*birabiag Pendamping,

MENGtrTAIIUI

Ketua Program Pascasarjana

Prcgram Strdi Magister H

iversitas

Fakultas Hukum ng

,/

war, S.E<-tlI.Hum.

andi, S.H., M.S, 1109 198703 1 003

ffie,%

(6)

l

I

I

I I I il

1. Tim Penguji

Penbimbingl

Pernbimbingll

Penguji

Penguji

Penguji

: Dr, Muhammad Akib, S,II-, M,Hum,

: Ih. fleryaadi S.U-, M.S.

: Dr. Yuswantoo S.H.'M.H

-:

Rudy. S.H.o

LL.M.,

LL.D.

Program Pascasarjana

198103 1 002

(7)

Dengan ini saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa:

1.

Tesis dengan judul "Kebijakan Penataan Ruang Dalam Kaitannya Dengan

Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Di

Kabupaten Lampung

IJtara" adalatr karya saya sendiri dan saya tidak melalarkan penjiplakan atau

pengutipan atas karya penulis lain dengan cara yang tidak sesuai dengan tata etika ilmiatr yang berlaku dalam masyarakat akademik atau yang disebut

plagrarisme.

2.

Hak

intelektual atas karya

ilmiah

ini

diserahkan sepenuhnya kepada

Universitas Lampung.

Atas pernydtenn

rri,

apabila

di kemudian

hari ternyata ditemukan adanya ketidak

benaran, saya bersedia menanggung akibat dan sanksi yang diberikan kepada say4 saya bersedia dan sanggup dituntut sesuai dengan hukum yang berlaku.

Kotabumi, 5 Mei 2014

Pembuat Pemyalaan,

Novekawati

(8)

R I W A Y A T H I D U P

Penulis dilahirkan di Palembang, pada tanggal 30 November 1969 adalah anak pertama dari

tujuh bersaudara, dari pasangan Bapak Thaufiq dan ibu Helda Megawati.

Penulis menyelesaikan sekolah dasar di SDN 13 Kotabumi dan tamat tahun 1982, Sekolah

Menengah Pertama di SMPN 2 Kotabumi, tamat tahun 1985 melanjutkan Sekolah Menengah

Atas (SMA) di Palembang dan tamat tahun 1988 Selanjutnya Pada tahun 1993 penulis

menyelesaikan pendidikan S1 Hukum di Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Muhammadiyah

Kotabumi.

Pada tahun 2012 penulis diterima pada Program Pascasarjana Program Studi Magister Hukum

(9)

MOTTO

“…dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan memperbaikinya.

Yang demikian itu lebih baik bagimu jika betul-betul kamu orang-orang yang beriman”

( QS.7:85 )

“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar

mereka kembali (ke jalan yang benar)”

(10)

PERSEMBAHAN

Tesis ini dipersembahkan untuk orang-orang yang telah dengan tulus dan sabar memberikan semangat, pengertian, ilmu, dan do’a bagi keberhasilan dan kesuksesan dalam meraih ilmu dan

gelar Magister Hukum bagi penulis, kepada

Kedua orang tua ku tercinta

Suami dan anak-anak ku yang selalu memeberi semangat

Seluruh keluarga besar ku, yang telah memberi dukungan moril

Teman-teman kuliah ku angkatan 2012-2013 Program Pasca Sarjana Program Studi

Magister Hukum Universitas Lampung

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ……….. . 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup ……… 7

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ……… 7

D. Kerangka Pemikiran dan Konseptual ………. .. 8

BAB II .TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Dasar Hukum Pennataan Ruang ………. 19

B. Asas dan Tujuan Penataan Ruang ……… 21

C. Pengaturan dan Pelaksanaan Penataan Ruang ……….. 23

D. Penegakan Hukum Penataan Ruang………. 34

E. Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup……… 38

BAB III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah ………. 54

B. Jenis dan Sumber Data ……….. 55

C. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan data ……… 56

(12)

BAB IV. PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Kabupaten Lampung Utara ………. 58

B. Kebijakan Penataan Ruang Dalam Kaitannya Dengan Perlindungan Dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup Di Kabupaten Lampung Utara …….. 61

C. Instrumen Hukum Penataan Ruang Dalam Rangka Perlindungan Dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup ………. 73

BAB V. PENUTUP

A. Kesimpulan ………. 92

B. Saran ……… 93

DAFTAR PUSTAKA

(13)

Puji

syukur kepada

ALLAH

SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya yffiLg

diberikan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan berjudul, "Kebijakan Penataan Ruang Dalam Kaitannya Dengan Perlindungan Dan

Pengelolaan Lingkungan

Hidup

Di

Kabupaten Lampung

utara".

Tesisi

ini memberikan manfaat bagi penulis secara teoritis dan praktis.

Kerja keras penulis untuk menyelesaikan tesis ini tidak terlepas dari orang-orang yang telah membantu memberikan bimbingan dan saran, oleh sebab itu penulis sampaikan

rasa terima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Dr. Muhammad Akib, S.H.,

M.H. dan

Dr. Heryandi, S.H., M.S. yang telah

banyak memberikan bimbingan kepada penulis dalam proses pembuatan tesisi ini.

Dr. Yuswanto, S.H., M.H., Dr. Yusnani Hasyim Zum, S.H., M.H., dan Rudy,

S.H., L.L.M., L.L.D. selaku Penguji.

Bapak, Ibu

Dosen

Program Pascasarjana Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Lampung, yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang bermarfaat

bagi penulis sehingga dapat menyelesaikan tesis ini.

Semua teman-temanku angkatan 201212013 Program Pascasarjana Program Studi

Magister Hukum Universitas Lampung yang saya cintai, yang telah memberikan

dukungan moril dalam penyelesaian tesis ini. 2.

J.

(14)

itu

penulis mengharapkan masukan dan saran dari pihak-pihak yang berkompeten dalam penelitian ini. Semoga tesis ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua, khususnya bagi penulis, dan bagi pihak lain pada umrmrnya, serta semoga Allah. SWT. Melimpahkan rahmat-Nya dan membalas segala kebaikan semua pihak yang

telah memberikan bantuan kepada penulis dalam penyusunan tesis ini.

Kotabumi,5

Mei

2014

Penulis,

(Unn,fi^'

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah salah satu negara yang termasuk negara sedang berkembang. Untuk

itu pembangunan disegala sektor dilaksanakan. Pembangunan tidak semuanya selalu

berdampak positif, baik bagi lingkungan maupun bagi kehidupan masyarakat, karena

pembangunan dalam skala besar akan berdampak luas terhadap kehidupan manusia

dan alam lingkungannya. Oleh karena itu dalam melaksanakan pembangunan perlu

suatu pengaturan tentang bagaimana melaksanakan pembangunan atau pengelolaan

sumber daya alam yang beraneka ragam baik di daratan, lautan, maupun di udara

secara terkoordinasi dan terpadu dengan di dukung oleh sumber daya manusia dan

sumber daya alam serta pola pembangunan yang berkelanjutan (sustinable

development).1

Pada dasarnya pembangunan bertujuan untuk memberikan kesejahteraan bagi

masyarakat, dan ini merupakan cita-cita negara yang dituangkan dalam Pembukaan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD 1945) alenia ke-4.

Salah satu cita-cita tersebut adalah untuk memajukan kesejahteraan umum.2 Era tahun

tujuh puluhan diketahui bahwa pembangunan dilaksanakan dengan tidak

mempertimbangkan secara rinci mengenai kondisi ruang yang akan di bangun dan

dampaknya terhadap lingkungan. Hal ini dibuktikan dengan adanya perhatian dunia

1

Muhamad Erwin, Hukum Lingkungan Dalam Sistem Kebijaksanaan Pembangunan Lingkungan Hidup, PT Refika Aditama, Bandung, 2009, hlm. 51.

2

(16)

terhadap masalah lingkungan hidup dimulai di kalangan Dewan Ekonomi dan Sosial

Perserikatan Bangsa-Bangsa pada waktu peninjauan terhadap hasil-hasil gerakan

“Dasawarsa Pembangunan Dunia ke-1 (1960-1970)” guna merumuskan strategi

“Dasawarsa Pembangunan Dunia ke-2 (1970-1980)”.3 Konferensi tentang

Lingkungan Hidup Manusia (United Nation Conference on the Human Environment)

diselenggarakan di Stockholm pada tanggal 5-16 Juni 1972, diikuti oleh 113 negara,

termasuk Indonesia.4 Konfrensi Stockholm merupakan titik awal negara-negara

menselaraskan antara pembangunan dengan lingkungan.

Indonesia sebagai peserta konfrensi juga berkewajiban merumuskan dan

menyelaraskan peraturan perundang-undangannya terhadap hasil-hasil konfrensi

Stockholm. Oleh sebab itu pada tahun 1982 Indonesia menetapkan Undang-Undang

Nomor 4 Tahun 1982 tentang Lingkungan Hidup (UULH-1982) yang rancangannya

dimulai pada tahun 1976.5 Kemudian UULH-1982 diubah menjadi Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH-1997),

karena undang-undang tersebut dirasakan belum sepenuhnya dapat menampung

tuntutan perkembangan pembangunan, maka UUPLH-1997 diubah menjadi

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 yang mengatur tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH-2009).

Pengaturan tentang lingkungan tidak cukup diatur dalam undang-undang lingkungan

hidup saja, tetapi juga terkait dengan pengaturan penataan ruang, mengingat ruang

merupakan bagian penting dari lingkungan hidup, maka perlindungan dan

pengelolaan lingkungan keberhasilannya juga ditentukan oleh pelaksanaan penataan

3

Koesnadi Hardjasoemantri, Hukum Tata Lingkunan, Edisi ketujuh, cetakan ketujuh belas, Gadjah Mada University Press,Yogyakarta, 2002, hlm.6.

4

ibid, hlm. 8.

5

(17)

ruang, oleh karenanya ditetapkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 yang

mengatur tentang Penataan Ruang (UUPR-1992).

Seiring dengan perkembangan zaman di mana undang-undang penataan ruang yang

ada dirasakan sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan pengaturan penataan ruang

sehingga undang-undang tersebut diubah dengan undang-undang penataan ruang

yang baru yaitu Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

(UUPR-2007). Adanya perubahan undang-undang penataan ruang, diharapkan

pembangunan yang dilaksanakan dapat lebih berkualitas dan dampak negatif terhadap

lingkungan dapat diminimalisir.

Diperlukannya undang-undang penataan ruang yang baik dan sesuai dengan

perkembangan karena, dampak dari pembangunan akan mengakibatkan perubahan

besar baik terhadap struktur ekonomi, sosial, fisik, wilayah, pola konsumsi, sumber

alam dan lingkungan hidup, tekhnologi, maupun perubahan terhadap sistem nilai dan

kebudayaan. Di sisi lain, perubahan besar itu sendiri membawa pengaruh yang tidak

diharapkan dan tidak direncanakan, terutama dalam bentuk dampak negatif terhadap

lingkungan hidup.

Sesungguhnya, terjadinya kerusakan lingkungan lebih banyak disebabkan oleh, sikap

penghilafan pembangunan yang kurang menyadari pentingnya segi lingkungan hidup.

Pembangunan yang dilakukan pada saat ini, adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

masyarakat, namun dampak negatif dari pembangunan sering terjadi pada lingkungan

akibat penataan ruang yang kurang baik dan tidak diharmonisasikan dengan

lingkungan. Akibatnya menimbulkan masalah-masalah baru yang justru dapat

(18)

Karena saat ini kebijakan penataan ruang telah menjadi kewenangan pemerintah

daerah masing-masing, maka usaha meminimalisasi dampak negatif akibat

pembangunan perlu dilakukan dengan pengaturan penataan ruang yang baik, karena

penataan ruang akan menjadi penentu kualitas lingkungan.

Permasalahan lingkungan tidak hanya menjadi permasalahan yang berskala daerah

ataupun yang berskala nasional, tetapi juga permasalahann dunia, karena

permasalahan lingkungan di suatu negara akan berakibat pada negara lain, oleh sebab

itu pengaturan lingkungan dan penataan ruang tidak lagi hanya di sekat-sekat hanya

pada batas-batas negara tertentu saja, contoh kebakaran di Indonesia (Riau,

Kalimantan) berdampak kepada Singapura dan Malaysia.

Berdasarkan uraian terdahulu, setiap negara dan setiap daerah dalam melaksanakan

pembangunan harus memperhatikan asas-asas perlindungan dan pengelolaan

lingkungan serta asas-asas penataan ruang, baik yang diatur dalam ketentuan nasional

maupun internasional, tidak terkecuali di Kabupaten Lampung Utara.

Kabupaten Lampung Utara adalah salah satu wilayah kabupaten di Provinsi

Lampung, dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Drt Tahun 1956 tentang

Pembentukan Daerah-Daerah Otonom Kabupaten-Kabupaten dalam Lingkungan

Sumatra Selatan, juncto Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1959 dan telah mengalami

pemekaran tiga kali, yakni pada tahun 1991, berdasarkan Undang-Undang Nomor 6

Tahun 1991 tentang pembentukan Kabupaten Lampung Barat, Tahun 1997

berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1997 tentang pembentukan Kabupaten

Tulang Bawang, dan tahun 1999 berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun

(19)

Lampung Utara terhadap wilayah Provinsi Lampung semula 54,7% turun hingga

menjadi 7,72%, dengan jumlah kecamatan 23 kecamatan.6

Dengan berkurangnya luas wilayah dari Kabupaten Lampung Utara, tidak berarti

penataan ruang di Kabupaten Lampung Utara menjadi lebih mudah, karena pada

kenyataannya di daerah Lampung Utara, khusunya wilayah kota ada beberapa hasil

pembangunan yang kurang dapat dimanfaatkan secara maksimal, dan pada akhirnya

beralih fungsi.

Pembangunan yang dimaksud adalah Taman Santap (TS), yang terletak di jalan

Jendral Sudirman, Kecamatan Kotabumi tidak berfungsi sesuai dengan tujuan awal

pembangunannya, Pasar Sentral yang berada di jalan Soekarno Hatta, Kecamatan

Kotabumi Selatan tidak dapat atau kurang dimanfaatkan secara maksimal, terminal

induk yang juga berada di jalan Soekarno Hatta, Kecamatan Kotabumi Selatan,

karena tidak di fungsikan oleh masyarakat secara baik sehingga akhirnya di bongkar

dan dibangun Islamic Center. Pembangunan pabrik tapioka yang berada di Kecamatan

Kotabumi Utara menimbulkan konflik karena lokasi pendirian pembangunan pabrik

tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Lampung Utara

Nomor 08 Tahun 2001 tentang Penataan Ruang Wilayah Kabupaten Lampung Utara,

Berdasarkan Pasal 28 Perda No. 08. Tahun 2001 tersebut, kawasan perindustrian

terletak di Wilayah Kecamatan Abung Selatan, Abung Timur, Sungkai Utara, Bunga

Mayang, Sungkai Selatan, dan Muara Sungkai. Tahun 2008 dikeluarkan Peraturan

Daerah Kabupaten Lampung Utara Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan atas

Perda Kabupaten Lampung Utara Nomor 08 Tahun 2001 tentang Penataan Ruang

Wilayah Kabupaten Lampung Utara. Pasal 1 ayat (1) Perda No. 12. Tahun 2008,

6

(20)

menentukan bahwa keentuan Pasal 28, Perda No 08 Tahun 2001 diubah, sehingga

kawasan perindustrian terletak di wilayah Kecamatan Abung Selatan, Blambangan

Pagar, Abung Timur, Sungkai Utara, Hulu Sungkai, Sungkai Tengah, Bunga Mayang,

Sungkai Selatan, Sungkai Jaya, Sungkai Barat, Muara Sungkai dan Kotabumi Utara.

Dalam Pasal 32 ayat (2) Rancangan Perda Kabupaten Lampung Utara Tahun 2011

tentang RTRW Kabupaten Lampung Utara 2012-2032, disebutkan bahwa kawasan

industri besar terdiri dari Kecamatan Kotabumi Utara, Kecamatan Abung Selatan,

Kecamatan Bunga Mayang, Kecamatan Sungkai Utara, dan Kecamatan Sungkai

Selatan.

Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang akan membawa

dampak negatif terhadap lingkungan hidup, seperti terjadinya pencemaran lingkungan

hidup atau polusi udara. Adanya pembangunan yang tidak sesuai dengan Perda Tata

Ruang Kabupaten Lampung Utara sebagaimana yang diuraikan di atas, dengan telah

ditetapkan peraturan perundang-undangan yang terbaru, yang mengatur tentang

Penataan Ruang, yaitu UUPR-2007, diharapkan penataan ruang Wilayah Nasional,

Wilayah Provinsi, dan Wilayah Kabupaten dapat diselenggarakan sesuai dengan

Rencana Tata Ruang Wilayah masing-masing, yang telah mempertimbangkan kondisi

fisik dan potensi masing-masing wilayah serta juga mempertimbangkan aspirasi

masyarakat sehingga pelaksanaan pembangunan yang akan di lakukan dapat

menghasilkan pembangunan yang berkualitas dan keberkelanjutan ekologi dapat

terwujud.

Berdasarkan apa yang telah diuraikan di atas, maka perlu diteliti tentang “Kebijakan

Penataan Ruang Dalam Kaitannya Dengan Perlindungan dan Pengelolaan

(21)

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup

1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang masalah, maka permasalahan dalam penelitian ini

dirumuskan sebagai berikut :

a. Bagaimana kebijakan penataan ruang dalam kaitannya dengan perlindungan dan

pengelolaan lingkungan hidup di Kabupaten Lampung Utara ?

b. Bagaimanakah implementasi intrumen hukum penataan ruang dalam rangka

perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di Kabupaten Lampung Utara ?

2. Ruang Lingkup

Ruang lingkup kajian dalam penelitian ini adalah hukum penataan ruang dan hukum

lingkungan, terutama kajian tentang kebijakan pengaturan penataan ruang dalam

kaitannya dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di Kabupaten

Lampung Utara.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Menganalisis kebijakan penataan ruang dalam kaitannya dengan perlindungan dan

pengelolaan lingkungan hidup di Kabupaten Lampung Utara.

b.Menganalisis instrumen hukum penataan ruang dalam kaitannya dengan

(22)

2. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian adalah sebagai berikut :

a. Secara Teoretis

Secara teoretis penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam menambah

pengetahuan ilmu hukum, khususnya hukum tata negara yang berkaitan dengan

kebijakan penataan ruang, meliputi pengaturan penataan ruang dalam kaitannya

dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di Kabupaten Lampung

Utara.

b. Secara Praktis

Hasil penelitian ini secara praktis diharapkan berguna sebagai informasi bagi penentu

kebijakan dalam pengaturan penataan ruang di Kabupaten Lampung Utara.

D. Kerangka Teori dan Kerangka Konseptual

1. Kerangka Teori

a. Teori Kebijakan Publik

Kebijakan (policy) berbeda dengan kebijaksanaan (wisdom) karena kebijakan adalah

perintah atasan, sedangkan kebijaksanaan adalah perubahan peraturan yang sudah

ditetapkan oleh atasan sesuai dengan keadaan situasi dan kondisi.7 Perhatian utama

kepemimpinan pemerintahan adalah public policy (kebijaksanaan pemerintah), yaitu

apapun juga yang dipilih pemerintah, apakah mengerjakan sesuatu itu, atau tidak

mengerjakan sama sekali (mendiamkan) sesuatu itu (whatever government choose to

do or not todo).8 Sebagaimana pengertian kebijakan publik menurut Thomas R. Dye,

bahwa “public policy is whatever the government choose to do or not to do”

7

Inu Kencana Syafiie, Ilmu Pemerintahan, Edisi revisi kedua, CV. Mandar Maju, Bandung, 2013, hlm. 168.

8

(23)

kebijakan publik adalah apapun pilihan pemerintah untuk melakukan sesuatu atau

tidak melakukan sesuatu. Jadi public policy dapat menciptakan situasi dan dapat pula

diciptakan oleh situasi. Dari pengertian ini dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik

adalah tindakan pemerintah untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu

yang mempunyai tujuan tertentu untuk kepentingan masyarakat.

Berdasarkan pengertian tersebut, jenis-jenis kebijakan publik menurut James E.

Anderson ada 4 (empat);

1. Substantive and Procedural Policies

Substantive policy adalah suatu kebijakan dilihat dari substansi masalah yang dihadapi oleh pemerintah, sedangkan procedural policy adalah suatu kebijakan dilihat dari pihak-pihak yang terlibat dalam perumusannya.

2. Distributive, Redistributive, and Regulatory Policies

Distributive policy, adalah suatu kebijakan yang mengatur tentang pemberian pelayanan kepada individu-individu, kelompok-kelompok, atau perusahaan-perusahaan. Redistributive policy adalah suatu kebijakan yang mengatur tentang pemindahan alokasi kekayaan, pemilikan, atau hak-hak. Sedangkan regulatory policy adalah suatu kebijakan yang mengatur tentang pembatasan/pelarangan terhadap perbuatan atau tindakan.

3. Material Policy

Suatu kebijakan yang mengatur tentang pengalokasian atau penyediaan sumber-sumber material yang nyata bagi penerimanya.

4. Public Goods and Private Goods Policies

Public goods policy adalah suatu kebijakan yang mengatur tentang penyediaan barang-barang atau pelayanan-pelayanan oleh pemerintah untuk kepentingan orang banyak. Sedangkan private goods policy adalah suatu kebijakan yang mengatur tentang penyediaan barang-barang atau pelayanan oleh pihak swasta, untuk kepentingan invidu-individu di pasar bebas, dengan imbalan biaya tertentu.

Membuat kebijaksanaan pemerintah ini merupakan studi tentang proses pembuatan

keputusan, karena bukanlah kebijaksanaan pemerintah (public policy) itu merupakan

pengambilan keputusan (decision making) dan pengambilan kebijaksanaan (policy

making), yaitu memilih dan menilai informasi yang ada untuk memecahkan masalah.

(24)

tujuan, penguraian kecendrungan, penganalisaan keadaan, proyeksi pengembangan

masa depan dan penelitian, penilaian dan penelitian serta penilaian dan pemilihan

kemungkinan.9

Selain daripada itu, ada beberapa model yang dipergunakan dalam pembuatan public

policy, yaitu sebagai berikut:

1. Model Elit, yaitu pembentukan public policy hanya berada pada sebagian kelompok orang-orang tertentu yang sedang berkuasa.

2. Model Kelompok, berlainan dengan model elit yang dikuasai oleh kelompok tertentu yang berkuasa, maka pada model ini terdapat beberapa kelompok kepentingan (interest group) yang saling berebutan mencari posisi dominan.

3. Model KelembagaanYang dimaksud dengan kelembagaan di sini adalah kelembagaan pemerintah. Yang masuk dalam lembaga-lembaga pemerintah seperti eksekutif, lembaga legeslatif, lembaga yudikatif, pemerintah daerah dan lain-lain.

4. Model Proses, model ini merupakan rangkaian kegiatan politik mulai dari identifikasi maslah, perumusan usul pengesahaan kebijaksanaan, pelaksanaan dan evaluasinya. Model ini memperhatikan bermacam-macam jenis kegiatan perbuatan kebijaksanaan pemerintah (public policy).

5. Model Rasialisme, model ini bermaksud untuk mencapai tujuan secara efisien, dengan demikian model ini segala sesuatu dirancang dengan tepat, untuk meningkatkan hasil bersihnya.

6. Model Inkrimentalisme, model ini berpatokan pada kegiatan masa lalu dengan sedikit perubahan. Dengan demikian hambtan seperti waktu, biaya dan tenaga untuk memilih alternatif dapat dihilangkan. Dalam arti model ini tidak banyak bersusah payah, tidak banyak risiko perubahan-perubahannya tidak radikal, tidak ada konflik yang meninggi, kestabilan terpelihara tetapi tidak berkembang (konservatif) karena hanya menambah dan mengurangi yang sudah ada.

7. Model Sistem, model ini beranjak dari memperhatikan desakan-desakan lingkungan yang antara lain berisi tuntutan, dukungan, hambatan, tantangan, rintangan, gangguan, pujian, kebutuhan atau keperluan dan lain-lain yang mempengaruhi public policy.10

Dengan memperhatikan berbagai model-model pembentukan public policy terebut di

atas, pada kesempatan lain pemerintah sedikit banyaknya juga mempertimbangkan

hal-hal sebagai berikut:

9

Miftah Thoha, Dimensi-Dimensi Prime Administrasi Negara, Rajawali, Jakarta, 1986, hlm. 54.

10

(25)

1. Memperhatikan responsiveness, yaitu perhatian utama terhadap tanggapan-tanggapan masyarakat. Hal ini sejalan dengan pemberian pendemokrasian di daerah, yaitu berupa desentralisasi dan pemberian otonomi daerah.

2. Memperhatikan effectiveness, yaitu perhatian utama terhadap pencapaian apa yang dikehendaki saja demi suatu tujuan politik atau ekonomi tertentu. Hal ini sejalan dengan usaha menciptakan persatuan dan kesatuan bangsa, melalui sentralisasi.11

Dalam kebijakan publik, ada tingkatan-tingkatan. Menurut Lembaga Administrasi

Negara, tingkatan-tingkatan kebijakan publik adalah :

A. Lingkup Nasional

. 1. Kebijakan Nasional, adalah kebijakan negara yang bersifat fundamental dan strategis dalam pencapaian tujuan Negara sebagaimana tertera dalam Pembukaan UUD 1945. Yang berwenang dalam menentukan kebijakan nasional adalah MPR, Presiden, DPR.

2. Kebijakan Umum, adalah kebijakan presiden sebagai pelaksanaan UUD 1945, TAP MPR, UU, untuk mencapai yujuan nasional. Yang berwenang menetapkan kebijakan umum adalah Presiden.

3. Kebijakan Pelaksanaan, adalah merupakan penjabaran dari kebijakan umum sebagai strategi pelaksanaan tugas di bidang tertentu. Yang berwenang menetapkan kebijakan pelaksanaan adalah Menteri.

B. Lingkup wilayah Daerah

1. Kebijakan Umum, adalah kebijakan pemerintah daerah sebagai pelaksanaan azas desentralisasi dalam rangka mengatur urusan rumah tangga daerah. Yang berwenang menetapkan kebijakan umum di daerah provinsi adalah Gubernur dan DPRD Provinsi, pada daerah kabupaten/kota ditetapkan oleh Bupati/Walikota dan DPRD Kabupaten/Kota. Kebijakan umum pada tingkat daerah dapat berbentuk Peraturan Daerah (Perda) Provinsi dan Perda Kabupaten/Kota.

2. Kebijakan Pelaksanaan, pada lingkup wilayah daerah ada 3 macam;

a. Kebijakan pelaksanaan dalam rangka desentralisasi merupakan realisasi pelaksanaan Perda.

b. Kebijakan pelaksanaan dalam rangka dekonsentrasi merupakan pelaksanaan kebijakan nasional di daerah.

c. Kebijakan pelaksanaan dalam rangka tugas pembantuan merupakan pelaksanaan tugas pemerintah pusat di daerah yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah.

11

(26)

Kebijakan umum di tingkat kabupaten salah satu diantaranya adalah kebijakan tentang

penataan ruang, yang berbentuk peraturan daerah sebagaimana diatur dalam Pasal 27

ayat (1) UUPR-2007, bahwa rencana rinci tata ruang ditetapkan dengan peraturan

daerah kabupaten. Adapun Perda Kabupaten Lampung Utara yang mengatur tentang

Penataan Ruang adalah Perda No 08 Tahunh 2001.

b. Teori Penataan Ruang

Penataan ruang menurut Pasal 1 angka 5 UUPR-2007, dan Pasal 1 angka 6 Peraturan

Pemerintah Nomor 15 tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, adalah

suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian

pemanfaatan ruang.

Kondisi penduduk secara sosial maupun ekonomi sangat terkait erat dengan penataan

ruang kota, serta pengelolaan lingkungan dan sumber daya alam yang ada. Penataan

ruang tersebut sangat berpengaruh pada sumber daya manusia yang berinteraksi

dengan tempat, waktu dan budaya masyarakat setempat. Adapun prinsip-prinsip dasar

dari penataan ruang adalah :

1. Pengambilan keputusan untuk menentukan pilihan;

2. Suatu penetapan pengalihan sumber daya (resources allovation);

3. Suatu penetapan dan usaha pencapaian sasaran dan tujuan pembangunan (setting up goals and objectives);

4. Suatu pencapaian keadaan yang lebih baik di masa yang akan datang, yaitu :

a. Dapat membuat perkiraan yang baik dan dapat menjabarkannya dalam suatu penjadwalan yang berurutan (sequential) sesuai dengan kebutuhan dan sumber daya yang mendukungnya;

b. Pelaksanaan pentahapan untuk mencapai tujuan masa mendatang disusun dalam urutan kegiatan yang logis, rasional, dan tertata secara bertahap, berurutan.12

12

(27)

Dalam penataan ruang kota ada tiga hal yang perlu diperhatikan sebagai guidelines

dalam menata ruang, antara lain adalah13 :

1. Perencanaan Tata Ruang

Rencana tata ruang disusun dengan perspektif menuju keadaan masa depan yang

diharapkan, bertitik tolak dari data, informasi, ilmu pengetahuan, dan tekhnologi yang

dapat digunakan. Serta memperhatikan keragaman wawasan kegiatan disetiap

sektornya. Perkembangan masyarakat dan lingkungan hidup berlangsung secara

dinamis, serta ilmu pengetahuan dan tekhnologi berkembang seiring berjalannya

waktu. Oleh karena itu, agar rencana tata ruang yang telah disusun sesuai dengan

tuntutan pembangunan dan perkembangan keadaan, maka rencana tata ruang tersebut

dapat di tinjau kembali dan disempurnakan secara berkala.

Dalam Pasal 65 ayat (1) UUPR-2007, disebutkan penyelenggaraan penataan ruang

dilakukan oleh pemerintah dengan melibatkan masyarakat, selanjutnya ayat (2)

menyebutkan peran masyarakat dalam penataan ruang sebagaimana dimaksud pada

ayat (1), dilakukan antara lain melalui, partisipasi dalam penyusunan rencana tata

ruang, partisipasi dalam pemanfaatan ruang, dan partisipasi dalam pengendalian

pemanfaatan ruang.

13

(28)

Dalam penyusunan dan penetapan rencana tata ruang terebut ditempuh

langkah-langkah sebagai berikut :

a. Menentukan arah pengembangan yang akan dicapai dilihat dari segi ekonomi,

sosial budaya, daya dukung, dan daya tampung lingkungan serta tidak melupakan

fungsi-fungsi pertahanan-keamanan.

b. Mengidentifikasi berbagai potensi dan masalah pembangunan dalam suatu

wilayah perencanaan.

c. Perumusan rencana tata ruang.

d. Penetapan rencana tata ruang.

2. Pemanfaatan Ruang

Pemanfaatan ruang adalah rangkaian program kegiatan pelaksanaan pembangunan

yang memanfaatkan ruang menurut jangka waktu yang ditetapkan di dalam rencana

tata ruang. Pemanfaatan ruang diselenggarakan secara bertahap melalui penyiapan

program kegiatan pelaksanaan pembangunan yang berkaitan dengan pemanfaatan

ruang yang akan dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat, baik secara

sendiri-sendiri maupun bersama-sama sesuai dengan rencana tata ruang yang telah

ditetapkan.

Dinamika dalam pemanfaatan ruang tersebut dilihat dari beberapa indikator yang

dapat dijadikan tolak ukur, diantaranya adalah :

a. Perubahan nilai sosial akibat rencana tata ruang;

b. Perubahan nilai tanah dan sumber daya alam lainnya;

c. Perubahan status hukum tanah akibat rencana tata ruang;

(29)

e. Perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi.

3. Pengendalian Pemanfaatan Ruang

Agar pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata ruang dilakukan pengendalian,

melalui kegiatan pengawasan dan penertiban pemanfaatan ruang. Pengawasan yang

dimaksud di sini adalah usaha untuk menjaga kesesuaian pemanfaatan ruang dan

fungsi ruang yang ditetapkan dalam rencana tata ruang. Penertiban dalam ketentuan

ini adalah usaha untuk mengambil tindakan agar pemanfaatan ruang yang

direncanakan dapat terwujud sesuai dengan ketetapan.

Penataan ruang yang baik diharapkan dapat meminimalisir dampak negatif akibat

suatu pembangunan terhadap lingkungan, karena kerusakan lingkungan adalah

pengaruh sampingan dari tindakan manusia untuk mencapai suatu tujuan yang

mempunyai konsekuensi terhadap lingkungan. Manusia dan alam saling

mempengaruhi, dimana manusia sangat ketergantungan dan berpengaruh terhadap

alam, dan alam juga mempengaruhi manusia, yang artinya antara manusia dan

lingkungan hidup terjadi hubungan timbal balik. Menurut Oto Soemarwoto, ilmu

tentang hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya, disebut

ekologi.14 Oleh karena itu, permasalahan lingkungan hidup pada hakikatnya adalah

permasalahan ekologi.15

c. Teori Keberlanjutan Ekologi

Secara etimologi, kata “ekologi” berasal dari bahasa Yunani, yaitu oikos (rumah

tangga) dan logos (ilmu), yang diperkenalkan pertama kali dalam biologi oleh seorang

14

Koesnadi Hardjasoemantri, Op.Cit, hlm. 2.

15

(30)

biolog Jerman Ernst Hackel (1869).16 Oleh karena itu secara harfiah ekologi berarti

ilmu tentang makhluk hidup dalam rumahnya atau dapat juga diartikan sebagai ilmu

tentang rumah tangga makhluk hidup.17 Rumusan ekologi yang menekankan pada

hubungan makhluk hidup dikemukan dalam buku William H. Matthews et. al. sebagai

berikut : “ecology focuses the interrelationship between living organism and their

environment”.18

Berdasarkan defenisi ekologi di atas, maka permasalahan lingkungan hidup pada

hakikatnya adalah permasalan ekologi. Inti permasalahan lingkungan hidup ialah

hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Apabila

hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya berjalan secara

teratur dan merupakan satu kesatuan yang saling mempengaruhi, maka terbentuklah

suatu sistem ekologi yang lazim disebut ekosistem, karena lingkungan terdiri atas

komponen hidup dan takhidup, maka ekosistem pun terbentuk oleh komponen hidup

dan tak hidup yang berinteraksi secara teratur sebagai satu kesatuan dan saling

mempengaruhi satu sama lain (interdependence).19

Secara yuridis pengertian ekosistem dirumuskan baik dalam UULH-1982,

UUPLH-1997, maupun UUPPLH-2009. Ketiganya mengartikan ekosistem sebagai tatanan

unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh menyeluruh dan saling

mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktifitas

lingkungan hidup. Pengertian ini tentu tidak dapat dilepaskan dari pemikiran bahwa

secara ekologis manusia merupakan bagian integral dari lingkungan hidupnya.

16

Koesnadi Hardjasoemanri, Op.Cit, hlm. 2.

17

Otto Soemarwoto, dalam Muhammad Akib, Op.Cit. hlm. 3.

18

Koesnadi Hardjasoemantri, Op.Cit. hlm. 2.

19

(31)

Manusia terbentuk oleh lingkungan hidupnya, tetapi sebaliknya manusia membentuk

lingkungan hidupnya.20

Manusia adalah sebagian dari ekosistem, manusia adalah pengelola pula dari sistem

tersebut, serta manusia tidak dapat melepaskan diri dari ketergantungannya dengan

alam. Kehidupan manusia memuat dalam dirinya sebagian alam dan ketergantungan

kepada lingkungan materiel. Ini berarti bahwa dalam hubungannya dengan alam,

manusia harus memperhitungkan nilai-nilai lain, di samping nilai-nilai tekhnis dan

ekonomis. Ini berarti pula, bahwa ancaman terhadap alam tidak dapat dipertanggung

jawabkan kepada pihak lain, akan tetapi pada sikap manusia itu sendiri, baik sebagai

diri pribadi secara mandiri, maupun sebagai anggota masyarakat. Dengan demikian

cukup jelas peranan manusia dalam ekosistem.

2. Kerangka Konseptual

Konseptual adalah susunan berbagai konsep yang menjadi fokus pengamatan dalam

melaksanakan penelitian.21 Sesuai dengan defenisi tersebut maka peneliti akan

memberikan pembatasan terhadap istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini,

yaitu sebagai berikut:

a. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,

termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan

makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya

(Pasal I angka (1) UUPR-2007).

b. Penataan Ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan

ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang (Pasal I angka (5) UUPR-2007).

20

Ibid, hlm. 4.

21

(32)

c. Lingkungan adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan

makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu

sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk

hidup lain (Pasal 1 angka (1) UUPPLH-2009).

d. Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan

terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan

mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang

meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan,

dan penegakan hukum (Pasal1 angka (2) UUPPLH-2009).

f. Ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh

menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan,

(33)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian dan Dasar Hukum Penataan Ruang

1. Pengertian Penataan Ruang

Pasal 1 angka (5), UUPR-2007 tentang Penataan Ruang, dan Pasal 1 angka (6),

Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 (PP No. 15 Tahun 2010) tentang

Penyelenggaraan Penataan Ruang, menyatakan bahwa penataan ruang adalah suatu

sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian

pemanfaatan ruang. Sedangkan tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang

sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 1 angka 2 UUPR-2007 dan Pasal 1 angka (2)

PP No 15. Tahun 2010.

Berdasarkan pengertian tersebut di atas, maka untuk menghasilkan wujud struktur

ruang dan pola ruang yang baik, serta ramah lingkungan diperlukan suatu penataan

ruang yang baik pula. Dimana penataan ruang sebagai suatu sistem perencanaan tata

ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang merupakan satu

kesatuan yang tidak terpisahkan antara yang satu dan yang lain dan harus dilakukan

sesuai dengan kaidah penataan ruang, sehingga diharapkan dapat mewujudkan

pemanfaatan ruang yang berhasil guna dan berdaya guna, sehingga mampu

mendukung pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan, juga tidak terjadi

(34)

2. Dasar Hukum Penataan Ruang

Ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang terdiri dari ruang daratan,

ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi, merupakan karunia

Tuhan Yang Maha Esa, yang perlu disyukuri, dilindungi dan dikelola secara

berkelanjutan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, sebagaimana amanat yang

terkandung dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945.

Untuk mewujudkan amanat Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 tersebut, maka dibentuklah

undang-undang penataan ruang. Pertama kali undang-undang penataan ruang yang

diberlakukan adalah UUPR-1992 Tentang Penataan Ruang. Pada dasarnya UUPR-

1992 telah memberikan andil yang cukup besar dalam mewujudkan tertib tata ruang,

sehingga hampir semua pemerintah daerah telah memiliki rancana tata ruang wilayah.

Sejalan dengan perkembangan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, serta

beberapa pertimbangan, yang diantaranya adalah perkembangan situasi dan kondisi

nasional dan internasional menuntut penegakan prinsip keterpaduan, keberlanjutan,

demokrasi, kepastian hukum, dan keadilan dalam rangka penyelenggaraan penataan

ruang yang baik sesuai dengan landasan idiil Pancasila, serta UUPR-1992 tentang

Penataan Ruang sudah tidak sesuai dengan kebutuhan pengaturan penataan ruang

sehingga perlu diganti dengan penataan ruang yang baru, serta dirasakan pula adanya

penurunan kualitas ruang pada sebagian besar wilayah menuntut perubahan

pengaturan dalam undang-undang tersebut. Dengan alasan yang telah diuraikan, maka

undang-undang penataan ruang yang semula diatur oleh UUPR-1992 di ganti dengan

UUPR-2007 tentang Penataan Ruang .

UUPR-2007 tentang Penataan Ruang, diharapkan menjadi pedoman dalam

(35)

lingkungan yang berkelanjutan untuk mewujudkan kesejahteran dan keadilan sosial

bagi masyarakat.

B. Asas dan Tujuan Penataan Ruang

1. Asas Penataan Ruang

Pasal 2 UUPR-2007, mengatur bahwa dalam kerangka Negara Kesatuan Republik

Indonesia, penataan ruang diselenggarakan berdasarkan asas :

a. Keterpaduan, adalah pemangku kepentingan, Pemangku kepentingan antara lain,

adalah pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.

b. Keserasian, keselarasan, dan bahwa penataan ruang diselengggarakan dengan

mengintegrasikan berbagai kepentingan yang bersifat lintas sektor, lintas wilayah, dan

lintas

c. Kesimbangan, adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan mewujudkan

keserasian antara struktur ruang dan pola ruang, keselarasan antara kehidupan

manusia dengan lingkungannya, keseimbangan pertumbuhan dan perkembangan antar

daerah serta antara kawasan perkotaan dan kawasan pedesaan.

d. Keberlanjutan, adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan menjamin

kelestarian dan kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan dengan

memperhatikan kepentingan generasi mendatang.

e. Keberdayagunaan dan keberhasilgunaan, adalah bahwa penataan ruang

diselenggarakan dengan mengoptimalkan manfaat ruang dan sumber daya yang

terkandung di dalamnya serta menjamin terwujudnya tata ruang yang berkualitas.

f. Keterbukaan, adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan memberikan

akses yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mendapatkan informasi yang

(36)

g. Kebersamaan dan kemitraan, adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan

melibatkan seluruh pemangku kepentingan.

h. Perlindungan kepentingan umum, adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan

dengan mengutamakan kepentingan masyarakat.

i. Kepastian hukum dan keadilan, adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan

dengan berlandaskan hukum/ketentuan peraturan perundang-undangan dan bahwa

penataan ruang dilaksanakan dengan mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat

serta melindungi hak dan kewajiban semua pihak secara adil dengan jaminan

kepastian hukum.

j.Akuntabilitas, adalah bahwa penyelenggaraan penataan ruang dapat

dipertanggungjawabkan, baik prosesnya, pembiayaannya, maupun hasilnya.

Berdasarkan asas-asas penataan ruang tersebut di atas, diharapkan pelaksanaan

penyelenggaraan penataan ruang dapat menghasilkan tata ruang yang berkualitas dan

berkelanjutan, demi terwujudnya kesejahteraan masyarakat.

2. Tujuan Penataan Ruang

Tujuan penataan ruang di atur dalam Pasal 3 UUPR-2007, dimana disebutkan bahwa

penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional

yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berdasarkan Wawasan Nusantara

dan Ketahanan Nasional dengan :

a. terwujudnya keterpaduan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan;

b. terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya

buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan

c. terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap

(37)

C. Pengaturan dan Pelaksanaan Penataan Ruang

1. Pengaturan Penataan Ruang

Untuk mencapai apa yang menjadi tujuan penataan ruang, maka diperlukan

pengaturan penataan ruang dan pembinaan penataan ruang. Pengaturan penataan

ruang dilakukan melalui penetapan ketentuan peraturan perundang-undangan bidang

penataan ruang termasuk pedoman bidang penataan ruang, sebagaimana yang diatur

dalam Pasal 12 UUPR-2007 .1

Pasal 2 PP. No 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, disebutkan

bahwa pengaturan penataan ruang diselenggarakan untuk :

a. mewujudkan ketertiban dalam penyelenggaraan penataan ruang;

b. memberikan kepastian hukum bagi seluruh pemangku kepentingan dalam

melaksankan tugas dan tanggung jawab serta hak dan kewajibannya dalam

penyelenggaraan penataan ruang; dan

c. mewujudkan keadilan bagi seluruh pemangku kepentingan dalam seluruh

aspek penyelenggaraan penataan ruang.

Dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang

tersebut di atas, disebutkan bahwa pengaturan penataan ruang disusun dan ditetapkan

oleh Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota

sesuai dengan kewenangannya.

Agar pengaturan penataan ruang dapat berjalan harmonis, maka diperlukan adanya

pembinaan oleh Pemerintah kepada pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah

kabupaten/kota, dan masyarakat, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 13 ayat (1)

UUPR-2007, bahwa Pemerintah melakukan pembinaan pentaan ruang kepada

pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, dan masyarakat.

1

(38)

Selanjutnya dalam Pasal 13 ayat (2) diatur bahwa pembinaan penataan ruang

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui :

a. koordinasi penyelenggaraan penataan ruang;

b. sosialisasi peraturanperundang-undangan dan sosialisasi pedoman bidang penataan ruang;

c. pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi pelaksanaan penataan ruang;

d. pendidikan dan pelatihan;

e. penelitian dan pengembangan;

f. pengembangan sistem informasi dan komunikasi penataan ruang;

g. penyebarluasan informasi penataan ruang kepada masyarakat; dan

h. pengembangan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat.

Pelaksanaan pembinaan penataan ruang sebagaimana yang dimaksud di atas, dalam

penjelasan UUPR-2007 dijelaskan bahwa, soaialisasi peraturan perundang-undangan

dan soaialisasi pedoman bidang penataan ruang dimaksudkan untuk memberikan

pemahaman kepada aparat pemerintah, masyarakat, dan pemangku kepentingan

lainnya, tentang substansi peraturan perundang-undangan dan pedoman bidang

penataan ruang. Pendidikan dan pelatihan dimaksudkan, antara lain untuk

meningkatkan kemampuan aparatur pemerintah dan masyarakat dalam penyusunan

rencana tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.

Sedangkan yang termasuk upaya pengembangan kesadaran dan tanggung jawab

masyarakat adalah menumbuhkan dan meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab

masyarakat, yang diharapkan akan meningkatkan peran masyarakat dalam

penyelenggaraan penataan ruang.

Dalam Pasal 6 Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang,

disebutkan bahwa pembinaan penataan ruang diselenggarakan untuk :

(39)

b. meningkatkan kapasitas dan kemandirian pemangku kepentingan dalam

penyelenggaraan penataan ruang;

c. meningkatkan peran masyarakat dalam penyelenggaraan penataan ruang; dan

d. meningkatkan kualitas struktur ruang dan pola ruang.

2. Pelaksanaan Penataan Ruang

Pelaksanaan penataan ruang dilakukan dengan perencanaan tata ruang, untuk

mendapatkan pemanfaatan ruang yang berkualitas, serta adanya pengendalian

pemanfaatan ruang.

a. Perencanaan Tata Ruang

Perencanaan tata ruang dilakukan untuk menghasilkan rencana umum tata ruang, dan

rencana rinci tata ruang (Pasal 14 ayat (1) UUPR-2007). Rencana umum tata ruang

sebagaimana dimaksud dalam pasal tersebut di atas secara berhierarki terdiri atas,

rencana tata ruang wilayah nasional, rencana tata ruang wilayah provinsi, rencana tata

ruang wilayah kabupaten dan kota (Pasal 14 (2) UUPR-2007), sedangkan rencana

rinci tata ruang terdiri atas, rencana tata ruang pulau/kepulauan, dan rencana tata

ruang kawasan strategis nasional, rencana tata ruang kawasan strategis provinsi, dan

rencana detail tata ruang kabupaten/kota dan rencana tat ruang kawasan strategis

kabupaten/kota.

Berdasarkan hierarki perencanaan tata ruang, maka dalam penyusunan rencana tata

ruang wilayah nasional, tata ruang wilayah provinsi, dan rencana tata ruang wilayah

kabupaten/kota harus saling memperhatikan agar dapat terwujud keharmonisan,

keterpaduan, dan perlindungan fungsi ruang.

Dalam Pasal 19 UUPR diatur, bahwa penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah

(40)

a. Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional;

b. perkembangan permasalahan regional dan global serta hasil pengkajian

implikasi penataan ruang nasional;

c. upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan serta stabilitas ekonomi;

d. keselarasan aspirasi pembangunan nasional dan pembangunan daerah;

e. daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup;

f. rencana pembangunan jangka panjang nasional;

g. rencana tata ruang kawasan strategis nasional;dan

h. rencana tata ruang wilayah provinsi dan rencana tata ruang wilayah

kabupaten/kota.

Pasal 20 ayat (1) UUPR-2007, menyebutkan, bahwa Rencana Tata Ruang Wilayah

Nasional memuat :

a. tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah nasional;

b. rencana struktur ruang wilayah nasional yang meliputi sistem perkotaan

nasional yang terkait dengan kawasan pedesaan dalam wilayah pelayanannya

dan sistem jaringan prasarana utama;

c. rencana pola ruang wilayah nasional yang meliputi kawasan lindung nasional

dan kawasan budi daya yang memiliki nilai strategis nasional;

d. penetapan kawasan strategis nasional;

e. arahan pemanfaatan ruang yang berisis indikasi program utama jangka

menengah lima tahunan; dan

f. arahan pengendalian wilayah pemanfaatan ruang nasional yang berisi indikasi

arahan peraturan zonasi sistem nasional, arahan perizinan, arahan insentif dan

(41)

Pasal 20 ayat (2) UUPR-2007 disebutkan pula bahwa Rencana Tata Ruang Wilayah

Nasional menjadi pedoman untuk :

a. penyusunan rencana pembangunan jangka panjang nasional;

b. penyusunan rencana pembangunan jangka menengah nasional;

c. pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah nasional;

d. mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antar

wilayah provinsi, serta keserasian antarsektor;

e. penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi;

f. penataan ruang kawasan strategis nasional; dan

g. penataan ruang wilayah provinsi dan kabupaten /kota.

Untuk perencanaan tata ruang wilayah provinsi diatur dalam Pasal 22 sampai dengan

Pasal 24 UUPR-2007 pada Pasal 22 ayat (1), mengatur tentang penyusunan rencana

tata ruang wilayah provinsi mengacu pada :

a. Rencana Tata Ruang Nasional;

b. pedoman bidang penataan ruang; dan

c. rencana pembangunan jangka panjang daerah.

Pasal 22 ayat (2) mengatur bahwa penyusunan rencana tata ruang wilayah provinsi

harus memperhatikan ;

a. perkembangan permasalahan nasional dan hasil pengkajian implikasi penataan

ruang provinsi;

b. upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi provinsi;

c. keselarasan aspirasi pembangunan provinsi dan pembangunan kabupaten/kota;

d. daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup;

e. rencana pembangunan jangka panjang daerah;

(42)

g. rencana tata ruang kawasan strategis provinsi; dan

h. rencana tata ruang wilayah kabupaten /kota

Pasal 23 ayat (1) Rencana tata ruang wilayah provinsi memuat :

a. tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah provinsi;

b. rencana struktur ruang wilayah provinsi yang meliputi sistem perkotaan dalam

wilayahnya yang berkaitan dengan kawasan pedesaan dalam wilayah

pelayanannya dan sistem jaringan prasarana wilayah provinsi;

c. rencana pola ruang wilayah provinsi yang meliputi kawasan lindung dan

kawasan budi daya yang memiliki nilai strategis provinsi;

d. penetapan kawasan strategis provinsi;

e. arahan pemanfaatan ruang wilayah provinsi yang berisi indikasi program

utama jangka menengah lima tahunan; dan

f. arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi yang berisi indikasi

arahan peraturan zonasi sistem provinsi, arahan perizinan, arahan insentif dan

disinsentif, serta arahan sanksi.

Pasal 23 ayat (2) Rencana tata ruang wilayah provinsi menjadi pedoman untuk :

a. penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah;

b. penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah;

c. pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang dalam wilayah

provinsi;

d. mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antar

wilayah kabupaten/kota, serta keserasian antarsektor ;

e. penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi;

f. penataan ruang kawasan strategis provinsi; dan

(43)

Pasal 25 ayat (1) mengatur bahwa penyusunan rencana tata ruang wilayah kabupaten

mengacu pada :

1. Rencana Tata Ruang wilayah Nasional dan rencana tata ruang provinsi;

2. pedoman dan petunjuk pelaksanaan bidang penataan ruang; dan

3. rencana pembangunan jangka panjang daerah.

Pasal 25 ayat (2) mengatur, bahwa penyusunan rencana tata ruang wilayah kabupaten

harus memperhatikan :

a. perkembangan permasalahan provinsi dan hasil pengkajian impilikasi penataan

ruang kabupaten;

b. upaya pemerataan pembangunan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi

kabupaten;

c. keselarasan aspirasi pembangunan kabupaten;

d. daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup;

e. rencana pembangunan jangka panjang daerah;

f. rencana tata ruang wilayah kabupaten yang berbatasan; dan

g. rencana tata ruang kawasan strategis kabupaten.

Pasal 26 ayat (1) mengatur bahwa, rencana tata ruang wilayah kabupaten memuat :

a. tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah kabupaten;

b. rencana struktur ruang wilayah kabuapten yang meliputi sistem perkotaan di

wilayahnya yang terkait dengan kawasan pedesaan dan sistem jaringan prasarana

wilayah kabupaten;

c. rencana pola ruang wilayah kabupaten yang meliputi kawasan lindung kabupaten

dan kawasan budi daya kabupaten;

(44)

e. arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang berisi indikasi program utama

jangka menengah lima tahunan; dan

f. ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang berisi

ketentuan umum peraturan zonasi, ketentuan perizinan, ketentuan insentif dan

disinsentif, serta arahan sanksi.

Pasal 26 ayat (2) mengatur bahwa, rencana tata ruang wilayah kabupaten menjadi

pedoman untuk :

a. penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah;

b. penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah;

c. pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah kabupaten;

d. mewujudkan keterpaduan,keterkaitan, dan keseimbangan antarsektor;

e. penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi; dan

f. penataan ruang kawasan strategis kabupaten.

Pasal 26 ayat (3) mengatur bahwa, rencana tata ruang wilayah kabupaten menjadi

dasar untuk penerbitan perizinan lokasi pembangunan dan administrasi pertanahan.

Untuk jangka waktu rencana tata ruang, baik rencana Tata Ruang Wilayah Nasional,

rencana tata ruang wilayah provinsi dan rencana tata ruang kabupaten/kota adalah 20

(dua puluh) tahun, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 20 ayat (3) untuk Nasional,

Pasal 23 ayat (3) untuk provinsi, dan Pasal 26 ayat (4) untu kabupaten/kota.

b. Pemanfaatan Ruang

Ketentuan umum tentang pemanfaatan ruang ditegaskan dalam Pasal 32 UUPR-2007

sebagai berikut:

(1) Pemanfaatan ruang dilakukan melalui pelaksanaan program pemanfaatan ruang

(45)

(2) Pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan

dengan pemanfaatan ruang, baik pemanfaatan ruang secara vertical maupun

pemanfaatan ruang di dalam bumi.

(3) Program pemanfaatan ruang beserta pembiayaannya sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) termasuk jabaran dari indikasi program utama yang termuat di dalam

rencana tata ruang wilayah.

(4) Pemanfaatan ruang diselenggarakan secara bertahap sesuai dengan jangka waktu

indikasi program utama pemanfaatan ruang yang ditetapkan dalam rencana tata

ruang.

(5) Pelaksanaan pemanfaatan ruang di wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

disinkronisasikan dengan pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah administrative

sekitarnya.

(6) Pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan

memerhatikan standar pelayanan minimal dalam penyediaan sarana dan

prasarana.

c. Pengendalian Pemanfaatan Ruang

Pengendalian pemanfaatan ruang diatur dalam Pasal 35 UUPR-2007, bahwa

pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui penetapan peraturan zonasi,

perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi. Maksud

pengendalian penataan ruang ditegaskan dalam penjelasan Pasal 35 , bahwa

pengendalian pemanfaatan ruang dimaksudkan agar pemanfaatan ruang dilakukan

sesuai dengan rencana tata ruang.

Peraturan tentang zonasi ditegaskan dalam Pasal 36 sebagai berikut :

(1) Peraturan zonasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 disusun sebagai

(46)

(2) Peraturan zonasi disusun berdasarkan rencana rinci tata ruang untuk setiap zona

pemanfaatan ruang.

Penegasan tentang peraturan zonasi, dinyatakan dalam penjelasan Pasal 36 ayat (1)

bahwa peraturan zonasi merupakan ketentuan yang mengatur pemanfaatan ruang dan

unsur-unsur pengendalian yang disusun untuk setiap zona peruntukan sesuai dengan

rencana rinci tata ruang.

Ketentuan tentang perizinan diatur dalam Pasal 37 ayat (1) sampai dengan ayat (8),

adapun rinciannya adalah sebagai berikut :

(1) ketentuan perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 diatur oleh

Pemerintah dan pemerintah daerah menurut kewenangan masing-masing sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah

dibatalkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah menurut kewenangan

masing-masing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Izin pemanfaatan ruang yang dikeluarkan dan/atau diperoleh dengan tidak

melalui prosedur yang benar batal demi hukum.

(4) Izin pemanfaatan ruang yang diperoleh melalui prosedur yang benar tetapi

kemudian terbukti tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah, dibatalkan

oleh Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya.

(5) Terhadap kerugian yang ditimbulkan akibat pembatalan izin sebagaimana

dimaksud pada ayat (4) dapat dimintakan penggantian yang layak kepada instansi

pemberi izin.

(6) Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai lagi akibat adanya perubahan rencana

tata ruang wilayah dapat dibatalkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah

(47)

(7) Setiap pejabat pemerintah yang berwenang menerbitkan izin pemanfaatan ruang

dilarang menerbitkan izin yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang.

(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur perolehan izin dan tata cara

penggantian yang layak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) diatur

dengan peraturan pemerintah.

Ketentuan mengenai insentif dan disinsentif dimuat dalam Pasal 38, yaitu :

(1) Dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang agar pemanfaatan ruang sesuai dengan

rencana tata ruang wilayah dapat diberikan insentif dan/ atau disinsentif oleh

Pemerintah dan pemerintah daerah.

(2) Insentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35, yang merupakan perangkat atau

upaya untuk memberikan imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan

dengan rencana tata ruang, berupa;

a. keringan pajak, pemberian kompensasi, subsidi silang, imbalan, sewa ruang,

dan urun saham;

b. pembangunan serta pengadaan infrastruktur;

c. kemudahan prosedur perizinan; dan/atau

d. pemberian penghargaan kepada masyarakat, swasta dan/atau pemerintah

daerah.

(3) Disinsentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35, yang merupakan perangkat

untuk mencegah, membatasi pertumbuhan atau mengurangi kegiatan yang tidak

sejalan dengan rencana tata ruang, berupa:

(a) pengenaan pajak yang tinggi yang disesuaikan dengan besarnya biaya yang

dibutuhkan untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan akibat pemanfaatan ruang;

dan/atau

(48)

(4) Insentif dan disinsentif diberikan dengan tetap menghormati hak masyarakat.

(5) Insentif dan disinsentif dapat diberikan oleh :

a. Pemerintah kepada pemerintah daerah;

b. pemerintah daerah kepada pemerintah daerah lainnya; dan

c. pemerintah kepada masyarakat.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan tata cara pemberian insentif dan

disinsentif diatur dengan peraturan pemerintah.

Mengenai pengenaan sanksi, ditegaskan dalam Pasal 39 UUPR-2007, bahwa

pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 merupakan tindakan

penertiban yang dilakukan terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan

rencana tata ruang dan peraturan zonasi.

D. Penegakan Hukum Penataan Ruang

Penegakan hukum penataan ruang, jika dilihat dari pengaturan yang ada dalam

UUPR-2007, dapat berupa pemberian sanksi baik sanksi administrasi, sanksi perdata,

maupun sanksi pidana.

a. Sanksi Administrasi

Sanksi administrasi diatur dalam Pasal 62 sampai Pasal 64 UUPR-2007:

Pasal 62, menyatakan bahwa setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 61, dikenakan sanksi administratif.

Pasal 63, menyatakan bahwa sanksi administratif s

Referensi

Dokumen terkait

mendapatkan giliran akan mendapatkan barang yang tidak sesuai dengan harga karena anggota membayar sesuai dengan harga handphone yang diinginkan ketika harga

Semakin meningkatnya suhu maka difusi yang terjadi juga semakin besar, sehingga proses ekstraksi juga akan berjalan lebih cepat dan konsentrasi karotenoid

Oleh hal yang demikian, dalam kajian ini beberapa teori KGND yang telah dibincangkan akan digabungkan dan daripada gabungan tersebut tiga jenis ganti nama diri

{1:20} sebab itu kejahatan diurai kepada kita, dan kutukan, yang Tuhan diangkat oleh Musa hamba-Nya pada waktu yang bahwa ia membawa nenek moyang kita keluar dari tanah Mesir,

Političko ujedinjenje Njemačke Željeno osnivanje njemačke jedinstvene države, pre- ma Bismarckovom viđenju, nije se moglo provesti bez razračunavanja s Francuskom, zato što

Hasil analisis KKJ dan KKP untuk karyawan BRI Unit Warung Jambu yang ditunjukkan pada Tabel 21 dapat dikatakan bahwa terdapat beberapa subyek analisis yang hasilnya kurang dari

Besarnya peluang atau kecenderungan perubahan kualitas hidup, perilaku dan pengetahuan bahwa intervensi edukasi palliative care memberikan pengaruh (affect)

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan hikmat dan kebijaksanaan-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat