• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Frekuensi Penyiraman pada Fase Bibit terhadap Pertumbuhan Bibit dan Dampaknya pada Pertumbuhan Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Frekuensi Penyiraman pada Fase Bibit terhadap Pertumbuhan Bibit dan Dampaknya pada Pertumbuhan Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.)."

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH FREKUENSI PENYIRAMAN PADA FASE BIBIT

TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT

DAN DAMPAKNYA PADA PERTUMBUHAN TANAMAN

JARAK PAGAR (

Jatropha curcas

L.)

FIET SYOFYANTI

A24061428

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

terhadap Pertumbuhan Bibit dan Dampaknya pada Pertumbuhan Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.)

The Effect of Watering Frequency on Seedling Phase to the Seedling Growth and Its Impact on Plant Growth of Jatropha (Jatropha curcas L.)

Fiet Syofyanti1, Endang Murniati2, Memen Surahman2 1

Mahasiswa, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB 2

Staf Pengajar, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB Abstract

(3)

RINGKASAN

FIET SYOFYANTI. Pengaruh Frekuensi Penyiraman pada Fase Bibit terhadap Pertumbuhan Bibit dan Dampaknya pada Pertumbuhan Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). (Dibimbing oleh ENDANG MURNIATI dan MEMEN SURAHMAN).

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh frekuensi penyiraman dan genotipe terhadap pertumbuhan bibit tiga genotipe jarak pagar (Jatropha

curcas L.) dan dampak frekuensi penyiraman pada fase bibit terhadap

pertumbuhan tanaman di lapangan. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai Desember 2010 di Rumah Kaca, di Kebun Percobaan Cikabayan dan di Laboratorium Fisika Tanah IPB, Dramaga, Bogor.

Penelitian ini terdiri atas dua percobaan. Percobaan pertama dilakukan di rumah kaca dengan menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT), dua faktor dan tiga ulangan. Faktor pertama adalah frekuensi penyiraman yang terdiri atas tiga taraf (5, 8, dan 11 hari). Faktor kedua adalah genotipe jarak pagar yang terdiri atas tiga taraf (Biak, Bengkulu, dan Bogor). Percobaan kedua dilakukan di lapangan dengan menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) satu faktor dan tiga ulangan. Faktor tersebut yaitu tiga genotipe jarak pagar yang berasal dari perlakuan frekuensi penyiraman pada percobaan pertama, sehingga terdapat sembilan perlakuan.

(4)

spesifik bibit. Pada percobaan kedua, bibit yang sudah berumur 12 Minggu Setelah Perlakuan (MSP) dipindahkan ke lapangan. Pengamatan dilakukan terhadap tolok ukur tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang, jumlah cabang, jumlah malai per tanaman, jumlah buah panen, jumlah buah total, bobot buah, dan bobot biji basah.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada percobaan di rumah kaca, perlakuan faktor tunggal frekuensi penyiraman berpengaruh terhadap tolok ukur tinggi bibit pada 2 - 12 MSP, jumlah daun pada 2 MSP, dan diameter batang pada 4 - 12 MSP. Perlakuan faktor tunggal genotipe hanya berpengaruh terhadap tolok ukur diameter batang pada 4 – 12 MSP dan jumlah daun pada 2 MSP. Interaksi antara perlakuan frekuensi penyiraman dan genotipe jarak pagar tidak berpengaruh terhadap semua tolok ukur yang diamati. Ketiga genotipe jarak pagar yang diteliti (Biak, Bengkulu, dan Bogor) memiliki ketahanan yang hampir sama terhadap perlakuan frekuensi penyiraman. Frekuensi penyiraman terbaik pada tiga genotipe jarak pagar dalam penelitian ini adalah frekuensi penyiraman 8 hari.

(5)

PENGARUH FREKUENSI PENYIRAMAN PADA FASE BIBIT

TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT

DAN DAMPAKNYA PADA PERTUMBUHAN TANAMAN

JARAK PAGAR (

Jatropha curcas

L.)

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

FIET SYOFYANTI

A24061428

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

(6)

Judul : PENGARUH FREKUENSI PENYIRAMAN PADA FASE BIBIT TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT DAN DAMPAKNYA PADA PERTUMBUHAN TANAMAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) Nama : FIET SYOFYANTI

NRP : A24061428

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Endang Murniati, MS. Dr. Ir. Memen Surahman, M.Sc.Agr NIP. 19471006 198003 2 001 NIP. 19630628 199002 1 002

Mengetahui,

Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB

Dr. Ir. Agus Purwito, MSc.Agr. NIP. 19611101 198703 1 003

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Fiet Syofyanti, dilahirkan di Jakarta, Provinsi DKI Jakarta pada tanggal 15 Agustus 1987. Penulis merupakan anak kedelapan dari delapan bersaudara dari Bapak Irwan Suyanto (Alm.) dan Ibu Sureni.

Tahun 2000 penulis lulus dari SD Nurul Iman Jakarta Utara, kemudian pada tahun 2003 penulis menyelesaikan studi di Pondok Pesantren Daar Al Ilmi Serang, Banten. Selanjutnya penulis lulus dari SMAN 13 Jakarta pada tahun 2006. Tahun 2006 penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Kemudian pada tahun 2007 penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kekuatan, rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga skripsi yang berjudul Pengaruh Frekuensi Penyiraman pada Fase Bibit terhadap Pertumbuhan Bibit dan Dampaknya pada Pertumbuhan Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor dapat diselesaikan dengan baik. Penelitian ini dilaksanakan karena terdorong oleh keinginan penulis untuk mengetahui pengaruh frekuensi penyiraman dan genotipe terhadap pertumbuhan bibit tiga genotipe jarak pagar (Jatropha curcas L.) dan dampak frekuensi penyiraman pada fase bibit terhadap pertumbuhan tanaman di lapangan. Penelitian dilaksanakan di Rumah Kaca, di Kebun Percobaan IPB Cikabayan, dan Laboratorium Fisika Tanah IPB, Dramaga, Bogor.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada Dr. Ir. Endang Murniati, MS. dan Dr. Ir. Memen Surahman, M.Sc.Agr. sebagai dosen pembimbing skripsi atas arahan, bantuan, dukungan serta nasehat yang telah diberikan selama kegiatan penelitian dan penulisan skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. Endah Retno Palupi, MSc selaku dosen pembimbing akademik penulis selama masa perkuliahan atas segala nasehat, bimbingan, dan bantuannya. 2. Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr. selaku dosen penguji atas segala masukan,

nasehat serta bimbingannya kepada penulis selama ujian skripsi.

3. Kak Misnen dan Heru atas bantuan dan arahan selama penelitian di lapangan. 4. Bapak Milin dan Bapak Mamat sebagai teknisi kebun yang telah banyak

membantu selama pelaksanaan penelitian.

5. Kedua orangtua atas kasih sayang yang sangat besar serta dukungan baik moril

maupun materiil, do’a, dan motivasi yang tiada hentinya. Terima kasih pula

kepada semua kakak-kakakku yang telah memberikan masukan selama penulis menyusun skripsi.

(9)

7. Sahabat-sahabat D’maju com (257 Community), δindasari, Ina, Ayu, Tatay, Najwa, Lingga, Efi, yang telah menemani dan selalu memberikan dorongan kepada penulis untuk segera menyelesaikan penulisan skripsi.

8. Teman-teman seperjuangan AGH’43, terutama Ratih, Yuli, Wuri, Pipit, Febriani, Himma, Eka, Anif, Noni, Dita, dan Elizabeth yang terus memberikan dorongan, masukan, dan bantuan kepada penulis selama penulisan skripsi.

9. Teman-teman dari 94 Jakarta, Kak Rahmat, Kak Pram, Laksmi, Haflah, Kak Irfan, dan kembar Rina - Rini yang selalu mendukung dan menyemangati penulis selama penelitian dan penulisan skripsi.

10. Teman-teman NF-ers, Febri, Iin, Fani, Mba Neli, Mba Popi, Dj, dan Mba Mega, yang telah menemani penulis selama penelitian.

11. Adik Privatku di SIMPLE, Fika, Bu Fitrah, dan Mba Iffah, yang telah menemani dan mendoakan penulis selama penulisan skripsi.

12. Pihak-pihak yang telah membantu dalam kelancaran penelitian dan penulisan skripsi ini.

Bogor, Maret 2012

(10)

DAFTAR ISI

Pengaruh Frekuensi Penyiraman dan Genotipe Jarak Pagar terhadap Pertumbuhan Bibit di Rumah Kaca ... 20

(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman 1. Karakteristik Tiga Genotipe Jarak Pagar Saat di Pembibitan

(Bibit Berumur 2 Bulan) ... 10 2. Karakteristik Tiga Genotipe Jarak Pagar Saat di Lapangan

(Tanaman Berumur 1.5 Bulan) ... 10 3. Rekapitulasi Sidik RagamPengaruh Frekuensi Penyiraman dan

Genotipe Jarak Pagar terhadap Tolok Ukur yang Diamati ... 21 4. Rata-rata Nilai Tengah Pengaruh Faktor Tunggal Frekuensi

Penyiraman dan Genotipe terhadap Tolok Ukur Tinggi Bibit... 23 5. Rata-rata Nilai Tengah Pengaruh Faktor Tunggal Frekuensi

Penyiraman dan Genotipe terhadap Tolok Ukur Jumlah Daun ... 26 6. Rata-rata Nilai Tengah Pengaruh Faktor Tunggal Frekuensi

Penyiraman dan Genotipe terhadap Tolok Ukur Diameter Batang .... 28 7. Rekapitulasi Sidik Ragam Dampak Frekuensi Penyiraman Bibit

Jarak Pagar terhadap Tolok Ukur yang Diamati ... 31 8. Rata-rata Nilai Tengah Dampak Frekuensi Penyiraman Bibit

(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Penyakit Witche’s Broom ... 19

2. Penyakit Embun Tepung ... 19

3. Penyakit Bercak Daun ... 19

4. Bekas Gigitan Hama Belalang ... 20

5. Penyakit Bercak Daun ... 20

6. Penurunan Kadar Air Media Perlakuan Frekuensi Penyiraman 11 Hari ... 24

7. Penurunan Kadar Air Media Perlakuan Frekuensi Penyiraman 8 Hari ... 27

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

8. Sidik Ragam Pengaruh Frekuensi Penyiraman dan Genotipe terhadap Tolok Ukur Tinggi Bibit Jarak Pagar ... 47

9. Sidik Ragam Pengaruh Frekuensi Penyiraman dan Genotipe terhadap Tolok Ukur Jumlah Daun Bibit Jarak Pagar ... 48

10. Sidik Ragam Pengaruh Frekuensi Penyiraman dan Genotipe terhadap Tolok Ukur Diameter Batang Bibit Jarak Pagar ... 49

11. Sidik Ragam Dampak Frekuensi Penyiraman Bibit Jarak Pagar terhadap Tolok Ukur Tinggi Bibit ... 49

12. Sidik Ragam Dampak Frekuensi Penyiraman Bibit Jarak Pagar terhadap Tolok Ukur Jumlah Daun ... 50

13. Sidik Ragam Dampak Frekuensi Penyiraman Bibit JarakPagar terhadap Tolok Ukur Diameter Batang ... 50

14. Sidik Ragam Dampak Frekuensi Penyiraman Bibit Jarak Pagar terhadap Tolok Ukur Jumlah Cabang ... 50

15. Sidik Ragam Dampak Frekuensi Penyiraman Bibit Jarak Pagar terhadap Tolok Ukur Jumlah Malai per Tanaman ... 50

16. Sidik Ragam Dampak Frekuensi Penyiraman Bibit Jarak Pagar terhadap Tolok Ukur Jumlah Buah Panen ... 51

(14)

18. Sidik Ragam Dampak Frekuensi Penyiraman Bibit Jarak Pagar

terhadap Tolok Ukur Bobot Buah ... 51 19. Sidik Ragam Dampak Frekuensi Penyiraman Bibit Jarak Pagar

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki ketersediaan sumber penghasil minyak nabati, salah satu diantaranya adalah jarak pagar (Jatropha curcas L.) yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku biodiesel. Menurut Hamdi (2006) bahwa untuk mendukung pengembangan BBN (Bahan Bakar Nabati), pemerintah telah mengeluarkan Perpres No.5 tahun 2006 mengenai kebijakan energi nasional yang menetapkan bahwa konsumsi energi nasional pada tahun2005 akan dipenuhi dari sumber bahan bakar nabati sebesar lebih dari 5%.Strategi penyediaan energi alternatif pada tahun 2010 sebesar 720 000 kilo liter/tahun atau sekitar 2% dari kebutuhan solar nasional. Kebutuhan tersebutakan terpenuhi jika luas lahan jarak pagar bertambah tiap tahun dan pada tahun 2011 mencapai 2 juta ha.

Saat ini tanaman jarak pagar sudah mulai dikembangkan secara intensif. Keistimewaan tanaman ini adalah tahan terhadap kekeringan sehingga dapat tumbuh meskipun ditanam di lahan terbatas atau lahan marjinal. Pengembangan tanaman jarak pagar pada lahan marjinal bertujuan agar tidak mengganggu lahan-lahan subur yang diperuntukkan untuk tanaman pangan. Lahan pertanian bukan sawah yang sementara tidak diusahakan di Indonesia pada tahun 2008 mencapai 14.9 juta hektar. Lahan tersebut sebagian besar (99.63%) berada di luar Jawa, sementara di Jawa hanya seluas 55 ribu hektar atau sebesar 0.37% (Badan Pusat Statistik, 2009). Daerah tersebut berpotensi besar dijadikan daerah untuk pengembangan tanaman jarak pagar. Ketersediaan air adalah salah satu hambatan terbesar dalam pemanfaatan lahan marjinal tersebut.

Tanaman tetap membutuhkan batas-batas kondisi ekosistem tertentu agar dapat berproduksi dengan baik. Budidaya jarak pagar pada lokasi yang sesuai akan memberikan tingkat produksi yang optimal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produktivitas tanaman jarak pagar pada tahun pertama dapat mencapai 880 kg/ha (Santoso et al., 2008).

(16)

genotipe Dompu dan Bima (asal Nusa Tenggara Barat), IP-1M (asal Nusa Tenggara Barat dan Jawa Timur), dan IP-2P (asal Lampung). Genotipe jarak pagar yang digunakan dalam penelitian ini mewakili daerah Sumatera, Jawa Barat, dan Papua yaitu genotipe Bengkulu, genotipe Bogor, dan genotipe Biak. Pada penelitian tahun pertama, ketiga genotipe jarak pagar tersebut memiliki produksi yang paling tinggi dibandingkan dengan genotipe lainnya.

Air merupakan faktor yang penting bagi tanaman, karena berfungsi sebagai pelarut hara, berperan dalam translokasi hara dan fotosintesis. Saat periode kering tanaman sering mendapatkan cekaman kekeringan, karena kurang suplai air didaerah perakaran dan atau laju transpirasi melebihi laju absorbsi air oleh tanaman. Apabila cekaman kekeringan berkepanjangan maka tanaman akan mati (Agung dan Rahayu, 2004).

Mahmud (2006) menyatakan bahwa tanaman jarak pagar toleran kekeringan akan tetapi tidak berarti bahwa tanaman ini dapat tumbuh dan berproduksi tinggi pada kondisi kekurangan air. Sama halnya dengan tanaman-tanaman lain, pada awal pertumbuhan tanaman-tanaman jarak pagar memiliki jangkauan perakaran yang masih terbatas sehingga sentuhan teknologi budidaya yang berkaitan dengan stabilitas ketersediaan air seperti penyiraman dan pemberian mulsa diduga akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan pembungaannya.

Faktor utama yang harus diperhatikan agar diperoleh produksi jarak pagar yang tinggi di daerah kering adalah ketersediaan air, disamping faktor-faktor lainnya. Bila kebutuhan air tanaman dapat dipenuhi, produktivitas jarak pagar yang tinggi akan dapat tercapai. Menurut Khaerana et al. (2008), pengaruh ketersediaan air terhadap pertumbuhan tanaman sangat besar. Kekurangan air pada tanaman yang diikuti berkurangnya air pada daerah perakaran berakibat pada aktivitas fisiologi tanaman. Stres air akan menekan pertumbuhan sel, sehingga akan mengurangi pertumbuhan tanaman.

(17)

Saefudin dan Pranowo (2006) menambahkan bahwa untuk mendukung pertumbuhan awal tanaman jarak pagar yang ditanam memasuki musim kemarau tanaman perlu mendapat air siraman selambat-lambatnya setiap 6 hari (volume air 2.5 liter/pohon). Diperlukan penelitian tentang frekuensi penyiraman untuk mengetahui pengaruh ketersediaan air terhadap pertumbuhan bibit dan dampak frekuensi penyiraman pada fase bibit terhadap pertumbuhan tanaman jarak pagar di lapangan.

Tujuan

1. Mengetahui pengaruh frekuensi penyiraman dan genotipe terhadap pertumbuhan bibit pada tiga genotipe jarak pagar (Jatropha curcas L.).

2. Mengetahui dampak frekuensi penyiraman pada fase bibit terhadap pertumbuhan tanaman jarak pagar di lapangan.

Hipotesis

1. Terdapat pengaruh frekuensi penyiraman dan genotipe terhadap pertumbuhan bibit pada tiga genotipe jarak pagar (Jatropha curcas L.).

2. Terdapat perbedaan ketahanan terhadap frekuensi penyiraman antar genotipe jarak pagar (Jatropha curcas L.).

3. Terdapat frekuensi penyiraman terbaik pada tiga genotipe jarak pagar (Jatropha curcas L.).

(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman Jarak Pagar

Jarak pagar (Jatropha curcas L.) merupakan tanaman semak berkayu yang banyak ditemukan di daerah tropik. Tanaman ini diyakini berasal dari Amerika Tengah, tepatnya di bagian selatan Meksiko. Penyebaran ke Afrika dan Asia diduga dilakukan oleh para penjelajah Portugis dan Spanyol berdasarkan bukti-bukti berupa nama setempat (Nurcholis dan Sumarsih, 2007).

Jarak pagar termasuk dalam family Euphorbiaceae, satu famili dengan tanaman karet dan ubi kayu. Adapun klasifikasi jarak pagar menurut Nurcholis dan Sumarsih (2007) adalah sebagai berikut :

Divisi : Spermatophyta

Jarak pagar dapat mencapai umur 50 tahun. Tinggi tanaman pada kondisi normal adalah 1.5-5 meter. Percabangannya tidak teratur, dengan ranting bulat dan tebal. Panjang masing-masing ruas batang bervariasi, tergantung varietasnya. Diameter pangkal batang sekitar 5-7 cm. Kulit batang bertekstur halus, berwarna keabu-abuan atau kemerah-merahan. Apabila ditoreh, batang mengeluarkan getah seperti lateks, berwarna putih atau kekuning-kuningan (Nurcholis dan Sumarsih, 2007).

(19)

Sumarsih (2007), bunga betina bertangkai tebal dan berambut serta berukuran lebih besar daripada bunga jantan.

Buah jarak pagar berbentuk bulat telur, berdiameter 2-4 cm, serta berwarna hijau ketika masih muda dan kuning jika masak. Biji inilah yang banyak mengandung minyak dengan rendemen 25–30 %. Jika ditanam dengan pencahayaan, pengomposan dan pengairan yang baik, produktivitasnya bisa mencapai 2-5 kg per pohon per tahun (Priyanto, 2007).

Menurut Nurcholis dan Sumarsih (2007), biji jarak selain diambil minyaknya untuk biodiesel, juga dapat digunakan untuk membuat sabun dan pestisida. Bungkil biji dapat digunakan sebagai pupuk organik yang kaya unsur hara nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K). Daunnya dapat digunakan sebagai makanan ulat sutra dan untuk fumigasi kutu. Ekstrak daun juga bersifat antiseptik. Getah mengandung alkaloid jatrophine yang berkhasiat anti kanker, selain digunakan untuk mengobati penyakit kulit dan reumatik. Kulit batang dapat digunakan sebagai pewarna kain alami, namun harus hati-hati karena cairan kulit batang ini dapat meracuni ikan. Akar digunakan sebagai penawar gigitan ular. Sementara polen dan nektar bunga bermanfaat sebagai makanan bagi lebah madu.

Budidaya Jarak Pagar

Menurut Priyanto (2007), tanaman jarak pagar bisa tumbuh baik di tempat yang memiliki ketinggian 0-2 000 meter di atas permukaan laut (m dpl) dengan temperatur 18-30oC. Penanaman di daerah bersuhu rendah (kurang dari 18oC) bisa menghambat pertumbuhan tanaman jarak pagar. Sementara itu, jika ditanam di daerah yang bersuhu tinggi (lebih dari 35oC) akan menyebabkan daun dan bunga berguguran, buah kering, sehingga produksi menurun. Curah hujan yang cocok untuk tanaman jarak pagar adalah 300-1 200 mm/tahun. Tanaman ini bisa tumbuh di tanah yang kurang subur, asalkan memiliki drainase baik, tidak tergenang, dan pH tanah 5-6.5.

(20)

kapur (Nurcholis dan Sumarsih, 2007). Pitono et al. (2008) menambahkan bahwa pertumbuhan vegetatif jarak pagar juga terhambat bila lahannya berkadar garam tinggi sehingga perlu kehati-hatian dalam pengembangan jarak pagar di areal pesisir pantai atau daerah berpotensi mengandung garam tinggi.

Perbanyakan tanaman jarak pagar dapat dilakukan secara generatif menggunakan benih maupun secara vegetatif dengan stek batang. Penanaman bisa dilakukan dengan menggunakan sistem monokultur ataupun dengan sistem tumpang sari. Jarak tanam yang digunakan dalam sistem monokultur yaitu 2 m x 2 m, dengan populasi 2 500 pohon/ha. Penanaman dengan sistem tumpang sari bisa menggunakan jarak tanam 3 m x 3 m atau 4 m x 2 m, jadi akan diperoleh populasi 1 100 atau 1 250 pohon/ha (Nurcholis dan Sumarsih, 2007).

Hasil penelitian Erythrina (2006) menunjukkan bahwa populasi tanaman dan unsur hara fosfat sangat menentukan tingkat produksi tanaman jarak pagar di lahan kering masam.Hasil biji tanaman jarak pagar pada pemanenan pertama ternyata lebih tinggi pada jarak tanam yang lebihrapat (1.5 m x 2 m atau populasi 3333 pohon/ha) dibandingkan jarak tanam yang lebih lebar (3 m x 2 matau populasi 1666 pohon/ha) dengan rataan hasil biji sekitar 400 kg/ha.

(21)

Tanaman jarak pagar sangat responsif terhadap pemeliharaan, salah satunya adalah pengendalian gulma yang sangat diperlukan dalam budidaya jarak pagar. Hasil pengujian yang dilakukan oleh Soleh et al. (2008) diketahui bahwa, tanaman jarak pagar yang bergulma atau gulma dibiarkan tumbuh hanya selama dua minggu akan menurunkan hasil 7.9 %, dan yang bergulma selama 20 minggu akan menurunkan hasil sebesar 96.1 %, sedangkan tanaman jarak pagar periode bersih gulmanya hanya 2 minggu selama penanaman akan menurunkan hasil 54.4% – 61.8 %, bila tanaman bersih gulma sampai 20 minggu hasilnya turun hanya 4.1 %.

Pemangkasan dapat dilakukan kira-kira satu bulan setelah tanam atau setelah tanaman mencapai ketinggian 40-60 cm. Pemangkasan pucuk tanaman bertujuan untuk memperoleh percabangan yang banyak. Setelah pemangkasan, diberi pupuk nitrogen (N) agar segera tumbuh cabang dan daun baru yang lebih penggerek batang seperti Lagocheirus undatus, hama kepik yang menyerang buah muda (Pachycoris klugii), kumbang pemakan daun (Podagrica spp.), dan lain-lain. Sedangkan penyakit yang biasa menyerang tanaman jarak pagar yaitu busuk akar yang disebabkan oleh Clitocybe tabescens, jamur Colletotrichum gloeosporooides yang dapat menyebabkan penyakit bercak daun, penyakit layu bakteri yang disebabkan oleh bakteri Ralstonia solanacearum, dan lain-lain (Nurcholis dan Sumarsih, 2007; Priyanto, 2007).

Kebutuhan Air untuk Pertumbuhan Tanaman

(22)

pada sebidang lahan yang luas dengan kondisi tanah yang tidak mempunyai kendala (kendala lengas tanah dan kesuburan tanah) dan mencapai potensi produksi penuh pada kondisi lingkungan tumbuh tertentu (Soemarno, 2004).

Aqil et al. (2007) menyatakan bahwa pengelolaan air perlu disesuaikan

dengan sumber daya fisik alam (tanah, iklim, sumber air) dan biologi. Sasaran dari pengelolaan air adalah tercapainya empat tujuan pokok, yaitu efisiensi penggunaan air dan produksi tanaman yang tinggi, efisiensi biaya penggunaan air, pemerataan penggunaan air atas dasar sifat keberadaan air yang selalu ada tapi terbatas dan tidak menentu kejadian serta jumlahnya, dan tercapainya keberlanjutan sistem penggunaan sumber daya air yang hemat lingkungan.

Jika suatu tanaman mengalami cekaman air yang semakin besar, diferensiasi organ-organ baru dan perluasan maupun pembesaran organ yang telah ada merupakan bagian yang pertama kali menunjukkan respon. Stres yang lebih lanjut akan menyebabkan berkurangnya laju fotosintesis. Cekaman kekeringan selain mempengaruhi morfologi tanaman, juga mempengaruhi hasil tanaman. Syafi (2008) menyatakan bahwa tinggi tanaman, jumlah stomata, panjang akar, volume akar dan laju asimilasi bersih merupakan respon morfologis dan ekofisiologis bibit berbagai genotipe jarak pagar terhadap cekaman kekeringan.

Air tanah merupakan faktor penting yang berpengaruh langsung pada proses pengangkutan unsur hara tanah dan proses metabolisme jaringan tanaman. Tanaman jarak pagar bila dihadapkan pada kondisi kekurangan air juga mengalami penurunan pertumbuhan dan produksi. Cekaman kekeringan menimbulkan pengaruh penurunan pertumbuhan tanaman sejak di pembibitan. Seiring dengan semakin bertambahnya umur tanaman, cekaman kekeringan semakin nyata menekan pertumbuhan yang diindikasikan semakin rendah hasilnya. Hal ini ditunjukkan bahwa ketika diberi cekaman 60 % kapasitas lapang tanaman jarak pagar sudah mulai tercekam dengan memberikan respon memperlambat pertumbuhan dan perkembangan semua organ tanaman (Lapanjang et al., 2008).

(23)

tanaman yang ditanam di atasnya telah mengalami layu permanen dalam arti sukar disembuhkan kembali meskipun telah ditambahkan sejumlah air yang mencukupi. Selisih antara kadar air pada kapasitas lapang dan titik layu permanen disebut air tersedia.

Cekaman kekeringan merupakan istilah untuk menyatakan bahwa tanaman mengalami kekurangan air akibat keterbatasan air dari lingkungannya yaitu media tanam. Hasil penelitian Lapanjang et al. (2008) menunjukkan bahwa cekaman kekeringan pada tanaman jarak pagar dengan cara pengurangan persentase kadar air tanah kapasitas lapang sampai pada 40 % kapasitas lapang akan menghambat pertumbuhan vegetatif tanaman jarak pagar, dengan penurunan ukuran dan bobot kering tanaman rata-rata lebih besar 50 %.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Saefudin dan Pranowo (2006) menunjukkan bahwa tanaman jarak pagar yang ditanam memasuki musim kemarau yaitu bulan Juli 2006, interval penyiraman setiap 3 dan 6 hari dengan volume air 2.5 liter/pohon berpengaruh baik terhadap karakter panjang daun.Hal ini diduga karena pada perlakuan penyiraman setiap 3 dan 6 hari kebutuhan air tanaman jarak cukup terpenuhi sehingga mampu mendukung pertumbuhan panjang daun yang paling panjang, sedang pada penyiraman setiap 9 dan 12 hari kebutuhannya sudah tidak lagi dapat tercukupi sehingga terjadi cekaman air yang menghambat pertumbuhan panjang daun jarak pagar.

Karakteristik Tiga Genotipe Jarak Pagar

(24)

Tabel 1. Karakteristik Tiga Genotipe Jarak Pagar Saat di Pembibitan (Bibit Berumur 2 Bulan)

No. Peubah Genotipe

Bengkulu Biak Bogor

1 Tinggi Cabang (cm) 12.3 11.1 4.7

2 Jumlah Cabang 4.4 4.3 3.4

3 Jumlah Daun 8.6 7.3 5.5

4 Panjang Daun (cm) 9.2 8.1 7.5

5 Lebar Daun (cm) 9.8 9.0 7.4

6 Jumlah Lekukan Daun 4.0 4.0 3.0

Saat di lapangan, jumlah malai per tanaman dari genotipe Bengkulu, Biak, dan Bogor masing-masing adalah 3, 6, dan 5 malai per tanaman, sedangkan jumlah buah per tanaman dari ketiga genotipe tersebut secara berurutan yaitu 35, 39, dan 36 buah per tanaman (Surahman et al., 2009).

Tabel 2. Karakteristik Tiga Genotipe Jarak Pagar Saat di Lapangan (Tanaman Berumur 1.5 Bulan)

No. Peubah Genotipe

Bengkulu Biak Bogor

1 Tinggi Cabang (cm) 16.6 16.0 17.5

2 Diameter Cabang (cm) 0.8 0.7 0.6

3 Jumlah Daun 15.1 15.3 14.5

4 Panjang Daun (cm) 10.4 9.7 10.3

5 Lebar Daun (cm) 10.7 10.8 11.0

(25)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca dan di Kebun Percobaan Cikabayan, IPB dengan ketinggian tempat 240 m dpl. Pengukuran kadar air kapasitas lapang dan titik layu permanen media dilakukan di Laboratorium Fisika Tanah, IPB. Waktu penelitian dimulai dari bulan Maret hingga Desember 2010.

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan untuk penelitian adalah benih tiga genotipe jarak pagar asal Biak, Bengkulu dan Bogor, campuran media pasir dan tanah dengan perbandingan 1:1, furadan 3G, dithane M-45, pestisida confidor sistemik dengan konsentrasi 1 ml/l, pupuk NPK mutiara dengan dosis 10 g/tanaman. Peralatan yang digunakan adalah alat pertanian, polybag ukuran 20 x 25 cm (1.5 kg) dan polybag ukuran 50 x 60 cm (22.5 kg) dengan ketebalan 0.2 mm, pressure plate apparatus, pressure membrane apparatus, soil moisture tester, penggaris, timbangan, ember, alat penyiram, jangka sorong, gelas ukur, kamera digital, label, ajir, dan alat penunjang penelitian lainnya.

Metode Penelitian Penelitian ini terdiri atas dua percobaan, yaitu :

1. Pengaruh frekuensi penyiraman dan genotipe jarak pagar terhadap pertumbuhan bibit di rumah kaca.

2. Dampak frekuensi penyiraman bibit jarak pagar terhadap pertumbuhan tanaman di lapangan.

Rancangan Percobaan Percobaan 1

(26)

hari (P1), 8 hari (P2), dan 11 hari (P3). Faktor kedua yaitu genotipe jarak pagar yang terdiri atas tiga taraf, yaitu genotipe Biak (G1), Bengkulu (G2) dan Bogor (G3). Total kombinasi perlakuan adalah 9 kombinasi dengan masing-masing 3 ulangan, sehingga terdapat 27 satuan percobaan. Tiap percobaan terdiri atas 5 tanaman contoh sehingga jumlah bibit yang diamati adalah 135 bibit.

Model rancangan percobaan yang digunakan adalah : Yijk = µ

+ P

i + Gj + (PG)ij + k + ijk Keterangan :

Yijk : Nilai pengamatan pada perlakuan frekuensi penyiraman ke-i, genotipe ke-j dan ulangan ke-k.

µ

: Nilai rataan umum

Pi : Pengaruh perlakuan frekuensi penyiraman ke-i Gj : Pengaruh perlakuan genotipe ke-j

PGij

: Pengaruh interaksi antara frekuensi penyiraman ke-i dan genotipe ke-j

k : Pengaruh kelompok ke-k

ijk : Pengaruh galat pada perlakuan frekuensi penyiraman ke-i dan genotipe ke-j serta kelompok ke-k.

Data yang diperoleh diuji dengan uji F dan apabila menunjukkan pengaruh nyata maka dilakukan analisis uji lanjut dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5 %. Pengolahan data dilakukan dengan perangkat lunak Statistical Analysis System (SAS) versi 9.13.

Percobaan 2

(27)

Percobaan ini merupakan lanjutan dari percobaan pertama, namun tanaman dipindahkan ke lapangan.

Model rancangan yang digunakan adalah : Yij = µ

+ G

i + j + ij Keterangan :

Yijk : Nilai pengamatan pada perlakuan genotipe ke-i dan ulangan ke-j.

µ

: Nilai rataan umum

Gj : Pengaruh perlakuan genotipe ke-i k : Pengaruh kelompok ke-j

ij : Pengaruh galat pada genotipe ke-i serta kelompok ke-j.

Data yang diperoleh diuji dengan uji F dan apabila menunjukkan pengaruh nyata maka dilakukan analisis uji lanjut dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5 %.

Pelaksanaan Penelitian Percobaan 1. Pembibitan

(28)

pertumbuhannya baik, bebas hama penyakit, diameter batang 1-2 cm, tinggi bibit 30-50 cm, dan jumlah daun 7-10 helai.

Penanaman Bibit

Media tanam yang digunakan berupa media tanah lapisan atas dan pasir dengan bobot masing-masing media yaitu 11.25 kg (perbandingan bobot media 1:1). Kemudian diambil sampel media untuk mengukur kadar air (KA) media saat kapasitas lapang dan titik layu permanen di Laboratorium Fisika Tanah, IPB. Pengukuran kadar air saat kapasitas lapang dan titik layu permanen pada media tanam dilakukan dengan metode tekanan menggunakan alat pressure plate

apparatus dan pressure membran apparatusmasing-masing pada pF 2.54 dan pF

4.20.Lalu media dimasukkan ke dalam polybag berukuran 50 x 60 cm dan polybag digoyang-goyangkan agar kerapatan media tetap terjaga.

Bibit yang tumbuh dengan baik di polybag berukuran 20 x 25 cm dipindahkan ke dalam polybag berukuran 50 x 60 cm. Kemudian bibit dibiarkan beradaptasi selama 2 minggu dengan kondisi media tetap berada pada KA kapasitas lapang di dalam rumah kaca. Setelah 2 minggu, dilakukan pengukuran KA awal media sebelum diberi perlakuan frekuensi penyiraman dengan menggunakan soil moisture tester. Lalu bibit disiram sesuai dengan perlakuan frekuensi penyiraman yaitu setiap 5 hari, 8 hari, dan 11 hari. Penetapan kadar air tanah pada saat kapasitas lapangdilakukan dengan mengukur volume air yang harus ditambahkan untuk mencapai KA kapasitas lapang. Rumus yang digunakan adalah :

Volume air yang harus ditambahkan (ml) =

KA kapasitas lapang – KA pengukuran (%) x Bobot media kapasitas lapang (g) 100

(29)

g/tanaman. Pemeliharaan lain seperti pengendalian gulma, hama dan penyakit tetap dilakukan. Tata letak penelitian dilampirkan pada Lampiran 20.

Percobaan 2

Percobaan kedua merupakan lanjutan dari percobaan pertama, dimana polybag yang berisi bibit jarak pagar berumur 12 Minggu Setelah Perlakuan (MSP) dipindahkan ke lapangan. Bibit disusun sama seperti penyusunan pada saat di rumah kaca. Pemeliharaan seperti penyiraman, pengendalian hama dan penyakit tetap dilakukan.

Pengamatan Percobaan 1

Pengamatan dilakukan pada saat akan dimulainya perlakuan frekuensi penyiraman yaitu pada saat bibit berumur 2 bulan. Pengamatan ini dilakukan di rumah kaca yaitu berupa :

1. Tinggi Bibit (cm)

Diukur dari pangkal batang (batas leher akar) sampai titik tumbuh bibit. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan penggaris dan dilakukan setiap 2 minggu sekali.

2. Jumlah Daun

Jumlah daun diperoleh dengan menghitung jumlah semua daun yang telah membuka sempurna meskipun ukurannya belum mencapai ukuran maksimal. Pengamatan dilakukan 2 minggu sekali.

3. Diameter Batang (cm)

Diameter batang diukur 10 cm dari permukaan tanah dengan menggunakan jangka sorong. Pengamatan dilakukan setiap 4 minggu sekali.

4. Kecepatan Laju Pertumbuhan Bibit (cm/waktu pengamatan)

(30)

5. Laju Pertumbuhan Spesifik (cm/waktu pengamatan)

Laju pertumbuhan tinggi bibit dari awal hingga akhir pengamatan. Laju pertumbuhan spesifik diukur dengan menggunakan rumus :

µ = (ln Nt– ln N0) / t dimana : µ = Laju pertumbuhan spesifik (hari-1) Nt= Tinggi akhir tanaman (cm)

N0= Tinggi awal tanaman (cm)

T = Selang waktu dari N0 ke Nt (hari)

6. Pengukuran Kadar Air saat Kapasitas Lapang dan Titik Layu Permanen

Pengukuran kadar air saat kapasitas lapang dan titik layu permanen pada media tanam dilakukan dengan metode tekanan menggunakan alat pressure

plate apparatus dan pressure membran apparatusmasing-masing pada pF 2.54

dan pF 4.20 (Syafi, 2008). Sampel media untuk pengukuran kapasitas lapang (pF 2.54) diletakkan di atas piringan (plate) dalam pressure plate apparatus, sedangkan media untuk pengukuran titik layu permanen (pF 4.20) diletakkan di atas piringan dalam pressure membran apparatus. Kedua sampel media ini disiram air sampai berlebihan dan dibiarkan selama 48 jam. Alat ditutup rapat-rapat, kemudian diberi tekanan sesuai dengan pF yang dikehendaki (untuk pF 2.54 dengan tekanan 1/3 bar dan 1.5 bar untuk pF 4.20). Keseimbangan tercapai kira-kira 48 jam setelah diberi tekanan. Kemudian sampel media dikeluarkan dan diukur kadar airnya dengan metode gravimetrik, dengan menggunakan rumus :

KA = BB – BK x 100% BB

dimana : BB = Bobot Basah media (g) dan BK = Bobot Kering media (g). Pengukuran kadar air awal media ini bertujuan untuk menentukan jumlah air

yang akan diberikan. Jumlah air yang diperlukan dilampirkan pada Lampiran 2 dan 3, perhitungan berdasarkan rumus volume air yang harus ditambahkan.

Percobaan 2

(31)

1. Tinggi Tanaman (cm)

Diukur dari pangkal batang (batas leher akar) sampai titik tumbuh tanaman. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan penggaris dan dilakukan setiap 2 minggu sekali.

2. Jumlah Daun

Jumlah daun diperoleh dengan menghitung jumlah semua daun yang telah membuka sempurna meskipun ukurannya belum mencapai ukuran maksimal. Pengamatan dilakukan 2 minggu sekali.

3. Diameter Batang (cm)

Diameter batang diukur 10 cm dari permukaan tanah dengan menggunakan jangka sorong. Pengamatan dilakukan setiap 4 minggu sekali.

4. Jumlah Cabang

Jumlah cabang dihitung pada cabang yang tumbuh pada batang utama. Pengamatan dilakukan setiap 4 minggu sekali.

5. Jumlah Malai per tanaman

Jumlah malai yang terbentuk pada setiap tanaman jarak pagar. Pengamatan ini dilakukan setiap minggu setelah terbentuk malai.

6. Jumlah Buah Panen

Jumlah buah yang sudah dapat dipanen saat pengamatan. Pengamatan ini dilakukan setiap minggu setelah terbentuk buah.

7. Jumlah Buah Total

Jumlah buah yang dapat dipanen dan buah yang belum dapat dipanen. Pengamatan ini dilakukan setiap minggu setelah terbentuk buah.

8. Bobot Buah (g)

Bobot buah yang dapat dipanen pada setiap tanaman jarak pagar. Pengamatan ini dilakukan setelah buah dipanen.

9. Bobot Biji Basah (g)

(32)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Penelitian ini terdiri atas dua percobaan, yaitu pengaruh frekuensi penyiraman dan genotipe jarak pagar terhadap pertumbuhan bibit di rumah kaca serta dampak frekuensi penyiraman bibit jarak pagar pada pertumbuhan tanaman di lapangan. Percobaan pertama dilakukan di Rumah Kaca Kebun Percobaan Cikabayan, Dramaga, Bogor. Benih ditanam dalam polybag dan diletakkan di rumah kaca sehingga asumsinya kebutuhan cahaya dapat tercukupi dan merata.

Secara umum kondisi bibit jarak pagar pada fase pembibitan (umur 0-2 bulan) mengalami pertumbuhan yang sangat baik dan hampir seragam. Satu minggu pertama sebagian besar benih yang ditanam sudah berkecambah dengan tipe perkecambahan epigeal, yaitu radikula (calon akar) muncul kemudian diikuti dengan memanjangnya hipokotil secara keseluruhan dan membawa serta kotiledon dan plumula ke atas permukaan tanah. Kotiledon akan gugur dengan sendirinya saat daun pertama muncul. Pengamatan daya berkecambah (DB) benih dilakukan pada hari ke-7 dan hari ke-14 setelah tanam. Persentase DB benih dari ketiga genotipe jarak pagar berkisar antara 95 – 100 %, yaitu Biak 95%, Bengkulu 100%, dan Bogor 98%. Hal ini menunjukkan bahwa ketiga genotipe jarak pagar tersebut memiliki viabilitas awal yang cukup tinggi.

(33)

jarak pagar. Hama kutu putih dalam penelitian ini diatasi dengan menggunakan pestisida Confidor sistemik dengan konsentrasi 1 ml/l.

Gambar 1. Penyakit Witche’s Broom Gambar 2. Penyakit Embun Tepung

Gambar 3. Penyakit Bercak Daun

Sebelum dilakukan perlakuan frekuensi penyiraman, terlebih dahulu dilakukan percobaan pendahuluan yang bertujuan untuk menentukan waktu titik layu permanen sehingga dapat menentukan frekuensi penyiraman yang digunakan. Hasil percobaan pendahuluan tersebut menunjukkan bahwa bibit jarak pagar masih dapat tumbuh meskipun tidak dilakukan penyiraman selama 12 hari dengan kadar air sebesar 28.2 %.

(34)

11 hari berkisar antara 30.30 – 33.65 % (Lampiran 4, 5, dan 6). Kadar air tersebut masih setara dengan 85 – 96 % kadar air kapasitas lapang.

Percobaan kedua dilakukan di Kebun Percobaan Cikabayan, Dramaga, Bogor. Bibit hasil percobaan pertama yang sudah berumur 12 MSP dipindahkan ke lapangan. Selama proses pemindahan, banyak bibit yang mengalami layu sementara. Hal ini disebabkan oleh adaptasi bibit terhadap lingkungan baru yaitu dari rumah kaca kemudian dipindahkan ke lapangan, sehingga hampir semua bibit perlu ditopang oleh ajir agar pertumbuhannya tegak kembali. Selama pengamatan di lapangan, banyak tanaman yang mengalami serangan hama dan penyakit. Hama dan penyakit yang menyerang hampir sama seperti pada percobaan pertama yaitu belalang, tungau, kutu putih, bercak daun bakteri, korosis pada batang, dan penyakit Witche’s Broom. Hama kutu putih pada penelitian ini dapat berkurang dengan sendirinya setelah tanaman terkena air hujan.

Gambar 5. Penyakit Bercak Daun

Gambar 4. Bekas Gigitan Hama Belalang

Percobaan 1

Pengaruh Frekuensi Penyiraman dan Genotipe Jarak Pagar terhadap Pertumbuhan Bibit di Rumah Kaca

(35)

sangat nyata pada 6 dan 8 MSP. Pengaruh nyata juga ditunjukkan oleh jumlah daun pada 2 MSP.

Tabel 3. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Frekuensi Penyiraman dan Genotipe Jarak Pagar terhadap Tolok Ukur yang Diamati

Keterangan : tn = tidak berpengaruh nyata

* = berpengaruh nyata pada taraf 5% DMRT ** = berpengaruh sangat nyata pada taraf 1% DMRT KK = Koefisien keragaman

^ = Hasil Transformasi

MSP = Minggu Setelah Perlakuan

(36)

penyiraman tidak berpengaruh nyata terhadap tolok ukur kecepatan laju pertumbuhan bibit, dan laju pertumbuhan spesifik bibit pada semua periode pengamatan.

Perlakuan faktor tunggal genotipe hanya berpengaruh nyata terhadap tolok ukur diameter batang pada 4 dan 8 MSP dan sangat nyata pada 12 MSP. Perlakuan genotipe tidak berpengaruh nyata terhadap tolok ukur tinggi bibit, kecepatan laju pertumbuhan bibit, dan laju pertumbuhan spesifik, namun berpengaruh sangat nyata pada jumlah daun 2 MSP. Interaksi antara perlakuan frekuensi penyiraman dan genotipe jarak pagar tidak berpengaruh nyata terhadap semua tolok ukur yang diamati. Hal ini berarti bahwa tidak ada hubungan antara perlakuan frekuensi penyiraman dengan perlakuan genotipe jarak pagar, dan respon tiap genotipe hampir sama terhadap frekuensi penyiraman karena tidak adanya cekaman kekeringan.

Tinggi Bibit

Tinggi tanaman merupakan parameter pertumbuhan yang sering digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan atau perlakuan yang diterapkan (Sitompul dan Guritno, 1995). Hasil rata-rata nilai tengah pengaruh faktor tunggal frekuensi penyiraman dan genotipe terhadap tolok ukur tinggi bibit di rumah kaca ditunjukkan pada Tabel 4.

Tabel 4 menunjukkan bahwa rata-rata nilai tengah tinggi bibit pada perlakuan frekuensi penyiraman 5 hari tidak berbeda nyata dengan perlakuan frekuensi penyiraman 8 hari, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan frekuensi penyiraman 11 hari.Pada 4, 6, 8 10, dan 12 MSP perlakuan frekuensi penyiraman 8 hari memiliki rata-rata nilai tengah paling tinggi dibandingkan dengan frekuensi penyiraman 5 dan 11 hari.Pada akhir pengamatan (12 MSP), bibit yang memiliki tinggi bibit paling tinggi yaitu bibit pada perlakuan frekuensi penyiraman 8 hari yaitu sebesar 69.59 cm.

(37)

hari. Kondisi tanah yang keras dan kekeringan akan memproduksi zat pengatur tumbuh yang sedikit sehingga dapat menghambat perkembangan tajuk dan produksi (Pranowo et al., 2006). Penelitian Parwata et al. (2010) juga menunjukkan bahwa penurunan tinggi bibit, diameter batang, jumlah daun, dan biomassa bibit jarak pagar yang ditanam pada media pasir pantai sejalan dengan semakin jarangnya frekuensi penyiraman.

Tabel 4. Rata-rata Nilai Tengah Pengaruh Faktor Tunggal Frekuensi Penyiraman dan Genotipe terhadap Tolok Ukur Tinggi Tanaman

MSP Frekuensi

Keterangan : Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 % uji DMRT.

(38)

memiliki rata-rata nilai tengah paling tinggi dibandingkan perlakuan genotipe Biak dan Bengkulu.

Diantara ketiga frekuensi penyiraman tersebut, perlakuan frekuensi penyiraman 11 hari memiliki penurunan kadar air media paling tinggi. Grafik penurunan kadar air media perlakuan frekuensi penyiraman 11 hari ditunjukkan pada Gambar 6. Rata-rata besarnya volume air yang harus ditambahkan pada frekuensi penyiraman 11 hari yaitu sebesar 916 ml per polybag (Lampiran 2 dan 3).

Gambar 6. Penurunan Kadar Air Media Perlakuan Frekuensi Penyiraman 11 Hari

(39)

Jika evapotranspirasi kecil maka bibit tidak akan banyak kehilangan air, sehingga kadar air media masih cukup tinggi dan bibit tidak mengalami cekaman kekeringan. Menurut Handoko et al. (1995), evapotranspirasi adalah ukuran total kehilangan air (penggunaan air) untuk suatu luasan lahan melalui evaporasi dari permukaan tanah dan transpirasi dari permukaan tanaman. Secara potensial evapotranspirasi ditentukan hanya oleh unsur-unsur iklim, sedangkan secara aktual evapotranspirasi juga ditentukan oleh kondisi tanah dan sifat tanaman.

Berdasarkan penelitian Syafi (2008) menunjukkan bahwa penurunan kadar air media 40 % menjadi 32 % menurunkan tinggi tanaman secara nyata pada semua genotipe yang diamati. Pada kadar air media 40 % pertambahan tinggi tanaman paling besar, diduga karena pembelahan, pembesaran, dan pemanjangan sel berjalan dengan baik. Pada kadar air media 36 % dan 32 % diduga pembesaran dan pemanjangan sel terhambat karena terbatasnya air yang tersedia bagi tanaman. Respon defisit air yang semakin meningkat disebabkan karena perlakuan kadar air media yang semakin berkurang.

Jumlah Daun

Daun merupakan bagian vegetatif yang penting untuk proses fotosintesis. Jumlah daun berpengaruh terhadap kemampuan tanaman mengubah unsur hara menjadi zat-zat yang penting bagi pertumbuhan tanaman. Fungsi utama daun adalah menyintesis bahan organik dengan menggunakan sinar matahari sebagai sumber energi melalui proses fotosintesis (Mulyani, 2006). Muzayyinatin (2006) menambahkan bahwa jumlah daun mempengaruhi setiap tanaman dalam memperoleh CO2 dan cahaya yang sesuai dengan kebutuhannya. Pengamatan jumlah daun diperlukan selain sebagai indikator pertumbuhan juga sebagai data penunjang untuk menjelaskan proses pertumbuhan yang terjadi seperti pada pembentukan biomassa tanaman. Hasil rata-rata nilai tengah pengaruh faktor tunggal frekuensi penyiraman dan genotipe terhadap tolok ukur jumlah daun di rumah kaca ditunjukkan pada Tabel 5.

(40)

MSP, rata-rata nilai tengah jumlah daun pada perlakuan frekuensi penyiraman 8 hari tidak berbeda nyata dengan perlakuan frekuensi penyiraman 5 hari, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan frekuensi penyiraman 11 hari. Perlakuan frekuensi penyiraman 8 hari memiliki rata-rata jumlah daun paling tinggi dibandingkan perlakuan frekuensi penyiraman 5 dan 11 hari. Pada 6 MSP, perlakuan frekuensi penyiraman 8 hari memiliki jumlah daun sebesar 26.51, lebih tinggi dibandingkan dengan frekuensi penyiraman 5 hari (25.60) dan 11 hari (25.36).

Tabel 5. Rata-rata Nilai Tengah Pengaruh Faktor Tunggal Frekuensi Penyiraman dan Genotipe terhadap Tolok Ukur Jumlah Daun

MSP Frekuensi berbeda nyata pada taraf 5 % uji DMRT.

(41)

kadar air media yang paling besar yaitu berkisar antara 2.96 – 3.25 %, kadar air media tersebut masih setara dengan 85 – 87 % kadar air tanah kapasitas lapang sehingga tanaman belum bisa dinyatakan dalam kondisi tercekam.Rata-rata volume air yang harus ditambahkan pada frekuensi penyiraman 8 hari adalah 817ml per polybag (Lampiran 2 dan 3). Hasil pengukuran kadar air pada frekuensi penyiraman 8 hari dapat dilihat pada Lampiran 5.

Gambar 7. Penurunan Kadar Air Media Perlakuan Frekuensi Penyiraman 8 Hari

Penurunan kadar air media yang sangat kecil diduga karena faktor iklim yang mempengaruhi lingkungan tumbuh bibit jarak pagar di rumah kaca. Curah hujan yang cukup tinggi (Lampiran 7) dapat menyebabkan lama penyinaran matahari yang diserap oleh bibit jarak pagar tidak maksimal. Tanaman jarak pagar merupakan tanaman yang memerlukan penyinaran matahari secara langsung sehingga tidak boleh ternaungi. Menurut Gardner et al. (1991), dari radiasi atau penyinaran matahari yang diserap oleh daun, 1 - 5 % digunakan untuk fotosintesis dan 75 – 85 % digunakan untuk memanaskan daun dan untuk transpirasi. Jika penyinaran matahari sedikit, maka evapotranspirasi menurun sehingga bibit tidak banyak kehilangan air baik dari tanah di dalam polybag maupun dari daun.

(42)

jumlah daun. Jika dilihat dari penurunan kadar air media pada pengamatan 96 HSP, genotipe Bengkulu mengalami penurunan kadar air media paling besar dibandingkan dua genotipe lainnya yaitu sebesar 3.25 %.

Tanaman jarak pagar sangat respon terhadap pemeliharaan, pemeliharaan yang intensif pada pertumbuhan awal sangat berpengaruh terhadap produksi daun

dan produksi buah pada pertumbuhan selanjutnya (Ferry et al., 2006). Nurcholis dan Sumarsih (2007) menambahkan bahwa tanaman jarak jika

kekurangan air akan merontokkan daunnya. Apabila tercukupi kebutuhan airnya, pada musim kering dan suhu tinggi serta penyinaran matahari penuh, berkurangnya jumlah daun tersebut akan memacu munculnya banyak bunga sehingga produksi biji tinggi.

Diameter Batang

Hasil rata-rata nilai tengah pengaruh faktor tunggal frekuensi penyiraman dan genotipe terhadap tolok ukur diameter batang ditunjukkan pada Tabel 6. Tabel 6. Rata-rata Nilai Tengah Pengaruh Faktor Tunggal Frekuensi

Penyiraman dan Genotipe terhadap Tolok Ukur Diameter Batang

MSP Frekuensi berbeda nyata pada taraf 5 % uji DMRT.

(43)

penyiraman menunjukkan perbedaan terhadap diameter batang pada 4, 8, dan 12 MSP. Perlakuan faktor tunggal frekuensi penyiraman 5 hari memiliki rata-rata diameter batang paling tinggi dan berbeda nyata dengan perlakuan frekuensi penyiraman 11 hari, tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan frekuensi penyiraman 8 hari. Diameter batang tertinggi dihasilkan oleh perlakuan frekuensi penyiraman 5 hari pada umur 12 MSP yaitu sebesar 1.39 cm.

Perlakuan faktor tunggal genotipe memberikan perbedaan terhadap diameter batang pada 4, 8, dan 12 MSP. Perlakuan genotipe Biak berbeda nyata dengan genotipe Bengkulu, tetapi tidak berbeda nyata dengan genotipe Bogor. Selama pengamatan diameter batang, genotipe Bengkulu memiliki rata-rata diameter batang paling tinggi dibandingkan dengan genotipe Biak dan Bogor. Interaksi antara perlakuan frekuensi penyiraman dan genotipe tidak memberikan perbedaan nyata terhadap diameter batang pada semua umur bibit.

Berdasarkan grafik penurunan kadar air perlakuan frekuensi penyiraman 5hari pada Gambar 8 menunjukkan bahwa penurunan kadar air media mengalami penurunan yang fluktuatif dan penurunan paling besar terjadi pada pengamatan 105 HSP, dimana kadar air media mengalami penurunan sebesar 2.79 – 3.16 %.

(44)

selalu berubah sebagai respon terhadap faktor-faktor lingkungan dan gaya gravitasi. Baik kelebihan air ataupun kekurangan air dapat mengganggu pertumbuhan tanaman. Jumlah curah hujan dan kelembaban udara yang cukup tinggi pada saat penelitian (Lampiran 7) diduga menjadi penyebab kadar air media pada bibit jarak pagar tidak mengalami penurunan yang berarti. Oleh karena itu bibit dapat dinyatakan belum mengalami cekaman kekeringan selama penelitian di rumah kaca.

Kirkham (1990) menambahkan bahwa penurunan jumlah air yang tersimpan pada tajuk tanaman yang toleran terhadap cekaman kekeringan relatif lebih rendah dibandingkan dengan tanaman yang tidak toleran. Hasil pengukuran kadar air media pada frekuensi penyiraman 5 hari dapat dilihat pada Lampiran 4. Rata-rata volume air yang harus ditambahkan pada frekuensi penyiraman 5 hari adalah 767 ml per polybag (Lampiran 2 dan 3).

Hartati (2008) menyatakan bahwa disamping faktor genetik, pertumbuhan dan perkembangan tanaman jarak pagar sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Menurut Santoso (2009), ukuran diameter batang suatu ekotipe jarak agar akan bertambah seiring dengan semakin bertambahnya jumlah cabang primer. Hal ini disebabkan percabangan (cabang primer) banyak terbentuk di pangkal batang dekat permukaan tanah.

Secara keseluruhan berdasarkan hasil pengukuran kadar air media pada frekuensi penyiraman 5, 8 dan 11 hari dapat diketahui bahwa pada frekuensi penyiraman 5 dan 11 hari sekali genotipe Bengkulu memiliki rata-rata penurunan kadar air paling besar, sedangkan pada frekuensi penyiraman 8 hari sekali genotipe Bogor memiliki rata-rata penurunan kadar air yang paling besar. Pada penelitian ini, ketigaperlakuan frekuensi penyiraman tidak menyebabkan penurunan kadar air yang cukup besar, hal ini karena kadar air tersebut masih berada pada kondisi 85 – 89 % kadar air tanah kapasitas lapang sehingga bibit belum bisa dinyatakan dalam kondisi tercekam.

(45)

penentuan air yang dapat hilang melalui saluran evaporasi permukaan tanah maupun transpirasi melalui daun (Buckman dan Brady, 1982).

Percobaan 2

Dampak Frekuensi Penyiraman Bibit Jarak Pagar terhadap Pertumbuhan Tanaman di Lapangan

Hasil rekapitulasi sidik ragam dampak frekuensi penyiraman bibit jarak pagar terhadap pertumbuhan tanaman di lapangan ditunjukkan pada Tabel 7. Tabel 7. Rekapitulasi Sidik Ragam Dampak Frekuensi Penyiraman Bibit Jarak

Pagar terhadap Tolok Ukur yang Diamati

Jumlah Malai per tanaman tn 16.54^

Jumlah Buah Panen tn 23.78^

Jumlah Buah Total tn 25.16^

Bobot Buah tn 28.41^

Bobot Biji Basah tn 26.37 ^

Keterangan : tn = tidak berpengaruh nyata

* = berpengaruh nyata pada taraf 5% DMRT ** = berpengaruh sangat nyata pada taraf 1% DMRT KK = Koefisien keragaman

MST= Minggu Setelah Tanam

(46)

malai per tanaman, jumlah buah panen, jumlah buah total, bobot buah dan bobot biji basah pada semua umur tanaman di lapangan. Hal ini menunjukkan bahwa frekuensi penyiraman bibit tiga genotipe jarak pagar tidak memberikan dampak terhadap pertumbuhan tanaman di lapangan sehingga dapat dikatakan bahwa semua tanaman jarak pagar mengalami recoveryselama di lapangan.

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Misnen (2010) bahwa tanaman jarak pagar memiliki daya pemulihan atau adaptasi yang baik setelah dipindahkan ke lapangan. Begitu pula dengan tidak adanya cekaman kekeringan pada percobaan frekuensi penyiraman di rumah kaca sehingga menyebabkan tanaman jarak pagar yang ditanam di lapangan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Hasil analisis sidik ragam masing-masing tolok ukur dapat dilihat pada Lampiran 11 sampai 19.

Diameter Batang di Lapangan

Rata-rata nilai tengah dampak frekuensi penyiraman bibit jarak pagar terhadap tolok ukur diameter batang pada Tabel 8 menunjukkan bahwa perlakuan genotipe jarak pagar hanya memberikan perbedaan terhadap diameter batang pada umur 2 MST di lapangan.

(47)

Pada umur 2 MST di lapangan, genotipe Bengkulu yang berasal dari frekuensi penyiraman 5 hari dari percobaan 1 memiliki diameter batang paling besar yaitu 1.82 cm, tidak berbeda dengan frekuensi penyiraman 8 hari akan tetapi berbeda nyata dengan genotipe Biak dan Bogor yang berasal dari frekuensi penyiraman 5, 8, maupun 11 hari. Genotipe Biak yang berasal dari frekuensi penyiraman 5 hari memiliki diameter batang paling kecil, yaitu sebesar 1.49 cm. Hal ini disebabkan karena tidak terjadi cekaman kekeringan pada percobaan di rumah kaca sehingga tanaman dapat pulih kembali setelah ditanam di lapangan.

Produksi Tanaman Jarak Pagar

Fase generatif terjadi pada pembentukan dan perkembangan kuncup-kuncup bunga, bunga, buah, dan biji (Harjadi, 1996). Rata-rata nilai tengah hasil produksi tanaman jarak pagar pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Rata-rata Nilai Tengah Hasil Produksi Tanaman Jarak Pagar

(48)

genotipe lainnya. Hasil produksi ini belum menunjukkan hasil yang maksimal, seperti yang dilakukan oleh Mardjono et al. (2006) bahwa tanaman jarak pagar merupakan tanaman tahunan yang pada tahun pertama belum menunjukkan hasil yang optimal.

(49)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Pada percobaan di rumah kaca, perlakuan faktor tunggal frekuensi penyiraman berpengaruh terhadap tolok ukur tinggi bibit pada 2 - 12 MSP, jumlah daun pada 2 MSP, dan diameter batang pada 4 - 12 MSP. Perlakuan faktor tunggal genotipe hanya berpengaruh terhadap tolok ukur diameter batang pada 4 – 12 MSP dan jumlah daun pada 2 MSP. Interaksi antara perlakuan frekuensi penyiraman dan genotipe jarak pagar tidak berpengaruh terhadap semua tolok ukur yang diamati.

Ketiga genotipe jarak pagar yang diteliti (Biak, Bengkulu, dan Bogor) memiliki ketahanan yang hampir sama terhadap perlakuan frekuensi penyiraman. Frekuensi penyiraman terbaik pada tiga genotipe jarak pagar dalam penelitian ini adalah frekuensi penyiraman 8 hari.

Pada percobaan di lapangan, genotipe jarak pagar hanya berpengaruh terhadap tolok ukur diameter batang pada 2 MST. Dampak frekuensi penyiraman 5, 8, dan 11 hari pada ketiga genotipe jarak pagar tidak terlihat pada pertumbuhan tanaman di lapangan baik fase vegetatif (kecuali diameter batang pada 2 MST) maupun fase generatif.

Saran

(50)

DAFTAR PUSTAKA

Agung, T. dan A.Y. Rahayu. 2004. Analisis efisiensi serapan N, pertumbuhan, dan hasil beberapa kultivar kedelai unggul baru dengan cekaman kekeringan dan pemberian pupuk hayati. Agrosains 6(2):70-74.

Aqil M., I.U. Firmansyah, dan M. Akil. 2007. Pengelolaan air tanaman jagung. http://balitsereal.litbang.deptan.go.id. [20 Maret 2010].

Badan Pusat Statistik. 2009. Luas Lahan menurut Penggunaannya tahun 2008. Badan Pusat Statistik. Jakarta. 95 hal.

Buckman, H. O. dan N.C. Brady. 1982. Ilmu Tanah. Bharata Karya Aksara. Jakarta.

Erythrina . 2006. Jarak Tanam dan Pemupukan Fosfat pada Tanaman Jarak Pagar

(Jatropha curcas L.) di Propinsi Lampung. Prosiding Lokakarya II Status

Teknologi Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Bogor. Hal: 43-49.

Ferry, Y., D. Pronowo, dan M. Herman. 2006. Pengaruh Setek Tanam Langsung terhadap Pertumbuhan dan Produksi Jarak Pagar (Jatropha CurcasL.). Prosiding Lokakarya II Status Teknologi Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Bogor. Hal: 27-29.

Gardner, F.P., R.B. Pearce, dan R.L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya (diterjemahkan dari : Physiology of Crop Plants, penerjemah : H. Susilo dan Subiyanto). Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. 428 hal.

Hakim, N., M. Y. Nyakpa, A. M. Lubis, S. G. Nugroho, M. A. Dika, Go Ban Hong, H. H. Bailley. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung. Lampung.

Handoko, A.A. Nasir, T. June, R. Hidayati. 1995. Klimatologi Dasar. Pustaka Jaya. Bogor. 192 hal.

Hamdi, A. 2006. Implementasi Kebijakan Pengembangan Jarak Pagar sebagai Sumber BBN. Prosiding Lokakarya II Status Teknologi Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Bogor. Hal: 1-6.

Harjadi, S. S. 1996. Pengantar Agronomi. Gramedia Pustaka. Jakarta. 197 hal. Hartati, S. 2008.Pengaruh Perubahan Iklim terhadap Pembungaan dan Pembuahan

(51)

Khaerana, M. Ghulamahdi, dan E.D. Purwakusumah. 2008. Pengaruh cekaman kekeringan dan umur panen terhadap pertumbuhan dan kandungan xanthorrhizol temulawak (Curcuma xanthorrhiza roxb.). Bul. Agron. 36(3):242.

Kirkham, M.B. 1990. Plant responses to water deficits, p. 323-342. In B.A. Stewart and D.R. Nielsen (Eds). Irrigation of Agricultural Crops. Madison, Wisconsin.

Lapanjang, I., B.S. Purwoko, Hariyadi, S.R. Budi, dan M. Melati. 2008. Evaluasi beberapa ekotipe jarak pagar (Jatropha curcas L.) untuk toleransi cekaman kekeringan. Bul. Agron. 36(3): 263-269.

Mahmud, Z., A.A. Rivaie dan D. Allorerung. 2005. Petunjuk Teknis Budidaya Jarak Pagar (Jatropha curcas L). Puslitbang Perkebunan. Bogor. 34 hal. Mahmud, Z. 2006. Anda bertanya? kami menjawab!. Infotek Jarak Pagar

(Jatropha curcas L.) 1(3):12.

Mahmud, Z., E. Karmawati, A. Wahyudi dan Sumanto. 2008. Respon jarak pagar terhadap pemupukan. Infotek Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) 3(5):19. Mardjono, R., H. Sudarmo, dan Sudarmadji. 2006. Uji Daya Hasil Beberapa

Genotipa Terpilih Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Prosiding Lokakarya II Status Teknologi Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Bogor. Hal: 107-110.

Misnen. 2010. Penapisan Genotipe Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) untuk Toleransi terhadap Kekeringan. Tesis. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 117 hal.

Mulyani, S. 2006. Anatomi Tumbuhan. Kanisius. Yogyakarta. 325 hal.

Muzayyinatin. 2006. Pengaruh Komposisi Media dan Jumlah Benih dalam Wadah Persemaian terhadap Pertumbuhan Manggis (Garcinia mangostana L.). Skripsi. Program Studi Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 36 hal.

Nurcholis, M. dan S. Sumarsih. 2007. Jarak Pagar dan Pembuatan Biodiesel. Kanisius. Yogyakarta. 83 hal.

Parwata, I.G.M.A., D. Indradewa, P. Yudono, B.Dj. Kertonegoro. 2010. Pengelompokan genotipe jarak pagar berdasarkan ketahanannya terhadap kekeringan pada fase pembibitan di lahan pasir pantai. J. Agron. Indonesia. 38:156-162.

(52)

Pranowo, D., M. Herman, dan Y. Ferry. 2006. Pengaruh Pengolahan Tanah dan Pemupukan terhadap Pertumbuhan dan Produksi Awal Jarak Pagar. Prosiding Lokakarya II Status Teknologi Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Bogor. Hal: 23-26.

Prihandana, R. dan R. Hendroko. 2006. Petunjuk Budi Daya Jarak Pagar. PT. Agromedia Pustaka. Jakarta. 84 hal.

Priyanto, U. 2007. Menghasilkan Biodiesel Jarak Pagar Berkualitas. PT. Agromedia Pustaka. Jakarta. 52 hal.

Rachmiati, Y. 2008. Hubungan iklim dan tanah. http://www.ritc.or.id. [20 Maret 2010].

Rusmin, D., Sukarman, Melati, dan M. Hasanah. 2002. Pengaruh cekaman air terhadap pertumbuhan bibit empat nomor Jambu Mente (Anacardium occidentale L.). Jurnal Litri 8(2):49-54.

Saefudin dan D. Pranowo. 2006.Pengaruh Interval Penyiraman dan Pemberian Mulsa terhadap Pertumbuhan dan Pembungaan Tanaman Jarak Pagar

(Jatropha curcas L.). Prosiding Lokakarya II Status Teknologi Tanaman

Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Bogor. Hal: 36-42.

Santoso, B.B. 2009. Karakterisasi Morfo-ekotipe dan Kajian Beberapa Aspek Agronomi Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) di Nusa Tenggara Barat. Disertasi. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 164 hal. Santoso, B.B, Hasnam, Hariyadi, S. Susanto, dan B.S. Purwoko. 2008. Potensi

Soemarno.2004. Pengelolaan air tanah bagi tanaman. www.soemarno.multiply. com. [22 Maret 2010].

Soleh, D., E. Djauharya, dan A. Sudiman. 2008. Kapan sebaiknya gulma dikendalikan. Infotek Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) 3(1):3.

(53)
(54)
(55)

Lampiran 1. Hasil Analisis Kadar Air Tanah

Kadar Air Tanah (Metode Langsung)

No. Ulangan Berat Cawan BC + TL BC + TK Kadar Air (%)

1 1 8.406 26.115 22.75 23.46

2 2 14.309 28.993 26.272 22.75

3 3 8.866 24.761 21.791 22.98

Rata-rata 23.06

Kadar Air Tanah dengan pF 2.54 (Kapasitas Lapang)

No. Ulangan Berat Cawan BC + TL BC + TK Kadar Air (%)

1 1 8.596 23926 19.896 35.66

2 2 7.461 22.702 18.654 36.17

3 3 6.763 20.359 16.848 34.81

Rata-rata 35.55

Kadar Air Tanah dengan pF 4.2 (Titik Layu Permanen)

No. Ulangan Berat Cawan BC + TL BC + TK Kadar Air (%)

1 1 8.134 17.927 16.308 19.77

2 2 8.573 18.378 16.718 20.38

3 3 9.228 17.122 15.825 19.66

Rata-rata 19.94

Keterangan :

BC : Bobot cawan (gram)

(56)

Lampiran 2. Penambahan Volume Air yang Dibutuhkan

Rumus volume air yang harus ditambahkan (ml) =

KA kapasitas lapang – KA pengukuran (%) x Bobot media kapasitas lapang (g)

100

(57)

Lampiran 3. Penambahan Volume Air yang Dibutuhkan (Lanjutan)

Rumus volume air yang harus ditambahkan (ml) =

KA kapasitas lapang – KA pengukuran (%) x Bobot media kapasitas lapang (g)

100

(58)

Lampiran 4. Kadar Air pada Frekuensi Penyiraman 5 Hari

HSP : Hari Setelah Penyiraman

(59)

Lampiran 5. Kadar Air pada Frekuensi Penyiraman 8 Hari

HSP : Hari Setelah Penyiraman

P2G1 : Frekuensi Penyiraman 8 Hari, Genotipe Biak P2G2 : Frekuensi Penyiraman 8 Hari, Genotipe Bengkulu P2G3 : Frekuensi Penyiraman 8 Hari, Genotipe Bogor

Lampiran 6. Kadar Air pada Frekuensi Penyiraman 11 Hari

HSP Kadar Air %)

HSP : Hari Setelah Penyiraman

(60)

Lampiran 7. Data Rata-rata Iklim Bulanan Tahun 2010

DATA IKLIM BULANAN

TAHUN 2010

Lokasi : Stasiun Klimatologi Darmaga Bogor Lintang : 6º33' LS

Bujur : 106º45' BT Elevasi : 207 m

Bulan

Curah Temperatur Kelembaban Lama Penyinaran

Hujan Rata-2 Nisbi Matahari

(mm) (ºC) (%) (%)

Juni 303,4 25,9 86 54

Juli 270,4 25,8 84 63

Agustus 477,6 25,8 84 69

(61)

Lampiran 8. Sidik Ragam Pengaruh Frekuensi Penyiraman dan Genotipe terhadap Tolok Ukur Tinggi Bibit Jarak Pagar

(62)

Lampiran 9. Sidik Ragam Pengaruh Frekuensi Penyiraman dan Genotipe terhadap Tolok Ukur Jumlah Daun Bibit Jarak Pagar

(63)

Lampiran 10. Sidik Ragam Pengaruh Frekuensi Penyiraman dan Genotipe terhadap Tolok Ukur Diameter Batang Bibit Jarak Pagar

MSP Sumber

MSP : Minggu Setelah Perlakuan

Lampiran 11. Sidik Ragam Dampak Frekuensi Penyiraman Bibit Jarak Pagar

(64)

Lampiran 12. Sidik Ragam Dampak Frekuensi Penyiraman Bibit Jarak Pagar terhadap Tolok Ukur Jumlah Malai per Tanaman

(65)
(66)

Lampiran 20. Tata Letak Penelitian

Keterangan :

P : Frekuensi Penyiraman (5, 8, dan 11 hari) G : Genotipe (Biak, Bengkulu, dan Bogor) U : Ulangan (1, 2, dan 3)

P2G3 P1G1 P1G2 P2G2 P1G3 P2G3 P3G2 P2G3 P2G1

P2G1 P2G2 P3G3 P1G1 P3G2 P3G1 P3G1 P3G3 P1G2

P3G2 P1G3 P3G1 P3G3 P2G1 P1G2 P1G3 P2G2 P1G1

Gambar

Gambar 1. Penyakit Witche’s Broom
Gambar 5. Penyakit Bercak Daun
Grafik penurunan kadar air media perlakuan frekuensi penyiraman 8 hari
Gambar 8. Penurunan Kadar Air Perlakuan Frekuensi Penyiraman 5 Hari
+2

Referensi

Dokumen terkait

Diberikan soal “Sebuah perusahaan bus memiliki 8000 penumpang per hari dengan tarip tetap untuk jauh dekat 2000 rupiah.. Untuk mengantisipasi kenaikan biaya operasional,

Masalah dalam penelitian ini adalah pembelajaran senam lantai guling ke depan yang telah dilaksanakan kurang berjalan secara efektif dikarenakan banyak Faktor yang menjadi

terhadap perlindungan masyarakat dalam pemberitaan pers, dengan demikian apabila masyarakat yang merasa dirugikan karena pemberitaan pers telah menggunakan hak

Hasil analisis statistik deskrptif dalam penelitian yang dilakukan terhadap kelima faktor yang mempengaruhi suksesi implmentasi PEL di Kota Medan mencerminakan bila

5 nomor 1 Juni 2012 ini antara lain membicarakan tentang pembelajaran geometri dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kecerdasan emosional, pembelajaran yang

Berdasarkan pada analisis konseptual dan kondisi empirik di atas, urgensi masalah pengembangan sekolah berkarakter pada SMP 1 Kintamani adalah berkaitan dengan

Dari penelitian terdahulu yang telah dipaparkan maka dapat disimpulkan bahwa motivasi mempunyai dampak yang sangat singnifikan terhadap kinerja karyawan, seseai

Bank Sulselbar Syariah Cabang Makassar, metode pengakuan pendapatan bagi hasil yang dilakukan oleh bank bagi hasil dari pembiayaan mudharabah diakui pada saat