LAPORAN KASUS
FRAKTUR GALEAZZI
Disusun Oleh : dr. Dwiky Ananda Ramadhan
Pendamping : dr. Mutmainnah
PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA
RUMAH SAKIT DR AGUNG KOTA BIMA
BATCH IV PERIODE NOVEMBER 2023 – MEI 2024
LEMBAR PENGESAHAN
Nama : dr. Dwiky Ananda Ramadhan
Asal Universitas : Universitas YARSI
Judul kasus : Fraktur Galeazzi
Diajukan : Maret 2024
Dipresentasikan :
Telah diperiksa dan disahkan pada tanggal ………..
Mengetahui,
Pendamping Direktur RS Dr. Agung Kota Bima
dr. Mutmainnah drg. Hj. Siti Hadjar Joenoes
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan atas kasih karunia dan rahmatNya kepada penulis sehingga laporan kasus ini dapat selesai dengan baik dan tepat pada waktunya. Laporan kasus ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu tugas dalam rangkaian kegiatan Program Internship Dokter Indonesia.
Dalam penulisan laporan kasus ini penulis telah mendapat banyak bantuan, bimbingan dan kerjasama dari berbagai pihak maka pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan banyak terima kasih kepada :
1. drg. Hj. Siti Hadjar Joenoes selaku Direktur RS Dr. Agung Kota Bima. 2. dr. Mutmainnah selaku pendamping dokter internship di RS Dr. Agung Kota
Bima.
3. Rekan – rekan dokter intership yang hadir dalam presentasi kasus
Penulis menyadari bahwa laporan kasus yang disusun ini juga tidak luput dari kekurangan karena kemampuan dan pengalaman penulis yang terbatas. Semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca.
Kota Bima, Maret 2024
Penulis
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN...ii
KATA PENGANTAR...iii
DAFTAR ISI...iv
BAB I PENDAHULUAN...1
1.1 Latar Belakang...1
BAB II LAPORAN KASUS...2
2.1 Identitas Pasien...2
2.2 Anamnesis...2
2.3 Pemeriksaan Fisik...5
2.4 Pemeriksaan Penunjang...13
2.5 Resume...14
2.6 Diagnosa...15
2.7 Tatalaksana...15
2.8 Prognosis...15
2.9 Follow Up...16 BAB III TINJAUAN PUSTAKA...Error! Bookmark not defined.
3.1 Definisi...Error! Bookmark not defined.
3.2 Etiologi...Error! Bookmark not defined.
3.3 Faktor Resiko...Error! Bookmark not defined.
3.4 Patogenesis...Error! Bookmark not defined.
3.5 Gejala Klinis...Error! Bookmark not defined.
3.6 Pemeriksaan Penunjang...Error! Bookmark not defined.
3.7 Penatalaksanaan...Error! Bookmark not defined.
3.8 Komplikasi...Error! Bookmark not defined.
DAFTAR PUSTAKA...Error! Bookmark not defined.
BAB I
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Sirosis hepatis adalah kerusakan difus hepar yang bersifat irreversibel. Sirosis hepatis merupakan penyebab mortalitas ke-11 dan morbiditas ke-15 diseluruh dunia1. Pada tahun 2017 terdapat 10,6 juta sirosis hepatis dekompensata dan 112 juta kasus sirosis hepatis kompensata diseluruh dunia2. Sirosis menyebabkan 1,32 juta kematian pada tahun 2017, sekitar dua pertiga pada pria dan satu pertiga pada wanita1. Pada tahun 2016, lebih dari 40.000 orang Amerika meninggal karena komplikasi yang berkaitan dengan sirosis hepatik yang menjadikannya sebagai Penyebab kematian ke-12 di Amerika serikat. Prevalensi tinggi pada orang kulit hitam non-hispanik, orang Amerika meksiko dan masyarakat yang hidup dibawah kemiskinan3. Sirosis hepatik ini selain memiliki angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi juga merupakan penyakit yang membebani secara ekonomi negara dimana sekitar $ 12 miliar hingga $23 miliar dolar untuk biaya perawatan sirosis hepatis setiap tahunnya. Etiologi sirosis hepatis bervariasi secara geografis, dengan alkoholisme, infeksi virus hepatitis C kronis dan penyakit hati non alcoholic (NAFLD) menjadi penyebab paling umum di negara-negara barat.
Sedangkan infeksi hepatitis B kronis adalah penyebab utama sirosis hepatis di negara- negara barat-Asia Pasifik3,4. Selain itu sirosis hepatis juga memiliki penyebab lain, termasuk penyakit bawaan seperti hemokromatosis, penyakit Wilson, sirosis bilier primer, defisiensi alfa-1 antitripsin, kolangitis, sklerosis primer dan hepatitis autoimun3,4.
Secara klinis SH dibedakan antara sirosis hepatis kompensata dan dekompensata. Tingkatan SH kompensata, artinya belum terlihat gejala klinis yang nyata, sehingga sering ditemukan pada saat pemeriksaan penapisan (skrining). SH dekompensata sendiri artinya sudah terlihat gejala klinis yang nyata misalnya: asites, edema, dan ikterus. Diagnosis SH dapat ditetapkan berdasarkan gambaran klinis, pemeriksaan laboratorik, dan penunjang lainnya5. Gambaran klinis SH merupakan manifestasi kegagalan sel hati seperti: ikterus, edema perifer, kecenderungan perdarahan, eritema palmaris, spider nevi sampai ensefalopati.
hepatik dan manifestasi hipertensi portal berupa pembesaran limpa (splenomegali), varises esophagus dan lambung serta asites. Gambaran hematologis yang sering terjadi di SH adalah kecenderungan perdarahan, bisitopeni atau penurunan jenis sel darah (pansitopeni), masa protrombin dapat memanjang akibat berkurangnya pembentukan faktor pembekuan oleh hati.
BAB II
LAPORAN KASUS 2.1 Identitas Pasien
Nama Lengkap : Ny. M
Usia : 46 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : IRT
Status Perkawinan : Menikah Pendidikan Terakhir : SMP
Agama : Islam
Alamat : Paruga
Tanggal Masuk : 09 Desember 2023 Ruang Perawatan : Matahari
2.2 Anamnesis
Auto anamnesa & Allo anamnesa (19/11/22)
Keluhan Utama : Nyeri papda lengan kanan Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan nyeri pada lengan kanan sejak 1 jam yang lalu setelah mengalami kecelakaan terserempet mobil saat mengendarai sepeda motor sampai terjatuh dari motor dengan tangan terbuka menopang seluruh badannya, setelah terjatuh pasien tidak dapatmenggerakan tangannya karena nyeri.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Tidak terdapat riwayat hipertensi, penyakit jantung, diabetes melitus, dan maag.
Pasien tidak pernah mengalami keluhan serupa Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak terdapat keluarga dengan keluhan serupa pada pasien.
Riwayat Kebiasaan Pribadi :
Pasien sering membeli makanan, cemilan dan minuman dari luar.
Merokok (+)
Alkohol (-)
Pasien mengaku tidak suka makan buah dan sayur Riwayat Penggunaan Obat :
Pasien mengonsumsi obat Paracetamol tablet saat demam.
a. Keluhan keadaan umum : Panas badan : Tidak ada
Tidur : ada, keluhan sulit tidur karena nyeri
Edema : Tidak ada
Ikterus : Tidak ada
Haus : Tidak ada
Nafsu makan : Ada, Penurunan nafsu makan Berat badan : Tidak ada
b. Keluhan organ kepala : Penglihatan : Tidak ada
Hidung : Tidak ada
Lidah : Tidak ada
Gangguan menelan : Tidak ada Pendengaran : Tidak ada
Mulut : Tidak ada
Gigi : Tidak ada
Suara : Tidak ada
c. Keluhan organ di leher :
Rasa sesak di leher : Tidak ada Pembesaran kelenjar : Tidak ada Kaku kuduk : Tidak ada d. Keluhan organ di thorax :
Sesak napas : Tidak ada Sakit dada : Tidak ada Nafas berbunyi : Tidak ada
Batuk : Tidak ada
Jantung berdebar : Tidak ada e. Keluhan organ di perut :
Nyeri lokal : Nyeri pada lengan kanan Nyeri tekan : Nyeri tekan pada lengan kanan Nyeri berhubungan dengan :
- Makanan : Tidak ada
- BAB : Tidak ada
- Haid : Tidak ada
Perasaan tumor di perut: Tidak ada Muntah-muntah : Tidak ada
Diare : Tidak ada
Obstipasi : Tidak ada Tenesmi ad ani : Tidak ada Perubahan dalam BAB: Tidak ada Perubahan dalam miksi: Tidak ada Perubahan dalam haid : Tidak ada f. Keluhan tangan dan kaki :
Rasa kaku : Tidak ada Rasa lelah : Tidak ada Nyeri otot/sendi : Tidak ada Kesemutan/baal : Tidak ada
Patah tulang : Kesan fraktur pada 1/3 lengan Nyeri belakang sendi lutut: Tidak ada
Nyeri tekan : Tidak ada Luka/bekas luka : Tidak ada
Bengkak : Tidak ada
g. Keluhan-keluhan lain :
Kulit : Tidak ada
Ketiak : Tidak ada Keluhan kelenjar limfe : Tidak ada Keluhan kelenjar endokrin :
1. Haid : Tidak ada
2. DM : Tidak ada
3. Tiroid : Tidak ada 4. Lain-lain : Tidak ada h. Anamnesis Tambahan
a. Gizi : kualitas : Cukup kuantitas : Cukup b. Penyakit menular : Tidak ada c. Penyakit turunan : Tidak ada d. Ketagihan : Tidak ada e. Penyakit venerik : Tidak ada
2.3 Pemeriksaan Fisik (19/11/22)
Keadaan Umum dan Tanda-tanda vital Kesadaran : Compos Mentis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang Tanda Vital :
TD : 120/80mmHg
HR : 95 x / menit
RR : 20 x / menit
Suhu : 36,6 °C Status Generalis
Kepala
1. Tengkorak
Inspeksi : Simetris, normocephal
Palpasi : Tidak ada kelainan
2. Muka
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Tidak ada kelainan
3. Mata
Letak : Simetris
Kelopak Mata : Tidak ada kelainan
Kornea : Tidak ada kelainan
Refleks Kornea : + / +
Pupil : Bulat, isokor
Reaksi Konvergensi : + / +
Sklera : Ikterik - / -
Konjungtiva : Anemis -/-, injeksi konjungtiva -/-
Iris : Tidak ada kelainan
Pergerakan : Normal ke segala arah
Reaksi Cahaya : Tidak dilakukan pemeriksaan Visus : Tidak dilakukan pemeriksaan Funduskopi : Tidak dilakukan pemeriksaan 4. Telinga
Inspeksi : Tidak ada kelainan
Palpasi : Tidak ada kelainan
Pendengaran : Tidak ada kelainan 5. Hidung
Inspeksi : Tidak ada kelainan
Sumbatan : Tidak ada
Ingus : Tidak ada
6. Bibir
Sianosis : Tidak ada
Kheilitis : Tidak ada
Stomatitis angularis : Tidak ada
Rhagaden : Tidak ada
Perleche : Tidak ada
a. Gigi dan gusi
8 7 6 5 4 3 2 1 | 1 2 3 4 5 6 7 8 X : Karies 8 7 6 5 4 3 2 1 | 1 2 3 4 5 6 7 8
b. Lidah
- Besar : Normal
- Bentuk : Simetris
- Pergerakan : Tidak ada kelainan - Permukaan : Basah, bersih
- Frenulum linguae: Tidak ada kelainan 7. Rongga Mulut
- Hiperemis : Tidak ada - Lichen : Tidak ada - Aphtea : Tidak ada - Bercak : Tidak ada 8. Rongga leher
- Selaput lendir : Tidak ada kelainan - Dinding belakang pharynx : Tidak ada kelainan - Tonsil : T1 – T1 tenang
9. Leher Inspeksi
Otot leher : Tidak ada kelainan Trachea : Tidak terlihat deviasi Kelenjar Tiroid : Tidak terlihat pembesaran Pembesaran vena : Tidak ada kelainan Pulsasi vena leher : Tidak ada
Tekanan vena jugular : 5 + 2 cm H2O (normal) Hepatojugular reflux : (-)
Palpasi
· Kel. Getah bening : Tidak teraba membesar
· Kelenjar Tiroid : Tidak teraba
· Tumor : Tidak ada
· Otot leher : Tidak ada kelainan
· Kaku kuduk : Tidak ada 10. Axilla
Inspeksi :
· Rambut ketiak : Tidak ada
· Tumor : Tidak ada
Palpasi :
· Kel. Getah bening : Tidak teraba membesar
· Tumor : Tidak ada
11. Pemeriksaan thorax Thorax depan
Inspeksi
- Bentuk umum : Simetris
- Ø frontal & sagital : Ø frontal = Ø sagital
- Sela iga : normal
- Sudut epigastrium : < 90
- Pergerakan : Simetris
- Muskulatur : Tidak ada kelainan
- Kulit : Tidak ada kelainan
- Tumor : Tidak ada
- Ictus cordis : Tidak terlihat
- Pulsasi lain : Tidak ada
- Pelebaran vena : Tidak ada
P alpasi
- Kulit : Tidak ada kelainan
- Muskulatur : Tidak ada kelainan
- Mammae : Tidak ada kelainan
- Sela iga : Normal
- Pergerakan : Simetris - Vocal fremitus : Normal Ictus cordis
- Lokalisasi : ICS V Linea Midclavicularis sinistra - Intensitas : cukup kuat
- Pelebaran : Tidak ada
- Thrill : Tidak ada
Perkusi
- Paru
- Suara perkusi : Sonor/Sonor - Batas paru hepar: ICS VI - Peranjakan : 1 sela iga - Jantung
Batas atas : ICS II
Batas kanan : ICS IV Linea sternalis dextra
Batas kiri : ICS V linea midclavicularis sinistra Auskultasi
- Paru
Suara pernafasan : Vesikuler/Vesikuler Suara tambahan : Wheezing -/-, Ronchi -/-
Vocal resonansi : tidak ada kelainan , kanan = kiri - Jantung
· Irama : Regular
· bunyi jantung pokok : S1S2 tunggal
· Bunyi jantung tambahan : murmur (-), gallop (-)
· Bising jantung : Tidak ada
· Bising gesek jantung : Tidak ada
Thorax belakang Inspeksi
- Bentuk : Simetris
- Pergerakan : Simetris
- Kulit : Tidak ada kelainan
- Muskulatur : Tidak ada kelainan Palpasi
- Muskulatur : Tidak ada kelainan
- Sela iga : Tidak melebar dan tidak menyempit - Vocal fremitus : tidak ada kelainan , kanan = kiri
Perkusi
- Batas bawah : vertebra Th. X ‘/ vertebra Th. XI - Peranjakan : 1 sela iga
Auskultasi
- Suara pernapasan : Vesikuler/Vesikulrt - Suara tambahan : Wheezing -/-, Ronchi -/-
- Vocal resonansi : Tidak ada kelainan , kanan = kiri
12. Abdomen Inspeksi
- Bentuk : Datar
- Kulit : Normal
- Otot dinding perut : Tidak ada kelainan - Pergerakan waktu nafas: Tidak ada kelainan - Pergerakan usus : Tidak terlihat
- Pulsasi : Tidak ada
Palpasi
- Dinding perut : Soepel
- Nyeri tekan lokal : Nyeri tekan regio RLQ (+) - Nyeri tekan difus : Tidak ada
- Nyeri lepas : Tidak ada - Defance muskulair : Tidak ada
- Hepar : Tidak Teraba
• Besar : tidak teraba
• Konsistensi : tidak teraba
• Permukaan : tidak teraba
• Tepi : tidak teraba
• Nyeri tekan : Tidak ada - Lien
• Pembesaran : -
• Kosistensi : -
• Permukaan : -
• Insisura : -
• Nyeri tekan : -
• Tumor/massa : Tidak teraba
• Ginjal : Tidak teraba, Nyeri tekan : - / -
Perkusi
- Suara perkusi : Tympani
- Ascites : Tidak ada - Pekak samping : Tidak ada
- Pekak pindah : Tidak ada - Fluid wave : Tidak ada Auskultasi
- Bising usus : (+) - Bruit : Tidak ada
- Lain – lain : Tidak ada kelainan
13. CVA (Costo vertebral angle) : Nyeri ketok - / - 14. Lipat paha
Inspeksi
- Tumor : Tidak ada
- Kel. Getah bening : Tidak terlihat pembesaran - Hernia : Tidak ada
Palpasi
- Tumor : Tidak ada
- Kel. Getah bening : Tidak teraba pembesaran
- Hernia : Tidak ada
- Pulsasi A. Femoralis : Ada Auskultasi
- A. Femoralis : Tidak ada kelainan
15. Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan 16. Sacrum : Tidak dilakukan pemeriksaan 17. Rectum & anus : Tidak dilakukan pemeriksaan
18. Ekstremitas ( anggota gerak ) atas bawah Inspeksi
- Bentuk : Angulasi pada wrist kanan Tidak ada kelainan
- Pergerakan : Terbatas pada lengan kanan Tidak ada kelainan
- Kulit : Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
- Otot – otot : Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan - Edema : Tidak ada Tidak ada
- Clubbing finger : Tidak ada Tidak ada - Palmar eritem : Tidak ada Tidak ada - Liver nail : Tidak ada Tidak ada
Palpas i
- Nyeri tekan : Tidak ada Tidak ada - Tumor : Tidak ada Tidak ada - Edema (pitting/non pitting) : Tidak ada Tidak ada
- Pulsasi arteri : A. Brachial (+) A. Dorsum pedis (+)
19. Sendi-sendi Inspeksi
- Kelainan bentuk : Deformitas pada wrist joint - Tanda radang : Tidak ada
- Lain-lain : Tidak ada kelainan Palpasi
- Nyeri tekan : Ada pada lengan kanan
- Fluktuasi : Tidak ada
- Lain-lain : Tidak ada kelainan Gerak
- Gerak sendi : Terbatas karena nyeri
20. Neurologik Refleks fisiologis
KPR : + / +
APR : + / +
Refleks patologis : - / - Rangsang meningen : Tidak ada
Sensorik : + / +
2.4 Pemeriksaan Penunjang
Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 09/11/2023
Hematologi Nilai Nilai normal
Hb 14.0 11.0 – 15.0 g/dL
Leukosit 11.6 4.000 – 10.000/ ul
Hct 43.5 37 – 47 %
Trombosit 272.000 150 – 450 ribu/uL
HITUNG JENIS
Lymph 2.7 0,8 – 4.0
Mid 0.9 0,1 – 1,5
Gran 8.0 2.0 - 7
Lymph% 22.9 20 - 40 %
Mid% 7,9 3 - 15 %
Gran% 69.2 50.0 – 70.0 %
Kimia Darah Nilai Nilai normal
Gula Darah Sewaktu 154 <140 mg/dl
Waktu PBerdarahan
Bleeding Time (BT) 1 menit 15 detik 1-3 menit
Clotting Time (CT) 7 menit 30 detik 6-12 menit
Hasil pemeriksaan radiologi tanggal 09/11/2023
Interpretasi:
Foto anterbrachii kanan AP lateral
- Tampak fraktur komplit terdisplace diafisis 1/3 tengah os radius kanan disertai dislokasi disstal radioulnar dan soft tissue edema disekitar lesi
- Trabekulasi tulang normal
- Permukaan sendi diluar lesi tampak baik - Tampak kalsifikasi abnormal
Kesan : Fraktur komplit terdisplace diafisis 1/3 tengah os raiud kanan disertai dilokasi distal radioulnar joint dan soft tissue edema disektar lesi
2.5 Resume
Seorang Wanita berusia 46 tahun datang dengan keuhan nyeri pada lengan kanan pasca kecelakaan 1 jam SMRS, pada pemeriksaan fisik terdapat adanya deformitas pada wrist joint kanan dan nyeri tekan pada lengan tangan kanan, pada palpasi terdapat nyeri tekan pada lengan kanan, dan keterbatasan ROM pada lengan kanan.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan:
Keadaan umum : Kesadaran : Compos mentis Kesan sakit : tampak sakit sedang Vital sign : Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 95x/menit, regular, kuat angkat Pernapasan : 20x/menit
Suhu : 36.6 oC
Keringat dingin : Tidak ada Kepala Muka : Edema periorbital (-)
Mata : Sklera : ikterik -/- Konjungtiva : anemis -/-
Mulut. : Tidak ada kelainan Lidah : Mukosa Basah, bersih,
Leher JVP : 5 + 2 cmH2O (normal), Hepatojugular reflux (-) Thorak : Bentuk dan gerak simetris
Pulmo : Inspeksi : bentuk dan gerak simetris Palpasi : vocal fremitus kanan = kiri
paru kanan = paru kiri
sela iga kanan & kiri tidak melebar Perkusi : sonor paru kanan = paru kiri
Auskultasi : VBS kanan = kiri, wheezing -/-, ronchi -/- Jantung : S1S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Bentuk : Datar
Kulit : Normal
Dinding perut : Lembut Nyeri tekan : Ada
Auskultasi : Bising usus (+) meningkat - Hepar : Tidak Teraba
- Lien : Tidak teraba, Ruang Traube kosong
Ren : Tidak teraba
CVA : -/-
Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas (anggota gerak) : atas bawah Akral hangat kering Akral hangat kering
Pain : Ada
Paresthesia : Tidak ada
Pallor : Tidak ada
Pulseless : Tidak ada Paralisis : Tidak ada
2.6 Diagnosa
Diagnosis Kerja : Closed Fraktur 1/3 distal os radius dengan dislokasi distal radioulnar joint (Galeazzi Fracture)
2.7 Tatalaksana
Terapi Non-medikamentosa:
- Pantau tanda-tanda vital - Tirah baring
- Imobilisasi Terapi Medikamentosa:
- IVFD Ringer Laktat 20tpm/24jam - Inj Ceftriaxone 1 gr vial/ 12 jam/ IV - Pro op reposisi dan imobilisasi 2.8 Prognosis
- Quo ad Vitam : Ad bonam - Quo ad Functionam : Ad bonam - Quo ad Sanationam : Ad bonam
2.9 Follow up
Tanggal Subyektif Obyektif Assement Planning
10/12/2023 - Nyeri lengan kanan (+) - Keadaan umum:
Tampak sakit sedang
- Kesadaran : CM - TD : 110/70 mmHg - Nadi : 86 x/menit - RR : 20 x/menit - Suhu : 36,4 ℃
- Kepala : Normocephal - Mata : cekung -/-,
anemis -/-, ikterus -/- - Jantung : S1,S2
tunggal, regular - Pulmo : Vesikular
+/+, Rhonki -/- , Wheezing -/- - Abdomen :
Soepel, BU (+) normal
- Ektremitas : Hangat, CRT<2 detik, Edema (-)
Closed Fracture dengan dislokasi radioulnar joint
distal
1. Ceftriaxone 1gr/12 jam 2. Ketorolac 30mg/8 jam 3. Pro op reposisi + LAC
Tanggal Subyektif Obyektif Assement Planning 11/12/2023 - Nyeri post op (+)
- Demam (-)
- Mual (-), Muntah (-)
- Keadaan umum:
Tampak sakit sedang
- Kesadaran : CM - TD : 120/80 mmHg - Nadi : 77 x/menit - RR : 20 x/menit - Suhu : 36,6 ℃
- Kepala : Normocephal - Mata : cekung -/-,
anemis -/-, ikterus -/- - Jantung : S1,S2
tunggal, regular - Pulmo : Vesikular
+/+, Rhonki -/- , Wheezing -/- - Abdomen :
Soepel, BU (+) normal
- Ektremitas : Hangat, CRT<2 detik, Edema (-)
Post reposisi + LAC
1. RL 20 tpm
2. Ceftriaxone 1gr/12 jam 3. Ketorolac 30 mg/8 jam
Tanggal Subyektif Obyektif Assement Planning 12/12/2022 - Nyeri post op (+)
- Demam (-)
- Mual (-), Muntah (-)
- Keadaan umum:
Tampak sakit sedang
- Kesadaran : CM - TD : 120/80 mmHg - Nadi : 80 x/menit - RR : 20 x/menit - Suhu : 36,6 ℃
- Kepala : Normocephal - Mata : cekung -/-,
anemis -/-, ikterus -/- - Jantung : S1,S2
tunggal, regular - Pulmo : Vesikular
+/+, Rhonki -/- , Wheezing -/- - Abdomen :
Soepel, BU (+) normal
- Ektremitas : Hangat, CRT<2 detik, Edema (-)
Post reposisi + LAC
1. RL 20 tpm
2. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
3. Ketorolac 30 mg/8 jam
Tanggal Subyektif Obyektif Assement Planning 13/12/2022 - Nyeri post op (+)
- Demam (-)
- Mual (-), Muntah (-)
- Keadaan umum:
Tampak sakit sedang
- Kesadaran : CM - TD : 110/70 mmHg - Nadi : 70 x/menit - RR : 20 x/menit - Suhu : 36,6 ℃
- Kepala : Normocephal - Mata : cekung -/-,
anemis -/-, ikterus -/- - Jantung : S1,S2
tunggal, regular - Pulmo : Vesikular
+/+, Rhonki -/- , Wheezing -/- - Abdomen :
Soepel, BU (+) normal
- Ektremitas : Hangat, CRT<2 detik, Edema (-)
Post reposisi + LAC
1. BPL
2. Cefixime 100 mg/12 jam
3. PCT 500 mg/ 8 jam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1Anatomi sistem hepatobilier 3.1.1 Anatomi Hepar
Hepar merupakan organ viscera terbesar pada tubuh manusia dan terutama terletak di regio hypochondrium dextra dan epigastrium, meluas ke dalam regio hypochondrium sinistra (atau di dalam kuadran kanan atas, terbentang hingga kuadran kiri atas. Facies hepar meliputi: facies diaphragmatica ke arah anterior, superior, dan posterior, dan facies visceralis ke arah inferior6
Gambar 1. Anatomi hepar
6Facies diaphragmatica hepar, yang halus dan berbentuk kubah, terletak berhadapan dengan facies inferior diaphragma. Facies ini berhubungan dengan recessus subphrenici dan hepatorenalis. Recessus subphrenici memisahkan facies diaphragmatica hepar dari diaphragma dan dibagi menjadi pars dextra dan sinistra oleh ligamentum falciforme, suatu struktur yang berasal dari mesenterium ventralis pada embryo. Recessus hepatorenalis adalah bagian cavitas peritonealis pada sisi kanan antara hepar dan ren dextra dan glandula suprarenalis/adrenalis dextra. Recessus subphrenici dan hepatorenalis bersambungan di bagian anterior6.
Facies visceralis hepar tertutup peritoneum viscerale, kecuali pada fossa vesicae billiaris/felleae dan pada porta hepatis (pintu gerbang menuju hepar),
Struktur-struktur yang berhubungan dengan facies ini meliputi yang berikut:
esophagus, pars anterior bagian kanan gaster. pars superior duodeni, omentum
minus, vesica fellea (biliaris). flexura coli dextrae, sisi kanan colon transversum, ren dexter, dan glandula suprarenalis dextra. Porta hepatis berperan sebagai titik masuk ke dalam hepar bagi arteriae hepatica dan vena portae hepatis, dan titik keluar bagi ductus hepaticus6
Gambar 2. Struktur terkait pada hepar
6Hepar dibagi menjadi lobus dexter hepatis dan sinister oleh fossae vesicaebiliaris dan vena cava inferior. Lobus dexter hepatis adalah yang lebih besar, Sedangkan lobus sinister hepatis yang lebih kecil. Lobus caudatus dan lobus quadratus terletak di lobus dexter hepatis, tetapi secara fungsi berbeda.
Lobus quadratus terlihat di pars anterior facies visceralis hepar dan dibatasi disisi kiri oleh suatu fissura ligament teretis dan pada sisi kanan oleh suatu fossa vesicae biliaris. Fungsinya berhubungan dengan lobus sinister hepatis. Lobus caudatus terlihat pada pars posterior facies visceralis hepar. Struktur ini dibatasi di sisi kiri oleh suatu fissure ligamenti venosi dan di sisi kanan oleh sulcus vena cavae (inferior). Fungsinya, berbeda dengan Lobus dexter hepatis dan lobus sinister hepatis6.
Suplai arterial hepar berasal dari arteria hepatica dextra dari arteria hepatica propria (cabang dari arteria hepatica communis dari truncus coeliacus), dan arteria hepatica sinistra dari arteria hepatica propria (sebuah cabang dari arteria hepatica communis dari truncus coeliacus).
Gambar 3. Suplai perdarahan pada hepar
63.1.2 Anastomosis Portosistemik
Sistem vena portae hepatis mengalirkan darah vena dari organ viscera abdomen menuju hepar. Pada individu normal, aliran darah vena portal 100%
dapat dipulihkan dari venae hepaticae, sedangkan pada pasien-pasien dengan peningkatan tekanan vena portae hepatis (misalnya, hipertensi portal karena cirrhosis), secara bermakna aliran darah ke hepar jauh lebih sedikit. Sisa darah yang lain memasuki saluran-saluran kolateral, yang akan bermuara ke dalam sirkulasi sistemik pada titik-titik tertentu. Sistem kolateral terbesar terjadi di6:
Pertemuan gastroesophageale di sekitar cardia gaster. Disini vena gastrica sinistra dan percabangannya membentuk anastomosis portosistemik dengan aliran darah venae menuju ke sistem vena azygos
Anus melalui vena rektalis superior sistem portal anastomosis dengan venae rectales mediale dan venae rectales inferiors sistem vena sistemik
Dinding anterior abdomen di sekeliling umbilicus melalui vena paraumbilacakes beranastomosis dengan venae pada dinding anterior abdomen. Bila Tekanan vena portae hepatis meningkat, varices cenderung terjadi pada dan disekitar anastomosis portosistemik dan pembesaran venae ini disebut hemorrhpid pada pertemuan anorectale, varises esofagus pada pertemuan gastroesophageale dan caput meduse pada vena umbilicalis6.
Gambar 5. Anastomosis portosistemik
63.2Sirosis Hepatis 3.2.1 Definisi
Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. Gambaran ini terjadi akibat adanya nekrosis hepatoselular7.
3.2.2 Etiologi
Penyakit hati kronis biasanya berkembang menjadi sirosis. Di negara maju, penyebab paling umum dari sirosis adalah virus hepatitis C (HCV), penyakit hati alkoholik, dan steatohepatitis nonalkohol (NASH), sedangkan virus hepatitis B (HBV) dan HCV adalah penyebab paling umum di negara berkembang. Penyebab lain sirosis termasuk hepatitis autoimun, kolangitis bilier primer, kolangitis sklerosis primer, hemokromatosis, penyakit Wilson, defisiensi antitripsin alfa-1, sindrom Budd-Chiari, sirosis hati yang diinduksi obat, dan gagal jantung kanan kronis. Sirosis kriptogenik didefinisikan sebagai sirosis dengan etiologi yang tidak jelas2.
3.2.3 Epidemiologi
Sirosis hepatis merupakan Penyebab mortalitas ke-11 dan morbiditas ke- 15 diseluruh dunia1. Pada tahun 2017 terdapat 122,6 juta kasus sirosis hepatis diseluruh dunia2. Sirosis menyebabkan 1,32 juta kematian pada tahun 2017, sekitar dua pertiga pada pria dan satu pertiga pada Wanita1. Pada tahun 2016, lebih dari
40.000 orang Amerika meninggal karena komplikasi yang berkaitan dengan sirosis hepatik yang menjadikannya sebagai Penyebab kematian ke-12 di Amerika serikat. Prevalensi tinggi pada orang kulit hitam non-hispanik, orang Amerika meksiko dan masyarakat yang hidup dibawah kemiskinan. Banyak pasien meninggal karena penyakit ini pada dekade kelima atau keenam kehidupan mereka. Insiden penyakit hati berlemak nonalkohol (NAFLD) dan steatohepatitis nonalkohol (NASH) diperkirakan akan meningkat, menyebabkan peningkatan insiden sirosis8.
3.2.4 Patofisiologi
Beberapa sel berperan dalam terjadinya sirosis hati, termasuk hepatosit dan sel-sel lapisan sinusoidal seperti hepatic stelata cell (HSC), sel endotel sinusoidal (SEC), dan sel Kupffer (KC). Sel stelata membentuk bagian dari dinding sinusoid hati, dan fungsinya adalah untuk menyimpan vitamin A. Ketika sel-sel ini terkena sitokin inflamasi, mereka menjadi aktif, berubah menjadi miofibroblas, dan mulai menyimpan kolagen, yang menghasilkan fibrosis. Sel endotel sinusioid membentuk lapisan endotel dan ditandai oleh fenestrasi yang dibuat di dinding yang memungkinkan pertukaran cairan dan nutrisi antara sinusoid dan hepatosit. Defenestrasi dinding sinusoidal dapat terjadi akibat penggunaan alkohol kronis dan menyebabkan fibrosis perisinusoidal. Sel kupffer adalah makrofag satelit yang juga melapisi dinding sinusoid8. Hepatosit juga terlibat dalam patogenesis sirosis, karena hepatosit yang rusak melepaskan spesies oksigen reaktif dan mediator inflamasi yang dapat mendorong pengaktifan HSC dan pembentukan fibrosis hati8.
Penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada pasien sirosis adalah perkembangan hipertensi portal dan sirkulasi hiperdinamik. Hipertensi portal berkembang secara sekunder akibat fibrosis dan perubahan vasoregulasi, baik secara intrahepatik maupun sistematis, yang menyebabkan pembentukan sirkulasi kolateral dan sirkulasi hiperdinamik. Pada Intrahepatik, sel endotel sinusoid
masing-masing menyebabkan relaksasi atau kontraksi sinusoid, dan mengendalikan
aliran darah sinusoidal8. Pada pasien dengan sirosis, terjadi peningkatan produksi ET-1, serta peningkatan sensitivitas reseptornya dengan penurunan produksi NO.
Hal ini menyebabkan peningkatan vasokonstriksi dan resistensi intrahepatik, yang memicu hipertensi portal8. Hipertensi portal menyebabkan terbentuknya anastomosis portosistemik yang terjadi di pertemuan gastroesophageale disekitar cardia gaster, disini vena gastrica sinistra dan percabangannya membentuk anastomosis portosistemik dengan aliran darah menuju ke sistem vena azygos, pada anus vena rectalis superior sistem portal beranastomosis dengan venae rectales mediale dan vena rectales inferior sistem vena sistemik dan pada dinding abdomen sekeliling umbilicus vena paraumbilicus beranastomosis dengan vena pada dinding anterior abdomen. Bila Tekanan vena pirta semakin meningkat, varises cenderung terjadi pada dan disekitar anastomosis portosistemik dengan embesaran vena ini disebut hemorrhoid pada pertemuan anorectale, varices esophagus pada pertemuan gastroesophageale dan caput medusae pada umbilicus9.
Remodeling vaskular yang dimediasi oleh efek kontraktil HSC di sinusoid menambah peningkatan resistensi vaskular. Untuk mengimbangi peningkatan tekanan intrahepatik ini, sirkulasi kolateral dibentuk. Dalam sirkulasi sistemik dan splanknikus, efek sebaliknya terjadi, dengan peningkatan produksi NO, menyebabkan vasodilatasi sistemik dan splanknik dan penurunan resistensi vaskular sistemik. Ini mendorong aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAAS), yang menyebabkan retensi natrium dan air dan menghasilkan sirkulasi hiperdinamik. Jadi, pada sirosis dengan hipertensi portal, terjadi penurunan kadar vasodilator (terutama NO) secara intrahepatik tetapi kelebihan NO secara ekstrahepatik pada sirkulasi splanknik dan sistemik, yang menyebabkan vasokonstriksi sinusoidal dan vasodilatasi splanknik (sistemik)8.
Gambar 6. Patogenesis sirosis hepatis
83.2.5 Diagnosis Anamnesis
Sebagian besar pasien dengan sirosis kompensasi dapat datang tanpa gejala. Bila bergejala berhubungan mungkin pasien datang dengan penurunan fungsi hepar (misalnya koagulopati), hipertensi portal atau penurunan detoksifikasi hepar (misalnya ensefalopati hepatik). Gejala yang biasa dirasakan adalah kelelahan, kelemahan, kehilangan nafsu makan, ketidaknyaman pada daerah kuadran kanan atas, penurunan berat badan yang sulit dijelaskan penyebabnya. Dengan timbulnya dekompensasi, pasien dapat terlihat gejala gangguan fungsi hati seperti ikterus, hipertensi portal (asites, edema perifer, caput medusa, hemorid, perdarahan varises esofagus berupa hematemesis atau melena), dan ensefalopati hepatik (kebingungan dan gangguan tidur), eritema palmaris, genikomastia, spider nevi, alopesia, sklera ikterik, atropi testis, amenorea 8,10.
Pemeriksaan Fisik
Temuan pemeriksaan fisik yang mungkin ada pada pasien dengan penyakit sirosis diringkas dalam Tabel 13.
Tabel 1. Temuan pemeriksaan fisik sirosis hepatis
Status generalis Temuan pemeriksaan fisik
Umum Atrofi otot
Sistem saraf pusat Tremor, mengantuk, kebingungan
Kepala
Fetor hepaticus: bau manis dari Napas yang disebabkan oleh peningkatan
konsentrasi dari dimetil sulfida
Ikterus: mungkin melihat selaput lendir dibawah lidah yang menguning, sklera ikterik, spider nevi
Dada Ginekomastia, spider nevi
Abdomen Ascites, caput meduse, hepatomegaly atau hepar tampak mengecil, hemoroid, splenomegali Tangan dan kuku Clubbing finger, dupuytren contracture, palmar
eritem, terry nails Genitourinary (laki laki) Atrofi testicular
Ekstremitas bawah Eritema distal, edema, petekie
Penilaian tanda Asites dapat dilihat dengan9: - Adanya distensi abdomen
- Shifting dullnes positif: Perkusi mulai daerah mid-abdomen ke arah lateral, tentukan batas bunyi timpani dan redup - Minta pasien berbaring pada posisi lateral - Ascites (+) bila terjadi perubahan bunyi dari timpani ke redup pada lokasi yang sama
- Puddle sign: Baringkan pasien dengan prone posisi (siku dan lutut naik/tiarap) selama 5 menit - Letakkan diafragma stetoskop di permukaan tengah bawah perut (tempat pengumpulan cairan terbanyak) - Dengarkan suara yang dibuat oleh jari-jari yang diketukkan pada sisi lateral abdomen - Ketukan dilanjutkan terus sambil steteskop digerakkan menjauhi pemeriksa - Bila pinggir dari kumpulan (puddle) cairan dicapai, intensitas suara ketukan akan lebih keras11
Gejala ensefalopati hepatik dapat berkisar dari ringan sampai berat dan dapat diamati pada sebanyak 70% pasien dengan sirosis. Gejala dinilai pada skala berikut10:
- Grade 0 - Subklinis; status mental normal tetapi perubahan minimal dalam memori, konsentrasi, fungsi intelektual, koordinasi
- Derajat 1 - Kebingungan ringan, euforia atau depresi, penurunan perhatian, perlambatan kemampuan untuk melakukan tugas mental, lekas marah, gangguan pola tidur (yaitu, siklus tidur terbalik)
- Derajat 2 - Mengantuk, lesu, defisit berat dalam kemampuan untuk melakukan tugas-tugas mental, perubahan kepribadian yang jelas, perilaku yang tidak pantas, disorientasi intermiten (biasanya berkaitan dengan waktu)
- Grade 3 - Somnolent, tapi keadaan terangsang; ketidakmampuan untuk melakukan tugas-tugas mental; disorientasi terhadap waktu dan tempat;
kebingungan yang ditandai; amnesia; sesekali marah; ucapan ada tapi tidak bisa dimengerti
- Derajat 4 - Koma, dengan atau tanpa respons terhadap rangsangan yang menyakitkan
Pemeriksaan penunjang
Pada tahap awal sirosis hepatis kompensasi, temuan laboratorium mungkin normal. Peningkatan enzim hati secara tidak sengaja atau bukti penyakit hati pada pencitraan dapat mendorong kecurigaan awal cedera hati kronis6,8.
Labolatorium
Aminotransferase biasanya sedikit sampai sedang meningkat dengan aspartat aminotransferase (AST) lebih besar dari alanine aminotransferase (ALT); namun, kadar normal tidak menyingkirkan sirosis. Pada sebagian besar bentuk hepatitis kronis (kecuali hepatitis alkoholik), rasio AST/ALT kurang dari satu. Ketika hepatitis kronis berkembang menjadi sirosis, ada pembalikan rasio AST/ALT ini. Alkaline phosphatase (ALP), 5'-nucleotidase, dan gamma-glutamyl transferase (GGT) meningkat pada gangguan kolestatik6. Waktu protrombin (PT) meningkat karena defek faktor koagulasi dan bilirubin, sedangkan albumin rendah karena disintesis oleh hati dan kapasitas fungsional hati turun. Jadi albumin serum dan PT adalah indikator sebenarnya dari sinstesis fungsi hati. Anemia normokromik
terlihat; namun, anemia makrositik dapat dilihat pada sirosis hati alkoholik.
Leukopenia dan trombositopenia juga terlihat sekunder akibat sekuestrasi oleh limpa yang membesar serta efek supresi alkohol pada sumsum tulang.
Imunoglobulin, terutama fraksi gamma, biasanya meningkat karena gangguan pembersihan oleh hati8.
Pemeriksaan Radiologis
Sejumlah modalitas pencitraan digunakan bersama laboratorium untuk membantu dalam diagnosis sirosis. Ini termasuk ultrasound, CT, MRI, dan fibroscan8. Ultrasonografi adalah modalitas yang murah, non-invasif, dan tersedia untuk evaluasi sirosis. Dapat mendeteksi nodularitas dan peningkatan ekogenisitas hati, yang terlihat pada sirosis; namun, ini tidak spesifik karena temuan ini juga dapat dilihat pada perlemakan hati8. Hal ini juga dapat menentukan rasio lebar lobus kiri dengan lebar lobus kanan, yang biasanya meningkat pada sirosis8. Selain itu, ini adalah alat skrining yang berguna untuk HCC (karsinoma hepatoseluler) pada pasien sirosis. Ultrasonografi Duplex Doppler membantu menilai patensi vena hepatik, portal, dan mesenterika.
Gambar 7. USG sirosis hepatis
CT scan dan MRI dengan kontras dapat mendeteksi HCC dan lesi vaskular, dengan MRI lebih unggul daripada CT scan8. MRI juga dapat digunakan untuk mendeteksi tingkat deposisi besi dan lemak di hati untuk hemokromatosis dan steatosis, dan obstruksi bilier jika diperoleh MRC (magnetic resonance cholangiography). MRI, bagaimanapun pemeriksaan ini mahal dan tidak tersedia disemua fasilitas kesehatan8. Elastografi transien (fibroscan) adalah metode non- invasif yang menggunakan gelombang ultrasound berkecepatan tinggi untuk mengukur kekakuan hati, yang berkorelasi dengan fibrosis. Pada sirosis,
pemindaian limpa hati koloid menggunakan koloid belerang teknesium-99m dapat menunjukkan peningkatan penyerapan koloid di sumsum tulang dan limpa bila dibandingkan dengan hati. Adanya varises di esofagus atau lambung pada esophagogastroduodenoscopy (EGD) menunjukkan hipertensi portal8.
Biopsi hati adalah baku emas untuk mendiagnosis sirosis serta menilai tingkat peradangan (grade) dan fibrosis (stadium) penyakit. Namun demikian, kadang-kadang dapat melewatkan diagnosis karena kesalahan pengambilan sampel8. Diagnosis sirosis dengan biopsi membutuhkan adanya fibrosis dan nodul.
Pola nodular dapat berupa mikronodular, makronodular, atau bercampur dengan pola mikronodular yang mewakili faktor risiko independen untuk peningkatan gradien tekanan vena hepatik (HVPG) dan penyakit yang lebih parah. Tes noninvasif menggunakan penanda serum langsung dan tidak langsung digunakan untuk mendeteksi pasien dengan fibrosis/sirosis yang signifikan dari pasien tanpa/fibrosis ringan8.
Gambar 8. Patologi Sirosis Hepatis12
II.6 Tatalaksana
Terapi farmakologi10 1. Kekurangan zinc
Defisiensi zinc umumnya diamati pada pasien dengan sirosis. Pengobatan dengan seng sulfat 220 mg secara oral dua kali sehari dapat memperbaiki disgeusia dan dapat merangsang nafsu makan. Selanjutnya, seng efektif dalam pengobatan kram otot dan terapi tambahan untuk ensefalopati hepatik.
2. Pruritus
Peningkatan kadar asam empedu serum pernah dianggap sebagai penyebab pruritus, opioid endogen lebih mungkin menjadi penyebab pruritogen. Keluhan
gatal ringan dapat diatasi dengan pengobatan dengan antihistamin dan topikal amonium laktat. Cholestyramine adalah terapi andalan untuk pruritus penyakit hati. Obat lain yang dapat meredakan pruritus selain antihistamin (misalnya, difenhidramin, hidroksizin) dan krim kulit amonium laktat 12% (Lac-Hydrin), termasuk asam ursodeoksikolat, doxepin, dan rifampisin. Pasien dengan pruritus berat mungkin memerlukan terapi sinar ultraviolet atau plasmapheresis.
3. Hipogonadisme
Beberapa pasien pria menderita hipogonadisme. Pasien dengan gejala berat dapat menjalani terapi dengan preparat testosteron topikal, meskipun keamanan dan kemanjurannya belum diteliti dengan baik. Demikian pula, kegunaan dan keamanan terapi hormon pertumbuhan masih belum jelas.
4. Osteoporosis
Pasien dengan sirosis dapat mengalami osteoporosis. Suplementasi kalsium dan vitamin D penting pada pasien dengan risiko tinggi osteoporosis, terutama pasien dengan kolestasis kronis atau kolangitis bilier primer dan pasien yang menerima kortikosteroid untuk hepatitis autoimun. Temuan pada studi densitometri tulang tentang penurunan mineralisasi tulang dapat mendorong pemberian terapi dengan aminobifosfonat (misalnya, natrium alendronate).
5. Vaksinasi
Pasien dengan penyakit hati kronis harus menerima vaksinasi untuk melindungi mereka dari hepatitis A. Tindakan perlindungan lainnya termasuk vaksinasi terhadap influenza dan pneumokokus.
6. Varises esofagus
Pada pasien dengan sirosis kompensasi dan varises gastroesofageal, rekomendasi AASLD adalah sebagai berikut11 :
- Beta-blocker nonselektif adalah terapi yang direkomendasikan untuk pasien dengan risiko tinggi varises esofagus kecil (yaitu, pencegahan primer pada pasien dengan varises esofagus kecil).
- Baik beta-blocker nonselektif tradisional (misalnya, propranolol, nadolol), carvedilol, atau ligasi varises endoskopik (EVL) direkomendasikan untuk pencegahan perdarahan varises pertama (VH) (profilaksis primer) pada pasien dengan varises sedang atau besar. Diberikan dengan dosis dimulai2x10 mg dan
dapat ditingkatkan hingga Tekanan diastolic turun 20 mmHg (setelah keadaan stabil dan perdarahan berhenti).
- Pasien dengan beta-blocker nonselektif atau carvedilol untuk profilaksis primer tidak memerlukan pemantauan dengan serial esophagogastroduodenoscopy (EGD).
- Tidak direkomendasikan dalam pengaturan ini: Terapi kombinasi beta-blocker nonselektif ditambah EVL.
- Tidak direkomendasikan dalam pencegahan VH pertama: penempatan Transjugular intrahepatic portosystemic shunt (TIPS)
7. Perdarahan varises
Untuk pasien yang datang dengan VH esofagus akut, pedoman AASLD merekomendasikan11:
- Transfusi konservatif sel darah merah: Mulai transfusi ketika hemoglobin mencapai ambang batas sekitar 7 g/dL, dengan tujuan mempertahankannya antara 7 dan 9 g/dL.
- Profilaksis antibiotik jangka pendek (maksimal 7 hari) harus diberikan pada setiap pasien dengan sirosis dan perdarahan gastrointestinal.Ceftriaxone 1 g/24 h intravena (IV) adalah antibiotik pilihan dan harus digunakan selama maksimal 7 hari (pertimbangkan penghentian jika perdarahan telah teratasi dan obat vasoaktif dihentikan).
- Obat vasoaktif (somatostatin atau analognya, octreotide; vasopressin atau analognya, terlipressin) harus dimulai segera setelah dicurigai adanya VH.
- EGD harus dilakukan dalam waktu 12 jam setelah masuk dan setelah pasien stabil secara hemodinamik.
- Jika sumber varises dikonfirmasi/dicurigai, EVL harus dilakukan.
Untuk individu yang telah pulih dari episode VH esofagus akut, AASLD merekomendasikan hal berikut :
- Terapi lini pertama dalam pencegahan perdarahan ulang: Kombinasi beta- blocker nonselektif ditambah EVL
- Pasien yang telah berhasil memasang TIPS (Transjugular intrahepatic portosystemic shunt) selama episode akut tidak memerlukan penyekat beta nonselektif atau EVL.
- TIPS adalah terapi penyelamatan yang direkomendasikan pada pasien yang mengalami perdarahan berulang meskipun menggunakan terapi kombinasi beta-blocker nonselektif plus EVL.
Terapi nutrisi dan exercise
Banyak pasien mengeluhkan anoreksia, yang mungkin diperparah oleh kompresi langsung asites pada saluran GI. Perawatan harus diambil untuk memastikan bahwa pasien menerima kalori dan protein yang cukup dalam makanan mereka. Pasien sering mendapat manfaat dari penambahan suplemen nutrisi cair dan bubuk yang tersedia secara umum ke dalam makanan. Jarang pasien yang tidak bisa mentoleransi protein dalam bentuk ayam, ikan, sayuran, dan suplemen gizi. Institusi diet rendah protein karena khawatir bahwa ensefalopati hepatik dapat berkembang menempatkan pasien pada risiko pengecilan otot yang parah8.
Pedoman praktek 2010 untuk penyakit hati alkoholik yang diterbitkan oleh American Association for the Study of Liver Diseases dan American College of Gastroenterology merekomendasikan pengobatan agresif malnutrisi kalori protein pada pasien dengan sirosis alkoholik. Pemberian makan ganda per hari, termasuk sarapan dan camilan di malam hari, telah ditentukan. Olahraga teratur, termasuk berjalan dan bahkan berenang, harus didorong pada pasien dengan sirosis, untuk mencegah pasien ini tergelincir ke dalam lingkaran setan tidak aktif dan pengecilan otot8.
Transplantasi organ
Transplantasi hati telah muncul sebagai strategi penting dalam pengelolaan pasien dengan sirosis dekompensasi. Pasien harus dirujuk untuk pertimbangan transplantasi hati setelah tanda-tanda pertama dekompensasi hati. Pada awal 1980- an, persentase pasien yang bertahan hidup 1 tahun dan 5 tahun setelah transplantasi hati masing-masing hanya 70% dan 15%. Saat ini, pasien dapat mengantisipasi tingkat kelangsungan hidup 1 tahun 85-90% dan tingkat kelangsungan hidup 5 tahun lebih tinggi dari 70%8.
Kontraindikasi untuk transplantasi hati yaitu penyakit kardiovaskular atau paru yang parah, penyalahgunaan obat aktif atau alkohol, keganasan, sepsis, atau
masalah psikososial yang mungkin membahayakan kemampuan pasien untuk mengikuti rejimen terapi setelah transplantasi. Kehadiran human immunodeficiency virus (HIV) dalam aliran darah juga merupakan kontraindikasi transplantasi8.
3.2.6 Komplikasi
Komplikasi yang menyertai sirosis hati dapat mencakup: Hipertensi portal, ascites dan edema ekstremitas bawah, ikterus, Splenomegali, Infeksi, pendarahan, dan Ensefalopati hepatik6. Penilaian ensefalopati hepatic dapat dilakukan dengan menggunakan kriteria West Haven pada Tabel 2.
Tabel 2. Kriteria West Haven
3.2.7 Prognosis
Prognosis sirosis hepatis kompensata untuk harapan hidup 10 tahun kedepan sebesar 47 %. Tetapi nilai prognosis ini menurun menjadi 16 % bila pasien memasuki kedalam sirosis hepatis dekompensata. Melakukan penilaian dengan menggunakan Skor atau klasifikasi Child-Turcotte-Pugh (CTP) pada Tabel 3 yang terdiri dari penilaian albumin serum, bilirubin, asites, dan ensefalopati hepatik untuk mengklasifikasikan pasien dengan sirosis ke dalam kelas A, B, dan C. Tingkat penggunaan hidup satu dan dua tahun untuk masing masing kelas adalah 100% dan 85% (A), 80% dan 60% (B), serta 45% dan 35%
(C). Penilaian serum bilirubin, kreatinin, dan INR untuk memprediksi kematian dalam tiga bulan ke depan setelah transplantasi hati diindikasikan pada sirosis dekompensasi yang tidak merespon terhadap pengobatan medis. Tingkat hidup satu tahun dan lima tahun setelah transplantasi hati masing-masing sekitar 85%
dan 72%8.
Tabel 3 Child-Turcotte-Pugh Score
DAFTAR PUSTAKA
1. Zhou, W. C., Zhang, Q. B., & Qiao, L. (2014). Pathogenesis of liver cirrhosis. World journal of gastroenterology, 20(23), 7312–7324.
https://doi.org/10.3748/wjg.v20.i23.7312
2. Smith A, Baumgartner K, Bositis C. Cirrhosis: Diagnosis and Management.
Am Fam Physician. 2019 Dec 15;100(12):759-770. PMID: 31845776.
3. Smith, A., Baumgartner, K. and Bositis, C. (2019) ‘Cirrhosis - Diagnosis and Management_Smith_2019’, Am Fam Médico, 100(12), pp. 759–770.
4. Cheemerla, S. and Balakrishnan, M. (2021) ‘Global Epidemiology of Chronic Liver Disease’, Clinical Liver Disease, 17(5), pp. 365–370. doi:
10.1002/cld.1061.
5. Muin, R. Y. et al. (2016) ‘Sirosis Hepatis Dekompensata Pada Anak’, Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory, 18(1), p.
63. doi: 10.24293/ijcpml.v18i1.353.
6. Richard L Drake; Wayne Vogl; Adam W M Mitchell. 2014. Gray’s Anatomy:
Anatomy of the Human Body. Elsevier; 2014.
7. Saskara, P. M. A. and Suryadarma, I. (2014) ‘Laporan Kasus : Sirosis Hepatis’, FK Universitas Udayana, pp. 1–20.
8. Sharma B, John S. Hepatic Cirrhosis. [Updated 2021 Nov 5]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK482419/
9. Drake, R. L., Vogl, W., Mitchell, A. W. M., & Gray, H. (2014). Gray's anatomy for students. Philadelphia: Elsevier/Churchill Livingstone.
10. Medscape. 2022. Cirrhosis. Available at
https://emedicine.medscape.com/article/185856-#a17
11. Amalia, dr. D. T. (2015) ‘Panduan Mahasiswa Clinical Skill Lab ( CSL ) Sistem Gastroenterohepatologi’, Mediskus. Available at:
https://mediskus.com/ileus.
12. Radiopedia. 2020. https://radiopaedia.org/articles/cirrhosis
13. Garcia-Tsao, G. et al. (2017) ‘Portal hypertensive bleeding in cirrhosis: Risk stratification, diagnosis, and management: 2016 practice guidance by the
American Association for the study of liver diseases’, Hepatology, 65(1), pp. 310–335. doi: 10.1002/hep.28906.
14. Setiati, siti et al. 2014. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid II.
Internapublishing. Jakarta
15. Alwi Idrus et al. 2016. Penatalaksanaan di bidang ilmu penyakit dalam panduan praktik klinis perhimpunan dokter spesialis penyakit dalam Indonesia. internaPublishing. Jakarta
16.DiGregorio AM, Alvey H. Gastrointestinal Bleeding. [Updated 2021 Jul 25]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-
. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK537291/
17.Antunes C, Copelin II EL. Upper Gastrointestinal Bleeding. [Updated 2021 Jul 21]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls
Publishing; 2022 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470300/
18. Nicholis Rachael.2019. Hepatic encepalophaty pathogenesis and
clinical finding. Available at
https://calgaryguide.ucalgary.ca/wp- content/uploads/2019/01/Hepatic- Encephalopathy-Pathogenesis-and-Clinical- Findings.jpg