• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Budaya Sasi: Perlawanan Negara dan Masyarakat terhadap Eksploitasi dan Kerusakan Sumber Daya Alam T2 092009110 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Budaya Sasi: Perlawanan Negara dan Masyarakat terhadap Eksploitasi dan Kerusakan Sumber Daya Alam T2 092009110 BAB II"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

9

Bab Dua

Kearifan Lokal, Konservasi

Sumber Daya Alam, dan

Perlawanan Sosial

Pengantar

Semaraknya otonomi daerah di berbagai wilayah Indonesia, mendorong pemerintah daerah terus membangun daerahnya. Melakukan eksplorasi potensi-potensi daerah menjadi sangat penting untuk menopang pembangunan. Potensi yang terdiri atas sumber daya alam darat dan laut, menjadi modal besar dalam pembangunan. Di tengah arus pembangunan yang semakin pesat, topik perbincangan tentang ketahanan sumber daya alam pun menjadi sangat penting. Eksplorasi sumber daya alam, yang kemudian berbuntut pada perilaku eksploitasi menjadi momok yang menakutkan. Segala upaya pun dilakukan untuk melindungi semua sumber daya alam yang dimiliki. Upaya ini dilakukan, baik oleh masyarakat dan pemerintah tentu dengan motif masing-masing.

(2)

10

menjadi dapur makanan bagi masyarakat. Salah satu cara yang kemudian digunakan masyarakat untuk melindungi sumber daya alamnya adalah lewat budaya atau kearifan lokal. Sedangkan pemerintah menggunakan regulasi dengan konsep konservasi untuk melindungi sumber daya alam.

Ketika sumber daya alam terancam dan masuk dalam masa krisis, kecenderungan terjadinya konflik pasti ada. Konflik yang terjadi disebabkan oleh karena pemenuhan kebutuhan dari sumber daya alam semakin tinggi, sedangkan ketersediaan sumber daya alam justru semakin berkurang. Di sinilah kecenderungan terjadinya perlawanan.

Pada bab satu ini, penulis akan menyampaikan tinjauan teori tentang tiga konsep sebagai alat bedah untuk menganalisis hasil penelitian lapangan. Yang pertama adalah konsep kearifan lokal, dimana konsep ini akan dipakai untuk melihat objek penelitian yaitu budaya sasi sebagai kearifan lokal. Yang kedua konsep konservasi, konsep ini akan membantu kita untuk memahami objek penelitian yaitu budaya sasi. Kemiripan antara konsep konservasi dan budaya sasi adalah titik masuk untuk melihat dimanakah letak budaya sasi dalam konsep konservasi. Yang ketiga konsep perlawanan sosial, dimana konsep ini akan digunakan untuk melihat apakah budaya sasi adalah bagian dari bentuk perlawanan sosial masyarakat terhadap pemerintah.

Kearifan Lokal

(3)

11

bertahan sampai sekarang. Ciri-ciri kearifan lokal tersebut adalah sebagai berikut:

1. Mampu bertahan terhadap budaya luar,

2. Memiliki kemampuan mengakomodasi unsur-unsur budaya luar, 3. Mempunyai kemampuan mengintegrasikan unsur budaya luar ke

dalam budaya asli,

4. Mempunyai kemampuan mengendalikan,

5. Mampu memberi arah pada perkembangan budaya.

Sibarani (2012: 112-113) juga dijelaskan bahwa kearifan lokal adalah kebijaksanaan atau pengetahuan asli suatu masyarakat yang berasal dari nilai luhur tradisi budaya untuk mengatur tatanan kehidupan masyarakat. Kearifan lokal juga dapat didefinisikan sebagai nilai budaya lokal yang dapat dimanfaatkan untuk mengatur tatanan kehidupan masyarakat secara arif atau bijaksana.

Jadi, dapat dikatakan bahwa kearifan lokal terbentuk sebagai keunggulan budaya masyarakat setempat berkaitan dengan kondisi geografis dalam arti luas. Kearifan lokal merupakan produk budaya masa lalu yang patut secara terus-menerus dijadikan pegangan hidup. Meskipun kearifan lokal memiliki nilai lokal tetapi nilai yang terkandung di dalamnya dianggap sangat universal.

Kearifan lokal merupakan pengetahuan yang eksplisit yang muncul dari periode panjang yang berevolusi bersama-sama masyarakat dan lingkungannya dalam sistem lokal yang sudah dialami bersama-sama. Proses evolusi yang begitu panjang dan melekat dalam masyarakat dapat menjadikan kearifan lokal sebagai sumber energi potensial dari sistem pengetahuan kolektif masyarakat untuk hidup bersama secara dinamis dan damai. Pengertian ini melihat kearifan lokal tidak sekadar sebagai acuan tingkah-laku seseorang, tetapi lebih jauh, yaitu mampu mendinamisasi kehidupan masyarakat yang penuh keadaban.

(4)

12

kebenarannya dan menjadi acuan dalam bertingkah-laku sehari-hari masyarakat setempat. Oleh karena itu, sangat beralasan jika dikatakan bahwa kearifan lokal merupakan entitas yang sangat menentukan harkat dan martabat manusia dalam komunitasnya. Hal itu berarti kearifan lokal yang di dalamnya berisi unsur kecerdasan kreatifitas dan pengetahuan lokal dari para elit dan masyarakatnya adalah yang menentukan dalam pembangunan peradaban masyarakatnya.

Dalam masyarakat kita, kearifan-kearifan lokal dapat ditemui dalam nyanyian, pepatah, sasanti, petuah, semboyan, dan kitab-kitab kuno yang melekat dalam perilaku sehari-hari. Kearifan lokal biasanya tercermin dalam kebiasaan-kebiasaan hidup masyarakat yang telah berlangsung lama. Keberlangsungan kearifan lokal akan tercermin dalam nilai-nilai yang berlaku dalam kelompok masyarakat tertentu. Nilai-nilai itu menjadi pegangan kelompok masyarakat tertentu yang biasanya akan menjadi bagian hidup tak terpisahkan yang dapat diamati melalui sikap dan perilaku mereka sehari-hari.

Pengertian kearifan lokal (tradisional) menurut Keraf (2002) adalah semua bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman atau wawasan serta adat kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku manusia dalam kehidupan di dalam komunitas ekologis.

Pengertian di atas memberikan cara pandang bahwa manusia sebagai makhluk integral dan merupakan satu kesatuan dari alam semesta serta perilaku penuh tanggung jawab, penuh sikap hormat dan peduli terhadap kelangsungan semua kehidupan di alam semesta serta mengubah cara pandang antroposentrisme ke cara pandang

biosentrisme dan ekosentrisme. Nilai-nilai kerarifan lokal yang terkandung dalam suatu sistem sosial masyarakat, dapat dihayati, dipraktikkan, diajarkan dan diwariskan dari satu generasi ke genarasi lainnya yang sekaligus membentuk dan menuntun pola perilaku manusia sehari-hari, baik terhadap sesama maupun terhadap alam.

(5)

13

sional tergantung dan memiliki ikatan sosio-kultural dan religius yang erat dengan lingkungan lokalnya.

Menurut Ataupah (2004) kearifan lokal bersifat historis tetapi positif. Nilai-nilai diambil oleh leluhur dan kemudian diwariskan secara lisan kepada generasi berikutnya lalu oleh ahli warisnya tidak menerimanya secara pasif dapat menambah atau mengurangi dan diolah sehingga apa yang disebut kearifan itu berlaku secara situasional dan tidak dapat dilepaskan dari sistem lingkungan hidup atau sistem ekologi/ekosistem yang harus dihadapi orang-orang yang memahami dan melaksanakan kearifan itu. Dijelaskan lebih lanjut bahwa kearifan tercermin pada keputusan yang bermutu prima. Tolok ukur suatu keputusan yang bermutu prima adalah keputusan yang diambil oleh seorang tokoh/sejumlah tokoh dengan cara menelusuri berbagai masalah yang berkembang dan dapat memahami masalah tersebut. Kemudian diambil keputusan sedemikian rupa sehingga yang terkait dengan keputusan itu akan berupaya melaksanakannya dengan kisaran dari yang menolak keputusan sampai yang benar-benar setuju dengan keputusan tersebut.

Konservasi Sumber Daya Alam

Pengertian Konservasi Sumber Daya Alam.

Konservasi diartikan sebagai upaya pengelolaan sumber daya alam secara bijaksana dengan berpedoman pada asas pelestarian. Sumber daya alam adalah unsur-unsur hayati yang terdiri dari sumber daya alam nabati (tumbuhan) dan sumber daya alam hewani (satwa) dengan unsur non hayati disekitarnya yang secara keseluruhan membentuk ekosistem.10 Sedangkan menurut

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Konservasi Sumber Daya Alam adalah pengelolaan sumber daya alam (hayati) dengan pemanfaatannya secara bijaksana dan menjamin kesinambungan persediaan dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas

10 KEHATI, 2000. Materi Kursus Inventarisasi flora dan fauna Taman Nasional Meru

(6)

14

nilai dan keragamannya.11 Pengertian ini juga disebutkan dalam

Undang-Undang Republik Indonesia tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya Pasal 1 Nomor 5 Tahun 1990.

Sasaran Konservasi

Berhasilnya konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya berkaitan erat dengan tercapainya tiga sasaran konservasi yaitu:

a) Menjamin terpeliharanya proses ekologis yang menunjang sistem penyangga kehidupan bagi kelangsungan pembangunan dan kesejahteraan manusia (perlindungan sistem penyangga kehidupan).

b) Menjamin terpeliharanya keanekaragaman sumber genetik dan tipe-tipe ekosistemnya sehingga mampu menunjang pembangunan, ilmu pengetahuan dan teknologi yang memungkinkan pemenuhan kebutuhan manusia yang menggunakan sumber daya alam hayati bagi kesejahteraan. c) Mengendalikan cara-cara pemanfaatan sumber daya alam

hayati sehingga terjamin kelestariannya. Akibat sampingan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kurang bijaksana, belum harmonisnya penggunaan dan peruntukan tanah serta belum berhasilnya sasaran konservasi secara optimal, baik di darat maupun di perairan dapat mengakibatkan timbulnya gejala erosi, polusi dan penurunan potensi sumber daya alam hayati (pemanfaatan secara lestari).12

Tujuan dan Manfaat Konservasi

Secara hukum tujuan konservasi tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia No.5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya yaitu bertujuan mengusahakan terwujudnya kelestarian sumber daya alam hayati

11 Departemen Pendidikan Nasional, 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi

ketiga, cet.3, Hal. 589, Balai Pustaka, Jakarta.

12 Departemen Kehutanan, 2000. Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Bidang

(7)

15

serta keseimbangan ekosistemnya sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia.13 Selain tujuan yang tertera di atas tindakan konservasi

mengandung tujuan:

a) Preservasi yang berarti proteksi atau perlindungan sumber daya alam terhadap eksploitasi komersial, untuk memperpanjang pemanfaatannya bagi keperluan studi, rekreasi dan tata guna air.

b) Pemulihan atau restorasi, yaitu koreksi kesalahan-kesalahan masa lalu yang telah membahayakan produktivitas pengkalan sumber daya alam.

c) Penggunaan yang seefisien mungkin. Misal teknologi makanan harus memanfaatkan sebaik-baiknya biji rambutan, biji mangga, biji salak dan lain-lainnya yang sebetulnya berisi bahan organik yang dapat diolah menjadi bahan makanan. d) Penggunaan kembali (recycling) bahan limbah buangan dari

pabrik, rumah tangga, instalasi-instalasi air minum dan lain-lainnya. Penanganan sampah secara modern masih ditunggu-tunggu.

e) Mencarikan pengganti sumber alam yang sepadan bagi sumber yang telah menipis atau habis sama sekali. Tenaga nuklir menggantikan minyak bumi.

f) Penentuan lokasi yang paling tepat guna. Cara terbaik dalam pemilihan sumber daya alam untuk dapat dimanfaatkan secara optimal, misalnya pembuatan waduk yang serbaguna di Jatiluhur, Karangkates, Wonogiri, Sigura-gura.

g) Integrasi, yang berarti bahwa dalam pengelolaan sumber daya diperpadukan berbagai kepentingan sehingga tidak terjadi pemborosan, atau yang satu merugikan yang lain. Misalnya, pemanfaatan mata air untuk suatu kota tidak harus mengorbankan kepentingan pengairan untuk persawahan.14

13 Ibid., Hal. 5

14 Dwidjoseputro, 1994. Ekologi Manusia dengan Lingkungannya, cet.3 Hal. 32,

(8)

16

Sumber daya alam flora fauna dan ekosistemnya memiliki fungsi dan manfaat serta berperan penting sebagai unsur pembentuk lingkungan hidup yang kehadirannya tidak dapat digantikan. Tindakan tidak bertanggungjawab akan mengakibatkan kerusakan, bahkan kepunahan flora fauna dan ekosistemnya. Kerusakan ini menimbulkan kerugian besar yang tidak dapat dinilai dengan materi, sementara itu pemulihannya tidak mungkin lagi.

Oleh karena itu sumber daya tersebut merupakan modal dasar bagi kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia harus dilindungi, dipelihara, dilestarikan dan dimanfaatkan secara optimal sesuai dengan batasbats terjaminnya keserasian, keselarasan dan keseimbangan.

Pada dasarnya konservasi merupakan suatu perlindungan terhadap alam dan makhluk hidup lainnya. Sesuatu yang mendapat perlindungan maka dengan sendiri akan terwujud kelestarian. Manfaat-manfaat konservasi diwujudkan dengan:

a) Terjaganya kondisi alam dan lingkungannya, berarti upaya konservasi dilakukan dengan memelihara agar kawasan konservasi tidak rusak.

b) Terhindarnya bencana akibat perubahan alam, yang berarti gangguangangguan terhadap flora fauna dan ekosistemnya pada khususnya serta sumber daya alam pada umumnya menyebabkan perubahan berupa kerusakan maupun penurunan jumlah dan mutu sumber daya alam tersebut. c) Terhindarnya makhluk hidup dari kepunahan, berarti jika

gangguan-gangguan penyebab turunnya jumlah dan mutu makhluk hidup terus dibiarkan tanpa upaya pengendalian akan berakibat makhluk hidup tersebut menuju kepunahan bahkan punah sama sekali.

(9)

17

e) Mampu memberi kontribusi terhadap ilmu pengetahuan, berarti upaya konservasi sebagai sarana pengawetan dan pelestarian flora fauna merupakan penunjang budidaya, sarana untuk mempelajari flora fauna yang sudah punah maupun belum punah dari sifat, potensi maupun penggunaannya. f) Mampu memberi kontribusi terhadap kepariwisataan, berarti

ciri-ciri dan obyeknya yang karakteristik merupakan kawasan ideal sebagai sarana rekreasi atau wisata alam.15

Strategi Konservasi

Strategi pelestarian nasional memberi ringkasan mengenai sumber daya alam terpulihkan dari negara tersebut yang berkenaan dengan ekosistem, sumber daya genetik, sistem produksi alami (hutan margasatwa, perikanan) hidrologi dan kawasan tangkapan air, ciri-ciri estetika dan geologi, situs budaya dan potensi rekreasi. Juga perlu diidentifikasi bagaimana suatu bangsa ingin menggunakan sumber daya alamnya serta pola desain tata guna lahan yang akan tetap menjaga ketersediaan sumber daya alam secara umum memaksimalkan manfaat jangka panjang dalam batas-batas yang ditentukan oleh kebutuhan spesifik negara tersebut, seperti ruang untuk hidup, lahan pertanian, hasil hutan, ikan, energi dan industri. Strategi ini biasanya berupa keputusan untuk menetapkan atau mempertahankan suatu sistem nasional kawasan yang dilindungi, lebih disukai bila mencakup beberapa kategori kawasan dengan tujuan pengelolaan yang berbeda. Strategi Konservasi nasional yaitu:

a) Perlindungan Sistem Penyangga Kehidupan.

Berdasarkan fungsi utama kawasan dalam penataan ruang, maka kawasan hutan lindung, kawasan bergambut, kawasan resapan air, sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar danau atau waduk, kawasan sekitar mata air, kawasan suaka alam, hutan bakau, taman nasional, cagar alam,

15 KEHATI, 2000. Materi Kursus Inventarisasi flora dan fauna Taman Nasional Meru

(10)

18

taman wisata alam dan kawasan rawan bencana alam termasuk dalam kawasan lindung yang kebradaanya perlu dijaga dan di lindungi. Usaha-usaha dalam tindakan perlindungan sistem penyangga kehidupan, antara lain:

1) Perlindungan daerah-daerah pegunungan yang berlereng curam dan mudah terjadi erosi dengan membentuk hutan-hutan dilindungi.

2) Perlindungan wilayah pantai dengan pengelolaan yang terkendali bagi daerah hutan bakau dan hutan pantai serta daerah hamparan karang.

3) Perlindungan daerah aliran sungai, lereng perbukitan dan tepi sungai, danau dan ngarai (ravine) dengan pengelolaan yang terkendali terhadap vegetasi.

4) Pengembangan daerah aliran sungai sesuai dengan rencana pengembangan secara menyeluruh.

5) Perlindungan daerah hutan luas misalnya dijadikan taman nasional, suaka marga satwa dan cagar alam.

6) Perlindungan tempat-tempat yang mempunyai nilai unik, keindahan yang menarik atau memiliki ciri khas budaya (cagar budaya).

7) Mengadakan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) sebagai suatu syarat mutlak untuk melaksanakan semua rencana pembangunan.16

b) Pengawetan keanekaragaman jenis flora fauna beserta ekosistemnya.

Pengawetan jenis tumbuhan dan satwa dilakukan dengan cara menetapkan jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi. Perlindungan terhadap ekosistem dilakukan dengan cara penetapan kawasan suaka alam.

16

(11)

19

c) Pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistem.

Sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menigkatkan mutu kehidupan manusia. Pemanfaatan secara lestari dilakukan melalui kegiatan:

1) Pemanfaatan kondisi lingkungan kawasan pelestarian alam secara non-konsumtif seperti pariwisata, penelitian, pendidikan dan pemantauan lingkungan.

2) Pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar antara lain dengan pengembangan perikanan, kehutanan dan pemunguntan hasil hutan secara lestari, pengaturan perdagangan flora fauna melalui peraturan dan pengawasan dalam menentukan jatah (quota) dan perijinan, memajukan budidaya dan perbaikan selektif (permuliaan) semua jenis yang mempunyai nilai langsung bagi manusia.17

Cara-cara Konservasi

Kekayaan flora fauna merupakan potensi yang dapat dimanfaatkan sampai batas-batas tertentu yang tidak mengganggu kelestarian. Penurunan jumlah dan mutu kehidupan flora fauna dikendalikan melalui kegiatan konservasi secara insitu maupun eksitu.

a) Konservasi insitu (di dalam kawasan) adalah konservasi flora fauna dan ekosistem yang dilakukan di dalam habitat aslinya agar tetap utuh dan segala proses kehidupan yang terjadi berjalan secara alami. Kegiatan ini meliputi perlindungan contoh-contoh perwakilan ekosistem darat dan laut beserta flora fauna di dalamnya. Konservasi insitu dilakukan dalam bentuk kawasan suaka alam (cagar alam, suaka marga satwa), zona inti taman nasional dan hutan lindung. Tujuan konservasi insitu untuk menjaga keutuhan dan keaslian jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya secara alami melalui proses

(12)

20

evolusinya. Perluasan kawasan sangat dibutuhkan dalam upaya memelihara proses ekologi yang esensial, menunjang sistem penyangga kehidupan, mempertahankan keanekaragaman genetik dan menjamin pemanfaatan jenis secara lestari dan berkelanjutan.

b) Konservasi eksitu (di luar kawasan) adalah upaya konservasi yang dilakukan dengan menjaga dan mengembangbiakkan jenis tumbuhan dan satwa di luar habitat alaminya dengan cara pengumpulan jenis, pemeliharaaan dan budidaya (penangkaran). Konservasi eksitu dilakukan pada tempat-tempat seperti kebun binatang, kebun botani, taman hutan raya, kebun raya, penangkaran satwa, taman safari, taman kota dan taman burung. Cara eksitu merupakan suatu cara memanipulasi obyek yang dilestarikan untuk dimanfaatkan dalam upaya pengkayaan jenis, terutama yang hampir mengalami kepunahan dan bersifat unik. Cara konservasi eksitu dianggap sulit dilaksanakan dengan keberhasilan tinggi disebabkan jenis yang dominan terhadap kehidupan alaminya sulit berdaptasi dengan lingkungan buatan.

c) Regulasi dan penegakan hukum adalah upaya-upaya mengatur pemanfaatan flora dan fauna secara bertanggung jawab. Kegiatan kongkritnya berupa pengawasan lalu lintas flora dan fauna, penetapan quota dan penegakan hukum serta pembuatan peraturan dan pembuatan undang-undang di bidang konservasi.

d) Peningkatan peran serta masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan kepedulian masyarakat dalam konservasi sumber daya alam hayati. Program ini dilaksanakan melalui kegiatan pendidikan dan penyuluhan. Dalam hubungan ini dikenal adanya kelompok pecinta alam, kader konservasi, kelompok pelestari sumber daya alam, LSM dan lain lainnya.18

(13)

21

Perlawanan Sosial

Kekuasaan, sebagaimana yang dikemukakan Weber merupakan kemampuan orang atau kelompok memaksakan kehendaknya pada pihak lain walaupun ada penolakan melalui perlawanan. Perlawanan akan dilakukan oleh kelompok masyarakat atau individu yang merasa tertindas, frustasi, dan hadirnya situasi ketidakadilan di tengah- tengah mereka.19 Jika situasi ketidakadilan dan rasa frustasi ini mencapai

puncaknya, akan menimbulkan (apa yang disebut sebagai) gerakan sosial atau social movement, yang akan mengakibatkan terjadinya perubahan kondisi sosial, politik, dan ekonomi menjadi kondisi yang berbeda dengan sebelumnya.20 Scott mendefinisikan perlawanan

sebagai segala tindakan yang dilakukan oleh kaum atau kelompok subordinat yang ditujukan untuk mengurangi atau menolak klaim (misalnya harga sewa atau pajak) yang dibuat oleh pihak atau kelompok superdinat terhadap mereka. Scott membagi perlawanan tersebut menjadi dua bagian, yaitu: perlawanan publik atau terbuka

(public transcript) dan perlawanan tersembunyi atau tertutup (hidden transcript).21

Kedua kategori tersebut, oleh Scott, dibedakan atas artikulasi perlawanan; bentuk, karekteristik, wilayah sosial dan budaya. Perlawanan terbuka dikarakteristikan oleh adanya interaksi terbuka antara kelas-kelas subordinat dengan kelas-kelas superdinat. Sementara perlawanan sembunyi-sembunyi dikarakteristikan oleh adanya interaksi tertutup, tidak langsung antara kelas-kelas subordinat dengan kelas-kelas superdinat. Untuk melihat pembedaan yang lebih jelas dari dua bentuk perlawanan di atas, Scott mencirikan perlawanan terbuka sebagai perlawanan yang bersifat: Pertama, organik, sistematik dan kooperatif. Kedua, berprinsip atau tidak mementingkan diri sendiri.

Ketiga, berkonsekuensi revolusioner, dan/atau Keempat, mencakup

19 Zubir, Zaiyardam, 2002. Radikalisme Kaum Pinggiran : Studi Tentang Idiologi, Isu,

Strategi, dan Dampak Gerakan, Hal. 19, Insist Press, Yogyakarta.

20 Tarrow, Sidney, 2011. Power In Movement, Social Movement, Collective Action

and Politics, 3th Edition, Cambridge University Press, USA.

21

(14)

22

gagasan atau maksud meniadakan basis dominasi.22 Dengan demikian,

aksi demonstrasi atau protes yang diwujudkan dalam bentuk unjuk rasa, mogok makan dan lain- lain merupakan konsekuensi logis dari perlawanan terbuka terhadap pihak superdinat.23 Menurut Fakih,

gerakan sosial diakui sebagai gerakan yang bertujuan untuk melakukan perubahan terhadap sistem sosial yang ada. Karena memiliki orientasi pada perubahan, dianggap lebih mempunyai kesamaan tujuan, dan bukan kesamaan analisis. Mereka tidak bekerja menurut prosedur baku, melainkan menerapkan struktur yang cair dan operasionalnya lebih diatur oleh standar yang muncul saat itu untuk mencapai tujuan jangka panjang. Mereka juga tidak memiliki kepemimpinan formal, seorang aktivis gerakan sosial tampil menjadi pemimpin gerakan karena keberhasilannya mempengaruhi massa dengan kepiawaiannya dalam memahami dan menjelaskan tujuan dari gerakan serta memiliki rencana yang paling efektif dalam mencapainya.24

Soekanto dan Broto Susilo memberikan empat ciri gerakan sosial, yaitu: Pertama, tujuannya bukan untuk mendapatkan persamaan kekuasaan, akan tetapi mengganti kekuasaan. Kedua, adanya penggantian basis legitimasi, Ketiga, perubahan sosial yang terjadi bersifat massif dan pervasive sehingga mempengaruhi seluruh masyarakat, dan Keempat, koersi dan kekerasan biasa dipergunakan untuk menghancurkan rezim lama dan mempertahankan pemerintahan yang baru. Dan J. Smelser menyatakan, bahwa gerakan sosial ditentukan oleh lima faktor. Pertama, daya dukung struktural

(structural condusiveness) di mana suatu perlawanan akan mudah terjadi dalam suatu lingkungan atau masyarakat tertentu yang berpotensi untuk melakukan suatu gerakan massa secara spontan dan berkesinambungan (seperti lingkungan kampus, buruh, petani, dan sebagainya). Kedua, adanya tekanan- tekanan struktural (structural strain) akan mempercepat orang untuk melakukan gerakan massa

22

Ibid, hal. 58

23

Tarrow, Sidney, 2011. Power In Movement, Social Movement, Collective Action and Politics, 3th Edition, Hal. 37, Cambridge University Press, USA.

24 Zubir, Zaiyardam, 2002. Radikalisme Kaum Pinggiran : Studi Tentang Idiologi, Isu,

(15)

23

secara spontan karena keinginan mereka untuk melepaskan diri dari situasi yang menyengsarakan.25 Ketiga, menyebarkan informasi yang

dipercayai oleh masyarakat luas untuk membangun perasaan kebersamaan dan juga dapat menimbulkan kegelisahan kolektif akan situasi yang dapat menguntungkan tersebut. Keempat, faktor yang dapat memancing tindakan massa karena emosi yang tidak terkendali, seperti adanya rumor atau isu-isu yang bisa membangkitkan kesadaran kolektif untuk melakukan perlawanan. Kelima, upaya mobilisasi orang- orang untuk melakukan tindakan-tindakan yang telah direncanakan.26

Sedangkan perlawanan sembunyi-sembunyi dapat dicirikan sebagai perlawanan yang bersifat: Pertama, Tidak teratur, tidak sistematik dan terjadi secara individual, Kedua, Bersifat oportunistik dan mementingkan diri sendiri, Ketiga, Tidak berkonsekuensi revolusioner, dan; atau Keempat, Lebih akomodatif terhadap sistem dominasi. Oleh karena itu, gejala- gejala kejahatan seperti: pencurian kecil- kecilan, hujatan, makian, bahkan pura- pura patuh (tetapi dibelakang membangkang) merupakan perwujudan dari perlawanan sembunyi-sembunyi. Perlawanan jenis ini bukannya bermaksud atau mengubah sebuah sistem dominasi, melainkan lebih terarah pada upaya untuk tetap hidup dalam sistem tersebut sekarang, minggu ini, musim ini. Percobaan- percobaan untuk menyedot dengan tekun dapat memukul balik, mendapat keringanan marjinal dalam eksploitasi, dapat menghasilkan negosiasi-negosiasi tentang batas-batas pembagian, dapat mengubah perkembangan, dan dalam peristiwa tertentu dapat menjatuhkan sistem. Tetapi, menurut Scott, semua itu hanya menunjukkan akibat- akibat yang mungkin terjadi, sebaliknya, tujuan mereka hampir selalu untuk kesempatan hidup dan ketekunan.27

25

Sihbudi, Riza, dan Moch. Nurhasim, ed., 2001. Kerusuhan Sosial di Indonesia, Studi Kasus Kupang, Mataram dan Sambas, Hal. 48, Grasindo, Jakarta.

26 Ibid, hal. 48-49

27 Scoot, James C. 1981. Moral Ekonomi Petani, Pergolakan dan Subsistensi di Asia

(16)

24

Bagaimanapun, kebanyakan dari tindakan ini (oleh kelas-kelas lainnya) akan dilihat sebagai keganasan, penipuan, kelalaian, pencurian, kecongkakan singkat kata semua bentuk tindakan yang dipikirkan untuk mencemarkan oran-gorang yang mengadakan perlawanan. Perlawanan ini dilakukan untuk mempertahankan diri dan rumah tangga. Dapat bertahan hidup sebagai produsen komoditi kecil atau pekerja, mungkin dapat memaksa beberapa orang dari kelompok ini menyelamatkan diri dan mengorbankan anggota lainnya.28

Scott menambahkan, bahwa perlawanan jenis ini (sembunyi- sembunyi) tidak begitu dramatis, namun terdapat di mana- mana, melawan efek-efek pembangunan kapitalis asuhan negara. Perlawanan ini bersifat perorangan dan seringkali anonim. Terpencar dalam komunitas- komunitas kecil dan pada umumnya tanpa sarana- sarana kelembagaan untuk bertindak kolektif, menggunakan sarana perlawanan yang bersifat lokal dan sedikit memerlukan koordinasi. Koordinasi yang dimaksudkan di sini, bukanlah sebuah konsep koordinasi yang dipahami selama ini, yang berasal dari rakitan formal dan birokratis. Tetapi merupakan suatu koordinasi dengan aksi- aksi yang dilakukan dalam komunitas dengan jaringan jaringan informasi yang padat dan sub kultur-sub kultur perlawanan yang kaya.29

28

Scoot, James C. 1993. Perlawanan Kaum Tani, Hal. 27, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Di lain pihak, membersihkan wajah secara berlebihan dengan produk-produk seperti alkohol-based cleanser dan scrub dapat mengiritasi kulit lebih jauh dan memperparah

Berdasarkan sajian data hasil wawancara dengan kepala sekolah, konselor dan guru kelas, dapat disimpulkan untuk penanganan yang telah diberikan oleh konselor untuk

2.1 Bagi siswa panduan praktikum kimia sebagai produk hasil penelitian yang dikembangkan dapat menjadi panduan praktikum yang menarik dan bermanfaat dengan melakukan

Pokja ULP Kegiatan Pembangunan gedung kantor Pekerjaan Pembangunan Gedung DPU Kota Tegal pada Dinas Pekerjaan Umum Kota Tegal akan melaksanakan Lelang Umum dengan

Berdasarkan Hasil Evaluasi Penawaran untuk Kegiatan Pelaksanaan Normalisasi Saluran Sungai (DAK 2015) Pekerjaan Paket 2 - Rehabilitasi Saluran Tambak Sibaya Kel.. 2015, penyedia

Luas sebuah persegi sama dengan luas sebuah persegi panjang yang berukuran panjang 16 cm lebar 9cm.. Panjang sisi persegi tersebut

suatu citra yang telah ada sebelumnya sesuai dengan keperluan penggunanya atau pada metode persepsi mesin terhadap suatu informasi visual (misalnya dalam dunia robotika) Graphic

 Langkah berikutnya menentukan lokasi titik potong antara garis tersebut dengan batas area gambar.  Titik potong dihitung berdasarkan bit=1 dari region code dengan menggunakan