KARAWANG INTERNATIONAL INDUSTRIAL CITY
PRINSA PARUNA
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Model Pekarangan sebagai Taman Keanekaragaman Hayati di Kawasan Industri Karawang International Industrial City adalah karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Mei 2012
Area of Karawang International Industrial City. Under direction of HADI SUSILO ARIFIN.
Biodiversity has an important functions to support lives of living things and ecosystem sustainability. Therefore, biodiversity should be preserved. However, today's biodiversity has decreased. One of the factors is increasing environmental pollution especially in industrial area. On the other hand, we can still use the other land to mitigate the problems by developing a green open space. Karawang International Industrial City (KIIC) as an industrial area needs green open space. One form of green open space is ”pekarangan”. ”Pekarangan” is a mixture of annual crops, perennial crops, and animals (including insects and wild animals) on the land surrounding a house. It is one of typical agro-ecosystem that has multifunctions. For this case, the function is to ex-situ biodiversity conservation. ”Pekarangan” has a complex horizontal structure, while a mixture of annual and perennials of different heights forms a vertical structure. ”Pekarangan” serve as an important habitat for wild flora and fauna in these areas with the multi-layered vegetation structure. This research has purpose to make a model of
”pekarangan” in industrial area especially for settlement around KIIC. This
research used survey method and descriptive analysis. This model will be implemented in Telaga Desa KIIC. Model of ”pekarangan” was defined in to four size of ”pekarangan”: small size (<120 m²), medium size (120-400 m²), large size (400-1000 m²),and very large size (>1000 m²). Every size have three zones: back yard, front yard, and side yard (left side and right side). ”Pekarangan” will apply form of agroforestry (agroforestry, agrosilvopastural, and agrosilvofishery). The different of them are depend on size of site, situasional analysis of site, and
elements of ”pekarangan”: plants and animals/fish. The size, type, and number of
”pekarangan” elements will be more complexalong extent of ”pekarangan”.
Keywords : agroforestry, ex-situ conservation, plant stratification, structure of
RINGKASAN
PRINSA PARUNA. Model Pekarangan sebagai Taman Keanekaragaman Hayati di Kawasan Industri Karawang International Industrial City. Dibimbing oleh HADI SUSILO ARIFIN.
Kawasan industri adalah salah satu kawasan yang cukup rentan terhadap masalah lingkungan. Kawasan ini berpotensi menimbulkan pencemaran lingkungan akibat limbah yang dihasilkan oleh suatu pabrik. Pencemaran terhadap lingkungan tersebut dapat mengganggu keseimbangan ekosistem di alam, khususnya mengancam keanekaragaman hayati yang ada di sekitar kawasan. Dengan mempertimbangkan dampak negatif yang akan terjadi, maka harus ada usaha untuk menata dan memperbaiki lingkungan di dalam kawasan industri. Salah satunya melalui pembuatan ruang terbuka hijau (RTH) yang mampu mengkonservasi keanekaragaman hayati. Dari berbagai bentuk RTH, pekarangan dengan praktik agroforestri dapat menjadi pilihan RTH yang mampu mengkonservasi keanekaragaman hayati secara ex-situ. Pekarangan ini dapat diimplimentasikan pada area permukiman di kawasan industri.
Pekarangan adalah taman rumah tradisional yang bersifat pribadi dengan batas kepemilikan yang jelas. Pekarangan merupakan sistem yang terintegrasi erat antara manusia, tanaman, dan hewan. Keanekaragaman jenis dan fungsi tanaman yang tumbuh di dalam pekarangan serta dengan tinggi tanaman yang berbeda-beda membentuk tajuk yang berlapis-lapis dan menyerupai struktur hutan sehingga pemanfaatannya secara berkelanjutan dapat mempertahankan stabilitas lingkungan sekaligus memberikan kontribusi ekonomi dari hasil panen tanaman ataupun hewan yang dipelihara.
Penelitian ini dilakukan di kawasan Karawang International Industrial City
(KIIC), Karawang yang kemudian dikhususkan di area pinggir danau Telaga Desa. Telaga Desa, agroenviro education park, adalah salah satu kawasan hijau di KIIC yang didedikasikan untuk pusat penelitian, pelatihan/pendidikan, kepedulian di bidang pertanian, pelestarian lingkungan dan ekowisata serta pelatihan untuk program-program pengembangan ekonomi.
Tujuan penelitian ini adalah membuat model pekarangan berbasis praktik agroforestri sebagai bentuk Taman Keanekaragaman Hayati (Taman Kehati) yang berfungsi untuk mengkonservasi keanekaragaman hayati secara ex-situ di kawasan KIIC. Metode yang digunakan adalah metode survai dengan mengambil data-data yang merupakan unsur pembentuk pekarangan, yaitu luas dan batas tapak untuk pembuatan model pekarangan, jenis tanah, topografi, iklim, hidrologi, vegetasi dan satwa yang ada di sekitar lokasi penelitian, serta melakukan wawancara dengan pihak KIIC dan Telaga Desa terkait kondisi daerah sekitar kawasan industri. Kemudian dilakukan analisis secara deskriptif dengan mengacu pada tujuan dan konsep pekarangan yang akan dibuat. Model pekarangan ini dituangkan dalam bentuk gambar desain penanaman.
1m, semak untuk ketinggian 1-2 m, perdu dan pohon kecil dengan ketinggian 2-5 m, pohon sedang yang memiliki tinggi antara 5-10 m, dan pohon tinggi untuk ketinggian pohon di atas 10 m. Sedangkan keragaman horizontal terbentuk karena keberagaman fungsi tanaman, yaitu tanaman hias, tanaman obat, tanaman sayuran, tanaman bumbu, tanaman obat, tanaman penghasil pati, tanaman industri, dan tanaman fungsi lain seperti penghasil pakan, kayu bakar, bahan kerajinan tangan dan peneduh. Selain itu, untuk mendukung fungsi konservasi ex-situ
keanekaragaman hayati, khususnya keanekaragaman hayati pertanian (termasuk peternakan dan perikanan), maka jenis tanaman, hewan, dan ikan yang digunakan di dalam model pekarangan adalah spesies asli atau lokal (indigenous species) khas Karawang atau Jawa Barat. Penggunaan spesies asli atau spesies lokal dapat mempermudah adaptasi tanaman dan mempermudah dalam pemeliharaan pekarangan.
Model pekarangan dibuat dalam empat ukuran, yaitu pekarangan sempit dengan luas kurang dari 120 m², pekarangan sedang dengan luas antara 120-400 m², pekarangan besar dengan luas antara 400-1000 m², dan pekarangan sangat besar dengan luas lebih dari 1000 m². Setiap model pekarangan memiliki pola ruang yang sama, yaitu pekarangan depan, pekarangan samping (kiri dan kanan), dan pekarangan belakang. Pemanfaatan setiap ruang dapat berbeda tergantung fungsi dan hasil analisis situasional tapak.
Model pekarangan sempit memiliki luasan 115,37 m². Lahan yang sempit membuat kegiatan di pekarangan, baik untuk bertanam atau aktivitas lain menjadi terbatas. Namun, pemanfaatan lahan pekarangan yang optimal masih dapat memberikan hasil pekarangan yang maksimal. Salah satunya dengan memanfaatkan ruang secara vertikal, misal dengan menggunakan tanaman merambat. Pohon di atas 10 m pun masih dapat di tanam tetapi dengan memilih tajuk tanaman yang tidak lebar. Untuk halaman depan dapat digunakan tanaman hias dengan tinggi sekitar 0,5 – 1 m sehingga pekarangan tidak terkesan tertutup. Pada model pekarangan sempit juga disediakan bedeng yang dapat digunakan untuk menanam beragam tanaman sayur, obat, atau bumbu. Pola penanaman tumpangsari dapat menjadi salah satu pilihan cara bertanam di model pekarangan sempit sehingga keanekaragaman jenis tanaman tetap dapat terwujud.
Berbeda dengan model pekarangan sempit, pekarangan sedang memiliki bentukan tapak yang memanjang mengikuti bentukan danau sehingga pekarangan samping lebih banyak dimanfaatkan dibandingkan pekarangan depan dan belakang. Dengan luasan 268,08 m², tipe ini tidak hanya dapat menanam tegakan pohon, perdu, atau semak tetapi juga dapat memelihara hewan ternak seperti ayam, kelinci, atau itik.
maupun jumlahnya sehingga keanekaragaman hayati dapat meningkat. Pada model pekarangan besar dan sangat besar, dapat dibuat kolam tanah yang diletakan di pekarangan depan sehingga lebih dekat dengan sumber air (danau). Di sekitar kolam atau kandang dapat ditanam tanaman yang dapat menjadi pakan ternak seperti rumput dan daun-daunan. Pada kedua model pekarangan ini sudah dapat dibuat fasilitas tambahan yang dapat mendukung fungsi pekarangan.
© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan wajar IPB
MODEL PEKARANGAN SEBAGAI TAMAN
KEANEKARAGAMAN HAYATI DI KAWASAN INDUSTRI
KARAWANG INTERNATIONAL INDUSTRIAL CITY
PRINSA PARUNA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada
Departemen Arsitektur Lanskap
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
Nama : Prinsa Paruna
NIM : A44070003
Departemen : Arsitektur Lanskap
Disetujui,
Dosen Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Hadi Susilo Arifin, MS.
NIP. 19591106 198501 1 001
Diketahui,
Ketua Departemen Arsitektur Lanskap
Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA
NIP. 19480912 197412 2 001
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
untuk kasih dan penyertaan-Nya sehingga skripsi yang berjudul Model
Pekarangan sebagai Taman Keanekaragaman Hayati di Kawasan Industri
Karawang International Industrial City dapat diselesaikan. Skripsi ini disusun
sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program sarjana pada Program
Studi Arsitektur Lanskap Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih disampaikan kepada Prof. Dr. Ir. H. Hadi Susilo Arifin, MS.
selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dan memberikan arahan sejak
persiapan penelitian hingga penelitian di lapang dan penyusunan skripsi ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihak Kawasan Industri Karawang
International Industrial City (KIIC) yang telah mengizinkan untuk melakukan
penelitian di Telaga Desa KIIC sekaligus membantu kegiatan Penulis selama di
lapang. Ungkapan terima kasih juga Penulis persembahkan kepada keluarga
tercinta dan teman-teman tercinta yang selalu mendukung Penulis serta pihak lain
yang turut membantu baik secara langsung maupun tidak langsung.
Pada akhirnya, Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberi
manfaat bagi pembaca dan dapat menjadi referensi bagi penelitian di masa yang
akan datang, khususnya tentang pekarangan. Terima kasih. Tuhan memberkati.
Bogor, Mei 2012
Penulis dilahirkan di Mangkatip, Kalimantan Tengah pada tanggal 4 April
1990 dari pasangan Meilius P. Taruna dan Dewi Yana Taruna. Penulis merupakan
anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis lulus dari SMA Negeri 1 Kuala Kapuas
SMA pada 2007. Pada tahun yang sama Penulis diterima di Institut Pertanian
Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB dan diterima sebagai
mahasiswa Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian.
Selama menjalankan studi di IPB, Penulis mengikuti kegiatan-kegiatan di
luar akademik, seperti menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Arsitektur
Lanskap (HIMASKAP) dan anggota Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) IPB.
Penulis juga berkesempatan menjadi asisten mata kuliah Desain Lanskap dan
Analisis Tapak. Penulis juga pernah mengikuti Pekan Kreativitas Mahasiswa
bidang Penelitian t(PKM-P) hingga tingkat IPB dan mendapat dana untuk
menunjang kegiatan penelitian ini. Selain itu, Penulis juga aktif mengikuti
kepanitiaan, seminar, dan kegiatan kampus lainnya baik yang bersifat akademis
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xv
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Tujuan Penelitian ... 2
1.3. Manfaat Penelitian ... 2
1.4. Kerangka Pikir Penelitian... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4
2.1 Industri dan Kawasan Industri... 4
2.2 Pekarangan ... 5
2.2.1 Pengertian dan Fungsi Pekarangan ... 5
2.2.2 Struktur Tanaman dan Pola Pekarangan ... 7
2.3 Agroforestri dalam Pekarangan ... 8
2.4 Konservasi Keanekaragaman Hayati dalam Pekarangan ... 9
2.5 Model Pekarangan ... 11
III. BAHAN DAN METODE ... 12
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 12
3.2. Bahan dan Alat ... 13
3.3. Metode Penelitian ... 13
3.4. Batasan Studi ... 16
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 17
4.1 Karawang International Industial City dan Telaga Desa ... 17
4.1.1 Karawang International Industrial City ... 17
4.2.2 Topografi dan Tanah ... 26
4.2.3 Iklim ... 29
4.2.4 Hidrologi ... 30
4.2.5 Vegetasi dan Satwa ... 30
4.3 Konsep Pekarangan ... 31
4.3.1 Ukuran dan Pola Ruang Pekarangan ... 32
4.3.2 Tanaman dalam Pekarangan ... 33
4.3.3 Ternak dalam Pekarangan ... 34
4.4. Rekomendasi Model Pekarangan ... 38
4.4.1 Model Pekarangan Sempit ... 38
4.4.2 Model Pekarangan Sedang ... 46
4.4.3 Model Pekarangan Besar ... 52
4.4.4 Model Pekarangan Sangat Besar ... 58
V. SIMPULAN DAN SARAN ... 64
5.1 Simpulan ... 64
5.2 Saran ... 64
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Bahan dan Alat Penelitian ... 13
2 Jenis, Unit, Sumber, dan Kegunaan Data untuk Penelitian ... 14
3 Tingkat Kebisingan, Debu, dan Gas di sekitar Telaga Desa KIIC ... 25
4 Daftar Tanaman dan Satwa di Karawang ... 31
5 Rekomendasi Tanaman dan Hewan untuk Model Pekarangan di Telaga Desa KIIC ... 34
6 Daftar Tanaman pada Model Pekarangan Sempit ... 42
7 Daftar Tanaman pada Model Pekarangan Sedang ... 48
8 Daftar Tanaman pada Model Pekarangan Besar ... 53
xv
1 Kerangka Pikir Penelitian ... 3
2 Praktik Agroforestri dalam Pekarangan ... 9
3 Peta Lokasi Penelitian ... 12
4 Peta Kawasan Industri KIIC ... 18
5 Fasilitas di Kawasan Industri KIIC ... 19
6 Peta Rencana Telaga Desa Kawasan Industri KIIC ... 21
7 Fasilitas di Telaga Desa ... 22
8 Peta Eksisting Area Pinggir Danau Telaga Desa ... 23
9 Rekaya Lanskap Telaga Desa ... 26
10 Peta Kontur Area Pinggir Danau Telaga Desa ... 28
11 Beragam Tanaman di Telaga Desa: (a) Kelompok Tanaman Buah (b) Kelompok Tanaman Hias (c) Cabai Rawit (d) Kangkung (e) Kacang Panjang (f) Kelompok Tanaman Industri ... 31
12 Pola Orientasi Rumah dan Pekarangan ... 32
13 Peta Kontur Model Pekarangan Sempit ... 39
14 Pola Penanaman pada Petakan 3 m x 3 m ... 41
15 Model Pekarangan Sempit ... 43
16 Desain Penanaman Model Pekarangan Sempit ... 44
17 Tampak Depan A’-A Model Pekarangan Sempit ... 45
18 Peta Kontur Model Pekarangan Sedang ... 46
19 Model Pekarangan Sedang ... 49
20 Desain Penanaman Model Pekarangan Sedang ... 50
21 Tampak Depan A’-A Model Pekarangan Sedang ... 51
22 Peta Kontur untuk Model Pekarangan Besar ... 52
23 Model Pekarangan Besar ... 55
24 Desain Penanaman Model Pekarangan Besar ... 56
xvi
26 Peta Kontur Model Pekarangan Sangat Besar ... 58
27 Model Pekarangan Sangat Besar ... 61
28 Desain Penanaman Model Pekarangan Sangat Besar ... 62
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Industri menjadi salah satu pilar penting dalam pembangunan ekonomi di
Indonesia. Industrialisasi mencerminkan kemajuan ilmu dan teknologi yang
ditujukan untuk memenuhi tuntutan keperluan hidup manusia yang semakin
meningkat. Namun pembangunan dan perkembangan industri yang tidak
terencana dan terkelola dengan baik dapat membawa dampak negatif terhadap
lingkungan (Dirdjojuwono 2004, disitasi oleh Nugroho 2009).
Kawasan industri adalah kawasan yang di dalamnya terdapat
industri-industri yang dapat menghasilkan sejumlah limbah hasil dari proses produksi.
Limbah pabrik ini dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan yang dapat
mengganggu keseimbangan ekosistem di alam, termasuk mengancam keberadaan
keanekaragaman hayati di sekitar kawasan industri. Keanekaragaman hayati
memiliki peranan penting dalam mempertahankan keberlanjutan ekosistem dan
menunjang kehidupan makhluk hidup, termasuk manusia. Oleh karena itu,
keberadaannya perlu dijaga (Supriatna 2008).
Dengan mempertimbangkan dampak negatif yang akan terjadi, maka harus
ada usaha untuk menata dan memperbaiki lingkungan di dalam kawasan industri,
khususnya untuk menjaga keanekaragaman hayati. Salah satunya melalui
pembuatan ruang terbuka hijau (RTH). Kawasan Industri Karawang International
Industry City (KIIC) adalah salah satu kawasan industri terbesar di Karawang.
Sebagai kawasan industri yang rentan terhadap masalah lingkungan, kawasan ini
membutuhkan sejumlah RTH yang memadai. Dari berbagai bentuk RTH,
pekarangan dengan praktik agroforestri dapat menjadi pilihan RTH yang mampu
mengkonservasi kenaekaragaman hayati secara ex-situ. Oleh karena itu, model pekarangan dalam berbagai ukuran luas perlu dibuat untuk dapat mengakomodasi
2
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah membuat model pekarangan sebagai bentuk
Taman Keanekaragaman Hayati (Taman Kehati) yang berfungsi untuk
mengkonservasi keanekaragaman hayati, khususnya pertanian secara ex-situ di sekitar Kawasan Industri KIIC. Model pekarangan dibuat dalam empat ukuran,
yaitu pekarangan sempit, pekarangan sedang, pekarangan besar, dan pekarangan
sangat besar.
1.3 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi rekomendasi alternatif RTH
bagi Kawasan Industri KIIC pada khususnya dan pekarangan di Karawang pada
umumnya.
1.4 Kerangka Pikir Penelitian
Karawang International Industrial City (KIIC) sebagai kawasan industri
rentan terhadap pencemaran lingkungan akibat limbah yang dihasilkan oleh
pabrik-pabrik yang ada di dalam kawasan tersebut. Pencemaran ini
mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan dan dapat mengancam
keanekaragaman hayati di sekitar kawasan. Oleh karena itu, KIIC memerlukan
sejumlah RTH yang memadai. Pekarangan merupakan salah satu bentuk RTH
yang mampu mengkonservasi keanekaragaman hayati, khususnya pertanian secara
ex-situ. Pekarangan ini dapat diimplimentasikan pada area permukiman yang telah tersedia di Kawasan Industri KIIC. Model pekarangan yang direncanakan berbasis
pada praktik agroforestri. Bentuk agroforestri yang diadaptasi yaitu agroforestri,
agsrosilvopastura, dan agrosilvofisheri. Dengan bentuk ini, struktur tanaman di
dalam pekarangan dapat mengkonservasi keanekaragaman hayati melalui
keanekaragaman jenis, fungsi, dan tinggi tanaman yang tumbuh di dalam
pekarangan termasuk dengan keberadaan hewan ternak dan atau ikan di dalam
pekarangan. Bentuk RTH ini dituangkan dalam model pekarangan untuk empat
ukuran, yakni pekarangan sempit, pekarangan sedang, pekarangan besar, dan
pekarangan sangat besar. Model pekarangan diterjemahkan dalam bentuk gambar
Gambar 1 Kerangka Pikir Penelitian
Ancaman Limbah Pabrik
Pencemaran Lingkungan Kawasan Industri KIIC
Perubahan Tata Guna Lahan
Pertanian Industri
Pengembangan RTH Kawasan Industri
Pekarangan berbasis Praktik Agroforestri bagi Permukiman di Kawasan Industri
Penurunan Kualitas Lingkungan antara lain Penurunan Keanekaragaman Hayati
Stratifikasi Tanaman Ukuran
Pekarangan
Bentuk Agroforestri
Model Pekarangan : Gambar Desain Penanaman
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Industri dan Kawasan Industri
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2009 tentang
Kawasan Industri, industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan
mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang
dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang
bangun dan perekayasaan industri. Pembangunan industri merupakan salah satu
pilar pembangunan perekonomian nasional yang diarahkan dengan menerapkan
prinsip-prinsip pembangunan industri berkelanjutan yang didasarkan pada aspek
pembangunan ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup. Peran industri dalam suatu
negara menjadi penting untuk memperluas landasan pembangunan dan memenuhi
kebutuhan masyarakat yang terus meningkat.
Untuk mendorong pembangunan industri maka diperlukan suatu lokasi
industri tertentu berupa kawasan industri. Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor
24 Tahun 2009 dinyatakan bahwa kawasan industri adalah kawasan tempat
pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana
penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh perusahaan kawasan industri
yang telah memiliki Izin Usaha Kawasan Industri. Pembangunan kawasan industri
bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan industri di daerah, memberikan
kemudahan bagi kegiatan industri, mendorong kegiatan industri untuk berlokasi di
kawasan industri, dan meningkatkan upaya pembangunan industri yang
berwawasan lingkungan.
Suatu kawasan industri harus terpisah dari pusat bisnis dan area
pemukiman di kota. Lokasi kawasan industri sebaiknya mempunyai pelayanan
transportasi yang baik, tetapi jangan terisolasi dari kota karena dapat mempersulit
akses para pekerja. Lokasi kawasan industri juga merupakan daerah yang
mempunyai arah angin yang dapat mencegah asap, debu, gas, dan bunyi ke dalam
kota. Tapak sebaiknya mempunyai area yang cukup luas karena kemungkinan
adanya pertumbuhan dan perluasan dari kawasan industri yang bersangkutan
Industrialisasi mencerminkan kemajuan ilmu dan teknologi yang ditujukan
untuk memenuhi tuntutan keperluan hidup manusia yang semakin meningkat.
Industri adalah kegiatan mengekstraksi material dari basis sumber daya alam dan
memasukkan baik produk maupun limbah ke lingkungan hidup manusia. Dengan
kata lain, industri mengakibatkan berbagai perubahan dalam pemanfaatan energi
dan sumber daya alam (Kristanto 2004). Perubahan lanskap alami menjadi suatu
lanskap baru karena digunakan oleh manusia untuk industri akan menyebabkan
perubahan sistem ekologi yang dapat menimbulkan berbagai dampak baik positif
maupun negatif. Permasalahan yang timbul karena penggunaan lahan untuk
industri antara lain pemandangan kurang menyenangkan, bentang perkerasan yang
mengurangi proporsi ruang terbuka, perkembangan tata ruang yang tidak terarah
pada kawasan sekitar industri, serta pencemaran udara, air, dan tanah. Suatu
industri akan menghasilkan polutan spesifik tergantung pada input dan proses
yang akan digunakan (Tandy 1975, disitasi Nugroho 2009).
Menurut Dirdjojuwono (2004) disitasi oleh Nugroho (2009), mengingat
pengembangan kawasan industri mempergunakan areal yang cukup luas dan
merupakan kegiatan yang bersifat mengubah fungsi lahan, maka bagi suatu
kawasan industri, fasilitas RTH harus dipenuhi oleh pengembang kawasan
industri. RTH mempunyai peranan penting di dalam suatu kawasan industri yang
banyak menghasilkan limbah dan polusi sehingga membutuhkan kehadiran suatu
lingkungan hijau yang berfungsi sebagai penyaring polusi selain sebagai daya
tarik kawasan industri.
2.2 Pekarangan
2.2.1 Pengertian dan Fungsi Pekarangan
Keberadaan pekarangan telah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia,
khususnya di Jawa Tengah sejak abad XII dan menyebar ke Jawa Barat pada
pertengahan abad XVIII. Pekarangan merupakan tipe taman rumah tradisional
Indonesia berupa pemanfaatan lahan di sekitar rumah dengan status dan batas
kepemilikan yang jelas. Di pedesaan, pekarangan dicirikan dengan keragaman dan
stabilitas yang tinggi, agroekosistem yang baik dengan struktur yang menyerupai
6
Pekarangan merupakan suatu ekosistem spesifik berupa ekosistem buatan
yang ditumbuhi oleh berbagai jenis tanaman yang membentuk suatu komunitas
yang didominasi oleh tanaman budidaya yang telah beradaptasi dengan kondisi
lingkungan pekarangan tersebut. Sebagai salah satu penerapan sistem agroforestri
yang kompleks, pekarangan merupakan integrasi manusia, ternak, dan tumbuhan
dalam satu sistem daur ulang. Pemanfaatan pekarangan secara berkelanjutan dapat
mempertahankan stabilitas lingkungan dan memberikan kontribusi ekonomi
hanya dengan sedikit input. Oleh karena itu, suatu pekarangan sebaiknya mampu
memanfaatkan dan memberdayakan sumber daya alam lokal (Octavia, Arifin,
Munandar, Takeuci 2000).
Pekarangan memiliki fungsi yang beragam. Pekarangan dapat berfungsi
sebagai sumber pangan, sandang, dan papan, sumber plasma nutfah dan
keragaman hayati, serta sumber tambahan pendapatan keluarga. Selain itu,
pekarangan dapat menjadi habitat berbagai jenis satwa, pengendali iklim (untuk
kenyamanan), penyejuk pemandangan, penyerap kebisingan, debu, atau gas
beracun, dan daerah resapan air. Fungsi ekologis pekarangan lainnya adalah
mengkonservasi tanah dan air melalui keberadaan tanaman di dalamnya (Arifin,
Munandar, Arifin-Nurhayati, Kaswanto2009).
Soemarwoto (1991) menambahkan pekarangan mempunyai fungsi ganda
yang merupakan integrasi antara fungsi hutan dengan fungsi pemenuhan
kebutuhan sosial-budaya-ekonomi manusia. Fungsi pertama yaitu memenuhi
kebutuhan jasmani, misalnya pekarangan dimanfaatkan sebagai sumber bahan
pangan, gizi, dan penambahan pendapatan. Sedangkan fungsi kedua adalah
memenuhi kebutuhan rohani, misalnya pekarangan dapat memberikan suasana
keindahan, kenyamanan, dan ketentraman. Pekarangan dengan keanekaragaman
di dalamnya juga mempunyai potensi yang besar untuk menaikkan daya dukung
lingkungan.
Fungsi ganda pekarangan ini secara tidak langsung merupakan fungsi
hidro-orologi, pencagaran sumberdaya gen, efek miklim mikro, sosial, produksi,
dan estetis. Fungsi hidro-orologi pekarangan dapat terlihat dari sedikitnya erosi
yang terdapat di pekarangan karena pekarangan biasanya dibuat pada tapak yang
pencagaran sumberdaya gen dapat terwujud karena keragaman tanaman termasuk
unggas, ternak, dan ikan yang sering dipelihara di pekarangan. Pekarangan juga
memberikan efek iklim mikro bagi lingkungan sekitar, seperti penurunan suhu.
Fungsi sosial pekarangan terutama terlihat di pedesaan karena umumnya
pekarangan tidak berpagar sehingga orang atau tetangga dapat dengan bebas
masuk ke dalam pekarangan. Pekarangan dapat mempunyai prodiktivitas yang
tinggi sehingga pekarangan juga bermanfaat untuk keperluan sendiri maupun
untuk produksi komersial. Fungsi estetis pekarangan akan nampak dari penataan
pekarangan dan keindahan tanaman itu sendiri (Seormarwoto 1991).
2.2.2 Struktur Tanaman dan Pola Pekarangan
Struktur tanaman dalam pekarangan dapat menciptakan keragaman
tanaman, baik secara vertikal maupun horisontal. Menurut Arifin (1998),
keragaman vertikal tercipta secara fisik melalui ketinggian tanaman, yaitu
rumput/herba untuk ketinggian kurang dari 1 m (strata I), semak untuk ketinggian
1-2 m (strata II), perdu dan pohon kecil dengan ketinggian 2-5 m (strata III),
pohon sedang yang memiliki tinggi antara 5-10 m (strata IV), dan pohon tinggi
untuk ketinggian pohon di atas 10 m (strata V). Sedangkan struktur horizontal
dalam pekarangan sebagai agroforetri diklasifikasikan dalam delapan kategori
tanaman sesuai dengan fungsinya, yaitu tanaman hias, tanaman obat, tanaman
sayuran, tanaman bumbu, tanaman obat, tanaman penghasil pati, tanaman industri,
dan tanaman lain seperti penghasil pakan, kayu bakar, bahan kerajinan tangan,
dan peneduh.
Pekarangan memiliki pola penataan ruang tertentu. Suatu tapak
pekarangan terdiri dari ruang terbangun (rumah) dan ruang terbuka (pekarangan)
dimana rumah dan pekarangan memiliki hubungan dalam fungsi ruang, fungsi
manfaat, dan fungsi estetika. Ruang terbuka pekarangan terdiri dari tiga zona,
yaitu pekarangan depan, pekarangan samping (kiri dan kanan), dan pekarangan
belakang. Pembagian ruang ini akan selalu dikaitkan dengan fungsinya (Arifin
1998).
Pekarangan depan umumnya ditanami dengan tanaman hias dan atau
8
disebut buruan. Pekarangan depan biasanya digunakan sebagai tempat bermain anak, tempat menjemur hasil pertanian, tempat mengemas sayuran, tempat
membuat kerajinan rumah tangga, dan tempat bersosialisasi. Pekarangan samping
(pipir) lebih sering digunakan sebagai tempat menjemur pakaian atau tempat menanam pohon penghasil kayu bakar serta dan untuk bedeng tanaman pangan
atau tanaman obat. Pekarangan belakang (kebon) biasanya terdapat bedeng tanaman sayur, tanaman bumbu, tanaman buah, dan tanaman industri yang dapat
membentuk pola multistrata seperti miniatur hutan hujan tropis (Arifin 1998).
2.3 Agroforestri dalam Pekarangan
Agroforestri tersusun dari dua kata, yaitu agro (pertanian) dan forestry
(kehutanan) yang berarti menggabungkan ilmu kehutanan dan pertanian.
Agroforestri menggambarkan penggunaan lahan dimana tegakan pohon berumur
panjang (termasuk semak, palem, bambu, kayu) dan tanaman pangan dan atau
pakan ternak berumur pendek diusahakan pada petak lahan yang sama dalam
suatu pengaturan ruang dan waktu. Definisi lain menjelaskan, agroforestri sebagai
bentuk sistem kegiatan atau praktik dalam mengelola sumber daya biologi dengan
memanen energi matahari untuk menghasilkan suatu produk pertanian dalam arti
luas dan produk yang dihasilkan dari tegakan pohon. Sistem agroforestri bertujuan
menciptakan keselarasan antara intensifikasi pertanian dan pelestarian hutan
melalui interaksi ekologi dan ekonomi antar unsur-unsurnya (Arifin, Wulandari,
Pramukanto, Kaswanto 2009).
Pekarangan dengan strata vertikal dan horizontal merupakan suatu praktik
dari agroforestri kompleks (Gambar 2). Sistem agroforestri kompleks dengan
sistem yang terdiri dari sejumlah besar unsur pepohonan, perdu, herba, tanaman
semusim, dan rumput. Penampilan fisik dan dinamika di dalamnya menyerupai
ekosistem hutan alam primer maupun sekunder. Keunggulan sistem ini adalah
kemampuan perlindungan dan pemanfaatan sumber daya air dan tanah, serta
Sumber: Arafat (2010)
Gambar 2 Praktik Agroforestri dalam Pekarangan
Agroforestri dapat diklasifikasikan berdasarkan berbagai aspek sesuai
dengan perspektif dan kepentingannya. Pengklasifikasian agroforestri yang paling
umum, tetapi juga sekaligus yang paling mendasar adalah ditinjau dari komponen
yang menyusunnya. Berdasarkan komponen penyusunnya, agroforestri dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
a. agrisilvikultur, yaitu sistem agroforestri yang mengkombinasikan
komponen kehutanan (tanaman berkayu) dengan komponen pertanian
(tanaman non-kayu);
b. silvopastura, yaitu sistem agroforestri yang meliputi komponen kehutanan
(tanaman berkayu) dengan komponen peternakan (binatang ternak);
c. agrosilvopastura, yaitu sistem agroforestri yang mengkombinasikan
komponen berkayu (kehutanan) dengan pertanian (semusim) dan sekaligus
peternakan pada unit manajemen lahan yang sama. Pengkombinasian
dalam agrosilvopastura dilakukan secara terencana untuk mengoptimalkan
fungsi produksi dan jasa (khususnya komponen berkayu atau kehutanan)
kepada manusia atau masyarakat (to serve people) (Sardjono, Djogo, Arifin, Wijayanto 2003).
2.4 Konservasi Keanekaragaman Hayati dalam Pekarangan
Keanekaragaman hayati atau biodiversity merupakan pernyataan terdapatnya berbagai macam variasi bentuk, penampilan, jumlah dan sifat yang
terlihat pada berbagai tingkatan persekutuan makhluk, yaitu tingkatan ekosistem,
tingkatan jenis, dan tingkatan genetika. Ragam hayati meliputi seluruh spesies
tumbuhan, binatang, mikroorganisme, dan gen-gen yang terkandung dalam
10
terbagi dalam beberapa tipe, yaitu ekosistem padang rumput, ekosistem hutan,
ekosistem lahan basah dan ekosistem laut (Indrawan, Primack, Supriatna 2007)
Keanekaragaman hayati merupakan sumber kehidupan, penghidupan dan
kelangsungan hidup bagi umat manusia karena potensial sebagai sumber pangan,
papan, sandang, obat-obatan serta kebutuhan hidup yang lain. Keanekaragaman
hayati bagi manusia adalah pendukung kehidupan yang memberi manusia
memperoleh ruang hidup yang di dalamnya terdapat flora, fauna, dan sebagainya
untuk dikelola secara bijaksana oleh manusia, dimana sebenarnya manusia sendiri
adalah salah satu komponen keanekaragaman hayati (Indrawan et al. 2007).
Namun, tingginya populasi manusia, kemiskinan, dan konsumsi sumber daya
yang tidak seimbang telah menyebabkan krisis keanekaragaman hayati. Krisis ini
juga disebabkan oleh aktivitas pemanfaatan yang tidak melihat akibat jangka
panjangnya. Oleh karena itu, konservasi keanekaragaman hayati diperlukan
karena pemanfaatan sumber daya hayati untuk berbagai keperluan secara tidak
seimbang akan menyebabkan makin langkanya beberapa jenis flora dan fauna
karena kehilangan habitatnya, kerusakan ekosisitem, dan menipisnya plasma
nutfah (Supriatna 2008).
Ada dua metode utama untuk mengoservasi biodiversitas, yaitu konservasi
in-situ (dalam habitat alaminya) dan konservasi ex-situ (di luar habitat alaminya). Pekarangan dengan basis agroforestri dapat menjadi salah satu metode konservasi
secara ex-situ, khususnya untuk pertanian. Konservasi ex-situ merupakan proses melindungi spesies tumbuhan dan hewan (langka) dengan mengambilnya dari
habitat yang tidak aman atau terancam dan menempatkannya atau bagiannya di
bawah perlindungan manusia (Indrawan et al. 2007).Pekarangan dengan elemen
di dalamnya (tanaman, ternak, dan atau ikan) dapat meningkatkan pemanfaatan
keanekaragaman hayati secara berkelanjutan dan dapat memberikan kontribusi
2.5 Model Pekarangan
Model adalah pola (contoh, acuan, ragam) dari sesuatu yang akan dibuat
atau dihasilkan. Definisi lain menurut Roo (1993) dan Bellmann (2000) disitasi
oleh Saroinsong (2002), model merupakan representasi yang lebih sederhana dari
suatu sistem yang kompleks mencakup keadaan, obyek atau benda, dan kejadian.
Model merupakan suatu konstruksi dari suatu konsep yang digunakan sebagai
pendekatan untuk memahami suatu realitas. Berdasarkan metode pendekatannya,
model dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu model fisik, model analog,
dan model matematik (Saroinsong 2002).
Model dalam penelitian ini termasuk dalam model fisik, yaitu model yang
menirukan sistem aslinya. Model pekarangan dibuat dalam empat ukuran, yaitu
pekarangan sempit, pekarangan sedang, pekarangan besar, dan pekarangan sangat
besar. Keempat model pekarangan ini diterjemahkan secara dua dimensi dalam
12
BAB III
BAHAN DAN METODE
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian di lapang berlangsung dari April 2011 sampai Juni 2011.
Kegiatan penelitian ini berlokasi di Kawasan Industri Karawang International
Industrial City (KIIC), Kecamatan Teluk Jambe Timur, Kabupaten Karawang,
Jawa Barat. Pembuatan model pekarangan kemudian dikhususkan bagi area
pinggir danau Telaga Desa, KIIC (Gambar 3).
Sumber : www.google.com Peta Karawang
Tanpa Skala
Sumber : KIIC Peta KIIC Tanpa Skala
Keterangan:
Batas Telaga Desa Area Pinggir Danau Tanpa Skala
3.2 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah lembar survai dan Peta Kawasan Industri
KIIC serta Peta Rencana Telaga Desa yang diperoleh dari pihak Kawasan Industri
KIIC. Sedangkan alat yang digunakan selama pengumpulan data di lapang berupa
GPS Garmin 7.2, meteran, dan kamera digital serta alat tulis (Tabel 1).
Tabel 1 Bahan dan Alat Penelitian
Bahan Kegunaan
Lembar survai
Peta Kawasan KIIC dan Telaga Desa
Untuk menginventarisasi dan mencatat hasil survai di lapang Untuk menentukan lokasi, batas, dan luasan tapak
Alat Kegunaan
Kamera digital Untuk mengambil data visual tentang kondisi wilayah setempat
GPS Untuk membuat peta dasar
Meteran Untuk mengukur objek tertentu
3.3 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode survai dengan
tahapan sebagai berikut.
a. Persiapan
Pada tahap persiapan, kegiatan yang dilakukan mencakup penyusunan
usulan penelitian, pengurusan izin penelitian di Kawasan Industri KIIC, serta
persiapan bahan dan alat untuk survai. Tahap ini juga termasuk kegiatan untuk
menentukan lokasi pembuatan model pekarangan. Berdasarkan konsep model
pekarangan yang dibuat dan Peta Kawasan Industri KIIC, hasil diskusi mahasiswa
bersama pihak manajemen Telega Desa memilih area pinggir danau di Telaga
Desa sebagai tapak untuk penelitian karena luasan tapak ini dapat mengakomodasi
luasan untuk empat model pekarangan.
b. Inventarisasi
Inventarisasi merupakan tahap pengumpulan data yang merupakan unsur
penting pembentuk suatu pekarangan. Data yang diperlukan yakni data biofisik
dan data sosial (Tabel 2). Menurut Nugroho (2000), faktor fisik dan lingkungan
seperti jenis tanah, topografi, dan iklim merupakan faktor signifikan dalam
membentuk struktur pekarangan. Data-data ini diperoleh dari pengamatan
langsung di lapang, dokumentasi, dan wawancara. Dalam penelitian ini
14
pengelola Telaga Desa dan masyarakat sekitar Kawasan Industri KIIC terkait
kondisi wilayah dan kondisi sosial setempat.
Data fisik seperti luasan dan batas tapak diperoleh melalui pengukuran dan
pengamatan di lapang. Jenis tanah diperoleh berdasarkan hasil dari Balai
Penelitian Tanah Bogor. Peta dasar dan ketinggian lokasi merupakan hasil olahan
dari GPS, Land Development dan Auto CAD, sedangkan Peta Rencana Telaga Desa dan Peta Kawasan KIIC diperoleh langsung dari pihak Kawasan Industri
KIIC. Untuk data biologi berupa jenis vegetasi dan satwa diperoleh melalui
pengamatan langsung di lapang. Data kondisi lingkungan berupa suhu, curah
hujan, kelembaban udara, dan kecepatan angin diperoleh dari pihak Kawasan
Industri KIIC. Data sosial didapatkan dengan wawancara dan diskusi kepada
masyarakat sekitar dan manajemen Telaga Desa dan Kawasan Industri KIIC. Data
ini juga diperoleh dengan melihat Karawang dalam Angka tahun 2010.
Tabel 2 Jenis, Unit, Sumber, dan Kegunaan Data untuk Penelitian
c. Analisis-sintesis
Analisis merupakan tahap pengolahan data yang telah terkumpul dalam
inventarisasi. Pada tahap ini, dikemukakan potensi dan kendala yang ada pada
tapak dalam hubungannya dengan tujuan penelitian, yaitu membuat model
pekarangan di Kawasan Industri KIIC. Analisis dalam penelitian dilakukan secara
deskriptif terhadap data-data yang telah didapat selama survai.
d. Konsep-Model
Tahapan ini merupakan tahapan pengumpulan ide terhadap suatu objek,
pemikiran umum, penemuan atau ciptaan. Dalam penelitian ini, konsep telah
ditentukan yaitu pekarangan sebagai Taman Kehati berbasis praktik agroforestri.
Model pekarangan dibuat dalam empat ukuran pekarangan yang mewakili setiap
ukuran pekarangan, yaitu pekarangan sempit dengan luas <120 m2, pekarangan
sedang dengan luas 120 m2 - 400 m2, pekarangan besar dengan luas 400 m2 - 1000
m2, dan pekarangan sangat besar dengan luas >1000 m2 (Arifin 1998). Setiap
ukuran memiliki ruang untuk pekarangan depan, pekarangan belakang, dan
pekarangan samping yang di dalamnya dikembangkan bentuk agroforestri, baik
agroforestri, agrosilvopastura, atau agrosilvofisheri. Struktur agroforestri ini
terbentuk dengan memilih tanaman yang dapat membentuk keragaman vertikal
(berdasarkan tinggi tanaman) dan keragaman horizontal (berdasarkan fungsi
tanaman) serta menenuhi kebutuhan ternak dan atau ikan. Semua indikator ini
dikombinasikan pada setiap ukuran tapak dan dikembangkan sesuai hasil analis
situasional kawasan KIIC. Faktor penting lainnya dalam membuat model
pekarangan ini adalah jenis tanaman, hewan, atau ikan yang direkomendasikan
untuk pekarangan merupakan spesies asli atau lokal (indigenous species) khas Karawang atau Jawa Barat. Selain itu, tanaman yang dipilih tidak hanya sebagai
sumber pangan atau untuk mendukung kebutuhan keluarga, tetapi juga mampu
menyerap polutan sekaligus dapat menjadi habitat satwa sehingga dapat
memperbaiki kualitas lingkungan sekitar kawasan industri. Konsep kemudian
16
3.4 Batasan Studi
Penelitian ini hanya dibatasi pada membuat model pekarangan sebagai
bentuk Taman Kehati bagi permukiman yang terletak di dalam Kawasan Industri
KIIC. Pekarangan sebagai Taman Kehati terbentuk dengan memilih tanaman
pekarangan yang dapat menunjukkan lima stratifikasi tanaman (keragaman
vertikal) dan delapan fungsi tanaman (keragaman horizontal), termasuk hewan
ternak dan atau ikan. Model dibuat dalam empat ukuran pekarangan, yaitu
pekarangan sempit, pekarangan sedang, pekarangan besar, dan pekarangan sangat
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Karawang International Industrial City dan Telaga Desa
4.1.1 Karawang International Industrial City
Karawang International Industrial City (KIIC) adalah salah satu kawasan
industri terbesar di Karawang. Kawasan industri ini didirikan pada tahun 1993
dengan total pengembangan ± 1200 ha (Gambar 4). PT Maligi Permata Industrial
Estate dan PT Hab & Sons merupakan pengembang dan pengelola kawasan
industri ini. Kawasan Industri KIIC mempunyai misi untuk mengembangkan
kawasan industri dengan mengutamakan mutu atau pelayanan, peduli akan
lingkungan dan menjalin hubungan yang harmonis dengan masyarakat sekitar.
Kawasan ini telah memperoleh sertifikat ISO 9001: 2000 (Quality Management System) dan kawasan industri pertama yang mendapat sertifikat ISO I4001: 2004 (Environmental Management System) pada 2003. Kegiatan industri yang berlangsung di Kawasan Industri KIIC didominasi oleh industri manufaktur. Saat
ini perusahaan-perusahaan manufaktur yang telah beroperasi antara lain PT
Toyota Motor Mfg. Indonesia, PT HM Sampoerna Tbk, PT Yamaha Motor Wst
Java Mfg. Indonesia, PT Astra Daihatsu Motor, PT Panasonic Semiconductor
Indonesia, dan PT Sharp Semiconductor Indonesia.
Sebagai kawasan industri yang besar, Kawasan Industri KIIC telah
dilengkapi dengan fasilitas dan infrastruktur untuk mendukung pelayanan kepada
perusahaan-perusahaan industri yang menyewa lahan di kawasan ini. Infrastruktur
utama terdiri dari aksesibilitas, listrik, pasokan gas, jaringan telekomunikasi, unit
kebakaran, dan keamanan. Sedangkan fasilitas pendukung antara lain Apartemen
Puri KIIC, lapangan golf, Graha KIIC (kantor manajemen), bank, rumah makan,
19
20
4.1.2 Telaga Desa
Telaga Desa adalah salah satu ruang terbuka hijau di tengah Kawasan
Industri KIIC. Kawasan ini dibangun pada 2007 sebagai titik tolak program
Corporate Social Responsibility (CSR) yang berkelanjutan dengan berbasis pada pertanian dan pelestarian lingkungan. Telaga Desa merupakan agroenviro education park yang didedikasikan untuk pusat penelitian, pelatihan/pendidikan, kepedulian di bidang pertanian, pelestarian lingkungan, dan ekowisata. Kegiatan
produktif dilakukan dengan memberikan contoh usaha pertanian dalam arti luas,
saat ini meliputi tanaman pangan, hortikultura, kehutanan, perikanan, dan
peternakan.
Dibangun di atas lahan seluas ± 3 ha, Telaga Desa berfungsi sebagai
sekolah terbuka bagi seluruh masyarakat desa sekitar kawasan dan karyawan yang
bekerja di dalam Kawasan Industri KIIC. Telaga Desa dapat menjadi tujuan
belajar sambil berekreasi bagi anak-anak. Untuk mendukung fungsinya tersebut,
Telaga Desa dilengkapi dengan fasilitas diantaranya akses jalan masuk dari dalam
Kawasan Industri KIIC, ruang informasi dan pelatihan, taman persahabatan
dengan koleksi tanaman langka, nurseri, kolam lele portabel, area produksi
kompos, dan rumah kaca (Gambar 7).
Area yang direncanakan sebagai tapak untuk pembuatan model
pekarangan adalah area pinggir danau (Gambar 8). Berdasarkan Peta Rencana
Telaga Desa (Gambar 6), kawasan pinggir danau ini akan dijadikan area untuk
petani menanam sayur atau tanaman hortikultura lainnya. Area pinggir danau ini
memiliki luasan ± 5800 m² dengan peruntukkan lahan saat ini sebagai sawah,
hutan akasia, bedeng sayur, dan beberapa lahan kosong yang belum termanfaatkan
(Gambar 8). Lahan kosong yang belum termanfaatkan ini yang dijadikan sebagai
tapak untuk membuat empat model pekarangan. Batas-batas peruntukkan lahan
22
24
4.2 Analisis Situasional
4.2.1 Polutan di KIIC
Masalah umum yang terjadi dalam suatu kawasan industri adalah
pemandangan yang kurang menyenangkan karena didominasi bentang perkerasan,
suasana tidak nyaman dan panas, serta gangguan debu dan kebisingan (Tandy
1975 , disitasi oleh Nugroho 2009). Oleh karena itu, pihak Kawasan Industri KIIC
melakukan pengukuran rutin terhadap udara termasuk air limbah. Polutan cair dan
padat diukur setiap satu bulan sekali, sedangkan polutan udara diukur setiap tiga
bulan sekali pada tiga titik berbeda.
Dalam pembuatan model pekarangan di area pinggir danau Telaga Desa,
polutan udara dan polusi suara seperti debu dan kebisingan menjadi salah satu
masalah penting yang harus dikurangi. Masalah kebisingan terjadi karena Telaga
Desa berada di tengah-tengah Kawasan Industri KIIC dan dekat dengan
pabrik-pabrik baru yang akan segera dibangun. Oleh karena itu, elemen di dalam model
pekarangan, khususnya tanaman dipilih selain untuk fungsi konservasi
keanekaragaman hayati juga untuk mereduksi kebisingan atau polutan udara
lainnya.
Berdasarkan hasil pengukuran Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD)
Laboratorium Kesehatan Daerah Kabupaten Karawang pada Maret (2011), kadar
debu rata-rata di sekitar Telaga Desa sebesar 91,60 µg/m³. Nilai ini masih berada
di bawah nilai ambang batas (NAB) yaitu 230 µg/m³ yang ditetapkan berdasarkan
SK Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No:
Kep-50/MENKLH/II/1996 tentang Pedoman Baku Tingkat Kebauan. Kebisingan yang
terjadi di sekitar Telaga Desa juga masih berada di bawah NAB (NAB = 70 dB
pada siang hari berdasarkan SK Menteri Negara Lingkungan Hidup No:
Kep-48/MNKLH/11/1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan), yaitu 53,2 dB. Kegiatan
yang menyumbangkan kebisingan terbesar adalah pada saat dilakukan
pembangunan perusahaan industri baru. Selain mengukur debu dan kebisingan,
parameter lain yang diukur oleh pihak KIIC yaitu SO2, NO2, CO, H2S, dan NH3
Tabel 3 Tingkat Kebisingan, Debu, dan Gas di sekitar Telaga Desa KIIC
Secara umum, pencemaran udara keseluruhan area Kawasan Industri KIIC
tidak melebihi NAB. Namun langkah-langkah untuk mengurangi dampak dari
pencemaran udara tetap harus dilakukan karena pencemaran udara dapat
berpengaruh terhadap lingkungan dan kesehatan manusia. Untuk mengurangi
pencemaran udara, baik oleh kebisingan, debu atau gas-gas tertentu dapat
digunakan pohon-pohon yang efektif untuk menyerap debu dan gas. Selain itu,
dapat juga dilakukan dengan melakukan kombinasi tanaman seperti pohon,
semak, dan tanaman penutup tanah. Tanaman semak atau pohon lebar beraneka
ragam dapat mengurangi debu dengan jumlah tinggi karena dapat diendap dalam
tanaman serta meredam kebisingan (Frick dan Suskiyatno 1998, disitasi oleh
Jahara 2002).
Dahlan (1992) disitasi oleh Jahara (2002) menambahkan tanaman penahan
dan penyaring partikel padat dari udara memiliki permukaan daun berbulu atau
bertrikoma. Tanaman yang dapat digunakan di dalam pekarangan antara lain
bunga kupu-kupu, cempaka, dan kenangan (Gandasari 1994, disitasi Jahara 2002).
Sedangkan tanaman yang dapat menjerap gas mempunyai stomata yang banyak,
ketahanan yang tinggi terhadap gas tertentu, dan tahan terhadap serangan angin.
Contoh tanaman ini antara lain puring, akalipa, nusa indah, soka, dan kembang
sepatu dari kelompok perdu serta ketapang, mahoni, asam kranji, dan dadap
kuning dari kelompok pepohonan. Untuk tanaman peredam kebisingan dapat
dipilih dari tanaman yang mempunyai tajuk yang rapat, kerapatan daun yang
tinggi dan padat dari permukaan tanah sampai ke atas, atau berdaun jarum. Jenis
26
4.2.2 Topografi dan Tanah
Dalam pembuatan model pekarangan, topografi berpengaruh terhadap
aliran permukaan atau erosi yang dapat terjadi di tapak. Lereng yang curam dapat
meningkatkan kecepatan aliran permukaan yang mengakibatkan bertambah
besarnya kekuatan angkut air (Arsyad 1985). Telaga Desa memiliki bentuk tapak
yang berbukit-bukit meskipun telah dilakukan beberapa rekayasa lanskap misal
untuk sirkulasi dan bangunan tertentu (Gambar 9).
Untuk tapak penelitian, area pinggir danau Telaga Desa memiliki
ketinggian 35-40 m dpl dan kemiringan 0-25%. Berdasarkan peta kontur (Gambar
10), tapak ini memiliki kemiringan lahan yang bervariasi dari landai hingga agak
curam. Pada tapak yang agak curam diperlukan teknik untuk mengurangi
kecepatan aliran permukaan. Salah satunya secara vegetatif dengan menanam
pohon atau tanaman tahunan sebagai lapisan pertama untuk menahan air hujan
sebelum jatuh ke tanah yang kemudian dilanjutkan oleh semak hingga rumput.
Tanaman yang tersebar merata dan menutupi permukaan tanah dengan baik dapat
mengurangi jumlah dan kecepatan aliran permukaan atau erosi (Deptan 2007).
Pada tapak yang landai terdapat ancaman berupa genangan air sehingga
diperlukan sistem drainase yang memadai untuk mengalirkan kelebihan air.
Sumber: KIIC
Gambar 9 Rekaya Lanskap Telaga Desa 2006
2007
Topografi juga berpengaruh terhadap pemilihan tanaman yang sesuai
dengan ketinggian tersebut. Berdasarkan ketinggiannya, Telaga Desa termasuk
dalam kawasan dataran rendah karena ketinggiannya yang kurang dari 700 m dpl
(Harjadi 1989). Oleh karena itu, tanaman dan hewan yang dipilih dalam
pekarangan adalah tanaman dan hewan yang sesuai untuk dataran rendah seperti
kenanga dan cempaka (Sulistyantara 1992) serta sayuran dataran rendah seperti
bayam, kangkung, sawi, kacang panjang, dan tomat (Nazaruddin 2003). Tanaman
buah-buahan yang sesuai untuk dataran rendah antara lain rambutan, durian, duku,
manggis, salak, nanas, belimbing manis, pisang, jeruk keprok, sirsak, pepaya,
nangka, sawo, dan jambu biji (Harjadi 1989).
Tanah merupakan salah satu unsur penting dalam pekarangan karena
tanam merupakan media tumbuh bagi tanaman. Berdasarkan Balai Penelitian
Tanah Bogor, tanah yang ditemukan di KIIC, khususnya di Telaga Desa adalah
tanah podsolik merah kuning dengan pH 7,69 dan bersifat agak alkalis. Tanah ini
kurang sesuai dengan kriteria tanah yang diinginkan untuk tanaman pada
umumnya tetapi dengan beberapa perlakuan, tanah ini masih dapat digunakan
untuk bercocok tanam.
Cara yang dapat dilakukan mengatasi permasalahan jenis tanah ini adalah
dengan pengolahan tanah yang intensif. Tanah yang berstruktur berat perlu
dicangkul dan dibajak lebih lama sehingga gembur. Sedangkan masalah
kandungan hara yang sedikit dapat diperbaiki dengan pemupukkan baik pupuk
organik atau pupuk kimia, serta penambahan bahan organik ke dalam tanah. Oleh
karena itu, tanah ini banyak dimanfaatkan untuk tanaman perkebunan dan hutan
tanaman industri seperti karet (Prasetyo dan Suriadikarta 2006). Tanah ini juga
4.2.3 Iklim
Faktor iklim termasuk di dalamnya keadaan suhu, kelembaban udara dan
angin sangat besar pengaruhnya terhadap kehidupan setiap mahluk di dunia.
Faktor suhu udara berpengaruh terhadap berlangsungnya proses pertumbuhan
fisik tumbuhan. Sinar matahari sangat diperlukan bagi tumbuhan hijau untuk
proses fotosintesa. Kelembaban udara berpengaruh pula terhadap pertumbuhan
fisik tumbuhan. Sedangkan angin berguna untuk proses penyerbukan. Faktor
iklim yang berbeda-beda pada suatu wilayah menyebabkan jenis tumbuhan
maupun hewannya juga berbeda (Aak 1993).
Berdasarkan pengukuran pihak Kawasan Industri KIIC, suhu harian
rata-rata di kawasan ini cukup tinggi, yaitu 33,1ºC dengan kelembaban udara 60,3% ,
curah hujan 1.100–3.200 mm/tahun, dan arah angin barat-timur dengan kecepatan angin antara 3,96–10,80 km/jam. Berdasarkan perhitungan Thermal Humadity Index (THI), dengan suhu tersebut tersebut dapat digambarkan secara umum bahwa kondisi iklim Karawang panas dan kurang nyaman untuk manusia.
Modifikasi iklim mikro sangat dibutuhkan dalam suatu kawasan industri
untuk menciptakan kenyamanan bagi pengguna tapak, khususnya masyarakat
sekitar KIIC. Hal ini dapat dilakukan menggunakan vegetasi. Pohon, semak, dan
rumput dapat memperbaiki suhu udara lingkungan melalui kontrol terhadap
radiasi matahari. Tanaman juga dapat mengarahkan angin dan menciptakan
naungan. Hal ini dipengaruhi bentuk dan kerapatan tajuk tanaman serta
penempatan tanaman (Grey dan Deneke 1978, disitasi oleh Jahara 2002).
Berdasarkan kondisi iklim setempat tanaman yang cocok untuk ditanam di
pekarangan adalah tanaman yang toleran terhadap keadaan terbuka atau mendapat
sinar matahari langsung, contohnya berbagai pohon peneduh dan penahan angin,
bugenvil, lidah buaya, atau berbagai tanaman penutup tanah (Sulistyantara 1992).
Untuk tanaman yang berada di bawah pohon dipilih tanaman yang tahan terhadap
naungan seperti talas-talasan, poh-pohan, empon-emponan (jahe, kunyit, atau
30
4.2.4 Hidrologi
Sumber air yang dugunakan di Telaga Desa khususnya untuk tanaman
berasal dari air danau Telaga Desa dengan kualitas visual dan kuantitas air yang
sangat baik. Kondisi ini berdampak pada kelancaran pengairan untuk pertanian
dan juga untuk keperluan di Telaga Desa sehari-hari. Danau ini adalah danau
alami. Salah satu sumber air untuk danau ini adalah dari hujan, vegetasi sekitar
danau, dan resepan air tanah. Air ini juga dimanfaatkan untuk kolam terpal yang
ada di Telaga Desa. Dalam pembuatan model pekarangan, danau ini dapat
menjadi sumber air dalam pekarangan, misal untuk penyiraman tanaman dan
sumber air untuk kolam. Saat terjadi kelebihan air, maka air dari danau ini akan
mengalir ke pond/danau buatan yang berada tidak jauh dari area Telaga Desa.
4.2.5 Vegetasi dan Satwa
Berdasarkan data Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Karawang
Tahun 2009, lahan di Kabupaten Karawang terdiri dari lahan sawah seluas ±
97.529 ha dan lahan kering/darat sekitar 77.798 ha. Lahan sawah yang luas
menjadikan tanaman padi menjadi komoditas utama Karawang. Sedangkan pada
lahan kering/darat, tanaman lebih bervariasi, namun tetap didominasi tanaman
pertanian, seperti sayur-sayuran. Sementara itu, untuk Kawasan Industri KIIC,
khususnya di Telaga Desa vegetasi yang ada cukup bervariasi jenis, fungsi, dan
ukuran (Tabel 4) mulai dari pohon, semak, perdu/herba, hingga rumput dan
tanaman penutup tanah lainnya (Gambar 11). Di dalam Telaga Desa juga telah
dilakukan pembibitan untuk tanaman hutan seperti mahoni dan akasia serta
tanaman buah seperti nangka, sirsak, dan mangga. Tanaman-tanaman yang telah
tumbuh dengan baik di dalam Telaga Desa dapat menjadi rekomendasi tanaman
e
d f
b c
a
Tabel 4 Daftar Tanaman dan Satwa di Karawang
Tanaman
Pati Singkong, Jagung
Sayur Kacang Hijau, Kacang Panjang, Terong, Mentimun, Sawi, Kangkung, Bayam, Kubis
Buah Mangga, Jambu Biji, Jambu Air, Nangka, Papaya, Pisang, Sawo, Belimbing, Nanas, Manggis, Sirsak
Bumbu Cabai, Sereh, Jahe, Kencur, Temulawak
Obat Tapak Dara, Mangkok, Kumis Kucing, Gingseng, Temu Putih, Lidah Buaya, Rasamala
Hias Adam Hawa, Bayam-Bayaman, Lolipop, Teh-Tehan, Kembang Sepatu, Soka, Palem Raja, Walisongo
Industri Jati, Akasia, Flamboyan, Kelapa, Sengon, Ulin, Gaharu, Meranti Merah, Merbau, Keruing, Manglid, Suren, Mahoni, Akasia, Pulai, Gahari, Eboni
Satwa
Ternak Domba, Sapi, Kambing, Kerbau, Ayam Buras, Ayam Pedaging, Itik Ikan Mas, Nila, Lele, Mujair
Gambar 11 Beragam Tanaman di Telaga Desa: (a) Kelompok Tanaman Buah (b) Kelompok Tanaman Hias (c) Cabai Rawit (d) Kangkung (e) Kacang Panjang (f) Kelompok Tanaman Industri
4.3 Konsep Pekarangan
Pekarangan sebagai bentuk taman keanekaragaman hayati (Taman Kehati)
khususnya untuk mengkonservasi keanekaragaman hayati pertanian termasuk
perikanan dan peternakan secara ex-situ dapat diwujudkan dengan membuat pekarangan yang berbasis praktik agroforestri. Pekarangan dengan struktur agroforestri memiliki struktur tanaman dengan keragaman jenis yang tinggi
sehingga membentuk tajuk berlapis-lapis dengan pengelolaan pekarangan yang
32
terdapat indikator utama yang diperhatikan, yaitu ukuran pekarangan, tinggi
tanaman, dan fungsi tanaman.
4.3.1 Ukuran dan Pola Ruang Pekarangan
Berdasarkan luasannya, pekarangan dapat diklasifikasikan menjadi empat,
yaitu pekarangan sempit dengan luas kurang dari 120 m², pekarangan sedang
dengan luas antara 120-400 m², pekarangan besar dengan luas antara 400-1000
m², dan pekarangan sangat besar dengan luas lebih dari 1000 m² (Arifin 1998).
Pada setiap pekarangan dikembangkan bentuk agroforestri, baik agroforestri,
agsrosilvopastura, atau agrosilvofisheri yang sesuai berdasarkan hasil analisis
situasional Kawasan Industri KIIC.
Pola ruang dalam model pekarangan didasarkan pada pembagian ruang
dalam pekarangan. Pola ruang tersebut dibedakan menjadi tiga, yaitu pekarangan
depan, samping (kiri dan kanan), dan belakang (Arifin 1998). Untuk model
pekarangan di area pinggir danau Telaga Desa, orientasi rumah menghadap ke
arah danau (Gambar 12). Pada umumnya, suatu hunian hampir selalu berorientasi
kepada daerah yang penting. Berdasarkan pengamatan terhadap bangunan rumah
di sekitar Kawasan Industri KIIC dan yang berada dekat Saluran Induk Tarum
Barat, rumah umumnya berorientasi ke arah air, sedangkan bangunan rumah yang
jauh dari bantaran sungai, memiliki orientasi ke arah jalan.
Sumber: Arifin (1998)
Gambar 12 Pola Orientasi Rumah dan Pekarangan
Bentuk tapak yang memanjang dan mengikuti bentukan danau membuat
rumah hampir tidak memiliki pekarangan belakang atau pekarangan depan tetapi
pekarangan lebih banyak dilakukan di pekarangan samping. Oleh karena itu,
untuk mensiasati masalah ruang ini, pola rumah dalam model pekarangan dibuat
memanjang atau melebar ke samping.
4.3.2 Tanaman dalam Pekarangan
Setiap ukuran pekarangan, baik pekarangan sempit, pekarangan sedang,
pekarangan besar, ataupun pekarangan sangat besar akan menunjukkan profil
pekarangan yang menciptakan keragaman tanaman, baik secara vertikal maupun
horizontal. Keragaman vertikal terlihat dari perbedaan lima strata tanaman, yaitu
strata I (<1 m), strata II (1-2 m), strata III (2-5 m), strata IV (5-10 m), dan strata V
(>10 m). Sedangkan keragaman horizontal terbentuk sesuai dengan fungsinya,
yaitu tanaman hias, tanaman obat, tanaman sayuran, tanaman bumbu, tanaman
obat, tanaman penghasil pati, tanaman industri, dan tanaman-tanaman lain seperti
penghasil pakan, kayu bakar, bahan kerajinan tangan dan peneduh (Arifin 1998).
Model pekarangan yang bertujuan mengkonservasi keanekaragaman hayati
pertanian secara ex-situ ditunjang dengan memilih tanaman atau hewan asli atau lokal (indigenous species) khas Karawang atau Jawa Barat. Spesies lokal yang dimaksud adalah spesies asli Indonesia yang berasal dari
daerah/wilayah/ekosistem tertentu dan telah banyak diusahakan dan dikonsumsi,
termasuk spesies introduksi dari wilayah geografis lain namun telah berevolusi
dengan iklim dan geografis wilayah Indonesia. Pemilihan tanaman ini untuk
mempermudah adaptasi tanaman dan mempermudah pemeliharaan pekarangan.
Untuk kawasan industri, pemilihan tanaman juga harus memperhatikan
kondisi lingkungan kawasan industri. Selain sebagai sumber pangan atau untuk
mendukung kebutuhan keluarga lainnya, tanaman juga diharapkan mampu
mampu menyerap polutan sekaligus dapat menjadi habitat satwa sehingga dapat
memperbaiki kualitas lingkungan sekitar kawasan industri. Jenis tanaman yang
direkomendasikan untuk model pekarangan ini tersaji di Tabel 5.
Penataan tanaman dalam pekarangan perlu diperhatikan. Tanaman kecil
maupun tanaman besar diatur sedemikian rupa agar semua tanaman mendapatkan
sinar matahari sesuai kebutuhannya. Tanaman-tanaman yang berukuran kecil
34
buah-buahan di bagian barat. Hal ini dimaksudkan agar jenis tanaman yang besar
tidak menaungi atau menghalangi sinar matahari terhadap tanaman yang kecil.
Untuk tanaman pada daerah berlereng atau berkontur, tanaman sebaiknya ditanam
searah kontur. Keuntungan utama pengolahan menurut kontur adalah dapat
menghambat aliran permukaan yang meningkatkan penyerapan air oleh tanah dan
menghindari pengangkutan tanah.
4.3.3 Ternak dalam Pekarangan
Berdasarkan penelitian Arifin, Munandar, Mugnisjah, Budiarti,
Arifin-Nurhayati, Pramukanto (2007), ayam kampung, kambing, domba, dan sapi adalah
ternak yang umumnya dipelihara di lahan pekarangan. Jenis hewan yang
direkomendasikan untuk model pekarangan ini tersaji di Tabel 5. Selain
hewan-hewan tersebut, ikan dan itik juga sering ditemui di dalam pekarangan. Untuk
mengembangkan perikanan dengan lokasi yang jauh dari sumber air dapat
dikembangkan kolam portabel/kolam terpal. Sedangkan untuk yang dekat dengan
sumber air dengan lahan pekarangan yang cukup luas dapat dibuat kolam tanah
atau jika pekarangan sempit dan tidak memungkinkan untuk membuat kolam
dapat dibuat keramba apung. Ikan yang dapat dikembangkan di area sekitar
Telaga Desa dan KIIC antara lain ikan nila, ikan mujair, ikan lele, dan ikan
gurame.
Tabel 5 Rekomendasi Tanaman dan Hewan untuk Model Pekarangan di Telaga Desa KIIC
Nama Lokal Nama Latin Jarak Tanam Pekarangan
Lanjutan Tabel 5
Nama Lokal Nama Latin Jarak Tanam Pekarangan
36
Lanjutan Tabel 5
Nama Lokal Nama Latin Jarak Tanam Pekarangan
Lanjutan Tabel 5
Nama Lokal Nama Latin Jarak Tanam Pekarangan