BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sindrom Guillain-Barre adalah penyakit autoimun yang menimbulkan peradangan dan kerusakan myelin (material lemak, terdiri dari lemak dan protein yang membentuk selubung pelindung di sekitar beberapa jenis serat saraf perifer). Gejala dari penyakit ini mula-mula adalah kelemahan dan mati rasa di kaki yang dengan cepat menyebar menimbulkan kelumpuhan. Penyakit ini perlu penanganan segera dengan tepat, karena dengan penanganan cepat dan tepat, sebagian besar sembuh sempurna.6
Guillain-Barre mungkin dipicu oleh Paling sering, infeksi dengan campylobacter, jenis bakteri yang sering ditemukan dalam makanan matang, khususnya unggas, Virus Epstein-Barr, Penyakit Hodgkin, Mononucleosis, HIV, virus penyebab AIDS, Jarang, rabies atau imunisasi influenza.2
Manifestasi klinis utama dari SGB adalah suatu kelumpuhan yang simetris tipe lower motor neuron dari otot-otot ekstremitas, badan dan kadang-kadang juga muka. Penyakit ini merupakan penyakit dimana sistem imunitas tubuh menyerang sel saraf. Kelumpuhan dimulai pada bagian distal ekstremitas bawah dan dapat naik ke arah kranial (Ascending Paralysis) dengan karakteristik adanya kelemahan arefleksia yang bersifat progresif dan perubahan sensasi sensorik. Gejala sensorik muncul setelah adanya kelemahan motoric. 95 % pasien dengan GBS dapat bertahan hidup dengan 75 % diantaranya sembuh total. Kelemahan ringan atau gejala sisa seperti dropfoot dan postural tremor masih mungkin terjadi pada sebagian pasien. Kelainan ini juga dapat menyebabkan kematian , pada 5 % pasien, yang disebabkan oleh gagal napas dan aritmia.3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi syndrome Guillain – Barre
Syndrome Guillain-Barre adalah penyakit autoimun yang menimbulkan peradangan dan kerusakan myelin (material lemak, terdiri dari lemak dan protein yang membentuk selubung pelindung di sekitar beberapa jenis serat saraf perifer). Gejala dari penyakit ini mula-mula adalah kelemahan dan mati rasa di kaki yang dengan cepat menyebar menimbulkan kelumpuhan. Penyakit ini perlu penanganan segera dengan tepat, karena dengan penanganan cepat dan tepat, sebagian besar sembuh sempurna. 6
2. Klasifikasi
Berikut terdapat klasifikasi dari SGB, yaitu: 4,6,7
2.1 Acute Motor-Sensory Axonal Neuropathy (AMSAN)
Patologi yang ditemukan adalah degenerasi akson dari serabut saraf sensorik dan motorik yang berat dengan sedikit demielinisasi. 2.2 Acute Motor-Axonal Neuropathy (AMAN)
Berhubungan dengan infeksi saluran cerna C jejuni dan titer antibody gangliosid meningkat (seperti, GM1, GD1a, GD1b). Penderita tipe ini memiliki gejala klinis motorik dan secara klinis khas untuk tipe demielinisasi dengan asending dan paralysis simetris.
2.3. Miller Fisher Syndrome
Sindroma ini terdiri dari ataksia, optalmoplegia dan arefleksia. Ataksia terlihat pada gaya jalan dan pada batang tubuh dan jarang yang meliputi ekstremitas. Motorik biasanya tidak terkena. Perbaikan sempurna terjadi dalam hitungan minggu atau bulan
2.4. Chronic Inflammatory Demyelinative Polyneuropathy (CIDP)
Pada sebagian anak, kelainan motorik lebih dominant dan kelemahan otot lebih berat pada bagian distal
2.5. Acute pandysautonomia
Tanpa sensorik dan motorik merupakan tipe GBS yang jarang terjadi.
3. Etiologi
Ada yang menyebutkan kerusakan tersebut disebabkan oleh penyakit autoimun. Pada sebagian besar kasus, GBS didahului oleh infeksi yang disebabkan oleh virus, yaitu Epstein-Barr virus, coxsackievirus, influenzavirus, echovirus, cytomegalovirus, hepatitis virus, dan HIV. Selain virus, penyakit ini juga didahului oleh infeksi yang disebabkan oleh bakteri seperti Campylobacter Jejuni pada enteritis, Mycoplasma pneumoniae, Spirochaeta , Salmonella, Legionella dan , Mycobacterium Tuberculosa. Vaksinasi. Infeksi ini biasanya terjadi 2 – 4 minggu sebelum timbul GBS.6
4. Patofisiologi
Infeksi , baik yang disebabkan oleh bakteri maupun virus, dan antigen lain memasuki sel Schwann dari saraf dan kemudian mereplikasi diri. Antigen tersebut mengaktivasi sel limfosit T. Sel limfosit T ini mengaktivasi proses pematangan limfosit B dan memproduksi autoantibodi spesifik. Ada beberapa teori mengenai pembentukan autoantibodi , yang pertama adalah virus dan bakteri mengubah susunan sel sel saraf sehingga sistem imun tubuh mengenalinya sebagai benda asing. Teori yang kedua mengatakan bahwa infeksi tersebut menyebabkan kemampuan sistem imun untuk mengenali dirinya sendiri berkurang. Autoantibodi ini yang kemudian menyebabkan destruksi myelin bahkan kadang kadang juga dapat terjadi destruksi pada axon. Destruksi pada myelin tersebut menyebabkan sel sel saraf tidak dapat mengirimkan signal secara efisien, sehingga otot kehilangan kemampuannya untuk merespon perintah dari otak dan otak menerima lebih sedikit impuls sensoris dari
seluruh bagian tubuh. 3
5. Gejala klinis
GBS merupakan penyebab paralisa akut yang dimulai dengan rasa baal, parestesia pada bagian distal dan diikuti secara cepat oleh paralisa ke empat ekstremitas yang bersifat asendens. Parestesia ini biasanya bersifat bilateral.Refleks fisiologis akan menurun dan kemudian menghilang sama sekali. Kerusakan saraf motorik biasanya dimulai dari ekstremitas bawah dan menyebar secara progresif , dalam hitungan jam, hari maupun minggu, ke ekstremitas atas, tubuh dan saraf pusat. Kerusakan saraf motoris ini bervariasi mulai dari kelemahan sampai pada yang menimbulkan quadriplegia flaccid. 1
6. Diagnosis 7 6.1 Anamnesis
Factor pencetus missal infeksi virus ( infeksi saluran nafas bagian atas dan bagian cerna ) suntikan , dsb
Penyakit berjalan mendadak, progresif , naik dari tungkai bawah ke anggota gerak atas
6.2 Pemeriksaan neurologi
Kelumpuhan tipe flasid mengenai otot proksimal dan distal
Gangguan rasa raba, rasa getar, dan rasa posisi lebih terkena dibandingkan rasa nyeri dan rasa suhu
Gangguan syaraf otak terutama n.VIII perifer , gangguan menelan ( n IX,X ) serta kadang disertai gangguan otot ekstra ocular.
Didapatkan disosiasi sitoalbumin( kenaikan kadar protein tanpa diikuti kenaikan sel ) pada minggu kedua. Pada minggu pertma kadar protein masih normal.
6.3 Elektrodiagnostik
AIDP
Konduksi sensoris sering nihil , bila muncul latensi distal memanjang, kecepatan hantar syaraf sangat lambat , dan amplitudo rendah.
Konduksi motoris, distal latensi sangat memanjang, dan kecepatan hantar saraf sangat lambat. Bila didapatkan blok konduksi atau disperse temporal pada stimulasi proksimal.
F – wafe dan H – reflex sangat memanjang dan nihil
AMSAN
Konduksi sensoris nihil atau amplitude rendah dengan distal latensi dan kecepatan hantar saraf normal
Konduksi motor nihil, atau amplitude rendah , dengan distal latensi dan kecepatan hantar saraf normal
AMAN
Pemeriksaan konduksi saraf sama dengan AMSAN , kecuali konduksi sensoris normal.
7. Penatalaksanaan
Observasi tanda tanda vital
Pasien dengan progresivitas yang lambat dapat hanya diobservasi tanpa diberikan medikamentosa.
Plasma exchange therapy (PE) telah dibuktikan dapat ` memperpendek amanya paralisa dan mepercepat terjadinya penyembuhan.
Intravenous inffusion of human Immunoglobulin ( IVIg ) dapat menetralisasi autoantibodi patologis yang ada atau menekan produksi auto antibodi tersebut
Fisiotherapy juga dapat dilakukan untuk meningkatkan kekuatan dan fleksibilitas otot setelah paralisa.
8. Komplikasi
Komplikasi dari sindrom Guillan-Barre dapat termasuk:2 .
Kesulitan bernapas.
Sisa mati rasa atau sensasi lainnya.
9. Diagnosis banding
Hypokalemia
Myasthenia gravis 10. Prognosis
95 % pasien dengan GBS dapat bertahan hidup dengan 75 % diantaranya sembuh total. Kelemahan ringan atau gejala sisa seperti dropfoot dan postural tremor masih mungkin terjadi pada sebagian pasien.Kelainan ini juga dapat menyebabkan kematian , pada 5 % pasien, yang disebabkan oleh gagal napas dan aritmia. 3
BAB III LAPORAN KASUS
ANAMNESA ( 30 JANUARI 2015 ) Diperoleh dari penderita dan keluarganya I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : sdr. Ismail
Umur : 20 tahun
Alamat : Mulyo 03/04 Kejayan – Pasuruan Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Pekerja disebuah pabrik kayu Masuk RS : 27 januari 2015
No CM : 00-24-98- 96
Ruang / Kelas : A4 / III
Kelompok : UMUM
II. ANAMNESIS
Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 30 Januari 2015, pukul 12.30 WIB Keluhan Utama :
Kedua kaki lemas
Riwayat Penyakit Sekarang: (allo anamnesa dan auto anamnesa )
Sdr. I datang ke IGD ( 27 /02/ 2015 ) dalam keadaan sadar dengan keluhan lemas kedua kakinya. sdr. I merasakan keluhan tungkai kedua kaki lemas sejak pagi sewaktu bekerja. Selain kedua kaki ,dirasakannya kedua jari-jari tangan terasa kaku. Pasien juga tidak dapat merasakan sentuhan pada kedua kaki. Seperti kesemutan dari bawah kaki sampai paha menjalar ke atas. Keluhan dirasakan secara tiba-tiba. Keluhan dirasakan terus menerus, tidak berkurang dengan istirahat. Dua hari MRS ( 29/02/2015 ) mengeluh setiap minum tersedak dan sedikit susah makan. Dan merasa lebih susah minum daripada makan. Pasien tidak mengeluh adanya pusing, mual, muntah, demam ini atau pun semingguan ini
, sempat mengeluh pernah flu sekitar 2 minggu sbelum MRS. Pasien baru pertama kali mengalami keluhan seperti ini.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat trauma sebelumnya disangkal
Riwayat tekanan darah tinggi disangkal
Riwayat sakit kencing manis disangkal
Riwayat stroke disangkal
Riwayat flu 2 minggu sebelum MRS Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluhan serupa disangkal
Riwayat tekanan darah tinggi disangkal
Riwayat sakit kencing manis disangkal
Riwayat Penyakit Sosial Ekonomi
Pasien tinggal dirumah beserta kedua orangtuanya, dengan jumlah 4 orang penghuni di rumah
Pasien seorang pekerja disebuah pabrik
Untuk pengobatan biaya ditanggung oleh orang tua, orang tua bekerja sebagai kuli batu dan ibu bekerja sebagai ibu rumah tangga.
Anamnesis Sistem:
Sistem serebrospinal : Tidak ada keluhan Sistem kardiovaskuler : Tidak ada keluhan Sistem respirasi : Tidak ada keluhan Sistem gastrointestinal : Tidak ada keluhan
Sistem musculoskeletal : Kedua tungkai tidak bisa digerakkan
Sistem integumentum : Sensasi peraba berkurang pada kedua tungkai Sistem urogenital : Tidak ada keluhan
III. PEMERIKSAAN (Dilakukan pada tanggal 30 Januari 2015 ) Status Generalis
Keadaan Umum : Lemas
Kesadaran compos mentis, GCS: E4V5M6 Tanda Vital : Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 72x/menit Nafas : 22x/menit Suhu : 36,2oC
Kepala : Mesosephal, Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor diameter 3/3 mm, reflek cahaya +/+, reflek kornea +/+
Leher : Pembesaran kgb - , peningkatan jvp -
Dada : Paru : sonor, vesikuler diseluruh lap. paru, suara tambahan (-).
Jantung : SI- S II tunggal, murmur - , gallop - Abdomen : Inspeksi : flat
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : thimpany seluruh lapang abomen
Palpasi : Supel, nyeri tekan - , hepar dan lien tak teraba
Ekstremitas : Edema (-), atrofi otot ( + )
Status Neurologis:
Keadaan umum : lemas
Kesadaran : compos mentis , gcs 456 a. Meningeal Sign
Kaku kuduk (-) lasegue sign (-) brudzinski 1 ( - ) brudzinski 2 ( - )
b. Refleks Fisiologis: Bisep +2 / +2 Trisep + 1 / +1 Patella + 1 / +1 Achilles +1/+1 Brachioradialis +1/+1 c. Refleks Patologis: Babinski: Chadodock: -/-Oppenheim -/- Trommer -/- d. Pemeriksaan motorik 4 4 4 - 4 – Atrofi otot + / + Tonus otot + /+ e. Pemeriksaan sensorik Sensasi nyeri + + - -
Sensasi suhu tidak dilakukan Sensasi getar tidak dilakukan
Nervi Cranialis Kanan Kiri
N I Daya Penghidu N N N II Daya Penglihatan N N Medan Penglihatan N N Pengenalan warna N N N III Ptosis (-) (-) Gerakan Mata B B Ukuran Pupil 3 mm 3 mm
Bentuk Pupil Bulat Bulat
Refleks Cahaya (+) (+)
Refleks Akomodasi (+) (+)
N IV Strabismus Divergen (-) (-)
Gerakan Mata Ke Lateral Bawah (+) (+)
Strabismus Konvergen (-) (-) N V Menggigit (+) (+) Membuka Mulut (+) (+) Sensibilitas Muka N N Refleks Cornea (+) (+) Trismus (-) (-)
N VI Gerakan Mata Ke Lateral (+) (+)
Strabismus Konvergen (-) (-)
Diplopia (-) (-)
N VII Kedipan Mata (+) (+)
Lipatan Nasolabial Simetris
Sudut Mulut Simetris
Mengerutkan Dahi (+) (+)
Mengerutkan Alis (+) (+)
Menutup Mata (+) (+)
Meringis (+) (+)
Menggembungkan Pipi (+) (+)
Daya Kecap Lidah 2/3 Depan Tidak dilakukan
Tidak dilakukan N VIII Mendengar Suara Berbisik Tidak
dilakukan
Tidak dilakukan
Nervi Cranialis Kanan Kiri dilakukan dilakukan
Tes Rinne Tidak
dilakukan
Tidak dilakukan
Tes Weber Tidak
dilakukan
Tidak dilakukan
Tes Schwabach Tidak
dilakukan
Tidak dilakukan
N IX Arkus Faring N N
Daya Kecap Lidah 1/3 Belakang Tidak dilakukan Tidak dilakukan Refleks Muntah (+) (+) Suara Sengau (-) (-) Tersedak (+) (+)
N X Denyut Nadi 72 x / menit 72 x / menit
Arkus Faring N N Bersuara N N Menelan (+) sedikit susah (+)sedikit susah N XI Memalingkan Kepala (+) (+) Sikap Bahu N N Mengangkat Bahu (+) (+)
N XII Sikap Lidah Ditengah
Tremor Lidah (-)
Menjulurkan Lidah Simetris
Pemeriksaan Penunjang
1. Darah lengkap tanggal 27/01/2015 WBC 8,3 x 103 (N: 4000- 11000/mm3)
Lym 1,3 x 103 (N: 1,2 - 3,4 x 103) RBC 5,46 x 106 (N: 3,90-5,60 jt/mm3)
HCT 45,3 % (N: 35,0-47,0 %) MCV 83,8 fl (N: 76,0-96,0 fl) MCH 29,1 pg (N : 27,0-32,0 pg) MCHC 35,1 g/dl (N : 29,0-36,0 g/dl) RDW 11,3 % (N: 11,60-14,80 %) PLT 416 x 103 (N : 150-400 x 103/mm3) MPV 6,0 fL (N : 7,8-11,0 fL)
2. BUN & Serum Kreatinin 27/01/2015
BUN : 10 mg/dl (nilai normal : 6-20 mg/dl) Serum Kreatinin : 0,9 mg/dl (nilai normal L/P : <1,3 mg/dl)
3. Glukosa darah tanggal 27/01/2015
Glukosa darah Sewaktu : 90 mg/dl (Normal : <200 mg/dl)) 4. Serum elektrolit sebelum MRS
Dengan hasil Kalium 4.006 Serum elektrolit 27/01/2015 K 4.006 Na 139,7 Cl 100.0 iCa 1.248 nCa 1.248 Tca 2.097 Ph 7.402
5. Urine lengkap tanggal 13/02/2015
Bilirubin : Negatif
Keton : Negatif SG : 1,015 Blood : positif PH : 6,5 Protein : negatif Nitrit : negatif sedimen : Negatif epitel : 2-3 plp lekosit : 2-3 plp eritrosit : 18-20 plp Diagnosis Klinik :
tetraparese acute progresif
parestesia dari distal ke proksimal
stocking & glove
Disfagia Gangguan N IX & X Atrofi otot +/+ Motorik 4 4 4 - 4 – Atrofi otot + / + Tonus otot + /+ Sensasi raba + + -Diagnosis topic : Radiks sentralis atau dorsalis
Penatalaksanaan
Pdx : DL , GDA , SE , Bun / Sk , EMG, pungsi lumbal. Ptx :
1. Ring As 2 flash/ 24 jam 2. Inj. Alinamin F 2 x 1 3. Inj. Kalmeco 1 x 1 4. Inj. Ranitidine 2 x 1 5. Po : sundimon 50 mg 2 x 1 6. Po : neurodex 2 x 1
7. Ada gangguan pernafasan pro ICU
Prognosis
Death : Dubia ad bonam
Disease : Dubia ad bonam Disability : Dubia ad bonam Discomfort : Dubia ad bonam Dissatisfaction : Dubia ad bonam Distitution : Dubia ad bonam
BAB IV PEMBAHASAN
Pasien Sdr. I 20 tahun datang ke IGD ( 27/01/15 ) dengan keadaan sadar dengan keluhan lemas kedua kakinya. sdr. I merasakan keluhan tungkai kedua kaki lemas sejak pagi sewaktu bekerja. Selain kedua kaki ,dirasakannya kedua jari-jari tangan terasa kaku dan kebal. Pasien juga tidak dapat merasakan sentuhan pada kedua kaki. Seperti kesemutan dari bawah kaki sampai paha menjalar ke atas. Keluhan dirasakan secara tiba-tiba. Keluhan dirasakan terus menerus, tidak berkurang dengan istirahat. Dua hari MRS ( 29/02/2015 ) mengeluh setiap minum tersedak dan sedikit susah makan. Dan merasa lebih susah minum daripada makan. Pasien tidak mengeluh adanya pusing, mual, muntah, demam ini atau pun semingguan ini, sempat mengeluh pernah flu sekitar 2 minggu sbelum MRS
Pada pemeriksaan fisik status interna dalam batas normal. Pada pemeriksaan (kekuatan motorik atas 4/4 bawah 4-/4- ) ditemukan atrofi otot , tonus otot kuat .Pada pemeriksaan reflex fisiologis menghilang dan reflex patologis dalam batas normal. Pada pemeriksaan sensoris ditemukan sensasi perabaan masih teraba tetapi area pola kaos kaki dan kaos tangan tidak teraba.
Pada data diatas, dapat disimpulkan bahwa diagnosis pasien ini mengarah pada pada sindrom gullain barre menurut penelitian kasus terjadi sindrom tersebut tidak memandang usia , usia muda bahkan usia lebih tua bisa terjangkit sindrom tersebut. Ditemukannya pada pasien kelemahan otot , yang ditandai dengan kelemahan secara tiba-tiba bersifat akut yang disertai dengan kedua tangan kaku dan baal. Yang diikuti dengan parastesia pada bagial distal yang diikuti secara cepat ke bagian proksimal bersifat progresif atau yang disebut dengan paralisys ascending. Pada sindrom guillain barre terjadi kerusakan saraf motoric maupun sensoric biasanya dimulai dari ekstremitas bawah menyebar secara progresif , dalam hitungan jam , hari, maupun minggu , pada pasien ini terjadi hanya dalam waktu
Ditemukannya tanda-tanda LMN mendukung untuk terjadinya sindrom guillain barre sindrom, pada pasien ini ditemukan adanya tanda LMN yang didapatkan atrofi otot + , adanya hipotoni , reflek fisiologis yang menghilang , dan tidak adanya reflek patologis mendukung untuk terjadi sindrom guillain barre sindrom.Setelah 2hari MRS pasien mengeluh setiap minum tersedak dan merasa sedikit susah menelan , Antara minum dan makan lebih sering terasa tersedak saat minum Dari yang dirasakan pasien lebih mengarah ke saraf nya terganggu , apabila karena makan yang susah mengarah ke sakit THT. Karena merasa sering tersedak dipasang sonde untuk membantu proses menelan.
Semakin hari pasien merasa memburuk 7 hari di ruangan merasa semakin susah nafas , dan direncanakan masuk icu untuk dipasang ventilator kelemahan otot pasien ini berlangsung cepat dan dengan cepat mempengaruhi otot-otot pengendalian pernafasan, dan harus dipasang ventilator mekanis untuk membantu bernafas sampai bisa bernafas dengan sendirinya.
Pada sindrom ini merupakan penyakit imnunologis system saraf perifer , juga bisa terjadi akibat didahului infeksi campylobacter jejuni , haemophilus influenza, cytomegalovirus, Epstein barr virus, mycoplasma pneumonia , dsb . Pada pasien ini terjadi antibody yang melawan agen infeksi mengadakan reaksi silang ( cross – react ) dengan antigen spesifik pada sel schwan atau aksolemma.
Penyebab infeksi masih belum jelas dari mana kemungkinan awalnya riwayat flu sekitar 2 minggu sebelum MRS ini yang menyebabkan infeksi , oleh karena pasien merasakan selama ini tidak pernah merasakan sakit apa-apa , bahkan 1 minggu sebelum MRS pun merasa kesehatannya baik.
Didalam GBS ini dibagi beberapa klasifikasi berupa acute inflammatory demyelinating polyradiculoneuropathy ( AIDP ) , Acute motor sensory axonal neuropathy ( AMSAN ) , Acute motor axonal neuropathy ( AMAN ) , Sindrom Miller – Fisher yang ditandai adanya ataksia , arefleksia , oftalmoplegia.
Karena pada pasien ini terjadinya akut , mengenai motoric dan sensoriknya bahkan berjalannya pengobatan pasien merasakan keluhan yang lambat laun mulai dari gangguan menelan kemudian diikuti dengan susah bernafas , yang akhirnya butuh ventilator untuk alat bantu pernafasan.
Untuk mendiagnosis yang pasti perlu diadakan juga pemeriksaan pungsi lumbal , dan EMG yang diharapkan pada EMG tipe AMSAN ditemukan konduksi sensoris nihil , atau amplitude rendah dengan distal latensi dan kecepatan hantar saraf normal dan konduksi motoris nihil atau amplitude rendah dengan distal latensi dan kecepatan hantar saraf normal. Sakit yang diderita pada pasien ini susah dibedakan dengan hipokalemi , menurut saya lebih mengarah ke sindrom guillain barre karena pada hipokalemi didapatkan
Syndrom guillain bare Hipokalemi
- Gangguan pada saraf perifer - Ada riw. Infeksi sebelumnya - Penyakit autoimun
- Kelemahan dari ext. bawah ke ext. atas
- Kelumpuhan LMN
- Gangguan sensorik atau motoric bahkan bisa dua-duanya
- Melibatkan syaraf kranial - Kalium dalam batas normal
- Sama - Sama -- Sama - Sama - Sama - - Kalium turun
Dilihat dari diagnosis banding lebih mengarah syndrome guillain barre , dilakukan pemeriksaan penunjang pada pasien ini saat pemeriksaan laboratorium serum elektrolit tanggal 26 /01/2015 sebelum MRS dengan hasil kalium 4,2 masih dalam batas normal, bahkan waktu datang ke igd hasil kalium 4.006 . setelah 16 hari post hcu pasien merasakan sering demam , setelah dicari focus infeksi nya ditemukan dalam lab. Urin lengkap yang abnormal , kemungkinan terjadi infeksi saluran kemih dan dikonsulkan ke bagian penyakit dalam.
Untuk penatalaksanaan terapi pada sindrom tersebut ada perawatan umum , dan pengobatan. Perawatan umumnya ditujukan pada pernafasan ( breathing ) , control tekanan darah ( blood ) , keseimbangan cairan dan elektrolit ( bladder ) , nutrisi dan vitamin ( bowel ) , perawatan body dan kulit ( body&skin care ) , mata dan mulut.
Bila ada tanda-tanda kelumpuhan otot pernafasan harus secepatnya dirujuk / dikonsulkan bagian anastesi . intubasi endotrakeal dikerjakan bila kapasitas vital menurun 25 – 30 % normal.
Pengobatan dengan plasmaferesis dan imunoglobullin 7SIV . Terapi pada pasien ini diberikan
Inj. Alinamin F 2 x1
Berisi vitamin B1 yang digunakan sebagai neuroprotector
Inj. Kalmeco 1 x 1
Berisi mecobalamin yang digunakan untuk indikasi neuro perifer
Inj. Ranitidine 2 x 1