• Tidak ada hasil yang ditemukan

Biosensor antioksidan berbasis superoksida dismutase deinoccus radiodurans diimobilisasi pada nanokomposit zeolit alam indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Biosensor antioksidan berbasis superoksida dismutase deinoccus radiodurans diimobilisasi pada nanokomposit zeolit alam indonesia"

Copied!
124
0
0

Teks penuh

(1)

BIOSENSOR ANTIOKSIDAN BERBASIS SUPEROKSIDA

DISMUTASE

Deinoccus radiodurans

DIIMOBILISASI PADA

NANOKOMPOSIT ZEOLIT ALAM INDONESIA

WENIARTI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini menyatakan bahwa tesis Biosensor Antioksidan Berbasis Superoksida Dismutase Dari Mikroba Indonesia Yang Diimobilisasi Dalam Nanokomposit Zeolit Alam Indonesia adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir disertasi ini.

Bogor, Juli 2011

(3)

ABSTRACT

WENIARTI. Antioxidant Biosensor based Superoxide Dismutase from

Deinococcus radiodurans Immobilized on Natural Zeolite Nanocomposite from Indonesia. Under direction of DYAH ISWANTINI PRADONO, NOVIK NURHIDAYAT and ZAENAL ABIDIN

The immobilization superoxide dismutase extract from D. radioduras on a zeolite nanocomposite modified electrode were studied. Cyclic voltammetry (CV) are employed to investigate the catalytic behavior of the biosensor. The superoxide radical was produced in solution using the xantine/xanthine oksidase system.

Antioxidant activity vitamin C was determined by 2, 2-diphenil-2-picrylhydrazyl (DPPH) free radical scavenging method and comparing with biosensor SOD. Optimum conditions for SOD activity was at pH 9, temperature 300 C, zeolite 137.5mg, and SOD 3 U/ml for pure SOD and 9, temperature 300 C, zeolite 137.5mg, and SOD 1500µg/mL for D. radiodurans SOD. Dismutation reaction kinetics of superoxide catalyzed by SOD followed the Lineweaver-Burk kinetics with D. radiodurans SOD Kmapp value was higher than pure SOD. Antioxidant capacity for Vitamin C was 19.49 ppm using DPPH method and value 0,7 for relative antioxidant capacity using biosensor SOD. In conclusion, D radiodurans

SOD immobilized on a zeolite nanocomposite had a great potential as biological recognition component for antioxidant biosensor.

(4)

Radiodurans Diimobilisasi Pada Nanokomposit Zeolit Alam Indonesia. Dibimbing oleh DYAH ISWANTINI PRADONO, NOVIK NURHIDAYAT dan ZAENAL ABIDIN

Antioksidan diperlukan tubuh untuk melawan radikal bebas. Oleh karena itu, sangat dibutuhkan suatu metode yang tepat untuk mengukur sifat-sifat antioksidan pada berbagai jenis sampel baik antioksidan alami maupun sintesis. Metode yang banyak digunakan untuk mengukur kapasitas dan aktivitas antioksidan adalah spektrofotometri, fluoresensi dan kromatografi. Pengukuran antioksidan menggunakan metode spektrofotometeri seringkali terkendala terhadap preparasi sampel. Pengukuran kapasitas antioksidan selain terkendala masalah preparasi sampel juga ada beberapa pengukuran yang memerlukan peralatan yang mahal, seperti ORAC-FL dan HPLC. Biosensor elektrokimia merupakan alternatif metode yang dikembangkan untuk mengukur kapasitas antioksidan karena dapat mengukur dengan cepat, valid dan biayanya rendah. Biosensor untuk mengukur kapasitas antioksidan berbasis enzim SOD untuk memonitor radikal superoksida menunjukkan hasil yang lebih baik hal ini dikarenakan enzim SOD adalah enzim yang spesifik bereaksi dengan ion superoksida. Penggunaan enzim pada biosensor terkendala oleh harganya yang mahal oleh sebab itu untuk menekan biaya digunakan bakteri penghasil SOD yaitu Deinococcus radiodurans. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan ekstrak protein enzim SOD dari D. radiodurans untuk diimobilisasi dalam nanokomposit zeolit alam Indonesia dan mengukur aktivitas ekstrak SOD dalam nanokomposit zeolit alam yang diimobilisasi pada permukaan elektrode pasta karbon dan menentukan parameter kinetikanya dengan metode elektrokimia.

Penelitian ini terdiri dari beberapa tahap percobaan yaitu: penumbuhan sel

Deinococus radiodurans dan ektraksi SOD, pembuatan elektrode, imobilisasi enzim, optimasi aktivitas SOD dan bakteri terimobilisasi, penentuan parameter kinetika pengukuran kapasitas antioksidan vitamin C dengan metode DPPH dan biosensor. Penumbuhan D. radiodurans dilakukan dengan menggunakan metode LB cair dan ekstraksi dilakukan dengan cara sonikasi pada pulse 50% dan output 5 untuk memecahkan sel bakteri yaitu dengan interval 10 x 2 menit dan interval berhenti 1 menit. Elektrode yang dibuat adalah elektrode Ag/AgCl sebagai elektrode rujukan, elektrode pasta karbon termodifikasi ferosena sebagai elektrode kerja. Modifikasi metode imobilisasi yang dilakukan terdiri dari 4 jenis. yaitu SOD di imobilisasi dengan zeolit, kemudian diteteskan pada permukaan pasta karbon termodifikasi ferosena (SOD/Zeolit/PCf), SOD di imobilisasi pada permukaan pasta karbon termodifikasi ferosena (SOD/PCf), zeolit di imobilisasi pada permukaan pasta karbon termodifikasi ferosena (Zeolit/PCf) dan terakhir SOD di imobilisasi pada permukaan zeolit (SOD/Zeolit). Radikal superoksida dihasilkan dari reaksi xantina/xantina oksidase. Optimasi aktivitas SOD terimobilisasi menggunakan Response Surface Method dimana yang divariasikan adalah suhu, pH, jumlah zeolit, konsentrasi enzim dan bakteri. Penentuan Km dan

(5)

diaplikasikan untuk mengukur kapasitas antioksidan dari vitamin C yang ditunjukkan sebagai nilai relative antioxidant activity (RAC) yang merupakan perbandingan slope dari tanpa penambahan dan penambahan vitamin C dalam larutan. Sebagai perbandingan dilakukan juga pengukuran kapasitas antioksidan dengan menggunakan metode DPPH.

Bakteri D. radiodurans ditumbuhkan dalam media LB cair selama 48 jam dengan suhu 30 0C. Protein yang terkestrak memiliki konsentrasi sebesar 3100 µg/ml dengan rendemen ekstrak protein adalah 2,41% dari bobot basah. Pada pembuatan elektroda pembanding Ag/AgCl dilakukan karakterisasi dengan cara diaplikasikan mengukur arus puncak K3[Fe(CN)6] dalam larutan elektrolit

pendukung KCl 0,1 M menggunakan teknik voltametrik siklik. n yang dihasilkan adalah 1,1 dan ∆Ep

Optimasi enzim dan bakteri terimobilisasi dengan menggunakan metode respon permukaan menghasilkan daerah optimum untuk enzim SOD adalah pada pH 9, suhu 30

= 66 mV. Berdasarkan hasil pengukuran ini maka elektrode Ag/AgCl dapat digunakan sebagai elektrode pembanding. Untuk pemilihan metode imobilisasi yang akan digunakan, dapat dilihat dari data puncak arus dan potensial pada voltamogram siklik yang dihasilkan. Dari data terlihat bahwa, SOD di imobilisasi dengan zeolit, kemudian diteteskan pada permukaan pasta karbon termodifikasi ferosena (SOD/Zeolit/PCf) menghasilkan puncak arus yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang lain yaitu sebesar 1,02, sehingga SOD/Zeolit/PCf yang digunakan pada penelitian ini.

0

C, zeolit 137,5 mg dan konsentrasi SOD 3 unit/ml. Daerah optimum untuk ekstrak kasar enzim SOD D.radiodurans adalahpH 9, suhu 300

Penentuan K

C, zeolit 137,5 mg dan konsentrasi SOD yaitu 1500 µg/ml. Sedangkan penggunaan bakteri tidak dihasilkan nilai puncak yang maksimum. Hal ini disebabkan karena

D. radiodurans memiliki dinding sel yang tebal dan juga strukturnya yang tetrad kemungkinan ekskresi SOD tidak terjadi, karena tidak adanya SOD yang bereaksi dengan radikal superoksida tidak ada transfer elekron yang terjadi oleh sebab itulah arus tidak dihasilkan. Sehingga dapat disimpulan sel bakteri D. radiodurans

utuh sebagai komponen pengenal hayati biosensor antioksidan kurang berpotensi.

m dan Imaks dilakukan dengan metode Lineweaver-Burk

menghasilkan Km dan Imaks untuk enzim SOD adalah 1,096 mM dan 0,989 μA

sedangkan untuk ekstrak kasar enzim SOD adalah 2,978 mM dan 0,878 μA. Perbedaan nilai Km

Aktivitas antioksidan vitamin C ditentukan dengan menggunakan metode biosensor dan DPPH. Kapasitas antioksidan dengan menggunakan biosensor SOD dinyatakan sebagai relative antioxidant capacity (RAC). Nilai (RAC) merupakan perbandingan dua slope dari kurva dengan dan tanpa penambahan sampel antioksidan. Jika sampel memiliki kandungan antioksidan maka arus yang dihasilkan akan lebih rendah dibandingan dengan larutan yang hanya mengandung radikal superoksida. Dengan membandingakan dua slope ini maka dapat ditentukan kapasitas antioksidan dari sampel. RAC vitamin C yang didapatkan adalah 0,76 dengan konsentrasi vitamin C sebesar 0,05 M. Sedangkan dengan metode DPPH diperoleh kapasitas antioksidan vitamin C adalah sebesar 19,49 ppm. Dari kedua metode yang digunakan kita dapat melihat bahwa,

(6)

diperlukan inkubasi karena super radikal adalah senyawa yang tidak stabil sehingga harus segera diukur. Dari sini dapat disimpulkan bahwa penggunaan biosensor lebih cepat, akurat dan sensitif dibandingkan dengan spektrofotometri.

Penggunaan zeolit sebagai material pendukung untuk enzim SOD yang diimobilisasi pada permukaan elektrode pasta karbon yang dimodifikasi dengan ferosena sebagai mediator dapat meningkatkan aktivitas SOD dalam biosensor antioksidan. Nilai Km enzim SOD lebih besar daripada nilai Km

Kata Kunci: Biosensor antioksidan, superoksida dismutase (SOD), Deinococcus radiodurans, nanokomposit zeolit, Kinetika enzim.

(7)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah;

b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(8)

BIOSENSOR ANTIOKSIDAN BERBASIS SUPEROKSIDA

DISMUTASE

Deinoccus radiodurans

DIIMOBILISASI PADA

NANOKOMPOSIT ZEOLIT ALAM INDONESIA

WENIARTI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Kimia

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)
(10)

Nanokomposit Zeolit Alam Indonesia Nama : Weniarti

NIM : G451090011 Program Studi : Kimia

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Dyah Iswantini Pradono, M.Agr Ketua

Novik Nurhidayat Ph.D Dr. Zaenal Abidin

Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Kimia

Prof. Dr. Purwantiningsih S, M.Si Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr

(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga proposal penelitian ini berhasil diselesaikan. Judul penelitian ini adalah Biosensor Antioksidan Berbasis Superoksida Dismutase Dari Mikroba Indonesia Yang Terimobilisasi Dalam Nanokomposit Zeolit Alam Indonesia.

Terimakasih penulis ucapkan kepada Dr. Dyah Iswantini Pradono, M.Agr, Ir. Novik Nurhidayat Ph.D dan Dr. Zaenal Abidin selaku komisi pembimbing, Trivadila M.Si yang telah banyak mengajarkan dan memberi saran pada penulisan tesis. Terimakasih saya ucapkan juga untuk Dosen di lingkungan Departemen Kimia yang telah memberikan bimbingan dan ilmu selama menempuh pendidikan. Disamping itu penghargaan penulis sampaikan kepada DEPAG yang telah memberikan beasiswa. Pak Nano, Bu Ai, dan pak Mail, Staf laboraturium Kimia Fisik. Ibu Nunung dan Pak Eman dari Kimia Analitik, Bu Neri, Mbak Ratih, dan pak Encun di PUSLIT Biologi LIPI. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada, Ayahnda, Ibunda, Suamiku tercinta Darmawansyah SE atas dukungan dan pengorbananya, ananda tercinta Waffiyah Qonitha Ariqoh serta seluruh keluarga dan teman-teman seperjuangan di mayor Kimia angkatan 2009.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2011

(12)

Penulis dilahirkan di Nanti Giri, Sumatera Selatan pada tanggal 30 Mei 1980 dari ayah A. Fauzi manaf dan ibu Sri Sutiarni. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara.

Tahun 1998 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Pagar Alam Sumatera Selatan dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Universitas Bengkulu melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru. Penulis memilih mayor Kimia, Fakultas Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan Alam. Pada tahun 2009, penulis diterima di Program Studi Kimia pada Program Pascasarjana IPB. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Departemen Agama Republik Indonesia.Penulis bekerja di Madrasah Aliyah Negeri 2 Kota Bengkulu sejak tahun 2005.

Selama mengikuti program S2, penulis menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Muslim pascasarjana (HIMMPAS)-IPB. Karya Ilmiah berjudul Toxicity Level, Antifeedant And Antioxidant Activity Of Curcuma zedoaria

(13)

DAFTAR ISI

Immobilisasi Enzim SOD dalam Matrik nanokomposit Zeolit….. Kinetika enzim………. Optimasi aktivitas SOD dan bakteri terimobilisasi ………. Kinetika Enzim Superoksida Dismutase Immobilisasi……… Pengukuran Aktivitas……….………..

SIMPULAN DAN SARAN………. 40

DAFTAR PUSTAKA……….. 41

LAMPIRAN………. 42

(14)

Halaman

1 Kombinasi pH, suhu, zeolit dan enzim SOD untuk

pengoptimuman aktivitas SOD D. radiodurans immobilisasi……….

2

16

Puncak arus dan potensial SOD terimmobilisasi dalam pasta

Karbon dan zeolit……….………

17

3 Nilai parameter kinetika enzim SOD immobilisasi……….…… 18

4 Puncak arus dan potensial modifikasi metode imobilisasi………….. 24

5 Nilai parameter kinetika enzim SOD imobilisasi………..….. 34

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Voltamogram siklik pada pengukuran larutan K3Fe (CN)6

0.01M…..

22

2 Puncak arus anode dan katode SOD di imobilisasi dengan zeolit, kemudian diteteskan pada permukaan pasta karbon termodifikasi ferosena (SOD/Zeolit/PCf), SOD di imobilisasi pada permukaan pasta karbon termodifikasi ferosena (SOD/PCf), dan SOD di

imobilisasi pada permukaan zeolit (SOD/Zeolit)………... 24

3 Puncak arus anode dan katode SOD zeolit di imobilisasi pada

permukaan pasta karbon termodifikasi ferosena (ZPf)……… 25

4 Proses transfer dari reaksi enzimatis SOD terimobilisasi dalam nankomposit zeolit kepermukaan elektrode pasta karbon yang dimediasi oleh ferosena………

26

5 Plot kontur hubungan antara zeolit dan konsentrasi SOD terhadap puncak arus oksidasi (a), pH dan konsentrasi SOD terhadap puncak arus oksidasi (b), pH dan zeolit terhadap puncak arus oksidasi (c), suhu dan konsentrasi SOD terhadap puncak arus oksidasi (d), Suhu dan zeolit terhadap puncak arus oksidasi (e),

suhu dan pH terhadap puncak arus oksidasi (f)…..………. 28

6 Plot kontur hubungan antara pH dan konsentrasi SOD terhadap puncak arus oksidasi (a), pH dan zeolit terhadap puncak arus oksidasi (b), suhu dan konsentrasi SOD terhadap puncak arus oksidasi (c), suhu dan zeolit terhadap puncak arus oksidasi (d), Suhu dan pH terhadap puncak arus oksidasi (e), zeolit dan konsentrasi

(15)

7 Plot kontur hubungan antara suhu dan pH terhadap puncak arus oksidasi, suhu dan konsentrasi SOD terhadap puncak arus oksidasi, suhu dan zeolit terhadap puncak arus oksidasi, pH dan zeolit

terhadap puncak arus oksidasi ……….. 31

8 Hubungan konsentrasi xantina dan aktivitas SOD………... 32

9 Linearitas konsentrasi xantina dan aktivitas SOD………... 33

10 Plot Lineweaver-Burk enzim SOD immobilisasi………. 34

11 Struktur enzim Cu/Zn-SOD (a) (Donnelly et al.1989) dan Mn-SOD (b) ….. 35

12 Puncak arus dengan tanpa (blanko) dan penambahan vitamin .…… 37

13 Nilai RAC Vitamin C dengan berbagai konsentrasi……… 37

14 % inhibisi vitamin C terhadapa DPPH………. 37

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Diagram alir penelitian……… 43

2 Ekstraksi SOD………. 44

3 Potensial dan arus pada puncak anodik dan katodik pada pengukuran K3Fe (CN)6 0.01M ……….. 45

4 Pengoptimuman enzim Murni ………... 46

5 Pengoptimuman ekstrak SOD ……….……..… 47

6 Pengoptimuman Bakteri D.radiodurans……….. 48

7 Kinetika Enzim superoksida dismutase……….…. 49

8 Pengukuran kapasitas antioksidan vitamin C dengan menggunakan

biosensor………..…………

9

50 Pengukuran Kapasitas antioksidan vitamin C dengan metode DPPH. 51

(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Spesi oksigen reaktif adalah kelas radikal bebas yang sangat berbahaya

dalam tubuh karena dapat menyebabkan kerusakkan pada sel (Cortina-Puig et al.

2007). Spesi oksigen reaktif akan mencari pasangan elektron dari sel manusia

yang sehat akibatnya sel akan mengalami kerusakan dan memicu kerusakan pada

tingkat organ yang akan menyebabkan penyakit jantung, kanker, stroke, diabetes

dan gejala penuaan dini (Ignatov et al. 2002). Untuk melawan radikal bebas,

sebenarnya tubuh memiliki antioksidan endogen yaitu enzim katalase,

peroksidase, superoksida dismutase (SOD), dan glutationa S-transferase. Jika

terjadi paparan radikal yang berlebih dalam tubuh diperlukan antioksidan

eksogen yang biasanya bersumber dari makanan. Selain untuk kesehatan

manusia antioksidan juga digunakan secara luas dalam industri makanan, industri

petroleum, industri karet dan sebagainya. Oleh karena itu, sangat dibutuhkan

suatu metode yang tepat untuk mengukur sifat-sifat antioksidan pada berbagai

jenis sampel baik antioksidan alami maupun sintesis.

Metode yang banyak digunakan untuk mengukur kapasitas dan aktivitas

antioksidan adalah spektrofotometri, fluoresensi dan kromatografi (Cortina-Puig

et al. 2007). Pengukuran antioksidan menggunakan metode spektrofotometeri

seringkali terkendala terhadap preparasi sampel. Sebagai contoh, metode DPPH

memang tidak memerlukan substrat sehingga memiliki keuntungan, yaitu lebih

sederhana dan waktu analisis yang lebih cepat, tapi metode ini sangat peka

terhadap cahaya. Preparasi sampel harus dilakukan dalam kondisi gelap selain

itu tidak dapat digunakan untuk sampel yang memiliki konsentrasi tinggi.

Demikian halnya dengan ABTS dan FRAP juga sangat sensitif terhadap cahaya,

bahkan pembentukan ABTS.

-Pengukuran kapasitas antioksidan selain terkendala masalah preparasi

sampel juga ada beberapa pengukuran yang memerlukan peralatan yang mahal,

seperti metode ORAC-FL (Du et al. 2009) dan kromatografi. Liu et al. (2000)

menggunakan HPLC untuk menentukan kapasitas antioksidan golongan memerlukan waktu inkubasi selama 12-16 jam

(17)

polifenol dari ekstrak teh hijau. Metode ini didasarkan atas kemampuan

menangkap radikal yang dihasilkan dari peroksidasi low density lipoprotein

manusia. Wijngaard et al. (2009) menentukan kapasitas antioksidan dari jeruk

Irlandia dan sayuran sisa olahan produk menggunakan HPLC-DAAD dengan

menggunakan metode pelarut bergradient yang diatur mulai dari 0-70 menit, volume injeksi 10μL. Penggunaan HPLC dalam mengukur kapasitas antioksidan memerlukan preparasi sampel dan waktu pendeteksian yang lama.

Biosensor merupakan metode yang banyak dikembangkan untuk

mengatasi permasalah-permasalahan yang muncul dalam penentuan kapasitas

antioksidan. Pengukuran aktivitas antioksidan dengan menggunakan biosensor

tidak dipengaruhi oleh cahaya dan juga tingkat kekeruhan dari sampel karena

yang diukur adalah arus yang dihasilkan. Selain itu, biosensor juga dapat

menenentukan dan memonitor kapasitas antioksidan pada sampel yang kompleks

tanpa memerlukan pemisahan komponen terlebih dahulu (Mello & Kubota 2007).

Biosensor elektrokimia merupakan alternatif metode yang dikembangkan

untuk mengukur kapasitas antioksidan karena dapat mengukur dengan cepat,

valid dan biayanya rendah (Campanella et al. 2004). Ada dua tipe biosensor

elektrokimia yang digunakan untuk mengukur sifat-sifat antioksidan yaitu

biosensor amperometri untuk mengukur mono dan poliefenol berbasis enzim

tirosinase (Busch et al. 2006), lakase (Roy et al. 2005) dan peroksidase, serta

biosensor untuk menguji kapasitas antioksidan berdasarkan aktivitas

penangkapan radikal bebas berbasis sitokrom c (Cortina-Puig et al. 2007), DNA

(Kamel et al. 2008 ) dan SOD (Campanella et al. 2005). Biosensor untuk

mengukur kapasitas antioksidan berbasis enzim SOD untuk memonitor radikal

superoksida menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingankan sitokrom c hal

ini dikarenakan enzim SOD adalah enzim yang spesifik bereaksi dengan ion

superoksida (Di et al. 2004). Enzim SOD adalah enzim yang melindungi

organisme dari efek racun ion superoksida dengan mengkatalisis secara efisien

dismutasi O2.- menghasilkan O2 dan H2O2

2O

melalui mekanisme transfer elektron

reaksi oksidasi - reduksi (Emregül 2005).

(18)

Biosensor berbasis SOD sudah terbukti dapat mengukur kapasitas

antioksidan berbagai jenis contoh seperti teh, minuman teh, produk herbal

(Campanella et al. 2003a), anggur merah dan anggur putih (Campanella et al.

2004) dan alga (Campanella et al. 2005). Pada pengukuran yang dilakukan

terhadap contoh minuman anggur merah dan anggur putih, dengan menggunakan

metode spektrometri dan fluorometri menghasilkan perbedaan kapasitas

antioksidan yang sangat besar dibandingkan dengan menggunakan metode

biosensor. Hal ini menunjukkan metode biosensor lebih sensitif dibandingkan

dengan menggunakan kedua metode lainnya. Salah satu kelemahan penggunaan

enzim SOD dalam biosensor adalah harga enzim ini sangat mahal, oleh sebab itu

penggunaan mikroba yang menghasilkan enzim tersebut adalah salah satu solusi

untuk menekan biaya karena tidak diperlukan suatu pemurnian enzim.

Penggunaan sel bakteri utuh E. coli telah dilakukan oleh Iswantini et al. (1998)

sebagai komponen pengenal pada biosensor glukosa. Dimana pemanfaatan E.

coli sebagai komponen pengenal menghasilkan hasil yang cukup sensitif, akurat

dan praktis.

Salah satu bakteri yang menghasilkan enzim SOD adalah bakteri

Deinococcus radiodurans. Organisme ini tahan terhadap banyak agen yang

dapat menyebabka

D radiodurans merupakan

bakteri yang dapat bertahan hidup terhadap radiasi yang sangat tinggi karena

bakteri ini mempunyai mekanisme perbaikan DNA yang cepat dan mempunyai

banyak salinan dari genomenya sendiri. Selain itu bakteri ini mudah berkembang

dan tidak menimbulkan penyakit. Kemampuan bakteri ini yang tahan terhadap

lingkungan ekstrim diperkirakan karena bakteri ini memiliki sistem antioksidan

yang tinggi dimana di dalamnya terdapat enzim SOD dan katalase (Yuan et al.

2007). Berdasarkan hal ini maka bakteri D. radiodurans memiliki potensi yang

besar sebagai komponen pengenal hayati pada biosensor antioksidan.

Perkembangan biosensor antioksidan berbasis enzim SOD saat ini telah

mencapai generasi ketiga dan pengembangan juga diarahkan ke arah material

nano. Biosensor generasi ketiga diantaranya dibuat dengan mengimobilisasi

(19)

pada permukaan elektroda emas (Di et al. 2004). Salah satu bahan yang

berpotensi digunakan sebagai matriks imobilisasi SOD adalah zeolit, karena

zeolit memiliki struktur yang sebagian besar tersusun dari silikon tetrahedral

yang terhubung satu sama lain dengan atom oksigen membentuk pori yang khas

dengan ukuran nano. Pori adalah tempat masuknya molekul gas maupun cairan

dan menjerapnya dengan kuat.

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki potensial zeolit

alam tapi pemanfaatannya masih perlu dioptimalkan di segala bidang. Penelitian tentang pemanfaatan zeolit untuk sensor telah banyak dilakukan. Dai et al.

(2004) mengimobilisasi sitokrom c menggunakan matrik zeolit jenis NaY.

Selain itu zeolit yang telah dikalsinasi juga dimanfaatkan sebagai matrik

pengimobilisasi peroksidase dan metilena hijau (Liu et al. 1999). Elektroda

pasta karbon yang termodifikasi FeCl3

Penelitian ini merupakan lanjutan dari penelitian Trivadila (2011) yaitu

pemanfaatan SOD Deinococcus radiodurans yang diimobilisasi pada elektroda

pasta karbon sebagai biosensor antioksidan. Penelitian yang dilakukan oleh

Trivadila (2011) memiliki beberapa kekurangan yaitu spesifiksitas dan

sensitivitas yang masih rendah. Oleh sebab itu perlu dilanjutkan untuk

menentukan metode imobilisasi dan juga pengembangan ke arah material nano

agar didapatkan hasil yang lebih baik lagi.

dan zeolit ternyata dapat meningkatkan

arus yang dihasilkan dibandingkan dengan tanpa menggunakan zeolit (Balal et

al. 2009). Tapi sejauh ini belum ada laporan penggunaan nanokomposit zeolit

alam Indonesia sebagai material pengimobilisasi untuk enzim SOD D.

radiodurans. Sehingga penelitian ini menarik untuk dilakukan karena

penggunaan nanokomposit zeolit alam dan bakteri D. radiodurans yang berasal

dari Indonesia belum banyak yang melakukan.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan ekstrak protein enzim SOD

dari D. radiodurans untuk diimobilisasi dalam nanokomposit zeolit alam

Indonesia dan mengukur aktivitas ekstrak SOD dalam nanokomposit zeolit alam

(20)

yang diimobilisasi pada permukaan elektroda pasta karbon dan menentukan

parameter kinetikanya dengan metode elektrokimia.

Hipotesis

Ekstrak protein enzim SOD dari D. radiodurans dalam nanokomposit

zeolit alam Indonesia dan diimobilisasi pada permukaan elektroda pasta karbon

(21)

TINJAUAN PUSTAKA

Pengukuran Kapasitas Antioksidan

Metode pengukuran kapasitas antioksidan baik secara in vitro maupun

secara in vivo telah banyak diperkenalkan. Kapasitas antioksidan tidak dapat

diukur secara langsung, melainkan melalui efek antioksidan dalam mengontrol

proses oksidasi. Pada pengukuran aktivitas antioksidan perlu diperhatikan sumber

radikal bebas dan substrat.

Metode yang digunakan untuk mengukur sifat-sifat antioksidan adalah

spektrometri, fluorosensi, kromotografi gas, kromatografi cairan (Prieto-Simon

et al. 2008), voltametri siklik (Kilmartin 2001), dan biosensor (Tian et al. 2005;

Campanella et al. 2005; Kamel et al. 2008). Metode-metode yang sering

digunakan saat ini memiliki kelemahan diantaranya biaya yang mahal karena

membutuhkan bahan kimia yang bermacam-macam dengan jumlah yang banyak,

waktu yang lama karena membutuhkan preparasi contoh, dan kurang sensitif

terutama dalam menguji contoh berwarna.

Biosensor berbasis enzim banyak dikembangkan untuk mengukur

kapasitas antioksidan karena aktivitasnya tinggi, selektif dan spesifikasi reaksi

yang dikatalisnya (Mateo et al. 2007). Tranduser elektrokimia saat ini

mendominasi pada penggunaan biosensor berbasis enzim, sebab kebanyakan

reaksi enzimatis merupakan suatu reaksi redoks, sehingga elektron yang

dihasilkan dari reaksi tersebut dapat dideteksi oleh elektroda pada transduser

elektrokimia yang selanjutnya akan diubah menjadi arus. Arus yang dihasilkan

sebanding dengan konsentrasi antioksidan pada sampel.

Pembuatan biosensor berbasis enzim untuk menentukan kapasitas

antioksidan sangat dipengaruhi oleh radikal yang digunakan. Radikal superoksida

merupakan salah satu radikal yang banyak digunakan karena mudah didapatkan,

seperti dari reaksi enzimatis xantina /xantina oksidase dan reaksinya juga dapat

dikontrol. Terdapat dua jenis biosensor elektrokimia untuk mendeteksi radikal

superoksida yaitu biosensor berbasis sitokrom c (Cortina-Puig et al. 2007) dan

SOD (Campanella et al. 2005). Biosensor untuk mengukur kapasitas antioksidan

(22)

yang lebih baik dibandingankan sitokrom c hal ini dikarenakan enzim SOD

adalah enzim yang spesifik bereaksi dengan ion superoksida (Di et al. 2004).

Perkembangan biosensor berbasis SOD dibagi menjadi 3 tahap yaitu biosensor

generasi pertama yaitu biosensor SOD yang mendeteksi O2 atau H2O2

Campanella et al. telah melakukan penelitian untuk pengembangan

biosensor berbasis enzim SOD. Penelitian yang mereka lakukan terfokus pada

imobilisasi SOD pada gel kappa-carragenan dan penggunaan tranduser

amperometri untuk mendeteksi H

, biosensor

generasi kedua adalah biosensor yang memanfaatkan mediator yang digunakan

untuk membawa elektron, dan biosensor generasi ketiga adalah sensor yang

berdasarkan transfer elektron langsung tanpa menggunakan mediator (Trivadila

2011).

2O2

Biosensor untuk mendeteksi radikal superoksida telah dikembangkan

dengan cara mengimobilisasi SOD dalam gelatin yang di taut silang dengan

glutardehida pada permukaan elektroda Pt (Emregul 2005). Biosensor ini

diaplikasikan untuk menentukan kapasitas antioksidan asetilsalisilat, aspirin dan

aspirin yang mengandung vitamin C. Hasil penelitian Trivadila (2011)

membuktikan enzim SOD yang diimobilisasi pada permukaan elektroda pasta

karbon yang termodifikasi ferosena sebagai mediator pada elektroda pasta lebih

baik dibandingkan dengan menggunakan mediator Q

. Biosensor ini telah digunakan untuk

mengukur kapasitas antioksidan minuman anggur merah dan anggur putih

(Campanella et al. 2004), teh dan produk herbal (Campanella et al. 2003)

dimana data kapasitas antioksidan yang diperoleh menunjukkan hasil yang lebih

baik dibandingkan dengan metode spektrofotometri, metode flourosensi dan

biosensor tirosinase.

0

Pengembangan biosensor untuk mengukur kapasitas antioksidan berbasis

SOD secara langsung telah dilakukan oleh Di et al. (2004), dimana SOD

diimobilisasi pada sol-gel thin film pada permukaan elektroda emas. Struktur

pori yang seragam dari matrik silika–PVA sol–gel menghasilkan respon yang

cepat dan sangat efisien untuk menstabilkan enzim. Wang et al. (2009)

menggunakan partikel nano emas untuk mengimobilisasi SOD yang dimodifikasi

pada permukaan indium tin oksida (ITO).

(23)

Enzim Superoksida dismutase

Superoksida dismutase (SOD) bertindak sebagai enzim intraseluler utama

yang melindungi kerusakan sel akibat radikal superoksida dengan cara

mengkatalis radikal O2 .- menjadi hidrogen peroksida (H2O2) dan oksigen (O2)

(Kobayashi et al. 1991, Kankofer 2002

2O

).

2- + 2 H+ O2+H2O2

Enzim superoksida dismutase merupakan suatu metaloenzim

. Berdasarkan

kandungan logamnya, superoksida dismutase dibagi dalam empat kelas yaitu

enzim Cu/Zn-SOD, Enzim Mn-SOD, Enzim Fe-SOD, dan Ni-SOD

(Buyukuslu et al. 2006). Pemanfaatan SOD untuk biosensor antioksidan telah

banyak dilakukan. Hal ini dikarenakan beberapa kelebihan yang dimiliki oleh

SOD yaitu enzim ini spesifik mengkatalis radikal superoksida menjadi oksigen

dan peroksida (Donnely et al. 1989). Selain itu juga dilaporkan bahwa SOD pada

makanan memiliki ketahanan terhadap panas, SOD dari susu sapi bisa bertahan

pada suhu 630C, SOD dari ekstrak kol bisa bertahan pada suhu 450C, ekstrak kasar kecambah Brussels aktivitasnya menurun pada saat dipanaskan selama 30

menit dengan suhu 800

SOD telah disiolasi dari bakteri hipertermofilik dari genus Sulfolobus

dan Pyrobaculum, dan dari Aquifex pyrophilus, Thermothrix sp, Rhodothermus

sp, Bacillus sp. MHS47 (Areekit et al. 2011) dan Deinococcus radiophilus (Yun

et al. 2004). Bakteri

C (Donnely et al. 1989). Penggunaan enzim SOD murni

dalam biosensor terkendala pada harga enzim yang mahal. Oleh sebab itu

pemanfaatan bakteri penghasil SOD merupakan solusi untuk menekan biaya.

Deinococcus radiodurans merupakan salah satu penghasil

SOD. Bakteri Deinococcus radiodurans

Aktivitas spesifik Mn-SOD yang dihasilkan dari D radiodurans adalah

sebesar 9191 U/mg (Seatovic et al. 2004). Aktivitas ini lebih besar dibandingkan termasuk dalam filum Deinococci, ordo

Deinococcales, famili Deionococcuceae, genus Deinococcus, spesies

radiodurans. Bakteri ini merupakan gram positif, aerob dan non patogen yang

sangat resistan terhadap radiasi ultraviolet, ionisasi, desikasi dan ROS.

Kemampuan D. radiodurans ini dikarenakan di dalam bakteri ini terdapat

Mn-SOD dan katalase yang merupakan sistem antioksidan yang dapat melindungi

(24)

dengan Mn-SOD yang dihasilkan dari udang Macrobrachium nipponerse yaitu

96,29/mg (Yao et al. 2004) dan juga aktivitas Mn-SOD dari Bacillus sp. MHS47

dimana aktivitas spesifiknya sebesar 3537.75 U/mg (Areekit et al. 2011) jauh

lebih kecil. Berdasarkan aktivitas spesifik yang didapatkan maka D. radiodurans

memiliki potensi untuk digunakan sebagai komponen pengenal pada biosensor

antioksidan.

Imobilisasi enzim SOD dalam matrik nanokomposit zeolit

Enzim redoks banyak digunakan dalam biosensor elektrokimia karena

enzim ini dapat menghasilkan atau menggunakan elektron dalam mengkatalis

suatu substrat menjadi produk, di mana elektron ini yang akan dideteksi

(Grieshaber et al. 2008). Ada beberapa permasalahan yang muncul dalam

penggunaan enzim dalam biosensor yaitu pemulihan enzim, stabilitas enzim,

selektivitas enzim dan reduksi inhibisi oleh medium atau produk (Mateo et al.

2007)

Permasalahan di atas dapat diatasi dengan melakukan imobilisasi enzim

pada material tertentu. Fungsi dari imobilisasi enzim adalah agar enzim dapat

digunakan dan diolah kembali sehingga biaya lebih murah, desain menjadi

sederhana karena tidak membutuhkan reaktor dan dapat mengontrol reaksi.

Selama imobilisasi enzim harus dijaga dan ditingkatkan stabilitasnya. Salah satu

metode yang dapat digunakan untuk menjaga kestabilan enzim adalah dengan

melakukan imobilisasi pada material yang memiliki pori dan untuk meningkatkan

selektivitas dapat digunakan nano material (Mateo et al. 2007).

Nanokomposit merupakan suatu substansi yang tersusun dari kombinasi

dua atau lebih material yang berbeda dalam ukuran nanometer. Sifat mekanik,

termal, elektrik, dan optik nanokomposit zeolit lebih baik dibandingkan dengan

makro ataupun mikropartikelnya (Hadiyawarman et al. 2008). Zeolit alam

merupakan mineral alam berbentuk kristal yang terbentuk dari bahan vulkanik

dan mempunyai struktur pori dalam ukuran nano (Hamdan 2005). Struktur pori

pada zeolit terbentuk karena adanya silikon tetrahedral yang terhubung satu sama

lain dengan atom oksigen (Valdes et al. 2006). Rumus umum komposisi zeolit

(25)

Mx/n[(AlO2)x(SiO2)y]m H2

Dimana n = valensi kation M (alkali/alkali tanah) 0

x,y = jumlah tetrahedron perunit sel

m = jumlah molekul air perunit sel

M =Kation alkali/alkali tanah

Pori yang berukuran nanometer ini merupakan tempat masuknya gas

maupun cairan dan menjadi ciri khas dan unik pada berbagai jenis zeolit. Hal ini

disebabkan oleh penyusunan struktur dasar zeolit untuk setiap jenis zeolit

memiliki cara pengaturan yang berbeda satu dengan lain sehingga menyebabkan

beragamnya ukuran pori yang dihasilkan. Luas permukaan zeolit meliputi pori

dan bagian luar dari zeolit dimana bagian pori ini akan dapat menjerap molekul

dalam bentuk cairan maupun gas dengan kuat dibandingkan pada bagian luarnya. Luas permukaan yang besar ini memungkinkan zeolit dapat difungsikan sebagai

penjerap. Ukuran rongga atau pori dalam zeolit yang bervariasi

memungkinkannya memerangkap molekul atau ion dengan berbagai ukuran atau

sebaliknya meloloskan molekul atau ion lainnya yang ukurannya lebih kecil dari

ukuran pori atau rongganya.

Dai et al. (2004) telah mengimobilisasi enzim sitokrom c pada zeolit

NaY. Interaksi antara zeolit NaY dengan sitokrom c diamati dengan

menggunakan spektroskopi UV-Vis dan voltametri siklik. Spektrum UV-Vis

memperlihatkan bahwa partikel zeolit NaY tidak merusak struktur dan

lingkungan enzim. Balal et al. (2009) menggunakan zeolit yang termodifikasi

FeCl3 sebagai mediator pada elektroda pasta karbon untuk menentukan dopamine

dan triptopan. Elektroda pasta karbon termodifikasi zeolit menghasilkan arus

yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang hanya menggunakan FeCl3

Nanokomposit zeolit yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari

daerah Bayah dan merupakan hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya

(Iswantini 2010). Berdasarkan hasil analisis menggunakan XRD, zeolit Bayah

adalah jenis klinoptilolit [

sebagai

mediator.

2-(Al2Si1O)].

Nanokomposit zeolit dibuat dengan cara melarutkan zeolit dengan basa kuat pada

(26)

mengalami pengendapan kembali dalam bentuk material amorf. Perlakuan suhu

tinggi pada contoh tersebut akan membuat re-kristalisasi dari material amorf

untuk menjadi zeolit jenis lain yaitu NaP1 dengan sifat dan karakteristik kimia

yang berbeda dari zeolit modernite.

Kinetika Enzim

Sifat enzim terimobilisasi berbeda dari enzim bebas dikarenakan adanya

pengaruh dari material penyangga, matriks, perubahan konformasi enzim yang

berasal dari interaksi enzim dengan material penyangga dan modifikasi kovalen

dari residu asam amino. Perubahan konformasi pada struktur protein sekunder

dan tersier mungkin terjadi disebabkan modifikasi kovalen atau karena efek

elektrostatik, ikatan hidrogen, interaksi hidrofobik dengan material penyangga.

Sifat yang teramati selama imobilisasi enzim ialah aktivitas spesifik, pH

optimum, Konstanta Michaelis-Menten (Km), selektivitas, dan stabilitas..

Aktivitas spesifik dari enzim pada imobilisasi hampir menurun dan nilai laju

kecepatan maksimum substrat menjadi produk (Vmaks) menjadi turun sedangkan

Km

Aktivitas suatu enzim dapat dilihat dari parameter kinetika enzim yaitu

V

meningkat. Untuk itu diperlukan pengukuran kinetika enzim yang

terimobilisasi.

maks dan Km. Laju reaksi enzimatis akan berbanding lurus dengan konsentrasi

substart. akan tetapi setelah konsentrasi substrat meningkat lebih lanjut akan

sampai pada kecepatan yang tetap. Pada konsentrasi enzim tetap (tertentu) harga

V hampir linier dengan konsentrasi substrat. Pada kondisi di mana V tidak dapat

bertambah lagi dengan bertambahnya konsentrasi substrat disebut kecepatan

maksimum (Vmaks). Km merupakan konsentrasi substrat yang diperlukan oleh

suatu enzim untuk mencapai ½ Vmaks. Nilai Km menunjukkan ukuran afinitas

enzim-substrat (E-S), yang merupakan suatu indikator kekuatan ikatan kompleks

E-S atau suatu tetapan keseimbangan untuk disosiasi kompleks E-S menjadi E

dan S. Nilai Km kecil berarti kompleks E-S mantap, afinitas enzim tinggi

terhadap substrat, sedangkan bila Km besar afinitas enzim rendah terhadap

(27)

BAHAN DAN METODE

Bahan dan alat

Alat dan instrumen yang akan digunakan adalah eDAQ Potensiostat –

Galvanostat yang dilengkapi perangkat lunak Echem v2.1.0, laminar air flow,

inkubator, High Speed Refrigated Centrifuge KUBOTA 6500, Centrifuge 5415

R, autoklaf, Ultrasonic Homogenizer UH-150, DNA/Protein/Enzyme Analyzer

Biospec-1601 Shimadzu, Spektroscopy UV-Pharmaspec 1700 (Shidmazu, Kyoto,

Japan), pipet mikro, batang gelas, sel elektrokimia serta alat-alat gelas lainnya.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah enzim SOD murni, sel bakteri

D. radiodurans, nanokomposit zeolit alam dari Bayah, DPPH dan vitamin C,

media untuk pertumbuhan bakteri D. radiodurans, grafit, ferosena, parafin cair,

dimetil sulfoksida (DMSO), larutan buffer fosfat, membran dialisis, xantina

oksidase, xantina, bufer larutan HCl 0.1 M dan kalium ferrisianida (K3Fe(CN)6.

Metode

Penelitian ini terdiri dari beberapa tahap percobaan yaitu: penumbuhan

sel Deinococus radiodurans dan ektraksi SOD, pembuatan elektroda, imobilisasi

enzim, optimasi aktivitas SOD dan bakteri terimobilisasi, penentuan parameter

kinetika pengukuran kapasitas antioksidan vitamin C dengan metode DPPH dan

biosensor. Bagan alir penelitian secara umum dilampirkan pada Lampiran 1.

Penumbuhan sel Deinococcus radiodurans dan ekstraksi enzim SOD

Deinococcus radiodurans ditumbuhkan pada media yang mengandung

tripton 1%, yeast extract 0,5%, glukosa 0,2%, NaCl 0,5% dan alkohol,

selanjutnya diinkubasi selama 48 jam pada 300C. Selanjutnya sel dipanen dengan sentrifugasi kecepatan 7000 x G, 40C selama 10 menit untuk memisahkan sel bakteri dengan media. Selanjutnya sel (pelet) dicuci beberapa kali dengan larutan

buffer posfat pH 7,0 dan disuspensikan kembali dalam larutan bufer fosfat pH

7,0. Suspensi sel di sonikasi dengan pulsa 50% dan output 5 untuk memecahkan

sel bakteri yaitu dengan interval 10 x 2 menit dan interval berhenti 1 menit.

(28)

disentrifugasi 10000 x G, 40C selama 30 menit untuk memisahkan supernatan dan pelet. Ekstrak kasar (crude extract) enzim berada disupernatan. Ekstrak

selanjutnya diukur nilai serapannya pada panjang gelombang 260 nm dan 280nm

untuk mengetahui konsentrasi protein dan perbandingan protein terhadap DNA.

Pembuatan elektroda

Pembuatan Elektroda Ag/AgCl

Elektroda yang akan dibuat adalah elektroda Ag/AgCl sebagai elektroda

rujukan, elektroda pasta karbon termodifikasi ferosena sebagai elektroda kerja.

Elektroda Ag/ AgCl dibuat dengan cara kawat perak dipotong sepanjang 4 cm

sebanyak 2 buah. Kawat perak ini ujungnya disambung dengan kawat tembaga

yang telah dibentuk sedemikian rupa. Larutan NaCl 3M disiapkan di dalam

beaker gelas sebanyak 50ml. Baterai 1,5V sebanyak 2 buah dirangkai seri

kemudian di sambung ujung-ujung kutubnya dengan kabel yang ujungnya telah

diberi penjepit buaya. Kawat perak dihubungkan pada masing-masing kutub

baterei kemudian dicelupkan ke dalam larutan NaCl 3M selama 1,5 menit. Kawat

diangkat dan dikeringkan. AgCl akan menempel pada kawat yang dihubungkan

pada kutub negatif baterai. Kawat Ag/AgCl akan berwarna hitam keabu-abuan.

Elekktroda Ag/AgCl dari hasil elektrolisis selanjutnya disambungkan dengan

kawat tembaga dan dimasukkan ke dalam badan elektroda yang terbuat dari kaca,

dimana terdapat selubung kuarsa pada ujungnya dan telah diisi larutan KCl

3M.

Pengukuran elektrokimia dilakukan dengan menggunakan alat

Potensiostat E-DAQ. Elektroda kerja yang digunakan adalah emas, elektroda

Ag/AgCl sebagai elektroda pembanding, dan platina sebagai elektroda bantu.

Karakterisasi elektroda Ag/AgCl dilakukan dengan mengukur Larutan 0.01M

K3[Fe(CN)6] dalam 0,1 M KCl alam sel elektrokimia. Ketiga elektroda dipasang

pada sel elektrokimia. Potensiostat dioperasikan dengan parameter voltametri

siklis (CV), pada potensial 0 mV sampai 800 mV, kecepatan sapuan 100

mV/detik, 10 kali perulangan. Voltamogram yang diperoleh menunjukkan

(29)

Pembuatan Elektroda Pasta Karbon

Metode yang digunakan untuk pembuatan elektroda pasta karbon

mengacu pada Trivadila (2011). Elektroda dibuat dengan cara melarutkan 3 mg

ferosena dalam 1 mL DMSO dan ke dalam larutan tersebut ditambahkan 100

mg grafit. Campuran didiamkan selama 2 jam. Setelah 2 jam pelarut dikeringkan

menggunakan pengering vakum, sehingga diperoleh grafit termodifikasi

mediator. Kemudian grafit dicampur dengan 35μL paraffin cair hingga membentuk pasta. Kemudian pasta karbon dimasukkan ke dalam badan

elektroda. Permukaan elektroda dihaluskan dan dibersihkan dengan amplas dan

kertas minyak.

Imobilisasi enzim

Matrik nanokomposit zeolit yang digunakan dibuat bervariasi 250 mg,

100mg, 50 mg, 25 mg disuspensikan kedalam larutan 5 ml bufer fosfat yang

mengandung ekstrak kasar enzim SOD, campuran selanjutnya didiamkan selama

24 jam dan diaduk secara konstan pada suhu 40C. Campuran selanjutnya disentrifugasi dan dipisahkan suspensinya. Pelet dicuci dengan NaCl 0,9%

beberapa kali dan disentrifugasi kembali. Pelet selanjutnya dikeringkan pada

suhu 40C. 5 mikroliter pelet enzim SOD yang telah di imobilisasi dalam matiks zeolit selanjutnya diteteskan pada permukaan elektroda, dilapisi dengan membran

dialisis, ditutup dengan jaring nilon dan diikat dengan parafilm. Imobilisasi ini

dilakukan juga terhadap enzim SOD murni dan sel bakteri Deinococcus

radiodurans.

Selain cara di atas juga dilakukan modifikasi imobilisasi SOD pada

permukaan elektroda zeolit dibuat dengan cara melarutkan 100 mg zeolit dengan

akuades sehingga membentuk pasta. Kemudian pasta karbon dimasukkan ke

dalam badan elektroda. Selain itu elektroda juga dibuat dengan menggunakan

zeolit yang terimobilisasi enzim, sebanyak 100 mg zeolit ditambahkan 5 unit

SOD dalam 5 ml larutan buffer posfat. Campuran didiamkan selama 24 jam dan

diaduk secara konstan pada suhu 40C. Campuran selanjutnya disentrifugasi dan dipisahkan suspensinya. Selanjutnya pelet yang dihasilkan dimasukkan kedalam

(30)

Pengukuran Elektrokimia

Pengukuran elektrokimia dilakukan dengan metode voltametri siklik

dengan menggunakan

Mode : Cyclic

eDAQ potensiostat–Galvanostat yang dilengkapi perangkat

lunak Echem v2.1.0. Elektroda yang digunakan adalah elektroda Ag/AgCl

sebagai elektroda rujukan, platina sebagai counter dan elektroda pasta karbon dan

zeolit sebagai elektroda kerja. Parameter pengukuran dibuat sebagai berikut

Initial : 0 mV

Radikal superoksida dihasilkan melalui reaksi enzimatis xantina-xantina

oksidase (XO).

xantina + H2O + O2 XOD Asam urat + 2H+ + O•−

Larutan bufer fosfat sebanyak 1.9 mL dan 100 μL larutan XO 0,1 U/mL ditambahkan kedalam sel pengukuran dan puncak arus anoda yang terbentuk

diamati sebagai blangko. Selanjutnya ditambahkan 1 mL larutan xantina 2,1 mM

dan diukur kembali perubahan atau kenaikkan puncak arus anoda yang terjadi.

Optimasi aktivitas SOD dan Bakteri terimobilisasi

Optimasi yang dilakukan adalah optimasi suhu (20-40 0C), pH(7-11), konsentrasi SOD dan konsentrasi zeolit (25-250mg). Metode yang digunakan

untuk pengoptimuman aktivitas SOD adalah Response Surface Method. Metode

ini dilakukan dengan cara memasukkan kombinasi faktor-faktor peubah bebas

pada perangkat lunak statistika Minitab. Selanjutnya percobaan dilakukan sesuai

dengan kombinasi yang dihasilkan untuk mendapatkan nilai aktivitas

optimumnya. Tabel 1 dan 2 menampilkan kombinasi faktor-faktor peubah bebas

untuk pengoptimuman aktivitas SOD D. radiodurans dan enzim SOD murni.

Sedangkan tabel 3 menampilkan kombinasi faktor-faktor peubah bebas untuk

(31)

Tabel 1 Kombinasi pH, suhu, zeolit dan enzim SOD untuk pengoptimuman aktivitas SOD murni imobilisasi

Suhu (0C) pH Zeolit (mg) [SOD] U/mL

25 8 81.25 2

35 8 81.25 2

25 10 81.25 2

35 10 81.25 2

25 8 193.75 2

35 8 193.75 2

25 10 193.75 2

35 10 193.75 2

25 8 81.25 4

35 8 81.25 4

25 10 81.25 4

35 10 81.25 4

25 8 193.75 4

35 8 193.75 4

25 10 193.75 4

35 10 193.75 4

20 9 137.5 3

40 9 137.5 3

30 7 137.5 3

30 11 137.5 3

30 9 25 3

30 9 250 3

30 9 137.5 1

30 9 137.5 5

30 9 137.5 3

30 9 137.5 3

(32)

Tabel 2 Kombinasi pH, suhu, zeolit dan enzim SOD untuk pengoptimuman aktivitas SOD D. radiodurans imobilisasi

(33)

Tabel 3 Kombinasi pH, suhu dan zeolit untuk pengoptimuman aktivitas SOD D.

Penentuan parameter kinetika dilakukan setelah diperoleh kondisi

optimum aktivitas SOD. Parameter kinetika ekstrak enzim SOD D. radiodurans

yang diimobilisasi ditentukan dengan menggunakan persamaan Michaelis–

Menten:

(1)

dengan adalah respon arus maksimal yang terukur (apparent), adalah

konstanta Michaelis–Menten (apparent) dan [xantina] adalah konsentrasi xantina.

Persamaan Michaelis-Menten yang didapat dibuat turunannya, yaitu plot

Lineweaver-Burk. Prosedur pengukuran adalah sama, namun pada uji kinetika

ini, konsentrasi substrat radikal superoksida divariasikan, yaitu dengan

(34)

Pengukuran Kapasitas Antioksidan

Elektroda yang telah dimodifikasi dengan enzim SOD selanjutnya

digunakan untuk mengukur kapasitas antioksidan vitamin C. Pengukuran

dilakukan pada kondisi optimum. Elektroda ditempatkan dalam sel pengukuran

yang mengandung enzim 100 μL xantin oksidase 0,1 Unit/mL, kemudian 1 mL xantina

RAC = 1 – m

ditambahkan secara bertahap dan setiap penambahan diukur perubahan

arus yang dihasilkan, sehinggga akan diperoleh garis lurus dengan nilai

kemiringan tertentu. Selanjutnya pengukuran diulang dengan penambahan 0,5

mL vitamin C dengan variasi konsentrasi 0,005-0.05 M, akan diperoleh garis

lurus dan kemiringan yang baru. Konsentrasi Kapasitas antioksidan diukur dalam

relative antioxidant capacity (RAC):

c/mx

dengan m

(2)

x adalah slope garis lurus yang dihasilkan tanpa senyawa antioksidan

sedangkan mc

Pengukuran kapasitas antioksidan vitamin C juga dilakukan dengan

metode DPPH. Vitamin C dibuat dengan konsetrasi 1, 5, 10, 15 dan 20 ppm.

Sebanyak 2 mL DPPH 125 µM ditambahkan kedalam 2 mL masing-masing

sampel tersebut. Selanjutnya, dilakukan inkubasi selama 30 menit dalam suhu

ruang. Diukur pada panjang gelombang 517 nm. Hasil pembacaan absorbans

kemudian diplotkan terhadap konsentrasi dari kurva yang terbentuk dapat

dihitung IC

slope garis lurus yang dihasilkan dengan penambahan senyawa

antioksidan (Campanella et.al. 2005).

(35)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penumbuhan sel D. radiodurans dan Ekstraksi SOD

Bakteri D. radiodurans ditumbuhkan dalam media LB cair selama 48

jam dengan suhu 300

Rendemen yang dihasilkan lebih besar dibandingkan dengan hasil yang

didapatkan oleh Trivadila (2011) dimana rendemen yang didapatkan adalah

sebesar 0,07% dalam media yang sama. Tapi hasil yang didapat lebih kecil

dibandingkan dengan Mn-SOD yang dihasilkan dari udang Macrobrachium

nipponerse dimana ekstrak kasar yang dihasilkan adalah sebanyak 17100 mg

(Yao et al. 2004). Seatovics et al. (2004) mendapatkan ekstrak kasar Mn-SOD

dari bakteri Thermotherix sp sebanyak 53 mg/17,5 mL. Dalam penelitian ini

bakteri Thermotherix sp diisolasi dari pemandian air hangat di Serbia kemudian

dibiakkan dalam media nutrien broth (pepton 1,5%, meat extract 0,5%, NaCl 0,5

%, dan K

C. Setelah 48 jam bakteri dapat dipanen untuk mengambil

enzim SOD. Sel bakteri dipecah untuk mengekstrak protein sitoplasma yang

mengandung enzim SOD dengan menggunakan ultrasonic homogenizer. Protein

yang terkestrak memiliki konsentrasi sebesar 3100 µg/ml. Rendemen ekstrak

protein adalah 2,41% dari bobot basah (lampiran 2).

2HPO4 pH 7,2). Kecilnya rendemen ekstrak yang dihasilkan

dibandingkan dengan yang lain diduga karena D. radiodurans memiliki dinding

sel yang lebih tebal dibandingkan dengan bakteri yang lain, selain itu bentuknya

yang tetrad dan besar menyebabkan sulit untuk memecah dinding sel D.

radiodurans dan mengekstrak sitoplasmanya (Trivadila 2011).

Pembuatan Elektroda

Elektroda rujukan adalah elektroda yang diketahui kestabilannya dan

potensial setengah selnya, dan tidak sensitif terhadap analat yang diukur. Ada

beberapa elektroda yang biasa digunakan sebagi elektroda rujukan yaitu

Elektroda Hidrogen Standar (SHE), Elektroda Kalomel Jenuh (SCE), Elekroda

Merkuri/Merkuri Sulfat dan Elektroda Ag/AgCl. Elektroda Ag/AgCl adalah

elektroda yang terdiri dari logam perak yang dilapisi dengan perak klorida dalam

(36)

terhadap kawat perak (Ag) dalam larutan NaCl 3M (Hattu 2009). Reaksi

elektrokimia elektroda Ag/AgCl adalah sebagai berikut:

AgCl (s) + e- Ag(s) + Cl- ; E0

Pengukuran arus puncak K

= +0.222 V (3)

3

(4) [Fe(CN)6] dalam larutan elektrolit pendukung

KCl 0,1 M menggunakan teknik voltametrik siklik yang dicantumkan dalam

Lampiran 3 memperlihatkan bahwa arus puncak anodik pada potensial 315 dan

arus puncak katodik diperoleh pada potensial 249 mV untuk elektroda komersil

sedangkan untuk elektroda buatan adalah 320 dan 244 mV. Berdasarkan nilai

potensial puncak anodik dan katodik, jumlah elektron (n) yang terlibat dalam

reaksi dapat ditentukan dengan persamaan Nerst sebagai berikut:

dimana ΔEp = |Epa- Epa

Dari persamaan diatas maka jumlah elektron yang terlibat untuk elektroda

komersil adalah :

| (5)

(6)

Jumlah elektron yang terlibat untuk elektroda buatan sendiri adalah

(7)

n yang didapat adalah 1 hal ini sesuai dengan nilai n pada reaksi oksidasi reduksi

[Fe(CN)6]

3-Reaksi reduksi [Fe(CN)

yang hanya melibatkan satu elektron, seperti reaksi dibawah ini:

6]3- + e- [Fe(CN)6]

4-Reaksi Oksidasi [Fe(CN)

(8)

6]4- [Fe(CN)6]3- + e-

Berdasarkan perbandingan arus puncak anodik dan katodik yang

diperoleh maka dapat juga ditentukan elektron yang terlibat

(9)

(10)

Dari hasil perhitungan nilai n untuk elektroda komersial dan buatan berturut-turut

adalah 1.11 dan 1.27 ini mengidentifikasikan jika jumlah elektron yang terlibat bersesuain dengan nilai n pada oksidasi reduksi [Fe(CN)6]

3-Kualifikasi kinerja elektroda pembanding menggunakan sistem voltametri

(37)

elektrokimia untuk (Fe(CN)6]3-/[Fe(CN)6]

4-[Fe(CN)

yang sudah diketahui adalah sebagai

berikut:

6]3- + e- [Fe(CN)6]4- E0= 0,3610 Vvs E0ENH

Maka nilai E (11)

0’

(12) adalah

(13)

vs Ag/AgCl (14)

Jika [KCl]= 3M dan E0Ag/AgCl = 0,222 V vs E0ENH maka E0’ untuk [Fe(CN)6]

3-/[Fe(CN)6]4- adalah 0,5014 V vs E0ENH maka E0

(15) hasil percobaan adalah:

Dalam menentukan kekuatan ion, spesi yang memberikan sumbangan besar

adalah dan KCl. Sementara dianggap memberikan

sumbangan yang kecil, sehingga ≅ maka E0 ≅

(0,5014 V).

Gambar 1 Voltamogram siklik pada pengukuran larutan K3Fe (CN)6 0.01M.

(38)

voltamogram yang ditunjukkan oleh Gambar 1, (Fe(CN)6]3-/[Fe(CN)6]4- dalam

KCl 0,1 M) menunjukkan hasil yang didapatkan tidak berbeda jauh dengan yang

dihasilkan oleh Hattu (2009) dimana elektron yang terlibat adalah 0,9187 dan ∆Ep sebesar 59 mV dengan sistem Fe(CN)6]3-/[Fe(CN)6]4- dalam NaClO4 0,1 M.

Perbedaan yang dihasilkan kemungkinan disebabkan oleh adanya perbedaan

komposisi elektrolit pendukung yang digunakan. Selain itu, hasil yang didapatkan

juga tidak jauh berbeda dibandingkan dengan elektroda pembanding komersil

dimana n yang terlibat 1,11 dan ∆E p sebesar 66 mV. Jumlah elektron yang

terlibat dalam penelitian ini adalah 1,27 ∆E p sebesar 75,6 mV berdasarkan hasil

yang diperoleh maka dapat dikatakan bahwa elektroda yang dibuat memiliki

kriteria yang baik dan dapat digunakan untuk pengukuran selanjutnya.

Imobilisasi Enzim

Enzim memiliki selektivitas dan sensitivitas yang tinggi jika dalam

kondisi normal, tapi sangat sensitive terdenaturasi oleh pH dan suhu yang

ekstrem, pelarut organik dan deterjen (Takahashi et al. 2001). Untuk menjaga

fungsi katalitik enzim pada kondisi ekstrem maka dilakukan imobilisasi pada

permukaan material penyangga padat seperti nanokomposit zeolit.

Selektivitas dan stabilitas suatu enzim terimobilisasi selain dipengaruhi

oleh substrat juga dipengaruhi oleh metode immbolisasi dan material penyangga

yang digunakan (Zhao et al. 2008). Oleh karena itu perlu dilakukan pemilihan

metode imobilisasi yang tepat agar menghasilkan respon arus yang tinggi.

Modifikasi metode imobilisasi yang dilakukan terdiri dari 4 jenis. yaitu SOD di

imobilisasi dengan zeolit, kemudian diteteskan pada permukaan pasta karbon

termodifikasi ferosena (SOD/Zeolit/PCf), SOD di imobilisasi pada permukaan

pasta karbon termodifikasi ferosena (SOD/PCf), zeolit di imobilisasi pada

permukaan pasta karbon termodifikasi ferosena (Zeolit/PCf) dan terakhir SOD di

imobilisasi pada permukaan zeolit (SOD/Zeolit). Tabel 4 menunjukkan puncak

arus dan potensial dari 4 modifikasi metode imobilisasi. Tabel 4 memperlihatkan

bahwa SOD/Zeolit/PCf memiliki puncak arus anodik yang lebih tinggi

dibandingkan dengan SOD/PCf, Zeolit/PCf dan SOD/Zeolit, dengan nilai

(39)

-4,00E-06

-4,00E-01-2,00E-010,00E+00 2,00E-01 4,00E-01 6,00E-01 8,00E-01 1,00E+00

I(

A)

E (V) vs Ag/AgCl

SZPf SPf SZ

Tabel 4 Puncak arus dan potensial modifikasi metode imobilisasi

Modifikasi Arus Puncak I(μA) E (mV) Vs Ag/AgCl) (mV)

Gambar 2 menampilkan voltamogram siklik SOD/Zeolit/PCf, SOD/PCf

dan SOD/Zeolit. Voltamogram siklik tersebut memperlihatkan puncak anode dan

katode yang terbentuk karena proses reaksi oksidasi. Puncak anode yang

dihasilkan untuk SOD/Zeolit/PCf pada potensial +426 mV dengan arus 1,02 mA

dan puncak katode pada potensial +290 mV dengan besar arus 1,71 mA. Arus

yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan dengan SOD/PCf dimana potensial

anodik dan katodik berturut-turut adalah +465 dan +330V dengan puncak arus

0.054 dan 0.01mA. Sedangkan nilai untuk SOD/Zeolit lebih rendah dari

keduanya. Nilai puncak arus anodik dan katodik SOD/Zeolit adalah 0,0012 dan

0,00 mA dengan potensial anodik -100 mV dan katodik 115 mV.

(40)

pasta karbon termodifikasi ferosena (SOD/PCf), dan SOD di imobilisasi pada permukaan zeolit (SOD/Zeolit)

Gambar 3 Puncak arus anode dan katode SOD zeolit di imobilisasi pada permukaan pasta karbon termodifikasi ferosena (ZPf)

Gambar 3 memperlihatkan modifikasi imobilisasi SOD dalam

permukaan zeolit tanpa menggunakan pasta karbon termodifikasi ferosena

menghasilkan voltamogram yang tidak simetrik sehingga sulit menentukan

puncak arus anodik dan katodiknya. Dari data Puncak arus dan potensial

modifikasi metode imobilisasi dan voltamogram siklik yang dihasilkan maka

dapat disimpulkan SOD di imobilisasi dengan zeolit, kemudian diteteskan pada

permukaan pasta karbon termodifikasi ferosena (SOD/Zeolit/PCf) lebih baik

dibandingakan dengan yang lain.

Puncak anodik dan katodik SOD/Zeolit/PCf yang lebih tinggi

dibandingkan dengan yang lain, menunjukkan bahwa terjadi proses transfer

elektron dari reaksi enzimatis dismutase superoksida oleh SOD dalam

nanokomposit zeolit permukaan elektroda pasta karbon termodifikasi ferosena

(Gambar 4).

Kemampuan zeolit untuk meningkatkan puncak arus yang dihasilkan

telah diperlihatkan oleh penelitian yang dilakukan oleh Dai et al. (2004) di mana

enzim yang digunakan adalah sitokrom c dan NaY zeolit yang digunakan untuk

mendeteksi H2O2. Penggunaan Fe (III) yang ditambahkan ke dalam zeolit

-1,50E-05

(41)

sebagai mediator pada pasta karbon dapat meningkatkan puncak oksidasi dan

reduksi untuk mendeteksi dopamin dan triptopan (Balal et al. 2009).

Gambar 4 Proses transfer dari reaksi enzimatis SOD terimobilisasi dalam nankomposit zeolit kepermukaan elektroda pasta karbon yang dimediasi oleh ferosena

Elektroda pasta karbon telah digunakan secara luas untuk biosensor,

karena beberapa keunggulan yang dimilikinya seperti memungkinkan untuk

mengimobilisasi berbagai jenis substansi (enzim, ligan, mediator redoks, dan

jaringan biologi), dapat diaplikasikan dengan rentang potensial yang lebar,

mudah dimodifikasi, aman, dan murah (Luo et al. 2006). Pasta karbon

termodifikasi zeolit menghasilkan arus yang lebih tinggi dibandingkan dengan

menggunakan elektroda glassy carbon electrode (GCE) termodifikasi

mikroperoksidase-11 (MP-11) dalam nanokomposit 1-oktil-3-metillimidazolium

hexafluorophosphate (OMIMPF6) yang digunakan untuk mendeteksi H2O2 di

mana puncak arus oksidasi yang dihasilkan adalah 0,1 mA pada potensial -0.260

and -0.235 V (Wan et al. 2009). Puncak arus juga menunjukkan hasil yang

lebih besar dibandingkan dengan SOD terimobilisasi langsung pada elektroda

emas dengan perbandingan arus puncak katodik dan anodik adalah 0,7 (Ipc/Ipa =

0.7 pada 100mV) dengan beda potensial antara katodik dan anodik adalah 0.15 V

(Ep = Epa Epc = 0.15V) (Di at al. 2004). Arus yang dihasilkan juga lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Trivadila (2011),

SOD terimobilisasi pada elektroda pasta karbon tanpa zeolit menghasilkan

(42)

Kemampuan zeolit dalam meningkatkan puncak arus ini bisa disebabkan

karena sifatnya yang hidrofilik karena adanya gugus –OH disekitar pori sehingga

sangat cocok untuk imobilisasi enzim (Valdes et al. 2006). Selain itu, karena

karakteristiknya yang unik diantaranya stabil pada temperatur tinggi, tahan

terhadap pelarut organik dan sifatnya yang keras sehingga lebih stabil terhadap

tekanan mekanik yang tinggi akan menyebabkan enzim yang terjerab akan lebih

stabil. Sedangkan rangka dan pori dari struktur zeolit yang seragam menyebabkan

selektivitas dan reprodusibilitasnya yang dihasilkan tinggi (Valdes et al. 2006).

Disamping itu, zeolit selain dapat digunakan sebagai material penyangga,

keunikan yang dimiiliki zeolit adalah memiliki kemampuan katalitik yang dapat

membantu mempercepat reaksi (Dai et al. 2004).

Optimasi aktivitas SOD terimobilisasi

Pengoptimuman Aktivitas SOD murni

Parameter–paramater yang dioptimumkan pada aktivitas SOD D.

radiodurans dilakukan dengan menggunakan rancangan percobaan metode

permukaan respon seperti terlihat dalam Lampiran 4. Parameter-parameter yang

dioptimumkan adalah pH (7-11), suhu (20-400C), massa zeolit (25-250mg) dan konsentrasi SOD (1-5 unit/ml).

Gambar 5 memperlihatkan plot kontur hubungan antara zeolit dan

konsentrasi SOD terhadap puncak arus oksidasi (a), pH dan konsentrasi SOD

terhadap puncak arus oksidasi (b), pH dan zeolit terhadap puncak arus oksidasi

(c), suhu dan konsentrasi SOD terhadap puncak arus oksidasi (d), suhu dan zeolit

terhadap puncak arus oksidasi (e), suhu dan pH terhadap puncak arus oksidasi (f).

Berdasarkan hasil pengoptimuman ini, maka kondisi optimum bagi aktivitas SOD

murni adalah pada pH 9, suhu 300C, zeolit 137,5 mg dan konsentrasi SOD 3 unit/ml.

Hasil ini sedikit berbeda dengan hasil yang telah dilakukan oleh

peneliti-peneliti sebelumnya. Trivadila (2011) mengimobilisasi enzim SOD pada

elektroda pasta karbon dengan mediator ferosen, aktivitas optimum SOD pada

(43)

membran gel kappakaraginan di permukaan elektroda oksigen untuk mengukur

antioksidan buah dan sayur segar, daerah optimum terletak pada pH 7,5 dan suhu

250C. Sedangkan dari penelitian Di et al. (2004) daerah optimum untuk SOD yang terimobilisasi pada elektroda emas terletak pada pH 8,2.

(44)

dan zeolit terhadap puncak arus oksidasi (e), suhu dan pH terhadap puncak arus oksidasi (f) aktivitas enzim murni.

Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa puncak arus optimum yang

dihasilkan sangat dipengaruhi oleh proses imobilisasi yang dilakukan.

Parameter-parameter yang sangat berpengaruh adalah pH dan suhu. Pergeseran

pH terjadi karena enzim diimobilisasi pada matrik yang memiliki perbedaan

muatan, sedangkan pergeseran suhu disebabkan oleh ketidakhomogenan karena

imobilisasi enzim (Trivadila 2011).

Pengoptimuman Aktivitas Ekstrak SOD dan Bakteri D. radiodurans

Parameter-parameter yang dioptimumkan pada ekstrak SOD dari D.

radiodurans sama dengan optimasi yang dilakukan pada enzim murni tapi

berbeda konsentrasi SOD (1000-2000µg/ml) (Lampiran 5). Gambar 12

menampilkan plot kontur hubungan antara pH dan konsentrasi SOD terhadap

puncak arus oksidasi (a), pH dan zeolit terhadap puncak arus oksidasi (b), suhu

dan konsentrasi SOD terhadap puncak arus oksidasi (c), suhu dan zeolit terhadap

puncak arus oksidasi (d), Suhu dan pH terhadap puncak arus oksidasi (e), zeolit

dan konsentrasi SOD terhadap puncak arus oksidasi (f).

Dari plot kontur kita dapat melihat bahwa daerah optimum dari SOD D.

radiodurans tidak berbeda dengan daerah optimum dari enzim SOD murni yaitu

pH 9, suhu 300C, zeolit 137,5 mg. Disini yang berbeda adalah konsentrasi SOD yaitu 1500µg/ml, hal ini disebabkan karena ekstrak enzim SOD masih memiliki

jenis protein lain selain protein enzim SOD. Hasil ini hampir sama dengan

penelitian yang telah dilakukan oleh Trivadila (2011), dimana daerah optimum

ekstrak enzim SOD adalah pH 9, suhu 27,50C.

Kondisi optimum pH, suhu dan jumlah zeolit antara SOD murni dan

ekstrak adalah sama, sedangkan jumlah enzim yang berbeda, hal ini disebabkan

karena kemurnian ekstrak SOD masih sangat rendah, masih terdapat protein lain

selain protein SOD. Penelitian Trivadila (2011) menghasilkan kondisi optimum

yang berbeda antara SOD murni dan ekstrak. Aktivitas optimum SOD pada suhu

(45)

kekuatan ionik dan nilai pI bersihnya, sehingga menggeser nilai pH optimumnya.

Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa dengan adanya zeolit, keberadaan

protein-protein lain dalam ekstrak diduga tidak mempengaruhi kekuatan ionik

dan nilai pI bersihnya sehingga tidak menggeser nilai pH optimumnya. pH

optimum yang didapatkan bersesuain dengan kondisi pH optimum untuk

Cu/Zn-SOD berkisar 5-10 sedangkan untuk Mn-Cu/Zn-SOD pH diatas 8 akan menurunkan

aktivitasnya (Donnely et al. 1989).

(46)

Gambar 6 Plot kontur hubungan antara pH dan konsentrasi SOD terhadap puncak arus oksidasi (a), pH dan zeolit terhadap puncak arus oksidasi (b), suhu dan konsentrasi SOD terhadap puncak arus oksidasi (c), suhu dan zeolit terhadap puncak arus oksidasi (d), Suhu dan pH terhadap puncak arus oksidasi (e), zeolit dan konsentrasi SOD terhadap puncak arus oksidasi (f) aktivitas ekstrak SOD D.radiodurans.

Pengoptimuman Aktivitas Bakteri D. radiodurans

Parameter yang dioptimumkan untuk aktivitas bakteri adalah pH (7-11),

suhu (20-40) dan zeolit (25-250 mg). Data pengoptimuman bakteri D.

radiodurans seperti pada Lampiran 6. Konsentrasi bakteri yang digunakan adalah

62,8 mg/ml. Gambar 7 menunjukkan plot kontur hubungan antara pH, suhu, dan

zeolit terhadap aktivitas bakteri D. radiodurans. Plot kontur menunjukkan bahwa

tidak dihasilkan nilai puncak yang maksimum. Dari hasil ini dapat dikatakan

bahwa bakteri D. radiodurans tidak memiliki aktivitas untuk meningkatkan

puncak oksidasi.

(47)

0

SOD Murni (µA) Ekstrak SOD (µA)

Deinococcus radiodurans merupakan bakteri Gram positif dengan

diameter 1,5-

berkembang dan tidak menimbulkan penyakit. Koloninya halus, cembung, dan

berwarna pink kemerahan. Superoksida dismutase merupakan antioksidan

enzimatik intrasel atau juga dikenal dengan istilah antioksidan endogen (Sunarno

2009). Karena D. radiodurans memiliki dinding sel yang tebal dan juga

strukturnya yang tetrad kemungkinan ekskresi SOD tidak terjadi, karena tidak

adanya SOD yang bereaksi dengan radikal superoksida tidak ada transfer elekron

yang terjadi oleh sebab itulah arus tidak dihasilkan. Sehingga dapat disimpulan

sel bakteri D. radiodurans utuh sebagai komponen pengenal hayati biosensor

antioksidan kurang berpotensi.

Kinetika Enzim Superoksida Dismutase Imobilisasi

Untuk melihat kespesifikan suatu enzim maka dilakukan penentuan

parameter kinetika enzim yaitu konstanta Michaelis-Menten nyata (KMapp) dan

laju reaksi nyata (Vmaks app) yang dianalogikan dengan arus maksimum nyata

(Imaks app). Parameter kinetika enzim ini dilakukan pengukuran aktivitas SOD

dengan variasi konsentrasi substrat xanitna 0,1-1,00 mM pada kondisi optimum

masing-masing enzim. Data pengukuran aktivitas enzim SOD terlihat pada

Lampiran 7. Gambar 8 dan 9 menunjukkan hubungan antara konsentrasi substrat

Gambar

Tabel 1  Kombinasi pH, suhu, zeolit dan enzim SOD untuk pengoptimuman aktivitas SOD murni imobilisasi
Tabel 2  Kombinasi pH, suhu, zeolit dan enzim SOD untuk pengoptimuman aktivitas SOD D
Tabel 3  Kombinasi pH, suhu dan  zeolit untuk pengoptimuman aktivitas SOD D. radiodurans  imobilisasi
Gambar 1   Voltamogram siklik pada pengukuran larutan K3Fe (CN)6
+7

Referensi

Dokumen terkait

Teori etika yang dikemukakan oleh Kant adalah teori hak dan kewajiban. Tepat sekali kalau masalah penggelapan pajak ini dikaitkan dengan teori hak dan kewajiban. Membayar

Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa Hipotesis yang menyatakan bahwa diduga ada pengaruh Kompetensi Auditor terhadap Fee Audit pada Kantor Akuntan Publik (KAP) di

Undang-undang nomor 20 Tahun 2003 dalam pasal 1 (butir 14) mengatakan bahwa pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan bahwa pendidikan anak

Berdasarkan ketentuan yang tertuang dalam di dalam Perpres 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa dan hasil pembukaan tersebut di atas, maka Pokja

Salah satu cara untuk mempertahankan karyawan yang berprestasi agar mau bekerja sama sampai pensiun adalah dengan memberikan kesejahteraan atau kompensasi pelengkap

Dalam pelaksanaan konstruksi seorang tenaga kerja perlu memiliki etika atas perilaku moral dan keputusan yang menghormati lingkungan, dan mematuhi peraturan lainnya dalam

ANALISIS KELAYAKAN BUKU TEKS KIMIA SMA/MA KELAS XI MATERI HIDROKARBON DAN MINYAK BUMI BERDASARKAN KRITERIA TAHAP SELEKSI DARI 4S TMD.. Universitas Pendidikan Indonesia |

ANALISIS STRUKTUR GEDUNG BERTINGKAT RENDAH DENGAN SOFTWARE