• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Framing Pro Kontra Ruu Ormas di Media Suara Pembaruan dan Republika

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Framing Pro Kontra Ruu Ormas di Media Suara Pembaruan dan Republika"

Copied!
125
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh: Tiara Meizita NIM 109051100010

KONSENTRASI JURNALISTIK

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

i

SUARA PEMBARUAN DAN REPUBLIKA SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh: Tiara Meizita NIM 109051100010

Dosen Pembimbing

Tantan Hermansah, MSi NIP 19760617 200501 100 6

KONSENTRASI JURNALISTIK

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(3)

ii

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana 1 (SI) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini, saya telah cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini merupakan hasil plagiat atau hasil jiplakan karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Jakarta, 8 Januari 2014

(4)
(5)

iv Republika

Undang-undang Organisasi Massa yang lama dianggap tidak sesuai dengan kebutuhan saat ini. Maka dari itu, pemerintah kemudian mengajukan Rancangan Undang-Undang Organisasi Masyarakat yang baru untuk mengantikan Undang-Undang No.8 Tahun 1985. Rencana pemerintah tersebut ternyata menuai pro kontra di kalangan masyarakat, tak terkecuali ormas Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama. Bagi kedua organisasi ini, RUU Ormas yang baru dianggap hanya akan membangkitkan rezim otoriter terhadap kebebasan berserikat dan berorganisasi. Di sisi lain, jika dilihat dari banyaknya ormas-ormas di Indonesia rasanya wajar ada sistem yang mengatur mengenai hal tersebut. Isu terkait RUU Ormas menjadi perhatian berbagai media massa, termasuk Republika dan Suara Pembaruan. Republika dan Suara Pembaruan membingkai kasus pro kontra isu ini dengan cara yang berbeda. Studi ini mengkaji media Republika dan Suara Pembaruan dalam merekam dan berposisi pada isu tersebut.

Berdasarkan realitas tersebut, maka muncul pertanyaan: bagaimana Suara Pembaruan dan Republika mengidentifikasi masalah terkait kasus pro kontra RUU Ormas? Apa yang menjadi penyebab masalah menurut Suara Pembaruan dan Republika terkait kasus pro kontra RUU Ormas? Bagaimana Suara Pembaruan dan Republika menampilkan nilai moral terkait adanya kasus pro kontra RUU Ormas? Bagaimana penyelesaian masalah yang ditampilkan oleh media Suara Pembaruan dan Republika terkait kasus pro kontra RUU Ormas?

Teori yang digunakan adalah teori konstruksi sosial yang dilihat dari sisi media massa dan politik. Secara umum teori konstruksi sosial membahas mengenai bagaimana sebuah realitas yang ada di lingkungan sekitar masyarakat di persepsikan oleh publik secara berbeda. Hal ini yang terjadi di media massa dalam mengerjakan isi medianya. Pembentukkan realitas melalui simbol-simbol politik dan bahasa berperan dalam mengkonstruksi berita di media massa.

Penelitian ini menggunakan metodologi paradigma konstruktivis dengan pendekatan kualitatif. Model yang digunakan untuk menganalisa penelitian ini adalah model analisis framing Robert Entman. Dalam konsepsi Entman, framing merujuk pada empat struktur analisis yaitu Define Problem (Pendefinisian masalah), Diagnose Cause (memperkirakan masalah atau sumber masalah), Make Moral Judgement (membuat keputusan moral), Treatment Recommendation

(menekankan penyelesaian).

(6)

v











Alhamdulillahirabbil’alamiin. Puji syukur peneliti panjatkan kepada Allah

SWT yang telah melimpahkan rahmat serta karunia-Nya. Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada nabi Muhammad SAW, sosok teladan sepanjang zaman, beserta para sahabat, dan para pengikutnya, yang telah mengantar umat manusia dari zaman kegelapan kepada zaman yang dihiasi dengan ilmu seperti saat ini.

Dalam kesempatan ini peneliti ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Dr. H. Arief Subhan, M.A, Wakil Dekan I Bidang Akademik, Dr. Suparto, M.Ed, Wakil Dekan II Bidang Administrasi Umum, Drs. Jumroni, M.Si, serta Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan, Drs. Wahidin Saputra, M.A.

2. Ketua Konsentrasi Jurnalistik, Rubiyanah, M.A serta Sekertaris Jurusan Kosentrasi Jurnalistik Ade Rina Farida, M.Si yang telah banyak meluangkan waktunya untuk membantu menyelesaikan kuliah.

(7)

vi

5. Segenap staf Perpustakaan Utama UIN Jakarta dan Perpustakaan Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi.

6. Ketua Panitia Khusus RUU Ormas, Abdul Malik Haramain yang telah menyediakan waktu disela kesibukannya untuk menjadi narasumber dalam penelitian ini.

7. Harian Umum Republika khususnya kepada Fajriyan Zamzami selaku Redaktur Rubrik Nasional, yang telah menyempatkan diri untuk menjadi narasumber dalam penelitian ini. Serta kepada Harian Umum Media Suara Pembaruan khususnya Aditya L. Djono selaku Redaktur Pelaksana, yang disela kesibukannya menyempatkan diri untuk menjadi narasumber dalam penelitian ini.

8. Kedua orangtua tercinta Ifdal Muchlis dan Nelmayanti terimakasih atas

segala do’a dan semangat yang telah diberikan selama ini sehingga

Peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.

(8)

vii

berusaha untuk semaksimal mungkin dengan baik. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembacanya.

Peneliti

(9)

viii

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Batasan danRumusanMasalah ... 6

C. Tujuan danManfaatPenelitian. ... 7

D. TinjauanPustaka ... 8

E. Metodologi Penelitian ... 9

F. Sistematika Penulisan ... 15

BAB II LANDASAN TEORITIS A.Undang-UndangOrganisasiKemasyarakatan ... 16

B. KonstruksiSosial ... 20

1. KonstruksiSosial :Pemikiran Berger danLuckman ... 20

2. KonstruksiSosial Media Massa ... 24

C.Analisis Framing ... 28

D.Analisis Framing Model Robert Entman ... 31

BAB III GAMBARAN UMUM A.Profil Suara Pembaruan ... 35

1.Sejarah Singkat Suara Pembaruan ... 35

2.Visi dan Misi Suara Pembaruan. ... 36

3.Struktur Organisasi Suara Pembaruan ... 37

B. Profil Republika ... 38

1.Sejarah Singkat Republika ... 38

2.Visi dan Misi Republika ... 40

3.Struktur Organisasi Republika... 43

BAB IV TEMUAN DAN ANALISA DATA A.Define Problems Kasus Pro Kontra RUU Ormas di Media Suara Pembaruan dan Republika ... 49

B. Diagnose Causes Kasus Pro Kontra RUU Ormas di Media Suara Pembaruan dan Republika ... 54

C. Make Moral Judgement Kasus Pro Kontra RUU Ormas di Media Suara Pembaruan dan Republika ... 56

D. Treatment Recommendation Kasus Pro Kontra RUU Ormas di Media Suara PembaruandanRepublika ... 59

(10)

ix

DAFTAR PUSTAKA ... 79

(11)
[image:11.595.98.511.135.613.2]

x

Tabel 1. Perbedaan UU Ormas lama dengan UU Ormas baru ... 19

Tabel 2. Proses Konstruksi Sosial Media Massa ... 26

Tabel 3. Defini Framing Menurut Beberapa Tokoh... 30

Tabel 4. Framing Model Robert Entman ... 34

Tabel 5. Struktur Organisasi Suara Pembaruan ... 38

Tabel 6. Struktur Organisasi Republika ... 44

(12)

1 A. Latar Belakang Masalah

Beberapa waktu belakangan ini, pemerintah tengah sibuk mensosialisasikan sebuah Rancangan Undang-Undang (RUU) baru kepada masyarakat. RUU ini berkenaan dengan organisasi kemasyarakatan yang baru. RUU Ormas yang baru ini memang sengaja dibuat untuk menggantikan Undang-Undang No.8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan.

Awal munculnya Undang-Undang No.8 Tahun 1985 adalah ketika orde baru pada saat itu tidak peduli tentang fenomena sosial-politik dan kultural dengan fenomena hukum. Maka muncullah Undang-Undang Organisasi Kemasyarakatan 1985 (UU No 8/1985) berdasarkan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) Tahun 1983. Berdasarkan undang-undang itu, Orde Baru mengharuskan ormas

“berhimpun dalam satu wadah pembinaan dan pengembangan yang sejenis”

(Pasal 8-12) untuk dibina pemerintah (Pasal 13-14).1

Mudahnya mendirikan sebuah organisasi masyarakat menjadikan ormas semakin lama semakin berkembang. Hal lain yang mendorong pertumbuhan ormas begitu pesat adalah belum ada ketentuan dan larangan serta sanksi yang jelas dan tegas bila ormas tersebut melakukan pelanggaran hukum atau tindak pidana lainnya. Maka karena alasan tersebut, pemerintah perlu merancang suatu undang-undang dimana segala pengaturan mengenai organisasi masyarakat tertuang didalamnya.

1

(13)

Ternyata keputusan DPR untuk menggantikan UU Ormas yang lama dengan yang baru, menuai pro kontra di kalangan masyarakat Indonesia. Baik dari sisi ormas-ormas itu sendiri , LSM, ataupun pihak-pihak yang tidak setuju adanya RUU Ormas yang baru. Banyaknya aksi penolakan yang terjadi, membuat Panitia Khusus (Pansus) RUU Ormas berfikir untuk merubah pasal-pasal yang dianggap bermasalah.

Salah satu alasan adanya penolakan terhadap RUU Ormas yang baru karena disebabkan adanya pasal asas Pancasila sebagai asas tunggal dalam RUU Ormas. Menurut para ormas, pasal ini hanya akan membangkitkan rezim represif dan otoriter serta membuka intervensi pemerintah terlalu dalam terhadap organisasi kemasyarakatan.

Disisi lain, pemerintah menganggap bahwa UU Ormas No. 8 Tahun 1985 memang harus direvisi kembali, hal ini mengingat bahwa Undang-Undang Ormas yang lama dianggap sudah tidak relevan dan tidak lagi bisa menyesuaikan kondisi perkembangan Negara Indonesia. Banyak pasal-pasal di dalam UU No.8 Tahun 1985 tidak mengatur mengenai adanya peraturan ormas asing yang berkegiatan di Indonesia, bahkan pasal mengenai transparansi mengenai pendanaan ormas.

Melihat situasi dan kondisi negara Indonesia saat ini, sepertinya memang sudah layak keberadaan ormas diatur oleh sebuah undang-undang. Banyak ormas sering melakukan aksi kekerasan dan anarkis, bahkan ormas dijadikan sebagai alat kepentingan dan melegalisasi keberadaan premanisme. Bahkan presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono sempat ditegur oleh pemimpin negara Timur Tengah akibat tindak anarkis yang dilakukan ormas Islam di Indonesia.

(14)

Menurut dia, tindakan ormas memberikan dua kerugian sekaligus. "Merugikan Islam, karena Islam tidak anarkis. Kedua, merugikan Arab, karena merusak dengan menggunakan pakaian Arab," kata Presiden.”2

Apabila dilihat dari pemberitaan diatas, ternyata kasus ormas yang bertindak anarkis tidak hanya menjadi perhatian bagi pemerintah di Indonesia tetapi juga menjadi sorotan bagi negara lain. Inilah sebabnya, pemerintah merasa perlu membuat undang-undang ormas baru dimana undang-undang tersebut dapat menjadi pegangan bagi pemerintah untuk bertindak atau membubarkan ormas yang kerap melakukan aksi-aksi premanisme dalam melakukan aksinya di masyarakat.

Selain masalah banyaknya kasus tindakan anarkis yang dilakukan ormas, pemerintah juga menilai ormas tidak transparansi masalah kegiatan serta pendanaan yang ada selama ini. Banyak ormas yang menentang masalah pasal yang ada di RUU Ormas berkaitan dengan adanya transparansi soal pendanaan ormas, pemerintah menganggap penentangan tersebut karena ketakutan sejumlah ormas akan kemungkinan terkuaknya praktik haram di balik kegiatan ormas. Menurut Direktur Seni Budaya Agama dan Kemasyarakatan, Budi Prasetyo mengatakan aturan RUU yang memuat semangat transparansi seharusnya tidak menjadi ketakutan apabila ormas menjalankan kegiatannya secara benar.

“Inilah paradoks demokrasi, dimana sering kali yang menyuarakan demokrasi di ruang pubik sebenarnya juga tidak demokratis. Mereka ini yang

anti demokrasi”3

2

http://www.tempo.co/read/news/2013/07/23/078498902/SBY-Ditegur-Negara-Lain-Akibat-Ormas-Anarkis berita diakses pada 17 Desember 2013 pukul 20:56

(15)

Sampai dengan tulisan ini dibuat, konflik mengenai pro kontra RUU Ormas ini terus berlanjut dengan seluruh dinamikanya dan tidak lepas dari pemberitaan media baik media cetak mapun media elektronik. Media tersebut berperan aktif dalam menyampaikan perkembangan dari peristiwa tersebut dalam perannya sebagai penyampai pesan kepada khalayak banyak sebagai bagian dari komunikasi massa.

Komunikasi massa adalah komunikasi yang sangat mengandalkan pada ketepatan jumlah pesan yang disampaikan dalam waktu yang singkat. Pada masa sekarang ini, komunikasi massa memberikan informasi, gagasan dan sikap pada khalayak yang beragam dan besar jumlahnya dengan menggunakan media. Dari

definisi tersebut dapat diketahui bahwa “komunikasi massa itu harus

menggunakan media massa.”4

Media melaporkan berita dengan tujuan memberikan info tentang segala peristiwa aktual yang menarik perhatian orang banyak. Adapun cara melaporkan atau memberitakan sesuatu, supaya menarik perhatian orang banyak, yang lazimnya dilakukan dengan gaya yang diplomatis.5 Selain itu, media berperan mendefinisikan bagaimana realitas seharusnya dipahami dan dijelaskan secara tertentu kepada khalayak. Berita adalah produk dari profesionalisme yang menentukan bagaimana peristiwa setiap hari dibentuk dan dikonstruksi.6

Ketika menulis sebuah artikel atau pemberitaan baik di majalah atau koran, baik cetak ataupun online, harus ditulis secara refrensial dengan visi intektual.

4

E. Ardianto dan Erdinaya L, 2005. Komunikasi Massa Suatu Pengantar, Bandung : Simbosia Rekatama Media. hal.3.

5

Kustadi Suhandang, Pengantar Jurnalistik: Seputar Organisasi, Produk, dan Kode Etik, (Bandung: Nuansa, 2010), h. 104

6

(16)

Maksudnya adalah merujuk pada kekuatan logika akal sehat (common sense), bukan logika klenik atau mistik. Artikel yang ditulis secara referensial memiliki ciri antara lain: logis, sistematis, analitis, akademis, dan etis.7

Tiap media memiliki kebijakan redaksinya masing-masing. Ini merupakan dasar pertimbangan suatu lembaga media massa untuk memberitakan atau menyiarkan suatu berita. Kebijakan redaksi dianggap penting bukan hanya peristiwanya saja tapi bagaimana cara menyikapi suatu peristiwa. Dasar pertimbangan itu bisa bersifat ideologis, politis dan bisnis.8 Ideologi, ekonomi, politik, sosial, budaya dan agama tak dapat dipungkiri menjadi hal yang melatar belakangi penulisan berita oleh suatu media.

Wartawan sebagai juru berita memegang peran memasukkan perpektifnya sendiri ke dalam suatu realitas. Wartawan memiliki kekuatan dalam mengungkapkan peristiwa melalui media massa sebagai wadah pembingkaian (framing) berita. Melalui pengemasan fakta, penggambaran fakta, pemilihan angel, penambahan gambar, maka berita yang ditulis wartawan menjadi menarik.9

Salah satu metode untuk mengetahui proses konstruksi adalah analisis framing. Akhir-akhir ini, konsep framing telah digunakan secara luas dalam literatur ilmu komunikasi untuk menggambarkan proses penyeleksian dan penyorotan aspek-aspek khusus sebuah realita oleh media.10. Framing pada akhirnya menentukan bagaimana realitas itu hadir di hadapan pembaca. Apa yang kita tahu tentang realitas sosial pada dasarnya tergantung pada bagaimana kita

7

Haris Sumadiria, Menulis Artikel dan Tajuk Rencana: Panduan Praktis Penulis dan Jurnalis Profesional, cetakan ke 5, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2009), h. 6

8

Sudirman Tebba, Jurnalistik Baru, (Ciputat: Kalam Indonesia, 2005), h. 152 9

Eni Setiani, Ragam Jurnalistik Baru dalam Pemberitaan, (Yogyakarta: ANDI, 2005), h. 67 10Alex Sobur. 2009. “Analisis Teks Media : Suatu Pengantar Analisis Wacana, Analisis

(17)

melakukan frame atas peristiwa itu yang memberikan pemahaman dan pemaknaan tertentu atas suatu peristiwa

Adapun penulis menganggap penelitian ini penting karena untuk mengetahui bagaimana Suara Pembaruan dan Republika mengkontruksi berita mengenai pro kontra adanya RUU Ormas yang baru. Penelitian ini juga dilakukan untuk melihat bagaimana suatu realitas yang sama dilihat oleh dua media yang mempunyai dua sudut pandang ideologi yang berbeda. Sedangkan penelitan ini menarik karena banyaknya pihak yang dibuat resah khususnya ormas-ormas Islam dan beberapa pihak yang memang menyetujui adanya peraturan RUU Ormas agar tidak ada lagi terjadi peristiwa anarkis yang dilakukan oleh berbagai macam ormas.

Penulis menganalisis pemberitaan pro kontra RUU Ormas dengan menggunakan analisis framing. Model analisis ini digunakan penulis untuk mengetahui bagaimana suatu media memaknai dan membingkai suatu peristiwa. Sehingga dari analisa ini dapat diketahui bagaimana realitas dan konstruksi yang dibangun oleh Suara Pembaruan dan Republika terhadap kasus pemberitaan RUU ormas dengan menggunakan model analisis framing Robert N. Entman.

Bedasarkan fenomena dan penjelasan di atas maka penulis mengangkat judul

“ANALISIS FRAMING PRO KONTRA RUU ORMAS DI MEDIA SUARA

PEMBARUAN DAN REPUBLIKA.” B Batasan dan Rumusan Masalah

1. Batasan Masalah

(18)

membingkai berita mengenai pro kontra kasus RUU Ormas selama periode Maret hingga April 2013.

2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang digunakan peneliti secara umum adalah bagaimana surat kabar Republika dan Suara Pembaruan membingkai pemberitaan pro kontra RUU Ormas. Sesuai dengan teori Robert Entman rumusan masalah umum ini dapat diperinci dalam sub-sub masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana Suara Pembaruan dan Republika mengidentifikasi masalah terkait kasus pro kontra RUU Ormas?

2. Apa yang menjadi penyebab masalah menurut Suara Pembaruan dan Republika terkait kasus pro kontra RUU Ormas?

3. Bagaimana Suara Pembaruan dan Republika menampilkan nilai moral terkait adanya kasus pro kontra RUU Ormas?

4. Bagaimana penyelesaian masalah yang ditampilkan oleh media Suara Pembaruan dan Republika terkait kasus pro kontra RUU Ormas?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah yang digunakan peneliti, maka tujuan penelitian adalah sebagai berikut :

(19)

b. Untuk mengetahui apa yang menjadi penyebab masalah menurut Suara Pembaruan dan Republika terkait kasus pro kontra RUU Ormas.

c. Untuk mengetahui bagaimana Suara Pembaruan dan Republika menampilkan nilai moral terkait adanya kasus pro kontra RUU Ormas d. Untuk mengetahui bagaimana penyelesaian masalah yang ditampilkan

oleh media Suara Pembaruan dan Republika terkait kasus pro kontra RUU Ormas

2. Manfaat Penelitian a. Manfaat Akademis

Memberi sumbangsih ilmiah dalam studi framing mengenai berita di media cetak mengenai suatu kasus, yang dalam penelitian ini adalah berita tentang kasus terjadinya pro kontra adanya RUU Ormas yang baru di surat kabar Suara Pembaruan dan Republika. Selain itu, semoga penelitian ini dapat mempermudah dan membantu peneliti lain yang nantinya bisa digunakan sebagai pedoman dalam melakukan sebuah penelitian khususnya bagi mahasiswa.

b. Manfaat Praktis

Agar dapat memecahkan persoalan dalam mengetahui bagaimana posisi masing-masing media massa dalam menggambarkan suatu kasus, sehingga dapat diketahui adakah perbedaan antara setiap media massa dalam membingkai suatu berita.

C. Tinjauan Pustaka

Skripsi yang menjadi acuan penulis untuk memfokuskan penelitian ini adalah

(20)

(Analisis Framing Terhadap Pemberitaan Media Indonesia dan Republika)”

karya Alfan Bachtiar, mahasiswa Konsentrasi Jurnalistik UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta. Penulis memilih skripsi tersebut untuk dijadikan sebagai acuan karena perangkat penelitian yang digunakan sama dengan penelitian yang penulis. Tentunya terdapat perbedaan antara skripsi tersebut dengan skripsi penulis, yakni mengenai kasus yang diangkat, media massa yang menjadi objek penelitian, konsep yang digunakan, dan hasil temuan dan analisa data. .

D. Metodologi Penelitian 1. Paradigma Penelitian

Dalam penelitian tentang wacana pemberitaan ini, peneliti menggunakan paradigma konstruktivisme. Paradigma ini mempunyai posisi dan pandangan tersendiri terhadap media dan teks berita yang dihasilkan. Rancangan konstruktivis melihat pemberitaan media sebagai aktivitas konstruksi sosial.11

Menurut pandangan ini, bahasa tidak hanya dilihat dari segi gramatikal, tetapi juga melihat apa isi atau makna yang terdapat dalam bahasa itu, sehingga analisis yang disampaikan menurut pandangan ini adalah suatu analisis yang membongkar maksud-maksud dan makna-makna tertentu yang disampaikan oleh subjek yang mengemukakan suatu pernyataan.

2. Metode Penelitian

Metode penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah metode penelitian kualitatif deskriptif dengan metode analisis framing Robert N. Entman. Peneliti menganalisis pemberitaan mengenai kasus pro kontra RUU Ormas Pada Suara Pembaruan dan Republika edisi Maret dan April 2013, dan menyimpulkan hasil

11

(21)

temuan dari analisis tersebut. Hasil dari penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu memberikan gambaran tentang bagaimana Suara Pembaruan dan Republika mengkonstruksi kasus pro kontra RUU Ormas dalam pemberitaannya dan ideologi yang tercermin dari berita tersebut.

Penelitian Kualitatif memiliki karakteristik yang berbeda dengan kuantitatif yang berbasis pada paradigma positivistik (positivime-empiris).12 Menurut Crasswell, beberapa asumsi dalam pendekatan kualitatif yaitu pertama, peneliti kualitatif lebih memerhatikan proses daripada hasi. Kedua, peneliti kualitatif lebih memerhatikan interpretasi. Ketiga, peneliti kualitatif merupakan alat utama dalam mengumpulkan data dan analisis data serta peneliti kualitatif harus terjun langsung ke lapangan, melakukan observasi partisipasi lapangan. Keempat,

peneliti kualitatif menggambarkan bahwa peneliti terlibat dalam proses penelitian, interpretasi data, dan pencapaian pemahaman melalui kata atau gambar.13

Pendekatan kualitatif ini bertujuan untuk mendapatkan pemahaman bersifat umum yang diperoleh setelah melakukan analisis terhadap kenyataan sosisal yang menjadi fokus penelitian, kemudian ditarik kesimpulan berupa pemahaman umum tentang kenyataan-kenyataan tersebut.14

Teknik sampling pada penelitan kualitatif jelas berbeda dengan yang nonkualitatif. Pada penelitian nonkualitatif sampel itu dipilih dari satu popuasi sehingga dapat digunakan untuk mengadakan generalisasi. Jadi, sampel benar-benar mewakili ciri-ciri suatu populasi. Selain itu dalam penelitian kualitatif

12

Antonius Birowo, metode penelitian Komunikasi: teori dan Aplikasi,

(Yogyakarta:GITANYALI, 2004), h. 184. 13

Buhan Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Tekhnologi Komunikasi di Masyarakat, (Jakarta: Kencana, 2008), cet. III. H. 303.

14

(22)

sangat erat kaitanya dengan faktor-faktor kontekstual. Jadi, maksud sampling dalam hal ini ialah untuk menjaring sebanyak mungkin informasi dari berbagai macam sumber dan bangunanya (contructions). Dengan demikian tujuannya bukanlah memusatkan diri pada adanya perbedaan-perbedaan yang nantinya dikembangkan ke dalam generalisasi. Tujuannya adalah untuk merinci kekhususan yang ada dalam ramuan konteks yang unik. Maksud kedua dari sampling ialah menggali informasi yang akan menjadi dasar dari rancangan dan teori yang mucul. Oleh sebab itu, pada penelitian kualitatif tidak ada sampel acak, tetapi sampel bertujuan (purposive sample).15

3. Subjek dan Objek Penelitian

Untuk melakukan penelitian yang akurat serta mendapatkan data yang valid maka subjek penelitian adalah Republika dan Suara Pembaruan. Objek yang dimaksud adalah 4 berita mengenai kasus pro kontra RUU Ormas pada edisi Maret dan April 2013. Penulis memilih 4 berita tersebut karena penulis menganggap 4 berita tersebut sudah mewakili gambaran konstruksi Republika dan Suara Pembaruan terhadap kasus pro kontra RUU Ormas pada edisi Maret dan April 2013.

4. Sumber Data

Data yang diambil untuk dijadikan suatu sumber dalam penelitian ini adalah :

a. Primer

Data primer bersumber dari pemberitaan pada Republika dan Suara Pembaruan.

15

(23)

b. Sekunder

Data sekunder adalah data-data pendukung lainnya yang diperoleh tidak secara langsung. Data sekunder bisa berupa dokumen, arsip, maupun laporan-laporan tertentu yang didapat oleh peneliti dari berbagai sumber. 5. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di dua media. Pertama Republika yang beralamat di Jl. Buncit raya No. 37, Jakarta 12510 pada tanggal 10 Desember 2013, dan yang kedua Suara Pembaruan yang beralamat di BeritaSatu Plaza 11th Floor, Suite 1102 Jl. Jend. Gatot Subroto Kav. 35-36 Jakarta 12950 pada tanggal 3 Desember 2013

6. Teknik Pengumpulan Data

Penulis melakukan pengumpulan data dengan melakukan tahapan-tahapan sebagai berikut:

a. Dokumentasi

Penulis mengkliping data tertulis yang terdapat pada surat kabar Suara Pembaruan dan Repubika yang memuat berita mengenai kasus pro kontra RUU Ormas. Selain itu, penulis juga mengkliping data tertulis yang terdapat pada surat kabar tahun 1985 yang memberitakan mengenai kasus pro kontra RUU Ormas yang lama pada saat itu. Sebagai data pendukung, penulis juga mencari data tentang subyek penelitian ini, yaitu Harian Suara Pembaruan dan Republika.

(24)

Penulis juga melakukan wawancara dengan pihak redaksi tentang kebijakan redaksional Suara Pembaruan dan Republika dalam mengenmas pemberitaan mengenai kasus pro kontra RUU Ormas.

c. Studi Kepustakaan (Library Research)

Penulis mengumpulkan dan mempelajari data melalui literatur dan sumber bacaan, seperti buku-buku yang relevan dengan masalah yang dibahas dan mendukung penelitian.

7. Teknik Analisis Data

Analisis data kualitatif dimulai dari analisis berbagai data yang berhasi dikumpulkan peneliti di lapangan baik melalui observasi, wawancara mendalam, maupun dokumen-dokumen. Kemudian data tersebut diklarifikasikan ke dalam kategori-kategori tertentu yang mempertimbangkan kesahihan dan memperhatikan kompetensi subjek penelitian, tingkat autentitasnya dan melakukan triangulasi berbagai sumber data.16 Penelitian mengenai pemberitaan kasus pro kontra RUU Ormas pada surat kabar Suara Pembaruan dan Replubika memusatkan pada penelitian kualitataif yang menggunakan teknik analisis framing dengan pendekatan model Robert N. Entman. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana kedua media tersebut mengemas beritanya mengenai kasus pro kontra Ormas. Hasil dari pengumpulan data baik melalui studi dokumenter, wawancara, maupun studi keepustakaan diolah dengan mengacu pada model Robert N. Entman. Analisis data kualitatif dimulai dari analisis berbagai data yang berhasil dikumpulkan peneliti di lapangan baik melalui observasi, wawancara mendalam,

16

(25)

maupun dokumen-dokumen. Kemudian data tersebut diklarifikasikan ke dalam kategori-kategori tertentu yang mempertimbangkan kesahihan dan memperhatikan kompetensi subjek penelitian, tingkat autentitasnya dan melakukan triangulasi berbagai sumber data.17 Penelitian mengenai pemberitaan kasus pro kontra RUU Ormas pada surat kabar Suara Pembaruan dan Repubika memusatkan pada penelitian kualitataif yang menggunakan teknik analisis framing dengan pendekatan model Robert N. Entman. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana kedua media tersebut mengemas beritanya mengenai kasus pro kontra RUU Ormas. Hasil dari pengumpulan data baik melalui studi dokumenter, wawancara, maupun studi keepustakaan diolah dengan mengacu pada model Robert N. Entman yakni : pertama, identifikasi masalah (problem Identification),

kedua, identifikasi penyebab masalah (causal interpretation), ketiga, evaluasi moral (moral evaluation), keempat, saran penanggulangan masalah (treatment recommendation).

8. Pedoman Penulisan

Penulisan dalam penelitian ini mengacu kepada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) karya Hamid Nasuhi dkk yang diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality Development and Assurance) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.

17

(26)

E. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan penulisan, maka peneliti membagi sistematika penyusunan ke dalam lima bab sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Membahas tentang Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metodologi Penulisan Sistematika Penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Membahas tentang teori konstruksi sosial, konseptual berita, pengertian, efek dan fungsi media massa, serta teori framing.

BAB III GAMBARAN UMUM

Membahas tentang berdirinya surat kabar Suara Pembaruan dan Republika, Visi dan Misi Suara Pembaruan dan Republika, Struktur Organisasi Redaksi Suara Pembaruan dan Republika.

BAB IV HASIL TEMUAN DAN ANALISA DATA

Membahas tentang analisa mengenai konstruksi terhadap pemberitaan pro kontra RUU Ormas yang akan disahkan oleh pemerintah dalam media Suara Pembaruan dan Republika dengan analisis framing.

BAB V PENUTUP

[image:26.595.101.514.245.607.2]
(27)

16

A. Undang Undang Organisasi Kemasyarakatan

Organisasi masa atau disingkat ormas adalah suatu istilah yang digunakan di Indonesia untuk bentuk organisasi berbasis masa yang tidak bertujuan politis. Bentuk organisasi ini digunakan sebagai lawan dari istilah partai politik. Ormas dapat dibentuk berdasarkan beberapa kesamaan atau tujuan, misalnya: agama, pendidikan, sosial. Ormas bukanlah suatu badan hukum, melainkan hanya status terdaftar berdasarkan Surat Keterangan Terdaftar yang diterbitkan Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik, Kementrian Dalam Negeri Indonesia.

Setelah kemerdekaan diraih oleh bangsa Indonesia, pembentukan ormas semakin marak, terutama organisasi kemahasiswaan yang mencapai puncaknya pada era 70-an. Namun seiring dengan menguatnya pemerintahan orde baru yang cenderung represif terhadap perbedaan ide dan sikap kritis, peran organisasi masyarakat di Indonesia mengalami kemunduran. Suara kritis organisasi masyarakat serta penculikan sejumlah aktivis organisasi masyarakat yang kritis terhadap kebijakan. Pemerintahan orde baru kala itu diperkuat dengan munculnya Undang –Undang Nomor 8 Tahun 1985 (UU No 8/1985) tentang Organisasi Kemasyarakatan.1

Pemerintah menganggap Undang-Undang Organisasi Kemasyarakatan Nomor 8 Tahun 1985 sudah tidak relevan dan sudah tidak mampu mengakomodasi pesatnya

1

(28)

dinamika perkembangan yang terjadi pada belakangan ini. Oleh sebab itu, tentu diperlukan kajian ulang dan evaluasi dengan dilakukan perubahan, sesuai dengan tantangan dan perubahan zaman pada saat ini.

(29)
[image:29.612.102.520.184.684.2]

Tabel 1

Perbedaan Undang-Undang Ormas yang lama dengan RUU Ormas yang Baru.2

No.

Jenis Perbedaan Penjelasan

1. Perbedaan asas.

Pada Undang-Undang (UU) No.8 Tahun 1985 asas yang berlaku adalah asas tunggal. Asas ormas pada

Undang-Undang yang terdahulu berbunyi “Asas

Ormas berdasarkan Pancasila.” Kemudian diubah menjadi asas yang tidak memaksakan terhadap asas tunggal dan berbunyi “Asas ormas tidak hanya berdasarkan Pancasila dan

Undang-Undang 1945.”

Hal ini berarti bahwa dihapuskannya asas tunggal pada Undang-Undang Organisasi Kemasyarakatan yang baru.

2. Segi Pendaftaran Ormas

Di RUU Ormas yang baru pendaftaran Ormas diatur lebih mudah karena disediakannya empat golongan bagi para ormas yang ingin mendaftarkan organisasi mereka. Empat golongan itu terdiri dari Yayasan, Perkumpulan, Surat Keterangan Terdaftar (SKT), Surat Keterangan Domisili. Dari empat golongan tadi, para ormas berhak memilih salah satunya. Jika ormas tersebut berbadan hukum silahkan memilih yayasan atau perkumpulan, tetapi bagi ormas yang tidak berbadan hukum silahkan mendaftar menggunakan Surat Keterangan Terdaftar (SKT) dan Surat Keterangan Domisili.

2

(30)

3. Larangan dan Sanksi

Pada UU Ormas No.8 Tahun 1985, larangan hanya bersifat umum dan tidak secara mendetail sementara di RUU Ormas yang baru ini sifatnya lebih detail. Hal ini dilakukan karena dikhawatirkan RUU Ormas yang baru dianggap dapat dengan mudah untuk dilanggar tanpa adanya peraturan laranga yang lebih mendetail. Berikutnya adalah perbedaan sanksi bagi ormas yang melanggar aturan dan larangan yang telah ditetapkan langsung akan diproses memalui jalur pengadilan. Hal ini berarti dari segi prosedur sifat Rancangan Undang-Undang yang baru sudah demokratis dan berbeda dengan Undang-Undang yang lama dimana UU Ormas lama lebih bersifat fleksibel dan tidak mendetail sehingga dikhawatirkan akan berbahaya bagi kelangsungan orang-orang yang berserikat dan berkumpul.

4. Pengaturan Ormas Asing

Undang-Undang Ormas yang lama, yaitu UU No.8 Tahun 1985 memang sudah tercantum peraturan mengenai ormas asing namun dianggap belum cukup bahkan sangat kurang. RUU Ormas yang baru diatur sedemikian rupa bagaimana Ormas asing itu diatur dan bagaimana ormas asing itu beraktifitas. Selain itu, juga terdapat pengertian ormas asing, dan prosedur yang harus ditempuh oleh Ormas asing apabila ingin menjalani aktifitas di Indonesia.

(31)

dinamis, oleh sebab itu maka kita perlu mengatur dan mengelola agar Ormas lebih produktif, dan tidak mengganggu kebebasan ormas lain atau pun menimbulkan kekacauan yang dapat mengganggu stabilitas Negara Indonesia.3

Indonesia sangat memerlukan regulasi yang mengatur tentang ormas. RUU Ormas diperlukan untuk menjamin hak asasi setiap ormas lain dan hak asasi individu warga Negara lainnya. Oleh karena itu, pengaturan ormas diperlukan agar tidak terjadi tirani atas nama kebebasan berorganisasi atau berkelompok dalam masyarakat. Termasuk, menjaga agar tidak terjadinya monopoli kebenaran oleh ormas tertentu di ruang publik. Dengan Undang-Undang baru, Ormas bisa memiliki badan hukum dan memiliki kegiatan jelas, sesuai konstitusi, Pancasila serta semangat Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)

B. Teori Konstruksi Sosial

1. Konstruksi Sosial Pemikiran Berger dan Luckman

Salah satu teori yang digunakan dalam metode analisis framing adalah konstruksi sosial. Teori ini mengenai pembentukkan sebuah realitas yang dilihat dari bagaimana sebuah realitas sosial itu mempunyai sebuah makna. Sehingga realitas sosial di maknakan dan di konstruksikan oleh indvidu secara subjektif dengan individu lainnya sehingga realitas tersebut dapat dilihat secara objektif. Pada akhirnya individu akan mengkonstruksi realitas yang ada dan merekonstruksi kembali ke dalam dunia realitas.

Realitas sosial tidak berdiri sendiri tanpa kehadiran individu, baik di dalam maupun di luar realitas tersebut. Realitas sosial itu memiliki makna ketika realitas

3

(32)

sosial dikonstruksi dan dimaknakan secara subyektif oleh individu lain sehingga memantapkan realitas itu secara obyektif. Individu mengkonstruksi realitas sosial dan mengkonstruksikannya dalam dunia realitas, memantapkan realitas itu berdasarkan subyektifitas individu lain dalam institusi sosialnya.4

Teori ini berakar pada paradigma konstruktivis yang melihat realitas sosial sebagai konstruksi sosial yang diciptakan oleh individu yang merupakan manusia bebas. Teori Konstruksi ini menolak pandangan paradigma positivis yang memisahkan antara subjek dan objek komunikasi sedangkan paradigma konstruktivis tidak ada pemisah antara subjek dan objek komunikasi. Konstruksi realitas memandang bahwa bahasa adalah alat untuk memahami suatu realitas objektif dan subjek dianggap sentral dalam kegiatan wacana dan hubungan sosialnya.

Dalam konstruksi realitas, bahasa adalah unsur utama. Ia merupakan instrument pokok untuk menceritakan realitas Lebih dari itu, terutama dalam media massa, keberadaan bahasa tidak lagi sebagai alat semata untuk menggambarkan realitas, melainkan bisa menentukan gambaran (makna citra) mengenai suatu realitas-realitas media yang akan muncul di benak khalayak. Oleh karena persoalan makna itulah, maka penggunaan bahasa berpengaruh terhadap konstruksi realitas, terlebih atas hasilnya.5

Membahas teori konstruksi sosial (social construction) tentu tidak bisa terlepaskan dari buah pemikiran yang telah dikemukakan oleh Peter L Berger dan Thomas Luckmann. Peter L Berger merupakan sosiolog dari New School for Social

4

Alex Sobur, Analisa Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisa Wacana, Analisa Semiotika dan Analisa Framing, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002), h. 90

5

(33)

Reserach, New York, sementara Thomas Luckman adalah sosiolog dari University of Frankfurt. Pemikiran Berger dan Luckmann ini, mereka tulis dalam bukunya yang berjudul “The Social Construction of Reality: A Treatise in the Sociology of Knowledge”. Kajian pokok Berger dan Luckman adalah manusia dan masyarakat.

Kajian ini menjelaskan tentang pemikiran manusia mengenai proses sosial. Berger menggambarkan proses sosial melalui tindakan dan interaksi manusia, di mana individu menciptakan secara terus-menerus suatu realitas yang dimiliki dan dialami bersama secara subjektif.6 Manusia adalah makhluk yang memiliki kesadaran yang terlampau bebas dalam memberi pemaknaan kepada kenyataan yang dihadapinya. Manusia secara aktif dan kreatif mengembangkan dirinya melalui respon-respon terhadap stimulus dalam dunia kognitifnya. Manusia memaknai dirinya dan objek di sekelilingnya berdasarkan sifat-sifat atau sensasi yang dialaminya saat berhubungan dengan objek tersebut. Pemaknaan tersebut timbul dari tindakan yang terpola dan berulang-ulang yang kemudian mengalami objektifasi dalam kesadaran mereka yang mempersepsikannya.

Konstruksi sosial dalam pandangan Berger dan Luckman tidak berlangsung dalam ruang hampa, namun sarat dengan kepentingan – kepentingan.7 Bagi Berger, realitas itu tidak dibentuk secara alamiah, tidak juga sesuatu yang diturunkan Tuhan, tetapi dibentuk dan dikonstruksi.

6

Burhan Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa : Kekuatan Pengaruh Media massa, Iklan televisi, dan Keputusan Konsumen Serta Kritik Terhadap Peter L Berger &Thomas Luckman (Jakarta : Kencana Prenada Media Group : 2008), h. 13.

7

(34)

Peter L. Berger dan Thomas Luckman mengatakan realitas sosial dikonstruksikan melalui proses eksternalisasi, objektivasi dan internalisasi. Pertama, eksternalisasi, yaitu usaha ekspresi diri manusia ke dalam dunia, baik dalam kegiatan mental maupun fisik. Sudah menjadi sifat dasar manusia untuk mengekspresikan diri dimana ia berada. Manusia tidak dapat kita mengerti sebagai ketertutupan yang lepas dari dunia luarnya. Manusia berusaha menangkap dirinya, dalam proses inilah dihasilkan suatu dunia – dengan kata lain, manusia menentukan dirinya sendiri dalam suatu dunia.

Kedua, objektivasi, yaitu hasil mental dan fisik yang telah dicapai dari kegiatan eksternalisasi tersebut. Hasilnya adalah realitas objektif yang bisa jadi akan menghadapi si penghasil sendiri. Realitas objektif itu berbeda dengan realitas subjektif perorangan. Ia menjadi kenyataan empiris yang bisa dialami oleh setiap orang.

Ketiga, internalisasi yang lebih merupakan penyerapan kembali dunia objektif ke dalam kesadaran sedemikian rupa sehinggasubjektif individu dipengaruhi oleh struktur dunia sosial. Berbagai macam unsur dari dunia luar yang telah terobjektiftkan tersebut akan ditangkap sebagai gejala realitas di luar kesadarannya. Melalui internalisasi, manusia menjadi hasil dari masyarakat.

(35)

diangkat dan dikonstruksikan kepada khalayak. Berita yang ada di media dapat memberikan realitas yang sama sekali baru dan berbeda dengan realitas sosialnya. Berita merupakan hasil rekonstruksi realitas yang subjektif dari proses kerja wartawan.8

2. Konstruksi Sosial Media Massa

Konstruksi sosial media massa diambil dari pendekatan teori konstruksi sosial atas realitas Peter L Berger dan Luckmann dengan melihat fenomena media massa dalam proses eksternalisasi, objektivasi dan internalisasi. Menurut perspektif ini tahapan-tahapan dalam proses konstruksi sosial media massa itu terjadi melalui: tahap menyiapkan materi konstruksi; tahap sebaran kostruksi; tahap pembentukan kosntruksi; dan tahap konfirmasi. 9 Penjelasannya adalah sebagai berikut:

1. Tahap menyiapkan materi konstruksi : Ada tiga hal penting dalam tahapan ini yakni: keberpihakan media massa kepada kapitalisme, keberpihakan semu kepada masyarakat, keberpihakan kepada kepentingan umum.

2. Tahap sebaran konstruksi : sebaran konstruksi media massa dilakukan melalui strategi media massa. prinsip dasar dari sebaran konstruksi sosial media massa adalah semua informasi harus sampai pada khalayak secara tepat berdasarkan agenda media. Apa yang dipandang penting oleh media, menjadi penting pula bagi pemirsa atau pembaca.

8

M. Antonious Birowo, Metode Penelitian Komunikasi, Teori, dan Aplikasi, (Jakarta: Gitnysli, 2004), h.168-169

9

(36)

3. Tahap pembentukan konstruksi realitas. Pembentukan konstruksi berlangsung melalui: (1) konstruksi realitas pembenaran; (2) kedua kesediaan dikonstruksi oleh media massa ; (3) sebagai pilihan konsumtif. 4. Tahap Konfirmasi. Konfirmasi adalah tahapan ketika media massa

maupun penonton memberi argumentasi dan akuntabilitas terhadap pilihannya untuk terlibat dalam pembetukan konstruksi.10

[image:36.612.102.538.210.546.2]

Tabel 2

Proses Konstruksi Sosial Media Massa11

Pada konteks media cetak ada tiga tindakan dalam mengkonstruksi realitas, yang hasil akhirnya berpengaruh terhadap pembentukan citra suatu realitas. Pertama

adalah pemilihan kata atau simbol. Sekalipun media cetak hanya melaporkan, tetapi jika pemilihan kata istilah atau simbol yang secara konvensional memiliki arti

10

Ibid, hlm. 14 11

Ibid, hlm. 204 Objektivasi

Internalisasi

P r o s e s S o s i a l S i m u l t a n

M E D I A Eksternalisasi

Source Message Channel Receiver Effect - Objektif

- Subjetif

Realitas Terkonstruksi:

- Lebih Cepat - Lebih Luas - Sebaran Merata

- Membentuk Opini Massa - Massa Cenderung

Terkonstruksi

(37)

tertentu di tengah masyarakat, tentu akan mengusik perhatian masyarakat tersebut.

Kedua adalah pembingkaian suatu peristiwa. Pada media cetak selalu terdapat tuntutan teknis, seperti keterbatasan kolom dan halaman atas nama kaidah jurnalistik, berita selalu disederhanakan melalui mekanisme pembingkaian atau framing. Ketiga

adalah penyediaan ruang. Semakin besar ruang yang diberikan maka akan semakin besar pula perhatian yang akan diberikan oleh khalayak. 12.

Dapat disimpulkan, menurut pandang kaum konstruksionis:

1. Fakta/peristiwa adalah hasil konstruksi. Bagi kaum konstruksionis, realitas itu hadir, karena dihadirkan oleh konsep subjektif wartawan. Realitas bisa berbeda-beda, tergantung pada bagaimana konsepsi ketika realitas itu dipahami oleh wartawan yang mempunyai pandangan yang berbeda. 2. Media adalah agen konstruksi. Disini media dipandang sebagai agen

konstruksi sosial yang mendefiniskan realitas lengkap dengan pandangan, bias, dan pemihakannya..

3. Berita bukan refleksi dari realitas. Ia bukan menggambarkan realitas, tetapi merupakan potret dari arena pertarungan antara berbagai pihak yang berita dengan peristiwa.

4. Wartawan bukan pelapor. Ia agen konstruksi realitas dimana pekerjaannya bukan sebatas melaporkan sebuah fakta, tapi juga turut mengkonstruksi fakta yang didapatkannya untuk kemudian dijadikan berita.

12

(38)

5. Nilai, Etika, pilihan moral, dan keberpihakan wartawan adalah bagian yang integral dalam penelitian. Kaum konstruksionis memandang bahwa peneliti bukanlah subjek yang bebas nilai, karena itulah etika dan moral serta keberpihakan peneliti menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari proses penelitian.

6. Khalayak mempunyai penafsiran tersendiri atas berita. Kaum konstruksionis memandang bahwa khalayak bukanlah subjek yang pasif, melainkan subjek yang aktif dalam menafsirkan apa yang dibaca, ditonton ataupun didengar.

Karena sifat dan faktanya bahwa pekerjaan media massa adalah menceritakan peristiwa-peristiwa, maka kesibukan utama media massa adalah mengkonstruksikan berbagai realitas yang akan disiarkan. Media menyusun realitas dari berbagai peristiwa yang terjadi hingga menjadi cerita atau wacana yang bermakna.

(39)

Pemberitaan politik memang rumit daripada berita-berita kehidupan lainnya. Dalam pemberitaan politik akan ada suatu pembentukkan opini publik. Di mana ini menjadi hal yang diinginkan oleh aktor politik dan wartawan. Pembentukkan opini publik itu nantinya akan mempengaruhi khalayak melalui pesan politik yang disampaikan oleh media massa.

Dalam kerangka pembentukkan opini publik ini, media massa umumnya melakukan tiga kegiatan sekaligus. Pertama, menggunakan simbol-simbol politik (language of politic). Kedua, melaksanakan strategi pengemasan pesan (framing strategies). Ketiga, melakukan fungsi agenda media (agenda setting function). Tatkala melakukan tiga tindakan itu, boleh jadi sebuah media dipengaruhi oleh faktor internal berupa kebijakan redaksional tertentu mengenai suatu kekuatan politik, kepentingan politik para pengelola media, relasi media dengan sebuah kekuatan politik tertentu, dan faktor eksternal seperti tekanan pasar pembaca atau pemirsa, sistem politik yang berlaku, dan kekuatan-kekuatan luar lainnya.13

C. Analisis Framing

Analisis framing adalah salah satu metode penelitian yang termasuk baru dalam dunia ilmu komunikasi. Para ahli menyebutkan bahwa analisis framing ini merupakan perpanjangan dari analisis wacana yang dielaborasi terus menerus ini, menghasilkan suatu metode yang up to date untuk memahami fenomena-fenomena media mutakhir.14

13

Ibnu Hamad, Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa. (Jakarta: Granit, 2004) h. 2-3. 14

(40)

Orang yang pertama kali melontarkan gagasan mengenai framing adalah Beterson pada tahun 1955.15 Mulanya, frame dimaknai sebagai struktur konseptual atau perangkat kepercayaan yang mengorganisir pandangan politik, kebijakan, dan wacana, serta yang menyediakan kategori-kategori standar untuk mengapresiasikan realitas. Berikut beberapa definisi mengenai framing yang dikemukakan para Tokoh:16

Tabel 3

Definisi Framing Menurut Beberapa Tokoh

TOKOH DEFINISI

Robert N. Entman Proses seleksi dari berbagai aspek realitas sehingga bagian tertentu dari peristiwa itu lebih menonjol dibandingkan aspek lain. Ia juga menyertakan penempatan informasi-informasi dalam konteks yang khas sehingga sisi tertentu mendapatkan alokasi lebih besar daripada sisi yang lain. William A. Gamson Cara bercerita atau gugusan ide-ide yang

teroganisir sedemikian rupa dan menghadirkan konstruksi mana peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan objek suatu wacana. Cara bercerita itu terbentuk dalam sebuah kemasan (package). Kemasan itu semacam skema atau struktur pemahaman yang digunakan individu untuk mengkonstruksi makna pesan-pesan yang ia sampaikan, serta untuk menafsirkan makna pesan-pesan yang ia terima.

15

Alex Sobur, Analisis Teks MediaSuatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing. (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2009) h. 161.

16

[image:40.612.103.530.193.623.2]
(41)

Todd Gitlin Strategi bagaimana realitas/dunia dibentuk dan disederhanakan sedemikian rupa untuk disampaikan kepada khalayak pembaca. Peristiwa- peristiwa ditampilkan dalam pemberitaan agar tampak menonjol dan menarik perhatian khalayak pembaca. Itu dilakukan dengan seleksi, pengulangan, penekanan, dan presentasi aspek tertentu dari realitas.

David E. Snow and Robert Benfort Pemberian makna untuk menafsirkan peristiwa dan kondisi yang relevan. Frame

mengorganisasikan system kepercayaan dan diwujudkan dalam kata kunci tertentu, anak kalimat, citra tertentu, sumber informasi, dan kalimat tertentu.

Amy Binder Skema interpretasi yang digunakan oleh individu untuk mendapatkan, menafsirkan, mengidentifikasi, dan melabeli peristiwa secara langsung atau tidak langsung. Frame mengorganisir peristiwa yang kompleks ke dalam bentuk dan pola yang mudah dipahami dan membentuk individu untuk mengerti makna peristiwa.

Zhongdang Pan and Gerald M. Kosicki Strategi konstruksi dan memproses berita. Perangkat kognisi yang digunakan dalam mengkode informasi, menafsirkan peristiwa, dan dihubungkan dengan rutinitas dan konvensi pembentukan berita.

(42)

Analisis Framing menanyakan mengapa peristiwa X diberitakan? Mengapa peristiwa lain tidak diberitakan? Mengapa suatu tempat dan pihak yang terlibat berbeda meskipun peristiwanya sama? Mengapa realitas didefinisikan dengan cara tertentu? Mengapa sisi atau angle tertentu ditonjolkan sedangkan yang lain tidak? Mengapa menampilkan sumber berita X dan mengapa bukan sumber berita yang lain yang diwawancarai?17 Pertanyaan-pertanyaan tersebut mendasari bagaimana media massa membentuk dan mengkonstruksi realitas, yang membuat khalayak lebih mudah mengingat aspek-aspek tertentu yang ditekankan dan ditonjolkan oleh media massa D. Analisis Framing Model Robert Entman

Robert N. Entman adalah salah seorang ahli yang meletakkan dasar-dasar bagi analisis framing untuk studi isi media, yang salah satunya ditulis dalam sebuah artikel untuk Jurnal of Political Communication.18 Entman melihat framing dalam dua dimensi besar, yaitu seleksi isu dan penekanan atau penonjolan aspek-aspek tertentu dari realitas/isu. Penonjolan adalah proses membuat informasi menjadi lebih bermakna, lebih menarik, berarti, atau lebih ingat oleh khalayak.19 Framing didefinisikan Entman sebagai proses seleksi dari berbagai aspek realitas sehingga bagian tertentu peristiwa itu lebih menonjol dibandingkan aspek lain. Ia juga menyertakan penempatan informasi-informasi dalam konteks yang khas sehingga sisis tertentu mendapatkan alokasi lebih besar dari sisi yang lain. Dalam praktiknya, Framing dijalankan oleh media dengan menseleksi isu dan mengabaikan isu yang

17

Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi (Jakarta : Kencana Prenada Media Group : 2006), h. 252.

18

Eriyanto. Analisis Framing, : Konstruksi, Ideologi dan Politik Media. (Yogyakarta: Lkis. 2007) h. 185.

19

(43)

lain; dan menonjolkan aspek dari isu tersebut dengan menggunakan berbagai strategi wacana – penempatan yang mencolok (menempatkan di headline depan/bagian belakang), pengulangan, pemakaian grafis untuk mendukung dan memperkuat penonjolan, pemakaian label tertentu ketika menggambarkan orang/ peristiwa yang diberitakan, asosiasi terhadap symbol budaya, generalisasi, simplifikasi, dan lain-lain. Kata penonjolan (salience) didefinisikan sebagai membuat informasi lebih diperhatikan, bermakna, dan berkesan.20 Suatu peningkatan dalam penonjolan mempertinggi probabilitas penerima akan lebih memahami informasi, melihat makna lebih tajam, lalu memprosesnya dan menyimpannya dalam ingatan. Bagian informasi dari teks dapat dibuat lebih menonjol dengan cara penempatannya atau pengulangan atau mengasosiasikan dengan simbol-simbol budaya yang sudah dikenal.

Dalam konsepsi Entman, framing pada dasarnya merujuk pada pemberian definisi, penjelasan, evaluasi, dan rekomendasi dalam suatu wacana untuk menekankan kerangka berfikir tertentu terhadap peristiwa yang diwacanakan. Frame beriita timbul dalam dua level. Pertama, konsepsi mental yang digunakan untuk memproses informasi dan sebagai karakteristik dari teks berita. Kedua perangkat spesifik dari narasi berita yang dipakai untuk membangun suatu pengertian mengenai peristiwa. Frame berita dibentuk dari kata kunci, metafora, konsep, simbol, citra, yang ada dala narasi berita yang memberi makna tertentu dari teks berita.21

Konsep framingdalam pandangan Entman, secara konsisten menawarkan sebuah cara untuk mengungkapkan the power of a communication text. Konsepsi mengenai

20

Eriyanto. Analisis Framing, Ideologi, dan Politik Media. (Yogyakarta: Lkis, 2002)h.185 21

(44)
[image:44.612.102.544.197.552.2]

framing dari Entman tersebut menggambarkan secara luas bagaimana peristiwa dimaknai dan ditandakan oleh wartawan.

Tabel 4

Framing Model Robert Entman

Problem Identification (Pendefinisian masalah)

Bagaimana suatu peristiwa atau isu dilihat dan didefinisikan? Sebagai apa atau sebagai masalah apa?

Diagnose Causes (Memperkirakan penyebab/sumber masalah)

Peristiwa itu dilihat disebabkan oleh apa? Apa yang dianggap sebagai penyebab masalah? Siapa yang dianggap sebagai penyebab masalah?

Make Moral Judgement (Membuat keputusan moral/Penilaian atas penyebab masalah)

Nilai moral apa yang disajikan untuk menjelaskan masalah? Nilai moral apa yang dipakai untuk melegitimasi dan mendelegitimasi suatu tindakan? Penilaian apa yang disajikan terhadap penyebab masalah?

Treatment Recommendation

(Menekankan penyelesaian)

Penyelesaian apa yang ditawarkan untuk mengatasi masalah/isu? Jalan apa yang ditawarkan dan yang harus ditempuh untuk mengatasi masalah?

Define Problems (pendefinisan masalah) adalah elemen yang pertama kali dapat kita lihat mengenai framing. Elemen ini merupakan bingkai yang paling utama. Ia menekankan bagaimana peristiwa yang dipahami oleh wartawan ketika ada masalah atau peristiwa, bagaimana peristiwa atau isu tersebut dipahami. Peristiwa yang sama dapat dipahami secara berbeda.

(45)

Penyebab disini bisa berarti apa (what), tetapi juga bisa berarti siapa (who). Bagaimana peristiwa dapat dipahami, tentu saja menentukan apa dan siapa yang dianggap sumber masalah.22

Make moral judgement (membuat pilihan moral) adalah elemen framing yang dipakai untuk membenarkan atau memberi argumentasi pada pendefinisian masalah yang sudah dibuat. Ketika masalah sudah didefinisikan, penyebab masalah sudah ditentukan, dibutuhkan sebuah argumentasi yang kuat untuk mendukung gagasan tersebut gagasan yang diikuti berhubungan dengan sesuatu yang familiar dan dikenal oleh khalayak.23

Treatment recommendation (menekankam penyelesaian), elemen ini dipakai untuk menilai apa yang dikehendaki oleh wartawan. Jalan apa yang dipilih untuk menyelesaikan masalah. Penyelesaian itu tentu saja sangat tergantung pada bagaimana peristiwa itu dilihat dan siapa yang dipandang sebagai penyebab masalah.24

22

Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, (Yogyakarta: Lkis, 2005), h. 189-190

23

Ibid, h. 191 24

(46)

35 A. Profil Suara Pembaruan

1. Sejarah Singkat Suara Pembaruan

Pada 27 April 1961, lahirlah harian umum Sinar Harapan yang beredar sore hari. Sebagai Presiden Direktur yang pertama adalah I.D.Pontoan, dan Direkturnya adalah H.G.Rorimpandey. Koran ini diterbitkan oleh PT Sinar Kasih. Meskipun didukung Partai Kristen Indonesia (Parkindo), Sinar Harapan bukan koran partai. Mottonya adalah “Memperjuangkan Kemerdekaan dan Keadilan, Kebenaran dan

Perdamaian, Berdasarkan Kasih”.

Selama hayatnya, Sinar Harapan hidup penuh perjuangan. Sempat diberi sanksi oleh pemerintah, yakni tiga kali mendapat teguran berupa penutupan atau pelarangan terbit. Puncaknya pada 9 Oktober 1986, pemerintah mencabut Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) Sinar Harapan, karena dianggap menyimpang dari ketentuan pemerintah di bidang penerbitan. Tetapi pada 4 Februari 1987, terbitlah untuk pertama kalinya Harian Umum Suara Pembaruan, sebagai kelanjutan dari Sinar Harapan yang dibreidel pemerintah.

(47)

negara Pancasila dan UUD 1945. Memiliki tagline “Memihak pada kebenaran”

Suara Pembaruan ingin memberikan informasi kepada khlayak berdasarkan fakta-fakta terhadap issue yang berkembang.

2. Visi dan Misi Harian Suara Pembaruan

Suara Pembaruan memiliki visi yaitu untuk menjadi Koran sore terbaik, terbesar, dan terpercaya. Visi tersebut harus selalu dijadikan sasaran dan pendorong sebagai kriteria penilaian keberhasilan. Sesuai dengan cita-cita dan idealism yang mendasarinya, misi Suara Pembaruan adalah “Mewujudkan masyarakat Indonesia yang majemuk, demokratis, adil dan sejahtera, berdasarkan Pancasila, UUD 1945, dan nilai-nilai Kristiani.”1

Misi itu tercermin pula di dalam nama Suara Pembaruan dan motto, yaitu

“Memperjuangkan Harapan Rakyat Dalam Pembangunan Nasional Berdasarkan

Pancasila.” Dari nama itu dapat ditarik pemahaman bahwa surat kabar ini ingin

menyampaikan kepada khalayak pembaca hal-hal yang merupakan, atau setidak-tidaknya dapat mendorong kearah terjadinya pembaruan/reformasi yang diperlukan di dalam kehidupan pribadi, masyarakat, bangsa dan negara, demi semakin terwujudnya pengalaman Pancasila.

1

(48)

3. Struktur Organisasi Suara Pembaruan

[image:48.612.104.534.190.680.2]

Berdasasarkan data company profile Suara Pembaruan, berikut adalah susunan redaksi harian tersebut:2

Tabel 5

Struktur Organisasi Suara Pembaruan

Pemimpin Redaksi Primus Dorimulu

Wakil Pemimpin Redaksi Petrus Christian Mboeik

Redaktur Pelaksana Aditya L Djono

Dwi Argo Santosa Asisten Redaktur Pelaksana Anselmus Bata

Miko Napitupulu

Redaktur Asni Ovier Dengen Paluin, Alexander Suban, Bernadus Wijayaka, Gatot Eko Cahyono, Marselius Rombe Baan, M Zainuri, Paulus C Nitbani, Syafrul Mardhy Pasaribu, Steven Setiabudi Musa, Surya Lesmana, Unggul Wirawan

Asisten Redaktur Agustinus Lesek, Adrianus Berthus Mandey, Heri S Soba, Irawati Diah Astuti, Noinsen Rumapea, Sumedi Tjahja Purnama, YC Kurniantoro,Yuliantino Situmorang

Staf Redaksi Abimanyu, Ari Suprianti Rikin,Charles Ulag, Daurina L Sinurat, Debora MJ Pesik, Elvira Anna Siahaan, Endah Dwi Sotyati, Gardi Gazarin, Hendro D Situmorang, Hotman Siregar, Ignatius Liliek, Jeanny Aipassa, Jeis Montesori, Kurniadi, Luther Ulag, Marthin Brahmanto, Natasia Christy Wahyuni, Robertus Wardi, Ruht Semiono, Siprianus Edi Hardum, Willy Masaharu, Yeremia Sukoyo, Yumeldasari Chaniago, Dewi Gustiana (Tangerang), Laurensius Dami (Serang), Epi Helpian (Bogor), Stefy Thenu (Semarang), Teguh Lulus Rachmadi (Surabaya), Aries

2

(49)

Sudiono (Malang), Muhammad Hamzah (Banda Aceh), Henry Sitinjak, Arnold H Sianturi (Medan), Bangun Paruhuman Lubis (Palembang), Radesman Saragih (Jambi), Hermansyah Bermani (Bangka), Usmin (Bengkulu), Margaretha Feybe Lumanauw (Batam), I Nyoman Mardika (Denpasar)

Adhie Malehere (Kupang), Sahat Oloan Saragih (Pontianak), Barthel B Usin (Palangkaraya), M Kiblat Said (Makassar), Fanny Waworundeng (Manado), Adi Marsiela (Bandung), Fuska Sani Evani (Yogyakarta), Robert Isidorus Vanwi (Papua), Vonny Litamahuputty (Ambon)

Pjks Kepala Sekretariat Rully Satriadi Kepala Litbang, Data dan

Informasi

Dhewasasri M Wardani Koordinator Tata Letak. Robert Prihatin

Koordinator Grafis Antonius Budi Nurcahyo

B. Gambaran Umum Harian Republika 1. Sejarah Harian Republika

Harian Republika diterbitkan berdasarkan Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) dari Departemen Penerangan Republik Indonesia nomor 283/SK/MENPEN/SIUPP/A.7/1992 tanggal 19 desember 1992. Harian Republika diterbitkan di bawah PT Abdi Bangsa. PT Abdi Bangsa didirikan pada 28 November 1992 di Jakarta. Perusahaan ini merupakan bidang usaha penerbitan dan percetakan pers.

[image:49.612.104.534.86.553.2]
(50)

Perseroan, direksi dibantu oleh Pembina Manajemen. PT. Abdi Bangsa dalam upaya penggalian dana untuk pengembangan usahanya melakukan penjualan saham kepada masyarakat. Penjualan saham di PT Abdi Bangsa memang unik, satu lembar saham hanya boleh dimiliki oleh satu keluarga. Maka dengan menawarkan 2,9 juta lembar saham kepada masyarakat, berarti PT Abdi Bangsa akan dimiliki oleh 2,9 juta kepada keluarga atau pemegang saham.

Pendiri Yayasan Abdi Bangsa berjumlah 48 orang yang terdiri dari beberapa menteri, pejabat tinggi negara, cendekiawan, tokoh masyarakat, serta pengusaha. Mereka antara lain, Ir. Drs. Ginanjar Kartasasmita, H.harmoko, Ibnu Sutowo, Muhammad Hasan, Ibu Tien Soeharto, Probosutedjo, Ir. Aburizal Bakrie, dan lain-lain. Sedangkan Presiden Soeharto berperan sebagai pelindung yayasan. Prof. Dr. Ing. B.J.Habibie yang menjabat sebagai ketua ICMI dipercaya pula untuk menjadi Ketua Badan Pembina Yayasan Abdi Bangsa.

Harian Republika diterbitkan atas kehendak untuk mewujudkan media massa yang mampu mendorong bangsa menjadi lebih kritis dan berkualitas. Bangsa berkualitas dapat didefinisikan sebagai bangsa yang mampu sederajat dengan bangsa maju lain di dunia, memegang nilai-nilai spiritualitas sebagai perwujudan Pancasila sebagai filsafat bangsa, serta memiliki arah gerak seperti yang digariskan UUD 1945.

(51)

program peningkatan 5K, yaitu: Kualitas Iman, Kualitas Hidup, Kualitas Kerja, Kualitas Karya, dan Kualitas Pikir.

Untuk mewujudkan tujuan, cita-cita dan program ICMI di atas, maka beberapa tokoh pemerintah, dan masyarakat yang berdedikasi dan berkomitmen pada pembanguna bangsa dan masyarakat Indonesia, yang beragama Islam, membentuk Yayasan Abdi Bangsa pada 17 Agustus 1992, yang program utamanya adalah sebagai berikut:

1. Pengembangan Islamic Center.

2. Pengembangan CIDES (Center for Information and Development Studies) 3. Penerbitan Harian Republika.

Pada zaman orde baru yang terkenal otoriter, Harian Republika merupakan salah satu surat kabar yang cukup mudah untuk mendapatkan SIUPP karena adanya kedekatan antara pengurus ICMI dengan Presiden Soeharto. Sebelumnya, surat kabar

ini akan diberi nama “Republik”. Nama Republika sendiri merupakan ide Presiden

Soeharto yang disampaikan ke beberapa pengurus ICMI Pusat menghadap padanya untuk menyampaikan rencana peluncuran harian Umum tersebut.

2. Visi dan Misi

Harian Republika adalah suatu surat kabar yang lahir di tengah Indonesia yang berubah secara cepat. Perubahan ini melanda hampir semua aspek kehidupan, baik

politik, ekonomi, iptek, sosial, dan budaya “keterbukaan” menjadi kata kunci.

(52)

Motto Harian Republika yaitu “Mencerdaskan Kehidupan Bangsa”

menunjukkan semangat mempersiapkan masyarakat memasuki era baru. Keterbukaan dan perubahan telah dimulai dan tak ada langkah kembali, bila memang sepakat untuk mencapai kemajuan. Meski demikian, mengupayakan perubahan yang juga berarti pembaharuan tidak mesti harus mengganggu stabilitas yang telah susah payah dibangun.3

2.1 Visi Republika

Sikap Umum atau visi yang dimiliki Republika sebagai landasan penerbitannya adalah:

1. Menegakkan amar ma’ruf nahi munkar.

2. Membela, meliundungi, dan melayani kepentingan umat. 3. Mengkritisi tanpa menyakiti.

4. Mencerdaskan, menyelidik, dan mencerahkan. 5. Berwawasan kebangsaan.

2.2 Misi Republika

Dengan latar belakang tersebut, misi Republika di berbagai kehidupan adalah sebagai berikut:

Bidang Politik

Dalam bidang politik, Republika memiliki beberapa misi yaitu: 1. Mengembangkan demokrasi;

2. Optimalisasi peran lembaga-lembaga negara;

3. Mendorong partisipasi politik semua lapisan masyarakat;

3

(53)

4. Mengutamakan kejujuran dan moralitas dalam politik; 5. Penghargaan terhadap hak-hak sipil;

6. Mendorong terbentuknya pemerintahan yang bersih.

Bidang Ekonomi

Dalam bidang ekonomi, Republika memiliki beberapa misi yaitu;

1. Mendukung keterbukaan dan demokrasi ekonomi menjadi kepedulian Republika;

2. Mempromosikan profesionalisme yang mengindahkan nilai-nilai kemanusiaan dalam manajemen;

3. Berpihak pada kepentingan ekonomi domestik dari pengaruh globalisasi; 4. Pemerataan sumber-sumber daya ekonomi;

5. Mempromosikan etika dan moral dalam berbisnis; 6. Mengembangkan ekonomi syari’ah;

7. Berpihak pada usaha menengah, kecil, mikro, dan koperasi (UMKMK).

Bidang Budaya

Dalam bidang budaya, Republika memiliki beberapa misi yaitu:

1. Mendukung sikap terhadap bentuk-bentuk ekspresi kreatif budaya yang berkembang di masyarakat;

(54)

3. Menolak bentuk-bentuk kebudayaan/kesenian yang merusak moral, akidah, dan mereduksi nilai-nilai kemanusiaan;

Bidang Agama

Dalam bidang agama, Republika memiliki beberapa misi yaitu:

1. Mendorong sikap beragama yang terbuka sekaligus kritis terhadap realitas sosial-ekonomi kontemporer;

2. Mempromosikan semangat toleransi yang tulus;

3. Mengembangkan penafsiran ajaran-ajaran ideal agama dalam rangka mendapatkan pemahaman yang segar dan tajam;

4. Mendorong pencarian titik temu di antara agama-agama.

Bidang Hukum

1. Mendorong terwujudnya masyarakat sadar hukum; 2. Menjunjung tinggi supremasi hukum;

3. Mengembangkan mekanisme checks and balances pemerintah-masyarakat;

4. Menjunjung tinggi HAM;

5. Mendorong pemberantasan KKN secara tuntas. 3. Struktur Organisasi Republika

[image:54.612.105.528.184.576.2]

Berdasasarkan data company profil Republika, berikut adalah susunan redaksi harian tersebut:4

Tabel 6

Struktur Organisasi Republika

4

(55)

Pemimpin Redaksi Nasihin Masha

Wakil Pemimpin Redaksi Arys Hilman Nugraha Redaktur Pelaksana Koran Elba Damhuri

Redaktur Pelaksana Newsroom Maman Sudiaman Redaktur Pelaksana Online M. Irwan Ariefyanto

Redaktur Senior Anif Punto Utomo

Wakil Redaktur Pelaksana Irfan Junaidi

Syahruddin El-Fikri Kumara Dewantasari Asisten Redaktur Pelaksana Fikrah Fansuri

Heri Ruslan Johar Arief Joko Sadewo Nur Hasan Murtiaji Subroto

Sekretaris Redaksi Hamidah Sagaf

Kepala Quality Control dan Bahasa Rakhmat Hadi Sucipto

Reporter Senior Harun Husein

Muhammad Subarkah Nurul S. Hamami Selamat Ginting

Siwi Tri Puji Budiwiyati Teguh Setiawan

Kepala Desain Sarjono

(56)

Abdullah Sammy, Agus Raharjo, Ahmad Islamy Jamil, Ahmad Reza Safitri, Amri Amrullah, Ani Nursalikah, A Syalabi Ichsan, Bilal Ramadhan, Bowo Priadi Citra Listya Rini, Damanhuri Zuhri, Darma

Gambar

Tabel 1. Perbedaan UU Ormas lama dengan UU Ormas baru  ..........................  19
GAMBARAN UMUM
Tabel 1
Proses Konstruksi Sosial Media MassaTabel 2 11
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil tersebut dilakukan dengan mengukur puncak arus dengan konsentrasi larutan analit yang tetap menggunakan potensial deposisi optimum dan waktu deposisi optimum

Kegiatan pengolahan sekam menggunakan metode praktik langsung proses pembuatan sekam menjadi arang sekam (Gambar 1) Arang sekam merupakan materi penting yang sering dipakai

Puji Tuhan kunaikan kepada Allahku yang hidup Yesus Kristus, Yang telah menyertai dan memberkatiku selalu, Sehingga skripsi dengan judul: “ Upaya Meningkatkan

Hal ini lah yang menjadi masalah pada aplikasi GPR karena medium yang variatif akan mengakibatkan fluktuasi tegangan pada range frekuensi tertentu dari suatu perangkat elektronik

Peningkatan kematian seiring dengan lamanya waktu disebabkan oleh sifat IGR berbahan aktif methopren tidah membunuh larva secara langsung, tetapi menghambat

Sebagai contoh, perusahaan anak tidak dapat memanfaatkan keunggulan merek yang dimiliki oleh kelompok bisnis, perusahaan anak tidak memperoleh manfaat dari keunggulan kompetensi

Berdasarkan hasil isolasi dan seleksi jamur pendegradasi amilosa pada empelur tanaman sagu ( Metroxylon sago Rottb.), dapat disimpulkan bahwa diperoleh empat jenis

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menganalisis data-data keuangan yang ada sehingga dapat dihitung jumlah unit yang harus terjual dengan