TERJEMAHAN ALAT KOHESI PADA TEKS HIKAYAT
RAJA-RAJA PASAI DALAM BAHASA INGGRIS THE CHRONICLE OF
THE KINGS OF PASAI
TESIS
Oleh
J U L I A N A 127009018/LNGFAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
TERJEMAHAN ALAT KOHESI PADA TEKS HIKAYAT
RAJA-RAJA PASAI DALAM BAHASA INGGRIS THE CHRONICLE OF
THE KINGS OF PASAI
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Linguistik pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Sumatera Utara
Oleh:
J U L I A N A
127009018/LNG
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : TERJEMAHAN ALAT KOHESI PADA TEKS
HIKAYAT RAJA-RAJA PASAI DALAM BAHASA INGGRIS THE CHRONICLE OF THE KINGS OF PASAI
Nama Mahasiswa : Juliana Nomor Pokok : 127009018 Program Studi : Linguistik
Konsentrasi : Kajian Terjemahan
Menyetujui, Komisi Pembimbing
(Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D.)
Ketua Anggota
(Dr. Syahron Lubis, M.A.)
Ketua Program Studi Dekan
(Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D.) (Dr. Syahron Lubis, M.A.)
Telah diuji pada Tanggal 21 Juli 2014
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D Anggota : 1. Dr. Syahron Lubis, M.A
PERNYATAAN Judul Tesis
“TERJEMAHAN ALAT KOHESI PADA TEKS HIKAYAT
RAJA-RAJA PASAI DALAM BAHASA INGGRIS THE CHRONICLE OF
THE KINGS OF PASAI”
Dengan ini penulis menyatakan bahwa tesis ini disusun sebagai syarat untuk
memperoleh gelar Magister dari Program Studi Linguistik pada Progam Pascasarjana
Linguistik Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan
hasil karya penulis sendiri.
Adapun pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian
tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan tesis ini, telah penulis cantumkan
sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.
Apabila dikemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian tesis ini
bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu,
penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang penulis sandang dan
sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Medan, Juli 2014 Penulis,
TERJEMAHAN ALAT KOHESI PADA TEKS HIKAYAT RAJA-RAJA PASAI DALAM BAHASA INGGRIS THE CHRONICLE OF THE KINGS OF PASAI
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji (1) bentuk-bentuk alat kohesi grammatikal pada teks Hikayat Raja-Raja Pasai dan terjemahannya The Chronicle of the Kings of Pasai,
(2) perbedaan penggunaan alat kohesi referensi dan konjungsi pada teks Hikayat Raja-Raja Pasai dengan yang digunakan dalam teks The Chronicle of the Kings of Pasai, (3) faktor penyebab perbedaan alat kohesi referensi dan konjungsi antara BSu dan BSa, serta (4) tingkat keberterimaan terjemahan dalam kaitannya dengan perbedaan penggunaan alat kohesi. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Sumber data penelitian ini adalah dokumen yaitu teks Hikayat Raja-Raja Pasai dan terjemahannya The Chronicle of the Kings of Pasai serta rater untuk menilai tingkat keberterimaan terjemahan. Data yang dikaji berupa klausa yang mengandung alat kohesi grammatikal pada TSu dan TSa. Berdasarkan analisis data diperoleh hasil bahwa (1) 533 alat kohesi grammatikal pada TSu terdiri dari 268 referensi (50,3%), elipsis 0 (0%), subtitusi 31 (5.8%) dan konjungsi 201 (43.8%), sedangkan pada TSa, terdapat 483 alat kohesi grammatikal terdiri dari referensi 262 (54.24%), ellipsis 11 (2.3%), substitusi 9 (1.86%) dan konjungsi 201(41.6%). (2) 86 data menunjukkan perbedaan alat kohesi referensi dan konjungsi antara TSu dan TSa.
Kata Kunci: LSF, Terjemahan, Kohesi, Keberterimaan
THE TRANSLATION OF COHESION DEVICES FROM HIKAYAT RAJA-RAJA PASAI TEXT INTO ENGLISH THE CHRONICLE OF THE KINGS OF PASAI
ABSTRACT
This study aims to identify and describe (1) the types of grammatical cohesive devices from Hikayat Raja-Raja Pasai text and its translation The Chronicle of the Kings of Pasai, (2) the differences of the reference and conjunction cohesive devices from Malay into English (3) the triggering factors the differences of the reference and conjunction cohesive devices from SL and TL and (4) The acceptability of the translation related to the differences of their usages. This research is a descriptive qualitative. The source of data consists of documents (Hikayat Raja-Raja Pasai) (ST) and its translation The Chronicle of the Kings of Pasai (TT) and rater to analyze the level of acceptability of the translation. The data is clauses which contain grammatical cohesive devices in both texts. The results of the studies are (1) 533 data of grammatical cohesive devices in ST that consist of 268 references (50.3%), 0 ellipsis (0%), 31 substitution (5.8%) and 234 conjunctions (43.8%). While in TT, there are 483 grammatical cohesive devices that consist of 262 reference (54.24%), 11 ellipsis (2.3%), 9 substitution (1.86%) and 201 conjunctions (41.6%). (2) 86 data show the differences of reference and conjunctions cohesive devices between ST and TT. (3) the trigerring factors of the differences of cohesive devices are the intrinsic (the grammatical structure) and extrinsic factors (the context of situation), and (4) the differences of cohesive devices impact to the acceptability of translation is due to the message can be transferred completely and accurately based on the grammatical and context of TL.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadiran Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik. Hal ini juga tidak terlepas dari doa dan dukungan yang telah diberikan oleh berbagai pihak. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati, penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargan sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Dr. Syahril Pasaribu, DTM&h, M.Sc, (CTM), Sp. A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof Dr. Erman Munir, M.Sc, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Prof. T. Silvana Sinar, M.A, Ph.D, selaku Ketua Program Studi Linguistik Universitas Sumatera Utara dan pembimbing I yang telah banyak memberikan motivasi serta kontribusi kepada penulis dalam penulisan tesis ini.
4. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara dan pembimbing II yang telah memberikan masukan dan kritikan terhadap isi tesis ini.
5. Bapak Prof. Dr. Busmin Gurning, M.Pd., Dr. Roswita Silalahi, M. Hum., Dr. Muhizar Muchtar, M.S selaku penguji yang telah banyak memberikan pandangan, saran, masukan serta kritikan kepada penulis dalam usaha penyempurnaan tesis ini.
6. Ibu Dr. Nurlela, M. Hum., selaku Sekretaris Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membantu dalam urusan administrasi sehingga dapat berjalan dengan baik.
7. Ibu Dra. Hayati Chalil, M. Hum., selaku Koordinator Konsentrasi Kajian Terjemahan Program Studi Magister Linguistik Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kontibusi ilmu dengan pengabdian dan semangat yang tulus yang sangat bermanfaat berupa ide, gagasan dan saran dalam proses pendidikan dan penyempurnaan tesis ini.
8. Bapak Marzaini Manday, MSPD selaku rater yang telah menilai tingkat keberterimaan terjemahan sekaligus memberi masukan dan kritikan terhadap kesempurnaan tesis ini.
9. Seluruh dosen Program Studi Linguistik Universitas Sumatera Utara, yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu atas ilmu yang telah diberikan. Dan juga kepada seluruh staf pegawai Program Studi Magister Linguistik atas pelayanan administrasi yang tulus kepada penulis sehingga terwujudnya tesis ini.
10.Ayahanda, H. Muhammad Dahlan dan Ibunda Hj. Sri Wahyuni atas segala doa, kasih sayang serta dukungan baik moril maupun materil yang telah diberikan selama ini. Dan juga seluruh keluarga baik kakanda Laili Fitriani, S. H.i., S. Pdi., dan Leni Marlina, S.E. (A.k), M. Si serta adinda Zarkasi, A. Md atas dukungan serta doa yang telah diberikan.
12.Seluruh teman seangkatan S2 Program Studi Linguistik Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan dukungan dan motivasi dalam menyelesaikan tesis ini khususnya untuk Idawati, Mayasari, kak Tina, kak Yuni, kak Susi, kak Yuli, Marina WP Sihombing, dan Angela Adriana Sembiring.
13.Sahabat-sahabat penulis, Rizka Elfira, S.S, Novi Andriani Kesuma, S.S, M.H, dan kak Diana Susanti yang sudah menyemangati dan sangat mendukung untuk menyelesaikan tesis ini dengan baik.
14.Seluruh karyawan Administrasi Program Studi Linguistik Universitas Sumatera Utara, khususnya Kak Nila, Bang Dedek dan Yuni yang sudah mempermudah segala urusan terkait proses administrasi dan pelengkap referensi.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih memiliki kekurangan dan dapat dikatakan belum sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan tesis ini. Semoga tesis ini bermanfaat bagi seluruh pembaca dan peneliti selanjutnya.
Medan, Juli 2014 Penulis,
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
1. DATA PRIBADI
Nama : Juliana
Tmpat/ Tgl. Lahir : Medan, 19 Januari 1987
Pekerjaan : Dosen Universitas Potensi Utama
Alamat : Jl. K.L Yos Sudarso Km. 6, 5 No. 3-A
Alamat Pos El
Telepon Rumah/ HP : 081377062305
Status : Belum Menikah
Nama Ayah : H. Muhammad Dahlan
Nama Ibu : Sri Wahyuni
2. RIWAYAT PENDIDIKAN
1. Pascasarjana : Linguistik USU
2. S1 : Sastra Inggris USU
3. SLTA : SMA Negeri 2 Binjai
4. SLTP : MTSN Binjai
5. SD : Kartika Jaya 1-3
DAFTAR ISI
1.6Klarifikasi Makna Istilah... 13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI ... 15
2.1Tinjauan Pustaka ... 15
2.2Kerangka Teori... 15
2.2.1 Teori Linguistik Sistemik Fungsional (LSF) ... 15
2.2.1.1 Matafungsi Bahasa ... 17
2.2.1.2 Teks dan Konteks ... 18
2.2.1.3 Klausa Simpleks dan Klausa Kompleks ... 19
2.2.1.4 Kohesi ... 21
2.2.1.5 Kohesi Grammatikal (Grammatical Cohesion) ... 23
2.2.1.5.1 2.2.1.5.2 Substitusi (Pengganti) ... 30
Referensi (Perujuk) ... 23
2.2.1.5.3 Elipsis (Pelesapan) ... 32
2.2.1.5.4 Konjungsi (Conjunction) ... 36
2.2.2 Teori Terjemahan ... 40
2.2.2.1 Definisi Terjemahan ... 40
2.2.2.3 Hubungan Linguistik Sistemik Fungsional 2.2.2.2 Proses Penerjemahan ... 42
dan Penerjemahan ... 44
2.2.2.4 Faktor-Faktor Penyebab Perbedaan Alat Kohesi ... 45
2.2.2.5 Keberterimaan Terjemahan (Acceptability) ... 49
2.3 Hikayat Raja-Raja Pasai ... 54
2.4 Penelitian Terdahulu ... 56
BAB III METODE PENELITIAN ... 60
3.1 Pendekatan dan Rancangan Penelitian ... 60
3.2 Sumber Data dan Data ... 61
3.4.3 Penarikan Kesimpulan (Conclusion Drawing) ... 67
BAB IVANALISIS DATA ... 70
4.1 Pengantar ... 70
4.2Analisis Data ... 71
4.2.1 Bentuk-Bentuk Alat Kohesi Grammatikal TSu dan TSa ... 71
4.2.1.1 Alat Kohesi Grammatikal Perujuk (Referensi) ... 73
4.2.1.2 Alat Kohesi Grammatikal Pelesapan (Elipsis) ... 82
4.2.1.3 Alat Kohesi Grammatikal Pengganti (Subtitusi) ... 84
4.2.1.4Alat Kohesi Grammatikal Konjungsi ... 87
4.2.2 Perbedaan Alat Kohesi Grammatikal Referensi dan Konjungsi 89 4.2.2.1 Perbedaan Alat Kohesi Perujuk (Referensi) ... 90
4.2.2.1.1 Referensi Persona ... 92
4.2.2.1.2 Referensi Demonstratif (Penunjuk) ... ... 165
4.2.2.1.3 Referensi Komparatif (Perbandingan) .. ... . 201
4.2.2.2 Perbedaan Alat Kohesi Perangkai (Konjungsi) ... 219
4.2.2.2.1 Konjungsi Aditif (Penambahan)... 220
4.2.2.2.2 Konjungsi Adversatif (Pertentangan) ... 228
4.2.2.2.3 Konjungsi Kausal ... 230
4.2.2.2.4 Konjungsi Temporal... 233
4.3 Faktor Intrinsik dan Ekstrinsik Penyebab Perbedaan Alat Kohesi... 238
BAB V TEMUAN DAN PEMBAHASAN ... 242
5.1 Temuan... 242
5.1.1 Faktor Intrinsik dan Ekstrinsik Penyebab Perbedaan Alat Kohesi 242 5.1.2 Tingkat Kekohesifan Teks The Chronicle of the Kings of Pasai 244 5.2 Pembahasan ... 247
5.2.1 Dampak Perbedaan Alat Kohesi antara BSu dan BSa terhadap Keberterimaan Terjemahan... 247
5.2.1.1Terjemahan Berterima (BM) ... 248
5.2.1.2Terjemahan Tidak Berterima (TBM)... 254
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... ... 261
6.1 Kesimpulan ... ... 261
DAFTAR PUSTAKA ... ... 264
DAFTAR SINGKATAN
LSF = Linguistik Sistemik Fungsional
BSu = Bahasa Sumber
BSa = Bahasa Sasaran
TSu = Teks Sumber
TSa = Teks Sasaran
BM = Terjemahan Berterima
TBM = Terjemahan Tidak Berterima
HRRP = Hikayat Raja-Raja Pasai
DAFTAR TABEL
No Judul Halaman
2.1. Referensi Persona Bahasa Inggris (Halliday dan Hasan (1976, 37-38).. 25
2.2. Referensi Persona Bahasa Melayu (Van Wijk 3.3. Referensi Demonstratif Bahasa Inggris (Halliday, 1976:38) ... . 26
, 1985:154)... ... 25
3.4. Referensi Demonstratif Bahasa Melayu (Van Wijk 2.5. Referensi Komparatif Bahasa Melayu dan Bahasa Inggris , 1985:156) ... . 26
(Van Wijk, 1985:200; Halliday dan Hasan, 1976:242-243) ... 29
2.6. Konjungsi Bahasa Melayu dan bahasa Inggris (Van Wijk, 1985:200 dan Halliday dan Hasan: 1976:242-243) ... 39
2.7. Parameter Penilaian Tingkat Keberterimaan Terjemahan oleh Nababan (2012:51) ... 51
2.8. Indikator Keberterimaan Terjemahan Modifikasi Peneliti ... 53
3.1. Indikator Keberterimaan Terjemahan Modifikasi Peneliti ... 64
4.1. Kategori dan Bentuk Alat Kohesi Grammatikal BSu dan BSa ... 72
4.2. Kategori dan Bentuk Alat Kohesi Referensi Perujuk BSu dan BSa ... 74
4.3. Kategori dan Bentuk Alat Kohesi Referensi Demonstratif BSu dan BSa 77 4.4 Kategori dan Bentuk Alat Kohesi Referensi Komparatif BSu dan BSa 80 4.5. Kategori dan Bentuk Alat Kohesi Elipsis BSu dan BSa ... 82
4.6. Kategori dan Bentuk Alat Kohesi Subtitusi BSu dan BSa ... 84
4.7. Kategori dan Bentuk Alat Kohesi Konjungsi BSu dan BSa ... 88
4.8 Faktor Intrinsik dan Ekstrinsik Perbedaan Alat Kohesi ... 238
5.1. Indikator Tingkat Kekohesifan Teks (Hartnett, 1986:140) ... 245
5.2 Data Penilaian Kualitas Terjemahan Berterima ... 248
5.3 Data Penilaian Kualitas Terjemahan Tidak Berterima ... 255
DAFTAR GAMBAR
No Judul Halaman
2.1 Kategori Referensi Komparatif (Halliday dan Hasan, 1976: 76) ... 27
2.3. Interpretasi Proses Penerjemahan Tou (1989:131) ... 43
2.2. Proses Penerjemahan (Larson, 1984:4) ... 42
2.4. Dinamika Terjemahan(Newmark, 1988:4) ... 47
2.5. Kerangka Pikir ... 59
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Halaman
1. Analisis Kategori dan Bentuk Alat Kohesi Pada BSu dan BSa 1
2. Analisis Faktor Intrinsik dan Ekstrinsik Perbedaan Alat Kohesi BSu dan BSa 4
TERJEMAHAN ALAT KOHESI PADA TEKS HIKAYAT RAJA-RAJA PASAI DALAM BAHASA INGGRIS THE CHRONICLE OF THE KINGS OF PASAI
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji (1) bentuk-bentuk alat kohesi grammatikal pada teks Hikayat Raja-Raja Pasai dan terjemahannya The Chronicle of the Kings of Pasai,
(2) perbedaan penggunaan alat kohesi referensi dan konjungsi pada teks Hikayat Raja-Raja Pasai dengan yang digunakan dalam teks The Chronicle of the Kings of Pasai, (3) faktor penyebab perbedaan alat kohesi referensi dan konjungsi antara BSu dan BSa, serta (4) tingkat keberterimaan terjemahan dalam kaitannya dengan perbedaan penggunaan alat kohesi. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Sumber data penelitian ini adalah dokumen yaitu teks Hikayat Raja-Raja Pasai dan terjemahannya The Chronicle of the Kings of Pasai serta rater untuk menilai tingkat keberterimaan terjemahan. Data yang dikaji berupa klausa yang mengandung alat kohesi grammatikal pada TSu dan TSa. Berdasarkan analisis data diperoleh hasil bahwa (1) 533 alat kohesi grammatikal pada TSu terdiri dari 268 referensi (50,3%), elipsis 0 (0%), subtitusi 31 (5.8%) dan konjungsi 201 (43.8%), sedangkan pada TSa, terdapat 483 alat kohesi grammatikal terdiri dari referensi 262 (54.24%), ellipsis 11 (2.3%), substitusi 9 (1.86%) dan konjungsi 201(41.6%). (2) 86 data menunjukkan perbedaan alat kohesi referensi dan konjungsi antara TSu dan TSa.
Kata Kunci: LSF, Terjemahan, Kohesi, Keberterimaan
THE TRANSLATION OF COHESION DEVICES FROM HIKAYAT RAJA-RAJA PASAI TEXT INTO ENGLISH THE CHRONICLE OF THE KINGS OF PASAI
ABSTRACT
This study aims to identify and describe (1) the types of grammatical cohesive devices from Hikayat Raja-Raja Pasai text and its translation The Chronicle of the Kings of Pasai, (2) the differences of the reference and conjunction cohesive devices from Malay into English (3) the triggering factors the differences of the reference and conjunction cohesive devices from SL and TL and (4) The acceptability of the translation related to the differences of their usages. This research is a descriptive qualitative. The source of data consists of documents (Hikayat Raja-Raja Pasai) (ST) and its translation The Chronicle of the Kings of Pasai (TT) and rater to analyze the level of acceptability of the translation. The data is clauses which contain grammatical cohesive devices in both texts. The results of the studies are (1) 533 data of grammatical cohesive devices in ST that consist of 268 references (50.3%), 0 ellipsis (0%), 31 substitution (5.8%) and 234 conjunctions (43.8%). While in TT, there are 483 grammatical cohesive devices that consist of 262 reference (54.24%), 11 ellipsis (2.3%), 9 substitution (1.86%) and 201 conjunctions (41.6%). (2) 86 data show the differences of reference and conjunctions cohesive devices between ST and TT. (3) the trigerring factors of the differences of cohesive devices are the intrinsic (the grammatical structure) and extrinsic factors (the context of situation), and (4) the differences of cohesive devices impact to the acceptability of translation is due to the message can be transferred completely and accurately based on the grammatical and context of TL.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penerjemahan karya sastra bukanlah pekerjaan yang mudah dilakukan. Karena
kegiatan ini tidak hanya melibatkan bahasa, tetapi juga menyangkut masalah budaya.
Seorang penerjemah karya sastra selain harus menguasai aspek-aspek kebahasaan antara
kedua bahasa baik bahasa sumber (BSu) maupun bahasa sasaran (BSa) juga harus
didukung dengan pemahaman budaya yang baik antara kedua bahasa tersebut. Dengan
menguasai aspek-aspek kebahasaan dan didukung pemahaman budaya, seorang
penerjemah karya sastra mampu menyampaikan pesan teks sumber sesuai dengan
konteks dan situasi budaya bahasa sasaran. Salah satu terjemahan karya sastra yang
mengandung unsur budaya adalah Hikayat Raja-Raja Pasai.
Hikayat Raja-Raja Pasai dipilih sebagai objek kajian penelitian ini dengan beberapa alasan. Pertama, Hikayat Raja-Raja Pasai mengandung nilai kearifan lokal budaya Melayu dan ditulis dengan menggunakan bahasa Melayu. Kedua, Hikayat Raja-Raja Pasai menggunakan sistem gramatika yang berbeda dengan sistem gramatika pada BSa. Ketiga, Hikayat Raja-Raja Pasai menggunakan kaidah atau struktur alat kohesi yang berbeda dengan kaidah atau struktur alat kohesi BSa. Keempat, Hikayat Raja-Raja Pasai dikomunikasikan dengan bentuk gramatika dan kosa kata yang alamiah dalam BSa. Dengan demikian, pembaca BSa dapat memahami pesan dari teks tersebut karena
maksud dan pesan dikomunikasikan secara alamiah dan berterima dengan konteks
situasi serta budaya BSa. Jika hal ini tidak terjadi, maka karya terjemahan diangggap
Karya terjemahan dikatakan berterima, jika karya tersebut menggunakan kaidah
dan struktur yang berlaku dalam BSa. Hal ini juga berkaitan dengan pemilihan kata dan
istilah dalam BSa. Jika penerjemah menggunakan kata-kata yang kurang alamiah dibaca
atau didengar oleh pembaca BSa, maka terjemahan tersebut tidak memenuhi konsep
keberterimaan suatu terjemahan. Keberterimaan teks terjemahan berhubungan dengan
pembaca teks tersebut. Pembaca akan memahami penggunaan bahasa secara alamiah
sesuai dengan situasi yang melingkupi teks tersebut melalui rangkaian kalimat
pembentuk teks. Jika rangkaian kalimat tersebut tidak bisa saling berhubungan dan
bahkan tidak alamiah bagi pembaca teks tersebut maka teks terjemahan yang dihasilkan
dapat dikatakan tidak berterima. Oleh karena itu, dalam suatu teks terjemahan
penerjemah harus mampu untuk merangkai kalimat sedemikian rupa tanpa mengurangi
makna yang terkandung di dalamnya agar maksud dari kalimat tersebut bisa diterima
dan dipahami oleh pembacanya.
Salah satu komponen penting dalam memahami teks adalah kohesi. Kohesi
menghubungkan dan membentuk keutuhan serta kepaduan sebuah teks. Menurut Gerot
dan Wignell (1996:170) kohesi merupakan “the resources within language that provide continuity in a text”. Kohesi sebagai komponen pembentuk teks menghubungkan komponen yang satu dengan komponen yang lainnya sehingga terbentuk pemahaman
yang saling berkesinambungan. Hal ini sesuai dengan pendapat Halliday dan Hasan
(1976: 48) bahwa kohesi merupakan “a semantic one; it refers to relations of meaning that exist within the text, and that define it as a text”. Kohesi membentuk satu kesatuan makna diantara klausa dan kalimat di dalam teks. Hal ini juga berlaku dalam teori LSF
yang memandang klausa sebagai sumber makna. Berdasarkan teori ini, dalam klausa
pengalaman disebut makna ideasional, klausa berfungsi sebagai proses interaksi antara
penulis dan pembaca disebut makna interpersonal dan klausa berfungsi sebagai pesan
disebut makna tekstual. Kohesi merupakan bagian dari fungsi makna tekstual yang
memandang klausa sebagai pesan. Klausa yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
klausa berdasarkan pandangan LSF oleh Halliday (1985; 1994; 2004).
Menurut Eggins (2004:255-256) klausa terbagi dalam dua bentuk yaitu klausa
simpleks dan klausa kompleks. Istilah klausa simpleks setara dengan kalimat sederhana
dan klausa kompleks setara dengan kalimat majemuk. Klausa simpleks terdiri atas satu
struktur dengan satu verba utama, sedangkan klausa kompleks terdiri atas dua struktur
atau lebih dengan dua verba atau lebih yang dihubungkan dengan alat konjungsi.
Keberadaan konjungsi pada sebuah klausa dapat menyebabkan klausa tersebut menjadi
kompleks sehingga klausa tersebut sulit untuk dipahami. Hal ini senada dengan
penda-pat Nababan (2003:73) bahwa kalimat kompleks lebih sulit dipahami daripada kalimat
simpleks, karena kalimat kompleks mengandung lebih dari satu gagasan yang
dirangkum dalam satu kalimat dan dihubungkan dengan menggunakan alat kohesi.
Dalam hal ini, Halliday dan Hasan (1976:6) membagi alat kohesi menjadi dua bentuk
yaitu alat kohesi gramatikal (grammatical cohesive devices) dan alat kohesi leksikal
(lexical cohesive devices). Penelitian ini menganalisis terjemahan alat kohesi gramma-tikal pada teks Hikayat Raja-Raja Pasai dan terjemahannya The Chronicle of the Kings of Pasai.
Dalam sebuah hikayat, alat kohesi digunakan untuk membuat tulisan tersebut lebih
utuh dan mudah dipahami. Pembaca dapat memahami teks dengan mudah melalui
rangkaian kalimat pembentuk teks. Jika rangkaian kalimat tersebut saling berhubungan
Namun, jika rangkaian kalimat tersebut tidak saling berhubungan dan bahkan tidak
lazim bagi pembaca teks, maka teks yang dihasilkan dapat dikatakan tidak berterima.
Oleh karena itu, penerjemah harus mengungkapkan pesan sesuai dengan kaidah dan
struktur BSa agar maksud dan rangkaian kalimat dari teks tersebut dapat diterima dan
dipahami oleh pembacanya. Selain itu, penerjemah juga harus mengkomunikasikan
makna alat kohesi secara cermat sesuai dengan kaidah dan struktur BSa. Hal ini
dikarenakan setiap bahasa memiliki alat kohesi tersendiri dan keunikan dalam
pemakaian alat kohesi tersebut. Hal ini senada dengan pendapat Dooley dan Levinson
(2001:27) bahwa each language will of course have its own range of devices which can be used for cohesion. Setiap bahasa memiliki alat kohesi tersendiri dalam mengungkapkan kekohesifan sebuah teks. Misalnya, dalam penelitian ini adanya
perbedaan kaidah dan struktur alat kohesi serta keunikan penggunaan alat kohesi antara
bahasa Melayu dan bahasa Inggris. Oleh karena itu, penyesuaian kaidah alat kohesi
perlu dilakukan untuk menghasilkan suatu terjemahan yang alamiah yaitu terjemahan
yang mampu dipahami oleh pembaca BSa karena diungkapkan dengan menggunakan
bentuk grammatika dan kosa kata yang sesuai dengan kaidah BSa. Jika penerjemah
salah mengkomunikasikan makna alat kohesi, maka hal ini akan mempengaruhi
pemahaman pembaca. Dengan demikian, perubahan makna alat kohesi dapat
menimbulkan kesalahpahaman dalam menyampaikan pesan kepada pembaca.
Terkait dengan penerjemahan pada tataran teks, kohesi juga merupakan suatu
dalam sebuah teks, maka dapat mengakibatkan pertautan komponen-komponen dalam
teks menjadi tidak alamiah dan maknanya kabur. Tautan makna dalam teks terjemahan
semakin padu jika menggunakan alat kohesi Dengan demikian, untuk memahami teks
terjemahan, alat kohesi sebagai salah satu komponen penting. Alat kohesi
menghubungkan antarbagian teks dan membuat teks menjadi kohesif, sehingga teks
tersebut dapat dipahami dengan baik. Berikut ini beberapa contoh terjemahan alat
kohesi antara BSu dan BSa:
Data 029: Alat kohesi Referensi berbeda antara BSu dan BSa:
Data 029
Bahasa Teks Kategori
dan Bentuk Alat Kohesi
BSu Maka dilihat olēh Tuan Puteri Gemerencang
rupa segala anak raja-raja yang Sembilan puloh sembilan itu, saorang pun tiada berkenan pada hatinya; maka demi terlihat kepada tulis rupa Tun Abdul Jalil itu, maka Tuan Puteri itu pun hairan ia melihat dia. (HRRP, 1914:93))
Referensi Persona
Ia dandia
BSa Princess Gemeranchang looked through the por-traits of the ninetynine princes; none of them took her fancy, but when she saw the portrait of Tun Abdul Jalil, she was amazed how handsome he looked. (TCOTKOTP, 1961: 153).
Referensi Persona
Hedan she
Data diatas menunjukkan perbedaan pengunaan alat kohesi antara BSu dan BSa
dari segi sistem referensi. BSa membedakan penggunaan referensi he dan she
berdasarkan gender, sedangkan pada BSu referensi ia dan dia sama sekali tidak menunjukkan adanya perbedaan penggunaan referensi tersebut. Referensi he dalam klausa BSa but when she saw the portrait of Tun Abdul Jalil, she was amazed how handsome he looked merupakan referensi bagi penutur laki-laki, sedangkan referensi
she merupakan referensi bagi penutur perempuan. Dengan demikian, hal ini menunjukkan adanya perbedaan penggunaan alat kohesi antara BSu dan BSa dari segi
yaitu adanya perbedaan tata bahasa dari segi sistem referensi antara BSu dan BSa.
Terkait dengan pengacuan referensi dalam teks, referensi dia dan ia pada BSu secara anaforikmengacu padaPuteri Gemerenchang dan Tun Abdul Jalil. Hal ini juga berlaku pada referensi she dan he dalam BSa yang secara anaforik sama-sama mengacu pada
Puteri Gemerenchang dan Tun Abdul Jalil.
Dari segi sistem sintaksis klausa BSu dan BSa, penerjemah menggunakan
prosedur modulasi. Penerjemah menyampaikan makna dan pesan dengan sudut pandang
yang berbeda. Walaupun penerjemah mengkomunikasikan pesan menggunakan sistem
gramatika BSa. Klausa BSu maka dilihat olēh Tuan Puteri Gemerencang rupa segala anak raja-raja yang sembilan puloh sembilan itu berstruktur P-S dan klausa BSa
Princess Gemeranchang looked through the portraits of the ninetynine princes
berstruktur S-P. Dengan demikian terdapat perubahan struktur klausa antara BSu dan
BSa. Klausa BSu berstruktur P-S menjadi klausa berstrukur S-P pada BSa. Terjemahan
klausa berstruktur P-S pada BSu menjadi klausa berstruktur S-P pada BSa tidak
mengakibatkan perubahan makna pada BSa namun memperjelas terjemahan karena
klausa berstruktur S-P berfungsi untuk memperjelas pelaku yang terlibat dalam
pembicaraan dan bukan menekan persitiwa ataupun kejadian pada BSu.
Selain itu, penerjemah mengubah struktur pada BSa dengan tujuan untuk
menghasilkan terjemahan yang sesuai dengan sistem gramatika BSa dan penerjemah
melakukan perubahan pola untuk memperjelas subjek ataupun pelaku sehingga
pembaca dapat memahami terjemahan dengan baik. Dengan kata lain, terjemahan
klausa BSa sudah sesuai dan berterima dengan sistem gramatika BSa, sehinga
Dari deskripsi di atas dapat disimpulkan bahwa BSu dan BSa memiliki alat
kohesi yang berbeda dan keunikan dalam menggunakan alat kohesi. Hal ini dipengaruhi
oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik. Penerjemah mengkomunikasikan alat kohesi sesuai
dengan sistem gramatika BSa.
Data 043: Penerjemah salah mentafsirkan makna alat kohesi pada TSa
Data 043
Bahasa Teks Kategori
dan Bentuk Alat Kohesi BSu Satelah itu, maka lalulah kelengkapan itu ka
ta-nah darat menaklokkan negeri Sambas dan Mempauh dan Sukadana. Maka lalulah ia ka Kota Waringin kemudian lalulah ia ka Banjar-masin. Kemudian pula lalulah ia Pasir dan Ku-tai dan ka-B.ru.m.k. Maka sakalian negeri itu pun habislah ta'alluq kapada zaman itu, ta'al-luqlah ia Majapahit. Sakalian negeri itu membe-ri ufti kapada Ratu Majapahit. Maka ada kira-kira dua musim angin. (HRRP, 1914: 101)
Referensi Demonstratif
Itu dan itu
BSa Then the fleet moved to the north and reduced Sambas, Mempauh and Sukadana. Then it went to Kota Waringin and after that to Banjarmas-sin. Next, a visit was made to Pasir, Kutai and Berau. All these places were subdued during this period and made subject to Majapahit. To the king of Majapahit they all sent tribute. There was an interval of about two seasons of the wind.
(TCOTKOP, 1961:160)
Referensi Demonstratif
These dan
This
Data diatas menunjukkan adanya kesalahan penerjemah dalam menafsirkan makna
alat kohesi demonstratif dari BSu ke dalam BSa. Di dalam BSu, digunakan referensi demonstratif itu yang bertujuan untuk menyatakan bahwa negeri yang diacu tersebut jauh dari penutur, atau menunjukkan peristiwa pada masa yang lampau dalam kata
makna acuan alat kohesi referensi demonstratif itu. Terkait dengan pengacuan referensi dalam teks, referensi demonstratif itu mengacu pada negeri Sambas, Mempauh Sukadana dan zaman Majapahit. Hal ini juga berlaku pada referensi this dan these
dalam BSa yang secara anaforik sama-sama mengacu pada negeri Sambas, Mempauh Sukadana, dan zaman Majapahit.
Dari sistem sintaksis klausa TSu dan TSa, penerjemah menggunakan prosedur
modulasi. Penerjemah menyampaikan makna dan pesan dengan sudut pandang yang
berbeda. Walaupun penerjemah mengkomunikasikan pesan menggunakan sistem
gramatika BSa, penerjemah menyampaikan makna dan pesan secara akurat dengan
menggunakan sistem gramatika BSa. Klausa TSu Satelah itu, maka lalulah kelengkapan itu ka tanah darat menaklokkan negeri Sambas dan Mempauh dan Sukadana
berstruktur P-S sedangkan klausa TSa Then the fleet moved to the north and reduced Sambas, Mempauh and Sukadana. berstruktur S-P. Dengan demikian terdapat perubahan struktur klausa antara BSu dan BSa. Klausa BSu berstruktur P-S menjadi
klausa berstrukur S-P pada BSa. Terjemahan klausa berstruktur P-S pada BSu menjadi
klausa berstruktur S-P pada BSa tidak mengakibatkan perubahan makna pada BSa dan
memperjelas terjemahan karena klausa berstruktur S-P berfungsi untuk memperjelas
pelaku yang terlibat dalam pembicaraan dan bukan menekan persitiwa ataupun kejadian
pada TSu.
Selain itu, penerjemah mengubah struktur pada BSa dengan tujuan untuk
menghasilkan terjemahan yang sesuai dengan sistem gramatika BSa dan penerjemah
melakukan perubahan pola untuk memperjelas subjek atau pelaku sehingga pembaca
sudah sesuai dan berterima dalam hal pentransferan makna dan sistem gramatika BSa,
sehinga terjemahan mudah dipahami oleh pembaca BSa.
Dari deskripsi di atas dapat disimpulkan bahwa penerjemah kurang cermat
mengamati makna acuan alat kohesi demonstratif itu yang sebaiknya diterjemahkan menjadi that atau those. Penerjemah mentransfer makna klausa dengan tepat menyesuaikan dengan sistem gramatika BSa.
Berdasarkan penjelasan di atas, penelitian ini difokuskan pada bentuk-bentuk alat
kohesi grammatikal pada teks Hikayat Raja-Raja Pasai dan terjemahannya The Chronicle of the Kings of Pasai, perbedaan penggunaan alat kohesi referensi dan konjungsi pada teks Hikayat Raja-Raja Pasai dan terjemahannnya The Chronicle of the Kings of Pasai, karena teks ini banyak ditemukan klausa yang mengandung alat kohesi grammatikal yang berbeda antara BSu dan BSa. Terjemahan alat kohesi grammatikal
pada klausa yang digunakan dalam hikayat tersebut diidentifikasi, diklasifikasi dan
dianalisis menggunakan teori LSF oleh Halliday (1995, 1998, 2004), dan konsep kohesi
grammatikal dalam bahasa Inggris oleh Halliday dan Hasan (1976). Selain itu,
penelitian ini juga menilai tingkat keberterimaan terjemahan alat kohesi dalam hikayat
berdasarkan parameter penilaian keberterimaan terjemahan oleh Nababan (2012). Teks
Hikayat Raja-Raja Pasai dan terjemahannya The Chronicle of the Kings of Pasai dikaji berdasarkan bentuk alat kohesi grammatikal, faktor penyebab perbedaan alat kohesi dan
tingkat keberterimaan terjemahan.
1.2 Batasan Masalah
Pembatasan masalah perlu dilakukan agar penelitian ini tidak terlalu luas.
Raja-Raja Pasai dan terjemahannya, perbedaan alat kohesi referensi dan konjungsi antara BSu dan BSa, faktor-faktor penyebab perbedaan alat kohesi referensi dan
konjungsi, serta tingkat keberterimaan terjemahan. Dengan demikian, penelitian ini
tidak membahas alat kohesi leksikal, agar penelitian terhadap alat kohesi grammatikal
dapat dilakukan secara mendalam dan detail. Satuan lingual yang dikaji berupa klausa
yang mengandung alat kohesi grammatikal yang eksplisit.
1.3Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bentuk-bentuk kohesi grammatikal apa sajakah yang terdapat pada teks Hikayat Raja-Raja Pasai dan terjemahannya The Chronicle of the Kings of Pasai?
2. Bagaimanakah perbedaan alat kohesi referensi dan konjungsi pada teks Hikayat Raja-Raja Pasai dan terjemahannya serta faktor-faktor apakah yang menyebab-kan terjadinya perbedaan alat kohesi referensi dan konjungsi antara BSu dengan
BSa?
3. Bagaimanakah dampak perbedaan penggunaan alat kohesi referensi dan
konjungsi terhadap tingkat keberterimaan (acceptability) terjemahan teks The Chronicle of the Kings of Pasai?
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan bentuk-bentuk alat kohesi grammatikal teks Hikayat Raja-Raja Pasai dan terjemahannya The Chronicle of the Kings of Pasai
3. Mendeskripsikan dampak perbedaan penggunaan alat kohesi referensi dan
konjungsi terhadap tingkat keberterimaan (acceptability) terjemahan teks The Chronicle of the Kings of Pasai
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat baik secara teori maupun secara
praktis. Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap
perkembangan kajian ilmu linguistik dan penerjemahan. Secara praktis, penelitian ini
diharapkan memberikan manfaat kepada berbagai kalangan seperti pembaca,
penerjemah dan peneliti.
1.5.1 Manfaat Teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pemahaman teori LSF
dan aplikasinya terhadap penerjemahan, khususnya penerjemahan teks bahasa Melayu
dan bahasa Inggris. Dalam hal ini, penelitian ini hanya meneliti satu metafungsi bahasa,
yaitu fungsi tekstual sebagai rangkaian pengalaman untuk menyampaikan pesan dalam
interaksi sosial pada teks Hikayat Raja-Raja Pasai yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris. Selain itu, hasil penelitian ini digunakan untuk merangkai pengalaman
linguistik yang terinterpretasikan dalam penyampaian pesan (textual function). Peneli-tian ini juga memperlihatkan kajian bahasa lokal dengan teori LSF, sekaligus
memperkenalkan pengkajian penerjemahan yang melibatkan bahasa lokal.
1.5.2 Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat praktis bagi praktisi penerjemah
dalam menerjemahkan teks sastra khususnya teks hikayat dari bahasa Melayu (BSu) ke
dalam bahasa Inggris (BSa). Penelitian ini juga memberikan wawasan dan masukan
Hikayat Raja-Raja Pasai dan terjemahannya dari bahasa Melayu ke dalam bahasa Inggris. Selanjutnya, hasil penelitian ini memberikan motivasi kepada pengkaji bahasa
dan pemerhati budaya untuk melakukan penelitian yang mendalam tentang bahasa
daerah seperti bahasa Melayu agar tidak dilupakan, sebagai upaya melestarikan dan
memperkenalkan budaya melalui hikayat yang ditulis dengan menggunakan bahasa
Melayu. Dan juga sebagai bahan bacaan bagi pembaca, akademisi, dan praktisi bahwa
kohesi merupakan unsur penting dalam menghasilkan suatu karya terjemahan yang baik
dan mudah dipahami oleh pembaca bahasa sasaran.
1.6 Klarifikasi Makna Istilah
Ada sejumlah makna istilah digunakan dalam penelitian ini. Penggunaan beberapa
istilah tersebut dimaksudkan untuk memperjelas dan memudahkan para pembaca dalam
memahami maksud istilah tersebut. Berikut ini beberapa istilah beserta penjelasan yang
digunakan dalam penelitian ini:
(1) Kohesi (Cohesion) adalah konsep makna dan mengacu pada hubungan makna dalam sebuah teks. (Halliday dan Hasan, 1976: 1).
(2) Kohesi Grammatikal (Grammatical Cohesion) adalah hubungan antar unsur yang direalisasikan melalui tatabahasa. Jenis kohesi ini berupa perujuk
(reference), penyulihan (substitution), pelesapan (elipsis), dan konjungsi (con-junction). (Halliday dan Hasan, 1976: 6)
(3) Terjemahan (Translation) adalah penggantian materi tekstual dalam sua-tu bahasa dengan materi tekssua-tual yang sepadan dalam bahasa lain. (
(4) Faktor intrinsik adalah faktor bahasa yang terdapat dalam teks berupa faktor
in-ternal dan situasional di mana dalam bahasa atau teks terdapat pendorong yang Catford,
memicu terjadinya perbedaan alat kohesi seperti sistem gramatika (struktur) dan
kaidah tata bahasa. Faktor ekstrinsik adalah faktor yang terdapat dari luar teks
dan bersifat intertekstual, situasional, kultural, dan ideologis. Faktor intrinsik
dan ekstrinsik dalam penelitian ini menjadi faktor-faktor penyebab terjadinya
perbedaan alat kohesi pada teks Hikayat Raja-Raja Pasai bahasa Melayu ke dalam bahasa Inggris The Chronicle of the kings of Pasai. (Newmark, 1988:4). (5) Keberterimaan (acceptability) adalah kelaziman dan kealamiahan kaidah tata
bahasa suatu teks terjemahan dengan kaidah tata bahasa dalam BSa dan norma
kebahasaan BSa (Nababan, 2012:44).
(6) Hikayat Raja-Raja Pasai merupakan hikayat kesejarahan Melayu tertua di Nusantara, ditulis dengan aksara Jawi, dan menceritakan tentang kerajaan Islam
pertama yaitu Samudera Pasai. (Jones, 1999:xiii)
(7)
(8)
Teks sumber (TSu) yaitu teks yang diterjemahkan. Dalam hal ini teks
sumbernya adalah teks Hikayat Raja-Raja Pasai (HRRP)
Teks sasaran (TSa) yaitu teks terjemahan. Dalam penelitian ini teks sasarannya
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI
2.1 Tinjauan Pustaka
Bab ini terdiri atas empat bagian utama yaitu tinjauan pustaka, kerangka teori,
penelitian terdahulu dan kerangka pikir. Tinjauan pustaka merupakan konsep dasar
tentang teori-teori para ahli yang digunakan dalam penelitan. Teori-teori ini digunakan
sebagai landasan untuk menganalisis data dan menjawab masalah penelitian, meliputi
teori LFS (Halliday), teori penerjemahan (Larson, Newmark dan Nababan) serta
kerangka konsep kohesi bahasa Inggris Halliday dan Hasan (1976)
2.2 Kerangka Teori
2.2.1 Teori Linguistik Sistemik Fungsional (LSF)
Teori terjemahan dapat diintegrasikan dengan teori-teori yang berkembang dalam
ilmu bahasa. Salah satu teori yang dapat diintegrasikan dalam teori penerjemahan
adalah teori LSF yang diperkenalkan oleh Halliday. Penelitian ini berlandaskan pada
teori LSF oleh Halliday (1985; 1994; 2004) dan dengan kerangka konsep teori kohesi
bahasa Inggris oleh Halliday dan Hasan (1976), serta teori terjemahan oleh Larson
(1984), Newmark (1998) dan Nababan (2012).
Teori LSF diperkenalkan oleh Professor M.A.K Halliday dalam buku An Introduction to Functional Grammar. Menurut teori ini bahasa adalah sistem, fungsi bahasa membuat makna, bahasa adalah sistem semiotik sosial, penggunaan bahasa
adalah kontekstual serta bahasa adalah fungsional (Halliday, 2004:20-30).
sebagi unit dasar untuk menginterpretasikan makna (Halliday & Martin, 1993; Halliday,
1994). Dengan konsep ini, LSF memandang tata bahasa sebagai realisasi wacana dan
tata bahasa fungsional dan secara alamiah berkaitan dengan semantik teksnya. Fungsi
bahasa untuk membuat makna (Halliday, 1994; Halliday & Martin, 1993). Pendapat ini
didasari oleh Hasan (1996:14) yang menganggap bahasa sebagai a shaper of reality for those who use it. Dengan konsep dasar ini, LSF melihat makna sebagai pilihan, sebagai alternatif yang dipakai oleh penuturnya ketika berbahasa. Halliday (1994a:xxvi)
mengatakan bahwa SFL sees meaning as choice, which is not a conscious decision made in real time but a set of possible alternatives.
Bahasa merupakan sistem semiotik sosial (social semiotic). Konsep semiotik sosial dalam LSF merupakan proses memaknai, tidak hanya makna yang dipahami lewat
bahasa, tetapi juga makna yang dipahami melalui kejadian atau tindakan dalam
masyarakat. LSF sangat memperhatikan bubungan antara teks dengan konteks sosial
(Halliday, 1975; Eggins, 1995; Hasan, 1996). Dalam hal ini, Halliday & Martin (1993:
22-23) menyatakan bahwa SFL looks for solidarity relationships between texts and the social practices they realize. LSF menganggap bahwa konteks bersifat kritis terhadap makna dalam kejadian linguistik apa pun, bahasa apa pun. Menurut Halliday & Martin
bahasa yang ditulis atau yang dikatakan sangat tergantung kepada topik, kapan dan
dalam kesempatan apa (Eggins, 2004:7).
Bahasa diekspresikan untuk melayani kebutuhan manusia. Dengan kata lain, bahasa
merupakan cara seseorang menggunakan bahasa agar bahasa tersebut dapat dipahami
oleh manusia lain. Bahasa lisan dan bahasa tulisan merupakan bahasa yang difungsikan
Halliday dan Hasan (1985:29) menyatakan bahwa metafungsi bahasa adalah fungsi
bahasa dalam pemakaian bahasa oleh penutur bahasa. Ada tiga jenis fungsi bahasa
dalam kehidupan manusia yaitu fungsi ideasional, fungsi interpersonal dan fungsi
tekstual. Fungsi ideasional adalah fungsi bahasa untuk memaparkan pengalaman.
Fungsi interpresonal adalah fungsi bahasa untuk mempertukarkan pengalaman. Dan
fungsi tekstual adalah fungsi bahasa untuk merangkaikan pengalaman sehingga
menciptakan wacana yang utuh, berkesinambungan, kohesif dan koheren. Penelitian ini
difokuskan pada metafungsi bahasa yang ketiga yaitu fungsi tekstual (textual function)
dalam menganalisis teks terjemahan.
2.2.1.1 Matafungsi Bahasa
Bahasa dari sudut pandang Halliday merupakan sumber untuk mengungkapkan
makna. Makna Metafungsi bahasa adalah makna yang mengandung tiga fungsi bahasa,
yaitu fungsi ideasional, fungsi interpersonal, dan fungsi tekstual. Ketiga fungsi tersebut
merupakan satu kesatuan fungsi, oleh karena itu ketiganya disebut metafungsi. Dalam
satu klausa pasti terdapat ketiga fungsi tersebut (Halliday & Matthiesen, 2004:7-8).
Masing-masing fungsi tersebut memiliki peranan dalam setiap interaksi antarpemakai
bahasa. Penutur biasanya menggunakan bahasa untuk memaparkan pengalaman
(ideational function), untuk mempertukarkan pengalaman (interpersonal function) dan untuk merangkaikan pengalaman (textual function) (Halliday, 1975; Christie & Unsworth, 2000; Bloor & Bloor, 1995). Dan fungsi tekstual merupakan fungsi ketiga
dari metafungsi bahasa terkait dengan penelitian ini.
Fungsi tekstual adalah fungsi bahasa dalam merangkai pengalaman untuk
menyampaikan pesan. Hal ini diinterpretasikan sebagai sebuah fungsi intrinsik dalam
dalamnya. Dengan kata lain, fungsi ini membuat bahasa atau teks relevan secara internal
ke dalam bahasa itu sendiri demikian juga secara eksternal kepada konteks atau situasi
di mana bahasa itu digunakan. Fungsi ini memberi kemampuan kepada seseorang untuk
membedakan sebuah teks sebagai bahasa yang didukung secara fungsional dan
kontekstual dan pada sisi yang lain dari yang bukan teks sebagai bahasa terpisah dari
yang lain. Setiap fungsi bahasa berinteraksi dengan konteks (field, tenor dan mode) dan mempunyai tata bahasa berbeda (Halliday, 1975; Eggins, 1994; Martin, 1997).
2.2.1.2 Teks dan Konteks
Halliday dan Hasan (1976:1) mengatakan bahwa teks sebagai a unit of language in use; it may be spoken or written, prose or verse, dialogue or monologue. Hal ini berarti teks merupakan pemakaian bahasa, baik lisan maupun tulisan dalam bentuk
prosa maupun puisi, dan dalam bentuk dialog maupun monolog dan membentuk satu
kesatuan gagasan.
Lebih lanjut Halliday dan Hasan menambahkan bahwa teks (1976:1) sebagai a unit of language in use. It is not a grammatical unit, like a clause or a sentence; and it is not defined by its size. Hal ini berarti teks sebagai unit bahasa dalam pemakaian. Sebuah teks digunakan untuk menyampaikan suatu pesan. Misalnya, sebuah frasa,
apabila frasa tersebut digunakan untuk menyampaikan pesan maka dapat dikatakan
sebagai teks. Sebaliknya, apabila ribuan atau ratusan kalimat tidak mampu
menyampaikan pesan tertentu maka dapat dikatakan bukan merupakan teks. Teks
merupakan satu kesatuan bahasa yang lengkap secara sosial dan kontekstual (Kress,
1993:24), dan dalam bentuk bahasa lisan maupun tertulis (Eggins, 2004:5).
Kemudian, kata konteks mengacu pada elemen-elemen yang menyertai teks
konteks dengan mengukuhkan tiga aspek dalam situasi yang mempunyai dampak
terhadap penggunaan bahasa, yakni (1) field (topik) yaitu what (apa yang dibicarakan dalam interaksi), (2) pelibat (tenor) yaitu who (siapa yang terkait atau terlibat dalam interaksi) dan (3) cara (mode) yaitu how (bagaimana interaksi dilakukan. (Halliday 1976; 1985; Halliday & Martin, 1993; Hasan, 1996; Martin, 1997). Selain konteks
bahasa, ada dua konteks lainnya yaitu konteks sosial dan konteks ideologi.
2.2.1.3 Klausa Simpleks dan Klausa Kompleks
Dalam teori LSF klausa merupakan komponen bahasa terlengkap dan sempurna.
Hal ini disebabkan karena satuan klausa terkandung tiga makna metafungsi bahasa yaitu
bahwa setiap klausa mengandung fungsi ideasional, interpersona, dan tekstual. Hal ini
senada dengan pendapat Halliday (1981:42) bahwa “a clause in English is the simultaneous realization of ideational, interpersonal and textual meanings.” Klausa dalam Bahasa Inggris merupakan realisasi ideasional, interpersonal, dan tekstual.
Istilah klausa yang digunakan dalam tatabahasa formal berbeda dengan klausa
yang digunakan LSF. LSF mengistilahkan klausa sama dengan kalimat dalam
tatabahasa formal. Menurut Eggins (2004: 255-256) istilah klausa sebagai klausa
simpleks yang berarti setara dengan kalimat simpel/ sederhana dalam tatabahasa formal
dan klausa kompleks setara dengan kalimat majemuk dan kalimat kompleks.
Klausa simpleks adalah klausa yang hanya terdiri atas satu struktur dengan satu
verba utama. Contoh:
(1) Maka Patēh Gajah Mada pun menyembah Raja ahmad.
Verba utama dari contoh (1) dan (2) adalah menyembah. Verba membunuh di dalam tanda kurung bukan verba utama. Pada dasarnya, verba membunuh dapat dibuang dan hanya merupakan penjelas nomina yang ada di depannya.
Klausa kompleks adalah klausa yang terdiri atas dua struktur atau lebih dengan
dua verba atau lebih. Contoh:
(3) Maka Tuan Puteri itu menyurohkan hulubalangnya yang bernama Tun Perpatēh ( ﻦﻴﺟ ) Jena kepada segala negeri akan menuliskan rupa segala anak
raja-raja yang pada segala negeri serta membawa kertas sapeti dan dawat s.kuchi ( ﻲﺠﻮﻜﺴ ) dan kalam saberkas.
(4) Maka Tun Perpatēh Jēna pun berlengkaplah ia dengan sabuah perahu, lalulah ia berlayar daripada suatu negeri kepada suatu negeri serta menuliskan rupa anak raja-raja yang di dalam negeri itu.
Dari contoh klausa kompleks di atas menunjukkan rangkaian dua klausa atau
lebih dengan konjungsi sebagai alat perangkainnya. Pada contoh (3), (4) konjungsi yang
digunakan adalah serta. Keberadaan konjungsi pada sebuah klausa dapat menyebabkan klausa tersebut menjadi kompleks. Kalimat kompleks adalah kalimat yang memiliki
lebih dari satu gagasan. Kalimat kompleks akan mempengaruhi pembaca dalam
memahami teks.
2.2.1.4 Kohesi
Halliday dan Hasan (1976:1) membahas konsep kohesi bahasa Inggris secara
detail dalam bukunya yang berjudul cohesion in English. Menurut mereka kohesi adalah
it as text. Hal ini berarti kohesi sebagai konsep makna; kohesi mengacu pada hubungan makna dalam sebuah teks. Lebih lanjut mereka (1976:4) menambahkan bahwa
Cohesion occurs where the INTERPRETATION of some element in the discourse is dependent on that of another. The one PRESUPPOSES the other, in the sense that it cannot be effectively decoded except by recourse to it. When this happens, a relation of cohesion is set up, and the two elements, the presupposing and the presupposed, are thereby at least potentially integrated into a text
Hal ini berarti kohesi terjadi tergantung pada hubungan sebuah elemen dalam
teks terhadap elemen lain. Satu elemen mempersyaratkan elemen yang lain, dalam arti
elemen itu tidak dapat dipahami tanpa bantuan elemen lain. Dua elemen dalam teks
yang berelasi secara kohesif masing-masing disebut dengan elemen yang
mempersyaratkan (presupposing) dan elemen yang dipersyaratkan (presupposed).
Kemudian Saragih (2006:23) menambahkan bahwa satu unit pengalaman dalam
klausa dapat dihubungkan dengan klausa lain sebagai hubungan makna. Hubungan ini
membentuk satu kesatuan yang disebut kohesi. Kohesi adalah ciri suatu teks. Kohesi
terbentuk dengan tautan makna antarklausa. Pautan makna antar klausa membentuk satu
kesatuan yang disebut teks atau wacana. Tautan dalam teks akan semakin padu, jika
semakin banyak alat kohesi yang digunakan. Dengan kata lain, teks yang padu ditandai
dengan adanya alat kohesi yang digunakan. Tautan ini direalisasikan oleh dua alat
kohesi (cohesive devices), yaitu kohesi grammatikal dan kohesi leksikal.
Selain itu, Muchtar (2012: 101) menyatakan bahwa kohesi juga merupakan
aspek formal bahasa dalam wacana. Kohesi adalah organisasi sintaktik. Organisasi
sintaktik merupakan wadah ayat-ayat yang disusun secara padu dan juga padat. Dengan
demikian, organisasi tersebut dapat menghasilkan tuturan. Hal ini berarti bahwa kohesi
grammatikal maupun dari segi tingkat leksikal tertentu. Dengan penguasaan dan juga
pengetahuan kohesi yang baik, seorang penulis akan dapat menghasilkan wacana yang
baik. Di dalam penerjemahan, penerjemahan perlu menyesuaikan alat kohesi, karena
setiap bahasa mempunyai sarana kohesifnya masing-masing dan cara menggunakan alat
kohesi tersebut
2.2.1.5 Kohesi Grammatikal
Halliday dan Hasan (1976:6-7) menjelaskan bahwa kohesi Grammatikal
(Grammatical Cohesion)
adalah
kepaduan bentuk sesuai dengan tata bahasa. Kohesi jenis ini ditandai dengan adanya
referensi (pronomina, demonstrative, comparative), substitusi (nominal, verbal, dan
clausal), elipsis (nominal, verbal, dan clausal) dan konjungsi (additive, adversative, causal dan temporal).
2.2.1.5.1Referensi (Perujuk)
Referensi adalah hubungan antara suatu elemen dalam teks dengan sesuatu
yang dirujuknya sesuai dengan konteksnya. Hal ini senada dengan pendapat Halliday &
Hasan (1976:31) bahwa referensi sebagai a cohesive device that allows the reader/hearer to trace participants, events, entities, etc. in texts. Jadi, referensi adalah perangkat kohesi yang memungkinkan pembaca atau pendengar untuk melacak peserta,
peristiwa, entitas, dan lain-lain dalam teks. Halliday dan Hasan (1976:37) menyakini
bahwa ada unsur tertentu dalam setiap bahasa yang memiliki sifat referensi. Dalam
bahasa Inggris, berdasarkan tipe objeknya, referensi terbagi tiga yaitu referensi personal
(kata ganti diri atau pronomina), referensi demonstratif (penunjuk) dan referensi komparatif (perbandingan). Penggunaan referensi ini dapat dilihat pada
a. Three blind mice, three blind mice, see how they run! See how they run.
b. Doctor Foster went to Gloucester in a shower of rain.
He stepped in the puddle right up to his middle and never went there again.
c. There were two wrens upon a tree. Another came, and there were three. d. This is how to get the best result. You let the berries dry in the sun till
all the moisture has gone out of them. Then you gather them up and chop them very fine.
e. For he is a jolly good fellow. And so say all of us.
(Halliday dan Hasan, 1976: 17-32)
Pada contoh kalimat (a), kata ganti they merujuk ke frasa kata benda three blind mice; sedangkan pada kalimat (b) kata ganti orang ketiga he dan kata ganti petunjuk
there, merujuk ke masing-masing frasa kata benda Dr Foster dan kata benda
Gloucester. Dalam kalimat (c), kata ganti another, dalam kalimat kedua merujuk ke kata benda wrens yang dinyatakan dalam kalimat yang pertama. Dalam kalimat (d), kata ganti petunjuk this merujuk ke depan untuk seluruh uraian yang mengikutinya. Dalam contoh kalimat (e), kata ganti he tidak merujuk pada identitas dalam teks, hanya meru-juk kepada sebuah identitas yang dalam konteks situasi. Meskipun teks tidak
menerangkan secara jelas kata ganti he merujuk pada seseorang, para peserta dalam acara pidato mampu mengidentifikasi referen dengan konteks di mana situasi pidato
terjadi.
a. Referensi Persona
Halliday dan Hasan (1976:38) menyebutnya sebagai speech roles dan other roles. Yang termasuk speech roles adalah peran penutur (speaker roles): I, we, dan peran mitra tutur (addressee roles): you. Yang termasuk other roles adalah he, she, it, they. Referensi di dalam bahasa Melayu ditujukan dengan pemakaian kata ganti persona pertama seperti
kata aku (ku), hamba, beta, teman, diri, awak, nama diri,kami, kita. Kata ganti persona kedua seperti kata engkau (kau), tuan, teman/kawan, awak, Kamu-kamu, kamu-kamu sakalian, sagala orang itu. Kata ganti persona ketiga seperti ia (dia), die, hamba itu, orang itu, dirinya, Mereke, mereka (Van Wijk, 1985:154). Tabel 2.1 dan tabel 2.2 beri-kut ini menunjukkan perbedaan bentuk referensi persona antara bahasa Melayu dan
bahasa Inggris:
Tabel 2.1. Referensi Persona bahasa Ingggris (Halliday dan Hasan, 1976: 37-38)
Tunggal Jamak Persona Pertama I We
Persona Kedua You
Persona Ketiga Maskulim Feminin Netral
They He She It
Tabel 2.2. Referensi Persona bahasa Melayu (Van Wijk, 1985:154)
Tunggal Jamak
Persona Pertama Akrab Formal Akrab Formal Aku, Daku,
Hamba
Saya, Patik, Kalian
Persona Kedua Kau/kamu Anda, Engkau
Kalian, Kami, Kita
Persona Ketiga Dia, ia Beliau Mereka
b. Referensi Demonstratif
Halliday dan Hasan (1976:37) menyatakan referensi demonstratif
bahasa, dan dapat jauh dari pemakai bahasa seperti ini, itu, di sini, dan di situ. Dalam bahasa Inggris, referensi penunjuk dekat seperti kata this, these, dan referensi penunjuk jauh seperti that, those. Dalam bahasa Melayu, referensi penunjuk dekat ini direalisasikan dengan ini, orang ini, pada zaman ini; dan referensi penunjuk jauh direalisasikan dengan itu, oleh itu, seperti anak itu, rumah itu (Van Wijk, 1985:156). Tabel 2.3 dan tabel 2.4 berikut ini menunjukkan perbedaan bentuk referensi
demonstratif antara bahasa Melayu dan bahasa Inggris:
Tabel 2.3. Referensi Demonstratif bahasa Inggris (Halliday, 1976:38)
Kategori Referensi Demonstratif Kata Keterangan Dekat Tunggal Jamak Tempat Waktu
This These Here Now
Jauh That Those There Then
Tabel 2.4. Referensi Demonstratif bahasa Melayu (Van Wijk
Kategori
, 1985:156)
Referensi Demonstratif
Kata Keterangan
Dekat Ini Tempat Waktu Disini Saat ini, tahun ini,
sekarang ini Jauh Itu Disana, disitu Saat itu
c. Referensi Komparatif
Halliday dan Hasan (1976:37) menyatakan referensi komparatif adalah referensi
yang digunakan untuk membandingkan dua proses, partisipan, atau sirkumstan atau
lebih pada perspektif pemakai bahasa dengan pendapat proses, partisipan, atau
sirkumstan tertentu sama dalam kualitas, lebih dalam kualitas dari yang lain, atau paling
Referensi komparatif menurut Halliday dan Hasan (1976) terbagi dua yaitu
referensi komparatif umum dan referensi komparatif khusus. Adapun bentuk-bentuk
komparatif pada BSa dapat dilihat pada gambar berikut ini :
identitas : same, equal, identical; identically
umum kesamaan : such, similar; so, similarly, likewise
perbedaan: other, different, else; differently, otherwise
Perbandingan
numeratif : more, fewer, less, further, additional;
so- as- equally- + quantifier. Contoh: so many
khusus
epitet : adjektif komparatif dan adverbia, Contoh: better; so- as- more- less- equally- + Adj komp dan Adv komparatif, contoh: equally good.
Gambar 2.1 Kategori Referensi Komparatif (Halliday dan Hasan, 1976: 76)
Dari gambar diatas dinyatakan bahwa referensi komparatif terbagi dua yaitu:
perbandingan yang bersifat umum (general comparison) dan perbandingan yang bersifat khusus (particular comparison). Perbandingan yang bersifat umum adalah perbandingan yang ditinjau dari kesamaan dan ketidaksamaan sesuatu yaitu bahwa dua
hal/benda bisa sama, serupa atau berbeda. (Halliday dan Hasan, 1976: 76).
Perbandingan yang bersifat umum dinyatakan oleh kelompok ajektiva dan
adverbia tertentu. Fungsi ajektiva dalam kelompok nominal adalah sebagai deiktis atau
identical books. Sedangkan adverbia berfungsi sebagai keterangan (adjunct). Contoh:
both of computers made identically. Perbandingan umum juga digunakan untuk menyatakan referen sebagai penunjuk fungsi identitas (same, equal, identical; identically), kesamaan (such, similar, so, similarly, likewise), dan perbedaan (other, different, else, differently, otherwise). Contoh: You think this was the book I read yesterday, but as for me this is different.
Kalimat diatas mengandung referensi perbandingan umum yakni: different. Di
sini different mengacu secara anaforis kepada klausa yang telah disebutkan sebelumnya
yaitu you think this is the book I read yesterday. Adapun secara makna, si penutur dan
lawan bicara mempunyai pemikiran yang berbeda dengan apa yang diyakini
masing-masing.
Perbandingan khusus adalah perbandingan pada kuantitas dan kualitas. Halliday
dan Hasan (1976) mengungkapkan bahwa perbandingan khusus membandingkan antar
referen dari segi kualitas atau kuantitasnya, dengan kata lain ada referen yang dianggap
superior (lebih unggul), inferior (lebih rendah), dan atau equal (sama). Contoh: Indian film is more interesting than Indonesian film this year. “
Dari contoh kalimat diatas terdapat referen yang lebih unggul dalam kualitas
dari referen yang lain. Perbandingan khusus ini juga dinyatakan oleh ajektiva dan
adverbia. Adapun fungsi ajektiva dalam kelompok nominal adalah sebagai numeratif
dan epitet, contoh: more cars (numeratif), better cars (epitet). Sedangkan fungsi
adverbia adalah selain sebagai epitet dan numeratif, juga berfungsi sebagai adjunct
(keterangan), contoh: an identically distributed product (epitet), so many cars
Dalam bahasa Inggris, perbandingan positif dapat direalisasikan dengan kata as same as, as well as, like. Perbandingan komparatif direalisasikan dengan kata sifat + er
atau more + kata sifat seperti taller, more beautiful dan perbandingan superlatif direalisasikan dengan kata sifat + est atau most + kata sifat seperti tallest, most beautiful. Perbandingan positif dalam bahasa Melayu dapat direalisasikan dengan kata
sama seperti. sama, persis, serupa, seperti, setinggi, secantik, dan lain-lain. Perbandingan komparatif direalisasikan dengan kata lebih cantik daripada, lebih jelek daripada. Dan perbandingan superlatif direalisasikan dengan kata tertinggi, tercantik, terlalu, terlampau. (Van Wijk, 1985:365). Tabel 2.5 berikut ini menunjukkan bentuk
referensi komparatif antara bahasa Melayu dan bahasa Inggris:
Terkait dengan objek perujukannya, referensi dibedakan atas referensi endofora
dan referensi eksofora. Halliday and Hasan (1976:33) menjelaskan referensi endofora
terjadi ketika objek rujukannya ada di dalam teks sehingga referensi ini bersifat tekstual.
Referensi ini dibedakan menjadi referensi anafora dan referensi katafora. Referensi
anafora adalah menampilkan pronomina setelah partisipan dimunculkan atau partisipan
yang telah disebutkan sebelumnya. Contoh: Maka Raja Muhammad itu pergilah ia dengan segala rayatnya menebas rimba itu. Pronomina ia dan -nya mengacu pada Raja Muhammad yang telah ditampilkan sebelumnya. Referensi katafora menampilkan pronomina sebelum partisipan atau partisipan disebutkan sesudahnya. Contoh, maka ada raja dua bersaudara saorang namanya Raja Ahmad. Dan saorang namanya Raja Muhammad. Referensi -nya disini mengacu pada Raja Ahmad dan Raja Muhammad.
Halliday dan Hasan (1976:33) menambahkan bahwa referensi eksofora adalah
tidak merujuk kebelakang atau kedepan partisipan yang telah ditampilkan sebelum atau
sesudahnya tetapi, keluar dari yang diucapkan atau dituliskan. Contoh, maka Raja Ahmad titah untuk berjumpe mereke. Mereke sebagai perujuk partisipan yang teridentifikasi dengan melihat atau mencari keluar dari yang tertulis.
2.2.1.5.2 Substitusi (Pengganti)
Halliday dan Hasan (1976:88) menjelaskan substitusi sebagai replacement of one item by another. Substitusi adalah penggantian suatu elemen dengan elemen lain. Substitusi atau pengganti adalah salah satu kohesi gramatikal yang mengganti satuan
lingual tertentu (yang telah disebut) dengan satuan lingual lain dalam wacana untuk
memperoleh unsur pembeda. Dalam bahasa Inggris, substitusi atau pengganti dapat
berfungsi menggantikan kata benda atau kata kerja atau klausa. substitusi terbagi tiga
a. Substitusi Nomina
Halliday dan Hasan (1976:91) menyatakan substitusi nomina adalah penggantian
satuan lingual yang berkategori nomina (kata benda) dengan satuan lingual lain yang
juga berkategori nomina. Contoh: We have no coal fires; only wood ones. (Halliday dan Hasan, 1976:93). Kalimat pertama adalah We have no coal fires; dan kalimat kedua adalah only wood fires. Kata fires pada kalimat pertama disulih dengan kata ones pada kalimat kedua.
b. Substitusi Verba
Halliday dan Hasan (1976:112) menyatakan substitusi verba adalah penggantian
satuan lingual yang berkategori kata kerja (verba) dengan satuan lingual do. Substitusi verba dalam bahasa Inggris adalah do. Meskipun demikian, wujud dari substitusi verba ini tidak selalu dengan do, namun, wujudnya dapat berupa does, did, atau done.
Subtitusi ini menggantikan kata kerja dalam frasa kata kerja yang berfungsi sebagai inti
kelompok verba yang telah disebutkan sebelumnya dan posisinya selalu di akhir group
(1976:118). Contoh:
a. Does Granny look after you every day? – She can’t do at weekends, because she has to go to her own house.
b. Have they removed their furniture?
They have done the desks, but that’s all so far.
(Halliday dan Hasan, 1976:114)
Pada contoh di atas, (a) kata do menyulih look after dan (b) done menyulih
c. Subtitusi Klausa
Halliday dan Hasan (1976:130) menyatakan substitusi klausa adalah
penggantian satuan lingual tertentu yang berupa klausa atau kalimat dengan satuan
lingual so, not. Dalam bahasa Inggris, yang termasuk unsur pengganti klausa adalah so
dan not. So sebagai pengganti yang bersifat positif, dan not sebagai pengganti yang bersifat negatif. Contoh:
a. Is there going to be an earthquake? - It says so.
b. Has everyone gone home? - I hope not.
(Halliday dan Hasan, 1976:130)
Pada contoh (a) di atas so dalam kalimat kedua menyulih keseluruhan klausa
there’s going to be an earthquake. Dan pada kalimat (b) bentuk negatif not menyulih klausa everyone has gone home.
2.2.1.5.3Elipsis (Pelesapan)
Larson (1984:347) menyatakan bahwa istilah elipsis merujuk pada informasi
yang sudah diberikan dan kemudian dibiarkan implisit. Setiap bahasa memiliki alat
kohesi gramatikal tersendiri untuk menunjukkan informasi yang implisit. Informasi
yang telah disampaikan sebelumnya tidak perlu dinyatakan berulang kali. Dengan
demikian, elipsis merupakan penghilangan sebagian unsur penting pada kalimat atau
klausa, sehingga informasi yang disampaikan secara implisit namun maknanya dapat
dipahami dengan merujuk pada teks yang sebelumnya.
Halliday dan Hassan (1976:142) menyatakan bahwa substitusi dan ellipsis
termasuk hubungan kohesi yang sama karena pada dasarnya keduanya merupakan