• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model Pekarangan sebagai Taman Keanekaragaman Hayati di Kawasan Industri Karawang International Industrial City

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Model Pekarangan sebagai Taman Keanekaragaman Hayati di Kawasan Industri Karawang International Industrial City"

Copied!
149
0
0

Teks penuh

(1)

KARAWANG INTERNATIONAL INDUSTRIAL CITY

PRINSA PARUNA

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Model Pekarangan sebagai Taman Keanekaragaman Hayati di Kawasan Industri Karawang International Industrial City adalah karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Mei 2012

(3)

Area of Karawang International Industrial City. Under direction of HADI SUSILO ARIFIN.

Biodiversity has an important functions to support lives of living things and ecosystem sustainability. Therefore, biodiversity should be preserved. However, today's biodiversity has decreased. One of the factors is increasing environmental pollution especially in industrial area. On the other hand, we can still use the other land to mitigate the problems by developing a green open space. Karawang International Industrial City (KIIC) as an industrial area needs green open space. One form of green open space is ”pekarangan”. ”Pekarangan” is a mixture of annual crops, perennial crops, and animals (including insects and wild animals) on the land surrounding a house. It is one of typical agro-ecosystem that has multifunctions. For this case, the function is to ex-situ biodiversity conservation. ”Pekarangan” has a complex horizontal structure, while a mixture of annual and perennials of different heights forms a vertical structure. ”Pekarangan” serve as an important habitat for wild flora and fauna in these areas with the multi-layered vegetation structure. This research has purpose to make a model of

”pekarangan” in industrial area especially for settlement around KIIC. This

research used survey method and descriptive analysis. This model will be implemented in Telaga Desa KIIC. Model of ”pekarangan” was defined in to four size of ”pekarangan”: small size (<120 m²), medium size (120-400 m²), large size (400-1000 m²),and very large size (>1000 m²). Every size have three zones: back yard, front yard, and side yard (left side and right side). ”Pekarangan” will apply form of agroforestry (agroforestry, agrosilvopastural, and agrosilvofishery). The different of them are depend on size of site, situasional analysis of site, and

elements of ”pekarangan”: plants and animals/fish. The size, type, and number of

”pekarangan” elements will be more complexalong extent of ”pekarangan”.

Keywords : agroforestry, ex-situ conservation, plant stratification, structure of

(4)

RINGKASAN

PRINSA PARUNA. Model Pekarangan sebagai Taman Keanekaragaman Hayati di Kawasan Industri Karawang International Industrial City. Dibimbing oleh HADI SUSILO ARIFIN.

Kawasan industri adalah salah satu kawasan yang cukup rentan terhadap masalah lingkungan. Kawasan ini berpotensi menimbulkan pencemaran lingkungan akibat limbah yang dihasilkan oleh suatu pabrik. Pencemaran terhadap lingkungan tersebut dapat mengganggu keseimbangan ekosistem di alam, khususnya mengancam keanekaragaman hayati yang ada di sekitar kawasan. Dengan mempertimbangkan dampak negatif yang akan terjadi, maka harus ada usaha untuk menata dan memperbaiki lingkungan di dalam kawasan industri. Salah satunya melalui pembuatan ruang terbuka hijau (RTH) yang mampu mengkonservasi keanekaragaman hayati. Dari berbagai bentuk RTH, pekarangan dengan praktik agroforestri dapat menjadi pilihan RTH yang mampu mengkonservasi keanekaragaman hayati secara ex-situ. Pekarangan ini dapat diimplimentasikan pada area permukiman di kawasan industri.

Pekarangan adalah taman rumah tradisional yang bersifat pribadi dengan batas kepemilikan yang jelas. Pekarangan merupakan sistem yang terintegrasi erat antara manusia, tanaman, dan hewan. Keanekaragaman jenis dan fungsi tanaman yang tumbuh di dalam pekarangan serta dengan tinggi tanaman yang berbeda-beda membentuk tajuk yang berlapis-lapis dan menyerupai struktur hutan sehingga pemanfaatannya secara berkelanjutan dapat mempertahankan stabilitas lingkungan sekaligus memberikan kontribusi ekonomi dari hasil panen tanaman ataupun hewan yang dipelihara.

Penelitian ini dilakukan di kawasan Karawang International Industrial City

(KIIC), Karawang yang kemudian dikhususkan di area pinggir danau Telaga Desa. Telaga Desa, agroenviro education park, adalah salah satu kawasan hijau di KIIC yang didedikasikan untuk pusat penelitian, pelatihan/pendidikan, kepedulian di bidang pertanian, pelestarian lingkungan dan ekowisata serta pelatihan untuk program-program pengembangan ekonomi.

Tujuan penelitian ini adalah membuat model pekarangan berbasis praktik agroforestri sebagai bentuk Taman Keanekaragaman Hayati (Taman Kehati) yang berfungsi untuk mengkonservasi keanekaragaman hayati secara ex-situ di kawasan KIIC. Metode yang digunakan adalah metode survai dengan mengambil data-data yang merupakan unsur pembentuk pekarangan, yaitu luas dan batas tapak untuk pembuatan model pekarangan, jenis tanah, topografi, iklim, hidrologi, vegetasi dan satwa yang ada di sekitar lokasi penelitian, serta melakukan wawancara dengan pihak KIIC dan Telaga Desa terkait kondisi daerah sekitar kawasan industri. Kemudian dilakukan analisis secara deskriptif dengan mengacu pada tujuan dan konsep pekarangan yang akan dibuat. Model pekarangan ini dituangkan dalam bentuk gambar desain penanaman.

(5)

1m, semak untuk ketinggian 1-2 m, perdu dan pohon kecil dengan ketinggian 2-5 m, pohon sedang yang memiliki tinggi antara 5-10 m, dan pohon tinggi untuk ketinggian pohon di atas 10 m. Sedangkan keragaman horizontal terbentuk karena keberagaman fungsi tanaman, yaitu tanaman hias, tanaman obat, tanaman sayuran, tanaman bumbu, tanaman obat, tanaman penghasil pati, tanaman industri, dan tanaman fungsi lain seperti penghasil pakan, kayu bakar, bahan kerajinan tangan dan peneduh. Selain itu, untuk mendukung fungsi konservasi ex-situ

keanekaragaman hayati, khususnya keanekaragaman hayati pertanian (termasuk peternakan dan perikanan), maka jenis tanaman, hewan, dan ikan yang digunakan di dalam model pekarangan adalah spesies asli atau lokal (indigenous species) khas Karawang atau Jawa Barat. Penggunaan spesies asli atau spesies lokal dapat mempermudah adaptasi tanaman dan mempermudah dalam pemeliharaan pekarangan.

Model pekarangan dibuat dalam empat ukuran, yaitu pekarangan sempit dengan luas kurang dari 120 m², pekarangan sedang dengan luas antara 120-400 m², pekarangan besar dengan luas antara 400-1000 m², dan pekarangan sangat besar dengan luas lebih dari 1000 m². Setiap model pekarangan memiliki pola ruang yang sama, yaitu pekarangan depan, pekarangan samping (kiri dan kanan), dan pekarangan belakang. Pemanfaatan setiap ruang dapat berbeda tergantung fungsi dan hasil analisis situasional tapak.

Model pekarangan sempit memiliki luasan 115,37 m². Lahan yang sempit membuat kegiatan di pekarangan, baik untuk bertanam atau aktivitas lain menjadi terbatas. Namun, pemanfaatan lahan pekarangan yang optimal masih dapat memberikan hasil pekarangan yang maksimal. Salah satunya dengan memanfaatkan ruang secara vertikal, misal dengan menggunakan tanaman merambat. Pohon di atas 10 m pun masih dapat di tanam tetapi dengan memilih tajuk tanaman yang tidak lebar. Untuk halaman depan dapat digunakan tanaman hias dengan tinggi sekitar 0,5 – 1 m sehingga pekarangan tidak terkesan tertutup. Pada model pekarangan sempit juga disediakan bedeng yang dapat digunakan untuk menanam beragam tanaman sayur, obat, atau bumbu. Pola penanaman tumpangsari dapat menjadi salah satu pilihan cara bertanam di model pekarangan sempit sehingga keanekaragaman jenis tanaman tetap dapat terwujud.

Berbeda dengan model pekarangan sempit, pekarangan sedang memiliki bentukan tapak yang memanjang mengikuti bentukan danau sehingga pekarangan samping lebih banyak dimanfaatkan dibandingkan pekarangan depan dan belakang. Dengan luasan 268,08 m², tipe ini tidak hanya dapat menanam tegakan pohon, perdu, atau semak tetapi juga dapat memelihara hewan ternak seperti ayam, kelinci, atau itik.

(6)

maupun jumlahnya sehingga keanekaragaman hayati dapat meningkat. Pada model pekarangan besar dan sangat besar, dapat dibuat kolam tanah yang diletakan di pekarangan depan sehingga lebih dekat dengan sumber air (danau). Di sekitar kolam atau kandang dapat ditanam tanaman yang dapat menjadi pakan ternak seperti rumput dan daun-daunan. Pada kedua model pekarangan ini sudah dapat dibuat fasilitas tambahan yang dapat mendukung fungsi pekarangan.

(7)

© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan wajar IPB

(8)

MODEL PEKARANGAN SEBAGAI TAMAN

KEANEKARAGAMAN HAYATI DI KAWASAN INDUSTRI

KARAWANG INTERNATIONAL INDUSTRIAL CITY

PRINSA PARUNA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada

Departemen Arsitektur Lanskap

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(9)

Nama : Prinsa Paruna

NIM : A44070003

Departemen : Arsitektur Lanskap

Disetujui,

Dosen Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Hadi Susilo Arifin, MS.

NIP. 19591106 198501 1 001

Diketahui,

Ketua Departemen Arsitektur Lanskap

Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA

NIP. 19480912 197412 2 001

(10)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa

untuk kasih dan penyertaan-Nya sehingga skripsi yang berjudul Model

Pekarangan sebagai Taman Keanekaragaman Hayati di Kawasan Industri

Karawang International Industrial City dapat diselesaikan. Skripsi ini disusun

sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program sarjana pada Program

Studi Arsitektur Lanskap Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih disampaikan kepada Prof. Dr. Ir. H. Hadi Susilo Arifin, MS.

selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dan memberikan arahan sejak

persiapan penelitian hingga penelitian di lapang dan penyusunan skripsi ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihak Kawasan Industri Karawang

International Industrial City (KIIC) yang telah mengizinkan untuk melakukan

penelitian di Telaga Desa KIIC sekaligus membantu kegiatan Penulis selama di

lapang. Ungkapan terima kasih juga Penulis persembahkan kepada keluarga

tercinta dan teman-teman tercinta yang selalu mendukung Penulis serta pihak lain

yang turut membantu baik secara langsung maupun tidak langsung.

Pada akhirnya, Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberi

manfaat bagi pembaca dan dapat menjadi referensi bagi penelitian di masa yang

akan datang, khususnya tentang pekarangan. Terima kasih. Tuhan memberkati.

Bogor, Mei 2012

(11)

Penulis dilahirkan di Mangkatip, Kalimantan Tengah pada tanggal 4 April

1990 dari pasangan Meilius P. Taruna dan Dewi Yana Taruna. Penulis merupakan

anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis lulus dari SMA Negeri 1 Kuala Kapuas

SMA pada 2007. Pada tahun yang sama Penulis diterima di Institut Pertanian

Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB dan diterima sebagai

mahasiswa Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian.

Selama menjalankan studi di IPB, Penulis mengikuti kegiatan-kegiatan di

luar akademik, seperti menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Arsitektur

Lanskap (HIMASKAP) dan anggota Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) IPB.

Penulis juga berkesempatan menjadi asisten mata kuliah Desain Lanskap dan

Analisis Tapak. Penulis juga pernah mengikuti Pekan Kreativitas Mahasiswa

bidang Penelitian t(PKM-P) hingga tingkat IPB dan mendapat dana untuk

menunjang kegiatan penelitian ini. Selain itu, Penulis juga aktif mengikuti

kepanitiaan, seminar, dan kegiatan kampus lainnya baik yang bersifat akademis

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan Penelitian ... 2

1.3. Manfaat Penelitian ... 2

1.4. Kerangka Pikir Penelitian... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Industri dan Kawasan Industri... 4

2.2 Pekarangan ... 5

2.2.1 Pengertian dan Fungsi Pekarangan ... 5

2.2.2 Struktur Tanaman dan Pola Pekarangan ... 7

2.3 Agroforestri dalam Pekarangan ... 8

2.4 Konservasi Keanekaragaman Hayati dalam Pekarangan ... 9

2.5 Model Pekarangan ... 11

III. BAHAN DAN METODE ... 12

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 12

3.2. Bahan dan Alat ... 13

3.3. Metode Penelitian ... 13

3.4. Batasan Studi ... 16

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 17

4.1 Karawang International Industial City dan Telaga Desa ... 17

4.1.1 Karawang International Industrial City ... 17

(13)

4.2.2 Topografi dan Tanah ... 26

4.2.3 Iklim ... 29

4.2.4 Hidrologi ... 30

4.2.5 Vegetasi dan Satwa ... 30

4.3 Konsep Pekarangan ... 31

4.3.1 Ukuran dan Pola Ruang Pekarangan ... 32

4.3.2 Tanaman dalam Pekarangan ... 33

4.3.3 Ternak dalam Pekarangan ... 34

4.4. Rekomendasi Model Pekarangan ... 38

4.4.1 Model Pekarangan Sempit ... 38

4.4.2 Model Pekarangan Sedang ... 46

4.4.3 Model Pekarangan Besar ... 52

4.4.4 Model Pekarangan Sangat Besar ... 58

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 64

5.1 Simpulan ... 64

5.2 Saran ... 64

(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Bahan dan Alat Penelitian ... 13

2 Jenis, Unit, Sumber, dan Kegunaan Data untuk Penelitian ... 14

3 Tingkat Kebisingan, Debu, dan Gas di sekitar Telaga Desa KIIC ... 25

4 Daftar Tanaman dan Satwa di Karawang ... 31

5 Rekomendasi Tanaman dan Hewan untuk Model Pekarangan di Telaga Desa KIIC ... 34

6 Daftar Tanaman pada Model Pekarangan Sempit ... 42

7 Daftar Tanaman pada Model Pekarangan Sedang ... 48

8 Daftar Tanaman pada Model Pekarangan Besar ... 53

(15)

xv

1 Kerangka Pikir Penelitian ... 3

2 Praktik Agroforestri dalam Pekarangan ... 9

3 Peta Lokasi Penelitian ... 12

4 Peta Kawasan Industri KIIC ... 18

5 Fasilitas di Kawasan Industri KIIC ... 19

6 Peta Rencana Telaga Desa Kawasan Industri KIIC ... 21

7 Fasilitas di Telaga Desa ... 22

8 Peta Eksisting Area Pinggir Danau Telaga Desa ... 23

9 Rekaya Lanskap Telaga Desa ... 26

10 Peta Kontur Area Pinggir Danau Telaga Desa ... 28

11 Beragam Tanaman di Telaga Desa: (a) Kelompok Tanaman Buah (b) Kelompok Tanaman Hias (c) Cabai Rawit (d) Kangkung (e) Kacang Panjang (f) Kelompok Tanaman Industri ... 31

12 Pola Orientasi Rumah dan Pekarangan ... 32

13 Peta Kontur Model Pekarangan Sempit ... 39

14 Pola Penanaman pada Petakan 3 m x 3 m ... 41

15 Model Pekarangan Sempit ... 43

16 Desain Penanaman Model Pekarangan Sempit ... 44

17 Tampak Depan A’-A Model Pekarangan Sempit ... 45

18 Peta Kontur Model Pekarangan Sedang ... 46

19 Model Pekarangan Sedang ... 49

20 Desain Penanaman Model Pekarangan Sedang ... 50

21 Tampak Depan A’-A Model Pekarangan Sedang ... 51

22 Peta Kontur untuk Model Pekarangan Besar ... 52

23 Model Pekarangan Besar ... 55

24 Desain Penanaman Model Pekarangan Besar ... 56

(16)

xvi

26 Peta Kontur Model Pekarangan Sangat Besar ... 58

27 Model Pekarangan Sangat Besar ... 61

28 Desain Penanaman Model Pekarangan Sangat Besar ... 62

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Industri menjadi salah satu pilar penting dalam pembangunan ekonomi di

Indonesia. Industrialisasi mencerminkan kemajuan ilmu dan teknologi yang

ditujukan untuk memenuhi tuntutan keperluan hidup manusia yang semakin

meningkat. Namun pembangunan dan perkembangan industri yang tidak

terencana dan terkelola dengan baik dapat membawa dampak negatif terhadap

lingkungan (Dirdjojuwono 2004, disitasi oleh Nugroho 2009).

Kawasan industri adalah kawasan yang di dalamnya terdapat

industri-industri yang dapat menghasilkan sejumlah limbah hasil dari proses produksi.

Limbah pabrik ini dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan yang dapat

mengganggu keseimbangan ekosistem di alam, termasuk mengancam keberadaan

keanekaragaman hayati di sekitar kawasan industri. Keanekaragaman hayati

memiliki peranan penting dalam mempertahankan keberlanjutan ekosistem dan

menunjang kehidupan makhluk hidup, termasuk manusia. Oleh karena itu,

keberadaannya perlu dijaga (Supriatna 2008).

Dengan mempertimbangkan dampak negatif yang akan terjadi, maka harus

ada usaha untuk menata dan memperbaiki lingkungan di dalam kawasan industri,

khususnya untuk menjaga keanekaragaman hayati. Salah satunya melalui

pembuatan ruang terbuka hijau (RTH). Kawasan Industri Karawang International

Industry City (KIIC) adalah salah satu kawasan industri terbesar di Karawang.

Sebagai kawasan industri yang rentan terhadap masalah lingkungan, kawasan ini

membutuhkan sejumlah RTH yang memadai. Dari berbagai bentuk RTH,

pekarangan dengan praktik agroforestri dapat menjadi pilihan RTH yang mampu

mengkonservasi kenaekaragaman hayati secara ex-situ. Oleh karena itu, model pekarangan dalam berbagai ukuran luas perlu dibuat untuk dapat mengakomodasi

(18)

2

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah membuat model pekarangan sebagai bentuk

Taman Keanekaragaman Hayati (Taman Kehati) yang berfungsi untuk

mengkonservasi keanekaragaman hayati, khususnya pertanian secara ex-situ di sekitar Kawasan Industri KIIC. Model pekarangan dibuat dalam empat ukuran,

yaitu pekarangan sempit, pekarangan sedang, pekarangan besar, dan pekarangan

sangat besar.

1.3 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi rekomendasi alternatif RTH

bagi Kawasan Industri KIIC pada khususnya dan pekarangan di Karawang pada

umumnya.

1.4 Kerangka Pikir Penelitian

Karawang International Industrial City (KIIC) sebagai kawasan industri

rentan terhadap pencemaran lingkungan akibat limbah yang dihasilkan oleh

pabrik-pabrik yang ada di dalam kawasan tersebut. Pencemaran ini

mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan dan dapat mengancam

keanekaragaman hayati di sekitar kawasan. Oleh karena itu, KIIC memerlukan

sejumlah RTH yang memadai. Pekarangan merupakan salah satu bentuk RTH

yang mampu mengkonservasi keanekaragaman hayati, khususnya pertanian secara

ex-situ. Pekarangan ini dapat diimplimentasikan pada area permukiman yang telah tersedia di Kawasan Industri KIIC. Model pekarangan yang direncanakan berbasis

pada praktik agroforestri. Bentuk agroforestri yang diadaptasi yaitu agroforestri,

agsrosilvopastura, dan agrosilvofisheri. Dengan bentuk ini, struktur tanaman di

dalam pekarangan dapat mengkonservasi keanekaragaman hayati melalui

keanekaragaman jenis, fungsi, dan tinggi tanaman yang tumbuh di dalam

pekarangan termasuk dengan keberadaan hewan ternak dan atau ikan di dalam

pekarangan. Bentuk RTH ini dituangkan dalam model pekarangan untuk empat

ukuran, yakni pekarangan sempit, pekarangan sedang, pekarangan besar, dan

pekarangan sangat besar. Model pekarangan diterjemahkan dalam bentuk gambar

(19)

Gambar 1 Kerangka Pikir Penelitian

Ancaman Limbah Pabrik

Pencemaran Lingkungan Kawasan Industri KIIC

Perubahan Tata Guna Lahan

Pertanian Industri

Pengembangan RTH Kawasan Industri

Pekarangan berbasis Praktik Agroforestri bagi Permukiman di Kawasan Industri

Penurunan Kualitas Lingkungan antara lain Penurunan Keanekaragaman Hayati

Stratifikasi Tanaman Ukuran

Pekarangan

Bentuk Agroforestri

Model Pekarangan : Gambar Desain Penanaman

(20)

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Industri dan Kawasan Industri

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2009 tentang

Kawasan Industri, industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan

mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang

dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang

bangun dan perekayasaan industri. Pembangunan industri merupakan salah satu

pilar pembangunan perekonomian nasional yang diarahkan dengan menerapkan

prinsip-prinsip pembangunan industri berkelanjutan yang didasarkan pada aspek

pembangunan ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup. Peran industri dalam suatu

negara menjadi penting untuk memperluas landasan pembangunan dan memenuhi

kebutuhan masyarakat yang terus meningkat.

Untuk mendorong pembangunan industri maka diperlukan suatu lokasi

industri tertentu berupa kawasan industri. Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor

24 Tahun 2009 dinyatakan bahwa kawasan industri adalah kawasan tempat

pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana

penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh perusahaan kawasan industri

yang telah memiliki Izin Usaha Kawasan Industri. Pembangunan kawasan industri

bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan industri di daerah, memberikan

kemudahan bagi kegiatan industri, mendorong kegiatan industri untuk berlokasi di

kawasan industri, dan meningkatkan upaya pembangunan industri yang

berwawasan lingkungan.

Suatu kawasan industri harus terpisah dari pusat bisnis dan area

pemukiman di kota. Lokasi kawasan industri sebaiknya mempunyai pelayanan

transportasi yang baik, tetapi jangan terisolasi dari kota karena dapat mempersulit

akses para pekerja. Lokasi kawasan industri juga merupakan daerah yang

mempunyai arah angin yang dapat mencegah asap, debu, gas, dan bunyi ke dalam

kota. Tapak sebaiknya mempunyai area yang cukup luas karena kemungkinan

adanya pertumbuhan dan perluasan dari kawasan industri yang bersangkutan

(21)

Industrialisasi mencerminkan kemajuan ilmu dan teknologi yang ditujukan

untuk memenuhi tuntutan keperluan hidup manusia yang semakin meningkat.

Industri adalah kegiatan mengekstraksi material dari basis sumber daya alam dan

memasukkan baik produk maupun limbah ke lingkungan hidup manusia. Dengan

kata lain, industri mengakibatkan berbagai perubahan dalam pemanfaatan energi

dan sumber daya alam (Kristanto 2004). Perubahan lanskap alami menjadi suatu

lanskap baru karena digunakan oleh manusia untuk industri akan menyebabkan

perubahan sistem ekologi yang dapat menimbulkan berbagai dampak baik positif

maupun negatif. Permasalahan yang timbul karena penggunaan lahan untuk

industri antara lain pemandangan kurang menyenangkan, bentang perkerasan yang

mengurangi proporsi ruang terbuka, perkembangan tata ruang yang tidak terarah

pada kawasan sekitar industri, serta pencemaran udara, air, dan tanah. Suatu

industri akan menghasilkan polutan spesifik tergantung pada input dan proses

yang akan digunakan (Tandy 1975, disitasi Nugroho 2009).

Menurut Dirdjojuwono (2004) disitasi oleh Nugroho (2009), mengingat

pengembangan kawasan industri mempergunakan areal yang cukup luas dan

merupakan kegiatan yang bersifat mengubah fungsi lahan, maka bagi suatu

kawasan industri, fasilitas RTH harus dipenuhi oleh pengembang kawasan

industri. RTH mempunyai peranan penting di dalam suatu kawasan industri yang

banyak menghasilkan limbah dan polusi sehingga membutuhkan kehadiran suatu

lingkungan hijau yang berfungsi sebagai penyaring polusi selain sebagai daya

tarik kawasan industri.

2.2 Pekarangan

2.2.1 Pengertian dan Fungsi Pekarangan

Keberadaan pekarangan telah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia,

khususnya di Jawa Tengah sejak abad XII dan menyebar ke Jawa Barat pada

pertengahan abad XVIII. Pekarangan merupakan tipe taman rumah tradisional

Indonesia berupa pemanfaatan lahan di sekitar rumah dengan status dan batas

kepemilikan yang jelas. Di pedesaan, pekarangan dicirikan dengan keragaman dan

stabilitas yang tinggi, agroekosistem yang baik dengan struktur yang menyerupai

(22)

6

Pekarangan merupakan suatu ekosistem spesifik berupa ekosistem buatan

yang ditumbuhi oleh berbagai jenis tanaman yang membentuk suatu komunitas

yang didominasi oleh tanaman budidaya yang telah beradaptasi dengan kondisi

lingkungan pekarangan tersebut. Sebagai salah satu penerapan sistem agroforestri

yang kompleks, pekarangan merupakan integrasi manusia, ternak, dan tumbuhan

dalam satu sistem daur ulang. Pemanfaatan pekarangan secara berkelanjutan dapat

mempertahankan stabilitas lingkungan dan memberikan kontribusi ekonomi

hanya dengan sedikit input. Oleh karena itu, suatu pekarangan sebaiknya mampu

memanfaatkan dan memberdayakan sumber daya alam lokal (Octavia, Arifin,

Munandar, Takeuci 2000).

Pekarangan memiliki fungsi yang beragam. Pekarangan dapat berfungsi

sebagai sumber pangan, sandang, dan papan, sumber plasma nutfah dan

keragaman hayati, serta sumber tambahan pendapatan keluarga. Selain itu,

pekarangan dapat menjadi habitat berbagai jenis satwa, pengendali iklim (untuk

kenyamanan), penyejuk pemandangan, penyerap kebisingan, debu, atau gas

beracun, dan daerah resapan air. Fungsi ekologis pekarangan lainnya adalah

mengkonservasi tanah dan air melalui keberadaan tanaman di dalamnya (Arifin,

Munandar, Arifin-Nurhayati, Kaswanto2009).

Soemarwoto (1991) menambahkan pekarangan mempunyai fungsi ganda

yang merupakan integrasi antara fungsi hutan dengan fungsi pemenuhan

kebutuhan sosial-budaya-ekonomi manusia. Fungsi pertama yaitu memenuhi

kebutuhan jasmani, misalnya pekarangan dimanfaatkan sebagai sumber bahan

pangan, gizi, dan penambahan pendapatan. Sedangkan fungsi kedua adalah

memenuhi kebutuhan rohani, misalnya pekarangan dapat memberikan suasana

keindahan, kenyamanan, dan ketentraman. Pekarangan dengan keanekaragaman

di dalamnya juga mempunyai potensi yang besar untuk menaikkan daya dukung

lingkungan.

Fungsi ganda pekarangan ini secara tidak langsung merupakan fungsi

hidro-orologi, pencagaran sumberdaya gen, efek miklim mikro, sosial, produksi,

dan estetis. Fungsi hidro-orologi pekarangan dapat terlihat dari sedikitnya erosi

yang terdapat di pekarangan karena pekarangan biasanya dibuat pada tapak yang

(23)

pencagaran sumberdaya gen dapat terwujud karena keragaman tanaman termasuk

unggas, ternak, dan ikan yang sering dipelihara di pekarangan. Pekarangan juga

memberikan efek iklim mikro bagi lingkungan sekitar, seperti penurunan suhu.

Fungsi sosial pekarangan terutama terlihat di pedesaan karena umumnya

pekarangan tidak berpagar sehingga orang atau tetangga dapat dengan bebas

masuk ke dalam pekarangan. Pekarangan dapat mempunyai prodiktivitas yang

tinggi sehingga pekarangan juga bermanfaat untuk keperluan sendiri maupun

untuk produksi komersial. Fungsi estetis pekarangan akan nampak dari penataan

pekarangan dan keindahan tanaman itu sendiri (Seormarwoto 1991).

2.2.2 Struktur Tanaman dan Pola Pekarangan

Struktur tanaman dalam pekarangan dapat menciptakan keragaman

tanaman, baik secara vertikal maupun horisontal. Menurut Arifin (1998),

keragaman vertikal tercipta secara fisik melalui ketinggian tanaman, yaitu

rumput/herba untuk ketinggian kurang dari 1 m (strata I), semak untuk ketinggian

1-2 m (strata II), perdu dan pohon kecil dengan ketinggian 2-5 m (strata III),

pohon sedang yang memiliki tinggi antara 5-10 m (strata IV), dan pohon tinggi

untuk ketinggian pohon di atas 10 m (strata V). Sedangkan struktur horizontal

dalam pekarangan sebagai agroforetri diklasifikasikan dalam delapan kategori

tanaman sesuai dengan fungsinya, yaitu tanaman hias, tanaman obat, tanaman

sayuran, tanaman bumbu, tanaman obat, tanaman penghasil pati, tanaman industri,

dan tanaman lain seperti penghasil pakan, kayu bakar, bahan kerajinan tangan,

dan peneduh.

Pekarangan memiliki pola penataan ruang tertentu. Suatu tapak

pekarangan terdiri dari ruang terbangun (rumah) dan ruang terbuka (pekarangan)

dimana rumah dan pekarangan memiliki hubungan dalam fungsi ruang, fungsi

manfaat, dan fungsi estetika. Ruang terbuka pekarangan terdiri dari tiga zona,

yaitu pekarangan depan, pekarangan samping (kiri dan kanan), dan pekarangan

belakang. Pembagian ruang ini akan selalu dikaitkan dengan fungsinya (Arifin

1998).

Pekarangan depan umumnya ditanami dengan tanaman hias dan atau

(24)

8

disebut buruan. Pekarangan depan biasanya digunakan sebagai tempat bermain anak, tempat menjemur hasil pertanian, tempat mengemas sayuran, tempat

membuat kerajinan rumah tangga, dan tempat bersosialisasi. Pekarangan samping

(pipir) lebih sering digunakan sebagai tempat menjemur pakaian atau tempat menanam pohon penghasil kayu bakar serta dan untuk bedeng tanaman pangan

atau tanaman obat. Pekarangan belakang (kebon) biasanya terdapat bedeng tanaman sayur, tanaman bumbu, tanaman buah, dan tanaman industri yang dapat

membentuk pola multistrata seperti miniatur hutan hujan tropis (Arifin 1998).

2.3 Agroforestri dalam Pekarangan

Agroforestri tersusun dari dua kata, yaitu agro (pertanian) dan forestry

(kehutanan) yang berarti menggabungkan ilmu kehutanan dan pertanian.

Agroforestri menggambarkan penggunaan lahan dimana tegakan pohon berumur

panjang (termasuk semak, palem, bambu, kayu) dan tanaman pangan dan atau

pakan ternak berumur pendek diusahakan pada petak lahan yang sama dalam

suatu pengaturan ruang dan waktu. Definisi lain menjelaskan, agroforestri sebagai

bentuk sistem kegiatan atau praktik dalam mengelola sumber daya biologi dengan

memanen energi matahari untuk menghasilkan suatu produk pertanian dalam arti

luas dan produk yang dihasilkan dari tegakan pohon. Sistem agroforestri bertujuan

menciptakan keselarasan antara intensifikasi pertanian dan pelestarian hutan

melalui interaksi ekologi dan ekonomi antar unsur-unsurnya (Arifin, Wulandari,

Pramukanto, Kaswanto 2009).

Pekarangan dengan strata vertikal dan horizontal merupakan suatu praktik

dari agroforestri kompleks (Gambar 2). Sistem agroforestri kompleks dengan

sistem yang terdiri dari sejumlah besar unsur pepohonan, perdu, herba, tanaman

semusim, dan rumput. Penampilan fisik dan dinamika di dalamnya menyerupai

ekosistem hutan alam primer maupun sekunder. Keunggulan sistem ini adalah

kemampuan perlindungan dan pemanfaatan sumber daya air dan tanah, serta

(25)

Sumber: Arafat (2010)

Gambar 2 Praktik Agroforestri dalam Pekarangan

Agroforestri dapat diklasifikasikan berdasarkan berbagai aspek sesuai

dengan perspektif dan kepentingannya. Pengklasifikasian agroforestri yang paling

umum, tetapi juga sekaligus yang paling mendasar adalah ditinjau dari komponen

yang menyusunnya. Berdasarkan komponen penyusunnya, agroforestri dapat

diklasifikasikan sebagai berikut :

a. agrisilvikultur, yaitu sistem agroforestri yang mengkombinasikan

komponen kehutanan (tanaman berkayu) dengan komponen pertanian

(tanaman non-kayu);

b. silvopastura, yaitu sistem agroforestri yang meliputi komponen kehutanan

(tanaman berkayu) dengan komponen peternakan (binatang ternak);

c. agrosilvopastura, yaitu sistem agroforestri yang mengkombinasikan

komponen berkayu (kehutanan) dengan pertanian (semusim) dan sekaligus

peternakan pada unit manajemen lahan yang sama. Pengkombinasian

dalam agrosilvopastura dilakukan secara terencana untuk mengoptimalkan

fungsi produksi dan jasa (khususnya komponen berkayu atau kehutanan)

kepada manusia atau masyarakat (to serve people) (Sardjono, Djogo, Arifin, Wijayanto 2003).

2.4 Konservasi Keanekaragaman Hayati dalam Pekarangan

Keanekaragaman hayati atau biodiversity merupakan pernyataan terdapatnya berbagai macam variasi bentuk, penampilan, jumlah dan sifat yang

terlihat pada berbagai tingkatan persekutuan makhluk, yaitu tingkatan ekosistem,

tingkatan jenis, dan tingkatan genetika. Ragam hayati meliputi seluruh spesies

tumbuhan, binatang, mikroorganisme, dan gen-gen yang terkandung dalam

(26)

10

terbagi dalam beberapa tipe, yaitu ekosistem padang rumput, ekosistem hutan,

ekosistem lahan basah dan ekosistem laut (Indrawan, Primack, Supriatna 2007)

Keanekaragaman hayati merupakan sumber kehidupan, penghidupan dan

kelangsungan hidup bagi umat manusia karena potensial sebagai sumber pangan,

papan, sandang, obat-obatan serta kebutuhan hidup yang lain. Keanekaragaman

hayati bagi manusia adalah pendukung kehidupan yang memberi manusia

memperoleh ruang hidup yang di dalamnya terdapat flora, fauna, dan sebagainya

untuk dikelola secara bijaksana oleh manusia, dimana sebenarnya manusia sendiri

adalah salah satu komponen keanekaragaman hayati (Indrawan et al. 2007).

Namun, tingginya populasi manusia, kemiskinan, dan konsumsi sumber daya

yang tidak seimbang telah menyebabkan krisis keanekaragaman hayati. Krisis ini

juga disebabkan oleh aktivitas pemanfaatan yang tidak melihat akibat jangka

panjangnya. Oleh karena itu, konservasi keanekaragaman hayati diperlukan

karena pemanfaatan sumber daya hayati untuk berbagai keperluan secara tidak

seimbang akan menyebabkan makin langkanya beberapa jenis flora dan fauna

karena kehilangan habitatnya, kerusakan ekosisitem, dan menipisnya plasma

nutfah (Supriatna 2008).

Ada dua metode utama untuk mengoservasi biodiversitas, yaitu konservasi

in-situ (dalam habitat alaminya) dan konservasi ex-situ (di luar habitat alaminya). Pekarangan dengan basis agroforestri dapat menjadi salah satu metode konservasi

secara ex-situ, khususnya untuk pertanian. Konservasi ex-situ merupakan proses melindungi spesies tumbuhan dan hewan (langka) dengan mengambilnya dari

habitat yang tidak aman atau terancam dan menempatkannya atau bagiannya di

bawah perlindungan manusia (Indrawan et al. 2007).Pekarangan dengan elemen

di dalamnya (tanaman, ternak, dan atau ikan) dapat meningkatkan pemanfaatan

keanekaragaman hayati secara berkelanjutan dan dapat memberikan kontribusi

(27)

2.5 Model Pekarangan

Model adalah pola (contoh, acuan, ragam) dari sesuatu yang akan dibuat

atau dihasilkan. Definisi lain menurut Roo (1993) dan Bellmann (2000) disitasi

oleh Saroinsong (2002), model merupakan representasi yang lebih sederhana dari

suatu sistem yang kompleks mencakup keadaan, obyek atau benda, dan kejadian.

Model merupakan suatu konstruksi dari suatu konsep yang digunakan sebagai

pendekatan untuk memahami suatu realitas. Berdasarkan metode pendekatannya,

model dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu model fisik, model analog,

dan model matematik (Saroinsong 2002).

Model dalam penelitian ini termasuk dalam model fisik, yaitu model yang

menirukan sistem aslinya. Model pekarangan dibuat dalam empat ukuran, yaitu

pekarangan sempit, pekarangan sedang, pekarangan besar, dan pekarangan sangat

besar. Keempat model pekarangan ini diterjemahkan secara dua dimensi dalam

(28)

12

BAB III

BAHAN DAN METODE

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian di lapang berlangsung dari April 2011 sampai Juni 2011.

Kegiatan penelitian ini berlokasi di Kawasan Industri Karawang International

Industrial City (KIIC), Kecamatan Teluk Jambe Timur, Kabupaten Karawang,

Jawa Barat. Pembuatan model pekarangan kemudian dikhususkan bagi area

pinggir danau Telaga Desa, KIIC (Gambar 3).

Sumber : www.google.com Peta Karawang

Tanpa Skala

Sumber : KIIC Peta KIIC Tanpa Skala

Keterangan:

Batas Telaga Desa Area Pinggir Danau Tanpa Skala

(29)

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah lembar survai dan Peta Kawasan Industri

KIIC serta Peta Rencana Telaga Desa yang diperoleh dari pihak Kawasan Industri

KIIC. Sedangkan alat yang digunakan selama pengumpulan data di lapang berupa

GPS Garmin 7.2, meteran, dan kamera digital serta alat tulis (Tabel 1).

Tabel 1 Bahan dan Alat Penelitian

Bahan Kegunaan

Lembar survai

Peta Kawasan KIIC dan Telaga Desa

Untuk menginventarisasi dan mencatat hasil survai di lapang Untuk menentukan lokasi, batas, dan luasan tapak

Alat Kegunaan

Kamera digital Untuk mengambil data visual tentang kondisi wilayah setempat

GPS Untuk membuat peta dasar

Meteran Untuk mengukur objek tertentu

3.3 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode survai dengan

tahapan sebagai berikut.

a. Persiapan

Pada tahap persiapan, kegiatan yang dilakukan mencakup penyusunan

usulan penelitian, pengurusan izin penelitian di Kawasan Industri KIIC, serta

persiapan bahan dan alat untuk survai. Tahap ini juga termasuk kegiatan untuk

menentukan lokasi pembuatan model pekarangan. Berdasarkan konsep model

pekarangan yang dibuat dan Peta Kawasan Industri KIIC, hasil diskusi mahasiswa

bersama pihak manajemen Telega Desa memilih area pinggir danau di Telaga

Desa sebagai tapak untuk penelitian karena luasan tapak ini dapat mengakomodasi

luasan untuk empat model pekarangan.

b. Inventarisasi

Inventarisasi merupakan tahap pengumpulan data yang merupakan unsur

penting pembentuk suatu pekarangan. Data yang diperlukan yakni data biofisik

dan data sosial (Tabel 2). Menurut Nugroho (2000), faktor fisik dan lingkungan

seperti jenis tanah, topografi, dan iklim merupakan faktor signifikan dalam

membentuk struktur pekarangan. Data-data ini diperoleh dari pengamatan

langsung di lapang, dokumentasi, dan wawancara. Dalam penelitian ini

(30)

14

pengelola Telaga Desa dan masyarakat sekitar Kawasan Industri KIIC terkait

kondisi wilayah dan kondisi sosial setempat.

Data fisik seperti luasan dan batas tapak diperoleh melalui pengukuran dan

pengamatan di lapang. Jenis tanah diperoleh berdasarkan hasil dari Balai

Penelitian Tanah Bogor. Peta dasar dan ketinggian lokasi merupakan hasil olahan

dari GPS, Land Development dan Auto CAD, sedangkan Peta Rencana Telaga Desa dan Peta Kawasan KIIC diperoleh langsung dari pihak Kawasan Industri

KIIC. Untuk data biologi berupa jenis vegetasi dan satwa diperoleh melalui

pengamatan langsung di lapang. Data kondisi lingkungan berupa suhu, curah

hujan, kelembaban udara, dan kecepatan angin diperoleh dari pihak Kawasan

Industri KIIC. Data sosial didapatkan dengan wawancara dan diskusi kepada

masyarakat sekitar dan manajemen Telaga Desa dan Kawasan Industri KIIC. Data

ini juga diperoleh dengan melihat Karawang dalam Angka tahun 2010.

Tabel 2 Jenis, Unit, Sumber, dan Kegunaan Data untuk Penelitian

(31)

c. Analisis-sintesis

Analisis merupakan tahap pengolahan data yang telah terkumpul dalam

inventarisasi. Pada tahap ini, dikemukakan potensi dan kendala yang ada pada

tapak dalam hubungannya dengan tujuan penelitian, yaitu membuat model

pekarangan di Kawasan Industri KIIC. Analisis dalam penelitian dilakukan secara

deskriptif terhadap data-data yang telah didapat selama survai.

d. Konsep-Model

Tahapan ini merupakan tahapan pengumpulan ide terhadap suatu objek,

pemikiran umum, penemuan atau ciptaan. Dalam penelitian ini, konsep telah

ditentukan yaitu pekarangan sebagai Taman Kehati berbasis praktik agroforestri.

Model pekarangan dibuat dalam empat ukuran pekarangan yang mewakili setiap

ukuran pekarangan, yaitu pekarangan sempit dengan luas <120 m2, pekarangan

sedang dengan luas 120 m2 - 400 m2, pekarangan besar dengan luas 400 m2 - 1000

m2, dan pekarangan sangat besar dengan luas >1000 m2 (Arifin 1998). Setiap

ukuran memiliki ruang untuk pekarangan depan, pekarangan belakang, dan

pekarangan samping yang di dalamnya dikembangkan bentuk agroforestri, baik

agroforestri, agrosilvopastura, atau agrosilvofisheri. Struktur agroforestri ini

terbentuk dengan memilih tanaman yang dapat membentuk keragaman vertikal

(berdasarkan tinggi tanaman) dan keragaman horizontal (berdasarkan fungsi

tanaman) serta menenuhi kebutuhan ternak dan atau ikan. Semua indikator ini

dikombinasikan pada setiap ukuran tapak dan dikembangkan sesuai hasil analis

situasional kawasan KIIC. Faktor penting lainnya dalam membuat model

pekarangan ini adalah jenis tanaman, hewan, atau ikan yang direkomendasikan

untuk pekarangan merupakan spesies asli atau lokal (indigenous species) khas Karawang atau Jawa Barat. Selain itu, tanaman yang dipilih tidak hanya sebagai

sumber pangan atau untuk mendukung kebutuhan keluarga, tetapi juga mampu

menyerap polutan sekaligus dapat menjadi habitat satwa sehingga dapat

memperbaiki kualitas lingkungan sekitar kawasan industri. Konsep kemudian

(32)

16

3.4 Batasan Studi

Penelitian ini hanya dibatasi pada membuat model pekarangan sebagai

bentuk Taman Kehati bagi permukiman yang terletak di dalam Kawasan Industri

KIIC. Pekarangan sebagai Taman Kehati terbentuk dengan memilih tanaman

pekarangan yang dapat menunjukkan lima stratifikasi tanaman (keragaman

vertikal) dan delapan fungsi tanaman (keragaman horizontal), termasuk hewan

ternak dan atau ikan. Model dibuat dalam empat ukuran pekarangan, yaitu

pekarangan sempit, pekarangan sedang, pekarangan besar, dan pekarangan sangat

(33)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karawang International Industrial City dan Telaga Desa

4.1.1 Karawang International Industrial City

Karawang International Industrial City (KIIC) adalah salah satu kawasan

industri terbesar di Karawang. Kawasan industri ini didirikan pada tahun 1993

dengan total pengembangan ± 1200 ha (Gambar 4). PT Maligi Permata Industrial

Estate dan PT Hab & Sons merupakan pengembang dan pengelola kawasan

industri ini. Kawasan Industri KIIC mempunyai misi untuk mengembangkan

kawasan industri dengan mengutamakan mutu atau pelayanan, peduli akan

lingkungan dan menjalin hubungan yang harmonis dengan masyarakat sekitar.

Kawasan ini telah memperoleh sertifikat ISO 9001: 2000 (Quality Management System) dan kawasan industri pertama yang mendapat sertifikat ISO I4001: 2004 (Environmental Management System) pada 2003. Kegiatan industri yang berlangsung di Kawasan Industri KIIC didominasi oleh industri manufaktur. Saat

ini perusahaan-perusahaan manufaktur yang telah beroperasi antara lain PT

Toyota Motor Mfg. Indonesia, PT HM Sampoerna Tbk, PT Yamaha Motor Wst

Java Mfg. Indonesia, PT Astra Daihatsu Motor, PT Panasonic Semiconductor

Indonesia, dan PT Sharp Semiconductor Indonesia.

Sebagai kawasan industri yang besar, Kawasan Industri KIIC telah

dilengkapi dengan fasilitas dan infrastruktur untuk mendukung pelayanan kepada

perusahaan-perusahaan industri yang menyewa lahan di kawasan ini. Infrastruktur

utama terdiri dari aksesibilitas, listrik, pasokan gas, jaringan telekomunikasi, unit

kebakaran, dan keamanan. Sedangkan fasilitas pendukung antara lain Apartemen

Puri KIIC, lapangan golf, Graha KIIC (kantor manajemen), bank, rumah makan,

(34)
(35)

19

(36)

20

4.1.2 Telaga Desa

Telaga Desa adalah salah satu ruang terbuka hijau di tengah Kawasan

Industri KIIC. Kawasan ini dibangun pada 2007 sebagai titik tolak program

Corporate Social Responsibility (CSR) yang berkelanjutan dengan berbasis pada pertanian dan pelestarian lingkungan. Telaga Desa merupakan agroenviro education park yang didedikasikan untuk pusat penelitian, pelatihan/pendidikan, kepedulian di bidang pertanian, pelestarian lingkungan, dan ekowisata. Kegiatan

produktif dilakukan dengan memberikan contoh usaha pertanian dalam arti luas,

saat ini meliputi tanaman pangan, hortikultura, kehutanan, perikanan, dan

peternakan.

Dibangun di atas lahan seluas ± 3 ha, Telaga Desa berfungsi sebagai

sekolah terbuka bagi seluruh masyarakat desa sekitar kawasan dan karyawan yang

bekerja di dalam Kawasan Industri KIIC. Telaga Desa dapat menjadi tujuan

belajar sambil berekreasi bagi anak-anak. Untuk mendukung fungsinya tersebut,

Telaga Desa dilengkapi dengan fasilitas diantaranya akses jalan masuk dari dalam

Kawasan Industri KIIC, ruang informasi dan pelatihan, taman persahabatan

dengan koleksi tanaman langka, nurseri, kolam lele portabel, area produksi

kompos, dan rumah kaca (Gambar 7).

Area yang direncanakan sebagai tapak untuk pembuatan model

pekarangan adalah area pinggir danau (Gambar 8). Berdasarkan Peta Rencana

Telaga Desa (Gambar 6), kawasan pinggir danau ini akan dijadikan area untuk

petani menanam sayur atau tanaman hortikultura lainnya. Area pinggir danau ini

memiliki luasan ± 5800 m² dengan peruntukkan lahan saat ini sebagai sawah,

hutan akasia, bedeng sayur, dan beberapa lahan kosong yang belum termanfaatkan

(Gambar 8). Lahan kosong yang belum termanfaatkan ini yang dijadikan sebagai

tapak untuk membuat empat model pekarangan. Batas-batas peruntukkan lahan

(37)
(38)

22

(39)
(40)

24

4.2 Analisis Situasional

4.2.1 Polutan di KIIC

Masalah umum yang terjadi dalam suatu kawasan industri adalah

pemandangan yang kurang menyenangkan karena didominasi bentang perkerasan,

suasana tidak nyaman dan panas, serta gangguan debu dan kebisingan (Tandy

1975 , disitasi oleh Nugroho 2009). Oleh karena itu, pihak Kawasan Industri KIIC

melakukan pengukuran rutin terhadap udara termasuk air limbah. Polutan cair dan

padat diukur setiap satu bulan sekali, sedangkan polutan udara diukur setiap tiga

bulan sekali pada tiga titik berbeda.

Dalam pembuatan model pekarangan di area pinggir danau Telaga Desa,

polutan udara dan polusi suara seperti debu dan kebisingan menjadi salah satu

masalah penting yang harus dikurangi. Masalah kebisingan terjadi karena Telaga

Desa berada di tengah-tengah Kawasan Industri KIIC dan dekat dengan

pabrik-pabrik baru yang akan segera dibangun. Oleh karena itu, elemen di dalam model

pekarangan, khususnya tanaman dipilih selain untuk fungsi konservasi

keanekaragaman hayati juga untuk mereduksi kebisingan atau polutan udara

lainnya.

Berdasarkan hasil pengukuran Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD)

Laboratorium Kesehatan Daerah Kabupaten Karawang pada Maret (2011), kadar

debu rata-rata di sekitar Telaga Desa sebesar 91,60 µg/m³. Nilai ini masih berada

di bawah nilai ambang batas (NAB) yaitu 230 µg/m³ yang ditetapkan berdasarkan

SK Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No:

Kep-50/MENKLH/II/1996 tentang Pedoman Baku Tingkat Kebauan. Kebisingan yang

terjadi di sekitar Telaga Desa juga masih berada di bawah NAB (NAB = 70 dB

pada siang hari berdasarkan SK Menteri Negara Lingkungan Hidup No:

Kep-48/MNKLH/11/1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan), yaitu 53,2 dB. Kegiatan

yang menyumbangkan kebisingan terbesar adalah pada saat dilakukan

pembangunan perusahaan industri baru. Selain mengukur debu dan kebisingan,

parameter lain yang diukur oleh pihak KIIC yaitu SO2, NO2, CO, H2S, dan NH3

(41)

Tabel 3 Tingkat Kebisingan, Debu, dan Gas di sekitar Telaga Desa KIIC

Secara umum, pencemaran udara keseluruhan area Kawasan Industri KIIC

tidak melebihi NAB. Namun langkah-langkah untuk mengurangi dampak dari

pencemaran udara tetap harus dilakukan karena pencemaran udara dapat

berpengaruh terhadap lingkungan dan kesehatan manusia. Untuk mengurangi

pencemaran udara, baik oleh kebisingan, debu atau gas-gas tertentu dapat

digunakan pohon-pohon yang efektif untuk menyerap debu dan gas. Selain itu,

dapat juga dilakukan dengan melakukan kombinasi tanaman seperti pohon,

semak, dan tanaman penutup tanah. Tanaman semak atau pohon lebar beraneka

ragam dapat mengurangi debu dengan jumlah tinggi karena dapat diendap dalam

tanaman serta meredam kebisingan (Frick dan Suskiyatno 1998, disitasi oleh

Jahara 2002).

Dahlan (1992) disitasi oleh Jahara (2002) menambahkan tanaman penahan

dan penyaring partikel padat dari udara memiliki permukaan daun berbulu atau

bertrikoma. Tanaman yang dapat digunakan di dalam pekarangan antara lain

bunga kupu-kupu, cempaka, dan kenangan (Gandasari 1994, disitasi Jahara 2002).

Sedangkan tanaman yang dapat menjerap gas mempunyai stomata yang banyak,

ketahanan yang tinggi terhadap gas tertentu, dan tahan terhadap serangan angin.

Contoh tanaman ini antara lain puring, akalipa, nusa indah, soka, dan kembang

sepatu dari kelompok perdu serta ketapang, mahoni, asam kranji, dan dadap

kuning dari kelompok pepohonan. Untuk tanaman peredam kebisingan dapat

dipilih dari tanaman yang mempunyai tajuk yang rapat, kerapatan daun yang

tinggi dan padat dari permukaan tanah sampai ke atas, atau berdaun jarum. Jenis

(42)

26

4.2.2 Topografi dan Tanah

Dalam pembuatan model pekarangan, topografi berpengaruh terhadap

aliran permukaan atau erosi yang dapat terjadi di tapak. Lereng yang curam dapat

meningkatkan kecepatan aliran permukaan yang mengakibatkan bertambah

besarnya kekuatan angkut air (Arsyad 1985). Telaga Desa memiliki bentuk tapak

yang berbukit-bukit meskipun telah dilakukan beberapa rekayasa lanskap misal

untuk sirkulasi dan bangunan tertentu (Gambar 9).

Untuk tapak penelitian, area pinggir danau Telaga Desa memiliki

ketinggian 35-40 m dpl dan kemiringan 0-25%. Berdasarkan peta kontur (Gambar

10), tapak ini memiliki kemiringan lahan yang bervariasi dari landai hingga agak

curam. Pada tapak yang agak curam diperlukan teknik untuk mengurangi

kecepatan aliran permukaan. Salah satunya secara vegetatif dengan menanam

pohon atau tanaman tahunan sebagai lapisan pertama untuk menahan air hujan

sebelum jatuh ke tanah yang kemudian dilanjutkan oleh semak hingga rumput.

Tanaman yang tersebar merata dan menutupi permukaan tanah dengan baik dapat

mengurangi jumlah dan kecepatan aliran permukaan atau erosi (Deptan 2007).

Pada tapak yang landai terdapat ancaman berupa genangan air sehingga

diperlukan sistem drainase yang memadai untuk mengalirkan kelebihan air.

Sumber: KIIC

Gambar 9 Rekaya Lanskap Telaga Desa 2006

2007

(43)

Topografi juga berpengaruh terhadap pemilihan tanaman yang sesuai

dengan ketinggian tersebut. Berdasarkan ketinggiannya, Telaga Desa termasuk

dalam kawasan dataran rendah karena ketinggiannya yang kurang dari 700 m dpl

(Harjadi 1989). Oleh karena itu, tanaman dan hewan yang dipilih dalam

pekarangan adalah tanaman dan hewan yang sesuai untuk dataran rendah seperti

kenanga dan cempaka (Sulistyantara 1992) serta sayuran dataran rendah seperti

bayam, kangkung, sawi, kacang panjang, dan tomat (Nazaruddin 2003). Tanaman

buah-buahan yang sesuai untuk dataran rendah antara lain rambutan, durian, duku,

manggis, salak, nanas, belimbing manis, pisang, jeruk keprok, sirsak, pepaya,

nangka, sawo, dan jambu biji (Harjadi 1989).

Tanah merupakan salah satu unsur penting dalam pekarangan karena

tanam merupakan media tumbuh bagi tanaman. Berdasarkan Balai Penelitian

Tanah Bogor, tanah yang ditemukan di KIIC, khususnya di Telaga Desa adalah

tanah podsolik merah kuning dengan pH 7,69 dan bersifat agak alkalis. Tanah ini

kurang sesuai dengan kriteria tanah yang diinginkan untuk tanaman pada

umumnya tetapi dengan beberapa perlakuan, tanah ini masih dapat digunakan

untuk bercocok tanam.

Cara yang dapat dilakukan mengatasi permasalahan jenis tanah ini adalah

dengan pengolahan tanah yang intensif. Tanah yang berstruktur berat perlu

dicangkul dan dibajak lebih lama sehingga gembur. Sedangkan masalah

kandungan hara yang sedikit dapat diperbaiki dengan pemupukkan baik pupuk

organik atau pupuk kimia, serta penambahan bahan organik ke dalam tanah. Oleh

karena itu, tanah ini banyak dimanfaatkan untuk tanaman perkebunan dan hutan

tanaman industri seperti karet (Prasetyo dan Suriadikarta 2006). Tanah ini juga

(44)
(45)

4.2.3 Iklim

Faktor iklim termasuk di dalamnya keadaan suhu, kelembaban udara dan

angin sangat besar pengaruhnya terhadap kehidupan setiap mahluk di dunia.

Faktor suhu udara berpengaruh terhadap berlangsungnya proses pertumbuhan

fisik tumbuhan. Sinar matahari sangat diperlukan bagi tumbuhan hijau untuk

proses fotosintesa. Kelembaban udara berpengaruh pula terhadap pertumbuhan

fisik tumbuhan. Sedangkan angin berguna untuk proses penyerbukan. Faktor

iklim yang berbeda-beda pada suatu wilayah menyebabkan jenis tumbuhan

maupun hewannya juga berbeda (Aak 1993).

Berdasarkan pengukuran pihak Kawasan Industri KIIC, suhu harian

rata-rata di kawasan ini cukup tinggi, yaitu 33,1ºC dengan kelembaban udara 60,3% ,

curah hujan 1.100–3.200 mm/tahun, dan arah angin barat-timur dengan kecepatan angin antara 3,96–10,80 km/jam. Berdasarkan perhitungan Thermal Humadity Index (THI), dengan suhu tersebut tersebut dapat digambarkan secara umum bahwa kondisi iklim Karawang panas dan kurang nyaman untuk manusia.

Modifikasi iklim mikro sangat dibutuhkan dalam suatu kawasan industri

untuk menciptakan kenyamanan bagi pengguna tapak, khususnya masyarakat

sekitar KIIC. Hal ini dapat dilakukan menggunakan vegetasi. Pohon, semak, dan

rumput dapat memperbaiki suhu udara lingkungan melalui kontrol terhadap

radiasi matahari. Tanaman juga dapat mengarahkan angin dan menciptakan

naungan. Hal ini dipengaruhi bentuk dan kerapatan tajuk tanaman serta

penempatan tanaman (Grey dan Deneke 1978, disitasi oleh Jahara 2002).

Berdasarkan kondisi iklim setempat tanaman yang cocok untuk ditanam di

pekarangan adalah tanaman yang toleran terhadap keadaan terbuka atau mendapat

sinar matahari langsung, contohnya berbagai pohon peneduh dan penahan angin,

bugenvil, lidah buaya, atau berbagai tanaman penutup tanah (Sulistyantara 1992).

Untuk tanaman yang berada di bawah pohon dipilih tanaman yang tahan terhadap

naungan seperti talas-talasan, poh-pohan, empon-emponan (jahe, kunyit, atau

(46)

30

4.2.4 Hidrologi

Sumber air yang dugunakan di Telaga Desa khususnya untuk tanaman

berasal dari air danau Telaga Desa dengan kualitas visual dan kuantitas air yang

sangat baik. Kondisi ini berdampak pada kelancaran pengairan untuk pertanian

dan juga untuk keperluan di Telaga Desa sehari-hari. Danau ini adalah danau

alami. Salah satu sumber air untuk danau ini adalah dari hujan, vegetasi sekitar

danau, dan resepan air tanah. Air ini juga dimanfaatkan untuk kolam terpal yang

ada di Telaga Desa. Dalam pembuatan model pekarangan, danau ini dapat

menjadi sumber air dalam pekarangan, misal untuk penyiraman tanaman dan

sumber air untuk kolam. Saat terjadi kelebihan air, maka air dari danau ini akan

mengalir ke pond/danau buatan yang berada tidak jauh dari area Telaga Desa.

4.2.5 Vegetasi dan Satwa

Berdasarkan data Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Karawang

Tahun 2009, lahan di Kabupaten Karawang terdiri dari lahan sawah seluas ±

97.529 ha dan lahan kering/darat sekitar 77.798 ha. Lahan sawah yang luas

menjadikan tanaman padi menjadi komoditas utama Karawang. Sedangkan pada

lahan kering/darat, tanaman lebih bervariasi, namun tetap didominasi tanaman

pertanian, seperti sayur-sayuran. Sementara itu, untuk Kawasan Industri KIIC,

khususnya di Telaga Desa vegetasi yang ada cukup bervariasi jenis, fungsi, dan

ukuran (Tabel 4) mulai dari pohon, semak, perdu/herba, hingga rumput dan

tanaman penutup tanah lainnya (Gambar 11). Di dalam Telaga Desa juga telah

dilakukan pembibitan untuk tanaman hutan seperti mahoni dan akasia serta

tanaman buah seperti nangka, sirsak, dan mangga. Tanaman-tanaman yang telah

tumbuh dengan baik di dalam Telaga Desa dapat menjadi rekomendasi tanaman

(47)

e

d f

b c

a

Tabel 4 Daftar Tanaman dan Satwa di Karawang

Tanaman

Pati Singkong, Jagung

Sayur Kacang Hijau, Kacang Panjang, Terong, Mentimun, Sawi, Kangkung, Bayam, Kubis

Buah Mangga, Jambu Biji, Jambu Air, Nangka, Papaya, Pisang, Sawo, Belimbing, Nanas, Manggis, Sirsak

Bumbu Cabai, Sereh, Jahe, Kencur, Temulawak

Obat Tapak Dara, Mangkok, Kumis Kucing, Gingseng, Temu Putih, Lidah Buaya, Rasamala

Hias Adam Hawa, Bayam-Bayaman, Lolipop, Teh-Tehan, Kembang Sepatu, Soka, Palem Raja, Walisongo

Industri Jati, Akasia, Flamboyan, Kelapa, Sengon, Ulin, Gaharu, Meranti Merah, Merbau, Keruing, Manglid, Suren, Mahoni, Akasia, Pulai, Gahari, Eboni

Satwa

Ternak Domba, Sapi, Kambing, Kerbau, Ayam Buras, Ayam Pedaging, Itik Ikan Mas, Nila, Lele, Mujair

Gambar 11 Beragam Tanaman di Telaga Desa: (a) Kelompok Tanaman Buah (b) Kelompok Tanaman Hias (c) Cabai Rawit (d) Kangkung (e) Kacang Panjang (f) Kelompok Tanaman Industri

4.3 Konsep Pekarangan

Pekarangan sebagai bentuk taman keanekaragaman hayati (Taman Kehati)

khususnya untuk mengkonservasi keanekaragaman hayati pertanian termasuk

perikanan dan peternakan secara ex-situ dapat diwujudkan dengan membuat pekarangan yang berbasis praktik agroforestri. Pekarangan dengan struktur agroforestri memiliki struktur tanaman dengan keragaman jenis yang tinggi

sehingga membentuk tajuk berlapis-lapis dengan pengelolaan pekarangan yang

(48)

32

terdapat indikator utama yang diperhatikan, yaitu ukuran pekarangan, tinggi

tanaman, dan fungsi tanaman.

4.3.1 Ukuran dan Pola Ruang Pekarangan

Berdasarkan luasannya, pekarangan dapat diklasifikasikan menjadi empat,

yaitu pekarangan sempit dengan luas kurang dari 120 m², pekarangan sedang

dengan luas antara 120-400 m², pekarangan besar dengan luas antara 400-1000

m², dan pekarangan sangat besar dengan luas lebih dari 1000 m² (Arifin 1998).

Pada setiap pekarangan dikembangkan bentuk agroforestri, baik agroforestri,

agsrosilvopastura, atau agrosilvofisheri yang sesuai berdasarkan hasil analisis

situasional Kawasan Industri KIIC.

Pola ruang dalam model pekarangan didasarkan pada pembagian ruang

dalam pekarangan. Pola ruang tersebut dibedakan menjadi tiga, yaitu pekarangan

depan, samping (kiri dan kanan), dan belakang (Arifin 1998). Untuk model

pekarangan di area pinggir danau Telaga Desa, orientasi rumah menghadap ke

arah danau (Gambar 12). Pada umumnya, suatu hunian hampir selalu berorientasi

kepada daerah yang penting. Berdasarkan pengamatan terhadap bangunan rumah

di sekitar Kawasan Industri KIIC dan yang berada dekat Saluran Induk Tarum

Barat, rumah umumnya berorientasi ke arah air, sedangkan bangunan rumah yang

jauh dari bantaran sungai, memiliki orientasi ke arah jalan.

Sumber: Arifin (1998)

Gambar 12 Pola Orientasi Rumah dan Pekarangan

Bentuk tapak yang memanjang dan mengikuti bentukan danau membuat

rumah hampir tidak memiliki pekarangan belakang atau pekarangan depan tetapi

(49)

pekarangan lebih banyak dilakukan di pekarangan samping. Oleh karena itu,

untuk mensiasati masalah ruang ini, pola rumah dalam model pekarangan dibuat

memanjang atau melebar ke samping.

4.3.2 Tanaman dalam Pekarangan

Setiap ukuran pekarangan, baik pekarangan sempit, pekarangan sedang,

pekarangan besar, ataupun pekarangan sangat besar akan menunjukkan profil

pekarangan yang menciptakan keragaman tanaman, baik secara vertikal maupun

horizontal. Keragaman vertikal terlihat dari perbedaan lima strata tanaman, yaitu

strata I (<1 m), strata II (1-2 m), strata III (2-5 m), strata IV (5-10 m), dan strata V

(>10 m). Sedangkan keragaman horizontal terbentuk sesuai dengan fungsinya,

yaitu tanaman hias, tanaman obat, tanaman sayuran, tanaman bumbu, tanaman

obat, tanaman penghasil pati, tanaman industri, dan tanaman-tanaman lain seperti

penghasil pakan, kayu bakar, bahan kerajinan tangan dan peneduh (Arifin 1998).

Model pekarangan yang bertujuan mengkonservasi keanekaragaman hayati

pertanian secara ex-situ ditunjang dengan memilih tanaman atau hewan asli atau lokal (indigenous species) khas Karawang atau Jawa Barat. Spesies lokal yang dimaksud adalah spesies asli Indonesia yang berasal dari

daerah/wilayah/ekosistem tertentu dan telah banyak diusahakan dan dikonsumsi,

termasuk spesies introduksi dari wilayah geografis lain namun telah berevolusi

dengan iklim dan geografis wilayah Indonesia. Pemilihan tanaman ini untuk

mempermudah adaptasi tanaman dan mempermudah pemeliharaan pekarangan.

Untuk kawasan industri, pemilihan tanaman juga harus memperhatikan

kondisi lingkungan kawasan industri. Selain sebagai sumber pangan atau untuk

mendukung kebutuhan keluarga lainnya, tanaman juga diharapkan mampu

mampu menyerap polutan sekaligus dapat menjadi habitat satwa sehingga dapat

memperbaiki kualitas lingkungan sekitar kawasan industri. Jenis tanaman yang

direkomendasikan untuk model pekarangan ini tersaji di Tabel 5.

Penataan tanaman dalam pekarangan perlu diperhatikan. Tanaman kecil

maupun tanaman besar diatur sedemikian rupa agar semua tanaman mendapatkan

sinar matahari sesuai kebutuhannya. Tanaman-tanaman yang berukuran kecil

(50)

34

buah-buahan di bagian barat. Hal ini dimaksudkan agar jenis tanaman yang besar

tidak menaungi atau menghalangi sinar matahari terhadap tanaman yang kecil.

Untuk tanaman pada daerah berlereng atau berkontur, tanaman sebaiknya ditanam

searah kontur. Keuntungan utama pengolahan menurut kontur adalah dapat

menghambat aliran permukaan yang meningkatkan penyerapan air oleh tanah dan

menghindari pengangkutan tanah.

4.3.3 Ternak dalam Pekarangan

Berdasarkan penelitian Arifin, Munandar, Mugnisjah, Budiarti,

Arifin-Nurhayati, Pramukanto (2007), ayam kampung, kambing, domba, dan sapi adalah

ternak yang umumnya dipelihara di lahan pekarangan. Jenis hewan yang

direkomendasikan untuk model pekarangan ini tersaji di Tabel 5. Selain

hewan-hewan tersebut, ikan dan itik juga sering ditemui di dalam pekarangan. Untuk

mengembangkan perikanan dengan lokasi yang jauh dari sumber air dapat

dikembangkan kolam portabel/kolam terpal. Sedangkan untuk yang dekat dengan

sumber air dengan lahan pekarangan yang cukup luas dapat dibuat kolam tanah

atau jika pekarangan sempit dan tidak memungkinkan untuk membuat kolam

dapat dibuat keramba apung. Ikan yang dapat dikembangkan di area sekitar

Telaga Desa dan KIIC antara lain ikan nila, ikan mujair, ikan lele, dan ikan

gurame.

Tabel 5 Rekomendasi Tanaman dan Hewan untuk Model Pekarangan di Telaga Desa KIIC

Nama Lokal Nama Latin Jarak Tanam Pekarangan

(51)

Lanjutan Tabel 5

Nama Lokal Nama Latin Jarak Tanam Pekarangan

(52)

36

Lanjutan Tabel 5

Nama Lokal Nama Latin Jarak Tanam Pekarangan

(53)

Lanjutan Tabel 5

Nama Lokal Nama Latin Jarak Tanam Pekarangan

Gambar

Gambar 1  Kerangka Pikir Penelitian
Tabel 2  Jenis, Unit, Sumber, dan Kegunaan Data untuk Penelitian
Gambar 5  Fasilitas di Kawasan Industri KIIC
Gambar 7  Fasilitas di Telaga Desa
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan melihat tantangan dari persaingan yang ada pada bisnis klinik kecantikan saat ini, peneliti tertarik untuk meneliti faktor-faktor yang dapat mempengaruhi

Penggunaan radio sekolah sebagai media informasi akan lebih baik. jika radio sekolah tersebut menyediakan informasi – informasi

Ditemukannya tanda-tanda LMN mendukung untuk terjadinya sindrom guillain barre sindrom, pada pasien ini ditemukan adanya tanda LMN yang didapatkan atrofi otot +

Sedangkan anak dalam keluarga jarang yang melanjutkan ke perguruan tinggi, taman Sekolah Menengah Atas (SMA) biasanya mereka menjadi buruh karena pendapatan yang minim maka

Tucker University of Sheffield Royal Hallamshire Hospital Sheffield, United Kingdom.

Kecuali untuk pupuk kimia lain, koefisien determinasi (adjusted R 2 ) untuk urea dan TSP adalah cukup tinggi yaitu masing-masing 88,18 persen dan 86,88 persen. U ntuk

tersebut dimasukkan ke dalam kurva IMT CDC ( overweight bila IMT &gt; persentil 85, obesitas bila IMT &gt; persentil 95), data faktor keturunan (status gizi ayah, status

Populasi dapat didefinisikan pada mereka yang hidup pada area geografis yang spesifik (contoh : tetangga, komunitas, kota atau negara) atau mereka kelompok