• Tidak ada hasil yang ditemukan

Disain Peti Kayu untuk Kemasan Distribusi Buah Apel Segar (Malus sylvestris Mill)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Disain Peti Kayu untuk Kemasan Distribusi Buah Apel Segar (Malus sylvestris Mill)"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

▸ Baca selengkapnya: pemberian sayuran segar yang berwarna hijau agar salad tampak lebih segar, digunakan pada…..

(2)

DISAIN

PET1

KAYU UNTUK

KEMASWN

DISTRIBOSI

BU4\W APEL

SEGAW

(

Malus

sylvestris

-

M i l l

)

Oleh

1 9 9 1

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN 6 0 6 0 R

(3)

junice Simbolon. F 23.0932. Disain Peti Kayu untuk Ke-

masan Distribusi Buah Ape1 Segar (Malus sylvestris Mill).

Di bawah bimbingan Sutedja Wiraatmadja, Triyanto Hadisoe-

marto, dan Agus Herindajanto.

RINGKASAN

Penelitian ini bertujuan untuk merancang disain peti

kayu untuk kemasan distribusi buah ape1 segar dan untuk

mengamati pengaruh letak bantalan di dalam peti terhadap

persentase jumlah buah dikemas yang rusak. Jenis kayu

yang digunakan adalah kayu lapis biasa dan kayu jeungjing.

Jenis bantalan yang digunakan adalah potongan kertas ke-

cil-kecil. Bantalan kertas tersebut diletakkan pada tiap

lapisan susunan buah (bantalan B1) atau hanya pada lapisan

atas dan bawah susunan buah saja (bantalan B2).

Disain peti kayu yang dirancang adalah tipe "butt-

joint full cleat wooden box". Peti kayu lapis memiliki

konstruksi tubuh dapat dilipat karena pada masing-masing

tepi vertikalnya diberi engsel piano. Peti diberi tam-

bahan pengikat di sekeliling dinding samping serta di da-

sar dan tutup peti. Peti kayu jeungjing memiliki kon-

struksi tubuh kaku karena penggabungan dindingnya menggu-

nakan paku. Peti diberi tambahan "girthwise batten".

(4)

Berdasarkan hasil penelitian, peti kayu lapis memili-

k i kekuatan tekan 3 720 kg, nilai ini menghasilkan penghi-

tungan rata-rata tinggi tumpukan peti yang aman 20.15 m

dan rata-rata jumlah peti dalam satu tumpukan 77. Peti

kayu jeungjing memiliki kekuatan tekan rata-rata 3 513 kg,

berdasarkan penghitungan, rata-rata tinggi tumpukan peti

yang aman 25.62 m, dan rata-rata jumlah peti dalam satu

tumpukan 66. Analisis dengan menggunakan uji statistik t

menunjukkan rata-rata kekuatan tekan kedua jenis peti

tidak berbeda nyata.

Dari hasil uji jatuh dan uji getar ternyata bahwa pe-

ti kayu jeungjing tahan terhadap benturan dengan arah ver-

tikal, sudut-sudut penggabungannya juga tahan terhadap ge-

taran. Peti kayu lapis tidak tahan terhadap benturan de-

ngan arah vertikal, bila peti mengalami benturan pada po-

sisi yang dapat mendorong peti melipat sesuai dengan arah

lipatan tubuhnya, maka dinding ujung peti akan retak atau

patah. Engsel piano juga sewaktu-waktu dapat lepas bila

peti mengalami benturan.

Berdasarkan hasil uji jatuh dan uji getar, perlakuan

bantalan B1 cenderung lebih melindungi buah yang dikemas

(5)

DISAIN PET1 KAYU UNTUK KEMASAN DISTRIBUSI

BUAI-I APEL SEGAR (Malus

sylvestris

Mill)

Oleh

JUNICE SIMBOLON

F 23.0932

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk rnernperoleh gelar

SARJANA TEKNOUXiI PERTANIAN

pada Jurusan TEKNOUXiI I N D U S R I PERTANIAN, Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

1 w 1

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(6)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

DISAIN PEXI KAYU UNTUK KEMASAN DISTFUBUSI

BUAH APEL SEGAR (Molur sy1ves1ri.s Mill)

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI P E R T W

pada Jurusan TEKNOLOGI INDUSIlU PERTANIAN,

Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Oleh

JUNICE SIMBOLON

F

23.0932

Dilahirkan pada tanggal 26 Juni 1968 di Sei Rampah Lulus pada tanggal

27

April

1991

PEMBIMBING 11 PEMBIMBING I

(7)

KATA PENGANTAR

Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian ten-

tang perancangan disain peti kayu untuk kemasan distribusi

buah ape1 segar. Perancangan dan pembuatan peti dilakukan

di Laboratorium Kemasan jurusan Teknologi Industri Pertani-

an, Fakultas Teknologi Pertanian (Fateta), IPB dan di Labo-

ratorium Perbengkelan Fateta, IPB. Pengujian peti dilaku-

kan di Unit Kemasan, Balai Pengembangan Pupuk dan Petroki-

mia, BBIK (Balai Besar Industri Kimia), Jakarta.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih

kepada :

1. Bapak Sutedja Wiraatmadja, Bapak Triyanto Hadisoemarto,

dan Bapak Agus Herindajanto yang telah membimbing penu-

lis dalam mempersiapkan dan melaksanakan penelitian sam-

pai ke penulisan skripsi ini.

3. Bapak Suhadi Hardjo yang telah bersedia turut menguji

penulis pada saat ujian skripsi.

2 . Kepala BBIK, Jakarta yang telah memberikan izin penggu-

naan fasilitas alat pengujian kemasan distribusi di

BBIK, Jakarta.

3 . Seluruh staf dan karyawan di Balai Pengembangan Pupuk

dan Petrokimia, BBIK, Jakarta yang telah banyak memban-

tu penulis selama melakukan pengujian peti.

4. Bapak, Mama dan segenap anggota KKT yang selalu membe-

(8)

5. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu

di sini, yang telah membantu penulis dalam mempersiap-

kan dan melaksanakan penelitian serta sampai k e penu-

lisan skripsi ini

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempur-

na. Penulis dengan rendah hati menerima saran maupun kri-

tik untuk memperbaiki isi dan penulisan skripsi ini.

Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi

pihak-pihak yang membutuhkannya

(9)

DAFTAR IS1

Halaman

KATA PENGANTAR

...

DAFTAR TABEL

...

DAFTAR GAMBAR

...

DAFTAR LAMPIRAN

...

I1 PENDAHULUAN

...

I1

.

TINJAUAN PUSTAKA

...

A

.

APEL

...

B

.

SIFAT FISIOLOGIS PASCA PANEN BUAH-BUAHAN SEGAR

...

C

.

KEMASAN DISTRIBUSI

...

D

.

PERANCANGAN DISAIN PET1 KAYU

...

E

.

KAYU UNTUK BAHAN KEMASAN

...

1

.

Persyaratan Umum Kayu untuk Bahan

Kemasan

...

2

.

Kayu Jeungjing

...

3

.

Kayu Lapis

...

F

.

KEKUATAN KEMASAN

...

BAHAN DAN METODA

...

A

.

BAHAN DAN ALAT

...

B

.

METODA

...

...

1

.

Penelitian Pendahuluan

iii vii viii ix 1 5 5

2

.

Penelitian Utama

...

3 6

a

.

Pembuatan Peti

...

3 6
(10)

3

.

Prosedur Pengujian Peti

...

a

.

Uji Tekan (JSA. 1987a)

...

b

.

Uji Jatuh (JSA. 1987b)

...

c

.

Uji Getar (JSA. 1987d)

...

C

.

ANALISIS DATA

...

I V

.

HASIL DAN PEMBAHASAN

...

A

.

HASIL

...

.

...

1 Uji Tekan

.

...

2 Uji Jatuh

3

.

Uji Getar

...

B

.

PEMBAHASAN

...

1

.

Penelitian Pendahuluan

...

2

.

Penelitian Utama

...

V

.

KESIMPULAN DAN SARAN

...

A

.

KESIMPULAN

...

B

.

S A W

...

DAFTAR PUSTAKA

...

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Tebal papan untuk peti kayu tipe A dan

[image:11.527.50.472.125.504.2]

tipe C

...

2 1

...

Tabel 2. Tebal papan untuk peti kayu tipe B 22

Tabel 3. Ukuran paku untuk pelekatan dinding sam- ping, dasar, dan tutup peti ke dinding

ujung

...

25

Tab& 4. Jarak rata-rata pemakuan

...

26 Tabel 5. Urutan posisi jatuh dan jumlah jatuh pada

tiap posisi untuk kemasan berbentuk segi

empat sejajar (parallelepipedal package) 43

Tabel 6. Nilai koefisien (K)

...

47

Tabel 7. Spesifikasi peti kayu hasil rancangan

....

48

Tabel 8. Nilai kekuatan tekan maksimum peti hasil rancangan dan besar defleksi yang terjadi pada peti akibat tekanan yang dialaminya 5 0

Tabel 9. Hasil penghitungan tinggi tumpukan maksi-

mum dan jumlah peti dalam satu tumpukan 5 0

Tabel 10. Persentase jumlah buah dikemas yang rusak setelah peti dan isinya digetarkan pada

(12)

D A F T A R G A M B A R

[image:12.527.47.479.130.582.2]

Halaman

Gambar 1. Teknik penyusunan buah apel pada lapisan dasar kemasan (Sjaifullah dan Soedibyo,

1976)

...

1 5

Gambar 2. Tipe-tipe peti kayu normal (JSA, 1984)

..

20

Gambar 3. Letak "girthwise batten" (JSA, 1984)

....

23

Gambar 4. Disain peti kayu lapis tipe C-5 dengan ba- tang pengikat tambahan (Harvey, 1986)

...

24

Gambar 5. Cara pemakuan untuk disain peti kayu tipe

5 (JSA, 1984)

...

26

Gambar 6. Letak pita pengencang

...

4 0

Gambar 7. "Gaynes 10,000 # compression tester"

....

40

Gambar 8. Susunan buah apel pada lapisan dasar peti 42

Gambar 9. Letak bantalan kertas di dalam peti

...

43

Gambar 10. "Heavy duty drop tester"

...

44

Gambar 11. "Gaynes style 1250-v vibration tester"... 4 5

Gambar 12. Disain peti kayu jeungjing hasil rancangan 48

Gambar 13. Disain peti kayu lapis hasil rancangan

...

49

Gambar 14. Kerusakan pada peti kayu jeungjing setelah uji tekan

...

5 1

Gambar 15. Kerusakan pada peti kayu lapis setelah uji jatuh

...

52

Gambar 16. Diagram batang persentase jumlah buah di-

(13)

Halaman

Lampiran 1. Disain dan ukuran detil peti kayu

jeungjing hasil rancangan

...

6 9

Lampiran 2. Disain dan ukuran detil peti kayu la-

pis hasil rancangan

...

70

Lampiran 3 . Penandaan (identification) kemasan segi- empat sejajar (parallelepipedal package) pada saat pengujian ( I S 0 2206-1987(E)) 71

Lampiran 4. Ukuran paku (JSA, 1975)

...

72

Lampiran 5. Penghitungan tinggi tumpukan maksimum peti dan jumlah maksimum peti dalam satu tumpukan

...

7 3

Lampiran 6. Uji statistik t terhadap nilai kekuatan

(14)

I. PENDAHULUAN

Peti kayu masih banyak digunakan di Indonesia untuk

mengemas buah-buahan dan sayuran segar yang hendak diang-

kut ke pasar, misalnya untuk mengemas buah jeruk, salak,

tomat, dan lain sebagainya. Pemakaian kayu sebagai bahan

kemasan memberikan keuntungan bila dipandang dari segi

h a e a bahan yang murah, kayu juga relatif lebih kuat di-

banding karton atau bambu yang digunakan untuk membuat ke-

ranjang. Peti kayu sangqup melindungi komoditas yang di-

kemas di dalamnya dari kerusakan akibat penekanan dari se-

gala arah dan mampu ditumpuk dalam ketinggian tertentu

tanpa menyebabkan kerusaka-n terhadap komoditas yang dike-

mas yang diakibatkan oleh penumpukan tersebut. Peti kayu

dapat mempertahankan bentuknya bila ditempatkan dalam ru-

angan yang lembab atau bila terkena air.

Menurut Harvey (1986), peti kayu merupakan salah satu

alternatif kemasah untuk pengangkutan buah-buahan, sayuran

dan ikan segar di negara-negara berkembang, terutama nega-

ra yang mempunyai kayu.alam dalam jumlah banyak. Prospek

kemasan kayu yang baik itu ditunjang oleh tersedianya kayu

yang sesuai dalam jumlah banyak di negara-negara tersebut.

Di samping bahan baku, tenaga kerja untuk membuatnya juga

cukup tersedia dan relatif murah. Keuntungan lain adalah

(15)

Masalah-masalah yang dihadapi dalam pemakaian peti kayu untuk mengemas buah-buahan segar di Indonesia adalah belum seragamnya bentuk dan ukuran peti yang digunakan. Jenis kayu yang digunakan juga masih beragam. Cara pembu- atan peti masih belum memenuhi syarat, papan yang diguna- kan pada umumnya tidak dihaluskan dan lebar papannya tidak seragam. Pemasangan papan juga tidak teratur sehingga lu- bang ventilasi yang terbentuk kurang teratur pula, karena disesuaikan dengan papan yang ada. Komoditas yang dikemas tidak disusun dengan letak yang teratur di dalam peti, yang penting peti terisi penuh.

Melihat kenyataan tersebut di atas perlu dilakukan penelitian yang menyangkut perancangan disain peti kayu yang tepat dan sesuai bagi komoditas buah-buahan segar. Bentuk dan ukuran peti dibuat seragam serta cara pembu- atannya memenuhi syarat. Peti tersebut diharapkan kuat konstruksinya serta memiliki kemampuan untuk melindungi komoditas yang dikemas.

(16)

dibutuhkan untuk penyimpanan sama besarnya. Peti-peti ko-

song tersebut sangat sulit untuk di daur ulang, padahal vo-

lumenya cukup besar dalam sistem pembuangan sampah. Oleh

karenanya dibutuhkan adanya peti kayu dengan konstruksi

tubuh yang memungkinkan untuk digunakan kembali. Peti

yang dapat dilipat akan memungkinkan untuk dapat disimpan

dalam jumlah yang lebih banyak dari pada peti yang dibuat

dengan konstruksi tubuh kaku pada luas ruang penyimpanan

yang sama.

Jenis bantalan yang umum digunakan di dalam kemasan

distribusi buah-buahan segar yang ada di pasaran adalah

potongan kertas kecil-kecil. Di dalam kemasan distribusi

buah apel segar, bantalan kertas tersebut biasanya dile-

takkan pada lapisan atas susunan buah (antara buah dan

tutup peti) dan lapisan bawah susunan buah (antara buah

dan dasar peti). Tentu saja dengan letak bantalan seperti

ini gesekan antar sesama buah tidak dapat dihindarkan. Di

dalam kemasan apel impor tidak digunakan bantalan kertas.

Ape1 yang dikemas disusun di atas nampan yang mempunyai le-

kukan (molded tray) sebagai tempat meletakkan apel di atas

nampan. Dengan menggunakan nampan berlekuk ini gesekan

antar sesama buah dapat dihindarkan, dengan demikian buah

relatif lebih terlindung.

Tentu saja pemakaian nampan berlekuk untuk pengemasan

buah yang akan di pasarkan lokal masih dipandang terlalu

(17)

penggunaan nampan berlekuk, bantalan kertas dapat diguna-

kan, yaitu dengan meletakkan bantalan kertas pada tiap

lapisan susunan buah yang dikemas. Dengan cara seperti

ini gesekan antar sesama buah dapat dikurangi dibanding ~ji-

ka bantalan kertas tersebut diletakkan hanya pada lapisan

atas dan bawah susunan buah, seperti yang umum digunakan.

Penelitian ini bertujuan untuk merancang disain peti

kayb yang sesuai untuk kemasan distribusi buah apel segar

( ~ a l u s s y l v e s t r i s Mill). Peti yang dirancang akan dibuat

berdasarkan standar pembuatan peti kayu, dan akan diukur

kekuatannya. Konstruksi peti yang akan dirancang adalah

yang tubuhnya dapat dilipat atau kaku tapi memungkinkan

untuk dibuka dan ditutup tanpa merusak peti. Penelitian

ini juga bertujuan untuk mengetahui pengaruh letak ban-

talan kertas di dalam peti terhadap persentase jumlah buah

(18)

11. TINJAUAN PUSTAKA

A. APEL

Tanaman apel termasuk dalam filum Spermatophyta,

kelas Anyiospermae, subkelas Monocotyledonae, dan fami-

li Rosaceae. Nama botani tanaman apel adalah Pyrus

mallus L., sedangkan nama botani buah apel adalah Malus

.sylvestris Mill (Direktorat Bina Produksi Hortikultura,

1985).

Buah apel merupakan salah satu jenis buah yang di-

gemari rakyat Indonesia, terutama di kota-kota besar.

Hal ini tampak dari peningkatan produksi buah apel di

Jawa Timur, sebagai daerah sentra produksi buah apel di

Indonesia, yaitu sebanyak 275 065 ton pada tahun 1988

meningkat menjadi 300 148 ton pada tahun 1989 (Dinas

Pertanian Tanaman Pangan Jawa Timur, 1989).

Sejak awal tahun 1983 Pemerintah Indonesia telah

melarang impor beberapa jenis buah segar termasuk di an-

taranya buah apel. Sebagai akibatnya volume impor buah

apel segar ke Indonesia mengalami penurunan sejak tahun

1983, yaitu 2 025 ton pada tahun 1983 menurun menjadi

0.9 ton (917 kg) pada tahun 1987. Dengan tidak adanya

saingan dari apel impor, maka potensi pasar apel Indo-

nesia cukup baik di masa mendatang. Bahkan pada tahun

1989 Indonesia telah berhasil mengekspor buah apel ke

(19)

Produksi Hortikultura, 1990). Hal ini menunjukkan bah-

wa buah apel Indonesia memang tidak kalah oleh rasa bu-

ah apel dari negara lain. Yuniarti dan Suhardi (1989)

mengemukakan bahwa konsumen sering menyatakan rasa buah

apel dalam negeri mempunyai kualitas baik, cukup enak,

lebih segar dan lebih renyah dibanding rasa buah apel

impor.

Beberapa varietas apel hasil tanaman dalam negeri

yang sudah banyak dikenal di pasaran adalah "rome

beauty", manalagi, dan "princess noble" (apel hijau).

Dalam program mencari varietas-varietas unggul, di ke-

bun percobaan di Banaran, Batu, Malang telah ditanam

sembilan varietas apel, yaitu "princess noble", manala-

gi, "rome beautyw, "red rome beautym, cahort I no.23,

cahort I no.25, cahort I no. 27, "mc. intosch", dan

"winter banana". Salah satu sifat unggul yang diingin-

kan adalah buah mempunyai penampakan yang menarik dan

rasa yang banyak disenangi, yaitu manis dengan rasa ma-

Sam sedikit (Yuniarti dan Suhardi, 1989).

Menurut hasil penelitian Yuniarti dan Suhardi

(1989) terhadap kesembilan varietas apel yang ditanam

di kebun percobaan di Banaran, kandungan air dari semua

varietas 84.06-86.55 persen, diameter buah 5.93-7.50

cm, keliling buah 19.02-23.93 cm, tebal buah 4.57-6.25

cm, dan bobot buah 113.44-228.12 gram. Varietas cahort

(20)

dari diameter (7.5 cm) dan kelilingnya (23.9 cm). Va-

rietas ini juga mempunyai bobot buah tertinggi, yaitu

228.1 gram.

Menurut Kusumo (1974), standar mutu buah apel di

Indonesia belum ada. Pada umumnya harga apel di pasar-

an ditentukan oleh jumlah buah per kilogram. Klasifi-

kasi yang digunakan petani atau pedagang dalam menentu-

kan harga adalah jumlah 3-4 buahlkg, 5-6 buahlkg, 7-8

buahlkg, 9-10 buah/kg, 11-15 buahlkg, dan 16 buah ke

ataslkg. Makin sedikit jumlah buah per kilogram harga-

nya makin tinggi pula. Ukuran buah yang digemari'

konsumen adalah yang berisi 5-6 buahlkg (Yuniarti dan

suhardi, 1989)

Departemen Pertanian Amerika Serikat menetapkan

tingkat mutu (grading) buah apel segar yang hendak di-

pasarkan sebagai komoditas segar berdasarkan pertimbang-

an sebagai berikut: buah harus mulus, bersih, dan bebas

dari kebusukan dan kerusakan fisiologis, buah memiliki

tingkat kematangan yang cukup dengan aroma (flavour),

karakteristik warna dan bentuk yang khusus serta bebas

dari segala bentuk cacat, bentuk buah harus tetap pada

kondisi yang berbeda (Ryall dan Pentzer, 1982).

B. SIFAT FISIOLOQIS PASCA PANEN B U A H - B U A W SEGAR

Komoditas buah-buahan segar masih tetap melakukan

(21)

selnya masih dalam keadaan aktif, sebab itu selalu meng-

alami perubahan-perubahan kimiawi dan biokimiawi yang

disebabkan oleh proses metabolisme tersebut (Eskin et

al., 1971). Proses metabolisma yang terjadi pada buah-

buahan segar setelah dipanen sangat penting diperhati-

kan bila hendak mengemasnya, oleh karena proses-proses

metabolisma yang terjadi tersebut sangat mempengaruhi

mutu buah yang dikemas.

Proses metabolisma pada buah-buahan segar dalam be-

berapa ha1 tertentu dapat menyebabkan penurunan (de-

teriorasi) mutu buah, namun di lain pihak dapat pula me-

nyebabkan tercapainya derajat kematangan yang diingin-

kan. Menurut Soedibyo (1985), proses-proses metabolis-

ma yang berhubungan dengan penurunan mutu buah-buahan

segar adalah proses respirasi, akumulasi gas etilen,

serta proses transpirasi atau penquapan.

Respirasi adalah proses perombakan senyawa makro-

molekul di dalam buah, misalnya karbohidrat, protein,

dan lemak. Jika oksigen yang diperlukan untuk merombak

senyawa-senyawa tersebut cukup tersedia, maka respirasi

yang terjadi adalah respirasi aerobik dan hasil respira-

sinya adalah karbondioksida, uap air, dan enerji dalam

bentuk panas, sedangkan jika oksigen yang diperlukan un-

tuk perombakan tersebut tidak cukup tersedia, maka res-

pirasi yang terjadi adalah respirasi anaerobik dan ha-

(22)

panas. Respirasi anaerobik akan mengakibatkan buah ke-

hilangan aroma dan rasa serta merusak jaringan sel buah

(Griffin dan Sacharow, 1980a).

Menurut Griffin dan Sacharow (1980b), panas yang

dihasilkan dari proses respirasi merupakan bagian yang

penting dan perlu diperhatikan, karena panas tersebut

dapat meningkatkan proses metabolisms, laju pernafasan

semakin cepat dan dapat mengakibatkan cepat matinya ja-

ringan sel, mempengaruhi perkembangan mikroorganisma se-

hingga buah akan lebih cepat rusak atau busuk. Laju

respirasi akan meningkat pada buah yang cacat atau luka

selama penanganan. Laju respirasi yang berjalan secara

berlebihan akan menyebabkan perubahan cita rasa komodi-

tas, dan teksturnya juga akan berubah menjadi lunak.

Gas etilen adalah suatu senyawa volatil yang dike-

luarkan oleh buah-buahan dan sayuran segar. Jumlah gas

etilen yang dikeluarkan bervariasi menurut jenis buah

dan sayuran segar yang dihasilkan. Buah ape1 dikenal

sebagai buah yang banyak menghasilkan gas etilen. Me-

nurut Griffin dan Sacharow (1980b), secara umum gas eti-

len akan mempercepat proses pematangan dan pemasakan,

kerusakan fisik dan fisiologis.

Buah-buahan dan sayuran segar mengandung kadar air

yang tinggi, yaitu sekitar 75-95 persen, keseimbangan

kadar airnya tinggi pula, yaitu 98 persen. Dengan de-

(23)

sayuran segar akan kehilangan air dengan cepat. Hal

ini dapat mengakibatkan pelayuan dan pelisutan komodi-

tas. Kehilangan air yang melebihi 10 persen dari bobot

komoditas akan mengakibatkan kelayuan komoditas yang se-

rius (Griffin dan Sacharow, 1980a).

Menurut Triaji et al. (1979), air yang diuapkan pa-

da proses transpirasi juga perlu diperhatikan. Pengem-

Bunan air yang mungkin terjadi di dalam kemasan dan ja-

tuhnya air tersebut ke atas buah dapat mengakibatkan mu-

dahnya mikroorganisma tumbuh sehingga terjadi kerusakan

mikrobiologis.

Mengingat sifat-sifat fisiologis buah-buahan dan

sayuran segar yang telah dikemukakan di atas, kemasan

buah-buahan dan sayuran segar harus cukup memiliki lu-

bang ventilasi. Fungsi lubang ventilasi tersebut ada-

lah sebagai jalan masuk udara yang diperlukan untuk res-

pirasi serta jalan keluar hasil-hasil respirasi dan

transpirasi yang tidak diinginkan. Lubang ventilasi ti-

dak boleh terlalu banyak jumlahnya, karena dapat meng-

akibatkan proses transpirasi yang berlebihan atau terla-

lu sedikit jumlahnya sehingga mengakibatkan panas, uap

air, dan gas etilen tidak dapat keluar dari dalam kemas-

an dan udara yang masuk tidak mencukupi untuk kebutuhan

respirasi.

Menurut Snowdon dan Ahmed (1981), ada dua macam

(24)

buah ape1 segar, yaitu seperti luka bakar (artificial

scald) dan "bitter pit". Luka bakar berupa bintik-bin-

tik coklat yang menyerupai jerawat pada kulit buah, dan

tidak sampai ke daging buah. Sedangkan "bitter pit"

berupa seperti bekas tekanan agak dangkal pada kulit

buah, dan menyebabkan daging buah berubah warnanya men-

jadi coklat.

C . KEMASAN DISTRIBUSI

Kemasan distribusi adalah kemasan yang terutama

ditujukan untuk melindungi produk yang dikemas selama

pengangkutan dari produsen ke konsumen (Paine dan

Paine, 1983).

Menurut Friedman dan Kipness (1977), proses dis-

tribusi meliputi aktivitas-aktivitas pengemasan, pena-

nganan, penggudangan, dan pengangkutan. Selama dalam

proses pendistribusian kemasan dan produk yang dikemas

akan menghadapi sejumlah resiko, yaitu resiko lingkung-

an (enviromental hazards), misalnya: temperatur dan ke-

lembaban; resiko fisis (physical hazards), misalnya: ge-

sekan, benturan, tekanan, distorsi, dan lain sebagai-

nya; serta resiko lainnya seperti infestasi organisma,

pencurian, dan kontaminasi.

Tekanan akan menimbulkan "stressw sedangkan getar-

an dan benturan akan menimbulkan kejut (shock) terha-

(25)

(vibration shock) dapat terjadi pada saat pengangkutan

yang diakibatkan oleh getaran yang ditimbulkan oleh

alat angkut. Kejut benturan dapat terjadi pada saat ke-

masan terjatuh, terlempar, atau terguling. "Stress"

dapat terjadi pada saat penumpukan kemasan, baik dalam

keadaan statis maupun dalam keadaan dinamis. Pada ting-

kat intensitas tertentu, kejut dan "stress" yang timbul

dapat merusak kemasan dan isinya. Bentuk kerusakan

yang terjadi misalnya lecet, terkikis, longgarnya kon-

struksi kemasan atau susunan bahan yang dikemas, patah

(fracturing), hancur (crushing), pecah (breaking), re-

tak (cracking), pelengkungan (buckling), penekukan

(bending), dan defleksi (deflection) (Friedman dan

Kipness, 1977)

.

Jika produk yang dikemas adalah buah-buahan dan

sayuran segar, maka menurut Kahar (1985), kejut dan

wstress' yang ditimbulkan oleh faktor-faktor mekanik di

atas akan menimbulkan luka fisik pada buah-buahan dan

sayuran segar. Luka-luka tersebut dapat terjadi dise-

babkan buah membentur dinding kemasan atau buah lainnya

serta gesekan antara buah dengan dinding kemasan atau

dengan buah lainnya. Luka dapat terjadi pada bagian ku-

lit buah saja atau kadang-kadang sampai juga ke daging

buah. Pada luka akan terjadi perubahan warna menjadi

coklat akibat adanya oksidasi tannin bila bersinggungan

(26)

bahwa luka mekanik pada buah-buahan dan sayuran segar sering tidak segera terlihat, melainkan akan tampak je- las pada rantai penanganan selanjutnya.

Beberapa sifat kemasan distribusi yang diinginkan adalah: 1) sesuai dengan produk yang ingin dikemas, 2 )

mempunyai kekuatan yang cukup untuk mempertahankan diri dari resiko-resiko selama pengangkutan dan penyimpanan,

3 ) memiliki lubang ventilasi yang cukup (bagi produk- produk tertentu yang memang membutuhkan), 4) menyedia- kan informasi yang memungkinkan identifikasi produk yang dikemas, tempat produsen, dan tujuan pengiriman, dan 5 ) dapat dibongkar dengan mudah tanpa menggunakan buku petunjuk (Paine dan Paine, 1983).

Menurut Poernomo (1978) jenis kemasan distribusi untuk komoditas buah-buahan dan sayuran segar yang se- ring digunakan di Indonesia adalah karung goni, keran- jang bambu, peti kayu, dan peti karton. Pemilihan je- nis kemasan biasanya disesuaikan dengan jenis komoditas yang dikemas dan jarak pengangkutan yang ditempuh.

(27)

karung rajut hanya membantu sedikit dalam melindungi ba-

han dari tekanan ataupun pergeseran antara bahan satu

dengan lainnya. Selain itu lubang ventilasi pada ka-

rung goni umumnya kurang sempurna, sehingga pada waktu

diqunakan, panas hasil respirasi sukar keluar dan ter-

kumpul di dalamnya, yang akhirnya merusak komoditas

yang dikemas. Pada umumnya, keranjang-keranjang sifat-

nya kurang kuat dan tidak sanggup melindungi komoditas

yang dikemas dari tekanan yang datang dari segala arah,

sehingga menyebabkan komoditas tersebut banyak mengala-

mi kerusakan untuk menahan tekanan. Peti karton kekua-

tannya tidak sekuat peti kayu, tetapi lebih kuat dari

karung, hanya saja pemakaian peti karton kurang tepat

atau masih belum sesuai untuk pengiriman lokal disebab-

kan harganya yang dipandang masih mahal dan kurang ta-

han terhadap perlakuan kasar yang biasa dijumpai pada

pengiriman lokal.

Tinggi susunan komoditas dalam kemasan tergantung

pada kecepatan respirasi komoditas. Bila susunannya

terlalu padat dan tebal maka bagian tengah akan menjadi

lebih panas akibat panas respirasi yang tidak dapat ke-

luar (Kahar, 1985). Sjaifullah dan Soedibyo (1976) me-

nyatakan bahwa yang terpenting dalam penyusunan buah di

dalam kemasan adalah penyusunan lapisan dasar yang ba-

ik, dengan demikian penyusunan lapisan berikutnya akan

(28)

penyusunan buah ape1 pada lapisan dasar di dalam kemas-

an yang diterapkan dalam penelitian Sjaifullah dan Soe-

dibyo tersebut. Buah diletakkan miring sehingga tang-

kai buah letaknya sejajar dengan panjang peti.

penyusunan penyusunan penyusunan penyusunan

[image:28.527.76.498.177.369.2]

2-2 3-4 3-2 3-3

Gambar 1. Teknik penyusunan buah pada lapisan dasar kemasan (Sjaifullah dan Soedibyo, 1976)

Menurut Paine dan Paine (1983), isi dari suatu ke-

masan distribusi bukan hanya produk yang dikemas saja,

melainkan termasuk juga bahan-bahan lain yang berfungsi

untuk membantu melindungi produk yang dikemas selama

pengangkutan. Bahan-bahan pelindung tersebut antara la-

in bantalan (cushioning), penahan (blocking), penguat

(bracing), bahan untuk merintangi penguapan (water-

vapour barrier), dan lain-lain.

Bahan pembantu yang digunakan dalam pengemasan bu-

ah maupun sayuran segar dengan menggunakan keranjang

dan peti di Indonesia adalah merang, daun-daun kering,

(29)

gergaji potongan-potongan kertas, dan lain-lain. Ba-

han-bahan tersebut digunakan sebagai bahan pelapis di

dinding kemasan atau sebagai bahan pengganjal untuk me-

lindungi buah atau sayur terhadap pergeseran dengan din-

ding kemasan atau sebagai bahan pengisi di sela-sela an-

tara setiap komoditas yang dikemas untuk mencegah ter-

jadinya pergeseran letak komoditas (Poernomo, 1978).

D. .PERANCANG?IN DISAIN PET1 KAYO

Menurut Harvey (1986), tolok ukur untuk perancang-

an disain peti kayu adalah berdasarkan faktor ekonomis,

syarat-syarat pengangkutan dan pemakai akhir (end user

and transit requirements), serta hubungan kayu dengan

faktor teknis.

Dalam hubungannya dengan faktor ekonomis, disain

peti yang hendak dirancang adalah yang dapat memberikan

perlindungan cukup dengan kemudahan penanganan yang mak-

simum, serta tidak mengakibatkan tambahan biaya yang

terlalu besar dibanding harga produk yang dikemas.

Menurut Harvey (1986), kemasan yang dapat digunakan

lebih dari satu kali dapat membantu mengurangi biaya ke-

masan. Sedangkan dalam hubungannya dengan syarat-

syarat pengangkutan dan pemakai akhir, terdapat sepuluh

faktor yang mempengaruhi perancangan disain peti kayu,

(30)

penggabungannya, dimensi dan bobot kosong peti (tare

weight), metoda penanganan selama pengangkutan, persya-

ratan yang diminta konsumen, keadaan mendesak dari

suatu pengiriman (urgency of shipment), dan kemampuan

kemasan untuk digunakan kembali (Harvey, 1986).

Menurut Harvey (1986), dalam hubungannya dengan

faktor teknis, perlu diperhatikan jenis kayu yang akan

aigunakan, mutu dan ketebalan kayu, disain peti, dan ke-

ahlian pekerja dalam mengkonstruksikan dan merakit ke-

masan. Kekuatan kemasan kayu yang akan dirancang sa-

ngat dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut.

Poernomo (1978) menyatakan bahwa disain kemasan un-

tuk komoditas hortikultura segar harus cukup mempunyai

lubang ventilasi untuk memungkinkan peredaran udara di

dalam kemasan, kemasan harus mudah untuk diangkat oleh

satu orang. Kemasan yang terlalu besar dengan sendi-

rinya akan terlalu berat untuk ditangani oleh satu

orang, sehingga dalam penanganan selanjutnya kemasan

itu tidak akan terhindar dari perlakuan kasar berupa

bantingan-bantingan yang akhirnya akan meningkatkan per-

sentase kerusakan komoditas yang dikemas.

Total luas lubang ventilasi pada kotak karton bia-

sanya berkisar 0-6.1 persen dari total luas permukaan

luar kemasan, rata-rata luasnya 2.4 persen (New et al.,

1978). Total luas lubang ventilasi pada kotak kayu ber-

(31)
(32)
(33)
(34)
(35)
(36)
(37)
(38)
(39)
(40)
(41)
(42)
(43)
(44)
(45)
(46)
(47)
(48)
(49)
(50)
(51)
(52)
(53)
(54)
(55)
(56)
(57)
(58)
(59)
(60)
(61)
(62)
(63)
(64)
(65)
(66)
(67)
(68)
(69)
(70)
(71)
(72)
(73)
(74)
(75)
(76)
(77)
(78)
(79)
(80)
(81)
(82)
(83)
(84)
(85)
(86)
(87)
(88)
(89)

DISAIN

PET1

KAYU UNTUK

KEMASWN

DISTRIBOSI

BU4\W APEL

SEGAW

(

Malus

sylvestris

-

M i l l

)

Oleh

1 9 9 1

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN 6 0 6 0 R

(90)

junice Simbolon. F 23.0932. Disain Peti Kayu untuk Ke-

masan Distribusi Buah Ape1 Segar (Malus sylvestris Mill).

Di bawah bimbingan Sutedja Wiraatmadja, Triyanto Hadisoe-

marto, dan Agus Herindajanto.

RINGKASAN

Penelitian ini bertujuan untuk merancang disain peti

kayu untuk kemasan distribusi buah ape1 segar dan untuk

mengamati pengaruh letak bantalan di dalam peti terhadap

persentase jumlah buah dikemas yang rusak. Jenis kayu

yang digunakan adalah kayu lapis biasa dan kayu jeungjing.

Jenis bantalan yang digunakan adalah potongan kertas ke-

cil-kecil. Bantalan kertas tersebut diletakkan pada tiap

lapisan susunan buah (bantalan B1) atau hanya pada lapisan

atas dan bawah susunan buah saja (bantalan B2).

Disain peti kayu yang dirancang adalah tipe "butt-

joint full cleat wooden box". Peti kayu lapis memiliki

konstruksi tubuh dapat dilipat karena pada masing-masing

tepi vertikalnya diberi engsel piano. Peti diberi tam-

bahan pengikat di sekeliling dinding samping serta di da-

sar dan tutup peti. Peti kayu jeungjing memiliki kon-

struksi tubuh kaku karena penggabungan dindingnya menggu-

nakan paku. Peti diberi tambahan "girthwise batten".

(91)

Berdasarkan hasil penelitian, peti kayu lapis memili-

k i kekuatan tekan 3 720 kg, nilai ini menghasilkan penghi-

tungan rata-rata tinggi tumpukan peti yang aman 20.15 m

dan rata-rata jumlah peti dalam satu tumpukan 77. Peti

kayu jeungjing memiliki kekuatan tekan rata-rata 3 513 kg,

berdasarkan penghitungan, rata-rata tinggi tumpukan peti

yang aman 25.62 m, dan rata-rata jumlah peti dalam satu

tumpukan 66. Analisis dengan menggunakan uji statistik t

menunjukkan rata-rata kekuatan tekan kedua jenis peti

tidak berbeda nyata.

Dari hasil uji jatuh dan uji getar ternyata bahwa pe-

ti kayu jeungjing tahan terhadap benturan dengan arah ver-

tikal, sudut-sudut penggabungannya juga tahan terhadap ge-

taran. Peti kayu lapis tidak tahan terhadap benturan de-

ngan arah vertikal, bila peti mengalami benturan pada po-

sisi yang dapat mendorong peti melipat sesuai dengan arah

lipatan tubuhnya, maka dinding ujung peti akan retak atau

patah. Engsel piano juga sewaktu-waktu dapat lepas bila

peti mengalami benturan.

Berdasarkan hasil uji jatuh dan uji getar, perlakuan

bantalan B1 cenderung lebih melindungi buah yang dikemas

(92)

DISAIN PET1 KAYU UNTUK KEMASAN DISTRIBUSI

BUAI-I APEL SEGAR (Malus

sylvestris

Mill)

Oleh

JUNICE SIMBOLON

F 23.0932

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk rnernperoleh gelar

SARJANA TEKNOUXiI PERTANIAN

pada Jurusan TEKNOUXiI I N D U S R I PERTANIAN, Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

1 w 1

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(93)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

DISAIN PEXI KAYU UNTUK KEMASAN DISTFUBUSI

BUAH APEL SEGAR (Molur sy1ves1ri.s Mill)

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI P E R T W

pada Jurusan TEKNOLOGI INDUSIlU PERTANIAN,

Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Oleh

JUNICE SIMBOLON

F

23.0932

Dilahirkan pada tanggal 26 Juni 1968 di Sei Rampah Lulus pada tanggal

27

April

1991

PEMBIMBING 11 PEMBIMBING I

(94)

KATA PENGANTAR

Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian ten-

tang perancangan disain peti kayu untuk kemasan distribusi

buah ape1 segar. Perancangan dan pembuatan peti dilakukan

di Laboratorium Kemasan jurusan Teknologi Industri Pertani-

an, Fakultas Teknologi Pertanian (Fateta), IPB dan di Labo-

ratorium Perbengkelan Fateta, IPB. Pengujian peti dilaku-

kan di Unit Kemasan, Balai Pengembangan Pupuk dan Petroki-

mia, BBIK (Balai Besar Industri Kimia), Jakarta.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih

kepada :

1. Bapak Sutedja Wiraatmadja, Bapak Triyanto Hadisoemarto,

dan Bapak Agus Herindajanto yang telah membimbing penu-

lis dalam mempersiapkan dan melaksanakan penelitian sam-

pai ke penulisan skripsi ini.

3. Bapak Suhadi Hardjo yang telah bersedia turut menguji

penulis pada saat ujian skripsi.

2 . Kepala BBIK, Jakarta yang telah memberikan izin penggu-

naan fasilitas alat pengujian kemasan distribusi di

BBIK, Jakarta.

3 . Seluruh staf dan karyawan di Balai Pengembangan Pupuk

dan Petrokimia, BBIK, Jakarta yang telah banyak memban-

tu penulis selama melakukan pengujian peti.

4. Bapak, Mama dan segenap anggota KKT yang selalu membe-

(95)

5. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu

di sini, yang telah membantu penulis dalam mempersiap-

kan dan melaksanakan penelitian serta sampai k e penu-

lisan skripsi ini

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempur-

na. Penulis dengan rendah hati menerima saran maupun kri-

tik untuk memperbaiki isi dan penulisan skripsi ini.

Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi

pihak-pihak yang membutuhkannya

(96)

DAFTAR IS1

Halaman

KATA PENGANTAR

...

DAFTAR TABEL

...

DAFTAR GAMBAR

...

DAFTAR LAMPIRAN

...

I1 PENDAHULUAN

...

I1

.

TINJAUAN PUSTAKA

...

A

.

APEL

...

B

.

SIFAT FISIOLOGIS PASCA PANEN BUAH-BUAHAN SEGAR

...

C

.

KEMASAN DISTRIBUSI

...

D

.

PERANCANGAN DISAIN PET1 KAYU

...

E

.

KAYU UNTUK BAHAN KEMASAN

...

1

.

Persyaratan Umum Kayu untuk Bahan

Kemasan

...

2

.

Kayu Jeungjing

...

3

.

Kayu Lapis

...

F

.

KEKUATAN KEMASAN

...

BAHAN DAN METODA

...

A

.

BAHAN DAN ALAT

...

B

.

METODA

...

...

1

.

Penelitian Pendahuluan

iii vii viii ix 1 5 5

2

.

Penelitian Utama

...

3 6

a

.

Pembuatan Peti

...

3 6
(97)

3

.

Prosedur Pengujian Peti

...

a

.

Uji Tekan (JSA. 1987a)

...

b

.

Uji Jatuh (JSA. 1987b)

...

c

.

Uji Getar (JSA. 1987d)

...

C

.

ANALISIS DATA

...

I V

.

HASIL DAN PEMBAHASAN

...

A

.

HASIL

...

.

...

1 Uji Tekan

.

...

2 Uji Jatuh

3

.

Uji Getar

...

B

.

PEMBAHASAN

...

1

.

Penelitian Pendahuluan

...

2

.

Penelitian Utama

...

V

.

KESIMPULAN DAN SARAN

...

A

.

KESIMPULAN

...

B

.

S A W

...

DAFTAR PUSTAKA

...

Gambar

Tabel 1. Tebal papan untuk peti kayu tipe A dan ..................................
Gambar 1. Teknik penyusunan buah apel pada lapisan
Gambar 1. Teknik penyusunan buah pada lapisan dasar

Referensi

Dokumen terkait

Dengan latar belakang serta permasalahan yang telah dikemukakan di atas maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut : Apakah Program Pelatihan dan

Hasil penelitian yang berjudul “ Analisis Pemasaran Produk Agroindustri Keripik Sukun di Kecamatan Gunungsari Kabupaten Lombok Barat” di sajikan dalam pokok-pokok

Senyawa klorin memiliki panjang gelombang pita Q 1 lebih besar.. dibandingkan senyawa porfirin

Upah rata-rata tenaga kerja pada agorindustri tahu sebesar Rp 28.486,11/HKO, sehingga besarnya imbalan tenaga kerja yang diperoleh pada agroindustri tahu di Kecamatan Jonggat

Manfaat praktis bagi siswa adalah dapat meningkatkan dan membangkitkan minat serta keaktifan belajar siswa terhadap mata pelajaran matematika dengan cara merangsang

Krier (2001), mengungkapkannya sebagai berikut: “...dari sisi manapun kita memasukkan cahaya, kita wajib membuat bukaan untuknya, yang selalu memberikan

Ditinjau dari hasil percobaan diperoleh waktu mula kerja obat yang cepat dengan jumlah konsentrasi propranolol HCl yang terlepas masuk kedalam rentang fluks uji pelepasan,

“Peminjaman buku atau sirkulasi adalah kegiatan pengedaran koleksi perpustakaan, baik untuk dibaca di dalam perpustakaan maupun untuk keluar perpustakaan. Pelayanan dapat diberikan