TRANSSHIPMENT (PERSINGGAHAN)
SKRIPSI
YUPITER SITANGGANG
050803047
DEPARTEMEN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
TRANSSHIPMENT (PERSINGGAHAN)
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains.
YUPITER SITANGGANG 050803047
DEPARTEMEN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERSETUJUAN
Judul : STUDI MENGENAI PENYELESAIAN
PERMASALAHAN RUTE TERPENDEK YANG
DIPANDANG SEBAGAI MODEL
TRANSSHIPMENT (PERSINGGAHAN)
Kategori : SKRIPSI
Nama : YUPITER SITANGGANG
Nomor Induk Mahasiswa : 050803047
Program Studi : SARJANA (S1) MATEMATIKA
Departemen : MATEMATIKA
Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Diluluskan di
Medan, Februari 2010
Komisi Pembimbing :
Pembimbing 2 Pembimbing 1
Drs. Henry Rani Sitepu, M.Si Prof. DR. Herman Mawengkang NIP 195303031983031002 NIP 1946112819744031001
Diketahui/Disetujui oleh
Departemen Matematika FMIPA USU Ketua,
Dr. Saib Suwilo, M.Sc. NIP 1964010919880301004
PERNYATAAN
STUDI MENGENAI PENYELESAIAN PERMASALAHAN RUTE TERPENDEK YANG DIPANDANG SEBAGAI MODEL TRANSSHIPMENT (PERSINGGAHAN)
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Februari 2010
YUPITER SITANGGANG 050803047
PENGHARGAAN
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, atas segala berkat dan karunia serta bimbingan-Nya, saya diberikan kemampuan untuk menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyampaikan terima kasih yang teramat tulus kepada orangtua tercinta M. Sitanggang dan N. Limbong serta kepada keluarga di Bandung dan sekitarnya atas segala perhatian, cinta dan dukungan moril maupun materil yang mereka berikan kepada penulis. Penulis juga menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Bapak Prof.DR. Herman Mawengkang dan Bapak Drs. Henry Rani Sitepu, M.Si, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat penulis selesaikan.
2. Bapak Drs.Ramli Barus, M.Si dan Bapak Drs.H.Haluddin Panjaitan selaku dosen penguji.
3. Bapak Dr.Saib Suwilo, M.Sc selaku Ketua Departemen Matematika dan Bapak Drs. Henry Rani Sitepu, M.Si, selaku Sekretaris Departemen Matematika
4. Semua dosen di Departemen Matematika dan pegawai di FMIPA USU.
5. Untuk generasi terbaik yang pernah dimiliki Matematika FMIPA USU (anak 2005) khususnya kepada seseorang yang telah memberikan dukungan dan semangat tiap hari kepada saya walaupun dia tidak menyadarinya. Juga kepada anak-anak futsal supaya tetap rajin berolah raga. Dan kepada semua teman-teman yang tidak bisa disebut satu per satu.
6. Semua orang yang mencintai saya dan membenci saya yang telah menempa saya sehingga menjadi seperti ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan ini. Untuk itu penulis menerima saran dan kritik yang membangun dari pembaca.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kata semua. Semoga semua bantuan saudara mendapat balasan yang lebih dari Tuhan Yang Maha Esa.
Medan, Februari 2010
Penulis,
ABSTRAK
Permasalahan rute terpendek dapat diselesaikan dengan model transshipment. Model transshipment merupakan perluasan dari model transportasi. Perbedaannya adalah, pada model transshipment semua simpul berpotensi menjadi tempat persinggahan barang atau titik transshipment,sedangkan pada model transportasi pengiriman barang langsung dari gudang yang kelebihan barang ke gudang yang membutuhkan barang. Penyelesaian model transshipment dimulai dengan mencari dahulu penyelesaian awal permasalahan yang diperoleh melalui metode NWCR (NorthWest Corner Rule),metode biaya terkecil, maupun metode VAM (Vogel Approximation Method). Setelah itu penyelesaian tersebut diuji dengan metode batu loncatan (Stepping Stone).
Penggunaan transshipment dalam penelitian ini adalah untuk menentukan rute terdekat antara kota Bandung dan kota Cirebon dalam jaringan antar kota di Jawa Barat. Hasil dari penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa jarak rute terdekat antara kota Bandung dan Cirebon adalah 152 Km yang dilalui melalui jalur
Cirebon Majalengka
Sumedang
ABSTRACT
Problems of short route can be finished with model of transshipment. Model of Transshipment represent extension of transportation model. Its difference is at model of transshipment all node have potency to become a halt place of goods or dot of transshipment, while at transportation model goods delivery is directly from warehouse that excess of goods to warehouse that requiring goods. Solution of model of transshipment started with searching ahead the solving of early obtained problems through NWCR (Northwest Corner Rule) method, least cost method, or VAM (Vogel Approximation Method). Afterwards the solution tested with Stepping Stone method.
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR GAMBAR ix
1.6 Metodologi Penelitian 2
1.7 Tinjauan Pustaka 3
BAB 2 LANDASAN TEORI 4
2.1 Persoalan Transportasi 5
2.1.1 Model Matematis Metode Transportasi 6 2.1.2 Langkah-Langkah Penyelesaian Masalah Model
Transportasi 9
2.1.3 Perumusan Persoalan Transportasi Secara Umum 11 2.1.4 Model Transshipment (Persinggahan) 13
2.2 Terminologi Dasar Graph 15
2.2.1 Graph Ganda dan Graph Berbobot 17
2.2.2 Lintasan dan Rangkaian 18
2.2.3 Lintasan dan Sirkuit Euler 20
2.2.4 Lintasan dan Sirkuit Hamilton 21 2.2.5 Lintasan Terpendek di Dalam Graph Berbobot 21
2.3 Jaringan Transportasi 22
BAB 3 PEMBAHASAN 25
3.1 Metode VAM (Vogel Approximation Method) 27 3.2 Uji Optimalisasi Metode SteppingSone 31
BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN 43
4.1 Kesimpulan 43
4.2 Saran 43
DAFTAR PUSTAKA 44
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Persoalan Transportasi 8
Tabel 2.2 Perumusan Transportasi Secara Umum 12
Tabel 3.1 Metode VAM Awal 27
Tabel 3.2 Metode VAM Akhir 30
Tabel 3.3 NWCR (NorthWest Corner Rule) 31
Tabel 3.4 Evaluasi Pertama Metode SteppingStone 31
Tabel 3.5 SteppingStone Pertama 32
Tabel 3.6 Evaluasi Kedua Metode SteppingStone 33
Tabel 3.7 SteppingStone Kedua 34
Tabel 3.8 Evaluasi Ketiga Metode SteppingStone 34
Tabel 3.9 SteppingStone Ketiga 36
Tabel 3.10 Evaluasi Keempat Metode SteppingStone 36
Tabel 3.11 SteppingStone Keempat 37
Tabel 3.12 Evaluasi Kelima Metode SteppingStone 38
Tabel 3.13 SteppingStone Kelima 39
Tabel 3.14 Evaluasi Keenam Metode SteppingStone 39
Tabel 3.15 SteppingStone Keenam 41
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Representasi jaringan model transportasi 7
Gambar 2.2 Graph berarah 16
Gambar 2.3 Graph tak berarah 17
Gambar 2.4 Graph ganda berarah 18
Gambar 2.5 Lintasan dan rangkaian 19
Gambar 2.6 Graph Euler 20
Gambar 2.7 Graph Hamilton 21
ABSTRAK
Permasalahan rute terpendek dapat diselesaikan dengan model transshipment. Model transshipment merupakan perluasan dari model transportasi. Perbedaannya adalah, pada model transshipment semua simpul berpotensi menjadi tempat persinggahan barang atau titik transshipment,sedangkan pada model transportasi pengiriman barang langsung dari gudang yang kelebihan barang ke gudang yang membutuhkan barang. Penyelesaian model transshipment dimulai dengan mencari dahulu penyelesaian awal permasalahan yang diperoleh melalui metode NWCR (NorthWest Corner Rule),metode biaya terkecil, maupun metode VAM (Vogel Approximation Method). Setelah itu penyelesaian tersebut diuji dengan metode batu loncatan (Stepping Stone).
Penggunaan transshipment dalam penelitian ini adalah untuk menentukan rute terdekat antara kota Bandung dan kota Cirebon dalam jaringan antar kota di Jawa Barat. Hasil dari penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa jarak rute terdekat antara kota Bandung dan Cirebon adalah 152 Km yang dilalui melalui jalur
Cirebon Majalengka
Sumedang
ABSTRACT
Problems of short route can be finished with model of transshipment. Model of Transshipment represent extension of transportation model. Its difference is at model of transshipment all node have potency to become a halt place of goods or dot of transshipment, while at transportation model goods delivery is directly from warehouse that excess of goods to warehouse that requiring goods. Solution of model of transshipment started with searching ahead the solving of early obtained problems through NWCR (Northwest Corner Rule) method, least cost method, or VAM (Vogel Approximation Method). Afterwards the solution tested with Stepping Stone method.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam kehidupan, sering dilakukan perjalanan dari satu tempat atau kota ke tempat
yang lain dengan mempertimbangkan efisiensi, waktu dan biaya sehingga diperlukan
ketepatan dalam menentukan jalur terpendek antar suatu kota ditambah dengan faktor
kemacetan lalu lintas yang terjadi terutama di pulau Jawa khususnya pada tulisan ini
yaitu jalur Bandung-Cirebon sehingga ketepatan menentukan jalur terpendek mutlak
harus diperlukan. Hasil penentuan jalur terpendek akan menjadi pertimbangan dalam
pengambilan keputusan untuk menunjukkan jalur yang akan ditempuh.
Secara umum pencarian jalur terpendek dapat dibagi menjadi 2 metode, yaitu
metode konvensional dan heuristik. Pencarian rute terpendek juga dapat dirumuskan
sebagai model transshipment yang termasuk dalam metode konvensional. Model transshipment merupakan suatu bentuk umum dari model transportasi dimana terdapat sumber-sumber asli, tujuan yang asli, dan titik-titik transshipment. Titik-titik transshipment tersebut bisa terdapat pada pusat sumber maupun pusat tujuan. Tidak seperti algoritma-algoritma pencarian rute terpendek yang lain, yang secara otomatis
menghitung jarak terdekat antara node satu dan semua node lainnya, model
transshipment hanya menghitung jarak terdekat diantara dua node.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka yang menjadi pokok
1.3 Pembatasan Masalah
Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan rute
terpendek. Dengan tetap mempertahankan maksud dan tujuan tulisan ini, pada tulisan
ini penulis membatasi hanya membahas penyelesaian permasalahan rute terpendek
yang dipandang sebagai model transshipment.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mencari solusi optimum dari permasalahan rute
terpendek yang dipandang sebagai model transshipment.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah :
1. Hasil dari penelitian dapat menjadi bahan masukan bagi para pengambil
keputusan untuk dapat memilih rute terpendek.
2. Penelitian ini juga bermanfaat dalam pengembangan ilmu, khususnya dalam
bidang ekonomi, keuangan, dan transportasi.
1.6 Metodologi Penelitian
Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian literatur . Prosedur
yang dilakukan adalah:
1. Pengumpulan Data.
4. Penarikan Kesimpulan
1.7 Tinjauan Pustaka
Taha (1996) menyatakan bahwa masalah rute terdekat berkaitan dengan penentuan
busur-busur yang dihubungkan dalam sebuah jaringan transportasi yang secara
bersama-sama membentuk jarak terdekat di antara sumber dan tujuan.
Hillier (2005) menguraikan algoritma penyelesaian permasalahan rute terpendek
secara umum.
Mulyono (2004) menyatakan bahwa suatu perluasan dari rumusan transportasi adalah
masalah persinggahan, di mana setiap sumber dan tujuan dapat juga menjadi titik
perantara pengiriman dari sumber-sumber atau tujuan-tujuan lain. Masalah
persinggahan dapat diselesaikan dengan beberapa penyesuaian kecil terhadap metode
solusi masalah transportasi.
Nasendi (1985) menyatakan ada beberapa cara untuk merumuskan masalah
transshipment secara matematis. Andaikan,
ij
keseimbangan yaitu antara arus barang yang keluar (diangkut) dikurangi arus barang
yang masuk (diterima) harus sama dengan kebutuhan bersih. Secara simbolik,
rumusan model umum transshipmentadalah sebagai berikut :
LANDASAN TEORI
Sebagian besar dari persoalan manajemen berkenaan dengan penggunaan sumber
secara efisien atau alokasi sumber-sumber yang terbatas (tenaga kerja terampil,
bahan mentah, modal) untuk mencapai tujuan yang diinginkan (desired objective) seperti penerimaan hasil penjualan yang harus maksimum, penerimaan devisa hasil
ekspor nonmigas harus maksimum; jumlah biaya transport harus minimum; lamanya
waktu antrian untuk menerima pelayanan sependek mungkin; kemakmuran rakyat
sebesar-besarnya.
Dalam keadaan sumber yang terbatas harus dicapai suatu hasil yang optimum.
Dengan perkataan lain bagaimana caranya agar dengan masukan (input) yang serba terbatas dapat dicapai hasil kerja yaitu keluaran (output) berupa produksi barang atau jasa yang optimum. Linear programming akan memberikan banyak sekali hasil pemecahan persoalan, sebagai alternatif pengambilan tindakan, akan tetapi hanya ada
satu yang optimum (maksimum atau minimum). Ingat bahwa mengambil keputusan
berarti memilih alternatif, yang jelas harus alternatif yang terbaik (the best alternative).
Jika diperhatikan keadaan dalam praktek di mana pimpinan perusahaan
bermaksud atau bertujuan untuk mencapai hasil penjualan sebesar mungkin
(maximum revenue), logikanya adalah pimpinan perusahaan tersebut memutuskan untuk memproduksi sebanyak-banyaknya, maka kalau semua barang tersebut laku
dijual, tentu akan diperoleh jumlah hasil penjualan sebanyak-banyaknya. Akan
tetapi, keadaan belum tentu seperti itu, pimpinan perusahaan tersebut sebagai
pembuat keputusan (decision maker), ternyata akan menghadapi pembatasan-pembatasan (limitation or constraints), misalnya jumlah permintaan masyarakat tidak sebanyak yang diproduksi, sehingga barang susah dijual. Pembatasan bukan
berhenti disitu saja sebab mungkin dia menghadapi pembatasan seperti persediaan
terbatas, machine hours untuk memproses produksi terbatas, modal terbatas, ruangan (storage) untuk menyimpan barang hasil produksi terbatas dan permintaan masyarakat ternyata juga terbatas (limited demand).
Persoalan yang timbul kemudian adalah bagaimana dapat mencapai hasil
(output) yang optimum dengan memperhatikan input (men, money, material, time) yang tersedianya memang terbatas. Jadi mencari suatu pemecahan yang optimum
dengan memperhatikan pembatasan-pembatasan input. Inilah yang menjadi sasaran
linear programming. Pimpinan perusahaan atau pengambil keputusan dalam menghadapi product-mix harus mencari pemecahan agar diperoleh maximum revenue atau maximum profit atau sebaliknya minimum cost of production.
2.1 Persoalan Transportasi
Persoalan transportasi merupakan persoalan linear programming. Bahkan aplikasi dari teknik linear programming pertama kali ialah dalam merumuskan persoalan transportasi dan memecahkannya. Persoalan tranportasi yang dasar pada mulanya
dikembangkan oleh F.L Hitchcock pada tahun 1941 dalam studinya yang berjudul:
The distribution of a product from several sources to numerous locations. Ini merupakan ciri dari persoalan transportasi yaitu mengangkut sejenis produk tertentu
katakan beras, minyak, daging, telur, tekstil, pupuk dan jenis produk lainnya dari
beberapa daerah asal (pusat produksi, depot minyak, gudang barang) ke beberapa
daerah tujuan (pasar, tempat proyek, pemukiman, daerah trasmigrasi), pengaturan
harus dilakukan sedemikian rupa agar jumlah biaya transportasi minimum.
Pada tahun 1947, T.C Koopmans secara terpisah menerbitkan suatu hasil studi
Ciri-ciri khusus metode transportasi :
1. Terdapat sejumlah sumber dan sejumlah tujuan tertentu.
2. Jumlah yang didistribusikan dari setiap sumber dan yang diminta oleh setiap
tujuan adalah tertentu .
3. Jumlah yang dikirim atau diangkut dari suatu sumber ke suatu tujuan sesuai
dengan permintaan atau kapasitas sumber. Jumlah permintaan dan penawaran
seimbang dan apabila jumlah permintaan tidak sama dengan penawaran, maka
harus ditambahkan variabel dummy.
4. Biaya transportasi dari suatu sumber ke suatu tujuan adalah tertentu.
5. Jumlah variabel dasar m + n - 1, dimana m adalah jumlah baris dan n adalah
jumlah kolom. Apabila jumlah variabel dasar kurang dari m + n – 1 yang disebut
dengan degenerasi, maka harus ditambahkan variabel dasar dengan nilai nol.
2.1.1 Model Matematis Metode Transportasi
Dalam menggambarkan masalah transportasi, perlu digunakan istilah istilah yang
tidak khusus karena masalah transportasi adalah masalah yang umum, yaitu
pendistribusian berbagai komoditi dari berbagai kelompok pusat penerima yang
disebut tujuan, sedemikian rupa sehingga meminimalisasi biaya distribusi total.
Secara umum, sumber i (i = 1, 2, ..., m) mempunyai supply si unit yang akan didistribusikan ke tujuan-tujuan dan tujuan (j = 1, 2, ...,n) mempunyai permintaan di unit yang dikirim dari sumber-sumber. Asumsi dasar metode transportasi ini adalah
biaya mendistribusikan unit-unit dari sumber i ke tujuan j berbanding langsung
dengan jumlah yang akan didistribusikan, dimana cij menyatakan biaya per unit
yang didistribusikan.
Apabila Z merupakan biaya distribusi total dan xij ( i = 1, 2, ..., m ; j = 1, 2,
..., n) adalah jumlah unit yang harus didistribusikan dari sumber i ke tujuan j, maka formulasi pemrograman linier masalah transportasi. Dari penjelasan di atas, maka
Meminimumkan :
∑∑
Untuk memudahkan pemahaman model transportasi, berikut ini diberikan
ilustrasinya pada gambar di bawah ini. Gambar di bawah menjelaskan bahwa
terdapat tiga sumber dalam sebuah perusahaan, yaitu m1, m2, dan m3. Dari ketiga
sumber tersebut dapat dikirimkan ke tujuan n1, n2, dan n3. Untuk mengetahui
seberapa besar masing-masing sumber didistribusikan ke masing-masing tujuan,
maka digunakan model transportasi. Dengan menggunakan model transportasi, akan
dihasilkan pendistribusian yang akan meminimalisasikan biaya transportasi.
Ilustrasi model transportasi gambar diterjemahkan ke dalam tabel model
transportasi dengan mebedakan antara sumber dengan tujuan. Sumber diletakkan
pada baris, sedangkan tujuan diletakkan pada kolom. Jumlah penawaran dari
masing-masing sumber diletakkan pada kolom paling akhir dan jumlah masing-masing-masing-masing
permintaan diletakkan pada baris paling akhir.
Segi empat kecil yang berisi c11,c12, cmn merupakan biaya pendistribusian
dari sumber ke tujuan, sedangkan segi empat besar merupakan jumlah yang akan
didistribusikan dari setiap sumber ke setiap tujuan. Sebagai gambaran yang lebih
konkret, berikut dituangkan model transportasi pada tabel, dengan menggunakan
tabel akan memudahkan mencari penyelesaian dari setiap permasalahan transportasi.
2.1.2 Langkah-Langkah Penyelesaian Masalah Model Transportasi
Dalam menyelesaikan masalah transportasi, terdapat dua langkah yang harus
dilakukan, yaitu :
1. Mencari penyelesaian layak pada variabel dasar. Untuk mencari
penyelesaian yang layak dapat dipilih salah satu metode yang tersedia.
Metode yang dapat digunakan adalah Northwest Corner ( sudut barat laut), Least Cost (biaya terkecil) dan Vogel Approximation ( VAM).
a. Metode Northwest Corner (NWCR)
1. Pendistribusian dimulai dari pojok kiri atas dan, diakhiri pada
pojok kanan bawah.
2. Setiap pendistribusian dipilih nilai sebanyak mungkin tanpa
menyimpang dari sumber/ tujuan.
3. Apabila variabel dasar sudah terisi semua, maka dihitung
jumlah biaya yang akan dikeluarkan oleh perusahaan.
b. Metode Least Cost
1. Pendistribusian dimulai dari biaya terkecil dan, apabila terdapat
biaya terkecil lebih dari satu, maka dipilih salah satu.
2. Setiap pendistribusian dipilih nilai sebanyak mungkin tanpa
mengabaikan jumlah sumber/tujuan.
c. Vogel Approximation Method ( VAM )
1. Menghitung opportunity cost yang didasarkan pada dua biaya terkecil pada setiap baris dan kolom dan mengurangkan
keduanya, hasil perhitungannya disebut dengan penalty cost. 2. Memilih nilai penalty cost terbesar di antara baris dan kolom. 3. Memilih biaya terkecil dari nilai penalty cost terbesar dan
mendistribusikan sejumlah nilai. Baris/ kolom penalti yang
4. Menyesuaikan jumlah permintaan dan penawaran untuk
menunjukkan alokasi yang sudah dilakukan. Menghilangkan
semua baris dan kolom dimana penawaran dan permintaan telah
dihabiskan.
5. Apabila jumlah penawaran dan permintaan belum sesuai, maka
ulangi langkah pertama sampai terisi semua.
2. Menguji hasil penyelesaian. Dengan menggunakan salah satu metode yang
tersedia akan didapatkan solusi awal yang layak, akan tetapi penyelesaian
yang layak ini belum tentu menjadi penyelesaian yang optimal. Oleh
karena itu, perlu dilakukan pengujian agar hasil penyelesaian model
transportasi optimal yaitu menghasilkan biaya minimal. Pengujian
optimalisasi menggunakan dua metode yaitu :
a. Metode Stepping Stone
1. Memilih satu water square (segi empat yang masih kosong/variabel non basis) dan 3 atau lebih variabel basis (segi
empat yang terisi).
2. Mengisi water square (entering variable) dengan memperhatikan variabel basis dan menyesuaikan dengan
jumlah penawaran dan permintaan.
3. Memberikan tanda + (positif) pada water square yang akan diisi dan variabel basis yang nilainya bertambah.
4. Memberikan tanda – (negatif) pada variabel basis yang nilainya
dipindahkan pada water square.
5. Menguji hasil stepping stone dengan mencari nilai perubahan biaya yang masih negatif.
6. Mengulangi langkah di atas dengan memilih nilai terkecil.
b. Metode MODI
tertutup variabel non basis, kecuali pada saat akan melakukan
perpindahan pengisian tabel. Dengan demikian MODI merupakan cara
yang efisien untuk menghitung variabel non basis. Dalam metode MODI
terdapat persamaan sebagai berikut :
Di mana : mi = Nilai setiap sel baris
nj = Nilai setiap kolom
Cij = Biaya transportasi per unit
Adapun langkah-langkah dalam metode MODI adalah :
1) Mentukan nilai mi untuk setiap baris dan nilai-nilai nj untuk setiap kolom dengan menggunakan hubungan Cij = mi + nj untuk semua variabel basis dan menentukan nilai mi = 0.
2) Menghitung perubahan biaya Cij untuk setiap variabel non basis dengan menggunakan rumus Cij - mi - nj.
3) Apabila hasil perhitungan terdapat nilai Cij negatif, maka solusi belum optimal. Oleh karena itu, dipilih Xij dengan nilai Cij negatif terbesar sebagai entering variabel.
4) Mengalokasikan sejumlah nilai ke entering variabel Xij sesuai dengan proses stepping stone dan mengulangi langkah pertama.
2.1.3 Perumusan Persoalan Transportasi Secara Umum
Misalkan suatu jenis barang diangkut dari beberapa daerah asal ke beberapa daerah
tujuan . Misalnya ada m daerah asal: A1,A2,...,Ai,...,Amdan n daerah tujuan
sebanyak Si dan di tempat tujuan barang tersebut diminta sebanyak dj(demand).
(total demand) = jumlah penawaran (total supply).
Perhatikan tabel berikut yang menggambarkan permintaan dari setiap tempat
tujuan dan penawaran/persediaan dari setiap tempat asal, juga besarnya biaya
ij
c dengan tanda kurung buka.
Tabel 2.2 Perumusan Transportasi Secara Umum
Perumusan persoalan linear programming menjadi : 2.1.4 Model Transshipment (Persinggahan)
Model transportasi standar mengasumsikan bahwa rute langsung antara
sebuah sumber dan sebuah tujuan adalah rute berbiaya minimum. Ini berarti
bahwa perhitungan persiapan yang melibatkan penentuan rute terdekat harus
dilakukan sebelum biaya unit dari model transportasi standar dapat
ditentukan. Perhitungan ini dapat dilakukan dengan menerapkan algoritma
rute terdekat terhadap pasangan node yang diinginkan.
Satu prosedur alternatif dari penggunaan model transportasi biasa
(dengan algoritma rute terdekat yang dimasukkan ke dalamnya) adalah model
transshipment. Model yang baru ini memiliki ciri tambahan yang mengijinkan
unit-unit yang dikirimkan dari semua sumber untuk melewati node-node
antara atau sementara sebelum pada akhirnya mencapai tujuan mereka.
Dengan kata lain model transshipment digunakan pada saat terdapat suatu
node-node antara yang diijinkan menjadi tempat persinggahan unit dari
sumber sebelum pada akhirnya mencapai tujuan. Akibatnya, algoritma baru ini
menggabungkan baik algoritma transportasi biasa dengan algoritma rute
terdekat menjadi satu prosedur.
Model transshipment merupakan perluasan dari model transportasi.
menjadi tempat persinggahan barang atau titik transshipment,sedang pada
model transportasi pengiriman barang langsung dari gudang yang kelebihan
barang ke gudang yang membutuhkan barang. Dalam model transshipment
diasumsikan bahwa:
1. Barang yang dikirim adalah homogen,
2. Biaya penyimpanan tidak diperhitungkan,
3. Alat pengangkutan telah ditentukan untuk pengiriman barang dari suatu
gudang ke gudang lain,
4. Biaya pengiriman barang dari suatu gudang ke gudang dihitung untuk
tiap unit barang yang dipindahkan,
5. Biaya persinggahan pada titik transshipment dihitung untuk tiap unit
barang yang dipindahkan.
Langkah-langkah yang ditempuh untuk menyelesaikan masalah
transshipment adalah sebagai berikut :
1. Membuat model transshipment,
2. Mengubah model transshipment menjadi model transportasi,
3. Mencari solusi fisibel basis,
4. Mencari solusi optimal.
Berdasarkan Nasendi (1985),masalah transshipment (persinggahan)
merupakan suatu bentuk umum dari model transportasi, sedangkan model
transportasi adalah bentuk khususnya di mana terdapat pusat-pusat asal atau
sumber-sumber asli, pusat-pusat tujuan yang asli, dan titik-titik
transshipmentnya. Titik-titik transshipment tersebut bisa terdapat pada pusat
asal maupun pusat tujuan. Dalam model ini setiap pusat dapat mengirim dan
menerima arus barang angkutan. Hal ini berarti terdapat keleluasaan dalam
penetapan rute arus barang dari titik i ke titik j, selain rutenya yang langsung.
Ada beberapa cara untuk merumuskan masalah transshipment secara
tegas. Andaikan : Xij = jumlah yang diangkut dari titik i ke titik j ;
keseimbangan yaitu antara arus barang yang keluar (diangkut) dikurangi arus
barang yang masuk(diterima) harus sama dengan kebutuhan bersih. Secara
simbolik, rumusan model umum transshipment adalah sebagai berikut :
Minimumkan : Z C X i j
Apabila kita inginkan agar jumlah permintaan sama dengan jumlah
2.2 Terminologi Dasar Graph
Graph berarah (directed graph) didefinisikan secara abstrak sebagai suatu
pasangan terurut (V,E), dengan V suatu himpunan dan E suatu relasi biner
pada V. Graph berarah dapat digambarkan secara geometris sebagai suatu
himpunan titik-titik V dengan suatu himpunan tanda panah E antara pasangan
titik-titik. Sebagai misal Gambar di bawah ini menunjukkan sebuah graph
berarah. Unsur-unsur di dalam V dinamakan verteks (vertex), sedangkan
psangan terurut di dalam E dinamakan rusuk (edge) graph berarah tersebut.
Sebuah rusuk dikatakan berinsidensi (incident) dengan kedua verteks yang
dihubungkannya.
Gambar 2.2 Graph Berarah
Sebagai misal, rusuk (a,b) berinsidensi dengan verteks a dan verteks b.
Kadang-kadang, bila diinginkan lebih rinci lagi, dapat dikatakan bahwa rusuk
(a,b) berinsidensi dari a dan berinsidensi ke b. Untuk rusuk (a,b), verteks a
dinamakan verteks awal (initial vertex). Suatu rusuk yang berinsidensi dari dan
Dua verteks dikatakan berdekatan (adjacent) jika keduanya dihubungkan oleh
sebuah rusuk. Selain itu, untuk rusuk (a,b), verteks a dikatakan berdekatan ke
(adjacent to) verteks b, sedangkan verteks b dikatakan berdekatan dari (adjacent
form) verteks a. Sebuah verteks dinamakan verteks terasing atau terisolasi
(isolated vertex) jika tidak ada rusuk yang beinsidensi dengannya.
Graph tak berarah (undirected graph) G didefinisikan secara abstrak
sebagai suatu pasangan terurut (V, E), dengan V suatu himpunan dan E suatu
himpunan yang unsur-unsurnya berupa multi himpunan dengan dua unsur
dari V. Sebagai misal, G = ({a, b, c, d}, {{a, b}, {a, d}, {b, c}, {b, d}, {c, c}}) adalah
sebuah graph tak berarah. Graph tak berarah G diatas digambarkan secara
geometrik dalam Gambar. Sebagai ilustrasi lain, misalkan V = {a, b, c, d, e}
sebuah himpunan program komputer. Gambar menunjukkan sebuah graph tak
berarah dengan dua verteks dihubungkan oleh sebuah rusuk jika kedua
program yang direpresentasikan oleh kedua verteks itu bisa menerima data
yang sama.
Gambar 2.3 Graph Tak Berarah
2.2.1 Graph Ganda dan Graph Berbobot
Definisi graph dapat diperluas dalam beberapa cara. Misalkan G = (V, E),
berupa pasangan terurut dari V x V. Graph G ini dinamakan graph ganda
berarah (directed multigraph). Secara geometris, graph ganda berarah dapat
dinyatakan sebagai suatu himpunan titik-titik V dengan suatu himpunan tanda
panah E antara titik-titik tanpa ada kendala mengenai banyaknya tanda panah
dari satu titik ke titik lainnya. Sebagai misal, Gambar di bawah menunjukkan
sebuah graph ganda. Selanjutnya perhatikan representasi grafis sebuah peta
jalan raya dengan rusuk antara dua kota menyatakan sebuah jalur pada jalan
raya antara kedua kota. Karena jalan raya antara dua kota sering mempunyai
banyak lajur, representasi ini akan menghasilkan sebuah graph ganda.
Gagasan graph ganda tak berarah (undirected multigraph) dapat didefinisikan
dengan cara serupa.
Gambar 2.4 Graph Ganda Berarah
Ketika memodelkan suatu masalah fisik sebagai suatu graph abstrak,
seringkali ditambahkan informasi lain kepada verteks-verteks dan/atau
rusuk-rusuk graph tersebut. Sebagai misal, di dalam graph yang menggambarkan
jaringan jalan raya antara kota-kota, ditambahkan sebuah bilangan pada setiap
rusuk untuk menunjukkan jarak antara kedua kota yang dihubungkan oleh
rusuk tersebut. Secara umum, graph berbobot (weighted graph) didefinisikan
sebagai sebuah pasangan terurut ganda empat (V, E, f, g), atau sebuah pasangan
himpunan semua rusuknya, f sebuah fungsi dengan daerah asal (domain) V, dan
g sebuah fungsi dengan daerah asal E. Fungsi f memberi pembobot (weights)
pada verteks, sedangkan fungsi g memberi pembobot pada rusuk. Pembobot itu
bisa berupa bilangan, lambang, atau besaran apa pun yang ingin kita berikan
kepada verteks dan rusuk.
2.2.2 Lintasan dan Rangkaian
Di dalam graph berarah, lintasan ialah suatu barisan rusuk
) , , , (
2
1 i ik
i e e
e sedemikian rupa sehingga verteks terminal
j i
e berimpit dengan
verteks awal
) 1 (j+ i
e untuk 1≤ j≤k−1. Suatu lintasan dikatakan sederhana (simple)
jika ia tidak mencakup rusuk yang sama dua kali. Suatu lintasan dikatakan
elementer (elementary) jika ia tidak bertemu verteks yang sama dua kali.
Dalam Gambar di bawah ini, (e1, e2, e3, e4) adalah sebuah lintasan ; (e1, e2,
e3, e5, e8, e3, e4) adalah sebuah lintasan,namun bukan yang sederhana ; (e1, e2, e3,
e5, e9, e10, e11, e4) adalah sebuah lintasan sederhana, namun bukan yang
elementer.
Rangkaian (circuit) ialah suatu lintasan ( , , , ) 2
1 i ik
i e e
e yang verteks
terminalnya,
k i
e . Suatu rangkaian dikatakan sederhana (simple) jika ia tidak
mencakup rusuk yang sama dua kali. Suatu rangkaian dikatakan elementer
(elementary) jika ia tidak bertemu verteks yang sama dua kali. Di dalam
Gambar, (e1, e2, e3, e5, e9, e10, e12, e6, e7) adalah sebuah rangkaian sederhana,
namun bukan elementer, sedangkan (e1, e2, e3, e5, e6, e7) adalah sebuah
rangkaian elementer.
Suatu lintasan atau suatu rangkaian dapat direpresentasikan juga
dengan barisan verteks-verteks yang ditemuinya. Sebagai misal, lintasan (e1, e2,
e3, e4) di dalam Gambar, dapat juga direpresentasikan sebagai (v1, v2, v3, v4, v7),
sedangkan rangkaian (e5, e9, e10, e11) dapat direpresentasikan sebagai (v4, v5, v8,
v6, v4).
Suatu graph tak berarah dikatakan terhubungkan (connected) jika ada
suatu lintasan antara setiap dua verteks, dan jika tidak demikian dikatakan
tidak terhubungkan (disconnected). Suatu graph berarah dikatakan
terhubungkan jika graph tak berarah yang diperoleh dengan mengabaikan
arah-arah rusuk-rusuknya ternyata terhubungkan, dan jika tidak demikian
dikatakan tidak terhubungkan. Dengan demikian, suatu graph tidak
terhubungkan terdiri dari dua atau lebih komponen yang masing-masingnya
berupa sebuah graph terhubungkan. Suatu graph berarah dikatakan
terhubungkan erat (strongly connected) jika untuk setiap dua verteks a dan b di
dalam graph itu, ada lintasan dari a ke b maupun dari b ke a.
2.2.3 Lintasan dan Sirkuit Euler
Misalkan G adalah suatu graph. Lintasan Euler G adalah lintasan yang melalui
Sirkuit Euler ialah sirkuit yang melewati masing-masing sisi tepat satu
kali dan graph yang mempunyai sirkuit Euler disebut graph Euler (Eulerian
graph). Graph yang mempunyai lintasan Euler dinamakan juga graph
semi-Euler (semi-Eulerian graph). Gambar di bawah ini merepresentasikan sebuah
graph Euler dengan lintasan eulernya : 1, 2, 4, 6, 2, 3, 6, 5, 1, 3
Gambar 2.6 Graph Euler
2.2.4 Lintasan dan Sirkuit Hamilton
Suatu graph terhubung G disebut lintasan Hamilton bila ada lintasan yang
melalui tiap simpul di dalam graph G tepat satu kali. Sirkuit Hamilton ialah
sirkuit yang melalui tiap simpul di dalam graph tepat satu kali, kecuali simpul
asal (sekaligus simpul akhir) yang dilalui dua kali. Graph yang memiliki sirkuit
Hamilton dinamakan graph Hamilton, sedangkan graph yang hanya memiliki
lintasan Hamilton disebut graph semi-Hamilton.
Dalam sirkuit Euler, semua garis harus dilalui tepat satu kali, sedangkan
semua titiknya boleh dikunjungi lebih dari satu kali. Sebaliknya, dalam sirkuit
Hamilton semua titik harus dikunjungi tepat satu kali dan tidak harus melalui
semua garisnya. Dalam sirkuit Euler, yang dipentingkan adalah garisnya.
Sebaliknya dalam sirkuit Hamilton, yang dipentingkan adalah kunjungan pada
titiknya. Gambar di bawah ini merepresentasikan sebuah contoh graph
Gambar 2.7 Graph Hamilton
2.2.5 Lintasan Terpendek Di Dalam Graph Berbobot
Misalkan G = (V, E, w) sebuah graph berbobot ; dalam hal ini w suatu fungsi
dari E ke himpunan bilangan nyata positif. Misalkan V sebuah himpunan
kota-kota dan E himpunan jalan-jalan raya yang menghubungkan kota-kota
tersebut. Pembobot rusuk {i, j}, dilambangkan w(i, j), biasanya dinamakan
panjang rusuk {i, j}, yang dalam hal ini dapat ditafsirkan sebagai jarak antara
kota i dan kota j. Panjang suatu lintasan di dalam graph G didefinisikan sebagai
jumlah panjang rusuk-rusuk di dalam lintasan itu.
Misalkan diinginkan suatu lintasan terpendek dari verteks a ke verteks z
di dalam graph G. Mula-mula ditentukan lintasan terpendek dari a ke suatu
verteks lain, lalu ditentukan lagi lintasan terpendek dari a ke suatu verteks lain
lagi, dan demikian seterusnya. Pada akhirnya, prosedur demikian ini akan
berakhir bila lintasan terpendek dari a ke z diperoleh.
Masalah lintasan terpendek adalah masalah yang menyangkut node,
panjang jalur, arah lintasan. Dalam lintasan ini perlu diperhatikan khusus
yaitu node supply (node awal) dan node demand ( node akhir). Untuk
menyelesaikan masalah lintasan terpendek, terdapat suatu algoritma yang bisa
dipakai yaitu :
1. Tujuan pada iterasi ke-n ; Tentukan node terdekat dari titik awal
2. Input pada iterasi ke-n ; node terdekat ke n-1 ke node awal, termasuk
di dalamnya lintasan terpendek dan jarak dari node awal. (node-node
ini ditambah dengan node awal disebut node terselesaikan, yang lain
node belum terselesaikan).
3. Kandidat untuk node terdekat ke-n ; setiap node terselesaikan yang
langsung berhubungan dengan satu atau lebih node belum
terselesaikan sebagai kandidat node belum terselesaikan yang
mempunyai hubungan terpendek.
4. Perhitungan node terdekat ke-n ; untuk setiap node terselesaikan dan
node kandidat, ditambah dengan jarak diantaranya. Kandidat yang
mempunyai total jarak terpendek ke-n.
2.3 Jaringan Transportasi
Suatu graph berbobot dinamakan jaringan transportasi (transport network) jika
sejumlah syarat berikut dipenuhi :
1. Ia terhubungkan dan tidak mempunyai lup.
2. Ada satu dan hanya satu verteks di dalam graph itu yang tidak
mempunyai rusuk masuk.
3. Ada satu dan hanya satu verteks di dalam graph itu yang tidak
mempunyai rusuk keluar.
4. Pembobot setiap rusuk berupa sebuah bilangan nyata tidak negatif.
Di dalam suatu jaringan transportasi, verteks yang tidak mempunyai
rusuk masuk dinamakan sumber (source) dan dilambangkan dengan a ; verteks
yang tidak mempunyai rusuk keluar dinamakan pembuangan (sink) dan
dilambangkan dengan z. Pembobot suatu rusuk dinamakan kapasitas (capacity)
rusuk tersebut. Kapasitas rusuk (i, j) dilambangkan dengan w(i, j)
Suatu jaringan transportasi merepresentasikan suatu model umum bagi
rute pengiriman, dengan kendala berupa batas maksimum terhadap banyaknya
barang yang dapat dikirimkan melalui rute-rute tersebut.
Aliran (flow) di dalam suatu jaringan transportasi,φ,ialah pemberian
suatu bilangan tidak negatif φ(i,j) kepada setiap rusuk (i, j) sedemikian rupa
sehingga syarat-syarat berikut dipenuhi :
1. φ(i,j)≤w(i, j) untuk setiap rusuk (i,j).
banyaknya barang yang akan dikirim melalui rute (i, j). Syarat 1 berarti bahwa
banyaknya barang yang akan dikirim melalui suatu rute tidak boleh melebihi
kapasits rute tersebut. Syarat 2 berarti bahwa, kecuali di sumber dan di
pembuangan, banyaknya barang yang mengalir menuju suatu verteks harus
sama dengan banyaknya barang yang keluar dari verteks bersangkutan.
Besaran
∑
dilambangkan dengan φv,sehingga :
∑
yang berarti bahwa total aliran keluar di titik sumber sama dengan total aliran
masuk di titik pembuangan. Untuk suatu aliran, rusuk (i, j) dikatakan jenuh
transportasi ialah suatu aliran yang mencapai nilai tertinggi yang mungkin
Potongan (a cut) di dalam suatu jaringan transportasi ialah suatu
himpunan potongan dari graph tak terhubungkan (yang diperoleh dari
jaringan transportasi itu dengan mengabaikan arah rusuk-rusuknya) yang
memisahkan titik sumber dari titik pembuangannya. Notasi (P,P) digunakan
untuk menyatakan suatu potongan yang membagi verteks-verteks itu menjadi
dua himpunan bagian P dan P , dengan P mengandung titik sumber dan P
mengandung titik pembuangan. Kapasitas suatu potongan,dilambangkan
dengan w(P,P), didefinisikan sebagai jumlah kapasitas rusuk-rusuk yang
berinsidensi dari verteks-verteks di dalam P ke verteks-verteks di dalam P;
dengan kata lain :
∑
∈ ∈ =
P j P i
j i w P
P w
,
) , ( )
,
PEMBAHASAN
Permasalahan rute terdekat dapat dirumuskan sebagai sebuah model
transshipment. Jaringan rute terdekat dapat dipandang sebagai sebuah model
transportasi dengan satu sumber dan satu tujuan. Penawaran di sumber adalah
satu unit dan permintaan di tujuan juga satu unit. Satu unit akan mengalir dari
sumber ke tujuan melalui rute yang dapat diterima dalam jaringan tersebut.
Tujuannya adalah meminimumkan jarak yang ditempuh oleh unit tersebut
sementara mengalir dari sumber ke tujuan.
Untuk mengilustrasikan pengembangan model ini, diambil sebuah
permasalahan yaitu sebuah jaringan antar kota di Jawa Barat dalam Gambar
3.1.
Keterangan :
A = Kota Bandung
B = Kota Subang
C = Kota Sumedang
D = Kota Garut
E = Kota Majalengka
F = Kota Tasikmalaya
G = Kota Cirebon
Dalam jaringan ini node A tidak berfungsi sebagai tujuan, karena node
ini merupakan sumber (utama) untuk jaringan ini. Demikian pula, node G tidak
dapat bertindak sebagai sumber, karena mewakili tujuan akhir dari arus unit
tersebut. Kolom biaya transportasi dalam model ini diisi dengan jarak rute yang
bersangkutan. Rute yang tidak tersedia harus diberikan biaya M yang sangat
tinggi ketika memecahkan model ini dan jarak dari sebuah node ke node itu
sendiri adalah nol.
Penyelesaian permasalahan diatas dapat diselesaikan dengan 3 metode
penyelesaian transportasi yaitu metode NWCR (NorthWest Corner Rule), metode
biaya terkecil (Least Cost) dan metode VAM (Vogel Approximation Method).
Dalam permasalahan ini akan digunakan Metode VAM (Vogel Approximation
3.1 Metode VAM (Vogel Approximation Method)
Langkah-langkah penyelesaian metode VAM adalah :
1. Mencari opportunitycost pada setiap baris dan kolom.
Tabel 3.1 Metode VAM Awal
TUJUAN
Baris pertama adalah 58 dan 45 ; biaya penaltinya 58-45 = 13
Baris kedua adalah 61 dan 0 ; biaya penaltinya 61-0 = 61
Baris ketiga adalah 46 dan 0 ; biaya penaltinya 46-0 = 46
Baris keempat adalah 57 dan 0 ; biaya penaltinya 57-0 = 57
Baris kelima adalah 46 dan 0 ; biaya penaltinya 46-0 = 46
Baris keenam adalah 57 dan 0 ; biaya penaltinya 57-0 = 57
Kolom pertama adalah 58 dan 0 ; biaya penaltinya 58-0 = 58
Kolom kedua adalah 45 dan 0 ; biaya penaltinya 45-0 = 45
Kolom ketiga adalah 57 dan 0 ; biaya penaltinya 57-0 = 57
Kolom keempat adalah 46 dan 0 ; biaya penaltinya 46-0 = 46
Kolom keenam adalah 120 dan 61 ; biaya penaltinya 120-61 = 59
2. Memilih biaya penalti terbesar dan melakukan pendistribusian.
Opportunity Cost
58 45 63 M M M 13
0 61 M 149 M M 61
61 0 72 46 115 M 46
M 72 0 M 57 M 57
149 46 M 0 101 61 46
M 115 57 101 0 120 57
58 45 57 46 57 59
Biaya penalti terbesar adalah 61 yang berada pada baris ke 2, maka
pendistribusian dilakukan pada baris ke 2 dengan memilih biaya terkecil yaitu
Subang-Subang. Dilanjutkan dengan menghitung biaya penalti berikutnya.
Opportunity Cost
45 63 M M M 18
0 72 46 115 M 46
72 0 M 57 M 57
46 M 0 101 61 46
115 57 101 0 120 57
45 57 46 57 59
Biaya penalti terbesar adalah 59 yang berada pada kolom ke 6, maka
pendistribusian dilakukan pada kolom ke 6 dengan memilih biaya terkecil yaitu
Opportunity Cost
45 63 M M 18
0 72 46 115 46
72 0 M 57 57
115 57 101 0 57
45 57 55 57
Biaya penalti terbesar adalah 57 yang berada pada baris ke 4, maka
pendistribusian dilakukan pada baris ke 4 dengan memilih biaya terkecil yaitu
Garut-Garut. Dilanjutkan dengan menghitung biaya penalti berikutnya.
Opportunity Cost
45 M M M-45
0 46 115 46
115 101 0 115
45 55 115
Biaya penalti terbesar adalah M-45 yang berada pada baris ke 1, maka
pendistribusian dilakukan pada baris ke 1 dengan memilih biaya terkecil yaitu
Bandung-Sumedang. Dilanjutkan dengan menghitung biaya penalti berikutnya.
Opportunity Cost
46 115 69
101 0 101
Biaya penalti terbesar adalah 115 yang berada pada kolom ke 5, maka
pendistribusian dilakukan pada kolom ke 5 dengan memilih biaya terkecil yaitu
Tasikmalaya-Tasikmalaya.
Opportunity cost telah habis, akan tetapi pendistribusian belum selesai, sebagai langkah terakhir adalah melengkapi jumlah segi empat agar sesuai dengan kapasitas
supply dan demand. Untuk itu, Sumedang-Majalengka harus diisi 1.
Tabel 3.2 Akhir Metode VAM
TUJUAN
3.2 Uji Optimalisasi Metode SteppingStone
Hasil dari penyelesaian permasalahan telah didapat. Akan tetapi penyelesaian tersebut
harus dilakukan uji optimalisasi untuk membuktikan bahwa penyelesaian tersebut
layak dan sudah optimal. Evaludasi pertama dilakukan dengan metode NWCR
Tabel 3.3 NWCR (NorthWest Corner Rule)
dengan cara melakukan korespondensi satu entri non basis terhadap minimal 3
entri basis. Memberi tanda + dan – secara berurutan yang dimulai dari entri non
basis tersebut.
Tabel 3.4 Evaluasi Pertama Metode SteppingStone
Kotak Kosong Jalur tertutup Selisih
X12 45-58+0-61 -74
X13 63-58+0-61+0-72 -128
X14 M-58+0-61+0-72+0-M -191
X15 M-58+0-61+0-72+0-M+0-101 -292
X16 M-58+0-61+0-72+0-M+0-101+0-120 -412
X24 149-61+0-72+0-M 16-M
X25 M-61+0-72+0-M+0-101 -234
X26 M-61+0-72+0-M+0-101+0-120 -354
X31 61-0+61-0 122
X34 46-72+0-M -26-M
X35 115-72+0-M+0-101 -58-M
X36 M-72+0-M+0-101+0-120 -293
X41 M-0+72-0+61-0 M+133
X42 72-0+72-0 144
X45 57-M+0-101 -M-44
X46 M-M+0-101+0-120 -221
X51 149-0+61-0+72-0+M-0+101 383+M
X52 46-0+M-0+72-0 118+M
X53 M-0+M-0 2M
X56 61-101+0-120 -160
X61 M-0+101-0+M-0+72-0+61-0 2M+234
X62 115-0+101-0+M-0 158+M
X63 57-0+101-0+M-0 158+M
X64 101-0+101-0 202
Hasil evaluasi menunjukkan masih terdapat entri-entri yang belum
positif,sehingga harus dilakukan evaluasi selanjutnya. Kotak X35 memiliki nilai
terkecil yaitu -58-M sehingga X35 terpilih menjadi entri basis, sedangkan X55 menjadi
Tabel 3.5 SteppingStone Pertama
Tabel 3.6 Evaluasi Kedua Metode SteppingStone
Kotak Kosong Jalur tertutup Selisih
X12 45-58+0-61 -74
X26 M-61+0-115+0-120 M-296
X46 M-115+0-120 M-235
X51 149-0+M-0+72-0+61-0 M+282
X52 46-0+M-0+72-0 M+118
X53 M-0+M-0 2M
X55 101-115+72-0+M-0 M+58
X56 61-120+0-115+72-0+M-0 M-102
X61 M-0+115-0+61-0 M+176
X62 115-0+115-0 230
X63 57-0+115-72 100
X64 101-0+115-72+0-M 144-M
X16 58-0+61-0+115-0+120 354
Hasil evaluasi menunjukkan masih terdapat entri-entri yang belum
positif,sehingga harus dilakukan evaluasi selanjutnya. Kotak X34 memiliki nilai
terkecil yaitu -26-M sehingga X34 terpilih menjadi entri basis, sedangkan X44 menjadi
entri non basis. Uji kembali hasil stepping stone dengan mencari nilai perubahan biaya yang terkecil yang masih negatif sampai didapatkan tabel yang optimal.
Tabel 3.7 Stepping Stone Kedua
Tabel 3.8 Evaluasi Ketiga Metode SteppingStone
Kotak Kosong Jalur tertutup Selisih
X12 45-58+0-61 -74
X13 63-58+0-61+0-72 -128
X14 M-58+0-61+0-46 M-165
X15 M-58+0-61+0-115 M-234
X16 M-58+0-61+0-115+0-120 M-354
X23 M-61+0-72 M-133
X24 149-61+0-46 42
X25 M-61+0-115 M-176
X26 M-61+0-115+0-120 M-296
X31 61-0+61-0 122
X36 M-115+0-120 M-235
X41 M-0+72-0+61-0 M+133
X42 72-0+72-0 144
X44 M-46+72-0 26+M
X45 57-115+72-0 14
X46 M-120+0-115+72-0 M-163
X51 149-0+46-0+61-0 256
X52 46-0+46-0 92
X53 M-0+46—72 M-26
X55 101-0+46-115 32
X56 61-120+0-115+46-0 -128
X61 M-0+115-0+61-0 M+176
X62 115-0+115-0 230
X63 57-0+115-72 100
X64 101-0+115-46 170
Hasil evaluasi menunjukkan masih terdapat entri-entri yang belum
positif,sehingga harus dilakukan evaluasi selanjutnya. Kotak X13 memiliki nilai
entri non basis. Uji kembali hasil stepping stone dengan mencari nilai perubahan biaya yang terkecil yang masih negatif sampai didapatkan tabel yang optimal.
Tabel 3.9 Stepping Stone Ketiga
TUJUAN
Tabel 3.10 Evaluasi Keempat Metode SteppingStone
Kotak Kosong Jalur tertutup Selisih
X12 45-58+0-61 -74
X14 M-58+0-61+0-46 M-165
X15 M-58+0-61+0-115 M-234
X16 M-120+0-115+0-61+0-58 M-354
X23 M-63+58-0 M-5
X24 149-46+0-61 42
X25 M-115+0-61 M-176
X26 M-120+0-115+0-61 M-296
X31 61-0+61-0 122
X36 M-120+0-115 M-235
X41 M-0+63-58 M+5
X42 72-0+63-58+0-61 16
X44 M-0+63-58+0-46 M-102
X45 57-0+63-58+0-61+0-115 -114
X46 M-120+0-115+0-61+0-58+63-0 M-291
X51 149-0+46-0+61-0 256
X52 46-0+46-0 92
X53 M-0+46-0+61-0+58-63 M+102
X55 101-0+46-115 32
X56 61-120+0-115+46-0 -128
X61 M-0+115-0+61-0 M+176
X62 115-0+115-0 230
X63 57-0+115+0-61+0-58+63 116
X64 101-0+115-46 170
Hasil evaluasi menunjukkan masih terdapat entri-entri yang belum
positif,sehingga harus dilakukan evaluasi selanjutnya. Kotak X56 memiliki nilai
terkecil yaitu -128 sehingga X56 terpilih menjadi entri basis, sedangkan X66 menjadi
entri non basis. Uji kembali hasil stepping stone dengan mencari nilai perubahan biaya yang terkecil yang masih negatif sampai didapatkan tabel yang optimal.
Tabel 3.11 Stepping Stone Keempat
149 46 M 0 101 61 E
0 1 1
M 115 57 101 0 120
F
0 1
DEMAND 1 1 1 1 1 1
Tabel 3.12 Evaluasi Kelima Metode SteppingStone
Kotak Kosong Jalur tertutup Selisih
X12 45-58+0-61 -74
X14 M-58+0-61+0-46 M-165
X15 M-58+0-61+0-115 M-234
X16 M-61+0-46+0-61+0-58 M-226
X23 M-0+58-63 M-5
X24 149-61+0-46 42
X25 M-115+0-61 -176+M
X26 M-61+0-46+0-61 M-168
X31 61-0+61-0 122
X33 72-63+58-0+61-0 128
X36 M-61+0-46 M-107
X41 M-58+63-0 M+5
X42 72-0+63-58+0-61 16
X44 M-0+63-58+0-61+0-46 M-102
X45 57-0+63-58+0-61+0-115 -114
X46 M-0+63-58+0-61+0-46+0-61 M-163
X51 149-0+61-0+46-0 256
X52 46-0+46-0 92
X55 101-0+46-115 32
X61 M-0+115-0+61-0 M+176
X62 115-0+115-0 230
X63 57-0+115-0+61-0+58-63 228
X64 101-0+115-46 170
X66 120-0+115-46+0-61 128
Hasil evaluasi menunjukkan masih terdapat entri-entri yang belum positif,sehingga
harus dilakukan evaluasi selanjutnya. Kotak X45 memiliki nilai terkecil yaitu -114
sehingga X45 terpilih menjadi entri basis, sedangkan X35 menjadi entri non basis. Uji
kembali hasil stepping stone dengan mencari nilai perubahan biaya yang terkecil yang masih negatif sampai didapatkan tabel yang optimal.
Tabel 3.13 Stepping Stone Kelima
TUJUAN
Tabel 3.14 Evaluasi Keenam Metode SteppingStone
Kotak Kosong Jalur tertutup Selisih
X12 45-58+0-61 -74
X14 M-58+0-61+0-46 M-165
X15 M-63+0-57 M-120
X16 M-58+0-61+0-46+0-61 M-226
X24 149-61+0-46 42
X25 M-57+0-63+58-0 M-62
X26 M-61+0-46+0-61 M-168
X31 61-0+61-0 122
X33 72-0+61-0+58-63 128
X35 115-57+0-63+58-0+61-0 114
X36 M-61+0-46 M-107
X41 M-58+63-0 M+5
X42 72-0+63-58+0-61 16
X66 120-61+0-46+0-61+0-58+63-0+57 14
X44 M-46+0-61+0-58+63-0 M-102
X46 M-61+0-46+0-61+0-58+63-0 -163+M
X51 149-0+46-0+61-0 256
X52 46-0+46-0 92
X53 M-0+46-0+61-0+58-63 M+102
X55 101-0+46-0+61-0+58-63+0-57 146
X61 M-0+57-0+63-58+0-61 M+62
X62 115-0+57-0+63-58+0-61 116
X63 57-0+57-0 114
X64 101-0+57-0+63-58+0-61+0-46 56
Hasil evaluasi menunjukkan masih terdapat entri-entri yang belum
positif,sehingga harus dilakukan evaluasi selanjutnya. Kotak X12 memiliki nilai
terkecil yaitu -74 sehingga X12 terpilih menjadi entri basis, sedangkan X22 menjadi
Tabel 3.15 Stepping Stone Keenam
Tabel 3.16 Evaluasi Ketujuh Metode SteppingStone
Kotak Kosong Jalur tertutup Selisih
X14 M-46+0-45 M-91
X26 M-61+0-46+0-45+58-0 M-94
X31 61-0+45-58 48
X33 61-0+45-58 48
X36 M-61+0-46 M-107
X41 M-0+63-58 M+5
X42 72-0+63-45 90
X44 M-46+0-45+63-0 M-28
X46 M-61+0-46+0-45+63-0 M-89
X51 149-0+46-0+45-58 182
X52 46-0+46-0 92
X53 M-0+46-0+45-63 M+28
X55 101-0+46-0+45-63+0-57 72
X61 M-0+57-0+63-58 M+62
X62 115-0+57-0+63-45 190
X63 57-0+57-0 114
X64 101-0+57-0+63-45+0-46 130
X66 120-0+57-0+63-45+0-46+0-61 88
Hasil evaluasi menunjukkan bahwa tidak ada lagi entri-entri yang bernilai
negatif. Tabel transshipment akhir menunjukkan bahwa : XAC = 1; XBB = 1; XCE = 1; XDD = 1; XEG = 1; XFF = 1. nilai XBB = 1, XDD = 1, dan XFF = 1 tidak berkontribusi
pada pemecahan, karena ketiganya menghubungkan node B, D, dan F dengan node itu
sendiri. Nilai-nilai sisanya dapat disusun dalam urutan : XAC = 1, XCE = 1, XEG = 1
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian diatas penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Model transshipment (persinggahan) yang awam digunakan dalam model transportasi tenyata dapat dipakai dalam menyelesaikan permasalahan rute
terpendek.
2. Jarak terpendek antara kota Bandung dan kota Cirebon dalam jaringan jarak
antar kota di Jawa Barat adalah 152 Km dengan jalur yang dilaluinya ialah
Cirebon Majalengka
Sumedang
Bandung→ → → .
4.2 Saran
Berdasarkan tulisan diatas maka penulis menyarankan :
1. Masalah rute terpendek dapat diselesaikan dengan memandangnya sebagai
masalah transshipment (persinggahan) dan diselesaikan dengan teknik transportasi,namun disarankan kepada pembaca agar tidak hanya terpaku pada
metode penyelesaian ini saja karena masih banyak metode lain yang dapat
digunakan.
2. Bagi pembaca yang berminat untuk lebih mendalami masalah rute terpendek
Hillier, Frederick. 2005. Introduction to Operation Research. New York: McGraw-Hill Education.
Liu, C.L. 1995. Dasar-Dasar Matematika Diskret. Jakarta : PT. Gramedia.
Nasendi, B.D. 1985. Program Linear Dan Variasinya. Jakarta: PT. Gramedia.
Siang, J.J. 2002. Matematika Diskrit Dan Aplikasinya Pada Ilmu Komputer. Yogyakarta : Andi Offset
Supranto, Johannes. 1988. Riset Operasi Untuk Pengambilan Keputusan. Jakarta: Universitas Indonesia.
Taha, Hamdy. 1996. Riset Operasi. Jakarta: Binarupa Aksara.
Zulfikarijah, Fien. 2004. Operation Research. Malang : Bayumedia Publishing.
http : //www.indonesia-tourism.com/west-java/map.html. Diakses tanggal 3 Februari 2010 pukul 20.00 WIB