PENGETAHUAN PERAWAT DAN BIDAN DALAM
PENATALAKSANAAN NYERI PASIEN PASCA OPERASI SEKSIO CAESARIA DI RUMAH SAKIT UMUM SUNDARI MEDAN
SKRIPSI
Oleh
Dinni Suweni 071101111
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LEMBAR PERSETUJUAN
Judul : Pengetahuan Perawat Dalam Penatalaksanaan Nyeri Pasien Pasca Operasi Seksio Caesaria di Rumah Sakit Umum Sundari Medan.
Nama Mahasiswa : Dinni Suweni
NIM : 071101111
Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep)
Tahun : 2010
Tanggal Lulus : 04 Januari 2010
Pembimbing Penguji I
(Ellyta Aizar, S.Kp) (Nur Afi Darti, S.Kp, M.Kep)
NIP. 19741013 200012 2 001 NIP. 19710312 200003 2 001
Penguji II
(Siti Saidah Nst, S.Kp, M.Kep, Sp.Mat)
NIP. 19750327 200112 2 007
Fakultas keperawatan Universitas Sumatera Utara telah Menyetujui
Skripsi ini sebagai bagian dari persyaratan kelulusan Sarjana Keperawatan
(S.Kep.)
Medan, Januari 2010 Pembantu Dekan I,
Erniyati, S.Kp, MNS.
NIP. 19671208 199903 2 001
Judul : Pengetahuan Perawat Dalam Penatalaksanaan Nyeri Pasien Pasca Operasi Seksio Caesaria di Rumah Sakit Umum Sundari Medan.
Nama Mahasiswa : Dinni Suweni
NIM : 071101111
Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep)
Tahun : 2010
Abstrak
Operasi Caesar atau Sectio Caesaria adalah proses persalinan yang dilakukan dengan cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina atau seksio caesaria adalah suatu histerektomi untuk melahirkan janin dari dalam mulut rahim dan dilakukan ketika proses persalinan normal melalui jalan lahir tidak memungkinkan dikarenakan komplikasi medis (Depkes RI, 2007). Nyeri yang dirasakan pasca seksio caesaria berasal dari luka yang terdapat dari perut (Kasdu, 2003). Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial. Tingkat dan keparahan nyeri pasca operatif terganggu pada fisiologis dan psikologis individu dan toleransi yang ditimbulkan nyeri (Brunner & Suddart, 2002). Menurut Simpson (2001), keahlian perawat dalam berbagai strategi penanganan rasa nyeri adalah hal yang sangat penting, tapi tidak semua perawat meyakini atau menggunakan pendekatan non farmakologis untuk menghilangkan rasa nyeri ketika merawat wanita yang menjalani persalinan karena kurangnya pengenalan teknik non farmakologis, maka perawat harus mengembangkan keahlian dalam berbagai strategi dalam penanganan rasa nyeri. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang pengetahuan perawat dalam penatalaksanaan nyeri pasien pasca operasi seksio caesaria di Rumah Sakit Umum Sundari Medan. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif, sampel diambil dengan metode total sampling dan instrumen yang digunakan berupa kuesioner. Data dikumpulkan melalui wawancara dengan berpedoman pada kuesioner dan data diolah dengan sistem komputerisasi dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentase. Dari penelitian diperoleh hasil
perawat sebagai responden dengan pengetahuan cukup yaitu sebanyak 13 responden (52%) dan pengetahuan baik yaitu sebanyak 12 responden (48%).
Tidak ada perawat dengan pengetahuan yang kurang baik. Diharapkan pembaca dapat meningkatkan pengetahuannya tentang penatalaksanaan nyeri pasien pasca operasi seksio caesaria sehingga pasien mendapatkan pelayanan yang lebih baik.
PRAKATA
Bismillahirrahmanirrahim,
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“Pengetahuan Perawat Dalam Penatalaksanaan Nyeri Pasien Pasca Operasi Seksio
Caesaria di Rumah Sakit Umum Sundari Medan”. Penulis menyadari bahwa
skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, sehingga
dengan kerendahan hati penulis mengharapkan saran dan kritik untuk perbaikan di
masa yang akan datang.
Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada pihak-pihak yang telah
memberikan bantuan, bimbingan dan dukungan dalam proses penyelesaian skripsi
ini sebagai berikut :
1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas
Sumatera Utara.
2. Ibu Erniyati, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara
3. Ibu Ellyta Aizar, S.Kp, selaku dosen pembimbing skripsi.
4. Ibu Nur Afi Darti, S.Kp, M.Kep selaku penguji II
5. Ibu Siti Saidah Nasution, S.Kep, M.Kep, Sp.Mat selaku penguji III.
6. Kedua orang tua dan saudara-saudaraku Dilly Suptiani dan Dewi Lestari, SE
7. Sahabat-sahabatku Evi Mariati, S.kep, Ns, Cholida Fitria AB, S.Kep, Sri
Kurniawati, S.Kep, serta seluruh angkatan 2007 dan 2008 Fakultas
8. Staf perpustakaan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
9. Seluruh staf perawat di Rumah Sakit Umum Sundari Medan.
Akhir kata, penulis mengucapkan banyak terima kasih dan berharap
semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Wassalam.
Medan, Januari 2010
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Pertanyaan Penelitian ... 3
1.3. Tujuan Penelitian ... 4
1.4. Manfaat Penelitian ... 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan ... 5
2.1.1. Defenisi Pengetahuan ... 5
2.1.2. Tingkat Pengetahuan ... 6
2.1.3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan ... 8
2.1.4. Cara Memperoleh Pengetahuan ... 12
2.2. Nyeri ... 12
BAB 3 KERANGKA PENELITIAN 3.1. Kerangka Konseptual ... 26
3.2. Defenisi Operasional ... 27
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Penelitian ... 33 5.1.1. Karakteristik Responden ... 33 5.1.2. Pengetahuan Perawat dalam Penatalaksanaan Nyeri Pasien Pasca Operasi Seksio Caesaria ... 34 5.2. Pembahasan ... 36
BAB 6 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
6.1. Kesimpulan ... 40 6.2. Rekomendasi ... 41
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Operasional Variabel Penelitian... 27
Tabel 2. Distribusi Frekuensi dan Persentasi berdasarkan
Karakteristik Responden (N = 25)... 34
Tabel 3. Deskripsi Pengetahuan Perawat dalam Penatalaksanaan Nyeri Pasien Pasca Operasi Seksio Caesaria Berdasarkan
Tingkat Pendidikan Perawat (N = 25)... 34
Tabel 4. Deskripsi Pengetahuan Perawat dalam Penatalaksanaan Nyeri Pasien Pasca Operasi Seksio Caesaria Berdasarkan
Pengalaman Kerja Perawat (N = 25)... 35
Tabel 5. Deskripsi Pengetahuan Perawat dalam Penatalaksanaan
DAFTAR SKEMA
Skema 1 .Skala Pengukuran Nyeri... 17
Skema 2. Kerangka Konseptual Penelitian Pengetahuan Perawat dalam Penatalaksanaan Nyeri Pasien
Judul : Pengetahuan Perawat Dalam Penatalaksanaan Nyeri Pasien Pasca Operasi Seksio Caesaria di Rumah Sakit Umum Sundari Medan.
Nama Mahasiswa : Dinni Suweni
NIM : 071101111
Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep)
Tahun : 2010
Abstrak
Operasi Caesar atau Sectio Caesaria adalah proses persalinan yang dilakukan dengan cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina atau seksio caesaria adalah suatu histerektomi untuk melahirkan janin dari dalam mulut rahim dan dilakukan ketika proses persalinan normal melalui jalan lahir tidak memungkinkan dikarenakan komplikasi medis (Depkes RI, 2007). Nyeri yang dirasakan pasca seksio caesaria berasal dari luka yang terdapat dari perut (Kasdu, 2003). Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial. Tingkat dan keparahan nyeri pasca operatif terganggu pada fisiologis dan psikologis individu dan toleransi yang ditimbulkan nyeri (Brunner & Suddart, 2002). Menurut Simpson (2001), keahlian perawat dalam berbagai strategi penanganan rasa nyeri adalah hal yang sangat penting, tapi tidak semua perawat meyakini atau menggunakan pendekatan non farmakologis untuk menghilangkan rasa nyeri ketika merawat wanita yang menjalani persalinan karena kurangnya pengenalan teknik non farmakologis, maka perawat harus mengembangkan keahlian dalam berbagai strategi dalam penanganan rasa nyeri. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang pengetahuan perawat dalam penatalaksanaan nyeri pasien pasca operasi seksio caesaria di Rumah Sakit Umum Sundari Medan. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif, sampel diambil dengan metode total sampling dan instrumen yang digunakan berupa kuesioner. Data dikumpulkan melalui wawancara dengan berpedoman pada kuesioner dan data diolah dengan sistem komputerisasi dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentase. Dari penelitian diperoleh hasil
perawat sebagai responden dengan pengetahuan cukup yaitu sebanyak 13 responden (52%) dan pengetahuan baik yaitu sebanyak 12 responden (48%).
Tidak ada perawat dengan pengetahuan yang kurang baik. Diharapkan pembaca dapat meningkatkan pengetahuannya tentang penatalaksanaan nyeri pasien pasca operasi seksio caesaria sehingga pasien mendapatkan pelayanan yang lebih baik.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Operasi Caesar atau Sectio Caesaria adalah proses persalinan yang
dilakukan dengan cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding
uterus melalui dinding depan perut atau vagina atau seksio caesaria adalah suatu
histerektomi untuk melahirkan janin dari dalam mulut rahim. Operasi ini
dilakukan ketika proses persalinan normal melalui jalan lahir tidak
memungkinkan dikarenakan komplikasi medis (Depkes RI, 2007).
Badan Kesehatan Dunia memperkirakan bahwa angka persalinan
dengan bedah caesar adalah sekitar 10% sampai 15%, dari semua proses
persalinan di negara-negara berkembang. Pada tahun 2003, di Kanada memiliki
angka 21%, Britania Raya 20% dan Amerika Serikat 23%, dengan berbagai
pertimbangan seringkali proses bedah caesar dilakukan bukan karena komplikasi
medis saja, melainkan permintaan dari beberapa pasien dikarenakan tidak ingin
mengalami nyeri waktu persalinan normal (Wikipedia, 2009). Angka kejadian
seksio caesaria di RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta, tahun 1999-2000,
menyebutkan bahwa 30% dari 404 persalinan perbulan merupakan persalinan
seksio caesaria (Kasdu, 2003).
Dari hasil penelitian Bensons dan Pernolls, yang dikutip oleh Safitri
(2008), menjelaskan dimana angka kesakitan dan kematian ibu pada tindakan
operasi seksio caesaria labih tinggi dibandingkan persalinan normal, dimana
hidup, angka ini menunjukkan risiko 25 kali lebih besar dibandingkan persalinan
normal.
Nyeri yang dirasakan ibu pasca seksio caesaria berasal dari luka yang
terdapat dari perut (Kasdu, 2003). Nyeri adalah pengalaman sensori dan
emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual
atau potensial. Tingkat dan keparahan nyeri pasca operatif terganggu pada
fisiologis dan psikologis individu dan toleransi yang ditimbulkan nyeri
(Brunner & Suddart, 2002).
Rasa nyeri berbeda pada setiap individu. Melalui pengalaman nyeri,
manusia mengembangkan beraneka mekanisme untuk mengatasi nyeri.
Kemungkinan nyeri dapat menginduksi ketakutan, sehingga timbul kecemasan
yang berakhir dengan kepanikan, maupun keletihan dan kurang tidur dapat
memperberat nyeri selama persalinan (Bobak, 2004).
Fenomena yang terjadi di lapangan bahwa perawat perlu melakukan
pendekatan penatalaksanakan nyeri sehingga dapat memahami nyeri yang klien
rasakan dan dapat memberikan terapi yang sesuai. Scott (1994) yang dikutip oleh
Potter & Perry (2005) menjelaskan bahwa pengkajian rasa tidak nyaman klien dan
evaluasi terapi untuk menghilangkan rasa nyeri menggunakan skala nyeri yang
merupakan metode efektif dalam fungsi keperawatan yaitu untuk penatalaksanaan
pasca operatif, mengevaluasi respons klien terhadap pemberian analgesik dan
mendokumentasikan beratnya nyeri secara objektif.
Penatalaksanaan nyeri efektif tidak hanya mengurangi
ketidaknyamanan fisik tetapi juga meningkatkan mobilisasi lebih awal dan
memperpendek masa hospitalisasi dan mengurangi biaya peralatan kesehatan
(Potter & Perry, 2005).
Menurut Simpson (2001), keahlian perawat dalam berbagai strategi
penanganan rasa nyeri adalah hal yang sangat penting, tapi tidak semua perawat
meyakini atau menggunakan pendekatan non farmakologis untuk menghilangkan
rasa nyeri ketika merawat wanita yang menjalani persalinan karena kurangnya
pengenalan teknik non farmakologis, maka perawat harus mengembangkan
keahlian dalam berbagai strategi dalam penanganan rasa nyeri.
Berdasarkan survey awal yang dilakukan peneliti pada tanggal
05 Juni 2009, penatalaksanaan nyeri yang dilakukan oleh perawat dan bidan
di Rumah Sakit Umum Sundari, yaitu dengan pemberian analgetika untuk
mengurangi nyeri setelah pasca operasi seksio caesaria dan memberikan
perawatan pasca operasi yang efisien yaitu anjuran melakukan mobilisasi segera
mungkin, mengatur posisi yang nyaman, mengajarkan teknik relaksasi pernapasan
perawatan luka operasi dan melakukan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
terapi.
Berdasarkan rincian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang pengetahuan perawat dan bidan dalam penatalaksanaan nyeri
pasien pasca operasi seksio caesaria.
1.2.Pertanyaan Penelitian.
Pertanyaan penelitian ini adalah bagaimana pengetahuan perawat dan
bidan dalam penatalaksanaan nyeri pasien pasca operasi seksio caesaria di Rumah
1.3.Tujuan Penelitian.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran tentang
pengetahuan perawat dan bidan dalam penatalaksanaan nyeri pasien pasca operasi
seksio caesaria di Rumah Sakit Umum Sundari Medan.
1.4.Manfaat Penelitian
Hasil yang diharapkan penelitian ini adalah:
1.4.1. Praktek Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan informasi pada
perawat dan tenaga kesehatan lainnya untuk meningkatkan pelayanan kesehatan
tentang penatalaksanaan nyeri pasien pasca operasi seksio caesaria.
1.4.2. Pendidikan Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan atau
sumber informasi yang berguna bagi mahasiswa keperawatan maupun kebidanan
dan bahan pengajaran dalam mata kuliah keperawatan maternitas, khususnya
tentang pengetahuan perawat dan bidan dalam penatalaksanaan nyeri pasien pasca
operasi seksio caesaria.
1.4.3. Penelitian Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan informasi dan
BAB 2
TINJAUAN TEORITIS
Di dalam tinjauan teoritis ini akan dipaparkan tentang konsep-konsep
terkait dengan pengetahuan, operasi seksio caesaria, nyeri pasca operasi seksio
caesaria dan penatalaksanaan nyeri pasca operasi seksio caesaria.
2.1.Pengetahuan
2.1.1. Definisi Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah
orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan
terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui
mata dan telinga. Pengetahuan umumnya datang dari pengalaman, juga bisa
didapat dari informasi yang disampaikan oleh guru, orang tua, teman, buku dan
surat kabar. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting
untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2003).
Menurut Setiawati (2008), yang mengutip dari Rogers (1974),
pengetahuan adalah hasil dari proses pembelajaran dengan melibatkan indra
penglihatan, pendengaran, penciuman, dan pengecap. Pengetahuan akan
memberikan penguatan terhadap individu dalam setiap mengambil keputusan dan
individu tersebut akan melakukan perubahan dengan mengadopsi prilaku.
Pengetahuan bukan sesuatu yang sudah ada dan tersedia dan sementara
yang terus menerus oleh seseorang yang setiap saat mengalami reorganisasi
karena adanya pemahaman-pemahaman baru. Pengetahuan bukanlah suatu barang
yang dapat dipindahkan dari pikiran seseorang yang telah mempunyai
pengetahuan kepada pikiran orang lain yang belum memiliki pengetahuan tersebut
dan manusia juga dapat mengetahui sesuatu dengan menggunakan indranya
(Budiningsih, 2005).
2.1.2. Tingkat Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2003), tingkatan pengetahuan di dalam domain
kognitif mempunyai enam tingkatan yaitu:
2.1.2.1. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau
rangsangan yang diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan
yang paling rendah.
2.1.2.2. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi
tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus
dapat menjelaskan, memberi contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya
2.1.2.3. Aplikasi (Aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada suatu atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini
dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode,
prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
2.1.2.4. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih di dalam suatu struktur
organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat
dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dalam menggambarkan atau membuat
bagan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.
2.1.2.5. Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi
baru. Misalnya dapat menyusun, merencanakan, meringkas, menyesuaikan dan
sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.
2.1.2.6. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan
pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria
2.1.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Pengetahuan merupakan informasi dan penemuan yang bersifat kreatif
untuk mempertahankan pemgetahuan baru, dimana perawat dapat menggunakan
kemampuan rasional logis dan pemikiran kritis untuk menganalisis informasi
yang diperoleh melalui pembelajaran tradisional, pencarian informasi, belajar dari
pengalaman, penelitian ide terhadap disiplin ilmu lain, dan pemecahan masalah
untuk menentukan terminologi tindakan keperawatan. Selain itu, perawat dapat
menggunakan kemampuan penyelidikan ilmiah untuk mengidentifikasi dan
menyelidiki masalah klinis, profesional atau pendidikan (Potter & Perry, 2005).
Menurut Notoatmodjo (2003), menjelaskan beberapa faktor-faktor
yang mempengaruhi pengetahuan yaitu :
2.1.3.1. Pendidikan
Pendidikan adalah sebagai suatu usaha sadar untuk mengembangkan
kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah berlangsung seumur
hidup, menurut batasan ini proses pendidikan tidak hanya sampai pada
kedewasaan saja, melainkan tetap berlangsung seumur hidup.
Pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti didalam
pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan, perkembangan, atau perubahan kearah
yang lebih dewasa, baik dan matang pada diri individu, kelompok atau
masyarakat. Melalui pendidikan seseorang akan memperoleh pengetahuan,
apabila semakin tinggi tingkat pendidikan, maka hidup akan semakin berkualitas,
dimana seseorang akan berfikir logis dan memahami informasi yang
Pengembangan sistem pendidikan tinggi keperawatan sangat penting
dan berperan dalam pengembangan pelayanan keperawatan profesional,
pengembangan teknologi keperawatan, pembinaan kehidupan keprofesian, dan
pendidikan keperawatan berkelanjutan yang dicapai melalui lulusan dengan
kemampuan profesional. Langkah awal yang perlu ditempuh adalah penataan
pendidikan keperawatan dan memberikan kesempatan kepada perawat untuk
melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi. Lulusan Akademi Keperawatan
diharapkan dapat melanjutkan ke jenjang S1 keperawatan. Pendidikan tinggi
keperawatan sebagai sarana mencapai profesionalisme keperawatan harus tetap
dipacu. Kepedulian terhadap pengelolaan pendidikan tinggi mempunyai alasan
karena keberhasilan pengembangan keperawatan di Indonesia di masa mendatang
sangat bergantung pada penataan dan pengembangan pendidikan tinggi
keperawatan (Nursalam, 2008).
2.1.3.2. Pengalaman
Pengalaman merupakan sumber pengetahuan atau pengalaman
merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Oleh sebab itu,
pengalaman pribadi dapat digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan.
Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh
dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi.
Pengalaman adalah sesuatu yang pernah dirasakan yang merupakan
kesadaran akan sesuatu hal yang tertangkap oleh indera manusia. Sikap yang
diperoleh dari pengalaman akan menimbulkan pengaruh langsung terhadap
prilaku berikutnya yang direalisasikan hanya apabila kondisi dan situasi yang
Pengalaman belajar dan bekerja yang dikembangkan memberikan
pengetahuan dan ketrampilan profesional serta pengalaman belajar selama bekerja
akan dapat mengembangkan kemampuan mengambil keputusan yang merupakan
manifestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik yang bertolak dari
masalah nyata dalam bidang keperawatan (Notoatmodjo, 2003).
2.1.3.3. Pekerjaan
Pekerjaan dapat membawa suatu pengalaman, pengalaman belajar
dalam bekerja yang dikembangkan memberikan pengetahuan dan ketrampilan
profesional serta pengalaman.
Pekerjaan merupakan suatu kegiatan atau aktifitas seseorang untuk
memperoleh penghasilan guna memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.
Pekerja adalah mereka yang bekerja pada orang lain atau institusi, kantor,
perusahaan dengan menerima upah atau gaji, baik berupa uang atau barang.
Sedangkan lapangan kerja atau jabatan adalah suatu pekerjaan yang dilakukan
atau di tugaskan pada seseorang (Notoatmodjo, 2003).
2.1.3.4. Motivasi
Motivasi merupakan dorongan keinginan yang berasal dalam diri
seseorang untuk melakukan sesuatu dalam mencapai tujuan dan dapat dipengaruhi
oleh orang lain atau lingkungan. Untuk merubah karakteristrik yang lama seperti
nilai, sikap, kepercayaan dan pemahaman, maka perlu dukungan dan dorongan
dari orang sekitarnya.
Motivasi merupakan dorongan yang menyebabkan seseorang
mengambil suatu tindakan. Motivasi dapat berasal dari motif sosial, tugas, atau
belajar. Motivasi sosial dibutuhkan untuk berhubungan, penampilan sosial, atau
harga diri. Individu secara umum mencari orang lain untuk membandingkan
pendapat, kemampuan, dan emosi dan penyelesaian tugas memotivasi didasari
oleh kebutuhan seperti keberhasilan dan kompetensi maka pengetahuan yang
diperlukan untuk mempertahankan diri menghasilkan stimulus yang lebih besar
untuk belajar daripada pengetahuan yang hanya meningkatkan kesehatan. Strategi
pengajaran menggambarkan hubungan yang penting dengan berbagai motivasi
fisik (Potter & Perry, 2005).
2.1.3.5. Informasi
Informasi merupakan faktor yang mungkin mencakup ketrampilan dan
sumber daya untuk melakukan prilaku kesehatan. Semakin banyak informasi yang
diterima oleh seseorang maka semakin meningkat pula pengetahuan yang
dimilikinya.
Sumber informasi adalah data yang diproses kedalam suatu bentuk dan
mempunyai nilai nyata. Salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan yang
menjadi sumber informasi adalah lingkungan. Menurut berbagai penelitian
lingkungan akan membentuk kepribadian seseorang dimana lingkungan yang
banyak menyediakan informasi yang akan menambah pengetahuan seseorang
2.1.4. Cara Memperoleh Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau
angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek peneliti
atau responden. Pengetahuan yang ingin kita ketahui dapat diukur dan disesuaikan
dengan tingkatan tersebut di atas (Notoatmodjo, 2003).
2.2. Nyeri
2.2.1 Defenisi Nyeri
Menurut Brunner & Suddart (2001), nyeri adalah pengalaman sensori
dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang
aktual atau potensial. Nyeri terjadi bersama proses penyakit atau bersamaan
dengan beberapa pemeriksaan diagnostik atau pengobatan.
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan
bersifat sangat subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam
hal skala atau tingkatnya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan
atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya (Hidayat, 2006).
2.2.2. Klasifikasi Nyeri
Klasifikasi nyeri secara umum dibagi menjadi dua, yakni nyeri akut
dan kronis. Nyeri akut merupakan nyeri yang timbul secara mendadak dan cepat
menghilang, yang tidak melebihi 6 bulan dan ditandai adanya peningkatan
tegangan otot. Nyeri kronis merupakan nyeri yang timbul secara perlahan-lahan,
Yang termasuk dalam kategori nyeri kronis adalah nyeri terminal sindrom, nyeri
kronis dan nyeri psikosomatis (Hidayat, 2006).
Menurut Brunner & Suddarth (2001), nyeri akut mengindikasikan
bahwa kerusakan atau cedera telah terjadi. Hal ini menarik perhatian pada
kenyataan bahwa nyeri ini benar terjadi dan mengajarkan kepada kita untuk
menghindari situasi serupa yang secara potensial menimbulkan nyeri. Nyeri akut
biasanya menurun sejalan dengan terjadinya penyembuhan. Nyeri kronis
berlangsung diluar waktu penyembuhan yang diperkirakan dan sering tidak dapat
dikaitkan dengan penyebab atau cedera spesifik dan sering sulit untuk diobati
karena biasanya nyeri ini tidak memberikan respons terhadap pengobatan yang
diarahkan pada penyebabnya.
2.2.3. Fisiologi Nyeri
Nyeri merupakan campuran fisik, emosi dan perilaku, cara yang paling
baik untuk memahami pengalaman nyeri, akan membantu untuk menjelaskan tiga
komponen fisiologis berikut, yakni ; resepsi, persepsi dan reaksi. (Potter & Perry,
2005). Respons fisiologis terhadap nyeri dapat mencakup pernyataan verbal,
perilaku vokal, ekspresi wajah, gerakan tubuh, kontak fisik dengan orang lain,
atau perubahan respon terhadap lingkungan (Brunner & Suddart, 2001).
Nyeri alat dalam, seperti nyeri somatik dalam, mencetuskan kontraksi
refleks otot-otot rangka disekitarnya. Kejang refleks ini biasanya terjadi didinding
abdomen dan menyebabkan dinding abdomen kaku. Hal ini paling nyata apabila
peradangan alat dalam melibatkan peritonium. Tanda-tanda klasik peradangan alat
hipotensi dan berkeringat, dan kejang dinding abdomen. Nyeri tekan disebabkan
oleh peningkatan kepekaan reseptor nyeri di alat dalam, perubahan otonom
disebabkan oleh pengaktifan refleks-refleks viseral dan kejang disebabkan oleh
kontraksi otot rangka di dinding abdomen (Ganong, 1998).
Perubahan fisiologis involunter dianggap sebagai indikator nyeri yang
lebih akurat dibandingkan dengan laporan verbal pasien, respon involunter
tersebut adalah peningkatan tekanan darah, pernapasan, nadi, pucat, dan
berkeringat merupakan respons rangsangan sistem saraf otonom, dan bukan
karena nyeri itu sendiri (Tamsuri, 2006).
Penyebab nyeri dapat diklasifikasikan ke dalam dua golongan yaitu
penyebab yang berhubungan dengan fisik dan berhubungan dengan psikis. Secara
fisik misalnya, penyebab nyeri adalah trauma (baik trauma mekanik, termis,
kimiawi, maupun elektrik), neoplasma, peradangan, gangguan sirkulasi darah, dan
lain- lain. Secara psikis, penyebab nyeri dapat terjadi oleh karena adanya trauma
psikologis. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa nyeri yang disebabkan
oleh faktor fisik berkaitan dengan terganggunya serabut saraf reseptor nyeri.
Serabut saraf ini terletak dan tersebar pada lapisan kulit dan pada jaringan–
jaringan tertentu yang terletak lebih dalam (Asmadi, 2008)
2.2.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nyeri
Menurut Potter & Perry (2005), nyeri dipengaruhi oleh berbagai
faktor, yaitu: usia, ansietas, keletihan, pengalaman sebelumnya gaya koping,
Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri, toleransi
terhadap nyeri meningkat sesuai dengan pertambahan usia, misalnya semakin
bertambah usia seseorang maka semakin bertambah pula pemahaman terhadap
nyeri dan usaha mengatasinya (Priharjo, 1993).
Hubungan antara nyeri, ansietas dan keletihan bersifat kompleks,
ansietas seringkali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri dapat menimbulkan
perasaan ansietas, maka rasa cemas yang tidak hilang seringkali menyebabkan
psikosisi dan gangguan kepribadian, sedangkan keletihan meningkatkan persepsi
dan rasa kelelahan yang menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan
menurunkan kemampuan koping (Potter & Perry, 2005).
Pengalaman nyeri sebelumnya tidak selalu berarti bahwa individu
tersebut akan menerima nyeri dengan lebih mudah pada masa yang akan datang,
cara seseorang berespons terhadap nyeri adalah akibat dari banyak kejadian nyeri
adalah akibat dari banyak kejadian nyeri selama rentang kehidupannya, bagi
beberapa orang nyeri masa lalu dapat saja menetap dan tidak terselesaikan, seperti
pada nyeri berkepanjangan atau kronis dan persisten (Brunner & Suddarth, 2001)
Respons psikologis sangat berkaitan dengan pemahaman klien
terhadap nyeri yang terjadi atau arti nyeri bagi klien, klien mengartikan nyeri
sebagai sesuatu yang “negatif” cenderung memiliki suasana hati yang sedih,
berduka, ketidakberdayaan, dan dapat berbalik menjadi rasa marah dan frustasi,
sebaliknya pada klien yang memiliki persepsi nyeri yang “positif” akan menerima
nyeri yang dialami. Pemahaman dan pemberian arti bagi nyeri sangat dipengaruhi
budaya, dan juga pada fase pasca nyeri klien mungkin mengalami trauma
psikologis, takut, depresi, serta menggigil (Tamsuri, 2006).
Menurut Niven (2000), menjelaskan bahwa respons psikologis
terhadap nyeri akut berbeda dengan reaksi teradap nyeri kronik. Nyeri akut sering
melibatkan ketidaknyamanan dalam waktu yang singkat dan dapat kembali lagi.
Nyeri kronis sering tidak mempunyai sebab yang jelas, menetap dan melibatkan
penyesuaian psikologis yang besar dengan gejala yang dihubungkan dengan nyeri
kronik adalah gangguan tidur, marah pada orang lain, penurunan aktifitas, depresi,
toleransi nyeri yang menurun, kelelahan, dan keletihan.
2.2.5. Pengkajian Nyeri
Pengkajian nyeri yang benar bagi petugas kesehatan untuk menetapkan
status nyeri klien, harus lebih bertanggung jawab dan bertanggung gugat terhadap
perawatan yang diberikan, dan lebih berorientasi pada sifat kemitraan dalam
melakukan penatalaksanaan nyeri. Pengkajian nyeri yang faktual dan akurat
dibutuhkan untuk menetapkan data dasar, untuk menegakkan diagnosa
keperawatan yang tepat, untuk menyeleksi terapi yang cocok, dan untuk
mengevaluasi respons klien terhadap terapi (Potter & Perry, 2005).
Menurut Tamsuri (2006), pengkajian nyeri meliputi berbagai aspek,
yaitu : Intensitas nyeri, karakteristis nyeri, faktor yang meredakan nyeri, efek
nyeri terhadap aktivitas kehidupan sehari-hari, kekhawatiran individu tentang
Skala Intensitas Nyeri
Skala Intensitas Nyeri Deskpritif Sederhana
Tidak Ada Nyeri
Nyeri Ringan Nyeri Sedang
Skala Intensitas Nyeri Numerik 0-10
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Skala Analog Visual
Tidak Ada Nyeri Nyeri Paling Hebat
Skema. 1. Skala Pengukuran Nyeri Smeltzer, S.C Bare B.G (2002).
2.2.6. Manajemen Nyeri
Menurut Tamsuri (2006), menjelaskan bahwa ada beberapa tindakan
untuk mengatasi nyeri, yaitu tindakan pengobatan (farmakologis) dan tindakan
non farmakologis (tanpa pengobatan).
2.2.6.1. Intervensi Farmakologi
Beberapa agens famakologis digunakan untuk menangani nyeri semua
agens memerlukan resep dokter, penatalaksanaan nyeri akut, perawat memberikan
asuhan keperawatan kepada klien yang menjalani pembedahan dan prosedur
medis. Ada tiga jenis analgesik, yakni : (1) non-narkotik dan obat antiinflamasi
non steroid (NSAID), (2) analgesik narkotik atau opiat, dan (3) obat tambahan
pengobatan gigi dan prosedur bedah minor, episiotomi dan masalah pada
punggung bagian bawah (Potter & Perry, 2005).
2.2.6.2. Intervensi non Farmakologis
Tindakan nonfarmakologis mencakup intervensi perilaku kognitif dan
penggunaan agen-agen fisik. Tujuan intervensi perilaku kognitif adalah mengubah
persepsi klien tentang nyeri, mengubah perilaku nyeri, dan memberi klien rasa
pengendalian yang lebih besar. Agens-agens fisik bertujuan untuk memberikan
rasa nyaman, memperbaiki disfungsi fisik, mengubah respon fisiologis dan
mengurangi rasa takut (Potter & Perry, 2005).
Pedoman AHCPR (1992), dikutip oleh Brunner & Suddart (2001),
penatalaksanaan nyeri intervensi non farmakologis untuk klien yang memenuhi
kriteria antara lain yaitu : klien merasa bahwa intervensi tersebut menarik, klien
yang mengekspresikan kecemasan atau ketakutan, klien yang memperoleh
manfaat dari upaya menghindari atau mengurangi terapi obat, klien yang memiliki
kemungkinan untuk mengalami dan mengembangkan koping dengan interval
nyeri pasca operasi yang lama, klien yang masih merasa nyeri setelah
2.3. Seksio Caesaria
2.3.1. Defenisi Seksio Caesaria
Menurut Kasdu (2003), seksio caesaria adalah persalinan untuk
melahirkan janin dengan berat 500 gram atau lebih, melalui pembedahan diperut
dengan menyayat dinding rahim.
Seksio caesaria adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan
membuka dinding perut dan dinding uterus untuk menyelamatkan kehidupan ibu
dan janinnya (Burroughs, 2001).
Tujuan seksio caesaria adalah persalinan dengan segera sehingga
uterus segera berkontraksi dan menghentikan pendarahan, menghindarkan
kemungkinan terjadi robekan pada servik jika janin dilahirkan pervaginam
(Saifuddin, 2001).
2.3.2. Indikasi Seksio Caesaria 2.3.2.1. Indikasi medis
Secara terperinci indikasi medis dari seseorang ibu yang harus
menjalani seksio caesaria, yaitu : plasenta previa sentralis dan lateralis, panggul
sempit, disproporsi sefaloselvik, ruptura uteri yang mengancam, partus lama
(prolonged labour), partus tak maju (obstructed labour), distosia serviks,
preeklamsia dan hipertensi, malpresentasi janin, distosia karena tumor, dan gawat
janin (Mochtar, 2001).
2.3.2.2. Indikasi sosial
Selain indikasi medis terdapat indikasi non medis yaitu indikasi sosial.
pasien walaupun tidak ada masalah atau kesulitan untuk melakukan persalinan
normal. Tindakan seksio caesaria ini biasanya sudah direncanakan terlebih dahulu
ini yang disebut dengan seksio caesaria elektif (Oxorn, 2001).
2.3.3. Penatalaksanaan Nyeri Pasca Operasi Seksio Caesaria
Penatalaksanaan nyeri bukan hanya sekedar berupaya untuk
menghilangkan nyeri, tetapi juga menekankan pada upaya untuk meningkatkan
kualitas hidup klien dan kemampuan bekerja secara produktif, untuk membuat
klien dapat menikmati rekreasi, dan membantu klien berfungsi secara normal di
dalam keluarga dan masyarakat (Potter & Perry, 2005).
Mengurangi rasa nyeri dan tidak nyaman yang hebat merupakan
intervensi keperawatan yang memerlukan ketrampilan dan pengetahuan
keperawatan, dalam konsep yang berhubungan dengan nyeri, pengumpulan data
dan terapi yang bermanfaat kepekaan dan empati bagi perawat memerlukan
pendekatan yang sistematis pada pasien yang menderita nyeri (Barbara, 1996).
Untuk mengintervensi pasien yang mengalami nyeri, peran perawat
dalam penatalaksanaan nyeri yaitu dapat membantu meredakan nyeri dengan
memberikan intervensi penghilang nyeri, mengkaji keefektifan intervensi tersebut,
memantau terhadap efek yang merugikan dan berperan sebagai advokat pasien
apabila intervensi yang dianjurkan tidak efektif dalam meredakan nyeri (Brunner
& Suddart, 2001).
Pada pasca operasi keadaan penderita gawat, segara dipindahkan ke
unit perawatan darurat untuk perawatan bersama dengan unit anestesi. Setelah
ke tempat semula dan perawatan luka dan pengukuran tanda-tanda vital
dilanjutkan (Mochtar, 2001). Tanda-tanda vital dapat berlangsung setiap 15 menit
selama 1-2 jam atau hingga keadaan stabil selanjutnya diberikan oxytosin
intravenous untuk merangsang uterus untuk berkontraksi dan mengurangi
kehilangan darah kemudian diberikan obat analgetik untuk mendorongnya.
Tindakan pemberian analgetik untuk rasa nyeri di lokasi sayatan dapat diberikan
setiap 3-4 jam, atau analgetik yang di kontrol pasien atau epidural narkotika dapat
diresepkan dokter (Burroughs, 2001).
Pemberian cairan perinfus harus cukup beserta elektrolit yang
diperlukan sehinggan tidak terjadi hipetermi, dehidrasi dan komplikasi pada
organ-organ tubuh lainnya, jumlah cairan yang keluar ditampung dan diukur, hal
ini dapat dipakai sebagai pedoman pemberian cairan perinfus dihentikan setelah
penderita flatus, lalu mulailah pemberian makanan dan cairan peroral. Pemberian
makanan rutin akan berubah bila dijumpai komplikasi pada saluran pencernaan
seperti adanya perut gembung dan jalannya peristaltik yang kurang sempurna
(Mochtar, 2001).
Selama masih dalam perawatan, luka bekas irisan operasi akan terus
dipantau oleh perawat karena dikhawatirkan terjadi perdarahan atau infeksi pada
luka tersebut. Setelah penderita sadar dalam 24 jam pertama rasa nyeri masih
dirasakan di daerah operasi. Untuk mengurangi rasa nyeri dapat diberikan obat
anti sakit dan penenang. Setelah hari pertama atau kedua rasa nyeri akan hilang
sendiri. Luka insisi dibersihkan dengan alkohol dan larutan suci hama (larutan
Kasdu, (2003) juga menjelaskan bahwa pembalut atau penutup luka
berfungsi sebagai penghalang dan pelindung terhadap infeksi selama proses
penyembuhan, pertahankan penutup luka sejak hari pertama pembedahan untuk
mencegah infeksi selama proses rehabilitasi berlangsung. Jika pembalut luka
terjadi perdarahan atau keluar cairan cukup banyak dan terus bertambah maka
pembalut dibuka dan dilihat luka dan penyebabnya kemudian diganti dengan
pembalut baru.
Mobilisasi segera tahap demi tahap sangat berguna untuk membantu
jalannya penyembuhan penderita. Kemajuan mobilisasi bergantung pada jenis
operasi yang dilakukan dan komplikasi yang mungkin dijumpai. Mobilisasi
berguna untuk mencegah terjadinya trombosis dan emboli. Sebaliknya terlalu dini
melakukan mobilisasi juga dapat mempengaruhi penyembuhan luka operasi. Jadi,
mobilisasi secara teratur dan bertahap diikuti dengan istirahat adalah yang paling
dianjurkan (Mochtar, 2001).
Menurut Kasdu, (2003), setelah dari ruang operasi pasien akan dibawa
ke ruang pemulihan, setelah itu dilakukan pemeriksaan meliputi pemeriksaan
tingkat kesadaran, sirkulasi pernapasan, tekanan darah, suhu tubuh, jumlah urin
yang tertampung dikantong urin, jumlah darah dalam tubuh, serta jumlah dan
bentuk cairan lokia. Hal ini dilakukan untuk memastikan tidak ditemukan
gumpalan darah yang abnormal atau perdarahan yang berlebihan. Kondisi rahim
(uterus) dan leher rahim (serviks) juga diperiksa apakah keduanya berfungsi
normal pemeriksaan yang lain yaitu pemantauan keadaan emosional secara
Asmadi (2008), menjelaskan bahwa ada beberapa metode dan teknik
yang dapat dilakukan dalam upaya untuk mengatasi nyeri antara lain sebagai
berikut:
a. Distraksi
Distraksi adalah mengalihkan perhatian klien dengan nyeri, menurut
Tamsuri, (2006), menerangkan beberapa teknik distraksi adalah sebagai berikut:
1. Distraksi visual, misalnya melihat pertandingan, menonton televisi, membaca
koran, melihat pemandangan dan gambar termasuk distraksi visual.
2. Distraksi pendengaran, misalnya mendengarkan musik, suara burung atau
gemericik air, dan lain-lain.
3. Distraksi pernapasan, bernapas ritmik dan masase, instruksikan klien untuk
melakukan pernapasan ritmik, dan pada saat yang bersamaan lakukan masase
pada bagian tubuh yang mengalami nyeri dengan melakukan pijatan atau
gerakan memutar di area nyeri.
4. Distraksi intelektual, misalnya mengisi teka-teki silang, bermain kartu,
melakukan kegemaran dan lain-lain.
5. Teknik pernapasan, misalnya bermain, menyanyi menggambar.
b. Relaksasi
Menurut Potter & Perry (2005), menjelaskan bahwa relaksasi
merupakan kebebasan mental dan fisik dari ketegangan dan stress. Teknik
relaksasi memberikan individu kontrol diri ketika terjadi rasa tidak nyaman atau
nyeri, stress fisik dan emosi pada nyeri. Teknik relaksasi dapat digunakan saat
indvidu dalam kondisi sehat atau sakit. Teknik relaksasi tersebut merupakan
mungkin perlu diajarkan beberapa kali agar mencapai hasil yang optimal, klien
yang telah mengetahui teknik ini mungkin hanya perlu diinstruksikan
menggunakan teknik relaksasi untuk menurunkan atau mencegah meningkatnya
nyeri.
Menurut Asmadi (2008), menjelaskan bahwa teknik relaksasi ini
didasarkan kepada keyakinan bahwa tubuh berespons pada ansietas yang
merangsang pikiran karena nyeri atau kondisi penyakitnya. Teknik relaksasi dapat
menurunkan ketegangan fisiologis. Teknik ini dapat dilakukan dengan kepala
ditopang dalam posisi berbaring atau duduk dikursi. Hal utama yang di butuhkan
dalam pelaksanaan teknik relaksasi adalah klien dengan posisi yang nyaman, klien
dengan pikiran yang beristirahat, dan lingkungan yang tenang.
Menurut Bobak (2004), ada beberapa tindakan yang dapat dilakukan
untuk mengurangi rasa nyeri seperti mengubah posisi, mengganjal insisi dengan
bantal saat bergerak atau batuk, memberi kompres panas pada abdomen, dan
teknik relaksasi seperti musik, pernapasan, dan lampu yang remang-remang bisa
juga digunakan. Simpson (2001), juga menjelaskan bahwa bantal digunakan untuk
menjaga posisi dan menopang tungkai, ketika posisi menyamping bantal
ditempatkan di bawah punggung dan diantara lutut, dalam posisi semi fowler
bantal dapat diletakkan dibawah lutut atau lengan. Dan juga penggunaan
hidroterapi selama persalinan yang ditemukan untuk meningkatkan rileks,
menghilangkan rasa nyeri mengurangi tekanan darah dan meningkatkan diuresis.
c. Hipnotis/Hipnoterapi
Hipnotis adalah suatu teknik yang menghasilkan suatu keadaan tidak
penghipnotisan. Hipnoterapi mendefenisikan sebagai penggunaan hipnotis untuk
membuat suatu kepatuhan dan kondisi seperti tidur dalam terapi kondisi-kondisi
dengan komponen psikologis yang besar (Mander, 2004).
Hipnotis atau hipnoterapi menjelaskan bahwa kesadaran individu
terdiri dari beberapa tingkat kesadaran yang memungkinkannya berfungsi pada
tingkat lain dari tingkat tempat nyeri diterima, yang menghasilkan laporan tidak
ada nyeri. Secara simultan ‘pengamat tersembunyi’ mempertahankan kesadaran
semua aktifitas dan memungkinkan semua pengingatan kembali dan persepsi
nyeri ketika efek seperti tidur hipnosis hilang. Hal ini kemungkinan dipengaruhi
oleh ‘kemampuan untuk menghipnotis’ seseorang yang telah membangkitkan
keprihatinan dan banyak penelitian mengenai relevansi hipnoterapi dalam
persalinan (Mander, 2004).
Salah satu contoh dalam penghipnotisan yaitu imajinasi terbimbing
yang merupakan kegiatan klien membuat suatu bayangan yang menyenangkan
dan mengkonsentrasikan diri pada bayangan tersebut serta berangsur-angsur
membebaskan diri dari perhatian terhadap nyeri (Asmadi, 2008).
Imajinasi terbimbing melibatkan wanita yang menggunakan imajinasi
untuk mengontrol nyerinya. Hal ini dicapai dengan menciptakan bayangan yang
mengurangi keparahan nyeri atau yang terdiri dari pengganti yang lebih dapat
diterima dan tidak nyeri.oleh karena keterllibatan aktif ibu yang sangat penting
dalam teknik ini, ibu dapat mengembangkan rasa dapat mengendalikan nyerinya
BAB 3
KERANGKA PENELITIAN
3.1. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual ini disusun untuk mendeskripsikan tentang
pengetahuan perawat dan bidan dalam penatalaksanaan nyeri pasien pasca operasi
seksio caesaria di Rumah Sakit Umum Sundari Medan. Pengetahuan ini akan
digambarkan dalam kriteria baik, cukup, dan kurang.
= = Variabel yang diteliti = Variabel yang tidak diteliti
Skema 2. Kerangka Konseptual Penelitian Pengetahuan Perawat dan bidan dalam Penatalaksanaan Nyeri Pasien Pasca Operasi Seksio Caesaria.
Pengetahuan Perawat dan Bidan tentang Penatalaksanaan Nyeri Secara Non Farmakologis pada Pasien Pasca Operasi Seksio Caesaria:
- Distraksi - Relaksasi - Hipnoterapi
Kategori Pengetahuan :
- baik
- cukup
- kurang
Factor- factor yang mempengaruhi:
3.2. Defenisi Operasional
No Variabel Defenisi Operasional Alat ukur Hasil ukur Skala 1 Pengetahuan
perawat dan
bidan
Pengetahuan perawat
dan bidan tentang
penatalaksanaan nyeri
satu dari ke empat
pilihan jawaban
merupakan jawaban
yang benar dan yang
lainnya adalah salah.
Baik 14-20
Cukup 7-13
Kurang 0-6
Ordinal
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif, yang
bertujuan untuk menggambarkan pengetahuan perawat dan bidan dalam
penatalaksanaan nyeri pasien pasca operasi seksio caesaria di Rumah Sakit Umum
Sundari Medan.
4.2. Populasi dan Sampel
Populasi dari penelitian ini adalah seluruh perawat dan bidan yang
bertugas diruang rawat inap bersalin di Rumah Sakit Umum Sundari Medan yang
berjumlah 25 orang, dengan latar belakang pendidikan AKPER, AKBID, dan
SPK.
Sampel pada penelitian ini adalah semua jumlah dijadikan populasi.
Hal ini sesuai dengan pendapat Arikunto (2006), yang menyatakan bahwa
subjeknya kurang dari 100 orang, maka lebih baik diambil semuanya, sehingga
penelitian ini merupakan penelitian populasi. Jadi, tehnik pengambilan sampel
pada penelitian ini adalah total sampling.
4.3. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Sundari Medan.
Rumah Sakit Sundari Medan merupakan salah satu rumah sakit pendidikan dan
4.4. Pertimbangan Etik Penelitian
Penelitian ini terdapat beberapa hal yang berkaitan dengan
permasalahan etik, yaitu memberi penjelasan kepada calon responden penelitian
tentang tujuan penelitian dan prosedur pelaksanaan penelitian. Penelitian ini
dilakukan setelah proposal disetujui oleh institusi pendidikan Fakultas
Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan izin pengumpulan data diperoleh
dari direktur rumah sakit. Peneliti mengakui hak-hak responden dalam
menyatakan kesediaan atau ketidaksediaan untuk dijadikan objek penelitian.
Lembar persetujuan (informed consent) ditandatangani berdasarkan keinginan
objek penelitian. Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak akan
mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data (kuesioner) yang
disi oleh responden. Lembar tersebut hanya diberi nomor kode tertentu.
Kerahasiaan informasi yang diberikan oleh responden dijamin oleh peneliti
(Nursalam, 2003).
4.5. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa kuisioner yang
akan dikembangkan berdasarkan kerangka penelitian yang telah disusun. Lembar
kuisioner terdiri dari dua bagian yaitu bagian pertama data demografi yang
meliputi nama (inisial), usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan lama bekerja.
Bagian kedua adalah kuisioner tingkat pengetahuan perawat dan bidan dalam
penatalaksanaan nyeri pasien pasca operasi seksio caesaria, dengan jenis
pertanyaan tertutup yang hanya merupakan pilihan jawaban a, b, c, atau d. Salah
lainnya adalah jawaban yang salah. Untuk jawaban benar diberi skor 1 dan
jawaban salah diberi skor 0. Nilai maksimum yang di dapat dari setiap jawaban di
kali dengan jumlah soal yaitu 20 × 1 = 20, dan untuk nilai minimum dari setiap
jawaban juga dikali dengan jumlah soal yaitu 20 × 0 = 0
Untuk penentuan kategori pada tingkat pengetahuan digunakan rumus
(Sudjana,1992) dengan rumus :
Rentang
P =
Banyak kelas
Berdasarkan rumus di atas maka tingkat pengetahuan perawat dan
bidan diklasifikasikan ke dalam 3 kelas yaitu tingkat pengetahuan baik, cukup,
dan kurang baik, sehingga panjang kelasnya adalah 6 dengan batas interval
sebagai berikut : Tingkat pengetahuan baik (14-20), pengetahuan cukup (7-13),
pengetahuan kurang baik (0-6).
4.6. Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data dilakukan setelah mengajukan
permohonan izin pelaksanaan penelitian pada institusi pendidikan (Fakultas
Keperawatan Universitas Sumatera Utara), kemudian mendapat izin dari Rumah
Sakit Umum Sundari Medan, kemudian menjelaskan kepada calon responden
tentang tujuan penelitian, manfaat dan proses pengisian kuisioner sebelum
menanyakan kesediaannya untuk menjadi responden. Setelah diisi, kuisioner
dikumpulkan kembali oleh peneliti dan diperiksa kelengkapannya. Apabila ada
yang tidak lengkap, maka harus dilengkapi hari itu juga, dan selanjutnya data
4.7. Uji Validitas dan Reliabilitas
Validitas merupakan suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat
kevalidan dan kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen yang valid atau sahih
mempunyai validitas tinggi sebaliknya, instrumen yang kurang valid berarti
memiliki validitas yang rendah. Suatu instrumen dikatakan valid apabila mampu
mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkapkan data dari variabel yang
diteliti secara tepat (Arikunto, 2006). Uji validitas instrumen pada penelitian ini
dilakukan oleh staf perawat di salah satu Rumah Sakit Swasta di Medan. .
Penelitian ini menggunakan uji reliabilitas konsistensi internal karena
memiliki kelebihan yaitu pemberian instrumen hanya satu kali dengan satu bentuk
instrumen kepada suatu objek studi (Dempsey & Dempsey, 2002). Uji reliabilitas
instrumen bertujuan untuk mengukur konsistensi instrumen sehingga dapat
digunakan untuk penelitian berikutnya dalam ruang lingkup yang sama. Instrumen
atau alat ukur yang baik adalah alat ukur yang memberikan hasil yang sama bila
digunakan beberapa kali pada kelompok subjek yang sama (Azwar, 2003). Untuk
variabel pengetahuan uji reliabilitas dilakukan terhadap 10 responden dengan
menggunakan rumus Kuder Richardson (KR-21) dengan jumlah pertanyaan
20 dengan hasil uji reliabilitas 0,663 dimana lebih besar dari r tabel = 0,632, maka
instrumen ini dikatakan reliabel.
4.8. Analisa Data
Setelah data terkumpul maka peneliti melakukan analisa data, melalui
beberapa tahapan, antara lain tahap pertama editing yaitu memeriksa kelengkapan
petunjuk, tahap kedua coding yaitu memberi kode atau angka tertentu pada
kuisioner untuk mempermudah tabulasi dan analisa data, tahap ketiga processing
yaitu memasukkan data dari kuisioner kedalam program komputer dengan
menggunakan komputerisasi yakni program SPSS, tahap keempat cleaning yaitu
memeriksa kembali data yang telah dimasukkan untuk mengetahui ada kesalahan
atau tidak.
Data setelah ditabulasi diberi nilai sesuai dengan jawaban yang
diberikan responden. Untuk variabel pengetahuan skala ukur yang digunakan
adalah skala ordinal yang dimana hasilnya akan dibagi menjadi tiga kategori
tingkat pengetahuan yaitu : pengetahuan kurang baik (0-6), cukup (7-13), dan
baik (14-20). Untuk uji parametrik yang dipakai adalah uji reliabilitas dengan
menggunakan KR-21. Selanjutnya data demografi dan variabel pengetahuan akan
BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Penelitian
Dalam bab ini diuraikan hasil penelitian mengenai pengetahuan
perawat dan bidan dalam penatalaksanaan nyeri pasien pasca operasi seksio
caesaria. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Desember 2009 terhadap 25
responden di Rumah Sakit Umum Sundari Medan. Penyajian data hasil penelitian
meliputi deskripsi karakteristik responden dan deskripsi pengetahuan perawat dan
bidan dalam penatalaksanaan nyeri pasien pasca operasi seksio caesaria.
5.1.1. Karakteristik Responden
Pada hasil penelitian akan diuraikan tentang gambaran data demografi
25 responden yang meliputi usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman
kerja, dan riwayat mengikuti pelatihan manajemen nyeri non farmakologis. Selain
data demografi, diuraikan juga pengetahuan perawat dan bidan dalam
penatalaksanaan nyeri pasien pasca operasi seksio caesaria di Rumah Sakit Umum
Sundari Medan.
Pada tabel 2 dapat dilihat bahwa seluruh responden berusia
20 – 40 tahun dan berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 25 responden
(100%). Mayoritas tingkat pendidikannya AKPER yaitu sebanyak 19 responden
(76%). Mayoritas responden memiliki pengalaman kerja selama 1 – 5 tahun yaitu
sebanyak 12 responden (48 %). Mayoritas responden tidak pernah mengikuti
pelatihan atau seminar tentang manajemen nyeri nonfarmakologis yaitu sebanyak
Tabel 2. Distribusi Frekuensi dan Persentasi berdasarkan Karakteristik Responden (N = 25)
Karakteristik Responden Frekuensi Persentase Usia tentang manajemen nyeri non farmakologis
5.1.2. Pengetahuan Perawat dan Bidan dalam Penatalaksanaan Nyeri Pasien Pasca Operasi Seksio Caesaria
Tabel 3 di atas menunjukkan bahwa dari 3 responden dengan latar
belakang pendidikan SPK diketahui pengetahuan cukup sebanyak 2 responden
dan pengetahuan baik 1 responden, untuk latar belakang pendidikan AKPER dari
19 responden dengan pengetahuan cukup sebanyak 10 responden dan lainnya
dengan pengetahuan baik, sedangkan untuk latar belakang pendidikan AKBID
dari 3 responden mempunyai pengetahuan cukup 1 responden dan pengetahuan
baik 2 responden.
Tabel 4. Deskripsi Pengetahuan Perawat dan Bidan dalam Penatalaksanaan Nyeri Pasien Pasca Operasi Seksio Caesaria Berdasarkan Pengalaman Kerja Perawat (N = 25)
Tabel 4 di atas menerangkan bahwa dari 3 responden dengan
pengalaman kerja < 1 tahun semuanya mempunyai pengetahuan yang cukup,
untuk responden dengan pengalaman kerja 1 – 5 tahun mempunyai pengetahuan
baik sebanyak 7 responden dan pengetahuan cukup sebanyak 5 responden,
sedangkan untuk responden dengan pengalaman kerja > 5 tahun memiliki
pengetahuan baik sebanyak 5 responden dan pengetahuan cukup sebanyak
5 responden.
Tabel 5. Deskripsi Pengetahuan Perawat dan Bidan dalam Penatalaksanaan Nyeri Pasien Pasca Operasi Seksio Caesaria.
Pengetahuan Frekuensi Persentase
Tabel 5 menunjukkan bahwa mayoritas pengetahuan perawat dan
bidan dalam penatalaksanaan nyeri pasien pasca operasi Seksio Caesaria dengan
hasil penelitian yang diperoleh dari responden yang menjawab pernyataan dengan
skor 7-13 termasuk dalam tingkat pengetahuan cukup yaitu sebanyak 13
responden (52%).
5.2. Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden
(19 responden/76%) berlatar belakang tingkat pendidikan AKPER.
Dari 19 responden dengan latar belakang pendidikan Akper tersebut, hanya 9
responden (47%) yang mempunyai tingkat pengetahuan baik dan 10 responden
(52%) mempunyai tingkat pengetahuan cukup, maka pengetahuan perawat di
rumah sakit tersebut mempunyai pengetahuan yang cukup ini terjadi karena
kurangnya pengetahuan perawat dalam melakukan penatalaksanaan nyeri pasien
pasca operasi seksio caesaria. Hal ini didukung oleh pernyataan Budiningsih
(2005) bahwa pengetahuan bukan sesuatu yang sudah ada dan tersedia dan
sementara orang lain tinggal menerimanya. Pengetahuan adalah sebagai suatu
pembentukan yang terus menerus oleh seseorang yang setiap saat mengalami
reorganisasi karena adanya pemahaman-pemahaman baru, maka diharapkan bagi
setiap perawat ataupun bidan dapat menambah pengetahuannya melalui informasi
yang ada disekitarnya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua responden berusia antara
20-40 tahun yaitu 25 responden (100%) menurut Notoadmodjo (2003)
ke arah yang lebih dewasa, baik dan matang pada diri individu jadi, pengetahuan
seseorang bertambah sesuai dengan pertambahan usia.
Pengetahuan umumnya datang dari pengalaman, bisa didapat dari
informasi yang disampaikan oleh guru, orang tua, teman, buku, dan surat kabar.
Selain itu, lingkungan juga akan membentuk kepribadian seseorang dimana
lingkungan banyak menyediakan informasi yang dapat menambah pengetahuan
seseorang. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (Notoadmodjo, 2003). Pernyataan ini
mendukung hasil penelitan bahwa mayoritas responden mempunyai pengalaman
kerja selama 1 – 5 tahun yaitu sebanyak 12 responden (48%) dengan pengetahuan
baik sebanyak 7 responden, pengetahuan cukup sebanyak 5 responden dan tidak
ada perawat yang mempunyai pengetahuan tidak baik, untuk pengalaman kerja
< 5 tahun yaitu sebanyak 10 responden (40%) dengan pengetahuan baik
5 responden dan pengetahuan cukup 5 responden, hal ini dapat dinyatakan bahwa
pengalaman kerja < 5 tahun tidak mendukung untuk memiliki pengetahuan yang
lebih baik, maka hal ini dapat di ungkapkan oleh Notoadmodjo (2003) bahwa
melalui pendidikan seseorang akan memperoleh pengetahuan, apabila semakin
tinggi tingkat pendidikan, maka hidup akan semakin berkualitas, dimana
seseorang akan berfikir logis dan memahami informasi yang diperolehnya.
Pengalaman juga merupakan sumber pengetahuan atau pengalaman
merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Oleh sebab itu,
pengalaman pribadi dapat digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan.
Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden tidak
pernah mengikuti pelatihan/seminar tentang manajemen nyeri secara non
farmakologis yaitu sebanyak 24 responden (96%). Menurut Potter & Perry (2005),
bahwa semakin banyak informasi yang diterima oleh seseorang maka semakin
meningkat pula pengetahuan yang dimilikinya.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa hal-hal yang diketahui
perawat atau bidan yaitu cara-cara untuk mengurangi rasa nyeri pasien pasca
operasi seksio caesaria yang meliputi tehnik non farmakologis yaitu : tehnik
distraksi, relaksasi dan hipnoterapi, hal ini didukung oleh semua pernyataan yang
diberikan dapat dijawab dengan baik dengan hasil penelitian yang diperoleh dari
responden yang menjawab pernyataan dengan skor 7-13 termasuk dalam tingkat
pengetahuan cukup yaitu sebanyak 13 responden (52%) dan skor 14-20 termasuk
dalam tingkat pengetahuan baik yaitu sebanyak 12 responden (48%).
Pernyataan lain juga dijelaskan bahwa intervensi untuk mengurangi
ketidaknyamanan atau nyeri selama persalinan yaitu intervensi farmakologis nyeri
non farmakologis perawat berperan besar dalam penanggulangan nyeri non
farmakologis dengan menggunakan tehnik relaksasi bernafas. Nyeri persalinan
yang disebabkan oleh rasa nyeri, takut dan tegang dapat dikurangi diredakan
dengan berbagai metode yaitu menaikkan pengetahuan ibu tentang hal-hal yang
akan terjadi pada suatu persalinan, menaikkan kepercayaan diri dan relaksasi
pernafasan. Tehnik relaksasi bernafas merupakan tehnik pereda nyeri yang banyak
memberikan masukan terbesar karena tehnik relaksasi dalam persalinan dapat
mencegah kesalahan yang berlebihan pasca persalinan. Adapun relaksasi bernafas
(SSO) dalam keadaan homeostatis sehingga tidak terjadi peningkatan suplai
darah, mengurangi kecemasan dan ketakutan agar ibu dapat beradaptasi dengan
nyeri selama proses persalinan (Grahacendikia, 2009).
Menurut hasil penelitian Purnama (2005) menjelaskan bahwa
perawatan luka merupakan tindakan untuk mencegah infeksi dan mempercepat
penyembuhan luka. Namun dalam pelaksanaannya dapat meningkatkan intensitas
nyeri. Untuk mengurangi nyeri digunakan manajemen nyeri baik secara
farmakologis maupun non farmakologis. Secara non farmakologis ada berbagai
tehnik seperti stimulus dan massage kutaneus, distraksi, terapi es dan panas,
hypnotis dan relaksasi. Tehnik distraksi dilakukan dengan pengalihan dengar yaitu
dengan mendengarkan musik yang berirama klasik, sedangkan tehnik relaksasi
dengan menggunakan nafas abdomen dengan frekuensi lambat dan berirama.
Pengetahuan perawat ataupun bidan dapat lebih baik dengan
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi agar dapat menambah
pengetahuannya dan mendapat informasi tentang penatalaksanaan nyeri pasien
pasca operasi seksio caesaria. Hal ini dijelaskan oleh Potter & Perry (2005) bahwa
Pengetahuan merupakan informasi dan penemuan yang bersifat kreatif untuk
mempertahankan pengetahuan baru, dimana perawat dapat menggunakan
kemampuan rasional logis dan pemikiran kritis untuk menganalisis informasi
yang diperoleh melalui pembelajaran tradisional, pencarian informasi, belajar dari
pengalaman, penelitian ide terhadap disiplin ilmu lain, dan pemecahan masalah
untuk menentukan terminologi tindakan keperawatan. Selain itu, perawat dapat
menggunakan kemampuan penyelidikan ilmiah untuk mengidentifikasi dan
BAB 6
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Dari hasil penelitian tentang pengetahuan perawat dalam
penatalaksanaan nyeri pada pasien seksio caesaria di Rumah Sakit Umum Sundari
Medan dapat diambil kesimpulan dan saran sebagai berikut :
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan uraian pembahasan dapat
disimpulkan bahwa dari 25 responden perawat yang bertugas di ruang bersalin
Rumah Sakit Umum Sundari Medan menggambarkan 12 responden (48%)
memiliki pengetahuan baik dan 13 responden (52%) memiliki pengetahuan cukup.
Dari hasil yang diperoleh maka peneliti menyimpulkan bahwa
pengetahuan perawat dalam penatalaksanaan nyeri pada pasien seksio caesaria di
Rumah Sakit Umum Sundari telah memiliki pengetahuan yang cukup dalam hal
penatalaksanaan nyeri. Terlihat dari 20 pernyataan yang ada pada kuisioner bisa
dijawab dengan baik.
6.2. Rekomendasi
6.2.1. Pihak Rumah Sakit
Dari hasil penelitian yang didapat maka penulis merekomendasikan
agar pihak rumah sakit mengadakan suatu pelatihan atau seminar kepada seluruh
perawat tentang penatalaksanaan nyeri non farmakologis pada pasien pasca
12 responden yang mempunyai pengetahuan cukup maka, direkomendasikan bagi
seluruh perawat rumah sakit dengan mempunyai pengalaman lebih dari 5 tahun
agar dapat meneruskan pendidikannya kejenjang yang lebih tinggi lagi agar dapat
menambah pengetahuannya, karena pengetahuan merupakan informasi dan
penemuan yang bersifat kreatif dan perawat dapat menggunakan kemampuan
penyelidikan ilmiah untuk mengidentifikasi dan menyelidiki masalah klinis,
professional atau pendidikan.
6.2.2. Penelitian Selanjutnya
Hendaknya peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian tentang
penatalaksanaan nyeri pada pasien pasca operasi secara umum tidak hanya pada
pasien pasca operasi seksio caesaria saja dan jumlah respondennya diperbanyak
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi, (2006). Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek,
Edisi Revisi VI, Jakarta : Rineka Cipta.
Asmadi, (2008). Teknik Prosedural Keperawatan : Konsep dan Aplikasi
Kebutuhan Dasar Klien, Jakarta : Salemba Medika.
Azwar, S, (2003). Reliabilitas dan Validitas, Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Barbara. C. Long. (1996). Perawatan Medikal Bedah : suatu Pendekatan Proses
Keperawatan, Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran.
Bobak, Lowdermilk, Jensen, (2004). Buku Ajar Keperawatan Maternitas, Edisi
Keempat, Volume Kedua, Jakarta : EGC.
Brunner & Suddart, (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi
Kedelapan, Volume Kesatu, Jakarta : EGC.
Budiningsih. A, (2005). Belajar dan Pembelajaran, Jakarta : Rineka Cipta.
Burroughs, A & Leifer, G, (2001). Maternity Nursing : an Introductory Text.
(Eight Edition). Philadelphia : W.B. Saunders Company.
Depkes, RI, (2007). Apa Itu Operasi Caesar, Dibuka Pada Website
http//www.litbang.depkes.go.id/actual/kliping/caesar280107.htm.
Dempsey & Dempsey, (2002). Riset Keperawatan Buku Ajar dan Latihan, Edisi
Keempat, Jakarta : EGC.
Dwi Purnama, (2005). Pengaruh Tehnik Relaksasi Bernafas Terhadap Respon
Adaptasi Nyeri Pada Pasien Inpartu Kala I, Dibuka Pada Website
Ganong, (1998). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi Ketujuhbelas, Jakarta :
EGC.
Grahacendikia, (2009). Perbedaan Perubahan Intensitas Nyeri selama Perawatan
Luka Operasi antara Pasien yang Menggunakan Tehnik Distraksi dan
Relaksasi, Dibuka Pada Website
http://grahacendikia.wordpress.com/2009/03/27.
Hidayat Alimul Aziz, (2006). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia : Aplikasi
Konsep dan Proses Keperawatan, Jakarta : Salemba Medika.
Kasdu, D, (2003). Operasi Caesar Masalah dan Solusinya, Jakarta : Puspa Swara.
Mander, R, (2004). Nyeri Persalinan, Jakarta : EGC.
Mochtar, R, (2001). Sinopsis Obstetri, Jakarta : EGC.
Niven, N, (2000). Psikologi Kesehatan : Pengantar Untuk Perawat Profesional
Kesehatan Lain, Edisi Kedua, Jakarta : EGC.
Nursalam, (2003). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan, Jakarta : Salemba Medika.
Nursalam, (2008). Pendidikan Dalam Keperawatan, Jakarta : Salemba Medika.
Notoatmodjo, S, (2003). Pendidikan dan Prilaku Kesehatan, Jakarta : Rineka
Cipta.
Oxorn, H, (2003). Ilmu Kebidanan Patologi dan Fisiologi Persalinan Human of
Labor and Birth, Jakarta : Yayasan Essentia Medica.
Potter & Perry, (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan, Konsep, Proses
dan Praktik, Edisi Keempat, Volume Kedua, Jakarta : EGC.
Priharjo, R, (1993). Perawatan Nyeri Pemenuhan Aktifitas Istirahat Pasien,