• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Model Cooperative learning Teknik Numbered Heads Together Terhadap Hasil Belajar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Model Cooperative learning Teknik Numbered Heads Together Terhadap Hasil Belajar"

Copied!
198
0
0

Teks penuh

(1)

lllll • •

lllllllilillra

Ulll

Elllei-l1t,.

darJ .. セNセ@ · -· ... ....,,..,,. - セ@ _____ 'Jg!. : セᄋZᄋᄋᄋゥpゥ@

... .

セッN@

lnd111< ;

NヲゥZ{NゥNヲZᄋᄋᄋPゥQᄋセセᄋᄋᄋᄋᄋ@

..

····G. .

... ·11 ···'- a?....

-... .is1 kasi . •··•·•·• ... 1 ... .

OLEH:

... .

ABDUL RAHMAN

NIM: 104016200426

PROGRAM STUD! PENDIDIKAN KIMIA

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

1111111 lllillll 1111 111111111111.

Ulll

OLEH:

ABDUL RAHMAN

NIM: 104016200426

PROGRAM STUD! PENDIDIKAN KIMIA

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(3)

Peugaruh Model Cooperative Learning Teknik Numbered Heads Together

Terhadap Hasil Belajar

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Model Cooperative Learning

Teknik Numbered Heads Together Terhadap Basil Belajar. Penelitian ini dilakukan di Madrasah Aliyah Jam'iyah Islamiyah, Pondok Aren, Tangerang, Banten pada bulan Februari hingga bulan Maret 2009. Metode penelitian yang digunakan adalah quasi eksperimen, sampel diambil secara purposive sampling

dari 58 siswa dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Instrumen penelitian yang digunakan adalah instnnnen tes hasil belajar. Basil belajar siswa kelompok eksperimen lebih tinggi (mean = 60 dan SD= 17,21) daripada kelompok kontrol (mean= 50,8 dan SD= 12,83) dan dari hasil perhitungan uji "t" diperoleh nilai t hitung sebesar 2,318 sedangkan t tabel pada taraf signifikansi 0,05 sebesar 2,000 atau thitung > tiabel· Maka dapat disimpulhn menolak

Ho

yang menyatakan ada pengaruh antara pembelajaran model cooperative learning teknik numbered heads together terhadap hasil belajar diterima atau disetujui. Hal ini menunjuk:kan bahwa penggunaan pembelajaran model cooperative learning teknik numbered headas together

memberikan pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar siswa. Pada penelitian ini dilakukan juga integrasi nilai-nilai sains dalam konsep redoks. Didapatkan melalui angket dengan perolehan nilai-nilai sains siswa, yaitu nilai religius 75,2% atau kriteria baik, nilai intelektual 72,59% atau kriteria baik, nilai sosial 82,3% atau kriteria sangat baik, dan nilai praktis 79,07% atau kriteria baik.

(4)

The Effect of Cooperative Learning Model Numbered Heads Together Technique on Students Learning Achievement

This research aims to know Effect of Cooperative Learning Model with Numbered Heads Together Technique on Students Learning Achievement. This research was conducted at Madrasah Aliyah Jam 'iyah Islamyyah, Pondok Aren, Tangerang, Banten on February until March 2009. The method used in the research is quasy experiment, using pwposive sampling technique and there are 58 students divided two groups, experiment group and control group. The research instrument is students learning achievement. Students learning achievement of experiment group is higher (means =60 and SD =17.21) than control group (means =50.8 and SD =12.83). From "t" test was obtained tcow.r 2.318 while t1oble at level of significant 0. 05 is 2. 000 so tcount > tiable- It can be concluded that refased Ho which told that cooperative learning model with numbered heads together technique has effect on students learning achievement has been accepted In this research students also gc.

ve

about values of science integmted in reduction-oxidation concepts, it was obtained from the questionnaire which has been tested. There are three aspect from values of science such as religious values is 75.2% or good criteria, intellectual values is 72.59% or good criteria, social values is 82,3% or excellent criteria, and practical values is 79. 07% or good criteria.

Key word: Cooperative Learning Model. Numbered Heads Together Technique. Students Learning Achievement. Reduction-Oxidation Concepts

(5)

melimpahkan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya, sehingga penulis mempunyai kekuatan dan ketabahan untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini. Salawat dan salam tak lupa penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya.

Penulis menyadari skripsi ini yang berjudul: "Pengaruh Model

Cooperative Learning Teknik Numbered Heads Together Terhadap Hasil Belajar'', tidaklah mungkin dapat diselesaikan tanpa adanya dukungan dan dorongan baik moral, material, dan spiritual dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada:

1. Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan beserta staf dan jajarannya.

2. Baiq Hana Susanti, M.Sc., Ketua Jurusan Pendidikan IPA beserta staf dan jajarannya.

3. Ir. Mahmud M. Siregar, M.Si., Dosen pembimbing !, atas motivasi dan pembelajarannya untuk menjadi guru dan peneliti yang baik.

4. Dedi lrwandi, M.Si., Ketua Program Studi Pendidikan Kimia, sekaligus sebagai dosen pembimbing II alas segala dukungan dan sambutan yang baik. 5. Baharudin, S.Ag., Kepala Sekolah MA. Jam'iyah lslamiyah, atas kesempatan

yang telah diberikan untuk melakukan penelitian.

6. lslahul Karim, S.Pd., Guru Bidang Studi Kimia MA. Jam'iyah lslamiyyah, Alas saran dan bantuannya terhadap penulis dalam melakukan penelitian. 7. Dosen Fakultas llmu Tarbiyah dan Keguruan, Jurusan llmu Pengetahuan

Alam yang tclah membelajarkan kami dengan penuh semangat dan keihlasan. 8. Segenap keluarga tercinta, yaitu bapak, ibu, kakak, dan adikku tercinta yang

dengan penuh keikhlasan mengiringi kehidupan ini menjadi lebih baik.

(6)

pihak yang telah bekerja sama dan membantu penyelesaian skripsi ini mendapatkan pahala dan kesejahteraan dari Allah SWT. Aamiin

Akhirnya, besar harapan penulis, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca yang budiman.

Jakarta, 2009

(7)

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTARISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... l A. La tar Belakang Masalah ... ... ... l B. lrlentilikasi Masalah ... ... ... 6

C. Pembatasan Masalah ... 6

D. Rumusan Masalah ... 7

E. Tujuan Penelitian ... 7

F. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN TEORETIS, KERANGKA PIKIR DAN PERUMUSAN HIPOTESIS ... 8

A. Kajian Teoretis .... ... ... ... ... 8

1. Model Cooperative Learning .. .. ... ... ... ... ... ... 8

a. Pengertian Cooperative Learning .. ... ... 8

b. Unsur-unsur Dasar Cooperative Learning ... l 0 c. Peranan Guru dalam Cooperative Learning ... 12

d. Cooperative Leaming Teknik Numbered Heads Together {NHT) ... 14

2. Pentingnya Nilai dalam Pembelajaran Sains ... 17

a. Konsep Nilai dalam Pembelajaran Sains ... 17

b. Tahapan Proses Pembentukkan Nilai ... 22

c. Prinsip-prinsip Pembelajaran Nilai dalam Sains ... 23

(8)

b. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Belajar ... 38

c. Konsep Hasil Belajar ... 40

d. Pengukuran Hasil Bela jar ... 41

4. Hubungan Model

Cooperative Learning

Teknik

Numbered Head Together

(NHT) dengan Hasil Belajar ... 42

B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 44

C. Kerangka Berpikir ... 46

D. Perumusan Hipotesis ... 47

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 48

A. Waktn dan Tempat Penelitian ... 48

B. Metode dan Desain Penelitian ... ... ... ... 48

C. Populasi dan Sampel ... 49

D. Prosedur Penelitian ... 49

E. Variabel Penelitian ..•... 50

F. Instrumen Penelitian ... 56

G. Teknik Pengumpulan Data ... 57

H. Teknik Analis!s Data ... 57

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 62

A. Has ii Penelitian ... ... ... ... .... ... ... ... ... 62

l. Data Hasil Belajar a.

Pre test

Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... ... ... .. .. .... ... ... 62
(9)

Pre test

Kelompok Kontrol ... ... ... 64

b.

Post test

Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... .... ... ... 65

2. Uji Homogenitas ... ... ... ... 66

a.

Pre test

Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... .. ... ... 66

b.

Post test

Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 67

C. Pengnjian Hiplitesis ... ... ... ... 68

1.

Pre Test

Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 68

2.

Post Test

Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 69

D. Hasil Analisis Angket Integrasi Nilai-nilai Sains ... 70

E. Pembahasan ... 72

1. Pengetahuan Siswa Terhadap Konsep Reaksi Reduksi-Oksidasi ... 72

2. Pengetahuan Siswa Terhadap Nilai-nilai Sains dalam Konsep Reaksi Reduksi-Oksidasi ... 73

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 75

A. Kesimpulan ... 75

B. Saran ... 76

DAFTARPUSTAKA ... 77

(10)

2. Kisi-kisi Hasil Belajar Siswa... 52

3. Kriteria Reliabilitas ... ... ... 54

4. Deskripsi Data Mean Skor Pre Test ... 62

5. Deskripsi Data Mean Skor Post Test... 63

6. Deskripsi Data Mean Pre Test dan Post Test... 63

7. Hasil Uji Normalitas Data Skor Pre Test... 64

8. Hasil Uji Normalitas Data Skor Post Test... 65

9. Hasil Uji Homogenitas Skor Pre Test ... 66

10. Hasil Uji Homogenitas Skor Post Test... 67

11. Hasil Uji t Hasil Belajar Skor Pre Test... 69

12. Hasil Uji t Hasil Belajar Skor Post Test ... 70

(11)

2. Uji Reliabilitas Instrumen Tes Hasil Belajar ... 86

3. Pengujian Tingkat Kesukaran Instrumen ... 91

4. Pengujian Daya Pembeda Soal ... 97

5. Distribusi Frekuensi Hasil Relajar Kelompok Eksperimen ... 99

6. Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Kelompok Kontrol ... 104

7. Uji Normalitas Data Skor Pre Test... 109

8. Uji Normalitas Data Skor Post Test... 111

9. Uji Homogenitas Data Skor Pre Test... 113

10. Uji Homogenitas Data Skor Post Test... 114

11 J>enguj ian Hipotesis Data Skor Pre Test ... .... ... .. ... ... 115

12. Pengujian Hipotesis Data Skor Post Test ... 118

13. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Eksperimen... 120

14. Modul dan LKS Pembelajaran... 138

15. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kontrol ... 149

16. Kisi-Kisi lnstrumen Tes Hasil Belajar ... 158

17. Soal Uj icoba In strum en Tes Penelitian ... ... .... .. .... ... 167

18. Instrumen Tes Hasil Belajar ... 173

19. Kisi-kisi Angket Integrasi Nilai-nilai Sains ... 178

(12)

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan ha! yang esensial dan penting dalam kehidupan seseorang, serta merupakan wahana untuk pembentukkan diri seseorang secara keseluruhan. Dalam konteks demikian, pendidikan terkait dengan tujuan umum pendidikan, yaitu membentuk kemampuan akademik dan kemampuan berpikir yang lebih tinggi seperti kemampuan dalam memecahkan masalah. serta mengembangkan aspek pribadi dan sosial yang memungkinkan orang bekerja dan hidup dalam kelompok secara kreatif, inisiatif, empati dan memiliki keterampilan interpersonal yang memadai. 1

ll.•1tuk mewujudkan tujuan umum pendidikan di atas, maka diselenggarakan serangkaian kependidikan, di antaranya yaitu pendidikan formal seperti sekolah yang diterapkan dalam bentuk pembelajaran. Pembelajaran yang berlangsung di sekolah, seyogyanya menyediakan suatu wadah terjadinya proses transformasi nilai dan norma-nonna sebagai bagian dari pembentukan kepribadian siswa secara seutuhnya, yaitu manusia yang tidak hanya pandai secara akademik, sehingga menjadi orang yang mempunyai keahlian, keterampilan dan kemampuan intelektual, tetapi juga mempunyai integritas moral yang baik.

Pendidikan yang diterapkan dalam pembelajaran dirasakan belum terwujud secara optimal, karena model pembelajaran yang diterapkan cenderung kurangnya melibatkan siswa untuk aktif mengalami pembelajaran dengan guru sebagai satu-satunya sumber belajar siswa. Selain itu, pengembangan pembelajaran yang digunakan juga kurang mengkaitkan adanya hubungan antara konsep pembelajaran dengan aplikasi dan pengalaman yang terintegrasi dengan nilai-nilai.

1 Wayan Koster,

Keefektifan Seka/ah: Survai di SLTP Negeri Jakarta, Parameter, No. 6

(13)

Pendidikan yang bennuatan nilai dalam pembelajaran, bukan hanya menjadi tugas dalam pola-pola pembelajaran yang terintegrasi dalam pendidikan agama, sejarah, bahasa Indonesia dan pendidikan kewarganegaraan (PKn), melainkan menjadi bagian dari semua usaha pendidikan dalam berbagai macam mata pelajaran, misalnya mata pelajaran IPA/sains.

UNESCO (2005) sebagaimana dikutip Ratcliffe menyatakan babwa pembelajaran sains seharusnya diasosiasikan dengan nilai-nilai dalam membangun intelektual yang didasari sikap jujur, tepat dan akurat, keterbukaan pemikiran, dan sikap kritis.2 Penjelasan demikian, menegaskan bahwa pola pembelajaran sains mengandung sikap ilmiah yang harus dibangun dan didasari dengan sikap keilmiahan yang positif, sehingga pembelajaran sains yang diasosiasikan dengan nilai tersebut memberikan suatu ー・ュ。ィセᄋョ。ョ@ dan penghayatan bagi siswa mengenai kandungan nilai-nilai yang terdapat di dalam sains dan dapat menerapkan hasil pembelajaran sains yang bertujuan untuk menata kehidupan menjadi lebih baik dengan menghargai dan bersikap toleransi terhadap lingkungan secara positif.

Pemberian mata pelajaran IPA atau pendidikan IPA di sekolah hams bertujuan dan memiliki orientasi agar siswa memahami/menguasai konsep-konsep IP A dan saling keterkaitannya, serta mampu menggunakan metode ilmiah untuk memecahkan masalab-masalah yang dihadapinya, sehingga lebih menyadari kebesaran dan kekuasaan PenciptaNya.3

Pemberian yang memfokuskan tentang makna mendalam kandungan nilai dalam mata pelajaran IPA dan keterkaitannya dengan kehidupan ini akan memberikan, meningkatkan kesadaran dan membangun pemahaman siswa untuk menghargai lingkungan alam sekitar secara lebih bijak, humanis, dan jiwa religius yang tinggi. Sehingga proses pemecahan suatu masalah dapat ditanggapi dengan cara atau metode yang tepat dan bertanggung jawab.

2

Mary Ratcliffe, Values in The Classroom-The 'Enacted' Curric1,/un1, Available at: http://www.fremtidensnaturfag.dk/web2006/artikler/MR Values chap nov 05.pdf. Accessed on Nov 12, 2008, 1.30 pm, p. 2

3

(14)

Salab satu mata pelajaran IPA adalab pembelajaran kimia. Kimia merupakan mata pelajaran yang memiliki konsep yang sulit dan bersifat abstrak sebingga memerlukan kemampuan, ketelitian dan kecermatan berpikir siswa yang tinggi. Selain itu, yang terpenting dalam pembelajaran kimia adalab adanya suatu keterkaitan konsep pembelajaran yang banyak menyentub nilai-nilai kemanusiaan dalam kebidupan sebari-bari.

Pembelajaran kimia yang memiliki konsep yang abstrak dan memerlukan kecermatan dan pemabaman konsep secara mendalam serta banyak memiliki keterkaitan dengan nilai-nilai kemanusiaan dalam kehidupan sebari-bari, misalnya adalab konsep reaksi reduksi-oksidasi yang menjelaskan tentang konsep reaksi yang dibubungan dengan oksigen, serab terima elektron dan perubaban bilangan oksidasi, yaitu seperti reaksi fotosintesis, sistem respirasi, reaksi pembakaran, perkaratan dan penyepuban logam, pembusukan sampab, pembuata". HCI, H2S04, HN03 sebagai baban dasar industri, aplikasi

konsep dalam baterai dan sel accumulator dan sebagainya. Sebingga bagi siswa yang memiliki kecermatan, ketelitian dan kemampuan berpikir yang rendab akan mendapatkan kesulitan belajar yang kemudian pencapaian basil belajar siswa yang rendah.

Bertitik tolak dari ha! tersebut, maka penerapan suatu strategi dan metode dalam proses pembelajaran kimia merupakan ha! yang sangat penting dalam upaya mengatasi kesulitan belajar siswa sehingga didapatkan peroleban basil belajar siswa yang baik adalah dengan menggunakan model pembelajaran yang membimbing kemampuan siswa secara konstruktif, yaitu pembelajaran yang mengajak siswa untuk belajar secara aktif dan mendominasi pembelajaran. Dengan pembelajaran ini biasanya siswa akan merasakan suasana yang lebih menyenangkan dan memiliki keleluasaan menemukan sumber belajar sehingga basil belajar dapat dimaksimalkan.

(15)

bertanya dan menjawab apa, bagaimana dan kenapa mereka belajar, apa yang mereka tulis dan menghubungkan pengalaman belajar mereka terdahulu dengan situasi yang baru, kemudian mereka dapat mengaplikasikannya di dalam kehidupan sehari-hari.4

Pembelajaran yang dibangun secara konstruktif ini, siswa tidak hanya mendapatkan informasi yang bersumber dari guru saja, melainkan mereka dapat mengembangkan pengetahuannya melalui berbagai sumber informasi seperti media cetak (koran, majalah, buku), media elektronik (televisi, radio, internet), dan melalui observasi atau pengamatan langsung. Kemudian, mereka dapat bertukar pikiran (share) dan sating melengkapi pengetahuan melalui kerja sama yang baik dengan teman sebayanya. Proses pembelajaran ini akan sangat membantu peserta didik untuk bekerja secara baik dalam penguasaan konsep dalam bentuk hasil belajar secara kognitif, psikomotor, dan afektif yang maksimal dan ッーエゥセ@ 21.

Salah satu altematifmodel pembelajaran yang dapat memberikan peran aktif pada siswa untuk belajar dan membangun kandungan nilai-nilai dalam pembelajaran kimia konsep reaksi reduksi-oksidasi adalah model cooperative

learning. Model ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk

berkomunikasi dan berinteraksi sosial dengan temannya untuk mencapai tujuan pembelajaran, sementara guru bertindak sebagai motivator dan fasilitator aktivitas siswa.

Menurut Johnson, Johnson dan Smith sebagaimana dikutip Messier menunjukkan bahwa suatu pembelajaran yang menggunakan model cooperative learning dapat memberikan proses pembelajaran yang efisien dan efektif, meningkatkan prestasi, hubungan yang hannonis dan positif di antara siswa serta menyebabkan terjadinya pertukaran informasi yang efektif.5

4

Ali Fathi-Ashtiani, et.al, A Cotnparison of Cooperative Learning Model and Traditional Learning Model on Achademic Acievement. Journal of Applied Sciences 7 (1): 137-140, 2007, ISSN 1812-5654. Asian Network for Scientific lnfonnation. Available at: http://www.ansiiournals.com/jas/2007/137- l 40.pdf. Accessed on Nov 16, 2008, 09.19 pm, p. 137

5 William P. Messier,

The Influence of Cooperative learning on the Academic

(16)

Penerapan model cooperative learning dalam pembelajaran, selain dapat meningkatkan prestasi dan efektivitas proses pembelajaran yang kondusif juga memberikan pemahaman tentang nilai-nilai, yaitu komunikasi siswa dalam berdiskusi, memberikan penghargaan terhadap pendapat solusi anggota kelompok dan rasa kebersamaan atau integritas dalam membantu anggota kelompok membangun kemajuan kelompok dalam mendapatkan basil belajar yang baik. Dalam konteks demikian, cooperative learning ini padat dengan nilai dan memiliki tujuan pembelajaran yang membentuk kemampuan akademik dan kemampuan berpikir yang lebih tinggi seperti kemampuan dalam memecahkan masalah secara terstruktur dan aktif mengikut sertakan peserta didik mengalami pembelajaran. Selain itu, cooperative learning juga mengembangkan aspek pribadi dan sosial yang memungkinkan orang bekerja dan hidup dalam Iingkungan sekitar secara kreatif, inisiatif, empati dan memiliki keterampilan interpersonal secara memadai.

Senada dengan hal tersebut, Rivera dalam Yumetti menyatakan bahwa

cooperative learning dapat meredam kompetisi tidak sehat dan pengucilan individual. cooperative learning juga dapat menghindari kesulitan dalam pembelajaran dan kesulitan dalam interaksi sosial serta dapat meningkatkan kemampuan untuk berkomunikasi secara lisan. 6

Dalam cooperative learning terdapat beberapa variasi teknik yang dapat diterapkan, salah satunya adalah teknik numbered heads together

(NHT). Teknik ini dikembangkan oleh Spencer Kagan (I 992) yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan pertimbangan jawaban yang paling tepat. Selain itu, teknik ini mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerjasama mereka. Teknik ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik.

http://W\vw.netwebelitesolutions.com/Whitepapers/netwebcoopchinese.pdf. Accessed on Nov 16,

2008, 09.19 pm, p. l

6

(17)

Model cooperative learning teknik numbered heads together dalam proses pembelajaran dapat mengetahui aktivitas total siswa dalam memahami pembelajaran, sehingga siswa menjadi siap untuk aktif mengikuti pembelajaran guna mendapatkan hasil belajar yang optimal.

Berdasarkan latar belakang tersebut diharapkan penggunaan model cooperative learning teknik numbered heads together dapat mempengaruhi hasil belajar siswa secara lebih optimal.

Il. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang masalah di atas dapat diidentifikasi, antara lain:

1. Model pembelajaran yang digunakan kurang melibatkan siswa untuk aktif mengalami pembelajaran.

2. Pengembangan pembelajaran K""ang mengaitkan adanya hubungan antara konsep pembelajaran dengan aplikasi dan pengalaman dalam kehidupan sehari-hari.

3. Penerapan pembelajaran sains belum diintegrasikan dengan nilai-nilai secara optimal.

4. Kesulitan belajar siswa memahami pembelajaran kimia konsep reaksi reduksi-oksidasi menyebabkan hasil belajar siswa rendah.

C. Pembatasan Masalah

(18)

D. Rumusan Masalah

Masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: "Bagaimanakah pengaruh model cooperative learning teknik Numbered Heads Together terbadap basil belajar?"

E.

Tujuau Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetabui pengarub model cooperative learning teknik numbered heads together terbadap basil belajar.

F. Manfaat Penelitiail

Manfaat Penelitian ini diharapkan:

I. Meningkatkan kompetensi pedagogik guru IPA dalam melakukan aktivitas belajar-mengajar yang lebib efektif dan efisien.

2. Membantu guru IPA dalam melaki1kan perbaikan metode belajar yang digunakan sebagai alternatif pembelajaran yang bermutu dan bermakna 3. Memberikan informasi ten tang penerapan pembelajaran konstruktivisme

model cooperative learning untuk meningkatkan basil belajar siswa. 4. Melalui pembelajaran sains/kimia yang mengandung nilai-nilai sains

(19)

A. Kajian Teoretis

1. Model Cooperative Learning

a. Pengertian Cooperative Learning

Menurut Ali Fathi-Ashtiani, et.al, cooperative learning adalah model pembelajaran yang menggunakan kelompok kecil supaya mereka bekerja sama dan berbagi untuk mencapai tujuan. Dalam kelompok

cooperative learning, siswa memberikan dua tanggung jawab, yaitu belajar memberikan bahan, ide atau gagasan dan pendapatnya, lalu membantu dan memastikan semua anggota kelompok dapat memahami dan menjawab permasalahan. 1

Menurut Killen (1998), cooperative learning merupakan suatu teknik instruksional dan filosofi pembelajaran yang berusaha meningkatkan kemampnan siswa untuk bekerja sama dalam kelompok kecil guna memaksimalkan kemampuan belajarnya, dan belajar dari temannya, serta memimpin dirinya.2

Sependapat dengan ha! tersebut, Effandi dan Iksan menyatakan bahwa cooperative learning adalah model pembelajaran yang menempatkan kelompok kecil, dimana peserta didik dapat berbagi ide dan bekerja secara bersama-sama dalam menyelesaikan tugas yang diberikan.3

1

Ali Fathi-Ashtiani, et.al, A Co1nparison of Cooperative Learning Model and Traditional

learning Model on Academic Achievement, in Journal of Applied Sciences 7 (1): 137-140, 2007, ISSN 1812-5654. Asian Network for Scientific Information. Available at:' http://www.ansiioumals.com/jas/2007/137-140.pdf. Accessed on Nov 16, 2008, 09.19 pm, p. 137

2

Yurni Suasti, dkk, "Upaya Peningkatan Kreativitas Siswa SMU Pembangunan UNP Melalui Modifikasi Cooperative Leaming Model Jigsaw", dalam Jurnal Pembe/ajaran, volume 26, Nomor 04, Desember 2003, Universitas Negeri Padang, h. 326

3

Effandi Zakaria dan Zanaton Iksan, Prornoting Cooperative Learning in Science and Mathematics Education : A Malaysian Perspective, in Eurasia Journal of Mathematics, Science &

(20)

Dalam model pembelajaran ini terdapat adanya unsur-unsur interaksi sosial siswa dalam proses pembelajarannya, sehingga siswa akan belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil dan saling membantu satu sama lain. Kelas disusun dalam kelompok yang terdiri dari 4 atau 5 orang siswa, dengan kemampuan heterogen yang terdiri dari campuran kemampuan siswa, jenis kelamin dan suku. Hal ini bermanfaat untuk melatih siswa menerima perbedaan pendapat dan bekerja dengan teman yang berbeda latar belakangnya.

Dari uraian di atas dapat diartikan bahwa cooperative learning

adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk belajar dan bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4 - 6 orang dalam upaya memahami dan mengerjakan tugas-tugas belajar yang terstruktur guna memaksimalkan kemampuan belajarnya.

Keberhasilan belajar dari model r!'operative learning ini tergantung pada kemampuan dan aktivitas anggota kelompok baik secara individual maupun secara kelompok serta membutuhkan kemampuan kooperatif sosial yang efektif dan kemampuan komunikasi yang tepat dalam menyelesaikan tugas. Hal ini menegaskan bahwa dalam pembelajaran kooperatif diperlukan adanya patisipasi dari setiap anggota untuk saling bekerja sama dan memberikan keuntungan bagi kesuksesan kelompok, penghargaan terhadap setiap anggota kelompok, mengetahui bahwa hasil yang ditampilkan adalah hasil kesepakatan bersama atau adanya saling ketergantungan yang positif, merasa bangga dan rasa suka cita ketika ada anggota kelompok yang mendapatkan penghargaan atau prestasi. Jadi, setiap anggota kelompok memiliki kontribusi yang sama untuk sating membantu membangun kelompok dalam meraih hasil yang maksimal seeara bersama-sama.

Selain itu, dalam cooperative learning memerlukan pula keterlibatan guru sebagai fasilitator yang menyediakan wadah kepada

http://www.ejmste.com/v3n l/EJMSTEv3nl Zakaria&lksan.pdf. Accessed on Nov 16, 2008, 09.19

(21)

peserta didik dengan rnentransfer ilrnu pengetahuan, pengorganisasian pernbelajaran, dan aplikasi sehingga peserta didik tidak hanya rnernpelajari rnateri saja, tetapi juga harus rnernpelajari keterarnpilan-keterarnpilan khusus yang disebut keterarnpilan kooperatif. Keterarnpilan kooperatif ini berfungsi untuk rnelancarkan hubungan kerja dan tugas. Peranan hubungan kerja dapat dibangun dengan rnernbangun tugas anggota kelornpok selarna kegiatan.

b. Unsur-unsur Dasar Cooperative Learning

Cooperative learning dikenal sebagai pernbelajaran secara berkelornpok. Tetapi belajar kooperatif lebih dari sekedar belajar kelornpok atau kerja kelornpok, karena dalarn cooperative learning ada struktur dorongan atau tugas yang bersifat kooperatif sehingga rnernungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan hubuP gan yang bersifat interdepedensi efektif di antara anggota kelornpok. Oleh karena itu untuk rnencapai keberhasilan yang rnaksirnal dalarn pernbelajaran kooperatif harus diterapkan lirna unsur dasar model pernbelajaran kooperatif, yaitu:4 I. Saling ketergantungan positif (positive interdepedence)

Saling ketergantungan positif rnernberikan anggota kelornpok kepercayaan bahwa keberhasilan kelornpok tergantung pada usaha setiap anggotanya. Anggota kelompok rnerniliki kontribusi yang sarna untuk bersarna-sarna rnernbangun kelornpok.

2. Tatap rnuka (face-to-face promotive interaction)

Tatap rnuka atau interaksi dengan sesarna anggota kelornpok memungkinkan adanya diskusi yang rnenguntungkan untuk rnernecahkan masalah secara bersarna-sarna dengan saling membantu rnernberikan dukungan atau ide terhadap rnasalah yang ingin dipecahkan, rnelibatkan inforrnasi dari seluruh anggota kelornpok, dan rnernberikan sarnbutan atau penghargaan terhadap usulan yang

4

(22)

disampaikan dalam diskusi tatap muka dan menentukan kesimpulan yang tepat berdasarkan kesepakatan bersama.

3. Tanggungjawab perseorangan (individual accountability)

Pertanggung jawaban perseorangan diperlukan dalam menentukan hasil keputusan solusi penyelesaian masalah kelompok dengan tepat dan efisien. Dalam pertanggung jawaban ini dapat memberikan umpan balik bagi anggota dan kelompok untuk saling membantu, memberikan dukungan dan me!ibatkan semua anggota daiam pembelajaran, sehingga dalam unsur ini dapat menghilangkan adanya efek free rides, yaitu anggota kelompok yang memiliki kemampuan tinggi mendominasi pembelajaran dengan mengerjakan semua atau sebagian tugas terhadap anggota kelompok yang berkemampuan lemah.5

4. Komunikasi antar anggota (interpersonal and small ァセBGGp@ skills) Dalam unsur ini menghendaki agar para peserta didik dibekali dengan berbagai keterampilan berkomunikasi atau keterampilan sosial. Keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan, menghargai dan kemampuan mereka dalam mengutarakan pendapat. Komunikasi antar anggota ini memerlukan adanya jiwa kepemimpinan yang baik dari masing-masing anggota, kemampuan untuk membuat keputusan, rasa kepercayaan yang tinggi untuk mendapatkan kesimpulan yang tepat berdasarkan hasil kesepakatan yang diperoleh dalam membangun kelompok ke arah hasil kesuksesan yangh maksimal.

5. Evaluasi proses kelompok (group processing)

Evaluasi proses kelompok dibutuhkan untuk menganalisa, melihat dan mempertimbangkan informasi yang diperoleh dalam diskusi harus diteruskan atau diganti untuk mendapatkan hasil yang efektif bagi kelompok.

5 Mary Ransdell dan Deborah A. Moberly,

A Journey into Cooperative Learning with Teacher Education Students, available at: http://www.usca.edu/essays/vol62003/ransdall.pdf

(23)

c. Peranan Guru dalam Cooperative Learning

Menciptakan lingkungan yang optimal baik secara fisik maupun mental, dengan cara menciptakan suasana kelas yang nyaman, suasana hati yang gembira tanpa tekanan dapat memudahkan siswa dalam memahami materi pelajaran. Pengaturan kelas yang baik merupakan langkah pertama yang efektif untuk mengatur pengalaman pengalaman belajar siswa secara keseluruhan.

Pelaksanaan cooperative learning dibutuhkan kemauan, keaktifan dan kemampuan serta kreativitas guru dalam mengelola lingkungan kelas, yaitu saat menyusun rencana pembelajaran secara matang, pengaturan kelas saat pelaksanaan, dan membuat tugas untuk dikerjakan siswa bersama dengan kelompoknya.

Peranan guru dalam pembelajaran kooperatif memiliki kedudukan yang strategis, dikarenakan guru selain berfungsi untuk ュ・ョエイセョセヲ・イ@ ilmu pengetahuan juga memandu dan membimbing peserta didik untuk menemukan solusi penyelesaian masalah, sehingga diperlukan adanya komunikasi dan penerimaan kedua belah pihak, yaitu guru dan peserta didik dalam proses pembelajaran menjadi lebih efektif dan efisien.

Menurut National Commission for Cooperative Education (2003) menjelaskan bahwa komunikasi yang cocok, sesuai dan langsung antara guru dan peserta didik dapat meningkatkan kepuasan dan memberikan rasa persahabatan (partnership) kepada guru dan peserta didik dalam proses pembelajaran, sehingga dapat memberikan dan meningkatkan kemampuan kognitif, sosial, dan emosional.6

Selain itu, Pembelajaran kooperatif juga menyediakan kesempatan kepada guru untuk merefleksikan dan membahas hasil kegiatan yang telah dilakukan oleh individu dan kelompok, mengevaluasi dinamika pembelajaran di dalam kelas, memberikan rencana instruksi pembelajaran

6 William P. Messier,

The Influence of Cooperative Learning on the Academic

Achievement of Chinese Middle School Students, available at:

http://www.netwebelitesolutions.com/Whitepapers/netwebcoopchinese.pdf. Accessed on Nov 16,

(24)

yang sesuai untuk mencapai pengalaman belajar yang baik untuk semua peserta didik dalam pembelajaran.

Peran guru dalam pelaksanaan cooperative learning adalah sebagai fasilitator, mediator, director-motivator, dan evaluator.7 Sebagai fasilitator, seorang guru harus memiliki sikap-sikap sebagi berikut: I) mampu menciptakan suasana kelas yang nyaman dan menyenangkan, 2) membantu dan mendorong siswa untuk menggungkapkan dan menjelaskan keinginan dan pembicaraannya baik secara individual maupun kelompok, 3) membantu kegiatan-kegiatan dan menyediakan sumber atau peralatan serta membantu kelancaran mereka, 4) membina siswa agar setiap orang merupakan sumber yang bermanfaat bagi yang lainnya, dan 5) menjelaskan tujuan kegiatan pada kelompok dan mengatur penyebaran dalam bertukar pendapat.

Sebagai mediator, guru berperan sebagai penghubung 1hlam mertjembatanimengaitkan materi pelajaran yang sedang dibahas dengan permasalahan yang nyata ditemukan dilapangan. Di samping itu, guru juga berperan dalam rnenyediakan saran pembelajaran, agar suasana kelas tidak monoton dan membosankan. Dengan kretifitasnya, guru dapat mengatasi keterbatasan sarana sehingga tidak menghambat suasana pembelajaran di kelas.

Sebagai director-motivator, guru berperan dalam membimbing serta mengarahkan jalannya diskusi, membantu kelancaran diskusi tapi tidak memberikan jawaban. Lalu, sebagai motivator, guru berperan memberikan semangat pada siswa untuk aktif berpartisipasi. Sebagai evaluator, guru berperan dalam menilai kegiatan belajar-mengajar yang sedang berlangsung. Penilaian ni tidak hanya pada basil, tetapi lebih ditekankan pada proses pembelajaran. Penilaian dilakukan baik secara perorangan maupun secara berkelompok. Alat yang digunakan dalam evaluasi selain berbentuk tes sebagai alat pengumpul data juga berbentuk catatan observasi guru untuk melihat kegiatan siswa di kelas.

7

lsjoni, op. cit, h.62-64

(25)

d. Cooperative Learning Teknik Numbered Heads Together (NHT)

FASE

セ@

Fase I

Upaya yang dilakukan oleh seorang guru dalam memudahkan siswa untuk memahami pembelajaran adalah dengan menciptakan lingkungan pembelajaran yang optimal, yaitu dengan cara menciptakan suasana kelas yang nyaman, gembira dan tanpa tekanan.

Oleh karena itu, dalam pelaksanaan pembelajaran cooperative dibutuhkan kemampuan dan kreativitas seorang guru dalam mengatur dan mengelola Jingkungan kelas. Sehingga dengan menggunakan model pembelajaran ini guru menjadi Jebih aktif dalam mempersiapkan dan menyediakan pembelajaran yang baik kepada siswa untuk memahami pembelajaran secara keseluruhan dengan suasana hati gembira. 8

Penerapan model cooperative learning dalam proses pembelajaran memiliki prosedur pembelajaran yang membangun pengetahuan antara guru dan siswa menjadi Jebih produktif dan interaksi siswa dengan siswa. mertjadi Jebih dinamis dengan suasana diskusi.

[image:25.595.51.446.282.659.2]

Ibrahim (2000: 10) sebagaimana dikutip Latif menyebutkan bahwa terdapat enam Jangkah utama atau tahapan di dalam pelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif, yaitu:9

Tabel 1. Langkah-langkah Cooperative Learning

TINGKAH LAKU GURU

I

Guru menyampaikan semua tujuan Menyampaikan tujuan dan memotivasi pelajaran yang ingin dicapai pada

siswa pelajaran tersebut dan memotivasi

siswa belajar

Fase II Guru menyajikan informasi kcpada

Menyajikan informasi siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan

Fase III Guru menjelaskan kepada siswa

Mengorganisasikan siswa ke dalam bagaimana caranya membentuk

kelompok-kelompok belajar kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien

·-·-' ibid.. h. 61

(26)

Fase IV Guru membimbing kelompok-Membimbing kelompok bekerja dan kelompok belajar pada saat mereka

bel<\iar mengerjakan tugas mereka

FaseV Guru mengevaluasi basil belajar

Evaluasi tentang materi yang telab dipelajari atau

masing-masing kelompok mempresentasikan basil kerjanya

Fase VI Guru mencari cara-cara untuk

Memberikan penghargaan menghargai baik upaya maupun basil belajar individu dan kelompok.

Model cooperative learning memiliki beberapa variasi teknik yang dapat diterapkan dalam pembelajaran, yaitu di antaranya:10

1. Student Team Achievement Division (ST AD) 2. Jigsaw

3. Group Investigation (GI) 4. Rotating Trio Exchange

5. Numbered Heads Together (NHT)

Salah satu teknik dalam cooperative learning yang diterapkan dalam penelitian ini adalah Numbered Heads Together (NHT), yaitu teknik cooperative learning yang secara khusus membantu peninjauan konsep-konsep yang diajarkan. Teknik ini hertujuan untuk memproses informasi, komunikasi, mengembangkan pemikiran, tiajauan ulang dari materi dan pengetahuan pemeriksaan. Teknik ini memiliki aplikasi di antaranya, yaitu: !. Untuk melibatkan kelas yang utub dalam mempertimbangkan suatu

permasalahan .

. 2. Untuk meningkatkan tanggungjawab individu.

3. Untuk meningkatkan group teaching (kelompok mengajar), sehingga semua anggota dari kelompok dilatib memilikinya. 4. Untuk meningkatkan semangat kelompok dan kepuasaan. 5. Untuk memberikan dukungan kepada semua siswa

memperhatikan suatu masalah. 11

10 Isjoni,

op.cit., h. 51

(27)

Kelebihan dari penggunaan model cooperative learning teknik numbered heads together dalam pembelajaran, yaitu setiap siswa memiliki kesiapan untuk belajar, dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh, dan siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai.12

Akan tetapi, selain berbagai macam kelebihan yang diberikan dalam cooperative leraning teknik numbered heads together, terdapat pula pengaruh negatif atau kelemahan, yaitu tidak terlalu cocok untuk jumlah siswa yang banyak, karena membutuhkan waktu yang lama dan kemungkinan tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru.13

Berikut ini adalah langkah-langkah yang dapat <lilakukan guru dalam menerangkan cooperative learning teknik numbered heads together sebagai berikut:14

1. Langkah 1 - penomoran (numbering)

Guru membagi para siswa menjadi beberapa kelompok atau tim yang beranggotakan 3 hingga 5 orang dan memberi nomor, sehingga tiap siswa dalam tim memiliki nomor yang berbeda. 2. Langkah 2 - pengajuan pertanyaan (questioning)

Guru mengajukan pertanyaan kepada para siswa. Pertanyaan ini bervariasi dari yang bersifat spesifik hingga yang bersifat um um. 3. Langkah 3 - berpikir bersama (head together)

Para siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa setiap anggota mengetahui jawaban tersebut. 4. Langkah 4 - pemberian jawaban (answering)

11 Anonim. http://mV\v.eazhull.org.uk/nlc/numbcred heads.htm. Accessed on June 10,

2008, 07 .50 pm

i2Kirana\vati, Nun1hered Heads Together, Tersedia:

hl!p_;/Lgurupkn.wordpress.com/2007/11/14/numbcred-heads-togelher/. Diakses: 8 Juli 2009, jam. 16.41 WIB

13t-Iamsa,

Numbered heads Together, Tersedia:

http://alief-hamsa.blogsool.com/2009/05/numbered-heads-together-nhl.html. Diakses: 8 Juli 2009, jam. 16.41

wm

14

Anita Lie, Cooperative learning. Mempraktikan Cooperative learning di Ruang-ruang

(28)

Guru menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban untuk seluruh kelas.

2. Pentingnya Nilai dalam Pembelajaran Sains a. Konsep Nilai dalam Pcm belajaran Sains

Pembelajaran nilai di dalam sains adalah 「・イエセェオ。ョ@ untuk mengembangkan kualitas afektif peserta didik dalam memahami pembelajaran secara lebih mendalam, bermakna dan dapat bertahan lama serta membekas di dalam diri peserta didik mengenai kandungan dasar pembelajaran daripada hanya melakukan pembelajaran berdasarkan pengetahuan konsep saja yang mudah hilang dan tidak membekas di dalam diri peserta didik.

Hakikat sains dalam penjelasan Trihastuti dan Remy diartikan sebagai berikut: 15

1. Sains merupakan kumpulan pengetahuan ilmiah yang disusun secara logis dan sistematis.

2. Sains diperoleh melalui proses ilmiah. Proses ilmiah, yaitu berupa langkah-langkah ilmiah berdasarkan metode ilmiah. Proses ilmiah dapat berupa fisik dan mental dalam mencermati fenomena alam, termasuk juga penerapannya.

3. Sains dapat mengembangkan sikap dan nilai-nilai.

Senada dengan ha! tersebut, Shambaeh Usman menambahkan dan menyatakan bahwa program pembelajaran sains adalah bertujuan membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang fungsional tentang konsep dan prinsip secara ilmiah yang dihubungkan dengan situasi kehidupan nyata peserta didik dan memperoleh kemampuan ilmu

15

Singgih Trihastuti dan Yoko Rimy, Filosofi Sains, Tersedia: Jpmpjogja.diknas.go.id.

(29)

pengetahuan, sikap, dan nilai yang dibutuhkan untuk menganalisa dan memecahkan suatu permasalahan. 16

Maka, berdasarkan dengan hal tersebut menjelaskan bahwa pembelajaran sains yang terkandung di dalamnya tidak hanya tertuju pada produk IPTEK yang dihasilkan, akan tetapi terkandung pula aspek pengetahuan lainnya yang lebih bermakna, misalnya kepribadian diri, bertaqwa, berbudi pekerti luhur atau sikap mencintai kebenaran, sikap toleran atau menghargai pendapat orang lain, sikap ketelitian, dan sikap tidak putus asa, sehingga tujuan-tujuan pembelajaran sains dapat diwujudkan secara nyata, yaitu menata kehidupan sekitar menjadi lebih baik.

Hal tersebut juga dinyatakan secara tegas oleh Levinson dan Turner dalam Ratcliffe bahwa pembelajaran sains sesungguhnya mengandung implikasi yang berhubungan dengan masalah sosial dan etika. 17 Dalam konteks demikian, pembelajaran yang seharusnya diberikan kepada peserta didik adalah membangun pemahaman dan pengetahuan mengenai keterjalinan pembelajaran sains dengan nilai-nilai sosial dan etika yang ada di lingkungan sekitarnya.

Pemahaman tentang nilai yang terkandung dalam sains ini menunjukkan pada kriteria untuk menentukan tingkat kebaikan, harga, atau keindahan yang relatif konstan tentang suatu perilaku. Seseorang yang melakukan tindakan terhadap suatu obyek dipengaruhi oleh seperangkat nilai-nilai yang telah dimiliki, dipelihara, dan diyakininya itu dengan memberikan suatu pedoman atau acuan bagi dirinya dalam memberikan sikap, menentukan keputusan, menghubungkan pikiran dan perasaan dengan tindakan yang ditampilkannya.

16 Shambaeh Usman,

Integrating Value in Science Education: A Philippine Experience,

The International Seminar on Mathematics and Science Education. Faculty of Tarbiya and

Theacher's Training U!N Jakarta, Oktober 28, 2008. p. 2

17 Mary Ratcliffe,

Values in The Classroom-The 'Enacted' Curricu!utn, Available at:

(30)

Konsep nilai menurut J.R. Fraenkel dalam Lamijan, nilai adalah gagasan atau suatu konsep tentang apa yang dipikirkan seseorang yang penting dalam kehidupan. Pengertian ini menunjukkan bahwa, hubungan antara subjek dengan objek memiliki arti yang penting dalam kehidupan subjek. Sebagai contoh, segenggam garam di masyarakat Dayak lebih berarti dari segumpal emas, karena garam sangat berarti bagi hidup dan matinya orang Dayak; sedangkan bagi masyarakat Y ogyakarta sekarung garam tidak ada artinya bila dibandingkan dengan dengan satu ons emas, karena emas memiliki arti yang lebih penting dalam kehidupan orang kota.18

Selanjutnya, Hill menyatakan bahwa nilai adalah suatu keyakinan seseorang tentang sesuatu yang sangat berharga atau memiliki prioritas utama dalam kehidupannya.19 Keyakinan seseorang mengenai hal tersebut, akan membawa seseorang untuk tetap menjaga dan memelihara serta berupaya untuk mendapatkan ni lai terse but. Misalnya, sebagai umat Muslim diperintahkan untuk melaksanakan dan menunaikan kewajiban puasa di bulan ramadhan yang penuh keberkahan, maka secara naluriah berdasarkan pedoman nilai dalam diri seseorang tersebut, akan melaksanakan ibadah puasa dengan mengiatkan diri untuk selalu beribadah deng:m harapan mendapatkan pahala dan kebaikan yang berlipat

gan<la.

BP-7 (1993) dalam Maman Rachman menyatakan bahwa nilai adalah suatu pensifatan yang digunakan untuk memberikan penghargaan terhadap barang atau benda.20 Pensifatan yang diberikan terhadap nilai tersebut berhubungan erat dengan manusia/seseorang sebagai subyek pemberi pengertian nilai yang dianggapnya pantas untuk dikejar dan

18 Lamijan, Metoda dan Teknik Pendidikan Nilai. Dalam Jurnal lnkoma, Tahun 13,

Nomor I, Februari 2002, h. 15.

19 Scah dan Bishop, Values in

1\;fa1hen1atics Textbooks: A f''ieu1 Through T1v0Australasian

Regions, Presented at 8l5

t Annual Meeting of The American Educational Research Assosiation,

New Orleans, LA, 2000, p. 4

20 Maman Rachman, Reposisi, Reevaluasi, dan Redefinisi Pendidikan Nilai Bagi

Generasi Muda Bangsa, dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 028, Tahun ke-7, Maret

(31)

dimiliki. Nilai berkaitan dengan baik-buruk, benar-salah, boleh-tidak boleh, indah-tidak indah suatu perilaku atau pernyataan yang berlaku dalam kehidupan suatu kelompok masyarakat. Oleh karena itu, nilai mendasari pengetahuan, sikap dan perilaku seseorang dalam kehidupannya di masyarakat.

Tan berpendapat bahwa nilai merupakan refleksi interaksi antara individu dan masyarakat. Nilai akan muncul dalam bentuk konseptual atau pedoman dan emosional untuk mengevaluasi sesuatu yang sangat berharga dalam tindakan atau tujuan. Nilai memiliki aspek moral yang didasarkan pada perbuatan dan tingkah laku manusia yang baik atau buruk dan menjadi panduan bagi seseorang dan masyarakat dalam melakukan perbuatan dan menentukan sikap terhadap lingkungan yang lebih luas.21

Menurut Sjarkawi dalam Koesoema menyatakan bahwa nilai merupakan kualitas suatu hal yang menjadikan ha! itu dapat disukai, diinginkan, berguna, dan dihargai sehingga dapat menjadi semacam objek bagi kepentingan tertentu. Nilai juga merupakan sesuatu yang memberi makna dalam hidup, yang memberikan dalam hidup ini titik tolak, isi dan tujuan.22

Konsep nilai terhadap diri seseorang dan masyarakat memberikan prioritas terhadap keyakinan tertentu, pengalaman, dan tujuan, dalam menyimpulkan bagaimana masa depan mereka, dan apa saja yang mereka miliki. Dalarn pengertian ini, ditegaskan bahwa nilai rnemiliki arti manfaat bagi seseorang yang telah menghayati, mengarnalkan, dan rnemeliharanya dalarn kehidupan yang dialaminya, sehingga seseorang tersebut merniliki standar acuan dalarn bagairnana rnenentukan sikapnya terhadap problernatika yang ada dihadapannya, serta rnerniliki keyakinan terhadap nilai yang dianutnya tersebut ada kebahagiaan yang cukup besar di kehidupan kini dan rnasa depannya.

21 Seah dan Bishop,

Joe. cit, p. 4

22

Doni Koesoema, Pendidikan Karakter, Strategi Mendidik Anak di Zan1an Global,

(32)

Nik Azis menambahkan dan menerangkan lebih lanjut mengenai pengertian nilai ini bukan saja melibatkan aspek kepercayaan tetapi juga aspek pemahaman, perasaan, dan tingkah laku manusia. Definisi bagi istilah nilai adalah sejumlah ha! yang dianggap penting, berharga, berguna atau mustahak. Secara lebih abstrak nilai seringkali merujuk pada prinsip, standar, atau pegangan yang melibatkan ha! yang dianggap penting atau berharga. 23

Oleh karena itu, terkait mengenai kandungan nilai dalam pembelajaran sains membutuhkan suatu proses pembelajaran yang harus melibatkan pengalaman-pengalaman dari keduah belah pihak, yaitu guru sebagai pendidik perlu menempatkan diri sebagai fasilitator dengan menyediakan suatu wadah bagi peserta didik dalam memberikan gagasan atau ide yang dimilikinya terkait dengan proses pembelajaran yang berhubungan dengan situasi kehidupan nyata pese1ia didik, sehingga peserta didik dapat merealisasikan pembelajaran sains dengan memiliki ilmu pengetahuan, sikap, dan nilai dalam memahami dan memecahkan suatu pe1masalahan secara positif dan menghargai lingkungan alam secara arif dan bijaksana serta memiliki rasa keyakinan dan kesadaran yang tinggi mengenai kebesaran dan kekuasaan Allah swt.

Berdasarkan uraian para ahli di atas dapat diartikan dan dikembangkan bahwa nilai dalam pembelajaran sains merupakan pedoman yang dimiliki oleh seseorang atau masyarakat dalam menentukan tingkat kebaikan, harga, dan keindahan ierhadap sesuatu yang penting bagi kehidupannya berdasarkan aspek pengetahuan dan perasaan yang dimilikinya dan terealisasi dalam tindakan yang memiliki manfaat. Nilai dalam pembelajaran sains bertujuan untuk menata kehidupan menjadi lebih baik, yaitu dengan mengembangkan pemahaman tentang gejala alam, konsep dan prinsip sains yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga akan membangun dan meningkatkan

23

Nik Azis Nik Pa, Pengen1bangan Nilai dala1n Pendidikan Matematika: Caharan dan Keperluan, International Seminar on Development of Values in Mathematics and Science

(33)

kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan Iingkungan serta sumber daya alam serta keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-Nya

b. Tahapan Proses Pembentukkan Nilai

Nilai-nilai yang telah dimiliki, dipelihara dan diamalkan oleh peserta didik/seseorang secara konsinten dan berkelanjutan terus-menerus akan sangat bisa mempengaruhi Iingkungan yang berada di sekitamya. Hal ini disebabkan bahwa nilai berfungsi sebagai pedoman yang memungkinkan peserta didik menentukan setiap perilaku yang benar dan menentukan setiap penyimpangan yang terjadi.

Pembentukkan dan penghayatan nilai-nilai dalam pribadi seseorang tidak terjadi begitu saja, melainkan memerlukan proses yang tidak mudah dan waktu yang singkat. Proses ini bisa terjadi setelah peserta didik menghadapi suatu konflik atau peristiwa yang mengandung nilai dan dengan pengetahuan yang dimilikinya terjadi pemahaman yang mungkin saja membekas di dalam dirinya.

Menurut krathwohl dalam Lamijan, proses pembentukkan nilai pada anak dapat dikelompokkan dalam 5 tahap, yakni:24

l. Tahapan reciving (menyimak). Pada tahap ini seseorang secara aktif dan selektif dalam memilih fenomena. Pada tahap ini nilai belum terbentuk melainkan baru menerima adanya nilai-nilai yang berada di luar dirinya dan rnernilih rnana yang paling rnenarik bagi dirinya. 2. Tahapan responding (menanggapi). Pada tahap ini seseorang selain

sedia rnenerima stimulus secara aktif, j uga rnelakukan tanggapan secara aktif rangsangan yang berada di luar dirinya dalarn bentuk respon yang nyata.

3. Tahapan valuing (rnemberi nilai). Pada tahap ini seseorang sudah mampu rnenangkap stimulus atas dasar nilai-nilai yang terkandung di

24

(34)

dalamnya. Ia mulai mampu menyusun persepsi tentang obyek. Dalam ha! ini terdiri dari tiga tahapan, yakni percaya terhadap nilai yang ia terima; merasa terikat dengan nilai yang dipercayainya (dipilihnya); dan memiliki keterikatan batin (commitment) untuk memperjuangkan nilai-nilai yang diterima dan diyakininya itu.

4. Tahapan organization (mengorganisasikan nilai). Pada tahap ini, seseorang mulai mengatur sistem nilai yang ia terima dari luar untuk ditata dalam dirinya, sehingga sistem nilai itu menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam dirinya. Pada tahap ini terdiri dari dua tahapan untuk mengorganisasikan nilai, yaitu mengkonsepsikan nilai dalam dirinya; dan mengorganisasikan nilai dalam dirinya seperti cara hidup dan tata perilakunya sudah didasarkan atas nilai-nilai yang diyakininya.

5. Tahapan karakterisasi nilai. Pada tahap ini, seseorang telah mampu mengorganisir sistem nilai yang diyakininya dalam hidup secara mapan, ajeg dan konsisten.

Senada dengan ha! tersebut, Bukhori dalam Lubis menyatakan bahwa proses pembentukkan nilai belangsung secara bertahap. Ada lima fase yang barns dilalui peserta didik, yakni:25

1. Knowing, yaitu mengetahui nilai-nilai 2. Comprehending, yaitu memahami nilai-nilai 3. Accepting, yaitu menerima nilai-nilai

4. Internalizing, yaitu menjadikan nilai sebagai sikap dan keyakinan 5. Implementing, yaitu mengamalkan nilai-nilai

c. Prinsip-prinsip Pembelajaran Nilai Dalam Sains

Model pembelajaran yang menggunakan kegiatan mated pelajaran yang ketat dan monoton serta didominasi oleh guru (teacher's centered) dirasakan tidak memberikan pola pembelajaran yang bermakna bagi siswa

25

Mawardi Lubis, Evaluasi Pendidikan Nilai-Perke1nbangan Moral Keagan1aan

(35)

dalam proses pembelajaran. Siswa di dalam perkembangannya di zaman global menuntut adanya pengalaman-pengalaman yang bersifat konkrit dan dapat diterapkan olehnya sebagai interaksi pribadi dan masyarakat di dalam lingkungannya.

Menurut Ratcliffe, lima dimensi pembelajaran yang dapat dikembangkan dalam pembelajaran sains yang bermua.tan nilai sebagai upaya untuk memfasilitasi siswa mengalami, memilih, mengahayati, dan mengamalkan suatu niiai-nilai adalah sebagai berikut:26

1. Guru memiliki dan memahami pengetahuan yang memadai tentang sains secara percaya diri di dalam pembelajaran.

2. Guru bukan hanya mentransfer dan memberikan ilmu pengetahuan, akan tetapi sebagai fasilitator siswa dalam pembelajaran.

3. Guru memiliki sikap keterbukaan dan bermusyawarah terhadap siswa. 4. Guru memberikan pengetahuan seluas-luasnya kepada siswa dengan

mengembangkan kemampuan berpikirnya. 5. Siswa mengalami aktivitas pembelajarannya.

Prinsip pembelajaran sains yang terintegrasi nilai sebagaimana dijelaskan oleh Ratcliffe memmjukkan bahwa pola pembelajaran yang efektif adalah siswa mengalami pembelajaran secara aktif di dalam kelas dan guru memfasilitasi siswa dan lingkungan kelas yang kondusif sehingga siswa dapat menyatakan minat/ketertarikan, keterbukaan dan perhatian serta dapat menentukan pilihan/sikap dalam proses pembelajaran. Selain itu, guru juga harus mampu mendengarkan pendapat siswa dalam menyampaikan sikap dengan rasa hormat dan dukungan.

d. Macam-macam Nilai dalam Pembelajaran Sains

Pembelajaran sains selama ini belum dipahami secara keseluruhan memiliki kandungan nilai-nilai sains yang terkait dengan kehidupan. Hal ini disebabkan pola-pola pembelajaran sains yang diterapkan masih menggunakan taraf pembelajaran fakta dan konsep S(\ja, sehingga

nilai-26 Mary Ratcliffe,

(36)

nilai dasar yang terkandung di dalamnya tidak memiliki kebermaknaan yang mendalam untuk dipahami oleh peserta didik dan aplikasi nilai-nilai ini menjadi nihil diterapkan oleh peserta didik sebagai warga negara yang memiliki kecerdasaan dan keberagamaan.

Menurut Bukhari menyatakan bahwa setiap pelajaran tidak hanya mengandung substansi pelajaran yang bersifat kognitif, namun dibalik hal-hal yang bersifat kognitif terdapat sejumlah nilai dasar yang harus diketahui oleh siswa.27 Sebagai contoh, yaitu dalam pembelajaran kimia mengajarkan kecermatan, ketelitian, dan kejujuran dalam perhitungan dan pengamatan.

Menurut Herlanti menjelaskan bahwa nilai-nilai yang harus diintegrasikan dalam pembelajaran sains adalah sebagai berikut: 28

1. Nilai ilmiah/intelektual, yaitu berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, menyelidiki (inkuiri).

2. Nilai sosial, yaitu memecahkan masalah, kemanusiaan (humanis), kemampuan berkomunikasi, kemampuan bekerja sama, dan kemampuan berkompetisi.

3. Nilai religius, yaitu keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaaan-Nya. Kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara dan menjaga dan melestarikan lingkungan alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

Einstein sebagaimana dikutip Yudianto menyatakan bahwa kandungan nilai-nilai instrinsik di dalam sains adalah nilai praktis, nilai

27

Mawardi Lubis, op. cit, h. xxi

28

Yanti Herlanti, Developntent of Value Education Though Stories Based on Sciemce:

Hou' To Integrate Value a11d Science Jn Basic Sshool?, The International Seminar on Mathematics

(37)

intelektual, nilai sosial-politik-ekonomi, nilai sains dalam pendidikan, dan nilai keagamaan, dengan penjelasan sebagai berikut: 29

I. Nilai Praktis

Nilai praktis berhubungan dengan aspek-aspek manfaat sains bagi kehidupan manusia. Sains telah membuka jalan ke arah penemuan-penemuan yang manfaatnya langsung dapat digunakan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Aplikasi sains dalam bidang ini adalah teknologi.

2. Nilai Intelektual

Nilai intelektual mengajarkan kecerdasan seseorang agar menggunakan akalnya untuk memahami sesuatu. Pemahaman akan hal ini, menyebabkan seseorang untuk mengembangkan sikap ilmiah dalam menemukan, menjawab, dan memahami sesuatu sehingga tidak menimbulkan kerancuan makna terhadap sesuatu obyek yang sedang dipermasalahkan yang mengakibatkan kerugian atau kemudharatan umat. 3. Nilai Sosial-politik-ekonomi

Kita harus menyadari bahwa IP A dan teknologinya hanyalah suatu alat yang sangat tergantung dari manusia yang mengembangkan dan menggunakannya. Terkait hal tersebut sains mengandung nilai sosial-politik dan ekonomi yang dapat dimanfaatkan menuju cita-cita kemanusiaan yang luhur untuk kemaslahatan umat manusia atau keadaan sebaliknya yang menimbulkan tindakan immoral yang memberikan efek yang buruk atau merngikan dan membawa bencana serta kesengsaraan bagi umat manusia dengan adanya ekploitasi IPA yang salah/mcnyimpang.

Oleh karena itu, perlu sekali ditanamkan suatu nilai sosial-politik-ekonomi yang sehat dan dapat memberikan kontribusi atau manfaat bagi umat manusia.

29

(38)

4. Nilai Pendidikan

Nilai pendidikan mencakup banyak ha!, antara lain sikap mencintai kebenaran, sikap tidak buruk sangka, sikap murah hati dan tidak sombong, sikap toleran atau menghargai pendapat orang lain, sikap tidak mudah putus asa, sikap teliti dan hati-hati, sikap untuk mengembangkan rasa ingin tahu.

5. Nilai Keagamaan

Nilai religius berorientasi kepada nilai keimanan sebagai dasar segala pemikiran dan tindakan yang berhubungan kepada kesadaran akan kekuasaan Tuhan YME dengan segala sifat asmaul husna lainnya. Menurut pandangan Einstein bahwa nilai religius sains adalah nilai yang dapat membangkitkan kesadaran akan keberadaan Tuhan di alam sebagai Sang Maha Pencipta dan sifat-sifat Tuhan lainnya.

Macam-macam nilai yang dikembangkan Bishop terhadap kandungan nilai di dalam pembelajaran sains adalah30

1. Rationalism, yaitu berkaitan dengan suatu penjelasan hipotesis, teori dan logika yang dapat diterima dengan aka! pikiran atau pemikiran terhadap sesuatu secara deduk1:if-logis.

2. Objectism, yaitu berdasarkan data empirik, berpikir analogis terhadap data yang tepat dan dapat diukur, memiliki hubungan dengan keakuratan atau ketepatan serta mengidentifikasi permasalahan secara spesifik.

3. Control, yaitu berkaitan dengan kemampuan untuk menguasai, merencanakan dan memprediksi berbagai macam permasalahan. Nilai control ini menunjukkan bahwa pembelajaran sains dapat diaplikasikan serta dapat dimanfaatkan sebagai solusi penyelesaian masalah-masalah sosial.3t

30

Alan J. Bishop, Values in Mathematics and Science Educalion: Sirniliraties and

Differences. The Montana Mathematics Enthusiast, ISSN 1551-3440, vol. 5, no. I, p. 51

(39)

4. Progress, yaitu berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan pengetahuan secara terus-menerus dan pemahaman secara mendalam terhadap ilmu pengetahuan.

5. Openness, yaitu berkaitan dengan kemampuan mengartikulasikan permasalahan dengan sikap keterbukaan secara bersama-sama dalam membangun rasa kemanusiaan. Nilai oppeness ini menunjukkan kemampuan untuk berdiskusi dan menganalisa teori, ide, basil dan

• 32

argumentas1.

6. A1ystery, yaitu berkaitan dengan rasa ingin tahu, rasa terpesona, dan dugaan terhadap sesuatu berdasarkan intuisi (gerak hati).

e. Integrasi Nilai-nilai Sains yang Terkandung dalam Konsep Reaksi Reduksi-Oksidasi

Kimia merupakan bidang studi yang memberikan banyak kesempatan untuk mengklarifikasi atau mengungkapkan nilai-nilai, sebab kimia menyentnh banyak segi kehidupan mannsia. Oleh karena itu, proses pembelajaran kimia dalam upaya mengungkapkan nilai-nilai tergantung pada pengetahuan tentang fakta-fakta dan konsep-konsep yang dikuasai siswa, yang kemudian saling terhubung sehingga didapatkan nilai-nilai yang terkandung di dalam pembelajaran kimia.

Dalam Seminar Intemasional bertajuk "Integrating Value and Local Wisdom: New Perpective Teaching and Learning in Mathematics

and Science Education" di UIN Jakarta 28-29 Oktober 2008, Usman Menjelaskan bahwa integrasi nilai melibatkan pengembangan sistem nilai dari siswa sebagai bagian dari keseluruhan pendidikan siswa. Proses pembelajaran tidak hanya memberikan pembelajaran pada kemampuan konsep dan keterampilan saja akan tetapi harus pula disertai dengan nilai.33

32

ibid,

33

(40)

Sependapat dengan ha! tersebut, Harmin, dkk (1976) dalam Drost menekankan pentingnya tiga tahapan seseorang memahami nilai, yaitu taraf fakta, taraf konsep, dan taraf nilai. 34

Dalam taraf fakta, proses pembelajarannya disampaikan informasi, data, peristiwa, dan fakta-fakta yang terjadi di lingkungan sekitamya. Metode yang digunakan adalah hafalan, pengulangan materi-materi yang sudah diajarkan guru secara lisan dan tertulis.

Selanjutnya dalam taraf konsep. Pendidik mengajak peserta didik untuk mencari, mengungkapkan, dan memahami konsep-konsep tertentu dari fakta yang diketahui dengan melakukan generalisasi data, membuat analisa data, dan membuat tafsiran yang mungkin terkandung di balik data fakta yang dimiliki. Pada taraf ini ditekankan keterampilan intelektual atau berpikir dan keterampilan memecahkan masalah.

Lalu, dilanjutkan dengan taraf nilai dimana pendidik membimbing peserta didik untuk menemukan makna nilai yang bermanfaat dan terkandung di dalam fakta dan konsep-konsep yang sudah dihubungkan. Peserta didik akan dibimbing untuk melihat hubungan antara bahan yang dipelajari dengan minat, perasaan, sikap, pendapat, dan tingkah lakunya sendiri. Di sinilah tahapan pembelajaran yang harus dilakukan agar pembelajaran menjadi lebih bermakna dan membentuk pribadi pembelajaran yang bukan hanya cerdas dan terampil, tetapi juga memahami dan memiliki sikap atau afeksi, karena dapat dipahami bahwa pendidikan dalam pembelajaran tidak hanya menyentuk ranah kognitif dan psikomotorik, melainkan juga ranah afektif.

Nilai-nilai sains yang terkandung dalam pembelajaran kimia penting untuk diungkap atau diklarifikasi dan dinternalisasikan kepada kepribadian peserta didik dalam mempelajari dan memahami pembelajaran kimia dengan pembelajaran yang diintegrasikan pada nilai.

34

(41)

sehingga menimbulkan pengetahuan yang dimiliki siswa memberikan efek korelasi yang positifterhadap sikap dan perilaku seseorang.

Oleh karena itu, untuk membangun nilai penting kehidupan yang dapat dipelajari dalam pembelajaran kimia, memberikan konsekuensi kepada para pendidik untuk dapat mengembangkan pembelajaran kimia sebagai salah satu media dalam membentuk pribadi siswa. Dalam ha! ini, siswa diajak menelaah serta mempelajari nilai-nilai sains yang berguna dalam kehidupan bermasyarakat.

Berikut ini, berdasarkan nilai-nilai sains yang dikembangkan oleh Yanti Herlanti35 dan Yudianto36, maka dalam penelitian ini dibatasi

dengan integrasi nilai-nilai sains dalam pembelajaran kimia konsep redoks, yaitu nilai intelektual, nilai sosial, nilai religius, dan nilai praktis.

Pengembangan integrasi kebermaknaan nilai-nilai sains yang terb,.,<lung dalam pembelajaran kimia konsep reaksi reduksi-oksidasi berdasarkan pengikatan dan pelepasan oksigen, pelepasan dan penerimaan elektron, perubahan bilangan oksidasi, dan tata nama senyawa di dalam penelitian ini meliputi indikator-indikator sebagai berikut:

a. Nilai Religius

Sains sebagai sebuah produk mengandung nilai-nilai religius. Pengembangan sains harus dilandasi dengan religi (nilai agama) yang kuat sehingga produk-produk sains yang tercipta memberikan manfaat bukan kepada kemudharatan yang merugikan. Nilai-nilai religi yang terkandung dalam pembelajaran kimia konsep reaksi reduksi-oksidasi juga akan menambah keyakinan dan rasa syukur terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keteraturan dan keindahan makhluk ciptaan-Nya dengan kesadaran untuk berperan serta dalam menjaga dan melestarikan lingkungan alam. Dalam Standar lsi dan tujuan pendidikan nasional dijelaskan bahwa salah satu tujuan mata pelajaran IPA/ sains adalah

35

Yanti 1-lerlanti, foe.cit

36

(42)

meningkatkan kesadaran untuk memelihara dan melestarikan lingkungan serta meningkatkan keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini menegaskan bahwa dalam pembelajaran sains haruslah dilandasi dan dintegrasikan dengan nilai-nilai agama.

Nilai religius yang terkandung dalam konsep Reaksi Reduksi-Oksidasi (Redo ks) adalah

(I) Kesadaran untuk bersyukur atas nikmat Allah swt

Berdasarkan konsep reaksi redoks berdasarkan pelepasan dan pengikatan dengan oksigen memberikan suatu kandungan nilai yang dapat dipahami melalui pembelajaran, di antaranya, yaitu penggunaan dan peranan vital 02 dalam sistem respirasi/pernapasan makhluk hidup

mengingatkan pentingnya oksigen scbagai sumber pernafasan makhluk hidup, khususnya manusia, menuntut kita sudah selayaknya bersyukur

dan ョZセRケ。ョ、。イォ。ョ@ diri kepada sifat Ar-Rahman dan Ar-Rahim Allah

swt atas segala nikmat dan karunia yang diberikan. Sehingga dengan rasa syukur tersebut akan membawa siswa untuk secara sadar menjaga lingkungan sekitar agar kandungan oksigen tidak tercemar, seperti tidak membuang sampah sembarangan dan sebagainya.

(2) Menyadari keteraturan dan keseimbangan ciptaan Allah swt

Nilai religius mengenai penjelasan keteraturan dan keseimbangan ciptaan Allah swt adalah konsep redoks berdasarkan adanya zat yang melepaskan elektron sebagai reaksi oksidasi dan adanya zat yang menerima elektron sebagai reaksi reduksi menunjukkan bahwa Allah swt menciptakan makhluk hidup untuk saling berpasangan, sesama jenisnya untuk kita dapat memikirkan hal tersebut sebagai sebuah anugerah.

(3) Menyadari keagungan Allah dan kelemahan makhluk

(43)

makhluk Allah, mengingatkan kita pada fluktuatifnya keimanan seseorang. Keimanan seseorang kepada Allah swt terkadang bertambah (naik) dan berkurang (turun). Oleh karena itu, Allah senantiasa mengingatkan kita untuk selalu meminta ampun atas sega

Gambar

Tabel 1. Langkah-langkah Cooperative Learning
Tabel 2. Kisi-kisi Hasil Belajar Siswa
tabel Zi sebutkan dengan F(Zi) dengan aturan jika Zi > 0, maka
Tabel 5. Deskripsi Data Mean Post test
+7

Referensi

Dokumen terkait

Laju aliran yang lebih cepat dapat diperoleh dengan menggunakan pompa atau gas bertekanan (misalnya: udara, nitrogen, atau argon) untuk menekan pelarut melalui

Tujuan: Menganalisis hubungan antara kebiasaan jajan dan kualitas makanan jajanan dengan status gizi anak sekolah di SDN 03 pagi Duri Kepa Jakarta Barat.. Metode:

(2) Di KJA Gundil Situbondo prevalensi ektoparasit pada ikan Kerapu Cantang yaitu Benedenia sebesar 100% dan Dactylogyrus sebesar 0% serta intensitas ektoparasit

Perancangan dan simulasi Cycloconverter sebagai pengendali kecepatan motor induksi satu fasa berbasis mikrokontroller AT 89S52.. Universitas Pendidikan Indonesia |

BERBAHAN MOCAF, BIT DAN KOLANG-KALING ” ini beserta seluruh isinya adalah benar hasil karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan

penelitian yang akan dilakukan maka analisa bahan hukum. yang akan dilakukan adalah menganalisis waktu

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan berdasarkan kondisi fisik alami lokasi penelitian yang dianalisis berdasarkan parameter kajian bahaya kebakara hutan dan

Pada waktu suatu material dikenai sinar X, maka intensitas sinar yang ditransmisikan lebih rendah dari intensitas sinar datang. Hal ini disebabkan adanya penyerapan oleh